VI. SIMULASI KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas simulasi berbagai skenario kebijakan yang berkaitan dengan sektor kelistrikan. Skenario simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini ditentukan sesuai dengan kecenderungan data dan rencana kebijakan pemerintah. Peramalan dan Simulasi dilakukan untuk periode tahun 2011–2015. Langka h awal yang dilakukan dalam prose peramalan adalah meramal nilai vaariabel penjelas (explanatory variable) dengan asumsi yang dianggap relevan dan realistis atau neggunakan metode meramalan tertentu. Metode yang digunakan dalam meramal variabel penjelas adalah Stepwise Autoregressive (STEPAR) de ngan prosedur FORECAST, sedangkan ramalan variabel endogennya dilakukan menggunakan prosedur SIMNLIN dengan metode Newton. 6.1. Validas i Model Validasi model merupakan langkah awal sebelum melakukan simulasi untuk mengetahui ketepatan model dalam menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Hasil estimasi Mode l Subsidi Listrik di Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini divalidasi untuk periode 1990-2010. Validasi menggunakan indikator statistik Root Mean Square Percent Error (RMSPE) da n Theil’s Inequality Coefficient (U) untuk mengukur penyimpangan hasil prediksi dari nilai pengamatannya untuk setiap variabel endo gen. Hasil validasi model subsidi listrik disajikan pada Tabel 46. Hasil va lidasi pada Tabel 46 menunjukkan bahwa dari 56 persamaan terdapat 38 persamaan mempunya i RMSPE lebih kecil dari 80 persen dan sisanya lebih besar dari 80 persen. Nilai RMSPE yang lebih besar dari 80 persen terutama 138 terjadi pada persamaan-persamaan identitas. Hal ini terjadi karena error variabel endogen terakumulasi pada persamaan-persamaan identitas tersebut. Persamaanpersamaan struktural yang memiliki RMSPE besar terjadi pada persamaanpersamaan subsidi. Ini dapat terjadi karena dalam menentukan besaran subsidi listrik di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh faktor politik daripada kemampuan keuangan yang dimiliki pemerintah. Tabel 46. R ingkasan Hasil Validasi Model Subsidi Harga Listrik di Indonesia Variabel Endo gen PRODSDR QBBM QBTB QGAS PBBM PBTB PGAS CBBM CBTB CGAS TLBELI PRODTL BOP BPP CLISRT CLISIND CLISOTH TLJUAL SUSUT SUBPRT SUBPIND SUBPOTH SUBRT SUBIND SUBOTH SUBLSTR HJTLRT HJTLIND RMSPE 5.81 26.32 9.97 196.40 42.43 30.04 11.07 56.79 29.81 167.30 72.59 5.30 13.98 22.22 27.02 14.89 44.42 24.80 253.80 461.90 505.90 353.70 491.70 738.50 655.80 63.81 56.37 5.81 U-Theil 0.0259 0.1024 0.0341 0.2160 0.0546 0.1179 0.0453 0.1043 0.0996 0.1869 0.1146 0.0320 0.0222 0.1475 0.1436 0.0886 0.2031 0.1356 0.2896 0.2897 0.3426 0.3981 0.3639 0.4710 0.3987 0.6827 0.5747 0.0259 Variabel Endo gen HJTLOTH AVHJTL PENPJK PENPEM BLJLAIN GOVEXP CONLIS CONLAIN CONRT INV EKSPOR IMPOR PDB RPDB GROWTH PDBKPT KURS IHK INFLASI SKBG STK DTK UNEMPL RUPH MISKOTA MISDESA PMISKIN TMISKIN RMSPE 39.22 53.35 113.60 77.52 21.66 29.44 46.79 105.70 101.30 137.20 18.95 38.08 104.70 132.20 495.00 104.70 32.81 14.17 53.81 33.02 1.28 11.74 140.50 12.68 41.16 43.59 42.45 42.45 U-Theil 0.3441 0.5355 0.3457 0.2716 0.0902 0.1380 0.5095 0.3289 0.3178 0.3977 0.0855 0.0996 0.3229 0.4198 0.7053 0.3274 0.1470 0.0972 0.1479 0.1277 0.0066 0.0601 0.8789 0.0540 0.2527 0.2389 0.2417 0.3441 139 Sedangkan besar nilai statistik U, 45 persamaan mempunyai nilai statistik U lebih kecil dari 35 persen dan 11 persamaan mempunya i nilai statistik U lebih dari 35 persen. Nilai statitik U terbesar adalah 0.8789, yaitu pada persamaan jumlah pengangguran (UNEMPL). Dilihat dari komposisi nilai U, secara umum mempunyai nilai yang mendekati nol untuk UM dan US dan mendekati 1 untuk nilai UC. Secara lengkap hasil validasi mode l dapat dilihat pada Lampiran 8. Dengan demikian, dilihat secara keseluruhan, maka model yang disusun cukup valid digunakan untuk melakuka n simulasi pe ramalan akibat peruba han factor eksternal dan kebijakan. 6.2. Ramalan Variabel Endoge n Salah satu fokus yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah meramalkan besarnya subsidi listrik yang harus dikeluarkan pemerintah di masa yang akan datang. Banyak faktor yang menentukan besarnya subsidi listrik. Secara lengkap hasil ramalan seluruh variabel endogen dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 13. Realisasi dan ramalan subsidi listrik dapat dilihat pada Gambar 9. Dari Gamba r 9 tersebut terlihat bahwa besarnya subsidi listrik cenderung naik dari tahun ke tahun. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya selama tidak ada kemauan yang kuat dari para pengambil kebijakan untuk menurunkannya. Pada tahun 2011 diperkirakan subsidi listrik akan mencapai Rp. 73.58 triliun dan naik menjadi Rp. 89.71 triliun pada tahun 2012. Apabila tidak ada kebijakan mendasar dalam masalah kelistrikan di Indonesia diperkirakan subsidi listrik di Indonesia akan mencapai Rp. 140.4 triliun pada tahun 2015. Hal ini tentu akan sangat membebani keuangan pemerintah. Sehingga perlu langkah nyata untuk mengurangi masalah subsidi listrik ini. 140 160 140 122.7 105.9 100 89.7 78.3 80 73.6 60 Realisasi 53.4 58.1 20 15 20 14 20 13 20 12 20 11 20 10 20 09 37.4 20 08 20 07 20 05 20 04 5.4 3.4 3.5 20 03 20 02 1.9 1.1 2.8 4.3 20 01 19 98 0 20 00 20 33.9 10.6 20 06 40 19 99 Triliun RpW 120 140.4 Peramalan Gambar 9. Realisasi dan Ramalan Subsidi Listrik, Tahun 1998–2015 Dalam penelitian ini akan dilakukan berbagai simulasi sebagai alternatif kebijakan yang berkaitan dengan dengan subsidi harga listrik. Sebanyak 11 simulasi aka n dilakukan yang terdiri dari 2 simulasi perubahan faktor ekternal, 7 simulasi perubahan kebijakan, dan 2 simulasi kombinasi antara perubahan faktor ekternal dan perubahan kebijakan. Faktor eksternal yang digunakan adalah kenaika n harga minyak mentah Indo nesia (ICP) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Perubahan kebijakan yang digunakan adalah kenaikan subs idi harga listrik rata-rata sebesar 10 persen, penurunan subs idi harga listrik sebesar 10 persen, penurunan subsidi harga listrik sebesar 10 persen dan dialihkan ke belanja lain, kenaikan harga jual tenaga listrik sebesar 10 persen, penurunan tenaga listrik yang hilang atau susut sebesar 10 persen, penurunan margin usaha PLN sebesar 1 persen, dan kombinasi pengurangan susut tenaga listrik da n pe ngurangan margin usaha PLN. Sedangkan simulasi kombinasi antara faktor eksternal da n peruba han kebijaka n ada lah ke naika n harga minyak mentah Indo nesia sebesar 10 persen de ngan mempertahanka n harga jual tenaga 141 listrik dan kenaikan ICP sebesar 10 persen dengan besar subsidi yang tetap. Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 47. 6.3. Simulas i Kebijakan Berkaitan denga n Perubahan Nilai Subsidi Simulasi berkaitan dengan perubahan nilai subsidi dilakukan dengan empat skenario kebijakan, yaitu: (1) Subsidi ditingkatkan sebesar 10 persen, (2) Subsidi dikturunkan sebesar 10 persen, (3) Subsidi diturunkan sebesar 10 persen dan dialihka n ke belanja lain, da n (4) Menaikk an harga jual tenaga listrik sebesar 10 persen akibat subsidi listrik dikurangi. 6.3.1. Dampak Kebijakan Peningkatan Subsidi Harga Listrik Sebesar 10 Persen Meskipun kebijakan ini tidak dicanangkan pemerintah, namun dalam realitanya kebijakan inilah yang digunakan pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan tidak pernah naiknya tarif dasar listrik (TDL) sejak tahun 2002, meskipun berbagai studi telah dilakukan bahwa kenaikan TDL dapat dilakukan untuk beberapa kelompok pelanggan, seperti studi kemampuan bayar pelanggan yang dilakukan Lembaga Penelitian da n Pengabdian Masyarakat, IPB (2005). Salah satu temuan studi tersebut menunjukkan adanya peluang untuk menaikan harga jual listrik terutama untuk pelanggan rumah tangga daya terpasang 2200VA atau lebih. Menurut hasil penelitian tersebut kenaikan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga tersebut sebesar 6-25 persen mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah pelanggan rumah tangga yang tidak mampu membayar. Hasil Simulasi 1a memperlihatkan bahwa kebijakan menaikka n subsidi listrik rata-rata sebesar 10 persen menyebabkan penurunan harga jual tenaga listrik rata-rata sebesar 11.95 persen, dengan penurunan tertinggi terjadi pada 142 pelanggan rumah tangga yang mencapai 16.46 persen. Penurunan tarif listrik ini memicu meningkatnya konsumsi listrik semua golongan pelanggan sebesar 0.76 persen, dengan peningkatan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang mencapai 1.45 persen, pelanggan rumah tangga dan pelanggan lainnya masing- masing meningkat 0.47 persen dan 0.28 persen. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakuka n Ritschel dan Smestad (2003) yang menyimpulkan bahwa pemberian subsidi kepada konsumen listrik menyebabkan konsumen tidak hemat dalam konsumsi energi listrik. Di sisi lain, penurunan tarif listrik tersebut akan menekan tingkat inflasi 0.40 persen dan meningkatkan pertumbuan ekonomi sebesar 0.41 persen. Pertumbuhan ekonomi ini akan meningkatkan kesempatan kerja 0.07 persen, sehingga pengangguran berkurang 2.14 persen dan upah mengalami kenaikkan sebesar 0.03 persen. Menurunnya tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta naiknya upah tenaga kerja berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.56 persen dan 1.36 persen. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.10 persen. Ini sejalan de ngan pe nelitian yang dilakuka n Maipita, et al. (2010) yang menyatakan bahwa kebijakan pemberian subsidi memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia. 6.3.2. Dampak Kebijakan Penurunan Subsidi Harga Listrik Sebesar 10 Persen Skenario kebijakan ini hanya merupakan kebalikan dari Simulasi 1a. Meskipun masih berupa wacana, beberapa ahli menyarankan penurunan subsidi listrik secara gradual agar keuangan negara lebih sehat dan dapat melakukan berbagai kebijakan lain yang selama ini belum tersentuh atau hanya mendapat 143 porsi kecil, padahal menjadi kebutuhan mendasar sebagian besar masyarakat dan sifatnya berkesinambungan, seperti untuk meningkatkan sarana pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hasil Simulasi 1b memperlihatkan bahwa kebijakan menurunka n subsidi listrik rata-rata sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan harga jual tenaga listrik rata-rata sebesar 12.01 persen, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada pelanggan rumah tangga yang mencapa i 16.53 persen. Kena ikan tarif listrik ini berdampak pada menurunnya konsumsi listrik pada semua golongan pelanggan sebesar 0.76 persen, dengan penurunan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang mencapai 1.45 persen, sementara pe langgan rumah tangga dan pelanggan lainnya masing- masing mengalami pe nurunan sebesar 0.47 persen dan 0.28 persen. Sebagaimana penemuan Komives, et al. (2009) bahwa pengurangan subsidi akan menyebabkan kenaikan tagihan listrik yang berarti akan mengurangi disposable income rumah tangga. Sehingga akan menekan konsumsi listriknya agar pengeluaran untuk kebutuhan lain tidak terganggu. Kenaika n tarif listrik tersebut juga aka n memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.40 persen dan menekan laju pe rtumbuan eko nomi sebesar 0.40 persen. Ebohon (1996) menyatakan bahwa hubungan antara kebutuhan energi dan pertumbuhan ekonomi bersifat komplemen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat menurunkan kesempatan kerja sebesar 0.07 persen, sehingga pengangguran bertambah 2.10 persen dan upah mengalami penurunan sebesar 0.03 persen. Naiknya tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta turunnya upah tenaga kerja berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.55 persen dan 1.34 persen. 144 Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.10 persen. Hasil ini sejalan dengan pe nemua n Adi dkk (2008) yang menyatakan bahwa kenaikan inflasi akan mendorong kenaikan jumlah penduduk miskin. Lebih jauh Hartono (2004) menemukan bahwa kelompok rumah tangga sangat miskin dan rumah tangga miskin menerima dampak negatif relatif besar dibandingkan dengan kelompok lainnya akibat kebijakan pengurangan subsidi yang berakibat pada kenaikan tarif listrik. 6.3.3. Dampak Kebijakan Penurunan Subsidi Harga Listrik Sebesar 10 Persen dan Dialihkan ke Belanja Lain Skenario kebijakan ini merupakan kelanjutan dari Simulasi 1b, yaitu bagaimana dampaknya jika hasil pengurangan anggaran subsidi listrik dialihkan ke belanja lain. Hasil Simulasi 1c memperlihatkan bahwa kebijakan menurunkan subsidi listrik rata-rata sebesar 10 persen dan dialihkan ke belanja lain menyebabkan kenaikan harga jual tenaga listrik rata-rata sebesar 11.49 persen, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada pelanggan rumah tangga yang mencapa i 15.91 persen. Kenaikan tarif listrik ini berdampak pada menurunnya konsumsi listrik pada semua golongan pe langgan sebesar 0.61 persen, dengan penurunan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang mencapai 1.40 persen, sementara pelanggan rumah tangga dan pelanggan lainnya masing- masing mengalami penurunan sebesar 0.32 persen dan 0.01 persen. Dari sisi kinerja perekonomian, kenaikan tarif listrik tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.38 persen da n meneka n laju pertumbuan ekonomi sebesar 0.30 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0.05 persen, sehingga jumlah 145 pengangguran berkurang sebesar 1.06 persen dan tingkat upah naik 0.03 persen. Menurunnya jumlah pengangguran dan meningkatnya tingkat upah berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.08 persen dan 0.08 persen. Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.01 persen. Hasil Simulasi 1c ini menunjukkan pengalihan subsidi ke belanja lain berdampak positif pada pengurangan pengangguran dan jumlah penduduk miskin, meskipun dapat memicu kenaikan harga dan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mengimplikasikan bahwa pemerintah suda h seharusnya mulai mengurangi subsidi listrik yang terus membebani keuangan negara dan mengalihka n ke program lain yang lebih penting dan menyentuh lapisan masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Makmun dan Abdurahman (2003) menyatakan bahwa dalam setiap mengambil kebijakan menaikka n TDL akibat pengurangan jumlah subsidi hendaknya dibarengi pula dengan usaha untuk peningkatan lapangan kerja, sehingga akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. 