LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS SAWI HIJAU (Brassica parachinensis) ASPEK BP Oleh : MIFTAKHUL JANNAH 125040100111231 NURLIA MAR’ATUS S 125040100111238 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS SAWI HIJAU (Brassica parachinensis) BAB I – BAB IV Disetujui Oleh : Asisten Lapang Lutfi Asisten Kelas Mochtar Effendi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung sangat tergantung pada kehidupan tanaman. Pengaruh langsung tanaman pada manusia antara lain tanaman sebagai sumber pangan, bahan bakar, bahan bangunan, dan berbagai macam bahan mentah industri. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka manusia berupaya untuk mengembangkan tanaman dengan cara bercocok tanam. Dalam rangka mensukseskan bercocok tanam maka perlu dibekali dengan ilmu yang mendukung cara-cara bercocok tanam yang baik dengan benar. Cara pengelolaan tersebut dilakukan pada berbagai tingkatan, tingkatan cara pengelolaan sejak dari yang sederhana misalnya pemanenan hasil tanaman yang sudah ada. Tingkatan yang sudah cukup maju misalnya pembudidayaan secara buster dalam rumah kaca pada seluruh kehidupan tanaman. Tingkat efisiensi cara pengelolaan tanaman dan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh tingkat kebudayaan manusia. Pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian adalah penerapan akal dan karya manusia melalui pengendalian proses produksi biologi tumbuh-tumbuhan sehingga tumbuh-tumbuhan tersebut menjadi lebih bermanfaat bagi manusia. Pertanian dapat diibaratkan sebagai industri yang mampu mengkonversikan karbondioksida dari udara air dan unsur unsur hara tanaman dari tanah dengan bantuan energi matahari menjadi bahan organik yang berguna bagi manusia. Bahan tersebut antara lain komponen pangan berupa karbohidrat, protein , lemak, vitamin dan mineral. Teknologi Produksi Tanaman sangat beraneka ragam mulai dari rekayasa genetika benih sampai cara bercocok tanam pun sudah banyak sekali ditemukan di era persaingan ketat saat ini guna untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Laporan ini disusun selain untuk memenuhi tugas akhir praktikum Teknologi Produksi Tanaman, juga untuk melaporkan bagaimana perkembangan tanaman sawi hijau pada perlakuan tertentu. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman dengan perlakuan tertentu 2. Untuk mengetahui perbedaan teknik budidaya dan perawatan antara penanaman sawi hijau dengan penanaman sayuran lain 3. Untuk mengetahui syarat tumbuh dan faktor apa saja yang bisa menunjang pertumbuhan tanaman 1.3 Manfaat 1. Mengetahui perbedaan pertumbuhan tanaman dengan perlakuan tertentu 2. Mengetahui syarat tumbuh dan faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman 3. Mengetahui perbedaan teknik budidaya dan perawatan antara penanaman sawi hijau dengan sawi daging, kailan, andewi merah, dan andewi hijau. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Gambar 1. Sawi Hijau Klasifikasi tanaman sawi hijau: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica parachinensis L. (Rukmana, 2003) 2.1.2 Morfologi tanaman sawi: Akar Sistem perakaran tanaman sawi yaitu akar tunggang (radix primaria) menyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30-50 cm. (Rukmana, 2003) Batang Batang tanaman sawi berupa batang yang pendek dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan. (Haryanto, dkk, 2001) Daun Daun tanaman sawi berupa daun yang bersayap, bertangkai panjang dan bentuknya pipih serta berwarna hijau.(Rukmana, 2003) Bunga Bunga tanaman sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tipa kuntumnya terdiri atas empat helai kelopak, empat helai mahkota bunga yang berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua. (Haryanto dkk, 2001) Buah Buah tanaman sawi berupa buah dengan tipe buah polong yang bentuknya memanjang dan berongga. Tiap buah (polong) berisi 2-8 butir biji sawi. (Rukmana, 2003) Biji Biji tanaman sawi bentuknya bulat kecil berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman. (Rukmana, 2003) 2.2 Syarat Tumbuh 1. Iklim Tanaman sawi dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim sedang (sub-tropis), tetapi saat ini berkembang pesat di daerah panas (tropis). Kondisi iklim yang sangat baik bagi pertumbuhan tanaman sawi adalah kondisi daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,60 C dan sungainya 21,10C serta penyinaran matahari antara 10-15 jam per hari (Rukmana, 2003). Meskipun demikian, telah banyak varietas yang toleran (tahan) terhadap suhu panas, sehingga tanaman sawi dapat ditanam atau dikembangkan pada daerah dengan ketinggian mulai 5 m sampai dengan 1.200 m dpl (dibawah permukaan laut). (Haryanto dkk, 2001) 2. Media Tanam Pada dasarnya sawi dapat ditanam di berbagai jenis tanah, namun yang baik adalah jenis tanah lempung berpasir, seperti tanah andosol, untuk jenis tanah liat perlu dilakukan pengolahan lahan secara sempurna antara lain dengan pernambahan pasir dan pupuk organik dalam dosis yang tinggi. Jadi syarattanah ideal bagi tanaman sawi adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organic, tidak menggenang, tata udara dalam tanah berjalan dengan baik dan pH tanah antara 6-7. (Rukmana, 2003) 3. Ketinggian Tempat Tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah sampai dataran tinggi, tetapi pertumbuhan dan produksi sawi yang ditanam lebih baik di dataran tinggi. Biasanya dibudidayakan di daerah ketinggian 100 - 500 m dpl, dengan kondisi tanah gembur, banyak mengandung humus, subur dan drainase baik. (Rukmana, 2003) 2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman 1. Fase Vegetatif Fase ini berlangsung selama perkembangan akar, daun dan batang baru. Selain itu tanaman sawi mengalami pertumbuhan kualitas yaitu tanaman akan tumbuh lebih besar dan berat tanaman tidka lagi bergantung pada endospermium sebagai penunjang pertumbuhan, melainkan pada kesediaan unsur hara dalam tanah dan faktor tumbuh lainnya seperti air, cahaya, suhu dan keadaan tanah. Fase vegetatif ini dimulai dari perkembangan benih sampai terbentuknya premedium bunga. (Setyati dan Sunaryono, 1991) 2. Fase generatif Fase ini terjadi saat pembentukan kuncup bunga daun dan biji atau pada saat pembentukan dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan. (Soemito, 1991) 2.4 Teknik Budidaya Teknik Budidaya Sawi menurut Rieuwpassa (2013): 1. Pemilihan varietas Varietas yang dianjuran adalah LV.145 dan Tosakan. Namun yang beredar dipasaran kebanyakan Tosakan dan Shinta (panah merah). Daya tumbuhnya lebih dari 95 %, vigor murni, bersih dan sehat. Kebutuhan benih per hektar 450-600 gram. 2. Model budidaya bedengan a) Pembibitan Cara pertama, benih di semai di bedengan yang berukuran kecil 0.5 x 1 m² atau luas ukuran sesuai dengan kebutuhan bibit. Cara kedua, benih di semai di wadah plastic dengan luas ukuran wadah sesuai kebutuhan bibit (dapat dibeli ditoko) . Sebelum benih disemai, benih direndam dengan air selama ± 2 jam. Selama perendaman, benih yang mengapung dipisahkan dan dibuang. Benih yang tenggelam digunakan untuk disemai. Kemudian benih disebar secara merata diatas bedeng persemaian dengan tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang 1:1, (media tanam) setebal ± 7 cm. Benih yang telah disebar disiram sampai basah kemudian ditutup dengan daun pisang atau karung goni selama 2-3 hari. Sebaiknya bedeng persemaian diberi naungan. Bila bibit sudah berumur 2-3 minggu setelah disemai, bibit tersebut sudah siap untuk ditanam. Perlakuan yang sama pula dilakukan jika benih disemai di wadah plastik. Wadah tersebut diteduhkan di rumah persemaian sampai bibit berumur 2-3 minggu. Bibit tersebut sudah siap untuk ditanam. b) Pengolahan tanah Lahan pekarangan dibersikan dari gulma. Kemudian tanahnya dicangkul sedalam 20 – 30 cm supaya gembur. Setelah itu, bedengan dibuat dengan ketinggian sekitar 20-30 cm, lebar sekitar 1 m, dan panjang tergantung ukuran/bentuk lahan. Jarak antar bedengan sekitar 40 cm atau disesuaikan dengan keadaan tanah. Setelah tanah diratakan, permukaan bedengan diberi pupuk kandang yang sudah matang, dengan dosis 100 kg/100 m². Semprot larutan pupuk cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air) pada permukaan bedengan, kemudian permukaan bedengan ditutup dengan tanah. Biarkan selama 3 hari dan bedengan siap untuk ditanami. c) Penanaman Sebelum penanaman, bedeng-bedeng tersebut dibuat lubang tanam dengan jarak antar tanaman 15 cm dan jarak antar barisan 20 cm. Tiap lubang tanam diberi 1-2 anakan. Kemudian bedengan yang sudah ditanami disirami sampai basah. 