PENCEGAHAN DAN PEMBELAAN DIRI DOKTER TERHADAP TUDUHAN MALPRAKTEK Ibrahim Njoto Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Alumnus Pasca Sarjana Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRAK Dokter yang melakukan praktek kedokteran merupakan profesi yang rawan dituduh melakukan malpraktek oleh pasien, pengetahuan tentang Hukum Kedokteran dan Hukum Peradilan Umum perlu diketahui oleh Dokter, sebagai upaya pencegahan dan pembelaan diri terhadap tuduhan malpraktek. Kata kunci : malpraktek, hukum kedokteran dan hukum peradilan umum, pencegahan dan pembelaan diri, tuduhan malpraktek. ABSTRACT Physician as a medical practicioners was fragile profession to malpractice misconduct by patient, a knowledge of medical law and general law must be known by physician, as a prevention and to defend against a malpractice accusation. Key words : malpractice, medical law and general law, prevention and to defend, malpractice accusation. PENDAHULUAN Profesi Dokter merupakan profesi yang rawan timbul permasalahan hubungan antara dokter dan pasien, umumnya pasien menilai pelayanan pengobatan, komunikasi yang terbina, tindakan medis yang dilakukan dokter, serta hasil dari pengobatan; apabila pasien puas maka tidak timbul permasalahan tetapi bila timbul rasa tidak puas maka dapat timbul tuduhan dokter telah melakukan malpraktek. Praktek kedokteran merupakan pelayanan jasa pengobatan yang diberikan dokter kepada pasien, hubungan ini merupakan hubungan kepercayaan berdasarkan keahlian medis. Hubungan Dokter den pasien merupakan hubungan kebersamaan yang tidak terpisahkan beriring bersama dalam upaya pencapaian kesembuhan, dimana dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : faktor pasien, faktor dokter dan faktor penyakitnya. Proses hubungan tersebut melalui tahapan INPUT— PROSES—OUTPUT, dokter memegang peranan penting dalam tahapan proses diatas, oleh karena itu dibutuhkan kecermatan dalam melakukan praktek kedokteran. Pada tahapan INPUT, seorang dokter harus membina komunikasi Dokter-Pasien yang efektif sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, juga mengisi rekam medik yang lengkap dan bertanggung jawab serta tidak lupa meminta Informed Concent apabila dibutuhkan. Tahapan INPUT merupakan tahapan yang menentukan kelancaran hubungan DokterPasien, bila tahapan ini terbina dengan baik dan efektif maka dapat diminimalisasi kemungkinan terjadinya tuduhan dugaan malpraktek terhadap dokter. Lahirnya UU no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi kalangan dokter, pasien dan aparat penegak hukum, tetapi dengan lahirnya undangundang tersebut fakta dilapangan semakin tinggi pengaduan malpraktek yang dituduhkan kepada dokter, oleh karena itu dokter hendaknya mengetahui peraturan perundangan baik yang bersifat umum, misalnya : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan peraturan perundangan yang bersifat kusus, misalnya : UU no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran; sehingga dokter dapat melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembelaan diri terhadap tuduhan malpraktek. Tidak seluruh pengaduan malpraktek dapat dibuktikan kebenarannya, sebagian besar merupakan salah pengertian hubungan dokter-pasien, efek samping obat, resiko tindakan medis, proses perjalanan penyakit, penyulit penyakit sebelumnya, atau hanya berupa hasutan dari pihak-pihak tertentu, Etika Pers yang tidak profesional, pengetahuan hukum kedokteran yang kurang dimiliki oleh aparat penegak hukum; sehingga sering terjadi Carracter assasination atau Trial by Pers yang merugikan pihak dokter. Karya Tulis ini diharapkan memberikan wawasan hukum kepada kolega dokter, sehingga dapat melakukan praktek kedokteran sesuai peraturan yang berlaku dan dapat melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembelaan diri secara hukum terhadap tuduhan dugaan malpraktek oleh pihak pasien, pihak aparat penegak hukum, tanpa rasa raguragu ataupun rasa tak berdaya. PEMBAHASAN Seorang dokter yang sehat jasmani dan rohani, saat melakukan praktek kedokteran selalu mengutamakan keselamatan pasien dan tidak ada niatan untuk mencelakai pasien dari sejak awal praktek. Dokter dalam melakukan praktek kedokteran perlu membekali diri tentang pengetahuan tentang Hukum Kedokteran dan KUHP agar dapat memenuhi kewajiban dokter sesuai amanat perundangan yang berlaku serta melakukan praktek kedokteran yang baik dan benar, hal ini dapat mencegah terjadinya tuduhan dugaan malpraktek terhadap dokter. Malpraktek atau malpractice berarti praktek yang jelek/salah, dalam sistem perundangan Republik Indonesia tidak dijumpai istilah dan definisi tentang malpraktek, tetapi seiring dengan lahirnya UU no 29 tahun 2004 makin populer istilah malpraktek pada kalangan pers. Acuan suatu tindakan dokter tergolong malpraktek, bila memenuhi unsur 4D yaitu : Duty, Damaged, Dereliction of that duty, Direct causal of relationship Hukum Republik Indonesia menganut PositifNormatif, yang berarti bahwa segala yang tertulis merupakan bukti kuat di peradilan umum, oleh karena 1. 2. 3. 4. itu dokter harus cermat dalam menyusun Rekam Medis agar menjadi alat bukti yang benar di depan peradilan. Pencegahan terhadap tuduhan dugaan malpraktek dapat dilakukan oleh dokter dengan cara melakukan praktek kedokteran yang baik dan benar, yaitu terikat : Moral (kepada Sang Pencipta), melalui Sumpah Dokter. Etika Kedokteran kepada organisasi profesi dan masyarakat kedokteran. Disiplin Kedokteran kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Hukum Kedokteran, Hukum Pidana-Perdata dan administrasi kepada Negara dan masyarakat umum. Apabila kewajiban dokter telah dipenuhi menurut aturan perundangan yang berlaku, maka dokter memiliki ”Payung Hukum” untuk melakukan praktek kedokteran. Praktek kedokteran dilaksanakan dengan melalui tahapan INPUT—PROSES—OUTPUT, dimana peran dokter sangat menentukan sejak awal dalam membina hubungan dokter-pasien/tahapan INPUT, bila tahapan Input terbina baik maka selanjutnya memasuki tahap Proses/tahap pengobatan atau tindakan medis dalam upaya pencapaian kesembuhan dapat dilaksanakan oleh dokter secara cermat dengan harapan memperoleh hasil pengobatan/output yang baik dengan rahmat Sang Pencipta. Seorang dokter dalam berpraktek dilarang men-JANJIkan kesembuhan pada pasien dengan menjamin besaran biaya pengobatan atau lamanya proses pengobatan, sebab dokter adalah seorang manusia yang tak sempurna dan bukan DEWA. Beberapa contoh pelanggaran seorang dokter, yang dapat diadukan adalah sebagai berikut: Tidak kompeten misalnya seorang dokter umum melakukan tindakan aborsi; tidak merujuk, seorang dokter jaga poliklinik tidak merujuk pasien contusio cerebri dengan cermat, sehingga timbul squele otak; pendelegasian kepada tenaga kesehatan yang tidak kompeten, seorang dokter menyerahkan kondisi monitor keadaan vital pasien kepada siswa Ak-Per; dokter pengganti tidak memiliki Surat Ijin Praktek, seorang dokter senior berhalangan praktek, kemudian menyerahkan praktek kepada dokter lain yang tidak memiliki ijin praktek sebagai pengganti; tidak layak praktek/tidak sehat jasmani dan rohani, seorang dokter spesialis bedah menderita sakit tetapi memaksakan diri untuk tetap melakukan operasi; kelalaian dalam penatalaksanaan pasien, pasien menderita pendarahan yang banyak, kemudian dilakukan rehidrasi cairan yang seharusnya segera diusahakan transfus; pengobatan dan pemeriksaan yang berlebihan, seorang pasien wanita hamil yang dapat partus per vagina tetapi dilakukan partus dengan sectio caezaria; tidak memberikan informasi