MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “KERUKUNAN AGAMA (Upaya Menciptakan Kerukunan yang Hakiki)” Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam Disusun Oleh: Kelompok 5 Finta Erviana 125040100111246 Anis Verawati 125040101111009 Dilla Pramitasari 125040101111011 Kelas F Agribisnis PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari pembangunan agama. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu agama menghendaki agar pemeluknya menjalani kehidupan yang aman dan damai. Sejalan dengan realitas kehidupan beragama yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai keagamaan serta peningkatan kerukunan umat beragama menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir di beberapa wilayah muncul kerusuhan sosial yang berlatar belakang SARA. Upaya menciptakan kerukunan umat beragama telah dilakukan melalui berbagai forum musyawarah/dialog, kerjasama antarpemuka agama, pembentukan sekretariat bersama, pendidikan berwawasan multikultural, dan rehabilitasi mental paska kerusuhan. Namun demikian, sampai saat ini adakalanya muncul ketegangan sosial yang melahirkan konflik intern dan antarumat beragama. Kondisi tersebut menjadi kendala mewujudkan kehidupan yang harmonis di dalam masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian kerukunan agama? 2. Bagaimana upaya menciptakan kerukunan yang hakiki? 3. Bagaimana permasalahan di Indonesia mengenai kerukunan agama? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengeathui dan memahami pengertian kerukunan agama. 2. Untuk mengetahui dan memahami upaya dalam menciptakan kerukunan yang hakiki. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan di Indonesia mengenai kerukunan agama. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kerukunan Istilah “kerukunan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diartikan sebagai “hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran”. Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Kerukunan sangat berkaitan erat dengan “toleransi”. Istilah toleransi berhubungan dengan nilai dan perilaku. Kurang lebih istilah ini menunjukkan pada arti “saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam bingkai persaudaraan”. Bila pemaknaan ini dijadikan pegangan, maka ”toleransi” dan “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Dalam terminologi Islam, istilah yang dekat dengan toleransi adalah ”tasamuh”. Sekalipun tidak secara utuh menunjukkan pengertian yang sama, tetapi secara essensial mengandung tujuan yang diinginkan, yaitu saling memahami, saling menghormati, dan saling menghargai sebagai sesama manusia. Tasamuh memuat tindakan penerimaan dan tuntutan dalam batasbatas tertentu. Tasamuh mengandung harapan pada satu pihak untuk memberi dan sekaligus mengambil. 2.2 Kesadaran Beragama dan Kerukunan Untuk memunculkan kesadaran dalam beragama, diperlukan beberapa tahapan, yaitu pengetahuan dan pemahaman, praktek, dan dilakukan secara berulang-ulang. Ketiga tahapan ini merupakan satu kesatuan dalam perilaku. Dalam konteks kerukunan dan toleransi, maka tahapan-tahapan ini harus dilalui. Setiap tindakan pasti berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya. Jika tindakan itu dilakukan secara berulang-ulang, maka akan melekat menjadi suatu kepribadian. Baik tidaknya suatu tindakan tergantung pengetahuan dan pemahaman yang diperolehnya. Orang yang beragama adalah orang yang mempraktekan ajaran agama berdasarkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadarannya. Mengikuti alur pikir di atas, maka pengetahuan dan pemahaman tentang keharusan hidup rukun dan toleran menjadi kunci utama. Islam mengajarkan pengetahuan ini untuk dipraktekkan. Ajaran yang mengungkapkan hidup rukun dan toleran dapat dikemukakan, diantaranya sebagai berikut: 1. Manusia adalah mahluk sosial dan diharuskan untuk saling mengenal Manusia diciptakan berbeda-beda, dan perbedaan ini sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah Swt., salah satunya dalam surat Al-Hujarat 13, yaitu: “ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” Berdasarkan hal ini maka toleransi menjadi satu ajaran penting yang dibawa dalam setiap risalah keagamaan, tidak terkecuali pada sistem teologi Islam. Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk berdialog dengan orang lain dan lingkungannya. Dialog merupakan kebutuhan hakiki. Manusia membutuhkan dialog, membuka diri kepada orang lain, dengan mendasari pada prinsip-prinsip : (a) keterbukaan terhadap pihak lain; (b) kerelaan berbicara dan memberikan tanggapan kepada pihak lain; dan (c) saling percaya bahwa kedua belah pihak memberikan informasi yang benar dengan caranya sendiri. 