i PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG

advertisement
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN KEJANG
DEMAM PADA BALITA TERHADAP SELF EFFICACY IBU
DI DESA TEMPUR SARI TAMBAK BOYO
MANTINGAN NGAWI
SKRIPSI
“Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”
Disusun Oleh :
Suhartatik Kamtono
S11040
PRODI STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Suhartatik Kamtono
NIM
: S11040
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2) Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 7 Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
Suhartatik Kamtono
NIM. S11040
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN KEJANG DEMAM PADA
BALITA TERHADAP SELF EFFICACY IBU DI DESA TEMPUR SARI TAMBAK
BOYO MANTINGAN NGAWI” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar kesarjanan ini dengan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
dan penulisan skripsi ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya.
Ucapan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan proposal skripsi ini, sehingga
dalam kesempatan ini penuli ingin mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. S i, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, Selaku Ketua Program Studi
S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan masukan dan pengarahan dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Ibu Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M.Kep Selaku Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepala Desa Tempur sari Tambakboyo Mantingan Ngawi yang telah
memberikan ijin terlaksanannya penelitian ini.
6. Segenap Dosen Program studi S-1 Keperawatan dan staf pengajar Stikes
Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.
iv
7. Kedua Orang Tua Saya (Bapak Heru Kamtono dan Ibu Suparmi) yang telah
memberikan dukungan moral dan material dalam pembuatan skripsi ini
serta selalu memberikan semangat untuk pantang menyerah.
8. Adik-Adik Gunawan Wibisono dan Bagus Sasongko yang telah memberikan
doa dukungan dan semangat.
9. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini.
10. Teman-Teman Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah senantiasa menjadi teman seperjuangan.
Akhir kata
penulis berharap semoga dengan doa,
dukungan,
dan
nasehat yang telah diberikan, dapat bermanfaat bagi penulis untuk menjadi orang
yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
WassalamualaikumWr. Wb
Surakarta, 07 Juli 2015
Peneliti
Suhartatik Kamtono
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Bapak & ibu tercinta
Mereka adalah orang tua yang telah memebesarkan dan mendidikku
dengan penuh kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada hentinya kalian
berikan kepadaku selama ini.
Teruntuk adik Gunawan & Bagus tugas akhir ini kakak persembahkan untuk
jadi motivasi dan pengingat semangatmu.
Serta kepada seluruh keluarga besarku yang kusayangi dan kukasihi terima
kasih atas motivasinya selama ini.
Kepada ibu Yeti Nurhayati dan ibu Ika Subekti Wulandari yang telah
membimbing saya selama penyelesaian tugas akhir ini. Saya ucapkan terima
kasih atas ilmu, nasihat, cerita yang ibu berikan kepada saya. Terima ksih
atas kesabaran ibu selama masa bimbingansaya walau saya banyak
kekurangan dan kelalaian.
Teman-teman seperjuangan yang tak mungkin di sebutkan satu persatu,
(Program Studi S1 Keperawatan Angkatan 2011), perkuliahan akan tidak ada
rasa jika tanpa kalian, pasti tidak ada yang dikenang, tidak ada yang
diceritakan pada masa depan. Sukses buat kalian semua.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
ABSTRAK ......................................................................................................... xii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3.Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4.Manfaat Penelitian........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ............................................................................... 6
2.1.1 Kejang Demam ..................................................................... 6
2.1.2 Self Efficacy .......................................................................... 10
2.1.3 Balita ................................................................................... 16
2.1.4 Ibu ........................................................................................ 17
2.1.5 Pendidikan Kesehatan ......................................................... 18
2.2 Kerangka Teori ............................................................................. 24
2.3 Kerangka Konsep............................................................................. 25
2.4 Keaslian Penelitian ......................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 27
vii
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................... 27
3.3 Tempat danWaktu Penelitian ..................................................... 29
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .............. 30
3.5 Alat Penelitian dan cara Pengumpulan Data ............................... 31
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisis data ................................ 35
3.7 Etika Penelitian ........................................................................... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisa Univariat ........................................................................ 39
4.2 Analisa Bivariat .......................................................................... 41
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ............................................................. 43
5.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan ........................................ 45
5.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan ...................................... 46
5.4 Penanganan Kejang Demam Pada Balita Terhadap
Self efficacy ibu pre dan post di berikan Pendidikan
Kesehatan ................................................................................... 48
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 51
6.2 Saran ............................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
KeaslianPenelitian
Tabel 3.1
Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Umur
Tabel 4.2
Distribusi Responden Menurut Pendidikan
Tabel 4.3
Self Efficacy Pre Pendidikan Kesehatan
Tabel 4.4
Self Efficacy Post Pendidikan Kesehatan
Tabel 4.5
Penanganan Kejang Demam Pada Balita Terhadap Self Efficacy ibu
Pre dan Post
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.6
Kerangka Teori
Gambar 2.7
Kerangka Konsep
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Pengantar Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 2
Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3
Surat Pengantar Uji Validitas & Reabilitas
Lampiran 4
Surat Pengantar Ijin Penelitian
Lampiran 5
Surat Balasan Ijin Penelitian
Lampiran 6
Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 7
Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 8
Kuesioner Penelitian
Lampiran 9
Hasil Uji Wilcoxon
Lampiran 10
Hasil SPSS
Lampiran 11
Dokumentasi
Lampiran 12
Surat Balasan Penelitian Posyandu
Lampiran 13
SAP Penanganan Kejang Demam
Lampiran 14
Leafleat
Lampiran 15
Lembar Konsultasi
Lampiran 16
Jadwal Kegiatan
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Suhartatik Kamtono
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penanganan Kejang Demam
Pada Balita Terhadap Self Efficacy Ibu di Desa Tempur Sari
Tambakboyo Mantingan Ngawi
ABSTRAK
Kejang demam merupakan gangguan transier pada anak-anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Pentingnya pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
self efficacy pada ibu bahwa self efficacy seseorang ditentukan oleh kerja keras
dan ketekunan dalam menghadapi situasi tertentu disamping itu juga self efficacy
juga mempengaruhi sejumlah stress dan pengalaman kecemasan individu seperti
ketika mereka menyibukan diri dalam satu aktifitas. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam
pada balita terhadap self efficacy ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo
Mantingan Ngawi.
Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental design: pretestposttest one group design. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling sampel penelitian ini berjumlah 44 responden ibu yang
mempunyai anak balita. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank
Test.
Hasil penelitian menunjukkan nilai self efficacy saat pretest 68.2 % dan
saat posttest 59.1%. Hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa ada pengaruh antara
pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self
efficacy ibu. Nilai P value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p < 0,05 ).
Pendidikan kesehatan melalui media leaflet efektif berpengaruh dalam
meningkatkan self efficacy karena dapat memperjelas ide atau pesan yang
disampaikan, membantu mengingat kembali apa yang disampaikan oleh peneliti.
Kata kunci
Daftar Pustaka
: Pendidikan Kesehatan , Self Efficacy, Kejang Demam
: 59 (2003-2013)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Suhartatik Kamtono
Effect of Health Education of Toddlers’ Febrile Seizure Handling on Self
Efficacy of Mothers at Tempur Sari Tambak BoyoVillage,
Mantingan Sub-district, Ngawi Regency
ABSTRACT
Febrile seizure is a transient disorder that occurs in some children with
fever. Someone's self efficacy is determined by his/her hard work and
perseverance in facing a certain situation. Besides, self efficacy influences a
number of stresses and individual’s anxiety experience for instance when
someone is busy with his/her activity. The objective of this research is to analyze
the effect of the health education of toddlers’ febrile seizure handling on the
mothers’ self efficacy at Tempur Sari Tambak Boyo Village, Mantingan Subdistrict, Ngawi Regency.
This research used the quasi experimental method with the pretest-posttest
design. The samples of research were 44 respondents. They were taken by using
the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using
the Wilcoxon’s Signed Rank Test.
The result of research shows that the effect of health education of the
toddlers’ febrile seizure handling on the mothers’ self efficacy. The value of
efficacy in the pretest was 68.2%, and that of efficacy in the posttest was 59.1%,
and the p-value was 0.000 which was less than 0.05. Thus, the health education
through leaflet media effectively influenced the mothers’ self-efficacy
improvement because it could explain the idea and the message, and it also
became the reminder of what researcher had explained.