yang benar, seorang dokter tidak menjelaskan secara rinci tentang resiko tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien dan keluarganya; tidak membuat informed concent tertulis, seorang dokter spesialis Obsgyn melakukan pertolongan pendarahan per vagina dengan melakukan curetage tanpa disertai persetujuan tindakan medis secara tertulis tetapi hanya secara lisan, hal ini rawan tuntutan dari pihak pasien apabila hasil pengobatan tidak memuaskan; tidak menyusun rekam medis, seorang dokter praktek swasta, tidak menyusun rekam medis; menghentikan kehamilan tanpa indikasi medis, seorang dokter melakukan tindakan abortus tanpa indikasi medis; melakukan praktek kedokteran yang belum diakui kebenarannya, seorang dokter melakukan terapi kombinasi antara pengobatan medis dan pengobatan supranatural; euthanasia, seorang dokter menghentikan peralatan penunjang kehidupan pada pasien vegetatif yang kronis di Rumah Sakit; tidak melakukan pertolongan darurat, seorang dokter yang menjumpai pasien dalam kondisi darurat, tidak memberikan pertolongan; penelitian klinis tanpa persetujuan tertulis, seorang dokter melakukan penelitian klinis pada pasiennya tanpa meminta persetujuan tertulis; menolak/menghentikan pengobatan tanpa alasan yang benar, seorang dokter perusahaan menghentikan proses pengobatan pada karyawan perusahaan atas permintaan pihak personalia dengan alasan biaya, padahal secara medis belum sembuh; memberikan surat keterangan dokter yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, seorang dokter verifikator asuransi melakukan penilaian langsung terhadap klaim, tanpa melakukan penyelidikan kasus secara cermat dari pasien dan dokter yang merawat; membuka rahasia medis tanpa izin, seorang dokter membuka rahasia medis tanpa persetujuan tertulis dari pihak pasien-pemilik sarana kesehatan dan dilakukan bukan di depan peradilan; melakukan pelanggaran susila, seorang dokter memeriksa payudara pasien tanpa indikasi medis; membuat peresepan narkotik-opioid tanpa indikasi medis, seorang dokter meresepkan obat psikotropika tanpa indikasi medis yang tepat; ketergantungan Napza, seorang dokter turut kecanduan obat psikotropika; menerima komisi atas peresepan, adanya kolusi antara dokter dan apotik dimana obat yang diracik hanya disediakan pada apotik tertentu; melakukan intimidasi/kekerasan, seorang dokter memaksa pasien untuk menerima suatu tindakan medis dengan intimidasi atau kekerasan; memakai gelar palsu, seorang dokter umum memakai gelar dokter spesialis sebagai upaya menyakinkan pasien; STR/SIP/Surat Kompetensi yang tidak sah, seorang dokter tetap menjalankan praktek kedokteran walaupun tidak memiliki STR/SIP yang sah; pengiklanan diri yang tidak benar/menyesatkan, seorang dokter melakukan promosi tentang kemampuan pengobatan yang dimilikinya; imbal jasa yang tidak sesuai dengan tindakan, seorang dokter mematok tarif pengobatan yang tinggi tidak sesuai dengan tingkat kesulitan tindakan medis yang dilakukan; tidak memberikan keterangan yang diminta MKDKI, seorang dokter menolak memberikan keterangan saat diperiksa oleh MKDKI. Kondisi diatas merupakan tindakan dokter yang dapat diadukan secara etik, disiplin ataupun secara hukum/litigasi, oleh karena itu patut dilakukan pencegahan untuk melanggarnya. Beberapa macam istilah berkaitan dengan Malpraktek, yaitu : a) Negligence/Culpa, yaitu melakukan praktek kedokteran tetapi lalai sehingga dapat berakibat fatal pada pasien, misalnya : kelalaian merujuk, kelalaian berkonsultasi dengan dokter yang merawat sebelumnya, memberikan instruksi per-telepon, tidak dapat dihubungi saat pasien memerlukan, tidak membuat surat rujukan saat merujuk, lalai mendeteksi suatu gejala infeksi yang akan timbul sebagai keadaan komplikasi. Keadaan diatas dapat terjerat KUHP