UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss ) TERHADAP BAKTERI Shigella dysentriae KARYA TULIS ILMIAH OLEH ROHMA APRILIANI NIM. 08.026 AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTERA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011 UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss ) TERHADAP BAKTERI Shigella dysentriae KARYA TULIS ILMIAH Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Farmasi OLEH ROHMA APRILIANI NIM. 08.026 AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTERA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011 Karya Tulis Ilmiah Oleh Rohma Apriliani Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan Pembimbing, Masruhen, SF., Apt Karya Tulis Ilmiah Oleh Rohma Apriliani Telah dipertahankan didepan dewan penguji Pada tanggal 20 Agustus 2011 Dewan Penguji, Masruhen, SF.,Apt Penguji I Sugeng Wijiono Penguji II Fransiko, S.Si.,Apt Penguji III Mengetahui, Mengesahkan, Pembantu Direktur Akademik Direktur Akademi analis Farmasi dan farmasi dan makanan Akademi Analis makanan Hendyk Krisna Dani, S.Si. Drs.Sentot Joko Raharjo, S.S MOTTO dan PERSEMBAHAN ”Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolong dan sesungguhnya yang demikian sesungguhnya berat kecuali bagi orang-orang yang khusuk” (Terjemahan surat Al-Baqaroh ayat 45) Barfikirlah positif, karena apapun yang kita pikirkan maka itulah yang akan terjadi pada diri kita. Apabila kita berfikr positif, maka energy-energi positif yang ada di semesta ini akan menarik kita. Syukurilah apapun yang ada di hadapan kita, baik itu menyenangkan ataupun menyedihkan pasti ada hikmah terbaik yang telah Allah siapkan untuk kita. Alhamdullilah kata pertama yang dapat terucap saat karya tulis ilmiah ini selesai, terima kasih dan puji syukur kehadirat ALLAH SWT Kupersembahkan karya yang telah kuperjuangkan Dengan percikan keikhlasan, kesabaran, perasaan, logika, keringat, hingga air mata ini kepada : Kedua orangtuaku serta nenek dan adikku sebagai wujud baktiku karena mereka yang selalu memberikan perlindungan, kasih sayang, didikan, do’a serta dukungan moral dan spiritual Spesial tanks for my boy friend ”EMON (AMSIONG)” and all my friend thats give me support so this KTI has finished Untuk almamater ”Putra Indonesia Malang” jaya terus dan selalu terdepan…….. ABSTRAK Apriliani, Rohma. 2011. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP BAKTERI Shigella dysentriae. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang, Pembimbing Masruhen, SF.,Apt Kata kunci : Uji Aktivitas Antibakteri, Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss), Shigella dysentriae. Saat ini, banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan obat tradisional dibandingkan obat-obatan kimia. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, misalnya obat tradisional merupakan pengalaman empiris yang perlu dilestarikan, lebih terjangkau harganya, dan tidak memiliki efek samping yang berarti. Tanaman mimba merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat obat. Mimba, khususnya daunnya dapat mengobati disentri dan penyakit lainnya. Oleh karena itu, pemilihan bahan alam seperti tanaman mimba yang berkhasiat antibakteri dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan dibandingkan dengan menggunakan antibiotik yang rentan akan efek samping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba terhadap bakteri Shigella dysentriae. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang pada bulan Maret s/d April 2011. Penelitian dilakukan melalui pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode dilusi untuk mengetahui Kadar Hambat Minimumnya (KHM) dan Kadar Bunuh Minimumnya (KBM) dan Shigella dysentriae sebagai bakteri ujinya. Adapun populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba menggunakan pelarut etanol 70 % dibuat dengan metode perkolasi, diperoleh dari desa Wringin Anom kecamatan Tongas kabupaten Probolinggo. Untuk analisa data KHM ditunjukkan dengan adanya penurunan kekeruhan yang mulai tampak jernih pada masing-masing media cair dalam masing-masing tabung dan KBM ditunjukkan dengan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni pada media selektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dapat manghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae yaitu pada dosis 40 g daun mimba dan membunuh bakteri tersebut pada dosis 45 g daun mimba. Berdasarkan hasil penelitian diatas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efektivitas ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) pada bakteri patogen lainnya dan perlu kiranya dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba pada hewan coba untuk pengobatan penyakit disentri serta dilakukan penelitian untuk menemukan zat aktif yang berperan sebagai antibakteri pada daun mimba. DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................. 1.5. Asumsi Penelitian ...................................................................... 1.6. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 1.7. Definisi Istilah ........................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanaman Mimba (Azadirachta ukindica)............ 2.2. Ekstraksi ................................................................................... 2.3. Pengertian Bakteri..................................................................... 2.4. Bakteri Shigella ........................................................................ 2.5. Antibakteri................................................................................. 2.6. Metode Uji Aktivitas Antibakteri.............................................. 2.7. Biakan Murni............................................................................. 2.8. Kerangka Teori.......................................................................... 2.9. Hipotesa Penelitian.................................................................... BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ............................................................... 3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 3.4. Instrumen Penelitian dan Bahan................................................ 3.5. Definisi Operasional Variabel.................................................... 3.6. Pengumpulan Data..................................................................... 3.7 Analisis Data............................................................................... BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Penelitian ......................................................................... BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan................................................................................. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan................................................................................. 6.2 Saran........................................................................................... DAFTAR RUJUKAN................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam bagi kesehatan oleh masyarakat semakin diminati, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman obat. Mengingat khasiat tanaman obat yang mudah didapat dan ekonomis, maka sudah saatnya jika pemanfaatan tanaman obat ini dioptimalkan. Didukung oleh kondisi bangsa Indonesia yang kaya akan sumber daya alam (anonym, 2009). Pengobatan dengan cara tradisional banyak ditemukan di masyarakat. Masyarakat yakin bahwa pemanfaatan bahan alam lebih dapat diterima oleh tubuh dibandingkan dengan obat - obatan kimia. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, misalnya obat tradisional merupakan pengalaman empiris yang perlu dilestarikan, lebih terjangkau harganya, dan tidak memiliki efek samping yang berarti. Banyaknya masyarakat yang tetap memanfaatkan tanaman sebagai obat dengan alasan untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu serta untuk menjaga kondisi badan agar tetap sehat. Upaya pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan agar tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah. Penyakit disentri yang merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. Berdasarkan penyebabnya ada 2 macam disentri yaitu disentri basiler yang disebabkan oleh Shigella spp (bakteri), secara klinis tinja biasanya lebih berbentuk mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir dan disentri amoeba yang disebabkan oleh entamoeba histolitica (golongan protozoa), secara klinis dapat timbul diare ringan 4-5 kali sehari dengan tinja berbau busuk kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Antibiotik yang digunakan untuk pengobatan disentri basiler adalah tetrasiklin, kotrimoksazol dan siprofloksazin sedangkan untuk pengobatan disentri amoeba adalah emetin, kloroquin, metridinazol, kliokinol, diloksanida, fanquinon, karbarson dan paramomisin. Dari berbagai penyakit yang endemik di Indonesia salah satu spesies Shigella yang banyak ditemukan pada kasus disentri adalah Shigella disentriae (Widyastuti, 2010 : 2). Shigella dysentriae merupakan bakteri patogen yang dapat menginfeksi saluran pencernaan, menyebabkan penyakit shigellosis atau disentri basiler dan mengakibatkan kematian. Biasanya ditularkan melalui makanan, jari, tinja dan lebih sering ditemukan dalam air