Keywords : Health education, self-efficacy, febrile seizure
References: 59 (2003-2013)
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yang
tidak teratur dan disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatas
panas (Sodikin, 2012). Kejang demam merupakan gangguan transier pada
anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan
salah satu gangguan neurologik yang paling sering di jumpai pada anak-anak.
Bila kejang demam tidak ditangani akan terjadi kerusakan sel-selotak akibat
kekurangan oksigen dalam otak, pengeluaran sekret lebih dan resiko kegawat
daruratan untuk aspirasi jalan napas yang menyebabkan tersumbatnya jalan
napas. Jika tidak ditangani dengan baik maka beresiko kematian kematian
(Lumbantobing, 2003). Kejang demam berdampak serius seperti defisit
neurologik, epilepsi, retradasi mental, atau perubahan perilaku (Wong, 2009).
Kejang demam sangat berhubungan dengan usia, hampir tidak pernah
ditemukan sebelum usia 6 bulan dan setelah 6 tahun (Hull, 2008). Faktor
keturunan adalah salah satu faktor yang terbesar terjadinya kejang demam
pada anak (Wardani, 2012). Kejang demam berulang terjadi pada 50% anak
yang menderita kejang demam pada usia kurang dari satu tahun dan dapat
berkembang menjadi epilepsi (Berman, 2009). Risiko epilepsi dapat terjadi
setelah satu atau lebih kejang jenis apapun adalah 2% dan menjadi 4% bila
kejang berkepanjangan (Hull, 2008).
1
2
Angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan di Eropa Barat
pada tahun 2007 berkisar antara 8%-49% (Brough, 2008). Angka kejadian di
Asia pada tahun 2007 dari seluruh kejang ditemukan 20% anak mengalami
kejang demam kompleks (Wardani, 2013). Balita di Indonesia 16%
diantaranya mengalami gangguan saraf dan otak seperti kejang-kejang,
gangguan pendengaran, kepala membesar dan lain-lain. (Depkes RI, 2006).
Anak laki-laki lebih sering menderita kejang demam dengan insiden sekitar
dua kali lipat dibandingkan anak perempuan. Sekitar 30% sampai 40% anakanak satu kali kekambuhan (Wong, 2009). Kejadian kejang demam di
Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-2010. Provinsi Jawa
Tengah 2-3% dan tahun 2009-2010 rumah sakit Semarang untuk kasus
mencapai 2% pada tahun 2008-2010 lebih sering pada anak laki-laki
(Maryatongo, 2007).
Peran ibu dalam mengatasi kejang demam pada anak sangat ditentukan
oleh self efficacy ibu. (Bandura, 1997) self efficacy merupakan kepercayaan
seseorang yang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan memutuskan
tindakan tertentu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tertentu. Secara
umum self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau
tingkat
keyakinan
mengenai
seberapa
besar
kemampuannya
dalam
mengerjakan suatu tugas tertentu (Gaskill, 2004).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa 80% orang tua
mempunyai fobia demam. Demam pada anak akan membuat orang tua
bingung karena anak cenderung rewel dan tidak bisa tidur (Karnia, 2007).
3
Hasil penelitian lain menunjukkan 57% orang tua takut saat anaknya
mengalami demam dan beranggapan anak akan mengalami kejang demam
(Tarigan, Chairul, & Syamsidah, 2007). Kejang demam merupakan keadaan
yang sifatnya berbahaya dan dapat mengakibatkan anak akan meninggal dunia
pada saat mengalami kejang demam. Pendidikan kesehatan mengenai cara
melindungi anak terhadap ancaman bahaya dan mengamati dengan tepat apa
yang terjadi pada anak selama kejang demam perlu dilakukan agar orang tua
tidak panik dan kebingungan (Wong, 2009).
Orang yang memiliki self efficacy rendah selalu menggap dirinya
kurang mampu menangani situasi apapun sedangkan yang mempunyai self
efficacy tinggi cenderung menunjukan usaha yang lebih kerasa dari pada
orang dengan self efficacy rendah dalam penanganan kejang demam secara
baik ( Baron & Byrne, 2003).
Pentingnya pendidikan kesehatan untuk meningkatkan self efficacy
pada ibu bahwa self efficacy seseorang ditentukan oleh kerja keras dan
ketekunan dalam menghadapi situasi tertentu disamping itu juga self efficacy
juga mempengaruhi sejumlah stress dan pengalaman kecemasan individu
seperti ketika mereka menyibukan diri dalam satu aktifitas (Pajares, 2009).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 25 Desember 2014
didapatkan di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi terdapat 50
ibu yang mempunyai anak balita. Hasil wawancara di dapatkan dari 7 orang
ibu yang memiliki anak balita yang tidak mengerti terhadap penanganan
kejang demam, pada
umumnya bagi orang tua bingung dan panik saat
anaknya mengalami kejang demam, orang tua khususnya ibu hanya bisa
menangis disamping anaknya. Orang tua belum mengetahui cara penanganan
4
kejang demam pada anak dan cenderung memberikan selimut tebal ketika
anak sudah mengalami demam tinggi. Berdasarkan masalah diatas peneliti
tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang
penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy
ibu diDesa
Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin merumuskan
masalahnya adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan
kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu di Desa Tempur Sari
Tambak Boyo Mantingan Ngawi?
1.3
Tujuan Penelitin
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan
kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self
efficacy ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.
1.3.2 Tujuan khusus
1.
Mengidentifikasi karakteristik responden penanganan kejang demam
pada balita.
2.
Mengidentifikasi self efficacy ibu sebelum diberikan pendidikan
kesehatan di desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.
3.
Mengidentifikasi self efficacy ibu sesudah diberikan pendidikan
kesehatan di desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.
5
4.
Melihat beda self efficacy ibu sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam di Desa
Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
utamanya bagi pihak-pihak berikut ini:
1.4.1 Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan gambaran penanganan tentang kejang
demam dan dapat diaplikasikan oleh orang tua terutama ibu yang memiliki
anak dengan riwayat kejang demam di Desa Tempur Sari Tambak Boyo
Mantingan Ngawi.
1.4.2 Bagi intitusi Pendidikan
Menambah pustaka bagi institusi dan dapat di gunakan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang penanganan kejang demam
pada balita.
1.4.3 Bagi peneliti Lain
Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih
lanjut.
1.4.5 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang hal yang berkaitan dengan
kesehatan khususnya untuk memberikan pendididkan kesehatan terhadap
penanganan kejang demam pada balita.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TEORI
2.1.1 Kejang Demam
2.1.1.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, bila anak
usia kurang 6 bulan atau lebih 5 tahun mengalami kejang didahului oleh
demam, kemungkinan lain mengalami epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Anak yang mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk kejang demam. Kejang disertai
demam pada bayi usia kurang lebih 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam (Garna & Nataprawira, 2005).
Setiap anak memiliki ambang kejang demam yang berbeda-beda.
Anak dengan ambang kejang redah, terjadi pada suhu 38°C. Sedangkan
pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru tercapai
pada suhu 40°C atau lebih. Kejang demam sering terjadi pada nak dengan
ambang kejang yang rendah (Sodikin, 2012)
Terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malformasi otak
kongenital, faktor genetik atau adanya penyakit seperti meningitis dan
6
7
ensefalitis serta demam yang tinggi atau dapat dikenal dengan istilah
kejang demam, gangguan metabolisme, trauma dan lain sebagainya.
Apabila kejang bersifat kronis dapat dikatakan sebagai epilepsy yang
terjadi secara berulang-ulang dengan sendirinya (Hidayat, 2006 ).
2.1.1.2
Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang
demam yang yang berlangsung kurang dari 10 menit, dan tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang
berlangsung lebih dari 10 menit dan kejang terjadi lebih dari 2 kali dalam
waktu 24 jam (Sadleir, 2007: Mewasingh, 2010 )
2.1.1.3
Penyebab kejang demam
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti.
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam (Lumbantobing, 2005 ) yaitu:
1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu
timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8
2.1.1.4
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kejang demam yaitu : meliputi kejadian yang
tiba-tiba seperti kekakuan tubuh, kehilangan kesadaran yang cepat,
gerakan gerakan otot tangan, kaki, dan wajah menyentak, nafas dapat
ireguler, dan tidak ada kemampuan mengunyah (White, 2005). Kejang
demam biasanya terjadi pada awal saat terjadi demam tinggi dan biasanya
kejang terjadi hanya sekali dalam waktu kurang dari 3 menit. Kejang dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak apabila kejang terjadi lebih dari 5
menit (Nursewian, 2012).
