JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA e-ISSN : 2407-795X p-ISSN : 2460-2582 http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jppipa Vol 3, No, 1 Januari 2017 IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER PADA HASIL FRAKSINASI EKSTRAK Phaseolus vulgaris L. DENGAN METODE GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROSCOPY (GC-MS) Khurriyatul Khair1, Yayuk Andayani2, Aliefman Hakim3 Program Studi Magister Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Mataram123 Email: [email protected] Key Words Abstract P.vulgaris L extract, fractionatio n, VLC, GC-MS This research was aimed to identify some classes of secondary metabolite compound on the fractionation results of green bean extract (P. vulgaris L.) using Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) method. Green bean was extracted by methanol solvent. Fractionation of methanol extract used Vacuum Liquid Chromatography (VLC) with some variation of eluents such as n-hexane 100%; n-hexane: ethyl acetate (9 : 1 to 1 : 9); and ethyl acetate 100%, produced 11 major fractions. Based on Thin Layer Chromatography (TLC) analysis using DCM: MeOH (9.5: 0.5) as mobile phases, these 11 major fractions were classified based on their polarity such as non-polar, semi-polar and polar fraction. The results of identification by GC-MS spectrometer showed the presence of secondary metabolites such as monoterpenes in non-polar fraction; in semi-polar fraction was found terpenoids and steroids; in polar fraction was found monoterpenes, phenolic and steroid as the lowest percent area, that is less than 2%. Kata Kunci Abstrak Ekstrak P.vulgaris L, fraksinasi, KCV, GCMS Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa metabolit sekunder pada hasil fraksinasi ekstrak buah buncis (P. vulgaris L.) dengan metode Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Buah buncis diekstraksi dengan pelarut metanol. Fraksinasi ekstrak metanol dengan kromatografi cair vakum (KCV) dengan variasi eluen n-heksan 100 %; n-heksan : etil asetat = 9:1 sampai 1:9; dan etil asetat 100%, menghasilkan 11 fraksi utama. Berdasarkan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen DCM:MeOH (9,5:0,5), 11 fraksi utama hasil KCV digolongkan berdasarkan kepolarannya yaitu fraksi nonpolar, semipolar dan polar. Hasil identifikasi dengan spektrometer GC-MS menujukkan adanya senyawa metabolit sekunder golongan monoterpen pada fraksi nonpolar; pada fraksi semipolar ditemukan terpenoid dan steroid; dan pada fraksi polar ditemukan monoterpen, fenolik dan steroid dengan % area terandah yaitu kurang dari 2%. 21 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 (2013) menemukan adanya kandungan PENDAHULUAN Buncis merupakan satu senyawa golongan triterpenoid dalam tanaman yang berkhasiat meluruhkan fraksi partisi metanol dari ekstrak air kencing (diuretik) dan menurunkan buah buncis dan Risnafiani (2015) kadar melaporkan kandungan fitokimia dari glukosa salah darah (sebagai antihiperglikemik), diduga karena peran daun senyawa dan senyawa golongan steroid, alkaloid, stigmasterol (Andayani, 2003). Karena kuinon, tannin, flavonoid, polifenol, khasiatnya tersebut, maka ekstrak buah monoterpen dan seskuiterpen. Atchibri, buncis telah diproduksi dalam bentuk et al. (2010) melaporkan aktivitas sediaan serbuk yang dikemas dalam antidiabetes dan kandungan fitokimia bentuk kapsul. Kemampuan aktivitas dari biji P. vulgaris L. yang terdiri atas antioksidan dari ekstrak Phaseolus alkaloid, antrakuinon, catechic tannins, vulgaris L. telah dilaporkan oleh Kurnia flavonoid, gallic tannins, glikosida, (2013), sedangkan Nugrahani (2015) polifenol, saponin, melaporkan bahwa serbuk ekstrak buah terpenoid. Walaupun buncis memiliki aktivitas antioksidan, dilakukan penelitian mengenai profil diduga karena mengandung senyawa fitokimia dari tanaman ini, identifikasi golongan flavonoid. Penelitian yang golongan senyawa metabolit sekunder dilakukan Lam (2010) menyebutkan pada hasil fraksinasi kromatografi cair bahwa biji buncis dapat bertindak vakum (KCV) dari buah buncis dengan sebagai antitumor, antijamur dan anti- spektrometer GC-MS belum pernah HIV-1 reverse transcriptase. dilaporkan. Berdasarkan uraian di atas aktif β-sitosterol buncis diantaranya steroid telah adalah dan banyak Buncis (P. vulgaris L.) dikonsumsi maka dipandang perlu mengidentifikasi secara luas oleh masyarakat sebagai dan membandingkan senyawa-senyawa sayuran. mengenai metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hasil fraksinasi ekstrak metanol buah kandungan Penelitian fitokimia dari buncis ini telah dilakukan, diantaranya buncis. Jannah (2013) melaporkan hasil uji Penelitian ini diharapkan dapat Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan digunakan sebagai sumber informasi adanya kandungan senyawa fitosterol ilmiah dalam ekstrak buah buncis, Balafif metabolit sekunder dari buah buncis 22 mengenai senyawa-senyawa Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 yang tergolong dalam fraksi polar, impreknasi. Alat yang digunakan dalam semipolar dan nonpolar yang berguna penelitian ini lampu UV λ254 dan λ366, untuk pengembangan ilmu kimia bahan corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia, alam dan memberikan peluang untuk gelas ukur, pipa kapiler, pipet tetes, dilakukannya penelitian lanjutan untuk spatula, bejana pengembang (chamber), mengetahui bioaktivitas dari senyawa neraca analitik, dan botol kaca 150 mL, metabolit sekunder dari buncis ini. peralatan destilasi (rotary evaporator) dan peralatan kromatografi cair vakum (KCV). Pada tahap identifikasi senyawa METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam metabolit sekunder digunakan penelitian ini adalah metode penelitian spektrometer GC-MS. deskriptif-eksploratif Ekstraksi Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Ekstraksi buah buncis dilakukan dengan menganalisis untuk senyawa metabolit sekunder hasil fraksinasi ekstrak buah cara buncis yang dilakukan melalui tahapan perendaman ekstraksi, fraksinasi dengan metode kromatografi analisis cair hasil vakum fraksinasi yang laboratorium Universitas Kimia dengan Mataram Kemudian di Dasar FMIPA dan analisis Bahan lain. 60 G dan silika Remaserasi dilakukan dengan setelah 24 jam, kemudian mencampur maserat A dan B. Remaserasi dilakukan pro- kembali selama 1 x 24 jam hingga diperoleh maserat C dengan 1000 mL silika gel 60 F254 berlapis alumunium, gel A) dibiarkan 24 jam. Maserat B dipisahkan analysis, etil asetat teknis, plat KLT silika (maserat (ampas),dan dilakukan pengocokan, lalu teknis, metanol pro-analysis, n-heksan (DCM) maserat pengocokan. ke dalam bejana yang berisi residu yang kg serbuk kering buah buncis, metanol diklorometana sekali-kali memasukan pelarut sebanyak 2000 ml digunakan dalam penelitian ini adalah 1 teknis, kering maserasi dan ditampung dalam bejana dilaksanakan di LAboratorium Kimia Udayana. buncis buah dipisahkan dari ampas setelah 24 jam dengan metode spektroskopi GC-MS Universitas yaitu sebanyak 3000 ml selama 1 x 24 jam dilakukan dilaksanakan bertingkat sebanyak 1000 gram pelarut metanol (KCV), dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) maserasi metanol. Maserat A, B, C dicampur dan gel dilakukan 23 evaporasi