VI. SIMULASI KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas

advertisement
VI. SIMULASI KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas simulasi berbagai skenario kebijakan yang berkaitan
dengan sektor kelistrikan. Skenario simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini
ditentukan sesuai dengan kecenderungan data dan rencana kebijakan pemerintah.
Peramalan dan Simulasi dilakukan untuk periode tahun 2011–2015. Langka h awal
yang dilakukan dalam prose peramalan adalah meramal nilai vaariabel penjelas
(explanatory variable) dengan asumsi yang dianggap relevan dan realistis atau
neggunakan metode meramalan tertentu. Metode yang digunakan dalam meramal
variabel penjelas adalah Stepwise Autoregressive (STEPAR) de ngan prosedur
FORECAST, sedangkan ramalan variabel endogennya dilakukan menggunakan
prosedur SIMNLIN dengan metode Newton.
6.1.
Validas i Model
Validasi model merupakan langkah awal sebelum melakukan simulasi
untuk mengetahui ketepatan model dalam menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
Hasil estimasi Mode l Subsidi Listrik di Indonesia yang digunakan dalam
penelitian ini divalidasi untuk periode 1990-2010. Validasi menggunakan
indikator statistik Root Mean Square Percent Error (RMSPE) da n Theil’s
Inequality Coefficient (U) untuk mengukur penyimpangan hasil prediksi dari nilai
pengamatannya untuk setiap variabel endo gen. Hasil validasi model subsidi listrik
disajikan pada Tabel 46.
Hasil va lidasi pada Tabel 46 menunjukkan bahwa dari 56 persamaan
terdapat 38 persamaan mempunya i RMSPE lebih kecil dari 80 persen dan sisanya
lebih besar dari 80 persen. Nilai RMSPE yang lebih besar dari 80 persen terutama
138
terjadi pada persamaan-persamaan identitas. Hal ini terjadi karena error variabel
endogen terakumulasi pada persamaan-persamaan identitas tersebut. Persamaanpersamaan struktural yang memiliki RMSPE besar terjadi pada persamaanpersamaan subsidi. Ini dapat terjadi karena dalam menentukan besaran subsidi
listrik di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh faktor politik daripada
kemampuan keuangan yang dimiliki pemerintah.
Tabel 46. R ingkasan Hasil Validasi Model Subsidi Harga Listrik di Indonesia
Variabel
Endo gen
PRODSDR
QBBM
QBTB
QGAS
PBBM
PBTB
PGAS
CBBM
CBTB
CGAS
TLBELI
PRODTL
BOP
BPP
CLISRT
CLISIND
CLISOTH
TLJUAL
SUSUT
SUBPRT
SUBPIND
SUBPOTH
SUBRT
SUBIND
SUBOTH
SUBLSTR
HJTLRT
HJTLIND
RMSPE
5.81
26.32
9.97
196.40
42.43
30.04
11.07
56.79
29.81
167.30
72.59
5.30
13.98
22.22
27.02
14.89
44.42
24.80
253.80
461.90
505.90
353.70
491.70
738.50
655.80
63.81
56.37
5.81
U-Theil
0.0259
0.1024
0.0341
0.2160
0.0546
0.1179
0.0453
0.1043
0.0996
0.1869
0.1146
0.0320
0.0222
0.1475
0.1436
0.0886
0.2031
0.1356
0.2896
0.2897
0.3426
0.3981
0.3639
0.4710
0.3987
0.6827
0.5747
0.0259
Variabel
Endo gen
HJTLOTH
AVHJTL
PENPJK
PENPEM
BLJLAIN
GOVEXP
CONLIS
CONLAIN
CONRT
INV
EKSPOR
IMPOR
PDB
RPDB
GROWTH
PDBKPT
KURS
IHK
INFLASI
SKBG
STK
DTK
UNEMPL
RUPH
MISKOTA
MISDESA
PMISKIN
TMISKIN
RMSPE
39.22
53.35
113.60
77.52
21.66
29.44
46.79
105.70
101.30
137.20
18.95
38.08
104.70
132.20
495.00
104.70
32.81
14.17
53.81
33.02
1.28
11.74
140.50
12.68
41.16
43.59
42.45
42.45
U-Theil
0.3441
0.5355
0.3457
0.2716
0.0902
0.1380
0.5095
0.3289
0.3178
0.3977
0.0855
0.0996
0.3229
0.4198
0.7053
0.3274
0.1470
0.0972
0.1479
0.1277
0.0066
0.0601
0.8789
0.0540
0.2527
0.2389
0.2417
0.3441
139
Sedangkan besar nilai statistik U, 45 persamaan mempunyai nilai statistik
U lebih kecil dari 35 persen dan 11 persamaan mempunya i nilai statistik U lebih
dari 35 persen. Nilai statitik U terbesar adalah 0.8789, yaitu pada persamaan
jumlah pengangguran (UNEMPL). Dilihat dari komposisi nilai U, secara umum
mempunyai nilai yang mendekati nol untuk UM dan US dan mendekati 1 untuk
nilai UC. Secara lengkap hasil validasi mode l dapat dilihat pada Lampiran 8.
Dengan demikian, dilihat secara keseluruhan, maka model yang disusun
cukup valid digunakan untuk melakuka n simulasi pe ramalan akibat peruba han
factor eksternal dan kebijakan.
6.2.
Ramalan Variabel Endoge n
Salah satu fokus yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah meramalkan
besarnya subsidi listrik yang harus dikeluarkan pemerintah di masa yang akan
datang. Banyak faktor yang menentukan besarnya subsidi listrik. Secara lengkap
hasil ramalan seluruh variabel endogen dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 13.
Realisasi dan ramalan subsidi listrik dapat dilihat pada Gambar 9. Dari Gamba r 9
tersebut terlihat bahwa besarnya subsidi listrik cenderung naik dari tahun ke
tahun. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya
selama tidak ada kemauan yang kuat dari para pengambil kebijakan untuk
menurunkannya. Pada tahun 2011 diperkirakan subsidi listrik akan mencapai Rp.