2.1.1.5 Dampak kejang demam
Kejang demam siftanya tidak berbahaya, hampir 95% anak-anak
dengan kejang demam tidak mengalami epilepsi dan gangguan neurologi
(Wong, 2009). Serangan kejang demam yang berlanjutan dapat
menyebabkan sedikit resiko seperti defisit neurologik, epilepsi, retradasi
mental atau perubahn perilaku pada anak. Sembilan puluh persen anakanak dengan kejang demam tidak akan mengalami epilepsi atau retradasi
mental (Ngastiyah, 2005).
2.1.1.6 Faktor yang mempengaruhi kejang demam
Seseorang anak yang memiliki resiko kejang demam dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti ada riwayat kejang tanpa demam keluarga,
kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam dan kejang yang berlangsung lama. Seorang anak jika
memiliki dua atau dari tiga faktor resiko maka dikemudian hari anak akan
9
mengalami kejang tanpa demam sebesar 13% jika hanya ada satu atau
tidak ada faktor resiko serangan kejang tanpa demam sebesar 2-3%
(Sodikin, 2012).
2.1.1.7 Penanganan Kejang demam
Penanganan kejang demam obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. yang dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
2.1.1.8 Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Atur posisi anak dengan posisi miring untuk mencegah terjadinya
aspirasi
b. Baringkan ditempat yang datar untuk mencegah terjadinya pindah
posisi tubuh kearah yang membahayakan
c. Jangan memasang sudip lidah karna dapat menghambat jalan nafas
d. Longgarkan pakaian untuk memberikan jalan nafas yang adekuat
bila terjadi distensi abdomen.
10
2.
Medis Menurut (Livingston, 2001)
a. Menghentikan kejang secepat mungkin diberikan anti konvulsan
secara intravena jika klien masih kejang
b. Pemberian oksigen
c. Penghisap lendir kalau perlu Mencari dan mengobati penyebab
pengobatan rumah profilaksis intermitten, untuk mencegah kejang
berulang diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretika.
2.1.2 Self Efficacy
2.1.2.1 Definisi
Menurut Albert Bandura dalam (Kurniawan, 2011) Self efficacy
adalah pertimbangan subjektif individu terhadap kemampuannya untuk
menyusun tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas
khusus yang dihadapi. Self efficacy tidak berkaitan langsung dengan
kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang
apa yang dapat dilakukan tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki.
(Baron dan Byrne, 2003) mendefinisikan Self efficacy sebagai evaluasi
seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan
suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah.
2.1.2.2 Fungsi self efficacy
1.
Untuk menentukan pemilihan tingkah laku. Orang cenderung
akan melakukan tugas tertentu dimana ia merasa memiliki kemampuan
yang baik untuk menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan
diri yang besar bahwa ia mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia
11
akan lebih memilih untuk mengerjakan tugas tersebut dari pada tugas
yang lain. Ini menunjukkan bahwa self efficacy juga menjadi pendorong
timbulnya suatu tingkah laku.
2.
Sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam
mengatasi hambatan atau pengalaman aversif. (Bandura, 1986)
mengatakan bahwa self efficacy menentukan berapa lama individu dapat
bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang
menyenangkan. Self efficacy yang tinggi akan menurunkan kecemasan
yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya
tahan individu. Dalam belajar, orang dengan self efficacy tinggi
cenderung menunjukkan usaha yang lebih keras dari pada orang-orang
dengan tingkat self efficacy yang rendah.
3.
Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional (Bandura,
1986) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pola pikir dan
reaksi emosional individu, baik dalam menghadapi situsi saat ini
maupun dalam mengantisipsi situasi yang akan datang. Orang-orang
yang dengan self efficacy yang rendah selalu mengangap dirinya kurang
mampu menangani situasi yng dihadapi.
2.1.2.3
Sumber Self Efficacy
(Alwisol 2010) mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku,
dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi
(efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh
diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi
12
empat sumber, yakni pengalaman menguasai prestasi (performance
accomplishment), pengalaman vikarius (vicarius experience), persuasi
sosial
(social
persuation)
dan
pembangkitan
emosi
(emotional
physiological states).
Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada
masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi
pengubah efikasi diri yangn paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu)
yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan
menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi
yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:
1.
Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin
tinggi.
2.
Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok,
dibantu orang lain.
3.
Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha
sebaik mungkin.
4.
Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk
kalau kondisinya optimal.
5.
Kegagalan
sesudah
orang
memiliki
keyakinan
efikasi
yang
kuat,dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada
orangyang keyakinan efikasinya belum kuat.
6.
Orang yang biasa berhasil, sekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
13
Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan
meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi
akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama
dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan
diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika
mengamati kegagalan figur yang setar dengan dirinya, bisa jadi orag tidak
mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatnya
itu dalam jagka waktu yang lama.
Verbal persuasion (persuasi verbal) yaitu individu mendapat bujukan
atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah
yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu
untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan
tetapi Self efficacy yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak
bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis
yang tidak menyenangkan.
Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan
psikologis). Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi
Self efficacy. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan
keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan
sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka
situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari
(Kurniawan 2010).
14
2.1.2.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan diri (Self Efficacy)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keyakinan diri (Self
Efficacy). (Greenberg & Baron Hambawany, 2007) mengatakan ada dua
faktor yang mempengaruhi efikasi diri, yaitu:
1.
Pengalaman langsung, sebagai hasil dari pengalaman mengerjakan
suatu tugas dimasa lalu (sudah pernah melakukan tugas yang sama
dimasa lalu).
2.
Pengalaman tidak langsung, sebagai hasil observasi pengalaman orang
lain dalam melakukan tugas yang sama (pada waktu individu
mengerjakan sesuatu dan bagaimana individu tersebut menerjemahkan
pengalamannya tersebut dalam mengerjakan suatu tugas).
Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Bandura (Hambawany,
2007) bahwa efficacy diri seseorang dipengaruhi pula oleh:
1. Pencapaian
prestasi.
Faktor
ini
didasarkan
oleh
pengalaman-
pengalaman yang dialami individu secara langsung. Apabila seseorang
pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka dapat meningkatkan
efficacy dirinya.
2. Pengalaman orang lain. Individu yang melihat orang lain berhasil dalam
melakukan aktivitas yang sama dan memiliki kemampuan yang
sebanding dapat meningkatkan efikasi dirinya. Individu yang pada
awalnya memiliki efficacy diri yang rendah akan sedikit berusaha untuk
dapat mencapai keberhasilan seperti yang diperoleh orang lain.
15
3. Bujukan lisan. Individu diarahkan dengan saran, nasehat, bimbingan
sehingga
dapat
meningkatkan
keyakinan
bahwa
kemampuan-
kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang
diinginkan.
4. Kondisi
emosional. Seseorang akan lebih
mungkin mencapai
keberhasilan jika tidak terlalu sering mengalami keadaan yang menekan
karena dapat menurunkan prestasinya dan menurunkan keyakinan akan
kemampuan dirinya.
2.1.2.5 Aspek-aspek keyakinan diri (Self Efficacy)
Menurut Bandura (Hambawany, 2007) ada tiga aspek efikasi diri:
1. Magnitude. Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila
tugastugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat
kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual mungkin
terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah atau tinggi.
2. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk
dilaksanakannya dan akan tugas-tugas yang diperkirakan diluar batas
kemampuan yang dimilikinya.
3. Generality. Aspek ini berhubungan dengan luas bidang tugas atau
tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan
penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku
yang khusus sedangkan pengalaman yang lain membangkitkan
keyakinan yang meliputi berbagai tugas.
16
4. Strength. Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan
seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih
rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang
memperlemahnya, sedangkan orang yang memilki efikasi diri yang kuat
akan tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai
pengalaman yang memperlemahnya.
2.1.2.6 Skor self efficacy (Riwidikdo, 2013)
Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD
Sedang: Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
Rendah : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD
2.1.3 Balita
2.1.3.1 Konsep Balita
Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat
plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka untuk
prosos pembelajaran dan pengayaan (Depkes RI, 2009). Balita terbagi
menjadi dua golongan yaitu balita dengan usia satu sampai tiga tahun dan
balita dengan usia tiga sampai lima tahun (Soekirman, 2006). Sedangkan
menurut (Meadow, 2005) balita merupakan anak yang usianya berumur
antara satu hingga lima tahun.
