RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR............ TAHUN...... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 102 ayat (4), Pasal 103, Pasal 106 ayat (3), Pasal 107, dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk Bahan Tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 2. Pangan Segar adalah Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan Baku pengolahan Pangan. 1 / 32 3. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. 4. Pangan Olahan Tertentu adalah Pangan Olahan untuk konsumsi bagi kelompok tertentu. 5. Kategori Pangan adalah pengelompokan Pangan berdasarkan jenis Pangan yang bersangkutan. 6. Label Pangan yang selanjutnya disebut Label adalah setiap keterangan mengenai Pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada Pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian Kemasan Pangan. 7. Iklan Pangan yang selanjutnya disebut Iklan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai Pangan dalam bentuk gambar, tulisan, suara, audio visual, atau bentuk lain yang disampaikan melalui berbagai cara untuk pemasaran dan/atau perdagangan Pangan. 8. Media adalah segala sesuatu yang dapat menjadi penyampai pesan iklan baik berbentuk surat kabar, majalah, televisi, radio, papan Iklan, poster, pos langsung, petunjuk penjualan, selebaran, pengantar penawaran, halaman kuning, alat peraga, internet dan sebagainya. 9. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. 10. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak. 11. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam Pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk Pangan. 12. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk Pangan. 13. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun tidak. 14. Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan Pangan dari jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas. 15. Rekayasa Genetik Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul. 16. Pangan Produk Rekayasa Genetik adalah Pangan yang diproduksi atau yang menggunakan bahan baku, Bahan Tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa, genetik. 17. Informasi Nilai Gizi adalah daftar kandungan zat, gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan. 18. Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, manfaat, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya. 19. Pelaku Usaha Pangan yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah Setiap Orang yang bergerak pada satu atau lebih subsistem agribisnis Pangan, yaitu penyedia masukan produksi, proses produksi, pengolahan pemasaran, perdagangan, dan penunjang. 20. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan Hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 21. Kepala Lembaga adalah kepala lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang 2 / 32 pengawasan obat dan makanan. BAB II LABEL PANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 (1) Pelaku Usaha yang memproduksi atau mengimpor Pangan yang dikemas untuk diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib mencantumkan Label pada Kemasan Pangan. (2) Keterangan dan/atau pernyataan tentang Pangan dalam Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus benar dan tidak menyesatkan baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya. (3) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisikan keterangan mengenai Pangan yang bersangkutan. (4) Pelabelan ditempatkan pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca. Pasal 3 (1) Pencantuman Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak. (2) Pencantuman tulisan harus teratur, jelas, mudah dibaca, dan proporsional dengan luas permukaan label. (3) Penggunaan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun desain lainnya tidak boleh mengaburkan tulisan pada Label. (4) Pencantuman Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dan dicetak dengan bahasa Indonesia. (5) Keterangan dalam bahasa asing dan/atau bahasa daerah dapat dicantumkan sepanjang keterangan sudah dicantumkan dalam bahasa Indonesia. (6) Penggunaan istilah asing pada Label dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, atau tidak dapat diciptakan padanannya. Pasal 4 (1) Label Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 wajib memuat paling sedikit keterangan mengenai: a. nama produk; b. daftar bahan yang digunakan; c. berat bersih atau isi bersih; d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; e. halal bagi yang dipersyaratkan; f. tanggal dan kode produksi; 3 / 32 g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan i. asal usul bahan Pangan tertentu (2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf e, huruf g, dan huruf h wajib ditempatkan pada bagian Label yang paling mudah dilihat, diamati, dan/atau dibaca. (3) Dalam hal Pangan Segar, Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat paling sedikit keterangan mengenai: a. nama produk; b. berat bersih atau isi bersih; c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; d. halal bagi yang dipersyaratkan; e. tanggal dan kode produksi; f. tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa; dan/atau g. nomor izin edar atau nomor lain yang disamakan alternatif nomor pendaftaran atau nomor sertifikat kelayakan pengolahan. (4) Penerapan pencantuman label pangan segar sebagaimana dimaksud ayat (3) dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan, jenis pangan, dan skala usaha. (5) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayar (3) huruf a, huruf b, dan huruf c wajib ditempatkan pada bagian Label yang paling mudah diamati, dan/atau dibaca. Pasal 5 Pangan yang memiliki kondisi tertentu, penerapan standar dan/atau mendapat perlakuan tertentu selain mencantumkan Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3), wajib dicantumkan keterangan tentang: a. Klaim; b. kandungan Gizi; c. peruntukkan; d. cara penggunaan; e. cara penyimpanan; f. alergen; g. Bahan Tambahan Pangan; h. Pangan Produk Rekayasa Genetik; i. Pangan Organik; j. Iradiasi Pangan; k. standar nasional Indonesia; l. asal usul bahan; dan/atau m. peringatan. 4 / 32 Pasal 6 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan yang wajib dicantumkan pada Label Pangan Olahan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan yang wajib dicantumkan pada Label Pangan Segar ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di hidang pertanian atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangannya. Bagian Kedua Nama Produk Pasal 7 Nama produk terdiri atas nama jenis Pangan dan nama dagang. Pasal 8 (1) Nama jenis Pangan harus menunjukkan karakteristik spesifik dari Pangan yang bersangkutan sesuai dengan Kategori Pangan. (2) Kategori Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. (3) Dalam hal Pangan yang telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan wajib, penggunaan nama jenis Pangan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tersebut. Pasal 9 Nama dagang tidak dapat digunakan apabila nama dagang tersebut memuat unsur berikut: a. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, budaya, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum; d. menggunakan nama jenis atau nama umum/generik terkait Pangan yang bersangkutan; e. menggunakan kata sifat yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi penafsiran terhadap Pangan; f. menggunakan kata yang terkait aspek keamanan Pangan, Gizi, dan kesehatan. Bagian Ketiga Berat Bersih atau lsi Bersih Pasal 10 5 / 32 (1) Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik. (2) Pencantuman satuan metrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. ukuran berat untuk Pangan padat yang dinyatakan dengan berat bersih; b. ukuran volume untuk Pangan cair yang dinyatakan dengan isi bersih; c. ukuran berat atau volume untuk Pangan semi padat atau kental yang dinyatakan dengan berat bersih atau isi bersih. Pasal 11 (1) Bobot tuntas harus dicantumkan pada Label untuk Pangan yang berisi medium cair. (2) Dalam hal Pangan tertentu, medium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa medium padat. Bagian Keempat Nama dan Alamat Pihak yang Memproduksi atau Mengimpor Pasal 12 (1) Nama dan alamat Pelaku Usaha yang memproduksi Pangan dicantumkan pada Label Pangan baik yang diproduksi dalam negeri maupun yang diimpor. (2) Dalam hal Pangan diproduksi dalam negeri, nama dan alamat yang dicantumkan adalah nama dan alamat Pelaku Usaha yang memproduksi Pangan. (3) Alamat Pelaku Usaha yang memproduksi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit mencantumkan nama kota, kode pos dan Indonesia, kecuali jika nama dan alamat perusahaan tersebut tidak terdaftar pada direktori kota atau buku telepon tempat perusahaan tersebut berdomisili, maka harus mencantumkan alamat perusahaan secara jelas dan lengkap. (4) Dalam hal pangan diproduksi berdasarkan kontrak, selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus dicantumkan nama dan alamat pihak yang memberi kontrak. (5) Dalam hal pangan yang diimpor, nama dan alamat Pelaku Usaha yang mengimpor dan/atau yang mengedarkan wajib dicantumkan pada Label. (6) Dalam hal Pangan impor, alamat Pelaku Usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) paling sedikit mencantumkan nama kota dan nama negara. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman nama dan alamat Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan, atau Kepala Lembaga sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Bagian Kelima Nomor Izin Edar Pasal 13 6 / 32 (1) Nomor Izin Edar wajib dicantumkan pada Label Pangan Olahan yang diproduksi di dalam negeri atau diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman Nomor izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 14 (1) Nomor pendaftaran atau nomor sertifikat kelayakan pengolahan wajib dicantumkan pada Pangan Segar, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor untuk diperdagangkan. Alternatif ayat (1): Nomor lain yang disamakan dengan nomor izin edar wajib dicantumkan pada Pangan Segar, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor untuk diperdagangkan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai nomor pendaftaran atau nomor sertifikat kelayakan pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Alternatif ayat (2): Ketentuan lebih lanjut mengenai nomor lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Bagian Keenam Daftar Bahan yang Digunakan Pasal 15 (1) Keterangan tentang daftar bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi Pangan wajib dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan atau komposisi. (2) Pencantuman daftar bahan yang digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituliskan secara lengkap dan berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak. (3) Pencantuman secara berurutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk vitamin, mineral dan Bahan Tambahan Pangan ikutan (carry over). (4) Nama yang digunakan bagi bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nama yang lazim digunakan. (5) Pangan olahan yang diproduksi menggunakan lebih dari satu bahan Pangan wajib mencantumkan persentase kandungan bahan untuk bahan baku utama. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pencantuman daftar bahan dan persentase kandungan bahan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 16 (1) Air yang ditambahkan harus dicantumkan dalam daftar bahan yang digunakan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan. 7 / 32 (2) Air yang ditambahkan yang seluruhnya mengalami penguapan selama proses pengolahan tidak wajib dicantumkan dalam daftar bahan yang digunakan. Bagian Ketujuh Keterangan Halal Pasal 17 (1) Keterangan halal pada Label hanya dapat dicantumkan setelah mendapatkan sertifikat halal. (2) Sertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaku Usaha yang telah memperoleh sertifikat halal wajib mencantumkan keterangan halal pada Label. (4) Pelaku Usaha yang telah mencantumkan keterangan halal pada Label wajib menjamin dan menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal. (5) Ketentuan mengenai keterangan halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan Tanggal dan Kode Produksi Pasal 18 (1) Tanggal dan kode produksi Pangan wajib dicantumkan pada Label terletak pada bagian yang mudah untuk dilihat dan dibaca. (2) Tanggal dan kode produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya dapat memberikan penjelasan mengenai riwayat suatu Produksi Pangan pada kondisi dan waktu yang sama. Bagian Kesembilan Tanggal, Bulan, dan Tahun Kedaluwarsa Pasal 19 (1) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas pada Label. (2) Dalam hal Pangan memiliki masa simpan kurang dari 3 (tiga) bulan, pencantuman kedaluwarsa harus dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun. (3) Dalam hal Pangan memiliki masa simpan lebih dari 3 (tiga) bulan, pencantuman kedaluwarsa dapat dinyatakan dalam bulan dan tahun. (4) Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa dicantumkan pada Label dengan didahului tulisan "Baik digunakan sebelum". (5) Dikecualikan dari ketentuan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: 8 / 32 a. minuman beralkohol jenis anggur (wine); b. minuman yang mengandung alkohol lebih dari 10 (sepuluh) persen; c. roti dan kue yang mempunyai masa simpan kurang dari atau sama dengan 24 (dua puluh empat) jam; dan d. cuka. (6) Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus mencantumkan tanggal pembuatan dan atau tanggal pengemasan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian,menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dan perikanan, atau Kepala Lembaga sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Bagian Kesepuluh Keterangan tentang Klaim Pasal 20 (1) Pelaku Usaha yang mencantumkan, keterangan tentang manfaat Pangan yang dinyatakan sebagai Klaim dalam Label Pangan wajib bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut. (2) Klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Klaim yang berkaitan dengan Gizi, kesehatan dan klaim lainnya. (3) Klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah dibuktikan secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 21 Izin edar Pangan yang mencantumkan keterangan tentang manfaat Pangan yang dinyatakan sebagai klaim pada Label diterbitkan oleh Kepala Lembaga. Bagian Kesebelas Keterangan tentang Kandungan Gizi Pasal 22 (1) (2) Keterangan tentang kandungan Gizi wajib dicantumkan pada Label Pangan yang: a. disertai dengan Klaim; b. dipersyaratkan untuk ditambahkan zat Gizi atau non Gizi tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan tentang kandungan Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. 