Mengenal Profil Komponis Muda: Marisa Sharon Hartanto Ditulis oleh Agastya Rama Listya muda yang sangat berbakat. Karena itu tidaklah salah bila guru piano maupun dosen komposisi Sharon menggambarkannya sebagai tipe pekerja keras. Sharon merupakan sebuah contoh anomali lainnya dalam bidang musik. Nampaknya bukan merupakan sesuatu yang aneh dijumpai di Indonesia, seperti halnya: Avip Priatna, Budi Utomo Prabowo, Dodi Sutanto, Budi Susanto Yohanes, dll. Mereka mengawali karirnya di bidang yang samasekali tidak berkaitan dengan musik, namun kemudian memutuskan untuk menggeluti musik secara serius. Prelude Festival Paduan Suara ITB XXIV baru saja berakhir, namun bagi beberapa paduan suara sejenis yang mengikuti kategori paduan suara wanita (female voices), maka lagu “Doa” meninggalkan kenangan tersendiri bagi para peserta. Lagu ini nampak menantang karena menggunakan teknis kompositorik berupa tone clusters sehingga mengesankan harmoni yang terdengar berbenturan. Artikel singkat ini sendiri tidak bertujuan untuk menganalisis lagu tersebut secara kompositorik, namun sebaliknya mengupas tentang riwayat, pengalaman dan prestasi sang komponisnya, yaitu Marisa Sharon Hartanto. Bagian Awal Sharon, panggilan akrabnya, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 1986. Wanita yang sebenarnya sangat pemalu ini baru saja memiliki seorang momongan berusia empat bulan bernama Jonathan Clive Utama. Namun di tengah sifatnya yang cenderung introvert ini justru tersembunyi talenta yang luarbiasa sebagai seorang musisi dan komponis 10 | www.indonesianchoral.net | Apr-Mei 2015 Bagian Kedua Menurut penuturannya bahwa kedua orangtuanya sudah memiliki cetak biru yang jelas terhadap perjalanan hidupnya, yaitu pendidikan musik non formal yang dijalaninya hanya untuk membekali kompetensi akademiknya, yaitu sebagai seorang sarjana farmasi dan apoteker. Namun apa yang telah direncanakan oleh kedua orangtuanya tidaklah berjalan sesuai. Seusai mendapatkan gelar sarjana Farmasi dan sertifikat untuk berpraktik sebagai apoteker, Sharon justru memilih melanjutkan studi magister dalam bidang komposisi musik. Ada tiga alasan mengapa Sharon tertarik melanjutkan studi dalam bidang komposisi musik: 1) tidak ingin menghabiskan seluruh sisa hidupnya bekerja di belakang meja apotik; 2) dorongan dari sang suami, Ricky Utama (menyandang magister dalam bidang keamanan informasi dari perguruan tinggi Royal Holloway, Inggris); dan 3) terinspirasi oleh komponis Rusia yang juga merupakan ahli kimia, yaitu Borodin. Sharon mengawali pendidikan musik non formalnya sebagai siswa Yayasan Pendidikan Musik (YPM) Jakarta. Sempat menimba ilmu dalam bidang penyajian piano klasik dengan Iravati M. Sudiarso pada tahun 2000 – 2002 dan piano jazz dengan Aminoto Kosin (2008 – 2010). Selain menekuni penyajian piano, Sharon juga mengasah ilmu komposisi musik pada Harjo “Josse” Soejoto (2010 – 2011) dan direksi paduan suara dan orkes pada Budi Utomo Prabowo “Tommy” (2010 – 2012). Dari merekalah Sharon bukan hanya mendapatkan pengalaman bermusik yang luarbiasa, namun juga karakter yang kuat. Sebelum melanjutkan pendidikan ke Royal Holloway University of London yang sangat prestisius, Sharon sempat mengikuti pendidikan aransemen musik jarak jauh di Berklee College of Music pada tahun 2010 - 2012. Melalui program pendidikan jarak jauh inilah Sharon mendapatkan sertifikat Magister dalam bidang Aransemen dan Orkestrasi Musik. Salah dua guru yang sangat berjasa dalam membentuk karakteristik musiknya yang bersifat ekletik—menggabungkan unsur