atau dari pekerja pengolah makanan tersebut. Sebagian besar kasus infeksi Shigella dysentriae terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun. Pencegahan disentri basiler dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan bisa juga dengan cara imunisasi namun cara ini dianggap kurang efektif karena daya imunitasnya terlalu singkat (supardi, 1999 : 180). Salah satu tanaman yang mempunyai khasiat untuk mengobati penyakit disentri yaitu tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss). Di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, penggunaan daun mimba sebagai obat tradisional sudah menjamur, seperti di Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, Klaten, Yogyakarta, dan daerah lainnya (anonym, 2009). Mimba juga telah banyak dimanfaatkan di negara-negara lain, seperti di Thailand daun mimba sering dikonsumsi sebagai sayuran dan dipercaya memberikan dampak kesehatan yang baik. Daun mimba di Asia dan Afrika sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional. Bagian tanaman yang bisa digunakan pada daun, biji, kulit kayu. Mimba, khususnya daunnya berkhasiat sebagai antibakteri. Daun mimba juga dapat menyembuhkan berbagai penyakit diantaranya diare, disentri, kanker, tumor, alergi, tekanan darah tinggi, jerawat, penyakit kulit, rematik, kolesterol. Banyak khasiat yang ditawarkan dan kenyataan yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa banyak penyakit yang sembuh karena ramuan dari daun mimba. Senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman mimba antara lain flavonoid, alkaloid, Tanin, nimbin, nimbinin, nimbidin, nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol, margosin (suatu senyawa alkaloid) dan paraisin (suatu alkaloid dan komponen minyak atsiri yang mengandung senyawa sulfide). Menurut Sukadana (2009) dan Andarini (2009) dalam penelitiannya senyawa aktif aktif flavonoid dan alkaloid mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Manfaat mimba yang banyak inilah salah satunya dapat mengobati disentri, penulis ingin melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) hasil ekstraksi dengan cara perkolasi menggunakan bakteri uji Shigella dysentriae yang merupakan salah satu bakteri penyebab ter- jadinya penyakit infeksi saluran pencernaan yaitu disentri dan digunakan metode dilusi untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri. 1.2 Rumusan Masalah Secara empiris daun mimba digunakan untuk mengobati penyakit disentri. Mimba, khusus daunnya berkhasiat sebagai antibakteri. Namun belum ada penelitian ilmiah tentang uji aktivitas antibakteri daun mimba terhadap bakteri Shigella dysentriae. Untuk membuktikan potensinya, ekstrak daun mimba akan diujikan terhadap bakteri Shigella dysentriae. Apakah ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki kemampuan menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1 Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) mampu menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae? 1.3.2 Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah antara lain: 1.3.2.1 Mengetahui KHM ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap bakteri Shigella dysentriae yang ditunjukkan dengan penurunan kekeruhan hasil biakan bakteri pada tabung yang mulai tampak jernih dengan menggunakan metode dilusi. 1.3.2.2 Mengetahui KBM ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1 Memberikan panduan ilmiah dan masukan yang cukup berarti bagi masyarakat dalam penggunaan bahan alam untuk pengobatan, sehingga efek terapi dari daun mimba tidak hanya berdasarkan dari pengalaman empiris saja, tetapi sudah terbukti secara ilmiah. 1.4.2 Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu reference pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat. 1.5 Asumsi Penelitian 1.5.1 Senyawa aktif yang terkandung didalam daun mimba ( Azadirachta indica A. Juss ) dapat diekstraksi dengan metode perkolasi menggunakan etanol 70%. 1.5.2 Metode dilusi dapat digunakan untuk menguji Aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) serta mengetahui dosis ekstrak daun mimba yang mampu menghambat dan membunuh bakteri Shigella dysentriae. 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba dalam menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae menggunakan metode dilusi untuk mengetahui KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum). 1.6.2 Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan penelitian ini adalah : 1.6.2.2 Penelitian ini terbatas pada aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap bakteri Shigella dysentriae. 1.6.2.1 Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan ekstrak kasar dari hasil ekstraksi daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dengan metode perkolasi. 1.7 Definisi Istilah 1.7.1 Antibakteri adalah salah satu komponen kimia yang berkemampuan dalam menghambat pertumbuhan atau mematikan proses pertumbuhan bakteri. 1.7.2 Aktivitas antibakteri adalah kemampuan suatu senyawa kimia dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri patogen. 1.7.3 Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah hasil pengambilan kandungan senyawa dari daun mimba dengan menggunakan pelarut etanol. 1.7.4 KHM (Kadar hambat Minimum) adalah konsentrasi terendah suatu antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. 1.7.5 KBM (Kadar Bunuh Minimum) adalah konsentrasi terendah suatu antimikroba yang dapat membunuh pertumbuhan mikroba. 1.7.6 Kontrol pertumbuhan bakteri adalah tabung percobaan yang berisi media dan bakteri yang digunakan untuk melihat adanya petumbuhan bakteri. 1.7.7 Kontrol ekstrak adalah tabung percobaan yang berisi media dan ekstrak yang digunakan sebagai pembanding apakah kekeruhan yang ditimbulkan adalah dari ekstrak tersebut . 1.7.8 Kontrol negatif adalah tabung percobaan yang hanya berisi media saja yang digunakan untuk melihat kesterilan media apakah ada kontaminan oleh mikroba lain terutama pada masa inkubasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Tanaman Mimba (Azadirachta ukindica): 2.1.1 Mimba (Azadirachta ukindica) Mimba mempunyai nama lain : Antelaea azadirachta (L.) Adelb., Azedarach fraxinifolia Moench, Melia azadirachta L., M. fraxinifolia Adelb., M. indica (A.Juss.) Brandis, M. pinnata Stokes. Nama umum/dagang : Mimba Nama daerah/lokal : Mimba, Nimba (sunda), Intaran (Bali, Nusa Tenggara), Imbau (Jawa Timur), Mempheuh, Membha (Madura). 2.1.2 Taksonomi Tanaman Mimba (Azadirachta ukindica) Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman mimba diklasifikasikan sebagai berikut : Domain : Eukaryota Kingdom : Plantae Subkingdom : Viridaeplantae Phylum : Tracheophyta Subphylum : Euphyllophytina Infraphylum : Radiatopses Class : Magnoliopsida Subclass : Rosidae Superorder : Rutanae Order : Rutales Suborder : Meliineae Family : Meliaceae Subfamily : Clusioideae Genus : Azadirachta Specific epithet : indica – A.Juss Botanical name : Azadirachta indica Adr. Juss Unambiguous Synonyms : 1. Antelaea azadirachta (L.) Adelb. 2. Azadirachta indica Adr. Juss. 3. Azadirachta indica Juss. 4. Melia azadirachta L. ( Aradilla, 2009 ) 2.1.3 Morfologi Tanaman Mimba (Azadirachta ukindica) Habitus : Pohon, tinggi 8-15 m, dapat tumbuh hingga 30 meter, bunga banci. Dapat berumur hingga dua abad 18 Batang : Percabangan simpodial, tegak, berkayu, bulat, permukaan kasar,coklat, kulit batang mengandung gum, coklat pahit. Diameter batang dapat mencapai 2-5 meter Daun : Anak daun dengan helaian berbentuk memanjang lanset bengkok, panjang 3-10 cm, lebar 0,5-3,5 cm, pangkal runcing tidak simetri, ujung runcing sampai mendekati meruncing, gun- dul tepi daun bergerigi kasar, remasan berasa pahit, warna hijau muda. Tangkai panjang 8-20 cm. Bunga : Bunga memiliki susunan malai, terletak di ketiak daun paling ujung, 5-30 cm, gundul atau berambut halus pada pangkal tangkai karangan, tangkai bunga 1-2 mm. Kelopak kekuningan, bersilia, rata rata 1 mm. Mahkota putih kekuningan, bersilia, panjang 5-7 mm. Benang sari membentuk tabung benang sari, sebelah luar gundul atau berambut pendek halus, sebelah dalam berambut rapat. Putik memiliki panjang rata rata 3 mm, gundul. Bunga mimba memiliki aroma seperti madu sehingga disukai lebah Buah : Bulat telur, buni, buah matang berwarna hijau kekuningan 1,52 cm. daging buahnya berasa manis dan menyelimuti biji, tidak beracun Biji : Bulat, diameter kurang lebih 1 cm, putih. Kulit biji agak keras, beratnya mencapa 160 mg dan akan mencapai berat maksimum menjelang matangnya buah. Akar : Tunggang, coklat 2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman Mimba (Azadirachta ukindica) Metabolit yang ditemukan dari Azadirachta indica antara lain disetil vilasinin, nimbandiol, 3-desasetil salanin, salanol, azadirachtin. Biji mengandung azadirahtin, azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion, gedunin, 17-epiazadiradion, 17-hidroksi azadiradion dan alkaloid. Kulit batang dan kulit akar mengandung nimbin, nimbinin, nimbidin, nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol, margosin (suatu senyawa alkaloid). Buah mengandung alkaloid (azaridin). Daun mengandung flavonoid, alkaloid, azadirachtin, meliantriol, salanin, nimbin, nimbidin, dan paraisin (suatu alkaloid dan komponen minyak atsiri mengandung senyawa sulfide). Tangkai dan ranting hijau mengandung 2 tetranortriterpenoidhidroksibutenolida yaitu desasetilnimbinolida dan desasetilisonimbinolida yang berhasil diisolasi bersama dengan desasetilnimbin. - Flavonoid Flavonoid berasal dari bahasa latin yang berarti kuning. Flavonoid merupakan senyawa alam fenol dan merupakan pigmen pada tumbuhan. Flavonoid mempunyai efek yang berbeda terhadap organisme antara lain sebagai antivirus, antimikroba dan antiinflamasi. Fungsi flavonoid sendiri adalah melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner, mengandung antiinflamasi (anti radang), berfungsi sebagai antioksidan, membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan ata pembengkakan Menurut Dwijoseputro (1988:88) aktivitas flavonoid sebagai antibakteri disebabkan oleh kemampuannya mengikat dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri adalah struktur yang kompleks dan berfungsi untuk melindungi sel bakteri. Komponen dinding sel bakteri adalah peptidoglikan, lipoprotein, polisakarida dan asam teikoat. Komponen tersebut saling berikatan dan memberikan kekuatan dan kekakuan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kestabilan sel. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat semi polar oleh karena itu flavonoid dapat berikatan dengan lipoprotein. Apabila salah satu dari pertahanan dinding sel bakteri diikat maka kekuatan dari sel sel tersebut akan menurun. Ketika flavonoid bercampur dengan lipoprotein maka dinding sel akan menggelembung dan pecah. Apabila sel pecah menyebabkan hilangnya kekuatan dan kekakuan dinding sel sehingga akan mengalami kematian. - Alkaloid Merupakan golongan senyawa metabolit sekunder yang paling banyak terdapat di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Istilah ”alkaloid” (berarti ”mirip alkali”, karena dianggap bersifat basa). Secara organoleptis daun-daunan yang berasa pahit dan sepat biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting dan kulit kayu. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel bakteri tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. 2.1.5 Khasiat Tanaman Mimba Untuk Pengobatan Daun mimba dan biji mimba bisa digunakan sebagai antibiotik ,antimikroba , antifungi , antihelmintik dan antivirus. Selain itu daun mimba dapat digunakan untuk penambah nafsu makan,untuk menanggulangi disentri, borok, malaria, menurunkan gula darah, menyembuhkan penyakit kulit, memiliki efek gastro protektif pada mukosa lambung terhadap ulkus peptikum (keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel), menurunkan total kolesterol dalam darah, LDL- and VLDL-cholesterol, triglyserid dan total lipid dalam serum. Minyak untuk mengatasi eksim, kepala yang kotor, kudis, cacing, menghambat perkembangan dan pertumbuhan kuman. Kulit batang digunakan untuk mengatasi nyeri lambung, penguat, penurun demam. Buah dan getah digunakan sebagai penguat. 2.1.6 Habitat Tumbuhan liar di hutan dan di tempat lain yang tanahnya agak tandus, ada juga yang ditanam orang ditepi-tepi jalan sebagai pohon perindang. Banyak terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Madura 1-300 meter. Umumnya di tempat yang sangat kering, di pinggir jalan, pada hutan yang terbuka (dee_noo, 2009) . 2.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal yang umumnya barkhasiat tersebut tertarik dalam keadaaan (khasiatnya) tidak berubah menggunakan pelarut yang sesuai. 2.2.1 Pemilihan Cairan Penyari Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan beberapa faktor. Cairan, antara lain : penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat, tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan (Depkes RI.1986 : 5 ). 2.2.2 Macam-macam Cairan Penyari : Menurut Farmakope Indonesia ( 1995 ) dan Depkes RI (1986) menetapkan bahwa yang digunakan sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air, eter. a. Air - Keuntungan : murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah. - Kerugian : air tidak selektif, sari dapat ditumbuhi jamur dan bakteri sehingga mudah rusak dan memerlukan waktu yang lama untuk pengeringan. b. Etanol - Keuntungan : lebih selektif, sulit ditumbuhi kapang dan kuman atau bakteri, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih kecil. - Kerugian harganya lebih mahal. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air. (Depkes RI.1986 : 6 ) 2.2.3 Cara-cara Penyarian antara lain : Metode dasar penyarian ada beberapa yaitu maserasi, perkolasi, Infudasi dan soxhletasi. Pemilihan dalam metode penyarian tersebut sebaiknya disesuaikan dengan kepentingan untuk memperoleh sari yang baik. a. Maserasi Istilah maceration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya ”merendam”. Maserasi yaitu proses penyarian dengan cara merendam simplisia dalam penyari sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Prinsip Maserasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi merupakan metode penyarian yang sangat sederhana dan paling banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus ( Budiyanti, 2009 : 7 ). Keuntungan dari metode maserasi ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, maserat yang dihasilkan banyak. Sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaannya yang lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak dan penyariannya kurang sempurna. b. Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan disebut percolator. Prinsip Perkolasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata. Menurut Depkes RI (1986 : 17) metode perkolasi lebih baik dibandingkan dengan metode maserasi karena : - aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. - ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. c. Infudasi Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dengan air dari bahan-bahan nabati, penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh jamur. Oleh karena itu, sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sering digunakan untuk membuat ekstrak dalam bentuk infuse. Infuse adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit. d. Soxhletasi Bahan yang akan disari berada dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas, karton) di dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantong diletakkan di antara labu suling dan suatu pendingin alir balik dan dihubungkan melalui pipet. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet, pelarut itu berkondensasi di dalamnya, menetes ke bahan yang disari larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimum secara otomatis ditarik ke dalam labu dengan demikian zat yang tersari tertimbun di dalam labu tersebut ( Budiyanti, 2009 : 8 ). Keuntungan metode ini adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit, secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat, simplisia disari oleh cairan penyari yang murni sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak, penyarian dapat diteruskan tanpa menambah volume cairan penyari. Sedangkan kerugiannya adalah larutan dipanaskan terusmenerus sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok, metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut. 2.3 Pengertian Disentri Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus). Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka y a n g menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir 2.3.1 Gejala Klinis a. Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala ratarata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai 40 0 C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan k o m a u r e m i k . A n g k a k e m a t i a n b e r g a n t u n g p a d a k e a d a a n d a n t i n d a k a n pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi Perkembangan dan penyakit keadaan ini darurat selanjutnya misalnya dapat kelaparan. membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda d e n g a n k a s u s y a n g m e n a h u n , t e r d a p a t s e r a n g a n s e p e r t i k a s u s a k u t s e c a r a menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik. b. Disentri Amuba Carrier (Cyst Passer) Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi kedinding usus. Disentri amoeba ringan Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan. Disentri amoeba sedang Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan. Disentri amoeba berat Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia. Disentri amoeba kronik Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna. 2.4 Pengertian Bakteri Nama bakteri berasal dari bahasa yunani “bacterion” yang berarti batang atau tongkat. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri, karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. 2.4.1 Morfologi Bakteri 2.4.1.1 Ukuran Bakteri Pada umunya ukuran tubuh bakteri sangat kecil, bentuk bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000x atau lebih. Satuan ukuran tubuh bakteri adalah micrometer atau micron. Satu micron sama dengan 1/1000 milimeter. Lebar tubuh umumnya antara 1-2 mikron, sedangkan panjangnya antara 2-5 mikron. 