73.58 triliun dan naik menjadi Rp. 89.71 triliun pada tahun 2012. Apabila tidak
ada kebijakan mendasar dalam masalah kelistrikan di Indonesia diperkirakan
subsidi listrik di Indonesia akan mencapai Rp. 140.4 triliun pada tahun 2015. Hal
ini tentu akan sangat membebani keuangan pemerintah. Sehingga perlu langkah
nyata untuk mengurangi masalah subsidi listrik ini.
140
160
140
122.7
105.9
100
89.7
78.3
80
73.6
60
Realisasi
53.4
58.1
20
15
20
14
20
13
20
12
20
11
20
10
20
09
37.4
20
08
20
07
20
05
20
04
5.4 3.4 3.5
20
03
20
02
1.9 1.1
2.8 4.3
20
01
19
98
0
20
00
20
33.9
10.6
20
06
40
19
99
Triliun RpW
120
140.4
Peramalan
Gambar 9. Realisasi dan Ramalan Subsidi Listrik, Tahun 1998–2015
Dalam penelitian ini akan dilakukan berbagai simulasi sebagai alternatif
kebijakan yang berkaitan dengan dengan subsidi harga listrik. Sebanyak 11
simulasi aka n dilakukan yang terdiri dari 2 simulasi perubahan faktor ekternal, 7
simulasi perubahan kebijakan, dan 2 simulasi kombinasi antara perubahan faktor
ekternal dan perubahan kebijakan. Faktor eksternal yang digunakan adalah
kenaika n harga minyak mentah Indo nesia (ICP) dan melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Perubahan kebijakan yang digunakan
adalah kenaikan subs idi harga listrik rata-rata sebesar 10 persen, penurunan
subs idi harga listrik sebesar 10 persen, penurunan subsidi harga listrik sebesar 10
persen dan dialihkan ke belanja lain, kenaikan harga jual tenaga listrik sebesar 10
persen, penurunan tenaga listrik yang hilang atau susut sebesar 10 persen,
penurunan margin usaha PLN sebesar 1 persen, dan kombinasi pengurangan susut
tenaga listrik da n pe ngurangan margin usaha PLN. Sedangkan simulasi kombinasi
antara faktor eksternal da n peruba han kebijaka n ada lah ke naika n harga minyak
mentah Indo nesia sebesar 10 persen de ngan mempertahanka n harga jual tenaga
141
listrik dan kenaikan ICP sebesar 10 persen dengan besar subsidi yang tetap. Hasil
simulasi dapat dilihat pada Tabel 47.
6.3.
Simulas i Kebijakan Berkaitan denga n Perubahan Nilai Subsidi
Simulasi berkaitan dengan perubahan nilai subsidi dilakukan dengan
empat skenario kebijakan, yaitu: (1) Subsidi ditingkatkan sebesar 10 persen, (2)
Subsidi dikturunkan sebesar 10 persen, (3) Subsidi diturunkan sebesar 10 persen
dan dialihka n ke belanja lain, da n (4) Menaikk an harga jual tenaga listrik sebesar
10 persen akibat subsidi listrik dikurangi.
6.3.1. Dampak Kebijakan Peningkatan Subsidi Harga Listrik Sebesar 10
Persen
Meskipun kebijakan ini tidak dicanangkan pemerintah, namun dalam
realitanya kebijakan inilah yang digunakan pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan
tidak pernah naiknya tarif dasar listrik (TDL) sejak tahun 2002, meskipun
berbagai studi telah dilakukan bahwa kenaikan TDL dapat dilakukan untuk
beberapa kelompok pelanggan, seperti studi kemampuan bayar pelanggan yang
dilakukan Lembaga Penelitian da n Pengabdian Masyarakat, IPB (2005). Salah
satu temuan studi tersebut menunjukkan adanya peluang untuk menaikan harga
jual listrik terutama untuk pelanggan rumah tangga daya terpasang 2200VA atau
lebih. Menurut hasil penelitian tersebut kenaikan tarif listrik untuk pelanggan
rumah tangga tersebut sebesar 6-25 persen mempunyai pengaruh yang tidak
signifikan terhadap jumlah pelanggan rumah tangga yang tidak mampu
membayar.
Hasil Simulasi 1a memperlihatkan bahwa kebijakan menaikka n subsidi
listrik rata-rata sebesar 10 persen menyebabkan penurunan harga jual tenaga
listrik rata-rata sebesar 11.95 persen, dengan penurunan tertinggi terjadi pada
142
pelanggan rumah tangga yang mencapai 16.46 persen. Penurunan tarif listrik ini
memicu meningkatnya konsumsi listrik semua golongan pelanggan sebesar 0.76
persen, dengan peningkatan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri
yang mencapai 1.45 persen, pelanggan rumah tangga dan pelanggan lainnya
masing- masing meningkat 0.47 persen dan 0.28 persen. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakuka n Ritschel dan Smestad (2003) yang menyimpulkan
bahwa pemberian subsidi kepada konsumen listrik menyebabkan konsumen tidak
hemat dalam konsumsi energi listrik.
Di sisi lain, penurunan tarif listrik tersebut akan menekan tingkat inflasi
0.40 persen dan meningkatkan pertumbuan ekonomi sebesar 0.41 persen.
Pertumbuhan ekonomi ini akan meningkatkan kesempatan kerja 0.07 persen,
sehingga pengangguran berkurang 2.14 persen dan upah mengalami kenaikkan
sebesar 0.03 persen. Menurunnya tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta
naiknya upah tenaga kerja berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.56 persen
dan 1.36 persen. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.10 persen.
Ini sejalan de ngan pe nelitian yang dilakuka n Maipita, et al. (2010) yang
menyatakan bahwa kebijakan pemberian subsidi memiliki dampak yang
signifikan terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia.
