hubungan peran teman sebagai sumber informasi kesehatan

advertisement
HUBUNGAN PERAN TEMAN SEBAGAI SUMBER INFORMASI KESEHATAN
REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRA
NIKAH
THE RELATIONSHIP OF PEER’S ROLE AS A SOURCE OF REPRODUCTIVE
HEALTH INFORMATION WITH TEENAGER’S ATTITUDE REGARDING PRE
MARITAL SEXUAL INTERCOURSE
ABSTRACT
Eny Kusmiran1 , Siswanto Agus Wilopo2 , Ira Paramastri3
Background: One of the main issues of teenager’s reproductive health is that peer
could influence social norm and teenager’s pre marital sexual intercourse. Data of
Indonesian teenager pre marital sexual behavior based on SKRRI 2002 is very low so
that questioner regarding pre marital sexual intercourse Attitude becomes an
alternative in exploring teenager’s pre marital sexual behavior.
Objective: Find out the contribution of peer’s role as a source of reproductive health
information in influencing teenager’s attitude regarding sexual behavior before married.
Method: This was an observational research that used cross sectional design. The
research data used data of SKRRI and SDKI 2002-2003 with sample of teenagers
aged 15-24 years old with total respondent of 4156 people. The used analysis consists
of univariable analysis with proportion, bivariable with chi square test and multivariable
with logistic regression model with significance level of P<0.05.
Result: There was 70.7% respondents who were disagree about attitude of teenager
regarding pre marital sexual intercourse. The bivariable analysis showed a significant
relationship between peer’s role as a source of reproductive health information,
reproductive health knowledge and confounding variable except accommodation with
p=0.20. The multivariable analysis showed relationship consistency between factors
that could influence teenager’s reproductive health except factors of education level,
accommodation, family, and reproductive health information program at school.
Conclusion: Peer as reproductive health information source and knowledge of
reproductive health (STD) had significant relationship with teenager’s attitude regarding
pre marital sexual relationship. Variable that had significant consistent influence toward
teenager’s attitude regarding pre marital sexual relationship was peer’s role, knowledge
of reproductive health (STD), boys teenager, period of age 20-24 years old, the
influence of television and radio media as well as program of reproductive health
information in community with attitude regarding pre marital sexual intercourse.
Keyword: Teenager, peer, attitude regarding pre marital sexual intercourse
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
45
PENGANTAR
Saat memasuki masa remaja, keterlibatan dengan kelompok teman
sebaya dan ketertarikan terhadap identifikasi kelompok teman sebaya
meningkat. Remaja menemukan teman sebagai penasehat terhadap segala
sesuatu yang mengerti dan bersimpati oleh karena teman sebaya menghadapi
perubahan yang sama. Remaja menghadapi tuntutan untuk membentuk
hubungan baru dan lebih matang dengan lawan jenisnya. Perkembangan seks
remaja mendorong remaja untuk berupaya mempelajari perilaku orang dewasa
sesuai dengan jenis kelaminnya. Perubahan emosi pada remaja mempengaruhi
gairah seksualitas yang muncul dari berbagai bentuk
perubahan psikologi
berupa pencarian identitas diri dan kemandirian untuk lepas dari pengaruh
orangtua. Pencarian identitas dan kemandirian menyebabkan remaja lebih
banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. 10, 11
Perubahan biologis yang pesat mempengaruhi perubahan hormonal
remaja khususnya perubahan fungsi dan dorongan seksual yang tinggi.
Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang
mulai menyukai lawan jenis serta arus informasi melalui media massa baik
berupa majalah, surat kabar, tabloid
ataupun melalui radio, televisi dan
komputer mempercepat perubahan tersebut. Keadaan tersebut sangat
berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja.4,13 Hal ini kadang belum diikuti
dengan perkembangan psikososial sehingga remaja rentan terhadap pengaruh
buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang berisiko tinggi.
Dikalangan remaja Indonesia telah terjadi perubahan pandangan dan
perilaku seksual masyarakat. Beberapa penelitian di beberapa kota di
Indonesia dengan kuat menunjukkan perubahan tersebut. Pola pergaulan
semakin bebas yang didukung oleh berbagai fasilitas sehingga aktivitas seksual
semakin mudah dilakukan bahkan mudah berlanjut menjadi hubungan seksual.
Hubungan seksual sudah tidak dianggap sebagai sesuatu yang sakral.
Peningkatan jumlah remaja yang sudah berhubungan seksual sebelum
menikah sejalan dengan pesatnya perubahan di bidang sosial dan demografi
seperti:1) rapuhnya daya dukung sosial dan keluarga; 2) paparan informasi
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
46
yang selalu terbuka khususnya mengenai seksualitas; 3) semakin panjangnya
masa antara usia kematangan seksual dengan usia menikah; 4) semakin
banyaknya jumlah remaja yang hidup terpisah dari orangtua dan keluarga
dengan tujuan mencari pekerjaan dan menuntut pendidikan yang lebih tinggi. 16
Hasil
polling
di
beberapa
media
massa
menunjukkan
adanya
kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau
perilaku seks di luar nikah. Sikap permisif mengenai hubungan seksual
sebelum menikah didukung juga oleh adanya fakta bahwa remaja sering
menghadapi standar perilaku seksual sebelum menikah yaitu melakukan
abstinence tidak melakukan hubungan seksual sebelum atau di luar nikah bagi
remaja, adanya standar ganda yang mengijinkan laki-laki melakukan hubungan
seksual sebelum menikah dan tidak untuk wanita, hubungan seksual
diperbolehkan jika saling menyukai serta hubungan seksual dilakukan suka
sama suka. 9
Saat ini belum ada data di Indonesia yang berskala nasional tentang
prevalensi hubungan seksual sebelum menikah di kalangan remaja. Pada
survei SKRRI 2002-2003 salah satu tujuan adalah menggali isu hubungan
seksual pranikah remaja tetapi data yang tersedia underestimate sehingga
pendekatan melalui pertanyaan sikap mengenai hubungan seksual pranikah
dapat mewakili informasi tentang perilaku seksual pranikah remaja di Indonesia.
3, 16
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi peran teman
sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi dengan sikap remaja
mengenai hubungan seksual pranikah. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat
bagi pengembangan program kesehatan reproduksi remaja.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang). Data sekunder dari
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2002-2003.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
47
SKRRI 2002-2003 adalah merupakan sub sampel dari Survei Kesehatan dan
Demografi Indonesia (SDKI) 2002 – 2003, oleh karena itu metode yang
digunakan pada penelitian ini mengacu pada SKRRI 2002-2003.