2.4.1.2 Bentuk Bakteri Ada beberapa bentuk dasar bakteri yang dikelompokan kedalam 3 golongan, yaitu : a. Kokus ( Coccus, tunggal ) Kokus adalah bakteri yang mempunyai bentuk bulat seperti bola-bola kecil. Berdasarkan jumlah koloni, kokus dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu : - Monokokus (Monococcus), bila kokus hidup menyendiri. - Diplokokus (Diplococcus), bila kokus membentuk koloni terdiri dari dua kokus. - Streptokokus (Streptococcus), bila koloni berbentuk seperti rantai. - Stafilokokus (Staphylococcus), bila koloni bakteri kokus membentuk untaian seperti buah anggur. - Sarsina (Sarcina), bila koloni bakteri mengelompok serupa kubus. - Tetrakokus (Tetracoccus), bila koloni terdiri dari 4 kokus. - b. Basil (Bacillus) Basil dari bacillus, bakteri yang mempunyai bentuk tongkat pendek atau batang kecil atau silindris. Berdasarkan jumlah koloni, basil dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : - Monobasil (Monobacillus), yakni basil yang hidup menyendiri atau tidak bergerombol. - Diplobasil (Diplobacillus), bila koloni basil terdiri dari 2 basil. - Streptobasil (Streptobacillus), bila koloni bakteri berbentuk rantai. c. Spiral (Spirillium) Spiril merupakan bakteri yang berbentuk bengkok atau berbengkokbengkok seperti spiral. 2.4.2 Sifat-sifat Umum Suatu Koloni Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh dipermukaan medium adalah: - Besar kecilnya koloni - Bentuk - Kenaikan permukaan - Halus kasarnya permukaan - Wajah permukaan - Warna - Kepekatan 2.4.3 Patogenitas Patogen adalah organisme (umumnya berupa mikroorganisme ) yang menyebabkan penyakit pada mikroorganisme lain. Patogenitas berarti kemampuan mikroorganisme / patogen untuk menyebabkan penyakit. Mikroorganisme patogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan patogenitasnya dan menginvasi jaringan inang serta merusak fungsi normal tubuh. Virulensi menggambarkan kemampuan untuk menimbulkan penyakit ( Pratiwi, 2008 ). 2.5 Bakteri Shigella Shigella merupakan suatu bakteri patogen yang habitatnya terbatas pada saluran pencernaan manusia dan menyebabkan disentri basiler ( jawetz, 1996 ). Berdasarkan sifat biokimiawi dan antigeniknya genus Shigella dibedakan menjadi 4 subgrup atau spesies yaitu subgrup A: Shigella dysentriae, subgrup B: Shigella flexineri, subgrup C: Shigella boydii, subgroup D: Shigella sonnei. 2.5.1 Bakteri Shigella dysentriae 2.5.1.1 Klasifikasi Bakteri Divisio : Monomychota Subdivisio : Schizomycetea Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Enterobacteriaceae Tribe : Eschericia Genus : Shigella Species : Shigella dysentriae ( widyastuti, 2010 : 25 ) 2.5.1.2 Morfologi dan Identifikasi - Ciri Khas Organisme Bakteri batang gram ramping, bentuk kokobasil ditemukan pada biakan muda. - Biakan Bersifat fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobik. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh, mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam. - Sifat-sifat Pertumbuhan Semua shigella menfermentasi glukosa dan tidak menfermentasi laktosa, kecuali Shigella sonnei. Ketidakmampuannya dalam menfermentasi laktosa membedakan bakteri-bakteri shigella pada pembenihan diferensial. Bakteri ini membentuk asam dari karbohidrat, tetapi jarang menghasilkan gas. 2.5.1.3 Patogenesis dan Patologi Infeksi shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi ke aliran darah sangat jarang. Untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis kurang dari 103 organisme (sedangkan untuk salmonella dan vibrio adalah 105-108). Infeksi per oral, bakteri masuk dalam makanan dan minuman dan melewati lambung, masuk ke usus halusdan ke kolon. Ketika di usus besar, bakteri ditangkap oleh sel epitel dan berkembang biak yang akan menyebabkan sel-sel epitel rusak dan hancur. Akibat kerusakan sel tersebut, terjadi pendarahan pad ulkus dan serangan kuman pada sel yang berdekatan dan lamina propia menimbulkan reaksi inflamasi trombosis kapiler. Bila proses membaik, jaringan granulasi mengisi ulkusdan terbentuk jaringan parut. 2.5.1.4 Toksin - Endotoksin Pada waktu terjadi autolisis, shigella mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik. Endotoksin ini mungkin menambah iritasi pada usus. - Eksotoksin Shigella dysentriae tipe 1 ( basil shiga ) memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan saraf pusat ( jawetz, 1996 : 242 ). 2.6 Antibakteri 2.6.1 Definisi Antibakteri Menurut Rini (2009) antibakteri atau antimikroba adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia dan hewan. Sedangkan menurut Volk dan Wheeler (1998) antibakteri adalah suatu komponen kima yang berkemampuan menghambat suatu pertumbuhan atau berkemampuan dalam mematikan bakteri. Berdasarkan kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa antibakteri adalah zat yang dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan bakteri, digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia dan hewan. Penggunaan antibakteri bertujuan untuk menghambat, membasmi atau menyingkirkan bakteri dengan cara mencegah penyebaran penyakitt dan infeksi, membasmi bakteri pada inang yang terinfeksi serta mencegah pembusukan dan pemasukan bahan oleh bakteri. 2.6.2 Mekanisme Kerja Antibakteri secara umum - Merusak Selaput atau Dinding Sel selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif, meloloskan beberapa zat terlarut dan menahan zat lainnya. Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada sel, melindungi sel terhadap lisis osmotik. Dengan demikian, zat yang merusak dinding sel (misalnya lisozim) atau menghalangi sitesis normalnya (misalnya penisilin) akan menyebabkan lisis sel. - Mengubah Permeabilitas Membran Sel Membran sel berfungsi memelihara integritas komponen-komponen seluler yang secara selektif mengatur keluar masuknya zat antara sel dengan lingkungan luar (transpor aktif). Terganggunya membran sitoplasma oleh zat yang bersifat surfaktan menyebabkan permeabilitas dinding sel berubah menjadi rusak. Komponen-komponen penting yang berada di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida keluar dari sel dan berangsur-angsur sel akan mati (jawetz, 1995 : 572). - Perubahan Molekul Protein dan asam Nukleat Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat. Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang ditentukan oleh pertautan disulfide kovalen intramolekul dan sejumlah pertautan nonkovalen seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan ikatan hydrogen. Keadaan ini dinamakan struktur tersier protein, truktur ini mudah tertanggu oleh sejumlah unsur fisik atau kimiawi, sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi. Kerusakan struktur tersier ini dinamakan denaturasi protein (jawetz, 1995 : 573). - Pembuangan Gugus Sulfhidril Bebas Berbagai protein enzim yang mengandung sistein memiliki rantai samping yang berakhir dalam gugus sulfhihidril. Selain itu, paling kurang satu koenzim utama mengandung suatu gugus sulfhihidril bebas. Enzim dan koenzim ini tidak dapat berfungsi kecuali bila gugus sulfhihidril tetap bebas dan dalam keadaan tereduksi. Zat pengoksida mengganggu metabolisme dengan mengikat sulfhidril yang berdekatan dengan ikatan disulfide. Ada banyak enzim sulfhidril dalam sel, karena itu zat pengoksida dan logam berat dapat menimbulkan kerusakan besar. - Antagonisme Kimiawi Gangguan suatu unsur terhadap reaksi normal antara enzim khusus dengan subtratnya dikenal sebagai “antagonisme kimiawi”. ( Jawetz, 1982: 54) 2.6.3 Syarat Antibakteri yang Ideal Menurut Rini (2009), antimikroba yang ideal juga harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : - Memilki kemampuan untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme yang luas. - Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme patogen. - Tidak menimbulkan efek samping yang buruk pada tubuh, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya. - Tidak mengganggu keseimbangan flora normal tubuh seperti flora usus atau flora kulit (jawezt, et al., 2005). 2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri - Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan bakteri. Suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun dan suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan total pertumbuhan bakteri. Berdasarkan tingkat toleransi terhadap suatu suhu lingkungannya, bakteri dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Mikroorganisme psikrofilik, yaitu mikroorganisme suka hidup pada suhu yang dingin dan dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 200C. 2. Mikroorganisme mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada suhu yang sedang dan mempunyai suhu optimum di antara 200C-500C. 3. Termofil, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal pada suhu tinggi dan sering tumbuh pada suhu di atas 400C , bakteri ini dapat hidup ditempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas. (anonim, 2008) - Tekanan Osmotik Bila konsentrasi suspensi dilingkungan tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri maka akan terjadi keluarnya cairan dari sel bakteri melalui membran sitoplasma yang disebut plasmolisis. Sebaliknya, kepekatan suspensi dilingkungan rendah maka akan terjadi pergerakan massa cair ke dalam sel bakteri. - Derajat Keasaman atau Kebasaan (pH) pH berpengaruh pada sel dengan mempengaruhi metabolisme, pada umumnya bakteri tumbuh baik pada pH netral. (7,0). - Ketersediaan Oksigen Bakteri memilki karakteristik sendiri-sendiri dalam kebutuhannya akan oksigen. Dalam hal ini bakteri dibagi menjadi 4 golongan yaitu : 1. Bakteri aerobik (hanya dapat tumbuh bila ada oksigen bebas) 2. Bakteri anaerobik (hanya dapat tumbuh bila tidak ada oksigen bebas) 3. Bakteri anaerobik fakultatif (dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas). 