BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Daya Tahan Kardiovaskular
2.1.1. Pengertian Daya Tahan Kardiovaskular
Daya tahan merupakan suatu kapasitas untuk melakukan aktivitas fisik
secara terus menerus dalam waktu yang lama dan dalam suasana aerobik.
Seseorang yang memiliki daya tahan yang baik, tidak akan merasa kelelahan
yang berlebihan setelah melakukan latihan dan kondisinya cepat pulih kembali
seperti sebelum melakukan latihan. Daya tahan menyatakan keadaan yang
menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus. Secara umum
daya tahan dibagi menjadi dua yaitu daya tahan kardiovaskular dan daya tahan
otot (Depkes, 1996).
Daya tahan otot adalah kemampuan suatu otot atau group otot untuk
berkontraksi secara berulang kali atau terjadi ketegangan yang terus menerus dan
tahan terhadap kelelahan dalam jangka waktu yang lama (Kisner & Colby, 2012).
Daya tahan otot juga dapat didefinisikan kemampuan otot melawan gaya
submaksimal secara berulang kali atau kontraksi otot yang terus menerus dalam
jangka waktu tertentu (Wilmore & Costil, 1999). Daya tahan kardiovaskular
merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan latihan intensitas rendah
secara terus menerus seperti berjalan, jogging dalam jangka waktu yang lama
(Kisner & Colby, 2012). Sedangkan menurut Wulandari et al (2013), daya tahan
kardiovaskular merupakan kemampuan untuk melakukan latihan dinamis
6
7
menggunakan otot dengan intensitas sedang hingga tinggi pada jangka waktu
yang cukup lama serta berhubungan dengan respon jantung, pembuluh darah serta
paru untuk mengangkut oksigen ke otot selama melakukan olahraga.
Daya tahan kardiovaskular merupakan faktor penting dalam kesegaran
jasmani. Daya tahan kardiovaskular adalah kemampuan tubuh untuk melakukan
aktivitas dengan waktu yang lama dan melibatkan otot-otot besar dengan
intensitas sedang hingga intensitas tinggi. Daya tahan kardiovaskular berarti
kemampuan melepaskan energi metabolisme yang ditujukan dengan kemampuan
kerja fisiologis tubuh relatif untuk menghasilkan efisiensi dari pembuluh darah,
jantung dan paru dalam periode waktu
lama (Battinelli, 2000). Daya tahan
kardiovaskular atau kebugaran aerobik juga didefinisikan sebagai kemampuan
sistem respirasi dan sirkulasi untuk menyediakan oksigen untuk kerja otot selama
melakukan aktivitas yang ritmik dan kontinyu dengan melibatkan kelompok besar
otot (Nieman, 2001).
Daya tahan kardiovaskular yang tinggi menunjukkan kemampuan untuk
bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah
energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama (Sharkey, 2011). Daya
tahan kardiovaskular yang baik akan meningkatkan kemampuan kerja manusia
dengan intensitas lebih besar dan waktu yang lebih lama. Daya tahan
kardiovaskular yang baik juga akan memungkinkan untuk membangun ketahanan
yang lebih besar terhadap kelelahan sehingga dapat melakukan aktivitas untuk
jangka waktu yang lebih lama. Besarnya kemampuan kardiovaskular ditentukan
8
dengan pengukuran oksigen yang digunakan maksimal (ambilan oksigen
maksimal) atau VO2max secara langsung untuk beraktivitas.
2.1.2. Volume Oksigen Maksimal (VO2max)
VO2max yaitu suatu ukuran kapasitas tubuh dalam menggunakan oksigen.
VO2max merupakan jumlah oksigen maksimal yang dikonsumsi permenit ketika
seseorang telah mencapai usaha maksimal. VO2max merupakan faktor utama
untuk menentukan intensitas latihan atau kecepatan langkah yang dapat dilakukan
secara terus-menerus. VO2max ditanyatakan dalam berat badan dalam milliliter
oksigen yang dikonsumsi perkilogram permenit (mL/kg permenit). VO2max
bergantung pada transportasi oksigen, kapasitas ikatan oksigen dalam darah,
fungsi jantung, kapabilitas difusi oksigen dan oksidatif potensial di otot (Wiwin,
2008).
Kapasitas aerobik menggambarkan besarnya kemampuan motorik dari
proses aerobik seseorang. Semakin besar kapasitas VO2max seseorang maka
semakin besar pula kemampuan untuk melakukan beban kerja yang berat dan
proses pemulihan kebugaran fisik lebih cepat. VO2max yang besar berbanding
lurus dengan kemampuan seseorang melakukan beban kerja yang berat dalam
waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan oleh kapasitas anaerobik yang
dimiliki seseorang sangat terbatas, sehingga sulit untuk bertahan saat melakukan
beban kerja/latihan yang berat. Oleh sebab itu sistem aerobik yang bekerja hanya
dengan pemakaian oksigen merupakan kunci penentu keberhasilan dalam
olahraga ketahanan. VO2max yang besar juga mempercepat pemulihan setelah
beraktivitas. VO2max yang tinggi memungkinkan untuk melakukan pengulangan
9
gerakan yang berat dan lebih lama. Untuk dosis aktivitas fisik yang sama maka
VO2max yang lebih tinggi akan menghasilkan kadar asam laktat yang rendah
sehingga mempercepat proses pemulihan (Wiwin, 2008).
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Tahan Kardiovaskular
1.
