UJI SITOTOKSISITAS DAN EFEK EKSTRAK SPONS LAUT Aaptos suberitoides TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA (T47D) SECARA IN VITRO CYTOTOXICITY TEST AND EFFECT OF Aaptos suberitoides EXTRACT ON BREAST CANCER CELL LINE T47D IN VITRO Awik Puji D.N1, Sukardiman2, Tri wahyu Ningsih3 1. Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Science,Sepuluh Nopember Institute of Technology 2. Pharmaceutical Facult, Airlangga University Surabaya 3. Alumni of Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Science,Sepuluh Nopember Institute of Technology ABSTRACT The main purpose of this reseach is to determine the effect of A.suberitoides extract on breast cancer cell line T47D in vitro, that using cytotoxicity test. The activity of A.suberitoides extract to inhibit the growth of cancer cell was determined by MTT assay. After the LC50 calculated, the cell proliferation kinetic profiles were observed by doubling time test at 24th, 48th, and 72th hours and the IC50 calculated. Apoptosis studies were done by double staining test using acridine orange and ethidium bromide. The study was used Completely Randomized Design with 5 treatment group, there are group I (treatment), II ( control cell ), III ( positive control), IV (medium control) and V ( cosolven control ), with three times duplication. The concentration of extract that use 7.5 ; 15 ; 30 ; 60 ; 120 ; 240 ; 480 ; 960 and 1920 µg/mL. The concentration of cisplatin, medicine cancer that use 2, 4, 8 dan 16 µg/mL. The data was analyzed with ANOVA and be continued by LSD test. The result of this research shows that A.suberitoides extract have not cytotoxic activity on breast cancer cell line T47D with LC50 = 528.828 µg/mL at cytotoxicity test with MTT assay based NCI (National Cancer Institut) criterion, that a compound was said to have sitotoksisitas's effect that poten if that compound have point LC50 ≤ 20 πg/mL. At doubling time test, A. suberitoides extract are not able to inhibit proliferation of breast cancer cell line T47D with IC50 = 194.487 µg/mL based criterion of Kamuhabwa et al. (2000), that extract has to assess IC 50 = 100 µg / ml can say to have antiproliferasi's potencies. And A.suberitoides can induction apoptotic on breast cancer cell line T47D with activity as big as 19.23 %. Key Words: A.suberitoides, T47D breast cancer cell, Cytotoxicity test PENDAHULUAN Kanker merupakan penyebab utama kematian diseluruh dunia. Dari 58 juta kematian di seluruh dunia dalam tahun 2005, tercatat 7.6 juta (13%) diantaranya disebabkan oleh kanker (WHO, 2006 dalam Moeljopawiro, 2007). Jenis penyakit kanker yang paling umum dijumpai adalah kanker payudara. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita di berbagai belahan dunia. Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun ekosistem terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif. Spons termasuk organisme multiseluler sesil dan merupakan invertebrata laut dengan tingkat taksonomi paling rendah. (Hooper, 1997). Spons juga menghasilkan metabolit sekunder yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk mensintesis bermacam-macam komponen organik seperti polyketida, alkaloid, peptid dan terpene (Sjorgen, 2006 dalam Nurhayati, 2009). Komponen organik tersebut dapat digunakan sebagai bahan obat- obatan (Amir dan Budiyanto, 1996 dalam Nurhayati, 2009). Spons juga menghasilkan toksin dan mempunyai prospek untuk dimanfaatkan dalam bidang pengobatan. Telah dilaporkan pula bahwa sebagian senyawa yang diisolasi dari spons mempunyai aktivitas toksik yang tinggi terhadap makhluk hidup. Isolat dari spons telah dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri, antikanker dan 1 antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996 dalam Nurhayati, 2009). Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut merupakan sumber senyawa –senyawa baru yang memiliki aktivitas farmakologis sehingga dapat digunakan sebagai obat karena memiliki sifat toksik sehingga dapat digunakan untuk membunuh sel kanker (Astuti et al, 2005). Kebutuhan obat baru sebagai senyawa antikanker semakin mendesak, karena obat-obatan yang dipakai selama ini memiliki efektivitas rendah dan harga yang mahal. Pencarian sumber-sumber baru untuk menghasilkan senyawa antikanker terus dilakukan antara lain dari senyawa bioaktif yang dihasilkan organisme laut termasuk spons (Setyowati et al, 2007). Senyawa bioaktif yang akan digunakan sebagai produk farmasi untuk antikanker harus diujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan dengan uji sitotoksik. Uji sitotoksik merupakan salah satu pengembangan metode untuk memprediksi keberadaan seyawa yang bersifat toksik pada sel yang merupakan syarat mutlak untuk obat-obat antikanker (Kurnijasanti et al, 2008). Sebelas spesies spons yang diambil dari daerah perairan Pantai Pasir Putih Situbondo memiliki senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker (Nurhayati et al., 2008). Hasil uji sitotoksisitas dengan metode Brine Shrimp Test (BST) menunjukkan bahwa Aaptos suberitoides memiliki tingkat toksisitas yang paling tinggi dengan nilai LC50 sebesar 134.136 ± 36.611 ppm, sehingga spesies spons A. suberitoides merupakan kandidat yang baik untuk antikanker (Nurhayati et al, 2008). A. suberitoides dapat menghasilkan senyawa alkaloid aaptamin (benzo 1,6naphthyridin yang berpotensi sebagai senyawa antikanker (Aoki et al., 2006), yang bekerja dengan mekanisme apoptosis (Mayer, 2008) dan antioksidan (Makarchenko, 2004). Setelah tahap praskrining terhadap senyawa antikanker dengan metode BST, maka perlu dilanjutkan dengan uji sitotoksisitas menggunakan sel kanker secara in vitro. Untuk itu, perlunya uji sitotoksisitas spons laut A. suberitoides pada sel kanker payudara (T47D), sehingga diketahui potensi sitotoksik spons laut A. suberitoides. METODE PENELITIAN Spons