Subyek penelitian SKRRI 2002-2003 adalah kelompok remaja wanita
dan laki-laki yang belum pernah menikah dan berusia antara 15 – 24 tahun
yang berada dalam 9.099 rumah tangga yang terpilih dari sampel sejak tanggal
21 November 2002 sampai 09 April 2003. Dari jumlah tersebut hanya 8730
rumah tangga yang digunakan dan hanya 8.633 rumah tangga yang dapat
diwawancara lengkap.
Variabel penelitian ini meliputi : variabel bebas (peran teman sebagai
sumber informasi kesehatan reproduksi); variabel antara (pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi yang terdiri dari pengetahuan tentang sistem
organ, keluarga berencana, HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (PMS));
variabel terikat (sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah) dan
variabel penganggu, meliputi: Faktor individu (jenis kelamin, umur, pendidikan,
tempat tinggal), faktor keluarga (peran orangtua sebagai sumber informasi
kesehatan reproduksi),factor masyarakat (pengaruh media radio dan televisi),
dan faktor program kesehatan reproduksi di sekolah dan di masyarakat.
Analisis univariabel dengan pemaparan deskriptif variabel-variabel yang
ada dalam penelitian melalui tabel distribusi frekuensi dan prosentase, Analisis
bivariabel yaitu melihat hubungan antara dua variabel dengan melakukan
pengujian statistik. Uji statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan
proporsi digunakan uji chi square (Χ2) tingkat kemaknaan p<0,05 dan
confidence interval (CI) 95 persen, Analisis multivariabel yaitu untuk melihat
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan mengontrol
variabel pengganggu dengan uji statistik regresi logistic model dengan tingkat
kemaknaan sebesar p<0,05 dan nilai OR diambil dari nilai exponent β dengan
confidence interval (CI) 95 persen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
48
Tabel 1 menunjukkan gambaran sikap remaja mengenai hubungan
seksual pranikah. Dari hasil menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
mempunyai sikap tidak setuju mengenai hubungan seksual pranikah.
Tabel 1. Proporsi sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKKRI
2002-2003
Sikap mengenai hubungan seksual
N
%
pranikah
Setuju
1217
29,3
Tidak setuju
2939
70,7
Sumber: Data sekunder SKRRI 2002-2003
Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi sebagian besar
dalam kategori rendah seperti pengetahuan sistem organ reproduksi, HIV/AIDS
dan PMS. Pengetahuan remaja mengenai keluarga berencana dalam kategori
tinggi yaitu 91,6 %. Data tersaji pada tabel 2.
Tabel 2. Proporsi pengetahuan kesehatan reproduksi meliputi sistem organ,
keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS SKKRI 2002-2003.
Variabel
Rendah
Tinggi
Pengetahuan kesehatan reproduksi
N
%
N
%
Pengetahuan sistem organ reproduksi
Pengetahuan keluarga berencana
Pengetahuan HIV/AIDS
Pengetahuan PMS
Sumber: Data sekunder SKRRI 2002-2003
4032
350
3939
2846
97
8,4
94,8
68,5
124
3
3806 91,6
217 5,2
1310 31,5
2. Analisis Bivariabel pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja
mengenai hubungan seksual pranikah.
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat berkaitan
erat dengan sikap mengenai hubungan seksual pranikah. Hasil analisis tabel 3
menunjukkan hubungan signifikan pengetahuan tentang keluarga berencana
dan PMS terhadap sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dengan
p (< 0,05).
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
49
Tabel 3. Hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap
remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKRRI 2002-2003
Sikap remaja mengenai
Variabel
hubungan seksual pranikah
P
OR
CI 95%
Χ2
Pengetahuan
Setuju
Tidak setuju
kesehatan
N
%
N
%
reproduksi
Sistem organ
Rendah
1179 96,9 2853 97,1
0,06
0,81
0,9 (0,63-1,37)
Tinggi
38
3,1
86
2,9
1,0
Keluarga
berencana
Rendah
71
5,8
279
9,5
14,47 0,000***
0,6 (0,45-0,77)
Tinggi
1146 94,2 2660 90,5
1,0
HIV/AIDS
Rendah
1149 94,4 2790 94,9
0,37
0,54
0,9 (0,67-1,21)
Tinggi
68
5,6
149
5,1
1,0
PMS
Rendah
705 57,9 2141 72,8 88,05 0,000***
0,5 (0,45-0,59)
Tinggi
512 42,1 798
27,2
1,0
Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,***
signifikans pada P < 0,001.
Sumber: Pengolahan data SKRRI 2002-2003
Pengetahuan sistem organ yang rendah berpeluang 0,9 kali lebih kecil
mempengaruhi sikap setuju remaja mengenai hubungan seksual pranikah
tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (X2 = 0,06, p=0,81).
Remaja dengan pengetahuan keluarga berencana yang rendah berpeluang 0,6
kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah
dibandingkan remaja dengan pengetahuan yang tinggi megenai keluarga
berencana. Remaja dengan pengetahuan HIV/AIDS yang rendah berpeluang
0,9 kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah
dibandingkan remaja dengan pengetahuan yang tinggi mengenai HIV/AIDS,
tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (X2 = 0,37, p=0,54).
Remaja dengan pengetahuan PMS yang rendah berpeluang 0,5 kali lebih kecil
untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan
remaja dengan pengetahuan yang tinggi mengenai PMS.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
50
3. Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sikap
remaja mengenai hubungan seksual pranikah.
Tabel 4. Hubungan antara peran teman sebagai sumber informasi kesehatan
reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKRRI
2002-2003
Sikap remaja mengenai
Variabel
hubungan seksual
X2
P
OR
CI 95%
pranikah
Setuju
Tidak
setuju
N
%
N
%
Peran
Teman
Ya
978 80,4 2148 73,1 24,04 0,000***
1,5 (1,28-1,77)
Tidak
239 19,6 791 26,9
1,0
Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,***
signifikans pada P < 0,001
Sumber: Pengolahan data SKRRI 2002-2003
Hasil penelitian diatas menggambarkan bahwa peran teman sebagai
sumber informasi kesehatan reproduksi memilki hubungan signifikan p< 0,05
dengan sikap remaja yang setuju mengenai hubungan seksual pranikah. Peran
Teman memberi pengaruh 1,5 kali lebih besar terhadap sikap setuju mengenai
hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja tanpa pengaruh teman (IK
95%= 1,28-1,77).
4. Hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel dependen sikap
remaja mengenai hubungan seksual pranikah.
Untuk mengetahui hubungan variabel pengganggu yaitu faktor individu
(umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tempat tinggal), faktor rumah
tangga yaitu peran orangtua, faktor media (televisi dan radio) dan faktor
program pengetahuan kesehatan reproduksi di sekolah dan di masyarakat
dengan variabel dependen yaitu sikap remaja mengenai hubungan seksual
pranikah menggunakan uji Chi Square dengan Confidence Interval (CI) 95
persen.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
51
Tabel 5. Hubungan antara faktor individu, faktor rumah tangga faktor media massa, dan
faktor program dengan sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah SKRRI
2002-2003
Variabel
Sikap remaja mengenai
hubungan seksual pranikah
Setuju
Tidak setuju
N
%
N
%
X2
P
OR
CI 95%
Faktor Individu
Jenis kelamin
Laki-laki
815
67
1526
51,9 78,58 0,000*** 1,9 (1,63-2,15)
Perempuan
402
33
1413
48,1
1,0
Umur
15-19 tahun
383 31,5 1346
45,8 72,12 0,000*** 0,5 (0,47-0,62)
20-24 tahun
834 68,5 1593
54,2
1,0
Pendidikan
Rendah
604 49,6 1578
53,7
5,53
0,019*
0,9 (0,74-0,97)
Tinggi
613 50,4 1361
46,3
1,0
Tempat Tinggal
Kota
685 56,3 1589
54,1
1,6
0,20
1,1 (0,95-1,25)
Desa
532 28,3 1350
45,9
1,0
Faktor orangtua
Tidak
161 13,2
464
15,8
4,21
0,04*
0,8 (0,67-0,98)
Ya
1056 86,8 2475
84,2
1,0
Faktor masyarakat
Radio
Ya
602 49,5 1164
39,6 33,84 0,000*** 1,5 (1,30-1,70)
Tidak
615 50,5 1775
60,4
1,0
Televisi
Ya
737 60,6 1448
49,3 43,54 0,000*** 1,2 (1,02-1,49)
Tidak
480 39,4 1491
50,7
1,0
Faktor Program
pengetahuan Kespro
Di Sekolah
Tidak
315
25,9
924
31,4 12,43 0,000*** 0,8 (0,65-0,88)
Ya
902
74,1 2015
68,6
1,0
Di Masyarakat
Tidak
1129 92,8 2805
95,4 11,62 0,001*** 0,6 (0,46-0,80)
Ya
88
7,2
134
4,6
1,0
Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,***
signifikans pada P < 0,001
Sumber: Pengolahan data SKRRI 2002-2003.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
52
Remaja laki-laki berpeluang 1,9 kali lebih besar untuk bersikap setuju
mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja perempuan (IK
95%=1,63-2,15). Rentang umur remaja 15-19 tahun berpeluang 0,5 kali lebih
kecil bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan umur
20-24 tahun. Remaja dengan tingkat pendidikan yang rendah berpeluang 0,9
kali lebih kecil untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah
dibandingkan remaja dengan pendidikan tinggi, dan remaja yang tinggal di
perkotaan dan desa memiliki peluang yang sama untuk bersikap setuju
mengenai hubungan seksual pranikah, tetapi secara statistik hubungan tempat
tinggal remaja tidak signifikan (X2= 1,6, p=0,20).
Remaja yang tidak menjadikan orangtua sebagai sumber informasi
kesehatan reproduksi berpeluang 0,8 kali lebih kecil untuk bersikap setuju
mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan bila ada peran orangtua.
Remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi dari televisi berpeluang 1,2
kali lebih besar bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah
dibandingkan yang tidak terpapar media televisi (IK 95%= 1,02-1,49),
sedangkan remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi dari radio 1,5 kali
lebih besar bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan
remaja yang tidak mendengarkan radio.
Remaja yang tidak mendapat informasi kesehatan reproduksi di sekolah
berpeluang 0,7 kali lebih kecil bersikap setuju mengenai hubungan seksual
pranikah dibandingkan remaja yang mendapatkan informasi di sekolah,
sedangkan remaja yang
tidak mendapat inforamsi kesehatan reproduksi di
masyarakat berpeluang 0,6 kali lebih kecil bersikap setuju mengenai hubungan
seksual pranikah (IK 95%= 0,46-0,80).
5. Analisis Multivariabel
Analisis Multivariabel memasukkan semua variabel yang diteliti ke dalam
pemodelan dengan ketentuan variabel tersebut signifikan pada uji bivariabel.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
53
Pemodelan yang disusun adalah enam model yang terbagi atas variabel bebas,
variabel antara, faktor individu, faktor keluarga dan faktor masyarakat.
Tabel 6. Perkiraan Odds Ratio (OR) dengan pemodelan tentang sikap remaja
mengenai hubungan seksual pranikah
Variabel
Peran teman
Ya
Tidak
Pengetahuan
Sistem Organ
Rendah
Tinggi
KB
Rendah
Tinggi
HIV/AIDS
Rendah
Tinggi
PMS
Rendah
Tinggi
Faktor Individu
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur
15-19 tahun
20-24 tahun
Pendidikan
Rendah
Tinggi
Faktor Keluarga
Peran orangtua
Tidak
Ya
Faktor Masyarakat
Televisi
Ya
Tidak
Radio
Ya
Tidak
model 1
1,5***(1,28-1,77)
1
model 2
model 3
model 4
model 5
model 6
1,3**(1,10-1,55)
1
1,3***(1,12-1,58)
1
1,3**(1,13-1,60)
1
1,3(1,06-1,51)
1
1,3*(1,05-1,50)
1
1,3(0,83-1,88)
1
1,1(0,73-1,68)
1
1,1(0,73-1,69)
1
1,2(0,76-1,76)
1
1,2(0,77-1,79)
1
0,8(0,58-1,02)
1
0,7*(0,55-0,97)
1
0,7*(0,54-0,97)
1
0,8(0,61-1,09)
1
0,8(0,61-1,11)
1
1,2(0,88-1,66)
1
1,1(0,82-1,57)
1
1,1(0,82-1,56)
1
1,2(0,83-1,59)
1
1,2(0,85-1,62)
1
0,5***(0,45-0,61)
1
0,6***(0,50-0,70)
1
0,6***(0,50-0,70)
1
0,6***(0,54-0,75)
1
0,6***(0,55-0,76)
1
1,8***(1,53-2,04)
1
1,7***(1,49-2,01)
1
1,7***(1,49-2,01)
1
1,8***(1,51-2,04)
1
0,6***(0,55-0,74)
1
0,6***(0,55-0,74)
1
0,6***(0,55-0,74)
1
0,6***(0,55-0,74)
1
1,1(0,93-1,27)
1
1,1(0,93-1,27)
1
1,2*(1,00-1,37)
1
1,2*(1,02-1,44)
1
0,9(0,71-1,07)
1
0,8(0,68-1,02)
1
0,82(0,67-1,01)
1
1,3*(1,09-1,50)
1
1,3*(1,07-1,48)
1
1,2*(1,04-1,42)
1
1,2*(1,02-1,40)
1
model 5
model 6
Lanjutan tabel 6
Variabel
model 1
Faktor Inf. Kespro
Kespro sekolah
Tidak
Ya
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
model 2
model 3
model 4
0,9(0,75-1,10)
1
54
Kespro masy
Tidak
Ya
-2 Log likelihood
R2
df
N
5000,8
0,6
1
4156
4920,6
2,5
5
4156
4811,7
5
7
4156
4810,1
5,1
8
4156
0,7*(0,54-0,98)
1
4787,1
4782
5,6
5,7
8
8
4156
4156
Keterangan : signifikans pada P < 0.05.
