sistem energi dan latihan fisik

advertisement
21
SISTEM ENERGI DAN LATIHAN FISIK
AR.Shadiqin
Dosen JPOK-FKIP Unlam
Abstract :Sports symptomatic behavior change programmed by humans who do.
Sports activities are often associated with indicators of successful development of a
country, and to always be evaluated on a regular basis then held match the levels of
the national championship, regional, Asian to Olympic. Activities of those games is
an activity that continues to monitor progress regularly, good amenities / facilities,
administration, and performance that can be recorded by the actors sport in each
country.
In maintaining homeostasis, the body's system has a special line of muscle
contraction energy supply, which is needed in regular activity and muscle
contraction in activity. Therefore, performance should always be evaluated, then the
increase in the development of the energy system becomes very important in the
implementation of the exercise in order to create improved performance. Thus the
development and improvement of energy systems in sport performance training
needs special attention.
Key words: energy systems, training.
Abstract: Olahraga merupakan gejala perubahan perilaku gejala yang
diprogram oleh manusia yang melakukan. Kegiatan olahraga sering dikaitkan
dengan indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, yang secara teratur
selalu melakukan kejuaraan nasional, regional, Asia sampai pada tingkat
Olimpiade. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang terus memantau kemajuannya
secara teratur, baik fasilitas/sarana, administrasi, dan kinerja yang dapat direkam
oleh pelaku olahraga di setiap negara.
Dalam mempertahankan homeostasis, sistem tubuh memiliki jalur khusus pasokan
energi kontraksi otot, yang dibutuhkan dalam kegiatan rutin dan kontraksi otot
dalam kegiatan. Oleh karena itu, kinerja harus selalu dievaluasi, maka
peningkatan dalam pengembangan sistem energi menjadi sangat penting dalam
pelaksanaan latihan dalam rangka menciptakan kinerja ditingkatkan. Dengan
demikian pengembangan dan peningkatan sistem energi dalam pelatihan kinerja
olahraga perlu perhatian khusus.
Kata kunci: Sistem energi, Latihan Fisik.
PENDAHULUAN
Dalam mekanisme biologis sistem tubuh, ATP berperan sebagai sumber
energi untuk seluruh fungsi normal. Otot yang berkontraksi, menghasilkan kerja
yang memerlukan energi secara terus menerus. Kegiatan fisik yang diprogram untuk
meningkatkan kualitas kinerjanya, akan memerlukan energi yang lebih besar sesuai
tingkat pekerjaannya.
Tulisan ini menjelaskan secara rinci berbagai proses penyediaan energi bagi
kontraksi otot, mulai dari komponen pembentukan energi (ATP) sampai pada
pemanfatannya dalam kinerja fisik. Secara mendasar penyediaan sumber energi
latihan dapat berasal dari 3(tiga) sistem, yaitu sistem fosfagen atau sistem ATP-PC,
22
sistem asam laktat (sistem glikolisis) dan sistem aerobik. Dua yang pertama tersebut
tergolong dalam sistem anaerobik.
Latihan atau aktifitas fisik dan penyediaan sumber energi pada hakekatnya
merupakan variabel yang erat berhubungan secara timbal balik. Keduanya dapat
dikembangkan secara bersamaan melalui program latihan yang diatur sedemikian
rupa menurut tujuan pengembangan yang direncanakan. Disamping prinsip
pengembangannya bersifat individu dan harus meningkat, terdapat juga berbagai
metode latihan yang harus diacu untuk efisensi kerja dalam upaya mengembangkan
energi predominan pada peningkatan kualitas fisik tertentu. Dalam penerapannya
dilapangan, sistem energi selalu dikaitkan kegiatan fisik yang terprogram atau
dengan latihan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas fisik yang diperlukan
oleh berbagai cabang olahraga.
Energi Kontraksi Otot
Peranan ATP sebagai sumber energi untuk proses biologik berlangsung
secara siklus. Sebenarnya ATP terbentuk dari ADP dan Pi melalui proses fosforilasi
yang dirangkai dengan proses oksidasi molekul penghasil energi. Selanjutnya
dialirkan ke proses reaksi biologik yang memerlukan energi untuk dihidrolisis
menjadi ADP dan Pi, yang sekaligus melepaskan energi yang diperlukan oleh proses
tersebut. Demikian seterusnya sehingga terjadi siklus ATP-ADP secara terus
menerus.
Salah satu jaingan tubuh yang menggunakan ATP sebagai sumber energi
adalah otot, yang digunakan untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerak sebagai
kinerja fisik. Kandungan ATP paling banyak terdapat dalam sel otot yaitu sekitar 4-6
mM/kg otot dibanding di dalam tubuh lainnya. Namun ATP yang tersedia ini hanya
cukup untuk melakukan gerak cepat dan berat selama 3-8 detik. Oleh karena itu
kinerja fisik yang lebih lama dari waktu tersebut ATP perlu segera dibentuk kembali.