3. Model budidaya pot/polybag dan rak vertikultur Pot/polybag dan rak vertikultur adalah wadah tanam yang digunakan sebagai suatu model budidaya sayuran pada lahan pekarangan yang sempit. Pot atau polybag yang berukuran 30x30 cm bisa digunakan untuk menanam caisin/sawi. Pot atau polybag harus dilubangi 4-5 lubang dibagian bawah sisi kiri dan kanan wadah untuk membuang air berkelebihan supaya tidak tergenang. Sebaiknya polybag dibalik sebelum diisi media tanam agar polybag dapat berdiri kokoh dan tidak mudah roboh. Rak vertikultur adalah wadah tanam yang terbuat dari kayu dan talang paralon atau bambu. Rak bisa dibuat sampai 4 tingkat dengan tinggi 1,25 m dan panjang 80 cm. Sedangkan panjang talang 1 m dan lebar talang 12 cm. Dasar talang atau bambu di lubangi 4-5 lubang untuk pembuangan air berkelebihan supaya tidak tergenang. Selanjutnya talang diisi dengan media tanam. Perlakuan yang sama juga dilakukan bila menggunakan bambu sebagai wadah tanam. Kemudian wadah yang sudah terisi media tanam di letakan dengan teratur diatas rak kayu. Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos. Perbandingannya dapat 1:1, 1:2, atau 1:3, tergantung tingkat kesuburan dan tekstur tanah. Masukan media ke dalam wadah sampai penuh. Sisakan jarak sekitar 1 cm dari bibir wadah. Semprot larutan pupuk cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air) pada permukaan tanah di pot atau polybag, kemudian pot atau polybag ditutup dengan karung goni selama 3 hari. Pot atau polybag siap untuk ditanami. a) Penanaman Sebelum dilakukan penanaman, pot/polybag dan rak vertikultur disiram lebih dahulu untuk memudahkan penanaman. Penanaman di pot atau polybag dilakukan dengan cara pindah anakan caisin/sawi dari bedengan persemaian atau dari wadah plastik dan ditanam di dalam pot atau polybag dengan jumlah 2-3 anakan. Sedangkan penanaman didalam rak vertikultur hanya satu baris tanaman dengan jarak antar tanaman 15 cm. 4. Perawatan Penyiraman perlu dilakukan pagi dan sore hari bila tidak hujan. Pupuk susulan pertama setelah tanaman berumur 4 hst dengan cara semprot larutan pupuk cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air) pada tanaman. Pupuk susulan kedua dan ketiga setelah tanaman berumur 11 hst dan 17 hst. Cara memupuk dan dosis pupuk sama seperti pemupukan susulan pertama. Pupuk organic cair Landeto atau Hantu dapat juga diberikan pada tanaman sebagai pupuk tambahan dengan dosis 2 tutup botol/10 liter air. Larutan pupuk ini disemprot pada tanaman dengan waktu pemberian setelah tanaman berumur 7 hst, 14 hst, dan 21 hst. Penyiangan dapat dilakukan jika tumbuh gulma. Jika ada tanaman terserang hama dan penyakit, segera ditanggulangi secara mekanis (dicabut dan dibakar) atau disemprot dengan fungisida dan insektisida nabati. 5. Panen Caisin/sawi mulai dipanen setelah tanaman berumur 45-50 hari. Panen dilakukan dengan cara mencabut atau memotong pangkal batang. Bila panen terlambat dapat menyebabkan tanaman cepat berbunga. Caisin/sawi yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang teduh, agar tidak cepat layu. Untuk mempertahankan kesegaran sayuran ini perlu diberi air dengan cara dipercik. 2.5 Hubungan Perlakuan yang Digunakan dengan Komoditas Lima komoditas sayuran (sawi hijau, sawi daging, andewi merah, andewi hijau, kailan) dibudidayakan di screenhouse dengan perlakuan yang sama yaitu media tanam berupa tanah dan sekam (3:1). Menurut Wiryanta (2006) bahwa Kombinasi media tanam antara tanah dan arang sekam dapat memperbaiki aerasi dan drainase media tanam, serta kecukupan unsur hara dapat dijaga dengan baik, sehingga kebutuhan akar tanaman akan unsure hara dan air akan dapat tercukupi dengan baik pula. Kemudian untuk perlakuan pemupukan 5 komoditas sayuran (sawi hijau, sawi daging, andewi merah, andewi hijau, dan kailan) juga sama yaitu pada 7 HST berupa pupuk yang mengandung N,P,K. Meurut Hue dalam Iyamuremye et, al, (1996) mengemukakan bahwa pemupukan P anorganik lebih Pengaruh Pemberian Bahan Organik dan Pemupukan Fosfat pada Teknik Budidaya efisien bila diberikan bersama-sama dengan bahan organik. Pemberian bahan organik menurunkan erapan P, kebutuhan pupuk P, kelarutan Al dan Fe. Bahan organik dalam tanah dapat berfungsi meningkatkan ketersediaan unsur hara, pH tanah, aktivitas mikroorganisme, dan jumlah Al yang terkelat oleh senyawa humik pada Typic Haplohumults. (Purwani, 2007) dan Pupuk urea sebagai sumber hara N dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, dimana tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau. (Hardjowigeno, 1987) Pada kondisi lingkungan tertentu tanaman sawi dapat mengalami defisit air yang mengakibatkan cekaman air pada tanaman. Jika demikian, defisit air akan menyebabkan penurunan gradien potensial air antara tanah-akar-daun-atmosfer, sehingga laju transpor air dan hara menurun yang dapat mempengaruhi hasil bobot segar tanaman sawi. (Taiz dan Zeiger, 2002) Untuk tanaman Kailan cocok ditanam di suhu 23 – 350 C dengan ketinggian 1000-3000 m dpl , curah hujan 1000-1500 mm/tahun, tanah dengan pH 5 -6 , jenis tanah yang dibutuhkan tanaman kailan tanah regosol, aluvial, latosol, andosol (Cahyono, 2001). 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan praktikum Teknologi Produksi Tanaman yaitu mengamati komoditas sawi hijau (Brassica parachinensis) dilakukan selama ± 8 minggu mulai tanggal 3 Oktober 2013 setiap Kamis. Kegiatan praktikum di laksanakan dalam greenhouse di Kebun Percobaan Kepuharjo, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. 3.2 Alat, Bahan dan Fungsi a. Alat : 1. Tugal : Untuk membuat lubang 2. Gembor : Untuk menyiram 3. Cetok kecil : Untuk alat bantu penyulaman 4. Penggaris : Untuk mengukur tinggi tanaman 5. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan 6. Papan nama : untuk memberi tanda komoditas tanaman. b. Bahan : 1. Tanah : sebagai media tanam 2. 