KONSEP PERWALIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BARAT DAN HUKUM PERDATA ISLAM (Studi Komparasi) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Peradilan Agama Pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Oleh: NURSALAM RAHMATULLAH NIM: 10100112031 FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2016 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nursalam Rahamatullah NIM : 10100112031 Tempat/Tgl. Lahir : Poso, 17 Maret 1995 Jurusan : Peradilan Agama Fakultas : Syariah dan Hukum Alamat : Perum. Bumi Bosowa Blok A1/15 Minasa Upa, Makassar Judul :Konsep Perwalian Dalam Perspektif Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam (Studi Komparasi). Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum. Makassar, 29 Februari 2016 Penyusun, NURSALAM RAHMATULLAH NIM: 10100112031 ii PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul, “Konsep Perwalian Dalam Perspektif Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam (Studi Komparasi)”, yang disusun oleh Nursalam Rahmatullah, NIM: 10100112031, mahasiswa Jurusan Peradilan Agama pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Senin, tangggal 29 Februari 2016 M, bertepatan dengan 20 Jumadil Awal 1437 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syariah dan Hukum, Jurusan Peradilan Agama (dengan beberapa perbaikan). Makassar, 29 Februari 2016 M. 20 Jumadil Awal 1436 H. DEWAN PENGUJI Ketua : Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. (......................................) Sekretaris : Dr. Hj. Patimah, M.Ag. (......................................) Munaqisy I : Dr. Supardin, M.Hi. (......................................) Munaqisy II : Zulhas’ari Mustafa, S.Ag, M.Ag. (......................................) Pembimbing I : Dr. Kasjim Salenda, M.Th.I. (......................................) Pembimbing II: Istiqamah, S.H, M.H. (......................................) Diketahui oleh: Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. NIP: 19621016 199003 1 003 III KATA PENGANTAR ﺑِ ۡﺴ ِﻢ ٱ ﱠ ِ ٱﻟﺮ ۡﱠﺣ ٰ َﻤ ِﻦ ٱﻟ ﱠﺮ ِﺣ ِﯿﻢ Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta, atas izin-Nya jua, sehingga penulisan skripsi dengan judul “Konsep Perwalian dalam Perspektif Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam (Studi Komparasi)”, dapat terselesaikan. Salawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw., sebagai suri teladan terbaik sepanjang zaman, sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kepemimpinan, sosok yang mampu mengangkat derajat manusia dari lembah kemaksiatan menuju alam yang mulia, yang dengannya manusia mampu berhijrah dari satu masa yang tidak mengenal peradaban menuju kepada satu masa yang berperadaban. Disadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak dan selayaknya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan dan andil dari mereka semua, baik materil maupun moril. Untuk itu, terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.SI. selaku Rektor UIN Alauddin Makassar; 2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum. Serta, para dosen/tenaga pengajar Fakultas Syari’ah dan Hukum; 3. Bapak Dr. Supardin, M.HI, dan Ibu Dr. Hj. Fatimah, M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Peradilan Agama yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi, serta tak lupa penulis iv v menghaturkan terima kasih kepada Ibu Sri Hajati, SHi selaku Staf Jurusan peradilan Agama; 4. Bapak Dr. H. Kasjim, S.H., M.Th.I. dan Ibu Istiqamah, S.H., M.H. selaku pembimbing I dan II yang telah banyak mengarahkan dalam perampungan penulisan skripsi ini; 5. Kedua orang tua penulis yang teramat mulia, ayahanda Rahmatullah dan Ibunda St. Aminah yang telah mendidik serta, membesarkan penulis sehingga dapat menapaki jenjang pendidikan Strata 1 (S1). 6. Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa (i) angkatan 2012 Jurusan Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang telah bersama dengan penulis menimba ilmu di negeri rantau, selama menapaki jenjang pendidikan Strata 1 (S1) demi menggapai segenggam asa dan sebuah harapan di masa depan. Penulis menyadari sepenuhnya, karya kecil ini merupakan sebuah karya sederhana yang sarat dengan kekurangan serta, jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan penulisan di masa mendatang. Samata, 29 Februari 2016 Penulis NURSALAM RAHMATULLAH NIM: 10100112031 DAFTAR ISI JUDUL ...................................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... ii PENGESAHAN ........................................................................................ iii KATA PENGANTAR .............................................................................. iv DAFTAR ISI ............................................................................................. vi PEDOMAN TRASLITERASI.................................................................. viii ABSTRAK ................................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1-12 A Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B Rumusan Masalah ....................................................................... 7 C Pengertian Judul ......................................................................... 7 D Kajian Pustaka............................................................................. 9 E Metodologi Penelitian ................................................................ 10 F Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 11 BAB II TINJAUAN UMUM PERWALIAN............................................ 13-26 A Pengertian Perwalian ................................................................. 13 B Sumber hukum perwalian dalam hukum perdata barat dan hukum perdata Islam .................................................................. 24 C Macam-macam perwalian dalam hukum perdata barat dan hukum perdata Islam ................................................................... vi 24 vii BAB III PERWALIAN DALAM AL-QUR’AN DAN HADIS…….…... 27-42 A Al-Qur’an .................................................................................... 27 B Hadis .......................................................................................... 40 BAB IV PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PERDATA BARAT DAN HUKUM PERDATA ISLAM TENTANG PERWALIAN............ ................................................................. 43-65 A. Konsep perwalian dalam hukum perdata barat .......................... 43 B. Konsep perwalian dalam hukum perdata Islam .......................... 50 C. Analisis perbandingan antara hukum perdata barat dan hukum perdata Islam.................... ........................................................... 59 BAB V PENUTUP.................................................................................... 66-67 A. KESIMPULAN........................................................................... 66 B. IMPLIKASI PENELITIAN........................................................ 67 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 68-69 LAMPIRAN.............................................................................................. 70-103 DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................. 104 PEDOMAN TRANSLITERASI 1. Konsonan Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف Nama Huruf Latin Nama Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ba b be ta t te sa s es (dengan titik di atas) jim j je ha h ha (dengan titk di bawah) kha kh ka dan ha dal d De zal z zet (dengan titik di atas) ra r Er zai z Zet sin s Es syin sy es dan ye sad s es (dengan titik di bawah) dad d de (dengan titik di bawah) ta t te (dengan titik di bawah) za z zet (dengan titk di bawah) ‘ain ‘ apostrop terbalik gain g Ge fa f Ef viii ix ق ك ل م ن و ه ء ي qaf q Qi kaf k Ka lam l El mim m Em nun n En wau w We ha H Ha hamzah , Apostop ya Y Ye Hamzah ( )ءyang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ‘ ). 2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tungggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut : Tanda Nama Huruf Latin Nama Fathah a A Kasrah i I Dammah u U Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu : x Tanda Nama Huruf Latin Nama fathah dan ya ai a dan i fathah dan wau au a dan u 3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu : Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda fathah dan alif a atau ya kasrah dan ya Nama a dan garis di atas i i dan garis di atas xi dammah dan wau u u dan garis di atas 4. Ta Marbutah Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu: ta marbutah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah, dan dammah, yang transliterasinya adalah [t]. ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun Sedangkan transliterasinya adalah [h]. Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbutah itu transliterasinya dengan [h]. 5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid ( ), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Jika huruf kasrah (ي ي ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf ), maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah (i). 6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ( ﻻalif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah Maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang xii mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). 7. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop (‘) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. 8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata,istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari alQur’an), sunnah,khusus dan umum. Namun, bila kata-katatersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. 9. Lafz al-Jalalah ()ﷲ Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudaf ilaih (frase nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz a-ljalalah, ditransliterasi dengan huruf [t]. 10. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku xiii (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (AL-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK,DP, CDK, dan DR). ABSTRAK Nama NIM Judul : Nursalam Rahmatullah : 10100112031 : Konsep Perwalian Dalam Perspektif Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam (Studi Komparasi) Perwalian adalah salah satu permasalahan yang penting dikalangan masyarakat Indonesia yang bertumpu pada hukum yang mengatur hubungan antara perorangan yang disebut dengan hukum perdata, dengan melihat pertumbuhan kasuskasus penemuan bayi yang tidak memiliki orang tua, tentunya hukum yang berkaitan dan mengatur hal-hal tersebut harus tersusun dengan rapi agar dapat menyelesaikan hal-hal tersebut, walaupun di Negara Indonesia sudah ada aturan yang mengatur hal tersebut, namun penulis merasa masih perlu diadakan penelitian hukum dengan membandingkan aturan yang baru dengan aturan yang lama, agar penulis dapat mengetahui apakah aturan yang berlaku sekarang memiliki nilai tambah dari aturan yang sebelumnya atau sebaliknya. Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni melihat objek yang dibahas dari sudut pandang peraturan perundang-undangan dan hukum positif Indonesia. Penelitian ini tergolong library research, data dikumpulkan dengan mengutip, menyadur dan menganalisis beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas serta menyesuaikannya dengan dasar-dasar hukum perwalian yang terdapat dalam alQur’an dan Hadis dalam sebuah perbandingan. Setelah mengadakan penelitian terhadap konsep perwalian dalam perspektif hukum perdata barat yaitu KUH Perdata (BW) dan hukum perdata Islam yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dapat ditarik kesimpulan yang menunjukkan bahwa hukum perdata barat lebih luas mengatur ketentuan tentang perwalian jika dibandingkan dengan hukum perdata Islam akan tetapi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dalam penulisan skripsi ini dikategorikan sebagai hukum perdata Islam lebih sesuai dengan Ideologi Negara Indonesia, yakni Pancasila, yang memuat ketentuan untuk menghormati agama dan kepercayaan anak yang berada dalam perwaliannya serta Kompilasi Hukum Islam yang memuat ketentuan bahwa wali tidak hanya memberikan pendidikan melainkan juga bimbingan agama yang mencerminkan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa yang kemudian perbedaan konsep kedua hukum tersebut penulis bedakan ke dalam 6 bagian, yakni 1) Mengenai ketentuan umur, 2) Pengangkatan wali, 3) Kewajiban wali terhdap diri anak, 4) Kewajiban wali terhadap harta anak, 5) Ketentuan perwalian terhadap anak yang lahir di luar perkawinan, dan 6) Ketentuan tentang perwalian pengawas, perwalian oleh perkumpulan, yayasan, dan lembaga social, 7) Wali nikah. Tentunya dengan adanya hasil dari penelitian yang dilakukan penulis dapat menjadi pertimbangan ke depan dalam pembentukan hukum perdata di masa yang akan datang terkhusus dalam bidang perwalian. xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Hukum Perdata yang selama ini kita kenal dan ketahui merupakan serangkaian aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lainnya. Dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan saja, yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang dikenal dengan istilah BW. Begitu juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam atau disingkat dengan (KHI) yang pada tanggal 10 Juni 1991, mendapat legalisasi pemerintah dalam bentuk Instruksi Presiden kepada Menteri Agama untuk digunakan oleh Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya. Instruksi itu dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tanggal 22 Juli 1991.1 Maka dengan demikian bahwa baik itu, KUH Perdata (BW), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam, tidak akan terlepas pembahasannya mengenai perwalian, karena definisi daripada Hukum Perdata tersebut yaitu hukum yang mengatur tentang kepentingan perseorangan dalam hal keperdataan. Oleh sebab itu, sehubungan dengan perwalian yang mengatur tentang kepentingan perseorangan yang dikategorikan sebagai Hukum Perdata maka perlulah sekiranya untuk diketahui konsep dari pada perwalian baik dari segi hukum perdata barat maupun hukum perdata Islam. Selain alasan tersebut penulis juga merasa perlu 1 Muhammad Daud Ali, dkk, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Cet ke1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 1. 1 2 untuk mengkajinya lebih dalam, apakah hukum perdata Islam yakni UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur secara detail tentang ketentuanketentuan hukum yang berkaitan dengan hal perwalian, yang merupakan aturan baru yang berlaku untuk lingkungan pengadilan agama dan pengadilan negeri, atau malah sebaliknya, yang seharusnya aturan yang baru harus melengkapi ketentuan-ketentuan yang tidak dimuat dalam aturan yang lama. Penulis merasa penting untuk mengkaji hal tersebut karena pada dasarnya perwalian merupakan hal penting bagi kelangsungan hidup seseorang khususnya anak kecil (anak dibawah umur) atau anak yang masih belum bisa mengurus diri sendiri seperti anak-anak terlantar, baik dalam mengurus harta kekayaan maupun dalam mengurus keperluan hidupnya sendiri atau dengan istilah lain yakni anak yang masih belum bisa atau belum cakap dalam bertindak hukum. Oleh karena itu maka perlulah adanya orang atau sekelompok orang yang dapat mengurus, memelihara dan membimbing mereka demi keselamatan jiwa dan hartanya. Dalam Hukum Islam Perwalian terbagi menjadi 3 macam, para Ulama mengelompokkannya menjadi : a. Perwalian jiwa (diri pribadi); b. Perwalian harta; c. Perwalian jiwa dan harta. Perwalian bagi anak yatim atau orang yang tidak cakap bertindak dalam hukum, seperti orang gila yang termasuk dalam kategori perwalian jiwa dan harta. Ini artinya si wali berwenang mengurus pribadi dan mengelola pula harta orang di bawah perwaliannya.2 Sebagaimana ayat yang difirmankan Alah Swt dalam QS. al-Nisa/4: 5: 2 Susanti, Konsep Perwalian Dalam http://digilib.uinsby.ac.id/1347/5/Bab%202.pdf. (7 Juni 2015), h. 25. Hukum Islam, 3 ْ ُﻮا ٱﻟ ﱡﺴﻔَﮭَﺎٓ َء أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَ ُﻜ ُﻢ ٱﻟﱠﺘِﻲ َﺟ َﻌ َﻞ ٱ ﱠ ُ ﻟَ ُﻜﻢۡ ﻗِ ٰﯿَ ٗﻤﺎ َو ۡٱر ُزﻗُﻮھُﻢۡ ﻓِﯿﮭَﺎ َو ۡٱﻛﺴُﻮھُﻢۡ َوﻗُﻮﻟ ْ َُو َﻻ ﺗُ ۡﺆﺗ ۡﻮا ﻟَﮭُﻢ ٗ ﻗَ ۡﻮ ٗﻻ ﱠﻣ ۡﻌﺮ ٥ ُوﻓﺎ Terjemahnya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.3 Berkata Ibnul Mundzir,’’Sebagian ulama-ulama di negeri-negeri Islam berpendapat bahwa pembatasan itu dikenakan kepada setiap orang yang menghamburhamburkan hartanya, baik itu anak-anak ataupun orang dewasa4 Dengan kekhawatiran itulah perwalian menjadi sangat urgen bagi anak-anak yang belum sempurna akalnya. Apalagi anak-anak yatim dan harta mereka umumnya menimbulkan resiko.5 Oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan mereka melalui perwalian. Allah swt. berfirman dalam QS AlBaqarah/2: 220: ۡ ِﻚ َﻋ ِﻦ ۡٱﻟﯿَ ٰﺘَ َﻤ ٰ ۖﻰ ﻗُ ۡﻞ إ ۖﺮ َوإِن ﺗُ َﺨﺎﻟِﻄُﻮھُﻢۡ ﻓَﺈ ِ ۡﺧ ٰ َﻮﻧُ ُﻜﻢۡۚ َوٱ ﱠ ُ ﯾَ ۡﻌﻠَ ُﻢ ۡٱﻟ ُﻤ ۡﻔ ِﺴ َﺪٞ ح ﻟﱠﮭُﻢۡ َﺧ ۡﯿٞ ﺻ َﻼ َ َۗ◌ َوﯾَ ۡﺴَٔﻠُﻮﻧ ۡ ِﻣﻦَ ۡٱﻟ ُﻤ ٢٢٠ ﯿﻢٞ َﺰﯾ ٌﺰ َﺣ ِﻜ ِ ﺢ َوﻟَ ۡﻮ َﺷﺎٓ َء ٱ ﱠ ُ َﻷَ ۡﻋﻨَﺘَ ُﻜﻢۡۚ إِ ﱠن ٱ ﱠ َ ﻋ ِ ۚ ِ ﺼﻠ Terjemahnya: Dan mereka berkata kepadamu tentang anak yatim , katakanlah: “menyelesaikan urusan mereka secara patut merupakan kebaikan , dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah Maha mengathui siapa yang memebuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tejemah, (Jakarta: Al-Huda, 2002), h. 78. 4 Sayid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung: Al-Ma’arif, 1988). h. 204. 5 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 277. 4 menghendaki, niscaya Dia dapat melimpahkan kepadamu; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.6 Hal tersebut juga dinyatakan oleh Hasyim7, yaitu perwalian terhadap anak menurut hukum Islam meliputi perwalian terhadap diri pribadi anak tersebut dan perwalian terhadap harta bendanya. Perwalian terhadap diri pribadi anak adalah dalam bentuk mengurus kepentingan diri si anak, mulai dari mengasuh, memelihara, serta memberi pendidikan dan bimbingan agama. Pengaturan ini juga mencakup dalam segala hal yang merupakan kebutuhan si anak. Semua pembiayaan hidup tersebut adalah menjadi tanggung jawab si wali. Sementara itu, perwalian terhadap harta bendanya adalah dalam bentuk mengelola harta benda si anak secara baik, termasuk mencatat sejumlah hartanya ketika dimulai perwalian, mencatat perubahan-perubahan hartanya selama perwalian, serta menyerahkan kembali kepada anak apabila telah selesai masa perwaliannya karena si anak telah dewasa dan mampu mengurus diri sendiri. Adapun pengertian perwalian menurut Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: “Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum”.8 Dijelaskan dalam pasal-pasal selanjutnya: pasal 1079 1. Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan 6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tejemah, h. 36. 7 Abdul Manan Hasyim, Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh, di download dari http://www.idlo.int/DOCNews/240DOCF1.pdf. (27 Mei 2015). 8 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta; t.p, 2001), h. 1 9 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, h. 31. 5 2. Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya. Perwalian juga memiliki peranan yang penting dalam hal perkawinan, selain perwalian terhadap anak di bawah umur terdapat pula perwalian dalam hal perkawinan yang masuk dalam kategori perwalian jiwa (diri pribadi) anak. Sedangkan perwalian menurut KUH Perdata (Burgerlijk Weetboek) yakni telah dibahas dalam pasal 331 dalam hukum keluarga “Perwalian adalah anak-anak yang belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaan orang tua yang memerlukan bimbingan dan oleh karena itu harus ditunjuk wali, yaitu orang-orang atau perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan hidup anak tersebut. Wali ditetapkan oleh hakim atau dapat pula karena wasiat orang tua sebelum meninggal: sedapat mungkin wali diangkat dari orang-orang yang mempunyai pertalian darah dari si anak itu sendiri. Sedangkan tentang arti perwalian menurut Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan Hukum Perdata Nasional yang pada penulisan skripsi ini dimasukkan ke dalam kategori Hukum Perdata Islam yang berlaku saat ini adalah anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, belum pernah melangsungkan pernikahan, yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Perwalian itu mengenai peribadi anak yang bersangkutan maupun harta benda. Dari beberapa konsep perwalian tersebut, baik yang diambil dari konsep KUH Perdata, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tentu memiliki persamaan sekaligus perbedaan konsep walaupun ada salah satu dari peraturan tersebut yang sudah tidak diberlakukan lagi tetapi pernah menjadi sumber hukum tentang perwalian di Negara Republik Indonesia. 6 Dengan demikian banyak hal yang perlu diketahui sebagai seorang warga Negara Indonesia dan sudah semestinya mengetahui dan memahami mengenai hukum yang diterapkan di negara Indonesia ini, terutama mengenai hukum perdata, lebih lebih mengenai ketentuan tentang perwalian karena perwalian ini menyangkut masalah yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan. Walaupun dalam kenyataannya bahwa hukum perdata barat yang mengatur tentang perwalian sudah tidak berlaku lagi, salah satunya ketentuan tentang umur 21 tahun untuk usia anak di bawah umur yang tercantum dalam pasal 330 KUH Perdata, yang tergantikan dengan usia 18 tahun yang tercantum dalam pasal 50 UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diwarnai dengan Hukum Islam, tapi perlu digaris bawahi, bahwa setelah adanya peraturan yang baru kita harus mengetahui ketentuan-ketentuan apa saja yang mengalami perubahan dalam bagian perwalian. Maka perlulah untuk dikaji dan ditelaah kembali, agar masyarakat dapat memahami kedua konsep hukum tersebut. Adapun hal yang ingin penulis kaji dalam penelitian ini adalah perbandingan hukumnya, antara Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam, dalam masalah Perwalian. Selain itu juga peneliti berkeinginan untuk memahami secara mendalam kedua model Hukum tersebut baik itu pengertianya, kedudukan hukumnya, dan hal-hal yang berhubungan dengan perwalian. Sehingga dengan demikian maka masalah perwalian dapat penulis ketahui dengan jelas. Disamping itu juga bermanfaat bagi masyarakat luas, yang ingin mengetahui masalah wali dalam hukum perdata, baik dalam KUH Perdata (BW), Kompilasi Hukum Islam maupun dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Karena inilah salah satu dari tujuan penelitian ini. 7 Selain itu, salah satu masalah yang perlu diperhatikan oleh masyarakat adalah bagaimana kedudukan hukum anak-anak yang terlantar dengan berkaca terhadap kasus-kasus yang marak terjadi yaitu tentang penemuan bayi-bayi yang diterlantarkan oleh orang tuanya. Oleh sebab itu mengingat betapa urgensinya permasalahan tersebut untuk dikaji dan diteliti lebih dalam bagi si peneliti maupun bagi masyarakat umum. Maka penulis akan membahasnya melalui penulisan Skripsi ini dengan judul Konsep Perwalian dalam persepektif Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam ( Studi Komparasi). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penyusun kemukakan, maka pokok permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu berkaitan dengan bagaimana Konsep Perwalian dalam persepektif Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam (Studi Komparasi). Agar masalah tersebut dapat dipahami dengan mudah dan jelas, maka penyusun membaginya dalam sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep perwalian dalam Hukum Perdata Barat? 2. Bagaimana konsep perwalian dalam Hukum Perdata Islam ? 3. Bagaimana analisis perbandingan antara Hukum Perdata Barat dengan Hukum Perdata Islam tentang Perwalian? C. Pengertian Judul Untuk menghindari terjadinya kekeliruan penafsiran pembaca terhadap istilah teknis yang terkandung dalam judul skripsi ini, maka penulis menjelaskan beberapa istilah dalam judul ini sebagai berikut: 8 1. “Perwalian” dalam konteks hukum dan kajian ini adalah perwalian sebagaimana terdapat dalam pasal 50-54 UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 107112 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyatakan bahwa perwalian adalah “ sebagai kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum demi kepentingan atau atas nama anak yang orang tuanya telah meninggal atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum.10 Sedangkan Amin Summa dalam bukunya “Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam “ mengatakan bahwa perwalian ialah kekuasaan atau otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bertanggung (terikat) atas izin orang lain.11 2. “Hukum Perdata Islam” adalah sebagian hukum islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum berdasarkan atau karena ditunjuk oleh Peraturan Perundangundangan .12 3. “Hukum Perdata Barat” adalah hukum warisan belanda yang berasal dari code civil yang konsepnya sebenarnya berasal dari kerajaan romawi, yaitu corpus luris civilis yaitu hukum perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lainnya dari dalam hubungan 10 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, h. 31. 11 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Dalam Dunia Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 134. 12 Muhammad Daud Ali, Hukum Perdata Islam, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2009). h. 5. 9 kekeluargaan dan didalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak13 D. Kajian Pustaka Dalam skripsi ini penulis menggunakan beberapa literatur yang masih berkaitan dengan pembahasan yang dimaksud, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Sayyid Sabiq, 1988, Buku fikih sunnah Jilid 14 yang membahas tentang dasar hukum peradilan, dakwaan dan bukti, ikrar, wakaf, hibah, al-hajru (pembatasan) yang meliputi pembatasan terhadap anak di bawah umur, wasiat, faraidh. 2. Muhammad Amin Summa, 2005, Buku Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam yang yang membahas hukum-hukum keluarga yang antaranya hukum perkawinan, talak, rujuk, iddah. 3. Ali Afandi, 2002, Buku hukum waris, hukum keluarga, hukum pembuktian, yang memuat hukum-hukum tentang keluarga yang menyangkut masalah perwalian. 4. Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum, 1999, Buku aneka masalah hukum perdata Islam di Indonesia yang membahas tentang hukum perkawinan di indonesia, masalah pengakuan anak dalam hukum Islam dan hubungannya dengan kewenangan peradilan agama, dan beberapa masalah lain tentang waris, hibah dan wasiat. 13 Titik Triwulan Tutik, SH., MH, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006), h. 2. 10 Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa tidak ada satupun yang membahas mengenai masalah perwalian secara rinci, maka daripada itu saya sebagai penulis merasa perlu untuk mengkaji hal ini lebih jauh yang akan di bentuk menjadi karya tulis ilmiah atau skripsi. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis sesuai dengan judul skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif . 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah pendekatan yuridis normatif, yakni melihat objek yang dibahas dari sudut pandang peraturan perundang-undangan, hukum positif Indonesia dan syari’at Islam. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini data dikumpulkan dengan cara mengutip, menyadur dan menganalisis beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas yakni, konsep perwalian dalam perspektif hukum perdata barat dan hukum perdata Islam, serta menyesuaikannya dengan dasar-dasar hukum perwalian yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis dalam sebuah perbandingan. 4. Instrumen penelitian Adapun alat-alat yang menjadi pendukung penelitian ini adalah: a. Buku catatan, yang digunakan penulis sebagai media untuk mencatat beberapa literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dibahas. 11 b. Alat tulis, seperti pensil dan pulpen sebagai media tulis yang digunakan oleh penulis untuk menulis/menyalin beberaapa literatur yang berkaitan dengan penelitian. c. Notebook, yang merupakan instrumen paling penting dalam proses penelitian ini, mengingat kegunaannya yang multifungsi. Oleh penulis notebook digunakan sebagai media untuk mengolah analisis data. 5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Adapun teknik pengolahan dan analisis data yang penulis maksud meliputi, editing, klasifikasi, verifikasi, dan kesimpulan. Editing : Melihat data yang memiliki kejelaksan makna, kesesuaian, dan relevansi dengan data yang lain. Klasifikasi : Pengelompokan data/sumber data yang berkaitan dengan objek yang dibahas dari berbagai referensi dan literatur yang berkaitan. Verifikasi : Melakukan pemeriksaan kembali terhadap data/sumber data yang diperoleh untuk menentukan keshahihan data yang telah diperoleh. Kesimpulan : Meramu data/sumber data yang telah didapat untuk mendapat jawaban atas permasalahan yang dibahas. F. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui konsep perwalian dalam perspektif hukum perdata barat (BW). b. Untuk mengetahui konsep perwalian dalam perspektif hukum perdata Islam. c. Untuk mengetahui perbandingan antara huksum perdata barat (BW) dan hukum perdata Islam tentang perwalian. 12 2. Kegunaan penelitian a. Ilmiah Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya hukum perkawinan di Indonesia dalam perspektif Islam. b. Praktis Penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak yang terkait dalam menangani masalah hukum perkawinan di Indonesia. BAB II TINJAUAN UMUM PERWALIAN A. Pengertian Perwalian Perwalian dalam istilah bahasa adalah wali yang berarti menolong yang mencintai.1 Perwalian dalam istilah bahasa juga memiliki beberapa arti, diantaranya adalah kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak dari awliya. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang berarti teman, klien, sanak atau pelindung. Dalam literatur fiqih Islam, perwalian disebut dengan al-walayah (alwilayah), (orang yang mengurus atau yang mengusai sesuatu), seperti kata ad-dalalah yang juga bisa disebut dengan ad-dilalah. Secara etimologis, dia memiliki beberapa arti, di antaranya adalah cinta (al-mahabbah) dan pertolongan (an-nashrah) dan juga berarti kekuasaan atau otoritas (as-saltah wa-alqudrah) seperti dalam ungkapan al-wali, yakni “orang yang mempunyai kekuasaan”. Hakikat dari al-walayah (al-wilayah) adalah “tawalliy alamr”, (mengurus atau menguasai sesuatu). 2 Perwalian dalam istilah Fiqh disebut wilayah, yang berarti penguasaan dan perlindungan. Jadi arti dari perwalian menurut fiqh ialah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang. Orang yang diberi kekuasaan perwalian disebut wali.3 Untuk memperjelas tentang pengertian perwalian, maka penulis memaparkan beberapa arti antara lain: 1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawir, (Jogjakarta: Pondok Pesantren AlMunawir, 1984 ), h. 1960. 2 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 134-135. 3 Soemiyati, Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan, (Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawian), (Yogyakarta: liberty, 1986), h. 41. 13 14 a. Perwalian yang berasal dari kata wali mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau belum akil baligh dan melakukan perbuatan hukum.4 b. Dalam Kamus praktis bahasa Indonesia, wali berarti orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim serta hartanya sebelum anak itu dewasa atau pengasuh pengantin perempuan pada waktu nikah ( yaitu orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki ).5 c. Muhammad Jawad Mughniyah dalam bukunya” Fiqih Imam Ja’far Shadiq” AlWalayah (posisi sebgai wali, selanjutnya disebut sebagai perwalian) dalam pernikahan adalah hak kuasa syar’i, yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekurangan dan kembalinya kemaslahatan kepadanya.6 d. Amin Suma mengatakan dalam bukunya “Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam” perwalian ialah kekuasaan atau otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas izin orang lain.7 e. Sayyid Sabiq mengatakan, Wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan pada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya, selanjutnya menurut beliau wali ada yang khusus dan ada yang umum, yang khusus adalah yang berkaitan dengan manusia dan harta bendanya.8 4 Soedaryo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam dan Hukum Adat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 60. 5 Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 176. 6 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Imam Ja’far Shadiq 3, cet. Ke-1, (Jakarta: Lentera, 2009), h. 343. 7 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 134. 8 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah 7, h. 7. 15 f. Menurut Dedi Junaedi, Perwalian dalam Islam dibagi kedalam dua kategori yaitu: Perwalian umum biasanya mencakup kepentingan bersama (Bangsa atau rakyat) seperti waliyul amri (dalam arti Gubernur) dan sebagainya, sedangkan perwalian khusus adalah perwalian terhadap jiwa dan harta seseorang, seperti terhadap anak yatim.”9Perwalian khusus yaitu meliputi perwalian terhadap diri pribadi anak tersebut dan perwalian terhadap harta bendanya. g. Menurut Ali Afandi, Perwalian adalah pengawasan pribadi dan pengurusan terhadap harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Jadi dengan demikian anak yang orang tuanya telah bercerai atau salah satu dari mereka atau semuanya meninggal dunia, ia berada dibawah perwalian.10 Dengan demikian pada intinya perwalian adalah pengawasan atas orang sebagaimana diatur dalam Undang-undang, dan pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa (pupil).11 Demikian juga dengan penguasaan dan perlindungan terhadap seseorang sebagai wali, orang tersebut mempunyai hubungan hukum dengan orang yang dikuasai dan dilindungi, anak-anaknya atau orang lain selain orang tua yang telah disahkan oleh hukum untuk bertindak sebagai wali. Oleh karena itu perwalian tersebut adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk 9 Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan, Cet ke-1, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2000), h. 104. 10 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997 ), h. 156. 11 Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), h. 150. 16 kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tuanya masih hidup tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Perwalian menurut hukum Islam (fiqih) merupakan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Dalam hukum Islam diatur dalam (hadlanah), yang diartikan “ melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, laki-laki atau perempuan, atau yang sudah besar, tetapi belum tamyiz, dan menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya.12 Dalam hal ini, kedua orang tua wajib memelihara anaknya, baik pemeliharaan mengenai jasmani maupun rohaninya. Keduannya bertanggung jawab penuh mengenai perawatan, pemeliharaan, pendidikan, akhlak, dan agama anaknya. Penguasaan dan perlindungan terhadap orang dan benda, bahwa seseorang (wali) berhak menguasai dan melindungi satu barang, sehingga orang yang bersangkutan mempunyai hukum dengan benda tersebut, misalnya benda miliknya atau hak milik orang lain yang telah diserahterimakan secara umum kepadanya. Jadi, ia melakukan penguasaan dan perlindungan atas barang tersebut ialah sah hukumnya. Adapun yang dimaksudkan dengan perwalian dalam terminologi para Fuqaha (pakar hukum Islam) seperti di formulasikan Wahbah Al- Zuhayli ialah “kekuasaan atau otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atau seizin orang lain.”Orang yang mengurusi atau menguasai sesuatu (akad/transaksi), disebut wali seperti dalam penggalan ayat: fal-yumlil waliyyuhu bil-adli. Kata al-waliyyu muannatsnya al- 12 Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, h. 173. 17 waliyyah dan jamaknya al-awliya, berasal dari kata wala-yali-walyan-wa-walayatan, secara harfiah berarti yang mencintai, teman dekat, sahabat, yang menolong, sekutu, pengikut, pengasuh dan orang yang mengurus perkara (urusan) seseorang.13 Masalah perwalian anak tidak lepas dari suatu perkawinan, karena dari hubungan perkawinanlah lahirnya anak dan bila pada suatu ketika terjadi perceraian, salah satu orang tua atau keduanya meninggal dunia, maka dalam hal ini akan timbul masalah perwalian, dan anak-anak akan berada dibawah lembaga perwalian. Wali merupakan orang yang mengatur dan bertanggung jawab terhadap kepentingan anakanak tersebut baik mengenai diri si anak maupun harta benda milik anak tersebut. Sebelum perwalian timbul, maka anak anak berada dibawah kekuasaan orang tua, yang merupakan kekuasaan yang dilakukan oleh ayah atau ibu, selama ayah atau ibu masih terikat dalam perkawinan. Kekuasaan itu biasanya dilakukan oleh si ayah, namun jika si ayah berada diluar kemungkinan untuk melakukan kekuasaan tersebut maka si ibu yang menjadi wali. Pada umumnya, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak yang belum dewasa, meskipun orang tua dari anak yang belum dewasa tersebut kehilangan hak menyelenggarakan kekuasaan orang tua atau menjadi wali, hal itu tidak membebaskan orang tua si anak dari kewajiban untuk memberikan tunjangan untuk membayar pemeliharaan atau pendidikannya sampai anak tersebut menjadi dewasa. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 9 dan 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yaitu: 13 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 135. 18 Pasal 9 Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun social. Pasal 10 1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya sebagaimana termaksud dalam pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali. 2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan dan pemeliharan, dan pendidikan anaknya.14 Menurut hukum Islam “perwalian” terbagi dalam tiga kelompok. Para ulama mengelompokan: a. Perwalian terhadap jiwa ( Al-walayah ‘alan-nafs ); b. Perwalian terhadap harta (Al-walayah ‘alal-mal); c. Perwalian terhadap jiwa dan harta (Al-walayah ‘alan-nafsi wal-mali ma’an).15 Perwalian dalam nikah tergolong ke dalam al-walayah ‘alan-nafs, yaitu perwalian yang bertalian dengan pengawasan (al-isyraf) terhadap urusan yang berhubungan dengan masalah-masalah keluarga seperti perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan anak, kesehatan, dan aktivitas anak (keluarga) yang hak kepengawasan pada dasarnya berada di tangan ayah, atau kakek, dan para wali yang lain. Perwalian terhadap harta ialah perwallian yang berhubungan dengan ihwal pengelolaan kekayaan tertentu dalam hal pengembangan, pemeliharaan (pengawasan) 14 Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang PERADILAN ANAK, Cet ke-6, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 55. 15 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 135. 19 dan pembelanjaan. Adapun perwalian terhadap jiwa dan harta ialah perwalian yang meliputi urusan-urusan pribadi dan harta kekayaan, dan hanya berada ditangan ayah dan kakek.16 Adapun pengertian perwalian menurut Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: “Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum”, 17 yang Pada dasarnya merupakan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang untuk mewakili anak yang belum dewasa dalam melakukan tindakan hukum demi kepentingan dan kebaikan si anak, yang meliputi perwalian terhadap diri juga harta kekayaanya. Selain perwalian terhadap anak kecil terdapat juga wali orang gila dan safih yang dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Anak Kecil Anak kecil ini tidak sah tindakannya kecuali bila memenuhi dua syarat: 1) Telah mencapai usia dewasa. 2) Mempunyai kecerdasan dalam mempergunakan harta. Allah swt. berfirman dalam QS. al-Nisa/4: 6: 16 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 136. 17 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, h. 31. 20 ْ َُو ۡٱﺑﺘَﻠ ْ ﻮا ۡٱﻟﯿَ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ إِ َذا ﺑَﻠَ ُﻐ ﻮا ٱﻟﻨﱢ َﻜﺎ َح ﻓَﺈ ِ ۡن َءاﻧَ ۡﺴﺘُﻢ ﱢﻣ ۡﻨﮭُﻢۡ ر ُۡﺷ ٗﺪا ﻓَ ۡﭑدﻓَﻌ ُٓﻮ ْا إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢۡۖ َو َﻻ ۚ ۡ ۖ ۡ ُِوا َوﻣﻦ َﻛﺎنَ َﻏﻨِ ٗﯿّﺎ ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺴﺘَ ۡﻌﻔ ٗ ِﻒ َو َﻣﻦ َﻛﺎنَ ﻓَﻘ ﯿﺮا ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺄ ُﻛ ۡﻞ َ ْ ﺗَﺄ ُﻛﻠُﻮھَﺎٓ إِ ۡﺳ َﺮ ٗاﻓﺎ َوﺑِﺪَارًا أَن ﯾَ ۡﻜﺒَﺮ ْ ُوف ﻓَﺈ ِ َذا َدﻓَ ۡﻌﺘُﻢۡ إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢۡ ﻓَﺄ َ ۡﺷ ِﮭ ُﺪ ٦ وا َﻋﻠَ ۡﯿ ِﮭﻢۡۚ َو َﻛﻔَ ٰﻰ ﺑِﭑ ﱠ ِ َﺣ ِﺴﯿﺒٗ ﺎ ِ ۚ ﺑِ ۡﭑﻟ َﻤ ۡﻌﺮ Terjemahnya: Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta mereka……)18 Ayat ini turun mengenai Tsabit bin Rifa’ah dan pamannya; yaitu bahwa Rifa’ah telah meninggal dunia, sedang dia meninggalkan seorang anak lelaki yang masih kecil (namanya Tsabit). Lalu paman Tsabit ini datang kepada Nabi saw. Katanya: sesungguhnya aku memelihara anak yatim; maka apakah yang halal bagiku dari hartanya, dan kapan aku menyerahkan hartanya kepadanya? Maka Allah swt. menurunkan ayat ini.19 Adapun tentang perwaliannya para ulama mazhab sepakat bahwa wali anak kecil adalah ayahnya, sedangkan ibunya tidak mempunyai hak perwalian, kecuali menurut pendapat sebagian ulama Syafi‟i.20 Selanjutnya, para ulama mazhab berbeda pendapat tentang wali yang bukan ayah. Hambali dan Maliki mengatakan: Wali sesudah ayah adalah orang yang menerima wasiat dari ayah. Kalau ayah tidak mempunyai orang yang di wasiati, maka perwalian jatuh ke tangan hakim syar’iy. Sedangkan kakek, sama sekali tidak 18 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 77. 19 Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 14, h. 206-207. 20 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Ja;fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali ), h. 693. 21 punya hak dalam perwalian, sebab kakek menurut mereka tidak bisa mempercayai posisi ayah. Kalau posisi kakek dari pihak ayah sudah seperti itu, maka apa lagi kakek dari pihak ibu. Hanafi mengatakan: Para wali sesudah ayah adalah orang yang menerima wasiat dari ayah. Sesudah itu, kakek dari pihak ayah, lalu orang yang menerima wasiat darinya, dan kalau tidak ada, maka perwalian jatuh ke tangan qadhi. Syafi‟i mengatakan: perwalian beralih dari ayah kepada kakek, dan dari kakek kepada orang yang menerima wasiat dari ayah. Seterusnya, kepada penerima wasiat kakek, dan sesudah itu kepada qadhi. Imamiyah mengatakan: perwalian, pertama-tama berada ditangan ayah dan kakek (dari pihak ayah) dalam derajat yang sama, di mana masing- masing mereka berdua berhak bertindak sebagai wali secara mandiri tanpa terikat yang lain. Yang mana saja di antara keduanya yang lebih dulu bertindak sebagai wali maka dialah yang dinyatakan sebagai wali anak itu, sepanjang dia bisa melaksanakan kewajibannya. Apabila mereka berdua saling berebut menjadi wali si anak, maka yang di dahulukan adalah perwalian kakek. Sedangkan bila masing-masing mereka bertindak dalam bentuk yang bertentangan satu sama lain, maka yang di dahulukan adalah tindakan yang lebih dulu, sedangkan yang terkemudian dianggap tidak berlaku. Akan tetapi bila terjadi bersamaan, maka yang di dahulukan adalah kakek. Sedangkan bila tidak ada ayah dan kakek, perwalian jatuh ke tangan orang yang menerima wasiat dari seorang diantara keduanya. Dalam hal ini kakek di dahulukan 22 dari penerima wasiat ayah. Bila tidak ada ayah, kakek, dan tidak pula terdapat penerima wasiat kedua orang tersebut, perwalian jatuh ke tangan hakim syar’iy.21 Para ulama mazhab juga sepakat bahwa, anak kecil juga dilarang menggunakan hartanya. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang pembelanjaan harta yang dilakukan anak yang pandai, kalau akad sudah sempurna dan usia baligh sudah tiba, maka anak tersebut dianggap telah dewasa, sehingga semua tindakannya dalam menggunakan harta dinyatakan berlaku. Imamiyah dan Syafi’I mengatakan: apabila seorang anak telah mencapai usia sepuluh tahun, maka wasiatnya dalam hal kebajikan dan kebaikan, dinyatakan sah. Tanggungan Apabila seorang gila atau anak kecil membuat kerusakan atau menghabiskan harta milik orang lain tanpa izin pemiliknya, maka mereka berdua wajib memberikan tanggungan (pengganti). Sebab tanggungan seperti itu merupakan hukum positif (alahkam wadh’iah), dimana orang yang dikenai hukum tidak diharuskan berakal dan baligh. Kalau mereka berdua mempunyai harta yang berada ditangan wali-nya masing-masing, maka penggantian tersebut dimintakan dari harta mereka tersebut. Sedangkan bila mereka tidak mempunyai harta, maka pemilik harta yang dihabiskan tersebut harus menunggu hingga orang gila teresbut sembuh, dan anak kecil tadi menjadi dewasa. Baru sesudah itu, dia menuntut haknya.22 21 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Ja;fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), h. 693-694. 