Proses pembentukan ini dapat diperoleh melalui tiga cara, yakni; sistem ATP-PC
(phosphagen system); sistem glikolisis (lactic acid system) dan sistem aerobik
(aerobic system) yang meliputi oksidasi karbohidrat dan lemak.
Sumber Energi Langsung – ATP
Adenosine triphosphate (ATP) adalah bentuk penggunaan langsung dari
energi kimia untuk kerja biologis, termasuk aktivitas biologis otot dan tersimpan
dalam sel-sel terutama sel-sel otot.
Struktur kimia ATP (Gambar 1) terdiri dari sejumlah besar molekul adenosin
dan tiga kelompok fosfat. Senyawa antara dua grup fosfat terakhir disebut “senyawa
kaya energi “ dan bila diuraikan secara kimia (Gambar 2) energi akan dilepaskan
sehingga memungkinkan sel untuk melakukan kerja. Semua kerja biologis
memerlukan energi langsung yang berasal dari pemecahan ATP. Pemecahan 1 mol
ATP dapat menghasilkan energi sebesar 7 – 12 kkal.
23
Gambar 1. Adenosin Trifosfat (ATP) terdiri dari molekul adenosin dan
tiga komponen penting yang disebut gugus fosfat.
(Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Gambar 2. ATP dipecah menjadi ADP dan Pi. Energi yang dilepaskan dari hasil
pemecahan ATP digunakan untuk kerja biologis.
(Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Didalam tubuh terdapat zat kimia yang membuat otot berkontraksi atau
relaksasi. Zat kimia tersebut dinamakan adenosin trifosfat, adenosine triphosphate
(ATP). Selama aktivitas otot, senyawa ini diubah menjadi ADP (adenosin difosfat)
dan fosfat berenergi tinggi(phosphate inorganic = Pi) seperti pada (Gambar 2)
bersamaan dengan mekanisme ini energi siap pakai dibentuk untuk kontraksi otot.
Selanjutnya untuk memproduksi kembali (resintesis) ATP bahan dasarnya berasal
dari pemecahan bahan makanan dan kreatinfosfat (Phosphocreatin = PC) yang
keduanya secara bersamaan dengan energi yang diperlukan dalam reaksi resintesis
ATP, (Gambar 3).
24
Gambar 3. Energi untuk resintesis ATP berasal dari makanan dan kreatinfosfat,
dipecah menjadi ADP + Pi dan selanjutnya menjadi ATP.
(Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Jumlah ATP dalam otot sangat terbatas dan oleh karena itu perlu terus
dibentuk ATP baru agar sumber energi yang kita miliki tidak segera habis. Walaupun
demikian didalam otot terdapat sejumlah sistem yang berfungsi sebagai perbantuan
dan secara konstan melakukan resintesis ATP dari ADP. Dengan cara ini jumlah
ATP tetap cukup untuk melanjutkan aktivitas selama intensitasnya rendah sampai
sedang.
Metabolisme Aerobik dan Anaerobik
Istilah metabolisme tertuju pada seluruh reaksi kimia yang terdapat dalam
tubuh, meliputi produksi energi yang berasal dari makanan yang dicerna (seperti
perubahan dan penyimpanannya), pertumbuhan dan kerusakan pada jaringan, energi
yang terpakai, dan berbagai proses kimia lainnya. Sekarang mari kita konsentrasi
pada kandungan energi dan proses penggunaannya yang memungkinkan kinerja atlet
cukup mudah dan efisien. Energi diproduksi dan tersimpan dalam bentuk ATP.
Metabolisme aerobik menyangkut hasil serangkaian reaksi kimia yang memerlukan
oksigen dalam memecah karbohidrat, lemak, protein menjadi karbondioksida dan air.
Proses kimia ini disebut oksidasi yang terjadi di mitokondria. Sedangkan
metabolisme anaerobik adalah hasil serangkaian reaksi kimia yang tidak memerlukan
oksigen atau mekanisme produksi energi (ATP) tanpa oksigen. Terdapat tiga
rangkaian pembentukan energi, dua diantara tiga rangkaian reaksi untuk sintesis ATP
itu adalah sistem ATP-CP dan sistem asam laktat yang keduanya tergolong
anaerobik. Satu rangkaian lainnya adalah termasuk aerobik yaitu sistem oksigen.