10 polibag ukuran 10 kg : sebagai wadah media tanam 3. Sekam Bakar : sebagai campuran media tanam 4. Bibit sawi hijau : sebagai bahan tanam 5. Pupuk Urea : Untuk menambah Unsur N pada tanah 6. Pupuk Sp36 : Untuk menambah Unsur P pada tanah 7. Pupuk KCl : Untuk menambah Unsur K pada tanah 8. Air : Untuk menyiram tanaman 3.3 Cara Kerja Menyiapkan alat dan bahan Membuat media tanam berupa campuran tanah dan sekam bakar Menanam bibit tanaman sawi hijau Pemupukan berupa KCl 20,8 gr, SP36 20,8 gr dan Urea 22 gr dilakukan pada 7 HST Penyulaman pada tanaman yang mati pada 21 HST Perawatan yaitu penyiraman, penyiangan, pembumbunan Pengamatan yatu pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman Kegiatan praktikum komoditas sawi hijau ini dimulai dengan membuat media tanam yaitu campuran tanah dan sekam bakar dengan perbandingan 1:1 yang dimasukkan dalam 10 polibag ukuran 5 kg pada minggu pertama. Setelah media tanaman siap, kegiatan penanaman bibit sawi hijau dilakukan setelah satu minggu dari penyiapan media tanam. Pemupukan dilakukan 7 HST dengan pupuk Urea 20 gr, SP36 20,8 gr dan NPK 20,8 gr kemudian pada 21 HST dengan pupuk urea saja. Selama pertumbuhan tanaman sawi dilakukan kegiatan perawatan seperti penyiraman yang dilakukan 2 kali dalam seminggu, membersihkan tanaman pengganggu atau gulma setiap seminggu sekali, pembumbunan dan menyulam tanaman sawi yang mati yang dilakukan pada 21 HST. Tanaman yang tumbuh diamati dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman yang dicatat dan didokumentasikan. 3.4 Parameter Pengamatan Parameter pengamatan yang di gunakan dalam praktikum budidaya tanaman sawi daging ini diantaranya adalah : Tinggi tanaman : pengukuran tinggi tanaman di lakukan setiap minggu sekali dengan cara pengukuran sampai batas tumbuh tanaman. Jumlah daun : jumlah daun di hitung setiap satu minggu sekali , yang dihitung hanyalah daun yang sudah mekar saja. Daun yang masih kuncup tidak ikut dalam hitungan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Data Pengamatan Tinggi Tanaman Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Sawi Hijau (Tanah : Sekam = 3 : 1) Tanaman Pengamatan Ke I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) (63 HST) 1 0 0 2,5 11 15 17,5 2 0 0 1,8 6 6 5 3 0 0 4 9,1 9 14 4 0 0 2,7 9 9 16 5 0 0 2,6 10 10 14 6 0 0 4 5 10 17,5 7 0 0 4 4 9 16 8 0 0 5 8,5 10 18,5 9 0 0 2 9 9 17 10 0 0 5 10 7 13,5 Rata-rata 0 0 3,36 8,16 9,4 14,9 Sampel Tabel 1. Tinggi Tanaman Sawi Hijau Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Andewi Merah Pengamatan Ke - Tanaman I II III IV V VI (7 HST) (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) 1 3,8 4 3,5 0 2,5 3 2 0 0 0 0 3,8 5,8 3 0 0 0 0 6,7 8,5 4 0 0 0 0 3,5 6,5 5 5,5 5,2 7 8 8,5 4 6 4,3 4,5 4,5 8,2 7,6 13 7 3,9 3,1 5 0 3,5 4 8 5,6 3,2 4,3 4 6,8 9 9 5,6 4,3 4,8 5,5 7,1 10,5 10 0 0 0 0 3,5 4,5 Rata-rata 2,87 2,43 2,91 2,57 5,35 6,88 Sampel Tabel 2. Tinggi Tanaman Andewi Merah Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Sawi Daging Pengamatan Ke- Tanaman I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) 1 2,4 3 4 9 5 4 2 1 1 2 6 6 6 3 5 6 5 4 4 6 4 4,5 5,5 6 10 4 6 5 5 6 8 12 4,5 7 6 4,5 5 6 12 4 6,5 7 4,5 5,5 8 11 4 4,5 8 4,5 5,5 6 11 5 7,5 9 4 5 6 2 4 5,5 10 3,6 4 4 2 3 6 Rata-rata 3,9 4,65 5,5 10,43 4,35 5,9 Sampel Tabel 3. Tinggi Tanaman Sawi Daging Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kelompok Andewi Kailan Pengamatan ke- Tanaman I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) 1 5 9,3 15 21,8 28,9 30 2 2,6 8,2 13,9 14,1 13 19,1 3 0 0 0 17,6 25,1 27,4 4 5,3 12,1 14,5 13,1 26,1 28,6 5 5,2 11,7 16,3 13,1 18,5 25,4 6 5,7 13,2 9,9 14,1 16,6 20 7 4,9 12,4 11,5 11,4 18 24,2 8 5,8 14,4 15,9 11,6 15,7 23,6 9 0 0 0 8,2 13,3 17,4 10 0 0 0 11,2 19,2 21 Rata-rata 3,45 8,13 9,7 13,62 19,44 23,67 Sampel Tabel 4. Tinggi Tanaman Kailan Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kelompok Andewi Hijau Prngamatan ke- Tanaman I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) 1 5 6 7 8 10 14 2 6 8 12 16 17 20 3 6.5 8 10 13 16 24 4 2.5 5 7 10 16 23 5 3 4.5 6.5 8 16 15 6 3.5 4 5 3.5 8 16 7 7 6 9 13 17 22 8 4 7 11 11 19 21 9 6 8 11 17 23 19 10 6.5 9 11 17 18 25 Rata-rata 5,2 6,8 9,2 12,6 16 19,9 Sampel Tabel 5. Tinggi Tanaman Andewi hijau 25 20 15 Sawi hijau 10 Andewi merah sawi daging 5 kailan andewi hijau 0 Grafik 1. Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman (sudah mencakup 5 varietas) 4.1.2 Data Pengamatan Jumlah Daun Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman (cm) Kelompok Sawi Hijau Pengamatan KeTanaman Sampel I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) (63 HST) 1 0 0 4 5 6 7 2 0 0 5 4 5 7 3 0 0 6 4 6 5 4 0 0 6 5 6 7 5 0 0 5 5 8 6 6 0 0 5 5 5 6 7 0 0 5 5 6 7 8 0 0 6 6 5 7 9 0 0 6 6 6 8 10 0 0 7 7 4 6 Rata-rata 0 0 5,5 5,2 5,6 6,6 Tabel 1. Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Andewi Merah Pengamatan KeTanaman Sampel I II III IV V VI (7 HST) (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) 1 3 3 3 0 2 2 2 0 0 0 0 3 4 3 0 0 0 0 3 4 4 0 0 0 0 2 4 5 3 8 9 10 11 17 6 3 4 6 6 7 10 7 3 3 5 0 2 4 8 3 3 4 6 7 8 9 3 3 4 6 8 8 10 0 0 0 0 2 4 Rata-rata 1,8 2,4 3,1 2,8 4,7 6,5 Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Andewi Merah Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Sawi Daging Pengamatan KeTanaman Sampel I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) 1 5 6 10 13 6 5 2 1 2 6 8 6 6 3 7 10 5 5 6 7 4 6 10 13 11 5 7 5 8 10 11 11 5 6 6 6 11 12 11 5 6 7 7 10 13 12 6 6 8 7 11 13 8 6 6 9 7 11 11 5 7 8 10 6 10 3 5 7 6 Rata-rata 6 9,1 9,7 10,57 5,9 6,3 Tabel 3. Jumlah Daun Tanaman Sawi Daging Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Andewi Kailan Pengamatan keTanaman I II III IV V VI Sampel (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) 1 5 6 7 8 9 12 2 5 7 6 5 8 10 3 0 0 0 4 6 7 4 4 4 5 7 8 10 5 4 6 6 4 6 12 6 4 6 2 6 6 18 7 4 6 4 5 16 22 8 8 6 8 3 5 8 9 0 0 0 3 5 7 10 0 0 0 4 5 7 Rata-rata 3,4 4,1 3,8 4,9 7,4 11,3 Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Kailan Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Andewi Hijau Pengamatan keTanaman Sampel I II III IV V VI (14 HST) (21 HST) (28 HST) (35 HST) (42 HST) (49 HST) 1 2 3 5 5 6 4 2 2 5 7 8 8 8 3 3 4 7 8 9 10 4 2 4 5 5 8 6 5 1 3 5 6 6 6 6 1 3 3 4 5 4 7 3 4 7 7 8 7 8 5 7 12 13 11 10 9 4 6 8 9 9 9 10 6 9 12 13 13 13 Rata-rata 2,9 4,8 7,1 7,8 8,3 7,7 Tabel 5. Jumlah Daun Tanaman Andewi Hijau 12 10 8 6 sawi hijau andewi merah 4 sawi daging kailan 2 andewi hijau 0 Grafik 1. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Tanaman (sudah mencakup 5 varietas) 4.1 Pembahasan 4.2.1 Pembahasan Parameter Tinggi Tanaman Pada Tabel Tinggi tanaman yaitu pengamatan ke-1, tanaman sawi hijau mati semua dari 10 tanaman, hal tersebut dikarenakan kurangnya penyiraman dan kondisi screenhouse yang panas sehingga tanah menjadi kering dan keras, selain itu juga karena media yang digunakan hanya tanah saja tanpa sekam yang dapat membantu melembabkan tanah dan menghambat terjadinya proses evaporasi. Berbeda dengan tanaman andewi merah yang mati hanya 3 tanaman dari 10 tanaman dengan tanaman tertinggi yaitu tanaman ke-9 dan ke-10. Kemudian untuk sawi daging, dari 10 tanaman tidak ada yang mati dengan tanaman teringgi yaitu 5 cm (tanaman 3 dan 5). Tanaman kailan mengalami kematian 2 tanaman dari 10 sedangkan tanaman tertinggi yaitu tanaman ke-8 (5,8 cm). Tanaman andewi hijau dengan tanaman tertinggi 6,5 cm (tanaman ke-3 dan ke-10). Hal tersebut dikarenakan media tanam yang digunakan yaitu tanah:sekam (3:1). Karena sekam bakar sebagai salah satu bahan organik merupakan media tanam yang dapat menjaga kelembaban. Sebagai media tanam, sekam bakar berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, sifat kimia, dan melindungi tanaman (Mahmudi, 1994 dalam Timbul P. Tumanggor, 2006:9). Kemudian menurut Pinus Lingga dalam bukunya yang berjudul Hidroponik: bercocock tanam tanpa tanah bahwa media yang bepori memiliki kemampuan lebih besar menahan air. Di samping harus