LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS SAWI HIJAU (Brassica parachinensis)
ASPEK BP
Oleh :
MIFTAKHUL JANNAH
125040100111231
NURLIA MAR’ATUS S
125040100111238
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS SAWI HIJAU (Brassica parachinensis)
BAB I – BAB IV
Disetujui Oleh :
Asisten Lapang
Lutfi
Asisten Kelas
Mochtar Effendi
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung sangat tergantung
pada kehidupan tanaman. Pengaruh langsung tanaman pada manusia antara lain
tanaman sebagai sumber pangan, bahan bakar, bahan bangunan, dan berbagai
macam bahan mentah industri. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka manusia berupaya untuk
mengembangkan tanaman dengan cara bercocok tanam. Dalam rangka
mensukseskan bercocok tanam maka perlu dibekali dengan ilmu yang mendukung
cara-cara bercocok tanam yang baik dengan benar.
Cara pengelolaan tersebut dilakukan pada berbagai tingkatan, tingkatan cara
pengelolaan sejak dari yang sederhana misalnya pemanenan hasil tanaman yang
sudah ada. Tingkatan yang sudah cukup maju misalnya pembudidayaan secara
buster dalam rumah kaca pada seluruh kehidupan tanaman. Tingkat efisiensi cara
pengelolaan tanaman dan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh tingkat
kebudayaan manusia. Pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian adalah
penerapan akal dan karya manusia melalui pengendalian proses produksi biologi
tumbuh-tumbuhan sehingga tumbuh-tumbuhan tersebut menjadi lebih bermanfaat
bagi manusia. Pertanian dapat diibaratkan sebagai industri yang mampu
mengkonversikan karbondioksida dari udara air dan unsur unsur hara tanaman
dari tanah dengan bantuan energi matahari menjadi bahan organik yang berguna
bagi manusia. Bahan tersebut antara lain komponen pangan berupa karbohidrat,
protein , lemak, vitamin dan mineral.
Teknologi Produksi Tanaman sangat beraneka ragam mulai dari rekayasa
genetika benih sampai cara bercocok tanam pun sudah banyak sekali ditemukan di
era persaingan ketat saat ini guna untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Laporan ini disusun selain untuk memenuhi tugas akhir praktikum
Teknologi Produksi Tanaman, juga untuk melaporkan bagaimana perkembangan
tanaman sawi hijau pada perlakuan tertentu.
1.2
Tujuan
1.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman dengan perlakuan tertentu
2.
Untuk mengetahui perbedaan teknik budidaya dan perawatan antara
penanaman sawi hijau dengan penanaman sayuran lain
3.
Untuk mengetahui syarat tumbuh dan faktor apa saja yang bisa menunjang
pertumbuhan tanaman
1.3 Manfaat
1.
Mengetahui perbedaan pertumbuhan tanaman dengan perlakuan tertentu
2.
Mengetahui syarat tumbuh dan faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman
3.
Mengetahui perbedaan teknik budidaya dan perawatan antara penanaman
sawi hijau dengan sawi daging, kailan, andewi merah, dan andewi hijau.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Morfologi
Gambar 1. Sawi Hijau
Klasifikasi tanaman sawi hijau:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Capparales
Famili
: Brassicaceae
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica parachinensis L. (Rukmana, 2003)
2.1.2 Morfologi tanaman sawi:
 Akar
Sistem perakaran tanaman sawi yaitu akar tunggang (radix primaria)
menyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30-50 cm.
(Rukmana, 2003)
 Batang
Batang tanaman sawi berupa batang yang pendek dan beruas-ruas,
sehingga hampir tidak kelihatan. (Haryanto, dkk, 2001)
 Daun
Daun tanaman sawi berupa daun yang bersayap, bertangkai panjang
dan bentuknya pipih serta berwarna hijau.(Rukmana, 2003)
 Bunga
Bunga tanaman sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia)
yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tipa
kuntumnya terdiri atas empat helai kelopak, empat helai mahkota
bunga yang berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu
buah putik yang berongga dua. (Haryanto dkk, 2001)
 Buah
Buah tanaman sawi berupa buah dengan tipe buah polong yang
bentuknya memanjang dan berongga. Tiap buah (polong) berisi 2-8
butir biji sawi. (Rukmana, 2003)
 Biji
Biji tanaman sawi bentuknya bulat kecil berwarna coklat atau coklat
kehitam-hitaman. (Rukmana, 2003)
2.2
Syarat Tumbuh
1. Iklim
Tanaman sawi dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim
sedang (sub-tropis), tetapi saat ini berkembang pesat di daerah panas
(tropis). Kondisi iklim yang sangat baik bagi pertumbuhan tanaman sawi
adalah kondisi daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,60 C dan
sungainya 21,10C serta penyinaran matahari antara 10-15 jam per hari
(Rukmana, 2003).
Meskipun demikian, telah banyak varietas yang toleran (tahan)
terhadap suhu panas, sehingga tanaman sawi dapat ditanam atau
dikembangkan pada daerah dengan ketinggian mulai 5 m sampai dengan
1.200 m dpl (dibawah permukaan laut). (Haryanto dkk, 2001)
2. Media Tanam
Pada dasarnya sawi dapat ditanam di berbagai jenis tanah, namun
yang baik adalah jenis tanah lempung berpasir, seperti tanah andosol,
untuk jenis tanah liat perlu dilakukan pengolahan lahan secara sempurna
antara lain dengan pernambahan pasir dan pupuk organik dalam dosis
yang tinggi. Jadi syarattanah ideal bagi tanaman sawi adalah subur,
gembur, banyak mengandung bahan organic, tidak menggenang, tata
udara dalam tanah berjalan dengan baik dan pH tanah antara 6-7.
(Rukmana, 2003)
3. Ketinggian Tempat
Tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa
dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah sampai dataran
tinggi, tetapi pertumbuhan dan produksi sawi yang ditanam lebih baik di
dataran tinggi. Biasanya dibudidayakan di daerah ketinggian 100 - 500
m dpl, dengan kondisi tanah gembur, banyak mengandung humus, subur
dan drainase baik. (Rukmana, 2003)
2.3
Fase Pertumbuhan Tanaman
1. Fase Vegetatif
Fase ini berlangsung selama perkembangan akar, daun dan batang
baru. Selain itu tanaman sawi mengalami pertumbuhan kualitas yaitu
tanaman akan tumbuh lebih besar dan berat tanaman tidka lagi
bergantung pada endospermium sebagai penunjang pertumbuhan,
melainkan pada kesediaan unsur hara dalam tanah dan faktor tumbuh
lainnya seperti air, cahaya, suhu dan keadaan tanah. Fase vegetatif ini
dimulai dari perkembangan benih sampai terbentuknya premedium
bunga. (Setyati dan Sunaryono, 1991)
2. Fase generatif
Fase ini terjadi saat pembentukan kuncup bunga daun dan biji atau
pada saat pembentukan dan pendewasaan struktur penyimpanan
makanan. (Soemito, 1991)
2.4
Teknik Budidaya
Teknik Budidaya Sawi menurut Rieuwpassa (2013):
1.
Pemilihan varietas
Varietas yang dianjuran adalah LV.145 dan Tosakan. Namun yang
beredar dipasaran kebanyakan Tosakan dan Shinta (panah merah). Daya
tumbuhnya lebih dari 95 %, vigor murni, bersih dan sehat. Kebutuhan
benih per hektar 450-600 gram.
2.
Model budidaya bedengan
a)
Pembibitan
Cara pertama, benih di semai di bedengan yang berukuran
kecil 0.5 x 1 m² atau luas ukuran sesuai dengan kebutuhan bibit.
Cara kedua, benih di semai di wadah plastic dengan luas ukuran
wadah sesuai kebutuhan bibit (dapat dibeli ditoko) . Sebelum benih
disemai, benih direndam dengan air selama ± 2 jam. Selama
perendaman, benih yang mengapung dipisahkan dan dibuang.
Benih yang tenggelam digunakan untuk disemai. Kemudian benih
disebar secara merata diatas bedeng persemaian dengan tanah yang
telah dicampur dengan pupuk kandang 1:1, (media tanam) setebal
± 7 cm. Benih yang telah disebar disiram sampai basah kemudian
ditutup dengan daun pisang atau karung goni selama 2-3 hari.
Sebaiknya bedeng persemaian diberi naungan. Bila bibit sudah
berumur 2-3 minggu setelah disemai, bibit tersebut sudah siap
untuk ditanam.
Perlakuan yang sama pula dilakukan jika benih disemai di
wadah plastik. Wadah tersebut diteduhkan di rumah persemaian
sampai bibit berumur 2-3 minggu. Bibit tersebut sudah siap untuk
ditanam.
b) Pengolahan tanah
Lahan pekarangan dibersikan dari gulma. Kemudian tanahnya
dicangkul sedalam 20 – 30 cm supaya gembur. Setelah itu,
bedengan dibuat dengan ketinggian sekitar 20-30 cm, lebar sekitar
1 m, dan panjang tergantung ukuran/bentuk lahan. Jarak antar
bedengan sekitar 40 cm atau disesuaikan dengan keadaan tanah.