Indeks Massa Tubuh
IMT merupakan hasil dari berat badan (kilogram) dibagi kuadrat dari
tinggi badan (meter). IMT menggambarkan adiposa pada tubuh
seseorang. Dengan pengukuran IMT diperoleh
kategori sebagai
berikut underweight, normal, overweight dan obesitas (Susilowati,
2007).
2.
Umur
Umur mempengaruhi hampir semua komponen dalam kesegaran
jasmani. Umur dapat mempengaruhi daya tahan kardiovaskular
seseorang. Ketahanan kardiovaskular mencapai puncaknya pada usia
10-20 tahun dengan nilai indeks jantung normal kira-kira 4
L/menit/m2. Ketahanan kardiovaskular menurun secara perlahan
seiring dengan bertambahnya usia, dan pada usia 80 tahun nilai
normal indeks jantung hanya tinggal 50%. Ini dikarenakan penurunan
kekuatan kontraksi jantung, massa otot jantung, kapasitan vital paru
dan kapasitas oksidasi otot skeletal (Susilowati, 2007).
3.
Jenis kelamin
Daya tahan kardiovaskular antara pria dan wanita berbeda pada masa
pubertas. Hal ini karena wanita memiliki jaringan lemak yang lebih
10
banyak dibandingkan pria. Selain itu juga terdapat perbedaan
kekuatan otot antara pria dan wanita yang disebabkan oleh perbedaan
ukuran otot dan proporsinya dalam tubuh (Susilowati, 2007).
4.
Aktivitas fisik (kebiasaan olahraga)
Kebiasaan olahraga yang dilakukan oleh seseorang akan berpengaruh
terhadap daya tahan kardiovaskular. Orang yang terlatih akan
memiliki otot yang lebih kuat, lebih lentur, dan memiliki ketahanan
kardiorespirasi yang lebih baik. Latihan yang bersifat aerobik yang
dilakukan secara teratur akan meningkatkan daya tahan kardiovaskular
dan mengurangi lemak tubuh.
Aktivitas fisik yang baik dapat
meningkatkan daya tahan kardiovaskular, yaitu penurunan denyut
nadi, pernafasan semakin membaik, penurunan risiko, penyakit
jantung dan hipertensi (Susilowati, 2007).
5.
Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok dapat
mengakibatkan penuruan performa
pernafasan. Hal ini disebabkan oleh zat nikotin yang terkandung
didalam rokok yang menyebabkan kontriksi bronkiolus terminalis
paru sehingga menyebabkan peningkatan tahanan aliran udara ke
dalam dan keluar paru. Selain itu nikotin dapat melumpuhkan silia
pada permukaan epitel pernafasan secara normal terus bergerak untuk
memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran
pernapasan, ini mengakibatkan lebih banyak debris berakumulasi
dalam jalan napas dan menambah kesukaran bernapas. Efek iritasi
11
asap rokok juga menyebabkan kenaikan sekresi cairan dalam cabangcabang bronkus dan pembengkakan lapisan epitel (Susilowati, 2007).
2.1.5. Harvard Step Test
Harvard
Step Test pertama dikembangkan oleh Graybriel Brouha &
Heath pada tahun 1943 (Cheevers & Cathrine, 2007). Harvard step test
merupakan tes kapasitas aerobik yang sederhana. Tes ini bertujuan untuk
mengukur kapasitas aerobik untuk kerja otot dan kemampuannya pulih dari kerja
(Utari, 2007). Tes dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 45 cm pada
laki-laki dan 40 cm pada perempuan. Tes dilakukan selama 5 menit, setelah 5
menit denyut nadi dihitung dalam menit ke-1, menit ke-2 dan menit ke-3 masingmasing 30 detik. Hasil tes kemudian dimasukkan dengan menggunakan dua cara
penilaian yaitu :
a) Long Form (Fitness Indeks I)
Intrepetasi tes:
Tabel 2.1 Intrepetasi Harvard Step Test
(Sumber: Math, P.E & Health, Science, 2015)
Sangat baik
>90
Baik
80-89
Sedang
65-79
Kurang
55-64
Buruk
<55
12
b) Short Form (Fitness Indeks II)
Pencatatan dihitung dengan denyut nadi selama 30 detik, setelah menit
pertama istirahat (Suntoda, 2007), dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Hasil :
81 ke atas
: baik
50-80
: sedang
49 ke bawah : buruk
Kontraindikasi Harvard step test yaitu akut miokard infark, risiko tinggi
unstabil angina, aritmia jantung yang tidak terkontrol, stenosis aorta, gagal
jantung, emboli paru akut/infark paru, miokarditis akut/pericarditis, stenosis
koroner,
penyakit
katup
jantung,
elektrolit
abnormall,
hipertensi,
takiaritmia/bradiaritmia, kardiomiopati, gangguan mental atau fisik (Cheevers &
Cathrine, 2007).
Berikut indikasi tes dihentikan:
1) Pusing/mual
2) Debar jantung tidak teratur
3) Kelelahan jelas terlihat secara fisik dan verbal
4) Sesak nafas
5) Reaksi orthosympathetic (berkeringat/pucat)
6) Kaki keram
(Cheevers & Cathrine, 2007)
13
Subjek harus menghindari aktivitas berat selama 24 jam sebelum tes dan
menghindari makan berat, kafein, nikotin atau dalam waktu 2 sampai 3 jam
sebelum tes (Cheevers & Cathrine, 2007).