mampu menahan air, media juga harus meneruskan air (mempunyai drainase yang baik). Kemudian untuk pengamatan ke-2, sawi hijau masih dilakukan persemaian di kotak semai sehingga masih belum dapat diamati. Sementara itu, dilakukan pengolahan kembali pada tanah dalam polybag dengan penambahan sekam sehingga perbandingan tanah:sekam yaitu 3:1. Berbeda dengan andewi merah, dari 7 tanaman yang hidup, tanaman tertinggi yaitu tanaman ke-4 (5,2 cm). Tanaman sawi daging dari 10 tanaman yang tertinggi yaitu tetap tanaman ke-3 dan ke-5 dengan penambahan tinggi sebesar 1 cm (dari 5 cm menjadi 6 cm). Tanaman kailan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 8,6 cm pada tanaman ke-8. Tanaman andewi hijau dengan tanaman tertinggi yaitu 9 cm (tanaman ke-10). Pada pengamatan ke-3, setelah dilakukan transplanting tanaman sawi hijau mulai diamati kembali dengan tinggi tanaman tertinggi ada pada tanaman ke-3, ke-6, dan ke-7 yaitu sebesar 4 cm dengan tinggi rata-rata 3,36 cm. Sedangkan untuk tanaman andewi merah, dari 10 tanaman dengan 4 tanaman yang mati masih belum dilakukan transplanting sehingga masih 0 cm. Rata-rata pertumbuhan tanaman andewi merah 2,91 cm. Sawi daging memiliki rata-rata tinggi tanaman 5,5 cm. Tanaman kailan 9,7 cm dan andewi hijau rata-rata tinggi tanaman yaitu 9,2 cm. Kemudian pada pengamatan ke-4, pertumbuhan sawi hijau semakin membaik. Hal tersebut dikarenakan penambahan media tanam dengan sekam yang dapat menghambat proses evaporasi sehingga tanah akan menjadi lembab. Kondisi ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi, dimana perakaran akan berkembang dengan baik sehingga pengambilan hara oleh akar akan optimal. Sekam bakar lebih porous karena memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang, sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi (Wuryan, 2008:2). Sama halnya dengan tanaman sawi daging, kailan, dan andewi hijau yang mengalami pertumbuhan tinggi cukup baik dan signifikan. Tetapi pada tanaman andewi merah mengalami kematian pada 1 tanaman (4 tanaman belum disulam). Pertambahan komponen pertumbuhan atau pertumbuhan vegetatif tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor tanaman itu sendiri, selain faktor lingkungan (Lakitan, 1993). Pada pengamatan ke-5 dan ke-6, pertumbuhan sawi hijau; andewi merah; kailan; dan andewi hijau mulai stabil, kecuali sawi daging yan mengalami penurunan tinggi. Hal ini disebabkan karena media tanam yang selalu lembab, aerasi baik, dan proses penyerapan zat hara dapat berlangsung baik. Menurut Prihmantoro (2007) dalam bukunya yang berjudul memupuk tanaman sayur bahwa Zat hara tersebut tidak hanya dari tanah, terdapat juga zat hara dari udara yang diperlukan oleh tanaman sangat banyak. Dari sekian banyak zat hara tersebut, sekitar 16 saja yang diperlukan oleh tanaman. Tiga dari 16 zat tersebut diambil tanaman dari udara yaitu karbondioksida (CO2), H2O dalam air yang terkandung dalam udara, oksigen (O2) Selain itu juga ditunjang oleh pemasangan para net di ruan screenhouse sehingga kelembaban udara akan terjaga dan stabil. Pada kelembaban tanah yang baik akar akan lebih mudah menyerap zat nitrogen dan phospat. Kelembaban udara dan kelembaban tanah yang sesuai akan memberikan pertumbuhan tanaman yang baik dan produksi yang tinggi (Cahyono, 2003). Meskipun ada yang menurun yaitu sawi hijau pada tanaman ke-10 pada pengamatan ke-4 dan ke-5 (42 ke 49 hst) yaitu sebesar 3 cm (dari 10 cm menjadi 7 cm) hal terseut dikarenakan dilakukannya pembubunan untuk mempertegak berdirinya tanaman sehingga akan mengurangi tinggi tanaman di atas permukaan tanah. 4.2.2 Pembahasan Parameter Jumlah Daun Tanaman Jumlah daun tanaman sawi hijau pada pengamatan ke-1 dan ke-2 yaitu 0. Hal tersebut karena ke-10 tanaman sawi mengalami kematian. Kemudian setelah dilakukan penyulaman, pada pengamatan ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6 jumlah daun tanaman sawi sudah bisa dihitung yaitu dengan rata-rata 5,5; 5,2; 5,6; 6,6 cm. Pertambahan jumlah daun pada masing-masing tanaman tidak terlalu signifikan bahkan pada tanaman ke-3 dan ke-4 pengamatan ke-3 dan ke-4 terjadi penurunan jumlah daun yaitu dari 6 jadi 4 (hilang 2 daun), dan 6 jadi 5 (hilang 1 daun). Bahkan tanaman ke-10 pada pengamtan ke-5 terjadi pengurangan jumlah daun yaitu dari 7 jadi 4 (3 daun hilang). Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemupukan pada tanaman sawi hijau karena pempukan hanya dilakukan sekali saja yaitu 7 HST. Tanaman yang terpenuhi kebutuhan unsur haranya, akan dapat merangsang pertumbuhan daun baru. K.A. Wijaya (2010:25) menambahkan, penambahan nitrogen pada tanaman dapat mendorong pertumbuhan organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis seperti daun. Tanaman yang cukup mendapat suplai nitrogen akan membentuk daun yang memiliki helaian lebih luas dengan kandungan kloropil yang lebih tinggi, sehingga tanaman mampu menghasilkan karbohidrat/asimilat dalam jumlah yang tinggi untuk menopang pertumbuhan vegetatif. Sedangkan untuk Jumlah daun andewi merah dari 14 HST sampai 28 HST mengalami pertambahan daun. Namun terdapat 4 sampel tanaman andewi merah yang mati . Hal itu disebabkan kurangnya unsur hara pada tanaman tersebut. Pada 28 HST menuju 35 HST mengalami penurunan rata-rata jumlah daun andewi merah. Penurunan tersebut disebabkan oleh bertambahnya jumlah 2 sampel tanaman yang mati dari 4 jumlah tanaman yang mati menjadi 6 tanaman. Tanaman andewi merah bertambah mati karena kurangnya perhatian pemberian air yang cukup terahadap tanaman yang mati. Selain itu kondisi ruang di dalam screenhouse yang panas dan kondisi di dalam media tanam yang kering juga menjadi faktor tanaman andewi mati. Menurut Untung (2001), oksigen terlarut memadai bila akar tanaman berwarna putih dan tebal. Kadar oksigen terlarut yang memadai pada talang mampu mendukung proses respirasi akar. Kegagalan respirasi akar berakibat pada kegagalan akar menyerap unsur-unsur hara yang tersedia akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat. 35 HST dilakukan penyulaman bibit tanaman andewi merah pada tanaman yang mati. Setelah 35 HST sampai 49 HST pertambahan rata-rata jumlah daun mengalami peningkatan. Hal itu dikarenakan adanya pemberian para net di dalam screenhouse. Dimana dari kondisi suhu ruang di dalam greenhouse yang panas menjadi teduh setelah diberi shading net. Shading net sendiri adalah net / jaring yang berfungsi untuk menaungi tanaman tertentu atau tanaman muda/bibit dari teriknya sinar cahaya matahari dan curah hujan. Untuk tanaman sawi daging, rata-rata jumlah daun pada sawi daging pada 14 HST sampai 35 HST mengalami peningkatan yaitu dari rata-rata jumlah daun 6 sampai rata-rata jumlah daunnya 10,57. Walaupun rata-rata jumlah daun setiap minggunya bertambah namun jumlah daun disetiap tanaman sawi daging tidak semuanya selalu mengalami peningkatan jumlah daun. Contohnya pada tanaman ke 4,6,8 dan 9 pada pengamatan 28 HST mengalami penurunan pada saat pengamatan 35 HST. Penurunan jumlah daun ini dikarenakan daun sudah layu dan kering. Keringnya daun dikarenakan penyiraman yang kurang. Pertambahan jumlah daun perminggunya juga tidak terlalu signifikan, dikarenakan pemupukan yang hanya dilakukan satu kali pada saat 14 HST. Setelah pemupukan peningkatan jumlah daun sangat signifikan. Diketahui dari data pengamtaan 21 HST jumlah daun setiap tanaman naik hingga rata-rata kenaikan jumlah daun sejumlah 3. Tanaman yang terpenuhi kebutuhan unsur haranya, akan dapat merangsang pertumbuhan daun baru, penambahan nitrogen pada tanaman dapat mendorong pertumbuhan organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis seperti daun. Tanaman yang cukup mendapat suplai nitrogen akan membentuk daun yang banyak (K.A. Wijaya (2010:25). Pada pengamatan 42 HST jumlah daun disetiap tanaman mengalami penurunan, penurunan jumlah daun bukan dikarenakan layu , kering ataupun penyakit, namun dikarenakan daun habis dimakan oleh ulat sawi, dan ulat sawi memakan tunas tanaman sehingga semua tanaman yang tadinya sehat dan tinggi menjadi busuk dan mati. Untuk tanaman kailan, pada pengamtan ke-1, ke-2, ke-3, terdapat 3 tanaman yang mati dan belum dilakukan penyulaman sehingga jumlah daun masih 0. Kemudian untuk pengamatan ke-4, ke-5, dan ke-6 terjadi pertambahan daun yang signifikan dengan rata-rata 13,62; 19,44; dan 23,67. Kemudian untuk tanaman andewi hijau, dari pengamatan ke-1 tidak ada yang mati sehingga tidak dilakukan penyulaman, penambahan daun juga stabil meskipun tidak terlalu signifikan dengan rata-rata yaitu 2,9; 4,8; 7,1; 7,8; 8,3; 7,7. 