Kajian seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rantai Pasokan Kertas
2.1.1 Pengertian Rantai Pasokan
Rantai Pasokan (supply chain) terdiri dari semua pihakyang terlibat, baik langsung maupun
tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan tidak saja mencakup
perusahaan manufaktur dengan pemasok, namun juga transportir, gudang, pengecer, bahkan
konsumen itu sendiri. Dalam setiap organisasi, perusahaan manufaktur misalnya, rantai pasokan
meliputi semua fungsi yang dilakukan dalam menerima dan memenuhi permintaan konsumen (Chopra
dan Meindl 2001). Rantai pasokan merupakan sekumpulan aktivitas (fisik dan pembuatan keputusan)
yang dihubungkan oleh aliran material dan informasi serta terkait aliran uang dan hak milik yang
melewati batas-batas organisasi (Van der Vorst 2006).
Tujuan setiap rantai pasokan seharusnya adalah untuk memaksimumkan keseluruhan nilai yang
dihasilkan. Nilai tersebut sangat berkaitan erat dengan profitabilitas rantai pasokan (supply chain
profitability or surplus), yaitu selisih antara pendapatan yang diperoleh dari konsumen dengan
keseluruhan biaya yang terjadi sepanjang rantai pasokan. Semakin tinggi profitabilitas rantai pasokan,
semakin sukses rantai pasokan tersebut (Chopra dan Meindl 2001).
Dalam rantai pasokan apa pun, hanya ada satu sumber pendapatan: konsumen. Dari
konsumenlah rantai pasokan memperoleh aliran uang positif yang kemudian “dipertukarkan” diantara
tingkat-tingkat (organisasi) rantai pasokan tersebut. Setiap tingkat mengambil bagian tertentu atas
aktivitas yang dilakukannya dalam rangka pemenuhan permintaan konsumen tadi. Semua aliran
informasi, produk, dan keuangan membuahkan biaya dalam rantai pasokan. Dengan demikian,
manajemen yang sesuai bagi aliran-aliran tersebut adalah kunci kesuksesan rantai pasokan.
Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) yang efektif mencakup manajemen
aset rantai pasokan serta aliran produk, informasi, dan keuangan untuk memaksimumkan profitabilitas
rantai pasokan total (Chopra dan Meindl 2001).
Bagaimanapun, saat ini nilai yang hendak dan mampu dibayarkan oleh konsumen (customer’s
willingness to pay) atas suatu produk tidak saja bergantung pada biaya-biaya finansial yang terkait
dengan aktivitas pemenuhannya. Konsep nilai telah berkembang menjadi lebih terkait dengan apa
yang sering disebut dengan „Tiga P‟ (‘Tripple P‟): People (manusia), Planet (bumi), dan Profit
(keuntungan). Kinerja sosial dan lingkungan menjadi aspek yang juga dipertimbangkan dalam
pembentukan „nilai‟ oleh konsumen, disamping kinerja finansial (Van der Vorst 2006).
Dalam definisi SCM, proses bisnis menunjuk pada rangkaian aktivitas terstruktur dan terukur
yang dirancang untuk memproduksi output tertentu bagi konsumen atau pasar tertentu (Davenport
1993 dalam Van der Vorst 2006). Chopra dan Meindl (2001) mengklasifikasikan proses-proses rantai
pasokan suatu perusahaan kedalam tiga proses makro berikut, sebagaimana juga ditunjukkan pada
Gambar 1.
a. Customer Relationship Management (CRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan konsumennya.
b. Internal Supply Chain Management (ISCM), yaitu semua proses yang terjadi dalam internal
perusahaan.
c. Supplier Relationship Management (SRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan pemasoknya.
4
Pemasok
Perusahaan
SRM
Konsumen
ISCM
CRM
 Memasok (source)
 Perencanaan strategis
 Pasar
 Negosiasi
 Perencanaan permintaan
 Harga
 Pembelian
 Perencanaan Pasokan
 Jual
 Kolaborasi desain
 Pemenuhan (fulfillment)
 Pusat panggilan
 Kolaborasi pasokan
 Pelayanan lapangan
 Manajemen pesanan
Gambar 1. Proses-proses makro rantai pasokan (Chopra dan Meindl 2001)
Sebuah perusahaan, relatif dibandingkan dengan para pesaingnya, seharusnya menetapkan
serangkaian kebutuhan konsumen untuk berusaha dipenuhi dengan produk atau jasa yang dihasilkan.
Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi kompetitif ditetapkan berdasarkan pada
bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu pengiriman, variasi, dan kualitas dari
produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang
baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain) perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran
dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan. Agar mencapai kesesuaian antarstrategi tersebut,
perusahaan perlu mengerti tentang konsumennya dan ketidakpastian rantai pasokannya, serta mengerti
tentang kemampuan rantai pasokan yang dijalankan. Sehubungan dengan hal di atas, Tabel 1 berikut
memaparkan perbedaan strategi fungsional antara dua jenis rantai pasokan: efisien dan responsif
(Chopra dan Meindl 2001).
Tabel 1. Perbandingan antara rantai pasokan yang efisien dengan yang reponsif
Rantai Pasokan Efisien
Rantai Pasokan Responsif
Tujuan utama
Memasok permintaan pada tingkat
biaya terendah
Merespon permintaan dengan cepat
Strategi desain
produk
Memaksimalkan kinerja pada
tingkat biaya produk minimum
Menciptakan „modularitas‟ agar
memungkinkan penundaan
diferensiasi produk
Strategi harga
Marjin lebih rendah karena harga
adalah pertimbangan utama bagi
konsumen
Marjin lebih tinggi
Strategi proses
manufaktur
Biaya lebih rendah melalui tingkat
utilisasi tinggi
Mempertahankan fleksibilitas
kapasitas untuk menyangga
ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi
persediaan
Meminimalkan persediaan untuk
menurunkan harga
Mempertahankan persediaan
penyangga terkait dengan
ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi waktu
tunggu
Diturunkan, namun pada tingkat
yang tidak mempengaruhi biaya
Sangat diiturunkan, walaupun
biayanya signifikan
Strategi pemasok
Memilih berdasarkan harga dan
kualitas
Berdasarkan kecepatan, fleksibilitas,
reliabilitas, dan kualitas
Sumber: Chopra dan Meindl (2001)
5
2.1.2 Karakteristik Rantai Pasokan Kertas
Industri pulp dan kertas dapat dilihat sebagai jaringan dari unit-unit produksi yang secara
bertahap mengubah dan memperhalus kayu menjadi produk konsumsi yang begitu luas (Gambar 2).
Proses tersebut sangat jarang dijalankan oleh satu perusahaan tunggal. Jaringan produksi berhubungan
dengan jaringan pengadaan yang bermula di hutan. Jaringan ini dapat terdiri dari berbagai lokasi
(lahan kayu atau tempat penyimpanan lainnya) dimana kayu-kayu log hanya disimpan dan diangkut
sementara di tempat tersebut sebelum ke unit produksi. Jaringan produksi juga terhubung dengan
jaringan distribusi yang berakhir pada para pengecer, serta bersama-sama konsumen akhir membentuk
jaringan penjualan (Carlsson et al. 2006).
Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik.
a. Volume dan kualitas pasokan pada industri ini bersifat stokastik dan sulit diprediksi.
b. Lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang
sangat panjang (dekade).
c. Terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal bahan bakunya
(hanya beberapa spesies pohon).
d. Tradisinya menggunakan perencanaan manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan
masih memiliki banyak masalah praktis ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pullbased).
e. Hubungan dengan pelanggan biasanya didasarkan pada sistem spot and contract.
f. Sifatnya yang padat modal dengan margin yang kecil.
Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan terintegrasi, bermula
dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam kehidupan seharihari.
Gambar 2. Rantai pasokan pulp dan kertas (Martel et al. 2005)
6
Dalam rantai pasokan kertas, model pendukung pembuatan keputusan dapat bermacam-macam
tergantung pada strategi yang diterapkan perusahaan terkait dengan titik penetrasi pesanan (order
penetration point) antara jaringan produksi-distribusi, strategi hubungan dengan konsumen, dan
penerapan kolaborasi antarperusahaan (Carlsson et al. 2006).
1. Titik penetrasi pesanan (TPP) ditentukan sebagaimana persediaan produk setengah jadi
(misalkan pulp, roll induk) menjadi pemisah antara pendekatan perencanaan dorong (push)
dengan pendekatan perencanaan tarik (pull). Dengan kata lain, produk setengah jadi pada TPP
diproduksi berdasarkan hasil penyesuaian perkiraan permintaan dengan kapasitas produksi,
sedangkan proses produksi-distribusi selanjutnya direncanakan seketika (just-in-time), diawali
dengan datangnya pesanan.