6.3.2. Dampak Kebijakan Penurunan Subsidi Harga Listrik Sebesar 10
Persen
Skenario kebijakan ini hanya merupakan kebalikan dari Simulasi 1a.
Meskipun masih berupa wacana, beberapa ahli menyarankan penurunan subsidi
listrik secara gradual agar keuangan negara lebih sehat dan dapat melakukan
berbagai kebijakan lain yang selama ini belum tersentuh atau hanya mendapat
143
porsi kecil, padahal menjadi kebutuhan mendasar sebagian besar masyarakat dan
sifatnya berkesinambungan, seperti untuk meningkatkan sarana pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur.
Hasil Simulasi 1b memperlihatkan bahwa kebijakan menurunka n subsidi
listrik rata-rata sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan harga jual tenaga listrik
rata-rata sebesar 12.01 persen, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada pelanggan
rumah tangga yang mencapa i 16.53 persen. Kena ikan tarif listrik ini berdampak
pada menurunnya konsumsi listrik pada semua golongan pelanggan sebesar 0.76
persen, dengan penurunan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang
mencapai 1.45 persen, sementara pe langgan rumah tangga dan pelanggan lainnya
masing- masing mengalami pe nurunan sebesar 0.47 persen dan 0.28 persen.
Sebagaimana penemuan Komives, et al. (2009) bahwa pengurangan subsidi akan
menyebabkan kenaikan tagihan listrik yang berarti akan mengurangi disposable
income rumah tangga. Sehingga akan menekan konsumsi listriknya agar
pengeluaran untuk kebutuhan lain tidak terganggu.
Kenaika n tarif listrik tersebut juga aka n memicu kenaikan tingkat inflasi
sebesar 0.40 persen dan menekan laju pe rtumbuan eko nomi sebesar 0.40 persen.
Ebohon (1996) menyatakan bahwa hubungan antara kebutuhan energi dan
pertumbuhan ekonomi bersifat komplemen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja,
kebijakan ini dapat menurunkan kesempatan kerja sebesar 0.07 persen, sehingga
pengangguran bertambah 2.10 persen dan upah mengalami penurunan sebesar
0.03 persen. Naiknya tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta turunnya upah
tenaga kerja berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan masing- masing sebesar 0.55 persen dan 1.34 persen.
144
Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.10 persen. Hasil ini sejalan
dengan pe nemua n Adi dkk (2008) yang menyatakan bahwa kenaikan inflasi akan
mendorong kenaikan jumlah penduduk miskin. Lebih jauh Hartono (2004)
menemukan bahwa kelompok rumah tangga sangat miskin dan rumah tangga
miskin menerima dampak negatif relatif besar dibandingkan dengan kelompok
lainnya akibat kebijakan pengurangan subsidi yang berakibat pada kenaikan tarif
listrik.
6.3.3. Dampak Kebijakan Penurunan Subsidi Harga Listrik Sebesar 10
Persen dan Dialihkan ke Belanja Lain
Skenario kebijakan ini merupakan kelanjutan dari Simulasi 1b, yaitu
bagaimana dampaknya jika hasil pengurangan anggaran subsidi listrik dialihkan
ke belanja lain.
Hasil Simulasi 1c memperlihatkan bahwa kebijakan menurunkan subsidi
listrik rata-rata sebesar 10 persen dan dialihkan ke belanja lain menyebabkan
kenaikan harga jual tenaga listrik rata-rata sebesar 11.49 persen, dengan kenaikan
tertinggi terjadi pada pelanggan rumah tangga yang mencapa i 15.91 persen.
Kenaikan tarif listrik ini berdampak pada menurunnya konsumsi listrik pada
semua golongan pe langgan sebesar 0.61 persen, dengan penurunan konsumsi
tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang mencapai 1.40 persen, sementara
pelanggan rumah tangga dan pelanggan lainnya masing- masing mengalami
penurunan sebesar 0.32 persen dan 0.01 persen.
Dari sisi kinerja perekonomian, kenaikan tarif listrik tersebut akan memicu
kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.38 persen da n meneka n laju pertumbuan
ekonomi sebesar 0.30 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini
dapat meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0.05 persen, sehingga jumlah
145
pengangguran berkurang sebesar 1.06 persen dan tingkat upah naik 0.03 persen.
Menurunnya jumlah pengangguran dan meningkatnya tingkat upah berdampak
pada penurunan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan masing- masing sebesar 0.08 persen dan 0.08 persen. Tingkat
kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.01 persen.
Hasil Simulasi 1c ini menunjukkan pengalihan subsidi ke belanja lain
berdampak positif pada pengurangan pengangguran dan jumlah penduduk miskin,
meskipun dapat memicu kenaikan harga dan menekan laju pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini
mengimplikasikan bahwa pemerintah suda h seharusnya mulai
mengurangi subsidi listrik yang terus membebani keuangan negara dan
mengalihka n ke program lain yang lebih penting dan menyentuh lapisan
masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Makmun dan Abdurahman (2003)
menyatakan bahwa dalam setiap mengambil kebijakan menaikka n TDL akibat
pengurangan jumlah subsidi hendaknya dibarengi pula dengan usaha untuk
peningkatan lapangan kerja, sehingga akan berdampak pada peningkatan
pendapatan masyarakat.
6.3.4. Dampak Kebijakan Menaikkan Harga Jual Tenaga Listrik Sebesar 10
Persen
Besarnya nilai subsidi listrik yang terus membebani keuangan pemerintah
menyebabka n ba nyak p rogram pe merintah yang lain menjadi kurang diperhatika n,
seperti masalah infrastruktur yang buruk. Maka salah satu yang dapat dilakukan
untuk mengurangi beban tersebut adalah menaikkan harga jual tenaga listrik.
