kearifan lokal rumah vernakular di jawa barat bagian selatan dalam

advertisement
KEARIFAN LOKAL RUMAH VERNAKULAR
DI JAWA BARAT BAGIAN SELATAN
DALAM MERESPON GEMPA
Sugeng Triyadi 1 dan Andi Harapan 2
ABSTRACT
Indigeneous knowledge is a knowledge in comunities which has been developed by trial & error to
cope with natural events and changes, such as earthquake, flood, etc. Indigenous knowledge is very
much linked to life-style and livelihood of people, especially in the rural areas, such as their housing.
This paper will discuss indigenous knowledge of vernacular housing in Southern West Java. The purpose
is to explore indigenous knowledge of vernacular housing in Southern West Java which cope earthquake
disaster. For this purpose, we have conducted field observation and interview with local-society in
Southern West Java.
Keywords: local indigenous, vernacular housing, earthquake
ABSTRAK
Kearifan lokal atau indigenous knowledge merupakan pengetahuan yang dikembangkan didalam
suatu masyarakat, yang didapatkan melalui proses trial & error terhadap lingkungan fisiknya, seperti
terhadap gempa, banjir, dan lain-lain. Pengetahuan tersebut banyak tersimpan didalam suatu
masyarakat lokal yang diterapkan terhadap lingkungan binaannya, seperti bangunan (rumah tinggal).
Makalah ini akan membahas kearifan lokal rumah vernakular di Jawa Barat bagian Selatan didalam
merespon gempa. Tujuannya adalah untuk mengetahui berbagai pengetahuan lokal di Jawa Barat
Bagian Selatan yang terapkan terhadap bangunannya, sehingga bangunan tersebut mampu bertahan
terhadap gempa yang pernah terjadi di Jawa Barat Bagian Selatan. Metode yang digunakan adalah
observasi lapangan dan wawancara dengan masyarakat di wilayah tersebut.
Kata kunci:kearifan lokal, rumah vernakular, gempa
1
KK-Teknologi Bangunan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Intitut
Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung (email: [email protected])
2
KK-Teknologi Bangunan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Intitut
Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung (email: [email protected])
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008
123
1.
PENDAHULUAN
Bangunan vernakular merupakan
bangunan yang unik yang berbeda
dengan bangunan lainnya. Keunikan ini
menurut Guiterrez (2004) disebabkan
karena
vernacular
housings
are
nonengineered
construction
dan
diturunkan dari ancient tradition
sehingga mampu bertahan terhadap
lingkungan fisiknya serta diterima oleh
masyarakatnya.
Tahan
terhadap
lingkungan fisik, seperti tahan terhadap
gempa, menyesuaikan dengan iklim, dan
lain-lain membuat bangunan vernakular
eksis sampai sekarang.
Menurut Rapoport (1969), bangunan
vernakular mempunyai karakteristik: 1)
tidak didukung oleh teori atau prinsip
bangunan, 2) menyesuaikan dengan
iklim dan lingkungannya, 3) peduli
dengan masyarakatnya (dibangun secara
bersama-sama)
dan
menyesuaikan
dengan kemampuan masyarakatnya
(ekonomi dan teknologi), 4) mempunyai
ornamen-ornamen
tertentu
yang
menggambarkan tradisi atau simbol
penanda dari masyarakatnya, 5) terbuka
terhadap alam (material didapatkan dari
alam) dan menerima perubahan (trial &
error).
Bangunan vernakular merupakan
bangunan yang teruji dari waktu ke
waktu, merupakan turunan dari nenek
moyang, yang sudah disesuaikan dengan
berbagai kejadian alam sehingga
bangunan tersebut mampu bertahan
(Rapoport, 1989; Oliver, 1997).
Untuk
daerah
gempa,
bangunan
vernakular juga telah melakukan
penyesuaian atau respon terhadap
bahaya tersebut. Hal ini dibuktikan
dengan masih berdirinya bangunanbangunan tersebut walaupun gempa
sering terjadi (dengan berbagai variasi
124
besaran magnitudnya). Di daerah Jawa
Barat bagian Selatan yang termasuk
daerah rawan gempa, mempunyai
bangunan
vernakuler
yang telah
merespon resiko terhadap bencana
gempa. Hal ini terbukti ketika terjadi
beberapa gempa di wilayah tersebut,
bangunan tersebut mampu bertahan
sedangkan bangunan modern (nonvernacular) banyak yang rusak dan
runtuh.
