BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Masa Nifas a. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini, yatu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009; h. 2). Masa nifas (puerperium) adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007; h. 958). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2006; h. 122). Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro, 2007; h. 237). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil dan masa nifas berlangsung 6 minggu atau 40 hari. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 b. Tahapan Masa Nifas Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) Puerperium dini Puerperium dini merupakan masa kepulihan, dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2) Puerperium intermedial Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu. 3) Remote puerperium Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Mochtar, 1998; h. 115). c. Kunjungan Masa Nifas Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis. Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali dilakukan, kunjungan tersebut untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah dan mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi, yakni : Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 1) 6-8 jam setelah persalinan a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. b) Mendeteksi dan merawaat penyebab lain perdarahan rujuk bila perdarahan berlanjut. c) Memberikan konseling pada ibu maupun keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. d) Pemberian ASI awal, 1 jam setelah Inisiasi Menyusui Dini berhasil dilakukan. e) Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. 2) 6 hari setelah persalinan a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau. b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. c) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit pada bagian payudara ibu. d) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi yaitu perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. 3) 2 minggu setelah persalinan a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. c) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit pada bagian payudara ibu. d) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi yaitu perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. 4) 6 minggu setelah persalinan a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu atau bayinya alami. b) Memberikan konseling untuk menggunakan KB secara dini (Saifuddin, 2006; h.123). d. Tujuan Asuhan Masa Nifas 1) Memulihkan kesehatan umum penderita a) Menyediakan makan sesuai kebutuhan b) Mengatasi anemia c) Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterilisasi d) Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk memperlancar peredaran darah 2) Mempertahankan kesehatan psikologis 3) Mencegah infeksi dan komplikasi 4) Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI) 5) Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Bahiyatun, 2009; h. 2-3). e. Perubahan Fisiologis Masa Nifas 1) Uterus Menurut Varney (2007; h. 958) involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi (pengelupasan) tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus. Tabel 2.1. Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi Involusi Bayi lahir Uri lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu Tinggi Fundus Uteri Setinggi pusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat simpisis Tidak teraba di atas simpisis Bertambah kecil Sebesar normal Berat Uterus 1.000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram 5) Bekas implantasi plasenta Bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri yang mengecil karena adanya kontraksi, segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter ± 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu keenam mencapai 2,4 cm dan akhirnya pulih. 6) Lochea Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari uterus yang keluar melalui vagina selama masa nifas (Varney, 2007; h. 960). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 Ada beberapa jenis lochea menurut Wiknjosastro (2007; h. 241) yaitu: a) Lochea rubra (cruenta) Lochea ini berwarna merah karena mengandung darah segar yang bercampur dengan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks caseosa, lanugo dan mekonium. Lochea rubra adalah lochea pertama yang mulai keluar segera setelah kelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga hari pertama postpartum. b) Lochea sanguinolenta Lochea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7. c) Lochea serosa Lochea ini berwarna agak kuning, cair dan tidak berdarah lagi yang berlangsung setelah hari ke-7. Lochea serosa mengandung jaringan desidua, leokosit dan eritrosit. d) Lochea alba Lochea ini merupakan cairan yang berwarna putih yang masih mengandung leokosit dan sel desidua yang berlangsung selama 2- 4 minggu postpartum. e) Lochea purulenta Lochea ini merupakan lochea yang berbau busuk yang terjadi karena infeksi, cairan yang keluar seperti nanah. f) Lochea lokiostatis Lochea lokiostatis adalah lochea yang tidak lancar keluar. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 7) Serviks Perubahan-perubahan pada serviks adalah bentuk serviks agak menganga seperti corong setelah bayi dan plasenta lahir. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk semacam cincin (Wiknjosastro, 2007; h. 238). 8) Endometrium Pada endometrium terdapat perubahan yakni timbulnya thrombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai pemukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar enrometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan- jaringan di tempat implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian, tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta. Bila yang terakhir ini terjadi, maka ini dapat menimbulkan kelainan pada kehamilan berikutnya (Wiknjosastro, 2007; h. 239). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 9) Ligamen Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu (Wiknjosastro, 2007; h. 239). 10) Vagina dan perineum Segera setelah persalinan, vagina tetap terbuka lebar karena mengalami memar dan perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan bayi. Hal ini akan normal kembali setelah masa nifas (Varney, 2007; h. 960). 11) Payudara Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan, karena wanita dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pascapartum disebabkan tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada bayinya. Wanita yang menyusui berespon terhadap stimulus bayi yang disusui dan akan terus melepaskan hormon dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu. Bagi ibu yang memilih memberikan makanan formula, involusi jaringan payudara terjadi dengan menghindari stimulasi (Varney, 2007; h. 960). Isapan bayi pada payudara menstimulasi produksi oksitosin secara alami. Oksitosin membantu Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 uterus untuk berkontraksi. Kontraksi uterus sangat penting untuk mengontrol perdarahan setelah kelahiran (WHO, 2001; h. 33). 12) Perubahan Sistem Pencernaan Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesteron sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka episiotomi (Bahiyatun, 2009; h. 61). 13) Perubahan Sistem Perkemihan Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Diuresis terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat kala dua persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selam proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya trauma saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum. 14) Perubahan Sistem Endokrin Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG secara berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari postpartum. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 15) Perubahan Sistem Kardiovaskuler Curah jantung meningkat selam persalinan dan berlangsung sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 postpartum. 