2.1.3.2 Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 13 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004).
17
2.1.3.3 Perkembangan Balita
Perkembangan
merupakan
kondisi
yang
ditandai
dengan
bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks (Depkes RI,
2009). Dalam masa perkembangan balita terdapat periode kritis. Periode
kritis merupakan kondisi dimana lingkungan memiliki dampak paling
besar terhadap perkembangan individu (Papalia dan Olds dalam Potter dan
Perry, 2005). Dalam periode kritis diperlukan stimulasi sensori agar
perkembangannya dapat berjalan secara maksimal (Nicki, 2007).
Perkembangan balita dibagi menjadi empat aspek yaitu perkembangan
psikologis, perkembangan psiko seksual, perkembangan sosial dan
perkembangan kognitif.
2.1.4 Ibu
2.1.4.1 Definisi Ibu
Menurut (Abdul Munfim Sayyid Hasan 1985: 65) ibu adalah seorang
wanita yang telah melalui proses, kehamilan, melahirkan, menyusui dan
membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
Seorang ibu memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan
generasi pemimpin umat selain mengandung, melahirkan, dan menyusui
tanggung jawab besar dan peran luhur yang ada pada seorang ibu sebagai
pendidik generasi bukan yang mudah untuk dilakukan.
18
2.1.4.2 Tugas-Tugas Ibu
Menurut (Ni Made Sri Arwanti 2009: 3-25), ibu memiliki tugas sebagai
berikut:
1. Ibu Sebagai Pengatur Rumah Tangga
Ibu sebagai pengatur didalam keluarganya untuk menuju keharmonisan
antara semua anggota keluarga secara lahir dan Batin.
2. Ibu Sebagai Pembimbing Anak
Peranan Ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir
sampai dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk
bertingkah laku yang baik.
3. Ibu Sebagai Pelaksana Kegiatan Agama
Dimana seorang Ibu dihormati, disanalah para dewata memberikan
anugerah, tetapi dimana mereka tidak dihargai, tidak akan ada upacara
suci apapun yang akan berpahala.
2.1.5 Pendidikan Kesehatan
2.1.5.1
Pengertian
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga
mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005).
2.1.5.2 Tujuan pendidikan kesehatan
Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah
perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan (WHO 1945 dalam
19
Maulana, 2009). Tujuan pendidikan kesehatan dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.
Pendidikan kesehatan bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup
sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada. Memanfaatkan sarana pelayanan yang
ada, saat kondisi sakit tetapi tidak menggunakan sarana kesehatan yang
ada dengan semestinya.
2.1.5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi
yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa
yang Digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu
kecil dan kurang Dapat didengar serta penyampaian materi penyuluhan
terlalu monoton sehingga membosankan.
2. Faktor sasaran, misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga
sulit menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu
rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan pesan yang
disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak,
kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit
20
untuk mengubahnya, kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang
tidak mungkin terjadi perubahan perilaku.
3. Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya waktu penyuluhan tidak
sesuai Dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan
dekat dengan Keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan yang
dilakukan, jumlah Sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga
yang kurang, metode yang digunakan kurang tepat sehingga
membosankan sasaran serta bahasa yang digunakan kurang dimengerti
oleh sasaran.
2.1.5.4
Metode
Menurut (Notoatmodjo, 2007) metode penyuluhan merupakan salah satu
Faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara
optimal. Metode yang dikemukakan antara lain:
1. Metode perorangan
Metode peroranagn bersifat individu diguna untuk membina perlaku
baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu
perubahan perilaku.
2. Metode kelompok
Metode kelompok dibedakan menjadi dua yaitu kelompok besar dan
kelompok kecil. Kelompok besar adalah apabila peserta penyuluhan itu
lebih dari 15 orang. Kelompok kecil adalah apabila peserta kurang
dari 15 orang.
21
3. Metode massa
Metode massa adalah metode penyampaian pesan ditujukan kepada
masyarakat umum dan tidak membedakan umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan,dan status sosial,
4. Media pemberian pendidikan kesehatan
Media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan
bahan pendidikan atau pengajaran. Media pendidikan kesehatan
disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan
memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Sedangkan macam-macam alat bantu antara lain :
5. Alat bantu lihat (Visual Aids)
Alat ini berguna didalam membantu menstimulasi indera mata
(penglihatan) pada waktu terjadinya proses pendidikan.
6. Alat ini ada 2 bentuk:
Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan
sebagainya. Alat-alat yang tidak diproyeksikan: dimensi, gambar, peta,
bagan, dan sebagainya. Dimensi misal bola dunia, boneka, dan
sebagainya.
7. Alat-Alat Bantu Dengar (Audio Aids)
8. Ialah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengar pada
waktu proses penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran.
Misalnya piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.
22
9. Media elektronik
Jenis-jenis media elektronik yang dapat digunakan sebagai media
pendidikan kesehatan, antara lain adalah sebagai berikut: Televisi.
Penyampaian pesan kesehatan melalui media televisi berbentuk pidato
(ceramah), TV spot, dan kuis atau cerdas cermat, dan radio. Bentuk
penyampaian informasi di radio dapat berupa obrolan (tanya jawab),
konsultasi kesehatan, dan radio spot, Video. Penyampaian informasi
kesehatan melalui video slide. Slide dapat juga digunakan untuk
menyampaikan informasi kesehatan (Maulana, 2009).
2.1.5.5 Materi / pesan
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat
dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk
dimengerti
oleh
sasaran,
dalam
penyampaian
materi
sebaiknya
menggunakan metode dan media untuk mempermudah pemahaman dan
untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2003).
2.1.5.6 Alat peraga
Cara penggunaan alat peraga sangat bergantung pada jenis alat peraga,
termasuk perlu dipertimbangkan faktor sasaran pendidikan. (Maulana,
2007) menyatakan ada beberapa contoh alat peraga yang sederhana yang
dapat dipergunakan di berbagai tempat, misalnya: Leaflet, model buku
bergambar, benda-benda yang nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran,
dan sebagainya dapat dijadikan media atau alat untuk memberikan
23
pendidikan kesehatan. Papan tulis, flip chart, poster, leaflet, buku cerita
bergambar, kotak gambar gulung, boneka dan sebagainya dapat dijadikan
media atau alat untuk pendidikan kesehatan dikantor-kantor dan sekolahsekolah. Poster, spanduk, leaflet, dan sebagainya untuk media atau alat
untuk pendidikan kesehatan di masyarakat umum. Fungsi alat peraga
adalah sebagai berikut :
1. Menimbulkan minat sasaran
2. Mencapai sasaran yang lebih banyak
3. Membantu mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
4. Merangsang sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain
5. Memudahkan penyampaikan informasi
6. Memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran
7. Menurut
penelitian,
orang
yang
paling
banyak
menyalurkan
pengetahuan adalah mata. pengetahuan manusia 75%-87% diperoleh
atau disalurkan melalui mata.
8. Mendorong kegiatan untuk mengetahui, mendalami, dan mendapat
pengertian yang lebih baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di
samping masukan atau input sendiri, juga dipengaruhi oleh materi atau
pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu
atau peraga yang digunakan dalam proses pendidikan. Agar dicapai suatu
hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara
harmonis (Notoatmodjo 2009).
24
2.2 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari
topik penelitian, yang disusun berdasar pada teori yang sudah ada dalam
tinjauan teori dan mengikuti kaedah input, proses dan output (Saryono, 2011).
Faktor yang memempengaruhi
kejang demam
Kejang demam
Keperawatan
penanganan
Medis
Peran ibu
Self Efficacy
Faktor yang
mempengaruhi
pendidikan
Pendidikan
kesehatan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Self
Efficacy
kesehatan
Gambar 2.2 Kerangka Teori
25
2.3 Kerangka konsep
Self efficacy pre
pendidikan
kesehatan
Pendidikan Kesehatan tentang
kejang demam pada ibu
dengan balita
Self efficacy post
pendidikan
kesehatan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2011).
H0 : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang
demam pada balita terhadap self efficacy ibu.
Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam
pada balita terhadap self efficacy ibu.
