KEARIFAN LOKAL RUMAH VERNAKULAR DI JAWA BARAT BAGIAN SELATAN DALAM MERESPON GEMPA Sugeng Triyadi 1 dan Andi Harapan 2 ABSTRACT Indigeneous knowledge is a knowledge in comunities which has been developed by trial & error to cope with natural events and changes, such as earthquake, flood, etc. Indigenous knowledge is very much linked to life-style and livelihood of people, especially in the rural areas, such as their housing. This paper will discuss indigenous knowledge of vernacular housing in Southern West Java. The purpose is to explore indigenous knowledge of vernacular housing in Southern West Java which cope earthquake disaster. For this purpose, we have conducted field observation and interview with local-society in Southern West Java. Keywords: local indigenous, vernacular housing, earthquake ABSTRAK Kearifan lokal atau indigenous knowledge merupakan pengetahuan yang dikembangkan didalam suatu masyarakat, yang didapatkan melalui proses trial & error terhadap lingkungan fisiknya, seperti terhadap gempa, banjir, dan lain-lain. Pengetahuan tersebut banyak tersimpan didalam suatu masyarakat lokal yang diterapkan terhadap lingkungan binaannya, seperti bangunan (rumah tinggal). Makalah ini akan membahas kearifan lokal rumah vernakular di Jawa Barat bagian Selatan didalam merespon gempa. Tujuannya adalah untuk mengetahui berbagai pengetahuan lokal di Jawa Barat Bagian Selatan yang terapkan terhadap bangunannya, sehingga bangunan tersebut mampu bertahan terhadap gempa yang pernah terjadi di Jawa Barat Bagian Selatan. Metode yang digunakan adalah observasi lapangan dan wawancara dengan masyarakat di wilayah tersebut. Kata kunci:kearifan lokal, rumah vernakular, gempa 1 KK-Teknologi Bangunan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Intitut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung (email: [email protected]) 2 KK-Teknologi Bangunan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Intitut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung (email: [email protected]) Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008 123 1. PENDAHULUAN Bangunan vernakular merupakan bangunan yang unik yang berbeda dengan bangunan lainnya. Keunikan ini menurut Guiterrez (2004) disebabkan karena vernacular housings are nonengineered construction dan diturunkan dari ancient tradition sehingga mampu bertahan terhadap lingkungan fisiknya serta diterima oleh masyarakatnya. Tahan terhadap lingkungan fisik, seperti tahan terhadap gempa, menyesuaikan dengan iklim, dan lain-lain membuat bangunan vernakular eksis sampai sekarang. Menurut Rapoport (1969), bangunan vernakular mempunyai karakteristik: 1) tidak didukung oleh teori atau prinsip bangunan, 2) menyesuaikan dengan iklim dan lingkungannya, 3) peduli dengan masyarakatnya (dibangun secara bersama-sama) dan menyesuaikan dengan kemampuan masyarakatnya (ekonomi dan teknologi), 4) mempunyai ornamen-ornamen tertentu yang menggambarkan tradisi atau simbol penanda dari masyarakatnya, 5) terbuka terhadap alam (material didapatkan dari alam) dan menerima perubahan (trial & error). Bangunan vernakular merupakan bangunan yang teruji dari waktu ke waktu, merupakan turunan dari nenek moyang, yang sudah disesuaikan dengan berbagai kejadian alam sehingga bangunan tersebut mampu bertahan (Rapoport, 1989; Oliver, 1997). Untuk daerah gempa, bangunan vernakular juga telah melakukan penyesuaian atau respon terhadap bahaya tersebut. Hal ini dibuktikan dengan masih berdirinya bangunanbangunan tersebut walaupun gempa sering terjadi (dengan berbagai variasi 124 besaran magnitudnya). Di daerah Jawa Barat bagian Selatan yang termasuk daerah rawan gempa, mempunyai bangunan vernakuler yang telah merespon resiko terhadap bencana gempa. Hal ini terbukti ketika terjadi beberapa gempa di wilayah tersebut, bangunan tersebut mampu bertahan sedangkan bangunan modern (nonvernacular) banyak yang rusak dan runtuh. 