9 / 32 Pasal 23 Pangan yang mencantumkan keterangan tentang kandungan Gizi pada Label harus memiliki izin edar dari Kepala Lembaga. Bagian Keduabelas Keterangan tentang Peruntukan Pasal 24 (1) Label Pangan Olahan Tertentu wajib mencantumkan keterangan tentang peruntukan. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang pencantuman keterangan tentang peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Bagian Ketigabelas Keterangan tentang Cara Penggunaan Pasal 25 (1) Keterangan tentang cara penggunaan mencakup keterangan tentang cara penyiapan dan cara penyajian. (2) Pangan yang memerlukan cara penyiapan dan/atau cara penyajian khusus, wajib mencantumkan keterangan tentang cara penyiapan dan/atau cara penyajian. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pencantuman keterangan tentang cara penyiapan dan cara penyajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Bagian Keempatbelas Keterangan tentang Cara Penyimpanan Pasal 26 (1) Keterangan tentang cara penyimpanan wajib dicantumkan pada Label Pangan yang memiliki masa simpan yang dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan dan harus disimpan pada kondisi penyimpanan khusus. (2) Dalam hal Pangan tidak lazim dikonsumsi dalam satu kali makan atau dimaksudkan untuk lebih dari 1 (satu) saji, keterangan tentang cara penyimpanan setelah kemasan dibuka wajib dicantumkan pada Label. (3) Pencantuman keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan pada label berdekatan dengan keterangan kedaluwarsa. Bagian Kelimabelas 10 / 32 Keterangan tentang Alergen Pasal 27 (1) Keterangan alergen wajib dicantumkan pada Label Pangan Olahan yang mengandung alergen dan/atau bahan Pangan atau senyawa yang menyebabkan intoleransi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan tentang alergen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Bagian Keenambelas Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan Paragraf 1 Pangan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Pasal 28 (1) Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan pada daftar bahan yang digunakan untuk Bahan Tambahan Pangan yang meliputi: a. nama golongan Bahan Tambahan Pangan; b. nama jenis Bahan Tambahan Pangan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan/atau penguat rasa; c. nomor indeks pewarna untuk Bahan Tambahan Pangan pewarna; dan d. nama kelompok perisa untuk Bahan Tambahan Pangan perisa; (2) Dalam hal Pangan Olahan yang mengandung pemanis buatan, tulisan "Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui" wajib dicantumkan pada Label. (3) Dalam hal Pangan Olahan yang mengandung gula dan pemanis buatan, tulisan "Mengandung gula dan pemanis buatan" wajib dicantumkan pada Label. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelabelan Pangan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 29 (1) Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan ikutan yang terbawa oleh penggunaan bahan baku Pangan, wajib dicantumkan dalam daftar bahan yang digunakan pada Label. (2) Bahan Tambahan Pangan ikutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk Bahan Tambahan Pangan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelabelan Pangan yang mengandung Bahan Tambahan,,Pangan ikutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. 11 / 32 Paragraf 2 Sediaan Bahan Tambahan Pangan Pasal 30 (1) (2) Pada Label Sediaan Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan: a. tulisan Bahan Tambahan Pangan; b. nama golongan Bahan Tambahan Pangan; dan c. nama jenis Bahan Tambahan Pangan. Pada Label sediaan pemanis buatan, wajib dicantumkan: a. kesetaraan kemanisan dibandingkan dengan gula; b. tulisan "Untuk penderita diabetes dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah"; dan c. tulisan "Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil dan ibu menyusui". (3) Pada Label sediaan pemanis poliol, wajib dicantumkan peringatan "Konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif". (4) Pada Label sediaan pemanis buatan aspartam, wajib dicantumkan: (5) (6) a. Peringatan "Mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenilketonurik"; dan b. tulisan "Tidak cocok digunakan untuk bahan yang akan dipanaskan" Pada Label sediaan pewarna, mencantumkan: a. nomor indeks (Color Index, CI); b. tulisan pewarna pangan yang ditulis dengan huruf besar berwarna hijau di dalam kotak persegi panjang berwarna hijau; dan c. logo huruf M di dalam suatu lingkaran berwarna hitam. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan tentang Label Bahan Tambahan Pangan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Bagian Ketujuhbelas Keterangan tentang Rekayasa Genetik Pasal 31 (1) Keterangan tentang Pangan Produk Rekayasa Genetik pada Label dicantumkan berupa tulisan "PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK". (2) Dalam hal Pangan menggunakan bahan yang merupakan Pangan Produk Rekayasa Genetik, tulisan "PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK" dicantumkan mengikuti bahan yang dimaksud pada daftar bahan yang digunakan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan tentang Pangan Produk Rekayasa Genetik 12 / 32 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pangan yang dikemas ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian atau Kepala Lembaga sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Bagian Kedelapanbelas Keterangan tentang Organik Pasal 32 (1) Keterangan tentang Pangan organik berupa tulisan "ORGANIK" dan logo organik Indonesia. (2) Pencantuman keterangan tentang Pangan organik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan sertifikat organik. (3) Sertifikat organik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi organik yang diakreditasi oleh lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas akreditasi atau lembaga akreditasi lain yang telah memiliki perjanjian saling pengakuan. (4) Produk organik yang mengalami proses pengemasan ulang tidak boleh mencantumkan logo organik Indonesia sebelum dilakukan sertifikasi ulang. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pangan Segar organik ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pangan Olahan organik yang dikemas ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Bagian Kesembilanbelas Keterangan tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) Pasal 33 Pencantuman Ganda SNI pada Label sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keduapuluh Keterangan tentang Iradiasi Pasal 34 (1) Keterangan tentang Iradiasi pada Label wajib dicantumkan untuk Pangan yang diproses dengan Iradiasi. (2) Keterangan tentang lradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat: a. tulisan "PANGAN IRADIASI; b. tujuan Iradiasi; c. tulisan "TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG" apabila tidak boleh diiradiasi ulang; 13 / 32 d. nama dan alamat penyelenggara iradiasi, apabila iradiasi tidak dilakukan sendiri oleh pihak yang memproduksi pangan; e. tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun; f. nama negara tempat iradiasi dilakukan; dan g. logo khusus pangan iradiasi. (3) Dalam hal Pangan Olahan yang mengalami proses Iradiasi merupakan bahan yang digunakan dalam Produk Pangan Olahan tulisan "Pangan Iradiasi" dicantumkan pada bahan yang diiradiasi tersebut dalam daftar bahan yang digunakan, (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan tentang Iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, menteri, Yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan, atau Kepala Lembaga sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Bagian Keduapuluh Satu Keterangan Lain Pasal 35 (1) Keterangan asal usul bahan Pangan tertentu meliputi: a. asal bahan yang bersumber dari hewan atau tanaman; dan b. Pangan yang diproduksi melalui proses khusus. (2) Keterangan asal usul bahan Pangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) wajib dicantumkan pada daftar bahan berupa nama bahan diikuti asal bahan tersebut (hewani atau nabati). (3) Jika bahan tersebut berasal dari hewan, harus disertai dengan pencantuman jenis hewan asal bahan tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman asal usul bahan Pangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 36 (1) Keterangan mengenai mutu suatu pangan dapat dicantumkan pada Label berupa tulisan dan/atau gambar. (2) Istilah untuk membedakan mutu suatu Pangan dapat digunakan dalam hal Pangan tersebut memiliki perbedaan yang jelas terkait karakteristik mutu dan/atau kandungan Gizi dengan Pangan Olahan sejenis. (3) Perbedaan kandungan Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pencantuman tulisan dan/atau gambar yang menerangkan mutu suatu Pangan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 37 (1) Keterangan mengenai Pangan Olahan yang mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi wajib 14 / 32 mencantumkan tanda khusus berupa tulisan "MENGANDUNG BABI" dan gambar babi berwarna merah dalam kotak berwarna merah di atas dasar putih. (2) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas terbaca dan proporsional terhadap luas permukaan label serta dicantumkan pada bagian yang paling mudah dilihat, diamati, dan/atau dibaca. (3) Penulisan bahan pangan yang berasal dari babi pada daftar bahan yang digunakan harus diikuti dengan kata "babi". (4) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pangan yang proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu yang berasal dari babi harus mencantumkan tulisan "Pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi". (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan Pangan Olahan yang mengandung bahan tertentu yang berasal dan babi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan keterangan Pangan yang proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu yang berasal dari babi ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 38 (1) Label minuman beralkohol wajib mencantumkan tulisan: a. "MINUMAN BERALKOHOL" dan nama jenis sesuai kategori pangan. b. "DIBAWAH UMUR 21 TAHUN ATAU WANITA HAMIL DILARANG MINUM” c. "Mengandung Alkohol +... % v/v” (2) Jika nama jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak tercantum pada Kategori Pangan, maka pencantuman nama jenis adalah: "MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN ...." (3) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)''dan ayat (2) dicantumkan pada bagian yang paling mudah dilihat dan dibaca. Pasal 39 (1) Pangan Olahan yang Mengandung Alkohol wajib mencantumkan kadar alkohol pada label, dalam bentuk persentase. (2) Kadar alkohol sebagaimana bagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan pada bagian yang paling mudah dilihat dan dibaca. (3) Alkohol ikutan (carry over) dicantumkan setelah bahan yang mengandung alkohol tersebut. Pasal 40 (1) Label susu kental manis wajib mencantumkan tulisan "Perhatikan! Tidak Cocok Untuk Bayi sampai usia 12 Bulan". (2) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dengan tulisan berwarna merah di dalam kotak persegi panjang berwarna merah di atas dasar putih. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencantuman keterangan pada susu kental manis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Lembaga. 15 / 32 Pasal 41 (1) Pangan yang mengandung gula, garam, dan/atau lemak yang dikonsumsi dalam jumlah yang dapat menimbulkan risiko penyakit tidak menular wajib memuat informasi pesan kesehatan pada Label. (2) Dalam hal Pangan Olahan penerapan ketentuan tentang penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap sesuai jenis Pangan Olahan dengan mempertimbangkan risiko kejadian penyakit tidak menular. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis pangan olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dengan memperhatikan: a. jenis, jumlah, dan fungsi zat gizi atau komponen pangan; b. jumlah pangan yang wajar dikonsumsi dalam sehari; c. pola konsumsi gizi seimbang; dan d. keadaan kesehatan masyarakat secara umum. (4) Dalam hal Pangan siap saji penerapan ketentuan tentang penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan untuk usaha waralaba yang memiliki lebih dari 250 gerai. (5) Selain pesan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pangan siap saji harus mencantumkan kandungan gula, garam, dan lemak dalam produknya melalui media informasi dan promosi. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang penyampaian pesan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 42 (1) Tulisan, logo dan/atau gambar yang terkait dengan kelestarian lingkungan dapat dicantumkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 43 (1) Pada Label Pangan dapat dicantumkan keterangan tentang layanan pengaduan konsumen. (2) Layanan pengaduan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa nomor telepon, alamat pos-el, nama unit atau bagian yang dapat dihubungi oleh konsumen. Bagian Keduapuluh Dua Ketentuan Khusus Pasal 44 Pangan dengan luas permukaan Label terlalu kecil dapat mencantumkan keterangan pada Label dengan ukuran huruf dan angka yang dicantumkan tidak boleh lebih kecil dari 0,75 mm. 16 / 32 Pasal 45 (1) Dalam hal pangan terkemas yang dimasukan ke dalam kemasan sekunder, pencantuman Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib dicantumkan pada kemasan sekunder. (2) Pangan terkemas dalam kemasan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang diedarkan sebagai kemasan eceran. Pasal 46 Dalam hal pangan yang dijual dan dikemas secara langsung di hadapan pembeli informasi tentang Pangan tersebut dicantumkan pada media informasi lain yang diletakkan di tempat penjualan atau berdekatan dengan tempat penjualan sedemikian rupa sehingga dapat dilihat dan dibaca. Pasal 47 (1) (2) Dalam hal Pangan Olahan dijual kepada Pelaku Usaha untuk diolah kembali menjadi Pangan Olahan atau Pangan Olahan lainnya, keterangan yang harus dicantumkan pada Label paling sedikit memuat: a. nama produk; b. berat bersih atau isi bersih; c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; d. tanggal dan kode produksi; dan e. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. Dalam hal Pangan Segar dijual kepada Pelaku Usaha untuk diolah menjadi Pangan lainnya, keterangan yang harus dicantumkan pada Label paling sedikit memuat: a. nama produk; b. berat bersih atau isi bersih; dan c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor. Bagian Keduapuluh Tiga Larangan Pasal 48 Pelaku Usaha dilarang mencantumkan pada Label tentang: a. pernyataan atau keterangan yang tidak benar; b. pernyataan atau keterangan yang menyesatkan; c. pencantuman pernyataan bahwa Pangan mengandung suatu zat gizi lebih unggul daripada Pangan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. pernyataan bahwa Pangan dapat menyehatkan; e. pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa Pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat; 17 / 32 f. pernyataan bahwa Pangan dapat meningkatkan kecerdasan; g. pernyataan keunggulan pada Pangan jika keunggulan tersebut tidak seluruhnya berasal dari pangan tersebut tetapi sebagian diberikan dari Pangan lain yang dapat dikonsumsi bersama-sama; h. pernyataan yang memuat ketiadaan suatu komponen yang secara alami tidak ada dalam Pangan, kecuali ada data pendukung/standar umum Pangan yang mengandung komponen tersebut; i. pernyataan bebas bahan tertentu tetapi mengandung bahan tertentu tersebut baik tidak disengaja maupun sebagai bahan/senyawa ikutan; j. tulisan atau gambar seolah-olah pemanis buatan berasal dari alam; k. nama, logo atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang Pangan; l. mencantumkan gambar tenaga kesehatan, tokoh agama atau pejabat publik, atau berperan sebagai tenaga kesehatan, tokoh agama, atau pejabat publik; m. mencantumkan pernyataan yang bersifat rekomendasi, referensi, nasihat, atau peringatan; n. pernyataan atau keterangan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa pihak lain; o. keterangan, tulisan atau gambar yang menyinggung suku, agama, ras dan/atau golongan tertentu; p. pencantuman keterangan mengenai undian, sayembara, hadiah dan tulisan atau gambar apapun yang tidak sesuai dengan Label yang disetujui yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari izin edar; q. keterangan, tulisan atau gambar lainnya yang bertentangan dan dilarang oleh ketentuan perundangundangan; r. Pernyataan bahwa konsumsi pangan olahan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi. Pasal 49 (1) Pangan Olahan yang diperuntukkan untuk bayi dilarang mencantumkan klaim gizi, klaim kesehatan, dan klaim lainnya. (2) Pangan Olahan yang diperuntukkan bagi anak usia 1-3 tahun, dilarang mencantumkan fungsi lain, Klaim penurunan risiko penyakit, dan Klaim tanpa penambahan gula. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan apabila diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 50 Pelaku Usaha dilarang menghapus, mencabut, menutup, mengganti Label, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan. Bagian Keduapuluh Empat Sanksi Pasal 51 (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 18 / 32 5, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36 ayat (3), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), Pasal 48, Pasal 49, atau Pasal 50 dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen dan/atau d. pencabutan izin. BAB III IKLAN PANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 52 (1) Setiap Iklan harus memuat keterangan atau pernyataan mengenai Pangan dengan benar, tidak menyesatkan dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat. (2) Informasi dalam Iklan harus sesuai dengan informasi pada Label. Pasal 53 (1) Pelaku Usaha yang memproduksi dan/atau mengimpor Pangan untuk diperdagangkan bertanggung jawab atas keterangan dan/atau pernyataan yang tercantum dalam Iklan. (2) Pengusaha/perusahaan periklanan dan pengusaha media, turut bertanggung jawab terhadap keterangan dan/atau pernyataan yang tercantum dalam iklan. (3) Untuk kepentingan pengawasan, penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan/atau media yang dipergunakan untuk menyebarkan Iklan dilarang merahasiakan identitas, nama dan alamat pemasang Iklan. Pasal 54 Publikasi Iklan dapat dilakukan pada Media periklanan sebagai berikut: a. Media cetak; b. Media elektronik; c. Media luar ruang (Media luar-griya/out-of-home media); d. Media lainnya. 19 / 32 Pasal 55 Alternatif 1 Pangan yang wajib memiliki nomor izin edar, nomor pendaftaran atau nomor sertifikat kelayakan pengolahan hanya dapat diiklankan setelah mendapat nomor izin edar, nomor pendaftaran atau nomor sertifikat kelayakan pengolahan. Alternative 2 Pangan yang wajib memiliki nomor, izin edar atau nomor lain yang disamakan dengan nomor izin edar hanya dapat diiklankan setelah mendapat nomor izin edar. Pasal 56 Iklan harus memuat pernyataan tentang pesan bagi masyarakat untuk berhati-hati dalam dan mengonsumsi pangan. Bagian Kedua Iklan Pangan Olahan Tertentu Pasal 57 Iklan Pangan Olahan Tertentu wajib memuat keterangan mengenai: a. peruntukan b. cara penggunaan, dan/atau c. keterangan lain yang perlu diketahui, termasuk mengenai kemungkinan risiko Pangan tersebut terhadap kesehatan manusia. Pasal 58 Iklan yang ditujukan untuk anak-anak wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. tidak boleh mengambil manfaat atas kemudahpercayaan, kekurangan pengalaman atau kepolosan anakanak. b. tidak memberikan persepsi bahwa manfaat dan suatu Pangan dapat memengaruhi perubahan status, popularitas, kepandaian, keberhasilan dalam kegiatan olah-raga, perubahan fisik, dan hal-hal sejenis lainnya. c. tidak boleh menganjurkan atau membenarkan, atau mendorong timbulnya perilaku yang tidak benar. d. penggunaan pendekatan fantasi atau imajinasi tidak boleh dibuat sedemikian rupa, sehingga mendorong anak untuk mempercayainya sebagai suatu kebenaran. e. iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak, dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak mereka akan produk terkait. f. iklan tidak boleh memperlihatkan anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan, atau tidak pantas dilakukan oleh anak. 20 / 32 Pasal 59 (1) Iklan Pangan tertentu hanya dapat dipublikasikan setelah memperoleh persetujuan terlebih dahulu (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Pangan tertentu dan tata cara pengkajian Iklan sebelum dipublikasikan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. Pasal 60 Iklan yang diperuntukan bagi orang yang menjalankan diet khusus wajib memuat keterangan tentang risiko yang mungkin terjadi apabila Pangan tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang tidak menjalankan diet khusus dimaksud. Bagian Ketiga Iklan Pangan Halal Pasal 61 