26
2.4 Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan diteliti yaitu:
No
Nama peneliti
1
Muaningsih
2
3
4
Judul
Studi
komparasi
antara breast feeding
self efficacy pada ibu
menyusi di RRSIB
dengan no RSSIB
dengan faktor yang
mempengaruhinya
Metode
Desain penelitian
menggunakan
pendekatan
analitik
potong
lintang
crosssectional
Hasil
Dari hasil penelitian
didapatkan Ibu yang
menyusui di RRSIB
mempunyai
nilai
rerata BSE yang
lebih
tinggi
dibandingkan
ibu
menyusui
dinon
RSSIB.
Novita Dian Iva Hubungan
antara Metode
dalam Terdapat hubungan
Prestiana
efikasi
diri
(self penelitian
ini antara self efficacy
dengan stres kerja
efficacy)dan
stres menggunakan
kerja
dengan teknik sampling dengan burnout serta
kejenuhan kerja ( jenuh atau sensus terdapat
hubungan
burnout)
pada
antara self efficacy
stres
kerja
dan
perawatan IGD dan
burnout.
ICU
RSUD
kota
bekasih
Sara Fadila
Hubungan Pemakaian Desain penelitian Kejadian
ADHD
Fenobarbital
Rutin adalah penelitian lebih banyak terjadi
dan Tidak Rutin Pada dengan
jenis pada anak kejang
Anak Kejang Demam cross
sectional demam
yang
dengan
Attention study
memakan
Deficit Hyperactivity
fenobarbital
lebih
Disorder (ADHD)
dari 1 tahun dari pada
yang kurang dari 1
tahun. Dan secara
statistik
terdapat
hubungan
yang
bermakna.
Herman Rama Hubungan
Metode penelitian Tentang
kejang
Putra
pengetahuan perawat dalam penelitian demam
dengan
tentang kejang demam ini
adalah penangananan kejang
dengan penanganan retrospektif.
demam di IRDA dan
kejang demam pada Teknik sampling RIP irina E RSUP
anak diinstalasi rawat yang digunakan prof. Dr. R. D.
darurat anak ( IRDA) adalah Purposive Kandou manado.
dan ruang perawatan Sampling dengan
intensif ( RIP) IRINA melibatkan
33
E RSUP PROF. DR. responden
R.D.KANDOU
MANADO
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancang penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dalam
penelitian kuantitatif lebih menekan analisisnya pada data data numerikal
(angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya pendekatan
kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka pengujian
hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas
kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya penelitian kuantitatif
merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2012).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
pretest-posttest one group design yaitu membandingkan tentang kejang
demam dan self efficacy sebelum dan sesudah pemberian pendidikan
kesehatan tentang kejang demam pada ibu dengan balita dan self efficacy.
3.2
Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010). Dalam
penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu-ibu yang mempunyai
anak balita didesa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi yaitu
sebanyak 50 orang.
27
28
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiono, 2013).
Besar penelitian ini di hitung dengan menggunakan rumus yaitu (Nursalam,
2014).
n=
N
1 + N (d 2 )
Keterangan :
n = Besar Sampel
N = Perkiraan besar populasi
d = Tingkat kesalahan
Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel penelitian dengan
perhitungan sebagai berikut :
n=
50
50
=
= 44
1,125
1 + 50 (0,05) 2
Tehnik penggunaan sampel menggunakan purposive sampling yaitu sampel
yang digunakan harus memiliki kriteria-kriteria yang dinginkan oleh peneliti
(Sugiyono, 2013). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap
anggota
populasi
yang
dapat
diambil
sebagai
sampel
(Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Responden yang bisa membaca dan menulis
29
b. Semua Ibu yang memiliki anak balita
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak diambil
sebagai sampel, kriteria eksklusi dalam penelitia ini adalah :
a.
Responden yang sedang sakit
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1
Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Tempur Sari TambakBoyo Mantingan
Ngawi
3.3.2
Waktu penelitian
Penelitian dilakukan selama 1 bulan, pengambilan data dilakukan bulan
februari 2015
3.4
Variabel penelitian, definisi oprasional dan skala pengukuran
3.4.1 variabel
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang nilainya menentukan
variabel lain (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variabel independen
pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada ibu dengan balita.
2. Variabel Dependen ( Terikat )
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah
self efficacy.
30
3.4.2 Defini Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat, 2007).
Tabel 3.1 Variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran
No
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional
Alat Ukur
1
Pendidikan
kesehatan tentang
penanganan
kejang
demam
pada ibu dengan
balita.
Proses pemberian Kuesioner
informasi kepada
responden tentang
penanganan
kejang demam
2
Self
efficacy
terhadap
penanganan
kejang demam
Kemampuanatau
kompetensi diri
dalam melakukan
suatu
tugas,
mencapai tujuan,
atau
mengatasi
suatu masalah
Hasil ukur
Skala
Data
1.
Tidak diberikan Nominal
pendidikan kesehatan
2.
Diberikan
pendidikan kesehatan
Kuesioner
1. Baik : Bila nilai Ordinal
Self efficacy
responden
yang
diperoleh (x) > mean
berisi
18
pertanyaan
+ 1 SD
dengan
2. Sedang
: Bila nilai
jawaban
responden mean -1
SD ≤ x ≤ mean + 1
sangat setuju,
setuju, tidak
SD
setuju, sangat 3. Rendah : Bila nilai
tidak setuju
responden
yang
diperoleh (x) < mean
– 1 SD
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat penelitian
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang ia ketahui
31
(Arikunto, 2010) yang dibuat oleh peneliti dan alat bantu seperti laptop,
LCD, Leaflet dan Speaker aktif. Kuesioner ini terdiri dari Self Efficacy
pada penanganan kejang demam dan pendidikan kesehatan untuk
kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan dengan pilihan jawaban SS, S, TS,
STS. Kuesioner terdiri dari pertanyaan positif (favorable) yaitu nomor 1,
2, 9, 7, 4 , 3, 6, 11, 12, 15, 18 Sedangkan untuk pertanyaan negatif
(unfavorable) yaitu nomor 5, 8, 10, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22 penilaian
menggunakan skala likert untuk pernyataan favorable jawaban sangat
setuju skor 4, setuju skor 3, tidak setuju skor 2 dan sangat tidak setuju skor
1. Pernyataan unfavorable jawaban sangat setuju skor 1, setuju skor 2,
tidak setuju skor 3 dan sangat tidak setuju skor 4 (Sugiyono, 2009). Alat
ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah
alat ukur yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas data. Kuesioner
untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas
dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi penelitian. Menurut
(Riwidikdo 2013) uji coba validitas dan reliabilitas minimal dilakukan
terhadap 30 responden.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang
seharusnya hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas
32
dengan bantuan SPSS for windows versi 16.0 rumus product moment.
Menurut (Hidayat, 2007) rumus product moment yaitu:
rxy =
N . ΣXY - ΣX.ΣY
{N ΣX 2 − (ΣX ) } {N ΣY 2 - (ΣY ) }
2
2
Keterangan:
N: Jumlah responden
rxy:Koefisien korelasi product moment
x:Skor pertanyaan
y: Skor total
xy:
Skor pertanyaan dikalikan skor total
Dikatakan valid jika rhitung > rtabel Pada penelitian ini menggunakan taraf
signifikan 0,05.
Uji validitas dilakukan didesa Bulak Gadungan. Pada kuesioner
Self Efficacy terhadap 30 responden, didapatkan hasil dari 22 item
pernyataan, 18 item diantaranya dinyatakan valid , 18 item pertanyaan
yang valid yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19,
20 dan 22 Item pertanyaan dari kuesioner Self Efficacy yang dinyatakan
tidak valid, selanjutnya tidak diikut sertakan dalam item pertanyaan
kuesioner penelitian ini.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
33
bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban
tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya,
maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010).
Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha
Chronbac’h dengan bantuan program komputer SPSS for Windows.
Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut:
2
 k   Σσb 
1
r11 = 
−


σ 2t 
 k − 1 
Keterangan:
r11
= Reliabilitas Instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2
= Jumlah varian butir
σt2
= Varians total
Instrumen dikatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria
(0,60) (Ghozali, 2005).
Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan dari 18 kuesioner Self
Efficacy didapatkan nilai alpha cronbac’h 0,935. Dari 18 pertanyaan
tersebut dinyatakan reliable karena nilai alpha cronbac’h > 0,60 yang
berarti kuesioner tersebut layak digunakan.