Setelah tanah diratakan, permukaan bedengan diberi pupuk
kandang yang sudah matang, dengan dosis 100 kg/100 m². Semprot
larutan pupuk cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air) pada
permukaan bedengan, kemudian permukaan bedengan ditutup
dengan tanah. Biarkan selama 3 hari dan bedengan siap untuk
ditanami.
c)
Penanaman
Sebelum penanaman, bedeng-bedeng tersebut dibuat lubang
tanam dengan jarak antar tanaman 15 cm dan jarak antar barisan 20
cm. Tiap lubang tanam diberi 1-2 anakan. Kemudian bedengan
yang sudah ditanami disirami sampai basah.
3.
Model budidaya pot/polybag dan rak vertikultur
Pot/polybag dan rak vertikultur adalah wadah tanam yang
digunakan sebagai suatu model budidaya sayuran pada lahan
pekarangan yang sempit. Pot atau polybag yang berukuran 30x30 cm
bisa digunakan untuk menanam caisin/sawi. Pot atau polybag harus
dilubangi 4-5 lubang dibagian bawah sisi kiri dan kanan wadah untuk
membuang air berkelebihan supaya tidak tergenang.
Sebaiknya
polybag dibalik sebelum diisi media tanam agar polybag dapat berdiri
kokoh dan tidak mudah roboh.
Rak vertikultur adalah wadah tanam yang terbuat dari kayu dan
talang paralon atau bambu. Rak bisa dibuat sampai 4 tingkat dengan
tinggi 1,25 m dan panjang 80 cm. Sedangkan panjang talang 1 m dan
lebar talang 12 cm. Dasar talang atau bambu di lubangi 4-5 lubang
untuk
pembuangan
air
berkelebihan
supaya
tidak
tergenang.
Selanjutnya talang diisi dengan media tanam. Perlakuan yang sama juga
dilakukan bila menggunakan bambu sebagai wadah tanam. Kemudian
wadah yang sudah terisi media tanam di letakan dengan teratur diatas
rak kayu.
Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk
kandang atau kompos. Perbandingannya dapat 1:1, 1:2, atau 1:3,
tergantung tingkat kesuburan dan tekstur tanah. Masukan media ke
dalam wadah sampai penuh. Sisakan jarak sekitar 1 cm dari bibir
wadah. Semprot larutan pupuk cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air)
pada permukaan tanah di pot atau polybag, kemudian pot atau polybag
ditutup dengan karung goni selama 3 hari. Pot atau polybag siap untuk
ditanami.
a)
Penanaman
Sebelum
dilakukan
penanaman,
pot/polybag
dan
rak
vertikultur disiram lebih dahulu untuk memudahkan penanaman.
Penanaman di pot atau polybag dilakukan dengan cara pindah
anakan caisin/sawi dari bedengan persemaian atau dari wadah
plastik dan ditanam di dalam pot atau polybag dengan jumlah 2-3
anakan. Sedangkan penanaman didalam rak vertikultur hanya satu
baris tanaman dengan jarak antar tanaman 15 cm.
4.
Perawatan
Penyiraman perlu dilakukan pagi dan sore hari bila tidak hujan.
Pupuk susulan pertama setelah tanaman berumur 4 hst dengan cara
semprot larutan pupuk cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air) pada
tanaman. Pupuk susulan kedua dan ketiga setelah tanaman berumur 11
hst dan 17 hst. Cara memupuk dan dosis pupuk sama seperti
pemupukan susulan pertama. Pupuk organic cair Landeto atau Hantu
dapat juga diberikan pada tanaman sebagai pupuk tambahan dengan
dosis 2 tutup botol/10 liter air. Larutan pupuk ini disemprot pada
tanaman dengan waktu pemberian setelah tanaman berumur 7 hst, 14
hst, dan 21 hst.
Penyiangan dapat dilakukan jika tumbuh gulma. Jika ada tanaman
terserang hama dan penyakit, segera ditanggulangi secara mekanis
(dicabut dan dibakar) atau disemprot dengan fungisida dan insektisida
nabati.
5.
Panen
Caisin/sawi mulai dipanen setelah tanaman berumur 45-50 hari.
Panen dilakukan dengan cara mencabut atau memotong pangkal batang.
Bila panen terlambat dapat menyebabkan tanaman cepat berbunga.
Caisin/sawi yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang teduh, agar
tidak cepat layu. Untuk mempertahankan kesegaran sayuran ini perlu
diberi air dengan cara dipercik.
2.5
Hubungan Perlakuan yang Digunakan dengan Komoditas
Lima komoditas sayuran (sawi hijau, sawi daging, andewi merah, andewi
hijau, kailan) dibudidayakan di screenhouse dengan perlakuan yang sama yaitu
media tanam berupa tanah dan sekam (3:1). Menurut Wiryanta (2006) bahwa
Kombinasi media tanam antara tanah dan arang sekam dapat memperbaiki aerasi
dan drainase media tanam, serta kecukupan unsur hara dapat dijaga dengan baik,
sehingga kebutuhan akar tanaman akan unsure hara dan air akan dapat tercukupi
dengan baik pula. Kemudian untuk perlakuan pemupukan 5 komoditas sayuran
(sawi hijau, sawi daging, andewi merah, andewi hijau, dan kailan) juga sama yaitu
pada 7 HST berupa pupuk yang mengandung N,P,K. Meurut Hue dalam
Iyamuremye et, al, (1996) mengemukakan bahwa pemupukan P anorganik lebih
Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Pemupukan Fosfat pada Teknik
Budidaya efisien bila diberikan bersama-sama dengan bahan organik. Pemberian
bahan organik menurunkan erapan P, kebutuhan pupuk P, kelarutan Al dan Fe.
Bahan organik dalam tanah dapat berfungsi meningkatkan ketersediaan unsur
hara, pH tanah, aktivitas mikroorganisme, dan jumlah Al yang terkelat oleh
senyawa humik pada Typic Haplohumults. (Purwani, 2007) dan Pupuk urea
sebagai sumber hara N dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman,
dimana tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau.
(Hardjowigeno, 1987)
Pada kondisi lingkungan tertentu tanaman sawi dapat mengalami defisit air
yang mengakibatkan cekaman air pada tanaman. Jika demikian, defisit air akan
menyebabkan penurunan gradien potensial air antara tanah-akar-daun-atmosfer,
sehingga laju transpor air dan hara menurun yang dapat mempengaruhi hasil
bobot segar tanaman sawi. (Taiz dan Zeiger, 2002)
Untuk tanaman Kailan cocok ditanam di suhu 23 – 350 C dengan ketinggian
1000-3000 m dpl , curah hujan 1000-1500 mm/tahun, tanah dengan pH 5 -6 ,
jenis tanah yang dibutuhkan tanaman kailan tanah regosol, aluvial, latosol,
andosol (Cahyono, 2001).
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan praktikum Teknologi Produksi Tanaman yaitu mengamati
komoditas sawi hijau (Brassica parachinensis) dilakukan selama ± 8 minggu
mulai tanggal 3 Oktober 2013 setiap Kamis. Kegiatan praktikum di laksanakan
dalam greenhouse di Kebun Percobaan Kepuharjo, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya.
3.2 Alat, Bahan dan Fungsi
a. Alat :
1. Tugal
: Untuk membuat lubang
2. Gembor
: Untuk menyiram
3. Cetok kecil
: Untuk alat bantu penyulaman
4. Penggaris
: Untuk mengukur tinggi tanaman
5. Alat tulis
: Untuk mencatat hasil pengamatan
6. Papan nama
: untuk memberi tanda komoditas tanaman.
b. Bahan :
1. Tanah
: sebagai media tanam
2. 10 polibag ukuran 10 kg
: sebagai wadah media tanam
3. Sekam Bakar
: sebagai campuran media tanam
4. Bibit sawi hijau
: sebagai bahan tanam
5. Pupuk Urea
: Untuk menambah Unsur N pada tanah
6. Pupuk Sp36
: Untuk menambah Unsur P pada tanah
7. Pupuk KCl
: Untuk menambah Unsur K pada tanah
8. Air
: Untuk menyiram tanaman
3.3 Cara Kerja
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat media tanam berupa campuran tanah dan sekam bakar
Menanam bibit tanaman sawi hijau
Pemupukan berupa KCl 20,8 gr, SP36 20,8 gr dan Urea 22 gr dilakukan
pada 7 HST
Penyulaman pada tanaman yang mati pada 21 HST
Perawatan yaitu penyiraman, penyiangan, pembumbunan
Pengamatan yatu pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman
Kegiatan praktikum komoditas sawi hijau ini dimulai dengan membuat media
tanam yaitu campuran tanah dan sekam bakar dengan perbandingan 1:1 yang
dimasukkan dalam 10 polibag ukuran 5 kg pada minggu pertama. Setelah media
tanaman siap, kegiatan penanaman bibit sawi hijau dilakukan setelah satu minggu
dari penyiapan media tanam. Pemupukan dilakukan 7 HST dengan pupuk Urea
20 gr, SP36 20,8 gr dan NPK 20,8 gr kemudian pada 21 HST dengan pupuk urea
saja. Selama pertumbuhan tanaman sawi dilakukan kegiatan perawatan seperti
penyiraman yang dilakukan 2 kali dalam seminggu, membersihkan tanaman
pengganggu atau gulma setiap seminggu sekali, pembumbunan dan menyulam
tanaman sawi yang mati yang dilakukan pada 21 HST. Tanaman yang tumbuh
diamati dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman yang dicatat
dan didokumentasikan.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang di gunakan dalam praktikum budidaya
tanaman sawi daging ini diantaranya adalah :
 Tinggi tanaman : pengukuran tinggi tanaman di lakukan setiap minggu
sekali dengan cara pengukuran sampai batas tumbuh tanaman.