Pada industri kertas, dalam prakteknya, TPP dapat ditetapkan pada tiga lokasi berbeda:
sebelum mesin kertas (make-to-order), setelah mesin winder (convert-to-order), dan pada
gudang penyimpanan (deliver-to-order). Penempatan TPP ini dibatasi oleh waktu respon yang
dapat diterima konsumen.
2. Pendekatan jalinan hubungan konsumen juga sangat menentukan model pendukung keputusan
dalam perencanaan rantai pasokan. Hubungan yang utamanya didasarkan pada pesanan (orderbased relation) adalah yang paling banyak digunakan di industri. Selain itu, akhir-akhir ini
berkembang pula pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI) dan Collaborative Planning,
Forecasting, and Replenishment (CPFR).
3. Isu kolaborasi antar-perusahaan mendapat perhatian yang terus meningkat baik dari kalangan
akademisi maupun dunia industri. Beberapa perusahaan, misalkan, bekerjasama untuk
mengurangi biaya logistik dan pengadaan, atau berkolaborasi dalam perencanaan transportasi.
Tujuannya adalah untuk memberikan solusi kolaboratif yang lebih baik bagi semua partisipan
dengan mempertimbangkan kendala masing-masing yang dihadapi.
2.1.3 Manajemen Hubungan dengan Pemasok
Dalam rantai pasokan, koordinasi antara perusahaan manufaktur dengan para pemasok
biasanya merupakan hubungan yang sulit sekaligus penting dalam jaringan distribusi. Oleh karena
pemasok adalah bagian eksternal perusahaan manufaktur, koordinasi menjadi tidak mudah, kecuali
kerjasama dan pertukaran informasi antara keduanya sudah terintegrasi. Kegagalan koordinasi dapat
menyebabkan keterlambatan yang berlebih, dan pada akhirnya berdampak pada buruknya pelayanan
konsumen. Akibatnya, persediaan barang yang didatangkan dari pemasok atau produk jadi pada
perusahaan manufaktur dan distributor menjadi terakumulasi. Pada akhirnya, total biaya dari
keseluruhan pasokan akan meningkat (Lee et al. 2001).
Kebanyakan perusahaan manufaktur yang sukses telah mengembangkan stategi pengelolaan
pasokan (sourcing) dengan para pemasoknya untuk menghasilkan peluang keuntungan bersama.
Aliansi strategis formal dengan kesamaan tujuan, investasi, obligasi, dan kesalingpercayaan dibangun
bersama-sama (Gulen 2007). Dalam perspektif SCM, manajemen hubungan dengan pemasok perlu
dijalankan secara terintegrasi dengan dua proses makro rantai pasokan lainnya: manajemen rantai
pasokan internal dan manajemen hubungan dengan konsumen. Dimensi keputusan dalam bingkai
hubungan dengan pemasok ini berkaitan erat dengan fungsi pengadaan yang dijalankan oleh
perusahaan. Pengadaan menunjuk pada seluruh rangkaian proses bisnis yang diperlukan untuk
memperoleh barang (material) atau jasa. Proses pengadaan meliputi seleksi pemasok, desain kontrak,
kolaborasi desain produk, pengadaan barang atau jasa, dan evaluasi kinerja pemasok, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 3 (Chopra dan Meindl 2001).
7
Penilaian dan
assessment
pemasok
Seleksi pemasok
dan negosiasi
kontrak
Kolaborasi
desain
Pembelian
Perencanaan
dan analisis
pengadaan
Gambar 3. Proses-proses kunci terkait fungsi pengadaan (Chopra dan Meindl 2001)
2.2 Seleksi dan Evaluasi Pemasok
Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, kebutuhan untuk memperoleh daya saing global
pada sisi pasokan meningkat pesat (Ting dan Cho 2008). Manajemen rantai pasokan yang efektif
dalam kondisi persaingan saat ini mendorong terjalinnya hubungan strategis yang dekat dalam jangka
panjang dengan lebih sedikit rekanan (Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Narasimhan et al. 2004).
Dalam tuntutan kondisi yang demikian, proses seleksi pemasok sangatlah penting bagi kesuksesan
organisasi perusahaan manufaktur apa pun (Tahriri et al. 2008).