3.5.2 Cara Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
1.
Persiapan
Prosedur Administrasi
34
Pada saat prosedur administrasi, peneliti mengurus surat studi pendahuluan
penelitian di Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada Surakarta untuk dilanjutkan kebagian pendidikan dan penelitian didesa
Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi dalam rangka untuk memperoleh ijin
penelitian, kemudian peneliti menyampaikan surat studi pendahuluan kepada Kepala
Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.
2. Pelaksanaan
a. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan penelitian kepada responden.
b. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan
responden untuk terlibat dalam penelitian
c. Peneliti memberikan lembar persetujuan bagi responden yang bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian
d. Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan mengisi data karakteristik
responden.
e. Pada saat sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peneliti mengukur self
efficacy tentang penanganan kejang demam kepada responden selama 15
menit (pre test) dengan kuesioner.
f. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 35 menit dengan bentuk power
point, peneliti mengukur kembali self efficacy penanganan kejang demam
kepada responden selama selama 15 menit (post tes) dengan kuesioner.
g. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas keterlibatannya
dalam penelitian
3.6
Teknik pengolaan data dan analisa data
35
3.6.1 Pengolahan data meliputi :
Menurut (Notoatmodjo, 2010) setelah data terkumpul, maka langkah yang
dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Sebelum melaksanakan
analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih dahulu guna
mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data tidak
mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu :
1.
Editing
Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari
kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian
dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing
dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak
sesuai dapat segera dilengkapi.
2.
Coding
Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner terhadap tahap-tahap
dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data
selanjutnya. Untuk pernyataan self efficacy menggunakan skala likert,
pernyataan positif di beri kode 1 untuk jawaban sangat tidak stuju, kode
2 untuk tidak setuju, kode 3 untuk setuju dan kode 4 untuk pernyataan
sangat setuju. Pernyataan negatif positif di beri kode 1 untuk jawaban
sangat setuju, kode 2 untuk setuju, kode 3 untuk jawaban tidak setuju
dan kode 4 untuk jawaban sangat tidak stuju.
3.
Tabulating
Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban
kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke
dalam tabel.
36
4.
Memasukkan Data (Data Entri) atau processing
Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden dalam
bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau
soffware komputer.
5.
Pembersihan data (Cleaning)
Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning) Apabila semua data
dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan
atau koreksi.
3.6.2
Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2005). Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap
variabel yang diteliti yaitu dengan melihat semua distribusi data dalam penelitian.
Analisis dengan menggunakan perangkat computer digunakan untuk menganalisis
variabel yang bersifat kategorik tingkat umur, pendidikan, pendidikan kesehatan dan
self efficacy. Dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase
dan proporsi.
2.
Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara dua
variabel. Uji yang digunakan yaitu uji Wilcoxon Signed Rank Test,
dengan rumus sebagai berikut:
37
Z
=


1
T − 

 4 N ( N − 1) 
1
24 N ( N − 1 )( 2 N − 1 )
Dimana :
N = Banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan berbeda
T = Jumlah renking dari nilai selisih yang negatif (apabila
banyaknya selisih yang positif lebih banyak dari banyaknya
selisih negatif)
= Jumlah ranking dari nilai selisih yang positif (apabila
banyaknya selisih yang negatif> banyaknya selisih yang
positif)
3.7 Etika Penelitian
Setelah mendapat persetujuan peneliti mulai melakukan penelitian dengan
memperhatikan masalah etika menurut (Hidayat, 2007) etika penelitian
meliputi:
1. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden)
Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta
manfaat yang dilakukannya penelitian. Setelah diberikan penjelasan,
lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika subyek
penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek
38
penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk
menjaga
kerahasiaan
subyek
penelitian,
peneliti
tidak
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan
inisial dan memberi nomor pada masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian
dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan
disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisa Univariat
4.1.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden ini meliputi umur, dan pendidikan dijelaskan
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentasi atau
porporasi
1. Usia Responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia
(N=44)
No
1
2
3
Umur (tahun)
< 20
20-35
> 35
Total
Frekuensi
1
35
8
44
Persentase (%)
2.3
79.5
18.2
100
Pada tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berada pada usia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 35 responden
atau 79.5 % , dan yang memiliki usia < 20 tahun, yaitu sebanyak 1
responden atau 2.3%, sedangkan yang memiliki usia > 35 tahun, yaitu
sebanyak 8 responden atau 18.2%
39
40
2.
Pendidikan
Responden
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan
(N=44)
No
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1
2
3
4
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi
Total
10
12
19
3
44
22.7
27.3
43.2
6.8
100
Pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagia besar
responden dengan karakteristik pendidikan SMA yaitu sebanyak 19
responden atau 43.2 % , sedangkan yang memiliki pendidikan SMP
yaitu sebanyak 12 responden atau 27.3 % , sedangkan yang memiliki
pendidikan SD yaitu sebanyak 10
responden atau 22.7 %
dan
sedangkan yang memiliki pendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak
3 responden atau 6.8 %.
4.1.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan
Tabel 4.3Self efficacy pre pendidikan kesehatan
(N=44)
No
1
2
3
Kategori
Baik
Sedang
Rendah
Total
Frekuensi
9
30
5
44
Persentase (%)
20.5
68.2
11.4
100,0
Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan
kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy rendah tentang
kejang demam yaitu sebanyak 5 responden atau 11.4 % , dan yang memiliki
Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 30 responden
41
atau 68.2 % , sedangkan yang memiliki Self efficacy baik tentang kejang
demam yaitu sebanyak 9 responden atau 20.5 %.
4.1.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan
Tabel 4.4 Self efficacy post pendidikan kesehatan
(N=44)
No
1
2
3
Kategori
Frekuensi
11
26
7
44
Baik
Sedang
Rendah
Total
Persentase (%)
25.0
59.1
15.9
100,0
Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pendidikan
kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang tentang
kejang demam yaitu sebanyak 26 responden atau 59.1 %, dan yang memiliki
Self efficacy rendah tentang kejang demam yaitu sebanyak 7 responden atau
15.9 %, sedangkan yang memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam
yaitu sebanyak 11 responden atau 25.0 %.
4.2.
Analisa
Bivariat
4.2.1 Analisis Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang
demam pada balita terhadap self efficacy ibu antara variabel dependen dan
independen.
Tabel 4.5 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test tentang Penanganan
kejang Demam pada balita Terhadap self efficacy ibu pre
dan post di berikan pendidikan kesehatan
(N=44)
Pre
post
Pvalue
Variabel
F
%
F
%
9
20.5
11
25.0
0,000
Baik
42
Sedang
30
68.2
26
59.1
Rendah
5
11.4
7
15.9
Total
44
100.0
44
100.0
Dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang tentang kejang
demam yaitu sebanyak 30 responden atau 68.2 % , sedangkan setelah
dilakukan dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden
memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu 11 responden atau
25.0 %.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan
korelasi Wilcoxon Signed Rank Test dengan bantuan program komputer
menghasilkan nilai P value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p< 0,05 ). Maka
dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti adanya
pengaruh antara pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam
pada balita terhadap Self efficacy ibu yang signifikan.
43
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1 Usia
Dari hasil penelitian ini bahwa kategori usia paling tinggi adalah 20-35
tahun sebanyak 35 responden. Kategori usia sebagian besar responden
yaitu berada pada kategori masa dewasa awal, yang artinya cukup matang
dalam berfikir (Depkes, 2009). Secara biologis merupakan masa puncak
pertumbuhan fisik prima, karena didukung oleh kebiasan-kebiasaan yang
positif (Desmita, 2009).
Usia seseorang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima
informasi dan pola pikir seseorang terhadap informasi yang diberikan.
Semakin bertambahnya usia maka kemampuan menerima informasi dan
pola pikir seseorang semakin berkembang. Kemampuan seseorang untuk
menerima informasi yang diberikan kepadanya berhubungan dengan
maturitas dari fungsi tubuh baik indera maupun otak dan kesehatan
seseorang (Notoatmodjo, 2007).