 Jumlah daun : jumlah daun di hitung setiap satu minggu sekali , yang
dihitung hanyalah daun yang sudah mekar saja. Daun yang masih kuncup
tidak ikut dalam hitungan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data Pengamatan Tinggi Tanaman
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
Kelompok Sawi Hijau (Tanah : Sekam = 3 : 1)
Tanaman
Pengamatan Ke I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
(63 HST)
1
0
0
2,5
11
15
17,5
2
0
0
1,8
6
6
5
3
0
0
4
9,1
9
14
4
0
0
2,7
9
9
16
5
0
0
2,6
10
10
14
6
0
0
4
5
10
17,5
7
0
0
4
4
9
16
8
0
0
5
8,5
10
18,5
9
0
0
2
9
9
17
10
0
0
5
10
7
13,5
Rata-rata
0
0
3,36
8,16
9,4
14,9
Sampel
Tabel 1. Tinggi Tanaman Sawi Hijau
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
Kelompok Andewi Merah
Pengamatan Ke -
Tanaman
I
II
III
IV
V
VI
(7 HST)
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
1
3,8
4
3,5
0
2,5
3
2
0
0
0
0
3,8
5,8
3
0
0
0
0
6,7
8,5
4
0
0
0
0
3,5
6,5
5
5,5
5,2
7
8
8,5
4
6
4,3
4,5
4,5
8,2
7,6
13
7
3,9
3,1
5
0
3,5
4
8
5,6
3,2
4,3
4
6,8
9
9
5,6
4,3
4,8
5,5
7,1
10,5
10
0
0
0
0
3,5
4,5
Rata-rata
2,87
2,43
2,91
2,57
5,35
6,88
Sampel
Tabel 2. Tinggi Tanaman Andewi Merah
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
Kelompok Sawi Daging
Pengamatan Ke-
Tanaman
I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
1
2,4
3
4
9
5
4
2
1
1
2
6
6
6
3
5
6
5
4
4
6
4
4,5
5,5
6
10
4
6
5
5
6
8
12
4,5
7
6
4,5
5
6
12
4
6,5
7
4,5
5,5
8
11
4
4,5
8
4,5
5,5
6
11
5
7,5
9
4
5
6
2
4
5,5
10
3,6
4
4
2
3
6
Rata-rata
3,9
4,65
5,5
10,43
4,35
5,9
Sampel
Tabel 3. Tinggi Tanaman Sawi Daging
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman
Kelompok Andewi Kailan
Pengamatan ke-
Tanaman
I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
1
5
9,3
15
21,8
28,9
30
2
2,6
8,2
13,9
14,1
13
19,1
3
0
0
0
17,6
25,1
27,4
4
5,3
12,1
14,5
13,1
26,1
28,6
5
5,2
11,7
16,3
13,1
18,5
25,4
6
5,7
13,2
9,9
14,1
16,6
20
7
4,9
12,4
11,5
11,4
18
24,2
8
5,8
14,4
15,9
11,6
15,7
23,6
9
0
0
0
8,2
13,3
17,4
10
0
0
0
11,2
19,2
21
Rata-rata
3,45
8,13
9,7
13,62
19,44
23,67
Sampel
Tabel 4. Tinggi Tanaman Kailan
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman
Kelompok Andewi Hijau
Prngamatan ke-
Tanaman
I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
1
5
6
7
8
10
14
2
6
8
12
16
17
20
3
6.5
8
10
13
16
24
4
2.5
5
7
10
16
23
5
3
4.5
6.5
8
16
15
6
3.5
4
5
3.5
8
16
7
7
6
9
13
17
22
8
4
7
11
11
19
21
9
6
8
11
17
23
19
10
6.5
9
11
17
18
25
Rata-rata
5,2
6,8
9,2
12,6
16
19,9
Sampel
Tabel 5. Tinggi Tanaman Andewi hijau
25
20
15
Sawi hijau
10
Andewi merah
sawi daging
5
kailan
andewi hijau
0
Grafik 1. Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman (sudah mencakup 5 varietas)
4.1.2 Data Pengamatan Jumlah Daun
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman (cm)
Kelompok Sawi Hijau
Pengamatan KeTanaman Sampel
I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
(63 HST)
1
0
0
4
5
6
7
2
0
0
5
4
5
7
3
0
0
6
4
6
5
4
0
0
6
5
6
7
5
0
0
5
5
8
6
6
0
0
5
5
5
6
7
0
0
5
5
6
7
8
0
0
6
6
5
7
9
0
0
6
6
6
8
10
0
0
7
7
4
6
Rata-rata
0
0
5,5
5,2
5,6
6,6
Tabel 1. Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun
Kelompok Andewi Merah
Pengamatan KeTanaman Sampel
I
II
III
IV
V
VI
(7 HST)
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
1
3
3
3
0
2
2
2
0
0
0
0
3
4
3
0
0
0
0
3
4
4
0
0
0
0
2
4
5
3
8
9
10
11
17
6
3
4
6
6
7
10
7
3
3
5
0
2
4
8
3
3
4
6
7
8
9
3
3
4
6
8
8
10
0
0
0
0
2
4
Rata-rata
1,8
2,4
3,1
2,8
4,7
6,5
Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Andewi Merah
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun
Kelompok Sawi Daging
Pengamatan KeTanaman Sampel
I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
1
5
6
10
13
6
5
2
1
2
6
8
6
6
3
7
10
5
5
6
7
4
6
10
13
11
5
7
5
8
10
11
11
5
6
6
6
11
12
11
5
6
7
7
10
13
12
6
6
8
7
11
13
8
6
6
9
7
11
11
5
7
8
10
6
10
3
5
7
6
Rata-rata
6
9,1
9,7
10,57
5,9
6,3
Tabel 3. Jumlah Daun Tanaman Sawi Daging
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun
Kelompok Andewi Kailan
Pengamatan keTanaman
I
II
III
IV
V
VI
Sampel
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
1
5
6
7
8
9
12
2
5
7
6
5
8
10
3
0
0
0
4
6
7
4
4
4
5
7
8
10
5
4
6
6
4
6
12
6
4
6
2
6
6
18
7
4
6
4
5
16
22
8
8
6
8
3
5
8
9
0
0
0
3
5
7
10
0
0
0
4
5
7
Rata-rata
3,4
4,1
3,8
4,9
7,4
11,3
Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Kailan
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun
Kelompok Andewi Hijau
Pengamatan keTanaman Sampel
I
II
III
IV
V
VI
(14 HST)
(21 HST)
(28 HST)
(35 HST)
(42 HST)
(49 HST)
1
2
3
5
5
6
4
2
2
5
7
8
8
8
3
3
4
7
8
9
10
4
2
4
5
5
8
6
5
1
3
5
6
6
6
6
1
3
3
4
5
4
7
3
4
7
7
8
7
8
5
7
12
13
11
10
9
4
6
8
9
9
9
10
6
9
12
13
13
13
Rata-rata
2,9
4,8
7,1
7,8
8,3
7,7
Tabel 5. Jumlah Daun Tanaman Andewi Hijau
12
10
8
6
sawi hijau
andewi merah
4
sawi daging
kailan
2
andewi hijau
0
Grafik 1. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Tanaman (sudah mencakup 5 varietas)
4.1 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Parameter Tinggi Tanaman
Pada Tabel Tinggi tanaman yaitu pengamatan ke-1, tanaman sawi hijau
mati semua dari 10 tanaman, hal tersebut dikarenakan kurangnya penyiraman dan
kondisi screenhouse yang panas sehingga tanah menjadi kering dan keras, selain
itu juga karena media yang digunakan hanya tanah saja tanpa sekam yang dapat
membantu melembabkan tanah dan menghambat terjadinya proses evaporasi.
Berbeda dengan tanaman andewi merah yang mati hanya 3 tanaman dari 10
tanaman dengan tanaman tertinggi yaitu tanaman ke-9 dan ke-10. Kemudian
untuk sawi daging, dari 10 tanaman tidak ada yang mati dengan tanaman teringgi
yaitu 5 cm (tanaman 3 dan 5). Tanaman kailan mengalami kematian 2 tanaman
dari 10 sedangkan tanaman tertinggi yaitu tanaman ke-8 (5,8 cm). Tanaman
andewi hijau dengan tanaman tertinggi 6,5 cm (tanaman ke-3 dan ke-10). Hal
tersebut dikarenakan media tanam yang digunakan yaitu tanah:sekam (3:1).
