BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Hakikat Evaluasi Secara harfiah kata

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
1.1 Hakikat Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation; dalam
bahasa Arab: al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti : penilaian. Akar katanya
Value;dalam
bahasa
Arab:al-Qimah;
dalambahasa
Indonesia
berarti
:
nilai.demikian secara harfiah evaluasi pendidikan dapat di artikan sebagai:
penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977): evaluation refer to
the act or process to determining the valueof something. Menurut definisi ini
maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengendung pengertian: suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Definisi yang di
kemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown itu untuk memberikan
definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan dapat di beri
pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan – (yang di laksanakan dengan
maksud untuk) - atau suatu proses – (yang berlangsung dalam rangka) –
menentukan nilai dari sesuatu dalam dunia pendidikan( yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan).atau singkatnya:
kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat di ketahui mutu
dan hasil-hasilnya.
7
Sedangkan “evaluasi” adalah mencakup dua kegiatan yang telah di
kemukakan terdahulu, yaitu mencakup pengukuran dan penilaian. Evaluasi adalah
kegiatan atau proses menilai sesuatu. Untuk menentukan nilai sari suatu yang di
nilai itu, dilakukan pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian,
dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan di kenal dengan istilah tes.
Di atas telah di kemukakan bahwa pengukuran itu adalah bersifat
kuantitatif; hesil pengukuran itu berwujud keterangan-keterangan yang berupa
agka-angka atau bilangan- bilangan. Adapun evaluasi adalah bersifat kualitatif:
evaluasi pada dasarnya merupakan penafsiran atau interprestasi yang yang selalu
bersumber pada data kuantitatif,sebab bagai mana di kemukakan oleh Frof. Dr.
Masroen, M.A. (1979)- tidak semua penafsiran itu bersumber dari kuantitatif.
Ada beberapa kamus yang dapat di jadikan sebagi sumber acuan. Devfinisi
yang di tuliskan dalam kamus Oxford Advanced Learner’ Distionary of Current
English (AS Horby, 1986).evaluasi adalah to find out, decide the amound or value
yang artinya suatu upaya menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan
terjemahan, kata-kata yang terkandung di dalam definisi tersebut pun menunjukan
bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab,
mengunakan strategi, dan dapat di pertanggung jawabkan.
Sucman (1961,dalam Anderson 1975) memendang evaluasi sebaggai
sebuah proses menentukan hasil yang telah di capai beberapa kegiatan yang di
rencanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Menurut Worthen dan Sanders
(1973, dalam Anderson 1971).dua ahli tersebut mengatakan bahwa adalah
kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu
tersebut , juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai
keberadaan suatu program, produksi,prosedur,serta alternative strategi yang di
ajukan untuk mencapai tujuan yang sudah di tentukan.
Seorang ahli yang sangat terkenal dalam evaluasi
program bernama
Stufflebeam (1971, dalam Fernandes 1984) mangatakan bahwa evaluasi
merupakan suatu proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang
sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan.
1.2 Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau suatu proses dengan
memeiliki tiga macam pungsi pokok, yaitu mengukur kemajuan, menunjang
penyususnan rencana, memperbaiki atau melakukan pemyempurnaan kembali.
Adapun secara Khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat di tilik dari
tiga segi, yaitu: (1) segi psikologis, (2) segi didaktik, dan (3) segi administrative.
Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan dapat di
serotidari dua sisi, yaitu dari sisi peserta didik dan dari sisi pendidik. Bagi peserta
didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memeberikan pedoman atau
pegangan batin kepada mereka untuk mengenal kapasitas dari atatus dirinya
masing-masing di tangah-tengah kelompok atau kelasnya. Dengan dilakukan
evaluasi dari hasil sisiwa misalnya, maka para siswa mengetahui apakah dirinya
temasuk siswa yang berkemampuan tinggi, berkemempuan rata-rata, ataukah
berkemempuan rendah. Demikian pula denga dilakukan evaluasi hasil belajar
tersebut maka para siswa yang bersangkutan akan menjadi tahu atau mengerti:
dimanakah posisi (letak) dirinya di tengah-tengah teman-temannya. Apakah dia
termasuk sisswa kelompok atas ( pandai) ataukah termasuk dalam kelompok
bawah (bodoh).
Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian atau
ketetapan hati bagi diri pendidik tersebut, sudah jauh manakah kiranya usaha yang
telah dilakukan selama ini telah membawa hasil, sehingga secara psikologis
memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti guna menentukan langkahlangkah apa saja yang di pandang perlu dilakukan selanjutnya. Misalnya:
misalnya dengan mengunakan metode-metode mengajar tertentu, hasil-hasil
belajar siswa telah menunjukan adanya peningkatan daya serap pada materi
kepada para siswa tersebut; karena itu (atas dasar hasil evaluasi tersebut)
pengunaan metode-metode mengajar tadi akan di pertahankan. Sebaliknya,
apabila hasil-hasil belajar siswa ternyata tidak mengembirakan, maka pendidik
(dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain)akan berusaha melakukan perbaikan –
perbaikan dan penyempurnaan sehingga hasil belajar siswa akan lebih baik.
Bagi peserta didik, secara didaktikevaluasi pedidikan (Khusus evaluasi
hasil belajar) akan dapat memberikan dorongan (motivasi) kepada mereka untuk
dapat memperbaiki, meningkatkan dan mempertahankan prestasinya.evaluasi
hasil belajar, akan menghasilkan nilai-nilai hasil belajar individu siswa. Ada siswa
yang nilainya jelek (prestasinya rendah), karena itu siswa tersebut terdorong untuk
memperbaikinya.
Bagi peserta didik, secara didaktik evaluasi evaluasi pendidikan itu
setidaknya memiliki lima macam pungsi, yaitu :
1. memberikan landasan menilai untuk hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai
oleh peserta didik.
2. Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui masingmasing posisi peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
3. Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan
status peserta didik.
4. Memberikan pedoman dan mencari untuk menemukan jalan keluar bagi
peserta didik yang memeng memerlukanya.
5. Memberikan petunjuk sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah
di tentukan dan telah di capai.
1.3 Tujuan Evaluasi.
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan evaluasi ada dua, yaitu:
a. untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan di jadikan bukti
mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang di alami oleh para
peserta didik, setelah mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu. Dengan kata lain tujuan umum dari evaluasi adalah untuk
memperoleh data pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai di mana
tingkat kemempuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian
tujuan-tujuan kulikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam
jangka waktu yang telah di tentukan.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang di
pergunakan dalam proses pembelejaran dalam jangka waktu tertentu.yang
telah di terapkan atau di laksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang
di laksanakan oleh peserta didik.
2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam
bidang pendidikan adalah:
a.
Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program
pendidikan. Tampa adanya evaluasi mungkin tidak akan timbul kegairahan
atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki meningkatkan
prestasinya masing-masing.
b.
untuk mencari menemukan faktor-faktor penyabab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan,
sehingga dapat di cari dan di temukan jalan keluar dan cara-cara
perbaikanya.
1.4 Pengertian Sarana Prasarana
Sarana dan Prasarana secara umum banyak di artikan menurut beberapa
sumber. Sarana adalah perlengkapan yang dapat di pindah-pindahkan untuk
mendukung fungsi kegiatan dan satuan pendidikan,yang meliputi ; peralatan,
perabotan, media pendidikan dan buku.sarana adalah segala sesuatu yang di pakai
sebagai alat dalam mencapai makna dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu
yang merupakan penunjang utama terselengaranya suatu peroses (kamus besar
bahasa Indonesia). Sarana prasarana adalah alat secara fisik untuk menyampaikan
isi pembelajaran (Sagne dan Brigs dalam Latuheru,(1988:13).
Sarana pendidikan jasmani merupakan peralatan yang sangat membantu
dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani. Sarana pendidikan jasmani
pada dasaranya merupakan sesuatu yang sifatnya tidak permanen, dapat di bawa
kemana-mana atau di pindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001: 999) di jelaskan, sarana
adalah segala sesuatu yang di pakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan
tujuan. Contoh: bola, raket, pemukul,tongkat,balok,raket tenis meja,shuttle
cock,dll. Sarana atau alat sangat penting dalam memberikan motivasi peserta
didik dengan sungguh-sungguh dan akhirnya tujuan aktifitas dapat tercapai.
Menurut Ratal Wirjasantoso (1984: 157) alat-alat olah raga biasanya di
pakai dalam waktu relatif pendek misalnya: bola , raket, jaring, pemukul bola
kasti, dan sebagainya. Alat-alat olahraga biasanya tidak dapat bertahan dalam
waktu yang lama, alat akan rusak apabila alat sering di pakai dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan jasmani,agar alat dapat bertahan lama harus di rawat
dengan baik.
