4. Emma - universitas islam | as

advertisement
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP BAHAYA
CYBER BULYYING DAN KONSEKUENSI HUKUMNYA
Oleh: Emma Maripah1
Abstract
Legal awareness of society about cyber bullying is low it is characterized by: a. The
number of people who think that the case of cyber bullying excluding criminality and
made a habit of daily interaction in social media. b. The number of cases of cyber
bullying that occurs due to ignorance of the community will be the legal consequences
that would entrap c. The lack of public knowledge about the hazard/impact caused by
cyber bullying d. There are still many victims of perpetrators of cyber bullying that do
not understand how to overcome the problems caused by cyber bullying law itself. The
legal consequences for the perpetrators of cyber bullying has been regulated by the
existing legislation but lack of socialization to the community about how the legal
process that must be taken by the community itself. Many people who feel they are
victims and perpetrators of cyber bullying at the same time so reluctant to report or
take legal action.
Keywords: Legal awareness of society, cyber bullying dangerous, Legal Concequences
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat pesat. Begitu pula
dengan pola interaksi masyarakat dan dinamika sosialnya yang juga berkembang
dengan cepat. Dewasa ini, perkembangan tersebut berpengaruh terhadap cara
masyarakat berkomunikasi. Komunikasi sendiri merupakan penyampaian pesan berisi
kebutuhan psikologis, fisiologis, sampai dengan pesan berisi kebutuhan
komplementer orang dewasa. Semua itu tidak terlepas dari proses penyampaian dan
penerimaan pesan yang disebut komunikasi, baik berkomunikasi secara langsung
maupun tidak langsung (menggunakan sarana alat komunikasi).
Definisi komunikasi menurut Onong uchjana Effendy, adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah
sikap, pendapat atau perilaku baik secara lisan (langsung) maupun secara tidak
langsung (melalui media)2. Sebagai makhluk sosial komunikasi merupakan hal yang
utama dilakukan oleh manusia. Sebagai sarana menyampaikan ide, gagasan,
1
Emma Maripah adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Islam As-syafi’iyah, Jakarta. 2
Lihat Onong Uchjana Effendy, Ilmu komunikasi teori dan praktek (PT Remaja Rosdakarya
1984), hlm. 9.
60 pemikiran ataupun harapan seseorang untuk bisa menyesuaikan diri dan diterima oleh
lingkungannya.
Pada dasarnya komunikasi itu dapat berdampak pada sosial, ekonomi, budaya,
agama, politik juga dapat berdampak hukum. Dampak yang ditimbulkan adalah hasil
dari topik atau tema pembicaraan yang disampaikan di masyarakat. Jika komunikasi
itu dilakukan secara langsung terdapat respon langsung dari lawan bicara baik itu
respon baik ataupun kurang baik. Permasalahan yang terjadi saat ini, jika komunikasi
tersebut dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan sarana media, maka
akan ada kendala dalam melihat respon dari lawan bicara pada saat berkomunikasi.
Hal ini mengakibatkan banyak kesalahfahaman dalam berkomunikasi dan tentu hal
tersebut tidak sehat.
Mengekspresikan komunikasi secara tidak langsung, misalnya dengan
menggunakan sarana media sosial, memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak
positif tentunya komunikasi dapat dilakukan dengan banyak arah, luas dan juga
mengakomodir berbagai pihak yang ingin melakukan komunikasi. Sebaliknya
dampak negatifnya adalah ketika komunikasi melalui media sosial tersebut digunakan
untuk menyampaikan pendapat kritikan ataupun hujatan terhadap pihak lain. Media
sosial dapat digunakan sebagai sarana komunikasi oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab untuk menyebarkan isu-isu politik, agama, hukum, dan sosial yang
kebenarannya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dapat
mengakibatkan daya penyesuaian diri dalam diri seseorang tidak bisa disamakan satu
sama lain baik respon dari komunikasi yang disampaikan ataupun tindakan yang
diakibatkan oleh komunikasi tersebut. Oleh karena itulah diperlukan kontrol dan
kesadaran hukum masyarakat yang tepat dalam menangani masalah yang terjadi.
Dampak negatif penggunaan media online dan media sosial seperti diuraikan
diatas, terjadi karena pengguna media sosial merasa memiliki kebebasan dalam
berkomunikasi. Dampak negatif yang berawal dari penyalahgunaan fungsi dari media
sosial tersebut dewasa ini telah banyak mengakibatkan hal yang kurang baik seperti
munculnya kelompok para haters atau penyebar ujaran kebencian. Selain munculnya
haters, banyak pula muncul informasi provokatif tentang suatu hal, dan yang paling
utama adalah merebaknya bullying dalam media sosial. Karena kegiatan komunikasi
tersebut dilakukan melalui dunia cyber atau dunia maya, maka bentuk kekerasan yang
dialami oleh pengguna internet tersebut dikenal dengan cyber bullying
Komunikasi menggunakan media sosial mempunyai jaringan dan jangkauan
yang luas. Para pengguna merasa kebebasannya tidak berbatas. Hal tersebut yang
memberikan peluang dan kesempatan bagi pengguna media sosial untuk
mengekspresikan pendapatnya yang seringkali tanpa memikirkan dampak terhadap
61 lawan bicara ataupun respon dari pihak lain. Tidak jarang tindakan tersebut
menimbulkan saling berbalas hujatan dan/atau saling menjatuhkan antara pihak yang
berbeda pendapat. Pada akhirnya ketidakharmonisan dalam komunikasi via media
sosial tersebut dapat menimbulkan dampak hukum bahkan terkadang dapat memicu
tindakan kriminalitas.
Seiring dengan banyaknya kasus terjadi dipicu oleh kebebasan tidak
bertanggungjawab dalam penggunaan media sosial, maka pemerintah wajib melihat
dan membuat regulasi yang jelas tentang regulasi berkomunikasi melalui media
sosial. Dengan adanya regulasi, diharapkan tidak terjadi komunikasi yang tidak sehat
dalam media sosial berupa kekerasan verbal, hujatan, kata-kata yang tidak baik, serta
mengomentari suatu hal tanpa memikirkan dampak dari apa yang disampaikan.
Cyber bullying terjadi manakala seseorang , dihina, diintimidasi, atau
dipermalukan oleh orang lain di dunia maya melalui media internet, teknologi digital
atau telepon seluler. Cyber bullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di
bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila salah satu pihak
yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus yang terjadi
akan dikategorikan sebagai cyber crime atau cyber stalking (sering juga disebut cyber
harassment).
Tindakan-tindakan yang termasuk cyber bullying bisa beragam. Bisa berupa
pesan ancaman melalui e-mail, mengunggah foto yang mempermalukan korban,
membuat situs web untuk menyebar fitnah dan mengolok-olok korban hingga
mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban dan membuat
masalah. Cyber bullying pada umumnya dilakukan melalui media situs jejaring sosial
seperti Facebook dan Twitter. Ada kalanya dilakukan juga melalui SMS maupun
email. Seseorang yang penguasaan komputer serta internetnya lebih canggih
melakukan cyber bullying dengan cara lain. Mereka membuat situs atau blog untuk
menjelek-jelekkan korban atau membuat masalah dengan orang lain dengan berpurapura menjadi korban. Ada pula pelaku yang mencuri password akun e-mail atau situs
jejaring sosial korban dan mengirim pesan-pesan mengancam atau tak senonoh
menggunakan akun milik korban.
Cyber bullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional karena
si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang yang menjadi targetnya. Mereka
bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi korbannya
karena mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar telelpon seluler
tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban. Peristiwa cyber
bullying juga tidak mudah diidentifikasikan orang lain seperti orang tua atau guru.
Tidak jarang anak-anak remaja pelaku cyber bullying ini mempunyai kode-kode
62 berupa singkatan kata atau emoticon internet yang tidak dapat dimengerti selain oleh
mereka sendiri. Harus diwaspadai bahwa kasus cyber bullying ini seperti gunung es.