Iklan yang mencantumkan keterangan dan/atau pernyataan bahwa Pangan yang diperdagangkan adalah halal hanya dapat dipublikasikan setelah Pangan tersebut memperoleh sertifikat halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Iklan yang berkaitan dengan Proses, Asal dan Sifat Bahan Pangan Pasal 62 (1) Iklan yang terkait dengan asal usul bahan Pangan wajib mencantumkan keterangan tentang sumber atau asal usul bahan Pangan dimaksud. (2) Asal usul bahan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu bahan yang bersumber, mengandung, atau berasal dari nabati, hewani, indikasi geografis, Pangan Produk Rekayasa Genetik, Pangan Iradiasi, atau Pangan organik. Bagian Kelima Iklan Pangan yang Menyertakan Undian, Sayembara dan Hadiah Pasal 63 (1) Iklan yang menyertakan undian gratis berhadiah harus mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. (2) Pernyataan "syarat dan ketentuan berlaku" dalam Iklan harus diikuti dengan keterangan yang menjelaskan di mana dan bagaimana memenuhi persyaratan dan ketentuan tersebut. (3) Pernyataan "syarat dan ketentuan berlaku" harus mudah terbaca. 21 / 32 (4) Iklan tidak boleh menyatakan ungkapan yang menimbulkan harapan masyarakat terkait dengan ketersediaan hadiah, termasuk untuk hadiah langsung. (5) iklan yang menawarkan undian gratis berhadiah atau hadiah langsung untuk konsumen anak, tidak boleh lebih menonjolkan hadiahnya. (6) Iklan makanan pendamping air susu ibu tidak diperbolehkan memuat undian berhadiah atau memberikan hadiah langsung. (7) Ketentuan tentang pelaksanaan undian gratis berhadiah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Keenam Larangan Pasal 64 Pelaku Usaha yang memproduksi dan/atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dilarang memuat pernyataan dan/atau keterangan yang tidak benar dan/atau yang dapat menyesatkan dalam Iklan. Pasal 65 Iklan dilarang merendahkan produk Pangan lainnya. Pasal 66 (1) Iklan dilarang menggunakan kata-kata superlatif yang tidak disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Iklan dilarang melakukan perbandingan kecuali apabila perbandingan dilakukan dengan pangan sejenis. Pasal 67 Iklan dilarang Memuat keterangan atau pernyataan bahwa suatu Pangan merupakan sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan. Pasal 68 Iklan dilarang menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lainnya terhadap Pangan. Pasal 69 Iklan dilarang menyalahgunakan istilah istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan masyarakat. Pasal 70 22 / 32 Iklan dilarang mengandung unsur pornografi. Pasal 71 Iklan dilarang diperankan oleh tenaga kesehatan, tokoh agama atau pejabat publik, atau berperan sebagai tenaga kesehatan, tokoh agama, atau pejabat publik. Pasal 72 Iklan dilarang menggunakan dan/atau menampilkan secara tidak layak pahlawan dan monumen. Pasal 73 (1) Iklan dilarang memuat kata-kata yang merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam harus dipenuhi dalam proses produksi Pangan yang baik. (2) Iklan dilarang menyebutkan teknologi pengolahan kecuali teknologi tersebut termasuk dalam Kategori Pangan. Pasal 74 Iklan dilarang mengambil kesempatan dan/atau keuntungan atas kesalahan orang lain. Pasal 75 Iklan dilarang mengaitkan atau menghubungkan dengan suatu acara/peristiwa/kegiatan, dimana karena mengonsumsi Pangan tersebut seseorang meraih prestasi, atau berhasil keluar sebagai pemenang dalam kegiatan tersebut. Pasal 76 (1) Minuman beralkohol dilarang diiklankan. (2) Ketentuan tentang periklanan minuman beralkohol sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 77 Iklan sediaan pemanis buatan dilarang menggunakan tulisan, kata, gambar seolah-olah pemanis buatan berasal dari alam. Pasal 78 Iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa Pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat. Pasal 79 23 / 32 Iklan dilarang mencantumkan bahwa Pangan dapat menyehatkan, memulihkan kesehatan atau memulihkan tenaga. Pasal 80 (1) Iklan dilarang menyatakan seolah-olah Pangan yang mencantumkan Klaim dan atau Informasi Nilai Gizi mempunyai kelebihan dari Pangan yang tidak mencantumkan Klaim dan atau informasi nilai Gizi. (2) Iklan dilarang memuat pernyataan kandungan zat Gizi pada Pangan apabila kandungan zat Gizi tersebut tidak seluruhnya berasal dari Pangan tersebut, tetapi sebagian diberikan oleh Pangan lain yang dapat dikonsumsi bersama-sama. Pasal 81 (1) Pangan yang diperuntukkan bayi dan anak sampai usia 2 (dua) tahun dilarang diiklankan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi makanan pendamping air susu ibu. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang iklan pangan yang diperuntukkan bayi dan anak sampai usia 2 (dua) tahun ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 82 Iklan Yang diperuntukkan bagi anak usia 1 (satu) sampai usia 3 (tiga) tahun yang mencantumkan klaim fungsi lain dan klaim penurunan risiko penyakit, dan iklan tentang Pangan untuk keperluan medis khusus hanya boleh dimuat dalam Media cetak khusus tentang kesehatan, setelah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 83 Pangan yang memiliki nama dagang yang sama dengan nama dagang formula bayi, formula lanjutan dan formula pertumbuhan dilarang diiklankan. Pasal 84 Iklan dilarang semata-mata menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun. Pasal 85 (1) Iklan pangan olahan siap saji yang disajikan dengan cepat dan memiliki kandungan serat, vitamin atau mineral yang, rendah, tetapi memiliki kandungan energi, gula, lemak, atau garam yang tinggi dilarang memberikan kesan sebagai produk yang dapat dikonsumsi secara rutin atau setiap waktu. (2) Ketentuan lebih lanjut terkait dengan pangan olahan siap saji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Bagian Ketujuh Sanksi 24 / 32 Pasal 86 (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 32, Pasal 83, Pasal 84, atau Pasal 85 dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan iklan dari peredaran oleh produsen; dan/atau d. pencabutan izin. BAB IV PEMBINAAN Pasal 87 (1) Pembinaan terhadap Pelaku Usaha, pengawas, dan masyarakat terkait penerapan ketentuan Label dan Iklan Pangan Olahan dilaksanakan oleh Kepala Lembaga. (2) Dalam hal Pangan Olahan merupakan pangan siap saji, pembinaan terhadap Pelaku Usaha, pengawas, dan masyarakat terkait penerapan ketentuan Label dan Iklan Pangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan/atau bupati/walikota. (3) Dalam hal Pangan Olahan merupakan pangan produksi industri rumah tangga, pembinaan terhadap Pelaku Usaha, pengawas, dan masyarakat terkait penerapan ketentuan Label dan Iklan Pangan dilaksanakan oleh Kepala Lembaga dan/atau bupati/walikota secara sendiri atau bersama-sama. (4) Pembinaan terhadap Pelaku Usaha, pengawas, dan masyarakat terkait penerapan ketentuan Label dan Iklan Pangan Segar dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian,yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan atau Kepala Lembaga sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. BAB V PENGAWASAN Pasal 88 (1) Pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan Label dan Iklan Pangan Olahan, dilaksanakan oleh 25 / 32 Kepala Lembaga. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pengawasan dalam rangka pencegahan dan pengawasan dalam rangka penegakan hukum. (3) Pengawasan dalam rangka pencegahan dilakukan melalui penilaian label sebagai bagian dari proses pendaftaran untuk mendapatkan izin edar termasuk Pangan produksi industri rumah tangga. (4) Pengawasan dalam rangka penegakan hukum dilakukan melalui pengambilan contoh di sarana produksi dan/atau peredaran dan pemeriksaan kesesuaian Label dan Iklan Pangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam hal Pangan Olahan memiliki izin edar, pemeriksaan kesesuaian Label dilakukan terhadap Label yang disetujui. Pasal 89 Pengawasan tentang undian gratis berhadiah dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Pasal 90 Pengawasan terhadap persyaratan Label dan Iklan Pangan Segar, dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan. Pasal 91 (1) Pengawasan terhadap pencantuman keterangan tentang halal pada Label dan Iklan Pangan Segar dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. (2) Pengawasan terhadap pencantuman keterangan tentang halal pada Label dan Iklan Pangan Olahan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama berkoordinasi dengan Kepala Lembaga. Pasal 92 Pengawasan terhadap pencantuman keterangan tentang organik pada Label dan Iklan Pangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian. Pasal 93 (1) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (5) diselenggarakan secara berkala, intensifikasi dalam rangka waktu tertentu dan/atau dalam hal adanya dugaan pelanggaran. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan Peredaran pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh Label dan/atau Iklan; 26 / 32 b. meneliti setiap Label dan/atau Iklan Pangan; c. memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan/atau peredaran Pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan/atau d. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha dan/atau dokumen lain yang sejenis. Pasal 94 (1) (2) Dalam hal adanya dugaan pelanggaran pemenuhan persyaratan Label dan/atau iklan, Kepala Lembaga, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk: a. menghentikan kegiatan atau proses produksi dan/atau distribusi; b. melakukan pengamanan; c. memerintahkan produsen Pangan untuk melakukan penarikan produk, perbaikan Label dan/atau pemusnahan Label; dan d. memerintahkan produsen Pangan, pelaku usaha periklanan, dan pengusaha media untuk melakukan perbaikan Iklan, penghentian Iklan, dan/atau pemusnahan Iklan. Bukti dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didukung oleh hasil pengujian dari laboratorium pemerintah atau laboratorium terakreditasi lain yang ditunjuk pemerintah. Pasal 95 (1) Tindak lanjut pengawasan Label dan/atau Iklan Pangan Olahan dilakukan oleh Kepala Lembaga atau bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing-masing. (2) Tindak lanjut pengawasan Label dan/atau Iklan Pangan Segar dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing-masing. Pasal 96 (1) Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka pengawasan Label dan/atau Iklan Pangan Olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) dilakukan oleh pengawas Pangan yang ditunjuk oleh Kepala Lembaga. (2) Dalam hal Pangan Olahan merupakan pangan siap saji dan Pangan Industri Rumah Tangga, selain pengawas Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan juga dilaksanakan oleh pengawas Pangan yang ditunjuk oleh bupati/walikota. (3) Pengawas Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memiliki kompetensi pengawas Label dan/atau Iklan. (4) Pengawas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilengkapi dengan surat perintah pengawasan dan/atau pemeriksaan serta tanda pengenal. Pasal 97 (1) Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka pengawasan Label dan/atau Iklan Pangan Segar dilakukan oleh pengawas Pangan yang ditunjuk oleh kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan, gubernur atau bupati/walikota. 27 / 32 (2) Pengawas Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kompetensi pengawas Label dan/atau Iklan Pangan Segar. (3) Pengawas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan surat perintah pengawasan dan/atau pemeriksaan serta tanda pengenal. Pasal 98 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Label dan Iklan Pangan Olahan ditetapkan oleh Kepala Lembaga. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Label dan Iklan Pangan Segar ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan. Pasal 99 (1) Pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan pasal 86 dapat dikenakan secara berjenjang dan bertingkat dari yang paling ringan sampai berat. (2) Sanksi administratif secara bertingkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria pelanggaran sebagai berikut: a. pelanggaran ringan; b. pelanggaran sedang; dan c. pelanggaran berat; (3) Kriteria pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Mang kesehatan, atau Kepala Lembaga sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing. (4) Dalam hal tertentu, sanksi administratif dapat dikenakan tanpa melalui penjenjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 100 Kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pangan, Kepala Lembaga, gubernur dan/atau bupati/walikota sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing dapat mengumumkan hasil pengawasan produk pangan melalui media massa. BAB VI TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 101 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 86 dilakukan sebagai berikut: 28 / 32 a. pelanggaran yang dilakukan pertama kali, Pelaku Usaha dikenai sanksi peringatan tertulis untuk melakukan penarikan, perintah perbaikan, dan/atau pemusnahan; b. dalam hal peringatan tertulis diabaikan, Pelaku Usaha dikenai denda administratif sebagai berikut: 1) Untuk jenis pelanggaran berat dan skala usaha besar, denda administratif sebesar Rp. 