Sistem Fosfagen (Sistem ATP-PC)
Selama aktivitas dengan intensitas tinggi penggunaan ATP berlangsung
sangat cepat. Fosfatkreatin (creatine phosphate = CP) seperti halnya ATP tersimpan
dalam otot yang bila diuraikan akan melepaskan energy. Keduanya tergololng
kelompok fosfat dan karena itu maka disebut sistem fosfagen. Energi yang
dilepaskan digunakan untuk meresintesis ATP (Gambar 1.5). Rangkaian reaksi
gandanya dinyatakan seperti skema berikut:
1. CP
Cr + Pi + Eenrgi
2. Energi + ADP + Pi
ATP
25
Walaupun rangkaian reaksi tersebut dilihat sederhana, namun di dalam tubuh
keadaannya lebih kompleks serta memerlukan adanya enzim. Senyawa protein ini
berfungsi mempercepat terjadinya reaksi kimia tertentu, misalnya semua reaksi
metabolik dalam tubuh memerlukan enzim termasuk sintesis atau resintesis ATP.
Kandungan ATP dan PC di dalam otot sangat sedikit, diperkirakan hanya 0,3
mol pada wanita, dan 0,6 mol pada pria. Jumlah keseluruhan ATP yang berasal dari
sistem fosfagen ini sangat terbatas dan akan terkuras habis dalam kisaran waktu 10
detik pada kinerja super maksimal. Dalam olahraga pasokan energi utama ATP – PC
sangat penting pada saat sprint (100 m), lompat dan berbagai keterampilan dengan
waktu dalam hitungan detik.
Gambar 4. Molekul PC = phospho creatine (kreatinfosfat).
(Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Gambar 5. Sintesis ATP yang berasal dari PC di sel otot.
(Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Keuntungan penggunaan sistem fosfagen, adalah:
1. Tidak tergantung kepada rangkaian reaksi yang panjang.
2. Sistem fosfagen tidak tergantung kepada transport oksigen ke otot yang
sedang bekerja.
3. ATP dan PC tersedia di dalam mekanisme kontraksi otot.
Sistem Asam Laktat
Sistem asam laktat ini disebut juga dengan istilah glikolisis anaerobik
(anaerobic glycolysis) yang berarti penguraian glikogen tanpa oksigen. Dalam
beberapa referensi dijelaskan bahwa glikolisis anaerobik berarti metabolisme
karbohidrat yang tidak sempurna. Secara sederhana dan secara berurutan mekanisme
sistem ini terjadi dalam sel otot. Seperti (Gambar 6), penguraian glikogen
menghasilkan energi untuk resintensis ATP. Oleh karena produk sampingan pada
sistem ini adalah asam laktat (lactic acid) maka disebut juga sistem asam laktat.
Asam laktat yang terakumulasi sangat tinggi dalam darah dan otot dapat
menyebabkan kelelahan otot. Hal ini terjadi karena oksigen tidak mencukupi lagi
(insufficient) dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam sirkulasi. Walaupun
26
demikian asam laktat masih dapat dikonversi menjadi glukosa. Proses perubahan ini
berlangsung di dalam hati yang dikenal dengan istilah Daur Cori.
Melalui sistem ini 180 gram glikogen menghasilkan 3 mol ATP. Rangkaian
reaksi ganda pada sistem ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
1. (C6H12O6) n
2 C3H6O3 + Energi
(glycogen)
(lactic acid)
2. Energi + 3 Pi + 3ADP
3 ATP
Gambar 6. Glikolisis anaerobik (anaerobic glycolysis) dalam sel otot.
(Dikutip dari buku: The Physiological Basis Of Exercise and Sport.
5th edition. Fox EL, Bowers, Foss ML, Iowa: Brown & Benchmark, 1993)..
Seperti halnya sistem fosfagen, glikolisis anaerobik merupakan faktor sangat
penting dalam aktivitas olahraga terutama dalam fungsinya memberikan energi
(ATP) secara cepat. Sebagai contoh; aktivitas olahraga atau latihan dengan
pemakaian waktu 1 sampai 3 menit, suplai energinya terutama berasal sistem
glikolisis anaerobik. Aktivitas olahraga seperti lari 400 m, 800 m energi yang
digunakan tergantung pada sistem ini. Demikian juga saat menjelang akhir pada
lomba lari 1500 m, sistem ini berperan untuk kinerja maksimal sampai melewati
garis finish.
Asam laktat yang menumpuk di dalam sel otot akan cepat berdifusi ke dalam
darah dan dapat menyebabkan kelelahan. Keadaan ini dapat terjadi karena kecepatan
suplai oksigen lebih rendah dibanding regulasi keperluan energi pada saat latihan
yang berat. Hal ini berarti pula kecepatan resintesis ATP tidak dapat mengimbangi
kecepatan penggunaannya. Begitu juga hidrogen dan NAD+(nikotinamida
adenindinukleotida) tidak dapat diproses melalui rantai pernafasan, sedangkan
untuk oksidasi didalam glikolisis sangat tergantung pada adanya NAD+ ini.