Sumber: Pengolahan data SKRRI 2002-2003
Model 1 dibangun untuk mengetahui peran teman sebagai sumber
informasi kesehatan reproduksi dengan sikap remaja mengenai hubungan
seksual pranikah. Hubungan ini sangat bermakna (OR=1,5, IK 95%= 1,281,77). Teman memberi peluang sebesar 1,5 kali terhadap sikap permissive
remaja mengenai hubungan seksual pranikah. Model ini memprediksi sikap
mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 0,6 persen.
Model 2 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan
mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi yang meliputi pengetahuan
sistem
organ
reproduksi,
keluarga
berencana,
HIV/AIDS
dan
PMS.
Penggabungan dua variabel memberi kontribusi terhadap sikap permissive
remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 2,5 persen. Apabila
dilihat dari nilai OR terjadi penurunan sebesar 0,2 dari model 1. Penurunan
tersebut masih signifikan dengan membandingkan nilai -2log likelihood dengan
derajat bebas antara model 1 dan model 2. Hasil pengurangan tersebut lebih
besar dari nilai Χ
2
tabel, hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari
model 2 tampak bahwa adanya peran teman (OR= 1.3, p< 0.001), pengetahuan
PMS yang tinggi (OR= 2.0) memiliki hubungan signifikan dengan sikap remaja
yang setuju mengenai hubungan seksual pranikah.
Model 3 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan
mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi (pengetahuan sistem organ
reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS) dan faktor individu (jenis
kelamin, umur, dan pendidikan). Penggabungan tiga variabel memberi
kontribusi terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual
pranikah sebesar 5 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
55
dengan derajat bebas antara model 1 dan model 3, maka hasil pengurangan
tersebut masih lebih besar dari nilai Χ 2 tabel, hal menunjukkan hubungan yang
signifikan. Dari model 3 tampak hubungan signifikan ditunjukkan pada variabel
adanya peran teman (OR= 1,3, p< 0.001), pengetahuan keluarga berencana
yang tinggi (OR=1,4), pengetahuan PMS yang tinggi (OR= 1,7), remaja laki-laki
(OR= 1,8, p< 0,001), remaja yang berumur 20-24 tahun (OR= 1,7) memberi
peluang pada remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual
pranikah.
Model 4 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan
mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi (pengetahuan sistem organ
reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS), faktor individu (jenis
kelamin, umur, dan pendidikan) dan faktor keluarga (peran orangtua).
Penggabungan empat variabel memberi kontribusi terhadap sikap permissive
remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 5,1 persen, terdapat
peningkatan sebesar 0,1 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood
dengan derajat bebas antara model 1 dan model 4, maka hasil pengurangan
tersebut masih lebih besar dari nilai Χ
2
tabel, hal ini menunjukkan hubungan
yang signifikan.
Dari model 4 tampak hubungan signifikan ditunjukkan pada variabel
adanya peran teman(OR= 1,3, p<0,01), pengetahuan keluarga berencana yang
tinggi(OR=1,4), pengetahuan PMS yang tinggi(OR=1,7), remaja laki-laki(OR=
1,7, p<0,001), remaja yang berumur 20-24 tahun (OR=1,7) memberi peluang
pada remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah.
Variabel tingkat pendidikan dan peran orangtua secara statistik tidak signifikan.
Model 5 menggambarkan hubungan antara peran teman dengan
mengontrol pengetahuan kesehatan reproduksi (pengetahuan sistem organ
reproduksi, keluarga berencana, HIV/AIDS dan PMS), faktor individu (jenis
kelamin, umur, dan pendidikan), faktor keluarga (peran orangtua), dan faktor
masyarakat (pengaruh televisi dan radio). Interaksi antar model memberi
kontribusi terhadap sikap permissive remaja mengenai hubungan seksual
pranikah sebesar 5,6 persen. Apabila membandingkan nilai -2log likelihood
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
56
dengan derajat bebas antara model 1 dan model 5, maka hasil pengurangan
tersebut masih lebih besar dari nilai Χ
2
tabel, hal ini menunjukkan hubungan
yang signifikan. Dari model 5 tampak perubahan hubungan antar variabel yang
signifikan. Variabel yang menunjukan hubungan bermakna yaitu pengetahuan
PMS yang tinggi (OR=1,7), remaja laki-laki(OR= 1,7,p< 0,001), remaja yang
berumur 20-24 tahun (OR=1,7), pendidikan rendah (OR=1,2,p<0,05) dan
remaja
yang
terpapar
pesan
kesehatan
reproduksi
melalui
televisi(OR=1,3,p<0,05) dan radio(OR=1,2,p<0,05) memberi peluang pada
remaja untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah.
Model 6 menggambarkan hubungan semua variabel yang diteliti .