6.3.4. Dampak Kebijakan Menaikkan Harga Jual Tenaga Listrik Sebesar 10 Persen Besarnya nilai subsidi listrik yang terus membebani keuangan pemerintah menyebabka n ba nyak p rogram pe merintah yang lain menjadi kurang diperhatika n, seperti masalah infrastruktur yang buruk. Maka salah satu yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban tersebut adalah menaikkan harga jual tenaga listrik. Hasil Simulasi 1d memperlihatkan bahwa kebijakan menaikka n harga jual tenaga listrik rata-rata sebesar 10 persen menyebabkan penurunan konsumsi tenaga listrik sebesar 0.78 persen, dimana penurunan tertinggi terjadi pada 146 pelanggan industri sebesar 1.27 persen. Kenaikan harga jua l tenaga listrik dan penurunan konsumsinya berdampak pada penurunan subsidi yang harus ditanggung pemerintah sebesar 11.56 persen. Namun di sisi lain, kenaikan tarif listrik tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.79 persen dan menekan laju pertumbuan ekonomi sebesar 0.81 persen. Nguyen (2008) menemukan ba hwa kenaikan harga listrik akan memicu kenaikan harga sektor lain. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat menurunkan kesempatan kerja sebesar 0.18 persen, sehingga jumlah pengangguran bertambah sebesar 5.52 persen da n tingka t upa h turun 0.09 persen. Naiknya jumlah pengangguran dan menurunnya tingkat upah berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 1.37 persen da n 2.25 persen. Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.18 persen. Hartono (2004) menyatakan kebijakan menaikkan TDL berdampak negatif terhadap output dan nilai tambah sektoral, yang pada gilirannya mengurangi pendapatan faktor produksi tenaga kerja khususnya tenaga kerja informal. Pada akhirya pendapatan rumah tangga akan mengalami penurunan, yang berarti dapat memicu bertamba hnya pe nduduk miskin. 6.4. Simulas i Kebijakan Berkaitan denga n Perubahan Fak tor Eksternal Simulasi berkaitan dengan perubahan faktor eksternal dilakukan dengan empat skenario kebijakan, yaitu: (1) ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen, (2) ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan harga jual tenaga listrik tidak berubah, (3) ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan subsidi per kWh 147 tidak mengalami perubahan, dan (4) Nilai tukar rupiah melemah sebesar 10 persen terhadap dolar Amerika Serikat. 6.4.1. Dampak Kenaikan ICP Sebesar 10 Persen Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, ketergantungan perusahaan penyedia energi listrik terhadap BBM masih cukup tinggi. Selain itu Indo nesia sekarang adalah negara pengimpor minyak (net importer) karena produksi minyak dalam negeri tidak mencukupi kebutuhannya. Berdasar data dari Kementerian ESDM, pada tahun 2010 Indonesia mengimpor lebih dari 270 ribu barel minyak mentah dan 400 ribu barel BBM per hari. Oleh ka rena itu, sangat penting mengetahui dampak kenaikan harga minyak mentah Indo nesia terhadap biaya penyediaan energi listrik yang berimbas pada besarnya subs idi yang harus disiapkan pemerintah. Dunkerley (1995) menemuka n ba hwa di negara- negara berkembang menghadapi masalah berkaitan dalam sektor migas dan kelistrikan yaitu tidak terduganya kenaikan sumber dana untuk membiayainya dimasa mendatang. Hasil Simulasi 2a memperlihatkan bahwa jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan sebesar 10 persen, maka harga BBM, batu bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 10.99 persen, 4.48 persen, dan 0.38 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan berpengaruh kepada kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar tersebut. Kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar ini berakibat pada naiknya biaya opersional perusahaan penyedia tenaga listrik baik secara total maupun per kWh masing- masing sebesar 6.12 persen dan 6.80 persen. Dengan kemampuan keuangan pemerintah yang terbatas subsidi hanya mengaalami kenaikan kecil, 148 akibatnya harga jual tenaga listrik mengalami peningkatan dengan rata-rata mencapai 12.92 persen, dimana kenaikan terbesar terjadi pada pelanggan rumah tangga yang mencapa i 15.54 persen. Kenaikan harga tenaga listrik ini berdampak pada menurunnya konsumsi listrik pada semua golongan pelanggan sebesar 0.75 persen, dengan penurunan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang mencapai 1.46 persen, sementara pelanggan rumah tangga dan pelanggan lainnya masing- masing mengalami penurunan sebesar 0.44 persen dan 0.29 persen. Kenaikan tarif listrik tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.93 persen dan menekan laju pertumbuan ekonomi sebesar 0.83 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat meningkatkan jumlah pengangguran sebesar 1.90 persen dan upah turun 0.02 persen. Naiknya tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta kenaikan jumlah pengangguran berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.69 persen dan 0.70 persen. Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.07 persen. 6.4.2. Dampak Kenaikan ICP Sebesar 10 Pe rsen dengan Harga Jual Tenaga Listrik Tetap Skenario kebijakan ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran subsidi listrik yang optimal jika ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan tarif listrik tidak berubah. Hasil Simulasi 2b memperlihatkan bahwa jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan sebesar 10 persen, maka harga BBM, batu bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 10.92 persen, 4.09 persen, dan 0.28 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan berpengaruh kepada kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar tersebut. 149 Kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar ini berakibat pada naiknya biaya opersional perusahaan penyedia tenaga listrik baik secara total maupun per kWh masing- masing sebesar 5.40 persen dan 5.26 persen. Dengan kebijakan pemerintah yang tidak menaikan harga jual tenaga listrik, maka subsidi yang harus ditanggung pemerintah naik sebesar 14.26 persen. Kenaikan terbesar terjadi pada subsidi untuk pelanggan lainnya yang mencapai 22.06 persen, sementara pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga masing- masing naik sebesar 13.56 persen dan 12.03 persen. Kebijakan tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.50 persen da n meneka n laju pe rtumbuan eko nomi sebesar 0.36 persen meskipun secara harga berlaku terjadi kenaikan. Ini dikarenakan laju inflasi lebih tinggi daripada laju pertumbuhan PDB. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat meningkatkan tingkat kesempatan kerja, sehingga jumlah pengangguran berkurang sebesar 1.47 persen da n upa h naik 0.05 persen. Turunnya jumlah pengangguran da n naiknya upa h berdampak pada penngurangan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan maupun di pedesaan masing- masing sebesar 0.12 persendan 1.22 persen. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.07 persen. 6.4.3. Dampak Kenaikan ICP Sebesar 10 Pe rsen denga n Subsidi per kWh Tetap Skenario kebijakan ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran kenaikan tarif listrik yang optimal jika ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan subsidi harga listrik tidak berubah. Sebagaimana Simulasi 2a dan 2b, hasil Simulasi 2c memperlihatkan bahwa jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan sebesar 10 150 persen, maka harga BBM, batu bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 10.99 persen, 4.49 persen, dan 0.38 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan berpengaruh kepada kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar tersebut. Kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar ini berakibat pada naiknya biaya opersional perusahaan penyedia tenaga listrik baik secara total maupun per kWh masing- masing sebesar 6.14 persen dan 6.84 persen. Dengan kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan nilai subsidi harga listrik per kWh, maka harga jual tenaga listrik harus dinaikka n rata-rata sebesar 13.18 persen. Kenaikan terbesar terjadi pada tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga yang mencapai 15.89 persen, sementara pelanggan industri dan pelanggan lainnya masing- masing naik sebesar 13.74 persen da n 9.93 persen. Lebih lanjut kebijakan tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.94 persen da n menekan laju pertumbuan eko nomi sebe sar 0.83 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat meningkatkan jumlah pengangguran sebesar 1.93 persen dan upah turun 0.02 persen. Naiknya tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta kenaikan jumlah pengangguran berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.70 persen dan 0.73 persen. Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.07 persen. 6.4.4. Dampak Depresiasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Sebesar 10 Persen Sebagai negara pengimpor BBM, maka peranan nilai tukar sangat penting dalam jual beli BBM di pasar internasional. Meskipun sekarang banyak negara melakukan diversifikasi mata uang dalam perdagangan internasional, tetapi dolar Amerika Serikat masih dominan dibandingkan mata uang negara lainnya. Oleh 151 karena itu, sangat penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh fluktuasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terhadap biaya operasional perusahaan pe nyedia tenaga listrik yang berakibat pada berapa besar subsidi pe merintah yang harus dipersiapka n untuk subs idi listrik tersebut. Menurut Handoko dan Patriadi (2005) salah satu penyebab peningkatan atau penurunan beban subsidi listrik