A.suberitoides diperoleh dari perairan Pecaron, Pantai Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur. Sel T47D yang diujikan merupakan koleksi dari LPPT UGM. Ekstraksi Spons Laut Ekstraksi spons dilakukan dengan metode yang dilakukan oleh Harada dan Kamei (1997) dan Horikawa et al (1999). Spons diambil , dipotong-potong menggunakan pisau selanjutnya ditambahkan alkohol pada potongan spons untuk mencegah tumbuhnya jamur. Potongan spons dikeringanginkan selama 1 minggu hingga kering. Selanjutnya potongan spons yang telah kering dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga terbentuk ekstrak kasar. Ekstrak kasar yang telah didapat kemudian dimaserasi. Ekstrak kasar spons dimasukkan ke dalam maserator dengan kapasitas 2,5 kg. Ekstrak kasar spons direndam dalam etanol sampai seluruh ekstrak spon terendam, campuran disaring dan dihasilkan ekstrak spons. Filtrat spons yang telah didapat dievaporasi. Proses selanjutnya yaitu pengadukan filtrat dengan stiring magnetic mulai dari pelarut polar hingga pelarut non polar. Filtrat diaduk dengan pelarut kloroform dengan perbandingan 1:5. pengadukan dilakukan dengan replikasi 3 kali selama 2 jam untuk tiap kali replikasi. Dari proses tersebut akan didapatkan filtrat dan supernatan. Filtrat yang diperoleh dievaporasi untuk menghilangkan etanol. Hasil yang diperoleh merupakan ekstrak kloroform yang selanjutnya digunakan dalam uji sitotoksisitas. Uji Sitotoksisitas Metode MTT assay Suspensi sel kanker payudara (T47D) sebanyak 100 µL dengan kepadatan 3 x 104 sel/100 µL media didistribusikan ke dalam sumuran- sumuran pada 96-well plate dan diinkubasikan selama 24 jam. Setelah diinkubasi, ke dalam sumuran dimasukkan 100 µL larutan uji pada berbagai seri konsentrasi. Sebagai kontrol positif ditambahkan 100 µL medium kultur, kemudian 100 µL cisplatin pada berbagai seri konsentrasi ke dalam sumuran yang telah berisi 100 µL suspensi sel. Sebagai kontrol sel ditambahkan 100 µL medium kultur ke dalam sumuran yang berisi 100 µL suspensi sel dan sebagai kontrol pelarut ditambahkan 100 µL DMSO ke dalam sumuran yang berisi 100 µL medium kultur dan 100 µL suspensi sel dengan delusi yang sesuai dengan delusi konsentrasi larutan uji, kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 dan 95% O2. Pada akhir inkubasi, media kultur dibuang lalu ditambahkan 10 µL larutan MTT (5 mg/mL PBS), dan medium diganti dengan 190 µL medium RPMI 1640 komplit. Kemudian sel diinkubasi selama 3-4 jam. Reaksi MTT dihentikan dengan 2 penambahan reagen stopper SDS (100 µL). Microplate kemudian dibungkus dengan tissue dan diinkubasi selama 1 malam pada suhu kamar dan ruangan gelap. Sel yang hidup bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu. Hasil pengujian dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm (Ola at al., 2008; Mae et al., 2000 dalam Dheta, 2009). Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel ( Uji Doubling Time) Suspensi sel kanker payudara (T47D) sebanyak 100 µL dengan kepadatan 3 x 104 sel/100 µl media didistribusikan ke dalam sumuran-sumuran pada 96-well plate dan diinkubasi selama 24 jam dalam incubator dalam suhu 37°C dan dialiri 5% CO2. Selanjutnya ditambahkan 100 µL larutan uji dengan 3 variasi konsentrasi yaitu pada LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50 pada uji sitotoksisitas tersebut di atas, kemudian inkubasi dilanjutkan dengan variasi waktu 24, 48 dan 72 jam. Pada setiap akhir inkubasi, medium kultur dibuang dan ke dalam masing- masing sumuran ditambahkan 10 µL larutan MTT (5 mg/mL PBS) dan medium diganti dengan menambahkan 190 µL medium RPMI 1640 komplit kedalamnya. Kemudian sel diinkubasi selama 3-4 jam sampai terbentuk formazon. Reaksi MTT dihentikan dengan penambahan reagen stopper SDS (100 µL). Microplate yang berisi suspensi sel diseker ± 5 menit kemudian dibungkus dengan tissue dan diinkubasi selama 1 malam pada suhu kamar dan ruangan gelap. Sel yang hidup bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu. Hasil pengujian dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm. Hasil absorbansi yang terbaca dikonversi ke dalam % (persentase) kehidupan (viabilitas) sel (Dhiani et al., 2006 dalam Dheta, 2009). Uji Apopotosis dengan Metode Double Staining Sel yang telah dipanen dipuasakan sebelum perlakuan menyamakan umur sel seperti pada uji aktifitas proliferasi. Sel kanker yang akan dipuasakan dimasukkan ke dalam plate 24 well yang berisi coverslip, masing-masing sebanyak 500 µL dengan kepadatan 3x104 sel/100 µL media, kemudian sel diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator CO2 370C. Selanjutnya sel diberi perlakuan dengan 500 µL ekstrak spons laut A. suberitoides dengan 3 variasi konsentrasi yaitu pada LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50 pada uji sitoktoksisitas tersebut di atas. Sebagai kontrol sel, ditambahkan 500 µL media kultur RPMI, kontrol positif ditambah 500 µL cisplatin pada konsentrasi LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50 dan kontrol pelarut ditambah 500 µL DMSO pada konsentrasi LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50, kemudian sel diinkubasi selama 24 jam dalam incubator. Pada akhir inkubasi, medium dibuang dan coverslip dikeluarkan dari sumuran, diletakkan pada gelas benda Poly-L-Lysine secara merata dan dibuat rangkap dua. Sebanyal 5 µL larutan staining ditambahkan pada permukaan coverslip tersebut, kemudian didiamkan ± 2 menit agar larutan berinteraksi dengan sel. Sel segera diamati di bawah mikroskop flouresen dengan perbesaran dengan perbesaran 100 x dan hasil pengamatan difoto dengan kamera digital. Sel yang hidup akan berflurosen hijau dengan acridine orange dan sel yang mati akan berflurosen oranye dengan ethidium bromide (Dhiani et al., 2006; Nururlita & Mahdalena, 2006 dalam Dheta 2009). Jumlah sel yang mengalami apoptosis dihitung untuk