Sarana maupun alat merupakan benda yang di butuhkan dalam
pembelajaran olah raga, dan alat tersebut sangat mudah dibawah sehingga sarana
atau alat tersebut sangat praktis dalam pelaksanaan pembelajaran.alat olahraga
merupakan hal yang mutlak harus di miliki oleh skola, tampa di tunjang dengan
hal ini pembelajaran pendidikan jasmani tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Sedangkan menurut sukintaka yang di maksud alat adalah alat-alat olah raga
adalah alat yang di gunakan dalam olah raga misalanya: bola untuk bermain
basket, voli, sepak bola.
Berdasarkan pengertian sarana yang di kemukakan beberapa ahli tersebut
dapat di simpulkan bahwa,”Sarana pendidikan jasmani merupakan perlengkapan
yang mendukung kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani yang sifatnya
dinamis dapat berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain, misalnya
bola,raket,ne,dll. Dan sarana atau alat pendidikan jasmani merupakan sengala
sesuatu yang di pergunakan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani atau
olahraga, segala sesuatu yang di pergunakan tersebut yang mudah di pindahpindah atau dibawa saat dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan
jasmani atau olahraga. Sarana pendidikan jasmani merupakan media atau alat
peraga dalam pendidikan jasmani”.
Dengan demikian dalam proses pembelajara pendidikan jasmani apabila
didukung dengan sarana yang baik dan mencukupi, maka anak didik atau siswa
bahkan guru akan dapat mengunakan sarana tersebut dengan baik dan maksimal.
1.5 Pengertian Sarana Prasarana Olah Raga
Soepartono (1999/2000) menyatakan istilah sarana olahraga adalah
terjemahan dari fasilitas yaitu sesuatu yang dapat di gunakan dan di manfaatkan
dalam pelaksanan proses pembelajaran pendidikan jasmani. Selanjutnya sarana
juga dapat di artikan segala sesuatu yang dapat di gunakan dalam pembelajaran
pendidikan jasmani mudah di pindah bahkan mudah di bawa oleh pemakai.
Sarana olah raga dapat di bedakan menjadi :
1. Peralatan sesuatu yang di gunakan. contoh: peti loncat,palang tunggal, palang
sejajar dan lain sebagainya.
2. Perlengkapan ialah:
a. Semua yang melengkapi kebutuhan prasarana. Misalnya: net, bendera untuk
tanda, garis batas.
b. sesuatu yang dapat di mainkan atau di manipulasi dengan tangan atau kaki.
Misalanya: bola, raket, pemukul.
Menurut Nana Sudjana (2005 : 100) bahwa salah satu pungsi alat peraga
yaitu “penggunaan alat peraga dalam pengajaran di utamakan untuk mempertinggi
belajar- mengajar, dengan kata lain menggunakan alat peraga hasil belajar yang di
capai akan tahan lama akan diingat siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai
tinggi.”
Menurut Soepartono (1999/2000:5) berpendapat bahwa prasarana olahraga
adalah sesuatu yang merupakan penunjang terlaksananya suatu peroses
pembalajaran pendidikan jasmani.dalam pembelajaran pendidikan jasmani
prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang mempermudah atau memperlancar
proses.salah satu sifat yang di miliki oleh prasarana jasmani adalah sifatnya relatif
permanen atau susah untuk di pindah.
Prasarana pembelajaran meliputi, gedung, sekolah, ruang belajar, lapangan
olahraga, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi
buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan sebagai
media
pengajaran
yang
lain.lengkapnya
sarana
prasarana
pembelajaran
merupakan kondisi pembelajaran yang baik.hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya
prasarana dan sarana menetukan jaminan terselengaranya proses belajar yang
baik, justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengololkah sarana prasarana
pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik.”
Prasarana dan sarana proses belajar adalah barang mahal.barang-barang
tersebut di beli dengan uang pemerintah dan msyarakat. Maksud pembelian
tersebut adalah untuk mempermudah siswa belajar.dengan tersedianya prasarana
dan sarana belajar berarti menuntut guru dan siswa dalam menggunakanya.
Menurut Depdiknas dan kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:893)
bahwa, “prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses usaha, pembangunan proyek dan lain sebagainya.”
Prasarana pendidikan jasmani yang di maksud dalam pendapat di atas dapat
diartikan dengan ukuran standar seperti lapangan-lapangan maupun gedung
olahraga.