Kelelahan yang diderita akibat penumpukan asam laktat bukan merupakan
petaka bagi atlet, sebab asam laktat merupakan sumber energi kimia yang sangat
27
bermanfaat. Jika oksigen sudah cukup kembali (melalui pertukaran gas) seperti pada
saat pulih asal (recovery), atau pada saat intensitas latihan diturunkan atau dikurangi,
maka hidrogen akan terikat ke asam laktat dan diangkut oleh NAD+ selanjutnya
terjadilah oksidasi. Akibat dari mekanisme oksidasi ini maka asam laktat akan
dikonversi menjadi asam piruvat dan dipergunakan sebagai sumber energi.
Selengkapnya perhatikan reaksi Daur Cori.
Sistem Oksigen atau Sistem Aerobik
Rangkaian reaksi pada sistem ini berlangsung di dalam mitochondria atau
disebut juga power houses, yaitu tempat sistem aerobik membuat energi ATP.
Dengan adanya oksigen, 180 gram glikogen diurai menjadi karbondioksida(CO2)
dan air (H2O) dan menghasilkan energi yang cukup untuk resintesis 39 mol ATP.
Rangkaian reaksinya mirip dengan reaksi pada glikolisis anaerobik di dalam sel otot,
khususnya di subseluler yang disebut mitochondria.
Ada tiga rangkaian reaksi utama dalam sistem aerobik yaitu (1) Glikolisis
Aerobik, (2) Siklus Krebs, (3) Sistem Transport Elektron (STE).
Gambar 7. Glikolisis aerobik (aerobic glycolysis) dalam sel otot.
(Dikutip dari buku: The Physiological Basis Of Exercise and Sport.
5th edition. Fox EL, Bowers, Foss ML, Iowa: Brown & Benchmark, 1993).
Glikolisis Aerobik
Glikolisis aerobik berarti penguraian glikogen secara sempurna dengan
bantuan oksigen. Bedanya dengan glikolisis anaerobik terletak pada pencegahan
akumulasi asam laktat oleh oksigen. Perbedaan yang nyata tampak pada akumulasi
asam laktat. Pada glikolisis aerobik tidak terjadi penumpukan asam laktat karena
adanya oksigen. Hal ini dikarenakan oleh adanya degradasi komplit dari glukosa
menjadi CO2 dan H2O melalui proses oksidasi dalam Siklus Krebs dan Sistem
Transport Elektron(STE). Dengan demikian selama glikolisis aerobik 180 gram
28
glikogen dipecah/diurai menjadi 2 mol asam piruvat, dan cukup untuk melepaskan
energi untuk resintesis 3 mol ATP. Rangkuman reaksi sistem ini adalah:
1. (C6H12O6) n
2C3H4O3 + Energi
(Glikogen)
(Asam piruvat)
2. Energi + 3ADP + 3Pi
3 ATP
Siklus Krebs
Asam piruvat yang terbentuk selama glikolisis aerobik dipecah dengan
pertolongan acetyl co-enzyme A atau disingkat acetyl co-A. Selanjutnya asam
piruvat yang sudah mengalami perubahan kimia ini masuk ke dalam Siklus Krebs
atau disebut juga Citric Acid Cycle/ Tricarboxylic Acid Cycle.
Selama Siklus Krebs terdapat dua perubahan kimia yang penting yakni; 1)
terjadi produksi karbondioksida (CO 2) dan, 2) proses oksidasi (khususnya,
penghilangan/pelepasan elektron). Seperti yang telah disebutkan, produksi CO 2
menyebar/berdifusi ke dalam darah dan dibawa menuju paru-paru, yang
kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Secara kimia, oksidasi (oxidation) didefinisikan sebagai penghilangan/
pelepasan muatan listrik negatif (electron) dari suatu senyawa kimia. Pada kasus
ini, elektron dipindahkan dalam bentuk atom hidrogen (H) dari atom karbon
yang semula adalah pyruvic acid dan, sebelumnya lagi, adalah glikogen. Atom
hidrogen mengandung partikel positif yang disebut proton (disini diacukan
sebagai ion hidrogen) dan partikel negativ yang disebut elektron. Asam piruvat
(pyruvic acid) dalam bentuk modifikasinya mengandung karbon (C), hidrogen (H),
dan oksigen (O). Ketika H dihilangkan/dilepaskan, hanya C dan O (khususnya,
komponen kimia karbon dioksida) yang tertinggal. Oleh karena itu, dalam siklus
Krebs, asam piruvat teroksidasi, dan hasilnya adalah produksi CO2, (Gambar 8).