tiap lapang pandang dengan jumlah minimal 100 sel (Spector, 1998 dalam Sukardiman, 2005). Analisis Data Uji Sitotoksisitas dengan Metode MTT assay Data yang diperoleh dari hasil pembacaan ELISA reader (λ = 595 nm) berupa absorbansi masing-masing sumuran dikonversikan dalam % kematian sel dengan rumus: Keterangan : Abs = Absorbansi Kemudian dianalisis dengan program SPSS Windows 16.0 menggunakan uji One Way ANOVA. Analisis statistik ditentukan hipotesis statistik sebagai berikut : Ho = Tidak ada pengaruh penambahan ekstrak spons A.suberitoides pada sel T47D dibandingkan dengan kontrol negatif pelarut DMSO Ha = Ada pengaruh penambahan ekstrak spons A.suberitoides pada sel T47D dibandingkan dengan kontrol negatif pelarut DMSO Pengambilan kesim-pulan jika harga Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak, sedangkan jika harga Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dengan derajad kepercayaan 0,95 (α = 0,05). Jika ada perbedaan 3 bermakna, perhitungan dilanjutkan dengan uji LSD. Untuk mengetahui harga LC50 ditentukan dengan menggunakan analisis persen probit pada program SPSS Windows 16.0. Prinsip pengolahan data pada program ini adalah mengkorelasi antara persen kematian sel dengan konsentrasi ekstrak. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel Data yang diperoleh dari hasil pembacaan ELISA reader berupa absorbansi masing-masing sumuran dikonversikan dalam % kehidupan sel (viabilitas) dengan rumus: Difference (LSD). Kedua uji tersebut dilakukan pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan program SPSS Windows 16.0. Pengamatan Apoptosis Data apoptosis berupa data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan morfologi sel menggunakan mikroskop flouresens. Sel yang hidup akan berflouresen hijau dengan acridine orange dan sel yang mati akan berflouresens orange dengan ethidium-bromide. Perhitungan sel yang mengalami apoptosis dihitung dengan rumus: % Apoptosis = Jumlah sel apoptosis x 100% ∑ Total sel HASIL Berdasarkan data tersebut dibuat profil hubungan antara persentase sel hidup dan waktu inkubasi, kemudian dibuat persamaan regresi linier. Slope dari persamaan ini menggambarkan kinetika pertumbuhan sel. Data absorbansi dan persentase sel hidup selanjutnya dilakukan analisis varian satu arah (ANOVA) (α = 0,05) untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan pada setiap waktu inkubasi, dimana hasil uji bermakna jika diperoleh harga p ≤ 0.05. Jika terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji Least Significant Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut A.suberitoides Terhadap Sel Kanker Payudara (T47D) dengan Metode MTT assay Hasil pengukuran dengan menggunakan ELISA reader menunjukkan bahwa persentase kematian sel T47D terus meningkat sebanding dengan kenaikan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Kematian sel terbesar terdapat pada pemberian konsentrasi ekstrak 480 µg/ml yaitu sebesar 97,649 % (Tabel 1). Tabel 1. Persentase kematian sel T47D dengan perlakuan ekstrak spons laut A.suberitoides Seri Ekstrak ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Konsentrasi (µg/ml) 7.5 15 30 60 120 240 480 960 1440 1920 Persen Kematian Sel (%) 5.356 8.208 10.212 20.655 22.582 32.062 97.649 96.686 90.559 86.551 Gambar 1. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak A.suberitoides terhadap sel T47D dengan metode MTT assay 4 Gambar 2. Hasil uji sitotoksisitas cisplatin terhadap sel T47D dengan metode MTT assay Tabel 2. Persentase kematian sel T47D dengan perlakuan DMSO Persen Kematian Sel Konsentrasi (µg/ml) (%) 0.95 29.364 0.72 -0.578 0.475 6.821 Tabel 3. Persentase kematian sel T47D dengan perlakuan cisplatin Konsentrasi (µg/ml) Persen Kematian Sel (%) 2 9.818 4 8.155 8 7.878 16 52.652 Adapun persentase kematian dari sediaan kontrol negatif DMSO adalah 6.821 % (Tabel 2) dan pada kontrol positif obat kanker cisplatin dimulai pada konsentrasi 2 µg/mL dengan persentase kematian sebesar 9.818%. Persentase kematian sel T47D terus meningkat sampai dengan konsentrasi tertinggi yaitu 16 µg/mL sebesar 52.652 %, sejalan dengan kenaikan konsentrasi cisplatin (Tabel 3). Nilai LC50 pada uji sitotoksisitas ekstrak spons laut A.suberitoides terhadap sel T47D adalah 528.828 µg/mL (Gambar 1), sedangkan pada obat kanker cisplatin sebesar 16.818 µg/mL (Gambar 2). Efek Ekstrak Spons Laut A.suberitoides Terhadap Proliferasi Sel Kanker Payudara (T47D) Konsentrasi yang digunakan adalah pada LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50 yaitu 528.828 µg/mL, 264.414 µg/mL dan 132.207 µg/mL dari hasil uji sitotoksisitas dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Hasil uji Doubling time pada inkubasi 72 jam terjadi penurunan persentase sel yang hidup pada berbagai konsentrasi ekstrak dengan IC50 sebesar 194.487 µg/mL (Tabel 4). Sedangkan pemberian cisplatin pada uji doubling time signifikan terhadap kehidupan sel T47D selama periode inkubasi, dan didapatkan IC50 sebesar 28.569 µg/mL (Tabel 5). Pengaruh Ekstrak Spons Laut A.suberitoides Terhadap Apoptosis Sel Kanker Payudara (T47D) Hasil pengamatan dibawah mikroskop flourosen memperlihatkan bahwa sel T47D yang hidup akan berflouresen hijau dengan Acridine orange dan sel yang mati berflouresen orange dengan Ethidium bromide (Gambar 3). Hasil uji apoptosis sel T47D, cisplatin menunjukkan persentase apoptosis yang paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak, DMSO serta kontrol (Gambar 4). Ekstrak spons laut A.suberitoides mampu menginduksi apoptosis pada sel kanker T47D dengan aktifitas sebesar 19.23 %. 