pasal 359-360 dengan ancaman penjara paling lama lima tahun. b) Lack of Skills, yaitu melakukan tindakan medis dengan pengalaman yang kurang atau diluar kemampuan ketrampilannya, misalnya : dokter spesialis bedah melakukan curetage, dokter umum melakukan abortus provocatus criminalis. Keadaan demikian dapat juga berakibat fatal pada pasien, mengandung unsur kesengajaan/tahu bahwa bukan keahliannya dan dapat terjerat KUHP pasal 338 jo 347-348 dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima belas tahun. c) Medical Error, yaitu melakukan tindakan medis terencana tetapi tidak berhasil akibat terjadi kesalahan tertentu yang tidak sengaja dilakukan, misalnya : operasi ”closed cholecystectomy” yang gagal karena pemotongan ductus cysticus yang tidak benar walaupun prosedur pelaksanaan operasi telah mengikuti aturan baku. Keadaan ini memerlukan saksi ahli dan biasanya dokter juga mendapat perlindungan dari asosiasinya tentang keadaan yang terjadi. d) Medical Blunder yaitu melakukan tindakan medis yang bodoh, buruk, tidak sesuai dengan aturan baku dan menyebabkan output yang fatal/merugikan pasien, misalnya : menegakkan diagnosa dan melakukan operasi mastectomy tanpa didahului pemeriksaan FNA, hanya berdasarkan Mammography, melakukan sirkumsisi pada pasien dengan hipospadia. Keadaan ini mirip dengan culpa tetapi lebih ke arah pelanggaran prinsip aturan baku, dapat dijerat dengan KUHP yang sama dengan culpa. e) Medical Accident, yaitu melakukan tindakan medis yang benar dan sesuai aturan baku tetapi dalam proses terjadi keadaan yang tidak disengaja, misalnya : pemasangan IUD coper-T yang benar dan telah dilakukan USG tetapi etrjadi kehamilan pada pasien tersebut, saat proses operasi terjadi kerusakan alat respirator sehingga mengakibatkan pasien koma. Keadaan ini merupakan kondisi yang tidak direncanakan, terjadi diluar kehendak sehingga perlu pembuktian unsur tidak diinginkan yang timbul tersebut agar lolos dari jerat hukum. f) Medical Risk/Resiko Medis, yaitu melakukan tindakan medis yang benar dan sesuai aturan baku serta telah dilengkapi persetujuan tindakan medis/informed concent, tetapi output-nya tidak sesuai harapan dokter-pasien, misalnya : operasi trepanasi pada kasus CVA haemoragis yang berhasil tetapi post-op pasien tetap koma dan meninggal beberapa hari kemudian, pengobatan Radio-Tx menyebabkan kebotakan total pasien, pemberian obat-obat tertentu menyebabkan Steven Johnson Syndrome, pemberian antibiotika menyebabkan alergi sampai shock anafilaktik, pasien anak dengan febris, diberi obat per-oral tidak timbul respons terapi malah timbul kejang-kejang. Keadaan ini sering merupakan efek samping obat, proses perjalanan penyakit yang parah, resiko tindakan medis; diperlukan input yang terbina baik antara dokter-pasien berupa komunikasi yang efektif sehingga dapat dihindari kesalahpahaman yang berujung pada tuduhan dugaan malpraktek terhadap dokter. PEMBELAAN DIRI DOKTER Hukum di Republik Indonesia menganut asas Praduga Tak Bersalah/Presumption of Innocence dan Persamaan Derajat di depan Hukum/Equality Before The Law, sehingga dokter tidak perlu takut untuk melakukan langkah pembelaan hukum asalkan telah melakukan praktek kedokteran yang baik dan benar sesuai dengan moral, etika, disiplin kedokteran dan hukum kedokteran serta hukum pidana, berupa melaksanakan amanat yang terkandung dan mencegah melakukan larangan yang tertulis disertai ancaman sanksi. Dokter yang telah melakukan seluruh kaidah diatas telah memperoleh ”Payung Hukum” untuk melakukan praktek kedokteran dengan cermat dan berhati-hati. Pembelaan diri dokter mencakup dua faktor, yaitu : 1) Faktor Internal : a) Memiliki STR, SIP dan Surat Kompetensi yang berlaku (sesuai UU no 29 tahun 2004). b) Menyusun Rekam Medis dan Informed