2. SEKILAS TENTANG GEMPA DI JAWA BARAT Indonesia termasuk di dalam negara yang rawan terhadap gempa disebabkan oleh posisinya yang merupakan tempat bertemunya tiga lempengan bumi, yaitu Lempengan Indonesia-Australia, Lempengan Eurasia dan Lempengan Pasifik (Surahman, 2002). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berada didalam zona rawan gempa, karena posisinya yang berdekatan dengan lempeng Australia (gambar 1) dan mempunyai tingkat populasi yang tinggi (memberikan beban terhadap tanah) khususnya untuk Jawa Barat bagian Selatan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan Jawa Barat sering mengalami beberapa kejadian gempa, yang berdampak terhadap keselamatan masyarakatnya, sehingga hal ini mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat tersebut. Pola pikir dan perilaku tersebut memunculkan kearifan lokal (indigeneous knowledge) terhadap sistem keselamatan yang diciptakan terhadap bentuk dan teknologi membangun rumah, yang dilakukan secara trial & error sehingga terbentuk rumah vernakular yang sekarang banyak digunakan di Jawa Barat. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008 Gambar 1. Jawa Barat berdekatan dengan lempeng Australia 3. BANGUNAN VERNAKULAR DI JAWA BARAT BAGIAN SELATAN Bangunan vernakular merupakan bangunan nonengineered tetapi dibangun melalui suatu tradisi yang turun temurun dan sudah mengalami berbagai perubahan (trial & error) baik bentuk maupun konstruksi bangunan, sehingga membuat bangunan tersebut bertahan terhadap lingkungan fisiknya dan dapat diterima oleh masyarakatnya (Gutierrez , 2004; Oliver, 1997; Rapoport, 1969). Bangunan vernakular di Jawa Barat bagian Selatan (gambar 2), merupakan salah satu contoh yang sudah teruji dari gempa yang melanda daerah tersebut. Bangunan tersebut mampu bertahan, sedangkan bangunan lainnya (non vernakular) banyak yang roboh. Hal ini merupakan bukti bahwa adanya suatu sistem indigenous knowledge masyarakat Jawa Barat yang diterapkan terhadap bangunan tersebut. Indigenous knowledge seperti ini merupakan kekayaan pengetahuan bangsa Indonesia yang perlu diketahui dan dicari melalui kajian lapangan serta wawancara dengan masyarakat, sehingga terkumpul datadata indigenous knowledge yang dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum, khususnya untuk masyakat di daerah tersebut. Secara garis besar rumah vernakular di Jawa Barat bagian Selatan mempunyai ciri-ciri, yaitu: Bangunan Panggung Rumah vernakular di Jawa Barat adalah bangunan panggung, yang lantainya diangkat dari muka tanah setinggi ± 60 cm. Struktur utama bangunan memakai kayu, dinding dari anyaman bambu dan atap memakai penutup ijuk dan rumbia (imperata cylindrica), serta ada sebagian dari bambu (Kampung Pulo dan Kampung Cikondang). Bangunan-bangunan tersebut menggunakan pondasi dari batu dimana tiang diletakkan diatasnya (gambar 3). Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008 125 Rumah vernakular di Kampung Naga Kabupaten Tasik Malaya Rumah vernakular di Kampung Dukuh Kabupaten Garut Rumah vernakular di Kampung Pulo Kabupaten Garut Rumah vernakular di Kampung Dukuh Kabupaten Garut Gambar 2. Berbagai tipologi rumah vernakular di Jawa Barat bagian Selatan Sistem panggung pada bangunan vernakular di Kampung Pulo Sistem panggung pada bangunan vernakular di Kampung Naga Sistem panggung pada bangunan vernakular di Kampung Dukuh Gambar 3. Sistem panggung pada bangunan vernakular Jawa Barat 126 Struktur ringan, elastis, dan daktil Struktur yang digunakan ringan, elastis, dan daktil yang ditunjukkan dengan penggunaan material dari kayu dan bambu. Serta material untuk penutup atap dari ijuk, rumbia, dan bambu. Kayu digunakan untuk tiang, kuda-kuda atap, rangka dinding, dan balok lantai. Bambu digunakan untuk reng, kaso-kaso pada atap, rangka langit-langit, dinding (dalam bentuk anyaman bambu), balok anak pada rangka lantai, penutup atap, serta anyaman bambu pada lantai dan langit-langit (gambar 4). Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008 Gambar 4. Bambu dan kayu sebagai material bangunan Box Frame Bentuk rangka bangunan adalah box, yang saling terkait antara satu bagian dengan bagian lainnya (saling mendukung). Hal ini merupakan suatu indigenous knowledge yang khas pada bangunan vernakular ini. Bentuk ini membuat bangunan tersebut kaku karena sistem rangka yang menyeluruh. Kekakuan bentuk frame tidak hanya ditentukan oleh kolom-kolom, balok ring dan balok lantai, tetapi juga oleh rangka dinding dan rangka langit-langit yang menjadi satu bagian dengan box frame. Antar kolom selain diikat oleh balok ring dan balok lantai juga diikat oleh balok rangka dinding serta rangka langit-langit (gambar 5 dan gambar 6). 4. lingkungan sekitarnya. Selain itu ada juga bangunan yang menggunakan atap sebagian dari bambu (bambu belah) dan ijuk (Kampung Pulo). Sistem Sambungan Konstruksi Bangunan Sistem sambungan yang digunakan adalah sistem pasak (paseuk), pada beberapa sistem struktur atap digunakan sistem ikat dengan bambu atau dengan ijuk (gambar 7). SISTEM MEMBANGUN Bangunan vernakular di Jawa Barat bagian Selatan merupakan bangunan yang dibangun secara gotong-royong oleh masyarakatnya. Material yang digunakan adalah material yang didapatkan dari hutan yang berada disekitar kampung, misalnya bambu Bentuk Atap yang digunakan untuk reng, kaso, dan Bentuk atap pada bangunan ini bahkan beberapa gording. Dinding adalah atap pelana (suhunan bangunan juga menggunakan anyaman jolopong) dan julang ngapak, bambu yang dibuat sendiri oleh pemilik penutupnya adalah ijuk atau rumbia rumah dan dibantu oleh beberapa yang bisa didapatkan dari tetangganya. Bahan penutup atap Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008 127 Gambar 5: Sistem rangka dan detail Gambar 6. Sistem rangka dan detailnya Gambar 7. Bambu yang digunakan sebagai kaso, reng, dan penutup atap diikat dengan menggunakan bambu yang ditipiskan dan rotan 128 Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008 menggunakan ijuk, rumbia dan bambu yang didapatkan dari hutan yang juga dibuat oleh masyarakat tersebut. Sifat kekerabatan yang sangat baik dari masyarakat tersebut disebabkan karena masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang masih satu keturunan, yang mempunyai garis kekerabatan yang sangat kuat. Sedangkan pengetahuan untuk membangun didapatkan secara turun temurun dan bahkan masyarakat tersebut tidak mengerti maksud dari sistem sambungan dan manfaat dari material yang digunakan. Mereka melakukan hal tersebut dikarenakan sudah merupakan tradisi (melalui trial & error dan diturunkan secara turun temurun) dan dengan menggunakan material tersebut maka bangunan akan kuat. 5. KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA Pada saat kejadian gempa, beberapa bangunan vernakular mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut disebabkan karena adanya modifikasi terhadap bangunan vernakular, modifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Bahan penutup atap, yang seharusnya menggunakan ijuk, rumbia dan bambu diganti dengan menggunakan genteng, 2) pondasi, yang seharusnya