Interaksi antar model memberi kontribusi signifikan terhadap sikap permissive
remaja mengenai hubungan seksual pranikah sebesar 5,7 persen. Apabila
membandingkan nilai -2log likelihood dengan derajat bebas antara model 1 dan
model 6, maka hasil pengurangan tersebut masih lebih besar dari nilai Χ 2 tabel,
hal menunjukkan hubungan yang signifikan. Dari model 6 tampak variabel yang
menunjukkan hubungan bermakna yaitu adanya peran teman(OR=1,3,p<0,05),
pengetahuan PMS yang tinggi(OR=1,7), remaja laki-laki(OR=1,7,p<0,001),
remaja
yang
berumur
20-24
tahun
(OR=17),
pendidikan
rendah
(OR=1,2,p<0,05), remaja yang terpapar pesan kesehatan reproduksi melalui
televisi(OR=1,3,p<0,05) dan radio(OR=1,2,p<0,05) serta tidak adanya informasi
kesehatan reproduksi di masyarakat(OR=1,4) memberi peluang pada remaja
untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah.
Berdasarkan hasil analisis model 1 sampai 6, menunjukkan model yang
memberi perubahan determinasi tertinggi adalah model 3. Variabel yang
konsisten secara statistik signifikan memberi prediksi terhadap sikap setuju
remaja mengenai hubungan seksual pranikah adalah peran teman sebagai
sumber informasi kesehatan reproduksi, pengetahuan kesehatan reproduksi
terutama mengenai PMS yang tinggi, faktor individu (remaja dengan jenis
kelamin laki-laki, dan umur), faktor masyarakat (pengaruh televisi dan radio)
serta tidak adanya faktor informasi kesehatan reproduksi di masyarakat.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
57
PEMBAHASAN
Penelitian ini mencoba menerapkan kerangka konseptual kesehatan
reproduksi remaja dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan terhadap
kesehatan reproduksi remaja . Salah satu intermediate outcome kesehatan
reproduksi remaja yaitu sikap terhadap perilaku kesehatan reproduksi. 14 Sikap
dalam penelitian ini mengenai hubungan seksual pranikah. Dari beberapa tahap
analisis yang telah dilakukan, terdapat sejumlah variabel yang merupakan
faktor yang berperan terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual
pranikah.
Peran teman sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi memberi
peluang 1,5 kali berhubungan dengan sikap setuju remaja mengenai hubungan
seksual pranikah. Analisis keeratan hubungan dua variabel tersebut didapatkan
OR 1.5 (CI 95%=1,28-1,77). Dalam interaksi antar variabel, pengaruh teman
sebaya terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah hanya
memprediksi 0,6 persen.
Hal ini menunjukkan teman bukan referensi utama dalam bersikap setuju
terhadap hubungan seksual pranikah. Remaja tidak akan mengakhiri hubungan
pertemanan hanya karena terdapat perbedaan terhadap perilaku seksual atau
harus mengalah karena tekanan teman untuk mengikuti standar seksual. 1,17
Selain itu penelitian lain juga menunjukkan bahwa teman sebaya dapat
mempengaruhi perilaku sehat remaja tidak hanya masalah perilaku seksual
tetapi juga tentang kekerasan
dan penyalahgunaan.
2
Perilaku berisiko
tersebut dapat merupakan bentuk solidaritas terhadap teman sebaya agar
dapat diterima dalam kelompok teman sebaya. 1, 8
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat berkaitan erat
dengan sikap mengenai hubungan seksual pranikah. Secara keseluruhan,
pengetahuan dasar responden tentang kesehatan reproduksi tidak memadai.
Hasil analisis bivariabel menunjukkan menunjukkan hubungan signifikan
pengetahuan tentang keluarga berencana dan PMS terhadap sikap setuju
mengenai hubungan seksual pranikah dengan p (< 0,05). Pengetahuan tentang
keluarga berencana dan PMS yang tinggi cenderung untuk bersikap setuju
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
58
mengenai hubungan seksual pranikah. Hasil ini serupa dengan penelitian pada
remaja perempuan di Mataram menyatakan bahwa remaja umumnya
mempunyai pengetahuan dasar mengenai PMS/HIV/AIDS. menemukan bahwa
mayoritas dari mereka mengetahui bagaimana virus HIV ditularkan dan bahwa
penyakit AIDS tidak bisa disembuhkan.
Mereka juga mengetahui bahwa
penyakit AIDS bersifat fatal, namun gejala-gejala dari beberapa penyakit yang
terjadi karena dideritanya AIDS dan perkembangan penyakit AIDS belum
diketahui secara luas. Sayangnya, konsep mengenai safe sex belum diketahui
secara benar (ibid). Jelas dirasakan adanya kebutuhan untuk mempertajam
pengetahuan remaja mengenai PMS/HIV/AIDS. 7, 12
Beberapa studi yang pernah dilakukan (Lembaga Demografi Universitas
Indonesia, tahun 1999) menunjukkan sedikitnya pengetahuan yang dimiliki
remaja tentang Penyakit Menular Seksual, selain HIV dan AIDS. Data yang ada
menunjukkan bahwa sekitar 50 persen responden pernah mendengar tentang
HIV/AIDS, namun hanya sedikit sekali yang tahu dengan benar cara -cara
mencegah penularan HIV/AIDS, yaitu (a) hanya berhubungan seksual dengan
pasangan
tetap
sebanyak
18persen;
(b)
menggunakan
kondom
saat
berhubungan seksual sebanyak 4 persen dan (c) menggunakanalat suntik yang
steril sebanyak 9,4 persen. Pengetahuan mereka tentang cara untuk mencegah
penularan PMS-pun sangat rendah. Hanya 14 persen responden yang
menjawab berhubungan seksual dengan pasangan tetap dan hanya 5 persen
yang menyebutkan menggunakan kondom. 11,17
Apabila disikapi dari hasil analisis penelitian ini fenomena yang terjadi
dimungkinkan bahwa 1) rancangan penelitian ini adalah cross sectional dimana
rancangan ini sulit menentukan sebab dan akibat oleh karena data resiko dan
efek dilakukan saat bersamaan (temporal relationship tidak jelas). Akibatnya,
sering tidak mungkin ditentukan mana sebab dan mana akibat, misalnya
hubungan kausal antara pengetahuan kesehatan tentang keluarga berencana
yang tinggi dengan sikap permisif remaja mengenai hubungan seksual pranikah
tidak dapat ditentukan dalam studi prevalens. 6 Pengetahuan kesehatan tentang
keluarga berencana yang tinggi dapat menyebabkan remaja bersikap permisif
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
59
mengenai hubungan seksual pranikah atau remaja yang bersikap permisif
mengenai
hubungan
seksual
pranikah
menyebabkan
remaja
memiliki
pengetahuan keluarga berencana yang tinggi. 2) pengetahuan seks remaja
yang setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk coba-coba tapi
juga menimbulkan salah persepsi.