Hasil Simulasi 1d memperlihatkan bahwa kebijakan menaikka n harga jual
tenaga listrik rata-rata sebesar 10 persen menyebabkan penurunan konsumsi
tenaga listrik sebesar 0.78 persen, dimana penurunan tertinggi terjadi pada
146
pelanggan industri sebesar 1.27 persen. Kenaikan harga jua l tenaga listrik dan
penurunan konsumsinya berdampak pada penurunan subsidi yang harus
ditanggung pemerintah sebesar 11.56 persen.
Namun di sisi lain, kenaikan tarif listrik tersebut akan memicu kenaikan
tingkat inflasi sebesar 0.79 persen dan menekan laju pertumbuan ekonomi sebesar
0.81 persen. Nguyen (2008) menemukan ba hwa kenaikan harga listrik akan
memicu kenaikan harga sektor lain. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan
ini dapat menurunkan kesempatan kerja sebesar 0.18 persen, sehingga jumlah
pengangguran bertambah sebesar 5.52 persen da n tingka t upa h turun 0.09 persen.
Naiknya jumlah pengangguran dan menurunnya tingkat upah berdampak pada
peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan
masing- masing sebesar 1.37 persen da n 2.25 persen. Tingkat kemiskinan
mengalami peningkatan sebesar 0.18 persen. Hartono (2004) menyatakan
kebijakan menaikkan TDL berdampak negatif terhadap output dan nilai tambah
sektoral, yang pada gilirannya mengurangi pendapatan faktor produksi tenaga
kerja khususnya tenaga kerja informal. Pada akhirya pendapatan rumah tangga
akan mengalami penurunan, yang berarti dapat memicu bertamba hnya pe nduduk
miskin.
6.4.
Simulas i Kebijakan Berkaitan denga n Perubahan Fak tor Eksternal
Simulasi berkaitan dengan perubahan faktor eksternal dilakukan dengan
empat skenario kebijakan, yaitu: (1) ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen,
(2) ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan harga jual tenaga listrik tidak
berubah, (3) ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan subsidi per kWh
147
tidak mengalami perubahan, dan (4) Nilai tukar rupiah melemah sebesar 10 persen
terhadap dolar Amerika Serikat.
6.4.1. Dampak Kenaikan ICP Sebesar 10 Persen
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, ketergantungan
perusahaan penyedia energi listrik terhadap BBM masih cukup tinggi. Selain itu
Indo nesia sekarang adalah negara pengimpor minyak (net importer) karena
produksi minyak dalam negeri tidak mencukupi kebutuhannya. Berdasar data dari
Kementerian ESDM, pada tahun 2010 Indonesia mengimpor lebih dari 270 ribu
barel minyak mentah dan 400 ribu barel BBM per hari. Oleh ka rena itu, sangat
penting mengetahui dampak kenaikan harga minyak mentah Indo nesia terhadap
biaya penyediaan energi listrik yang berimbas pada besarnya subs idi yang harus
disiapkan pemerintah. Dunkerley (1995) menemuka n ba hwa di negara- negara
berkembang menghadapi masalah berkaitan dalam sektor migas dan kelistrikan
yaitu tidak terduganya kenaikan sumber dana untuk membiayainya dimasa
mendatang.
Hasil Simulasi 2a memperlihatkan bahwa jika harga minyak mentah
Indonesia (ICP) mengalami kenaikan sebesar 10 persen, maka harga BBM, batu
bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 10.99
persen, 4.48 persen, dan 0.38 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan
berpengaruh kepada kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar tersebut.
Kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar ini berakibat pada naiknya
biaya opersional perusahaan penyedia tenaga listrik baik secara total maupun per
kWh masing- masing sebesar 6.12 persen dan 6.80 persen. Dengan kemampuan
keuangan pemerintah yang terbatas subsidi hanya mengaalami kenaikan kecil,
148
akibatnya harga jual tenaga listrik mengalami peningkatan dengan rata-rata
mencapai 12.92 persen, dimana kenaikan terbesar terjadi pada pelanggan rumah
tangga yang mencapa i 15.54 persen. Kenaikan harga tenaga listrik ini berdampak
pada menurunnya konsumsi listrik pada semua golongan pelanggan sebesar 0.75
persen, dengan penurunan konsumsi tertinggi terjadi pada pelanggan industri yang
mencapai 1.46 persen, sementara pelanggan rumah tangga dan pelanggan lainnya
masing- masing mengalami penurunan sebesar 0.44 persen dan 0.29 persen.
Kenaikan tarif listrik tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi
sebesar 0.93 persen dan menekan laju pertumbuan ekonomi sebesar 0.83 persen.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat meningkatkan jumlah
pengangguran sebesar 1.90 persen dan upah turun 0.02 persen. Naiknya tingkat
inflasi dan tingkat pengangguran serta kenaikan jumlah pengangguran berdampak
pada peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan masing- masing sebesar 0.69 persen dan 0.70 persen. Tingkat
kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0.07 persen.
6.4.2. Dampak Kenaikan ICP Sebesar 10 Pe rsen dengan Harga Jual Tenaga
Listrik Tetap
Skenario kebijakan ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran subsidi
listrik yang optimal jika ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan tarif
listrik tidak berubah.
Hasil Simulasi 2b memperlihatkan bahwa jika harga minyak mentah
Indonesia (ICP) mengalami kenaikan sebesar 10 persen, maka harga BBM, batu
bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 10.92
persen, 4.09 persen, dan 0.28 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan
berpengaruh kepada kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar tersebut.
149
Kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar ini berakibat pada naiknya
biaya opersional perusahaan penyedia tenaga listrik baik secara total maupun per
kWh masing- masing sebesar 5.40 persen dan 5.26 persen. Dengan kebijakan
pemerintah yang tidak menaikan harga jual tenaga listrik, maka subsidi yang
harus ditanggung pemerintah naik sebesar 14.26 persen. Kenaikan terbesar terjadi
pada subsidi untuk pelanggan lainnya yang mencapai 22.06 persen, sementara
pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga masing- masing naik sebesar
13.56 persen dan 12.03 persen.