22 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Idrus Al-Kaff, h. 684. 23 2. Orang Gila Hukum orang gila persis dengan anak kecil, dan dikalangan ulama mazhab terdapat kesamaan pendapat dalam hal ini, baik orang tersebut gila sejak kecil maupun sesudah baligh dan mengerti. Berbeda dari pendapat di atas, adalah pendapat segolongan mazhab Imamiyah, yang membedakan antara orang-orang gila sejak kecil dengan orang-orang yang gila sesudah mereka menginjak dewasa dan mengerti. Para ulama mazhab Imamiya mengatakan: perwalian ayah dan kakek berlaku atas orang gila jenis pertama, sedangkan orang gila yang tergolong jenis kedua, perwaliannya berada di tangan hakim.23 3. Anak Safih Imamiyah, Hambali dan Hanafi sepakat bahwa apabila seorang anak kecil telah menginjak baligh dalam keadaan mengerti lalu terkena ke-safih-an (idiot), maka perwaliannya berada di tangan hakim, tidak ada ayah dan kakek, apalagi pada orangorang yang menerima wasiat dari mereka berdua.24 Sementara itu imam Syafi’I tidak membuat perbedaan antara perwalian atas anak kecil, orang gila dan safih, dan tidak pula antara ke-safihan yang terjadi semenjak kecil dengan yang muncul sesudah baligh dan mengerti.25 23 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Ja;fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali ), h. 694-695. 24 Abd. Rahman ghazaly, Fiqh Munakahat, Cet ke-1 (Bogor: Kencana, 2003), h. 166-169. 25 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Idrus Al-Kaff, h. 696. 24 B. Sumber Hukum Tentang Perwalian Dalam Hukum Perdata Barat Dan Hukum Perdata Islam 1. Sumber Hukum Perwalian Dalam Hukum Perdata Barat. Ketentuan perwalian dalam Hukum Perdata Barat dimuat dalam Pasal 330418 KEBELUMDEWASAAN DAN PERWALIAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Sumber Hukum Perwalian Dalam Hukum Perdata Islam a. Pasal 50-54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan b. Pasal 19-23 (wali nkah) dan Pasal 107-112 (perwalian anak di bawah umur) Kompilasi Hukum Islam C. Macam-Macam Perwalian Dalam Hukum Perdata Barat Dan Hukum Perdata Islam 1. Macam-macam perwalian dalam hukum perdata barat (KUH Perdata) Ada 3 (tiga) macam perwalian, yaitu: 1) Perwalian oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama, pasal 345-354 KUH Perdata. Pasal 345 KUH Perdata menyatakan: " Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya."26 Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami-istri yang hidup terpisah disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang. 26 Niniek Suparni, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), h. 98. 25 Jadi, bila ayah -setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si-lbu dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut. 2) Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri. Pasal 355 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa: " Orang tua masing-masing yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang anak atau lebih berhak mengangkat seorang wali atas anak itu apabila sesudah ia meninggal dunia perwalian itu tidak ada pada orang tua yang lain baik dengan sendirinya ataupun karena putusan hakim seperti termasuk dalam pasal 353 ayat 5 KUH Perdata.27 Dengan kata lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali atau memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka. 3) Perwalian yang diangkat oleh hakim. Pasal 359 KUH Perdata menentukan: " Semua minderjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh Pengadilan.28 2. Macam-Macam Perwalian dalam Hukum Perdata Islam. Dalam Hukum Perdata Islam hanya terdapat dua macam perwalian, yang pertama adalah perwalian berdasarkan wasiat yang dilakukan oleh salah satu dari kedua orang tua yang termasuk dalam perwalian bagi anak di bawah umur sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 51 ayat kesatu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa: Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.29 27 Niniek Suparni, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), h.102. 28 Niniek Suparni, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), h. 103. 26 Diperkuat dengan Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa: Pasal 108 Orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.30 dan yang kedua adalah wali nikah, yang dijelaskan dalam pasal 19 KHI, bahwa wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.31 29 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 533. 30 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, h. 31. 31 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, h. 6. BAB III PERWALIAN DALAM AL-QURAN DAN HADIS A. Al-Quran Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menyinggung permasalahan tentang perwalian antara lain dalam QS al-Nisa/4: 5: ْ ُﻮا ٱﻟ ﱡﺴﻔَﮭَﺎٓ َء أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَ ُﻜ ُﻢ ٱﻟﱠﺘِﻲ َﺟ َﻌ َﻞ ٱ ﱠ ُ ﻟَ ُﻜﻢۡ ﻗِ ٰﯿَ ٗﻤﺎ َو ۡٱر ُزﻗُﻮھُﻢۡ ﻓِﯿﮭَﺎ َو ۡٱﻛﺴُﻮھُﻢۡ َوﻗُﻮﻟ ْ َُو َﻻ ﺗُ ۡﺆﺗ ۡﻮا ﻟَﮭُﻢ ٗ ﻗَ ۡﻮ ٗﻻ ﱠﻣ ۡﻌﺮ ٥ ُوﻓﺎ Terjemahnya: dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.1 Allah swt melarang memberikan wewenang kepada orang-orang yang lemah akalnya dalam mengelola keuangan yang dijadikan Allah swt sebagai sumber penghidupan. Artinya, dengan pengelolaan harta tersebut kehidupan mereka menjadi tegak (berkesinambungan) seperti dikelola untuk perdagangan atau yang lainnya. Dari sinilah diambil hukum, bahwa pelimpahan wewenang dalam pengelolaan harta terhadap orang-orang safih (yang belum sempurna akalnya) harus ditangguhkan. Penangguhan itu sendiri memiliki berbagai bentuk. Ada penangguhan untuk anak-anak (karena belum cukup umur). Hal ini karena anak-anak itu tidak dapat dipertangungjawabkan perkataannya. Ada pula penangguhan disebabkan pailit, yaitu apabila utang-piutangnya telah melilitnya, sedangkan harta yang dimiliki tidak dapat menutupi pembayarannya. Sehingga, disaat para kreditur (yang memberikan 1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 78. 27 28 pinjaman) memita hakim untuk menyita harta tersebut, niscaya hakim pun akan melakukan penyitaan.2 Kalimat “yang belum sempurna akalnya” hal ini memang dialamatkan kepada anak yatim, tetapi ungkapannya umum sekali, dan menetapkan dasar-dasar seperti mereka yang berada di bawah chancery (mahkamah tinggi) dalam Undang-Undang Inggris atau court of words (dibawah perwalian) dalam Undang-Undang India. Harta itu tidak saja menjadi haknya, tetapi juga menjadi tanggung jawabnya. Mungkin si pemilik tidak bertindak sebagaimana mestinya apa yang sebenarnya dikehendaki; haknya itu dibatasi demi kebaikan masyarakat umumnya yang dia sendiri salah seorang anggotanya, dan bila dia tidak mampu mengatasi hal itu maka kepengawasannya harus dialihkan. Ini tidak berarti dia dapat diperlakukan sewenang-wenang. Sebaliknya segala kepentingannya harus tetap dilindungi, dan justru karena ketidakmampuannya itu dia harus diperlakukan dengan cara yang lebih bijaksana.3 Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra tentang firman Allah swt: (“ )وﻻ ﺗﻮﺗﻮا اﻟﺴﻔﮭﺎء اﻣﻮاﻟﻜﻢDan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaannmu),”ia berkata: “mereka adalah anak-anak dan kaum wanita.”4 Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud ra. 2 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 425-426. 3 Abdullah yusuf ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirannya JUZ I s/d XV, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), h. 179. 4 Ath- Thabari (VII/563) dalam Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, h. 426. 29 Al-Hakam bin ‘Uyainah, al-Hasan dan adh-Dahhak mengatakan: “Mereka adalah anak-anak yatim.”5 Adapun Mujahid, ‘Ikrimah dan Qatadah mengatakan: “Mereka adalah kaum wanita.6 Sedangkan kata “harta kamu; pada dasarnya semua harta menjadi milik masyarakat, dan dimaksudkan untuk menunjang kamu juga, yakni masyarakat. Harta itu harus dipegang oleh orang yang tahu benar arti amanat. Kalau dia tidak mampu, dikeluarkan, tetapi dengan baik-baik dan bijaksana. Sementara ia masih belum mampu melakukan segala tugas dan tanggung jawab akan beralih kepada walinya yang bahkan akan lebh ketat daripada ketika ditangan pemilik aslinya; sebab dia tidak boleh mengambil keuntungan apapun untuk dirinya sendiri, kecuali ia memang orang yang tidak mampu, dan dalam keadaan yang demikian upah yang akan diterima atas jerih payahnya harus dalam ukuran yang tidak lebih daripada sekedar pantas dan masuk akal. 7 Anda masih ingat ayat pertama surah ini yang dimulai dengan wahai seluruh manusia? Maka dapat dipahami bahwa ayat ini pun berarti ditujukan juga kepada mereka. Karena itu pula, walaupun ayat ini pada dasarnya melarang para wali memberi kepada orang-orang yang tidak mampu mengelola harta mereka, tetapi redaksi yang digunakan ayat ini dalam ()اﻣﻮاﻟﻜﻢ amwalakum harta kamu, itu untuk menunjukkan bahwa harta mereka atau harta siapapun sebenarnya merupakan “milik” 55 Ath-Thabari (VII/563) dalam Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, h. 426. 6 Ath-Thabari (VII/564) dalam Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, h. 426. 7 Abdullah Yusuf Ali , Qur’an Terjemahan dan Tafsirannya JUZ I s/d XV, h. 179. 30 bersama, dalam arti ini ia harus beredar dan menghasilkan manfaat bersama. Yang membeli sesuatu dengan harta ini mendapatkan untung, demikian juga penjual, demikian pula penyewa dan yang menyewakan barang, penyedekah dan penerima sedekah, dan lain-lain. Semua hendaknya meraih keuntungan, karena harta itu “milik” manusia sekalian, dan dia telah dijadikan Allah ()ﻗﯿﺎﻣﺎ, yakni sebagai pokok kehidupan. Apabila harta berkurang dalam suatu masyarakat, maka kebutuhan hidup mereka pasti serba kekurangan pula. Jika anggaran belanja dan pendapatan perkapitanya pun rendah, demikian pula sebaliknya, dan ketika itu, kemiskinan akan melanda mereka, dan ini pada gilirannya menjadikan mereka tergantung pada masyaraka/Negara lain yang tidak mustahil merendahkan martabat masyarakat bangsa itu, bahkan menjajahnya. Itulah sebabnya ayat ini menyatakan harta kamu, yakni kamu semua, wahai manusia. Ini diperkuat lagi dengan firman-Nya pada lanjutan ayat yang menyifati harta tersebut sebagai yang dijadikan Allah untuk kamu sebagai pokok kehidupan. “Saya tidak menduga ada seorang pakar ekonomi yang mendahului al-Qur’an menjelaskan hakikat ini”. Demikian tulis Muhammad Thahir ibn Asyur, setelah menguraikan pendapat diatas.8 Kemudian firman Allah swt, ( وارزﻛﻮھﻢ ﻓﯿﮭﺎ واﻛﺴﻮھﻢ وﻗﻮﻟﻮ ﻟﮭﻢ ﻗﻮﻻ ”)ﻣﻌﺮوﻓﺎberilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik,”Ali bin Abi Thalhah rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata: Janganlah kamu mengandalkan kepada 8 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur;an, volume 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 330. 31 hartamu dan apa yang Allah anugerahkan untuk kehidupanmu (tanpa mengelolanya dengan baik, sehingga hartamu akan habis) karena kamu memberikannya kepada isteri atau anak-anakmu. Sehingga akhirnya kamu hanya memperhatikan harta milik mereka. Akan tetapi kelolalah dengan baik hartamu itu, dan hendaklah engkau sendiri yang memberikan nafkah kepada mereka berupa pakaian, makanan dan rizki (biaya hidup) mereka.”9 Firman-Nya: war zuquhum fiha, bukan minha, menurut para pakar tafsir bertujuan untuk memberi isyarat bahwa harta hendaknya dikembangkan. Modal yang ada hendaknya tidak dibiarkan begitu saja, tetapi harus produktif dan menghasilkan keuntungan, sehingga biaya hidup mereka yeng belum mampu mengelola harta itu diambil keuntungan pengelolaan, bukan modal. Seandainya ayat ini menggunakan kata minha yang berarti darinya, maka biaya hidup itu diambil dari modal dan isyarat di atas tidak akan tergambar. Memang, pada prinsipnya dalam pandangan al-Qur’an, modal tidak boleh menghasilkan dari dirinya sendiri, tapi hasilnya harus dari usaha baik manusia. Karena itu, riba dan perjudian dilarang, dan itu pula salah satu hikmah ditetapkannya kadar tertentu dari zakat terhadap uang (walau tidak digunakan) agar mendorong aktivitas ekonomi, perputaran dana, sekaligus mengurangi spekulasi dan penimbunan. Kendati uang merupakan modal dan salah satu faktor produksi yang penting, tetapi ia bukan yang terpenting. Manusia menempati posisi tertinggi. Hubungan harmonis antar warga harus terus dipelihara, dan karena itu pula ayat ini ditutup dengan perintah ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.10 9 Ath-Thabari (VII/565) dalam Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, h. 426. 10 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, volume 2, h. 330 32 Mujahid berkata (mengenai ayat ini): (ﻣﻌﺮوﻓﺎ )وﻗﻮﻟﻮا ﻟﮭﻢ ﻗﻮﻻ “Dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik” yaitu dalam kebaikan dan silaturrahim. Ayat yang mulia ini memerintahkan untuk berbuat ihsan (kebaikan) kepada keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya dengan memberikan nafkah berupa pakaian dan rizki (biaya hidup), serta dengan kata-kata dan akhlak yang baik. Sebelumnya ayat kedua dan ketiga surah ini memerintahkan memberi harta anak yatim, serta larangan mengawininya kalau karena kecantikan dan hartanya dengan tidak berlaku adil terhadap mereka. Seanjutnya, ayat ini memerintahkan memeberi maskawin yang merupakan hak seorang istri. Demikian ayat ayat yang lalu memerintahkan memberi harta kepada pemiliknya. Kedua perihal tersebut boleh jadi menimbulkan dugaan dalam benak para wali bahwa semua pemilik harta harus diberi hartanya. Nah, untuk menghapus kesan itu, maka ayat ini melarang member harta kepada para pemilik yang tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Ini agaknya sengaja ditempatkan disini bukan sebelum perintah yang lalu agar larangan ayat ini tidak menjadi dalih bagi siapapun yang enggan memberi harta itu kepada mereka dan semua orang bahwa Allah memerintahkan. Dan janganlah kamu, wahai para wali, suami atau siapa saja, menyerhakan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, baik yatim, anak kecil, orang dewasa, pria atau wanita, harta kamu atau harta mereka yang ada dalam kekuasaan atau wewenang kamu, karena harta itu dijadikan Allah untuk kamu sebagai pokok kehidupan sehingga harus dipelihara dan tidak boleh diboroskan atau digunakan bukan pada tempatnya. Pelihara dan kembangkan harta itu tanpa mengabaikan 33 kebutuhan yang wajar dari pemiliknya yang tidak mampu mengelola harta itu. Karena itu, berilah mereka belanja dan pakaian dari hasil harta itu dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. Adalah tindakan yang bijkasana bila menjelaskan mengapa kamu menempuh jalan itu sehingga hati mereka tenang dan hubungan kalian tetap harmonis. Ayat 6: ْ ﻮا ۡٱﻟﯿَ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ إِ َذا ﺑَﻠَ ُﻐ ْ َُو ۡٱﺑﺘَﻠ ﻮا ٱﻟﻨﱢ َﻜﺎ َح ﻓَﺈ ِ ۡن َءاﻧَ ۡﺴﺘُﻢ ﱢﻣ ۡﻨﮭُﻢۡ ر ُۡﺷ ٗﺪا ﻓَ ۡﭑدﻓَﻌ ُٓﻮ ْا إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢۡۖ َو َﻻ ۚ ۡ ۖۡ ُِوا َوﻣﻦ َﻛﺎنَ َﻏﻨِ ٗﯿّﺎ ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺴﺘَ ۡﻌﻔ ٗ ِﻒ َو َﻣﻦ َﻛﺎنَ ﻓَﻘ ﯿﺮا ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺄ ُﻛ ۡﻞ َ ْ ﺗَﺄ ُﻛﻠُﻮھَﺎٓ إِ ۡﺳ َﺮ ٗاﻓﺎ َوﺑِﺪَارًا أَن ﯾَ ۡﻜﺒَﺮ ْ ُوف ﻓَﺈ ِ َذا َدﻓَ ۡﻌﺘُﻢۡ إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢۡ ﻓَﺄَ ۡﺷ ِﮭ ُﺪ ٦ وا َﻋﻠَ ۡﯿ ِﮭﻢۡۚ َو َﻛﻔَ ٰﻰ ﺑِﭑ ﱠ ِ َﺣ ِﺴﯿﺒٗ ﺎ ِ ۚ ﺑِ ۡﭑﻟ َﻤ ۡﻌﺮ Terjemahnya: dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).11 Setelah melarang pemberian harta kepada yang tidak mampu mengelolanya seperti anak-anak yatim maka dalam ayat ini ditegaskan bahwa larangan itu tidak terus menerus. Wali hendaknya memperhatikan keadaan mereka, sehingga bila para pemilik itu telah dinilai memapu mengelola harta dengan baik, maka harta mereka harus segera diserahkan. Selanjutnya, karena dalam rangkaian ayat-ayat yang lalu anak yatim yang pertama disebut sebab merekalah yang paling lemah, maka disini mereka pun yang pertama disebut. Kepada para wali diperintahkan: ujilah anak yatim 11 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 77. 34 itu dengan memperhatikan keadaan mereka dalam hal penggunaan harta, serta latihlah mereka sampai hampir mencapai umur yang menjadikan mereka mampu memasuki gerbang perkawinan. Mengenai firman Allah swt (wabtalul yatam)”dan ujilah anak yatim itu.” Ibnu “Abbas, Mujahid, al-Hasan, as-Saudi dan Muqatil bin Hayyan berkata: “Artinya ujilah mereka.12 (hatta idza balagunnikaha)” sampai mereka cukup umur untuk kawin,” Mujahid berkata: “Yakni ketika baligh.13 Maka ketika itu, jika kamu telah mengetahui, yakni pengetahuan yang menjadikan kamu tenang karena adanya pada mereka kecerdasan, yakni kepandaian memelihara harta serta kestabilan mental. Maka serahkanlah kepada mereka hartaharta mereka, karena ketika itu tidak ada lagi alasan untuk menahan harta mereka. ْ ُﺎل ۡٱﻟﯿَﺘِ ِﯿﻢ إِ ﱠﻻ ﺑِﭑﻟﱠﺘِﻲ ِھ َﻲ أَ ۡﺣ َﺴ ُﻦ َﺣﺘﱠ ٰﻰ ﯾَ ۡﺒﻠُ َﻎ أَ ُﺷ ﱠﺪ ۥۚهُ َوأَ ۡوﻓ ْ َو َﻻ ﺗ َۡﻘ َﺮﺑ:ﻗﻮﻟﮫ ﺗﻌﺎل ﻮا ﺑِ ۡﭑﻟ َﻌ ۡﮭ ۖ ِﺪ إِ ﱠن َ ُﻮا َﻣ ٗ ُٔۡٱﻟ َﻌ ۡﮭ َﺪ َﻛﺎنَ َﻣ ۡﺴ ٣٤ ﻮﻻ ْ ) َو َﻻ ﺗ َۡﻘ َﺮﺑ:ﻗﻮﻟﮫ ﺗﻌﺎل اﻋﻠﻢ اﻧﮫ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻧﮭﻰ ﻋﻦ.ُﻮا َﻣﺎ َل ۡٱﻟﯿَﺘِ ِﯿﻢ إِ ﱠﻻ ﺑِﭑﻟﱠﺘِﻲ ِھ َﻲ أَ ۡﺣ َﺴ ُﻦ( اﻻﯾﺔ وﯾﻮﺟﺐ اﻧﻘﻄﺎع, وذاﻟﻚ ﻣﻨﻊ ﺗﺮﺑﯿﺔ اﻻوﻻد, وﻗﺪ ذﻛﺮﻧﺎ اﻧﮫ ﯾﻮﺟﺐ ﻋﻦ اﺣﺘﻼط اﻻﻧﺴﺎب,اﻟﺰﻧﺎ ﻓﺎ اﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﻟﺰﻧﺎ و ﻋﻦ اﻟﻘﺘﻞ ﯾﺮﺟﻊ ﺣﺼﯿﻠﮫ اﻟﻰ, وذاﻟﻚ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻦ دﺧﻮاﻟﻨﺎس ﻓﻲ اﻟﻮﺟﻮد,اﻟﻨﺴﻞ ﻻن اﻋﺰ اﻻﺷﯿﺎء ﺑﻌﺪ, ﻓﻠﻤﺎ ذﻛﺮه ﺗﻌﺎﻟﻰ اﺗﺒﻌﮫ ﺑﺎﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﺗﻼف اﻻﻣﻮال,اﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﺗﻼف اﻟﻨﻔﻮس وﻛﻤﺎل, وﺿﻌﻔﮫ, ﻻن ﻟﺼﻐﺮه, واﺣﻖ اﻟﻨﺎس ﺑﺎﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﺗﻼف اﻻﻣﻮال ھﻮ اﻟﯿﺘﯿﻢ,اﻟﻨﻔﻮس اﻻﻣﻮال ﻓﻘﺎل, ﻓﻠﮭﺎذا ﺧﺼﮭﻢ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺎ ﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﺗﻼف اﻣﻮاﻟﮭﻢ,ﻋﺠﺰه ﯾﻌﻈﻢ ﺿﺮره ﺑﺎ ﺗﻼف ﻣﺎﻟﮫ ْ ) َو َﻻ ﺗ َۡﻘ َﺮﺑ:ﺗﻌﺎﻟﻰ ) َو َﻻ ﺗ َۡﺄ ُﻛﻠُﻮھَﺎٓ إِ ۡﺳ َﺮ ٗاﻓﺎ َوﺑِﺪَارًا:ُﻮا َﻣﺎ َل ۡٱﻟﯿَﺘِ ِﯿﻢ إِ ﱠﻻ ﺑِﭑﻟﱠﺘِﻲ ِھ َﻲ أَ ۡﺣ َﺴ ُﻦ( ﻧﻈﯿﺮه ﻗﻮﻟﮫ ﺗﻌﺎﻟﻰ ۚ ۖۡ ُِوا َوﻣﻦ َﻛﺎنَ َﻏﻨِ ٗﯿّﺎ ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺴﺘ َۡﻌﻔ ٗ ِﻒ َو َﻣﻦ َﻛﺎنَ ﻓَﻘ )إِ ﱠﻻ: اﻟﻤﺮاد ﺑﻘﻮﻟﮫ ﺗﻌﺎﻟﻰ.(ُوف ِ ۚ ﯿﺮا ﻓَ ۡﻠﯿَ ۡﺄ ُﻛ ۡﻞ ﺑِ ۡﭑﻟ َﻤ ۡﻌﺮ َ ْ أَن ﯾَ ۡﻜﺒَﺮ 12 Ath-Thabari (VII/574) dalam Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, h. 427. 13 Ath-Thabari (VII/575) dalam Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, h. 426. 35 ﻗﺎل اذا, وروى ﻣﺠﺎھﺪ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس.ﺑِﭑﻟﱠﺘِﻲ ِھ َﻲ أَ ۡﺣ َﺴ ُﻦ( اى اﻻ ﺑﺎﻟﺘﺼﺮف اﻟﺬى ﯾﻨﻤﯿﮫ و ﯾﻜﺜﺮه . ﻓﻼ ﺷﻲء ﻋﻠﯿﮫ, ﻓﺎن ﻟﻢ ﯾﻮﺳﺮ, واذا اﯾﺲ ﻗﻀﺎه,اﺣﺘﺎج اﻛﻞ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف ﻛﻤﺎ ﺑﯿﻨﮫ, وھﻮ ﺑﻠﻮغ اﻟﻨﻜﺎح, اﻧﻤﺎ ﺗﺒﻘﻲ وﻻﯾﺘﮫ ﻋﻠﻰ اﻟﯿﺘﯿﻢ اﻟﻰ ان ﯾﺒﻠﻎ اﺷﺪه,واﻋﻠﻢ ان اﻟﻮﻟﻲ ْ ُ ) َو ۡٱﺑﺘَﻠ:ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﮫ ْﻮا ٱﻟﻨﱢ َﻜﺎ َح ﻓَﺈ ِ ۡن َءاﻧَ ۡﺴﺘُﻢ ﱢﻣ ۡﻨﮭُﻢۡ ر ُۡﺷ ٗﺪا ﻓَ ۡﭑدﻓَﻌ ُٓﻮا ْ ﻮا ۡٱﻟﯿَ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ إِ َذا ﺑَﻠَ ُﻐ اﻟﻤﺮاد ﺑﺎﻻﺷﺪ ھﺎ ھﻨﺎ ﺑﻠﻮﻏﮫ اﻟﻰ ﺣﯿﺚ ﯾﻤﻜﻨﮫ ﺑﺴﺒﺐ ﻋﻘﻠﮫ ورﺷﺪه اﻟﻘﯿﺎم ﺑﻤﺼﺎﻟﺢ.( ۖ ۡإِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﮭُﻢ 14 . ﻟﻢ ﺗﺰال اﻟﻮﻻﯾﺔ ﻋﻨﮫ, ﻓﺎن ﺑﻠﻎ ﻏﯿﺮ ﻛﻤﺎل اﻟﻌﻘﻞ, ﻓﺤﯿﻨﺌﺬ ﺗﺰول وﻻﯾﺔ ﻏﯿﺮه ﻋﻨﮫ,ﻣﺎﻟﮫ Boleh jadi ada diantara wali yang tamak, maka ayat ini melanjutkan tuntunannya dengan menegaskan bahwa janganlah kamu, para wali, memakan, yakni memanfaatkan untuk kepentingan kamu harta anak yatim dengan kamu yang mengelolanya sehingga memanfaatkannya untuk kepentingan kamu harta anak yatim dengan kamu yang mengelolanya sehingga memanfaatkannya lebih dari batas kepatutan, dan jangan juga kamu membelanjakan harta itu dalam keadaan tergesagesa sebelum mereka dewasa, karena kamu kahwatir bila mereka dewasa kamu tidak dapat mengelak untuk tidak menyerahkannya. Barangsiapa diantara pemelihara itu yang mampu, maka hendaknya ia menahan diri, yakni tidak mengunakan harta anak yatim itu dan mencukupkan dengan anugerah Allah yang diperolehnya, dan barang siapa yang miskin, maka hendaklah bolehlah ia makan dan memanfaatkan harta itu, bahkan mengambil upah atau imbalan menurut yang patut. Lalu apabila kamu menyerahkan harta mereka yang sebelumnya berada dalam kekuasaan kamu kepada mereka, maka hendaklah kamu mempersaksikan atas mereka tentang penyerahan itu bagi mereka. Dan cukuplah Allah menjadi pengawas atas persaksian itu. 14 Imam Ibn ‘Adil al-Hanbali, Al-Lubab fi ‘Ulumul-Kitab, Jilid 12 Cet ke-2, (Lebanon: Dar AlKotob Al-Ilmiyah, 2011), h. 276-277. 36 Ulama sepakat bahwa ujian yang dimaksud adalah dalam soal pengelolaan harta, misalnya dengan memberi yang diuji itu sedikit harta sebagai modal. Jika dia berhasil memelihara dan mengembangkannya, maka ia dapat dinilai telah lulus dan wali berkewajiban dilaksanakan sebelum menyerahkan harta miliknya itu kepadanya. Ujian itu yang bersangkutan dewasa. Ada juga yang berpendapat sesudahnya. Sebagian ulama menambahkan bahwa diuji yakni diamati juga pengalaman agamanya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa anak yatim yang telah dewasa tidak otomatis diserahkan kepadanya hartanya, kecuali setelah terbukti kemampuannya mengelola harta. Ini berdasar ayat ini dan ayat sebelumnya. Imam Abu Hanifah menolak pendapat itu. Menurutnya, apa dan bagaimanapun keadaan anak yatim , bila dia telah mencapai usia dua puluh tahun lima tahun, maka wali harus menyerahkan harta itu kepadanya, walau dia fasik atau boros. Pendapatnya didasarkan pada pertimbangan bahwa usia dewasa adalah delapan belas tahun. Tujuh tahun setelah dewasa yang menggenapkan usia menjadi dua puluh lima tahun adalah waktu yang cukup untuk terjadinya perubahan-perubahan dalam diri manusia. Makna kata ( )رﺷﺪrasyada adalah ketepatan dan kelurusan jalan. Dari sini lahir kata rusyd yang bagi manusia adalah kesempurnaan akal dan jiwa yang menjadikannya mampu bersikap dan bertindak setepat mungkin. Mursyid adalah pemberi petunjuk /bimbingan yang tepat. Orang yang telah menyandang sifat itu secara sempurna dinamai rasyid yang oleh Imam Ghazail diartikan sebagai “dia yang mengalir penanganan dan usahanya ke tujuan yang tepat, tanpa petunjuk pembenaran atau bimbingan dari siapapun”. 