7
3) Secara sosiologis remaja umumnya
rentan terhadap pengaruh-pengaruh luar . Proses pencarian jati diri untuk
menentukan tokoh panutan, terpengaruh gaya hidup masyarakat sekitar
sehingga mengambil jalan pintas tanpa memikirkan dampak negatifnya. 15
Berdasarkan uji hubungan antara sikap responden remaja dengan
perilaku hubungan seksual juga menunjukkan bahwa sikap yang setuju dengan
hubungan seksual sebelum menikah berhubungan secara bermakna dengan
perilaku hubungan seksual remaja.
Tabel 7. Hubungan antara sikap mengenai hubungan seksual sebelum menikah
dengan perilaku hubungan seksual sebelum menikah remaja
SKRRI 2002-2003
Variabel
Sikap
Setuju
Tidak Setuju
Perilaku remaja mengenai
hubungan seksual pranikah
Ya
Tidak
N
%
N
%
126
11
90,2
8
1091
2928
27,1
72,9
X2
P
OR
CI 95%
2625,72
0,000***
30,7
1,0
(16,53-57,15)
Keterangan : *signifikans pada P < 0,05, **signifikans pada P < 0,01,*** signifikans pada P < 0,001
Sumber: Pengolahan data SKRRI 2002-2003
Hasil hubungan diatas menggambarkan bahwa Sikap remaja mengenai
hubungan seksual sebelum menikah memiliki hubungan signifikan p< 0,05
dengan perilaku remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah.
Sikap setuju mengenai hubungan seksual sebelum menikah berpeluang 30,7
kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah
dibandingkan remaja yang bersikap tidak setuju mengenai hubungan seksual
pranikah (IK 95%= 16,53-57,15).
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
60
Remaja laki-laki lebih memiliki kecenderungan bersikap setuju mengenai
hubungan
seksual
pranikah
oleh
karena:
a)
remaja
laki-laki
kurang
mempertimbangkan keterlibatan perasaan dalam hubungan seksual pranikah
dibandingkan remaja perempuan; b)memiliki kemampuan untuk memaksakan
kehendak dalam hubungan seksual pranikah; c) lebih sering terpengaruh oleh
tekanan teman sebaya. Terdapat hubungan positip antara harapan untuk
melakukan hubungan seksual pranikah dengan lamanya hubungan cinta bagi
remaja laki-laki tetapi tidak untuk remaja perempuan. 09, 17
Pergeseran sikap berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya
pembedaan pandangan menurut jenis kelamin. Di dalam program kesehatan
reproduksi, program harus dapat menjamin kebutuhan baik remaja laki-laki
maupun remaja perempuan. Remaja laki-laki menghadapi tekanan untuk
melakukan seksual aktif dalam pembuktian sebagai laki-laki dewasa dan
supaya diterima oleh teman sebaya. Remaja perempuan sering mengalami
aktivitas seksual dini dan mendapat hukuman berat dari masyarakat bila telah
melakukannya terutama bila hamil diluar nikah. Dalam menghadapi hal tersbut,
program kesehatan reproduksi harus dapat mengidentifikasi tekanan sosial dan
membuat program untuk mengatasinya.
14
Dalam hasil penelitian ini fokus
perhatian kepada remaja laki-laki.
Umur berhubungan secara signifikan dengan sikap mengenai hubungan
seksual pranikah, usia remaja akhir (20-24 tahun) memiliki kecenderungan
bersikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja
usia 15-19 tahun. Hal ini dimungkinkan karena pada tahap usia 20-24 tahun
memiliki ciri kejiwaan dan psikososial seperti mencapai kebebasan orangtua
sehingga menjadi lebih realitas, memiliki ikatan terhadap pekerjaan atau tugas,
pengembangan nilai moral dan etika, pengembangan hubungan pribadi yang
stabil dan kesetaraan kedudukan sosial dengan orang dewasa. 1, 9
Tingkat pendidikan, dan tempat tinggal tidak signifikan memberikan
pengaruh terhadap sikap mengenai hubungan seksual pranikah pada uji
multivariabel. Tingkat pendidikan dalam uji bivariabel menunjukkan hasil bahwa
dengan pendidikan yang tinggi justru meningkatkan kecenderungan sikap
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
61
setuju terhadap hubungan seksual pranikah. Pendidikan tetap memberi
sumbangan penting dalam peningkatan pengetahuan,sikap dan keterampilan
pada remaja. Hal ini dibuktikan makin meningkatnya jenjang pendidikan formal
seseorang maka makin meningkat pula pengetahuan dan sikapnya dalam
berperilaku sehat khususnya kesehatan reproduksi. Pengetahuan seksual dan
kesehatan reproduksi yang setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja
mencoba-coba tetapi juga menimbulkan salah persepsi. 7, 12
Demikian pula dengan tempat tinggal responden hasil uji bivariabel
secara statistik menggungkapkan bahwa remaja pedesaan cenderung memiliki
pengetahuan kesehatan reproduksi yang rendah sehingga memberi kontribusi
terhadap sikap setuju mengenai hubungan seksual sebelum menikah. Hal ini
didukung
oleh
hasil
penelitian
tentang
heteroseksual
remaja
kota
mengungkapkan remaja kota cenderung mempunyai sistem nilai moral yang
longgar dalam interaksi heteroseksualnya dibandingkan dengan beberapa
tahun yang lalu. 18
Peran orangtua sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi dalam
analisis
multivariabel
menunjukkan
hasil
tidak
signifikan.
Prediksi
determinasinya adalah 5,1 persen. Hasil analisis bivariabel peran orang tua
sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi justru membuat sikap setuju
remaja mengenai hubungan seksual pranikah dimungkinkan bahwa orangtua
karena ketidaktahuannya maupun karena sikap yang masih mentabukan
pembicaraan seks dengan anak, menjadikan orangtua tidak terbuka pada anak,
bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. 1, 5
Hasil ini tidak didukung oleh hasil penelitian kuatnya pengaruh teman
sebaya mengenai seks dapat dijembatani oleh adanya komunikasi antara
orangtua dan anak. Meskipun remaja putri lebih banyak mencari informasi
tentang seks melalui teman, buku dan sekolah, peran orangtua sebagai sumber
informasi terbukti lebih berpengaruh terhadap sikap mengenai seks. 9,17 Suatu
penelitian longitudinal mengenai hubungan antara remaja perempuan dan
orangtuanya mengemukakan bahwa adanya jarak komunikasi menyebabkan
pengaruh munculnya gejala-gejala depresi dan gejala ini meningkatkan resiko
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
62
sikap setuju terhadap hubungan seksual pranikah. Ketahanan remaja dalam
menghadapi tahap perkembangan yang sehat didukung oleh faktor luar yaitu
dukungan orangtua, bimbingan dari orang dewasa dan organisasi masyarakat.