2.
SEKILAS TENTANG GEMPA
DI JAWA BARAT
Indonesia termasuk di dalam negara
yang rawan terhadap gempa disebabkan
oleh posisinya yang merupakan tempat
bertemunya tiga lempengan bumi, yaitu
Lempengan
Indonesia-Australia,
Lempengan Eurasia dan Lempengan
Pasifik (Surahman, 2002). Jawa Barat
merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang berada didalam zona
rawan gempa, karena posisinya yang
berdekatan dengan lempeng Australia
(gambar 1) dan mempunyai tingkat
populasi yang tinggi (memberikan beban
terhadap tanah) khususnya untuk Jawa
Barat bagian Selatan.
Kondisi-kondisi
tersebut
menyebabkan Jawa Barat sering
mengalami beberapa kejadian gempa,
yang berdampak terhadap keselamatan
masyarakatnya, sehingga hal ini
mempengaruhi pola pikir dan perilaku
masyarakat tersebut. Pola pikir dan
perilaku tersebut memunculkan kearifan
lokal (indigeneous knowledge) terhadap
sistem keselamatan yang diciptakan
terhadap
bentuk
dan
teknologi
membangun rumah, yang dilakukan
secara trial & error sehingga terbentuk
rumah vernakular yang sekarang banyak
digunakan di Jawa Barat.
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008
Gambar 1. Jawa Barat berdekatan dengan lempeng Australia
3.
BANGUNAN VERNAKULAR DI
JAWA
BARAT
BAGIAN
SELATAN
Bangunan vernakular merupakan
bangunan nonengineered tetapi dibangun
melalui suatu tradisi yang turun temurun
dan
sudah
mengalami
berbagai
perubahan (trial & error) baik bentuk
maupun konstruksi bangunan, sehingga
membuat bangunan tersebut bertahan
terhadap lingkungan fisiknya dan dapat
diterima oleh masyarakatnya (Gutierrez ,
2004; Oliver, 1997; Rapoport, 1969).
Bangunan vernakular di Jawa Barat
bagian Selatan (gambar 2), merupakan
salah satu contoh yang sudah teruji dari
gempa yang melanda daerah tersebut.
Bangunan tersebut mampu bertahan,
sedangkan bangunan lainnya (non
vernakular) banyak yang roboh. Hal ini
merupakan bukti bahwa adanya suatu
sistem indigenous knowledge masyarakat
Jawa Barat yang diterapkan terhadap
bangunan
tersebut.
Indigenous
knowledge seperti ini merupakan
kekayaan pengetahuan bangsa Indonesia
yang perlu diketahui dan dicari melalui
kajian lapangan serta wawancara dengan
masyarakat, sehingga terkumpul datadata indigenous knowledge yang dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat secara umum, khususnya
untuk masyakat di daerah tersebut.
Secara garis besar rumah vernakular
di Jawa Barat bagian Selatan mempunyai
ciri-ciri, yaitu:
Bangunan Panggung
Rumah vernakular di Jawa
Barat adalah bangunan panggung,
yang lantainya diangkat dari muka
tanah setinggi ± 60 cm. Struktur
utama bangunan memakai kayu,
dinding dari anyaman bambu dan
atap memakai penutup ijuk dan
rumbia (imperata cylindrica), serta
ada sebagian dari bambu (Kampung
Pulo dan Kampung Cikondang).
Bangunan-bangunan
tersebut
menggunakan pondasi dari batu
dimana tiang diletakkan diatasnya
(gambar 3).
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008
125
Rumah vernakular
di Kampung Naga
Kabupaten Tasik Malaya
Rumah vernakular
di Kampung Dukuh
Kabupaten Garut
Rumah vernakular
di Kampung Pulo
Kabupaten Garut
Rumah vernakular
di Kampung Dukuh
Kabupaten Garut
Gambar 2. Berbagai tipologi rumah vernakular di Jawa Barat bagian Selatan
Sistem panggung pada
bangunan vernakular di
Kampung Pulo
Sistem panggung pada
bangunan vernakular di
Kampung Naga
Sistem panggung pada
bangunan vernakular di
Kampung Dukuh
Gambar 3. Sistem panggung pada bangunan vernakular Jawa Barat
126
Struktur ringan, elastis, dan daktil
Struktur yang digunakan ringan,
elastis, dan daktil yang ditunjukkan
dengan penggunaan material dari
kayu dan bambu. Serta material
untuk penutup atap dari ijuk,
rumbia,
dan
bambu.