Pemilihan pemasok yang kompeten merupakan keputusan strategis pertama yang menentukan
kesuksesan implementasi manajemen rantai pasokan. Seleksi pemasok sangat disadari sebagai salah
satu tanggung jawab terpenting dalam fungsi manajemen pengadaan. Pemasok yang terkelola dengan
baik dalam suatu rantai pasokan akan memberikan efek jangka panjang terhadap daya saing
keseluruhan rantai pasokan itu sendiri dan dampak yang mendalam pada kepuasan pelanggan. Pearson
dan Ellram (1995) menyebutkan beberapa alasan mengapa seleksi dan evaluasi pemasok menjadi hal
yang begitu penting, terutama sehubungan dengan dampak yang diberikan oleh manajemen rantai
pasokan, sebagai berikut (Hou dan Huang 2002).
1. Tren reduksi basis pasokan dan hubungan jangka panjang dengan pemasok. Adopsi praktek
just-in-time yang semakin meningkat dalam industri manufaktur telah meningkatkan perhatian
terhadap reduksi basis pasokan, sehingga proses seleksi dan evaluasi pemasok menjadi lebih
penting. Reduksi basis pasokan ini melibatkan komitmen jangka panjang dengan pemasok,
yang pada gilirannya mendorong adanya sharing sumberdaya karena interaksi yang lebih kuat
antara pembeli dan pemasok. Pada umumnya, evaluasi pemasok dapat dijadikan alat untuk
mengurangi variabilitas bagi konsumen dengan mengurangi variabilitas pemasok dari sisi
pengiriman, kualitas, fleksibilitas dan sebagainya.
2. Strategi pelibatan pemasok dalam proses desain produk. Praktek ini dianggap sebagai salah
satu kontributor yang signifikan dalam mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas pada
siklus produksi.
3. Perkembangan sistem informasi electronic data interchangeable (EDI) yang memfasilitasi
koordinasi dan interaksi yang lebih dekat antara pembeli dan pemasok.
2.2.1 Karakteristik Masalah Seleksi Pemasok
Benyoucef et al. (2003) mengkaji secara komprehensif mengenai karakteristik masalah seleksi
pemasok, sebagai berikut.
1. Keputusan strategis
Memilih pemasok yang paling tepat telah lama dinilai sebagai salah satu fungsi paling penting
yang dimiliki bagian (departemen) pengadaan. Kesulitan dan kepentingan keputusan ini
diperkuat oleh kecenderungan bisnis akhir-akhir ini: persentase nilai komponen (barang) yang
dibeli oleh perusahaan manufaktur dari total pendapatannya yang semakin meningkat, ekspansi
pengadaan (dari pemasok) luar negeri, tingkat perkembangan teknologi yang semakin tinggi,
disertai dengan siklus hidup produk yang menurun. Dengan demikian, keputusan terkait
dengan masalah seleksi pemasok menentukan viabilitas jangka panjang perusahaan.
8
2.
3.
4.
5.
Keputusan tersebut pada mulanya akan mempengaruhi koordinasi berbagai pelayanan
perusahaan, dan pada tahap selanjutnya akan berdampak pada posisi daya saingnya di pasar
industri. Oleh karena itu, keputusan dalam memilih pemasok haruslah disejalankan dengan
strategi perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Multi-aktor
Keputusan seleksi pemasok membutuhkan keterlibatan berbagai layanan dalam perusahaan,
bahkan keputusan ini akan tercermin dalam kegiatan layanan perusahaan, seperti peroduksi,
transportasi, penyimpanan, pembelian, dan sebagainya. Disamping itu, sebagian besar kriteria
keputusan yang dipertimbangkan bersifat subjektif.
Multi-kriteria
Keputusan seleksi pemasok biasanya membutuhkan pertimbangan beberapa kriteria. Sering
kali pula kriteria-kriteria tersebut bersifat kontradiktif (misalnya aspek kualitas produk dengan
harganya). Dengan demikian, pemilihan pemasok didasarkan pada nilai kompromi antarkriteria
tersebut yang lebih baik.