Kebijakan tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.50
persen da n meneka n laju pe rtumbuan eko nomi sebesar 0.36 persen meskipun
secara harga berlaku terjadi kenaikan. Ini dikarenakan laju inflasi lebih tinggi
daripada laju pertumbuhan PDB. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini
dapat meningkatkan tingkat kesempatan kerja, sehingga jumlah pengangguran
berkurang sebesar 1.47 persen da n upa h naik 0.05 persen. Turunnya jumlah
pengangguran da n naiknya upa h berdampak pada penngurangan jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan maupun di pedesaan masing- masing sebesar 0.12
persendan 1.22 persen. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.07
persen.
6.4.3. Dampak Kenaikan ICP Sebesar 10 Pe rsen denga n Subsidi per kWh
Tetap
Skenario kebijakan ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran kenaikan
tarif listrik yang optimal jika ICP mengalami kenaikan sebesar 10 persen dan
subsidi harga listrik tidak berubah.
Sebagaimana Simulasi 2a dan 2b, hasil Simulasi 2c memperlihatkan
bahwa jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan sebesar 10
150
persen, maka harga BBM, batu bara, dan gas alam akan mengalami kenaikan
harga masing- masing sebesar 10.99 persen, 4.49 persen, dan 0.38 persen.
Kenaikan harga bahan bakar ini akan berpengaruh kepada kenaikan pengeluaran
untuk membeli bahan bakar tersebut. Kenaikan pengeluaran untuk membeli bahan
bakar ini berakibat pada naiknya biaya opersional perusahaan penyedia tenaga
listrik baik secara total maupun per kWh masing- masing sebesar 6.14 persen dan
6.84 persen. Dengan kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan nilai subsidi
harga listrik per kWh, maka harga jual tenaga listrik harus dinaikka n rata-rata
sebesar 13.18 persen. Kenaikan terbesar terjadi pada tarif listrik untuk pelanggan
rumah tangga yang mencapai 15.89 persen, sementara pelanggan industri dan
pelanggan lainnya masing- masing naik sebesar 13.74 persen da n 9.93 persen.
Lebih lanjut kebijakan tersebut akan memicu kenaikan tingkat inflasi sebesar 0.94
persen da n menekan laju pertumbuan eko nomi sebe sar 0.83 persen. Dari sisi
penyerapan tenaga kerja, kebijakan ini dapat meningkatkan jumlah pengangguran
sebesar 1.93 persen dan upah turun 0.02 persen. Naiknya tingkat inflasi dan
tingkat pengangguran serta kenaikan jumlah pengangguran berdampak pada
peningkatan jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan
masing- masing sebesar 0.70 persen dan 0.73 persen. Tingkat kemiskinan
mengalami peningkatan sebesar 0.07 persen.
6.4.4. Dampak Depresiasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika
Serikat Sebesar 10 Persen
Sebagai negara pengimpor BBM, maka peranan nilai tukar sangat penting
dalam jual beli BBM di pasar internasional. Meskipun sekarang banyak negara
melakukan diversifikasi mata uang dalam perdagangan internasional, tetapi dolar
Amerika Serikat masih dominan dibandingkan mata uang negara lainnya. Oleh
151
karena itu, sangat penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh fluktuasi
mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terhadap biaya operasional
perusahaan pe nyedia tenaga listrik yang berakibat pada berapa besar subsidi
pe merintah yang harus dipersiapka n untuk subs idi listrik tersebut. Menurut
Handoko dan Patriadi (2005) salah satu penyebab peningkatan atau penurunan
beban subsidi listrik adalah perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat. Selain posisi Indonesia sebagai net importer minyak, juga
sebagian besar peralatan dan suku cadang perusahaan penyedia tenaga listrik
adalah barang-barang impor.
Hasil Simulasi 2d memperlihatkan bahwa jika rupiah terdepresiasi
terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 10 persen, maka harga BBM, batu bara,
dan gas alam akan mengalami kenaikan harga masing- masing sebesar 0.31 persen,
2.09 persen, dan 0.48 persen. Kenaikan harga bahan bakar ini akan berpengaruh
kepada penurunan jumlah konsumsi bahan bakar, sehingga produksi tenaga listrik
berkurang. Melemahnya nilai tukar berdampak positif pada perekonomian karena
akan memacu ekspor dan mengurangi impor. Meningkatnya ekonomi berdampak
pada meningkatnya kemampuan pemerintah untuk memberi subsidi, sehingga
harga jual tenaga listrik mengalami penurunan. Meningkatnya perekonomian
berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja, sehingga dapat menurunkan
jumlah pengangguran sebesar 15.18 persen da n upa h naik 0.31 persen. Turunnya
tingkat pengangguran dan kenaikan upa h berdampak pada pengurangan jumlah
penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan masing- masing
sebesar 2.95 persenda n 3.15 persen. Tingkat kemiskinan mengalami peningkatan
sebesar 0.29 persen.
152
6.5.
Simulasi Kebijakan Berkaitan denga n Efisiensi Pe rusahaa n Penye dia
Tenaga Listrik
Simulasi berkaitan dengan efisiensi perusahaan penyedia tenaga listrik
dilakukan dengan tiga skenario kebijakan, yaitu: (1) Susut tenaga listrik
diturunkan sebesar 10 persen, (2) Margin usaha PLN dikurangi 1 persen, dan (3)
Kombinasi pengurangan susut tenaga listrik sebesar 10 persen dan pengurangan
margin usaha PLN sebesar 1 persen.
6.5.1. Dampak Pengurangan Susut Tenaga Listrik Sebesar 10 Persen
Besarnya tenaga listrik yang hilang atau susut merupakan salah satu
masalah yang dihadapi PLN. Untuk mengatasi masalah ini berbagai langkah telah
ditempuh, seperti memasang alat pencatat otomatis untuk penggan potensial, dan
memantau pencurian tenaga listrik melalui kerja sama dengan pihak kepolisian.