adalah perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Selain posisi Indonesia sebagai net importer minyak, juga sebagian besar peralatan dan suku cadang perusahaan penyedia tenaga listrik adalah barang-barang impor. Hasil Simulasi 2d memperlihatkan bahwa jika rupiah terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 10 persen, maka harga BBM, batu bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 0.31 persen, 2.09 persen, dan 0.48 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan berpengaruh kepada penurunan jumlah konsumsi bahan bakar, sehingga produksi tenaga listrik berkurang. Melemahnya nilai tukar berdampak positif pada perekonomian karena akan memacu ekspor dan mengurangi impor. Meningkatnya ekonomi berdampak pada meningkatnya kemampuan pemerintah untuk memberi subsidi, sehingga harga jual tenaga listrik mengalami penurunan. Meningkatnya perekonomian berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja, sehingga dapat menurunkan jumlah pengangguran sebesar 15.18 persen da n upa h naik 0.31 persen. Turunnya tingkat pengangguran dan kenaikan upa h berdampak pada pengurangan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 2.95 persenda n 3.15 persen. Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.29 persen. 152 6.5. Simulasi Kebijakan Berkaitan denga n Efisiensi Pe rusahaa n Penye dia Tenaga Listrik Simulasi berkaitan dengan efisiensi perusahaan penyedia tenaga listrik dilakukan dengan tiga skenario kebijakan, yaitu: (1) Susut tenaga listrik diturunkan sebesar 10 persen, (2) Margin usaha PLN dikurangi 1 persen, dan (3) Kombinasi pengurangan susut tenaga listrik sebesar 10 persen dan pengurangan margin usaha PLN sebesar 1 persen. 6.5.1. Dampak Pengurangan Susut Tenaga Listrik Sebesar 10 Persen Besarnya tenaga listrik yang hilang atau susut merupakan salah satu masalah yang dihadapi PLN. Untuk mengatasi masalah ini berbagai langkah telah ditempuh, seperti memasang alat pencatat otomatis untuk penggan potensial, dan memantau pencurian tenaga listrik melalui kerja sama dengan pihak kepolisian. Sehingga perlu disimulasikan untuk mengetahui seberapa besar dampak pengurangan susut jaringan terhadap besarnya subsidi listrik yang harus dikeluarkan pemerintah. Dari hasil Simulasi 3a dapat dilihat ba hwa pengurangan susut tenaga listrik sebesar 10 persen dapat menghemat tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain sebesar 2.01 persen. Penghematan ini dapat menekan biaya operasional PLN sebesar 0.32 persen, dan BPP turun sebesar 0.35 persen. Penurunan ini akan dapat menurunkan harga jual tenaga listrik yang harus dibayar pelanggan sebesar 0.65 persen. Lebih lanjut kejadian tersebut akan menurunkan tingkat inflasi sebesar 0.02 persen, tetapi laju pertumbuan ekonomi tumbuh sebesar 0.02 persen, meskipun secara harga berlaku justru mengalami pe nurunan. Ini terjadi karena penurunan inflasi lebih tinggi daripada penurunan ekonomi. Sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja maupun kemiskinan tidak terlalu terpegaruh. 153 6.5.2. Dampak Pengurangan Margin Usaha Sebesar 1 Persen Masalah pemberian margin keuntungan kepada PT PLN (Persero) menjadi perhatian anggota DPR-RI belakangan ini. Bagi PLN itu adalah konsekuensi pemerintah yang telah menetapkan harga jual tenaga listrik yang berada di bawah harga keekonomian. Hasil Simulasi 3b menunjukka n bahwa pengurangan margin usaha sebesar 1 persen dapat menurunkan tarif listrik rata-rata sebesar 2.16 persen, dengan penuruna n terbesar pada tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga sebesar 2.59 persen. Penurunan harga jual tenag listrik ini memicu peningkatan konsumsi listrik yang mencapai 0.11 persen. Dampak lebih lanjut penurunan tingkat inflasi sebesar 0.07 persen dan perekonomian tumbuh sebesar 0.05 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja da n ke miskinan tidak terlalu berpengaruh. 6.5.3. Dampak Penurunan Sus ut Tenaga Listrik Sebesar 10 Persen dan Pengurangan Margin Usaha Sebesar 1 Persen Hasil Simulasi 3c menunjukkan bahwa pe nurunan tenaga listrik yang hilang atau susut sebesar 10 persen dan pengurangan margin usaha sebesar 1 persen dapat menurunkan tarif listrik rata-rata sebesar 2.60 persen, dengan penurunan terbesar pada tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga sebesar 3.12 persen. Penurunan harga jual tenaga listrik ini memicu peningkatan konsumsi listrik yang mencapai 0.14 persen. Dampak lebih lanjut penurunan tingkat inflasi sebesar 0.08 persen dan laju pertumbuan ekonomi tumbuh sebesar 0.06 persen. Namun dari sisi penyerapan tenaga kerja justru terjadi peningkatan pengangguran sebesar 0.31 persen. Begitu juga dengan jumlah penduduk miskin yang mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen. 154 Tabel 47. Dampak Kebijakan Subsidi Harga