Korban sendiri lebih sering malas mengaku. Ini karena bila mereka mengaku
biasanya akses mereka akan internet (maupun HP) akan dibatasi. Korban juga
terkadang malas mengaku karena sulitnya mencari pelaku cyber bullying atau
membuktikan bahwa si pelaku benar-benar bersalah.
Hal inilah yang kemudian disoroti oleh penulis bahwa apabila perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diikuti dengan berkembangnya pola pikir
masyarakat sebagai pengguna untuk dapat menggunakan media sosial tersebut
dengan bijak, maka pada akhirnya terjadi kebebasan yang tidak bertanggungjawab.
Kebebasan tersebut justru dapat berdampak terhadap psikologis, pembentukan pola
fikir pengguna media sosial maupun dampak hukum yang ditimbulkannya. Disinilah
perlunya kesadaran pengguna media sosial baik masyarakat umum tidak terkecuali
anak anak, untuk bisa menghindari terjadinya kekerasan didunia cyber atau internet.
Selain kesadaran pengguna, diperlukan pula regulasi dari pemerintah tentang
penggunaan media sosial sehingga euforia penggunaan media sosial tidak mengarah
kepada cyber bullying.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tergerak untuk mengangkat masalah
tersebut ke dalam makalah dengan judul “ Kesadaran hukum masyarakat
terhadap bahaya cyber bullying dan konsekuensi hukumnya”.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap bahaya cyber
bullying ?
2. Apakah konsekuensi hukum bagi pelaku cyber bullying?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
1. Mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat tentang bahaya cyber
bullying
2. Mengetahui konsekuensi hukum bagi pelaku cyber bullying
D. Manfaat penelitian
1. memberikan pengetahuan dan informasi tentang pentingnya kesadaran hukum
masyarakat dalam menggunakan media sosial agar tidak terjadi tindak cyber
bullying
2. menjadikan salah satu bentuk sarana penyuluhan kesadaran hukum atas
bahaya tindak cyber bullying khususnya bagi penulis
63 3. mengetahui penegakan dan konsekuensi hukum bagi pelaku tindak
cyberbullying
4. memberikan informasi tentang bahaya pelaku tindakan cyber bulyying dan
dampak yang diakibatkan kepada korban.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kesadaran hukum
Mengenai pengertian kesadaran hukum ada yang berpendapat bahwa kesadaran
hukum adalah sumber satu-satunya dari hukum dan dan kekuatan mengikatnya adalah
kesadaran hukum dan keyakinan hukum individu dalam masyarakat yang merupakan
kesadaran hukum hukum individu, merupakan pangkal dari kesadaran hukum
masyarakat . 3 selanjutnya pendapat tersebut menyatakan bahwa kesadaran hukum
masyarakat adalah jumlah terbanyak daripada kesadaran-kesadaran hukum individu
sesuatu peristiwa tertentu. Selain pengertian diatas kesadaran hukum berkaitan pula
dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan
demikian masyarakat mentaati hukum bukan karena paksaan, melainkan karena
hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal
ini telah terjadi internalisasi hukum dalam masyarakat. validitas hukum diletakkan
pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.4 Sedangkan menurut Sudikno
Mertokusumo bahwa kesadaran hukum menunjuk pada kategori hidup kejiwaan pada
individu, sekaligus juga menunjuk pada kesamaan pandangan dalam lingkungan
masyarakat tertentu tentang apa hukum itu, tentang apa yang seyogyanya tidak kita
lakukan untuk terhindar dari perbuatan melawan hukum.5
Kesadaran hukum sangat penting untuk memperbaiki sistem hokum. Oleh karena
itu Paul Scholten memberikan pandangannya dengan menyebut Rechtsgeful atau
Rechtsbewustziijn dengan tegas menyatakan bahwa kesadaran hukum merupakan
dasar sahnya hukum positif (hukum tertulis) karena tidak ada hukum yang mengikat
warga masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukum. Kesadaran hukum adalah
sumber dari segala hukum.”6 Kesadaran hukum dapat diartikan dalam arti sempit dan
arti luas. Dalam arti sempit kesadaran hukum adalah apa yang diketahui oleh orang
tentang apa yang demi hukum harus dilakukan. Dalam hal ini kesadaran hukum
diartikan sebagai “menjadi tahu hukum”. Dalam arti luas kesadaran hukum meliputi
3
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
19940, hlm. 147.
4
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, hlm. 40.
5
http//:sudiknoartikel .blogspot.com/2008/03/ meningkatkan-kesadaran-hukum-masyarakat,
diakses pada hari Rabu, 28 desember 2016.
6
Ibid.
64 tidak hanya fenomena “sudah menjadi tahu hukum” akan tetapi juga lebih lanjut
menjadi sebuah kemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan hukum.7
Dapat disimpulkan bahwa pengertian kesadaran hukum meliputi kumpulan
kesadaran individu yang terwujud dalam kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran
hukum tersebut sesuai dengan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat, dan tidak
menjadi paksaan saat masyarakat melakukan atau mentaati hukum tersebut, karena
telah terinternalisasi dalam diri masyarakat itu sendiri. Kesadaran hukum juga
memiliki mempunyai makna pandangan yang sama dalam masyarakat terhadap apa
hukum itu. Kesadaran hukum juga diartikan sebagai inti atau dasar sahnya hukum
positif karena kesadaran hukum merupakan sumber dari segala hukum dimana orang
tidak hanya tahu hukum tetapi juga sudah menjadi tahu hukum itu sendiri.
B. Indikator –indikator dari masalah kesadaran hukum
Indikator kesadaran hukum merupakan salah satu tolak ukur apakah masyarakat
tersebut sudah sadar hukum ataukah belum, indikator-indikator masalah kesadaran
hukum itu sendiri adalah merupakan petunjuk yang kongkrit tentang adanya taraf
kesadaran hukum tertentu. dengan adanya indikator-indikator tersebut seseorang yang
menaruh perhatian pada kesadaran hukum akan dapat mengetahui apa yang
sesungguhnya merupakan kesadaran hukum .8 Berikut ini yang merupakan indikatorindikator dari masalah hukum.
1. Pengetahuan hukum
Menurut Otje Salman pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang
mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu
yang dimaksud disini adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang ataupun
perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. sebagaimana dapat dilihat di dalam
masyarakat bahwa pada umumnya seseorang mengetahui bahwa membunuh,
mencuri, dan seterusnya dilarang oleh hukum.9
2. Pemahaman hukum
Artinya seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan
pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, terutama dalam segi isinya.
3. Sikap hukum
Artinya seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian
tertentu terhadap hukum. Salah satu tugas hukum yang penting adalah
7
http://catatansurya09.blogspot.com/2013/11/kesadaran-hukum-dan-ketaatan-hukum.diakses
hari rabu 28/12/2016.
8
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, hlm.100.
9
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, hlm. 4.
65 mengatur, kepentingan –kepentingan warga masyarakat tertentu, lazimnya
bersumber pada nilai-nilai yang berlaku yaitu anggapan tentang apa yang baik
dan apa yang harus dihindari. Ketaatan masyarakat terhadap hukum dengan
demikian sedikit banyak tergantung pada apakah kepentingan warga
masyarakat dalam bidang tertentu dapat ditampung oleh ketentuan hukum
tersebut .10
4. Perilaku hukum
Artinya dimana seseorang berprilaku sesuai dengan hukum.11indikator
perilaku hukum merupakan petunjuk akan adanya tingkat kesadaran yang
tinggi buktinya adalah bahwa yang bersangkutan patuh terhadap hukum .