Karena sekam bakar sebagai salah satu bahan organik merupakan media tanam
yang dapat menjaga kelembaban. Sebagai media tanam, sekam bakar berperan
penting dalam perbaikan sifat fisik, sifat kimia, dan melindungi tanaman
(Mahmudi, 1994 dalam Timbul P. Tumanggor, 2006:9). Kemudian menurut Pinus
Lingga dalam bukunya yang berjudul Hidroponik: bercocock tanam tanpa tanah
bahwa media yang bepori memiliki kemampuan lebih besar menahan air. Di
samping harus mampu menahan air, media juga harus meneruskan air
(mempunyai drainase yang baik).
Kemudian untuk pengamatan ke-2, sawi hijau masih dilakukan
persemaian di kotak semai sehingga masih belum dapat diamati. Sementara itu,
dilakukan pengolahan kembali pada tanah dalam polybag dengan penambahan
sekam sehingga perbandingan tanah:sekam yaitu 3:1. Berbeda dengan andewi
merah, dari 7 tanaman yang hidup, tanaman tertinggi yaitu tanaman ke-4 (5,2 cm).
Tanaman sawi daging dari 10 tanaman yang tertinggi yaitu tetap tanaman ke-3
dan ke-5 dengan penambahan tinggi sebesar 1 cm (dari 5 cm menjadi 6 cm).
Tanaman kailan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 8,6 cm
pada tanaman ke-8. Tanaman andewi hijau dengan tanaman tertinggi yaitu 9 cm
(tanaman ke-10).
Pada pengamatan ke-3, setelah dilakukan transplanting tanaman sawi
hijau mulai diamati kembali dengan tinggi tanaman tertinggi ada pada tanaman
ke-3, ke-6, dan ke-7 yaitu sebesar 4 cm dengan tinggi rata-rata 3,36 cm.
Sedangkan untuk tanaman andewi merah, dari 10 tanaman dengan 4 tanaman
yang mati masih belum dilakukan transplanting sehingga masih 0 cm. Rata-rata
pertumbuhan tanaman andewi merah 2,91 cm. Sawi daging memiliki rata-rata
tinggi tanaman 5,5 cm. Tanaman kailan 9,7 cm dan andewi hijau rata-rata tinggi
tanaman yaitu 9,2 cm.
Kemudian pada pengamatan ke-4, pertumbuhan sawi hijau semakin
membaik. Hal tersebut dikarenakan penambahan media tanam dengan sekam yang
dapat
menghambat proses evaporasi sehingga tanah akan menjadi lembab.
Kondisi ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sawi, dimana perakaran akan berkembang dengan baik sehingga
pengambilan hara oleh akar akan optimal. Sekam bakar lebih porous karena
memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang, sehingga sirkulasi
udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi
(Wuryan, 2008:2). Sama halnya dengan tanaman sawi daging, kailan, dan andewi
hijau yang mengalami pertumbuhan tinggi cukup baik dan signifikan. Tetapi pada
tanaman andewi merah mengalami kematian pada 1 tanaman (4 tanaman belum
disulam). Pertambahan komponen pertumbuhan atau pertumbuhan vegetatif
tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor tanaman itu sendiri, selain faktor
lingkungan (Lakitan, 1993).
Pada pengamatan ke-5 dan ke-6, pertumbuhan sawi hijau; andewi
merah; kailan; dan andewi hijau mulai stabil, kecuali sawi daging yan mengalami
penurunan tinggi. Hal ini disebabkan karena media tanam yang selalu lembab,
aerasi baik, dan proses penyerapan zat hara dapat berlangsung baik. Menurut
Prihmantoro (2007) dalam bukunya yang berjudul memupuk tanaman sayur
bahwa Zat hara tersebut tidak hanya dari tanah, terdapat juga zat hara dari udara
yang diperlukan oleh tanaman sangat banyak. Dari sekian banyak zat hara
tersebut, sekitar 16 saja yang diperlukan oleh tanaman. Tiga dari 16 zat tersebut
diambil tanaman dari udara yaitu karbondioksida (CO2), H2O dalam air yang
terkandung dalam udara, oksigen (O2) Selain itu juga ditunjang oleh pemasangan
para net di ruan screenhouse sehingga kelembaban udara akan terjaga dan stabil.
Pada kelembaban tanah yang baik akar akan lebih mudah menyerap zat nitrogen
dan phospat. Kelembaban udara dan kelembaban tanah yang sesuai akan
memberikan pertumbuhan tanaman yang baik dan produksi yang tinggi (Cahyono,
2003). Meskipun ada yang menurun yaitu sawi hijau pada tanaman ke-10 pada
pengamatan ke-4 dan ke-5 (42 ke 49 hst) yaitu sebesar 3 cm (dari 10 cm menjadi
7 cm) hal terseut dikarenakan dilakukannya pembubunan untuk mempertegak
berdirinya tanaman sehingga akan mengurangi tinggi tanaman di atas permukaan
tanah.
4.2.2 Pembahasan Parameter Jumlah Daun Tanaman
Jumlah daun tanaman sawi hijau pada pengamatan ke-1 dan ke-2 yaitu
0. Hal tersebut karena ke-10 tanaman sawi mengalami kematian. Kemudian
setelah dilakukan penyulaman, pada pengamatan ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6
jumlah daun tanaman sawi sudah bisa dihitung yaitu dengan rata-rata 5,5; 5,2; 5,6;
6,6 cm. Pertambahan jumlah daun pada masing-masing tanaman tidak terlalu
signifikan bahkan pada tanaman ke-3 dan ke-4 pengamatan ke-3 dan ke-4 terjadi
penurunan jumlah daun yaitu dari 6 jadi 4 (hilang 2 daun), dan 6 jadi 5 (hilang 1
daun). Bahkan tanaman ke-10 pada pengamtan ke-5 terjadi pengurangan jumlah
daun yaitu dari 7 jadi 4 (3 daun hilang). Hal tersebut dikarenakan kurangnya
pemupukan pada tanaman sawi hijau karena pempukan hanya dilakukan sekali
saja yaitu 7 HST. Tanaman yang terpenuhi kebutuhan unsur haranya, akan dapat
merangsang pertumbuhan daun baru. K.A. Wijaya (2010:25) menambahkan,
penambahan nitrogen pada tanaman dapat mendorong pertumbuhan organ-organ
yang berkaitan dengan fotosintesis seperti daun. Tanaman yang cukup mendapat
suplai nitrogen akan membentuk daun yang memiliki helaian lebih luas dengan
kandungan kloropil yang lebih tinggi, sehingga tanaman mampu menghasilkan
karbohidrat/asimilat dalam jumlah yang tinggi untuk menopang pertumbuhan
vegetatif.
Sedangkan untuk Jumlah daun andewi merah dari 14 HST sampai 28
HST mengalami pertambahan daun. Namun terdapat 4 sampel tanaman andewi
merah yang mati . Hal itu disebabkan kurangnya unsur hara pada tanaman
tersebut. Pada 28 HST menuju 35 HST mengalami penurunan rata-rata jumlah
daun andewi merah. Penurunan tersebut disebabkan oleh bertambahnya jumlah 2
sampel tanaman yang mati dari 4 jumlah tanaman yang mati menjadi 6 tanaman.
Tanaman andewi merah bertambah mati karena kurangnya perhatian pemberian
air yang cukup terahadap tanaman yang mati. Selain itu kondisi ruang di dalam
screenhouse yang panas dan kondisi di dalam media tanam yang kering juga
menjadi faktor tanaman andewi mati. Menurut Untung (2001), oksigen terlarut
memadai bila akar tanaman berwarna putih dan tebal. Kadar oksigen terlarut yang
memadai pada talang mampu mendukung proses respirasi akar. Kegagalan
respirasi akar berakibat pada kegagalan akar menyerap unsur-unsur hara yang
tersedia akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat. 35 HST dilakukan
penyulaman bibit tanaman andewi merah pada tanaman yang mati. Setelah 35
HST sampai 49 HST pertambahan rata-rata jumlah daun mengalami peningkatan.
Hal itu dikarenakan adanya pemberian para net di dalam screenhouse. Dimana
dari kondisi suhu ruang di dalam greenhouse yang panas menjadi teduh setelah
diberi shading net. Shading net sendiri adalah net / jaring yang berfungsi untuk
menaungi tanaman tertentu atau tanaman muda/bibit dari teriknya sinar cahaya
matahari dan curah hujan.
Untuk tanaman sawi daging, rata-rata jumlah daun pada sawi daging
pada 14 HST sampai 35 HST mengalami peningkatan yaitu dari rata-rata jumlah
daun 6 sampai rata-rata jumlah daunnya 10,57. Walaupun rata-rata jumlah daun
setiap minggunya bertambah namun jumlah daun disetiap tanaman sawi daging
tidak semuanya selalu mengalami peningkatan jumlah daun. Contohnya pada
tanaman ke 4,6,8 dan 9 pada pengamatan 28 HST mengalami penurunan pada saat
pengamatan 35 HST. Penurunan jumlah daun ini dikarenakan daun sudah layu
dan kering. Keringnya daun dikarenakan penyiraman yang kurang. Pertambahan
jumlah daun perminggunya juga tidak terlalu signifikan, dikarenakan pemupukan
yang hanya dilakukan satu kali pada saat 14 HST. Setelah pemupukan
peningkatan jumlah daun sangat signifikan. Diketahui dari data pengamtaan 21
HST jumlah daun setiap tanaman naik hingga rata-rata kenaikan jumlah daun
sejumlah 3.