5,17
Berdasarkan hal di atas disimpulkan orangtua tetap menjadi peran
utama dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi karena orangtua
seharusnya menjadi sumber informasi pertama tentang seksual dan kesehatan
reproduksi bagi anak-anaknya. Pemberian informasi tentang kesehatan
reproduksi diharapkan berawal dari keluarga (rumah) yang pernah memberikan
informasi/penjelasan tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan
kesehatan reproduksi antara lain tentang mimpi basah, haid, mandi
besar/junub, hubungan suami-isteri, kehamilan, penyakit menular seksual dan
narkoba.
Faktor masyarakat melalui pengaruh media televisi dan radio berperan
dalam mempengaruhi sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah.
Media televisi dan radio memegang peranan yang tidak kecil dalam hal
khayalan seksual remaja dengan perlu menyadari bahwa informasi selain
memperluas wawasan dan pengetahuan juga membawa nilai-nilai dari negara
asal informasi tersebut. Adanya kecenderungan pada daya tarik fisik dan
seksual dalam berbagai media periklanan membuat remaja sulit mengontrol
dorongan seksualnya. 18
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar dan majalah merupakan
sex educator yang penting. Pengaruh positif dan negatif tergantung dari pemilik
dan
pembuat
program
acara
dalam
memperhatikan
mempromosikan kesehatan seksual yang sehat.
tayangan
yang
4
Pengetahuan kesehatan reproduksi masih rendah diberikan oleh sekolah
dimana sebagian besar remaja menghabiskan waktu di sekolah dan
masyarakat. Hasil analisis yang menunjukkan informasi dari sekolah justru
berdampak pengetahuan kesehatan reproduksi rendah dan mendukung sikap
setuju hubungan seksual pranikah. Hal ini dimungkinkan di Indonesia dengan
budaya timurnya reproduksi manusia masih erat kaitannya dengan norma dan
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
63
tata nilai bangsa. Kewaspadaan selalu dipertimbangkan dalam menghadapi
pengaruh luar yang dapat mempengaruhi hubungan kesehatan reproduksi
dengan norma sosial. Reproduksi manusia karena berhubungan dengan tata
nilai masyarakat sehingga subtansi dan penyebaranluasan informasi tentang
reproduksi lebih sulit dikembangkan. Informasi kesehatan reproduksi belum
menyeluruh diberikan sehingga remaja memperoleh sedikit dan hal ini
mendorong remaja untuk mencari tahu kepada sumber lain.
7,18
Walaupun
tingkat kebutuhan akan hak-hak kesehatan reproduksi remaja demikian tinggi,
serta adanya pandangan-pandangan yang keliru tentang seksualitas dan
kesehatan reproduksi,namun pelayanan dan konseling yang berkaitan dengan
hal
tersebut
Menyediakan
belum
sepenuhnya
pelayanan
seperti
dapat
ini
diterima
dianggap
oleh
justru
masyarakat.
14
membangkitkan
keingintahuan remaja sehingga bisa mengakibatkan remaja bertindak aktif
secara seksual.
Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa cara efektif untuk mengurangi
hubungan seksual sebelum menikah adalah dengan menutup segala akses
terhadap
informasi
dan
pelayanan
kesehatan
reproduksi,
disamping
memperkuat peran keluarga, moral dan nilai-nilai agama. Di sisi yang lain,
beberapa penelitian justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Remaja dengan
akses yang baik pada informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi akan
mempunyai pengetahuan yang sangat baik dan ini mencegah mereka
melakukan aktivitas seksual yang tidak bertanggungjawab.
16
Jadi dengan
memperluas akses informasi tentang seksualitas dan Kesehatan reproduksi
yang benar dan jujur bagi remaja akan membuat remaja makin sadar akan
tanggung jawab prilaku reproduksinya. Lebih lanjut maka remaja akan mampu
(empowered) dalam membuat keputusan dalam perilaku reproduksi mereka.
5,15,16
Dalam pendidikan seks dan kesehatan reproduksi perlu dipertimbangkan
teknik pemberian materi. Pendidikan yang pasif tanpa komunikasi dua arah
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pemberian informasi tidak
hanya dengan melihat dan mendengar sekali atau dua kali tetapi dilakukan
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
64
secara bertahap dan berkelanjutan.
5
Pemberian substansi kesehatan
reproduksi perlu kesepakatan dari pemuka agam, orangtua, pendidik, sosiolog,
tenaga medis, psikolog dan teman sebaya. Pelatihan bagi guru-guru sekolah
dan pengembangan materi pendidikan berkaitan dengan informasi yang
dibutuhkan untuk komunikasi adalah kunci sukses dalam program pendidikan
seksual. 18
Pendidikan seksual di sekolah hendaknya tidak terpisah dari pendidikan
pada umumnya dan bersifat terpadu. Materi dapat dimasukkan dalam pelajaran
biologi, kesehatan, moral dan etika secara bertahap
dan terus-menerus.