Adapun dasar- dasar kepatuhan dalam perilaku hukum adalah :
a. Indoctrination, sebab pertama warga masyarakat memetuhi kaidah kaidah
karena diberikan indoktrinasi untuk berbuat sesuatu.
b. Habituation, karena sejak kecil mengalami sosialisasi sehingga menjadi
suatu kebiasaan
c. Utility, pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup
pantas dan teratur
d. Grup identification salah satu sebab seseorang patuh karena merupakan
salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. 12
C. Pengertian Cyber
Kata cyber berkembang dari penggunaan terminologi cybernetics oleh Norbert
Wiener pada tahun 1948 dalam bukunya yang berjudul Cybernetics or Control and
Communication in the Animal and the Machine.13 Dapat diartikan sebagai ilmu
pengetahuan tentang mengatur atau mengarahkan sistem mulai dari yang paling
sederhana hingga yang paling kompleks dengan cara memahami sistem dan perilaku
terlebih dahulu dan mengaturnya dari luar sistem melalui berbagai alat, cara, dan
metode. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belum terdapat terjemahan
resmi kata cyber. Akan tetapi, KBBI sudah memuat kata “sibernetika” yang
merupakan terjemahan resmi dari cybernetics, yaitu; “ilmu pengetahuan tentang
komunikasi dan pengawasan yang khususnya berkenaan dengan studi bandingan
atas sistem pengawasan otomatis (seperti sistem saraf dan otak)”. Cyber juga dapat
diartikan dengan istilah lain yaitu “Cyberspace yang diambil dari cybernetics. Pada
awalnya istilah cyberspace tidak ditujukan untuk menggambarkan interaksi yang
10
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, hlm. 100.
Ibid.
12
Zainudin Ali, Ibid, hlm. 351-352.
13
Josua sitompul, Cyberspace, Cyberlaw , Cybercrime: Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
Tatanusa, Jakarta, 2012, hlm. 3-4.
11
66 terjadi melalui jaringan computer, namun pada tahun 1990 oleh John Perry Barlow
istilah cyberspace diaplikasikan untuk dunia yang terhubung atau online ke internet.
Pengertian cyberspace, kemudian diperjelas dari definisi Perry Barlow oleh Bruce
Sterling, yakni merupakan sebuah ruangan yang tidak dapat terlihat ruang ini tercipta
ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu
informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan .14
Dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan media elektronik dalam sebuah
jaringan komputer untuk dipakai sebagai sarana komunikasi satu arah maupun timbal
balik secara online atau terhubung langsung. Teknologi ini menawarkan dimensi baru
yang terkomputerisasi dimana kita dapat dengan bebas memindahkan informasi dan
mengaskses data.
D. Pengertian Bullyying
Kata Bulyying dapat dipisahkan menjadi kata bully dan bull. Kata bully dalam
Bahasa Indonesia berarti penggertak atau orang yang suka mengganggu orang lemah.
Sedangkan kata Bull artinya banteng. Bullying dapat diartikan sebagai banteng yang
menyeruduk kesana kemari, kemudian istilah ini diambil untuk menguraikan perilaku
seseorang yang cenderung destruktif .15 Menurut Oxford Dictionary, kata bully
memiliki arti “a person who uses strenght or influence to harm or intimidate those
who are weaker.”16 Dengan kata lain, bully berarti perbuatan yang menggunakan
kekuatan atau pengaruh untuk menyakiti atau mengintimidasi seseorang yang lebih
lemah. Bullying mencakup sejumlah perlakuan kasar-kejam yang ditujukan pada
seseorang atau kelompok tertentu secara berulang ulang untuk menyakiti perasaan
atau fisiknya.
Defenisi bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti.
Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara berlangsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.17
Menurut Seijiwa, bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan
kekuatan/kekuasaan yang dilakukan seseorang atau kelompok. Pihak yang kuat di
sini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tetapi bisa juga kuat secara mental.18
14
Pengertian cyber,bl4cyberr.blogspot.co.id diakses tanggal 26 Desember 2016.
Novan ardi wiyani.Save our children from school Bullying.Ar-Ruzz Media, Yogyakarta
(2012), hlm.11.
16
(http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/bully?q=bully#bully-4). diakses 28
Desember 2016.
17
Pony Retno Astuti , meredam bullying: 3 cara efektif mengatasi K.P.A Jakarta , TP.Grasindo
,2008, hlm. 3.
18
Seijiwa, bullying: Mengatasi Kekerasan Disekolah dan Di lingkungan Sekitar Anak. Jakarta,
Grasindo, 2008.
15
67 Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
perilaku bullying adalah tendensi seseorang dalam melakukan tindakan menyakiti
orang lain dengan berulang-ulang secara sengaja untuk melukai, merasa tidak
nyaman dan takut, secara fisik, verbal, dan mental dengan tujuan untuk menunjukkan
kekuasaan sehingga membuat orang lain merasa lemah. Para pelaku bullying
biasanya laki-laki popular dan memiliki kemampuan sosial yang bagus. Hal ini
memudahkannya menarik banyak anggota dalam kelompok dan dengan mudah dapat
memanipulasi orang lain.19
Bullying bisa terjadi dimana saja, di sekolah, di tempat kerja, di dunia
Cyberspace (internet/dunia maya), dalam pergaulan antar tetangga, bahkan dalam
keluarga. Bullying yang dilakukan oleh sebuah kelompok, biasa disebut mobbing.
Berikut ini merupakan jenis-jenis perilaku bullying menurut Astuti antara lain:
a) Kekerasan fisik (mendorong, menendang, memukul, menampar).
b) Secara verbal (misalnya panggilan yang bersifat mengejek atau celaan).
c) Secara non-verbal (misalnya memanipulasi pertemanan,menatap dengan
muka mengancam, mengasingkan, dan menakut-nakuti).20
Kecenderungan korban bullying menurut Barbara Coloroso diantaranya berupa
orang- orang seperti berikut:
a) The new kid on the block (Orang baru di lingkungan itu).
b) The kid who has been traumatized and is sensitive and avoids peers (Orang
yang pernah menagalami trauma pernah disakiti sebelumnya, biasanya
sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari kesakitan yang
lebih parah, dan merasa sulit untuk meminta pertolongan).
c) The kid who is submissive, shy, reserved and timid (Orang yang penurut,
kurang percaya diri, mudah dipimpin dan orang yang melakukan hal-hal
untuk menyenangkan atau meredam kemarahan orang lain).
d) The kid who has behaviors annoying to others (Orang yang perilakunya
dianggap mengganggu orang lain).
e) The kid who is rich or poor (Orang yang kaya atau miskin).
f) The kid whose ethnicity is viewed as inferior (Orang yang ras atau etnisnya
dipandang rendahan atau layak dihina).
g) The kid whose religion is considered inferior (Orang yang agamanya
dipandang rendahan sehingga layak dihina).
19
Espelage dan simon, lihat O, aluede,F.adeleke, D.OmoikeJ.Afen-Askpaida, journal of
instructional
Pschycology.george
Uhlig
publisher,
united
states,
2008(
Http://www.Freepatentsonline.com/article/journal-instructional-psychology/181365762.html) diakses
28 desember 2016.
20
Pony Retno Astuti, Op.Cit. hlm. 22.
68 h) The kid whose physical attributes are different form the norm (Anak yang
memiliki ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas anak lainnya). 21
E. Defenisi Cyber Bullying
Istilah cyber bullying didefinisikan dari Wikipedia Bahasa Indonesia adalah
segala bentuk kekerasan yang dialami oleh anak atau remaja dan dilakukan teman
seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Cyber bullying adalah kejadian
manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diiintimidasi dan/atau
dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital
atau telepon seluler22. Menurut Bryan Piotrowski dalam bukunya Information for
educators, Cyber bullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau
remaja dan dilakukan oleh teman sepantaran melalui media cyber atau internet 23.