H
(atom hidrogen)
H+
+
e(ion hidrogen) (elektron)
Sistem Transport Elektron (ETS)
Kelanjutan dari penguraian glikogen, produk ahkir (H 20) terbentuk dari
ion hidrogen dan elektron yang telah dihilangkan di dalam Siklus Krebs serta
oksigen yang kita hirup. Rangkaian spesifik atas bebagai reaksi dimana H 20
terbentuk disebut sistem transport elektron atau rantai respiratory. Intinya, apa
yang terjadi di dalam sistem transport elektron adalah bahwa ion hidrogen dan
elektron "ditransport" menuju oksigen oleh "pengangkut elektron" melalui
serangkaian reaksi enzymatic, yang mana produk ahkirnya adalah air.
Dengan kata lain:
4H+ + 4e- + O2  2H2O
Dimana; 4 ion hidrogen (4H +) ditambah 4 elektron (4e -) ditambah 1 mole
29
oksigen (O2) menghasilkan 2 mole air (2H 20). Ketika elektron melewati rantai
respirasi, energi akan dilepaskan dan ATP akan di-resintesis melalui reaksi
berpasangan. Untuk setiap pasang elektron (2e -) yang melewati rantai tersebut,
sejumlah energi dilepaskan untuk resintesis sekitar 3 mole ATP.
Keseluruhannya, 12 pasang elektron dihilangkan dari penguraian 180 grams
glikogen, dan oleh karena itu 36 mole ATP dapat dibentuk. Maka, selama
metabolisme aerobik, kebanyakan dari total 39 mole ATP di-resintesis di dalam
sistem transport elektron bersamaan dengan terbentuknya air.
Beta-oksidasi (Metabolisme Lemak)
Dalam kondisi-istirahat, sekitar dua-per-tiga energi kita berasal dari
metabolisme lemak dan hanya satu-per-tiga berasal dari metabolisme karbohidrat.
Selama latihan, ketergantungan terhadap lemak sebagai sumber utama asupan secara
dramatis menyusut, khususnya di bawah kondisi pengunaan power yang tinggi,
sebagai contoh; melempar, sprint, atau melompat. Akan tetapi, selama aktivitas
dengan durasi panjang (lama), perpaduan penggunaan lemak dan karbohidrat
menjadi sangat penting. "Perpaduan" bahan makanan bergantung pada intensitas dan
durasi latihan, level pengkondisian atlet, serta diet dan status nutrisi atlet.
Tahap pertama penguraian lemak disebut Beta-oksidasi. Intinya, senyawa
fatty acid "dispersiapkan" untuk masuk kedalam Siklus Krebs. Setelah itu, hasil
akhirnya berlaku sama dengan glikogen; yaitu, air dan karbon dioksida terbentuk
serta energi dilepaskan untuk resynthesis ATP. Tiap-tiap mole fatty acid yang telah
teroksidasi menghasilkan cukup energi untuk resynthesize sekitar 140 mole ATP.
Karakteristik umum dari Sistem Energi
Sistem Asam
Karakteristik
Sistem ATP-PC
Sistem Oksigen
Laktat
Kebutuhan Oksigen Anaerobik
Anaerobik
Aerobik
Produksi ATP
Sangat cepat
Cepat
Lambat
Glikogen, lemak,
Sumber energy
Kreatin fosfat
Glikogen
sedikit protein
Kapasitas produksi
Sangat terbatas
Terbatas
Tidak terbatas
ATP
Kapasitas daya
Rendah
Rendah
Tinggi
tahan
Produksi daya
Rendah sampai
Sangat tinggi
Tinggi
ledak
sedang
Aktivitas
Tipe aktivitas
Explosive power, antara 1-3
Dayatahan
menit
30
Latihan Fisik
Hakekatnya gerak (movement) yang diamati sebagai suatu perilaku sistem
tubuh lebih merupakan ciri kehidupan yang meliputi unsur dasar fisik dan psikis,
dan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup manusia sangat berhubungan
dengan aktivitas. Dalam kamus Sport Science and Medicine, aktivitas (activity)
berarti the ability of a substance to react with another, or the attitude which is
expressed in behaviour (Kent, 1994). Bagian dari aktivitas adalah, aktivitas fisik
(physical activity) yakni, as any bodily movement produced by skeletal muscles that
results in energy expenditure (Nieman, 1993). Selanjutnya dijelaskan bahwa,
exercise is a physical activity that is planned, structured, repetitive, and purposive in
the sense that improvement or maintenance of physical fitness is an objective. Oleh
karena aktivitas fisik yang berbentuk latihan (exercise) diprogram secara sistematis,
berulang dan bertujuan tersebut dipaparkan untuk memperbaiki kesehatan fisik
(kualitas fisik), maka kemudian disebut program latihan fisik (physical training),
yang hasilnya dapat diamati dan diukur.