2.2.
Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular terdiri dari 3 bagian yang saling mempengaruhi
yaitu jantung untuk memompa darah, pembuluh darah untuk mengedarkan dan
mengalirkan dan darah untuk menyimpan dan mengatur. Interaksi antara
ketiganya di bawah kendali sistem saraf dan hormon untuk mempertahankan
keseimbangan dinamis oksigen dalam sel (Yusuf, 2001). Sistem kardiovaskular
berfungsi untuk mengangkut oksigen, nutrisi, hormon dan sisa-sisa metabolisme
ke seluruh tubuh (Taylor, 2015).
Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskular
(Sumber: Anonim, 2003)
14
Secara anatomi sistem kardiovaskular dibagi dalam
tiga bagian: (1)
Sistem distribusi yang terdiri dari arteri dan arteriola dengan fungsinya sebagai
“transport” atau penyalur darah ke semua organ dan jaringan sel tubuh serta
mengatur alirannya ke bagian-bagian tubuh yang membutuhkannya. Bagian ini
juga berfungsi menjalankan tekanan pulsasi yang berasal dari jantung ke seluruh
pembuluh darah arteri dan arteriola. (2) Sistem difusi yang terdiri dari pembuluh
darah kapiler, yang ditandai dengan dindingnya yang tersusun sedemikian rupa
sehingga memungkinkan proses difusi suatu bahan yang berlangsung di dalamnya
seperti: karbondioksida, oksigen, zat gizi dan sisa-sisa metabolisme serta tidak
jarang sel-sel darah juga dapat melaluinya. Pembuluh darah kapiler bersama-sama
dengan arteriola dan venula berfungsi memelihara tahanan atau resistance
vaskular. (3) Sistem pengumpul, yang berfungsi menerima dan mengumpulkan
darah dari kapiler, pembuluh darah limfe, dan atau langsung dari sistem arteri.
Bagian pembuluh darah ini merupakan saluran yang “distensible” dan berfungsi
juga mengalirkan kembali darah ke jantung (Masud, 1992).
Darah mengalir di dalam sistem vaskular karena jantung berkontraksi dan
berelaksasi sehingga menimbulkan perubahan-perubahan tekanan yang mampu
memompa darah dari dan ke jantung kembali. Di dalam sistem vaskular, sirkulasi
darah yang beredar di dalamnya berkisar 5-6L pada keadaan istirahat dalam posisi
berbaring, dengan jantung rata-rata memompa darah sebesar 5L permenitnya dan
dapat meningkat sampai dengan 25-35 liter permenit pada saat melakukan
aktivitas olahraga. Volume darah ditiap bagian sistem vaskular bervariasi
jumlahnya sesuai dengan fungsinya dan hanya 9% darah yang terdapat di dalam
15
jantung dari jumlah seluruhnya (Masud, 1992). Distribusi volume darah di dalam
sistem kardiovaskular dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Persentasi volume darah di tiap bagian sistem kardiovaskular
(Sumber: Masud, 1992)
2.2.1. Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi terdiri atas sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik serta
sistem koronaria. Pada sirkulasi pulmonal, darah dari jantung (ventrikel kanan)
melalui arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kemudian dari paru-paru masuk ke
vena pulmonalis dan masuk kembali ke jantung (atrium kiri) (Luhulima, 2001).
Pada sirkulasi sistemik, darah melalui vena cava superior dan inferior
masuk ke atrium kanan, kemudian ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis
(katup AV kanan) dan trunkus pulmonalis melalui katup semilunaris pulmonal.
Kemudian darah dipompakan melalui arteri pulmonalis masuk ke dalam paru-paru
(terjadi pertukaran Gas, CO2 dikeluarkan ke saluran napas dan O2 didifusi ke
darah yang terjadi di alveoli), kemudian kembali ke jantung melalui vena
16
pulmonalis, masuk ke dalam atrium kiri. Darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
melalui katup bicuspidalis (katup mitralis). Darah dari ventrikel kiri dipompa
keseluruh tubuh melalui aorta ascendens dengan katup semilunaris aorta dan
diedarkan keseluruh tubuh melalui arteri yang berlanjut pada arteriol jaringan (ke
sel). Kemudian darah balik (darah vena) kembali ke jantung melalui vena yaitu
vena cava superior dan inferior (Luhulima, 2001).
Pada sirkulasi koronaria (sirkulasi jantung), arteri koroner berawal dari
basis aorta asendens. Untuk menjamin pasokan darah ke jantung, arteri koroner
memiliki banyak anastomosis. Hambatan pada sirkulasi koroner, apakah pada
spasme atau sumbatan, akan menimbulkan iskhemia miokardium dan bila tidak
segera diatasi akan terjadi infark miokardium (Wiwin, 2008).
2.2.2
Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari 4 bagian. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing
tersusun atas dua bagian, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan bagian
kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah bagian jantung yang
menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium adalah menampung darah yang
datang dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum
darah kemudian dikosongkan ke ventrikel. Perbedaan ketebalan dinding atrium
dan ventrikel berhubungan dengan beban kerja yang diperlukan oleh tiap bagian.
Dinding atrium lebih tipis dibandingkan dengan dinding ventrikel karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan
kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Ventrikel kiri mempunyai beban kerja
yang lebih berat diantara dua bagian bawahnya, maka tebalnya sekitar 2 ½ lebih
17
tebal dibandingkan dengan dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan
darah melawan tahanan sistemik yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan
tekanan rendah pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks),
diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut dengan perikardium,
yang terdiri dari 2 lapisan, yaitu:
1) Perikardium Parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada
dan selaput paru.
2) Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan jantung itu sendiri, yang
disebut juga epikardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat cairan pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa.
Cairan ini disebut cairan perikardium (Wiwin, 2008).
Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot
jantung. Secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik (skelet), yang
berada di bawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung ini
menyerupai otot polos karena bersifat volunter. Serat otot jantung tersusun secara
interkoneksi sehingga dapat berkontraksi dan relaksasi secara terkoordinasi. Pola
urutan kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan kelakuan
ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan dan memungkinkannya berfungsi
sebagai pompa (Smeltzer & Bare, 2002). Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan
otot jantung yaitu epicardium (lapisan otot paling luar), myocardium (lapisan otot
tengah) dan endocardium (lapisan otot paling dalam) (Wiwin, 2008).
18
2.2.3. Fisiologi Jantung
Darah yang terdapat di dalam jantung dipompa keluar secara terusmenerus dan setelah melalui sistem vaskular, darah kembali ke jantung. Sistem
vaskular yang dilalui dapat berupa sistem sirkulasi paru (pulmonary circulation)
dan sistem sirkulasi umum (systemic circulation). Pembuluh darah pada kedua
sistem tersebut terdiri dari: 1) pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan
darah dari jantung ke jaringan sel-sel tubuh, 2) pembuluh darah balik (vena) yang
mengalirkan darah dari jaringan sel-sel tubuh ke jantung (Masud, 1992).
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava,
kemudian dipompa ke sistem sirkulasi paru. Setelah mengalami oksigenasi di
dalam jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui
pembuluh darah balik (vena pulmonalis). Selanjutnya darah dipompa keluar dari
jantung melalui bilik kiri ke sistem sirkulasi sistemik menuju ke seluruh jaringan
sel-sel tubuh (Masud, 1992).
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung
sesuai dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per
menitnya dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai 25-35 liter
permenit (Masud, 1992).
Sistem kardiovaskular mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan
menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi,
maka jantung mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahanperubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut menyebabkan perubahan
19
tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya (Masud,
1992).
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskular,
memungkinkan terjadinya hemodinamik disepanjang sistem kardiovaskular. Dan
darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara jantung
kiri dengan atrium kanan dengan tekanan atrium kanan mendekati nol, sedangkan
tekanan kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan darah dari
jaringan sel tubuh melalui vena kembali ke jantung. Darah dipompa dari jantung
kanan menuju jaringan paru untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida, kemudian kembali ke jantung melalui atrium kiri. Darah yang
telah mengalami oksigenasi selanjutnya dipompa jantung ke sistem sirkulasi
sitemik melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran darah menuju cabangcabang arteri dan subarteri yang terdapat di dalam jaringan sel dan organ yang
arteriolnya kemudian bercabang membentuk anyaman kapiler. Dibagian ini terjadi
pertukaran O2 dan CO2. Serta berdifusinya makanan, vitamin, mineral serta darah
akan mengangkut kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke
tempat pembuangan. Dari kapiler, darah menuju venula dan selanjutnya darah
mengalir di dalam sistem vena menuju ke jantung. Aliran darah balik ini akan
dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas penghisap (suction) jantung
dan pompa otot (Masud, 1992).
20
2.2.4. Sistem Vaskular
Pembuluh darah mengalirkan darah yang dipompakan jantung ke dalam
sel. Arteri bersifat elastis mengedarkan darah yang dipompakan dari ventrikel kiri.
Dinding pembuluh darah terdiri atas 3 lapisan yaitu :
1) Tunika intima yang merupakan lapisan paling dalam yang bersentuhan
langsung dengan darah.
2) Tunika media merupakan bagian tengah yang bersifat elastis.
3) Tunika adventisia merupakan lapisan terluar dinding pembuluh darah.
(Luhulima, 2001)
Sistem peredaran atau sistem vaskular terdiri dari arteri, arteriole, kapiler,
venula dan vena.
1) Arteri
Arteri bersifat kuat dan lentur yang membawa darah dari jantung dan
menanggung tekanan darah yang paling tinggi. Kelenturannya
membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung
(Luhulima, 2001)
2) Arteriola
Arteriola adalah arteri yang lebih kecil dan memiliki dinding berotot
yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan
aliran darah ke daerah tertentu (Luhulima, 2001)
3) Kapiler
Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat
tipis yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri yang membawah
21
darah dari jantung dan vena yang membawah darah kembali ke jantung.
Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah
ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari
jaringan ke dalam darah, dari kapiler darah mengalir ke dalam venula
(Luhulima, 2001)
4) Venula
Venula mengalirkan darah ke dalam vena kemudian kembali ke jantung
(Luhulima, 2001)
5) Vena
Vena memiliki dinding yang tipis tetapi biasanya berdiameter lebih
besar dari pada arteri sehingga vena mengangkut darah dalam volume
yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu
di bawah tekanan (Luhulima, 2001)
2.2.5. Sistem Pulmonal (Sistem Respiratory)
Sistem respiratory terdiri dari jalan udara dan jaringan paru-paru yang
dibagi menjadi upper tractus dan lower tractus. Upper respiratory tractus terdiri
dari hidung, pharynx, larynx dan bagian atas trachea. Lower respiratory tractus
terdiri dari bagian bawah trachea, bronchialis dan alveoli (Wiwin, 2008).
a. Mekanisme respirasi
Efek gerakan yang prinsipal dari thoraks adalah untuk mengubah kapasitas
rongga thoracic sehingga memungkinkan udara ditarik ke dalam (inspirasi)
atau dihembuskan (ekspirasi), dan dengan demikian akan menghasilkan
ventilasi paru-paru. Kapasitas ini dapat meningkat dalam 3 dimensi yaitu
22
kearah antero-posterior, lateral dan vertikal oleh adanya kontraksi otot
respirasi yaitu diaphragma dan intercostalis. Jumlah gerakan bergantung pada
ke dalaman respirasi (ventilasi) (Wiwin, 2008).
1. Inspirasi
Serabut otot diafragma akan berkontraksi dan menarik ke bawah
sentral tendon sehingga dengan demikian meningkatkan dimensi vertikal.
Aksi dari tendon tersebut dibatasi oleh organ abdominal dan saat serabut
otot masih terus berkontraksi maka tendon akan menjadi terfiksir pada
suatu titik sehingga costa bagian bawah akan tertarik ke atas dan keluar.
Pada saat inspirasi berlanjut terus maka otot intercostalis juga ikut
berkontraksi untuk menghasilkan gerakan costa bawah dan ditambah costa
bagian atas bergerak kedepan dan ke atas serta keluar. Dengan demikian
kapasitas rongga thoracic meningkat secara keseluruhan dalam 3 dimensi.
Semenjak pleural parietal melekat pada permukaan atas dari diafragma dan
permukaan dalam dari thoraks maka tekanan negatif intrapleural menjadi
lebih negatif, sehingga terjadi stretching pada jaringan elastik paru-paru
dan meningkatkan volume space udara. Udara mengalir ke dalam karena
tekanan didalam paru-paru adalah subatmosfir. Inspirasi yang lebih dalam
akan menghasilkan perbedaan tekanan yang lebih besar sehingga dengan
demikian volume udara yang masuk ke dalam paru-paru menjadi lebih
besar (Wiwin, 2008).
23
2. Ekspirasi
Ekspirasi merupakan gerakan pasif yang dihasilkan oleh elastic
recoil dari dinding dada dan jaringan paru-paru yang memaksa udara
keluar dari paru-paru. Setelah itu, tekanan didalam paru-paru (tekanan
alveolar) menjadi lebih besar daripada tekanan atmosfir, dan ketika kedua
tekanan tersebut adalah sama maka ekspirasi akan terhenti. Pada ekspirasi
yang kuat otot abdominal membantu pelepasan udara melalui peningkatan
tekanan intra-abdominal (Wiwin, 2008).
2.3.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
2.3.1. Definisi IMT
IMT merupakan indikator untuk mengetahui status gizi tubuh.
IMT
merupakan suatu alternatif tindakan untuk pengukuran lemak tubuh yang murah
dan metode skrining berat badan yang mudah dilakukan. IMT dapat
menggambarkan adipositas dalam tubuh. IMT
adalah cara termudah untuk
memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan lemak tubuh dan untuk
mengidentifikasi pasien obesitas dengan risiko mendapat komplikasi medis
(Pudjiadi et al., 2010). Keunggulan utama IMT yaitu menggambarkan lemak
tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi
berskala besar serta pengukurannya hanya membutuhkan berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB), yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang
dengan sedikit latihan (Paramurthi, 2014). Keterbatasan IMT adalah tidak bisa
24
membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Untuk
mengetahui nilai IMT dapat dilakukan dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
IMT
=
Dengan menggunakan IMT dapat diketahui apakah berat badan seseorang
termasuk dalam kategori normal, kurus atau gemuk.
2.3.2. Kategori IMT
IMT diintrepetasikan menggunakan kategori status berat badan standar
yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita dewasa yang berusia 18 tahun
ke atas. Klasifikasi IMT dapat dilakukan menurut berbagai lembaga. Terdapat
perbedaan kategori antara kriteria WHO (Tabel 1) dan kriteria Asia Pasifik (Tabel
2). Kriteria Asia Pasifik digunakan untuk orang-orang yang berada di daerah Asia,
karena IMT orang Asia lebih kecil 2-3 kg/m2 dibandingkan dengan orang Afrika,
Eropa, Amerika ataupun Australia (Ekky, 2013). Klasifikasi IMT berdasarkan
Depkes RI berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara
berkembang. Kriteria IMT berdasarkan Depkes RI (Tabel 3) sama dengan kriteria
Asia Pasifik.
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
(Sumber: WHO, 2004)
Klasifikasi
BMI (kg/m2)
Underweight
<18,5
Normal
18,50 – 24,99
Overweight
25,00 – 29,99
Obesitas
≥ 30,00
25
Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik
(Sumber: WHO, 2004)
Klasifikasi
BMI(kg/m2)
Underweight
<18,5
Normal
18,5 – 22,9
Overweight
23 – 24,9
Obes I
25- 29,9
Obes II
≥ 30,00
Tabel 2.4 Klasifikasi IMT Indonesia
(Sumber: Center for Obesity Research and Education, 2007)
Klasifikasi
BMI(kg/m2)
Underweight
<18,5
Normal
18,5 – 22,9
Overweight
23 – 24,9
Obes I
25- 29,9
Obes II
≥ 30,00
2.3.3. Kekurangan dan Kelebihan IMT
IMT sebagai indikator pengukuran lemak tubuh memiliki kekurangan dan
kelebihan. Kekurangan IMT adalah sebagai berikut:
1. Pada anak-anak : Pengukuran IMT tidak akurat untuk anak-anak karena
seiring pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak jumlah lemak
tubuhnya akan berubah. Lemak tubuh anak laki-laki dan perempuan juga
berbeda sesuai dengan pertumbuhan. Oleh karena itu, pengukuran berat
26
badan pada anak dianjurkan dengan nilai persentil yang dibedakan atas
jenis kelamin dan usia (Paramurthi, 2014).