Sedangkan menurut Oxford Dictionary, Cyber Bullying memiliki arti: “the use of
electronic communication to bully a person, typically by sending messages of an
intimidation or threatening nature”. Dengan kata lain, Cyber Bullying adalah apabila
seseorang menggunakan alat komunikasi elektronik untuk mem-bully seseorang,
khususnya mengirimkan pesan yang berisi intimidasi atau ancaman.24
Berdasarkan defenisi-defenisi diatas tentang Cyber Bullying, dapat disimpulkan
bahwa Cyber Bullying merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh satu orang
atau lebih dan bertujuan untuk menyakiti dan/atau menghina orang lain yang tidak
dapat membela diri, secara verbal maupun non-verbal, dan dilakukan secara terusmenerus dengan menggunakan media elektronik/teknologi digital. Metode dan
bentuk tindakan cyber bullying sangat beragam bisa berupa pesan lewat e-mail,
mengunggah foto yang mempermalukan korban, membuat situs web untuk menyebar
fitnah dan mengolok-ngolok korban hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain
untuk mengancam korban dan membuat masalah. Motivasi pelakunya juga beragam
ada yang melakukannya karena marah atau balas dendam, frustasi atau mencari
perhatian bahkan ada yang melakukannya sekedar mengisi waktu dan tak jarang
hanya karena ingin bercanda dengan pengguna media sosial yang lain.
Perbedaan antara Bullying biasa dengan Cyber Bullying adalah sebagai berikut:
21
Coloroso, Barbara, The Bully, The Bullied, and The Bystander: From Preschool to High
School-How Parents and Teachers Can Help Break the Cycle of Violence) Jakarta, PT Serambi
Ilmu Semesta, 2007. hal. 16. (http://www.swlauriersb.qc.ca/english/edservices/pedresources/bullying/
bully.pdf), diakses 28 desember 2016.
22
https://wikipedia.org/wiki/cyberbulling.diakses pada 28 desember 2016.
23
Cyberbuyling.blogspot.co.id. diakses pada 28 desember 2016.
24
(http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/cyberbullying?q=CY BER+BULLYING),
diakses 28 desember 2016.
69 a) Dalam Cyber Bullying korban tidak punya peluang untuk bersembunyi, dan
dapat menerima “serangan” kapan pun dan saat berada dimanapun.
b) Cyber Bullying itu dapat menjangkau area yang sangat luas, seluas jaringan
internet.
c) Pelaku Cyber Bullying relatif lebih aman karena terlindung berkat anonimitas
dari bentuk kontak yang dipergunakannya, sehingga mereka lebih sulit untuk
“ditangkap”.25
Ada berbagai macam tindakan Cyber Bullying yang dirangkum oleh Willard,
yaitu:
a) Pertama, Flaming:
“Online fights using electronic messages with angry and vulgar language”.
Yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh
amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata-kata di sebuah
pesan yang berapi-api.
b) Kedua, Harassment:
“Repeatedly sending nasty, mean and insulting messages” Merupakan Cyber
Bullying yang berisikan pesan-pesan gangguan pada e-mail, sms, maupun
pesan teks di jejaring sosial yang dilakukan secara terus-menerus. Dalam
model harassment ini, biasanya si pelaku hendak menjatuhkan mental dan
psikis korbannya. Dengan menggunakan kata-kata kotor dan juga ancamanancaman yang menteror jiwa korban.
c) Ketiga, Denigration:
“Dissing someone online. Sending or posting gossip or rumors about a person
to damage his or her reputation or friendships”. Yakni proses yang
mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi
dan nama baik orang tersebut. Intinya adalah si pelaku hendak mencemarkan
nama baik seseorang, dan biasanya korbannya adalah orang-orang yang
memiliki sisi “lebih” dari orang lain, baik dalam hal jabatan, harta, dan juga
popularitas.
d) Keempat, Impersonation:
“Pretending to be someone else and sending or posting material to get that
person in trouble or danger or to damage that person’s reputation or
friendships” Adalah berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan
pesan atau status yang tidak baik, agar teman korban mengira bahwa status
25
Andri Priyatna, Let’s End Bullying: Memahami, Mencegah, dan Mengatasi Bullying. Jakarta,
PT Elex Media Komputindo, 2010, hal. 32 (books.google.co.id/books?id=ewhQu2DfhxwC&pg=
PA90&lpg=PA90&d), diakses 23 Desember 2016.
70 atau pesan tersebut adalah asli dari si korban dengan maksud mencemarkan
reputasi atau pertemanan si korban.
e) Outing: “Sharing someone’s secrets or embarassing information or images
online.
Yaitu menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain
dengan maksud mengumbar keburukan atau privasi orang lain tersebut.
Bedanya dengan denigration di atas adalah terletak pada jenis objek
medianya; outing lebih menggunakan pada foto-foto dan video pribadi,
sedangkan denigration lebih pada pendeskripsian melalui tulisan. Akan tetapi,
tujuannya adalah sama-sama menjatuhkan harga diri seseorang.
f) Trickery:
“Talking someone into revealing secrets or embarassing information, then
sharing it online” adalah membujuk seseorang dengan tipu daya agar
mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut yang bertujuan untuk
disebarkan secara online.
g) Exclusion:
“Intentionally and cruelly excluding someone from an online group” Secara
sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online.
h) Cyberstalking:
“Repeated, intense harassment and denigration that includes threat or creates
significant fear.” Yaitu mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang
dan mengumbar keburukan orang tersebut secara berulang-ulang dan
intens dengan unsur ancaman sehingga membuat ketakutan besar pada orang
tersebut. Tak jarang ketakutan yang ditimbulkan bisa berujung pada kematian,
stres, dan depresi yang berlebihan .26
i) Cybercrime
Cyber crime menurut Abdul Wahid dan Mohammad Labib adalah segala
macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau
kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi
digital.27
Berdasarkan pendapat diatas maka cyber bullying dan cyber crime termasuk ke
dalam gejala sosial yang merupakan konsekuensi logis dan merupakan akses negatif
26
Nancy E. Willard, Cyberbullying and Cyberthreats: Responding to the Challenge of Online
Aggression, Threats, and Distress. United States, Research Press, 2007, hlm. 255.
(http://books.google.co.id/books?id=VyTdG2BTnl4C&printsec=frontcover#v=onepage&q=flaming &
f=false), diakses 23 Desember 2016.
27
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Jakarta, PT.
Refika Aditama, 2005. hlm. 40.
71 dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Cyber crime dan cyber
bullying merupakan gejala sosial yang sudah mengarah pada ranah hukum pidana
yaitu berupa kejahatan. Keduanya bukan hanya dianggap sebagai masalah individual,
lokal, atau nasional, melainkan sudah menjadi permasalahan global. Diperlukan
penanganan secara khusus untuk permasalahn diatas secara hukum yang berlaku di
Indonesia.
F. Konsekuensi hukum Cyber Bullying di Indonesia
Dengan beragam kasus cyber bullying yang terjadi di Indonesia, dibutuhkan
penanganan yang efektif untuk mencegah terjadinya cyber crime yang lebih
berbahaya. Oleh karena itu regulasi tentang cyber bullying dirasa sudah dibutuhkan.
Akan tetapi terkait dengan masalah regulasi, Indonesia belum memiliki aturan khusus
tentang cyber bullying. Meski tidak secara spesifik mengatur cyber bullying, aturan
terkait hal ini masih terakomodasi secara umum pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum ".
kemudian mengacu pada KUHP, khususnya dalam BAB XVI tentang penghinaan.
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP memberikan dasar pemahaman atau esensi mengenai
penghinaan atau pencemaran nama baik, yaitu tindakan menyerang kehormatan atau
nama baik orang lain dengan maksud diketahui oleh umum.
Pasal-pasal KUHP yang relevan dalam mengatur delik cyberbullying ini adalah
yang tercantum dalam Bab XVI mengenai penghinaan, khusunya Pasal 310 ayat (1)
dan (2). Pasal 310 ayat (1) menyatakan bahwa “Barang siapa dengan sengaja
menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal,
yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena
pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. Sedangkan Pasal 310 ayat (2)
menyatakan bahwa “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.28
Dari kedua pasal di atas, maka pasal 310 ayat (2) dinilai lebih cocok untuk
menuntut para pelaku cyber bullying. Pada dasarnya, KUHP memang dibentuk jauh
sebelum perkembangan teknologi dunia maya dicetuskan. Maka, dalam rangka
mengakomodasi pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang berkaitan
dengannya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
28
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56d7218a32d8f/sanksi-bagi-pem-bully-di-media
-sosial diakses tanggal 25 desember 2016.