Program latihan fisik
Program latihan fisik diambil dari istilah physical training. Training dalam
kamus Webster, adalah action or method of one that trains, sedangkan trains
berarti a series of event or condition. Sedangkan batasan training menurut Bouchard
(1990) adalah, repetitive bout of exercise. Demikan juga dalam kamus Sport Science
and Medicine, tertulis bahwa, training includes conditioning, specific technical
training, and psychological preparation (Kent, 1994). Oleh karena training, adalah
latihan berulang yang terprogram, maka dalam physical training terkandung unsur
ulangan latihan fisik, dan adanya program yang disusun untuk tujuan tertentu.
Apapun bentuk latihan fisik dengan pemberian dosis yang adekuat, senantiasa
akan mengakibatkan suatu perubahan pada semua sistem tubuh. Perubahan yang
terjadi pada waktu latihan sedang berlangsung disebut respons, sedang perubahan
akibat program pemberian dosis latihan disebut adaptasi. Sampai sekarang latihan
fisik telah dikembangkan untuk berbagai tujuan yakni; untuk tujuan rekreasi,
kebugaran fisik, kompetisi, kecantikan dan untuk tujuan rehabilitasi.
Prinsip-prinsip Latihan
Secara mendasar terdapat empat tahapan aktivitas bagi setiap individu yang
akan melakukan latihan fisik, yaitu latihan peregangan (stretching), latihan
pemanasan (warm-up), pelaksanaan latihan (latihan inti) dan latihan yang ditujukan
untuk pendinginan atau pemulihan.
menjelaskan prinsip dasar dalam latihan sebagai berikut.
a. Prinsip beban lebih (Overload principles)
Dosis latihan yang diberikan harus melebihi dosis awal pada setiap program siklus
mikro. Dengan kata lain, setiap hari latihan terdapat seri latihan dengan beban
melebihi kapasitas ambang (threshold capacity), setelah itu beban diturunkan
untuk menghadapi beban yang lebih tinggi pada hari berikutnya. Hari terakhir
pada siklus mikro, beban latihan diturunkan lebih rendah dibanding hari
sebelumnya. Jika siklus mikro ditetapkan 6 hari, maka hari ke 5 terdapat
pemuncakan dan hari ke 6 merupakan penurunan beban lebih rendah dibanding
seluruh seri latihan pada hari ke 5. Makna penting yang harus disimak, bahwa
31
b.
c.
d.
d.
pada setiap siklus mirko terdapat seri latihan dengan beban meningkat dan
melebihi threshold capasity yang dicapai oleh setiap individu.
Prinsip individual (The principles of individuality)
Aktivitas fisik yang akan diterapkan harus mempertimbangkan kondisi dan
kemampuan tubuh, baik di tingkat organ maupun tingkat seluler serta tidak
mengabaikan faktor kesenangan. Hakekatnya kemampuan individu itu tidak sama.
Dengan demikian penerapan prinsip ini akan menghasilkan adaptasi individual
yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik setiap orang (misal: jenis serabut otot
yang dimiliki).
Prinsip kekhususan (The principles of specificity)
Dosis latihan fisik harus diberikan sesuai dengan tujuan pengkondisian tubuh
sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. Misalnya, pengkondisian untuk
cabang olahraga renang, berbeda dengan cabang olahraga loncat indah. Bahkan
pada olahraga renang terdapat jenis latihan khusus untuk para perenang yang
disiapkan pada jarak pendek dan perenang yang hanya dipersipkan untuk renang
jarak jauh. Spesifisitas tersebut dapat meliputi tujuan awal pengkondisian, faktor
genetik, jenis latihan, dan kondisi emosi individu yang akan dilatih.
Prinsip latihan beraturan (The principles of arrangement of exercises)
Penerapan dosis latihan fisik harus disesuaikan dengan tujuan dalam rencana
program yang telah dibuat (the annual plan). Tujuan tersebut terdiri dari;
Pertama, preparations yang meliputi general preparation dan specific
preparation; Kedua, kompetisi yang meliputi persiapan kompetisi, dan kompetisi
puncak (main competition); Ketiga, transisi, yang berarti upaya pemeliharaan
kondisi yang telah dicapai sebelumnya. Tahapan tersebut dinamakan periodesasi
latihan. Tahapan terakhir ini oleh Fox (1993), dianggap sangat penting seperti
dinyatakan: How can be the benefits gained from training be best maintained ?