Sehingga perlu disimulasikan untuk mengetahui seberapa besar dampak
pengurangan susut jaringan terhadap besarnya subsidi listrik yang harus
dikeluarkan pemerintah.
Dari hasil Simulasi 3a dapat dilihat ba hwa pengurangan susut tenaga listrik
sebesar 10 persen dapat menghemat tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain
sebesar 2.01 persen. Penghematan ini dapat menekan biaya operasional PLN
sebesar 0.32 persen, dan BPP turun sebesar 0.35 persen. Penurunan ini akan dapat
menurunkan harga jual tenaga listrik yang harus dibayar pelanggan sebesar 0.65
persen. Lebih lanjut kejadian tersebut akan menurunkan tingkat inflasi sebesar
0.02 persen, tetapi laju pertumbuan ekonomi tumbuh sebesar 0.02 persen,
meskipun secara harga berlaku justru mengalami pe nurunan. Ini terjadi karena
penurunan inflasi lebih tinggi daripada penurunan ekonomi. Sedangkan dari sisi
penyerapan tenaga kerja maupun kemiskinan tidak terlalu terpegaruh.
153
6.5.2. Dampak Pengurangan Margin Usaha Sebesar 1 Persen
Masalah pemberian margin keuntungan kepada PT PLN (Persero) menjadi
perhatian anggota DPR-RI belakangan ini. Bagi PLN itu adalah konsekuensi
pemerintah yang telah menetapkan harga jual tenaga listrik yang berada di bawah
harga keekonomian.
Hasil Simulasi 3b menunjukka n bahwa pengurangan margin usaha sebesar
1 persen dapat menurunkan tarif listrik rata-rata sebesar 2.16 persen, dengan
penuruna n terbesar pada tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga sebesar 2.59
persen. Penurunan harga jual tenag listrik ini memicu peningkatan konsumsi
listrik yang mencapai 0.11 persen. Dampak lebih lanjut penurunan tingkat inflasi
sebesar 0.07 persen dan perekonomian tumbuh sebesar 0.05 persen. Dari sisi
penyerapan tenaga kerja da n ke miskinan tidak terlalu berpengaruh.
6.5.3. Dampak Penurunan Sus ut Tenaga Listrik Sebesar 10 Persen dan
Pengurangan Margin Usaha Sebesar 1 Persen
Hasil Simulasi 3c menunjukkan bahwa pe nurunan tenaga listrik yang
hilang atau susut sebesar 10 persen dan pengurangan margin usaha sebesar 1
persen dapat menurunkan tarif listrik rata-rata sebesar 2.60 persen, dengan
penurunan terbesar pada tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga sebesar 3.12
persen. Penurunan harga jual tenaga listrik ini memicu peningkatan konsumsi
listrik yang mencapai 0.14 persen. Dampak lebih lanjut penurunan tingkat inflasi
sebesar 0.08 persen dan laju pertumbuan ekonomi tumbuh sebesar 0.06 persen.
Namun dari sisi penyerapan tenaga kerja justru terjadi peningkatan pengangguran
sebesar 0.31 persen. Begitu juga dengan jumlah penduduk miskin yang
mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen.
154
Tabel 47. Dampak
Kebijakan Subsidi
Harga Listrik
terhadap
Perekonomian dan Ke miskinan di Indonesia Periode Peramalan,
Tahun 201 1-2015
(%)
E NDO GE N Nilai Das ar Si m 1 a Si m 1b Si m 1 c Si m 1d Si m 2 a Si m 2b Si m 2 c Si m 2d Si m 3 a Si m 3b Si m 3 c
153 633.0 0.01 -0.01 -0.01 0.66 0.66 0.67 0.66 -0.10 0.00 0.00 0.00
PR ODS DR
10
612 419.0 0.01 -0.01 -0.01 -0.73 -0.72 -0.71 -0.72 -0.08 0.00 0.00 0.00
QB B M
28 940 589.0 0.02 -0.02 -0.02 1.06 1.06 1.08 1.06 -0.14 0.00 0.00 0.00
QB T B
357 367.0 0.07 -0.07 -0.07 2.38 2.39 2.46 2.38 -0.46 0.00 0.01 0.02
QG AS
7 521.0 -0.07 0.07 0.07 10.98 10.99 10.92 10.99 0.31 0.00 -0.01 -0.02
PB B M
781.3 -0.40 0.40 0.38 4.48 4.48 4.08 4.49 2.09 -0.03 -0.08 -0.10
PBT B
45 014.2 -0.08 0.08 0.08 0.38 0.38 0.29 0.38 0.48 0.00 -0.02 -0.02
PGAS
80 225.6 -0.06 0.06 0.06 10.20 10.20 10.15 10.21 0.23 0.00 -0.01 -0.01
CBBM
22 746.0 -0.40 0.40 0.39 5.76 5.77 5.36 5.78 1.97 -0.02 -0.08 -0.09
CBTB
16 156.6 -0.01 0.01 0.01 2.84 2.85 2.83 2.85 0.02 0.00 0.00 0.00
C GAS
43 589.0 -3.98 3.98 3.17 7.70 6.98 2.89 7.10 -3.12 -2.01 -0.63 -1.97
TL BE LI
197 222.0 -0.87 0.87 0.69 2.22 2.06 1.16 2.08 -0.77 -0.44 -0.14 -0.43
PR ODT L
203 865.0 -0.70 0.70 0.57 6.23 6.12 5.40 6.14 -0.13 -0.32 -0.11 -0.33
B OP
1 129.4 -1.41 1.43 1.15 6.94 6.80 5.26 6.84 -0.73 -0.35 -0.22 -0.46
B PP
71
656.7 0.47 -0.47 -0.32 -0.48 -0.44 0.05 -0.45 0.63 0.02 0.05 0.06
CL ISRT
62 088.6 1.45 -1.45 -1.40 -1.27 -1.46 0.00 -1.49 0.19 0.08 0.27 0.32
CL ISIN D