Tanaman yang terpenuhi kebutuhan unsur haranya, akan dapat
merangsang pertumbuhan daun baru, penambahan nitrogen pada tanaman dapat
mendorong pertumbuhan organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis seperti
daun. Tanaman yang cukup mendapat suplai nitrogen akan membentuk daun yang
banyak (K.A. Wijaya (2010:25). Pada pengamatan 42 HST jumlah daun disetiap
tanaman mengalami penurunan, penurunan jumlah daun bukan dikarenakan layu ,
kering ataupun penyakit, namun dikarenakan daun habis dimakan oleh ulat sawi,
dan ulat sawi memakan tunas tanaman sehingga semua tanaman yang tadinya
sehat dan tinggi menjadi busuk dan mati.
Untuk tanaman kailan, pada pengamtan ke-1, ke-2, ke-3, terdapat 3
tanaman yang mati dan belum dilakukan penyulaman sehingga jumlah daun masih
0. Kemudian untuk pengamatan ke-4, ke-5, dan ke-6 terjadi pertambahan daun
yang signifikan dengan rata-rata 13,62; 19,44; dan 23,67. Kemudian untuk
tanaman andewi hijau, dari pengamatan ke-1 tidak ada yang mati sehingga tidak
dilakukan penyulaman, penambahan daun juga stabil meskipun tidak terlalu
signifikan dengan rata-rata yaitu 2,9; 4,8; 7,1; 7,8; 8,3; 7,7.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa budidaya tanaman sayuran yaitu sawi
dan andewi (sawi hijau, andewi merah, sawi daging, kailan, dan andewi hijau)
pada praktikum hari kamis dengan varietas yang berbeda:
1. Memiliki karakteristik pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yang berbeda
dengan perlakuan yang hampir sama walaupun terjadi sedikit saja selisih
perlakuan misalnya pada tanaman sawi hijau yang pada awal penanaman,
media tanamnya tidak terdapat sekam sehingga berbeda dengan yang lain
yaitu andewi merah, sawi daging, kailan, dan andewi hijau yang masingmasing memiliki media tanam dengan komposisi tanah:sekam yaitu 3:1.
Hal tersebut menyebabkan ketika semua tanaman hanya disiram sekali
saja dalam seminggu, maka keadaan media tanam tetap lembab dan
evaporasi tidak cepat, sedangkan pada media tanam sawi hijau yang tanpa
sekam terjadi evaporasi yang sangat cepat menyebabkan air tanah cepat
hilang dan tanah menjadi kering dan keras sehingga tanaman sawi hijau
mati semua.
2. Parameter tinggi tanaman dengan 6 kali pengamatan yaitu rata-rata
masing-masing tanaman sawi hijau yaitu 0; 0; 3,36; 8,16; 9,4; 14,9 cm,
andewi merah yaitu 2,87; 2,43; 2,91; 2,57; 5,35; 6,88 cm, sawi daging
yaitu 3,9; 4,65; 5,5; 10,43; 4,35; 5,9 cm, kailan yaitu 3,45; 8,13; 9,7;
13,62; 19,44; 23,67 cm, andewi hijau yaitu 5,2; 6,8; 9,2; 12,6; 16; 19,9 cm
3. Untuk sawi hijau mulai stabil pertumbuhan tingginya setelah penyulaman
yaitu pada pengamatan ke-4 karena sebelum transplanting, media tanam
yang komposisi awalnya hanya tanah kemudian diolah dengan
penambahan sekan menjadi tanah:sekamsekam= 3:1 sehingga media
tanam dapat terjaga kelembabannya dan evaporasi dapat diperlambat.
Kemudian untuk sawi daging pada pengamatan ke-5 terjadi penurunan
tinggi dikarenakan terserangnya hama berupa ulat menyebabkan busuknya
batang dan akar sawi. Untuk andewi merah, kailan, dan andewi hijau tetap
stabil pertumbuhannya.
4. Parameter jumlah daun rata-rata untuk tanaman sawi hijau
0; 0; 3,36;
8,16; 9,4; 14,9, andewi merah yaitu 2,87; 2,43; 2,91; 2,57; 5,35; 6,88, sawi
daging yaitu 3,9 ; 4,65; 5,5; 10,43; 4,35; 5,9, kailan yaitu 3,45; 8,13; 9,7;
13,62; 19,44; 23,67, dan andewi hijau 5,2; 6,8; 9,2; 12,6; 16; 19,9.
Penambahan jumlah daun yang stabil dikarenakan faktor-faktor seperti
pemupukan, irigasi, dan kelembaban udara di dalam screenhouse setelah
dipasang para net. Tetapi, terdapat beberapa tanaman mengalami
penurunan rata-rata jumlah daun dikarenakan serangan hama dan kering
serta layu.
5.2 Saran
1. Untuk Asisten Kelas
Sebaiknya ketika jam tutorial pagi yaitu 7.30 tidak bisa hadir,
tolong diinfokan kepada koordinator kelas supaya kami tidak menunggu.
2. Untuk Asisten Lapang
Sebaiknya lebih bersabar dan telaten dalam membimbing kami
yang masih perlu banyak arahan dalam praktikum Teknologi Produksi
Tanaman ini serta jumlah asisten sebaiknya diperbanyak lagi untuk fokus
pada satu komoditas saja agar praktikan mendapat pembimbingan yang
lebih baik lagi dan kegiatan praktikum cepat selesai.
3. Untuk Praktikum Selanjutnya
Sebaiknya keamanan lahan praktikum diperhatikan karena banyak
terjadi kehilangan tanaman dan buah yang sudah siap dipanen, kemudian
untuk fasilitas di screenhouse sebaiknya dimaksimalkan penggunaannya
seperti para net dan pipa ait disediakan karena air dari parit untuk
menyiram tanaman sudah terkontaminasi dengan material bangunan dan
kurang layak untuk menyiram tanaman.
Sekian dan teriakasih untuk bimbingan dan ilmunya 
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, 2003 dalam Nurshanti, Dora Fatma. 2010. Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi (Brasicca juncea L) dengan Tiga Varietas Berbeda.
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X
Hardjowigeno, 1987. http://hortikulturapolinela.files.wordpress.com/.pdf. diakses
tanggal 29 November 2013
Haryanto, Eko, Dkk. 2001. Sawi Dan Selada. Jakarta : Penebar Swadaya
K.A. Wijaya, 2010:25 dalam Helfi Gustia. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar
pada Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi
(Brassica Juncea L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Jakarta: ISSN 2338-7793
Lakitan, 1993 dalam Nurshanti, Dora Fatma. 2010. Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi (Brasicca juncea L) dengan Tiga Varietas Berbeda.
AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245
Lingga, Pinus. Hidroponik: Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Penebar
Swadaya. Hal.8
Mahmudi, 1994 dalam Timbul P. Tumanggor, 2006:9 dalam Helfi Gustia.
Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta: ISSN 2338-7793
Prihmantoro, Heru. 2007. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hal.1
Rieuwpassa, Alexander J. 2013. Teknologi Budidaya Sawi. Maluku: BPTP
Maluku
Rukmana, Rakhmat. 2003. Bertanam Sawi. Penerbit Kanisius: Jakarta
Setyati dan Sunaryono, 1991. Soemito. 1991. Klasifikasi dan struktur anatomi
fisiologis tanaman sawi. http://infoterbaruterlengkap.blogspot.com. diakses
tanggal 27 November 2013
Taiz dan Zeiger. 2002, dalam Moctava, Aries, Koesriharti, Moch. Dawam. M.
Respon Tiga Varietas Sawi (Brassica Rapa L.) Terhadap Cekaman Air
Responses of Three Mustard Varieties (Brassicarapa L.) Towards Water
Stress Environment. Jurnal Produksi Tanaman: Vol.1 No.2 MEI 2013
ISSN: 2338-3976
Untung, O. 2001 dalam Harjoko, Dwi. 2009. Studi Macam Media dan Debit
Aliran terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica Juncea
L.) Secara Hidroponik Nft. Agrosains 58 11(2): 58-62, 2009
Wiryanta, Bernadinus T.W. 2001. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. PT.
Agromedia Pustaka: Jakarta
Wuryan, 2008:2 dalam Helfi Gustia. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada
Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi
(Brassica Juncea L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Jakarta: ISSN 2338-7793
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS SAWI HIJAU (Brassica parachinensis)
ASPEK HPT
Oleh :
MIFTAKHUL JANNAH
125040100111231
NURLIA MAR’ATUS S
125040100111238
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu komoditas tanaman sering terserangan oleh suatu
penyakit bahkan mungkin oleh beberapa penyakit. Sering kali penyakit
tanaman ditularkan oleh hama. Penyebaran penyakit yang ditularkan oleh
hama ini kebanyakan dapat menular dengan cepat dan dengan intensitas yang
tinggi.