Kriteria subjektif
Pada prakteknya, sejumlah kriteria keputusan yang signifikan bersifat subjektif. Kriteria
semacam ini tidak dapat direpresentasikan dengan cara kuantitatif, misalnya kriteria “kemauan
bisnis” pemasok. Selain kriteria subjektif, dipertimbangkan pula kriteria objektif, yaitu kriteria
yang dapat diukur dengan dimensi kuantitatif yang konkrit (harga, misalnya). Masalahnya,
penentuan dimensi kuantitatif tersebut tidaklah selalu mudah. Kualitas, misalnya, tidak dapat
diukur secara langsung. Penilaian kriteria ini perlu didekati dengan memperhitungkan biaya
penolakan produk, biaya layanan purnajual, dan sebagainya.
Karakteristik lain
Salah satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemilihan pemasok biasanya
perusahaan dihadapkan dengan lebih dari satu pemasok, yang disebut dengan pilihan atau
situasi muli-pemasok. Selain itu, dibandingankan dengan kriteria, parameter masalah atau
perilaku pemasok dapat bersifat stokastik atau pun deterministik. Berbagai batasan mengenai
pemasok atau pembeli juga seringkali ditemui dalam pengambilan keputusan ini, semisal
kapasitas terbatas pemasok, kuantitas order minimum atau maksimum, kualitas, waktu
pengiriman, dan lain-lain.
2.2.2 Kriteria dalam Seleksi Pemasok
Seleksi pemasok merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam kriteria harus
dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusannya. Analisis mengenai kriteria untuk memilih
dan mengukur kinerja pemasok telah menjadi fokus perhatian banyak ilmuan dan praktisi pengadaan
sejak 1960-an. Dickson (1966) pertama kali melakukan studi ekstensif mengidentifikasi, menentukan,
dan menganalisis kriteria apa yang digunakan dalam memilih suatu perusahaan sebagai pemasok.
Sebanyak lebih dari 23 kriteria dipertimbangkan dalam studinya, dimana respondennya diminta untuk
memberikan nilai kepentingan bagi setiap kriteria dengan skala lima-poin (0 – 4), yaitu extreme,
considerable, average, slight, dan no importance (Tabel 2). Berdasarkan jawaban respondennya (170
dari 273 agen dan manajer pengadaan), kualitas adalah kriteria yang dinilai paling penting, kemudian
diikuti oleh pengiriman dan sejarah kinerja. Selanjutnya, Weber et al. (1991) menyajikan klasifikasi
semua artikel yang dipublikasikan sejak 1966 berdasarkan perhatian kriterianya. Berdasarkan 74
paper, kriteria harga, pengiriman, kualitas, kapasitas produksi dan lokasi merupakan kriteria yang
paling banyak disebut dalam literatur.
9
Tabel 2. Kriteria dalam seleksi pemasok dan tingkat kepentingannya
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Faktor
Kualitas
Pengiriman
Rekam jejak kinerja
Kebijakan klaim dan garansi
Fasilitas dan kapasitas produksi
Harga
Kemampuan teknis
Kondisi finansial
Prosedur komplain
Sistem komunikasi
Reputasi dan posisi dalam industri
Keinginan menjalin bisnis
Manajemen dan organisasi
Kontrol operasi
Layanan perbaikan
Sikap
Kesan
Kemampuan kemas
Rekam jejak hubungan tenaga kerja
Lokasi geografis
Jumlah bisnis sebelumnya
Dukungan pelatihan
Perjanjian kerjasama
Rataan
3.508
3.417
2.998
2.849
2.775
2.758
2.545
2.514
2.488
2.426
2.412
2.256
2.216
2.211
2.187
2.120
2.054
2.009
2.003
1.872
1.597
1.537
0.610
Kepentingan Relatif
Mutlak penting
Penting
Cukup penting
Kurang penting
Sumber: Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002)
Cheraghi (2002) kemudian melakukan kajian mengenai faktor kesuksesan kritis (critical
success factors) bagi seleksi pemasok yang dimulai dari studi Dickson dan melakukan review
terhadap lebih dari 110 paper penelitian. Hasil studinya menunjukkan perubahan signifikan tingkat
kepentingan relatif pada bermacam kriteria pada penelitian yang dilaporkan selama 1966-1990 dengan
1990-2001. Dibandingkan dengan peringkat yang disajikan oleh Weber et al. (1991), hasil studi
Cheraghi menunjukkan bahwa kualitas, pengiriman, harga, layanan perbaikan (urutan ke-10 dari studi
Weber), dan kemampuan teknis menempati peringkat teratas sebagai kriteria yang paling banyak
disebutkan dalam literatur. Dari studi Cheraghi ini juga teridentifikasi beberapa kriteria “baru” dalam
seleksi pemasok, seperti reliabilitas, fleksibilitas, konsistensi, dan hubungan jangka panjang.