4. Bakteri mikroaerofilik (dapat tumbuh bila ada oksigen dalam jumlah kecil). - Sinar Ultraviolet Sinar UV pada panjang gelombang 210 – 300 nm dapat membunuh mikroorganisme jika dipaparkan. Komponen seluler yang dapat menyerap UV dalah asam nukleat sehingga dapat rusak dan menyebabkan kematian. 2.7 Metode Uji Aktivitas Antibakteri Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 2.7.1 Metode Penyebaran (Diffusion Method) Metode ini dilakukan dengan cara menanam bakteri pada lempeng agar yang sesuai kemudian diletakkan cakram atau silinder yang sudah ditetesi dengan bahan uji atau dapat juga bahan uji dimasukan dalam lubang atau cangkir agar yang telah dibuat pada media. Media yang berisi molekul bakteri dan bahan uji diinkubasikan pada suhu 36-37ºC selama 12-24 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan mengukur diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri disekitar cakram lubang atau cangkir agar. Semakin besar diameter hambatan tersebut berarti aktivitas bahan uji terhadap bakteri semakin baik. Keuntungan metode difusi adalah jumlah sample kecil dan bisa dikerjakan dalam satu cawan petri yang dapat diisi 5-6 sampel sekaligus untuk satu jenis mikroorganisme ( Racio, 1998 : 128 dalam Rini, 2009 ). Metode difusi meliputi cakram kertas (Paper Disk Method), metode lubang (Hole Plate Method), E-test, dan cup-plate tecnique ( Pratiwi, 2008 : 188189). 2.7.2 Metode Pengenceran (Dilution Method) Metode ini digunakan untuk mengetahui kadar hambat minimal (KHM) suatu antibakteri. Konsentrasi hambatan minimal adalah konsentrasi antibiotika terendah yang dapat menghambat pertumbuhan tertentu dimana KHM dapat ditentukan dengan prosedur tabung dilusi. KHM dapat juga ditentukan dengan menggunakan konsentrasi tunggal dari suatu antibiotika dengan membandingkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme pada tabung control yang diberikan antibiotika (Pratiwi,Sylvia. 2008 : 190-191) Metode pengenceran dapat dilakukan dengan pengenceran dalam tabung maupun pengenceran agar. Cara pengenceran dalam tabung dapat dilakukan dengan mengencerkan bahan uji dengan media cair menjadi kelipatan dua secara bartahap sehingga didapatkan beberapa konsentrasi dengan kelipatan setengahnya, sedangkan pada pengenceran agar menggunakan satu seri lempeng agar dengan konsentrasi bahan uji yang berbeda. Selanjutnya diinkubasi dengan suspensi bakteri selama 24 jam pada suhu 36-37ºC, kemudian diamati hambatan pertumbuhan kuman dengan membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan dengan control media yang mengandung media konsentrasi. Penghambatan minimal didapatkan dari tabung yang jernih pada pengenceran tertingi. Beberapa modifikasi dari metode ini adalah : - Metode Pengenceran dalam Media Cair (Broth Dilution Method) Larutan uji dengan jumlah tertentu dimasukan kedalam sejumlah tabung yang berisi media cair dan bakteri, selanjutnya diamati kekeruhan yang terjadi oleh adanya pertumbuhan bakteri. - Metode Pengenceran dalam Media Agar (Agar Dilution Method) Prinsipnya sama dengan Broth Dilution Method, hanya saja media cair diganti dengan media agar. - Metode Pengenceran Secara Berseri (Serial Dilution Method) Cara ini dilakukan dengan menggunakan deretan tabung yang berisi media cair dan antibiotic dengan konsentrasi yang berbeda-beda, kemudian kedalam masing-masing tabung ditambahkan suspensi mikroba dengan konsentrasi tertentu, dikocok sampai homogen dan diinkubasikan pada suhu 37ºC. sebagai control digunakan tabung berisi perbenihan dengan mikroorganisme. Potensi daya antimikroba yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar (Dr. Harmita, 2005 dalam sutinah, 2009 ). 2.7.2 Metode Bioautografi (Bioautography Method) Merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang memilki aktivitas antibakteri. Ada 2 macam metode bioautografi, yaitu 1. Bioautografi Overlay atau Kontak Bahan uji dipindahkan kedalam cawan petri berisi agar dan inakulum jamur melalui proses difusi. Bioautografi kontak menggunakan prinsip difusi senyawa yang terpisah dengan kromatografi lapis tipis. Lempeng kromat diletakkan pada permukaan agar yang telah diinokulasi bakteri. Setelah kurang lebih 30 menit lempeng dipindahkan, diinkubasi, dan diamati. Senyawa antibakteri akan berfungsi pada lapisan agar dan menghambat pertumbuhan bakteri. 2. Bioautografi Langsung Pada bioautografi langsung, zona hambatan diamati secara langsung pada lempeng kromatografi yang sudah disemprot suspensi bakteri dalam media cair, kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu sesuai. Adapun metode bioautografi pencelupan dapat dilakukan dengan pencelupan lempeng kromat kedalam media yang menempel pada lempeng kromat mengeras, lalu diinkubasi dan dilakukan pengamatan daerah hambatan (Pratiwi, Sylvia. 2008 : 191-192). 2.8 Biakan Murni Menurut Volk dan Wheeler metode (1998 : 34) metode yang paling sering digunakan untuk memperoleh biakkan murni antara lain : 2.8.1 Metode Cawan Gores Metode ini mempunyai dua keuntungan, yaitu menghemat bahan dan waktu. Namun untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan yang lumayan dan biasanya diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dilakukan dengan baik, kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme seperti yang diinginkan. Sel-sel tunggal yang terpisah satu sama lainnya disebut sel induk. Pada waktu inkubasi setiap sel induk melakukan pembelahan biner dalam waktu 20-30 menit (2n). 2.8.2 Metode Cawan Tuang Cara isolasi metode ini dengan mengencerkan spesimen dalam medium agar yang telah dicairkan dan didinginkan (50ºC) kemudian dicawankan, karena konsentrasi sel-sel mikroba dalam specimen pada umumnya tidak diketahui sebelumnya maka perlu dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang-kurangnya satu diantara cawan-cawan tersebut mengandung koloni-koloni terpisah diatas permukaan atau dalam agar. Metode ini tidak memerlukan keterampilan yang terlampau tinggi. (Ratna, 1993: 62) 2.9 Kerangka Teori Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman obat yang berkhasiat sebagai antibakteri. Selain itu, tanaman mimba berkhasiat untuk mengobati diare, disentri, kanker, tumor, alergi, tekanan darah tinggi, jerawat, penyakit kulit, rematik, kolesterol. Dengan semakin semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, penggunaan tanaman obat semakin berkembang termasuk pemanfaatan tanaman mimba. Bagian tanaman mimba yang biasanya digunakan untuk pengobatan adalah daunnya. Salah satu khasiat dari tanaman mimba sebagai pengobatan alternatif penyakit disentri yang disebabkan oleh bakteri Shigella dysentriae. Tanaman mimba mengandung senyawa-senyawa yang berkhasiat untuk pengobatan, khususnya sebagai antibakteri yaitu Menurut Sukadana (2009) dan Andarini (2009) dalam penelitiannya senyawa aktif flavonoid dan alkaloid mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Aktivitas flavonoid sebagai antibakteri disebabkan oleh kemampuannya mengikat dinding sel bakteri. Apabila salah satu dari pertahanan dinding sel bakteri diikat maka kekuatan dari sel - sel tersebut akan menurun dengan menggelembung dan pecah sehingga akan mengalami kematian. Sedangkan aktivitas alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel bakteri tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Masyarakat memanfaatkan daun mimba sebanyak 20 g untuk mengobati penyakit disentri, oleh karena itu peneliti mengambil dosis 20 g daun mimba sebagai dosis utama selanjutnya dibuat dua dosis keatas dan dua dosis kebawah yaitu dosis dimulai dari 10 g, 15 g, 20 g, 25 g dan 30 g daun mimba. Kemudian digunakan ekstrak dari daun mimba dimana ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah hasil pengambilan kandungan senyawa dari bagian tanaman mimba yaitu daunnya dengan menggunakan pelarut etanol 70 %. Ekstrak diperoleh setelah adanya proses ekstraksi yaitu suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak berubah. Ekstraksi daun mimba ini dilakukan dengan metode perkolasi, karena proses penyarian yang mudah dan tidak memerlukan langkah tambahan. Menggunakan etanol 70% karena beberapa zat aktif yang diharapkan dapat larut dalam alkohol dan air berdasarkan dari masing-masing sifat senyawa aktif. kemudian hasil perkolat diuapkan untuk memisahkan ekstrak dari pelarut menggunakan evaporator. Digunakan bakteri Shigella dysentriae didasarkan pada Shigella dysentiae merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan menyebabkan disentri basiler dan menyebabkan kematian, bakteri ini memiliki toksin yang lebih berbahaya dari jenis Shigella sp lain.