menggunakan pondasi umpak dengan sistem panggung, tetapi banyak yang meratakan ke tanah dan bahkan mengunakan pondasi batu kali lajur yang tertanam di tanah, 3) sistem rangka bangunan, banyak yang tidak mengikuti sistem rangka yang khas dari bangunan vernakular yaitu sistem rangka yang kaku (box frame) yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian lainnya, 4) sambungan Gambar 8. pondasi yang bergeser konstruksi, seharusnya sambungan yang digunakan adalah sambungan pasak yang tidak menggunakan paku, tetapi kenyataannya bangunan-bangunan tersebut banyak yang dipaku akibatnya sambungan tidak fleksibel ketika terjadi gempa, 5) dinding, yang seharusnya menggunakan material anyaman bambu tetapi diganti dengan beton atau bata, sehingga ketika terjadi gempa, dinding banyak yang retak dan roboh. Beberapa kerusakan yang diamati adalah: Kerusakan pada pertemuan kolom dan pondasi Hal ini disebabkan karena goyangan yang disebabkan oleh gempa cukup kuat sehingga kolom dan pondasi bergeser (gambar 8). Kerusakan pada bagian penutup atap (runtuh) Beberapa bangunan vernakular yang tidak menggunakan bahan ijuk, tetapi menggunakan bahan penutup atap genteng banyak yang mengalami kerusakan (runtuh). Ikatan penutup bahan atap genteng ini yang menyebakan atap tersebut runtuh karena selain terlalu berat, juga tidak mempunyai sambungan atau ikatan yang kaku terhadap sistem struktur atap (gambar 9). Kerusakan pada bagian kolom (patah) Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008 129 Gambar 9: Bangunan yang tidak mengikuti kaidah vernakular Gambar 10: Kolom yang patah karena diikat (baja) dengan pondasi Beberapa bangunan vernakular yang kolomnya roboh disebabkan oleh karena tidak mengikuti sistem bangunan vernakular yang ada. Pada umumnya antara kolom dengan rangka dinding menyatu yang diikat oleh sistem sambungan yang menyebabkan solid. Tetapi pada bangunan yang tidak mengikuti kaidah ini maka kolomnya patah (gambar 10). Ikatan kolom dan pondasi dirubah dengan menggunakan pondasi batu kali dan hubungannya dibuat dengan menggunakan tulangan baja, akibatnya ketika terjadi gempa, struktur ini seharusnya fleksibel tetapi karena sambungan yang kaku maka kolom bergeser yang berakibat terhadap runtuhnya bangunan. Sedangkan pada bangunan vernakular, pada saat 130 terjadi gempa kolom hanya bergeser. Dinding Banyak bangunan-bangunan masyarakat yang merubah material dinding dengan tembok, yang seharusnya adalah anyaman bambu. Hal ini akan memberikan beban terhadap sistem struktur bangunan tersebut dan ikatan dengan kolom, balok, lantai tidak sesolid bila memakai bambu, akibatnya ketika terjadi gempa dinding retak dan roboh. 6. RESPON BANGUNAN TERHADAP GEMPA 6.1. Structural frame configuration (box frame) Bangunan vernakular di Jawa Barat bagian Selatan seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya adalah struktur Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008 ringan yang menggunakan kayu sebagai rangka struktur bangunan (kolom, balok, rangka kuda-kuda atap, dan lain-lain), demikian pula rangka dinding dan rangka langit-langitnya. Bentuk massa bangunan adalah empat persegi panjang, kolom ada di pojok-pojoknya dan di tengah bidang dinding yang memanjang (jarak antar kolom ± 2,50 m). Masing-masing kolom diikat oleh balok lantai, balok ring untuk menyatukannya. Adanya bracing beam atau skor untuk mengkakukan hubungan antara kolom dan balok atas. Antar kolom juga disatukan dengan rangka dinding (tempat menempel dinding papan atau anyaman bambu) dimana hal ini menambah kekakuan keseluruhan rangka bangunan. Dinding-dinding penyekat ruangan (partisi) bentuknya atau susunannya sangat teratur dan selalu dikaitkan dengan kolom. Jadi selain adanya ikatan antara balok dan kolom pada bidang dinding perimeter bangunan juga ada ikatan di dalam bangunan, yaitu balok bawah dan atas dinding partisi yang menghubungkan antar kolom. Gubahan struktur bangunan yang demikian sangat solid dan kaku, membentuk satu kesatuan yang utuh, yang dapat mengantisipasi beban gempa dan dapat pula disebut sebagai struktur box (box frame) (gambar 11). 