Ada banyak komunitas serangga yang menguntungkan yang dapat
mengendalikan serangan hama. Spesies yang menguntungkan tersebut dapat
mengontrol serangan hama, khususnya pada tempat-tempat yang bebas dari
pengaruh pestisida. Dengan adanya spesies-spesies tersebut, maka populasi
hama dapat ditekan dan penularan penyakit melalui hama juga dapat
diminimalkan.
Pada Praktikum Teknologi Produksi Tanaman, kita dapat mengetahui
intensitas serangan penyakit dan populasi serangga hama dan musuh alami di
lahan penanaman sawi hijau.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui intensitas terserangnya penyakit pada tanaman sawi
hijau.
2. Untuk mengetahui hama dan penyakityang biasanya terdapat pada
tanaman sawi hijau.
1.3 Manfaat
1. Mengetahui intensitas terserangnya penyakit pada tanaman sawi hijau.
2. Mengetahui hama dan penyakityang biasanya terdapat pada tanaman sawi
hijau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Intensitas Penyakit
2.1.1 Definisi Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit adalah tingkat kerusakan tanaman yang
disebabkan oleh Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yang dinyatakan
secara kualitatif atau kuantitatif.
(Purnomo,2010)
2.1.2 Metode Perhitungan Intensitas Penyakit
a. Pengukuran langsung (menghitung jumlah tanaman yang sakit)
Pengukuran langsung yaitu penilaian dan penentuan severitas
dengan memberikan nilai dari 0 sampai 100% tergantung pada bagian
yang terserang. Penilaian dilakukan dengan taksiran melalui metode
observasi visual. Dalam metode ini tidak digunakan alat bantu apapun
dalam penentuan severitas.
(Anonymousa, 2011)
Rumus :
=
× 100%
dimana : IP = Intensitas Penyakit
a = jumlah tanaman yang sakit
b = jumlah tanaman yang sehat
(Kurniasari, 2013)
b. Pengukuran menggunakan skala rangking ordinal
Pengukuran menggunakan skala rangking ordinal. Salah satu
pendekatan dalam penentuan severitas penyakit yaitu metode ordinal
rating scales. Metode ini mengobservasi tanaman yang terserang
penyakit dan penentukannya ke dalam angka tetap pada kelas rangking
severitas penyakit. Skala yang digunakan dalam metode ini berbed
dengan skala pada metode sebelumnya karena kurangnya informasi yang
dideskripsikan dari ordinal rating scales. Adapun contoh dari ordinal
rating scales yaitu:
Rangking
Deskripsi
0
tidak ada gejala
1
ada sedikit gejala
2
gejala cukup parah
3
gejala sangat parah
(Anonymousa, 2011)
Rumus yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit (I)
berdasarkan Townsend dan Heiberger, 1943 cit. Sinaga (2003) dalam
Arman, (2013) adalah sebagai berikut:
Rumus : =
(
× )
×
× 100%
Keterangan : I = Intensitas penyakit
ni = Jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi = Nilai skala penyakit dari I =0 - 4
N = Jumlah tanaman yang diamati
Z = Skor tertinggi
Nilai skala yang digunakan antara lain :
0 = tidak ada infeksi
1 = luas permukaan tanaman yang terserang 1-25 %
2 = luas permukaan tanaman yang terserang 26-50%
3 = luas permukaan tanaman yang terserang 51-75 %
4 = luas permukaan tanaman yang terserang 100 %
2.2 Definisi Musuh Alami
Musuh alami merupakan salah satu teknik pengendalian secara
biologis bagi tanaman yang terserang hama tertentu.
(Subyakto,2000)
a. Predator
Predator/pemangsa, adalah binatang (serangga, laba-laba dan
binatang lain) yang memburu, memakan atau menghisap cairan tubuh
binatang lain sehingga menyebabkan kematian. Kadang-kadang
disebut “predator”/pemangsa berguna karena memakan hama tanaman.
Semua laba-laba dan capung merupakan contoh pemangsa.
(Anonymousb, 2013)
b. Parasitoid
Organisme yang sepanjang hidupnya bergantung pada inang yang
akhirnya membunuh dalam proses itu.
(Kusnadi,2005)
c. Entomopathogen
Mikroorganisme
yang
dapat
memnyebabkan
infeksi
dan
menimbulkan penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme
yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga.
(Anonymousb, 2013)
d. Patogen Serangga
Organisme yang hidup dalam habitat inangnya dan menyerang
hama tertentu, biasanya menyerang serangga.
(Kusnadi,2005)
e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit
Mikroorganisme yang mengintervensi/menghambat pertumbuhan
patogen penyebab penyakit pada tumbuhan.
(Anonymousb, 2013)
2.3
Mekanisme Peranan Musuh Alami dalam Menjaga Stabilitas Produksi
Tanaman
Beberapa mekanisme pengendalian hayati menurut Anonymousc
(2013), antara lain adalah sebagai berikut :
1. Antagonisme, adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang
merugikan terhadap mikrooraganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi
dengannya. Antagonisme meliputi ;
(a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas
tetapi diperlukan oleh OPT,
(b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa
kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT,
(c) predasi, hiperparasitisme, mikroparasitisme atau bentuk yang lain
dari eksploitasi langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang
lain.
2. Ketahanan Terimbas, adalah ketahanan yang berkembang setelah
tanaman diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme
avirulen, non patogenik, saptrofit) dan elisitor abiotik (asam salisilik,
asam 2-kloroetil fosfonik) Buncis yang diimbas dengan Colletotrichum
lindemuthianum ras non patogenik menjadi tahan terhadap ras patogenik.
3. Proteksi Silang, tanaman yang diinokulasi dengan stran virus yang lemah
hanya sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi
strain yang kuat. Strain yang dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan
pemanasan in vivo, pendinginan in vivo dan dengan asam nitrit. Proteksi
silang sudah banyak dilakukan, di banyak negara, antara lain Taiwan dan
Jepang.
4. Pengendalian hayati terhadap bakteri tanaman sudah maju penelitiannya,
misalnya untuk Agrobacterium tumefaciens yang avirulen, digunakan A.
radiobacter yang avirulen. Pupuk organic yang mengandung nitrogen 5
persen atau lebih untuk menekan penyakit layu Xanthomonas
solanacearum pada tembakau. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri
pada jahe disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum antara lain: rotasi
tanaman (2-3 tahun), menggunakan pupuk kandang yang matang dan
pengaturan drainase kebun yang baik.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
- Sweep Net
: Untuk menangkap serangga
- Plastik
: Sebagai tempat serangga yang tertangkap
- Buku Determinan : Untuk identifikasi serangga
- Kamera
: Untuk dokumentasi serangga dan penyakit
- Alat Tulis
: Untuk menulis hasil identifikasi
Bahan :
- Kapas
: Untuk menyerap etil asetat
- Etil Asetat
: Untuk mematikan serangga
- Serangga
: Sebagai bahan pengamatan
- Penyakit tanaman : Sebagai bahan pengamatan
3.2 Metode Pengamatan yang Dilakukan di Lahan untuk Intensitas Penyakit
Menyiapkan alat tulis dan kamera untuk dokumentasi
Mengamati keberadaan penyakit dan arthropoda pada
tanaman
Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman
Dokumentasi penyakit dan serangga
Identifikasi penyakit dan serangga
3.3
Metodologi Pengambilan Sampel Arthropoda
Menyiapkan alat dan bahan
Pengamatan keberadaan penyakit dan serangga
Pengambilan penyakit dan serangga secara manual
Memasukkan penyakit dan serangga ke dalam plastik untuk diidentifikasi
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Intensitas Penyakit dan Hama yang Ditemukan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Kebun Percobaan Ngijo,
Kepuharjo, Malang, selama pertumbuhan tanaman yang ditanam dalam
screen house yaitu sawi hijau (Brassica parachinensis), tidak ditemukan
keberadaan penyakit dan hama pada sawi. Hal ini disebabkan karena lokasi
penanaman yang berada dalam screen house dan kondisi lingkungan dalam
screen house. Menurut Wahyuni, 2013 penyakit itu dapat menular melalui
air, angin, pelukaan oleh alat pertanian dan lain-lain. Timbulnya suatu
penyakit pada jenis tanaman disebabkan oleh adanya interaksi antara
tumbuhan yang terserang pathogen, dan ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Kondisi setiap faktor akan menentukan tingkat kerusakan tanaman
pada musim tertentu.
Adapun
factor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
perkembangan dan penyebaran penyakit menurut Wahyuni (2013) antara
lain sebagai berikut:
1. Faktor Iklim.
Unsur iklim yang berpengaruh besar terhadap perkembangan penyebaran
penyakit adalah sebagai berikut;
 Suhu
Untuk berkembang dengan pesat, setiap pathogen menghendaki
suhu tertentu, bila suhu lebih tinggi atau lebih rendah dari pada kisaran
suhu tersebut, perkembangan dan penyebaran pathogen akan terhambat,
bahkan patogen akan amati. Dalam praktikum, lokasi penanaman berada
dalam screen house di mana suhu dalam ruangan tersebut tinggi sehingga
dapat menyebabkan kebanyakan pathogen tanaman mati.