46 096.2 0.28 -0.28 -0.01 -0.59 -0.29 0.15 -0.30 1.26 0.00 0.01 0.01
CL ISOT H
179 841.0 0.76 -0.76 -0.61 -0.78 -0.75 0.06 -0.77 0.64 0.03 0.11 0.14
TLJ UAL
10 558.8 -29.16 29.18 23.37 54.66 51.25 20.77 52.05 -25.26 -10.00 -4.51 -10.00
SUSUT
694.1 10.00 -10.00 -10.00 -7.57 0.19 11.96 0.00 0.94 -0.01 -0.04 -0.06
SUB PR T
611.9 10.00 -10.00 -10.00 -9.93 0.20 13.56 0.00 0.98 -0.02 -0.05 -0.05
SUB PIND
380.0 10.00 -10.00 -10.00 -22.10 0.24 21.84 0.00 1.21 0.00 -0.05 -0.05
SUB POT H
50 230.0 10.53 -10.44 -10.30 -8.02 -0.27 12.03 -0.46 1.67 0.00 0.01 0.01
SUB R T
38 435.5 11.69 -11.39 -11.34 -11.13 -1.37 13.56 -1.59 1.24 0.07 0.24 0.29
SUB IND
17 784.5 10.30 -10.24 -10.00 -22.53 -0.04 22.06 -0.27 2.66 -0.01 -0.05 -0.06
SUB OT H
106 450.0 10.91 -10.75 -10.62 -11.56 -0.63 14.26 -0.84 1.68 0.02 0.08 0.10
SUB L ST R
525.6 -16.46 16.53 15.91 10.00 15.54 0.00 15.89 -2.91 -0.78 -2.59 -3.12
HJT L RT
607.8 -12.88 12.95 12.39 10.00 13.46 0.00 13.74 -2.44 -0.67 -2.25 -2.71
HJT LIND
839.7 -6.56 6.60 6.20 10.00 9.78 0.00 9.93 -1.60 -0.50 -1.64 -1.98
HJT L OT H
634.5 -11.95 12.01 11.49 10.01 12.92 0.02 13.18 -2.25 -0.65 -2.16 -2.60
AV HJT L
1 118 607.0 0.00 0.00 0.27 -0.13 0.22 0.31 0.22 1.18 -0.01 -0.05 -0.06
PE NPJ K
1 372 000.0 0.00 0.00 0.22 -0.11 0.18 0.25 0.18 0.96 -0.01 -0.04 -0.05
PE NPE M
666 654.0 -0.21 0.21 1.72 0.49 0.53 0.33 0.54 0.34 -0.01 -0.05 -0.06
BL JL AIN
773 104.0 1.32 -1.30 0.02 -1.17 0.37 2.25 0.35 0.53 -0.01 -0.03 -0.03
GO VE XP
113 724.0 -11.57 11.42 11.05 9.15 12.43 0.06 12.67 -1.83 -0.64 -2.09 -2.51
C ONL IS
4
775 053.0 0.22 -0.21 0.14 -0.57 -0.18 0.17 -0.18 1.63 -0.01 -0.03 -0.04
C ONL AIN
4 888 777.0 -0.06 0.06 0.40 -0.34 0.12 0.17 0.12 1.55 -0.02 -0.08 -0.09
C ONR T
3 304 827.0 0.18 -0.18 -0.01 -0.46 -0.28 -0.04 -0.29 0.62 0.00 0.00 0.00
INV
155
Tabel 47. Lanjutan
(%)
E NDO GE N Nilai Das ar Si m 1 a Si m 1b Si m 1 c Si m 1d Si m 2 a Si m 2b Si m 2 c Si m 2d Si m 3 a Si m 3b Si m 3 c
1 807 713.0 -0.28 0.28 0.27 0.68 0.67 0.39 0.67 1.73 -0.01 -0.05 -0.07
E KSPOR
1 916 121.0 -0.54 0.53 0.51 1.08 1.25 0.68 1.26 -1.26 -0.03 -0.09 -0.11
IM POR
8 858 300.0 0.21 -0.21 0.16 -0.56 -0.14 0.21 -0.15 1.76 -0.01 -0.04 -0.04
PDB
3 413 771.0 1.48 -1.44 -1.03 -3.29 -3.04 -1.45 -3.07 0.66 0.06 0.20 0.24
R PDB
5.39 0.41 -0.40 -0.30 -0.81 -0.83 -0.36 -0.83 0.38 0.02 0.05 0.06
GR O WT H
35 861.5 0.22 -0.21 0.16 -0.56 -0.15 0.20 -0.15 1.74 -0.01 -0.03 -0.04
PDB KPT
7 881.5 -2.28 2.28 2.20 5.35 5.47 3.13 5.54 10.00 -0.12 -0.44 -0.53
KUR S
258.5 -1.24 1.24 1.20 2.82 2.98 1.66 2.98 1.04 -0.08 -0.23 -0.27
IHK
4.55 -0.40 0.40 0.38 0.79 0.93 0.50 0.94 0.21 -0.02 -0.07 -0.08
INFL ASI
8.35 -0.20 0.20 0.19 0.42 0.47 0.26 0.47 0.13 -0.01 -0.04 -0.04
SKB G
125 556.0 -0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00 0.00
ST K
121 168.0 0.07 -0.07 0.05 -0.18 -0.05 0.07 -0.05 0.58 0.00 -0.01 -0.01
DT K
4 387.9 -2.14 2.10 -1.06 5.52 1.90 -1.47 1.93 -15.18 0.07 0.26 0.31
UNE M PL
640.0 0.03 -0.03 0.03 -0.09 -0.02 0.05 -0.02 0.31 0.00 0.00 0.00
R UPH
9 749.3 -0.56 0.55 -0.08 1.37 0.69 -0.12 0.70 -2.95 0.01 0.03 0.03
M ISKOT A
13
971.7 -1.36 1.34 -0.08 2.25 0.70 -1.22 0.73 -3.15 0.01 0.03 0.04
M ISDE SA
23 721.0 -1.03 1.02 -0.08 1.89 0.70 -0.77 0.72 -3.07 0.01 0.03 0.04
PM ISKIN
9.66 -0.10 0.10 -0.01 0.18 0.07 -0.07 0.07 -0.29 0.00 0.00 0.00
T MISKIN
Keterangan:
Sim 1a: Subsidi Harga Listrik naik 10 persen
Sim 1b: Subsidi Harga Listrik dikurangi 10 persen
Sim 1c: Subsidi Harga Listrik dikurangi 10 persen dan dialihkan ke Belanj a Lain
Sim 1d: Harga Jual Tenaga Listrik dinaikkan 10 persen
Sim 2a: Harga Minyak Ment ah Indonesia naik 10 persen
Sim 2b: Harga Minyak Mentah Indonesia naik 10 persen dan Harga Jual Tenaga Listrik per kWh t etap
Sim 2c: Harga Minyak Ment ah Indonesia naik 10 persen dan Subsidi per kWh tetap
Sim 2d: Rupiah t erdepresi asi 10 persen terhadap US$
Sim 3a: Susut Tenaga Listrik berkurang 10 persen
Sim 3b: Margin Usaha PLN dikurangi 1 persen
Sim 3c: Kombinasi Si m. 3a dan Si m. 3b
Hartono dan Resosudarmo (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan kebijakan
peningkatan efisiensi lebih baik daripada pembatasan konsumsi energi, termasuk listrik.