Kayu
digunakan untuk tiang, kuda-kuda
atap, rangka dinding, dan balok
lantai. Bambu digunakan untuk
reng, kaso-kaso pada atap, rangka
langit-langit, dinding (dalam bentuk
anyaman bambu), balok anak pada
rangka lantai, penutup atap, serta
anyaman bambu pada lantai dan
langit-langit (gambar 4).
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008
Gambar 4. Bambu dan kayu sebagai material bangunan
Box Frame
Bentuk rangka bangunan adalah
box, yang saling terkait antara satu
bagian dengan bagian lainnya
(saling mendukung). Hal ini
merupakan
suatu
indigenous
knowledge
yang
khas
pada
bangunan vernakular ini. Bentuk ini
membuat bangunan tersebut kaku
karena
sistem
rangka
yang
menyeluruh. Kekakuan bentuk
frame tidak hanya ditentukan oleh
kolom-kolom, balok ring dan balok
lantai, tetapi juga oleh rangka
dinding dan rangka langit-langit
yang menjadi satu bagian dengan
box frame. Antar kolom selain diikat
oleh balok ring dan balok lantai juga
diikat oleh balok rangka dinding
serta rangka langit-langit (gambar 5
dan gambar 6).
4.
lingkungan sekitarnya. Selain itu
ada
juga
bangunan
yang
menggunakan atap sebagian dari
bambu (bambu belah) dan ijuk
(Kampung Pulo).
Sistem Sambungan Konstruksi
Bangunan
Sistem
sambungan
yang
digunakan adalah sistem pasak
(paseuk), pada beberapa sistem
struktur atap digunakan sistem ikat
dengan bambu atau dengan ijuk
(gambar 7).
SISTEM MEMBANGUN
Bangunan vernakular di Jawa Barat
bagian Selatan merupakan bangunan
yang dibangun secara gotong-royong
oleh masyarakatnya. Material yang
digunakan
adalah
material
yang
didapatkan dari hutan yang berada
disekitar kampung, misalnya bambu
Bentuk Atap
yang digunakan untuk reng, kaso, dan
Bentuk atap pada bangunan ini
bahkan beberapa gording. Dinding
adalah atap pelana (suhunan
bangunan juga menggunakan anyaman
jolopong) dan julang ngapak,
bambu yang dibuat sendiri oleh pemilik
penutupnya adalah ijuk atau rumbia
rumah
dan dibantu oleh beberapa
yang
bisa
didapatkan
dari
tetangganya.
Bahan penutup
atap
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008
127
Gambar 5: Sistem rangka dan detail
Gambar 6. Sistem rangka dan detailnya
Gambar 7. Bambu yang digunakan sebagai kaso, reng, dan penutup atap diikat
dengan menggunakan bambu yang ditipiskan dan rotan
128
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008
menggunakan ijuk, rumbia dan bambu
yang didapatkan dari hutan yang juga
dibuat oleh masyarakat tersebut.
Sifat kekerabatan yang sangat baik
dari masyarakat tersebut disebabkan
karena masyarakat tersebut merupakan
masyarakat yang masih satu keturunan,
yang mempunyai garis kekerabatan yang
sangat kuat. Sedangkan pengetahuan
untuk membangun didapatkan secara
turun temurun dan bahkan masyarakat
tersebut tidak mengerti maksud dari
sistem sambungan dan manfaat dari
material yang digunakan. Mereka
melakukan hal tersebut dikarenakan
sudah merupakan tradisi (melalui trial &
error dan diturunkan secara turun
temurun) dan dengan menggunakan
material tersebut maka bangunan akan
kuat.
5.
KERUSAKAN
BANGUNAN
AKIBAT GEMPA
Pada saat kejadian gempa, beberapa
bangunan
vernakular
mengalami
kerusakan.
