BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagai hak konstutisional; b. bahwa dalam rangka perwujudan akses keadilan bagi masyarakat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, maka perlu diatur penyelenggaraan bantuan hukum dengan Peraturan Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 1 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5421); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ALOR dan BUPATI ALOR MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Alor. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Alor. 2 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor. 4. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. 5. Masyarakat miskin adalah orang atau kelompok orang yang tercatat sebagai penduduk di daerah, dengan kondisi sosial ekonominya dikategorikan miskin. 6. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. 7. Pemohon Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin atau kuasanya yang tidak termasuk Pemberi Bantuan Hukum atau keluarganya yang mengajukan Permohonan Bantuan Hukum. 8. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum yang berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang. 9. Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya. 10. Non litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya. 11. Verifikasi adalah pemeriksaan atas kebenaran laporan, pernyataan dan dokumen yang diserahkan oleh Pemberi Bantuan Hukum. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Bantuan hukum bagi masyarakat miskin dilaksanakan berdasarkan asas : a. keadilan; b. persamaan kedudukan di dalam hukum; c. perlindungan terhadap hak asasi manusia; d. keterbukaan; e. efisiensi; f. efektivitas; dan g. akuntabilitas. Pasal 3 Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin bertujuan untuk: a. menjamin dan memenuhi hak penerima mendapatkan akses keadilan; 3 bantuan hukum untuk b. mewujudkan hak konstitusional setiap orang atau kelompok orang sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum; dan c. menjamin tercapainya keadilan dan kepastian hukum. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 (1) Bantuan hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang sedang menghadapi masalah hukum. (2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, tata usaha negara, uji materil undang-undang dan pelanggaran hak konstitusi masyarakat baik litigasi maupun nonlitigasi. (3) Bantuan hukum menjalankan sebagaimana kuasa, dimaksud mendampingi, pada mewakili, ayat (1), membela, meliputi dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum. Pasal 5 (1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. (2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan. BAB IV PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM Bagian Kesatu Umum Pasal 6 (1) Bantuan hukum diselenggarakan untuk membantu penyelesaian permasalahan hukum yang sedang dihadapi Penerima Bantuan Hukum. 4 (2) Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum. Pasal 7 Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) harus memenuhi syarat : a. berbadan hukum; b. terakreditasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus; dan e. memiliki program Bantuan Hukum. Pasal 8 (1) Penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Pemberi Bantuan Hukum. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) Tahun Anggaran. Bagian Kedua Mekanisme Penetapan Pemberi Bantuan Hukum Paragraf 1 Seleksi Administrasi Pasal 9 Untuk ditetapkan sebagai Pemberi Bantuan Hukum, calon Pemberi Bantuan Hukum harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati, dilampirkan dengan : a. persyaratan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; b. rencana kerja dan rencana anggaran bantuan hukum; c. data personalia tim advokat dan paralegal; d. pengalaman dalam pemberian bantuan hukum; dan e. surat pernyataan tidak sedang memberikan bantuan hukum kepada penerima Bantuan Hukum yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun berkenan. 5 Paragraf 2 Seleksi Kualifikasi Pasal 10 (1) Pemberi Bantuan Hukum yang lulus seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) berhak mengikuti seleksi kualifikasi. (2) Seleksi kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mempresentasikan program kerja dan rencana anggaran. Pasal 11 (1) Pemberi Bantuan Hukum yang dinyatakan lulus seleksi kualifikasi sebagaimana dimakud dalam Pasal 10 ayat (2) ditetapkan sebagai Pemberi Bantuan Hukum. (2) Pemerintah Daerah melakukan kerjasama dengan Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Pasal 12 Seleksi administrasi dan seleksi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, dilakukan oleh tim yang berjumlah gasal paling banyak 5 (lima) orang dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Ketiga Mekanisme Penetapan Penerima Bantuan Hukum Paragraf 1 Persyaratan Pasal 13 (1) Untuk mendapatkan bantuan hukum, Penerima Bantuan Hukum mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan b. uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan hukum. (3) Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melampirkan: 