dengan Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 menggunakan alat rotary evaporator mencapai batas yang telah ditentukan. hingga diperoleh ekstrak metanol pekat. Spot-spot yang muncul pada plat KLT Fraksinasi Ekstrak Metanol Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dengan Metode Kromatografi Cair Vakum (KCV) Ekstrak hasil evaporasi (ekstrak metanol diamati dengan menggunakan lampu UV 254 dan 366. asetat = 9:1 sampai 1:9; dan etil asetat Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi Nonpolar, Semipolar dan Nonpolar Ekstrak Metanol P. vulgaris L. dengan spektrometer GCMS Identifikasi kandungan senyawa 100%) dengan fase diam silika gel 60 metabolit sekunder dilakukan dengan G. Fraksi-fraksi yang keluar dari kolom menggunakan Spektrometer GC-MS. ditampung ke dalam botol kaca 150 mL Fraksi nonpolar, semipolar dan polar dan dimonitoring dengan kromatorafi masing-masing diinjeksikan ke dalam lapis tipis (KLT). Fraksi-fraksi yang alat GC-MS. Kondisi running GC-MS memiliki spot dengan Rf yang sama QP-2010 atau mirip pada plat KLT dijadikan satu temperatur oven kolom sebesar 70°C- fraksi besar/utama dan digolongkan 270°C, sedangkan temperatur injeksi berdasarkan kepolarannya. 250°C. Gas pembawa yang digunakan Identifikasi Kepolaran Fraksi-Fraksi Hasil KCV Ekstrak Metanol P. vulgaris L. dengan Metode KLT Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah gas helium dengan tekanan buah buncis) difraksinasi dengan KCV (eluen n-heksan 100 %; n-heksan : etil Ultra dilakukan pada sebesar 76,1 kPa dan laju alir 1,19 mL/menit. dilakukan terhadap ekstrak dan hasil HASIL DAN PEMBAHASAN fraksinasi ekstrak metanol buah buncis. Ekstraksi dilakukan dengan cara Langkah analisis KLT adalah sebagai maserasi berikut: chamber kromatografi diisi menghasilkan maserat sebanyak 5,25 L diuapkan dengan alat dengan eluen DCM : MeOH (9,5:0,5), rotary evaporator pada suhu 42°C - ditotolkan ekstrak dan fraksi-fraksi hasil 45°C menghasilkan 100 mL ekstrak kromatografi cair vakum (KCV) pada kental buah buncis dan terbentuk 3 bagian plat KLT yang telah diberi tanda lapisan dimana lapisan ketiga memiliki sebelumnya, dimasukkan plat KLT ke hasil terbaik berdasarkan uji KLT. dalam chamber yang berisi eluen, dan Fraksinasi 10 gram lapisan ketiga diangkat plat KLT jika eluen telah 24 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 ekstrak metanol buncis berdasarkan uji KLT pada tiap fraksi menghasilkan 11 fraksi utama dimana dengan eluen DCM:MeOH (9,5:0,5). fraksi mirip Gambar 1 menunjukkan hasil uji KLT disatukan. Hasil fraksinasi dengan KCV fraksi-fraksi hasil KCV dan Tabel 1 dikelompokkan merupakan penggolongan fraksi-fraksi dengan spot buah yang menjadi kelompok fraksi nonpolar, semipolar dan polar berdasarkan kepolarannya. (b) (a) sinar UV λ254 sinar UV λ366 Gambar 1. Kromatogram KLT fraksi-fraksi KCV dengan eluen DCM: MeOH (9,5:0,5) Tabel 1. Tabel penggolongan kepolaran hasil fraksinasi KCV ekstrak metanol buah buncis. Fraksi Eluen Nilai Rf Spot ke Pengelompokan 1 2 3 4 5 1 n-heksan 100% Nonpolar 2 n-heksan : EtOAc 9:1 Nonpolar 3 n-heksan : EtOAc 8:2 1 Nonpolar 4 n-heksan : EtOAc 7:3 1 0,72 Nonpolar 5A n-heksan : EtOAc 6:4 1 0,72 0,27 0,15 Semipolar 5B n-heksan : EtOAc 6:4 0,96 0,38 0,22 0,17 0,12 Semipolar 6A n-heksan : EtOAc 1:1 0,26 0,19 0,12 Semipolar 6B n-heksan : EtOAc 1:1 0,27 0,19 0,12 Semipolar 7A n-heksan : EtOAc 4:6 0,17 0,12 Semipolar 7B n-heksan : EtOAc 4:6 0,20 0,12 0,05 Semipolar 8 n-heksan : EtOAc 3:7 0,12 0,05 Polar 9 n-heksan : EtOAc 2:8 0,13 0,07 Polar 10 n-heksan : EtOAc 1:9 0,13 0,07 Polar 11 EtOAc 100% 0,07 Polar Penggolongan fraksi-fraksi hasil KCV yaitu fraksi 1 sampai dengan 11 