2. Perbedaan pemahaman maupun keyakinan tidak bisa dipungkiri Islam mewajibkan para pemeluknya membangun batas yang tegas dalam hal akidah dan kepercayaan, dengan tetap menjaga prinsip penghargaan atas keberadaan para pemeluk agama lain dan menjaga hakhak mereka sebagai pribadi dan anggota masyarakat. “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”(Al-Kafirun 1-6). Namun, pada saat bersamaan Islam pun menyerukan untuk menghormati dan memandang orang lain yang berbeda agama sebagai pribadi yang utuh dengan segala hak dan kewajibannya yang mesti dihargai. Islam melarang para pemeluknya untuk mencaci-maki orang lain, dan melarang segala bentuk perlakuan yang bisa mencederai kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat. 3. Mengikuti keteladanan Rasulullah Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Kita diharuskan mengikuti keteladanannya. Perilaku Rasulullah adalah perilaku akhlak. Akhlak merupakan norma dan etika pergaulan berlandaskan Islam. Ia tidak hanya mengatur etika pergaulan antar sesama manusia, tetapi juga dengan alam lingkungan dan Penciptanya. Perilaku yang akhlaki ini semuanya telah dicontohkan oleh Rasulullah. Terdapat banyak sunnahsunnah Nabi yang terkait dengan perintah bagi umatnya untuk terus menjaga sikap dan perilaku mereka agar tidak melanggar batas-batas kemanusiaan, meskipun berbeda dalam keyakinan. Hal ini terlihat ketika Rasulullah menjadi pemimpin Negara di Madinah yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku dan agama. 4. Kedamaian dan Persaudaraan Universal Kasih dan damai merupakan jantung ajaran agama, karena merupakan kebutuhan kemanusiaan. Alquran mencoba mengembangkan moralitas tertinggi dimana perdamaian merupakan komponen terpenting. Kata ’Islam’ diderivasi dari akar kata ’silm’ yang berarti ”kedamaian.” Visi kasih dalam Islam dibangun di atas dua pilar, yaitu individu dan masyarakat. Hubungan individu-individu yang saleh dan damai akan membentuk masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat yang berdasarkan pada tiga pilar: keadilan politik, yang disebut dengan demokrasi; keadilan ekonomi, yang disebut dengan kesejahteraan dan pemerataan; dan keadilan sosial, yang disebut dengan persamaan dan tersedianya akses politik. Prinsip toleransi yang diwujudkan dalam bentuk keharusan hidup rukun, dapat dilihat dalam konteks persaudaraan kemanusiaan universal ini. Semua umat manusia adalah satu keturunan. Umat Islam meyakini bahwa Adam adalah nabi dan rasul yang pertama, dan Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir, dan bahkan meyakini pula bahwa “agama” nabi Adam tentulah Islam. Doktrin Islam berkaitan dengan kerukunan dapat dipahami pula dari fungsi Islam sebagai rahmatal lil alamin, yaitu pembawa rahmat dan kedamaian. 5. Mengakui hak hidup agama lain Pada saat yang bersamaan, Islam mewajibkan kepada para pemeluknya untuk menyampaikan pesan-pesan Islam melalui dakwah, yaitu panggilan kepada kebenaran agar manusia yang bersangkutan dapat mencapai keselamatan dunia dan akherat. Karena dakwah merupakan ”panggilan”, maka konsekuensinya adalah bahwa ia tidak melibatkan pemaksaan. ... Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Q.S. Al Baqarah:256). Dengan demikian jelas, Islam mengakui hak hidup agamaagama lain; dan membenarkan para pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing. Di sinilah terletak dasar ajaran Islam mengenai toleransi antar umat beragama. 2.3 Tri Kerukunan Umat Beragama Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Pada gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan itu akan lebih memantapkan stabilitas nasional dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. 1. Kerukunan Intern Umat Beragama Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang nampak nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Konsep ukhuwwah islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang meyebabkan peristiwa konflik. Konsep ini mengupayakan berbagai cara agar tidak saling mengklaim kebenaran. Justru menghindarkan permusuhan karena perbedaan mazhab dalam Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, harmonis, dan penuh kebersamaan. Pendiri mazhab sendiri tidak pernah mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Sebab pada hakikatnya semua umat Islam tanpa terkecuali hanya berpegang kepada dua landasan pokok saja yaitu Al-Qur`an dan AsSunnah. Di masa dahulu, kini, bahkan masa yang akan datang kedua landasan pokok itu tidak akan pernah berubah kedudukannya dalam Islam. Di zaman para sahabat nabi, juga pernah terjadi ikhtilaf, misalnya perbedaan faham dalam masalah-masalah fiqih, tetapi mereka tidak berpecah belah, karena berpegang kepada petunjuk risalah itu sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT. Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (Q.S. An Nisa: 59). 2. Kerukunan Antar Umat Beragama Konsep kedua ini mengandung makna kehidupana beragama yang tentram, harmonis, rukun dan damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak ada sikap saling curiga tetapi selalu menghormati agama masing-masing. Ada empat pilar pokok yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai nilai-nilai perekat bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai tersebut merupakan kristalisasi nilai-nilai yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia. Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa terpelihara dan terjamin selama nilai-nilai tersebut dipegang teguh secara konsekwen oleh masing-masing warga negara. Negara kita berpenduduk jutaan jiwa dengan memeluk berbagai agama, sebagaimana terjadi hampir di setiap negara, ada yang beragama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Budha, Hindu, dan lain-lainnya. Kepada pemeluk suatu agama dipersilahkan masing-masing untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya itu secara khidmat dan khusyuk. Dan bagi pemeluk agama yang lain tidak mengganggunya atau mencampurinya. Juga jangan memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Dalam pergaulan hidup antar umat beragama ini, Allah telah memberikan tuntunan kepada umat Islam dengan firmanNya dalam Q. S. Al-Kafirun: 1-6. 3. Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah Dalam hidup berbangsa dan bernegara juga diajarkan supaya menaati ulil amri (penguasa) yang taat kepada Allah dan rasulnya, termasuk segala peraturan perundang-perundangan yang dibuatnya sepanjang tidak dimaksudkan untuk menentang kepada ketetapan Allah dan rasulnya. Undang Undang Dasar 1945 bab IX Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan syariat agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap pemeluk agama bebas menganut agamnya dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. 2.4 Upaya untuk Menciptakan Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam bentuk: 1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah. 2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi. 3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama. 4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan. 5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. 6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama. 2.4 Permasalahan dalam Kerukunan Umat Beragama Mencermati kerukunan intern umat beragama masih terdapat ketidak harmonisan, karena di dalam masing-masing agama adanya terdapat perbedaan dogma/aqidah, aliran/mazhab, organisasi, figur pemimpin dan kepemimpinan. Seperti di kalangan umat muslim adanya ketidak harmonisan bahkan mengarah pada konflik/tindakan kekerasan terhadap munculnya aliran kelompok Ahmadyah, dan aliran-aliran sempalan yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam, antara Muhamadyah dengan Alkhairat perbedaan perhitungan hari dan tanggal jatuhnya Bulan Ramadhan dan Idulfitri. Contoh lain di Sampang, Madura. Ini bukan konflik antarumat beragama, tapi sesama umat dalam satu agama. Disebut-sebut berlatar belakang karena persoalan keluarga, warga penganut Syiah diserang oleh mayoritas Sunni karena menuding mereka sesat. Demikian juga dengan tragedi Cikeusik, Pandeglang ketika penganut Ahmadiyah diserang bahkan oleh sesama muslim karena sekali lagi dituduh sesat. Masih banyak kejadian-kejadian kekerasan berlatar belakang intoleransi antarumat beragama yang terus terjadi. Padahal, sejarah panjang kehidupan beragama di Indonesia diwarnai dengan cerita-cerita betapa harmonisnya hubungan antarumat beragama. Seperti kisah bagaimana golongan Islam yang mengakomodasi permintaan kalangan nasionalis yang meminta penghapusan tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan bagian dari Piagam Jakarta. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Menciptakan kerukunan umat beragama merupakan program kerja pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Agama islam juga mengatur kerukunan beragama, baik kerukunan dengan sesama muslim maupun dengan pemeluk agama lain. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran beragama terlebih dahulu agar dapat menciptakan kerukunan yang hakiki. Banyak terjadi perselisihan akibat kurangnya pemahaman tentang agama, sehingga terhadap sesama muslimpun sering terjadi konflik. Peran pemerintah juga diperlukan untuk menciptakan kerukunan beragama bagi seluruh masyarakat Indonesia. 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA Afeefa, Noor. 2013. Menciptakan Kerukunan Umat Beragama di Negara Sukuler, Mungkinkah? .(online).http://noorafeefa.blogspot.com/2013/05/menciptakan -kerukunan-umat-beragama-di.html. Diakses 2 April 2014. Fadil, Iqbal. 2012. Melihat Kembali Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. (online). http://m.merdeka.com/peristiwa/melihat-kembali-kerukunan-umatberagama-di-indonesia.html. Diakses 17 April 2014. Ghazali, Adeng M. 2014. Membangun Kerukunan Lewat Madrasah. Yayasan Serikat Masyarakat Untuk Toleransi Beragama (SEMESTA), Tasikmalaya. Kawung, Jiffry F. 2013. Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Beragama. Kemenag Kota Tomohon. Saputera, Agus. 2008. Kebijakan Dan Strategi Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia. (online). http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id= 499. Diakses 2 April 2014.