72 dan Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, terdapat pasal-pasal yang lebih
sesuai untuk menjerat para pelaku cyberbullying.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ini menerapkan larangan dan sanksi pidana antara lain bagi:
a) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan (Pasal 27 ayat 1), muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik (Pasal 27 ayat 3), muatan pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27
ayat 4).
b) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan
antar golongan (SARA), (Pasal 28 ayat 2).
c) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakutnakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29).
Hukuman yang bisa diterima oleh mereka yang telah melanggar adalah:
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1: setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1),
ayat (3), ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 2: setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2)
dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1: setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
Bullying yang terjadi pada anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35
tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang no 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 80, yang berbunyi “setiap orang yang melakukan
kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan anak, dipidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
73 72.000.000”. dalam hal mengakibatkan anak luka berat, pelaku dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/denda paling banyak Rp. 100.000.000.29
Karena perkembangan kriminalitas cyber crime akhir-akhir ini semakin marak
maka teradapat regulasi baru yang diupayakan sebagai usaha pencegahan atau
preventif bagi pelaku cyber bullying yaitu adanya regulasi atas perbuatan pencemaran
nama baik, penghinaan, penistaan, dan lainnya termasuk bentuk ujaran kebencian
yang dimaksud Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan
Ujaran Kebencian (“SE Hate Speech”).30 Pasal-pasal dari beberapa peraturan
perundang-undangan yang telah disebutkan di atas masih digunakan sebagai acuan
karena pengaturannya kurang spesifik. Untuk memberi perlindungan terhadap korban
cyber bullying dibutuhkan pengaturan yang lebih spesifik agar upaya perlindungan
lebih efektif. Pengaturan yang khusus tersebut dapat berbentuk Undang-Undang yang
baru, revisi Undang-Undang yang sudah ada maupun yurisprudensi.
III. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan penelitian
kualitatif non interaktif yaitu penelitian analitis, mengadakan pengkajian
berdasarkan analisis dokumen sesuai dengan namanya penelitian ini tidak
menghimpun data secara interaktif dengan sumber data manusia akan tetapi
penulis menghimpun, mengidentifikasi dan mengadakan sintesis data untuk
kemudian memberikan iterpretasi terhadap konsep , kebijakan, peristiwa yang
secara langsung atau tidak langsung dapat diamati. 31
2. Jenis Metode penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif
yaitu suatu metode dalam penelitian status sekelompok manusia , suatu
objek,suatu kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa
pada masa sekarang . tujuan dari penelitian ini untuk membuat deskripsi
gambaran , atau lukisan secara sistematis factual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 32
3. Jenis data dan sumber data
29
https://mycyberbullying.wordpress.com/2014/05/25/aspek-hukum-cyberbullying/diakses
tanggal 23 desember 2016.
30
Ibid.
31
Lihat Adz-zahaby.blogspot.co.od/2013/12/jenis–jenis-penetilian kualitatif. Diakses 23
desember 2016
32
Nazir, contoh metode penelitian 1988 h 63
74 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder sebagai sumber
data dengan menggunakan bahan - bahan hukum sebagai berikut:
a) Bahan hukum primer, merupakan bahan – bahan hukum yang mengikat
mengingat bahan hukum primer adalah bahan utama karena terdiri dari
norma dasar yaitu pembukaan Undang - Undang 1945, Ketetapan MPR,
Peraturan Pemerintah, Yurisprudensi, dan juga ketentuan perundang undangan yang memiliki kaitan dengan penulisan hukum ini.
b) Bahan hukum sekunder, meski kedudukannya tidak setara dengan bahan
hukum primer, namun keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Bahan
hukum primer terdiri dari referensi – referensi buku, artikel dan
literatur pada media cetak maupun media elektronik, dan juga teori –
teori yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diawali dengan kegiatan penelusuran peraturan perundang–
undangan dan sumber hukum positif lain dari sistem hukum yang
dianggap relevan dengan pokok persoalan hukum yang sedang dihadapi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis berupa penelitian
hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu berupa
penelitian yang dilakukan penulis terhadap bahan – bahan pustaka yang
disebut dengan data sekunder yang mempunyai keterkaitan dengan masalah
yang akan dibahas.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari sumber
lainnya kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Analisis deskriptif
kualitatif untuk menghasilkan kesimpulan dan saran. Selanjutnya data tersebut
ditulis secara deskriptif untuk memberikan pemahaman yang jelas dari hasil
penelitian.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kesadaran hukum masyarakat terhadap bahaya Cyber bullying
Berbicara tentang kesadaran hukum tentunya kita berbicara sejauhmana individu
atau masyarakat tertentu tahu tentang hukum dan konsekuensinya ketika melanggar
hukum itu sendiri, sehingga terbentuk kesadaran untuk tidak melanggar atau berusaha
untuk mentaati hukum. Berhubungan dengan penelitian dalam makalah ini yang
menitik beratkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Cyber Bullying. Kesadaran
hukum masyarakat disini dapat kita kategorikan mulai dari anak-anak, remaja dan
juga orang dewasa. Berbagai motif cyber bullying yang dilakukan oleh masyarakat
75 dilatar belakangi oleh motif dendam, bercanda, ataupun mengisi waktu luang. Akibat
minimnya kesadaran hukum terhadap tindakan cyber bullying ini maka pelaku secara
sadar dan tidak sadar telah melakukan pelanggaran hukum.
Berdasarkan hal diatas maka dapat penulis sampaikan bahwa menurut survei
global yang diadakan oleh Latitude News, Indonesia merupakan negara dengan kasus
bullying tertinggi kedua di dunia setelah Jepang. Kasus bullying di Indonesia ternyata
mengalahkan kasus bullying di Amerika Serikat yang menempati posisi ketiga. Kasus
bullying di Indonesia lebih banyak dilakukan di jejaring sosial. Sebagai negara
dengan jumlah populasi terbanyak keempat di dunia, Indonesia memiliki jumlah
pengguna Facebook terbesar ketiga di dunia. Selain itu, Indonesia juga
‘menyumbang’ 15 persen tweet setiap hari untuk Twitter. Bahkan, Badan Pusat
Statistik mencatat pada tahun 2006, angka cyberbullying yang terjadi di mencapai
angka 25 juta kasus di mulai dari kasus dengan skala ringan sampai dengan skala
berat.
Hasil penelitian memasukkan kategori seseorang disebut korban cyberbullying
merupakan korban yang dihina, diabaikan, atau digosipkan di dunia maya.
Berdasarkan penelitian 91% responden asal Indonesia mengaku telah melihat kasus
cyberbullying. Kemudian data menunjukkan bahwa cyberbullying paling sering
terjadi melalui media sosial, khususnya Facebook. Di Indonesia, 74% responden
menunjuk Facebook sebagai biangnya cyberbullying, dan 44% menyebut media
website yang lain. Selain itu, kasus ini juga paling sering dilakukan oleh telepon
genggam, chat room, email, online instant messaging.
Beberapa data statistik menunjukkan bahwa sekitar 42 % anak-anak mengalami
cyber bullying ,35 % anak-anak diancam secara online,58 % anak-anak mengakui
bahwa mereka sering mengalami pelecehan dan penghinaan secara online, dan 58 %
anak-anak itu mengakui bahwa mereka tidak melaporkan kepada orang tua mereka
soal tindakan cyber bullying yang mereka alami. Data diatas adalah cyberbulyying
yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Berikut ini penulis paparkan salah satu
diagram yang menunjukkan kegiatan cyber bullying yang dilakukan oleh kalangan
masyarakat pada umumnya, adalah sebagai berikut:
76 Diagram 1
Lifetime cyberbullying offending rates
Diagram penelitian tentang cyber bullying diatas dilakukan untuk mengetahui
bagaimana tingkat fluktuatif tindakan cyber bullying yang dilakukan. Berdasarkan
data diatas yang diambil rentang waktu penelitian dari mulai tahun 2004 sampai
2010. Data menunjukkan terjadinya fluktuasi perilaku cyber bullying yang dilakukan.
Tahun 2009 adalah tahun dengan tindakan cyber bulliying terendah atau 11.5 %.