 Kelembaban
Hampir sebagian besar penyebab penyakit tanaman terutama
golongan cendawan akan berkembang dengan pesat pada kelambaban
tinggi.Penyiraman terhadap tanaman dilakukan seminggu 2 kali sehingga
kelembababn dalam screen house rendah yang menyebabkanpenyakit
tanaman tidak dapat berkembang.
 Cahaya
Faktor cahaya yang paling utama adalah sinar matahari memiliki
hubungan erat dengan suhu dan kelembaban. Akibat cahaya matahari
terik, suhu lingkungan tempat tanaman tumbuh akan naik. Bila pada
lingkungan tersebut terdapat banyak air, maka akan terjadi penguapan
sehingga lingkungan menjadi lembab. Kondisi seperti ini amat disenangi
oleh pathogen untuk melakukan aktivitas hidupnya, termasuk berkembang
biak. Dalam lokasi praktikum, cahaya matahari dapat menaikkan suhu
lingkungan tempat sehingga akan menjaga kelembaban tetap rendah
dimana pathogen tanaman tidak akan berkembang.
 Angin
Angin besar pengaruhnya terhadap penyebaran pathogen. Tubuh
pathogen amat ringan sehingga bila ada angin sedikit saja akan mudah
lepas dan terbawa terbang. Semakin angin kencang bertiup, penyebaran
pathogen akan semakin jauh dan dalam waktu relative singkat penyakit
akan cepat meluas. Praktikum yang dilakukan dalam screen house tidak
memungkinkan angin kencang masuk sehingga pathogen dari tanaman lain
tidak dapat menyebar ke tanaman lainnya.
 Curah hujan
Curah hujan tinggi amat membantu perkembangan cendawan dan
bakteri. Air hujan yang jatuh kepermukaan tanaman ada yang meresap
kedalam jaringan melalaui lubang alami stomata dan lentisel. Pada saat
yang bersamaan, pathogen bisa turut masuk, kemuadian berkembang biak
didalam tubuh tanaman dan akhirnya menimbulkan gejala penyakit.
Tumbukkan air hujan kepermukaan tanah akan menimbulkan cipartan.
Cipratan pathogen yang ada pada tanah ikut terlempar , lalu menempel
pada bagian yang lunak. terutama tanaman muda atau tanaman semusim
kemudian memparasit tanaman tersebut. Praktikum yang dilakukan di
screen house tidak memungkinkan air hujan masuk, sehingga kejadian
seperti yang sudah dijelaskan di atas tidak akan terjadi.
2. Tanah.
Sifat tanah dapat memperngaruhi perkembangan dan penyebaran
penyakit tanaman misalnya :
 pH tanah
Tanah yang mempunyai pH rendah disukai oleh sebagaian besar
cendawan. Pada tanah masam, cendawan berkembang pesat dan banyak
menimbulkan kerugian. Pada praktikum dilakukan pemupukan sehingga
pH tanah dalam tanah tinggi dan tidak disukai cendawan.
 Struktur Tanah
Pada struktur tanah pejal, akar tanaman menjadi lemah karena
aerasi dan draenasenya jelek serta tanah memadat. Misalnya Phyitopthora
infestan amat menyukai kondisi tanah seperti ini, mudah menginfeksi dan
memparasit tanaman. Pada praktikum, tanah yang digunakan tidak terlalu
pejal dan sudah dilakukan pembalikan tanah pada saat penyulaman.
 Kelembaban tanah
Tanah yang lembab dapat mempermudah pathogen menginfeksi
bagian tanaman di dalam tanah, misalnya Phytopthora palmifora
menyenangi tanah yang mengandung bahan organic tinggi dan draenase
jelek. Demikian pula Fusarium oxysporum menyenangi tanah berdraenase
jelek. Pada praktikum dilakukan penyiraman 2 kali dalam seminggu dan
suhu yang tinggi dalam screen house dapat menjaga kelembaban tanah.
3. Tanaman inang
Berbagai jenis tumbuhan di alam merupakan tanaman inang bagi
pathogen tertentu. Ada pathogen yang hanya memiliki beberapa tanaman
inang, ada pula pathogen yang menyukai banyak tanaman. Semakin
banyak tanaman yang bisa dijadikan inang, semakin leluasa pathogen
bertahan, menyebar dan berkembang biak. Dari sifatnya ada tanaman yang
tahan terhadap gangguan pathogen, ada pula yang peka atau rentan. Dalam
kegiatan praktikum terdapat beberapa tanaman inang, namaun karena
penyebaran pathogen tidak memungkinkan karena faktor-faktor yang
mendukung pathogen tidak dapat berkembang sehingga sebagian besar
tanaman tidak terserang penyakit.
4. Faktor Mekanis
Faktor
mekanis
yang
berpengaruhi
terhadap
perkembangan
dan
penyebaran penyakit tanaman adalah :
a. Teknik bercocock tanam
Teknik bercocok tanam yang baik akan mampu menghambat
perkembangan penyakit tanaman. Pengolahan tanah dan pembuatan parit
yang baik dan teratur akan menyebabkan struktur, aerase dan draenase
tanah manjadi baik sehingga tidak disenangi oleh pathogen. Pada saat
praktikum, telah dilakukan pengolahan tanah pada saat penanaman dan
penyulaman sehingga struktur, aerase dan draenase tanah manjadi baik.
b. Sanitasi
Tumbuhan pengganggu dan bagian tanaman yang ada pada lahan usaha
tani bisa dijadikan inang dan media berkembang biak penyakit, dengan
sanitasi yang baik berarti tidak memberi kesempatan kepada pathogen
untuk memanfaatkan lingkungan tersebut. Pada saat praktikum telah
dilakukan pengambilan tanaman penggangu pada media tanam sehingga
penyakit tidak memiliki inang untuk berkembang biak.
c. Irigasi
Pembuatan saluran irigasi yang kurang baik dan pemberian air yang
tidak teratur akan menimbulkan genangan air dan kelembaban lingkungan
yang tinggi. Kondisi seperti ini sangat disukai oleh banyak pathogen. Pada
praktikum penyiraman dilakukan 2 kali seminggu sehingga tidak
menimbulkan
berkembang.
genangan
air
yang
menyebabkan
pathogen
dapat
4.2
Hama dan Penyakit pada Tanaman Sawi
Beberapa hama yang biasanya ditemukan pada tanaman sawi antara
lain ;
1. Ulat Tritip (Plutella xyloslella, L.)
Menurut Sriniastuti, 2005 dalam Julayli, 2013 hama ulat pemakan
daun spodoptera sp. dan Plutella sp. paling banyak menyerang tanaman
sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 12,5 %.Ulat tritip
merupakan hama utama tanaman sawi, serangannya dapat menyebabkan
kehilangan hasil antara 58 – 100 %, terutama dimusim kemarau. Ulat ini
berwarna hijau, panjang 8 – 10 mm (Rozik, 2013).
Gejala Serangan ; daun yang terserang P. xylostella berlubang-lubang
kecil dan bila serangan berat, tinggal tulang daun. Serangan berat terjadi
pada musim kemarau, saat tanaman berumur 5-8 minggu(Topan, 2012).
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan konservasi
musuh alami seperti penggunaan parasitoid larva Diadegma semiclausum
Hellen dan Apanteles plutellae Kurdj (Topan, 2012).Sekarang sudah ada
jenis bakteri yang dipergunakan untuk memberantas tritip, yaitu Bacillus
thuringiensis Berliner. Ulat yang terkena semprotan berisi bakteri ini dalam
waktu berapa hari akan mati dan menjadi keras, demikian juga
kepompongnya. Jika telah diberantas secara biologis, hama ini jangan
diberantas dengan bahan kimia karena predator atau bakteri akan mati
(Fatahilla, 2013). Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Bukhari,
2009 dalam Julaily, 2013 bahwa konsentrasi ekstrak daun mimba 100%
dapat mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi.
2. Ulat Krop (Crocidolomia binotalis)
Ulat krop (C.binotalis )yang menyerang tanaman sawi memiliki ciri
kepala berwarna hitam, tubuh berwarna hijau muda, pada bagian punggung
(vertebrae) terdapat 3 baris yang berwarna putih kekuning-kuningan dan
bagian perut (abdomen) berwarna kuning ( Julaily, 2013).
Ciri- ciri serangan ulat krop C. Binotalis yang terjadi pada pada larva
instar I sampai larva instar IV larva tersebut memakan daun sawi dengan
gejala serangan berupa lubang-lubang dan meninggalkan bercak kotoran
pada daun,menyerang pucuk tanaman sawi sehingga menghancurkan titik
tumbuh dan bergerak ke titik tumbuh memakan semua helaian daun dan
hanya menyisakan tulang daun. Larva memakan daun dengan meninggalkan
lubang-lubang, bila bagian pucuk yang terserang maka tanaman tidak dapat
membentuk krop sama sekali (Pracaya, 1993 dalam Julaily, 2013).Ulat krop
lebih banyak ditemukan pada pertanaman yang telah membentuk krop, yaitu
pada tanaman berumur 7- 11 minggu setelah tanam ( Fatahilla, 2013).