KCV didasarkan pada kepolarannya, menghasilkan noda dengan berbagai mulai dari nonpolar, semipolar dan variasi Rf dan terdapat juga spot yang polar. Kromatogram hasil fraksinasi mirip. Hasil KLT menunjukkan belum 25 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 adanya senyawa yang terfraksinasi pada dibandingkan dengan jumlah etil asetat fraksi 1 dan 2, sedangkan pada fraksi 3 sehingga akan melarutkan senyawa- dan 4, tampak spot/noda dengan nilai Rf senyawa yang yang dengan KCV, sedangkan fraksi 5-7 dihasilkan terelusi jauh mendekati jarak memiliki perbandingan eluen dengan tempuh eluen. Kepolaran suatu senyawa jumlah n-heksan dan etil asetat yang dari hasil uji KLT ditentukan oleh hampir sama sehingga dapat melarutkan sejauh mana senyawa terelusi oleh senyawa-senyawa yang bersifat eluen yang digunakan. Semakin jauh semipolar. 8-11 memiliki terelusi maka semakin nonpolar sifat perbandingan eluen KCV dengan dari fraksi tersebut, atau semakin besar jumlah asetat lebih banyak nilai Rf maka semakin nonpolar sifat dibandingkan dengan jumlah n-heksan, dari suatu senyawa. Hal ini dapat sehingga dapat melarutkan senyawa- dipahami karena pada fasa diam, plat senyawa polar. Dengan demikian pada KLT bersifat polar, sedangkan eluen analisis KLT senyawa-senyawa yang KLT yang digunakan harus memiliki teridentifikasi kepolaran yang lebih rendah daripada digolongkan dalam kelompok senyawa plat KLT, sehingga hanya senyawa- yang bersifat senyawa dengan sifat polar yang dapat bersifat semipolar dan fraksi 8-11 tertinggal pada fasa diam (plat KLT), bersifat polar. besar atau spot-spot sedangkan senyawa-senyawa nonpolar nonpolar Fraksi etil Hasil pada pada fraksinasi fraksi 1-4 nonpolar, fraksi 5-7 identifikasi senyawa- akan terelusi jauh oleh fasa gerak senyawa metabolit sekunder pada fraksi (eluen) meninggalkan diam. nonpolar, semipolar dan polar dari hasil Dengan demikian, berdasarkan fraksinasi ekstrak metanol buah buncis fasa kromatogram KLT hasil fraksinasi KCV dengan ekstrak metanol buah buncis, fraksi 1-4 running pada temperatur oven kolom digolongkan ke dalam fraksi nonpolar, 70°C - 270°C, temperatur injeksi 250°C fraksi 5-7 merupakan fraksi semipolar dengan gas pembawa helium pada dan fraksi 8-11 merupakan fraksi polar. tekanan 76,1 kPa dan laju alir 1,19 Fraksi perbandingan jumlah 1-4 eluen n-heksan KCV lebih spektrometer GC-MS yang memiliki mL/menit, dapat dilihat pada Tabel 2. dengan Identifikasi dengan GC-MS menujukkan banyak adanya senyawa metabolit sekunder 26 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 golongan monoterpen nonpolar; golongan pada fraksi dan flavonoid bersifat semipolar dan dan nonpolar bergantung pada gugus fungsi steroid pada fraksi semipolar; golongan yang diikat oleh kerangka utamanya, monoterpen, fenol dan steroid pada dengan demikian pada fraksi polar % fraksi polar dengan % area terandah area dari senyawa-senyawa metabolit yaitu kurang dari 2%. Hal ini dapat sekunder memiliki nilai yang paling dipahami karena umumnya senyawa rendah dibandingkan dengan nilai % metabolit sekunder golongan steroid area fraksi yang lainnya. terpenoid Tabel 2. Hasil Analisis GC-MS Senyawa Metabolit Sekunder pada Tingkat Fraksi Fraksi Nonpolar Peak R. Time % Area 4 3,869 5,06 6 4,780 5,00 Nama Senyawa Metabolit Sekunder & Strukturnya 3,3-dimethyl-2hexanone Golongan Senyawa Monoterpen Monoterpen 1-acetyl-1,2-epoxycyclopentane Semipolar 3 15,982 5,38 4-hydroxy-3,5,5trimethyl-4-(3-oxo-1butenyl)-2-cyclohexen1-one Terpenoid 5 17,600 4,71 1,2,2,6,8-pentamethyl-7oxabicyclo[4,3,1]dec-8en-10-one Terpenoid 27 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 Polar 15 26,866 8,77 Stigmast-5-en-3.beta.