5 Tabel 4. Persentase kehidupan sel T47D dengan perlakuan ekstrak spons laut A.suberitoides pada uji Doubling time Konsentrasi Persentase Kehidupan Sel (%) (µg/ml) Waktu Inkubasi (jam) 24 48 72 528.828 53,757 61,649 32,258 264.414 57,161 67,881 47,177 132.207 63,470 74,804 56,048 Tabel 5. Persentase kehidupan sel T47D dengan perlakuan cisplatin pada uji Doubling time Konsentrasi Persentase Kehidupan Sel (%) (µg/ml) Waktu Inkubasi (jam) 24 48 72 16.818 57.880 48.242 32,258 8.409 75.924 42.674 47,177 4.205 56.860 48.388 56,048 a b c e d Gambar 3. Sel T47D dengan perlakuan ekstrak spons A.suberitoides pada konsentrasi LC50 setelah diwarnai dengan acridine orange-ethidium bromide (florescent microscope perbesaran 100 x), a) sel mulai mengalami apoptosis dengan kondensasi kromatin, b) sel yang mengalami blebbing, c) merupakan tahap akhir apoptosis d) sel yang mengalami nekrosis dan e) sel T47D normal Gambar 4. Perbandingan persentase apoptosis sel T47D oleh perlakuan Kontrol, LC50 ekstrak, LC50 cisplatin dan DMSO PEMBAHASAN Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop menunjukkan sel T47D yang hidup tampak seperti berserabut berwarna gelap dan saling berdempet dengan sel lain yang berada disekitarnya, ditunjukkan oleh panah berwarna kuning. Warna gelap dan berserabut yang nampak pada pengamatan merupakan kristal formazon. Kristal-kristal formazon tersebut dapat menembus membran sel dan terakumulasi di dalam sel sehat. Jumlah produk formazan secara langsung 6 proposional dengan jumlah sel hidup. Semakin banyak sel hidup maka semakin banyak sel yang aktif melakukan metabolisme sehingga jumlah produk formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Semakin banyak produk formazan yang terakumulaasi ini menyebabakan intensitas warna ungu meningkat dalam plate. Sedangkan sel T47D yang mati karena perlakuan pemberian ekstrak yang tinggi (1920 µg/ml), tampak bulat dan cenderung tersebar ataupun soliter, ditunjukkan oleh panah berwarna merah. Sel yang mati tidak dapat terwarnai oleh garam MTT sehingga tidak membentuk warna ungu seperti pada sel hidup. Mitokondria sel mati pada uji sitotoksisitas metode MTT ini tidak mampu berespirasi sehingga tidak menghasilkan enzim suksinat reduktase tetrazolium yang dapat (A) (D) (E) mereduksi reagen MTT menjadi produk formazan. Akibatnya pada sel mati tidak terbentuk formazan yang berwarna ungu, tetapi warnanya tetap kuning seperti medium. Pada kontrol sel terlihat jumlah sel yang berwarna gelap dan berserabut lebih banyak di banding dengan perlakuan lainnya. Penampakan sel pada kontrol DMSO tertinggipun (0,95%) juga terlihat tidak berdampak signifikan terhadap jumlah sel yang mati. Pada kenampakan sel T47D dengan perlakuan ekstrak, dapat dilihat jumlah sel yang berwarna gelap dan berserabut secara berangsur-angsur turun dari konsentrasi pemberian ekstrak tertinggi (1920 µg/ml) hingga ekstrak terendah (7.5 µg/ml). Hal ini dapat diindikasikan bahwa pemberian ekstrak berpengaruh terhadap jumlah kematian sel secara kualitatif. (B) (C) (F) Gambar 5. Pembentukan kristal formazon setelah pemberian MTT pada sel T47D. (A) Kontrol sel, (B) Kontrol DMSO 0.95%, (C) Konsentrasi ekstrak 1920 µl/ml, (D) Konsentrasi ekstrak 120 µl/ml, (E) Konsentrasi ekstrak 30 µl/ml, (F) Konsentrasi ekstrak 7.5 µl/ml Hasil pengukuran dengan menggunakan ELISA reader menunjukkan bahwa persentase kematian sel T47D terus meningkat sebanding dengan kenaikan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Kematian sel terbesar terdapat pada pemberian konsentrasi ekstrak 480 µg/ml yaitu sebesar 97,649 % (Tabel 1), sedangkan persentase kematian dari sediaan kontrol negatif DMSO adalah 6.821 % (Tabel 2). Hasil penelitian tersebut kemudian dianalisis menggunakan SPSS windows 16.0 dengan program One Way ANOVA dan program analisis persen probit. Dari analisis uji One Way ANOVA (α = 0.05) menunjukkan hasil yang signifikan dan diperoleh Fhitung sebesar 197.160 µg/ml. Sedangkan Ftabel sebesar 2.30, karena harga Fhitung lebih besar daripada harga Ftabel maka terdapat pengaruh penambahan ekstrak spons A.suberitoides pada sel T47D dibandingkan dengan kontrol negatif pelarut DMSO. Untuk mengetahui perbedaan bermakna dilanjutkan dengan analisis LSD (Least Significant Difference). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai LSD sebesar 7.253 (Lampiran 41). Karena rata-rata nilai LSD lebih besar daripada nilai LSD hitung, maka terdapat perbedaan bermakna dari masing-masing kelompok. 7 Perhitungan nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan analisis persen probit pada program SPSS Windows 16.0. LC50 digunakan sebagai parameter untuk mengevaluasi potensi sitotoksisitas ekstrak spons laut A.suberitoides terhadap sel T47D. Untuk melakukan uji sitotoksisitas terhadap ekstrak, NCI (National Cancer Institute) menetapkan suatu standar bahwa harga LC50 adalah ≤ 20 µg/mL (Suffness, 1991). Karena harga LC50 dari ekstrak A.suberitoides diperoleh pada konsentrasi 528.828 µg/mL, maka dapat dikatakan bahwa ekstrak spons A.suberitoides tidak mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara (T47D) berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh NCI (National Cancer Institut). Sebagai kontrol positif digunakan cisplatin. Cisplatin secara klinis digunakan sebagai obat kanker termasuk juga kanker payudara (T47D), sehingga secara tidak langsung dapat dibandingkan dengan ekstrak spons A.suberitoides. Cisplatin (cisplatinum atau cis diamminedichloroplatinum (II)) merupakan obat kemoterapi kanker yang berbasis logam platinum. Cisplatin bekerja sebagai anti kanker dengan cara menempelkan diri pada DNA (deoxyribonucleic acid) sel kanker dan mencegah pertumbuhannya. Jika senyawa ini terlarut dalam air, ligan kloro pada cisplatin diganti satu persatu oleh ligan air (aqua) melalui reaksi hidrolisis. Selanjutnya ikatan Pt-OH2 yang terdapat dalam senyawa kompleks monoaquaplatina dan diaquaplatina yang terbentuk akan jauh lebih reaktif, sehingga kompleks tersebut akan lebih mudah bereaksi dengan ligan donor beratom nitrogen pada basa DNA (Putra, 2008). Kontrol positif bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan uji sitotoksisitas sebagai bukti terjadinya efek sitotoksik. Hasil uji sitotoksisitas dengan perlakuan cisplatin pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada lampiran 2. Pada hasil penelitian, cisplatin dapat menyebabkan kematian sel T47D yang dimulai pada konsentrasi 2 µg/mL dengan persentase kematian sebesar 9.818%. Persentase kematian sel T47D terus meningkat sampai dengan konsentrasi tertinggi yaitu 16 µg/mL sebesar 52.652 %, sejalan dengan kenaikan konsentrasi cisplatin. Hasil uji One Way ANOVA (α = 0.05) adalah signifikan, menunjukkan harga Fhitung lebih besar daripada harga Ftabel (Fhitung =30.626 dan Ftabel = 3.48) berarti terdapat pengaruh cisplatin pada sel T47D penambahan dibandingkan dengan kontrol negatif pelarut DMSO. Untuk mengetahui perbedaan bermakna dilanjutkan dengan analisis LSD (Least Significant Difference). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai LSD sebesar 9.825 . karena nilai LSD lebih besar daripada nilai LSD hitung, maka terdapat perbedaan bermakna dari masing-masing kelompok dengan metode MTT assay. Perhitungan nilai LC50 cisplatin ditentukan dengan menggunakan analisis persen probit pada program SPSS Windows 16.0 dan diperoleh pada konsentrasi 16.818 µg/mL. LC50 dengan perlakuan cisplatin ini lebih rendah daripada LC50 dengan perlakuan ekstrak spons A.suberitoides. Efek Ekstrak Spons Laut A.suberitoides Terhadap Proliferasi Sel Kanker Payudara (T47D) Uji doubling time dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak spons A.suberitoides terhadap proliferasi sel T47D. Konsentrasi yang digunakan adalah pada LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50 yaitu 528.828 µg/mL, 264.414 µg/mL dan 132.207 µg/mL dari hasil uji sitotoksisitas dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Uji ini dilakukan dengan metode MTT assay, kemudian dihitung prosentase sel yang hidup (viabel). Hasil uji doubling time ekstrak dapat dilihat pada tabel 4. Pada tabel tersebut tampak bahwa setelah pemberian ekstrak dan penginkubasian selama 24 jam terjadi penurunan persentase sel yang hidup pada berbagai konsentrasi ekstrak dengan IC50 sebesar 194.487 µg/mL. Akan tetapi hasil uji LSD (α = 0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata antara konsentrasi 528.828 µg/mL dengan 264.414 µg/mL serta 264.414 µg/mL dengan 132.207 µg/mL. Perbedaan yang tidak nyata terlihat antara konsentrasi 528.828 µg/mL dengan 132.207 µg/mL Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak spons A. suberitoides telah berinteraksi dengan sel T47D untuk menghambat pertumbuhan sel tersebut. Data yang diperoleh dari uji doubling time pada perlakuan ekstrak A. suberitoides selanjutnya dibuat profil hubungan antara persentase sel hidup dan waktu inkubasi, dimana nilai X adalah waktu inkubasi dan nilai Y adalah persen kehidupan sel kanker payudara T47D. Kemudian dibuat persamaan regresi linier, sehingga dapat dihitung IC50 berdasarkan 8 persamaan garis yang diperoleh. Nilai IC50 merupakan nilai konsentrasi dosis bahan uji yang menghambat pertumbuhan sel sebanyak 50 %. Nilai IC50 dalam penelitian ini menunjukkan nilai konsentrasi ekstrak spons A. suberitoides yang menghasilkan hambatan pertumbuhan sel T47D sebesar 50 % dari populasi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai Y dapat ditentukan yaitu 50. Dari persamaan garis (Gambar1) diperoleh nilai, Y = -0.078 X + 65.17 Y = 50, Maka 50 = - 0.078 X + 65.17 X = 50 – 65.17 = 194.487 -0.078 Maka nilai konsentrasi ekstrak spons A. suberitoides yang menghasilkan hambatan pertumbuhan sel T47D sebesar 50 % dari populasi, yakni sebesar 194.487 µg/mL. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis IC50 ekstrak spons A. suberitoides adalah 194.487 µg/mL. Uji doubling time juga dilakukan pada kontrol positif, yakni cisplatin untuk melihat pengaruh antiproliferatif obat kanker cisplatin terhadap pertumbuhan sel kanker T47D. Konsentrasi yang digunakan juga merupakan konsentrasi LC50 dan 2 konsentrasi dibawah LC50 yaitu 16.818 µg/mL; 8.409 µg/mL; dan 4.205 µg/mL dari hasil uji sitotoksisitas dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Pemberian cisplatin pada sel T47D pada uji doubling time juga memberikan hasil yang signifikan terhadap persentase kehidupan sel T47D selama periode inkubasi. Hasil uji LSD menunjukkan adanya beda nyata antara kelompok perlakuan. Hingga inkubasi 72 jam, persentase sel yang hidup menurun. Hal ini menunjukkan bahwa cisplatin mempunyai kemampuan menghambat proliferasi sel T47D dengan peningkatan konsentrasi obat dan penambahan waktu inkubasi. Data yang diperoleh dari uji doubling time pada perlakuan cisplatin selanjutnya dibuat profil hubungan antara persentase sel hidup dan waktu inkubasi, dimana nilai X adalah waktu inkubasi dan nilai Y adalah persen kehidupan sel kanker payudara T47D. Kemudian dibuat persamaan regresi linier, sehingga dapat dihitung IC50 berdasarkan persamaan garis yang diperoleh. Nilai IC50 merupakan nilai konsentrasi dosis bahan uji yang menghambat pertumbuhan sel sebanyak 50 %. Nilai IC50 dalam penelitian ini menunjukkan nilai konsentrasi ekstrak spons A. suberitoides yang menghasilkan hambatan pertumbuhan sel T47D sebesar 50 % dari populasi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai Y dapat ditentukan yaitu 50. Dari persamaan garis (Gambar2) diperoleh nilai, Y = -0.51 X + 64,57 Y = 50, Maka 50 = - 0.51 X + 64.57 X = 50 – 64.57 = 28.569 -0.51 Maka nilai konsentrasi cisplatin yang menghasilkan hambatan pertumbuhan sel T47D sebesar 50 % dari populasi, yakni sebesar 28.569 µg/mL. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis IC50 cisplatin adalah 28.569 µg/mL. Nilai IC50 dalam penelitian ini menunjukkan nilai konsentrasi ekstrak spons A. suberitoides yang menghasilkan hambatan pertumbuhan sel T47D sebesar 50 % dari populasi, yakni sebesar 194.487 µg/mL. Nilai tersebut juga menunjukkan apakah ekstrak spons tersebut bersifat antiproliferatif terhadap sel T47D. Sedangkan nilai IC50 cisplatin sebesar 28.569 µg/mL, hal ini menunjukkan bahwa cisplatin memiliki aktivitas yang lebih tinggi dalam menghambat proliferasi sel kanker payudara T47D. Nilai IC50 cisplatin jauh lebih rendah dibandingkan IC50 ekstrak. Nilai IC50 yang rendah menunjukkan aktivitas penghambatan proliferasi sel yang baik karena dengan konsentrasi yang sangat sedikit sudah dapat menghambat proliferasi sel sebesar 50%. Hal ini disebabkan karena cisplatin bekerja sebagai anti kanker dengan cara menempel diri pada DNA (deoxyribonucleic acid) sel kanker dan mencegah pertumbuhan sel kanker. Oleh karena itu nilai IC50 nya lebih rendah dibandingkan ekstrak karena cisplatin cenderung menyembuhkan kanker melalui penghambatan proliferasi sel kanker. Menurut Kamuhabwa et al. (2000), jika ekstrak memiliki nilai IC50 ≤ 100 µg/ml dapat dikatakan memiliki potensi antiproliferasi. Sedangkan menurut Mans et al. (2000) batas ambang yang ditetapkan untuk bahan alam yang dapat dikembangkan sebagai antikanker yaitu ≤ 50 µg/ml ( Mans et al., 2000). Berdasarkan kedua acuan diatas, dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol spons A. suberitoides dengan nilai IC50 sebesar 194.487 µg/mL belum signifikan dalam 9 menghambat proliferasi sel T47D sehingga perlu upaya fraksinasi dan isolasi bahan bioaktifnya. Pengaruh Ekstrak Spons Laut A.suberitoides Terhadap Apoptosis Sel Kanker Payudara (T47D) Kematian sel T47D akibat perlakuan ekstrak spons A.suberitoides dapat diketahui juga melalui uji apoptosis. Konsentrasi yang digunakan untuk uji apoptosis adalah 528.828 µg/mL, 264.414 µg/mL dan 132.207 µg/mL (ekstrak), serta 16.818 µg/mL; 8.409 µg/mL; dan 4.205 µg/mL (cisplatin). Metode yang digunakan adalah doublestaining DNA dengan menggunakan ethidium bromide-acridine orange. Kedua macam zat warna ini digunakan secara bersamaan karena dapat menghasilkan warna kontras, sehingga mempermudah pengamatan dibawah mikroskop fluorosen. Pengamatan terhadap morfologi sel harus dilakukan dengan segera karena jika larutan doublestaining terlalu lama berinteraksi dengan sel, maka sel yang hidup akan mati. Hal ini disebabkan karena etidium bromide bersifat toksik, sehingga dalam penelitian hanya digunakan konsentrasi yang sangat kecil 5 µL. Ethidium bromide dalam konsentrasi kecil akan dilawan oleh antibodi sel hidup. Ethidium bromide-acridine orange mampu menembus membran sel dan berinteraksi dengan DNA sel. Hasil pengamatan di bawah mikroskop fluorosen memperlihatkan bahwa sel T47D yang hidup akan berfluoresen hijau dengan acridine orange sedangkan sel yang mati berfluoresen oranye dengan ethidium bromide. Ethidium bromide hanya dapat menembus membran sel mati karena terjadi penurunan integritas membran sel mati sehingga tidak permeabel terhadap senyawa yang masuk, sedangkan acridine orange mengandung gugus kation sehingga dapat berinteraksi dengan DNA sel hidup yang bersifat anionik membentuk garam terdisosiasi (Nurulita & Mahdalena, 2006 dalam Meye, 2009) Hasil uji induksi apoptosis ekstrak spons A.suberitoides terhadap sel T47D menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki kemampuan untuk menginduksi apoptosis pada sel T47D. Pada gambar 3 a dibawah, tampak sel yang mengalami apoptosis dengan inti yang terfragmentasi dan terbentuknya tonjolan-tonjolan pada sel yang menunjukkan mulainya apoptosis (apoptotic body) (Gambar 3 b). Sel yang mengalami nekrosis (Gambar 3 d) bentuknya bulat seperti pada sel normal namun tetap berwarna oranye. Diduga, senyawa aaptamin yang terkandung dalam sponge A. suberitoides inilah yang berperan dalam memicu apoptosis sel T47D dengan perlakuan pemberian ekstrak. Pada penelitian ini diperoleh persentase apoptosis yang disebabkan oleh ekstrak dan cisplatin berturut-turut 19.23 % dan 22.53 % (Gambar 4). Jumlah apoptosis dengan perlakuan ekstrak terhitung lebih kecil dari cisplatin karena senyawa dalam cisplatin telah terbukti menghambat proliferasi sel dengan cara apoptosis. Sedangkan ekstrak masih mengandung senyawa-senyawa yang dapat bekerja sinergis membentuk apoptosis atau bahkan menghambat apoptosis. Meskipun demikian, masih dapat dikatakan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak spons A. suberitoides dapat memacu apoptosis pada sel kanker T47D. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak spons laut A.suberitoides mampu menginduksi apoptosis pada sel kanker T47D dengan aktifitas sebesar 19.23 %. Diduga senyawa aaptamin yang terkandung dalam spons A. suberitoides dapat menginduksi gen p53 sebagai regulator apoptosis untuk mengendalikan kematian sel T47D secara terprogram. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa : 1. Ekstrak spons laut A.suberitoides tidak mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D dengan harga LC50 sebesar 528.828 µg/mL pada uji sitotoksisitas dengan metode MTT assay berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh NCI (National Cancer Institut) bahwa suatu senyawa dikatakan memiliki efek sitotoksisitas yang poten bila senyawa tersebut mempunyai nilai LC50 ≤ 20 πg/mL. 2. Ekstrak spons laut A.suberitoides belum signifikan dalam menghambat proliferasi sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 194.487 µg/mL pada uji Doubling Time berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Kamuhabwa et al. (2000), jika ekstrak memiliki nilai IC50 ≤ 100 µg/ml dapat dikatakan memiliki potensi antiproliferasi. 3. Ekstrak spons laut A.suberitoides mampu menginduksi apoptosis pada sel kanker T47D dengan aktifitas sebesar 19.23 %. 