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Jadi, dapat disimpulkan bahwa budidaya tanaman sayuran yaitu sawi dan andewi (sawi hijau, andewi merah, sawi daging, kailan, dan andewi hijau) pada praktikum hari kamis dengan varietas yang berbeda: 1. Memiliki karakteristik pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yang berbeda dengan perlakuan yang hampir sama walaupun terjadi sedikit saja selisih perlakuan misalnya pada tanaman sawi hijau yang pada awal penanaman, media tanamnya tidak terdapat sekam sehingga berbeda dengan yang lain yaitu andewi merah, sawi daging, kailan, dan andewi hijau yang masingmasing memiliki media tanam dengan komposisi tanah:sekam yaitu 3:1. Hal tersebut menyebabkan ketika semua tanaman hanya disiram sekali saja dalam seminggu, maka keadaan media tanam tetap lembab dan evaporasi tidak cepat, sedangkan pada media tanam sawi hijau yang tanpa sekam terjadi evaporasi yang sangat cepat menyebabkan air tanah cepat hilang dan tanah menjadi kering dan keras sehingga tanaman sawi hijau mati semua. 2. Parameter tinggi tanaman dengan 6 kali pengamatan yaitu rata-rata masing-masing tanaman sawi hijau yaitu 0; 0; 3,36; 8,16; 9,4; 14,9 cm, andewi merah yaitu 2,87; 2,43; 2,91; 2,57; 5,35; 6,88 cm, sawi daging yaitu 3,9; 4,65; 5,5; 10,43; 4,35; 5,9 cm, kailan yaitu 3,45; 8,13; 9,7; 13,62; 19,44; 23,67 cm, andewi hijau yaitu 5,2; 6,8; 9,2; 12,6; 16; 19,9 cm 3. Untuk sawi hijau mulai stabil pertumbuhan tingginya setelah penyulaman yaitu pada pengamatan ke-4 karena sebelum transplanting, media tanam yang komposisi awalnya hanya tanah kemudian diolah dengan penambahan sekan menjadi tanah:sekamsekam= 3:1 sehingga media tanam dapat terjaga kelembabannya dan evaporasi dapat diperlambat. Kemudian untuk sawi daging pada pengamatan ke-5 terjadi penurunan tinggi dikarenakan terserangnya hama berupa ulat menyebabkan busuknya batang dan akar sawi. Untuk andewi merah, kailan, dan andewi hijau tetap stabil pertumbuhannya. 4. Parameter jumlah daun rata-rata untuk tanaman sawi hijau 0; 0; 3,36; 8,16; 9,4; 14,9, andewi merah yaitu 2,87; 2,43; 2,91; 2,57; 5,35; 6,88, sawi daging yaitu 3,9 ; 4,65; 5,5; 10,43; 4,35; 5,9, kailan yaitu 3,45; 8,13; 9,7; 13,62; 19,44; 23,67, dan andewi hijau 5,2; 6,8; 9,2; 12,6; 16; 19,9. Penambahan jumlah daun yang stabil dikarenakan faktor-faktor seperti pemupukan, irigasi, dan kelembaban udara di dalam screenhouse setelah dipasang para net. Tetapi, terdapat beberapa tanaman mengalami penurunan rata-rata jumlah daun dikarenakan serangan hama dan kering serta layu. 5.2 Saran 1. Untuk Asisten Kelas Sebaiknya ketika jam tutorial pagi yaitu 7.30 tidak bisa hadir, tolong diinfokan kepada koordinator kelas supaya kami tidak menunggu. 2. Untuk Asisten Lapang Sebaiknya lebih bersabar dan telaten dalam membimbing kami yang masih perlu banyak arahan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman ini serta jumlah asisten sebaiknya diperbanyak lagi untuk fokus pada satu komoditas saja agar praktikan mendapat pembimbingan yang lebih baik lagi dan kegiatan praktikum cepat selesai. 3. Untuk Praktikum Selanjutnya Sebaiknya keamanan lahan praktikum diperhatikan karena banyak terjadi kehilangan tanaman dan buah yang sudah siap dipanen, kemudian untuk fasilitas di screenhouse sebaiknya dimaksimalkan penggunaannya seperti para net dan pipa ait disediakan karena air dari parit untuk menyiram tanaman sudah terkontaminasi dengan material bangunan dan kurang layak untuk menyiram tanaman. Sekian dan teriakasih untuk bimbingan dan ilmunya DAFTAR PUSTAKA Cahyono, 2003 dalam Nurshanti, Dora Fatma. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brasicca juncea L) dengan Tiga Varietas Berbeda. AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Hardjowigeno, 1987. http://hortikulturapolinela.files.wordpress.com/.pdf. diakses tanggal 29 November 2013 Haryanto, Eko, Dkk. 2001. Sawi Dan Selada. Jakarta : Penebar Swadaya K.A. Wijaya, 2010:25 dalam Helfi Gustia. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta: ISSN 2338-7793 Lakitan, 1993 dalam Nurshanti, Dora Fatma. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brasicca juncea L) dengan Tiga Varietas Berbeda. AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245 Lingga, Pinus. Hidroponik: Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.8 Mahmudi, 1994 dalam Timbul P. Tumanggor, 2006:9 dalam Helfi Gustia. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta: ISSN 2338-7793 Prihmantoro, Heru. 2007. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.1 Rieuwpassa, Alexander J. 2013. Teknologi Budidaya Sawi. Maluku: BPTP Maluku Rukmana, Rakhmat. 2003. Bertanam Sawi. Penerbit Kanisius: Jakarta Setyati dan Sunaryono, 1991. Soemito. 1991. Klasifikasi dan struktur anatomi fisiologis tanaman sawi. http://infoterbaruterlengkap.blogspot.com. diakses tanggal 27 November 2013 Taiz dan Zeiger. 2002, dalam Moctava, Aries, Koesriharti, Moch. Dawam. M. Respon Tiga Varietas Sawi (Brassica Rapa L.) Terhadap Cekaman Air Responses of Three Mustard Varieties (Brassicarapa L.) Towards Water Stress Environment. Jurnal Produksi Tanaman: Vol.1 No.2 MEI 2013 ISSN: 2338-3976 Untung, O. 2001 dalam Harjoko, Dwi. 2009. Studi Macam Media dan Debit Aliran terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) Secara Hidroponik Nft. Agrosains 58 11(2): 58-62, 2009 Wiryanta, Bernadinus T.W. 2001. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. PT. Agromedia Pustaka: Jakarta Wuryan, 2008:2 dalam Helfi Gustia. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta: ISSN 2338-7793 LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS SAWI HIJAU (Brassica parachinensis) ASPEK HPT Oleh : MIFTAKHUL JANNAH 125040100111231 NURLIA MAR’ATUS S 125040100111238 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu komoditas tanaman sering terserangan oleh suatu penyakit bahkan mungkin oleh beberapa penyakit. Sering kali penyakit tanaman ditularkan oleh hama. Penyebaran penyakit yang ditularkan oleh hama ini kebanyakan dapat menular dengan cepat dan dengan intensitas yang tinggi. Ada banyak komunitas serangga yang menguntungkan yang dapat mengendalikan serangan hama. Spesies yang menguntungkan tersebut dapat mengontrol serangan hama, khususnya pada tempat-tempat yang bebas dari pengaruh pestisida. Dengan adanya spesies-spesies tersebut, maka populasi hama dapat ditekan dan penularan penyakit melalui hama juga dapat diminimalkan. Pada Praktikum Teknologi Produksi Tanaman, kita dapat mengetahui intensitas serangan penyakit dan populasi serangga hama dan musuh alami di lahan penanaman sawi hijau. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui intensitas terserangnya penyakit pada tanaman sawi hijau. 2. Untuk mengetahui hama dan penyakityang biasanya terdapat pada tanaman sawi hijau. 1.3 Manfaat 1. Mengetahui intensitas terserangnya penyakit pada tanaman sawi hijau. 2. Mengetahui hama dan penyakityang biasanya terdapat pada tanaman sawi hijau. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Intensitas Penyakit 2.1.1 Definisi Intensitas Penyakit Intensitas penyakit adalah tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif. (Purnomo,2010) 2.1.2 Metode Perhitungan Intensitas Penyakit a. Pengukuran langsung (menghitung jumlah tanaman yang sakit) Pengukuran langsung yaitu penilaian dan penentuan severitas dengan memberikan nilai dari 0 sampai 100% tergantung pada bagian yang terserang. Penilaian dilakukan dengan taksiran melalui metode observasi visual. Dalam metode ini tidak digunakan alat bantu apapun dalam penentuan severitas. (Anonymousa, 2011) Rumus : = × 100% dimana : IP = Intensitas Penyakit a = jumlah tanaman yang sakit b = jumlah tanaman yang sehat (Kurniasari, 2013) b. Pengukuran menggunakan skala rangking ordinal Pengukuran menggunakan skala rangking ordinal. Salah satu pendekatan dalam penentuan severitas penyakit yaitu metode ordinal rating scales. Metode ini mengobservasi tanaman yang terserang penyakit dan penentukannya ke dalam angka tetap pada kelas rangking severitas penyakit. Skala yang digunakan dalam metode ini berbed dengan skala pada metode sebelumnya karena kurangnya informasi yang dideskripsikan dari ordinal rating scales. Adapun contoh dari ordinal rating scales yaitu: Rangking Deskripsi 0 tidak ada gejala 1 ada sedikit gejala 2 gejala cukup parah 3 gejala sangat parah (Anonymousa, 2011) Rumus yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit (I) berdasarkan Townsend dan Heiberger, 1943 cit. Sinaga (2003) dalam Arman, (2013) adalah sebagai berikut: Rumus : = ( × ) × × 100% Keterangan : I = Intensitas penyakit ni = Jumlah tanaman dengan skor ke-i vi = Nilai skala penyakit dari I =0 - 4 N = Jumlah tanaman yang diamati Z = Skor tertinggi Nilai skala yang digunakan antara lain : 0 = tidak ada infeksi 1 = luas permukaan tanaman yang terserang 1-25 % 2 = luas permukaan tanaman yang terserang 26-50% 3 = luas permukaan tanaman yang terserang 51-75 % 4 = luas permukaan tanaman yang terserang 100 % 2.2 Definisi Musuh Alami Musuh alami merupakan salah satu teknik pengendalian secara biologis bagi tanaman yang terserang hama tertentu. (Subyakto,2000) a. Predator Predator/pemangsa, adalah binatang (serangga, laba-laba dan binatang lain) yang memburu, memakan atau menghisap cairan tubuh binatang lain sehingga menyebabkan kematian. Kadang-kadang disebut “predator”/pemangsa berguna karena memakan hama tanaman. Semua laba-laba dan capung merupakan contoh pemangsa. (Anonymousb, 2013) b. Parasitoid Organisme yang sepanjang hidupnya bergantung pada inang yang akhirnya membunuh dalam proses itu. (Kusnadi,2005) c. Entomopathogen Mikroorganisme yang dapat memnyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. (Anonymousb, 2013) d. Patogen Serangga Organisme yang hidup dalam habitat inangnya dan menyerang hama tertentu, biasanya menyerang serangga. (Kusnadi,2005) e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit Mikroorganisme yang mengintervensi/menghambat pertumbuhan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. (Anonymousb, 2013) 2.3 Mekanisme Peranan Musuh Alami dalam Menjaga Stabilitas Produksi Tanaman Beberapa mekanisme pengendalian hayati menurut Anonymousc (2013), antara lain adalah sebagai berikut : 1. Antagonisme, adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikrooraganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Antagonisme meliputi ; (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas tetapi diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT, (c) predasi, hiperparasitisme, mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain. 2. Ketahanan Terimbas, adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme avirulen, non patogenik, saptrofit) dan elisitor abiotik (asam salisilik, asam 2-kloroetil fosfonik) Buncis yang diimbas dengan Colletotrichum lindemuthianum ras non patogenik menjadi tahan terhadap ras patogenik. 3. Proteksi Silang, tanaman yang diinokulasi dengan stran virus yang lemah hanya sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan in vivo dan dengan asam nitrit. Proteksi silang sudah banyak dilakukan, di banyak negara, antara lain Taiwan dan Jepang. 4. Pengendalian hayati terhadap bakteri tanaman sudah maju penelitiannya, misalnya untuk Agrobacterium tumefaciens yang avirulen, digunakan A. radiobacter yang avirulen. Pupuk organic yang mengandung nitrogen 5 persen atau lebih untuk menekan penyakit layu Xanthomonas solanacearum pada tembakau. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri pada jahe disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum antara lain: rotasi tanaman (2-3 tahun), menggunakan pupuk kandang yang matang dan pengaturan drainase kebun yang baik. BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat : - Sweep Net : Untuk menangkap serangga - Plastik : Sebagai tempat serangga yang tertangkap - Buku Determinan : Untuk identifikasi serangga - Kamera : Untuk dokumentasi serangga dan penyakit - Alat Tulis : Untuk menulis hasil identifikasi Bahan : - Kapas : Untuk menyerap etil asetat - Etil Asetat : Untuk mematikan serangga - Serangga : Sebagai bahan pengamatan - Penyakit tanaman : Sebagai bahan pengamatan 3.2 Metode Pengamatan yang Dilakukan di Lahan untuk Intensitas Penyakit Menyiapkan alat tulis dan kamera untuk dokumentasi Mengamati keberadaan penyakit dan arthropoda pada tanaman Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman Dokumentasi penyakit dan serangga Identifikasi penyakit dan serangga 3.3 Metodologi Pengambilan Sampel Arthropoda Menyiapkan alat dan bahan Pengamatan keberadaan penyakit dan serangga Pengambilan penyakit dan serangga secara manual Memasukkan penyakit dan serangga ke dalam plastik untuk diidentifikasi BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Intensitas Penyakit dan Hama yang Ditemukan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Kebun Percobaan Ngijo, Kepuharjo, Malang, selama pertumbuhan tanaman yang ditanam dalam screen house yaitu sawi hijau (Brassica parachinensis), tidak ditemukan keberadaan penyakit dan hama pada sawi. Hal ini disebabkan karena lokasi penanaman yang berada dalam screen house dan kondisi lingkungan dalam screen house. Menurut Wahyuni, 2013 penyakit itu dapat menular melalui air, angin, pelukaan oleh alat pertanian dan lain-lain. Timbulnya suatu penyakit pada jenis tanaman disebabkan oleh adanya interaksi antara tumbuhan yang terserang pathogen, dan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kondisi setiap faktor akan menentukan tingkat kerusakan tanaman pada musim tertentu. Adapun factor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan perkembangan dan penyebaran penyakit menurut Wahyuni (2013) antara lain sebagai berikut: 1. Faktor Iklim. Unsur iklim yang berpengaruh besar terhadap perkembangan penyebaran penyakit adalah sebagai berikut; Suhu Untuk berkembang dengan