16) Perubahan Sistem Hematologi Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi adanya infeksi pada pesalinan lama. Hal ini dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3 hari postpartum, konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml (200 ml hilang pada saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama postpartum dan 500 ml hilang pada saat masa nifas). 17) Perubahan Tanda Vital Tekanan darah harus dalam keadaan stabil. Suhu turun secara perlahan dan stabil pada 24 jam postpartum. Nadi menjadi normal setelah persalinan (Bahiyatun, 2009; h. 61-62). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 f. Kebutuhan Dasar Masa Nifas Menurut Bahiyatun (2009; h. 68-91) kebutuhan dasar masa nifas sebagai berikut: 1) Nutrisi dan Cairan Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi dan untuk memulai proses pemberian ASI ekslusif. Diet dalam masa nifas harus bergizi, bervariasi, seimbang dan mengandung tinggi kalori. Kebutuhan kalori pada ibu nifas meningkat dari kebutuhan wanita biasa dari 2200 kkal sedangkan untu ibu menyusui diperlukan tambahan 700 kkal untuk 6 bulan pertama setelah melahirkan dan selanjutnya 500 kkal. 2) Ambulasi Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali terdapat kontraindikasi. Ambulasi akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboplebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih sehingga mencegah distensi abdominal dan konstipasi. 3) Eliminasi Bidan harus mengobservasi adanya distensi abdomen dengan memalpasi dan mengauskutasi abdomen, terutama pada post-seksio sesaria. Berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam pertama dan minimal sebanyak 200 cc. Anjurkan ibu untuk minum banyak cairan dan ambulasi. Rangsangan berkemih dapat diberikan dengan rendam duduk untuk mengurangi edema dan relaksasi sfingter, lalu kompres hangat/dingin. Bila perlu pasang kateter jika ibu belum bisa berkemih. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 4) Personal Higiene Pada masa postpartum, seorang ibu rentan terhadap infeksi. Untuk itu menjaga kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian tempat tidur dan lingkungannya. Ajari ibu cara membersihkan daerah genetalianya dengan sabun dan air bersih setiap kali setelah berkemih dan defekasi. Membersihkan area perineum akan meningkatkan kenyamanan dan mencegah infeksi. Sebelum dan sesudah membersihkan genetalia, ibu harus mencuci tangan sampai bersih. Pada waktu membersihkan alat genetalia dengan cara membersihkan dari arah depan ke belakang dan membersihkan daerah anus terakhir. Ibu harus mengganti pembalut sedikitnya dua kali sehari. Jika ibu menyusui bayinya, anjurkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan payudaranya. 5) Istirahat Ibu nifas membutuhkan istirahat dan tidur yang cukup. Istirahat sangat penting untuk ibu menyusui. Seorang wanita yang dalam masa nifas dan menyusui memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat karena sedang dalam proses penyembuhan, terutama organ-organ reproduksi dan untuk kebutuhan menyusui bayinya. 6) Seksualitas Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan keluarga. Diskusikan hal ini sejak mulai hamil dan diulang pada postpartum. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan jarinya ke dalam vagina Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. 2. Perdarahan Postpartum a. Definisi Perdarahan Postpartum Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin (Bahiyatun, 2009; h. 115). Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi dan plasenta lahir (Saifuddin, 2006; h. 173). Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal (Varney, 2007; h. 841). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir atau lebih dari 1.000 ml pada persalinan abdominal yang terjadi setelah bayi dan plasenta lahir. b. Perkiraan Jumlah Kehilangan Darah Kondisi untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat sangatlah sulit karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin tersembunyi karena terserap handuk, bantal, kain atau sarung dan tertumpah di lantai. Tidak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah, bukanlah cara Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring di atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya. Menilai kehilangan darah yakni dengan cara melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah darah dapat mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu liter darah. Jika ibu mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekana darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Jika ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml) (JNPK-KR, 2008; h. 110-111). c. Jenis Perdarahan Postpartum : 1) Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum haemorrage) yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi dan plasenta lahir. 2) Perdarahan Postpartum Sekunder (late postpartum haemorrage) yaitu perdarahan yang terjadi tidak termasuk 24 jam pertama setelah bayi dan plasenta lahir (Wiknjosastro, 2007; Nugroho, 2010). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 d. Penyebab Perdarahan Menurut Wiknjosastro (2007; h. 654) dan WHO (2001; h. 59) beberapa penyebab terjadinya perdarahan postpartum antara lain: 1) Atonia uteri Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. 2) Robekan jalan lahir Perdarahan yang terjadi saat ada kontraksi biasanya disebabkan karena robekan pada jalan lahir. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. 3) Retensio plasenta Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah bayi lahir. 4) Retensio sisa plasenta Retensio sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan kontraksi uterus mengakibatkan perdarahan kurang postpartum baik dini dan yang dapat perdarahan postpartum sekunder. 5) Gangguan pembekuan darah Darah secara normal membeku di luar vagina. Kelainan pembekuan darah dapat diakibatkan karena koagulasi intravaskular diseminata (DIC) yaitu gangguan sistem koagulasi yang dipicu oleh Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 kondisi tertentu misalnya abrupsi plasenta, pre-eklampsia, eklampsia dan emboli cairan amnion. 3. Atonia Uteri a. Definisi Atonia Uteri Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab peradarahan postpartum yang paling penting dan biasa terjadi setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik (Nugroho, 2010; h.153). Atonia uteri adalah kondisi myometrium yang tidak dapat berkontraksi segera setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri, segera setelah lahirnya plasenta (Joseph dan Nugroho, 2010; h.108). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa atonia uteri adalah uterus yang tidak dapat berkontraksI setelah plasenta lahir. b. Faktor Predisposisi Menurut Oxorn dan Forte (2010; h. 414) faktor-faktor yang dapat menyebabkan atonia uteri adalah: (1) Jarak hamil < 2 tahun (2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan saat terbaik bagi wanita untuk terjadi kehamilan adalah pada usia antara 20 hingga 35 tahun, karena ibu hamil usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya anemia bagi calon ibu. Menurut Soebroto (2009; h. 60) umur yang terlalu muda atau terlalu tua akan mempengaruhi fungsi alat reproduksinya. Siswosudarmo dan Emilia (2008; h. 82) menjelaskan bahwa kurun reproduksi sehat adalah antara umur 20-35 tahun tahun. Hal ini berarti bahwa umur ibu di luar batas tersebut merupakan kehamilan dengan resiko tinggi. Umur kurang dari 20 tahun panggul belum sempurna sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun ada kecenderungan mengalami perdarahan postpartum. (3) Grandemultipara Ibu yang telah melahirkan lebih dari 4 anak, uterus cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. (4) Uterus yang terlalu regang misal hidramnion, kehamilan ganda, anak sangat besar (BB > 4000 gram) Uterus yang mengalami distensi secara berlebihan cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. (5) Kelainan uterus (mioma uteri, bekas operasi SC) Mioma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu atau menghambat kontraksi serta retraksi