6.2. Rangka atap (roof frame) Rangka atap bangunan yang berdiri di atas setiap kolom bangunan hubungannya adalah solid, saling di takik/ di coak, dipasak memakai pasak bambu. Hubungan seperti ini sangat kaku tetapi masih dapat bergerak, bila terjadi gempa (fleksibel). Hubungan antara rangka atap dengan kolom dan balok ring sangat kaku dan solid membentuk satu kesatuan (gambar 12). Dalam satu bangunan biasanya ada 4 rangka atap, 2 buah berada di kedua sisi luar dan 2 buah lagi berada di tengah bangunan. Keempat rangka atap ini disatukan satu sama lain dengan 2 batang bambu yang saling dikaitkan. Bambu ini secara tidak sengaja dapat berfungsi sebagai ikatan angin, yang dapat menyatukan keempat rangka atap menjadi satu kesatuan. Padahal fungsi sebenarnya dari kedua bambu itu untuk menggantung hasil panen (padi, jagung, singkong, dan lain-lain). Penghuni bangunan untuk dapat menyimpan hasil panen di atap tersebut harus menggunakan tangga naik ke langit-langit bangunan. Langit-langit bangunan yang terdiri dari rangka kayu, bambu dan anyaman bambu harus kuat menahan beban manusia dan benda hasil Gambar 11. Struktur box pada bangunan vernakular di Kampung Naga dan Kampung Dukuh Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008 131 Gambar 12: Sistem kuda-kuda dan detail sambungan Gambar 13: Jenis-jenis sistem bangunan panggung panen. Rangka langit-langit dibuat cukup kuat (dimensi kayunya sama dengan rangka atap). Pemasangan rangka langitlangit ini diikatkan pada batang horisontal rangka atap, hubungan antar baloknya adalah dengan pen dan dipasak (hubungan solid dan kaku). Dengan adanya rangka langit-langit ini antara rangka bangunan, langit-langit, dan rangka atap, semuanya terhubungkan menjadi satu kesatuan sistem struktur yang solid dan kaku, serta tahan terhadap gempa. elemen bangunan terutama yang mempunyai kontribusi terhadap kekakuan bangunan secara keseluruhan yang tahan terhadap gempa, adalah sesuatu yang penting pada kasus ini. Bangunan secara keseluruhan sudah cukup kaku dan tahan terhadap goncangan gempa, tetapi bagaimana dengan sistem pondasi?. Pondasi yang digunakan untuk bangunan-bangunan disini adalah pondasi umpak batu (gambar 13). Kolom bangunan diletakkan diatas batu yang permukaan atasnya relatif datar dan luas permukaan atasnya lebih besar dari penampang kolom (gambar 6.3. Joint and connection Sambungan antar komponen atau Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008 132 material ringan untuk struktur utama dan penutup atap, yaitu kayu, bambu, dan ijuk atau alang-alang. Material tersebut tidak memberikan beban terhadap sistem strukturnya, sehingga ketika terjadi gempa tidak runtuh (fleksibel), serta material tersebut umumnya elastis. Material tersebut berasal dari lingkungan sekitarnya, yang mudah didapatkan, dimana penggunaannya dilakukan melalui trial & error. 