Penekanan pada pendidikan moral walaupun tidak sedetail pendidikan agama
agar pendidikan seks dapat diterima pelajar sebagai suatu ilmu yang tidak
untuk dipraktekkan pada waktunya. 9, 12
Pendidikan seksual selain menerangkan aspek-aspek anatomis dan
biologis juga perlu menerangkan aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan
seksual yang benar harus memasukkan hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kultur
dan agama.1,5 Selain asumsi diatas, kemungkinan lain yang perlu diperhatikan
bahwa remaja Indonesia daya ketahanan yang rendah. Terjadi pergeseran
norma agama dan sosial di masyarakat memberi dampak terhadap ketahanan
remaja dalam
menghadapi
resiko kesehatan reproduksi
dalam
tahap
perkembangan remaja yang sehat. Remaja Indonesia belum dapat memiliki
ketahanan yaitu suatu proses menghadapi pengaruh negatif dari resiko
paparan, koping yang baik dalam menghadapi pengalaman traumatik, dan
mencegah negatif faktor dari setiap resiko. Kebutuhan kunci ketahanan remaja
adalah adanya faktor resiko dan faktor pendorong yang dapat membawa efek
positif atau mencegah/mengurangi efek negatif terhadap kesehatan remaja. 5
Faktor ketahanan remaja dalam menghadapi masalah perilaku seksual
diantaranya adalah usia pertama kali berhubungan seksual, tingkatan aktivitas
seksual dan perilaku seksual berisiko. Faktor pada tingkat individu meliputi
harga diri, peran serta pada kegiatan ekstrakurikuler, keterlibatan dan prestasi
sekolah, keagamaan, pengetahuan kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS, sikap
positip terhadap penggunaan kondom, pemahaman mengenai safer sex,
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
65
pandangan mengenai seks yang tidak normatif dan ketahanan diri untuk
menolak penggunaan zat terlarang dan kondom. 5, 15
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan,
dapat
diambil
kesimpulan sebagai berikut : 1) Teman sebagai sumber informasi kesehatan
reproduksi berhubungan secara bermakna dengan sikap setuju remaja
mengenai hubungan seksual pranikah. 2) Sikap remaja sebagian besar tidak
setuju mengenai hubungan seksual pranikah. 3) Pengetahuan kesehatan
reproduksi memiliki hubungan bermakna dengan sikap setuju mengenai
hubungan seksual pranikah. Pengetahuan PMS yang tinggi secara bermakna
berhubungan dengan sikap setuju mengenai hubungan seksual pranikah
remaja. 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja mengenai hubungan
seksual pranikah secara bermakna adalah peran teman sebagai sumber
informasi kesehatan reproduksi, pengetahuan kesehatan reproduksi (PMS),
remaja laki-laki, umur 20-24 tahun, terpapar informasi kesehatan reproduksi
melalui televisi dan radio serta informasi kesehatan reproduksi di sekolah dan
masyarakat.
Dari penelitian ini dapat disampaikan saran-saran; 1) perencanaan
model program promosi kesehatan reproduksi remaja dapat dilakukan dengan
memperhatikan lima tingkatan faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
reproduksi remaja yaitu individu, keluarga, masyarakat, sosial dan kebijakan
program. Faktor individu lebih diarahkan kepada ketahanan remaja dalam
menghadapi tahap perkembangan sehat meliputi faktor resiko dan faktor
pendukung. 2) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja
bergantung pada kebutuhan remaja akan informasi kesehatan reproduksi yaitu
dengan memperhatikan kebutuhan berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan
usia remaja. 3) Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi dapat diberikan di
instansi formal yaitu sekolah dan non formal yaitu di masyarakat. Bentuk
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
66
pemberian informasi dengan melibatkan media massa karena hampir
keseluruhan remaja terpapar oleh informasi dari media massa. 4) program
pendidikan kesehatan reproduksi remaja untuk selalu melibatkan peer educator
dan kegiatan peer education karena suatu pesan akan didengar, dipahami dan
dapat mempengaruhi perubahan sikap serta perilaku jika pemberi pesan
sebaya dengan penerima pesan memiliki permasalahan serta tekanan yang
sama.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
67
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arifin, A. (2003). Pegangan Bagi teman Sebaya, Pembinaan Kesehatan
Reproduksi Remaja. Surabaya: Yayasan Mulia Abadi.
2.
Boys, A., Marsden, J., & Strang, J. (2001). “Understanding Reasons for
Drug Use Almost Young People: Functional Perspective.” Health
Education Research, (16), 457-467.
3.
BPS. (2003). Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey 20022003, Preeliminary Report. Jakarta.
4.
Brown, J.D., & Keller, N.S. (2003). “Can The Mass Media be Healthy Sex
Educator?”. Family Planning Perspective,(32),(5),255-258.
5.
Fergus, S., dan Zimmerman, A., M. (2005). “Adolescent Resilience: A
Framework for Understanding Healthy Development in The Face of
Risk”, Annual Review Public Health, (26), 339-419.
6.
Gordis, L. (2000). Epidemiology. Second Edition. W.B. Saunders
Company, Philadelpia.
7.
Gunarsa, S., Y. (1997). “Remaja dan Hubungan Seksual Pranikah,
available at”, www.indomedia.com (20 Juli 2005).
8.
Jessor, R. (1992). Risk Behavior in Adolescent: A Psychosocial
Framework for Understanding and action, Adolescent At Risk, Medical
and Social Perspective. Colorado:Westview Press.
9.
Martin D P, Martin D, Martin M, 2001, “Adolescent Premarital Sexual
Activity, Cohabitation, and Attitude Toward Marriage”, Adolescence, (36),
601-609.
10.
Martopo J K, 2002, Program Kesehatan Reproduksi Remaja., Makalah
disampaikan dalam rapat kerja daerah BKKBN Gedung Dharma Wanita
Propinsi Jawa Tengah..
11.
__________, 2002, Tren Perilaku Remaja di Era Milenium., Seminar
sehari peringatan AIDS International yang diselenggarakan oleh LARAS
Youth Center PKBI Cabang Brebes.
12.
Qomariyah, N, S. (2002). “Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
di SMP, available at, www.bkkbn.go.id/ceria (06 Juni 2005).
13.
Steinberg L, Morris S A, 2001, “Adolescent Development”, Annual
reviews Psychologist, 52:83-110.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
68
14.
Stewart, L., Eckert, E. (1995) “Indicator for Reproductive Health Program
Evaluation”. Carolina Population Center.
15.
Suyatno, B. (2002). “Pamflet Memahami Remaja dari Berbagai
Perspektif Kajian Sosiologis, available at, www.bkkbn.go.id/ceria (10
Agustus 2005).
16.
Tanjung, A., Utamadi, G, Sahanaja J., & Tafal Z. (2001). Kebutuhan
akan Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja, Laporan
Need Assessment di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon, dan
Tasikmalaya. (Ed.Rev). Jakarta: PKBI, BKKBN dan UNFPA.
17.
Werner-Wilson, (1998). “Predictor of Adolescent Sexual Attitudes: The
Influence of Individual and Family Structure”. Journal of Sex Research,
(6), 304-309.
18.
Wibowo, A. (2000). “Permasalahan Reproduksi Remaja dan Alternatif
Keluarnya, available at,” www.bkkbn.go.id/ceria (06 Juli 2005).
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
69
Download