pesat, setiap pathogen menghendaki suhu tertentu, bila suhu lebih tinggi atau lebih rendah dari pada kisaran suhu tersebut, perkembangan dan penyebaran pathogen akan terhambat, bahkan patogen akan amati. Dalam praktikum, lokasi penanaman berada dalam screen house di mana suhu dalam ruangan tersebut tinggi sehingga dapat menyebabkan kebanyakan pathogen tanaman mati. Kelembaban Hampir sebagian besar penyebab penyakit tanaman terutama golongan cendawan akan berkembang dengan pesat pada kelambaban tinggi.Penyiraman terhadap tanaman dilakukan seminggu 2 kali sehingga kelembababn dalam screen house rendah yang menyebabkanpenyakit tanaman tidak dapat berkembang. Cahaya Faktor cahaya yang paling utama adalah sinar matahari memiliki hubungan erat dengan suhu dan kelembaban. Akibat cahaya matahari terik, suhu lingkungan tempat tanaman tumbuh akan naik. Bila pada lingkungan tersebut terdapat banyak air, maka akan terjadi penguapan sehingga lingkungan menjadi lembab. Kondisi seperti ini amat disenangi oleh pathogen untuk melakukan aktivitas hidupnya, termasuk berkembang biak. Dalam lokasi praktikum, cahaya matahari dapat menaikkan suhu lingkungan tempat sehingga akan menjaga kelembaban tetap rendah dimana pathogen tanaman tidak akan berkembang. Angin Angin besar pengaruhnya terhadap penyebaran pathogen. Tubuh pathogen amat ringan sehingga bila ada angin sedikit saja akan mudah lepas dan terbawa terbang. Semakin angin kencang bertiup, penyebaran pathogen akan semakin jauh dan dalam waktu relative singkat penyakit akan cepat meluas. Praktikum yang dilakukan dalam screen house tidak memungkinkan angin kencang masuk sehingga pathogen dari tanaman lain tidak dapat menyebar ke tanaman lainnya. Curah hujan Curah hujan tinggi amat membantu perkembangan cendawan dan bakteri. Air hujan yang jatuh kepermukaan tanaman ada yang meresap kedalam jaringan melalaui lubang alami stomata dan lentisel. Pada saat yang bersamaan, pathogen bisa turut masuk, kemuadian berkembang biak didalam tubuh tanaman dan akhirnya menimbulkan gejala penyakit. Tumbukkan air hujan kepermukaan tanah akan menimbulkan cipartan. Cipratan pathogen yang ada pada tanah ikut terlempar , lalu menempel pada bagian yang lunak. terutama tanaman muda atau tanaman semusim kemudian memparasit tanaman tersebut. Praktikum yang dilakukan di screen house tidak memungkinkan air hujan masuk, sehingga kejadian seperti yang sudah dijelaskan di atas tidak akan terjadi. 2. Tanah. Sifat tanah dapat memperngaruhi perkembangan dan penyebaran penyakit tanaman misalnya : pH tanah Tanah yang mempunyai pH rendah disukai oleh sebagaian besar cendawan. Pada tanah masam, cendawan berkembang pesat dan banyak menimbulkan kerugian. Pada praktikum dilakukan pemupukan sehingga pH tanah dalam tanah tinggi dan tidak disukai cendawan. Struktur Tanah Pada struktur tanah pejal, akar tanaman menjadi lemah karena aerasi dan draenasenya jelek serta tanah memadat. Misalnya Phyitopthora infestan amat menyukai kondisi tanah seperti ini, mudah menginfeksi dan memparasit tanaman. Pada praktikum, tanah yang digunakan tidak terlalu pejal dan sudah dilakukan pembalikan tanah pada saat penyulaman. Kelembaban tanah Tanah yang lembab dapat mempermudah pathogen menginfeksi bagian tanaman di dalam tanah, misalnya Phytopthora palmifora menyenangi tanah yang mengandung bahan organic tinggi dan draenase jelek. Demikian pula Fusarium oxysporum menyenangi tanah berdraenase jelek. Pada praktikum dilakukan penyiraman 2 kali dalam seminggu dan suhu yang tinggi dalam screen house dapat menjaga kelembaban tanah. 3. Tanaman inang Berbagai jenis tumbuhan di alam merupakan tanaman inang bagi pathogen tertentu. Ada pathogen yang hanya memiliki beberapa tanaman inang, ada pula pathogen yang menyukai banyak tanaman. Semakin banyak tanaman yang bisa dijadikan inang, semakin leluasa pathogen bertahan, menyebar dan berkembang biak. Dari sifatnya ada tanaman yang tahan terhadap gangguan pathogen, ada pula yang peka atau rentan. Dalam kegiatan praktikum terdapat beberapa tanaman inang, namaun karena penyebaran pathogen tidak memungkinkan karena faktor-faktor yang mendukung pathogen tidak dapat berkembang sehingga sebagian besar tanaman tidak terserang penyakit. 4. Faktor Mekanis Faktor mekanis yang berpengaruhi terhadap perkembangan dan penyebaran penyakit tanaman adalah : a. Teknik bercocock tanam Teknik bercocok tanam yang baik akan mampu menghambat perkembangan penyakit tanaman. Pengolahan tanah dan pembuatan parit yang baik dan teratur akan menyebabkan struktur, aerase dan draenase tanah manjadi baik sehingga tidak disenangi oleh pathogen. Pada saat praktikum, telah dilakukan pengolahan tanah pada saat penanaman dan penyulaman sehingga struktur, aerase dan draenase tanah manjadi baik. b. Sanitasi Tumbuhan pengganggu dan bagian tanaman yang ada pada lahan usaha tani bisa dijadikan inang dan media berkembang biak penyakit, dengan sanitasi yang baik berarti tidak memberi kesempatan kepada pathogen untuk memanfaatkan lingkungan tersebut. Pada saat praktikum telah dilakukan pengambilan tanaman penggangu pada media tanam sehingga penyakit tidak memiliki inang untuk berkembang biak. c. Irigasi Pembuatan saluran irigasi yang kurang baik dan pemberian air yang tidak teratur akan menimbulkan genangan air dan kelembaban lingkungan yang tinggi. Kondisi seperti ini sangat disukai oleh banyak pathogen. Pada praktikum penyiraman dilakukan 2 kali seminggu sehingga tidak menimbulkan berkembang. genangan air yang menyebabkan pathogen dapat 4.2 Hama dan Penyakit pada Tanaman Sawi Beberapa hama yang biasanya ditemukan pada tanaman sawi antara lain ; 1. Ulat Tritip (Plutella xyloslella, L.) Menurut Sriniastuti, 2005 dalam Julayli, 2013 hama ulat pemakan daun spodoptera sp. dan Plutella sp. paling banyak menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 12,5 %.Ulat tritip merupakan hama utama tanaman sawi, serangannya dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 58 – 100 %, terutama dimusim kemarau. Ulat ini berwarna hijau, panjang 8 – 10 mm (Rozik, 2013). Gejala Serangan ; daun yang terserang P. xylostella berlubang-lubang kecil dan bila serangan berat, tinggal tulang daun. Serangan berat terjadi pada musim kemarau, saat tanaman berumur 5-8 minggu(Topan, 2012). Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan konservasi musuh alami seperti penggunaan parasitoid larva Diadegma semiclausum Hellen dan Apanteles plutellae Kurdj (Topan, 2012).Sekarang sudah ada jenis bakteri yang dipergunakan untuk memberantas tritip, yaitu Bacillus thuringiensis Berliner. Ulat yang terkena semprotan berisi bakteri ini dalam waktu berapa hari akan mati dan menjadi keras, demikian juga kepompongnya. Jika telah diberantas secara biologis, hama ini jangan diberantas dengan bahan kimia karena predator atau bakteri akan mati (Fatahilla, 2013). Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Bukhari, 2009 dalam Julaily, 2013 bahwa konsentrasi ekstrak daun mimba 100% dapat mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi. 2. Ulat Krop (Crocidolomia binotalis) Ulat krop (C.binotalis )yang menyerang tanaman sawi memiliki ciri kepala berwarna hitam, tubuh berwarna hijau muda, pada bagian punggung (vertebrae) terdapat 3 baris yang berwarna putih kekuning-kuningan dan bagian perut (abdomen) berwarna kuning ( Julaily, 2013). Ciri- ciri serangan ulat krop C. Binotalis yang terjadi pada pada larva instar I sampai larva instar IV larva tersebut memakan daun sawi dengan gejala serangan berupa lubang-lubang dan meninggalkan bercak kotoran pada daun,menyerang pucuk tanaman sawi sehingga menghancurkan titik tumbuh dan bergerak ke titik tumbuh memakan semua helaian daun dan hanya menyisakan tulang daun. Larva memakan daun dengan meninggalkan lubang-lubang, bila bagian pucuk yang terserang maka tanaman tidak dapat membentuk krop sama sekali (Pracaya, 1993 dalam Julaily, 2013).Ulat krop lebih banyak ditemukan pada pertanaman yang telah membentuk krop, yaitu pada tanaman berumur 7- 11 minggu setelah tanam ( Fatahilla, 2013). Pengendalian dilakukan dengan konservasi musuh alami penggunaan parasitoid Sturmia incospicuoides Bar., Atrometus sp., Mesochorus so., dan. Chelonus tabonus Sonar (Topan, 2012). Selain itu, menurut Julaily, 2013 pengendalian dengan menggunakan ekstrak daun pepaya (100%) mengakibatkan rendahnya serangan ulat krop (C. binotalis). No Hama 1 Ulat tritip (Plutella xyloslella, L.) 2 Ulat titik tumbuh (Crocidolo mia binotalis) Taksonomi Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Ordo : Lepidoptera Family: Plutellidae Genus : Plutella Species: Plutella xylostella (Fatahilla, 2013) Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo : Lepidoptera, Famili : Pyralidae, Genus : Crocidolomia Spesies : Crocidolomia binotalis (Yahya, 2012) Gambar Gambar 1 (Fatahilla, 2013) Gambar 2 (Julaily, 2013) Beberapa penyakit yang biasanya ditemukan pada tanaman sawi antara lain ; 1. Bercak Daun Altenaria (Alternaria leafspot) Penyakit bercak daun alternaria ini disebabkan oleh jamur Alternaria brassicae Berk. Gejala serangan ; pada daun terdapat bercak-bercak kecil berwarna kelabu gelap, yang meluas dengan cepat sehingga menajadi bercak bulat, yang garis tengahnya dapat mencapai 1 cm. Penyakit ini banyak terdapat pada daun-daun tua. Pada cuaca lembab, jamur tampak sebagai bulu-bulu halus kebiruan di pusat bercak. Di dalam bercak sering terdapat cincin-cincin sepusat. (Topan, 2012) 2. Penyakit Tepung Berbulu (Penyakit Bulai / Downy Mildew) Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronospora parasitica Pers. Gejala serangan ; dari sisi atas daun terlihat bahwa jaringan diantara tulang-tulang daun menguning. Kemudian bagian yang ,menguning tersebut berubah menjadi warna coklat ungu dan tekstur daun menjadi seperti kertas. Daun-daun bawah rontok. Pada sisi bawah daun terdapat kapang putih seperti tepung. (Topan, 2012) Bulai biasanya menyerang daun bawah pertama. Kecil, bintik-bintik kuning-coklat muncul yang akhirnya memperluas dan mengembangkan abuabu menjadi hitam renda seperti atau streaky tanda-tanda. Dalam cuaca lembab, tikar jamur putih terlihat pada bagian bawah daun (Gambar 3). Bulu halus jamur dapat menyebar sangat cepat di bawah kondisi ideal (basah, dingin). ( Smith, 2012 ) Gambar3. Tikar jamur putih terlihat dibagian bawah daun adalah bukti dari penyakit bulai 3. Busuk Basah Salah satu penyakit penting yang dapat ditemukan pada tanaman sawi adalah penyakit busuk basah yang disebabkan oleh bakteri Erwinia caratovora. Hasil penelitian Puspita et al. (2005) dalam Arman (2013) menyimpulkan bahwa intensitas penyakit busuk basah umumnya adalah 25% dan bahkan pada kondisi lingkungan mendukung, intensitas serangan dapat mencapai 50%, sehingga diperlukan suatu upaya pengendalian yang tepat. Berdasarkan Arman (2013) gejala awalnya adalah berupa bercak kecil kebasahan berwarna kecokelatan. Salah satu mikroba yang dapat digunakan dalam pengendalian hayati adalah bakteri Bacillus sp. Bakteri ini merupakan mikroorganisme non-patogen yang dapat mengendalikan penyakit pada tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, mikroorganisme ini bersifat antagonis dalam mengendalikan patogen terutama patogen tular tanah, sedangkan efek tidak langsung mikroorganisme antagonis ini dapat menginduksi ketahanan tanaman (Habazar, 1993 dalam Arman, 2013). BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pada tanaman sawi hijau (Brassica parachinensis) tidak ditemukan hama maupun penyakit yang menyerang selama pengamatan berlangsung. Hal tersebut dikarenakan tempat penanaman yang berada dalam screen house dan faktor-faktor yang mendukung tidak berkembang tumbuh dan menyebarnya pathogen tanaman. Beberapa hama yang biasanya menyerang tanaman sawi seperti ulat tritip (Plutella xyloslella, L.) dan ulat krop (Crocidolomia binotalis). Sedangkan beberapa penyakit yang menyerang seperti bercak daun Altenaria, penyakit tepung berbulu dan busuk basah. DAFTAR PUSTAKA Anonymousa. 2011. http://www.scribd.com/doc/117994952/Laporan-Tpt. Diakses tanggal 3 Desember 2013 Anonymousb.2013. Hama, Musuh Alami, Parasitoid dan Predator. http://www.htysite.com/hamamusuhalamiparasitoiddanpredator.htm Diakses tanggal 2 Desember 2013 Anonymousc.2013. http://hortikultura.deptan.go.id/index.php. Diakses tanggal 2 Desember 2013 Arman, dkk. 2013. Uji Beberapa Konsentrasi Bacillus sp. untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Basah oleh Bakteri Erwinia caratovora pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Fatahilla. 2013. Hama-hama Penting Tanaman Sayuran. http://serbatani.blogspot.com/2013/10/hama-hama-penting-tanamansayuran_1300.html .Diakses tanggal 7 Desember 2013 Hartoyo, Dwi. 2013. Budidaya Sawi. http://www.htysite.com/budi %20daya%20sawi.htm . Diakses tanggal 7 Desember 2013 Julaily, Noorbetha, dkk. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Protobiot, Vol 2 (3): 171 - 175 Kurniasari, Desi. 2013. Hama dan Penyakit Tanaman. Materi Tutorial TPT Aspek HPT Kusnadi. 2005. dalam Anonymous. 2012. Laporan musuh alami. http://sahatostcak.blogspot.com/2012/04/laporan-musuh-alami.html. Diakses tanggal 3 Desember 2013 Purnomo, Hari.2010. Pengantar Pengendalian Hayati. CV.Andi Off Rozik, Taufik. 2013. Hama pada Tanaman Sawi.http://taufiqurrozik.blogspot.com/2013/05/hama-pada-tanamansawi.html. Diakses tanggal 7 Desember 2013 Smith, Sherrie. 2012. Desiases for Turnip and Mustard Greens. United States: University of Arkansas, United States Department of Agriculture Subyakto,2000.OPT Kapas dan Musuh Alami Kapas. Balitlas : Malang Topan. 2012. Hama dan Penyakit Kubis-kubisan. http://doktertumbuhanandalas.blogspot.com/2012/03/hama-dan-penyakitkubis-kubisan.html . Diakses tanggal 7 Desember 2013 Yahya, Ali. 2012.Crocidolomia bionatalis zell. http://infohamapenyakittumbuhan.blogspot.com/2012/04/crocidolomiabinotalis-zell.html. Diakses tanggal 7 Desember 2013 Wahyuni, Mansyur. 2013.Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Timbulnya Penyakit pada Tanaman. http://bpkaliori.blogspot.com/2013/03/faktoryang-dapat-menyebabkan-timbulnya.html . Diakses tanggal 7 Desember 2013 LAMPIRAN SAWI HIJAU 7 HST (tanaman masih segar) : 14 HST (tanaman mati semua) : Setelah transplanting (penyulaman) : 63 HST (sawi hijau mulai tumbuh segar) : ANDEWI MERAH 10 Oktober 2013 : 17 Oktober 2013 : Saat awal penanaman Saat pemumupukan 24 Oktober 2013 : 14 November 2013 : 30 Oktober 2013 : 14 November 2013 : 28 November 2013 : SAWI DAGING Tanaman 3 (7 hst) Tanaman 10 (7 hst) Tanaman 6 (7 hst) Tanaman 2 (14 hst) Tanaman 9 (7 hst) Tanaman 3 (14 hst) Tanaman 1 (21 hst) Tanaman 2 (21 hst) Tanaman 3 (21 hst) Tanaman 10 (21 hst) Tanaman 1 (28 hst) Tanaman 2 (28 hst Tanaman 5 (35 hst) Tanaman 6 (35 hst) Tanaman 7 (35 hst) Tanaman 7 (42 hst) Tanaman 8 (42 hst) KAILAN 24 Oktober 2013 : 7 November 2013 : Tanaman 9 (42 hst) 14 November 2013: 28 November 2013: ANDEWI HIJAU 10 Oktober 2013 : 24 Oktober 2013 28 November 2013