6 a. surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang berwenang di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan b. dokumen yang berkenaan dengan perkara. Pasal 14 (1) Identitas Pemohon Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang. (2) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki identitas, Pemerintah Daerah dapat membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari Instansi yang berwenang. Pasal 15 (1) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a, Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin. (2) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan tersebut. Pasal 16 (1) Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat mengajukan permohonan secara lisan. (2) Dalam hal Permohonan Bantuan Hukum diajukan secara lisan, Pemerintah Daerah menuangkan dalam bentuk tertulis. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani atau dicap jempol oleh Pemohon Bantuan Hukum. 7 Paragraf 2 Mekanisme Pasal 17 (1) Bupati membentuk Tim untuk memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan bantuan hukum. (2) Dalam hal permohonan bantuan hukum telah memenuhi persyaratan, Tim menyampaikan rekomendasi tentang kesediaan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap. (3) Rekomendasi Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah diterima, dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja, Bupati memberikan jawaban secara tertulis kepada Pemohon Bantuan Hukum. (4) Dalam hal Bupati menyatakan kesediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berkas Pemohon Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 16 disampaikan kepada Pemberi Bantuan Hukum untuk memberikan bantuan hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari Penerima Bantuan Hukum. (5) Dalam hal permohonan bantuan hukum ditolak, Bupati memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja kepada Pemohon Bantuan Hukum. Bagian Keempat Pemberian Bantuan Hukum Pasal 18 Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan secara litigasi dan non litigasi. Pasal 19 (1) Pemberian bantuan hukum secara Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. (2) Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan 8 Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. (3) Dalam melakukan pemberian bantuan hukum, paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal. Pasal 20 Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan dengan cara: a. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan; b. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; c. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara; dan d. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Mahkamah Konstitusi. Pasal 22 (1) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum. (2) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan: a. penyuluhan hukum; b. konsultasi hukum; c. investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik; d. penelitian hukum; e. mediasi; 9 f. negosiasi; g. pemberdayaan masyarakat; h. pendampingan di luar pengadilan; dan/atau i. drafting dokumen hukum. Pasal 23 Apabila permohonan bantuan hukum telah diterima Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja Pemberi Bantuan Hukum wajib memberikan bantuan hukum. Pasal 24 (1) Pemberi Bantuan Hukum wajib melakukan koordinasi dengan Penerima Bantuan Hukum tentang rencana kerja pelaksanaan pemberian bantuan hukum. (2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk kesepakatan bersama. (3) Pemberi Bantuan Hukum, harus memberikan perlakuan yang sama kepada Penerima Bantuan Hukum, tanpa memperhatikan jenis kelamin, agama, kepercayaan, suku, dan pekerjaan serta latar belakang politik Penerima Bantuan Hukum. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 25 Penerima Bantuan Hukum berhak: a. mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa; b. mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai perundang-undangan. 10 dengan ketentuan peraturan Pasal 26 Penerima Bantuan Hukum wajib : a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; dan b. membantu kelancaran pemberian bantuan hukum. Pasal 27 Pemberi Bantuan Hukum berhak: a. melakukan rekruitmen terhadap advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum; b. melakukan pelayanan bantuan hukum; c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum; d. menerima anggaran dari Pemerintah Daerah untuk melaksanakan bantuan hukum; e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggungjawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. mendapatkan informasi dan data lain dari Pemerintah Daerah ataupun Instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum. Pasal 28 Pemberi Bantuan Hukum wajib : a. melaporkan kepada Pemerintah Daerah tentang program bantuan hukum; b. melaporkan setiap penggunaan anggaran daerah yang digunakan untuk pemberian bantuan hukum; c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan hukum bagi Advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut; d. menjaga kerahasiaan data, informasi dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang; dan e. memberikan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum. 11 Pasal 29 Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugasnya memberikan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, kecuali Pemberi Bantuan Hukum telah melanggar kode etik yang harus ditaatinya dan/atau peraturan perundang-undangan. BAB VI PELAKSANAAN ANGGARAN BANTUAN HUKUM Bagian Kesatu Tata Cara Pencairan Anggaran Pasal 30 (1) Pencairan dana bantuan hukum litigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan perkara pada setiap tahapan proses beracara dan Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung. (2) Tahapan proses beracara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tahapan penanganan perkara dalam: a. kasus pidana, meliputi penyidikan dan persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi dan peninjauan kembali; b. kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; c. kasus tata usaha negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan d. kasus uji materil Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan. (3) Pencairan dana bantuan hukum pada setiap tahapan proses beracara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum untuk memberikan bantuan hukum sampai dengan perkara yang ditangani selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap. 12 Pasal 31 Pencairan dana bantuan hukum nonlitigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan satu kegiatan dalam paket kegiatan non litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan menyampaikan laporan yang disertai bukti pendukung. Pasal 32 Pencairan dana bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dihitung berdasarkan standar biaya yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 33 Bupati berwenang melakukan pengujian kebenaran atas pelaksanaan bantuan hukum sebagai dasar pencairan dana bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31. Bagian Kedua Pertanggungjawaban Anggaran Pasal 34 (1) Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan anggaran bantuan hukum kepada Bupati pada akhir tahun anggaran. (2) Untuk perkara litigasi laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan paling sedikit : a. salinan putusan perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; dan b. perkembangan perkara yang sedang dalam proses penyelesaian. (3) Untuk kegiatan nonlitigasi laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan laporan kegiatan yang telah dilaksanakan. 13 BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 35 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman dan petunjuk serta langkah-langkah operasional penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pembinaan dan pengawasan diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VIII LARANGAN Pasal 36 Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum. BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 37 (1) Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan kerjasama. (2) Akibat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggaran Pemerintah Daerah yang telah dicairkan dikembalikan kepada Pemerintah Daerah dan kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan tersebut menjadi beban Pemberi Bantuan Hukum. (3) Pemberi Bantuan Hukum yang dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperkenankan melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah selama 2 (dua) tahun berturut-turut. 14 BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Alor. Ditetapkan di Kalabahi. pada tanggal 5 Desember 2013 BUPATI ALOR, SIMEON TH. PALLY Diundangkan di Kalabahi pada tanggal 5 Desember 2013 PLT. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR, HOPNI BUKANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2013 NOMOR 11 15 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR MOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN I. UMUM Bahwa Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara, khususnya warga tidak mampu, merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana diamanatkan dalam Udang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Bahwa pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam setiap tahunnya belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin yang sedang menghadapi masalah hukum dalam proses litigasi maupun non litigasi sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Fakta sebagaimana disebutkan ditemui di Kabupaten Alor. Dalam rapat koordinasi dan analisis masalah-masalah Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Alor Tahun 2012 terungkap bahwa ada banyak kasus seperti kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga, tenaga kerja, pertanahan (penyerobotan hak atas lahan oleh sesama masyarakat), tindak pidana pendidikan, dan berbagai masalah hukum lainnya, belum dapat diselesaian secara hukum karena korban dan/atau masyarakat yang 16 haknya dilanggar mengalami kendala penganggaran dalam proses litigasi maupun non litigasi. Bahwa dalam konteks yang demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, Pemerintah Daerah memandang penting untuk menindaklanjutinya dengan menyusun Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum bagi masyarakat miskin sebagai perwujudan akses keadilan serta jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi masyarakat pencari keadilan di hadapan hukum sebagaimana telah diuraikan diatas. Bahwa dengan demikian Peraturan Daerah ini disamping mengatur asas, tujuan dan ruang lingkup, mengatur pula sejumlah persyaratan dan mekanisme Pemberi Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum, serta tata cara pencairan anggaran dan pertanggungjawabanya, larangan, sanksi dan pembinaan serta pengawasan. Bahwa berkaitan standar biaya untuk 1 (satu) perkara dalam tahapan peradilan, akan diatur dengan Peraturan Bupati. Bahwa dengan adanya Peraturan Daerah ini akan menjadi payung hukum dalam penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat di Daerah dimana Pemerintah Daerah sebagai Penyelenggara, Pemberi Bantuan Hukum sebagai Pelaksana, dan orang atau kelompok orang miskin (masyarakat) sebagai Penerima Bantuan Hukum. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. 17 Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Syarat ini dimaksudkan agar Pemberi Bantuan Hukum benar-benar memiliki legal standing dengan dokumen hukum yang tepat, benar, jelas dan pasti. Yang dimaksud dengan legal standing adalah kedudukan hukum Pemberi Bantuan Hukum harus jelas dan pasti agar ikatan hukum yang dibuat Pemerintah Daerah dengan Pemberi Bantuan Hukum tersebut benar-benar mempunyai kewenangan bertindak. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Jangka waktu kerjasama adalah 1 (satu) tahun anggaran dan dapat diperpanjang untuk tahun anggaran berikutnya, apabila dalam seleksi ditetapkan sebagai Pemberi Bantuan Hukum. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Surat Pernyataan ini bermaterai Rp.6.000,- (enam ribu rupiah), dimaksudkan agar tidak terjadi pembiayaan ganda dalam pemberian bantuan hukum. 18 Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) - Seleksi kualifikasi dilaksanakan secara terbuka di hadapan Tim Seleksi. Unsur-unsur Tim terdiri dari Inspektorat Daerah, Bagian Hukum dan HAM, DPRD dan Pengadilan Negeri. - Esensi seleksi agar ada kompetisi, disamping menghindari penunjukan sepihak yang cenderung subjektif. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Tim Seleksi Administrasi adalah juga Tim Seleksi Kualifikasi. Unsurunsur Tim terdiri dari Inspektorat Daerah, Bagian Hukum dan HAM, DPRD dan Pengadilan Negeri. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Identitas pemohon yang dimaksud adalah Kartu Tanda Penduduk yang telah dilegalisir. Legalisir cukup dilakukan oleh Kepala Desa atau Lurah dimana pemohon bantuan hukum bertempat tinggal. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan pejabat berwenang ditempat tinggal pemohon adalah Sekretaris Lurah atau Kepala Seksi di Kelurahan, Sekretaris Desa, Kepala Urusan dan Kepala Dusun di Desa. Huruf b Cukup jelas. 19 Pasal 14 Ayat (1) Legalisir cukup dilakukan oleh Kepala Desa atau Lurah dimana pemohon bantuan hukum bertempat tinggal. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Apabila permohonan bantuan hukum diwakili oleh keluarga, maka harus dengan surat kuasa. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Agar ada kepastian, Pemerintah Daerah menyurati Pemberi Bantuan Hukum, lengkap dengan berkas Pemohon. Pemberitahuan melalui surat juga disampaikan kepada Penerima Bantuan Hukum agar menghubungi Pemberi Bantuan Hukum dengan nama dan alamat yang telah ditentukan. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum berdasarkan surat kuasa khusus yang dibuat oleh Pemberi Bantuan Hukum. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. 20 Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan paralegal adalah orang yang melakukan pendampingan untuk memperjuangkan keadilan dalam masyarakat. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Diperlukannya kesepakatan karena pada hakekatnya rencana kerja tersebut merupakan perikatan yang di dalamnya memuat hak dan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. 21 Pasal 28 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Kalimat kecuali ada alasan yang sah menurut hukum seperti gempa bumi dengan kekuatan besar yang mengakibatkan tidak berjalannya aktifitas pemerintahan dan masyarakat. Pasal 29 Ketentuan ini berkaitan dengan penanganan Litigasi yang dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum dalam setiap tahapan perkara. Sebagai misal dalam kasus perdata, Gugatan Penggugat ditolak atau dalam kasus pidana putusan Hakim tidak membebaskan terdakwa, maka Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut. Tuntutan perdata maupun pidana hanya berlaku bagi Pemberi Bantuan Hukum yang melanggar kode etik. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup Pasal 32 Cukup Pasal 33 Cukup Pasal 34 Cukup Pasal 35 Cukup Pasal 36 Cukup Pasal 37 Cukup Pasal 38 Cukup jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 509 22