Pengendalian
dilakukan
dengan
konservasi
musuh
alami
penggunaan parasitoid Sturmia incospicuoides Bar., Atrometus sp.,
Mesochorus so., dan. Chelonus tabonus Sonar (Topan, 2012). Selain itu,
menurut Julaily, 2013 pengendalian dengan menggunakan ekstrak daun
pepaya (100%) mengakibatkan rendahnya serangan ulat krop (C. binotalis).
No
Hama
1 Ulat tritip
(Plutella
xyloslella,
L.)
2
Ulat
titik
tumbuh
(Crocidolo
mia
binotalis)
Taksonomi
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family: Plutellidae
Genus : Plutella
Species: Plutella
xylostella
(Fatahilla, 2013)
Kingdom : Animalia,
Filum : Arthropoda,
Kelas : Insecta,
Ordo : Lepidoptera,
Famili : Pyralidae,
Genus :
Crocidolomia
Spesies :
Crocidolomia
binotalis
(Yahya, 2012)
Gambar
Gambar 1
(Fatahilla, 2013)
Gambar 2
(Julaily, 2013)
Beberapa penyakit yang biasanya ditemukan pada tanaman sawi antara
lain ;
1. Bercak Daun Altenaria (Alternaria leafspot)
Penyakit bercak daun alternaria ini disebabkan oleh jamur Alternaria
brassicae Berk. Gejala serangan ; pada daun terdapat bercak-bercak kecil
berwarna kelabu gelap, yang meluas dengan cepat sehingga menajadi bercak
bulat, yang garis tengahnya dapat mencapai 1 cm. Penyakit ini banyak terdapat
pada daun-daun tua. Pada cuaca lembab, jamur tampak sebagai bulu-bulu halus
kebiruan di pusat bercak. Di dalam bercak sering terdapat cincin-cincin
sepusat.
(Topan, 2012)
2. Penyakit Tepung Berbulu (Penyakit Bulai / Downy Mildew)
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronospora parasitica Pers. Gejala
serangan ; dari sisi atas daun terlihat bahwa jaringan diantara tulang-tulang
daun menguning. Kemudian bagian yang ,menguning tersebut berubah menjadi
warna coklat ungu dan tekstur daun menjadi seperti kertas. Daun-daun bawah
rontok. Pada sisi bawah daun terdapat kapang putih seperti tepung.
(Topan, 2012)
Bulai biasanya menyerang daun bawah pertama. Kecil, bintik-bintik
kuning-coklat muncul yang akhirnya memperluas dan mengembangkan abuabu menjadi hitam renda seperti atau streaky tanda-tanda. Dalam cuaca
lembab, tikar jamur putih terlihat pada bagian bawah daun (Gambar 3). Bulu
halus jamur dapat menyebar sangat cepat di bawah kondisi ideal (basah,
dingin).
( Smith, 2012 )
Gambar3. Tikar jamur putih terlihat dibagian bawah daun adalah bukti dari
penyakit bulai
3. Busuk Basah
Salah satu penyakit penting yang dapat ditemukan pada tanaman sawi
adalah penyakit busuk basah yang disebabkan oleh bakteri Erwinia caratovora.
Hasil penelitian Puspita et al. (2005) dalam Arman (2013) menyimpulkan
bahwa intensitas penyakit busuk basah umumnya adalah 25% dan bahkan pada
kondisi lingkungan mendukung, intensitas serangan dapat mencapai 50%,
sehingga diperlukan suatu upaya pengendalian yang tepat. Berdasarkan Arman
(2013) gejala awalnya adalah berupa bercak kecil kebasahan berwarna
kecokelatan.
Salah satu mikroba yang dapat digunakan dalam pengendalian hayati
adalah bakteri Bacillus sp. Bakteri ini merupakan mikroorganisme non-patogen
yang dapat mengendalikan penyakit pada tanaman secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung, mikroorganisme ini bersifat antagonis dalam
mengendalikan patogen terutama patogen tular tanah, sedangkan efek tidak
langsung mikroorganisme antagonis ini dapat menginduksi ketahanan tanaman
(Habazar, 1993 dalam Arman, 2013).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada tanaman sawi hijau (Brassica parachinensis) tidak ditemukan
hama maupun penyakit yang menyerang selama pengamatan berlangsung. Hal
tersebut dikarenakan tempat penanaman yang berada dalam screen house dan
faktor-faktor yang mendukung tidak berkembang tumbuh dan menyebarnya
pathogen tanaman.
Beberapa hama yang biasanya menyerang tanaman sawi seperti ulat
tritip (Plutella xyloslella, L.) dan ulat krop (Crocidolomia binotalis).
Sedangkan beberapa penyakit yang menyerang seperti bercak daun Altenaria,
penyakit tepung berbulu dan busuk basah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa.
2011.
http://www.scribd.com/doc/117994952/Laporan-Tpt.
Diakses tanggal 3 Desember 2013
Anonymousb.2013.
Hama,
Musuh
Alami,
Parasitoid
dan
Predator.
http://www.htysite.com/hamamusuhalamiparasitoiddanpredator.htm
Diakses tanggal 2 Desember 2013
Anonymousc.2013. http://hortikultura.deptan.go.id/index.php. Diakses tanggal 2
Desember 2013
Arman, dkk. 2013. Uji Beberapa Konsentrasi Bacillus sp. untuk
Mengendalikan Penyakit Busuk Basah oleh Bakteri Erwinia
caratovora pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.).
Fatahilla.
2013.
Hama-hama
Penting
Tanaman
Sayuran.
http://serbatani.blogspot.com/2013/10/hama-hama-penting-tanamansayuran_1300.html .Diakses tanggal 7 Desember 2013
Hartoyo,
Dwi.
2013.
Budidaya
Sawi.
http://www.htysite.com/budi
%20daya%20sawi.htm . Diakses tanggal 7 Desember 2013
Julaily, Noorbetha, dkk. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi (Brassica
juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.).
Jurnal Protobiot, Vol 2 (3): 171 - 175
Kurniasari, Desi. 2013. Hama dan Penyakit Tanaman. Materi Tutorial TPT Aspek
HPT
Kusnadi.
2005.
dalam
Anonymous.
2012.
Laporan
musuh
alami.
http://sahatostcak.blogspot.com/2012/04/laporan-musuh-alami.html.
Diakses tanggal 3 Desember 2013
Purnomo, Hari.2010. Pengantar Pengendalian Hayati. CV.Andi Off
Rozik,
Taufik.
2013.
Hama
pada
Tanaman
Sawi.http://taufiqurrozik.blogspot.com/2013/05/hama-pada-tanamansawi.html. Diakses tanggal 7 Desember 2013
Smith, Sherrie. 2012. Desiases for Turnip and Mustard Greens. United
States: University of Arkansas, United States Department of
Agriculture
Subyakto,2000.OPT Kapas dan Musuh Alami Kapas. Balitlas : Malang
Topan.
2012.
Hama
dan
Penyakit
Kubis-kubisan.
http://doktertumbuhanandalas.blogspot.com/2012/03/hama-dan-penyakitkubis-kubisan.html . Diakses tanggal 7 Desember 2013
Yahya,
Ali.
2012.Crocidolomia
bionatalis
zell.
http://infohamapenyakittumbuhan.blogspot.com/2012/04/crocidolomiabinotalis-zell.html. Diakses tanggal 7 Desember 2013
Wahyuni, Mansyur. 2013.Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Timbulnya
Penyakit pada Tanaman. http://bpkaliori.blogspot.com/2013/03/faktoryang-dapat-menyebabkan-timbulnya.html . Diakses tanggal 7 Desember
2013
LAMPIRAN
SAWI HIJAU


7 HST (tanaman masih segar) :

14 HST (tanaman mati semua) :
Setelah transplanting (penyulaman) :

63 HST (sawi hijau mulai tumbuh segar) :
ANDEWI MERAH
10 Oktober 2013 :
17 Oktober 2013 :
Saat awal penanaman
Saat pemumupukan
24 Oktober 2013 :
14 November 2013 :
30 Oktober 2013 :
14 November 2013 :
28 November 2013 :
SAWI DAGING
Tanaman 3 (7 hst)
Tanaman 10 (7 hst)
Tanaman 6 (7 hst)
Tanaman 2 (14 hst)
Tanaman 9 (7 hst)
Tanaman 3 (14 hst)
Tanaman 1 (21 hst)
Tanaman 2 (21 hst)
Tanaman 3 (21 hst)
Tanaman 10 (21 hst)
Tanaman 1 (28 hst)
Tanaman 2 (28 hst
Tanaman 5 (35 hst)
Tanaman 6 (35 hst)
Tanaman 7 (35 hst)
Tanaman 7 (42 hst)
Tanaman 8 (42 hst)
KAILAN
24 Oktober 2013 :
7 November 2013 :
Tanaman 9 (42 hst)
14 November 2013:
28 November 2013:
ANDEWI HIJAU
10 Oktober 2013 :
24 Oktober 2013
28 November 2013
Download