Saat ini, dari sudut pandang manajerial, banyak sekumpulan kriteria seleksi pemasok perlu
diidentifikasi dari berbagai industri (Cheng et al. 2009). Terkait hal tersebut, banyak peneliti mengkaji
dan membahas tentang kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok di berbagai industri
(antara lain Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al. 2008; Cheng et al. 2009; Koprulu
dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty et al. 2005). Penulis meringkaskan kriteria
(dan subkriteria) seleksi pemasok dari beberapa literatur pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Ringkasan literatur terkait kriteria seleksi pemasok dan kasus industrinya
Literatur
Lee et al. 2001
Kriteria (Subkriteria) Seleksi Pemasok
Kasus
Industri
Kualitas (tingkat ketertolakan pada kontrol kualitas barang masuk,
tingkat ketertolakan dari konsumen, kehilangan waktu dalam lini
produksi, perbaikan karena masalah kualitas), Biaya (reduksi biaya,
struktur penetapan harga), Pengiriman (ketepatan waktu, ketepatan
jumlah), Pelayanan (status finansial, tingkat kerjasama dan pertukaran
informasi, kemampuan teknologi dan R&D, fasilitas dan kapasitas
produksi)
Pendingin
ruangan,
komponen
PCB
Tahriri et al.
2008
Kepercayaan (antar-perusahaan, interpersonal), Kualitas (produk,
manajemen), Biaya (langsung, tidak langsung), Pengiriman (ketepatan
waktu, ketepatan jumlah), Manajemen dan Organisasi (daya respon,
disiplin, lingkungan, kemampuan teknis, fasilitas dan kapasitas, kinerja
lampau), Finansial (dari proses manufaktur, dari produk)
Manufaktur
baja
Cheng et al.
2009
Kualitas (sistem audit kualitas internal, standar kualitas, kinerja kualitas
proses), Waktu Pengiriman (waktu tunggu, ketepatan waktu,
pengiriman mendesak setelah perubahan pesanan), Kinerja Masa Lalu
(rekam jejak kualitas), Reputasi (kompensasi menyalahi kontrak),
Pelayanan (kemampuan identifikasi masalah, kemampuan
menyelesaikan masalah), Harga (kepuasan terhadap biaya pembelian),
Kapabilitas Proses (kontrol proses, stabilitas proses dan tingkat insiden
abnormal, kemampuan proses R&D)
Semikonduktor,
wafer
Koprulu dan
Albayrakoglu
2007
Biaya (biaya awal, daya saing landed cost, biaya tetap), Kualitas
(sampel, passing rate, pengembalian barang, pengujian integritas
produk), Pengiriman (waktu tunggu, waktu sampling turn, tingkat
pengiriman tepat waktu, timelines of costing), Fleksibilitas (perubahan
volume pesanan, perubahan komposisi pesanan barang, kecepatan
respon, minat ke negera lain), Inovasi (tim desain sendiri, kecepatan
dan kualitas sampling, kepekaan terhadap tren pasar), Kepercayaan
(pelayanan konsumen, stabilitas finansial, kapasitas produksi mandiri,
kepercayadirian, responsibilitas sosial)
Tekstil,
pakaian
Ting dan Cho
2008
Biaya Pembelian (harga produk, biaya transportasi, biaya pemesanan),
Kualitas Produk (rasio cacat dan rusak, rasio ketertolakan produk,
sistem kualitas), Reliabilitas Pengiriman (delay waktu pengiriman,
kekurangan kuantitas pengiriman), Pelayanan Konsumen (respon
terhadap perubahan, waktu tunggu pesanan, respon terhadap
pertanyaan), Kerjasama dan Kemitraan (desain produksi bersama,
kontrak pasokan), Status Financial (aset dan kepemilikan, pendapatan,
arus kas)
Produk
teknologi
tinggi,
komponen
mother-board
Chakraborty et
al. 2005
Biaya, Kualitas, Ketepatan Jadwal, Adaptabilitas Sistem, Kerjasama
General
Light
engineering,
die-casting
Pada penelitian ini, digunakan empat kriteria utama, mengadaptasi dari Lee et al. (2001), yaitu
kualitas, biaya, pengiriman, serta pelayanan dan manajemen organisasi. Untuk subkriteria turunannya
ditentukan melalui penilaian oleh pakar (responden ahli) dengan skala 1 sampai 3 (yaitu tidak penting,
penting, dan sangat penting) terhadap 25 subkriteria.