Kerusakan
tersebut
disebabkan karena adanya modifikasi
terhadap
bangunan
vernakular,
modifikasi yang dilakukan adalah
sebagai berikut: 1) Bahan penutup atap,
yang seharusnya menggunakan ijuk,
rumbia dan bambu diganti dengan
menggunakan genteng, 2) pondasi, yang
seharusnya
menggunakan
pondasi
umpak dengan sistem panggung, tetapi
banyak yang meratakan ke tanah dan
bahkan mengunakan pondasi batu kali
lajur yang tertanam di tanah, 3) sistem
rangka bangunan, banyak yang tidak
mengikuti sistem rangka yang khas dari
bangunan vernakular yaitu sistem rangka
yang kaku (box frame) yang saling
mendukung antara satu bagian dengan
bagian lainnya, 4) sambungan
Gambar 8. pondasi yang bergeser
konstruksi, seharusnya sambungan yang
digunakan adalah sambungan pasak
yang tidak menggunakan paku, tetapi
kenyataannya
bangunan-bangunan
tersebut banyak yang dipaku akibatnya
sambungan tidak fleksibel ketika terjadi
gempa, 5) dinding, yang seharusnya
menggunakan material anyaman bambu
tetapi diganti dengan beton atau bata,
sehingga ketika terjadi gempa, dinding
banyak yang retak dan roboh.
Beberapa kerusakan yang diamati
adalah:
Kerusakan pada pertemuan kolom
dan pondasi
Hal ini disebabkan karena
goyangan yang disebabkan oleh
gempa cukup kuat sehingga kolom
dan pondasi bergeser (gambar 8).
Kerusakan pada bagian penutup atap
(runtuh)
Beberapa bangunan vernakular
yang tidak menggunakan bahan ijuk,
tetapi menggunakan bahan penutup
atap
genteng
banyak
yang
mengalami kerusakan (runtuh).
Ikatan penutup bahan atap genteng
ini yang menyebakan atap tersebut
runtuh karena selain terlalu berat,
juga tidak mempunyai sambungan
atau ikatan yang kaku terhadap
sistem struktur atap (gambar 9).
Kerusakan pada bagian kolom
(patah)
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008
129
Gambar 9: Bangunan yang tidak mengikuti kaidah vernakular
Gambar 10: Kolom yang patah karena diikat (baja) dengan pondasi
Beberapa bangunan vernakular
yang kolomnya roboh disebabkan
oleh karena tidak mengikuti sistem
bangunan vernakular yang ada. Pada
umumnya antara kolom dengan
rangka dinding menyatu yang diikat
oleh sistem sambungan yang
menyebabkan solid. Tetapi pada
bangunan yang tidak mengikuti
kaidah ini maka kolomnya patah
(gambar 10).
Ikatan kolom dan pondasi
dirubah
dengan
menggunakan
pondasi batu kali dan hubungannya
dibuat
dengan
menggunakan
tulangan baja, akibatnya ketika
terjadi
gempa,
struktur
ini
seharusnya fleksibel tetapi karena
sambungan yang kaku maka kolom
bergeser yang berakibat terhadap
runtuhnya bangunan. Sedangkan
pada bangunan vernakular, pada saat
130
terjadi
gempa
kolom
hanya
bergeser.
Dinding
Banyak
bangunan-bangunan
masyarakat yang merubah material
dinding dengan tembok, yang
seharusnya adalah anyaman bambu.
Hal ini akan memberikan beban
terhadap sistem struktur bangunan
tersebut dan ikatan dengan kolom,
balok, lantai tidak sesolid bila
memakai bambu, akibatnya ketika
terjadi gempa dinding retak dan
roboh.
6.
RESPON BANGUNAN TERHADAP GEMPA
6.1. Structural frame configuration
(box frame)
Bangunan vernakular di Jawa Barat
bagian Selatan seperti yang diuraikan
pada bab sebelumnya adalah struktur
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008
ringan yang menggunakan kayu sebagai
rangka struktur bangunan (kolom, balok,
rangka kuda-kuda atap, dan lain-lain),
demikian pula rangka dinding dan
rangka langit-langitnya.
Bentuk massa bangunan adalah
empat persegi panjang, kolom ada di
pojok-pojoknya dan di tengah bidang
dinding yang memanjang (jarak antar
kolom ± 2,50 m). Masing-masing kolom
diikat oleh balok lantai, balok ring untuk
menyatukannya. Adanya bracing beam
atau skor untuk mengkakukan hubungan
antara kolom dan balok atas. Antar
kolom juga disatukan dengan rangka
dinding (tempat menempel dinding
papan atau anyaman bambu) dimana hal
ini menambah kekakuan keseluruhan
rangka bangunan.
Dinding-dinding penyekat ruangan
(partisi) bentuknya atau susunannya
sangat teratur dan selalu dikaitkan
dengan kolom. Jadi selain adanya ikatan
antara balok dan kolom pada bidang
dinding perimeter bangunan juga ada
ikatan di dalam bangunan, yaitu balok
bawah dan atas dinding partisi yang
menghubungkan antar kolom.