Prinsip pulih asal (The principles of recovery)
Setelah penerapan dosis latihan fisik, individu yang mencapai tingkat tidak
melebihi kapasitas ambang kemampuannya (threshold capacity), maka pulih asal
digunakan untuk mengembalikan seluruh fungsi sistem tubuh. Menurut Rushall
(1992), fungsi ini meliputi fungsi fisiologis dan psikologis. Oleh karena kelelahan
juga melibatkan kedua fungsi tersebut, maka pemberian waktu istirahat (recovery)
ditujukan untuk mengembalikan fungsi yang lebih dominan. Kelelahan fisik dapat
diamati secara psikis melalui perilaku individu saat latihan. Indikator perilaku
tersebut, tercermin pada keadaan emosi (mood) maupun sikap (attitude) meliputi
timbulnya keraguan untuk melakukan aktivitas pemanasan, tetap duduk dan
jarang tersenyum pada saat sesudah maupun ketika akan diberikan stresor
berikutnya. Oleh karena itu perlu diberikan fase istirahat agar dosis latihan fisik
yang diprogram dapat berlanjut sampai selesai tanpa keluhan yang berarti.
Dosis latihan fisik (DLF)
Stimulator fungsi organ tubuh tidak hanya dapat ditimbulkan oleh aktivitas
fisik, atau tidak semua aktivitas fisik dapat menimbulkan stimulator. Oleh karena itu,
besarnya beban latihan fisik perlu dikaji sebelum diaplikasi dalam program latihan.
Berbagai hasil penelitian menyimpulkan, bahwa penerapan suatu beban dalam
program latihan fisik yang adekuat memberikan pengaruh terhadap fungsi sistem
tubuh, dan dapat diukur. Atas dasar fakta tersebut, maka sudah tentu terdapat
berbagai wawasan untuk memanipulasi beban yang adekuat untuk suatu tujuan
32
pengukuran, yang selanjutnya beban tersebut memiliki peran dan dinamakan dosis
latihan fisik (DLF). Selanjutnya DLF harus memenuhi berbagai faktor yaitu; durasi
latihan, intensitas latihan, frekuensi latihan, dan bentuk latihan
a) Durasi latihan
Durasi latihan berarti lamanya waktu yang dibutuhkan sampai latihan berakhir.
Durasi latihan dipengaruhi oleh intensitas latihan dan kondisi awal individu.
Durasi minimal 15 menit setiap kali latihan dianjurkan dalam upaya untuk
meningkatkan kesehatan.
b) Intensitas latihan
Intensitas latihan berarti jumlah beban kerja latihan. Jumlah dan kualitas beban
kerja yang dapat memberikan manfaat terhadap sistem tubuh. Intensitas latihan
dapat ditetapkan melalui metode asam laktat, pengukuran respons kardiovaskuler
terhadap latihan atau berdasarkan ambang anaerobik. Bompa (1994) merinci
intensitas latihan menjadi, intensitas bagian (partial intensity, Pi), dan intensitas
keseluruhan (overall intensity, OI). Besarnya Pi, dapat dihitung melalui
persamaan berikut.
Latihan harus diberikan melebihi ambang latihan (training threshold). Jika
indikator intensitas latihan menggunakan denyut nadi, maka ambang latihan dapat
dihitung melalui persamaan berikut.
dalam mana, HRt = Heart rate threshold; HRrest = heart rate resting,
dan HRmax = heart rate maximal (Bompa, 1994).
Komponen penting sebagai penentu tingkat keberhasilan program latihan, adalah;
performance intensity (Pe-I) (Bompa, 1994), yang berfungsi sebagai acuan untuk
mengontrol besar DLF sebelum diterapkan. Untuk mengetahui kualitas komponen
tersebut dan dihitung dengan menggunakan formula berikut:
dalam mana, Pe-I = performance intensity; HRtra = heart rate training.
c) Frekuensi latihan
Frekuensi latihan, dapat diartikan sebagai kepadatan latihan (density of training).
Kepadatan latihan tersebut, merupakan hubungan antara kerja dan interval
istirahat. Latihan yang seimbang akan menjamin individu terhindar dari kondisi
yang melelahkan, karena tercapainya perbandingan optimal antara respons tubuh
terhadap DLF dan waktu yang diitetapkan untuk pemulihan.
d) Bentuk latihan
Dikaitkan dengan metabolisme energi terdapat dua bentuk latihan yaitu; latihan
aerobik dan latihan anaerobik yang diterapkan melalui metode kontinyu
33
maupun interval. Jadi secara umum hanya ada dua zona latihan yaitu zona
aerobik dan anaerobik. Kemudian Janssen (1989), membagi zona latihan
tersebut menjadi lima yaitu; zona I adalah recovery training (latihan pemulihan);
zona II adalah: extensive aerobic (aerobik ekstensif); zona III adalah: intensive
aerobic (aerobik intensif); zona IV adalah: extensive anaerobic (anaerobik
ekstensif); dan zona V adalah: intensive anaerobic (anaerobik intensif).
Pembagian tersebut juga meliputi intensitas latihan yang digunakan pada setiap
zona.