Concent yang benar (sesuai ManualKonsil Kedokteran Indonesia ). c) Melakukan praktek kedokteran yang sesuai Standar Kompetensi Dokter serta penyelenggaraan praktek kedokteran yang baik di Indonesia ( sesuai Manual KKI ). d) Melakukan komunikasi efektif dokter-pasien dan membina kemitraan dokter-pasien ( sesuai manual KKI ), menjelaskan diagnosa, rencana tindakan medis, persetujuan tindakan medis, resiko tindakan medis yang akan dilakukan, komplikasi yang dapat timbul; penjelasan tersebut dilakukan terhadap pasien dan keluarganya disaksikan staf paramedis. e) Memiliki integritas diri, tidak mudah stress dan tidak takut menempuh jalur hukum. 2) Faktor Eksternal : a) Meminta perlindungan dari organisasi profesi atau asosiasi spesialis tertentu. Misalnya : IDI, IKABI, POGI. b) Melakukan hak-jawab/klarifikasi terhadap Pers atas tuduhan dugaan malpraktek sambil mengumpulkan alat-bahan bukti di peradilan umum, berupa: rekam medis, informed concent, berkas hasil pemeriksaan penunjang, laporan operasi, dokumen rekaman operasi, bentuk komunikasi tertulis lain; c) Mempersiapkan tim pembela di depan peradilan umum, memilih pengacara, mempersiapkan saksi ahli. d) Melakukan tuntutan balik terhadap tuduhan dugaan malpraktek melalui jalur hukum/litigasi berdasarkan pasal KUHP, yaitu: - pasal 310 tentang pencemaran nama baik, ancaman penjara max 9 bulan. - pasal 311 tentang fitnah terkait pencemaran nama baik, ancaman penjara max 4 tahun. - pasal 315 tentang penghinaan, ancaman penjara max 4 bulan 2 minggu. - pasal 317 tentang pengaduan palsu, ancaman penjara max 4 tahun. - pasal 318 tentang persangkaan palsu, ancaman penjara max 4 tahun. - pasal 322 tentang membuka rahasia, ancaman penjara max 9 bulan. - pasal 242 tentang sumpah palsu, ancaman penjara max 7-9 tahun. KESIMPULAN Profesi Dokter merupakan profesi yang rawan terhadap tuduhan dugaan malpraktek, hal ini dapat dihindari jika dokter berpraktek sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Proses pengobatan melalui tiga tahapan, yaitu : INPUT— PROSES—OUTPUT, dokter berperan maksimal pada tahap Input untuk membina komunikasi dan hubungan dokter-pasien yang efektif sehingga dapat mencegah timbulnya kesalahpahaman. Dokter sebagai subyek hukum dapat melakukan pembelaan diri dengan melakukan tuntutan balik atas tuduhan dugaan malpraktek yang merugikannya asalkan dokter tersebut telah melakukan praktek secara prosedural. SARAN Seorang Dokter akan merasa aman terlindungi oleh Hukum Kedokteran dan Hukum Peradilan Umum, apabila telah melaksanakan syarat-syarat yang telah diatur dan tidak melakukan Praktek Kedokteran atau tindakan medis yang melawan Hukum yang berlaku e) Mempersiapkan langkah-langkah mediasi dengan menggunakan jasa mediator. Seluruh faktor diatas menjadi pertimbangan dokter dalam melakukan pembelaan diri terhadap tuduhan dugaan malpraktek. DAFTAR PUSTAKA Anny Isfandyarie.,dkk.(2006).: Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II, volume 2, edisi pertama, Jakarta, Prestasi Pustaka. As’ad Sungguh.(2004).: 25 Etika Profesi, edisi kedua, Jakarta, Sinar Grafika, hal. 105-108. Danny Wiradharma.(1996).: Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Jakarta, Binarupa Aksara, hal.87-110. J.Guwandi.(2004).: Hukum edisi pertama, Medik, edisi pertama, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, hal 2259. J.Guwandi.(2005).: Medical Error dan Hukum Medis, edisi pertama, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, hal 59-101. Moeljatno.(1996).: KUHP, edisi sembilan belas, Jakarta, Bumi Aksara. Konsil Kedokteran Indonesia, 2006, Standar Kompetensi Dokter, Jakarta. Konsil Kedokteran Indonesia, 2006, Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia, Jakarta. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Praktek Ked