7. Gambar 14. Sistem rangka lantai dan detail sambungan 14). Pondasi seperti ini bila terjadi gempa, kolom akan bergerak bebas dan bergeser dari posisinya semula. Dengan bergeraknya seluruh kolom dari landasannya dan struktur bangunan yang solid, maka secara keseluruhan bangunan hanya berpindah posisi, tidak ada kerusakan pada bangunannya pada saat terjadi gempa. Pondasi umpak seperti ini sangat sesuai untuk bangunan di daerah gempa. Dinding bangunan yang berupa anyaman bambu atau papan ditempelkan pada rangka dinding (gambar 15). Rangka dinding selain digunakan sebagai tempat menempel dinding juga sebagai rangka pintu dan jendela sekaligus. Susunan dan dimensi rangka dinding secara tidak sengaja menjadi satu dengan rangka bangunan dan akan memperkuat rangka bangunan secara keseluruhan terutama terhadap goncangan gempa. Sambungan antara komponen menggunakan pen dan pasak. 6.4. Material Material yang digunakan adalah KESIMPULAN Bangunan vernakular selalu menyesuaikan dengan kondisi alam disekitarnya (pemakaian material bangunan), kemampuan masyarakatnya di dalam membangun (teknologi membangun yang dimiliki), serta tanggap terhadap lingkungan alamnya (gempa, banjir, dll). Dengan demikian bangunan vernacular tetap bertahan hingga sekarang. Bangunan vernakular di Jawa Barat bagian Selatan yang sering mengalami kejadian gempa mampu bertahan. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, dapat dinyatakan bahwa kearifan lokal Gambar 15. Sistem rangka dinding dan detail sambungan Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008 133 (indigenous knowledge) bangunan vernacular di Jawa Barat bagian Selatan dalam merespon gempa ditunjukan dengan: 1) struktur bangunan yang terdiri dari kolom, balok lantai, balok ring, dan lain-lain, tersusun menjadi konfigurasi struktur rangka utama, ditambah rangka untuk menempelkan dinding yang seklaigus menyatu dengan struktur utama, serta rangka langit-langit dan kuda-kuda atap yang turut menyumbangkan kekakuan secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan konfigurasi bangunan secara keseluruhan menjadi struktur box (box frame). Struktur box tersebut adalah salah satu struktur yang elastis, ductile terhadap gempa, 2) pondasi bangunan yang berupa umpak batu ternyata sangat sesuai untuk bangunan yang mempunyai rangka bangunan yang solid dan kaku, bila terjadi gempa bangunan tetap utuh hanya bergeser posisinya, 3) sambungansambungan antar komponen struktur bangunan menggunakan sistem pen dan pasak mempunyai keuntungan bila terjadi gempa masih tetap terikat antar komponenya walaupun terjadi goyangan akibat gempa, 4) seluruh material struktur utama adalah menggunakan kayu, termasuk dalam struktur bangunan ringan yang mempunyai sifat elastis dan liat. DAFTAR PUSTAKA Gutierrez, Jorge (2004), “Notes on the Seismic Adequacy of Vernacular Buildings”, 13th World Conference 134 on Earthquake Engineering. Vancouver. B.C. Canada August 1-6. 2004. Paper No. 5011 Oliver, P. (1997), The encyclopedia of vernacular architecture of the world. Cambridge: Cambridge University Press. Rapoport, A. (1969), House, Form and Culture, London: Prentice-Hall International, Inc. Schefold, R., Domenig, G. & Nas, P. (2004), Indonesian Houses (Volume 1): Tradition and Transformation in Vernacular Architecture, Singapore: Singapore University Press Surahman, Adang (2002), Evaluasi Kerentanan Kota Bandung Terhadap Gempa, Jurnal Teknik Sipil Untar, Nomor 3, Tahun ke-VIII, November, 2002 Triyadi, Sugeng & Harapan, Andi (2007), Kajian Pengetahuan LokalIndigeneous Struktur dan Konstruksi Tahan Gempa pada Rumah Vernakular Sunda di Pangandaran, Laporan Riset KK-Teknologi Bangunan, Institut Teknologi Bandung Triyadi, Sugeng & Harapan, Andi (2008), “Kajian Sistem Bangunan pada Bangunan Tradisional Sunda dari Aspek Pemakaian Energi”, Prosiding Seminar Nasional: Peran Arsitektur Perkotaan dalam Mewujudkan Kota Tropis, Universitas Diponegoro, Semarang, 6 Agustus 2008, Hal. 93-98, ISBN: 978.979.704.628.6 Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008