BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Jagung Jagung merupakan tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak, diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural, dan juga dibuat menjadi etanol sebagai salah satu bahan bakar nabati. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Sekitar 50% penggunaan jagung untuk peternakan digunakan sebagai pakan ternak, khususnya unggas. (Mejaya .,2006). 3 Tabel 1. Komposisi Kimia Jagung ( % Bobot Kering ) No. Komponen Lapisan Luar Lembaga Endosperm 1 Protein 6,2 21,0 11,0 2 Minyak 1,5 32,0 1,5 3 Karbohidrat 74,1 34,0 86,5 4 Serat (Bebas N) Kasar 17,0 2,9 0,0 5 Mineral 1,2 10,1 0,5 Sumber : Kent – Jones dan Amos (19670 dalam SS Antarlina, dkk. (1994) Salah satu kelebihan pembuatan etanol dari jagung yaitu jagung memiliki efisiensi tertinggi dibandingkan komoditas lain (tetes tebu, ubi kayu, sagu, dan ubi jalar) dalam proses pembuatan bioetanol, hal ini didukung oleh kandungan pati jagung yang mencapai 60-70% , dan jumlah rendemen ethanol yang dapat diperoleh sekitar 40% dari berat biomassa. Prinsip pembuatan ethanol yang berasal dari biji jagung sama dengan pembuatan etanol dari bahan berbahan baku pati lainnya, Subekti (2006). 1.2 Bioetanol Bioetanol C2H5OH, merupakan cairan yang tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzen dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas alcohol. Terbuat dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menngunakan mikroorganisme. Etanol dapat dipandang sebagai turunan dari etana, C2H6, dengan salah satu atom H digantikan dengan gugus hidroksil. Gugus hidroksil akan membangkitkan polaritas pada molekul dan menimbulkan ikatan hidrogen antar molekul. Sifat-sifat kimia dan fisik etanol sangat tergantung pada gugus hidroksil. Studi spektroskopi inframerah menunjukkan bahwa pada keadaan cair, ikatan-ikatan hidrogen terbentuk karena tarik menarik antara hidrogenhidroksil satu molekul dengan oksigen-hidroksil dari molekul yang lain. 4 Ikatan hidrogen mengakibatkan etanol cair sebagian besar terdimerisasi. Dalam keadaan uap, molekul-molekul etanol bertabiat monomeric (Logsdon, 1994). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku, bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa-senyawa organik lainnya. Etanol sebagai pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, dan resin maupun laboratorium. Di Indonesia, industri minuman merupakan pengguna terbesar etanol, disusul berturut-turut oleh industri asam asetat, rumah sakit dan industri lainnya. Sebagai bahan baku, etanol digunakan untuk pembuatan senyawa asetaldehid, butadiena, dietil eter, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya (Anonim, 1992). Penggunaan etanol sebagai bahan bakar, mempunyai prospek yang cerah. Etanol dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat diperbarukan, karena dapat dibuat dari bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Etanol murni (100%) dapat digunakan sebagai cairan pencampur pada bensin. Etanol mempunyai angka oktan yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menaikkan angka oktan, (Anonim 2009). Secara industrial etanol dapat diproduksi dengan metode; (1) secara sintetik dari etilen, yaitu dengan hidrasi secara langsung dan tidak langsung; (2) diproduksi dari bahan material tertentu seperti dengan hidrokarbonilasi metanol dan karbonilasi metanol dan metil asetat; (3) dengan fermentasi baik menggunakan ragi atau mikroba. Pembuatan etanol dengan reaksi hidrasi langsung etilen dengan menggunakan katalis asam phosphat yang didukung 5 oleh tanah diatomik. Katalis yang lain yang dapat digunakan adalah asam oksida seperti tugsten trioksida pada silika, asam phosphat pada silikaallumonium. Metode pembuatan etanol yang paling terkenal adalah fermentasi. Bahan mentahnya adalah karbohidrat yang langsung dapat difermentasi, yaitu mono/disakarisa seperti glukosa, fruktosa, dan sukros, (Bailey, 1996). Tabel 2. Standar Nasional Indonesia Bioetanol 2.3 Proses Produksi Bioetanol Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase. Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. 6 1.3.1 Persiapan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah karbohidrat, baik sebagai gula (sakarida) yang terdiri dari satu atau dua gugus sakarosa maupun senyawa lebih komplek dalam bentuk pati dan selulosa. Menurut Garba et al. (2006), segala jenis tanaman mengandung pati dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku. Contoh bahan baku bioetanol bersumber gula meliputi nira tebu, nira kelapa, nira aren, beet, sweet sorghum, molases (hasil samping industri gula), buahbuahan. Keuntungan penggunaan nira gula dan molases dalam industri etanol, yaitu tidak memerlukan proses pendahuluan karena bentuk senyawa karbohidratnya sudah siap diubah oleh enzim (Kosaric dkk, 1981; Maiorella dkk, 1981). Adapun bahan baku bioetanol bersumber pati diantaranya meliputi biji-bijian (gandum, jagung, beras, dll), kacang-kacangan dan umbi-umbian (kentang, ubi jalar dan ubi kayu). Proses produksi etanol untuk bahan baku pati harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi glukosa. Jumlah alkohol yang dapat diproduksi dari bahan baku adalah sekitar setengah (berat/berat) dari kandungan pati dan gula (Mathewson,1980). Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu: a. Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula. b. Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik. 7 c. Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan. 1.3.2 Fermentasi Proses perubahan glukosa menjadi ethanol paling banyak dilakukan dengan memanfaatkan aktivitas khamir dari spesies Saccharomyces cerevisiae. Proses fermentasi diawali dengan kondisi aerob kemudian dilanjutkan dengan kondisi anaerob. Hal ini diperlukan karena jika kondisi anaerob dimulai terlalu dini maka sel yang ada tidak cukup banyak untuk melakukan fermentasi dengan baik. Sehingga, untuk mewujudkan kondisi aerob perlu diadakan aerasi meskipun hanya dalam waktu singkat agar nantinya tidak banyak kehilangan hasil. Selanjutnya, metabolisme khamir berlangsung pada kondisi anaerob. Hal ini karena pada kondisi aerob (ada oksigen) akan menjadikan S. cerevisiae berkembang dengan baik akan tetapi etanol sebagai salah satu produk metabolismenya yang diharapkan hanya akan terbentuk sedikit (Crueger, 1984). Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol, semua sumber bahan baku yaitu sumber gula, pati dan serat, setelah menjadi gula, prosesnya sama yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan proses biokimia dimana mikroba yang berperan dalam fermentasi akan 8 menghasilkan enzim yang mampu mengonversi subsrat menjadi etanol. Subsrat yang digunakan adalah bahan bergula dengan 6 atom C. Penggunaan subsrat yang berlebih dapat menghambat kerja khamir. Paturau ( 1982). Proses fermentasi etanol perlu aktivitas mikroba agar dapat mengubah pati, gula menjadi etanol. Mikroba itu sendiri tidak secara langsung berperan dalam proses fermentasi alkohol, tetapi menghasilkan enzim yang kompleks dimana enzim tersebut berperan dalam konversi gula menjadi alkohol dan gas karbondioksida. Jenis mikroba yang digunakan adalah strain khamir, kapang dan bakteri, dan dipilih yang mampu berproduktivitas tinggi. Selain itu jenis mikroba yang digunakan dalam fermentasi alkohol adalah yang toleran terhadap variasi suhu dan resisten terhadap alkohol. Dalam proses fermentasi, kondisi lingkungan tempat tumbuhnya mikroba tersebut harus terus dijaga seperti pengontrolan suhu dan pemberian nutrisi yang cukup agar mikroba tersebut dapat bekerja dengan sempurna dalam proses fermentasi. (Mathewson,1980). Ada dua tahapan penting yang terjadi selama proses pembuatan etanol berbahan dasar pati, yaitu proses hydrolisis dan proses fermentasi. Awalnya biji jagung dihancurkan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil, kemudian dilakukan proses liquifikasi dan pemasakan, pada tahap ini ditambahkan enzim Alfa-Amilase kemudian dilanjutkan dengan proses sakarafikasi dengan penambahan enzim beta glukosidase. Proses 9 selanjutnya yaitu proses fermentasi yang dilakukan oleh Saccaromyces Cerevisiae pada ph 5. Hasil fermentasi tersebut kemudian di destilasi untuk memisahkan antara kandungan air dan etanol yang terbentuk. (Prihandana., dkk, 2007). 1.3.3 Proses Penyaringan Tahapan selanjutnya adalah melakukan penyaringan untuk memisahkan antara etanol yang terbentuk dengan sludge. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi berlangsung. Rasio sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi etanol mencapai 70 % dan pada umumnya masih mengandung larutan gula hingga kadar 18%. Etanol yang terbentuk dengan konsentrasi 8-12% dialirkan untuk diproses lebih lanjut ke tahapan distilasi. Salah satu pemanfaatan limbah sludge yaitu sebagai pupuk atau pakan ternak. 1.3.4 Pemurnian/Destilasi Tahapan berikutnya pada proses pembuatan ethanol adalah distilasi, dimana alkohol hasil proses fermentasi yang berkonsentrasi 8 12% dipisahkan dan dipekatkan untuk dapat dipakai sebagai bahan bakar ataupun kebutuhan lain. Distilasi adalah proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam larutan dengan berdasarkan relative volatilitynya dan perbedaan titik didihnya. Distilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan uap dari setiap tingkat yang berbeda dalam kolom distilasi. Titik didih etanol murni adalah 78 oC sedangkan air adalah 100 oC. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap. Produk yang lebih berat 10 diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan akan keluar dari bagian atas kolom. Hasil distilasi alkohol berkisar 95-96% (v/v), dan pada kondisi tersebut campuran membentuk azeotrope, dimana campuran alkohol dan air sukar untuk dipisahkan. Agar diperoleh konsentrasi yang lebih tinggi dari kadar tersebut haruslah ditempuh dengan cara lain (Alico, 1982). Residu atau sisa distilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih bercampur dengan air disebut stillage. Residu tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak terfermentasikan. Jika stillage tidak dimanfaatkan sebagai hasil samping, bahan tersebut menjadi limbah yang harus ditangani lebih lanjut. Limbah tersebut mempunyai beban BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi sampai 40.000 ppm. Beberapa metode seperti anaerobic digestion, activated sludge dan metode lain dapat dilakukan untuk mengolahnya. Namun pengolahan dengan berbagai cara tersebut perlu biaya tinggi (Alico, 1982). Proses destilasi dapat berjalan sempurna jika digunakan system destilasi bertingkat dengan refluks, yang terdiri dari dua atau lebih kolom destilasi. Masing-masing kolom tersebut memurnikan etanol secara bertahap. Hasil fermentasi didestilasi dalam kolom penyuling dan alkohol diproduksi dalam kolom rectifying. Baik pada kolom penyuling maupun kolom rectifying.( Paturau, 1982). 11