klasik, jazz, dan etnik— diantaranya adalah Jerry Gates dan Ben Newhouse dari Berklee College of Music. Di Royal Holloway sendiri, pengetahuan dan ketrampilan Sharon dalam bidang komposisi musik diasah secara intensif oleh Mark Bowden. Selain itu Sharon juga berkesempatan menambah wawasan dalam bidang komposisi dengan mengikuti kursus komposisi singkat dengan Sally Beamish pada ajang St. Magnus Composer Course (2013). Kesempatan untuk berguru secara singkat pada Sally Beamish telah meninggalkan kesan yang sangat mendalam dalam hati Sharon. Ia memandang Sally bukan hanya sekadar mentor, tetapi juga figur komponis wanita yang menjadi salah satu panutan. Melalui Levon Parikian dari Royal Holloway dan Denise Ham dari The Conservatoire Blackheath, Sharon menimba pengetahuan dan ketrampilan praktis dalam bidang direksi paduan suara dan orkestra. Debut Sharon di kancah internasional sebenarnya dimulai tatkala baru memulai studinya di Royal Holloway. Sebuah ajang kompetisi komposisi tingkat nasional berjudul Baroque Remixed yang diselenggarakan oleh BBC Concert Orchestra bagi para mahasiswa atau lulusan pascasarjana, telah menarik minatnya. Karya Sharon berhasil masuk sebagai lima besar finalis dan kemudian memenangkan kompetisi itu. Sebagai ganjarannya karyanya disiarkan oleh BBC Radio 3 dan ditampilkan di gedung konser Roundhouse bersama karya para komponis besar lainnya. Dua hal yang menjadi kebanggaan Sharon bahwa karya tersebut ditampilkan oleh salah satu kelompok orkes terbaik di dunia, BBC Concert Orchestra, dan pengabahnya yang melegenda, Charles Hazlewood. Postlude Sharon yang memiliki ketertarikan dalam menggubah komposisi koral acappella (tanpa menggunakan iringan) dengan alasan menantang, maupun instrumental khususnya orkestra, masih memiliki satu obsesi yang belum terlaksana, yaitu menggubah komposisi untuk anak-anak dan daerah. Sharon tertantang untuk memperkenalkan Indonesia di mata dunia internasional melalui dua ragam komposisi ini. Akhir kata, sebuah pesannya bagi seluruh komponis dan musisi muda Indonesia: “Jangan menyerah, kejarlah mimpi dan panggilanmu. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan membuang waktu sia-sia. Fokuslah kepada dirimu dan panggilanmu, karena bila kita melihat ke kiri dan kanan kita tak akan pernah puas. Akan selalu ada orang yang lebih hebat dari kita, tetapi yang paling penting adalah menjadi yang terbaik dari yang kita bisa.” Bagian Ketiga Di usianya yang terhitung belia, karya-karya musiknya telah dimainkan dan dipentaskan bukan hanya di kancah nasional, namun juga di ranah internasional. Menyebut tiga diantaranya komposisi dan aransemennya yang mendunia, yaitu: pertama, komposisi berjudul “Salvage” yang ditulis untuk ansambel Hebride dan dipentaskan secara perdana pada ajang St. Magnus International Music Festival di Skotlandia pada tanggal 26 Juni 2013. Ba’a, Rote, 15 Februari 2015 Komposisi ini ditampilkan kembali oleh Amelia Tionanda dan Ansambel Musik Tiamori pada ajang “The Sound of Archipelago Concert” pada tanggal 31 Mei 2014 di Brussels. Kedua, komposisi berjudul “Music for Wayang Golek Puppet Theatre” yang ditulis untuk piano, sopran, fluit, kontrabas, dan perkusi. Karya yang ditampilkan pada kegiatan Gamelanathon di Southbank Centre London ini melibatkan seorang dalang Inggris bernama Matthew Cohen. Terakhir, aransemen lagu “Cuckoo” dan “Useful Plough” yang ditulis untuk Orkes Simfoni London dan dipentaskan pada tanggal 22 November 2013 di gedung pertunjukan St. Luke’s London. Apr-Mei 2015 | www.indonesianchoral.net | 11