Latihan aerobik intensif
Sesuai dengan (Gambar 9), maka latihan aerobik intensif adalah zona latihan
di bawah titik DDN, dengan intensitas (indikator denyut nadi) berkisar 160 - 180
detak per menit. Ini berarti, bahwa batas bawah intensitas latihan tersebut berada 20
satuan di bawah titik DDN atau di bawah titik ambang anaerobik.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan program latihan, maka latihan aerobik
dapat diterapkan melalui berbagai metode.
Metode latihan
a. Latihan kontinyu (Continuous training)
Dalam kamus Sports Science and Medicine latihan kontinyu sama dengan istilah
continuous work, yang berarti latihan yang dilakukan dengan tempo yang tetap
menuju kelengkapan kinerja tanpa adanya periode istirahat.
Penerapan metode tersebut dapat mengembangkan sistem energi dominan
aerobik, dengan rasio (ATP-PC dan LA : LA dan O2 : O2 = 2 : 8 : 90), yang
dapat terjadi jika latihan dilakukan dengan intensitas tinggi. Oleh karena itu
disebut dengan istilah continuous fast running. Akan tetapi jika dilakukan
dengan intensitas rendah atau continuous slow running, maka perbandingan
tersebut di atas menjadi 2 : 5 : 93.
34
b.
Latihan kontinyu dengan intensitas 85% DNM akan lebih cepat menghasilkan
kelelahan dibanding intensitas di bawahnya. Hal ini berarti, durasi latihan yang
digunakan selama kinerja sangat tergantung pada intensitas latihan. Semakin
tinggi intensitas latihan, berarti semakin pendek waktu yang digunakan.
Latihan interval
Latihan interval, adalah suatu metode latihan dengan kinerja berulang dan
berlangsung silih berganti antara kerja dan istirahat. Sedangkan Fox (1993)
menjelaskan, latihan interval adalah suatu seri ulangan latihan yang diselingi
periode istirahat. Periode spesifik yang berhubungan dengan kebutuhan istirahat
dapat berupa pemulihan aktif dan pasif.
KESIMPULAN
Sistem energi sudah tersedia di dalam tubuh secara reguler, meliputi sistem
ATP-CP, sistem asam laktat atau sistem glikolisis dan sistem aerobik. Walaupun
persediaan tersebut sudah ada, masih perlu dikembangkan sesuai kebutuhan sistem
tubuh dalam kinerja fisik yang ditekuninya. Semakin berat aktivitas fisik seseorang,
diperlukan pasokan energi yang sesuai agar mampu mempertahankan kinerjanya
sampai selesai.
Pengembangan sistem energi predominan dapat diupayakan melalui
pelatihanyang teratur dan terprogram dengan benar. Berbagai metode latihan untuk
mengembangkan sistem energi tersebut dapat digunakan sesuai dengan kualitas fisik
yang hendak dikembangkan. Misal; untuk meningkatkan cadangan ATP-PC di dalam
sel otot bisa dilakukan latihan interval dengan rasio kerja dan istirahat yang tepat.
Demikian seterusnya jika yang dituju adalah peningkatan kualitas daya tahan aerob
atau anaerob dapat digunakan bentuk latihan yang sama, hanya pelaksanaannya yang
berbeda.
Daftar Pustaka
Bompa TO, 1994. Theory and Methodology of Training. 2nd edition. Iowa:
Kendall/Hunt Publishing Co.
Bompa TO, 2005. Periodization: Theory and Methodology of Training. 5nd edition.
York University, Champaign: Human Kinetics Books.
Bouchard C, Stephart RJ, Stephen T, 1993. Physical Activity, Fitness and Heath
Consensus Statement. Kingwood, South Australia: Human Kinetics Pub.
Bowers RW, 1992. Sport Physiology. 3nd edition. New York: Wm C Brown Pub.
Fox EL, Bowers, Foss ML, 1993. The Physiological Basis Of Exercise and Sport, 5th
edition. Iowa: Brown & Benchmark.
Howley Edward T & Don Franks B, 2007. Fitness Profesional’s Handbook. 7nd
edition. Unites Stated, Human Kinetics Pub.
Janssen PJM, 1989. Training Lactat Pulse Rate. Oulu Finland: Polar Electro Oy
Pub..
Kent M, 1994. The Oxford Dictionary Sport Science and Medicine. New York:
Oxford University Press.
35
Nieman DC, 1993. Fitness and Your Health. California: Bull Publishing Co.
Rushall BS and Pyke FS, 1992. Training for Sport and Fitness. Melbourne: The
McMillan Co. of Austral ia PTY Ltd.
Shadiqin AR, 2001.Pengaruh Latihan Aerobik Intensif Interval Terhadap Respons
Imun di Titik Defleksi Denyut Nadi, Program Pascasarjana, Unair-Surabaya.
Vander AJ, Sherman JH, Luciano DS, 2001. Human Physiology, 8th edition. New
York: McGraw-Hill Book Co..
Download