Tindakan cyber bullying mencapai 20,1 % pada tahun 2004 yang merupakan
prosentase tindak pelaku bullying yang paling tinggi. Kemungkinan besar saat itu
adalah masa pertama kali merebaknya media sosial sehingga pengguna media sosial
belum tahu cara menggunakan media sosial tersebut dengan bijak.
Berdasarkan data diatas dapat kita jelaskan hubungan dengan bagaimana
kesadaran hukum masyarakat terhadap bahaya cyber bullying itu masih rendah. hal
tersebut dipengaruhi oleh indikator-indikator yang mempengaruhi kesadaran hukum
masyarakat diantaranya adalah pertaman pengetahuan hukum, Kurangnya
pengetahuan hukum dikalangan anak sekolah dapat kita maklumi karena memang
pada usia sekolah anak –anak belum dapat menggunakan media sosial dengan bijak,
akan tetapi jika permasalahan yang sama terjadi kepada orang dewasa atu bahkan
orang yang mengerti hukum, berarti terdapat permasalahan yang lain yang perlu
diteliti. Indikator kesadaran hukum yang kedua yaitu Pemahaman hukum Begitu pula
dengan pemahaman hukum berkaitan erat dengan pengetahuan hukum , karena
apabila seseorang telah mengetahui hukum pasti orang tersebut akan faham cara
untuk mentaati hukum itu sendiri.
77 Berdasarkan dua indikator diatas maka akan berpengaruh kepada indikator
kesadaran hukum berikutnya yaitu sikap hukum Artinya seseorang mempunyai
kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. Salah satu
tugas hukum yang penting adalah mengatur, kepentingan –kepentingan warga
masyarakat, lazimnya bersumber pada nilai-nilai yang berlaku yaitu anggapan tentang
apa yang baik dan apa yang harus dihindari. Ketaatan masyarakat terhadap aturan
hukum jelas sangat kurang dalam tindakan cyber bullying ini sehingga Perilaku
hukum yang ditunjukkan pun akan melanggar hukum itu sendiri. Berdasarkan data
diatas kita mengamati tindakan cyber bullying yang dilakukan oleh masyarakat secara
umum. Berikut ini penulis akan mengingatkan bagaimana bahaya cyber bullying ini
sendiri sudah marak dilakukan oleh masyarakat kalangan dewasa, terlihat pada
beberapa kasus.
Pada umumnya kasus cyberbullying di indonesia yang diekspos media massa
dan disurvei LSM adalah bullying di lembaga pendidikan (Sekolah dan Perguruan
Tinggi). Salah satu diantaranya adalah kasus yang terjadi di IPDN/STPDN.Juga
terjadi kasus bullying di sebuah SMA di Jakarta yang telah menerapkan programanti
bullying. Hal ini menunjukkan bahwa bullying tidak bisa atau sulit di stop, tapi harus
dicegah dan dipantau secara berkesinambungan dengan melibatkan semua unsur di
sekolah serta orang tua siswa.Berikut ini data dari berbagai sumber mengenai berita
kasus bullying di indonesia.Kasus ini berakhir dengan dibubarkannya geng Gazper
dan 5 orang siswa yang melakukanaksi kekerasan dikeluarkan dari SMA 34.Lain lagi
dengan kasus di kota Pati, Jawa Tengah. Kasus Geng Nero melakukan kekerasan
terhadap adik kelasnya.Geng yang beranggota anak-anak perempuan ini sudah ada
sejak tahun lalu dan sering menggencet orang-orang yang tidak mereka sukai.
Intinya,geng ini akan ikut campur dengan orang-orang yang sebenarnya tidak
berhubungan dengan mereka, tapi dengan anggota geng Nero.
Salah satu kasus cyber bullying yang pernah ada di Indonesia yang melanggar
susila adalah adalah kasus video porno Nazriel Ilham atau dikenal dengan nama Ariel
Peterpan dengan Luna Maya dan Cut Tari. Video tersebut diunggah ke internet oleh
seorang yang berinisial “RJ”. Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya
ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu
sesuai tujuan penyerangan tersebut. Kasus ini termasuk dalam kategori Outing, yaitu
menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain dengan maksud
mengumbar keburukan atau privasi orang lain tersebut.
Kasus lain terkait cyber bullying adalah kasus Farhat Abbas S.H yang berkicau
di akun twitternya mempermasalahkan penjualan plat mobil pribadi B 2 DKI yang
dijual oleh polisi kepada orang umum. Berikut kicauan Farhat Abbas di akun
78 twitternya: “@farhatabbaslaw : Ahok sana sini plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke
orang umum katanya ! Dasar Ahok plat aja diributin ! Apapun plat nya tetap Cina!”
Kicauan Farhat Abbas tersebut bersifat Harassment dan berbau SARA karena
mendeskriminasikan etnis dan ras tertentu. Hal ini melanggar Undang-Undang ITE
tentang Cyber Harassment.
Berdasarkan contoh kasus diatas pelanggaran hukum juga dilakukan oleh
seseorang yang tahu hukum dan berprofesi sebagai pengacara yang notabene tahu
hukum serta faham hukum . dengan demikian dapat dijelaskan bahwa kondisi
kesadaran hukum masyarakat terhadap cyber bullying sangat mengkhawatirkan,
Kondisi suatu masyarakat terhadap kesadaran hukum dapat kita kemukakan dalam
beberapa parameter, antara lain: ditinjau dari segi bentuk pelanggaran, segi
pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan dari segi hukum.
1. Tinjauan bentuk pelanggaran
Bentuk-bentuk pelanggaran yang lagi marak belakangan ini meliputi tindak
kriminalitas cyber bullying.
2. Tinjauan Pelaksanaan Hukum
Pelaksanaan hukum sekarang ini dapat dikatakan tidak ada ketegasan sikap
terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut. Indikator yang dapat
dijadikan parameter adalah banyaknya kasus yang tertunda dan bahkan tidak
surut, laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran kurang
ditanggapi.
3. Tinjauan Jurnalistik
Peristiwa-peristiwa pelanggaran maupun pelaksanaan hukum hampir setiap
hari dapat dibaca di media cetak dan elektronik, ataupun diakses melalui
internet. Memang harus kita akui bahwa jurnalistik terkadang mengusung
sensasi dalam pemberitaan, karena sensasi menarik perhatian pembaca dan
berita tentang pelanggaran hukum dan peradilan selalu menarik
perhatian.sehingga secara tidak langsung pemberitaan tentang cyber bullying
itu sendiri meningkatkan pelaku cyber bullying
4. Tinjauan Hukum
Ditinjau dari segi hukum, maka dengan makin banyak pemberitaan tentang
pelanggaran hukum, kejahatan, dan kebathilan berarti kesadaran akan banyak
terjadinya “onrecht”. Hal ini juga memberikan implikasi makin berkurangnya
toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kesadaran hukum masyarakat sekarang ini menurun. Mau tidak mau hal ini
mengakibatkan merosotnya kewibawaan masyarakat sehingga mengganggap
bahwa cyber bullying tersebut adalah hal yang biasa dan tidak melanggar
79 hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum yang rendah
cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran
hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya. 33 Berdasarkan analisis
diatas sudah terlihat bahwa kesadaran hukum masyarakat terhadap bahaya
cyber bullying masih sangat rendah.