Gubahan struktur bangunan yang
demikian sangat solid dan kaku,
membentuk satu kesatuan yang utuh,
yang dapat mengantisipasi beban gempa
dan dapat pula disebut sebagai struktur
box (box frame) (gambar 11).
6.2. Rangka atap (roof frame)
Rangka atap bangunan yang berdiri
di atas setiap kolom bangunan
hubungannya adalah solid, saling di
takik/ di coak, dipasak memakai pasak
bambu. Hubungan seperti ini sangat
kaku tetapi masih dapat bergerak, bila
terjadi gempa (fleksibel). Hubungan
antara rangka atap dengan kolom dan
balok ring sangat kaku dan solid
membentuk satu kesatuan (gambar 12).
Dalam satu bangunan biasanya ada 4
rangka atap, 2 buah berada di kedua sisi
luar dan 2 buah lagi berada di tengah
bangunan. Keempat rangka atap ini
disatukan satu sama lain dengan 2
batang bambu yang saling dikaitkan.
Bambu ini secara tidak sengaja dapat
berfungsi sebagai ikatan angin, yang
dapat menyatukan keempat rangka atap
menjadi satu kesatuan. Padahal fungsi
sebenarnya dari kedua bambu itu untuk
menggantung hasil panen (padi, jagung,
singkong, dan lain-lain).
Penghuni bangunan untuk dapat
menyimpan hasil panen di atap tersebut
harus menggunakan tangga naik ke
langit-langit bangunan. Langit-langit
bangunan yang terdiri dari rangka kayu,
bambu dan anyaman bambu harus kuat
menahan beban manusia dan benda hasil
Gambar 11. Struktur box pada bangunan vernakular di Kampung Naga dan Kampung Dukuh
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008
131
Gambar 12: Sistem kuda-kuda dan detail sambungan
Gambar 13: Jenis-jenis sistem bangunan panggung
panen. Rangka langit-langit dibuat cukup
kuat (dimensi kayunya sama dengan
rangka atap). Pemasangan rangka langitlangit ini diikatkan pada batang
horisontal rangka atap, hubungan antar
baloknya adalah dengan pen dan dipasak
(hubungan solid dan kaku). Dengan
adanya rangka langit-langit ini antara
rangka bangunan, langit-langit, dan
rangka atap, semuanya terhubungkan
menjadi satu kesatuan sistem struktur
yang solid dan kaku, serta tahan terhadap
gempa.
elemen bangunan terutama yang
mempunyai
kontribusi
terhadap
kekakuan bangunan secara keseluruhan
yang tahan terhadap gempa, adalah
sesuatu yang penting pada kasus ini.
Bangunan secara keseluruhan sudah
cukup kaku dan tahan terhadap
goncangan gempa, tetapi bagaimana
dengan sistem pondasi?. Pondasi yang
digunakan untuk bangunan-bangunan
disini adalah pondasi umpak batu
(gambar 13).
Kolom bangunan diletakkan diatas
batu yang permukaan atasnya relatif
datar dan luas permukaan atasnya lebih
besar dari penampang kolom
(gambar
6.3. Joint and connection
Sambungan antar komponen atau
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008
132
material ringan untuk struktur utama dan
penutup atap, yaitu kayu, bambu, dan
ijuk atau alang-alang. Material tersebut
tidak memberikan beban terhadap sistem
strukturnya, sehingga ketika terjadi
gempa tidak runtuh (fleksibel), serta
material tersebut umumnya elastis.
Material tersebut berasal dari lingkungan
sekitarnya, yang mudah didapatkan,
dimana
penggunaannya
dilakukan
melalui trial & error.
7.
Gambar 14. Sistem rangka lantai dan detail
sambungan
14). Pondasi seperti ini bila terjadi
gempa, kolom akan bergerak bebas dan
bergeser dari posisinya semula. Dengan
bergeraknya
seluruh
kolom
dari
landasannya dan struktur bangunan yang
solid,
maka
secara
keseluruhan
bangunan hanya berpindah posisi, tidak
ada kerusakan pada bangunannya pada
saat terjadi gempa. Pondasi umpak
seperti ini sangat sesuai untuk bangunan
di daerah gempa.