37 Kata ( )ﺑﺪاراbidaran terambil dari kata al-badru yang berarti “bersegara menuju sesuatu”. Patron kata bidaran menunjukkan adanya dua pihak yang saling bersegera. Ayat ini bermaksud menggambarkan keinginan pihak yang berwenang (wali) untuk segera membelanjakan harta anak yatim, dan di pihak lain, keinginan anak yatim untuk segera dewasa agar dapat mengambil hartanya dari dan selama ini berwenang mengelolanya. Ayat diatas tidak menyifati anak itu sebagai seorang yang rasyid, tetapi memiliki rusyd. kata rusyd yang digunakan pun bukan dalam bentuk definite/ma’rifah. Atas dasar itu, kecerdasan dan kestabilan mental yang dimaksud adalah yang sesuai dengan usianya, yakni usia seorang anak yang sedang memasuki gerbang kedewasaan. Kata ( )ﺣﺴﯿﺒﺎhasiban yang diterjemahkan diatas dengan “Pengawas” ada juga yang memahaminya dalam arti “yang memberi kecukupan” yang mengandalkannya”. Imam Ghazali menguraikan bahwa al-Hasib bermakna” dia yang mencukupi siapa yang mengandalkannya”. Sifat ini tidak dapat disandang secara sempurna kecuali oelh Allah sendiri, karena hanya Allah saja yang dapat mencukupi lagi dihandalkan oleh setiap makhluk. Allah sendiri yang dapat mencukupi semua makhluk, mewujudkan kebutuhan mereka, melanggengkannya bahkan menyempurnakannya”. Jangan duga jika anda membutuhkan makanan, minuman, bumi, langit, dan matahari bahwa anda membutuhkan selain-Nya sehingga bukan lagi Allah yang mencukupi kebutuhan anda, karena pada hakikatnya Dia juga yang Maha Mencukupi itu, yang menciptakan makanan, minuman, bumi, langit dan lainlain. Jangan duga bayi yang membutuhkan ibu yang menyusukan dan memeliharanya, bukan Allah yang mencukupinya, karena Allah yang menciptakan 38 ibunya serta air susu yang diisapnya, Allah pula yang mengilhaminya mengisap, serta menciptakan rasa kasih sayang di kalbu ibu kepadanya”. Demikian al-Ghazali. Seseorang yang meyakini bahwa Allah adalah Hasib bagi dirinya akan merasa tentram, tidak terusik oleh gangguan, tidak kecewa oleh kehilangan materi atau kesempatan, karena dia selalu merasa cukup dengan Allah. Nasehat ini harus dicamkam oleh setiap orang, khususnya yang tadi mengelola harta anak yatim yang boleh jadi mengandalkannya, tetapi setelah sang anak dewasa ia harus menyerahkan kembali harta itu. Kata hasiban juga dapat dipahami dalam arti ”menghitung”. Allah yang menyandang sifat ini, antara lain dia yang melakukan perhitungan menyangkut amalamal baik dan buruk manusia secara amat teliti lagi amat cepat perhitungan-Nya, sebagaimana firman-Nya: “kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat Perhitungan”(QS. al-Anbiya/21:47) Jika kita memahami penggalan ayat diatas dalam makna ini, maka ia merupakan ancaman bagi setiap orang termasuk para wali yang menggunakan harta anak yatim bukan pada tempat yang dibenarkan Allah dan rasul-Nya.15 QS. Al-Ma’un/107: 1-2 َ أَ َر َء ۡﯾ ١ ﺖ ٱﻟﱠ ِﺬي ﯾُ َﻜ ﱢﺬبُ ﺑِﭑﻟﺪﱢﯾ ِﻦ ٢ ﻚ ٱﻟﱠ ِﺬي ﯾَ ُﺪ ﱡع ۡٱﻟﯿَﺘِﯿ َﻢ َ ِﻓَ ٰ َﺬﻟ 15 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, volume 2, h. 330-335. 39 Terjemahnya: tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?Itulah orang yang menghardik anak yatim. 16 Dalam surah ini, Allah swt, ingin memberitahu kita tentang siapa-siapa yang layak disebut sebagai pendusta agama, agar orang-orang yang membenarkan agama dapat mengetahu secara jelas. Surah ini dimulai dengan pertanyaan,” tahukah kamu siapa itu orang yang mendustakan agama? Ini untuk mengingatkan si pendengar bahwa hakikat hal tersebut tersembunyi bagi orang yang tertutup dari bisikan hati nuraninya sendiri, dan terkelabui oleh khayalannya yang sesat. Pertanyaan tersebut ditujukan kepada siapa saja yang mampu memahaminya,” Adakah jelas bagimu siapa si pendusta agama? Yaitu orang yang menghardik anak yatim… Yakni yang mengusir si yatim atau mengeluarkan ucpan-ucapan keras ketika ia datang kepadanya meminta sesuatu yang diperlukannya semata-mata karena meremehkan kondisinya yang lemah dan tiadanya orang tua yang mampu membelanya dan memenuhi keperluannya. Juga terdorong oleh kesombongannya karena menganggap dirinya lebih kuat dan lebih mulia. Sedangkan menurut kebiasaan, kondisi seorang anak yatim merupakan gambaran tentang kelemahan dan keperluan kepada pertolongan. Maka siapa saja yang menghinanya, ia telah menghina setiap manusia yang lemah, dan meremehkan setiap yang memerlukan pertolongan. Maka dapatlah disimpulkan bahwa orang yang mendustakan agama, adalah yang tidak mau mengakui hak orang lain, disebabkan merasa kuat dengan harta maupun kedudukannya. Dan setiap manusia yang berprilaku zalim dan suka 16 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 602. 40 melanggar hak-hak orang lain adalah pendusta agama, baik yang kezalimannya banyak atau sedikit.17 B. Al-Hadis Ciri-ciri seseorang telah cukup umur atau dewasa adalah: telah bermimpi, tumbuh kumis serta bulu kemaluannya, selain itu, kata dewasa sering dikaitkan dengan jumlah umur seseorang, karena seperti yang kita ketahui, bahwa dalam KUH Perdata, Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan KHI juga menetapkan hal itu, akan tetapi ketiga peraturan tersebut berbeda pendapat tentang penentuan batas usia di bawah umur, ada yang menetapkan 18 tahun dan ada yang menetapkan 21 tahun. Dalam hadis berikut dijelaskan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. tidak memberi izin kepada seseorang anak untuk berperang hingga umurnya mencapai 15 tahun. Ibnu ‘Umar r.a. menerangkan: ﻋﺮﺿﺖ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﯾﻮم اﺣﺪ واﻧﺎ اﺑﻦ ارﺑﻊ ﻋﺸﺮةﺳﻨﺔ ﻓﻠﻢ 18 وﻋﺮﺿﺖ ﯾﻮم اﻟﺨﻨﺪق واﻧﺎاﺑﻦ ﺧﻤﺲ ﻋﺸﺮة ﺳﻨﺔ ﻓﺎﺟﺎز ﻧﻰ,ﯾﺠﺰﻧﻰ Artinya: “Aku dihadapkan kepada Nabi saw. Pada waktu perang uhud, sedang waktu itu aku adalah seorang anak yang berumur empat belas tahun, maka beliau tidak mengizinkan aku ikut perang. Lalu aku dihadapkan lagi kepada beliau pada waktu perang Khandak, sedang pada waktu itu aku adalah seorang anak yang berumur 15, maka beliau memberikan izin kepadaku untuk ikut perang.’’(HR. Abu Daud) Jumhur ulama berpendapat bahwa salah satu ciri orang dianggap telah baligh, adalah bila dia sudah bermimpi. Seseorang baru bisa dibebani hukum, bila sudah 17 Muhammad ‘Abduh, TAFSIR JUZ ‘AMMA, (Bandung: Mizan, 2001), h. 330-331. 18 Abu Daud Ibn Sulaiman al-Asyats al-Sijistan, Sunan Abi Daud, (Lebanon: Dar Al-Fikr, t.th), h. 152/2. 41 berusia dewasa. dan menyatakan bahwa apabila seseorang anak lelaki telah berusia lima belas tahun, atau telah tumbuh kumis dan bulu kemaluannya, dipandang telah dewasa. Sedangkan Menurut Abu Hanifah, anak lelaki dianggap baligh pada saat dia berusia 18 tahun, sedangkan anak perempuan pada saat dia memasuki 17 tahun.19Mengingat perkembangan masyarakat saat ini, kami condong dengan pendapat Abu Hanifah yang menetapkan usia dewasa seseorang lelaki jika dia telah memasuki usia 18 tahun dan 17 tahun bagi anak perempuan.20 Berdasarkan beberapa hadis diatas, belum ada yang menjelaskan secara rinci dan memiliki persepsi yang sama dengan peraturan perundang-undangan mengenai batas usia di bawah umur, akan tetapi pendapat Abu Hanifah mempunyai kesamaan walau hanya sebagian dari pendapatnya yaitu mengenai batas usia anak di bawah umur bagi anak lelaki. Adapun hadis yang berkaitan dengan wali nikah adalah hadis dari ‘Aisyah ra. yang sebagai berikut: )اﯾﻤﺎ اﻣﺮاة ﻧﻜﺤﺖ ﺑﻐﯿﺮ اذن: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ:ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻗﺎﻟﺖ ﻓﺎن اﺷﺘﺠﺮوا, ﻓﺎن دﺧﻞ ﺑﮭﺎ ﻓﻠﮭﺎ اﻟﻤﮭﺮ ﺑﻤﺎ اﺳﺘﺤﻞ ﻣﻦ ﻓﺮﺟﮭﺎ,وﻟﯿﮭﺎ ﻓﻨﻜﺎﺣﮭﺎ ﺑﺎطﻞ و اﺑﻦ, وﺻﺤﺤﮫ اﺑﻮ ﻋﻮاﻧﺔ,ﻓﺎﻟﺴﻠﻄﺎن وﻟﻲ ﻣﻦ ﻻ وﻟﻲ ﻟﮫ( اﺧﺮﺟﮫ اﻟﻌﺮﺑﻌﺔ اﻻ اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ 21 .ﺣﺒﺎن واﻟﺤﺎﻛﻢ 19 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum Jilid 7, cet. Ke-3, (Jakarta: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 156. 20 Nailul Authar V: 370, 373 dalam Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum Jilid 7, h. 157. 21 Muhammad ben Isa al-Tirmidi, Sunan al-Tirmidi, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2008), h. 285. 42 Artinya: Dari ‘Aisyah ra. berkata: Bersabda Rasulullah saw, siapa saja wanita yang nikah tanpa wali maka nikahnya batal, maka jika ia telah dicampuri maka baginya mahar yang menghalalkan farjinya, jika ia tidak mempunyai wali maka penguasa (hakimah) walinya wanita yang tidak punya wali”. dan hadis dari ‘Imran Ibn Husaini yang sebagai berikut: 22 .[ ]ﻻ ﻧﻜﺎح إﻻ ﺑﻮﻟﻲ: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ: ﻋﻦ أﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﻗﺎل Artinya: dari Abi Musa berkata: Nabi bersabda saw. “tidak ada nikah melainkan dengan wali”. (HR. Tirmidzi) Pernyataan “tidak” pada hadis ini maksudnya “tidak sah”, yang merupakan arti yang terdekat dari pokok persoalan ini, jadi nikah tanpa wali adalah batal,23 sebagaimana yang dijelaskan pada hadis sebelumnya. 22 Muhammad ben Isa al-Tirmidi, Sunan al-Tirmidi, h. 283. 23 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1988), h. 131. BAB IV PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PERDATA BARAT DAN HUKUM PERDATA ISLAM TENTANG PERWALIAN A. Konsep perwalian dalam hukum perdata barat Konsep perwalian dalam hukum perdata barat (KUH Perdata) dapat dibagi ke dalam 13 bagian yakni: 1) Kebelumdewasaan Kebelumdewasaan yang dimaksud pada bagian ini adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan mereka yang belum pernah melangsungkan perkawinan, akan tetapi mereka yang perkawinannya dibubarkan sebelum umur mereka mencapai 21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. 2) Perwalian pada umumnya. Perwalian dalam KUH Perdata memuat beberapa asas yaitu: a. Asas tak dapat dibagi-bagi (ondeelbaaraeid) Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali (pasal 331 KUH Perdata). Asas tak dapat dibagi-bagi (ondeelbaaraeid). Asas ini mempunyai pengecualian dalam dua hal: 1. Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama (langslevende) maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi medevoogd (wali serta/wali peserta) berdasarkan pasal 351 KUH Perdata. 2. Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan (bewindvoerder) yang mengurus barang-barang minderjarije diluar Indonesia berdasar pasal 361 KUH Perdata. 43 44 b. Asas persetujuan dari keluarga. Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada, maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu. sedangkan pihak keluarga, kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan, dapat dituntut berdasarkan pasal 524 KUH Perdata.1 3) Perwalian oleh ayah dan ibu. Perwalian yang dimaksud pada bagian ini adalah: a. Perwalian bagi salah satu dari orang tua yang hidup lebih lama, sejauh orang tua tersebut tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. Jika ternyata wali yang hidup lebih lama itu adalah seorang ibu yang kemudian melangsungkan perkawinan kembali, maka demi hukum suami tersebut menjadi wali peserta selama tidak terjadi pisah meja dan ranjang atau tidak ada pisah harta benda. b. Perwalian oleh bapak dan ibu yang telah dewasa dan telah mengakui anaknya, demi hukum tidak sah, kecuali bapak ibu tersebut dikecualikan dari perwalian atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah dan ibu itu belum dewasa atau telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu diakui. Dan jika pengakuan tersebut dilakukan pada waktu yang sama, maka demi hukum, bapaklah yang memangku perwalian. c. Perwalian terhadap anak diluar perkawinan yang telah diakuinya, kemudian hendak melakukan perkawinan agar anaknya menjadi sah, maka ia harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri. 1 R. Soetjono dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cet ke-4, (Bandung: Alumni, 1972), h. 188. 45 4) Perwalian yang diperintahkan oleh bapak atau ibu. Perwalian yang diperintahkan oleh bapak atau ibu adalah perwalian dimana masing-masing orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua terhadap seorang atau beberapa orang anak, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia atau karena penetapan hakim. 5) Perwalian yang diperintahkan oleh hakim. Perwalian yang diperintahkan oleh hakim adalah perwalian terhadap anak yang belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua yang sebelumnya perwaliannya tidak di atur dengan cara yang sah, karena ketidakmampuan orang tua untuk semetara waktu melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, karena permintaan keluarga sedarah dan pihak yang berkepentingan juga terhadap anak yang tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia maka oleh hakim harus mengangkat seorang wali, 6) Perwalian oleh perkumpulan, yayasan, dan lembaga sosial. Perwalian yang dalam segala hal seorang hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak yang belum dewasa untuk waktu yang lama. 7) Perwalian pengawas. Perwalian pengawas adalah perwalian yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan yang telah diperintahkan oleh hakim untuk menjadi wali pengawas 46 terhadap para wali dalam menjalankan tugas perwalian terhadap anak yang berada di bawah kekuasaannya serta mewakili kepentingan anak tersebut berdasarkan surat instruksinya yang diberikan pada waktu Balai Harta Peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. 8) Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian. Alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian adalah alasan yang diajukan karena beberapa hal, yakni: 1. Mereka yang akan melakukan jawatan negara berada diluar Indonesia. 2. Anggota tentara darat dan laut dalam menunaikan tugasnya. 3. Mereka yang akan melakukan jabatan umum yang terus menerus atau untuk suatu waktu tertentu harus berada di luar propinsi. 4. Mereka yang telah berusia di atas 60 tahun. 5. Mereka yang terganggu oleh suatu penyakit yang lama akan sembuh. 6. Mereka yang tidak mempunyai anak sendiri tetapi dibebani tugas memangku dua perwalian. 7. Mereka yang ditugaskan memangku perwalian sedangkan ia memiliki seorang anak atau lebih. 8. Mereka yang waktu diangkat menjadi wali mempunyai lima orang anak sah. 9. Wanita-wanita yang tidak dalam keadaan bersuami telah menerima perwalian boleh minta untuk dibebaskan, bila ia kawin. 10. Mereka yang tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan anak yang dimaksud, sedangkan dalam daerah hukum pengadilan tersebut terdapat keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. 47 Sedang bapak dan ibu tidak diperbolehkan untuk meminta pembebasan oleh dikarenakan salah satu hal di atas. Begitupula bagi seseorang yang sedang memangku perwalian berdasarkan permintaan sendiri. 9) Pengecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian. Menurut pasal 379 KUH Perdata disebutkan ada 5 golongan orang yang digolongkan atau tidak boleh menjadi wali, yaitu : 1. Mereka yang sakit ingatan. 2. Mereka yang belum dewasa. 3. Mereka yang berada dibawah pengampuan. 4. Mereka yang telah dipecat atau dicabut (onzet) dari kekuasaan orang tua atau perwalian atau penetapan pengadilan. 5. Para ketua, ketua pengganti, anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara, juru buku dan agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak- anak atau anak tiri mereka sendiri. Sedangkan pemecatan terhadap wali dapat dikarenakan salah satu atau lebih dari hal-hal berikut: 1. Mereka yang berkelakuan buruk. 2. Mereka yang melaksanakan tugasnya wali tidak cakap atau menyalahgunakan kecakapannya. 3. Mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut no 10o dan nomor 2o pasal ini. 4. Jika wali dalam keadaan pailit. 5. Mereka yang untuk dirinya sendiri atau keluarganya melakukan perlawanan terhadap si anak tersebut. 48 6. Jika wali dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. 7. Mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih. 10) Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa. Dalam hal ini wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan anak yang berada di bawah perwaliannya menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakilinya dalam segala tindakan perdata. 11) Tugas pengurus wali. Kewajiban-kewajiban serta larangan yang harus dilakukan pengurus wali dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Wali harus mengurus harta kekayaan anak yang berada di bawah perwaliannya laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggung jawabnatas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk. 2. Wali harus membuat daftar barang-barang kekayaan anak yang berada di bawah perwaliannya. 3. Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan anak yang berada di bawah perwaliannya, juga tidak boleh mengasingkan atau mengadaikan barang-barang tak bergerak serta menjual dan memindahtangankan surat-surat utang-piutang serta andil-andil tanpa memperoleh kuasa untuk itu. 4. Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa serta tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam pasal 393. 49 12) Perhitungan pertangungjawaban perwalian. Setiap wali wajib mengadakan perhitungan penutup dan pertangungjawaban yang mana kedua hal tersebut harus dilakukan atas biaya anak belum dewasa yang ditangguhkan hingga ia dewasa atau kepada ahli warisnya bila ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus, tetapi dibayar terlebih dahulu oleh walinya. 13) Balai Harta Peninggalan dan Dewan Perwalian. Dalam daerah hukum setiap Pengadilan Negeri ada Balai Harta Peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan Pengadilan Negeri. Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada suatu Balai Harta Peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama salah satu Balai Harta Peninggalan yang lain. Dalam hal demikian, Balai Harta Peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor di tempat Balai Harta Peninggalan tersebut pertama. Kecuali dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua Balai Harta Peninggalan, anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama Balai Harta Peninggalan. Instruksi untuk semua Balai Harta Peninggalan ditentukan oleh pemerintah. Setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru. Sedangkan dalam daerah hukum setiap Pengadilan Negeri, ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan peraturanperaturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan kepadanya 50 dengan putusan Hakim menurut Pasal 214, Pasal 319f alinea kelima, atau Pasal 382 alinea ketiga seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh Kejaksaan menurut Pasal 319i atau Pasal 382a. B. Konsep Perwalian dalam Hukum Perdata Islam Ketentuan perwalian menurut UU RI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. terdapat pada pasal 50 yaitu : 1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali. 2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.2 1) Syarat-syarat Jadi menurut ketentuan pasal 50 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No.1 tahun 1974 menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah : 1. Anak yang belum berusia 18 tahun. 2. Anak-anak yang belum kawin. 3. Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tua. 4. Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wali. 5. Perwalian menyangkut pemeliharaan anak tersebut dan harta bendanya. Sedangkan menurut ketentuan pasal 107 Kompilasi Hukum Islam, bahwa syarat-syarat anak untuk memperoleh perwalian adalah: 1. Anak yang belum berusia 21 tahun. 2 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 532. 51 2. Anak yang belum melangsungkan perkawinan. Menurut UU RI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 51, syarat terjadinya perwalian adalah: 1. Adanya penunjukan oleh salah satu dari orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan dua orang saksi.3 Adapun menurut pasal 107 ayat 3&4 dan pasal 108 KHI, perwalian terjadi karena: 1. Penunjukan oleh Pengadilan Agama kepada salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut, Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya. 2. Wasiat yang dilakuakan orang tua kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.4 Dalam pasal 51 ayat (2) dianjurkan agar penunjukkan wali diambil dari keluarga anak tersebut, atau orang lain yang berkelakuan baik, didasarkan kepada sabda Rasulullah saw. Riwayat dari al-Barra’ Ibn Azib yang mengutamakan keluarga perempuan. ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﻀﻰ ﻓﻲ اﺑﻨﺔ ﺣﻤﺰة ﻟﺨﺎﻟﺘﮭﺎ وﻗﺎل اﻟﺨﺎﻟﺔ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ اﻻم 5 ()اﺧﺮﺟﮫ اﻟﺒﺨﺎري 3 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 532-533. 4 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, h. 31. 5 Al-Shan’any, Subul al-Salam, juz 3, (Kairo: Dar Ihya al-Turats al-‘Araby, 1960), h. 229. 52 Artinya: sesungguhnya nabi saw. Memutuskan (wali) bagi anak perempuan Hamzah kepada saudara perempuan ibu (khalah)nya, dan beliau bersabda :”saudara perempuan ibu (menempati) kedudukan ibu” (Riwayat al-Bukhari). 6 (واﻟﺠﺎرﯾﺔ ﻋﻨﺪ ﺧﺎﻟﺘﮭﺎ ﻓﺎن اﻟﺨﺎﻟﺔ واﻟﺪة )اﺧﺮﺟﮫ اﺣﻤﺪ Artinya: Rasulullah bersabda.”bagi anak perempuan (jariyah), (perwalian) pada saudara perempuan ibunya, karena ia adalah orang tua perempuan (walidah)nya” (Riwayat Ahmad dari Ali ra). 2) Kewajiban Wali Menurut pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia No.1 tahun 1974 menyatakan: 1. Wali wajib mengurus anak yang berada dibawah kekuasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama kepercayaan anak itu. 2. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak tersebut . 3. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan dan kelalaiannya.7 Adapun menurut pasal 110 dan 111 KHI, wali berkewajiban untuk: 6 Al-Shan’any, Subul al-Salam, Juz 3, (Kairo: Dar Ihya’ al-Turas al-‘Araby, 1960). h. 229. 7 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 533. 53 1. Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada di bawah perwaliannya. 2. Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya. 3. Dengan tidak mengurangi kententuan yang diatur dalam pasal 51 ayat (4) Undang-undang No.1 tahun 1974, pertanggungjawaban wali tersebut ayat (3) harus dibuktikan dengan pembukuan yang ditutup tiap satu tahun satu kali.8 4. Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah. 9 Memperhatian bunyi pasal 50 dan 51 tersebut, yang perlu diperhatikan adalah, meskipun penunjukan melalui surat wasiat atau lisan, sifatnya pilihan yang tidak bersifat imperatif, hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang dapat mempunyai kekuatan hukum atau akta otentik. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan anak. Sejalan dengan asas menolak mudarat dan mengambil manfaat, asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan perdata yang mendatangkan 8 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, h. 31-32. 9 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, h. 32. kerugian (mudarat) dan 54 mengembangkan (hubungan perdata) yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.10 3) Larangan Bagi Wali Pasal. 52 UU No.1 tahun 1974 menyatakan terhadap wali berlaku pasal 48 Undang-undang ini, yakni: Orang tua dalam hal ini wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum melakukan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.11 Sama hal nya dengan pasal 110 ayat (2) yang menyatakan: Wali dilarang mengikatkan, membebani dan mengasingkan harta orang yang berada dibawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada dibawah perwaliannya yang tidak dapat dihindarkan. 4) Hilangnya Hak Perwalian Pasal 53 UU RI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini, yaitu dalam hal : 1. Wali sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak perwalian tersebut. 2. Wali berkelakuan buruk sekali sebagai walinya.12 Alasan daripada mengalihkan barang penunjukkan wali, termasuk kekayaan anak yang berada dalam wewenangnya untuk perwaliannya, hanya 10 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Cet ke-19 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 133-134. 11 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 532. 12 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 532. 55 diperbolehkan apabila kepentingan anak menghendakinya (pasal 48jo.52 UU Perkawinan). Apabila dalam kenyataannya, wali yang ditunjuk tidak melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, atau dengan indikasi-indikasi tertentu kelihatan beriktikad tidak baik, maka hak perwaliannya dicabut. Prosedur dan tatacaranya dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan atau pengadilan agama untuk mencabutnya. Sebagaimana yang diperjelas dalam pasal 109 KHI yaitu pencabutan kekuasaan perwalian dilakukan atas permohonan kerabatnya Apabila kekuasaan wali dicabut maka pengadilan menunjuk orang lain sebagai (pasal 53 (2) UU RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Dalam hal apabila wali menyebabkan kerugian pada si anak maka menurut ketentuan pasal 54 UU RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: wali yang telah menyebabkan kerugian pada harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan keputusan pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.13 Sama halnya dengan pasal 110 ayat (3) KHI yang mengaharuskan wali mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya. 5) Berakhirnya Perwalian Perwalian seseorang berakhir, apabila anak dibawah perwaliannya telah mencapai usia 18 tahun menurut pasal 50 UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan usia 21 (dua puluh satu) tahun menurut pasal 11 KHI atau telah kawin. 13 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 533. 56 Umur 21 tahun yang tercantum dalam KHI atau telah kawin dianggap telah dapat hidup mandiri. Menurut bahasa al-Quran sebenarnya tidak ada penegasan secara definitif tentang batas usia. Hanya ayat al-Quran (al-Nisa 4:6) menegaskan agar sebelum harta bendanya diserahkan, anak tersebut diuji kecakapannya. Tentang pembatasan atau berakhirnya perwalian dalam kompilasi dinyatakan dalam pasal 111: (1) Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah. (2) Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya.14 Pembatasan usia 21 tahun atau telah kawin tersebut ditentukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan dan kemandirian anak. Ini dapat dianalogikan dengan janda, apabila berkeinginan untuk kawin, ia dapat melakukannya tanpa persetujuan walinya, karena ia lebih berhak atas dirinya. اﻻﯾﻢ اﺣﻖ ﺑﻨﻔﺴﮭﺎ: ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل 15 (ﻣﻦ وﻟﯿﮭﺎ واﻟﺒﻜﺮ ﺗﺴﺘﺎذن واذﻧﮭﺎ ﺳﻜﻮﺗﮭﺎ )رواه ﻣﺴﻠﻢ Artinya: Riwayat dari Ibn Abbas ra., Nabi saw bersabda: “janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, dan gadis diminta izinnya, dan izinnya adalah diamnya” (Riwayat Muslim). Secara metodologis, penentuan batas usia 21 tahun telah kawin berdasarkan pada metode istislah atau maslahat mursalah, yaitu kebaikan anak yang bersangkutan 14 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Islam, h. 32. 15 Muslim, Shahih Muslim, Juz 1, (Jakarta: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, t.th). h. 594. 57 hakikatnya sejalan dengan maksud syari’ah dalam menetapkan hukum. Kendatipun demikian, apabila dalam kenyataannya usia 21 tahun, anak tersebut belum menunjukkan kecakapannya maka perwalian dapat diteruskan, demi kepentingan anak. Maka dalam hal ini, pesan ayat wabtalul al-yatama atau menguji kecakapan anak tersebut, perlu dipertimbangkan sebelum mengembalikan harta kekayaannya. Ada perbedaan antara tanggung jawab pemeliharaan antara orang tua dan wali. Di samping kesamaannya baik dalam hadanah atau perwaliannya, orang tua tetap bertanggung jawab memenuhi kebutuhan nafkah (material) anak, sementara wali lebih bertanggung jawab dalam pemeliharaan, seperti mendidik, mengajari keterampilan, dan lain-lain. Karena itu apabila wali tidak mampu secara material, namun ia sanggup melaksanakan tugas-tugas perwalian, maka ia dibenarkan mengambil harta anak tersebut secara ma’ruf untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebolehan ini ditunjuk oleh surah an-Nisa 4: 6 yang dituangkan dalam pasal 112 kompilasi: wali dapat mempergunakan harta orang yang berada dibawah perwaliannya, sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma’ruf kalau wali itu fakir”. Selain dari persoalan perwalian seperti telah dikemukakan di atas, terutama dalam hal anak yatim, perlu diperhatikan petunjuk dalam QS. al-Ma’un, 107:1-2: َ أَ َر َء ۡﯾ ١ ﺖ ٱﻟﱠ ِﺬي ﯾُ َﻜ ﱢﺬبُ ﺑِﭑﻟﺪﱢﯾ ِﻦ ٢ ﻚ ٱﻟﱠ ِﺬي ﯾَ ُﺪ ﱡع ۡٱﻟﯿَﺘِﯿ َﻢ َ ِﻓَ ٰ َﺬﻟ Terjemahnya: Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.16 16 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 603. 58 Terlebih lagi mereka karena sesuatu hal dalam posisi yang belum beruntung, yaitu miskin, perlu mendapat perhatian yang memadai. QS. al-Ma’un, 107: 3: ٣ َو َﻻ ﯾَﺤُﺾﱡ َﻋﻠَ ٰﻰ طَ َﻌ ِﺎم ۡٱﻟ ِﻤ ۡﺴ ِﻜﯿ ِﻦ Terjemahnya: Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.17 Ketiga ayat tersebut memberi gambaran yang jelas bahwa bagi siapa saja yang tidak memperhatikan nasib anak yatim dan orang miskin, adalah termasuk orang yang mendustakan agama, terlebih lagi mereka yang secara resmi ditunjuk sebagai wali mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan namun mulia, oleh karena itu, adalah tindakan yang amat mulia melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya itu secara maksimal dan sebaik-baiknya.18 6) Wali Nikah Selain dari ketentuan-ketentuan tersebut terdapat ketentuan lain yang merupakan ketentuan perwalian bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya, yang disebut sebagai wali nikah yang harus memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh yang terdiri dari: a. Wali nasab, wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. 17 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 603. 18 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). h. 205-211. 59 1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. 2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. 3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. 4. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka. b. Wali hakim. C. Analisis Perbandingan Antara Hukum Perdata Islam dan Hukum Perdata Dalam Hal Perwalian Berdasarkan penjelasan tersebut, penyusun mengerti bahwa bukan hanya Hukum Perdata dan Hukum Perdata Islam saja yang memiliki perbedaan konsep akan tetapi, antara Hukum Pedata Islam sendiri juga memiliki konsep yang berbeda yang dapat di jelaskan sebagai berikut: I. Ketentuan Umur a. Menurut Hukum Perdata (KUH Perdata) anak-anak yang menerima perwalian adalah anak yang belum berumur 21 tahun atau belum kawin (pasal 330 (3) KUH Perdata). b. Menurut Hukum Perdata Islam Menurut UU No.1 tahun 1974 yang menerima perwalian adalah anak yang belum mecapai umur 18 tahun atau belum kawin (pasal 50 (1). Menurut Kompilasi Hukum Islam yang menerima perwalian adalah anak yang 60 belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. II. Pengangkatan wali a. Menurut Hukum Perdata (KUH Perdata) Dalam hal pengangkatan wali KUH perdata membedakannya ke dalam tiga jenis perwalian, yaitu: 1. Perwalian dari suami atau isteri yang hidup lebih lama (pasal 345-354 KUH Perdata). 2. Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu (pasal 355 (1) KUH Perdata). 3. Perwalian yang diangkat oleh hakim (pasal 359 KUH Perdata). b. Menurut Hukum Perdata Islam. Dalam hukum perdata Islam yaitu UU RI No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa: 1. Wali dapat ditunjuk oleh salah satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi (pasal 51 ayat (1). 2. Wali di tunjuk oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seseorang dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, (pasal 53). Adapun menurut KHI yakni: 1. Perwalian berdasarkan wasiat yang dilakukan oleh orang tua kepada seseorang atau badan hukum setetah ia meninggal (pasal 108). 61 III. Kewajiban wali terhadap diri anak. Dalam penyelenggaraan perwalian, Hukum Perdata (KUH Perdata) wali hanya diperintahkan untuk menyelenggarakan pendidikan tanpa menjelaskan dan tanpa adanya penekanan bahwa pendidikan itu penting demi masa depan anak yang berada di bawah perwaliannya (pasal 383 KUH Perdata). Sedangkan Hukum Perdata Islam memberikan perhatian penting mengenai hal tersebut, seperti yang tercantum dalam pasal 51 ayat (3) UU RI No. 1 Tahun 1974, yaitu wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaannya dan pasal 110 KHI yang menjelaskan bahwa wali berkewajiban mengurus diri orang yang berda di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada dibawah perwaliannya. Menurut penyusun pendidikan formal dan agama itu sangat perlu diperhatikan oleh setiap wali dan perlu mendapat perhatian yang khusus dalam hal perwalian karena Negara kita yaitu Negara Indonesia dibangun dengan dasar-dasar dan nilainilai Ketuhanan yang tercermin dalam sila pertama yaitu: Ketuhanan yang Maha Esa dan untuk mewujudkan sila kelima Pancasila yaitu: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. IV. Kewajiban wali terhadap harta anak. Hukum perdata (KUH Perdata) menetapkan bahwa wali dalam menjalankan tugas perwaliannya harus mengurus harta kekayaan anak yang berada di bawah perwaliannya laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab 62 atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk. Selain hal yang bersifat umum tersebut ada beberapa ketentuan yang berbeda mengenai penggunaan harta anak yang berada di bawah perwaliannya yaitu Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan anak yang berada di bawah perwaliannya, juga tidak boleh mengasingkan atau mengadaikan barang-barang tak bergerak serta menjual dan memindah tangankan surat-surat utang-piutang serta andil-andil tanpa memperoleh kuasa untuk itu serta Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa serta tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam pasal 393. Sedangkan dalam Hukum Perdata Islam terdapat kebolehan dan pengecualian terhadap hal-hal tersebut, yaitu Pasal 112 KHI menyatakan lain, bahwa wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan bil ma’ruf kalau wali fakir, sebagaimana yang disampaiakan oleh ‘Aisyah ra: و ﻣﻦ ﻛﺎن ﻓﻘﯿﺮا ﻓﻠﯿﺎﻛﻞ ﺑﺎ, )وﻣﻦ ﻛﺎن ﻏﻨﯿﺎ ﻓﻠﯿﺴﺘﻌﻔﻒ:ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﮭﺎ( ﻓﻲ ﻗﻮﻟﮫ اﻧﮫ ﯾﺎﻛﻞ ﻣﻨﮫ ﻣﻜﺎﻧﺎ ﻗﯿﺎﻣﮫ ﻋﻠﯿﮫ: اﻣﻨﺎ ﻧﺰﻟﺖ ﻓﻲ واﻟﻲ اﻟﯿﺘﯿﻢ اذا ﻛﺎن ﻓﻘﯿﺮا,{6 :ﻟﻤﻌﺮوف(}اﻟﻨﺴﺎء 19 .ﺑﻤﻌﺮوف dan pengecualian yang terdapat dalam Pasal 110 yaitu wali dilarang mengikatkan, membebani dan mengasingkan harta anak yang berada di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya yang tidak dapat di hindarkan. 19 Imam Mubarak Ibnu Muhammad Ibnu al-Atsir al-Juzri, Jami’ul Ushul fi Ahadisi ar-Rasul, Jilid 2, (t.t, Dar al-Fikr, 1983), h. 89. 63 V. Ketentuan terhadap anak yang lahir di luar perkawinan Ketentuan terhadap anak di luar perkawinan dijelaskan dalam Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu pada pasal 331b ayat (3) yang menyatakan: bila anak belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut Undang-Undang, pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada saat pemberian surat pengesahan yang diatur dalam pasal 274 KUH Perdata. Sedangkan Hukum Perdata Islam memiliki pendapat lain mengenai hal itu, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 43 UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, bahwa: (1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. (2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dalam sebuah hadis dijelaskan pula bahwa seorang anak yang lahir di luar perkawinan atau zina, maka anak tersebut tidak memiliki hubungan terhadap ayahnya melainkan, kepada ibu atau majikan ibu jika ia seorang sahaya sebagaimana yang di riwayatkan oleh Imam Abu Daud: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻌﯿﺪ ﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮر وﻣﺴﺪد ﻗﺎﻻ اﺧﺒﺮﻧﺎ ﺳﻔﯿﺎن ﻋﻦ اﻟﺰھﺮى ﻋﻦ ﻋﺮوة ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ }اﺧﺘﺼﻢ ﺳﻌﺪ اﺑﻦ اﺑﻰ وﻗﺎص وﻋﺒﺪ ﺑﻦ زﻣﻌﺔ اﻟﻰ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ اوﺻﺎﻧﻰ اﺧﻰ ﻋﺘﺒﺔ اذا ﻗﺪ ﻣﺖ ﻣﻜﮫ ان اﻧﻈﺮ اﻟﻰ: ﻓﻘﺎل ﺳﻌﺪ,وﺳﻠﻢ ﻓﻲ اﺑﻦ اﻣﺔ زﻣﻌﺔ , وﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﻓﺮاش اﺑﻰ,اﺑﻦ اﻣﺔ ﻓﺎﻗﺒﻀﮫ ﻓﺎﻧﮫ اﺑﻨﮫ وﻗﺎل ﻋﺒﺪ اﺑﻦ زﻣﻌﺔ اﺧﻰ اﺑﻦ اﻣﺔ اﺑﻰ 64 اﻟﻮﻟﺪ ﻟﻠﻔﺮاش وﻟﻠﻌﺎھﺮ: ﻓﻘﺎل,ﻓﺮاى رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﺷﺒﮭﺎ ﺑﯿﻨﺎ ﺑﻌﺘﺒﺔ 20 . ھﻮ اﺧﻮك ﯾﺎ ﻋﺒﺪ: زاد ﻣﺴﺪد ﻓﻰ ﺣﺪﯾﺜﮫ ﻓﻘﺎل.اﻟﺤﺠﺮ و اﺣﺘﺠﺒﻰ ﻣﻨﮫ ﯾﺎ ﺳﻮدة VI. Ketentuan tentang perwalian pengawas, perwalian oleh perkumpulan, yayasan, dan lembaga sosial Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dengan jelas dalam hukum perdata barat (KUH Perdata) yaitu dalam segala hal, seorang hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak yang belum dewasa untuk waktu yang lama serta mengatur perwalian pengawas yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan yang telah diperintahkan oleh hakim untuk menjadi wali pengawas terhadap para wali dalam menjalankan tugas perwalian terhadap anak yang berada di bawah kekuasaannya serta mewakili kepentingan anak tersebut berdasarkan surat instruksinya yang diberikan pada waktu Balai Harta Peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. Sedangkan dalam Hukum Perdata Islam, baik UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI tidak mengatur hal-hal tersebut. VII. Ketentuan mengenai wali nikah Dalam hal ini, KUH Perdata tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan wali nikah. Adapun wali nikah dijelaskan dalam pasal 19-23 Kompilasi Hukum 20 ‘Abdul Rahman Muhammad ‘Utsman, ‘AUNUL MA’BUD Syarah Sunan Abu Daud dan Syarah Ibnu Qiyamul Jauziyyah, Jilid 6, (t.t: Dar Al-Fikr, 1979), h. 365. 65 Islam, yang menjelaskan mengenai macam-macam wali nikah, dan siapa-siapa yang berhak menjadi wali bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya serta pasal 14 UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur bahwa wali nikah merupakan salah satu pihak yang berhak untuk mencegah terjadinya perkawinan. Tabel analisis perbedaan antara hukum perdata barat dan hukum perdata Islam. Ketentuan-ketentuan KUHPerdata UU RI No.1/1974 tentang KHI Perkawinan Ketentuan umur Umur 18 Tidak Ya Tidak Umur 21 Pengangkatan wali 1. Perwalian oleh ayah dan ibu 2. Perwalian berdasarkan penunjukan oleh ayah dan ibu 3. Perwalian berdasarkan penunjukan hakim Kewajiban wali terhadap diri anak 1. Pendidikan 2. Bimbingan agama Kewajiban wali terhadap harta anak yang berkaitan dengan hal penggunaan harta anak Ketentuan perwalian terhadapa anak di luar nikah 1. Hubungan perdata kepada ayah 2. Hubungan perdata dengan ibu Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya 66 Ketentuan perwalian pengawas, yayasan, dan lembaga pengawas Wali nikah Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep perwalian dalam hukum perdata barat Dalam hukum perdata barat terdapat 13 bagian yang tersusun secara teratur yang dapat menggambarkan bagaimana konsep perwalian yang terdapat dalam Kita Undang-Undang Hukum Perdata yang dikenal dengan sebutan hukum perdata barat yang dimulai dari pasal 330 sampai 418 KUH Perdata, yaitu: 1. Kebelumdewasaan, 2. Perwalian pada umumnya, 3. Perwalian oleh bapak dan ibu, 4. Perwalian yang diperintahkan oleh bapak atau ibu, 5. Perwalian yang diperintahkan oleh hakim, 6. Perwalian oleh perkumpulan, yayasan, dan lembaga sosial, 7. Perwalian pengawas, 8. Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian, 9. Pengecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian, 10. Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa, 11. Tugas pengurus wali, 12. Perhitungan pertangungjawaban perwalian, 11. Balai Harta Peninggalan dan Dewan Perwalian. 2. Konsep Perwalian dalam Hukum Perdata Islam Ketentuan-ketentuan perwalaian dalam Hukum Perdata Islam dapat kita temukan dalam UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI yang memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Batas usia anak di bawah umur, 2. Syaratsyarat terjadinya perwalian, 3. Kewajiban wali, 4. Larangan bagi wali, 5. Hilangnya hak perwalian, 6. Berakhirnya perwalian, 7. Wali nikah. 66 67 3. Analisis Perbandingan Antara Hukum Perdata Islam dan Hukum Perdata Dalam Hal Perwalian Setelah peneliti melakukan penelitian terhadapat Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata Islam maka penulis dapat mengetahui perbedaan yang mendasar antara kedua hukum tersebut dan mengelompokkan perbedaan tersebut ke dalam 6 bagian, yaitu: 1, Ketentuan Umur, 2. Pengangkatan wali, 3. Kewajiban wali terhadap diri anak, 4. Kewajiban wali terhadap harta anak, 5. Ketentuan terhadap anak yang lahir di luar perkawinan, 6. Ketentuan tentang perwalian pengawas, perwalian oleh perkumpulan, yayasan, dan lembaga sosial. Selain dari perbedaan-perbedaan tersebut, terdapat pula perbedaan yang Istimewa yang hanya terdapat dalam hukum perdata Islam, yaitu wali nikah bagi anak perempuan yang tidak mengenal batas usia yang diatur dalam pasal 19 -23 KHI dan pasal 14 UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. B. Implikasi penelitian Implikasi penelitian yang diharapkan melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis, terhadap konsep perwalian dalam perspektif hukum perdata dan hukum perdata Islam yakni, sebagai berikut; 1. Pemahaman masyarakat umum dan para pelajar lebih mendalam terhadap hukum yang mengatur tentang ketentuan perwalian. 2. Ketentuan-ketentuan mengenai perwalian dapat menjadi perhatian khusus dari pihak-pihak yang berkuasa agar dapat memberikan perubahan dalam bentuk pembaharuan yang lebih baik sehubungan masih banyak aturan yang diatur 68 secara terpisah dari Undang-undang Perkawinan yang tergolong ke dalam hukum perdata Nasional di negara kita yaitu Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Abduh, Muhammad, TAFSIR JUZ ‘AMMA, Bandung: Mizan, 2001. Abdul Rahman Muhammad ‘Utsman, ‘AUNUL MA’BUD Syarah Sunan Abu Daud dan Syarah Ibnu Qiyamul Jauziyyah, Jilid 6, t.t: Dar Al-Fikr, 1979. Afandi, Ali, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Ali, Muhammad Daud, Hukum Perdata Islam, Jakarta: PT Sinar Grafika, 2009. ---------------------------, Roihan A, Rasyid, Yahya Harahap, Taufiq, Kompilasi Hukum Isam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Ali, Abdullah yusuf, Qur’an Terjemahan dan Tafsirannya JUZ I s/d XV, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013. al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman, Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006. Al-Shan’any, Subul al-Salam, juz 3, Kairo: Dar Ihya al-Turats al-‘Araby, 1960. Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Koleksi Hadis-Hadis Hukum Jilid 7, cet. Ke-3, Jakarta: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tejemah, Jakarta: Al-Huda, 2002. Doi, A. Rahman I, penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002. Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Bogor: Kencana, 2003. Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1996. Hasyim, Abdul Manan, Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh di download dari http://www.idlo.int/DOCNews/240DOCF1.pdf. Imam Mubarak Ibnu Muhammad Ibnu al-Atsir al-Juzri, Jami’ul Ushul fi Ahadisi arRasul, Jilid 2, t.t, Dar al-Fikr, 1983. Imam Ibn ‘Adil al-Hanbali, Al-Lubab fi ‘Ulumil-Kitab, Jilid 12 Cet ke-2, Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2011. Junaedi, Dedi, Bimbingan Perkawinan , Jakarta: Akademika Pressindo, 2000. Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta:t.tp, 2001. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005. Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Imam Ja’far Shadiq 3, Jakarta: Lentera, 2009. Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir, Jogjakarta: Pondok Pesantren AlMunawir, 1984. Muslim, Shahih Muslim, Juz 1, Jakarta: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, t.th. 68 69 Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang PERADILAN ANAK,Cet ke-6, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Rusli, Hardijan, Metode Penelitian Hukum Normative: Bagaimana?”’, Jakarta: Pelita Harapan, 2006. Sabiq, Sayid, Fikih Sunnah 14, Bandung: Al-Ma’arif, 1988. Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur;an, volume 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, Cet ke-11. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009. Soemiyati, Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan, ( Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawian ), Yogyakarta: liberty, 1986 Soetjono, R. dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cet ke-4, Bandung: Alumni, 1972. Soimin, Soedaryo, Hukum Orang dan Keluarga, Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam dan Hukum Adat, Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Subekti, R. dan R Tjitrosudibio, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BURGERLIJK WETBOEK dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Cet ke-33, Jakarta: Pradnya Paramita, 2003. Suma, Muhammad Amin, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & PeraturanPelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia,Jakarta: Rajawali Pers, 2008. Summa, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam Dalam Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Suparni, Niniek, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Cet. Ke-7, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007. Susanti, Konsep Perwalian Dalam Hukum Islam, http://digilib.uinsby.ac.id/1347/5/Bab%202.pdf. Tutik, Titik Triwulan, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, terj I.S Adiwimarta Jilid 1, Jakarta: Rajawali Pers, 1997. LAMPIRAN KEBELUMDEWASAAN DAN PERWALIAN (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Untuk Kebelumdewasaan, Berlaku Ketentuan-ketentuan Golongan Timur Asing IA sub c, yang Mengandung Ketentuan Yang Sama Seperti Ketentuan Pasal 330 Alinea Pertama dan Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) BAGIAN 1 Kebelumdewasaan Pasal 330 Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini. Penentuan tentang arti istilah "belum dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa peraturan undang-undang terhadap penduduk Indonesia. Untuk menghilangkan keraguan-raguan yang disebabkan oleh adanya Ordonansi tanggal 21 Desember 1971 dalam S.1917-738, maka Ordonansi ini dicabut kembali, dan ditentukan sebagai berikut: 1. Bila peraturan-peraturan menggunakan istilah "belum dewasa", maka sejauh mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan semua orang yang belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin. 2. Bila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka berumur 21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. 3. Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak. BAGIAN 2 Perwalian Pada Umumnya (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 331 Dalam setiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 351 dan 361. Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang sebagai suatu perwalian, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama. Pasal 331a Perwalian mulai berlaku: 1. bila oleh Hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila pengangkatan itu dihadirinya, pada waktu pengangkatan diberitahukan kepadanya; 2. bila seorang wali diangkat oleh salah satu dari orang tua, pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat, 70 71 memperoleh kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk menerima pengangkatan itu; 3. bila seorang perempuan bersuami diangkat menjadi wali oleh Hakim atau oleh salah seorang dan kedua orang tua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari suaminya, atau atas kuasa Hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; 4. bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, bukan atas permintaan sendiri atau pernyataan bersedia, diangkat menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; 5. dalam hal termaksud dalam Pasal 358, pada saat Pengesahan; 6. bila seorang menjadi wali demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwalian itu. Dalam segala hal, bila pemberitahuan tentang pengangkatan wali ditentukan dalam pasal ini atau pasal-pasal yang lain, balai harta peninggalan wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepat-cepatnya. Pasal 331b Bila bagi anak-anak belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain. Perwalian berakhir: 1. bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali kekuasaan orang tua, karena bapak atau ibunya mendapat kekuasaan kembali, pada saat penetapan sehubungan dengan itu diberitahukan kepada walinya; 2. bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan Pasal-pasal 206b atau 323a, pada saat berlangsungnya perkawinan; 3. bila anak belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada saat pemberian surat pengesahan yang diatur dalam Pasal 274; 4°.bila dalam hal yang diatur dalam Pasal 453 orang yang berada di bawah pengampuan memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat pengampuan itu berakhir. Pasal 332 Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal berikut, barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian tersebut. Bila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu, balai harta peninggalan sebagai pengganti dan atas tanggung jawab wali, harus melakukan tindakan-tindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta benda anak belum dewasa dengan cara seperti yang diatur dalam instruksi untuk balai harta peninggalan. Dalam hal itu wali bertanggung jawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa mengurangi tuntutan terhadapnya. Pasal 332a 72 Baik orang yang diangkat menjadi wali oleh salah seorang dari kedua orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib menerimanya. Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat tinggal anak yang belum dewasa dalam waktu enam puluh hari, setelah pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka. Bila yang diangkat bertempat tinggal sejauh lebih dan lima belas pal dari kepaniteraan Pengadilan Negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas tanpa materai. Pemberitahuan ini bila menyangkut wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun kepada suaminya. Pemberitahuan tidak diwajibkan bila di kepaniteraan Pengadilan Negeri telah dilakukan atau diajukan pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365, kecuali jika perwalian itu diperintahkan atas permintaan atau kesanggupan mereka sendiri. Pasal 332b Wanita bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami. Bila suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita tersebut setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut menurut Pasal 112 atau Pasal 114 telah menerima perwalian itu berdasarkan kuasa Hakim, maka wali wanita bersuami itu, seperti tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau bantuan apa pun juga. Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada perjanjian-perjanjian yang dilakukan perempuan bersuami itu selaku pengurus perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya. Pasal 333 Bila sehubungan dengan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut sertanya keluarga sedarah atau semenda dan anak belum dewasa diharuskan, maka sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang dipilih dari keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan bahwa yang dipanggil Hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau berkediaman di daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan; sedangkan bila dipandang perlu mendengar anggota sedarah atau semenda yang bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut maka pemanggilan dan pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama. 73 Keluarga sedarah atau semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat tinggal atau berkediaman di Indonesia. Semua panggilan termaksud dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat. Pasal 334 Setiap kali diperlukan kehadiran para keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea materai. Yang diberi kuasa boleh bertindak atas nama satu orang saja. Pasal 335 Dalam waktu satu bulan setelah perwalian mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran dari Balai Harta Peninggalan, setiap kali, kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365, atas kerelaan balai harta peninggalan tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan, memberikan hipotek atau gadai atau menambah jaminan yang telah ada. Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan Balai Harta Peninggalan. Dalam hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu siap memintanya. Bila harta anak belum dewasa dianggap kurang, Balai Harta Peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktu-waktu boleh menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan ketiga. Pasal 336 Bila wali Ialai dalam waktu yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah satu jaminan tersebut di dalamnya, Balai Harta Peninggalan harus melakukan pendaftaran hipotek atas beban wali tersebut. Bila si wali berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya guna menjamin anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh Pengadilan Negeri. Pasal 337 Baik wali yang telah menanggung pendaftaran semacam itu maupun wali yang dengan sukarela telah menaruh jaminan, setiap waktu untuk mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan lain atas kerelaan Balai Harta Peninggalan atau dalam hal adanya perbedaan pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan Pengadilan Negeri menurut ketentuan Pasal 335. Bila soalnya diselesaikan di luar Pengadilan, maka penghapusan hipotek berlangsung berdasarkan tuntutan Balai Harta Peninggalan; dalam hal kebalikannya penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah Hakim 74 yang dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukkan perintah Hakim. Wali itu boleh minta pengurangan jaminan yang telah ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di luar kesalahannya. Bila ada perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu memintanya. Pasal 338 Bila dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali lalai menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak yang cukup, maka atas tuntutan Balai Harta Peninggalan pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa harus dicabut oleh Pengadilan Negeri dan diberikan kepada Balai Harta Peninggalan sampai wali memberikan jaminan secukupnya; yaitu bila atas permintaan wali, Pengadilan Negeri setelah mendengar Balai Harta Peninggalan, menyerahkan tugas tersebut kembali kepada wali. Wali yang telah dicabut pengurusannya, tetap ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan dasar dan cara yang jika perlu akan ditentukan oleh Pengadilan Negeri. Atas usul Balai Harta Peninggalan. Akan tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dan anak belum dewasa memerlukan pengawasan terus menerus, Pengadilan Negeri setelah mendengar Balai Harta Peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu tetap berada si wali asal saja wali itu menyerahkan kepada Balai Harta Peninggalan semua uang tunai, barang-barang berharga dan surat-surat berharga milik anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian Balai Harta Peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari pengurusan barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun memberikan kepada Balai Harta Peninggalan pertanggungjawaban tentang pemakaian uang itu menurut cara yang ditetapkan dalam Pasal 372. Pasal 338a Wali yang berminat meninggalkan Indonesia boleh mengajukan surat permohonan kepada Pengadilan Negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya. Permohonan itu harus didahului dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada Balai Harta Peninggalan menurut cara yang diatur dalam Pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus dilampirkan surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan bahwa Balai Harta Peninggalan itu telah menyetujui pertanggungjawaban yang diserahkan kepadanya. Pengadilan Negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar Balai Harta Peninggalan dan keluarga sedarah beserta semenda. Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi kewajibannya sebagai wali. Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan; apabila hal ini tidak bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasal yang lalu. 75 Pasal 339 Bila wali itu meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan wali tersebut dan setelah mendengar Balai Harta Peninggalan, tugas pengurusan yang dicabut menurut Pasal 338, oleh Pengadilan Negeri boleh dikembalikan kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap perlu oleh Pengadilan Negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. Pasal 340 Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam daerah hukum Pengadilan Negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan. Pasal 341 Bila seorang penanggung meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal dunia, maka Pengadilan Negeri atas permintaan Balai Harta Peninggalan boleh memerintahkan kepada wali, supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri, ditunjuk penanggung baru yang setelah penunjukkan diterima, penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi hukum bebas dari ikatan. Dalam hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 336 dan 338. Pasal 342 Penanggung dan hak gadai berakhir, dan hipotek-hipotek yang didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila pertanggungan jawab pun berakhir dengan memberi perhitungan, menyerahkan surat-surat dan membayar uang sisa. Pasal 343 Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus dilakukan menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan pajak, kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek yang masuk tanggungan anak yang belum dewasa. Pasal 344 Segala penetapan Pengadilan Negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat permintaan, setelah mendengar pertimbangan Kejaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak dapat dimintakan banding. BAGIAN 3 Perwalian Oleh Ayah dan Ibu (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa) Pasal 345 76 Bila salah satu dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku demi hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang tua itu tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. Pasal 346 Dicabut dengan S. 1927-31 jis. 390, 421. Pasal 347 Dicabut dengan S. 1927-31 jis. 390, 421. Pasal 348 Jika setelah suami meninggal dunia, isteri menerapkan, atau setelah dipanggil secara sah untuk itu, mengaku bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan. Bila anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian harus diperhatikan. Pasal 349 Dicabut dengan S. 1927 -31 jis. 390, 421. Pasal 350 Dicabut dengan S. 1927 -31 jis. 390, 421. Pasal 351 Bila wali ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan isteri tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di samping isterinya bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian peserta suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti menjadi wali. Pasal 352 Wali bapak atau wali ibu yang kawin lagi, bila wali pengawas menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum dewasa kepada wali pengawas. Bila yang dimaksud dalam alinea terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya wali itu dipecat; Pengadilan Negeri harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Pengadilan Negeri dan diberitahukan kepadanya, si 77 wali masih menyampaikan daftar yang dikehendakinya kepada Pengadilan Negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk acara. Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh Pengadilan Negeri diangkat pula wali yang baru. Pasal 353 Seorang anak tidak sah, demi hukum berada di bawah perwalian bapaknya atau ibunya yang telah dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika bapak atau ibu ini dikecualikan dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau ibu itu belum dewasa, atau orang tua telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu diakui. Bila pengakuan itu dilakukan oleh kedua orang tua, maka perwalian terhadap anak itu, dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh orang tua yang lebih dulu mengakui dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu yang sama, bapaklah yang memangku perwalian. Bila orang tua yang melakukan perwalian berdasarkan ketentuanketentuan yang lalu meninggal dunia, dipecat dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut dalam Pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi sebagai wali, maka orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali jika ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin. Bila bapak atau ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir, maka Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali. Bila bapak atau ibu yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh karena itu menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian, mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya diangkat menjadi wali, maka Pengadilan Negeri harus mengabulkannya, kecuali jika kepentingan anak tidak mengizinkannya; Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orang tua yang lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini berlaku ketentuan alinea keempat Pasal 206. Terhadap wali ibu atas di luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya berlaku Pasal 351, kecuali bila karena perkawinan tersebut anak menjadi sah. Pasal 354 Bila orang yang melakukan perwalian terhadap anak di luar kawin yang telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya akan menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri. supaya dapat meneruskan perwalian. Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu, dan juga wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku alinea keempat Pasal 206. Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama alinea pertama, demi hukum kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua suami istri bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang yang berdasarkan alinea yang lalu 78 kehilangan perwalian, sekiranya ada alasan-alasan, untuk diangkat oleh Pengadilan Negeri menjadi wali dengan memperhatikan ketentuanketentuan dalam Bagian 5 bab ini. Pasal 354a Bila perwalian diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang dimaksud dalam alinea pertama Pasal 353, maka bapak yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu. Pengadilan Negeri mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar atau memanggil dengan sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau isteri pemohon bila pemohon ini telah kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut mengakui anak dan masih hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan mi, kecuali jika ada kekhawatiran yang mendasar, bahwa bapak dan ibu akan melalaikan si anak. Ketentuan dalam kalimat terakhir Pasal 253 berlaku dalam hal ini. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan alinea keempat Pasal 206 dengan penyesuaian sekedarnya. BAGIAN 4 Perwalian yang Diperintahkan oleh Bapak atau Ibu (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 355 Masing-masing orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau karena penetapan Hakim yang dimaksud dalam alinea terakhir Pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain dari orang tua. Badan hukum tidak boleh diangkat beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang diangkat belakang bertindak sebagai wali, bila yang Iebih dulu tidak ada Pasal 356 Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apa pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas anak-anaknya atau tidak menjalankan kekuasaan orang tua. Pasal 357 Pasal 319g dan Pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang bertindak sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah seorang dan kedua orang tua. 79 Bila selama pengampuan salah seorang dari kedua orang tua yang karena sebab lain belum pernah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang tua yang lain telah mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhirnya pengampuan. Pasal 358 Pengangkatan seorang wali bagi anak di luar kawin yang dengan sah diakui oleh ayah atau ibunya yang telah dipertahankanñ sebagai wali atau telah diangkat menjadi wali lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh Pengadilan Negeri. BAGIAN 5 Perwalian yang Diperintahkan oleh Pengadilan Negeri (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 359 Bila anak belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. Bila pengangkatan itu diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat juga seorang wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi oleh Pengadilan Negeri atas permohonan orang yang digantinya bila alasan-alasan yang menyebabkan ia diangkat. Bila pengangkatan itu diperlukan karena bapak atau ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat juga seorang wali. Atas permohonan orang yang digantinya, wali ini diberhentikan oleh Pengadilan Negeri, bila alasan yang menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi. Atas permohonan ini Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, dan dewan perwalian bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di luar kawin, maka Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil secara sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 354a. Permohonan dikabulkan kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar kalaukalau bapak atau ibu menelantarkan anak. Terhadap pemeriksaan orangorang ini, ketentuan dalam alinea keempat Pasal 206 berlaku dengan sekedar penyesuaian. Selama perwalian termaksud dalam alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orang tua ditangguhkan. Dalam hal diperlukan pengangkatan seorang wali, maka bila perlu oleh Balai Harta Peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku. Pasal 360 80 Pengangkatan seorang wali atas permintaan keluarga sedarah anak yang belum dewasa, atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang berkepentingan, atas permintaan Balai Harta Peninggalan, atas tuntutan jawatan Kejaksaan, ataupun karena jabatan, oleh Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya anak belum dewasa itu bertempat tinggal. Bila anak belum dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh Pengadilan Negeri di tempat tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh Pengadilan Negeri di Jakarta. Pegawai Catatan Sipil wajib memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan semua peristiwa kematian yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala perlangsungan perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang mempunyai anak yang belum dewasa. Pasal 361 Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri Belanda atau di daerah jajahannya di luar Indonesia, maka atas permintaan seorang pengurus di Negeri Belanda dan di daerah jajahan tersebut. Dalam hal itu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurusan itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali. Pasal 362 Wali, segera setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan Balai Harta Peninggalan wajib mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan baik dan tulus hati. Bila di tempat kediaman wali itu atau dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada Balai Harta Peninggalan atau tidak ada perwakilannya maka sumpah boleh diangkat di hadapan Pengadilan Negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman wali. Tentang pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara. Pasal 363 Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua Pasal 354a dan alinea keempat Pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur oleh Pengadilan Negeri tanpa Iebih dulu mendengar siapa pun. Pasal 364 Ketetapan-ketetapan Pengadilan Negeri tentang perwalian tidak bisa dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya. BAGIAN 6 Perwalian oleh Perkumpulan, Yayasan dan Lembaga Sosial 81 (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 365 Dalam segala hal, bila Hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama. Pasal 362 tidak berlaku. Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajibankewajiban yang sama dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang-undang menentukan lain. Para anggota pengurus masing-masing bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung menanggung atas pelaksanaan perwalian itu, selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan selama anggota-anggota pengurus ini tidak menunjukkan pada Hakim, bahwa mereka telah mencurahkan segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka dalam keadaan tidak mampu menjaganya. Pengurus boleh memberi kuasa secara tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk melakukan perwalian terhadap anak-anak yang belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu. Pengurus berhak pula atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada Balai Harta Peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat dicabut. Pasal 365a Panitera Pengadilan Negeri yang memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu kepada dewan perwalian dan Kejaksaan Negeri yang dalam daerah hukumnya perkumpulan, yayasan, atau lembaga sosial itu berkedudukan. Pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan Kejaksaan yang dalam daerah hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut. Rumah atau lembaga yang dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat Kejaksaan atau oleh seorang petugas yang ditunjuknya dan oleh dewan perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan anak belum dewasa yang ditempatkan di dalamnya. Bila dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa yang ada dalam pengawasannya. BAGIAN 7 Perwalian Pengawas (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) 82 Pasal 366 Dalam setiap perwalian yang diperintahkan di dalamnya, Balai Harta Peninggalan ditugaskan sebagai wali pengawas. Pasal 367 Ketentuan dalam pasal yang lalu tidak berlaku dan tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia. Bila wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda tidak berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran dan keikutsertaannya, maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan perwakilannya kepada Balai Harta Peninggalan di tempat tinggal anak belum dewasa, yang oleh karenanya harus diterima oleh Balai Harta Peninggalan tersebut. Pasal 368 Para wali tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib memberitahukan terjadinya perwalian kepada Balai Harta Peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga. Pasal 369 Dalam segala hal, bila perwalian diperintahkan oleh Hakim, Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis adanya pengangkatan itu kepada Balai Harta Peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika perwalian itu diperintahkan kepada perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri. Panitera juga wajib dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut Pasal 332a diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya; demikian pula pengesahan dimaksudkan dalam Pasal 358. Pasal 370 Kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan kepentingan wali tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan kepada Balai Harta Peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu Balai Harta Peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. Dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali untuk membuat daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam segala warisan yang jatuh ke tangan anak belum dewasa. Pasal 371 83 Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian, dan bunga, Balai Harta Peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan dalam undang-undang agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan oleh Hakim, memberikan jaminan secukupnya, atau setidak-tidaknya menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 372 Setiap tahun wali pengawas harus minta kepada wali (kecuali bapak dan ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan surat-surat berharga milik anak belum dewasa. Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. Pasal 373 Bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan pasal yang lalu atau bila wali pengawas dalam perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus menuntut pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan undang-undang. Pasal 374 Bila perwalian kosong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk mengangkat wali baru atau wali sementara. Pasal 375 Perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya perwalian. BAGIAN 8 Alasan-alasan yang Dapat Melepaskan Diri dari Perwalian (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 376 Dihapus dengan S. 1927-31 jis. 390,421. Pasal 377 Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah: 1. mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia; 2. para anggota angkatan darat dan laut; 84 3. mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu ada di luar keresidenan; Orang-orang tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dan perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi wali; 4. mereka yang telah genap enam puluh tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari perwalian pada waktu berumur 65 tahun;. 5. mereka yang terganggu oleh suatu penyakit atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan; Mereka ini boleh minta dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau penderitaan itu timbul setelah mereka diangkat menjadi wali; 6. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi dibebani tugas memangku dua perwalian; 7. mereka yang ditugaskan memangku satu perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai seorang anak atau lebih; 8. mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali mempunyai lima orang anak sah termasuk di antaranya anak yang telah meninggal dalam dinas ketentaraan; 9. wanita-wanita; Wanita yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta dibebaskan, bila ia kawin; 10. mereka yang tidak berhubungan keluarga sedarah atau semenda dengan anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum Pengadilan Negeri tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. Bapak dan ibu tidak diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka sendiri, karena salah satu alasan tersebut di atas. Pasal 378 Barang siapa hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari Hakim yang memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh Hakim, dari Pengadilan Negeri tempat tinggalnya. Kecuali orang-orang yang disebutkan dalam Pasal 377 nomor 5 pemohon diwajibkan, dengan ancaman kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh hari sejak hari mulai berlakunya perwalian itu bila pemohon berdiam di Indonesia, dan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar Indonesia. Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena pernyataannya sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu. Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding. Meskipun wali telah mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu. BAGIAN 9 Pengecualian. Pembebasan dan Pemecatan dari Perwalian (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) 85 Pasal 379 Selain pegawai-pegawai Kehakiman bangsa Eropa yang dikecualikan dari perwalian menurut ketentuan dalam Pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwakilan adalah: 1. 2. 3. 4. orang yang sakit ingatan; orang belum dewasa; orang yang ada di bawah pengampuan; mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya terdapat anak belum dewasa, yang dengan ketetapan Hakim kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian tanpa mengurangi ketentuanketentuan dalam Pasal 3l9g dan pasal 382d. 5. ketua, wakil ketua, anggota, panitera. panitera pengganti, bendahara, pemegang buku, dan agen Balai Harta Peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka sendiri. Pasal 380 Bila Hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka dapatlah dipecat dan perwalian, baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun terhadap seorang anak atau lebih yang bernaung di bawah satu perwalian: 1. mereka yang berkelakuan buruk; 2. mereka yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban mereka; 3. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 10 dan nomor 2°pasal ini atau telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut pasal 319 alinea kedua nomor 1° dan nomor 2°; 4. mereka yang berada dalam keadaan pailit; 5. mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya, ibunya, isteri/ suaminya atau anakanaknya berperkara di muka hakim melawan anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan anak belum dewasa; 6. mereka yang dihukum dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 7. mereka yang mendapat hukuman yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVI, XIX dan XX Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 8. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Bapak dan ibu tidak boleh dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4° dan nomor 5°, maupun karena tidak cakap. Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya dalam hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2°, 3°, 4°, 86 dan 5°, bila hakim berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya. Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuan tertulis tersebut dalam Pasal 365a alinea kedua dilalaikannya atau bila kunjungankunjungan yang diatur di dalamnya dihalanghalanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya. Pasal 381 Pemecatan seorang wali dilakukan oleh Pengadilan Negeri tempat tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada, oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal terakhir, atas permohonan wali pengawas, atas permohonan salah satu keluarga sedarah atau keluarga semenda anak belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan Kejaksaan. Pemecatan bapak atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang mengadili gugatan perceraian. Permintaan atau tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang merupakan dasarnya pula harus memuat daftar nama orang tua wali dan wali pengawas serta tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau keluarga semenda yang menurut Pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan itu. Kecuali jika permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang dilampirkan untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut. Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera Pengadilan Negeri dicatat hari masuknya. Pasal 381a Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah dan keluarga semenda anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan Negeri dapat memerintahkan pemanggilan saksi-saksinya guna diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk dan dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga. Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas atau saksi, bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum Pengadilan Negeri, maka pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama, seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah atau semenda Anak kalimat terakhir dalam alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap orang tua, wali dan wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut cara yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda bila ada panggilan terhadap seorang yang tempat kediamannya tidak diketahui, maka panggilan itu harus segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri. Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan atau dituntut pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas 87 tentang isi permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu tidak diketahui. Bila dipandang perlu, Pengadilan Negeri boleh mendengar orangorang selain yang telah ditentukan di atas menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan boleh juga memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi ini harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus dipanggil dengan cara yang sama. Pasal 381b Selama pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak melakukan perwalian dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan, dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365 boleh mengajukan diri kepada Pengadilan Negeri dengan surat permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orangorang tersebut dengan penyesuaian seperlunya. Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan, Pengadilan Negeri menetapkan pengangkatan wali. Dalam keputusan tentang pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggungjawaban tentang pengurusannya kepada penggantinya. Pasal 382 Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang dengan pintu tertutup. Penetapan disertai dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang sesingkatsingkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah aslinya. Selama pemeriksaan berjalan, Pengadilan Negeri leluasa untuk menghentikan penunaian perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberi kekuasaan atas diri anak belum dewasa dan harta kekayaannya menurut pertimbangan Pengadilan Negeri, kepada seorang yang ditunjuknya atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak boleh dimintakan peradilan yang lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan tetap. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 319 f berlaku dalam hal ini. Pasal 382a Baik berdasarkan atas peristiwa yang dapat menyebabkan pemecatan, maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu pengawasan, Jaksa berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk sementara waktu kepada dewan perwalian, sampai Pengadilan Negeri mengangkat seorang wali atau dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti. 88 Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 318f berlaku dalam hal ini. Bila Jaksa menggunakan wewenang tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang wali, ía wajib segera melakukan segala sesuatu agar pengadilan mengangkat seorang wali. Bila penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak. Jaksa boleh menyuruh membawa anak itu képada juru sita atau kepada Polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku dalam hal ini. Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea pertama pasal ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si anak. Pasal 382b Bila orang yang diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan, ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau pelaksanaannya diberitahukan kepadanya atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan Kejaksaan yang tuntutannya ditolak pula, dan orang yang dipecat dari perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti orang yang perlawanannya ditolak boleh mengajukan permohonan banding terhadap keputusan Pengadilan Negeri dalam waktu 30 hari setelah keputusan diucapkan. Pasal 382c Bila wali bapak dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan mereka dari perwalian maka atas permintaan dewan perwalian atau tuntutan Jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian terhadap seorang anak atau Iebih oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka atau jika tidak ada, oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan bapak atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. Dalam surat permohonan atau tuntutan atau pembebasan sedapatdapatnya harus dikemukakan pula bagaimana pergantian wali itu kiranya dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya, menentang hal ini. Berdasarkan surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua, maupun terhadap seorang atau beberapa dan anakanak belum dewasa, yang ada di bawah kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk mengganti mereka, dan Pengadilan Negeri menimbang pergantian tersebut baik untuk kepentingan anak-anak. 89 Pengadilan Negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, para keluarga atau semenda anak-anak belum dewasa dan dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan dikabulkan. Ketentuan dalam alinea ketiga Pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat Pasal 381a berlaku dalam hal ini. Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnyasetelah pemeriksaan terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam siding terbuka dan boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah asli. Bila seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea pertama, tidak datang menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari sejak penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaan telah diketahui olehnya. Orang yang permintaan akan pembebasannya ditolak, atau jawatan Kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati datang menghadap atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak, semuanya dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu 30 hari setelah putusan Pengadilan Negeri diucapkan. Terhadap penetapan-penetapan termaksud dalam alinea kedua tidak boleh dimintakan banding. Pasal 382d Seorang bapak atau Ibu yang dibebaskan atau dipecat dari perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan, ataupun pemecatannya, ataupun atas tuntutan jawatan Kejaksaan boleh dipulihkan kembali dalam perwalian, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan dengan pemilihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang telah mengadili pemintaan atau tuntutan akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena perceraian dalam hal mana permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. Pengadilan Negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, bila mungkin kedua orang tua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial yang mengaku perwalian itu, wali pengawas, para anggota keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian. Bila dipandang perlu, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah sumpah saksi-saksi yang dipilihnya dan keluarga sedarah atau semenda atau dari luar mereka. Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh Pasal 319 berlaku dalam hal ini 382e. 90 Bila anak belum dewasa nyata-nyata berada dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial yang diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan Hakim sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 382 alinea ketiga maka dalam penetapan yang sama diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang menurut penetapan mendapat kekuasaan atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku dalam hal ini. Pasal 382f Ketentuan Pasal 31 berlaku terhadap pembebasan atau pemecatan seorang bapak atau ibu dari perwalian terhadap anak-anak sendiri. Pasal 382g Semua surat permohonan, tuntutan penetapan, pemberitahuan semua surat lain yang dibuat guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai. Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal dari dewan perwalian, harus dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala salinan pertama, salinan dan petikan yang diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh panitera diberikan kepadanya dengan cuma-cuma. BAGIAN 10 Pengawasan Wali atas Pribadi Anak Belum Dewasa (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 383 Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. Anak belum dewasa harus menghormati walinya. Pasal 384 Bila wali, berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu dilakukan atas biaya anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya wali; penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan berturutturut, bila pada hari penetapan Hakim anak belum dewasa belum mencapai 91 umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewati saat anak belum dewasa menjadi dewasa. Pengadilan Negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum mendengar atau memanggil secara sah wali, pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak belum dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ketentuan dalam alinea berikut, juga anak belum dewasa sendiri. Bila anak belum dewasa tidak datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk mendengarnya, maka Pengadilan Negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang ditentukan, dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut, di bawa ke depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan Kejaksaan, bila ternyata anak belum dewasa pada hari itu pun tidak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri, tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak penempatannya. Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah penempatan itulah yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu dimuat alasan-alasannya. Bila Pengadilan Negeri dalam penetapannya memutuskan, bahwa anak belum dewasa dan wali tidak mampu membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara. Penetapan yang memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada permintaan dan pihak wali. Pasal 384a Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak belum dewasa sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu, bila alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah tiada atau bila keadaan jasmani dan rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan lebih lama. Wali selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalam perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi ketentuan dalam pasal yang lalu. Pengadilan Negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum mendengar permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada waktu permintaan perpanjangan diajukan atau dari seorang penggantinya. BAGIAN 11 Tugas Pengurusan Wali (Tidak berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 385 Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk. 92 Bila kepada anak yang belum dewasa, baik dengan suatu akta antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan atau dihibah wasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan Pasal 307, yang berlaku bagi pemangku kekuasaan orang tua, berlaku juga bagi wali. Pasal 386 Dalam waktu sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan anak belum dewasa. Daftar barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan, tetapi dalam segala hal keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan Balai Harta Peninggalan; bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan kepada Balai Harta Peninggalan. Pasal 387 Bila anak belum dewasa berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan dalam inventaris; dalam hal tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian itu, wali tidak akan diperbolehkan menagih sesuatu yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa, tambahan lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa itu, bagi wali, lewat waktu tidak berlaku. Pasal 388 Pada permulaan setiap perwalian, kecuali yang dilakukan oleh bapak atau ibu, Balai Harta Peninggalan, setelah mendengar wali pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan harta kekayaan yang harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak mengurangi kemungkinan campur tangan Pengadilan Negeri, bila Balai Harta Peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa yang hadir. Dalam akta yang sama harus ditentukan pula apakah wali dalam menjalankan pengurusan, diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih, yang akan mewakili wali dan di bawah tanggung jawab wali. Pasal 389 Wali wajib mengusahakan supaya dijual segala meja, kursi atau perkakas rumah tangga yang pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam kekayaan anak belum dewasa, demikian juga barang-barang yang menurut alamnya dapat disimpan, asal saja dengan persetujuan Balai Harta Peninggalan dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali 93 pengawas, bila yang menjadi wali pengawas bukan Balai Harta Peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah atau semenda. Penjualan harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika Pengadilan, setelah mendengar dan memanggil seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah tangan dengan harga atau di atas harga yang sudah ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu. Pengadilan Negeri boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka umum atau di bawah tangan akan barangbarang bergerak yang sehubungan dengan ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila kepentingan anak belum dewasa menghendakinya. Barang-barang dagangan boleh dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner atau orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar. Pasal 390 Bapak atau ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak menikmati hasil atas kekayaan anak belum dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah tangga atau barang-barang bergerak Iainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada anak belum dewasa. Dalam hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan diangkat oleh wali pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala pemerintahan daerah, untuk menaksir harga sebenarnya barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya harus ditanggung dengan sejumlah uang taksiran. Pasal 391 Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi dengan pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat daripada pendapatan biasa anak belum dewasa. Mereka tidak boleh membungakan uang tunai anak belum dewasa, selain dengan cara membeli surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli surat-surat piutang atas beban Indonesia, dan memindahkannya atas nama anak belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas barang-barang tak bergerak, yang harganya dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih dari jumlah uang yang diperbungakan. Bila wali lalai dalam satu tahun untuk membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan dalam pasal ini, mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang. Pasal 392 Bila dalam harta kekayaan anak belum dewasa terdapat sertifikatsertifikat utang nasional, wali wajib memindahkannya ke dalam buku besar atas nama anak belum dewasa. 94 Surat piutang atas beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama anak belum dewasa. Dengan ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas harus berusaha agar peraturan ini dilaksanakan. Bagaimana Balai Harta Peninggalan menurut pasal ini dan pasalpasal 371 dan 374 harus melaksanakan kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersamasama atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah instruksi bagi semua Balai Harta Peninggalan. Pasal 393 Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan anak belum dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga semenda atau sedarah anak belum dewasa dan wali pengawas. Pasal 394 Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang diajukan oleh wali harus dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan anak belum dewasa dan dalam daftar itu harus disebutkan barang-barang yang hendak dijual. Pengadilan Negeri berwenang untuk mengizinkan penjualan barangbarang itu, baik barang-barang yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan Pengadilan Negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian bagi anak belum dewasa. Pasal 395 Penjualan harus dilakukan di muka umum, di hadapan wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan setempat. Pasal 396 Pengadilan Negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa menghendakinya. Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas permintaan wali yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda. Bila keluarga sedarah atau semenda tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup persetujuan bersama dari mereka yang datang. Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebelum pemberian izin telah ditaksir oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh Pengadilan Negeri. Pasal 397 95 Segala bentuk acara yang ditentukan dalam Pasal 393 tidak berlaku, bila dalam suatu putusan pengadilan, atas permintaan salah seorang di antara beberapa orang pemilik barang yang belum dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus dilakukan di muka umum. Pasal 398 Bila Hakim sehubungan dengan Pasal 393, mengizinkan penjualan surat-surat berharga milik anak belum dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah tangan, asalkan suratsurat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harga atau pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia. Pasal 399 Wali tidak boleh menjual barang: tak bergerak anak belum dewasa selain dengan lelang umum. Dalam hal itu pembelian tidak akan mempunyai kekuatan, sebelum disahkan oleh Pengadilan Negeri menurut syarat-syaratnya dan ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 396. Pasal 400 Wali tidak boleh menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk diri sendiri barang-barang anak belum dewasa, kecuali Pengadilan Negeri telah mengizinkan syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali-pengawaslah yang berhak mengadakan perjanjian dengan wali. Tanpa izin yang sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka yang ada di bawah perwaliannya. Pasal 401 Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 393. Pasal 402 Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan bagi anak belum dewasa akibat hibah yang demikian adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan kepada seorang yang telah dewasa. Pasal 403 Sebelum mengajukan gugatan di muka Hakim untuk anak belum dewasa, atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab sendiri wali boleh meminta kepada Balai Harta Peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai itu, atas permintaan tersebut, harus menanyakan 96 terlebih dahulu pendapat para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan sendiri. Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka Hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu gugatan dan dapat dihukum oleh Hakim untuk membayar biaya perkara dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya atau dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya, kerugian dan bunga, kiranya ada alasannya untuk itu. Hukuman yang sama dapat juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena penuturan yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya. Pasal 404 Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap anak belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk itu dari Balai Harta Peninggalan dengan cara yang disebutkan dalam permulaan pasal yang lalu. Pasal 405 Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau pembagian tetapi tanpa izin ia boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang diajukan terhadap anak belum dewasa. Pasal 406 Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal pemisahan dan pembagian harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan. Pasal 406a Bila anak-anak belum dewasa yang berada di bawah beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan yang sama, Pengadilan Negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan itu sampai pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang ditentukan Pengadilan Negeri. Pasal 407 Tanpa izin yang dibicarakan dalam Pasal 393, wali tidak boleh mengadakan perdamaian atas nama anak belum dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara kepada wasit. Pasal 408 Jika bapak atau ibu dan isterinya atau suaminya yang telah lebih dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau terbatas, maka Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil 97 dengan sah para keluarga sedarah atau semenda beserta walipengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selama waktu yang ditentukan, bahkan sampai anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus menguasai harta kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis itu. Izin ini tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah Pengadilan Negeri melihat daftar kekayaan, ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa adalah sangat besar dan ada jaminan yang diberikan oleh wali atau walipengawas. Izin tersebut atas permohonan wali atau walipengawas, boleh dicabut setelah mendengar seperti di atas. Bahkan Kejaksaan, karena jabatan, boleh menuntut pencabutan izin itu. BAGIAN 12 Perhitungan Pertanggungjawaban Perwalian (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa) Pasal 409 Setiap wali, pertanggungjawaban. wajib mengadakan perhitungan penutup dan Pasal 410 Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli warisnya bila ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus. Wali harus membayar lebih dulu biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian. Pasal 411 Semua wali, kecuali bapak, ibu dan wali-peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari segala pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen dari modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah yang ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam Pasal 355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih besar. Pasal 412 Setiap persetujuan mengenai perwalian dan perhitungan perwalian, yang telah diadakan antara wali dan anak belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak berharga, bila persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu, yang diberikan sekurangkurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan. 98 Pasal 413 Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak hari perhitungan ditutup. Segala bunga dari apa yang masih menjadi utang anak belum dewasa terhadap walinya tidak akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah perhitungan dan pertanggungjawaban ditutup. Pasal 414 Segala tuntutan anak belum dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan perwalian, gugur karena lewat waktu setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak menjadi dewasa. BAGIAN 13 Balai Harta Peninggalan dan Dewan Perwalian (Berlaku Bagi Semua Golongan Timur Asing) Pasal 415 Dalam daerah hukum setiap Pengadilan Negeri ada Balai Harta Peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan Pengadilan Negeri. Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada suatu Balai Harta Peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama salah satu Balai Harta Peninggalan yang lain. Dalam hal demikian, Balai Harta Peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor di tempat Balai Harta Peninggalan tersebut pertama. Kecuali dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua Balai Harta Peninggalan, anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama Balai Harta Peninggalan. Bila pemerintah telah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang lalu, maka Balai Harta Peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk Balai Harta Peninggalan lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir, dianggap mempunyai tempat tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan tersebut. Untuk setiap Balai Harta Peninggalan harus diangkat agen-agen di tempat-tempat yang benar membutuhkannya. Penunjukkan wakil semua Balai Harta Peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi perwakilan tersebut. Pasal 416 Instruksi untuk semua Balai Harta Peninggalan ditentukan oleh pemerintah. Setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru. Pasal 416a Dalam daerah hukum setiap Pengadilan Negeri, ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali 99 campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan kepadanya dengan putusan Hakim menurut Pasal 214, Pasal 319f alinea kelima, atau Pasal 382 alinea ketiga seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh Kejaksaan menurut Pasal 319i atau Pasal 382a. Daerah dan tempat kedudukan dewan perwalian sama dengan daerah dan tempat kedudukan Pengadilan Negeri. Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada negara. Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, Xl, XIV dan XIVA buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau advokat tidak diharuskan. Dewan perwalian harus berusaha, agar segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang menurut buku ini wajib memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan anak belum dewasa, digunakan sesuai dengan maksudnya. Pasal 416b Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan perwalian terdiri dari Balai Harta Peninggalan setempat, dengan jumlah anggota yang ditentukan oleh pemerintah. Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh alinea kedua Pasal 415 maka dewan perwalian terdiri dari anggota perwakilan Balai Harta Peninggalan yang berkedudukan di lain daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota yang ditentukan oleh presiden. Pegawai Balai Harta Peninggalan melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada Balai Harta Peninggalan. Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. Untuk tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen. Pasal 417 Setiap Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus menunaikan tugas di luar gedung rapat mereka. Dalam hal-hal, bila Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian minta pertimbangan, mereka harus menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan alasan-alasannya. Pasal 418 Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa dikesampingkan dari segala campur tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang. Segala perbuatan dan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga. Pasal 418a 100 Kepala Daerah dan Pegawai Catatan Sipil wajib sedapat mungkin memberikan keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan semua salinan dan petikan dari daftar-daftar yang diminta oleh majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka lakukan; salinan dan petikan yang diberikan itu bebas dari meterai. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR I TAHUN 1974 BAB XI PERWALIAN Pasal 50 (1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. (2) Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Pasal 51 (1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi. (2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. (3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. (4) Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawa kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu (5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. Pasal 52 Terhadap wali berlaku juga Pasal 48 Undang-undang ini. Pasal 53 (1) Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini. (2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana di maksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali. 101 Pasal 54 Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta bendaanak yang di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Pengadilan yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut KOMPILASI HUKUM ISLAM Bagian Ketiga Wali Nikah Pasal 19 Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya Pasal 20 (1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. (2) Wali nikah terdiri dari : a. Wali nasab; b. Wali hakim. Pasal 21 (1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara lakilaki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. (2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita. (3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang seayah. (4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni samasama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali. 102 Pasal 22 Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya. Pasal 23 (1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. (2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut. BAB XV PERWALIAN Pasal 107 (1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. (2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya. (3) Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut. (4) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum. Pasal 108 Orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia. Pasal 109 Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros,gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya. Pasal 110 (1) Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada di bawah perwaliannya. (2) Wali dilarang mengikatkan, membebani dan mengasingkan harta orang yang berada dibawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut 103 menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya yang tidak dapat dihindarkan. (3) Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya. (4) Dengan tidak mengurangi kententuan yang diatur dalam pasal 51 ayat (4) Undang-undang No.1 tahun 1974, pertanggungjawaban wali tersebut ayat (3) harus dibuktikan dengan pembukuan yang ditutup tiap satu tahun satu kali. Pasal 111 (1) Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah. (2) Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya. Pasal 112 Wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma`ruf kalau wali fakir. RIWAYAT HIDUP Penulis skrpsi yang berjudul,”KONSEP PERWALIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BARAT DAN HUKUM PERDATA ISLAM (Studi Komparasi)” bernama Nursalam Rahmatullah, NIM: 10100112031, merupakan anak tengah dari 3 (tiga) bersaudara. Terlahir dari kedua orang tua yang teramat mulia, ayahanda Rahmatullah dan Ibunda St. Aminah, penulis dilahirkan di Poso pada tanggal 17 Maret 1995. Masa kecil yang penuh bahagia hingga memasuki usia remaja, penulis habiskan di berbagai tempat, yang telah memberikan berbagai pengalaman, sejumlah kenangan, serta tempaan dalam mengarungi derasnya samudera kehidupan. Penulis tidak sempat menapaki jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) dikarenakan terjadi kerusuhan di tempat kelahiran penulis yaitu Kabupaten Poso, akan tetapi penulis menapaki jenjang penddikan pertama kali di bangku kelas 1 Sekolah Dasar Pembina Kabupaten Toli-toli pada tahun 2000-2006, kemudian dilanjutkan untuk mengenyam pendidikan di MTS dan MAS selama 6 tahun di Pondok Pesantren Al-Istiqamah Ngata Baru, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2006-2012. Selama penulis menyandang status sebagai mahasiswa jurusan Peradilan Agama Fakultas Syari’ah dan Hukum penulis pernah bergelut pada organisasi HMJ Peradilan Agama, dan terakhir pada struktur kepengurusan DEMA Fak. Syariah dan Hukum (FSH). 104