11
2.2.3 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Pemasok
Metode seleksi pemasok yaitu model atau pendekatan yang digunakan untuk melakukan proses
pemilihan pemasok. Metode yang dipilih sangatlah penting bagi keseluruhan proses seleksi dan dapat
berdampak signifikasn pada hasil seleksi pemasok yang dilakukan. Beberapa metode yang telah
dikembangkan dan diklasifikasikan oleh begitu banyak peneliti selama bertahun-tahun. Metodemetode tertentu merupakan pilihan yang telah populer selama ini, sedangkan beberapa lainnya muncul
baru-baru ini. Biasanya ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk mengembangkan atau memilih
suatu metode seleksi pemasok, hasilnya berupa kombinasi dari beberapa metode dengan keunggulan
yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan (Tahriri et al. 2007). Oleh
karena itu, perlu untuk mengeksplorasi metode-metode seleksi yang berbeda dan membahas
aplikasinya yang berbeda pula.
1. Model Pembobotan
Metode ini menilai pemasok dengan memperingkatkan kinerjanya dalam banyak kriteria dan
menghitungnya sebagai satu kesatuan skor. Metode yang dikategorikan kedalam weighting
model diantaranya categorical method, dan weighted-point method. Dengan pendekatan
categorical model, kinerja pemasok diklasifikasikan dalam kategori-kategori yang berbeda,
seperti biaya, kualitas, ketepatan waktu pengiriman, dan sebagainya. Selanjutnya pembeli (dari
bagian pengadaan, produksi, penjualan, dan kualitas) memberikan pendapatnya mengenai
kinerja pemasok terkait kriteria-kriteria tersebut: memuaskan, tidak memuaskan, atau netral.
Kelemahan dari metode ini terutama bahwa semua kriteria dinilai sama penting, sehingga
jarang memberikan masukan bagi pengembangan kinerja pemasok (Kachainchai dan Weerawat
2009). Categorical model merupakan metode yang sederhana, juga tercepat, termudah, dan
termurah untuk diimplementasikan. Namun metode ini biasanya melibatkan subjektivitas yang
tinggi dan karenanya menjadi kurang tepat (Petroni 2000).
Metode weighted-point mempertimbangkan kriteria-kriteria dengan bobot tertentu yang sudah
ditetapkan oleh pembeli. Setiap bobot kriteria tersebut kemudian dikalikan dengan skor kinerja
pemasok yang dinilai oleh pembeli. Akhirnya, nilai kinerja untuk semua kriteria tadi ditotal
untuk mendapatkan nilai akhir bagi tiap-tiap pemasok (Tahriri et al. 2007). Metode weightedpoint selama ini merupakan teknik yang paling umum digunakan. Operasi matematis dalam
metode ini sederhana namun efisien dalam pembuatan keputusan yang optimal. Akan tetapi,
metode ini memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya yaitu tidaklah mudah bagi metode ini
untuk dengan efektif mempertimbangkan kriteria evaluasi yang bersifat kualitatif (Kachainchai
dan Weerawat 2009).
2. Model biaya total
Pendekatan ini mencoba untuk menghitung semua biaya terkait dengan seleksi pemasok dalam
satuan keuangan. Model ini meliputi cost ratio method dan total cost of ownership (TCO)
method. Metode yang pertama didasarkan pada analisis biaya yang mempertimbangkan rasio
biaya dari kualitas produk, pengiriman, pelayanan, dan harga. Metode ini menghitung biaya
tiap-tiap kriteria sebagai persentase dari total pembelian. Rating yang lebih tinggi diberikan
pada pemasok dengan rasio biaya terhadap nilainya yang lebih rendah (Kachainchai dan
Weerawat 2009). Metode cost ratio sangat fleksibel. Ia merupakan metode kompleks yang
membutuhkan sistem penghitungan biaya yang tepat (Tahriri et al. 2007).