Sarana prasarana olahraga adalah suatu bentuk permanen, baik itu ruangan
di luar maupun di dalam. Contoh cymnasium, lapangan permainan, kolam renang,
sbb. (Wirjasanto 1984:153).
Pengertian sarana dan prasarana olah raga adalah semua sarana prasarana
olah raga yang meliputi semua lapangan dan bangunan olahraga beserta
perlengkapanya untuk melaksanakan program kegiatan olah raga (seminar
prasarana olah raga untuk sekolah dan hubunganya dengan lingkungan (1978).
Moenir (1992:119) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis
peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berpungsi sebagai alat utama atau
pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga dalam rangka kepentingan yang
sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Pengertian yang di kemukakan oleh
Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan
seperangkat alat yang di gunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut
adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya
berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
1.6 Mutu Pembelajaran
1.6.1
Pengertian Mutu Pembelajaran
Tidak dapat di pungkiri bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih jauh
dari yang di harapkan,apalagi di bandingkan dengan mutu pendidikan di Negara
lain. Hasil Survey political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang
dilakukan pada tahun 2000 tentang mutu pedidikan di kawasan asia,
menempatkan Indonesia di rengking 12 setingkat di bawah Vietnam.
Masalah mutu harus menjadi perhatian bagi semua pihak, agar dapat eksis
dan solid serta hidup berkelanjjutan dalam eraglobalisasi yang sarat dengan
muatan kompotisi global. Pihak-pihak yang di maksud ialah dunia industri atau
perusahaan, instansi pemerintah dan swasta, dunia pendidikan,dan berbagai pihak
lainya.
Tuntutan terhadap mutu oleh para konsumen meruupakan suatu semangat
yang besar dan kebanggaan.(Peter dan Austin, 1985)
Sallis (1993) mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat di
jadikan sumber mutu pendidikan di antaranya perawatan gedung yang baik, guruguru yang berkualifikasi, nilai moral staf yang tinggi hasil ujian yang baik,
spesialisasi,dukungan orang rua, dukungan dunia usaha, dan dukungan
masyarakat
setempat;
sumber yang memadai, aplikasi teknologi
baru,
kepemimpinan yang kuat, perhatian penuh pada murit dan mahasiswa serta
kurikulum yang seimbang atau kombinasi dari beberapa faktor tersebut.
Kesadaran tentang mutu dalam dunia pendidikan dewasa ini semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan sebagai institusi pendidikan untuk
semakin meningkatkan daya saingnya, evektifitas, mengoptimalkan peluang
kolaborasi, pelayanan, akuntabilitas, dan transparansinya. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika mutu telah mendapat kepedulian dan perhatian yang serius
dari pemerintah dan semua pihak yang berkepentikan dengan dunia pendidikan,
walaupun secara nyata dunia pendidikan nasional Indonesia saat ini masi belum
sesuai dengan harapan para peserta didik, pendidik,orang tua, masyarakat, dan
pemerintah itu sendiri, baik dari segi kualitas maupun dari kuantitas (Sofyanudin,
2005).
Secara garis besar, ada dua faktor utama yang mempengaruhi mutu proses
dan hasil belajar mengajar dikelas, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun yang termasuk kedalam faktor internal berupa: faktor fsikologis,
sosiologis, dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru sebagai pebelajar dan
pembelajar. Sedangkan yang termasuk dalam faktor eksternal ialah semua faktorfaktor yang mempengaruhi proses hasil belajar mengajar di kelas selain faktor
yang bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut
berupa faktor: masukan lingkungan,masukan peralatan,dan masukan eksternal
lainya (Klaumeimer, et al.:1995)
Kesemua faktor-faktor internal dan eksternal tersebut harus menjadi ”perhatian
dari guru dan siswa jika proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik “
(Bruner,1980). Dan kesmua faktor-faktor tersebut “merupakan kondisi yang
mempengaruhi proses dari hasil belajar” (Gagne,1990).