uterus. Sedangkan riwayat operasi dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada miometrium sehingga mempengaruhi kontraksi uterus. (6) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum) Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bahwa uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti plasenta letak normal. Joseph dan Nugroho (2010; h. 210) menambahkan pada perdarahan solutio plasenta tidak seluruhnya tampak dari luar tetapi tertimbun di belakang plasenta yang menyebabkan volume rahim makin padat, sehingga terjadi infiltrasi darah ke dalam otot rahim yang mengganggu kontraksi rahim yang dapat menimbulkan perdarahan. (7) Partus lama (exhaussed mother) Partus lama tidak hanya mengakibatkan rahim lelah sehingga cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi ibu juga yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah. (8) Partus precipitatus Menurut Joseph dan Nugroho (2010; h.175) partus precipitatus adalah persalinan yang berlangsung cepat kurang dari 3 jam sebagai akibat his yang terlalu kuat dan terlalu efisien. (9) Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Menurut Cunningham (2005; h. 1463) penyakit hipertensi berakibat iskemia yakni defisiensi darah pada suatu bagian akibat obstruksi pembuluh darah. Arisman (2010; h. 175) menerangkan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 bahwa akibat iskemia mengakibatkan defisiensi oksigen pada jaringan yang berakibat jaringan otot dalam rahim tidak cukup memperoleh oksigen sehingga kontraksi uterus menjadi lemah. (10) Anemia Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit mengalami penurunan di bawah nilai normal yakni 10,5-11gr%. Penurunan kadar hemoglobin disebabkan penambahan volume plasma darah yang tidak sebanding dengan penambahan sel darah merah. Jumlah hemoglobin yang kurang dalam sel darah merah menyebabkan asupan nutrisi yang disalurkan tubuh berkurang sehingga dapat menyebabkan otot uterus melemah dan tidak bisa bekerja maksimal. Hasil pemeriksaan Hb dapat digolongkan bahwa Hb 9-10 gr% disebut anemia ringan, Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang dan Hb kurang dari 7 gr% disebut anemia berat. (11) Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Varney (2007; h. 842) juga menjelaskan bahwa oksitosin memiliki sedikit sampai tidak ada efek terhadap tekanan darah jika diberikan intramuskular atau ditambahkan ke cairan IV dan merupakan obat pilihan pada banyak situasi. Jika ditambahkan ke infus IV yang berlangsung lama, obat tersebut menambah oksitosik yang telah diberikan untuk menimbulkan kontraksi yang terus menerus atau dapat digunakan oleh wanita yang perdarahan, tetapi Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 uterus cenderung relaksasi sehingga dapat mengakibatkan atonía uteri. (12) Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasenta manual Menurut Chapman (2003; h. 271) pada multipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri telah mengalami degenerasi dan nekrosis, menurunnya kemampuan dan fungsi disebabkan kematian sejumlah besar sel pada jaringan endometrium sebagai tempat implantasi plasenta, endometrium dan korpus uteri. Pada multipara daerah endometrium menjadi tidak subur lagi sehingga pemberian oksigenisasi ke hasil konsepsi akan terganggu dan memungkinkan plasenta untuk menanamkan diri lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan janin yang dilahirkan mengakibatkan tertahannya zigot korion plasenta di miometrium (retensio plasenta), sehingga perlu dilakukan manual plasenta. Keadaan endometrium di daerah korpus uteri yang mengalami kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi, hal ini mempengaruhi terjadinya atonia uteri. (13) Pimpinan kala III yang salah, dengan pemijatan dan mendorong uterus sebelum plasenta terlepas. Dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan. (14) Tindakan operatif dengan anastesi umum yang terlalu dalam. Anasthesi inhalasi yang dalam dan lama merupakan faktor yang sering menjadi penyebab. Hal ini mengakibatkan terjadinya Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 relaksasi myometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi myometrium yang jelek dalam kala tiga. c. Patofisiologi Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga menyebabkan uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar dan lembek. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta, ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapisan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan dan pelepasan plasenta terjadi di tempat tersebut. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada diantara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot menekan pembuluh darah dan reaksi otot mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Jika fungsi retraksi dan kontraksi otot rahim terganggu, penutupan pembuluh darah akan terhambat dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu deteksi dini dan penanganan kelahiran plasenta segera Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 setelah lepas dari dinding uterus secara kompeten sangat diperlukan (Wiknjosastro, 2007; Varney, 2007). d. Tanda dan Gejala 1) Tanda dan gejala yang selau ada : a) Pada pemeriksaan uterus didapatkan uterus tidak berkontraksi. Pada perabaan fundus teraba lembut dan lembek sehingga terkesan tidak jelas batasnya, uterus berada di atas ketinggian fundal. b) Perdarahan segera setelah bayi lahir. 2) Tanda dan gejala yang kadang-kadang ada : a) syok (tensi rendah, denyut nadi cepat dan lemah, pasien berubah pucat dan ekstremitas dingin, napas menjadi sesak, dangkal cepat dan terengah-engah, gelisah, kesadaran menurun sampai tidak sadar dan lain-lain) (Joseph dan Nugroho, 2010; Oxorn dan Forte, 2010). e. Pencegahan 1) Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana sehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan memperpanjang jarak hamil. 2) Melakukan konsultasi, antisipasi atau merujuk kehamilan dengan overdistensi uterus: hidraminon dan kehamilan kembar serta persalinan dengan resiko tinggi terjadinya perdarahan. 3) Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun (Manuaba, 2010; h. 397). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 Menurut JNPK-KR (2008; h.1) upaya untuk mencegah perdarahan pascapersalinan yang disebabkan atonia uteri yakni dimulai pada tahap yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III, pengamatan melekat kontraksi uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal. f. Komplikasi 1) Syok hipovolemik jika penanganan tidak adekuat Syok hipovolemik adalah kondisi volume cairan darah intravaskuler berkurang dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. 2) Infeksi (Joseph dan Nugroho, 2010; h. 109). g. Pemeriksaan penunjang Menurut Achadiat (2004; h. 46) pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: (1) Darah lengkap: Hb, hematokrit, golongan darah dan masa pembekuan (2) Urine lengkap. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 h. Penatalaksanaan medis 1) Jika dijumpai keadaan syok, maka segera diberikan infus cairan kristaloid, tranfusi darah, kontrol perdarahan dan pemberian O2 (Achadiat, 2004; h. 46). 2) Masase fundus uteri (maksimal 15 detik), jika uterus berkontraksi lakukan evaluasi rutin. Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi, jahit atau segera rujuk. 3) Jika uterus tidak berkontraksi, bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. 4) Pastikan bahwa kandung kemih ibu kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi lakukan kateterisasi kandung kemih dengan menggunakan tekhnik aseptik. 5) Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit yakni : a) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetrik (satukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu. b) Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini yang menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh. c) Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus tertekan dari arah depan dan belakang. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 d) Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Gambar 1 Kompresi Bimanual Interna (KBI) e) Evaluasi keberhasilan : (1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-perlahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara ketat selama kala empat. (2) Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan. 6) Anjurkan keluarga untuk membantu melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) jika uterus tidak segera berkontraksi setelah 5 menit yakni : a) Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas simfisis pubis. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 b) Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri. Usahakan untuk mencakup /memegang bagian belakang uterus seluas mungkin. c) Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi. Gambar 2 Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) 7) Keluarkan tangan perlahan-lahan 8) Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah. 9) Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 cc larutan ringer laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. Karena jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan dapat dipakai untuk tranfusi darah (jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama perdarahan. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 10) Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI, karena KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi. 11) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan tranfusi darah. 12) Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan. a) Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit. b) Berikan tambahan 500 ml/ jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/ jam. c) Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi (JNPK-KR, 2008; h. 105-107). B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan 1. Teori Manajemen Varney Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat). Varney menjelaskan bahwa manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien. Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk kerangka berfikir lengkap yang dapat dipecah menjadi langkah-langkah tertentu dan dapat diubah sesuai dengan keadaan pasien. Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut: Langkah I : Pengumpulan data dasar Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi keadaan pasien. Pada langkah ini mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien secara lengkap yaitu identitas pasien, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, meninjau data laboratorium. Langkah II : Interpretasi data Pada langkah ini data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah diidentifikasikan. Kata masalah atau diagnosa keduanya digunakan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan terhadap pasien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan pengarahan bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosa. Diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur. Standar nomenklatur diagnosa kebidanan : 1. Diakui dan telah disahkan oleh profesi 2. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan 3. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan 4. Memiliki ciri khas kebidanan 5. Didukung oleh klinikal judgement dalam lingkup praktik kebidanan Langkah III : Identifikasi diagnosa atau masalah potensial Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian diagnosa dan masalah. Langkah ini membutuhkan antisipasi pencegahan bila memungkinkan menunggu sambil mengamati dan bersiap-siap jika hal tersebut benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Langkah ini memerlukan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Data-data terbaru senantiasa dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu dan anak. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 Langkah V : Merencanakan Asuhan Kebidanan Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan langkah sebelumnya, langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa saja yang sudah terlihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut, apakah dibutuhkan konseling, penyuluhan dan rujukan untuk masalah-masalah lainnya. Langkah VI : Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Pada menyeluruh langkah seperti inimerupakan yang telah pelaksanaan diuraikan pada rencana langkah asuhan kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Realisasi dari perencanaan dapat dilakukan oleh bidan, pasien atau anggota keluarga yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab atas terlaksananya seluruh perencenaan. Dalam situasi ketika bidan harus berkolaborasi dengan dokter, misalkan karena pasien mengalami komplikasi, bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan. Langkah VII : Evaluasi Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang bidan berikan kepada pasien. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan, mengulang kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 yang telah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana. Metode pendokumentasian secara SOAP meliputi : 1. Subjektif Pengkajian data yang diperoleh dari anamnesis yang berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Data yang didapatkan dari klien maupun keluarga sebagai suatu keadaan dalam situasi dan kejadian. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis, data akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. 2. Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil laboratorium dan test diagnostik lainnya yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif, data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. 3. Assesment Suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu tentang masalah kesehatan sebagai dasar memberikan intervensi/tindakan kebidanan. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan data objektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pasien, dapat terus diikuti Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 dan diambil keputusan/tindakan yang tepat. Analisis merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut varney langkah kedua, ketiga dan keempat yang menyangkut diagnosa/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosa/masalah potensial dan kebutuhan tindakan segera harus segera diidentifikasikan menurut kewenangan bidan (tindakan mandiri, kolaborasi dan rujukan). 4. Planning Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Menurut varney, planning masuk pada langkah kelima, keenam, ketujuh. Pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien. 2. Teori Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Perdarahan karena Atonia Uteri Adapun penerapan 7 langkah varney pada ibu nifas dengan perdarahan karena atonia uteri adalah sebagai berikut : a. Pengkajian (pengumpulan data dasar) Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Pengkajian merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 1) Data Subjektif a) Biodata yang mencakup identitas pasien (1) Nama Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan perdarahan postpartum primer karena atonía uteri (Varney, 2006; h. 31). (2) Umur Menurut Soebroto (2009; h. 60) umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko, dari hasil penelitian menunjukkan saat terbaik bagi wanita untuk terjadi kehamilan adalah pada usia antara 20 hingga 35 tahun, karena ibu hamil usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya anemia bagi calon ibu. Selain itu menurut Siswosudarmo dan Emilia (2008; h. 82) kurun reproduksi sehat adalah antara umur 20-35 tahun tahun. Hal ini berarti bahwa umur ibu diluar batas tersebut merupakan kehamilan dengan resiko tinggi. Pada umur kurang dari 20 tahun panggul belum sempurna sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun terdapat kecenderungan mengalami perdarahan postpartum. Manuaba (2001; h. 254) menambahkan umur diatas 35 tahun berisiko mengalami pendarahan pada masa nifas karena pertumbuhan endometrium menjadi kurang subur. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 (3) Agama Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa (Varney, 2006; h. 31). (4) Pendidikan Menurut berpengaruh Varney dalam (2006; tindakan h. 839) kebidanan pendidikan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya. Pendidikan yang rendah berpotensi untuk mengalami masalah pada masa nifasnya. Ketidaktahuan ibu untuk memiliki anak terlalu banyak dan jarak yang terlalu dekat beresiko utuk terjadinya perdarahan karena atonía uteri. Selain itu ketidaktahuan ibu untuk tidak menahan BAK karena kandung kemih yang penuh akan menghambat kontraksi uterus. (5) Suku/ bangsa Suku/bangsa berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari karena jika masih ada anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki. Ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 4 kali dapat meningkatkan resiko anemia selain itu pada grandemulitipara keadaan rahimnya telah melemah daya kontraksinya. Hal ini dapat mempengaruhi kejadian perdarahan postpartum primer karena atonia uteri (Oxorn dan Forte, 2010; h. 414). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 (6) Pekerjaan Kusmiyati (2009) berpendapat bahwa pekerjaan untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi yang mempengaruhi gizi pasien. Saat hamil ibu memerlukan asupan makanan lebih banyak, jika asupan gizi ibu kurang hal ini dapat mengakibatkan anemia. Kondisi ibu yang mengalami anemia merupakan salah satu peyebab terjadinya perdarahan postpartum primer karena atonia uteri. (7) Alamat Menurut Varney (2006; h. 31) untuk mempermudah kunjungan rumah untuk memantau penyembuhan pasien. b) Keluhan Utama Keluhan utama dikaji untuk menanyakan keluhan yang berkaitan dengan perdarahan karena atonia uteri. Apakah ibu merasa gelisah, keluar darah segar dan banyak, rahim teraba lembek (Joseph dan Nugroho, 2010; h. 109). c) Riwayat Kesehatan (1) Riwayat kesehatan yang lalu Data ini diperlukan untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien sebelumnya. Riwayat hipertensi akan berpengaruh terhadap kontraksi uterus (Cunningham, 2005; h. 1463). Ibu dengan riwayat diabetes dapat mengakibatkan janin besar (makrosomia) dan polihidramnion sehingga terjadi overdistensi uterus Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 yang dapat menyebabkan atonía uteri (Saifuddin, 2006; h. 290). Anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya atonía uteri. Anemia dapat timbul akibat riwayat penyakit seperti jantung, TBC, malaria dan gagal ginjal. Pada riwayat penyakit jantung menurut Wiknjosastro (2007; h. 431) merupakan penyakit menurun yang dapat menyebabkan anemia pada masa nifas. Volume plasma pada kasus penyakit jantung lebih rendah dari kehamilan dan nifas normal. Secara klinis tampak bahwa semakin meningkat kelas fungsional penyakit jantung yang diderita, maka volume plasma dan sel darah merah cenderung lebih rendah. Pada penyakit TBC yakni penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis. Penderita TBC nafsu makan menurun sehingga asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh berkurang dan mengakibatkan adalah mengalami penyakit menular anemia. yang Penyakit malaria disebabkan oleh plasmodium yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada penderita malaria sel-sel darah banyak yang hancur/rusak karena dimakan plasmodium akibatnya akan terjadi kekurangan sel darah merah, sehingga dapat menyebabkan anemia. Sedangkan pada penyakit gagal ginjal, menurut Waterbury (2001; h. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 65) akan terjadi penurunan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang sehingga menyebabkan anemia. (2) Riwayat kesehatan sekarang Data-data ini diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan perdarahan karena atonia uteri seperti adanya riwayat penyakit diabetes dan hipertensi. Menurut Cunningham (2005; h. 1463) penyakit hipertensi berakibat iskemia yakni defisiensi darah pada suatu bagian akibat obstruksi pembuluh darah. Arisman (2010; h. 175) menerangkan bahwa akibat iskemia mengakibatkan defisiensi oksigen pada jaringan yang berakibat jaringan otot dalam rahim tidak cukup memperoleh oksigen sehingga kontraksi uterus menjadi lemah. Anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya atonía uteri. Anemia dapat timbul akibat riwayat penyakit seperti jantung, TBC, malaria dan gagal ginjal. Pada riwayat penyakit jantung menurut Wiknjosastro (2007; h. 431) merupakan penyakit menurun yang dapat menyebabkan anemia pada masa nifas. Volume plasma pada kasus penyakit jantung lebih rendah dari kehamilan dan nifas normal. Secara klinis tampak bahwa semakin meningkat kelas fungsional penyakit jantung yang diderita, maka volume plasma dan sel darah merah cenderung lebih rendah. Pada penyakit TBC yakni penyakit menular yang Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis. Penderita TBC nafsu makan menurun sehingga asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh berkurang dan mengakibatkan anemia. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada penderita malaria sel-sel darah banyak yang hancur/rusak karena dimakan plasmodium akibatnya akan terjadi kekurangan sel darah merah yang menyebabkan anemia. Sedangkan pada penyakit gagal ginjal, menurut Waterbury (2001; h. 65) akan terjadi penurunan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang sehingga dapat menyebabkan anemia. (3) Riwayat kesehatan keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya yaitu jika ada penyakit keluarga yang menyertai seperti riwayat penyakit diabetes, hipertensi, keturunan kembar karena hamil dengan bayi kembar mengakibatkan overdistensi uterus, hal ini dapat mempengaruhi terjadinya atonia uteri (Oxorn dan Forte, 2010; h. 414). Anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya atonía uteri. Anemia dapat timbul akibat riwayat penyakit seperti jantung, TBC, malaria dan gagal ginjal. Pada riwayat penyakit jantung menurut Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 Wiknjosastro (2007; h. 431) merupakan penyakit menurun yang dapat menyebabkan anemia pada masa nifas. Volume plasma pada kasus penyakit jantung lebih rendah dari kehamilan dan nifas normal. Secara klinis tampak bahwa semakin meningkat kelas fungsional penyakit jantung yang diderita, maka volume plasma dan sel darah merah cenderung lebih rendah. Pada penyakit TBC yakni penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis. Penderita TBC nafsu makan menurun sehingga asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh berkurang dan mengakibat anemia. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada penderita malaria sel-sel darah banyak yang hancur/rusak karena dimakan plasmodium akibatnya akan terjadi kekurangan sel darah merah yang menyebabkan anemia. Sedangkan pada penyakit gagal ginjal, menurut Waterbury (2001; h. 65) akan terjadi penurunan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang sehingga dapat menyebabkan anemia. d) Riwayat Obstetrik (1) Menstruasi Data ini memang tidak secara langsung berhubungan dengan masa nifas, namun dari data yang bidan peroleh bidan akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 dari organ reproduksinya seperti menarche, siklus, volume, keluhan saat menstruasi. Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika mengalami menstruasi, misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak. Ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh pasien dapat menunjuk kepada diagnosa tertentu. Jika hasil diagnosa mengalami kelainan uterus maka hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya atonia uteri (Oxorn dan Forte, 2010; h. 414). (2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu. Ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 4 kali dan jarak antara dua kehamilan kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan resiko terjadinya atonía uteri (Soebroto, 2009; h. 60-61). Selain itu riwayat perdarahan sebelumnya atau plasenta manual sehingga menyebabkan keadaan endometrium di daerah korpus uteri mengalami kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi yang dapat menyebabkan atonia uteri (Chapman, 2003; h. 271). (3) Riwayat kehamilan sekarang Asuhan antenatal merupakan asuhan yang diberikan pada ibu hamil sejak mulai konsepsi sampai sebelum kelahiran bayi (Muslihatun, 2009; h. 131). Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui dan mengawasi Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 perkembangan janin dan uterus serta mengetahui letak janin dengan pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dengan cara palpasi Leopold untuk mengetahui TFU, berat janin, pesentasi janin apakah ada kelainan. Jika pada hasil pemeriksaan ibu mengalami kelainan letak plasenta, mengalami overdistensi uterus akibat polihidramnion dan kehamilan kembar yang sudah terdeteksi saat kehamilan maka hal ini patut diwaspadai terjadinya atonia uteri (Oxorn dan Forte, 2010; h. 414). (4) Riwayat persalinan sekarang Tanggal persalinan, jenis persalinan, penyulit, jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas (Sujiyatini, 2011; h. 136). Kelelahan ibu yang berlebihan terlampau lama berlebihan karena ataupun karena partus yang peregangan mengandung anak rahim yang kembar atau hidramnion, keduanya dapat menyebabkan terjadinya atonía setelah anak lahir. Pada keadaan demikian pembuluh-pembuluh darah pada dinding rahim di tempat plasenta terlepas tidak segera menutup karena kontraktilitas dan retraktilitas otot rahim menjadi lemah (Nugroho, 2010; h. 154). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 e) Riwayat KB Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kotrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kotrasepsi. Misalnya salah satu efek samping dari penggunaan kontrasepsi pil kombinasi adalah terjadinya perdarahan. Hal ini mempengaruhi terjadinya anemia yang merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan karena atonía uteri (Saifudin dkk, 2006; MK. 33). f) Kehidupan Sosial Budaya Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan pasien khususnya yakni pada kebiasaan pantang makanan. Jika ibu mengalami anemia karena kurangnya asupan gizi, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan postpartum primer karena atonia uteri (Cunningham, 2005; h. 1463). g) Data Pengetahuan Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang perawatan dan tanda bahaya ibu nifas setelah melahirkan sehingga akan menguntungkan selama masa nifas misal keluhan mengeluarkan darah yang cukup banyak, merasa pusing dan lemas, perut ibu teraba lembek, maka dengan pengetahuan ibu tersebut ibu segera mamberitahu tenaga kesehatan sehingga hal ini dapat mempercepat Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 penanganan akibat perdarahan postpartum primer karena atonia uteri. h) Pola Pemenuhan kebutuhan Sehari-hari (1) Nutrisi Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis makanan, pantangan makanan. Kondisi ibu yang mengalami anemia karena kurangnya asupan gizi, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan postpartum primer karena atonia uteri (Varney, 2006; h. 101). (2) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi ekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah. Jika kandung kemih ibu penuh maka uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Uterus yang naik dan tergeser ke samping, hal ini menandakan kandung kemih ibu penuh (Bahiyatun, 2009; h. 123). (3) Istirahat Dikaji untuk mengetahui pola istirahat ibu. Ibu memerlukan istirahat yang cukup, hal ini penting karena jika ibu kurang istirahat akan mempengaruhi kondisi secara umum. Kelelahan akan berdampak dalam proses pemulihan sehingga dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 postpartum primer karena atonia uteri (Bahiyatun, 2009; h. 82). (4) Personal hygiene Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lochea. Selain itu dengan personal membersihkan hygiene dan yang mengganti baik dengan pembalut, ibu selalu akan mengetahui seberapa banyak darah yang keluar dan berapa banyak pembalut yang diganti, hal ini dapat mempercepat penanganan (Varney, 2006; h. 843). (5) Aktivitas Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi karena jika kondisi ibu lemas harus diwaspadai akan adanya perdarahan. Selain itu mobilisasi mampu meningkatkan kontraktilitas uterus (Chapman, 2003; h. 99). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 2) Data Objektif Dalam menghadapi masa nifas dari dari seorang klien, seorang bidan harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data objektif ini adalah : a) Keadaan umum Menurut Achadiat (2004; h. 45) untuk mengetahui data ini, bidan perlu mengamati keadaan pasien secara keseluruhan. Bakta (2003; h. 45-46) menjelaskan bahwa keadaan umum ibu dengan perdarahan postpartum primer karena atonía uteri adalah lemah. Keadaan lemah terjadi karena perdarahan sehingga kadar hemoglobin dalam sel darah merah menurun yang menjadikan simpanan oksigen dalam jaringan otot berkurang yang mengganggu kontraksi otot. b) Kesadaran Menilai status kesadaran ibu akibat perdarahan postpartum primer karena atonía uteri. Status kesadaran ibu dengan perdarahan postpartum primer karena atonía uteri didapatkan kesadaran dapat menurun sampai tidak sadar (Sastrawinata, 2003; h.172). c) Vital sign Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang dialaminya, yakni : Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 (1) Tekanan darah Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum, tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan. Pada permulaan syok, tekanan sistolik berada di bawah 90 mmHg (WHO, 2001; h. 84). Farrer (2001; h. 231) menambahkan bahwa tekanan darah lebih rendah dikarenakan terjadinya perdarahan sehingga volume darah lebih sedikit dan fungsi dari sel yang tidak adekuat. (2) Nadi Nugroho (2010; h. 146) berpendapat bahwa nadi yang normal berkisar antara 60-80 x/menit. WHO (2001; h. 84) menjelaskan bahwa jika denyut nadi di atas 100 x/ menit, lemah dan cepat, maka hal ini menandakan adanya syok akibat kehilangan darah. (3) Temperatur /suhu Peningkatan suhu badan mencapai (37,5ºC-38ºC) pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan, selain itu bisa juga disebabkan karena istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali normal. Kenaikan suhu yang mencapai > 38ºC adalah mengarah ketanda- Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 tanda infeksi. Ekstremitas ibu yang teraba dingin maka hal ini merupakan salah satu tanda syok akibat perdarahan postpartum primer karena atonía uteri (Nugroho, 2010; h. 146). (4) Pernafasan Menurut Nugroho (2010; h. 146) pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30x/ menit. Kondisi pernafasan ibu yang dangkal dan cepat untuk memenuhi kebutuhan oksigen akibat perdarahan, maka hal ini merupakan salah satu tanda terjadinya syok akibat perdarahan. d) Berat badan Berat badan diperiksa untuk mengetahui kenaikan berat badan sebelum hamil dan saat hamil yang berpengaruh terhadap status gizi pasien (Varney, 2006; h. 103). e) LILA Lingkar lengan atas untuk mengetahui tingkat status gizi pasien (Varney, 2006; h. 103). f) Pemeriksaan Fisik (1) Rambut Tamher dan Ekasari (2009; h. 44) mengemukakan bahwa pada pemeriksaan didapatkan rambut ibu rontok, hal ini menandakan tingkat status gizi ibu kurang. Kondisi ibu seperti ini menandakan ibu anemia yang merupakan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 salah satu penyebab terjadinya perdarahan postpartum primer karena atonía uteri. (2) Muka Menurut Arisman (2010; h. 175) pada inspeksi muka ibu tampak pucat. Hal ini terjadi karena kadar hemoglobin darah yang rendah yang menjadikan tidak adekuatnya sel untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan sehingga terjadi pigmentasi kulit akibat kekurangan oksigen dalam darah. (3) Mata Menurut Arisman (2010; h. 175) bahwa ibu dengan perdarahan konjungtiva ibu terlihat pucat. (4) Bibir Arisman (2010; h. 175) berpendapat bahwa ibu dengan perdarahan bibir ibu tampak pucat. Hal ini disebabkan karena defisiensi oksigen sehingga metabolisme sel menjadi terganggu. (5) Dada Oxorn dan Forte (2010; h. 412) mengemukakan bahwa hiperapnue merupakan salah satu tanda adanya perdarahan karena atonía uteri. (6) Ekstremitas Chrisdiono (2004; h. 45) berpendapat bahwa pada pemeriksaan ekstremitas jika ektremitas teraba dingin, hal ini menandakan adanya perdarahan. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 g) Pemeriksaan Obstetrikus (1) Payudara Pada payudara terjadi proses laktasi. Pemberian ASI secara dini sangat baik untuk merangsang kontraksi uterus sehingga mampu mencegah perdarahan postpartum primer karena atonia uteri. Payudara diinspeksi dan dipalpasi dua kali sehari dan kepada ibu ditanyakan apakah payudara terasa pegal, sakit atau tidak. Bidan mencari setiap daerah yang berwarna merah pada payudara dan menginspeksi puting untuk menemukan gejala edema, fisura atau perdarahan. Bagian-bagian di sekitar payudara, termasuk daerah aksila, harus teraba normal karena benjolan atau masa yang tidak lazim dijumpai menunjukkan ASI yang terhambat, kemudian memeriksa bagian sebelah dalam dengan melakukan palpasi secara hati-hati dan mencatat setiap daerah yang terasa nyeri ketika disentuh (Farrer, 2001; Bahiyatun, 2009). (2) Abdomen Pada pemeriksaan uterus didapatkan uterus teraba lembek, uterus berada di atas ketinggian fundal saat masa postpartum segera, hal ini merupakan tanda dari atonia uteri (Sujiyatini, 2011; h. 138). Menurut Varney (2007; h. 958) pemeriksaan abdomen meliputi perubahan involusi uterus merupakan proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Perubahan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan TFU. Pemeriksaan TFU pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram. pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat. Pada 1 minggu postpartum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. Pada 2 minggu postpartum, TFU teraba di atas simpisis dengan berat 350 gram. pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil (tidak teraba) dengan berat 50 gram. (3) Kandung kemih Menurut Varney (2006; h. 839) kandung kemih yang teraba penuh, hal ini akan menghambat kontraksi uterus sehingga dapat menyebabkan atonía uteri. (4) Lochea Menurut Wiknjosastro (2007; h. 241) pada perdarahan karena atonía uteri, ibu mengeluarkan darah segar yang cukup banyak yang berasal dari pembuluh darah uterus yang gagal berkontraksi yakni perdarahan berat (memerlukan penggantian pembalut setiap 2 jam), hal ini merupakan tanda adanya perdarahan. Kontraksi rahim yang jelek dapat mempengaruhi pengeluaran lochea dimana hal ini dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 h) Pemeriksaan penunjang Menurut Achadiat (2004; h. 46) pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: (1) Darah lengkap: Hb, hematokrit, golongan darah dan masa pembekuan (2) Urine lengkap. b. Interpretasi Data 1) Diagnosa Menurut Varney (2006; h. 27) menjelaskan bahwa diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan dan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh pasien. Ny…umur…tahun…P…A…nifas…jam dengan perdarahan postpartum primer karena atonía uteri. Data Dasar : a) Data Subjektif Data yang diperoleh dari pernyataan ibu yang menunjang diagnosa yakni ibu mengatakan bernama, jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau tidak, umur ibu, tanggal dan waktu melahirkan, keterangan ibu tentang keluhannya yang mengarah pada perdarahan postpartum primer karena atonía uteri. b) Data Objektif Data yang dibuat sebagai penguat diagnosa selain dari pernyataan pasien yakni berdasarkan pada hasil pemeriksaan yakni pemeriksaan tanda-tanda vital, palpasi tinggi fundus uteri Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 dan kontraksi, pengeluaran pervaginam yang mengarah pada perdarahan postpartum primer karena atonía uteri. 2) Masalah Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien, misalnya ibu merasa cemas dengan keadaannya (Varney, 2006; h. 26). c. Diagnosa Potensial Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi, maka melakukan asuhan yang aman penting sekali dalam hal ini (Varney, 2006; h. 27). Atonia uteri adalah kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi segera setelah melahirkan. Joseph dan Nugroho (2010; h. 109) menjelaskan bahwa diagnosa potensial perdarahan karena atonia uteri adalah syok hipovolemik. Syok hipovolemik terjadi karena volume cairan darah intravaskuler berkurang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Jika pasien tidak ditangani segera secara adekuat maka dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu untuk mengantisipasi masalah dengan pasang infus. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 d. Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera, kolaborasi atau konsultasi Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien (Varney, 2006; h. 27). Varney (2007; h. 842) menjelaskan bahwa tindakan segera yang dilakukan pada pasien dengan perdarahan karena atonia uteri adalah melakukan Kompresi Bimanual Interna (KBI). e. Perencanaan Bahiyatun (2009; h. 108) mengemukakan bahwa rencana tindakan yang dilakukan dalam pemberian asuhan kebidanan adalah secara kolaborasi dan mandiri. Tindakan secara kolaborasi, bidan bekerjasama dengan sesama bidan atau dokter untuk melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas yakni dengan pemberian terapi seperti uterotonika. Tindakan secara mandiri dapat dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan kewenangan bidan. Perencanaan yang dapat dilakukan bidan dalam penanganan kasus atonia uteri yaitu dengan penatalaksanaan atonia uteri yang benar yaitu: 1) Lakukan masase fundus uteri 2) Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 3) Lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh dengan tekhnik aseptik. 4) Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit. Uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan KBI selama 2 menit. 5) Anjurkan keluarga membantu melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) jika selama 5 menit uterus tidak berkontraksi. 6) Keluarkan tangan perlahan-lahan 7) Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. 8) Pasang infus dan berikan 500 cc larutan ringer laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 9) Pakai sarung tangan steril ulangi KBI. 10) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit segera rujuk ibu. 11) Sambil membawa ibu ke tempat tujukan, teruskan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan. f. Pelaksanaan Langkah penyuluhan melaksanakan ini pada merupakan pelaksanaan klien dan keluarga. asuhan secara rencana rencana asuhan Mengarahkan efisien dan atau aman. Pelaksanaan asuhan kebidanan dilakukan bersama-sama/ partisipasi ibu dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Pelaksanaan asuhan dapat dilakukan dengan tindakan mandiri dan kolaborasi. Memberikan asuhan kepada ibu Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 nifas secara mandiri sesuai dengan kewenangan bidan. Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kepada ibu dalam masa nifas dengan melibatkan suami dan keluarga. Penatalaksanaan perdarahan karena atonia uteri yaitu: 1) Melakukan masase fundus uteri 2) Membersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. 3) Melakukan kateterisasi jika kandung kemih ibu penuh dengan tekhnik aseptik. 4) Melakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit. Uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang meneruskan KBI selama 2 menit 5) Menganjurkan keluarga untuk membantu melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) jika uterus tidak segera berkontraksi setelah 5 menit. 6) Mengeluarkan tangan perlahan-lahan 7) Memberikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. 8) Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), memasang infus dan memberikan 500 cc larutan ringer laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 9) Memakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan mengulangi KBI. 10) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera merujuk ibu. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 11) Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, meneruskan tindakan KBI dan menginfus cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan. g. Evaluasi Evaluasi merupakan derajat keberhasilan yang didapatkan setelah melakukan implementasi pada asuhan kebidanan pada ibu nifas yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan asuhan yang sudah diberikan. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan. Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana. C. Landasan Hukum 1. Kewenangan Bidan Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perdarahan karena atonia uteri dalam memberikan asuhan kebidanan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yaitu: BAB III Pasal 9 : Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak dan Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. BAB III Pasal 10 : 1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. 2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c. Pelayanan persalinan normal d. Pelayanan ibu nifas nomal e. Pelayanan ibu menyusui dan f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan 3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk : a. Episiotomi b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas f. Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum h. Penyuluhan dan konseling i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 j. Pemberian surat keterangan kematian dan k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin. Selain itu mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan yaitu: BAB V Pasal 14 : Bidan dalam menjalankan praktikya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. pelayanan kebidanan; b. pelayanan keluarga berencana; c. pelayanan kesehatan masyarakat. BAB V Pasal 15 : (1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak. (2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). (3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. BAB V Pasal 16 : (1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi : a. penyuluhan dan koseling; b. pemeriksaan fisik; c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal; Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat 1, preeklamsi ringan dan anemi ringan; e. pertolongan persalinan normal; f. pertolongan persalinan normal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan postpartum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term; g. pelayanan ibu nifas normal; h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan; i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. BAB V Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk : a. memberikan imunisasi; b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas; c. mengeluarkan plasenta secara manual; d. bimbingan senam hamil; e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi; f. episiotomi; g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II; h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm; i. pemberian infus; Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa; k. kompresi bimanual; l. versi ekstraksi gemeli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya; m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul; n. pengendalian hiportemi; o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu; p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia; q. penanganan hipotermi; r. pemberian minum dengan sonde/pipet; s. pemberian obat-obatan terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan formulir IV terlampir; t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian. 2. Standar Pelayanan Kebidanan Standar 14 : Penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu dan untuk memulai pemberian ASI. Standar 21: Penanganan perdarahan postpartum primer Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan untuk mengendalikan perdarahan. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 3. Peran, Fungsi dan Kompetensi Bidan a. Peran bidan Bidan merupakan suatu profesi yang memiliki empat (4) peran, yaitu : 1) Peran sebagai pelaksana Bidan sebagai pelaksana berperan memberikan pelayanan dasar dan asuhan kebidanan pada anak remaja, wanita pra nikah, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan balita, wanita subur menopouse dan wanita secara dalam mandiri, masa klimakterium kolaborasi ataupun dan secara ketergantungan merujuk. 2) Peran sebagai pengelola Bidan sebagai pengelola berperan dalam mengembangkan pelayanan dasar kesehatan dan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya dengan melibatkan peran serta masyarakat dan klien. 3) Peran sebagai pendidik Bidan sebagai pendidik berperan dalam memberikan pendididkan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan yang berhubungan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana serta melatih dan membimbing kader, siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya. 4) Peran sebagai peneliti Bidan sebagai peneliti melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun secara berkelompok. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 b. Fungsi bidan 1) Fungsi mandiri Bidan menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan pada wanita pra nikah, ibu hamil normal, ibu bersalin, bayi baru lahir, ibu nifas, wanita usia subur yang memerlukan pelayanan KB (Keluarga Berencana), wanita dengan gangguan sistem reproduksi, wanita dalam masa klimakterium dan menopouse, bayi dan balita yang melibatkan keluarga. 2) Fungsi kolaborasi Bidan menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dan memberikan pertolongan pertama dalam keadaan kegawat daruratan yang memerlukan tindakan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi. 3) Fungsi ketergantungan/ merujuk Bidan menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga. c. Kompetensi bidan Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 Pengetahuan dasar 1) Fisiologi nifas. 2) Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/ abortus. 3) Proses laktasi/ menyusui dan tekhnik menyusui yang benar serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara, abses, mastitis, puting susu lecet, puting susu masuk. 4) Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung kemih. 5) Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir. 6) Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus. 7) Bonding dan attachement orang tua dan bayi baru lahir untuk menciptakan hubungan positif. 8) Indikator subinvolusi : misalnya perdarahan yang terus menerus, infeksi. 9) Indikator masalah-masalah laktasi. 10) Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (shock) dan pre eklamsia postpartum. 11) Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode post partum, seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi urin dan incontinencia alvi. 12) Kebutuhan asuhan pada konseling selama dan sesudah abortus. 13) Tanda dan gejala komplikasi abortus. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 Keterampilan dasar 1) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus, termasuk keterangang rinci tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran. 2) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu. 3) Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/ luka jahitan. 4) Merumuskan diagnosa masa nifas. 5) Menyusun perencanaan. 6) Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif 7) Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir. 8) Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan bilamana perlu. 9) Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai. 10) Penatalaksanaan ibu postpartum abnormal : sisa plasenta, renjatan dan infeksi ringan. 11) Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca persalinan. 12) Melakukan konseling dan memberi dukungan untuk wanita pasca aborsi. 13) Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu 14) Memberikan antibiotika yang sesuai. Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011 15) Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan. Keterampilan tambahan 1) Melakukan insisi pada hematoma vulva (Sofyan, 2006; h. 158160). Asuhan Kebidanan Ibu..., Iffah Fauziyah Nugrahani, Kebidanan DIII UMP, 2011