2. Pada olahragawan : pengukuran IMT tidak akurat pada olahragawan
(terutama atlet bina) yang berada pada kategori obesitas karena
olahragawan mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase
lemak tubuh mereka dalam kadar rendah. Sedangkan kenaikan IMT
disebabkan oleh lemak tubuh dalam pengukuran berdasarkan berat badan
dan tinggi badan (Paramurthi, 2014).
3. Pada kelompok bangsa : pengukuran IMT tidak akurat pada kelompok
bangsa tertentu karena harus memodifikasi mengikut kelompok bangsa
tersebut. Contoh, IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori
kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori
obesitas pada kelompok bangsa seperti bangsa Cina, India dan Melayu.
(Paramurthi, 2014)
Kelebihan dari IMT yaitu :
1. Menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan
2. Pengukurannya hanya membutuhkan berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB)
3. Bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar
4. Biaya yang diperlukan tidak mahal
5. Sederhana dan mudah dikerjakan
6. Hasil bacaan sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada tabel IMT.
27
2.4.
Aktivitas Fisik
2.4.1. Definisi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang dihasilkan otot
rangka dan memerlukan pengeluaran energi (Hoeger & Hoeger, 2005). Aktivitas
fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan fisik yang dilakukan oleh otot
tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2004). Rendahnya aktivitas fisik
merupakan faktor risiko independen terjadinya penyakit kronis dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).
Aktivitas fisik memerlukan usaha yang ringan, sedang atau berat yang dapat
menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur. Setiap aktivitas
fisik yang dilakukan membutuhkan energi yang berbeda-beda tergantung dari
lamanya intensitas dan kerja otot. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas
fisik menyebabkan kurangnya penggunaan energi yang tersimpan di dalam tubuh.
Jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang sesuai
secara berkelanjutan maka dapat mengakibatkan obesitas. Dengan melakukan
latihan fisik merupakan cara yang umum dan paling mudah untuk meningkatkan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik merupakan variabel untuk pengeluaran energi,
sehingga aktivitas fisik ini dijadikan salah satu perilaku untuk menurunkan berat
badan.
Setiap orang dewasa harus mengakumulasikan 30 menit atau lebih
aktivitas fisik berintensitas sedang perhari dalam satu minggu. Aktivitas fisik
yang dimaksud seperti berjalan kaki, berkebun, dan menari. Aktivitas fisik juga
28
dapat berasal dari olahraga atau
rekreasi yang terencana seperti jogging,
bersepeda dan berenang (Sharkey, 2011).
2.4.2. Kategori Aktivitas Fisik
Menurut Angraini (2014) Aktivitas fisik dibedakan dalam kategori
istirahat, sangat ringan, ringan, sedang dan berat. Adapun kegiatan yang
dikategorikan dalam kategori tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 2.5 Kategori Aktivitas Fisik
(Sumber : Anggraini, 2014)
Kategori Aktivitas
Kegiatan
Istirahat
Tidur, berbaring atau bersandar
Duduk dan berdiri, melukis, menyetir
mobil, pekerja laboratorium, mengetik,
Sangat ringan
menyapu, menyetrika, memasak, bermain
kartu, bermain alat musik
Berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph,
bekerja di bengkel, pekerjaan yang
berhubungan dengan listrik, tukang kayu,
Ringan
pekerjaan yang berhubungan dengan
restoran, membersihkan rumah, mengasuh
anak, golf, memancing, tenis meja
Berjalan dengan kecepatan 3,5-4mph,
Sedang
mencabut rumput, menangis dengan
keras, bersepeda, ski, tenis, menari
Berat
Berjalan mendaki, menebang pohon,
29
menggali tanah, basket, panjat tebing,
sepak bola
Sedangkan menurut Nurmalina (2011), Aktivitas fisik dapat digolongkan
menjadi tiga tingkatan yaitu:
a. Kegiatan ringan: hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance).
Contoh: berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci
kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh
adik, nonton TV, aktivitas main Play Station, main komputer, belajar di
rumah, nongkrong.
b. Kegiatan sedang: membutuhkan tenaga intens atau terus-menerus, gerakan
otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis
meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain
musik, jalan cepat.
c. Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan
kekuatan (strength),membuat berkeringat. Contoh: berlari, bermain sepak
bola, aerobik, bela diri (karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond.
Lakukan minimal 30 menit olahraga sedang untuk kesehatan jantung, 60
menit untuk mencegah kenaikan berat badan dan 90 menit untuk menurukan berat
badan (Nurmalina, 2011).