Listrik terhadap Perekonomian dan Ke miskinan di Indonesia Periode Peramalan, Tahun 201 1-2015 (%) E NDO GE N Nilai Das ar Si m 1 a Si m 1b Si m 1 c Si m 1d Si m 2 a Si m 2b Si m 2 c Si m 2d Si m 3 a Si m 3b Si m 3 c 153 633.0 0.01 -0.01 -0.01 0.66 0.66 0.67 0.66 -0.10 0.00 0.00 0.00 PR ODS DR 10 612 419.0 0.01 -0.01 -0.01 -0.73 -0.72 -0.71 -0.72 -0.08 0.00 0.00 0.00 QB B M 28 940 589.0 0.02 -0.02 -0.02 1.06 1.06 1.08 1.06 -0.14 0.00 0.00 0.00 QB T B 357 367.0 0.07 -0.07 -0.07 2.38 2.39 2.46 2.38 -0.46 0.00 0.01 0.02 QG AS 7 521.0 -0.07 0.07 0.07 10.98 10.99 10.92 10.99 0.31 0.00 -0.01 -0.02 PB B M 781.3 -0.40 0.40 0.38 4.48 4.48 4.08 4.49 2.09 -0.03 -0.08 -0.10 PBT B 45 014.2 -0.08 0.08 0.08 0.38 0.38 0.29 0.38 0.48 0.00 -0.02 -0.02 PGAS 80 225.6 -0.06 0.06 0.06 10.20 10.20 10.15 10.21 0.23 0.00 -0.01 -0.01 CBBM 22 746.0 -0.40 0.40 0.39 5.76 5.77 5.36 5.78 1.97 -0.02 -0.08 -0.09 CBTB 16 156.6 -0.01 0.01 0.01 2.84 2.85 2.83 2.85 0.02 0.00 0.00 0.00 C GAS 43 589.0 -3.98 3.98 3.17 7.70 6.98 2.89 7.10 -3.12 -2.01 -0.63 -1.97 TL BE LI 197 222.0 -0.87 0.87 0.69 2.22 2.06 1.16 2.08 -0.77 -0.44 -0.14 -0.43 PR ODT L 203 865.0 -0.70 0.70 0.57 6.23 6.12 5.40 6.14 -0.13 -0.32 -0.11 -0.33 B OP 1 129.4 -1.41 1.43 1.15 6.94 6.80 5.26 6.84 -0.73 -0.35 -0.22 -0.46 B PP 71 656.7 0.47 -0.47 -0.32 -0.48 -0.44 0.05 -0.45 0.63 0.02 0.05 0.06 CL ISRT 62 088.6 1.45 -1.45 -1.40 -1.27 -1.46 0.00 -1.49 0.19 0.08 0.27 0.32 CL ISIN D 46 096.2 0.28 -0.28 -0.01 -0.59 -0.29 0.15 -0.30 1.26 0.00 0.01 0.01 CL ISOT H 179 841.0 0.76 -0.76 -0.61 -0.78 -0.75 0.06 -0.77 0.64 0.03 0.11 0.14 TLJ UAL 10 558.8 -29.16 29.18 23.37 54.66 51.25 20.77 52.05 -25.26 -10.00 -4.51 -10.00 SUSUT 694.1 10.00 -10.00 -10.00 -7.57 0.19 11.96 0.00 0.94 -0.01 -0.04 -0.06 SUB PR T 611.9 10.00 -10.00 -10.00 -9.93 0.20 13.56 0.00 0.98 -0.02 -0.05 -0.05 SUB PIND 380.0 10.00 -10.00 -10.00 -22.10 0.24 21.84 0.00 1.21 0.00 -0.05 -0.05 SUB POT H 50 230.0 10.53 -10.44 -10.30 -8.02 -0.27 12.03 -0.46 1.67 0.00 0.01 0.01 SUB R T 38 435.5 11.69 -11.39 -11.34 -11.13 -1.37 13.56 -1.59 1.24 0.07 0.24 0.29 SUB IND 17 784.5 10.30 -10.24 -10.00 -22.53 -0.04 22.06 -0.27 2.66 -0.01 -0.05 -0.06 SUB OT H 106 450.0 10.91 -10.75 -10.62 -11.56 -0.63 14.26 -0.84 1.68 0.02 0.08 0.10 SUB L ST R 525.6 -16.46 16.53 15.91 10.00 15.54 0.00 15.89 -2.91 -0.78 -2.59 -3.12 HJT L RT 607.8 -12.88 12.95 12.39 10.00 13.46 0.00 13.74 -2.44 -0.67 -2.25 -2.71 HJT LIND 839.7 -6.56 6.60 6.20 10.00 9.78 0.00 9.93 -1.60 -0.50 -1.64 -1.98 HJT L OT H 634.5 -11.95 12.01 11.49 10.01 12.92 0.02 13.18 -2.25 -0.65 -2.16 -2.60 AV HJT L 1 118 607.0 0.00 0.00 0.27 -0.13 0.22 0.31 0.22 1.18 -0.01 -0.05 -0.06 PE NPJ K 1 372 000.0 0.00 0.00 0.22 -0.11 0.18 0.25 0.18 0.96 -0.01 -0.04 -0.05 PE NPE M 666 654.0 -0.21 0.21 1.72 0.49 0.53 0.33 0.54 0.34 -0.01 -0.05 -0.06 BL JL AIN 773 104.0 1.32 -1.30 0.02 -1.17 0.37 2.25 0.35 0.53 -0.01 -0.03 -0.03 GO VE XP 113 724.0 -11.57 11.42 11.05 9.15 12.43 0.06 12.67 -1.83 -0.64 -2.09 -2.51 C ONL IS 4 775 053.0 0.22 -0.21 0.14 -0.57 -0.18 0.17 -0.18 1.63 -0.01 -0.03 -0.04 C ONL AIN 4 888 777.0 -0.06 0.06 0.40 -0.34 0.12 0.17 0.12 1.55 -0.02 -0.08 -0.09 C ONR T 3 304 827.0 0.18 -0.18 -0.01 -0.46 -0.28 -0.04 -0.29 0.62 0.00 0.00 0.00 INV 155 Tabel 47. Lanjutan (%) E NDO GE N Nilai Das ar Si m 1 a Si m 1b Si m 1 c Si m 1d Si m 2 a Si m 2b Si m 2 c Si m 2d Si m 3 a Si m 3b Si m 3 c 1 807 713.0 -0.28 0.28 0.27 0.68 0.67 0.39 0.67 1.73 -0.01 -0.05 -0.07 E KSPOR 1 916 121.0 -0.54 0.53 0.51 1.08 1.25 0.68 1.26 -1.26 -0.03 -0.09 -0.11 IM POR 8 858 300.0 0.21 -0.21 0.16 -0.56 -0.14 0.21 -0.15 1.76 -0.01 -0.04 -0.04 PDB 3 413 771.0 1.48 -1.44 -1.03 -3.29 -3.04 -1.45 -3.07 0.66 0.06 0.20 0.24 R PDB 5.39 0.41 -0.40 -0.30 -0.81 -0.83 -0.36 -0.83 0.38 0.02 0.05 0.06 GR O WT H 35 861.5 0.22 -0.21 0.16 -0.56 -0.15 0.20 -0.15 1.74 -0.01 -0.03 -0.04 PDB KPT 7 881.5 -2.28 2.28 2.20 5.35 5.47 3.13 5.54 10.00 -0.12 -0.44 -0.53 KUR S 258.5 -1.24 1.24 1.20 2.82 2.98 1.66 2.98 1.04 -0.08 -0.23 -0.27 IHK 4.55 -0.40 0.40 0.38 0.79 0.93 0.50 0.94 0.21 -0.02 -0.07 -0.08 INFL ASI 8.35 -0.20 0.20 0.19 0.42 0.47 0.26 0.47 0.13 -0.01 -0.04 -0.04 SKB G 125 556.0 -0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00 0.00 ST K 121 168.0 0.07 -0.07 0.05 -0.18 -0.05 0.07 -0.05 0.58 0.00 -0.01 -0.01 DT K 4 387.9 -2.14 2.10 -1.06 5.52 1.90 -1.47 1.93 -15.18 0.07 0.26 0.31 UNE M PL 640.0 0.03 -0.03 0.03 -0.09 -0.02 0.05 -0.02 0.31 0.00 0.00 0.00 R UPH 9 749.3 -0.56 0.55 -0.08 1.37 0.69 -0.12 0.70 -2.95 0.01 0.03 0.03 M ISKOT A 13 971.7 -1.36 1.34 -0.08 2.25 0.70 -1.22 0.73 -3.15 0.01 0.03 0.04 M ISDE SA 23 721.0 -1.03 1.02 -0.08 1.89 0.70 -0.77 0.72 -3.07 0.01 0.03 0.04 PM ISKIN 9.66 -0.10 0.10 -0.01 0.18 0.07 -0.07 0.07 -0.29 0.00 0.00 0.00 T MISKIN Keterangan: Sim 1a: Subsidi Harga Listrik naik 10 persen Sim 1b: Subsidi