10 SARAN 1. Perlu dilakukan fraksinasi dan isolasi pada ekstrak spons laut A.suberitoides 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan uji in vivo untuk menambah informasi ilmiah tentang efek toksisitas ekstrak spons laut A.suberitoides terhadap hewan uji, sehingga komponen kimiawi yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan sebagai salah satu agen antikanker. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Awik Puji Dyah Nurhayati, S.Si, M.Si beserta Prof. Dr. Drs. Sukardiman, Apt, MS selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk bimbingan. Ibu Dra. Dian Saptarini, M.Sc, Ibu Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si beserta Ibu Ir.Sri Nurhatika, MP sebagai Dosen Penguji dan Ibu Dra. Dian Saptarini, M. Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA ITS. Bapak M. Muryono, M.Si selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Biologi FMIPA ITS. Ibunda tercinta, kakakku tersayang serta mas Uun yang selalu memberikan motivasi, do’a dan dukungan baik material maupun spiritual selama ini dan teman-teman angkatan 2006 yang banyak membantu, serta kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini. KEPUSTAKAAN Abcam. 2007. T47D (Human ductal breast epithelial tumor cell line) Whole Cell Lysate (ab14899) datasheet.<URL:http://www.abcam.com/ index.html?datasheet=14899, diakses Februari 2007 Ahmad, T, Panrerengi, A. Suryati, E. 2000. “Potensi Sponge Penghasil Bakterisida dan Fungisida Alami Belum Banyak Dimanfaatkan”. Warta Penelitian Perikanan Indonesia 8, 3 : 34-45 Alatas, Zubaidah. 2007. Faktor Genetik dalam Karsinogenesis yang Diinduksi oleh Radiasi Pengion. PTKMR-BATAN. Anonim.2008. Senyawa Metabolit Sekunder. <URL:http://www.invivogen.com/family. php?ID=2-19&ID_cat=12> Anonim.2009.BenzoPiren.<URL:http://www .pharmastate.com/staticgallery/ pathologybenzopiren/m> Anonim. 2009. Conective Tissue . <URL:http://www.visualhistology.com> Anonim. 2010. Fibrosarcoma. <URL:http:// www.pathconsultddx.com> Aoki, S., Dexin K., Hideaki S., Yoshihiro S., Toshiyuki S., Andi S., and Motomasa K. 2006. Aaptamin, a Spongean Alkaloid, Activates p21 Promoter in a p53Independent Manner. Biochemical and Biophysical Research Communications 342 (2006)101-106 Arrozi, Hanifah. 2006. Uji Sitotoksisitas In Vitro Fraksi Aktif Bahan Kinca (Limonia accidissima Auct non L) Hasil Pemisahan dengan Kolom Vacuum Cair Pada Sel Hela. UGM : Yogyakarta Astuti, P., Alam, G., Tahir, A., and Wahyuono, S., 2002. “Toxicity Studies of Sponges Collected from Barrang Lompo Island Against Artemia salina Leach”. J. Trad. Med 7, 21 : 19-23. Astuti, Puji. 2005. “Uji Sitotoksik Senyawa Alkaloid dari Spons Petrosia sp : Potensial Pengembangan Sebagai Antikanker”. Majalah Farmasi Indonesia 16 , 1 : 58-62. “Selective Badisa, ,R.B. et.al. 2006. Anticancer Activity of Pure Licamichauxiioic-B Acid in Cultured Cell Lines”. Pharmaceutical Biology 44, 2 : 141-145 Bavelender, Gerrit. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga. Jakarta Ben Best. 2006. Cancer Death Causes & Prevention. <http://benzo/Hasil%20Penelusuran%20 Gambar%20Google%20untuk%20httpww w_benbest_comhealthBenzoPyr_gif_files /cancer.htm> Belo, A.V. 2004. “Inhibition of Inflammatory Angiogenesis By Distant Subcutaneous Tumor in Mice”. Life Science 74 : 28272837 11 Beyersman, Detmar. 2002. “Effect of Carcinogenic Metal on Gene Expression”. Toxicology Letters 127 : 63-68 Brannon, Heather. 2007. “Skin Anatomy”. Journal of Histology 184, 11 Burdall, E.S., Hanby M.A., Landsdown, R.J.M., dan Speirs, V. 2003. Bereast Cancer Cell Line, Breast Cancer Res. 5(2): 89-95. Coutinho, A., Chanas, B., Souza, T. Frugrulhetti, I., dan Epifanio. 2002. “Anti HSV-1 Alkaloids from a Feeding Deterrent Marine Spongse of The Genus Aaptos”. Heterocycles 57 : 1265-1272 Dewi, Rahmawati Nirmala. 2005. Uji Aktivitas Antikanker Senyawa Andrografolida dari Isolat Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap Sel Kanker Fibrosarcoma Mencit secara In Vivo. Skripsi Sarjana Fakultas Farmasi Unair Dheta, Ermelinda Meye. 2009. Sitotoksisitas dan Efek Ekstrak Etanol Kulit Buah Jambu Mente (Anacardium occidentale L.) Terhadap Sel Mieloma. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta Doyle, A., Griffith, S .J . B., 2000. Cell and Tissue Culture for Medical Research, 49, John Willey and Sons, Ltd., New York Freshney, R.I. 1986. Animal Cell Culture, A Practical Approach 1st Ed. IRL Press; Washington D.C. Guillen, David and Cockerell, Clay. 2001. “Cutaneous and Subcutaneous Sarcoma”. Clinics in Dermatology 19: 262-268 Hanahan, D., and Weinberg, R. A., 2000, “The Hallmarks of Cancer”. Cell 100, 5770 Hanani, E., Mun’im, A. dan Sekarini. 2005. ”Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu”. Majalah Ilmu Kefarmasian II, 3 : 127 – 133 Herlinawati. 1998. Pengaruh Pemberian Isometamidium dan Kombinasinya dengan Potassium Tartrat terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinfeksi Trypanosoma evansi Isolat Banyuwangi. Skripsi Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Unair Heti, Dany. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Herba Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides Presl.) Terhadap Sel T47D. Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta: Surakarta Hossfeld, D.K., 1990, D.K.,Sherman, C.D., Love, R.R., Bosch, F.X (Eds), Manual of Clinical Oncology, Fifth edition., Spinger-Verlag, Berlin, Heidelberg, Germany Huang. J, Bay.B.H, Tan.P.H. 2000. “Nuclear Morphology In Breast Cancer”. Medical Hypotheses 55, 1 : 26-28 Jasin, Maskuri. 1992. Zoologi Invertebrata. Sinar Wijaya: Surabaya Jesudason, M.D, Muthusami J.C, Subhasini M.D, Ramakrishna M.D. 2005. ”Histologicaly Benign Pleomorphic Adenoma with Subcutaneous Metastase”. Otolaryngology Head and Neck Surgery 133 : 985-986 Kamuhabwa, A., Nshimo, C. & de Witte, P. 2000. “Cytotoxicity of Some Medicinal Plant Extracts Used in Tanzanian Tradisional Medicine”. J. Ethnopharmacol.70 : 143-149 Larghi, E., Obrist, B., and Kaufman, T. 2008. A formal total synthesis of the marine alkaloid aaptamine.Tetrahedron Volume 64, Issue 22 Lenny, Sovia. 