(Potter & Perry, 2005) menjelaskan bahwa dewasa awal perubahanperubahan kognitif tentunya belum terjadi. Individu pada masa dewasa
awal sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru
individu dewasa awal diidentikan sebagai masa puncak kesehatan,
kekuatan, energi dan daya tahan , juga fungsi sensorik dan motorik. Pada
43
44
tahap ini fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya dan kemampuan
kognitif terbentuk dengan lebih kompleks. (Papalia Sterns Feldman &
Camp, 2007).
5.1.2 Pendidikan
Hasil analisa yang didapatkan sebagian besar ibu-ibu di Desa Tempur
Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi berpendidikan SMA yaitu sebanyak
19 responden atau 43.2 %, sedangkan yang memiliki pendidikan SMP
yaitu sebanyak 12 responden atau 27.3 %, sedangkan yang memiliki
pendidikan SD yaitu sebanyak 10 responden atau 22.7 % , dan sedangkan
yang memiliki pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 3 responden
atau 6.8 %.
Hasil penelitian yang di lakukan peneliti saat ini mayoritas pendidikan
terakhir responden adalah SMA yang artinya dimana mayoritas tingkat
pendidikan responden sudah tinggi dimana tingkat pendidikan yang lebih
tinggi mempengaruhi persepsi seseorang untuk mengambil keputusan dan
bertindak. (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
kualitas manusia, dengan pendidikan manusia memperoleh pengetahuan
dan informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin berkualitas hidupnya (Hurlock, 2007). Seseorang dengan
pendidikan tinggi akan cenderung untuk mendapatkan dan menerima
informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa lebih mudah dan
banyak. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
45
pendidikan kesehatan dengan penanganan kejang demam terhadap Self
efficacy ibu.
Orang dengan pendidikan rendah cenderung pasif dalam mencari
informasi bisa disebabkan karena kemampuannya yang terbatas dalam
memahami informasi atau dengan kesadaran pentingnya informasi yang
masih rendah. (Notoatmodjo, 2005). Tingkat pendidikan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih
mudah menerima ide-ide dan teknologi. (Notoatmodjo, 2003).
5.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan
Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden
memiliki Self efficacy rendah sebanyak 5 responden atau sebesar 11.4 %,
sedangkan responden yang memiliki Self efficacy sedang sebanyak 30
responden atau sebesar 68.2%, dan responden yang memiliki Self efficacy baik
sebanyak 9 responden atau sebesar 20.5 % tentang kejang demam. Hasil
penelitian
pre
test
atau
sebelum
dilakukan
pendidikan
kesehatan
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang
sebesar 68.2 %, Pendidikan kesehatan sangat berpengaruh terhadap
pengetahuan ibu dalam penanganan kejang demam.
Hubungan self efficacy dengan penanganan kejang demam orang yang
memiliki self efficacy rendah selalu mengangap dirinya kurang mampu
menangani situasi apapun dalam penanganan kejang demam secara baik. Self
efficacy juga sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau
46
kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan
dapat mengatasi suatu masalah. (Baron & Byrne, 2003).
Hal ini didapatkan karena ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi Self efficacy yaitu: pengalaman langsung sebagai hasil dari
pengalaman mengerjakan suatu tugas dimasa lalu (sudah pernah melakukan
tugas yang sama dimasa lalu dan pengalaman tidak langsung sebagai hasil
observasi pengalaman orang lain dalam melakukan tugas yang sama pada
waktu individu mengerjakan sesuatu dan bagaimana individu tersebut
menerjemahkan pengalamannya tersebut dalam mengerjakan suatu tugas
(Hambawany, 2007).
Berdasarkan teori dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan dan Self efficacy yang dimiliki
oleh ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi , memiliki
kategori baik, sedang , dan rendah tentang penanganan kejang demam pada
balita terhadap Self efficacy.
Didukung oleh penelitian dari (Eko, 2012) tentang pengaruh efikasi
dan Self efficacy dan prestasi belajar kewirausahaan terhadap motivasi
bertechnopreneurship yang memiliki nilai kualifikasi cukup sebanyak 6,93%.
5.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden
memiliki Self efficacy sedang sebanyak 26 responden atau sebesar 59.1%
sedangkan responden yang memiliki Self efficacy rendah sebanyak 7
responden atau sebesar 15.9 % sedangkan responden yang memiliki Self
47
efficacy baik sebanyak 11 responden atau sebesar 25.0 % tentang kejang
demam. Hasil penelitian post test atau setelah dilakukan pendidikan
kesehatan menunjukkan bahwa self efficacy baik sebesar 25.0 % , hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan dan self efficacy.
Self efficacy memiliki beberapa fungsi untuk menentukan pemilihan
tingkah laku menunjukkan bahwa self efficacy juga menjadi pendorong
timbulnya suatu tingkah laku. (Bandura, 1986) mengatakan bahwa self
efficacy menentukan berapa lama individu dapat bertahan dalam mengatasi
hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Self efficacy yang tinggi
akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga
mempengaruhi daya tahan individu. Orang yang memiliki self efficacy tinggi
cenderung menunjukkan usaha yang lebih keras dari pada orang dengan self
efficacy rendah. (Saks, 2009) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai
self efficacy tinggi akan mengerjakan tugas dengan mempertimbangkan
konsekuensi kesalahan. (Bandura, 1986) menyatakan bahwa self efficacy
mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu, baik dalam
menghadapi situsi saat ini maupun dalam mengantisipsi situasi yang akan
datang.
Didukung oleh penelitian dari (Ghina, 2014) tentang pengaruh
pemberian pendidikan kesehatan terhadap kebersihan organ reproduksi saat
menstruasi pada remaja putri dengan retradasi mental setelah dilakukan
pendidikan kesehatan sebanyak 77,8%.
48
5.4 Penanganan kejang Demam pada balita Terhadap self efficacy ibu pre
dan post di berikan pendidikan kesehatan
Analisa bivariat pada penelitian ini yaitu menghubungkan pendidikan
kesehatan dan Self efficacy. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat
ini mengunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test menghasilkan nilai P value
0,000 lebih kecil dari nilai ( p< 0,05 ). Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan kesehatan sangat berpengaruh terhadap self efficacy ibu.
Pengetahuan responden mengenai penanganan kejang demam terhadap self
efficacy ibu meningkat setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan sangat berpengaruh terhadap self efficacy
seseorang yang memiliki pengetahuan baik dalam penanganan kejang demam
terhadap self efficacy ibu. Pada saat anak mengalami kejang demam ibu dapat
melakukan penanganan kejang demam sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki saat ini.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Monk, 2002)
bahwa
tingkat
pengetahuan
seseorang mempunyai
pengaruh
dalam
pembentukan kepercayaan dirinya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang, berarti semakin banyak yang telah dipelajari individu sehingga
dapat lebih mengenal diri baik kekurangan maupun kelebihannya sehingga
mampu menentukan sendiri standar keberhasilannya.
Berdasarkan penelitian dari (Weni, Riri, & Meletiwati, 2008) hasil
penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan
49
terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang insfeksi saluran
pernafasan atas ISPA. Dengan nilai P value 0,001 < α 0,05.
(Mubarak, 2006) mengatakan bahwa dalam memberikan pendidikan
kesehatan agar dapat mencapai tujuan harus memperhatikan beberapa hal
diantaranya yaitu materi atau pesan dan metode yang disampaikan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat dalam bahasa
kesehariannya, materi tidak terlalu sulit dan dimengerti oleh sasaran. Hal ini
sesuai dengan pendapat (Setyarini, 2009) bahwa frekuensi penyuluhan
mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat (Notoadmodjo, 2007)
yang menyatakan bahwa penyampaian informasi dipengaruhi oleh metode
dan media yang digunakan yang mana metode dan media penyampaian
informasi dapat memberikan efek yang signifikan terhadap Pendidikan
kesehatan dan self efficacy hal ini dapat dilihat dari hasil analisis penelitian di
atas yang menunjukkan terjadi peningkatan sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap
self efficacy ibu, hal ini membuktikan bahwa metode pendidikan kesehatan
efektif berpengaruh dalam meningkatkan self efficacy.
Media yang digunakan penelitian dalam penyuluhan kesehatan
menggunakan media leaflet dimana media tersebut memperjelas ide atau
pesan yang disampaikan selain itu juga dapat membantu mengingat kembali
apa yang disampaikan oleh peneliti. Penyuluhan kesehatan tersebut
merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menambah pengetahuan dan
50
kemampuan seseorang melalui teknik belajar atau instruksi dengan tujuan
mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, maupun
masyarakat.