(Widyastuti, 2010). Pengujian dilakukan dengan membuat biakan murni dari Shigella dysentriae yang disuspensi dalam larutan NaCl 0,9 % , suspensi harus memiliki transmitan 25 % pada panjang gelombang 580 nm yang diukur menggunakan spektrofotometri visibel. Menurut FI IV (1995 : 855), %T bertujuan agar jumlah mikroba uji yang ditambahkan sesuai sehingga diperoleh inokulasi antara 100.000 dan 1.000.000 per ml. Suspensi bakteri kemudian diinkubasikan bersama media cair Nutrient Broth bersama beberapa dosis ekstrak daun mimba selama 2 x 24 jam pada suhu 370 C. Setelah masa inkubasi dilihat kekeruhan dari masing-masing tabung dengan pembanding kontrol agar diperoleh data Kadar Hambat Minimal (KHM). Dalam penelitian ini terdapat 3 kontrol, yaitu pertama kontrol pertumbuhan bakteri terdiri dari media dan bakteri Shigella dysentriae, digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan bakteri. Kedua, kontrol ekstrak terdiri dari media dan ekstrak, digunakan sebagai pembanding apakah kekeruhan yang ditimbulkan adalah dari ekstrak tersebut. Ketiga, kontrol negatif berisi media saja yang digunakan untuk melihat kesterilan media apakah ada kontaminan oleh mikroba lain terutama pada masa inkubasi. Selanjutnya dilakukan uji KBM (Kadar Bunuh Minimal) Dilakukan penginokulasian 1 ml biakan dari hasil dilusi tabung pada media agar padat selektif Eoshin Metilen Blue Agar yang akan diinkubasikan lagi pada suhu 37ºC selama 1 x 24 jam kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni dengan menggunakan colony counter. KBM ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba pada biakan padat. 2.10 Hipotesa Penelitian 2.10.1 Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki kemampuan menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae? BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental. Ada 3 tahapan kerja dalam penelitian ini yaitu : Pertama tahap persiapan alat dan bahan praktek meliputi persiapan simplisia uji, meliputi persiapan bakteri uji, persiapan media cair Nutrien Broth dan media padat sfesifik Eoshin Metilen Blue Agar dan persiapan bahan lainnya. Kedua tahap pelaksanaan meliputi proses sterilisasi semua alat yang akan digunakan, pembuatan ekstrak daun mimba pada beberapa dosis, pembuatan media cair Nutrien Broth dan media padat sfesifik Eoshin Metilen Blue Agar, pembuatan biakan murni Shigella dysentriae., pengujian aktivitas ekstrak daun mimba terhadap bakteri Shigella dysentriae, menggunakan metode dilusi cair, pengamatan hasil uji. Ketiga adalah tahap akhir meliputi analisis data dan membuat kesimpulan. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba menggunakan pelarut etanol 70 % dibuat dengan metode perkolasi. 3.2.2 Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba menggunakan pelarut etanol 70 % dibuat dengan metode perkolasi yang diperoleh dari desa Wringin Anom kecamatan Tongas kabupaten Probolinggo. Untuk teknik pengambilan sampel digunakan metode rancangan acak lengkap pada tabung yang digunakan untuk pengujian. 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 3.3.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sekitar bulan Maret sampai bulan April. 3.4 Instrumen Penelitian dan Bahan Instrumen penelitian adalah semua bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian untuk pengumpulan data. Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 3.4.1 Bahan Bahan 1. 2. 3. 4. Aquades steril Etanol 70% Biakan murni Shigella dysentriae Nutrien Broth 5. 6. Eoshin Metilen Blue Agar NaCl 0,9% Ekstrak daun mimba (Azadirachta 7. indica A. Juss) 3.4.2 Alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Erlenmeyer Beaker glass Botol semprot Batang pengaduk Perkolator Gelas ukur Gelas arloji Cawan Petri Cawan penguap Bunsen/Lampu spiritus Bola hisap Pipet ukur Pipet volum 3.5 Definisi Operasional Alat 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. Kawat nikrom Autoklaf Oven Tabung reaksi Timbangan analitik Timbangan kasar Aluminium Foil Kertas saring Kertas Perkamen Inkubator Laminar air flow Labu ukur Gelas ukur Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas antibakteri berupa daya hambat dan bunuh terhadap bakteri Shigella dysentriae. Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Tabel Definisi Operasioinal Variabel Variabel Subvariabel Dosis Ekstrak Daun Mimba Aktivitas terhadap Shigella dysentriae KHM Alat Hasil Ukur ukur Banyaknya atau Penimba Berat jumlah gram ekstrak ngan dalam daun mimba dalam satuan media nutrien broth gram. yang setara dengan simplisia daun mimba 30 g, 35 g, 40 g, 45 g dan 50 g . Definisi Operasional Konsentrasi terendah ekstrak daun mimba dalam tabung yang menunjukkan hasil biakan yang mulai tampak jernih atau berupa daerah yang pertama kali mengalami penurunan intensitas kekeruhan. Visual Daerah sangat keruh, keruh, agak keruh, ataupun jernih pada media cair kemudian ditanam pada media selektif. KBM Konsentrasi terendah ekstrak daun mimba pada biakan media selektif yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba. visual Tidak terdapat pertumbu han koloni bakteri pada media selektif. 3.6 Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah kerja sebagai berikut: Tahap Persiapan: 3.6.1 Persiapan Alat Sebelum alat digunakan harus dilakukan proses sterilisasi terlebih dahulu yaitu dengan sterilisasi panas basah dimana ini digunakan untuk sterilisasi alatalat yang terbuat dari kaca atau gelas yaitu dengan cara dibungkus kertas sampul coklat kemudian dimasukan dalam autoklaf selama 15 menit dengan temperatur 121ºC. 3.6.2 Persiapan Simplisia 3.6.2.1 Persiapan simplisia untuk determinasi Simplisia yang diperoleh dari desa Wringin Anom kecamatan Tongas kabupaten Probolinggo dideterminasi di UPT BALAI MATERIA MEDICA BATU. 3.6.2.2 Pembuatan simplisia 1. Pengumpulan daun mimba Daun mimba dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Daun segar b. Tidak memilih daun yang telah berubah warna ( sebelum diolah ). c. Daun utuh, tidak rusak oleh bakteri, jamur , hama, bersih dari lumut, dan juga bebas dari tanah, pasir maupun kotoran lain. 2. Sortasi basah Penyortiran pada daun mimba yang sudah dikumpulkan bertujuan untuk memisahkan simplisia daun mimba dari kotoran dan benda-benda asing. 3. Pencucian Daun mimba yang sudah ditimbang dicuci dengan air mengalir. Setelah itu ditiriskan. Penirisan dilakukan segera setelah pencucian dengan cara menghamparkan simplisia di atas para – para berlapis kasa atau tikar agar air dapat menetes. 4. Perajangan Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. 5. Pengeringan Pengeringan dilakukan dengan hati-hati, setelah daun mimba dipisahkan dari batang dan tangkainya, dicuci dan dirajang kemudian dikeringkan tanpa terkena sinar matahari secara langsung. Pengeringan daun mimba dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara dijemur dibawah terik matahari tetapi ditutup dengan kain hitam tujuannya agar simplisia tidak terkena sinar matahari secara langsung. Digunakan kain hitam karena mudah menyerap cahaya matahari yang kemudian diubah menjadi kalor. Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 4-8 hari sampai daun menjadi kering dan mudah hancur bila diremas. Pengeringan menggunakan alas dari anyaman bambu. Alas anyaman bambu mendukung agar proses pengeringan daun lebih berkualitas. Karena wadah ini tidak merusak unsur-unsur kandungan, aroma dan warna daun. 6. Sortasi kering Daun mimba yang sudah benar – benar kering harus disortasi ulang agar daun mimba yang busuk dan berjamur tidak mengontaminasi daun mimba yang sehat, selain itu juga untuk memisahkan simplisia daun mimba dari kotoran dan benda-benda asing. 7. Penggilingan Daun mimba yang sudah disortasi ulang kemudian digiling sampai membentuk serbuk daun mimba. (Depkes, 1985:4) 3.6.2 Persiapan Bakteri Uji Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shigella dysentriae yang diperoleh dari biakan murni di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Tahap pelaksanaan: 3.6.3 Perhitungan Kebutuhan Simplisia Daun Mimba Perhitungan ini dilakukan pada dosis 30 g (dosis 1), 35 g (dosis 2), 40 g (dosis 3), 45 g (dosis 4), dan 50 g (dosis 5) masing-masing dosis dilakukan pengulangan 3 kali. Misalnya : Dosis 30 g x 3 = 90 g Dosis 35 g x 3 = 105 g Dosis 40 g x 3 = 120 g Dosis 45 g x 3 = 135 g Dosis 50 g x 3 = 150 g Jadi total serbuk simplisia 600 gram 3.6.4 Pembuatan Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Pembuatan ekstrak daun mimba dilakukan dengan cara perkolasi yaitu sebagai berikut : a. Menimbang serbuk simplisia daun mimba sebanyak 300 gram. b. Memasukkan kedalam beaker glass dan membasahi dengan etanol 70% secukupnya. c. Merendam simplisia dengan cairan penyari (etanol 70 %) selama 24 jam dalam wadah tertutup rapat. d. Setelah 24 jam memindahkan simplisia yang direndam dengan penyari kedalam percolator. e. Memasang botol cairan penyari untuk memudahkan penambahan cairan penyari diatas perkolator. f. Membuka kran dan atur kecepatan penetesan cairan penyari. g. Perkolat yang diperoleh dari proses diatas diuapkan dengan menggunakan evaporator. h. Setelah hasil perkolat dievaporasi, dilakukan pemanasan diatas waterbath. i. Ekstrak dapat digunakan sebagai sampel penelitian. 3.6.5 Pembuatan Media Cair Nutrien Broth Cara pembuatan: a. Menyiapkan bahan diatas ( bahan instan ). b. Memasukkan semua bahan dalam beaker glass, kemudian dipanaskan diatas bunsen dengan diaduk-aduk sampai larut homogen. Ukur pH diusahakan pH netral. c. Selanjutnya memasukan kedalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, tutup dengan kapas kemudian sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. 3.6.6 Pembuatan Media Eoshin Metilen Blue Agar Cara pembuatan: a. Menyiapkan bahan instan seperti pada tabel (tabel terlampir). b. Memasukan semua bahan dalam beaker glass, kemudian dipanaskan diatas bunsen dengan diaduk-aduk sampai larut homogen. c. Selanjutnya memasukan kedalam tabung reaksi sebanyak 15 ml, tutup dengan kapas kemudian sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. d. Pindahkan ke dalam cawan petri secara aseptis. e. Media di biarkan menjadi padat. 