Dengan kondisi kesadaran hukum masyarakat diatas, diperlukan penanganan
ataupun pencegahan terjadinya cyber bullying. Dampak yang dirasakan oleh korban
bullying itu sendiri akan berpengaruh terhadap kesadaran hukumnya. Secara tidak
langsung dengan kondisi sebagai korban bullying maka kesadaran hukumnya menjadi
rendah karena ada kemungkinan untuk membalas dendam dan/atau tidak percaya lagi
atas penegakan hukum akan terjadi. Berbagai kondisi yang dirasakan oleh korban
cyber bullying dapat mengakibatkan korban justru akan menjadi pelaku akibat adanya
ketidakpuasan penegakan hukum bagi pelaku. Korban dapat merasa bahwa hokum
belum ditegakkan secara optimal .
Data dibawah ini adalah gambaran kondisi psikologis korban cyber bullying
berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan.
Diagram 2
How cyberbullying victims felt
Berdasarkan data diatas terlihat prosentase laki-laki dan perempuan yang menjadi
korban cyber bullying mengalami kondisi yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data
yang diperoleh korban mengalami dampak yang beragam mulai dari mengalami
33
Usmanunram.blogspot.co.id/2015/01/kesadaran hukum diakses tanggal 23 desember 2016
80 ketakutan dengan prosentase 25,3% pada korban perempuan, sampai yang tertinggi
adalah menimbulkan frustasi dan kemarahan sebesar 56.0% pada korban perempuan.
Pada dasarnya dampak yang ditimbulkan dari cyber bullying terhadap korban yang
berkepanjangan dapat mematikan rasa percaya diri, membuat orang menjadi murung,
khawatir, selalu merasa bersalah atau gagal karena tidak mampu mengatasi sendiri
gangguan yang menimpanya. Bahkan ada pula korban cyber bullying yang berpikir
untuk mengakhiri hidupnya karena tak tahan lagi diganggu.
Berikut beberapa dampak cyberbullying terhadap orang-orang yang terlibat
dalam aksi tersebut. 34
1. Jadi Pelaku Bullying
2. Sakit Jantung
3. Depresi
4. Penurunan Prestasi
5. Melakukan Tindak Kriminal
6. Perilaku Agresif
7. Bunuh Diri
Ini menunjukkan betapa berbahaya dampak bullying terhadap kondisi psikologis
seseorang. Jika dibiarkan maka akat terjadi peningkatan pelanggaran hukum . Dengan
demikian upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak cyber
bulyying diatas adalah dengan menanamkan faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat dapat mematuhi hukum, adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan
masyarakat mematuhi kesadaran hukum antara lain sebagai berikut :
a. Compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada
harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari
hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar
ketentuan hukum. kepatuhan akan ada jika sanksi jelas dan tegas sehingga
harus diberikan sanksi yang tegas dan jelas bagi pelaku cyber bullying.
b. Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan
karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga
serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk
menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut.kepatuhan akan hukum
berdasarkan hubungan baik dengan kelompok , upaya ini dapat dilakukan
untuk mencegah cyber bullying dengan membiasakan menjalin hubungan
yang baik dengan sesama pengguna media sosial.
34
Nocybully.tumblr.com/post/dampak-dari-cyberbulyying diakses tanggal 26 desember 2016
81 c. Internalization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum
dikarenakan secara intrinsik sadar bahwa kepatuhan kepada hukum akan
berakibat baik. Dalam hal ini ada upaya pemerintah mengkampanyekan
penggunaan media sosial dengan bijak sehingga dengan sendirinya pelaku
cyber bullying akan berkurang.
B. Konsekuensi hukum bagi pelaku cyber bullying dan aplikasinya
Regulasi hukum bagi pelaku Cyber bullying telah diatur oleh pemerintah
diantaranya secara umum masih terakomodasi secara umum pada Pasal 28D ayat (1)
UUD 1945 yang menyatakan: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum". Kemudian selain ketentuan diatas konsekuensi hukum bagi pelaku cyber
bullying juga dapat diinterprestasikan terhadap berbagai delik yang diatur dalam
hukum pidana umum di Indonesia, yaitu yang termuat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal KUHP yang relevan dalam mengatur delik
cyberbullying ini adalah yang tercantum dalam Bab XVI mengenai penghinaan,
khusunya Pasal 310 ayat (1) dan (2).
Dari kedua pasal di atas, maka pasal 310 ayat (2) dinilai lebih cocok untuk
menuntut para pelaku cyber bullying. Namun disini memang tidak ditegaskan
mengenai apa yang dimaksud dengan “muka umum”. Pertanyaan mengenai apakah
dunia maya termasuk dalam kategori “muka umum” sudah dijawab dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, dimana Mahkamah berpendapat
bahwa “Penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan off line) tidak dapat
menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia
cyber (penghinaan on line) karena ada unsur di muka umum”. Mahkamah juga
menambahkan bahwa “memasukkan dunia maya ke dalam pengertian “diketahui
umum”, “di muka umum” dan “disiarkan” sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah
kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu
kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat
diakses”.
Sehingga berdasarkan kendala diatas dewasa ini kasus pelaku cyber bullying juga
dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. (Pasal 27 ayat 1), muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
(Pasal 27 ayat 3), muatan pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat 4).Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA),
(Pasal 28 ayat 2). Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi
82 Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29).
Hukuman yang bisa diterima oleh mereka yang telah melanggar adalah:UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1: setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (3), ayat (4)
dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang ITE Pasal 45 ayat 2: setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah). UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1: setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua milyar
rupiah).
Tentu saja pelaksanaan hukuman bagi pelaku cyber bullying dibedakan untuk
pelaku anak-anak akan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 80, yang berbunyi “setiap orang yang melakukan
kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan anak, dipidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
72.000.000”. dalam hal mengakibatkan anak luka berat, pelaku dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/denda paling banyak Rp. 100.000.000.
Dengan demikian sudah cukup jelas konsekuensi hukum yang akan diterima oleh
pelaku bullying, berikut ini contoh penyelesaian kasus yang terselesaikan dengan baik
diantaranya;
- Dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 471 /Pid.
Sus /2013/PN.Slmn. Diketahui Terdakwa di akun media sosial miliknya
mentweet yang isinya mengatai saksi penjaga kost dengan kata-kata kasar dan
tidak pantas. Saksi merasa dirugikan dan merasa dipermalukan atas tuduhan
terdakwa yang menyerang harga dirinya, merasa malu dan dirugikan karena
kata-kata seperti itu.
- Hakim menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja dan Tanpa Hak Mendistribusikan
dan Mentransmisikan dan Membuat Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Hakim
menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
83 selama empat bulan dan denda sebesar Rp 1 juta, subsidair satu bulan
kurungan.
Selain itu ada kasus cyber bullying yang menyita perhatian masyarakat yaitu
kasus pengacara Farhat Abas dengan musisi Ahmad Dani. Farhat Abbas yang
dijadikan tersangka atas kasus pencemaran nama baik ( pasal 27 ayat 3) UU no 11
tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, telah melewati berbagai tahap
penyelesaian mulai dari persidangan, permohonan damai dengan meminta maaf,
permohonan pra peradilan, kemudian dijadikan DPO karena berkali-kali tidak
mengikuti persidangan, terancam hukuman 6 tahun penjara, dijadikan tahanan kota
selama 20 hari sebagai jaminannya adalah ayah dari Farhat Abbas sehingga Farhat
Abbas tidak ditahan.
Tentunya dua kasus diatas menjadi cermin bagi masyarakat bagaimana
penanggulangan kasus cyber bullying dapat berakhir dengan putusan yang berbeda.
Hal ini menjadi sorotan karena proses hukumnya panjang dan sampai saat ini masih
sedikit kasus cyber bullying ini yang diproses dan berakhir dipenjara. Pada
pelaksanaannya terdapat beberapa kendala diantaranya adalah karena Penghinaan
Merupakan Delik Aduan maka sebagaimana dijelaskan dalam KUHP yang mengatur
dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan. Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 mengenai konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU
ITE menegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan. Ini berarti,
perkara dapat diproses hukum jika ada aduan dari orang yang dihina di media sosial
sedangkan masyarakat sendiri sulit membedakan posisinya sebagai korban ataukah
pelaku karena minimnya pengetahuan tentang cyber bullying itu sendiri.