2006. Senyawa Terpenoid dan Steroida. Karya Ilmiah Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatra Utara. Medan Mader, Sylvia. 2001. Biology, Seventh Edition. Mc Graw Hill Higher Education. New York Makarchaenko, A. dan Utkina, N. 2004. Antiradical Activity of Alkaloids from Marine Sponges. International Conference on Natural Products and Physiologically Active Substances (ICNPAS-2004) September 12-17, 2004, Novosibirsk, Russia 12 Mayer, A., Gustafson, K. 2008. ”Marine Pharmacology in 2005–2006: Antitumour and Cytotoxic Compounds”. European Journal Of Cancer 44 : 2357–2387 Meiyanto, E., and Septisetyani, E. P. 2005. “Efek Antiproliferatif dan Apoptosis Fraksi Fenolik Ekstraketanolik Daun Gynura Procumbens terhadap Sel HeLa”. Artocarpus 5 , 2 : 74-80 Meyer, B, N., N. R Ferrigni, J. E. Putnam, L. B. Jacobsen, D. E. Nichols, J. L. McLaughlin., 1982. “Brine Shrimp; A. Convinient General Bioassay for Active Plant Constituent”.Planta Med. 45: 31-34 Moeljopawiro, S., M.R. Anggela, D. Ayuningtyas, B. Widaryanti, Y.Sari, dan I.M.Budi. 2007. “Pengaruh Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) Terhadap Pertumbuhan Sel Kanker Payudara dan Sel Kanker Usus Besar”. Berkala Ilmiah Biologi 6, 2 : 121 - 130 Muniarsih T, dan Rachmaniar R. 1999. “Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba dari Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu”. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I . Jakarta 14 – 15 Oktober 1998 Murray, Robert K, dkk. 2003. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta Nurlaila, Ika dan Hadi, Miftachul. 2009. Kanker: Pertumbuhan, Terapi dan Nanomedis. Biophysics Group, Physics Research Centre LIPI. Nanotech Indonesia Nurhayati, Awik Puji Dyah. 2009. Skrining, Isolasi, dan Evaluasi In Vivo Antikanker dari Spons Laut. LPPM ITS Pamilih, H. 2009. Uji Sitotoksik Ekstrak Etil Asetat Herba Bandotan (Ageratum Conyzoides L.) Terhadap Sel Kanker Payudara (T47D) Dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Fakultas Farmasi UMS, Surakarta Powers, Barbara and Dernell, William. 1998. “Tumor Biology and Patology”. Clinical Techniques in Small Animal Practice 13, 1 : 97-102 Romihmohtarto, K. dan Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta. hlm 115 – 128. Ruppert EE, and Barnes RD. 1991. Invertebrates Zoology. Sixth Edition. Rundle, A., Tang D., Hibshoosh H., Estabrook A., Schanabel F., Cao W., Grumet S., and Perera F,. 2000.“ The Relationship Between Genetic Damage from Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Breast Tissue and Breast Cancer“. Carcinogenesis 2, 7 :1281-1289 Sanif R. 2001. Sinopsis Onkologi Ginekologi. Sub bagian Onkologi Ginekologi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangun kusumo. Jakarta; 45-63 Setyowati, Erna. 2005. “Isolasi Senyawa Sitotoksik Spons Kaliapsis“. Majalah Farmasi Indonesia 18, 4 : 183-189. Shaari , Khozirah, et al. 2008. ”Cytotoxic Aaptamines from Malaysian Aaptos aaptos”. Mar Drugs 7, 1 : 1–8. Shimada.H, Uchida. M, Okawara.T. 2005. ”Inhibitory Effect of Flavonoids on The Reduction of Progesterone to 20αhydroxiprogesterone in Rat Liver”. Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 93 : 73-79 Smith, John B dkk. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. Suffness, M., and J. M. pezzuto. 1991. “Assays Related to Cancer Drug Discovery’, Methods in Plant Biochemistry ; Assays for Bioactivity. Vol. 6. London Academic Press, 71-133 Sukardiman, Abdul Rahman, Wiwied Ekasari, dan Sismindari. 2005. “Induksi Apoptosis Senyawa Andrografolida dari Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Terhadap Kultur Sel Kanker”. Media Kedokteran Hewan 21, 3 Sukardiman, Ekasari. W, Hapsari. P.P. 2006. “Aktivitas Antikanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Klorofom Daun Pepaya 13 (Carica papaya L) terhadap Kultur Sel Kanker Mieloma”. Media Kedokteran Hewan 22, 2 : 104-111 Suparno. 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Porifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Bidang Farmasi. IPB: Bogor Susilawati, Sri. 2006. Pengaruh Tepung Tempe terhadap Ukuran Jaringan Kanker Mammae dan Gambaran Mikroanatomi Hepar Mencit (Mus musculus) Galur C3H setelah Ditransplantasi Sel Adenocarcinoma Mammae. Universitas Negeri Semarang Syaifudin, Mukh. 2007. “Gen Penekan Tumor p53 Kanker dan Radiasi Pengion”. Buletin Alara 8, 3 : 119 – 128 Tadjudin, M.K. 2006. Apoptosis Pada Glioma Otak. Simposium: Apoptosis Charming to Death FK UI Tsukamoto Sachiko; Yamanokuchi Rumi; Yoshitomi Makiko; Sato Kohei; Ikeda Tsuyoshi; Rotinsulu Henki; Mangindaan Remy E P; de Voogd Nicole J; van Soest R W M; Yokosawa Hideyoshi. 2010. “Aaptamine, an Alkaloid From The Sponge Aaptos suberitoides , Fungtions as a Proteasome Inhibitor”. Bioorganic Medicinal Chemistry Letters 20 , 11 : 3341-3 Van Soest, R.M.W. 1989. “The Indonesian Sponge Fauna: Status Report”. Netherland Journal of Sea Research 23, 2 : 223-230 Widodo, Nanang. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid yang Terkandung dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreotus). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang. Semarang Widyastuti, Shanti. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Iprih (Ficus glabella Blume) terhadap Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurusan Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta Yana, Sumpena. Dkk. 2009. “Uji Mutagenisitas Benzo(a) piren dengan Metode ikronukleus pada SumsumTulang Mencit Albino (Mus musculus”). Cdk 167 36, 1 : 76-85 Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekular. Erlangga, Jakarta Zakaria, Fransiska R. 2001. ”Pangan dan Pencegahan Kanker”. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 14 15 16