3.6.7 Pembuatan Biakan Murni Shigella dysentriae Pembuatan biakan bakteri melalui tahap-tahap berikut ini: a. Mencairkan media Eoshin Metilen Blue Agar steril melalui pemanasan diatas Bunsen. b. Memasukan media yang telah cair kedalam cawan petri sebanyak 15 ml secara aseptis dan biarkan sampai padat. c. Menginokulasi biakan murni Shigella dysentriae pada media padat secara aseptis. d. Hasil inokulasi diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 1 x 24 jam. e. Menyiapkan larutan NaCl 0,9% sebanyak 25 ml pada labu ukur untuk mensuspensikan Shigella dysentriae. f. Biakan Shigella dysentriae, kemudian disuspensikan secara aseptis pada larutan NaCl 0,9%. g. Serapan suspensi Shigella dysentriae diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 580 nm sedemikian rupa sehingga pengenceran tertentu diperoleh % transmitter 25. 3.6.8 Pembuatan Kontrol 1. Kontrol pertumbuhan bakteri : media Nutrien Broth sebanyak 9 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan biakan Shigella dysentriae dengan cara dipipet 1 ml suspensi bakteri, lalu diinkubasi 1 x24 jam pada suhu 370 C. 2. Kontrol ekstrak : media Nutrien Broth sebanyak 7 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan ekstrak daun mimba, lalu diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 370 C. 3. Kontrol negatif : media Nutrien Broth sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 370C. 3.6.9 Uji Konsentrasi Hambatan Minimum Ekstrak Daun Mimba Pada Bakteri Shigella dysentriae a. Menyiapkan biakan Shigella dysentriae. b. Menyiapkan media cair Nutrien Broth pada tabung masing-masing 9 ml. c. Mempipet 1 ml suspensi bakteri kedalam masing-masing tabung dan biarkan kurang lebih 1 jam dalam inkubator dengan suhu 37ºC. d. Memasukkan masing-masing dosis ekstrak daun mimba yang sudah ditimbang kedalam masing-masing tabung dan diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 1 x 24 jam. e. Setelah 1 x 24 jam mengamati perbedaan kekeruhan pada masing-masing tabung dan bandingkan dengan kontrol positif dan negatif. f. Lakukan pengulangan pengujian sebanyak 3 kali. g. Mencatat data hasil pengujian. 3.6.10 Uji konsentrasi Bunuh Maksimal Ekstrak Daun Mimba Pada Bakteri Shigella dysentriae a. Menyiapkan media padat selektif Eoshin Metilen Blue Agar. b. Mempipet 1 ml suspensi media cair hasil dilusi tabung yang telah diinkubasikan dan menuang kedalam cawan petri yang berisi media selektif dengan pipet volume/blue tip dalam laminar air flow dan kemudian inkubasikan pada suhu 37ºC selama 1 x 24 jam. c. Melakukan pengulangan sebanyak 3 kali. d. Setelah diinkubasikan selama 1 hari mengamati tidak adanya pertumbuhan koloni pada media selektif, jika terdapat pertumbuhan bakteri menghitung jumlah bakteri yang tumbuh dalam media selektif tersebut. Tumbuhnya bakteri Shigella dysentriae ditandai dengan koloni berwarna ungu pada permukaan media selektif. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Colony Counter. f. Mencatat data hasil pengujian. 3.7 Analisa Data Dalam penelitian ini Analisa Data dilakukan dengan membandingkan media cair yang keruh pada masing-masing tabung dengan kontrol yang kemudian dilanjutkan dengan penghitungan jumlah bakteri Shigella dysentriae yang tumbuh pada masing-masing tabung dengan cara dibiakan kembali pada media selektif dan diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 1 x 24 jam. Daya hambat minimal ekstrak daun mimba terhadap bakteri Shigella dysentriae ditandai dengan adanya penurunan kekeruhan yang mulai tampak jernih pada masing-masing media cair dalam masing-masing tabung. Daya bunuh minimal ekstrak daun mimba terhadap bakteri Shigella dysentriae ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni. Dengan mengetahui tidak adanya pertumbuhan koloni sama sekali menandakan bahwa dosis tersebut yang mampu membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Determinasi Tanaman Mimba Determinasi tanaman mimba dilakukan untuk meyakinkan bahwa sampel tanaman mimba yang digunakan adalah Azadirachta indica A. Juss. Determinasi dilakukan di Balai Materia Medika Batu, data terlampir. 4.1.2 Perhitungan Kebutuhan Simplisia Daun Mimba Perhitungan ini dilakukan pada dosis 30 g (dosis 1), 35 g (dosis 2), 40 g (dosis 3), 45 g (dosis 4), dan 50 g (dosis 5) masing-masing dosis dilakukan pengulangan 3 kali. Jadi total penimbangan serbuk simplisia 600 gram X Hasil Ekstrak serbuk simplisia misal = 67,135 gram Y Dimana : Y gram ~ X gram DOSIS DAUN MIMBA 30 g 35 g 40 g 45 g 50 g DOSIS EKSTRAK DAUN MIMBA 3,357 g 3,916 g 4,476 g 5,035 g 5,595 g 4.1.3 Hasil Penelitian Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Terhadap Bakteri Shigella dysentriae. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Shigella dysentriae peneliti menggunakan dosis 10 g, 15 g, 20 g, 25 g dan 30 g. Peneliti melakukan orientasi terlebih dahulu untuk mencari kadar bunuh minimal (KBM) menggunakan dosis tertinggi yaitu 30 g daun mimba. Dari hasil orientasi ternyata pada dosis 30 g masih terdapat pertumbuhan koloni bakteri, sehingga peneliti menaikkan dosis pengujian sampai dengan 50 g. Jadi dosis 30 g daun mimba yang semula oleh peneliti digunakan sebagai dosis tertinggi, setelah dilakukan orientasi pengujian dosis 30 g tersebut digunakan sebagai dosis terendah dan dosis 50 g digunakan sebagai dosis tertinggi. Hasil penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba terhadap bakteri Shigella dysentriae dengan dosis yang berbeda ditandai dengan tingkat kekeruhan atau kejernihan pada masing-masing tabung dan kontrol digunakan sebagai pembanding dan hasil dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Hasil Pengamatan uji KHM Ekstrak Daun Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Terhadap Bakteri Shigella dysentriae. Replikasi No Dosis I II III 1 30 g daun mimba Keruh Keruh Keruh 2 35 g daun mimba Keruh Keruh Agak 3 40 g daun mimba Jernih Keruh Keruh Jernih 4 45 g daun mimba Jernih Jernih Jernih 5 50 g daun mimba Jernih Jernih Jernih 6 Kontrol pertumbuhan bakteri Keruh 7 8 Kontrol ekstrak Kontrol negatif Jernih Jernih Kemudian penelitian dilanjutkan dengan uji KBM dan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.2 Hasil Pengamatan uji KBM Ekstrak Daun Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Terhadap Bakteri Shigella dysentriae. Replikasi No Dosis 1 30 g daun mimba 2 35 g daun mimba 3 40 g daun mimba 4 45 g daun mimba 5 50 g daun mimba 6 Kontrol pertumbuhan bakteri 7 Kontrol ekstrak 8 Kontrol negatif I II III 54 TBUD TBUD 39 TBUD 33 22 TBUD 17 9 0 0 0 0 0 TBUD 0 0 Catatan : Kontrol pertumbuhan bakteri : Perlakuan kontrol pertumbuhan bakteri (media dan bakteri) Kontrol ekstrak : Perlakuan kontrol ekstrak (media dan ekstrak) Kontrol negatif : Perlakuan kontrol negatif ( media ) 0 (nol) : Tidak terdapat bakteri sama sekali TBUD : Jumlah bakteri tidak bisa untuk dihitung 4.2 Analisa Data Pada tabel 4.1 dapat dilihat hasil dari uji KHM ekstrak daun mimba, dimana mulai terdapat tabung jernih pada dosis 40 g. Jadi dosis yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae adalah pada dosis 40 g daun mimba. Kemudian dilanjutkan pada uji KBM dan dapat dilihat hasilnya pada tabel 4.2 dengan diketahui bahwa mulai tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada dosis 45 g. Ini berarti bahwa penggunaan daun mimba pada dosis 45 g telah efektif membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae. BAB V PEMBAHASAN Pada proses awal penelitian ini dilakukan terlebih dahulu determinasi tanaman mimba, determinasi dilakukan untuk meyakinkan bahwa tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang digunakan dalam penelitian ini. adalah tanaman mimba. Ekstrak daun mimba diperoleh dengan cara perkolasi menggunakan etanol 70 % sebagai pelarut karena diharapkan beberapa zat aktif yang terkandung dalam ekstrak dapat larut dalam etanol dan sebagian lagi larut dalam air. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Shigella dysentriae peneliti menggunakan dosis 10 g, 15 g, 20 g, 25 g dan 30 g. Peneliti melakukan orientasi terlebih dahulu untuk mencari kadar bunuh minimal (KBM) menggunakan dosis tertinggi yaitu 30 g daun mimba. Dari hasil orientasi ternyata pada dosis 30 g masih terdapat pertumbuhan koloni bakteri, sehingga peneliti menaikkan dosis pengujian sampai dengan 50 g. Jadi dosis 30 g daun mimba yang semula oleh peneliti digunakan sebagai dosis tertinggi, setelah dilakukan orientasi pengujian dosis 30 g tersebut digunakan sebagai dosis terendah dan dosis 50 g digunakan sebagai dosis tertinggi. Jadi dalam penelitian ini dosis yang digunakan yaitu 30 g, 35 g, 40 g, 45 g dan 50 g. Pada uji KHM ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terlihat hasil yang bervariasi yaitu dari dosis ekstrak daun mimba yang terendah sampai dengan dosis yang tertinggi daya hambatnya dapat dilihat dari kekeruhan masingmasing tabung, dimana pada tabung dosis ekstrak terendah sampai dosis yang tertinggi didapat hasil pengamatan tabung keruh, agak keruh sampai jernih, kemudian dilanjutkan uji KBM. Konsentrasi bunuh minimal dapat ditentukan apabila dalam media padat selektif tidak terdapat koloni bakteri sama sekali. Hasil inkubasi dari uji KBM menunjukkan jumlah koloni terbesar dari dosis 30 g sampai dengan 40 g daun mimba dan menunjukan jumlah koloni terkecil pada dosis 45 g daun mimba yaitu 9 koloni bakteri untuk replikasi I dan 0 bakteri untuk replikasi II,III, jadi pada replikasi II dan III tersebut tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri dan pada dosis 50 g daun mimba yaitu 0 koloni bakteri untuk semua replikasi dan data yang diperoleh tersebut jelas telah terdapat dosis yang efektif untuk menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae. Uji KBM pada dosis 45 g dimungkinkan adanya kontaminasi, pada cawan petri replikasi I , maka data diambil 2 data saja dari 3 replikasi. Terdapat keragaman pada hasil pengamatan jumlah koloni bakteri pada uji KBM, adanya keragaman disini dimungkinkan karena beberapa hal antara lain adalah sulitnya mengontrol perkembangan mikroba yang tidak lain adalah makhluk hidup yang pada saat pertumbuhannya mengalami pembelahan yang berbeda-beda terutama pada masa inkubasi dan kurang homogennya pada proses pengocokan sampel. Pada penelitian ini digunakan kontrol pertumbuhan bakteri, kontrol ekstrak dan kontrol negatif. Kontrol pertumbuhan bakteri berisi media dan suspensi bakteri yang digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan bakteri, kontrol ekstrak berisi media dan ekstrak yang digunakan sebagai pembanding apakah kekeruhan yang ditimbulkan adalah dari ekstrak tersebut. Sedangkan kontrol negatif berisi media yang sudah disterilkan, hal ini dilakukan untuk melihat kesterilan media apakah ada kontaminan oleh mikroba lain terutama pada masa inkubasi. Adapun hasil kontrol menunjukan masih adanya koloni bakteri yang tumbuh dan ditandai dengan keadaan sangat keruh pada kontrol pertumbuhan bakteri dan hasil dari kontrol ekstrak dan kontrol negatif menunjukan tidak terdapat koloni bakteri yang tumbuh dan menandakan bahwa ekstrak dan media tidak terkontaminasi. Dikatakan menghambat apabila konsentrasi terendah ekstrak daun mimba dalam tabung percobaan menunjukkan hasil biakan yang mulai tampak jernih atau berupa daerah yang pertama kali mengalami penurunan intensitas kekeruhan. Jadi Kadar hambat Minimumnya (KHM) adalah pada dosis 40 g daun mimba. Dikatakan membunuh apabila konsentrasi terendah ekstrak daun mimba pada biakan media selektif menunjukkan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri. Jadi Kadar Bunuh Minimumnya (KBM) adalah pada dosis 45 g daun mimba. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki kemampuan manghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae yaitu pada dosis 40 g daun mimba dan membunuh bakteri tersebut pada dosis 45 g daun mimba. 6.2 Saran 6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efektifitas ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) pada bakteri patogen lainnya. 6.2.2 Perlu kiranya dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) pada hewan coba untuk pengobatan penyakit disentri. 6.2.3 Perlu dilakukan penelitian untuk menemukan zat aktif yang berperan sebagai antibakteri pada daun mimba. DAFTAR RUJUKAN Aradilla, Ashry Sikka. 2009. UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK ETHANOL DAUN MIMBA (Azadirachta indica) TEHADAP LARVA Aedes aegypti. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. (diakses pada tanggal 16 september 2010) Andarini , Dewi an dkk. 2009. ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ALKALOID TOTAL DARI DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia Linn). In: Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Kimia FMIPA UNDIP , Jurusan Kimia UNDIP. (diakses pada tanggal 20 juli 2011) Agromedia, Redaksi. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Anonym. 2010. Senyawa Alkaloid. http://www.membuatblog.web.id/2010/03/senyawa-alkaloid.html (diakses tanggal 24 November 2010) Anonim. 2009. EKSTRAK JAHE. http://rimberobi.multiply.com/journal/item/12(diakses tanggal 24 November 2010) Cappuccino, James G and Natalie Sherman. 2005. International Edition Microbiology a Laboratory Manual Seven Edition. USA. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor : PT RajaGrafindo Persada. Holt, John G dkk. 1994. Bargey’s Manual Of Determinative Bacteriology Ninth Edition. Baltimore, Maryland: USA. Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi ”Menguak Dunia Mikroorganisme”. Bandung: CV Yrama Widya. Jawetz, Melnick, et’al. 1982. Mikrobiologi untuk Profesi Kedokteran . Jakarta: ECG. Jawetz, Melnick dan Adel Berg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : ECG Pratiwi, sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: erlangga. Nurusyifah. 2009. TUGAS PARASITOLOGI MAKALAH “HELMINTOLOGI”. http://ifandra.blogspot.com/ (diakses tanggal 24 November 2010) Setiawan, dr. dalimartha. 2006. ATLAS TUMBUHAN INDONESIA JILID 4. Jakarta : Puspa Swara. Sukadana, I M. 2009. SENYAWA ANTIBAKTERI GOLONGAN FLAVONOID DARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola Linn.L). Bukit Jimbaran: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana. (diakses pada tanggal 20 juli 2011) Sukadana, I M. 2010. AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA FLAVONOID DARI KULIT AKAR AWAR-AWAR (Ficus septica Burm F). Bukit Jimbaran: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana. (diakses pada tanggal 20 juli 2011) Stewart, F.S and T.S.L Beswick. 1997. Bacteriology, Virology and Immunity For Student Of Medicine. The whitefriars Press Ltd London and Tonbridge : Great Gritain. Supardi, Imam. And Sukamto. 1999. MIKROBIOLOGI DALAM PENGOLAHAN DAN KEAMANAN PANGAN. Bandung: Penerbit Alumni Syamsuhidayat, Sri Sugati, et’al. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia 1. Jakarta: Bakti Husada Sudjana. 1989. Metoda Statistika Edisi ke 5. Bandung : Tarsito Wikipedia. 2011. Flavonoid. http://id.wikipedia.org/wiki/Flavonoid (diakses tanggal 24 November 2010) Wikipedia. 2011. Alkaloid. http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid (diakses tanggal 24 November 2010) Yuniarti, Titin. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: PT Buku Kita. http://www.iptek.net.idindpd_tanobatview.phpmnu=2&id=.html (diakses tanggal 15 Oktober 2010) http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia-tanaman antikanker/d/daun- mimba/ (diakses tanggal 16 september 2010) www.ccrcfarmasiugm.wordpress.com (diakses pada tanggal 16 september 2010) http://www.britannica.com/EBchecked/topic/15672/alkaloid (diakses tanggal 24 November 2010) http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/alkaloid_ senyawa_organik_terbanyak_di_alam/(diakses tanggal 24 November 2010) http://kesehatanikan.blogspot.com/2007/07/sensitivity-of-aeromonas-hydrophila.html (diakses tanggal 24 November 2010) http://wikipedia.org/wiki/alkaloid/ (diakses tanggal 11 Nopember 2010) Lampiran 1. Determinasi Tanaman Mimba Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Simplisia Daun Mimba Perhitungan ini dilakukan pada dosis 30 g (dosis 1), 35 g (dosis 2), 40 g (dosis 3), 45 g (dosis 4), dan 50 g (dosis 5) masing-masing dosis dilakukan pengulangan 3 kali. Misalnya : Dosis 30 g x 3 = 90 g Dosis 35 g x 3 = 105 g Dosis 40 g x 3 = 120 g Dosis 45 g x 3 = 135 g Dosis 50 g x 3 = 150 g Jadi total serbuk simplisia 600 gram Penimbangan serbuk simplisia = 600 gram Hasil Ekstrak serbuk simplisia misal = Y gram Dimana : Y gram ~ X gram Maka Perhitungan Dosis Ekstrak Daun mimba adalah sebagai berikut : 1. Dosis 30 g penimbangan dosis 30 g adalah a gram : Y gram ekstrak ~ 600 gram simplisia a gram ekstrak ~ 30 gram simplisia maka: a gram = 30 gram x Y gram 600 gram 2. Dosis 35 g penimbangan dosis 35 g adalah b gram : Y gram ekstrak ~ 600 gram simplisia b gram ekstrak ~ 35 gram simplisia maka: b gram = 35 gram x Y gram 600 gram 3. Dosis 40 g penimbangan dosis 40 g adalah c gram : Y gram ekstrak ~ 600 gram simplisia c gram ekstrak ~ 40 gram simplisia maka : c gram = 40 gram x Y gram 600 gram 4. Dosis 45 g penimbangan dosis 45 g adalah d gram : Y gram ekstrak ~ 600 gram simplisia d gram ekstrak ~ 45 gram simplisia 5. Dosis 50 g maka : d gram = 45 gram x Y gram 600 gram penimbangan dosis 50 g adalah e gram : Y gram ekstrak ~ 600 gram simplisia maka : e gram = 50 gram x Y gram e gram ekstrak ~ 50 gram simplisia 600 gram Lampiran 3. Tabel Komposisi Media - Media Eoshin Metilen Blue Agar Bahan Agar Jumlah 13,5 g Pepton 10 g Laktose 5g Sukrose 5g K2HPO4 2g Eoshin Yellow 0,4 g Methylen Blue 10,065 g Aquadest 1000 ml pH: 7,0 (handbook microbiological Media.1995:629) - Media Nutrien Broth Bahan Ekstrak daging sapi Jumlah 3 gram Peptone 5 gr Aquadest 1000 ml pH: ± 6,9 – 0,2 ( Hanbook of media for environmental microbiology.1995:439) Lampiran 4. EKSTRAK DAUN MIMBA STERILISASI ALAT DAN BAHAN BIAKAN MURNI BAKTERI SHIGELLA DYSENTRIAE Lampiran 5. Uji KHM ( Kadar Hambat Minimal ) KONTROL NEGATIF KONTROL POSITIF KONTROL EKSTRAK HASIL DILUSI TABUNG Lampiran 6. Uji KBM ( Kadar Bunuh Minimal ) KONTROL NEGATIF KONTROL EKSTRAK KONTROL POSITIF DOSIS 30 g REPLIKASI I DOSIS 30 g REPLIKASI II DOSIS 35 35 gg REPLIKASI REPLIKASI III I DOSIS DOSIS 30 g REPLIKASI III DOSIS 3540 g REPLIKASI II I DOSIS g REPLIKASI DOSIS 40 g REPLIKASI II DOSIS 40 g REPLIKASI III DOSIS III 45 g REPLIKASI II DOSIS 45 g REPLIKASI I 45 g REPLIKASIDOSIS DOSIS 50 g REPLIKASI 1 DOSIS 50 g REPLIKASI II DOSIS 50 g REPLIKASI III