51
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pendidikan kesehatan berpengaruh
antara Self efficacy. Hal ini diketahui dari:
6.1.1 Karakteristik usia ibu berusia antara 20-35 tahun dengan 35 responden atau (79.5%)
dan rata-rata tingkat pendidikan ibu adalah SMA dengan 19 responden atau (43.2 %).
6.1.3 Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan di dapatkan Self efficacy ibu
sedang tentang penanganan kejang demam yaitu 68.2 %.
6.1.4 Setelah dilakukan pendidikan kesehatan di dapatkan Self efficacy ibu
sedang tentang penanganan kejang demam yaitu 59,1 %.
6.1.5 Ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan kesehatan tentang
penanganan kejang demam pada balita terhadap Self efficacy ibu
dengan nilai p value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p< 0,05 ).
6.2 Saran
6.2.1 Masyarakat
Masyarakat dapat mengaplikasikan penanganan kejang demam secara
benar.
6.2.2 Pelayanan Kesehatan
Hendaknya tenaga kesehatan seperti perawat atau bidan setempat bekerja
sama dengan puskesmas untuk mengadakan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat pada saat acara posyandu dengan strategi yang lebih menarik
51
52
masyarakat misalnya dengan memberikan pengobatan gratis sesudah
melakukan penyuluhan.
6.2.3 Istitusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan untuk menambah wawasan mahasiswa
keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta tentang penanganan kejang
demam pada balita terhadap Self efficacy ibu.
6.2.4 Penelitian Lain
Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian lebih lanjut
dan melanjutkan penelitian dengan menggunakan media lain dengan cara
simulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol, (2010), Psikologi Kepribadian. Malang: UMM press
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Jakarta:Rineka Cipta
Arwanti, Ni Made Sri. (2009).
Hindu.Denpasar:Widya Dharma.
Swadharma
Ibu
dalam
Praktik.
Keluarga
Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bandura , A. (1986). Social Foundation of Thought and Action: A Social
Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall
Bandura, A. Self-efficacy: The exercise of control. New York. W.H.Freeman,
1997.
Brough. H,( 2008). Rujukan cepat pediatric & Kesehatan anak. EGC. Jakarta
Baron & Byrne,.(2003). Psikologi Sosial. Jilid 1 Edisi Kesepuluh. Jakarta:
Erlangga
Depkes.(2006), 16 persen balita di indonesia alami gangguan perkembangan
saraf. http://www.depkes.go.id/index.php: diakses 11 Novenber 2013
Depkes RI. (2009).Jumlah kasus pneumonia pada balita menurut Provimsi dan
kelompok umur(http://www.depkes.go.iddiakses tanggal 25 Maret 2013 )
Desmita, (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Effendy. (2003). Diktat Monitoring dan Evaluasi APP Yogyakarta. (tidak
diterbitkan).
Garini, W. (2004). Pengaruh intervensi VCD metode perawatan bayi
terhadappengetahuan ibu bayi berat badan lahir rendah di RSUD Ciawi
Bogor
Jawa Barat. Diperoleh tanggal
16 Januari
2014.
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=124680.
Gaskill, P.J. dan Murphy, P.K. “Effects on a memory strategy onsecond graders’
performance and self-efficacy” dalam Contemporary Educational
Psychology, No. 29, 1, 2004.
Hambawany, E. (2007). Hubungan antara Self Efficacy dan Persepsi Anak
Terhadap Perhatian Orangtua Dengan Prestasi Belajar pada Penyandang
Tuna Daksa. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Hidayat.A.Aziz alimul.
Medika.Jakarta.
(2006).
Asuhan
Keperawatan
Anak
2.Salemba
Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis
AnalisaData. Jakarta: Salemba Medik
Hull, D & Joohnston DI.( 2008). Dasar dasar pediatrik. Edisi 3, EGC. Jakrta.
Hurlock, A. (2007). Promosi kesehatan bayi dan balita. Jakarta: Salemba Medika.
Imam, Ghozali, (2005). Aplikasi Nalisi Multivariate dengan
SPSS.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
program
Karnia, N.( 2007). Penatalaksanaan demam pada anak. diseminarkan pada siang
klinik penanganan kejang pada anak, Bandung, 12 Februari 2007.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02:
Knudsen FU. Rectal administration of diazepamin solution in the acute treatment
of convulsion In infants and children. Arch Dis Child 1979; 54:855-7
Kurniawan. (2010). Pengaruh Self-Efficacy Dan Motivasi Belajar Mahasiswa
Terhadap Kemandirian Belajar Mata Kuliah Analisis Laporan Keuangan
Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Angkatan 2008
fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta: Skripsi.
Lumbantobing, S.M. (2003). Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.
Jakarta: FKUI
Lumbantobing, SM. (2005). Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.
Jakarta : FKUI
Maryatongo.(2007), Asuhan Keperawatan Anak S dengan Kejang Demam di
Ruang
Luqman.R.S.
Roesmani
Semarang.Semarang.http://digilib.unimus.ac.id. diakses pada tgl 2 maret
2012.
Maulana .H. D. J & Yudha. K. E. (Eds). ( 2007). Promosi kesehatan. Jakarta :
EGC
Maulana. H. D. J. & yudha. K. E. (Eds). (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta:
EGC
Meadow & Newel. (2005). Lecture Notes. Pediatrika. Edisi VII. Jakarta:
Erlangga.
Mewasing LD.(2010) febrile seizures, Clin Evid ( Online) 24:0321
Monk, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan
pengantardalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Mubarak, S. (2006). Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Notoatmodjo, S. (2005).Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo.(2007). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan.PT. Rineka Cipta:
jakarta
Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2010) Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi
Ilmukeperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2009). Konsep dan penerapan
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
metodologi
Penelitian
penelitian
ilmu
Ngastiyah (2005) Perwatan Anak Sakit edisi 2 Jakarta: EGC
Pajares, F., Britner, S. L., & Valiante, G. (2009). Relation between achievement
goals and self-beliefs of middle school students in writing and science.
ContemporaryEducational Psychology, 25, 406-422.
Papalia, Diane E., Sterns, H.L., Feldman, R.D., Camp, C.J. (2007). Adult
Development and Aging ( 3 rd Ed.). New York: McGraw-Hill
Potter. (2005). Fundamental Keperawatan (Konsep,Proses dan Praktik). Edisi ke4. Jakarta: EGC.
Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan
ProsedurPenelitian. Yogyakarta: Roh
dan
Aplikasi
SPPS
Dalam
Sadlier LG, Scheffer IE. (2007) febrrile Seizures, BMJ, 334, 307-11
Saks, A. M. (2009) “Moderating Effects of Self Efficacy for the Relationship
between Training Method and Anxiety and Stress Reaction of Newcomers”.
Journal of Organizational Behavior, Vol. 15, p. 639-654.
Saryono. (2011). Metodelogi Penelitian Kesehatan. UPT Percetakan dan
Penerbitan Unsoed
Setyarini, D. (2009). Skripsi Pengaruh Intensitas Penyuluhan terhadap Tingkat
Partisipasi Masyarakat dalam Program Penghijauan Kota : Studi Kasus
Kecamatan Kota Kabupaten Wajo. Universitas Indonesia, Jakarta
Sodikin.(2012), prinsip perawatan demam pada anak , pustaka pelajar,
Yogyakarta
Soekirman. (2006). Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Kehidupan Manusia.
Sugiyono.(2009). Metodelogi Penelitian Bisnis
Kuantitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
(pendekatan
Kualitatif,
Sugiyono.(2011). Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Tarigan, T, Chairul A.H, Syamsidah L, (2007). Pengetahuan, sikap dan perilaku
orang tua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh dokter. Sari
Pediatri,Vol. 8, No.3: 27-31.
Uripi, Vera (2004). Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta : Puspa Swara Perry
Utari,w., Arneliwati & Riri N. (2014) peningkatan pengetahuan keluarga tentang
insfeksi saluran pernafasan atas ISPA
Wardani, AK, (2013). Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahun.
Medula,
Vol.
1,
No.
1,
Hal
57-64:
http://portalgaruda.org/download_article.php?article=122474. diakses 23
November 2013
Wong, DL dkk (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6,Vol.2, ECG,
Jakarta.
White, Ellen G.(2005). Education (Membina Pendidikan Sejati). Bandung:
Indonesia Publishing House.
LAMPIRAN
Download