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah); 2) untuk jenis pelanggaran berat dan skala, usaha menengah, denda administratif sebesar 50% (lima puluh persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 3) untuk jenis pelanggaran berat dan skala usaha kecil, denda administratif sebesar 20% (dua puluh persen) dan denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 4) untuk jenis pelanggaran berat dan skala usaha mikro, denda administratif sebesar 10% (sepuluh persen) dan denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 5) untuk jenis pelanggaran sedang dan skala usaha besar, denda administratif sebesar 50% (lima puluh persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 6) untuk jenis pelanggaran sedang dan skala usaha menengah, denda administratif sebesar 20% (dua puluh persen) dan denda "sebagaimana dimaksud pada huruf a; 7) untuk jenis pelanggaran sedang dan skala usaha kecil, denda administratif sebesar 10% (sepuluh persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 8) untuk jenis pelanggaran sedang dan skala usaha mikro, denda administratif dikenakan 5% (lima persen) dan denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 9) untuk jenis pelanggaran ringan dan skala usaha besar, denda administratif sebesar 20% (dua puluh persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 10) untuk jenis pelanggaran ringan dan skala usaha menengah, denda administratif sebesar 10% (sepuluh persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 11) untuk jenis pelanggaran ringan dan skala usaha kecil, denda administratif sebesar 5% (lima persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a; 12) untuk jenis pelanggaran ringan dan skala usaha mikro, denda administratif sebesar 2% (dua persen) dari denda sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. dalam hal setelah dikenai denda sebagaimana dimaksud pada huruf b, Pelaku Usaha mengulangi pelanggaran untuk kedua kalinya, Pelaku Usaha dikenai penghentian sementara kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; d. dalam hal Pelaku Usaha melakukan pelanggaran untuk ketiga kalinya, selain dikenai sanksi denda administratif, Pelaku Usaha juga diperintahkan untuk menarik Pangan/Iklan dari peredaran dan dikenai pembekuan izin usaha; e. dalam hal pelanggaran dilakukan lebih dari tiga kali, Pelaku Usaha dikenai pencabutan izin; f. jika pelanggaran,sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf d dilakukan oleh badan hukum, pembayaran denda administratif dilakukan atas nama badan hukum tersebut; g. jika badan hukum dikenai sanksi pembekuan izin usaha dan/atau pencabutan izin, pejabat yang berwenang mengenakan sanksi mengusulkan pembekuan izin usaha dan/atau pencabutan izin kepada instansi yang mengeluarkan izin. Pasal 102 29 / 32 (1) Pengenaan denda administratif ditujukan kepada yang bersangkutan dalam bentuk surat tagihan. (2) Pembayaran denda administratif dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak sanksi administratif dijatuhkan. (3) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. identitas pemilik/Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran; b. pelanggaran yang dilakukan; c. besaran denda; dan d. tanggal jatuh tempo pembayaran. (4) Apabila denda administratif tidak dibayar dalam batas waktu yang ditetapkan, Pelaku Usaha dikenai bunga atas denda sebesar 2% (dua persen) per bulan beserta peringatan pelunasan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari. (5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, piutang tersebut dikategorikan sebagai piutang macet yang pengurusannya diserahkan kepada instansi yang tugas dan fungsinya melakukan pengurusan piutang negara/daerah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 103 Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 merupakan penerimaan negara bukan pajak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 104 (1) Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Pelaku Usaha dikenai juga sanksi administratif berupa pengumuman kepada publik. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik. Pasal 105 (1) Dalam hal pejabat yang berwenang mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, pelaksanaannya didasarkan pada: a. hasil sampling dan/atau pengujian; b. temuan kriteria hasil audit atau inspeksi atas pemenuhan persyaratan Label dan Iklan Pangan; dan/atau c. hasil keputusan Kepala Lembaga atau kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan terhadap Label dan Iklan Pangan; (2) Pejabat yang berwenang memerintahkan penarikan dan/atau pemusnahan oleh pemilik izin edar dan/atau pemilik barang. (3) Setiap pihak yang terlibat dalam peredaran Pangan wajib membantu pelaksanaan penarikan dan/atau pemusnahan Label dan/atau Iklan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal penarikan dan/atau pemusnahan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak 30 / 32 dilaksanakan oleh Pelaku Usaha, Kepala Lembaga atau kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan dapat melakukan penarikan dan/atau pemusnahan Label dan/atau Iklan Pangan dengan memberikan sanksi tambahan yang lebih berat. (5) Kepala Lembaga atau kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan menetapkan pedoman penarikan dan/atau pemusnahan Label dan/atau Iklan Pangan. Pasal 106 (1) Label dan/atau Iklan Pangan yang telah ditarik dari peredaran karena menimbulkan terhadap kesehatan harus dimusnahkan. (2) Label dan/atau iklan Pangan yang telah ditarik dan peredaran dan tidak berisiko terhadap kesehatan, apabila tidak memungkinkan dilakukan perbaikan sesuai peraturan yang berlaku, harus dimusnahkan. Pasal 107 (1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2) dilakukan oleh pemilik izin edar dan/atau pemilik barang dengan disaksikan oleh pejabat/petugas yang berwenang. (2) Pemusnahan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2) harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan. (3) Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. hari, tanggal, dan tempat pemusnahan; b. pihak yang memusnahkan; c. saksi-saksi; d. identitas produk; e. jumlah produk; f. alasan pemusnahan; dan g. cara pemusnahan. Pasal 108 Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme pelaksanaan pengenaan sanksi administratif ditetapkan oleh Kepala Lembaga, atau gubernur/bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 109 (1) Dalam rangka menyempurnakan dan meningkatkan kesadaran terkait ketentuan Label dan Iklan Pangan, setiap orang dapat berperan serta dalam menyampaikan informasi mengenai permasalahan, masukan dan/atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang Pangan. (2) Setiap orang yang menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab 31 / 32 terhadap kebenaran informasi yang disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara lisan atau tertulis kepada menteri, kepala lembaga, dan/atau bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangan masingmasing. Pasal 110 (1) Setiap masalah, masukan dan/atau pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ditindaklanjuti oleh menteri, Kepala Lembaga, dan/atau bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangan masingmasing. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme pengelolaan penerimaan informasi dan tindaklanjutnya ditetapkan oleh menteri, Kepala Lembaga, dan/atau bupati/walikota sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 111 Pangan yang beredar wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun sejak peraturan pemerintah ini diundangkan. Pasal 112 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, organisasi dan tata kerja Lembaga Pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan belum terbentuk maka tugas dan fungsi Lembaga Pemerintah dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan ,di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangannya masing-masing. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 113 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini; dan b. Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999. 32 / 32