Belajar, perkembangan, dan pendidikan merupakan suatu peristiwa dan
tindakan sehari-hari dari siswa sebagai pelaku belajar dan dari sisi guru sebagai
pembelajar, dapat di temukan adanya perbedaan dan persamaan. Hubungan guru
dengan siswa hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku
terdidik. Dari segi tujuan yang akan dicapai baik guru maupun siswa sama-sama
mempunyai tujuan tersendiri. Meskipun demikian, tujuan guru dan siswa tersebut
dapat di persatukan dalam tujuan instruksional. Dari segi lama waktu tindakan
lama, tindakan guru mendidik dan mengajar tebatas artinya sesuai lama studi
jenjang sekolah. Sebaliknya, tindakan siswa beajar adalah sepanjang hayat atau
sekurang-kurangnya ia terus belajar walaupun sudah lulus sekolah. Dari segi
proses, belajar dan perkembangan merupakan proses internal siswa. Pada belajar
dan
perkembangan,
siswa
sendirila
yang mengalami,
melakukan,
dan
menghayatinya. Sebaliknya, pendidikan adalah proses interaksi yang bertujuan,
interaksi terjadi antara guru dan siswa, yang bertujuan meningkatkan
perkembangan mental sehingga menjadi mandiri dan utuh. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pendidikan merupakan satuan tindakan yang memungkinkan
terjadinya belajar dan perkembangan.pendidikan merupakan proses interaksi yang
mendorong terjadinya belajar, dengan adanya belajar terjadinya perkembangan
jasmani dan mental siswa. Pendidikan merupakan faktor ekstern bagi terjadinya
belajar ( Monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989; Biggs & Telfer, 1987: Winkel, 1991).
1.6.2
Pembelajaran
pembelajaran merupakan alat penting dalam kehidupan sehari-hari,di
mana mengajak kita untuk mengenal dunia kehidupan baru.fred Percival
danHendri Ellington (1984) tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang
jelas dan menunjukan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang di
harapkan dapat di capai sebagai hasil belajar.
Pembelajaran menurut degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Dalam pengertian ini secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan
memilih,menetapkan,mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran
yang di inginkan. Pemilihan,penetapan dan pengembangan metode ini di dasarkan
pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya
merupakan inti dari perencanaan pembelajaran. Menurut ( Uno,Hamza: 1998)
dalam hal ini istilah pembelajarn memiliki hakikat perencanaan atau perancangan
( disain sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.itulah sebabnya dalam belajar,
siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber
belajar,tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang
mungkin di pakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan oleh
karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada”bagaimana membelajarkan
siswa. Perhatian terhadap apa yang dipelajari siswa merupakan kajian dari
kurikulum yang lebih menaruh perhatian tentang apa tujuan yang ingin dicapai
dan apa isi pembelajaran yang harus di pelajari siswa agar dapat mencapai tujuan
itu.
Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk
merancangnya agar rencana pembelajaran yang di susun benar-benar dapat
memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Untuk itu pembelajaran sebagai
mana di sebut oleh Degeng( 1989)7, Reigeluth (1983)8 sebagai suatu ilmu
menaruh perhatian pada perbaikan kualitas pembelajaran dengan menggunakan
teori pembelajaran deskriftif, sedangkan rancangan pembelajaran mendekati
tujuan yang sama dengan berpijak pada teori pembelajaran preskriftif.
Perbaikan kualitas pembelajaran harus diawali dengan perbaikan disain
pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dapat di jadikan titik awal dari upaya
perbaikan kualitas pembelajaran.hal ini dimungkinkan karena dalam disain
pembelajaran tahap yang akan dilakukan oleh guru atau dosen yang mengajar
telah terancang dengan baik, mulai dari mengadakan analisis dari pembelajaran
sampai dengan pelaksanaan evaluasi sumatif yang bertujuan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan
Sebagaimana disebutkan diatas,pembelajaran adalah upaya membelajarkan
siswa dan perancangan pembelajaran merupakan penataan upaya tersebut agar
muncul perilaku belajar.Bruner (dalam Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori
pembelajaran adalah preskriftif dan teori belajar adalah deskriftif. Preskriftif
karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran
yang optimal,sedangkan deskriftif karena tujuan utama
teori belajar adalah
menjelaskan proses belajar.
Kegiatan pembelajaran yang di rancang secara sistimatis, tahap demi tahap
secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan
secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang di atur dan ditentukan, serta
pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru
tetapi tidak berarti bagi siswa(Rogers dalam Snelbecker, 1974) hal tersebut tidak
sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi
siswa, diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa
akan mengalami belajar eksperiensial ( experiential learning).
1.7 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori yang telah di paparkan, terdapat manfaat evaluasi
penggunaan sarana dan prasarana dalam bidang olah raga.
Download