Dinding bangunan yang berupa
anyaman bambu atau papan ditempelkan
pada rangka dinding (gambar 15).
Rangka dinding selain digunakan
sebagai tempat menempel dinding juga
sebagai rangka pintu dan jendela
sekaligus. Susunan dan dimensi rangka
dinding secara tidak sengaja menjadi
satu dengan rangka bangunan dan akan
memperkuat rangka bangunan secara
keseluruhan
terutama
terhadap
goncangan gempa. Sambungan antara
komponen menggunakan pen dan pasak.
6.4. Material
Material yang digunakan adalah
KESIMPULAN
Bangunan
vernakular
selalu
menyesuaikan dengan kondisi alam
disekitarnya
(pemakaian
material
bangunan), kemampuan masyarakatnya
di dalam membangun (teknologi
membangun yang dimiliki), serta
tanggap terhadap lingkungan alamnya
(gempa, banjir, dll). Dengan demikian
bangunan vernacular tetap bertahan
hingga sekarang.
Bangunan vernakular di Jawa Barat
bagian Selatan yang sering mengalami
kejadian gempa mampu bertahan.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan,
dapat dinyatakan bahwa kearifan lokal
Gambar 15. Sistem rangka dinding dan detail
sambungan
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2, Mei 2008
133
(indigenous
knowledge)
bangunan
vernacular di Jawa Barat bagian Selatan
dalam merespon gempa ditunjukan
dengan: 1) struktur bangunan yang
terdiri dari kolom, balok lantai, balok
ring, dan lain-lain, tersusun menjadi
konfigurasi struktur rangka utama,
ditambah rangka untuk menempelkan
dinding yang seklaigus menyatu dengan
struktur utama, serta rangka langit-langit
dan kuda-kuda atap yang turut
menyumbangkan
kekakuan
secara
keseluruhan. Hal ini menyebabkan
konfigurasi bangunan secara keseluruhan
menjadi struktur box (box frame).
Struktur box tersebut adalah salah satu
struktur yang elastis, ductile terhadap
gempa, 2) pondasi bangunan yang
berupa umpak batu ternyata sangat
sesuai untuk bangunan yang mempunyai
rangka bangunan yang solid dan kaku,
bila terjadi gempa bangunan tetap utuh
hanya bergeser posisinya, 3) sambungansambungan antar komponen struktur
bangunan menggunakan sistem pen dan
pasak mempunyai keuntungan bila
terjadi gempa masih tetap terikat antar
komponenya walaupun terjadi goyangan
akibat gempa, 4) seluruh material
struktur utama adalah menggunakan
kayu, termasuk dalam struktur bangunan
ringan yang mempunyai sifat elastis dan
liat.
DAFTAR PUSTAKA
Gutierrez, Jorge (2004), “Notes on the
Seismic Adequacy of Vernacular
Buildings”, 13th World Conference
134
on
Earthquake
Engineering.
Vancouver. B.C. Canada August 1-6.
2004. Paper No. 5011
Oliver, P. (1997), The encyclopedia of
vernacular architecture of the world.
Cambridge: Cambridge University
Press.
Rapoport, A. (1969), House, Form and
Culture,
London:
Prentice-Hall
International, Inc.
Schefold, R., Domenig, G. & Nas, P.
(2004), Indonesian Houses (Volume
1): Tradition and Transformation in
Vernacular Architecture, Singapore:
Singapore University Press
Surahman, Adang (2002), Evaluasi
Kerentanan Kota Bandung Terhadap
Gempa, Jurnal Teknik Sipil Untar,
Nomor
3,
Tahun
ke-VIII,
November, 2002
Triyadi, Sugeng & Harapan, Andi
(2007), Kajian Pengetahuan LokalIndigeneous Struktur dan Konstruksi
Tahan
Gempa
pada
Rumah
Vernakular Sunda di Pangandaran,
Laporan
Riset
KK-Teknologi
Bangunan,
Institut
Teknologi
Bandung
Triyadi, Sugeng & Harapan, Andi
(2008), “Kajian Sistem Bangunan
pada Bangunan Tradisional Sunda
dari Aspek Pemakaian Energi”,
Prosiding Seminar Nasional: Peran
Arsitektur
Perkotaan
dalam
Mewujudkan
Kota
Tropis,
Universitas Diponegoro, Semarang,
6 Agustus 2008, Hal. 93-98, ISBN:
978.979.704.628.6
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No.2, Mei 2008
Download