TCO adalah suatu metodologi dan filosofi yang melihat lebih jauh harga dari sebuah pembelian
dengan memperhitungkan biaya-biaya lainnya terkait pembelian (Kachainchai dan Weerawat
2009). Model TCO cukup presisi, namun mahal untuk diimplementasikan karena
12
3.
4.
kompleksitasnya dan membutuhkan lebih banyak waktu, serta mensyaratkan kemampuan
identifikasi elemen-elemen lebih penting lainnya (Tahriri et al. 2007).
Model pemrograman matematis
Model ini seringkali hanya mempertimbangkan kriteria kuantitatif. Pendekatan ini mencakup
Artificial Neural Network (ANN), Data Envelopment Analysis (DEA) Principle Component
Analysis (PCA) (Kachainchai dan Weerawat 2009; Tahriri et al. 2007). Sistem metode ANN
mencakup dua fungsi, yaitu 1) fungsi untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja pembelian
dan menyimpannya dalam suatu basis data sebagai sumber penyedia data bagi neural network,
dan 2) fungsi yang menggunakan neural network untuk memilih pemasok (Kachainchai dan
Weerawat 2009). Model ANN dapat menghemat biaya dan waktu. Hanya saja, model ini
mempunyai kelemahan pada kebutuhannya pada perangkat lunak khusus dan seorang personil
ahli pada subjek ini (Tahriri et al. 2007).
DEA adalah suatu metode pemrograman matematis untuk menilai efisiensi komparatif dari
unit-unit pembuat keputusan (decision-making units – DMU), dimana keberadaan input dan
output yang banyak menyulitkan proses perbandingan tersebut. DEA merupakan metode nonparametrik yang memungkinkan pengukuran efisiensi tanpa harus menentukan bentuk fungsi
produksinya atau bobot untuk input dan output yang berbeda (Kachainchai dan Weerawat,
2009). Metode PCA memiliki dua keuntungan, yaitu kemudahan dan kemampuannya
menangani bermacam atribut yang bertentangan (Tahriri et al. 2007).
Lee et al. (2001) mengklasifikasikan model mathematical programming kedalam goal
programming (GP) atau multiobjective programming (MOP) dan linear programming (LP)
atau mixed integer programming (MIP). Sebelum membuat model pemrograman matematis,
koefisien fungsi tujuan harus terlebih dahulu ditentukan. Kelemahan GP dan MOP terletak
pada kebutuhannya terhadap tingkat tujuan yang dikehendaki dan tidak dapat mengakomodasi
kriteria subjektif. Sedangkan pada formulasi masalah LP/MIP, eskpresi tujuan banyak yang
dinyatakan sebagai batasan (constraint) karena formulasi model ini hanya memungkinkan satu
fungsi tujuan.
Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan salah satu metode yang dalam prakteknya paling sering digunakan. Metode
ini pertama kali dikembangkan oleh Thomas Saaty pada 1971. Ini adalah suatu metode ideal
untuk merangking alternatif ketika terdapat banyak kriteria dan subkriteria pada proses
pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat menggabungkan kriteria kuantitaif dan kualitatif.
Keunggulan pendekatan ini terletak pada kemampuannya dalam menyusun masalah yang
kompleks, multi-aktor, multi-atribut, dan multi-periode secara hierarkis. AHP sering
dipertimbangkan sebagai suatu metode seleksi pemasok karena pendekatan ini memungkinkan
pembuat keputusan meranking pemasok berdasarkan kepentingan relatif kriteria dan
kesesuaiannya dengan pemasok (Tahriri et al. 2007).
Proses dalam model AHP dimulai dengan menentukan tingkat kepentingan relatif kriteria
dalam pencapaian tujuan. Fokus berikutnya kemudian berlanjut pada mengukur tingkat
pencapaian setiap alternatif terhadap kriteria yang ada. Pada akhirnya, hasil dari dua analisis
tersebut disintesis untuk menghitung tingkat kepentingan relatif setiap alternatif terhadap
pencapaian tujuan awal.
Pada penelitian ini, pendekatan AHP dipilih untuk memodelkan seleksi pemasok pada industri
kertas. Alasan utamanya yaitu karena kelebihan pendekatan model ini yang mampu mengakomodasi
faktor-faktor kualitatif yang sangat penting, terutama dalam kebijakan hubungan dengan pemasok.
13
Download