Peningkatan efisiensi perusahaan penyedia tenaga listrik pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan kelompok rumah tangga. Hasil yang lebih bagus dapat tercapai
apabila peningkatan efisiensi dibarengi dengan kebijakan pengurangan subsidi listrik.
Namun sebagaimana telah dijelaskan, dalam mengambil kebijakan, seperti kebijakan
menaikkan TDL hendaknya pemerintah mempertimbangkan dampaknya yang paling
156
kecil sekalipun baik terhadap kegiatan ekonomi maupun lapisan masyarakat konsumen
PLN, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (Handoko dan Patriadi, 2005).
6.6.
Ringkas an Dampak Kebijakan Subsidi Harga Listrik terhadap
Tingkat Kemiskinan
Sejak tahun 2005 nilai subsidi listrik terus mengalami kenaikan tajam.
Meskipun pemerintah bertekad untuk mengurangi beban subsidi listrik tersebut,
namun berbagai kejadian dan perubahan kebijakan dalam sektor kelistrikan justru
sering menyebabkan peningkatan nilai subsidi listrik tersebut.
Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sejak krisis
ekonomi melanda Indonesia pertengahan tahun 1997 telah meningkatkan biaya
operasional PLN karena sebagian peralatan, baik untuk pembangunan pembangkit
baru maupun untuk pemeliharaan sebagian besar berasal dari barang impor. Perlu
sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah terhadap mata uang negara lain. Selain unt uk menjaga stabilitas harga di
dalam negeri, juga untuk menjamin kelangsungan hidup dunia usaha di Indonesia
termasuk pe rusahaan pe nyedia tenaga listrik.
Tingkat ketergantungan PLN terhadap BBM juga masih cukup tinggi,
sehingga gejolak harga minyak sangat berpengaruh terhadap biaya operasional
PLN. Hal ini terlihat jelas ketika terjadi lonjakan tajam harga minyak dunia tahun
2008, biaya operasional PLN juga mengalami lonjakan tajam. Berdasarkan
pengalaman tersebut sudah seharusnya peningkatan bahan bakar alternatif selain
BBM harus lebih diintensifkan, seperti penggunaan batu bara dan gas alam. Selain
harga nya lebih murah, produksi da n cada ngan di Indo nesia juga cukup besar.
Produksi batu bara dan gas alam harus diprioritaskan untuk kebutuhan dalam
negeri bukan untuk diekspor.
157
Berbagai kebijakan telah dicoba pemerintah untuk mengurangi secara
bertahap subsidi listrik tersebut, seperti menaikkan TDL untuk golongan tarif
pelanggan tertentu serta peningkatan efisiensi PLN. Kebijakan ini meskipun
kurang populer karena akan meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi listrik
bagi golongan pelanggan tertentu, tetapi saatnya dicoba untuk dilakukan terutama
untuk golongan pelanggan kaya. Dari analisis sebelumnya diketahui bahwa
selama ini subsidi listrik lebih banyak dinikmati pelanggan kaya. Selain itu PLN
juga harus meningkatkan efisiensi kinerjanya, susut tenaga listrik sebisa mungkin
ditekan pada tingkat yang optimal. Semakin kecil susut tenaga listrik berarti
semakin besar pendapatan yang dapat diperoleh, sehingga subsidi listrik dapat
dikurangi.
Subs idi harga listrik memang mempunyai dampak yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun pengurangan jumlah penduduk miskin baik di
daerah perkotaan maupun perdesaan. Dari hasil simulasi-simulasi di atas terlihat
bahwa kenaikan subsidi akan menaikkan pertumbuhan ekonomi dan dapat
mengurangi jumlah penduduk miskin ba ik di kota maupun di desa. Demikian pula
sebaliknya penurunan subsidi akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi
dan dapat memicu peningkatan jumlah penduduk miskin di kota dan di desa. Dari
hasil simulasi pengalihan subsidi ke belanja lain menghasilkan dampak yang lebih
baik terhadap tingkat pengangguran dan kemiskinan. Untuk itu, suda h saatnya
pemerintah mengurangi subsidi listrik dan dialihkan ke program-program yang
lebih besar dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun demikian,
apabila akan dilakukan pengurangan subsidi harus dipikirkan pula programprogram pembangunan yang langsung menyentuh golongan masyarakat kelas
158
bawah, sehingga secara bertahap
masyarakat dapat hidup
menggantungkan nasibnya pada belas kasihan pemerintah.
layak tanpa
Download