Harga Listrik dikurangi 10 persen Sim 1c: Subsidi Harga Listrik dikurangi 10 persen dan dialihkan ke Belanj a Lain Sim 1d: Harga Jual Tenaga Listrik dinaikkan 10 persen Sim 2a: Harga Minyak Ment ah Indonesia naik 10 persen Sim 2b: Harga Minyak Mentah Indonesia naik 10 persen dan Harga Jual Tenaga Listrik per kWh t etap Sim 2c: Harga Minyak Ment ah Indonesia naik 10 persen dan Subsidi per kWh tetap Sim 2d: Rupiah t erdepresi asi 10 persen terhadap US$ Sim 3a: Susut Tenaga Listrik berkurang 10 persen Sim 3b: Margin Usaha PLN dikurangi 1 persen Sim 3c: Kombinasi Si m. 3a dan Si m. 3b Hartono dan Resosudarmo (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan kebijakan peningkatan efisiensi lebih baik daripada pembatasan konsumsi energi, termasuk listrik. Peningkatan efisiensi perusahaan penyedia tenaga listrik pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan kelompok rumah tangga. Hasil yang lebih bagus dapat tercapai apabila peningkatan efisiensi dibarengi dengan kebijakan pengurangan subsidi listrik. Namun sebagaimana telah dijelaskan, dalam mengambil kebijakan, seperti kebijakan menaikkan TDL hendaknya pemerintah mempertimbangkan dampaknya yang paling 156 kecil sekalipun baik terhadap kegiatan ekonomi maupun lapisan masyarakat konsumen PLN, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (Handoko dan Patriadi, 2005). 6.6. Ringkas an Dampak Kebijakan Subsidi Harga Listrik terhadap Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2005 nilai subsidi listrik terus mengalami kenaikan tajam. Meskipun pemerintah bertekad untuk mengurangi beban subsidi listrik tersebut, namun berbagai kejadian dan perubahan kebijakan dalam sektor kelistrikan justru sering menyebabkan peningkatan nilai subsidi listrik tersebut. Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pertengahan tahun 1997 telah meningkatkan biaya operasional PLN karena sebagian peralatan, baik untuk pembangunan pembangkit baru maupun untuk pemeliharaan sebagian besar berasal dari barang impor. Perlu sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Selain unt uk menjaga stabilitas harga di dalam negeri, juga untuk menjamin kelangsungan hidup dunia usaha di Indonesia termasuk pe rusahaan pe nyedia tenaga listrik. Tingkat ketergantungan PLN terhadap BBM juga masih cukup tinggi, sehingga gejolak harga minyak sangat berpengaruh terhadap biaya operasional PLN. Hal ini terlihat jelas ketika terjadi lonjakan tajam harga minyak dunia tahun 2008, biaya operasional PLN juga mengalami lonjakan tajam. Berdasarkan pengalaman tersebut sudah seharusnya peningkatan bahan bakar alternatif selain BBM harus lebih diintensifkan, seperti penggunaan batu bara dan gas alam. Selain harga nya lebih murah, produksi da n cada ngan di Indo nesia juga cukup besar. Produksi batu bara dan gas alam harus diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri bukan untuk diekspor. 157 Berbagai kebijakan telah dicoba pemerintah untuk mengurangi secara bertahap subsidi listrik tersebut, seperti menaikkan TDL untuk golongan tarif pelanggan tertentu serta peningkatan efisiensi PLN. Kebijakan ini meskipun kurang populer karena akan meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi listrik bagi golongan pelanggan tertentu, tetapi saatnya dicoba untuk dilakukan terutama untuk golongan pelanggan kaya. Dari analisis sebelumnya diketahui bahwa selama ini subsidi listrik lebih banyak dinikmati pelanggan kaya. Selain itu PLN juga harus meningkatkan efisiensi kinerjanya, susut tenaga listrik sebisa mungkin ditekan pada tingkat yang optimal. Semakin kecil susut tenaga listrik berarti semakin besar pendapatan yang dapat diperoleh, sehingga subsidi listrik dapat dikurangi. Subs idi harga listrik memang mempunyai dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi maupun pengurangan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Dari hasil simulasi-simulasi di atas terlihat bahwa kenaikan subsidi akan menaikkan pertumbuhan ekonomi dan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin ba ik di kota maupun di desa. Demikian pula sebaliknya penurunan subsidi akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi dan dapat memicu peningkatan jumlah penduduk miskin di kota dan di desa. Dari hasil simulasi pengalihan subsidi ke belanja lain menghasilkan dampak yang lebih baik terhadap tingkat pengangguran dan kemiskinan. Untuk itu, suda h saatnya pemerintah mengurangi subsidi listrik dan dialihkan ke program-program yang lebih besar dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, apabila akan dilakukan pengurangan subsidi harus dipikirkan pula programprogram pembangunan yang langsung menyentuh golongan masyarakat kelas 158 bawah, sehingga secara bertahap masyarakat dapat hidup menggantungkan nasibnya pada belas kasihan pemerintah. layak tanpa