30
2.4.3. Manfaat Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur memiliki efek positif terhadap
kesehatan, yaitu :
1. Meningkatkan pengeluaran energi
2. Terhindar dari penyakit kronik, seperti
penyakit jantung, stroke,
osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain
3. Fleksibilitas otot meningkat dan tulang lebih kuat
4. Berat badan terkendali
5. Memperbaiki fungsi psikologis yang berhubungan dengan obesitas
6. Bentuk tubuh proposional dan ideal
7. Kebugaran terjaga dan lebih bertenaga
8. Meningkatkan rasa percaya diri
9. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik
(Anggraini, 2014)
2.4.4. Tipe-tipe Aktivitas Fisik
Berikut
tipe-tipe
aktivitas
fisik
yang
dapat
dilakukan
untuk
mempertahankan kesehatan tubuh:
1. Ketahanan (endurance)
Jenis aktivitas fisik untuk meningkatkan ketahanan dapat membantu
jantung, paru-paru, otot dan sistem sirkulasi darah agar tetap sehat dan
menghindar dari penyakit kronik. Untuk mendapatkan ketahanan maka
perlu melakukan aktivitas fisik selama 30 menit selama 4-7 kali
perminggu. Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah berjalan
31
kaki, jogging, senam, berenang, bermain tenis, berkebun, dan bekerja di
taman (Anggraini, 2014)
2. Kelenturan (Flexibility)
Jenis aktivitas fisik untuk meningkatkan kelenturan dapat membantu
dalam pergerakan menjadi lebih mudah, mempertahankan otot agar tetap
lentur dan menjaga sendi agar tetap fungsional. Untuk mendapatkan
kelenturan maka perlu melakukan aktivitas fisik selama 30 menit selama
4-7 kali perminggu. Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah
peregangan, yoga, taichi (Anggraini, 2014)
3. Kekuatan (strength)
Jenis aktivitas fisik untuk meningkatkan kekuatan sehingga dapat
membantu
kerja
otot
dalam
menahan
beban
yang
diterima,
mempertahankan bentuk tubuh, menjaga kekuatan tulang serta membantu
meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk
mendapatkan ketahanan maka perlu melakukan aktivitas fisik selama 30
menit selama 2-4 kali perminggu. Contoh aktivitas fisik yang dapat
dilakukan seperti push-up, sit-up, angkat beban, mengikuti kelas senam
terstruktur dan terukur (fitness), naik turun tangga (Anggraini, 2014).
Menurut Sharkey (2011), Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi, misalnya :
a Tidur (1.2 cal/min)
b Naik tangga (1.8 cal/min)
c Turun tangga (7.5 cal/min)
32
d Berjalan kaki (5,6-7 cal/min)
e Berlari (10-25 cal/min)
f Berkebun, menanam bunga (5,6 cal/min)
g Menyetrika (4,2 cal/min)
h Menyapu rumah (3,9 cal/min)
i Membersihkan jendela (3,7 cal/min)
j Berpakaian (3.4 cal/min)
k Mandi (3.4 cal/min)
l Mencuci baju (3,1 cal/min)
m Mengemudi mobil (2,8 cal/min)
n Lompat tali (10-15 cal/min)
o Berenang (6-12.5 cal/min)
p Mendaki gunung (10-15 cal/min)
2.4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik adalah sebagai berikut:
1. Umur
Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai
maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan
kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1%
pertahun, tetapi bila rajin olahraga penurunan ini dapat dikurangi
sampai separuhnya (Karim, 2002)
33
2. Jenis kelamin
Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama
dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki
biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar (Karim, 2002)
3. Pola makan
Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas karena bila
jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan
merasa mudah lelah, dan tidak ingin
melalukan kegiatan seperti
olahraga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan
yang berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan
aktivitas sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang
akan dikonsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh
tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan
secara maksimal (Karim, 2002)
4. Penyakit/ kelainan pada tubuh
Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas,
hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh
seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan.
Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak
diperbolehkan untuk melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga
menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik (Karim, 2002).
34
2.4.6. Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik
Tingkat aktivitas fisik diukur oleh 2 variabel, yaitu (1) frekuensi yaitu
berapa kali atau berapa jam seseorang bekerja dalam seminggu, (2) Durasi yaitu
berapa lama seseorang melakukan pekerjaan tiap minggunya. Berdasarkan IPAQ
kriteria aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Aktivitas fisik rendah
Tidak ada aktivitas yang dilaporkan atau beberapa aktivitas dilaporkan
tetapi tidak cukup untuk memenuhi kategori (< 600 MET-menit/minggu).
2. Aktivitas fisik sedang
Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut :
a.
3 hari atau lebih intensitas aktivitas setidaknya 20 menit per hari.
b.
5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang dan / atau berjalan
setidaknya 30 menit per hari.
c.
5 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang
atau kuat intensitas mencapai minimal setidaknya 600 METmenit/minggu.
3. Aktivitas fisik berat
Memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut :
a.
Aktivitas fisik setidaknya 3 hari intensitas kuat dan mengumpulkan
minimal 1500 MET-menit/minggu.
b.
7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas sedang atau
intensitas berat mengumpulkan setidaknya 3000 MET-menit/minggu.
35
Pengukuran
tingkat
aktivitas
fisik
menggunakan
standart
dari
International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Di mana menggunakan
perhitungan akumulasi waktu dalam seminggu dengan kriteria data frekuensi
beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas.
Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan ‘cukup’ apabila kegiatan dilakukan terus
menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara
kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi,
dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan
aktivitas ‘berat’, ‘sedang’ dan ‘berjalan’. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik
dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, di mana
aktivitas diberi pembobotan, masing-masing untuk aktivitas ‘berat’ empat kali,
aktivitas ‘sedang’ dua kali terhadap aktivitas ‘ringan’ atau jalan santai.
(Laksono, 2013).
2.5.
Hubungan IMT dan Aktivitas Fisik Terhadap Daya Tahan
Kardiovaskular
Daya tahan kardiovaskular dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut diantaranya yaitu IMT dan aktivitas fisik. Dengan IMT dapat diketahui
apakah berat badan seseorang termasuk kategori underweight, normal,
overweight, atau obesitas.
Berdasarkan penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa didapatkan
hubungan yang bermakna antara kesegaran kardiovaskular yang diukur dengan
metode Harvard step Test dan shuttle run test dengan IMT, di mana semakin
36
tinggi IMT maka tingkat kesegaran kardiovaskular semakin rendah (Mexitalia et
al., 2012). Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian pada anak laki-laki Jepang
yang mendapatkan hasil semakin tinggi IMT seseorang semakin rendah kesegaran
kardiovaskularnya, dan massa lemak diyakini sebagai sebab rendahnya kesegaran
kardiovaskular tersebut (Miyatake et al., 2001). Kelemahan dalam penelitian ini
adalah kurangnya pengukuran variabel perancu seperti intensitas latihan dan
aktivitas fisik yang mempengaruhi tingkat kesegaran kardiovaskular seseorang.
(Mexitalia et al., 2012).
Menurut penelitian Utari (2007), terdapat hubungan yang lemah antara
IMT dengan komponen kecepatan, kekuatan statis dan daya tahan otot
lengan/bahu, ketangkasan, daya tahan otot perut, serta daya tahan kardiovaskular
pada anak perempuan. Sedangkan pada anak laki-laki didapatkan hubungan yang
sedang antara IMT dengan komponen kecepatan, daya ledak otot, ketangkasan,
daya tahan otot perut, dan daya tahan kardiorespirasi.
Menurut Setty et al (2013), terdapat korelasi negatif yang signifikan antara
obesitas dengan VO2max, di mana menunjukkan jumlah yang berlebihan dari
lemak tubuh pada fungsi kardiovaskular dan pengambilan oksigen oleh otot-otot
yang bekerja. Namun terdapat korelasi positif yang signifikan antara IMT dan
denyut jantung selama tes treadmill jogging. Daya tahan kardiovaskular yang
rendah pada orang dewasa muda dengan peningkatan lemak tubuh bisa menjadi
faktor penyebab morbiditas penyakit kardiovaskular kemudian pada usia
pertengahan. Obesitas dapat meningkatkan CVD, untuk itu disarankan untuk
mengurangi asupan kalori harian dan meningkatkan kebugaran kardiovaskular.
37
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Laxmi et al (2014) yang dilakukan di
India pada 100 subjek laki-laki muda yang sehat kelompok usia 18 sampai 22
tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan
antara IMT dan VO2max.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebugaran kardiovaskular dan IMT
sebelumnya prediktor penting dari berat badan di masa depan dan menjadi strategi
untuk mengidentifikasi individu di peningkatan risiko obesitas (Susan et al.,
2007).
Sedangkan aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka dan memerlukan energi. Aktivitas fisik juga didefinisikan yaitu suatu
gerakan fisik yang dilakukan otot tubuh dan sistem penunjangnya. Setiap aktivitas
fisik yang dilakukan membutuhkan energi yang berbeda tergantung dari lamanya
intensitas dan kerja otot. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik akan
menyebabkan kurangnya penggunaan energi yang tersimpan dalam tubuh, jika ini
terjadi secara berkelanjutan akan mengakibatkan obesitas. Rendahnya aktivitas
fisik merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kronis dan secara keseluruhan
diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Dengan
melakukan latihan fisik yang teratur seperti berolahraga atau latihan fisik lainnya
dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan seperti meningkatkan
pengeluaran energi, terhindar dari penyakit kronik seperti penyakit jantung,
stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, dan kencing manis,
meningkatkan fleksibilitas otot, tulang lebih kuat, berat badan terkendali,
memperbaiki fungsi psikologis yang berhubungan dengan obesitas, kebugaran
38
terjaga dan lebih bertenaga, meningkatkan rasa percaya diri dan secara
keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik. Menurut penelitian
sebelumnya berat badan yang berlebihan sebagai penyebab atau efek dari
rendahnya tingkat aktivitas fisik dan kebugaran tubuh. (Rauner et al., 2013).
IMT dan aktivitas fisik sama-sama memiliki pengaruh terhadap daya tahan
kardiovaskular. IMT yang normal disertai dengan aktivitas fisik yang baik
senantiasa akan meningkatkan daya tahan kardiovaskular. Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang mengkaji hubungan antara IMT, aktivitas fisik dan daya tahan
kardiovaskular pada anak-anak Taiwan menunjukkan hasil bahwa anak-anak dari
Taiwan
dengan
IMT
normal
umumnya
memiliki
tingkat
daya
tahan
kardiovaskular lebih baik daripada anak-anak yang kekurangan dan kelebihan
berat badan atau obesitas. Dalam penelitian ini juga telah mendemontrasikan
bahwa anak-anak yang aktif secara fisik memiliki tingkat daya tahan
kardiovaskular secara signifikan lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak aktif
(Hsieh et al., 2014).
Download