Selain itu, bahwa dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama
baik, konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami.
Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai
oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara
subyektif tentang konten atau bagian mana dari Informasi atau Dokumen Elektronik
yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sedangkan konteks
berperan untuk memberikan nilai obyektif terhadap konten. Pemahaman akan konteks
mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan
pelaku dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di
dalam pendiseminasian (penyebarluasan) konten. Oleh karena itu, untuk memahami
konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli, seperti ahli bahasa, ahli psikologi, dan
ahli komunikasi. Sehingga untuk masyarakat awam dibutuhkan sosialisasi untuk
proses delik aduan ini jika mengalami tindakan cyber bullying sehingga mereka
faham untuk melakukan tindakan hukum selanjutnya.
84 Selain aturan di atas terdapat tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah cyber bullying yaitu dengan adanya surat edaran kepala Polri
nomor SE/06/X/2015 tentang penanganan ujaran kebencian. Kita sebagai masyarakat
yang terlibat dalam perbuatan ujaran kebencian dapat memanfaatkan Surat Edaran
Polri mengenai “Hate Speech” sebagai dasar meminta anggota Polri untuk
memediasi atau mempertemukan pelaku dengan korban ujaran kebencian. Hal ini
karena salah satu kewajiban anggota Polri apabila ditemukan perbuatan yang
berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian adalah mempertemukan
pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban. Anggota Polri perlu
melakukan tindakan preventif. Apabila tindakan preventif sudah dilakukan oleh
anggota Polri namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan
ujaran kebencian, maka penyelesaian dilakukan salah satunya melalui penegakan
hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian. Langkah preventif tadi
diharapkan dapat meminimalisis terjadinya cyber bullying dan penegakan hukum
bagi pelaku dan korban dapat dilaksanakan seadil mungkin.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran
hukum masyarakat terhadap cyber bullying dan konsekuensi hukumnya adalah
sebagai berikut :
1. Kesadaran hukum masyarakat tentang cyber bullying masih rendah hal itu
ditandai dengan:
a. Banyaknya masyarakat yang menganggap bahwa kasus cyber bullying
tidak termasuk kriminalitas dan dijadikan kebiasaan sehari hari dalam
berinteraksi di media sosial.
b. Banyaknya kasus cyber bullying yang terjadi diakibatkan ketidaktahuan
masyarakat akan konsekuensi hukum yang akan menjeratnya
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya/dampak yang
ditimbulkan akibat cyber bullying
d. Masih banyak korban dari pelaku cyber bullying yang tidak mengerti cara
untuk mengatasi permasalahan hukum diakibatkan cyber bullying itu
sendiri
2. Konsekuensi hukum bagi pelaku cyber bullying telah diatur dengan peraturan
yang ada akan tetapi kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang
bagaimana proses hukum yang harus ditempuh oleh masyarakat itu sendiri
85 3. Banyak masyarakat yang merasa menjadi korban dan sekaligus pelaku Cyber
bullying sehingga enggan untuk melaporkan atau mengambil tindakan hukum.
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran yang dapat direkomendasikan
adalah sebagai berikut:
Bagi masyarakat :
1. Diperlukan pengarahan dan sosialisasi dari aparat penegak hukum tentang
bahaya cyber bullying.
2. Diperlukan adanya pengarahan dan sosialisasi dari pemerintah khususnya
kementrian komunikasi dan informatika tentang penggunaan media sosial
yang bijak dan bertanggungjawab
3. Diperlukan penyuluhan hukum tentang langkah hukum apa yang harus
diambil ketika masyarakat menjadi korban cyber bullying
4. Membudayakan berkomunikasi dan berinteraksi dengan menjaga etika dan
mengutamakan toleransi baik saat berkomunikasi langsung ataupun melalui
media sesuai, khusus bagi umat muslim hendaklah mengikuti hadis nabi yang
berbunyi “barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka
hendaklah ia berkata baik atau diam” (Muttafaq alaih. Al Bukhari,
no.6018;Muslim, no.47)
Bagi Aparat penegak hukum
1. Harus mampu mengikuti perkembangan teknologi yang semakin pesat agar
setiap tindak kejahatan khususnya cyber bullying dapat ditanggulangi secara
efektif dan pelakunya tidak dapat lepas dari jerat hukum.
2. Agar terlaksananya penegakkan hukum apparat harus sigap menanggapi
kejahatan di dunia cyber karena karakteristik dunia cyber yang memiliki sifat
anonim dan tidak terbatas yang menyebabkan sulitnya penyelidikan terhadap
pelaku cyber bullying,
3. Pemerintah berperan dalam menyelenggarakan suatu pendekatan teknik yaitu
pemantauan konten- konten yang ada dalam dunia cyber dengan bekerjasama
dengan para penyedia layanan internet.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abdul Wahid dan Muhammad Labib, Kejahatan Mayantara ( Cybercrime), PT Refika
Aditama, Jakarta 2005
86 Andri Priyatna, Let’s end bullying , memahami, mencegah dan mengatasi bullying,
PT Elex Media komputindo , Jakarta 2010
Joshua Sitompul, cyberspace, cyberlaw, cybercrime,Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
Tata Nusa, Jakarta 2012
Novan Ardi wiyani, Save Our Children From School Bullying, Ar-Ruzz media,
Yogyakarta. 2012
Onong Uchjana Effendy , ilmu komunikasi teori dan praktek, PT Remaja
Rosdakarya,1984.
Otje Salman, Kesdaran hukum masyarakat terhadap hukum waris,Alumni , 2007
Pony retno Astuti, meredam bullying, 3 cara efektif mengatasinya, KPA Jakarta, TP
Grasindo, Jakarta 2008
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja grafindo persada,1996
Seijiwa, Bullying, mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak,
Grasindo, Jakarta 2008.
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, 2007.
Internet
http//:sudiknoartikel
.blogspot.com/2008/03/
meningkatkan-kesadaran-hukummasyarakat, diakses pada hari rabu,28 desember 2016
http://catatansurya09.blogspot.com/2013/11/kesadaran-hukum-dan-ketaatanhukum.diakses hari rabu 28/12/2016
Pengertian cyber,bl4cyberr.blogspot.co.id diakses tanggal 26 Desember 2016
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/bully?q=bully#bully-4).
diakses 28 Desember 2016
Espelage dan simon, lihat O, aluede,F.adeleke, D.OmoikeJ.Afen-Askpaida, journal
of instructional Pschycology.george Uhlig publisher, united states, 2008(
Http://www.Freepatentsonline.com/article/journal-instructional-psychology/
181365762.html) diakses 28 desember 2016.
Coloroso, Barbara, The Bully, The Bullied, and The Bystander: From Preschool to
High School-How Parents and Teachers Can Help Break the Cycle of
87 Violence)
Jakarta, PT
Serambi
Ilmu
Semesta, 2007. hal.
16.
(http://www.swlauriersb.qc.ca/english/edservices/pedresources/bullying/bully.p
df), diakses 28 desember 2016.
https://wikipedia.org/wiki/cyberbulling.diakses pada 28 desember 2016.
Cyberbuyling.blogspot.co.id. diakses pada 28 desember 2016.
(http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/cyberbullying?q=CYER+BUL
LYING), diakses 28 desember 2016.
Nancy E. Willard, Cyberbullying and Cyberthreats: Responding to the Challenge of
Online Aggression, Threats, and Distress. United States, Research Press, 2007,
hal. 255. (http://books.google.co.id/books?id=VyTdG2BTnl4C&printsec=
frontcover#v=onepage&q =flaming&f=false), diakses 23 Desember 2016.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56d7218a32d8f/sanksi-bagi-pem-bullydi-media-sosial diakses tanggal 25 desember 2016.
https://mycyberbullying.wordpress.com/2014/05/25/aspek-hukum-cyberbullying/
diakses tanggal 23 desember 2016.
88 
Download