-ol Steroid 12 4,768 1,81 1-acetyl-1,2-epoxycyclopentane Monoterpen 22 7,429 0,31 Pulegone Monoterpen 38 12,664 1,75 2,4-bis(1,1dimethylethyl)-phenol Fenol 45 27,172 0,03 Gamma-sitosterol Steroid Hasil analisis GC-MS pada fraksi nonpolar dua 10. Penelitian yang dilakukan oleh Balafif, dalam dkk (2013) menemukan adanya kandungan 3,3-dimethyl-2- triterpenoid pada ekstrak metanol hasil hexanone dengan % area 5,06% dan 1- partisi ekstrak air buah buncis dengan % acetyl-1,2-epoxy-cyclopentane dengan % area 4,66%. Triterpenoid terdiri atas 6 unit area 5,00%. Monoterpen isoprena dengan jumlah atom C sebanyak senyawa monoterpen menunjukkan yang yaitu terdapat isoprena dengan jumlah atom C sebanyak tergolong merupakan senyawa yang disusun oleh dua unit 30. 28 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 Hasil analisis dengan GC-MS pada Metabolit sekunder golongan fenol yang fraksi semipolar menunjukkan terdapat dua teridentifikasi senyawa golongan terpenoid yaitu 4- dimethylethyl)-phenol dengan hydroxy-3,5,5-trimethyl-4-(3-oxo-1- 1,75%. butenyl)-2-cyclohexen-1-one dengan % adalah Golongan teridentifikasi pada 2,4-bis(1,1% steroid fraksi area yang ini adalah area 5,38% dan 1,2,2,6,8-pentamethyl-7- gamma-sitosterol dengan % area 0,03%. oxabicyclo[4,3,1]dec-8-en-10-one dengan Senyawa metabolit sekunder golongan % area 4,71%. Metabolit sekunder lain fenol hanya ditemukan pada fraksi polar, yang golongan walaupun dengan persentase area yang stigmast-5-en-3.beta.-ol rendah yaitu 1,75 %. Hal ini menunjukkan dengan % area 8,77. Penelitian yang bahwa fenolik yang terkandung dalam dilakukan buah buncis bersifat polar. teridentifikasi steroid yaitu oleh menemukan adalah Jannah, dkk kandungan (2013) senyawa Tidak teridentifikasinya senyawa stigmasterol dengan % area 2,48% pada metabolit sekunder yang lain pada fraksi- ekstrak kasar yaitu ekstrak etanol buah fraksi hasil fraksinasi ekstrak metanol buah buncis. buncis Hal ini menunjukkan bahwa diduga karena keterbatasan jumlah stigmasterol yang teridentifikasi senyawa-senyawa standar yang terdapat pada fraksi semipolar ekstra metanol lebih pada library spektrometer GC-MS. banyak dibandingkan dengan ekstrak etanol buah buncis. Metanol sebagai KESIMPULAN pelarut memiliki ukuran molekul yang Hasil identifikasi dengan Gas lebih kecil dibandingkan dengan etanol Chromatography Mass Spectrometer (GC- sehingga MS) dapat mengkstrak senyawa metabolit sekunder lebih banyak. menujukkan adanya senyawa metabolit sekunder golongan monoterpen; Hasil analisis GC-MS pada fraksi golongan terpenoid dan steroid pada fraksi polar menunjukkan terdapat dua senyawa semipolar; golongan monoterpen, fenol golongan monoterpen yaitu 1-acetyl-1,2- dan steroid pada fraksi polar dengan % epoxy-cyclopentane dengan % area 1,81% area terandah yaitu kurang dari 2%. dan pulegon dengan % area 0,31%. vulgaris DAFTAR PUSTAKA Andayani, Y. Aktivitas 2003. Mekanisme Diabetes Antihiperglikemik L.) dan pada Tikus Identifikasi Komponen Aktif. Disertasi S3. Institut Pertanian Bogor. Ekstrak Buncis (Pheseolus 29 Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Januari 2017 Atchibri, A.L. Ocho Anin., Brou., Kouakou., Kouadlo Buncis (Pheseolus vulgaria dan L.). Tasis S2. Universitas Gnakri. 2010. Screening for Antidiabetic Activity Phytochemical Mataram. and Lam, Constituents Isolation and of Common Bean (Phaseolus Bean vulgaris L.) Seeds. Journal of Antitumor, Antifungal and Medicinal Plant Research, Anti-HIV-1 Vol. 4(17), pp. 1757-1761. Transcriptase Activities and Gunawan, E.R. dari with Reverse Phytomedicine, 17, 457-462. Senyawa Triterpenoid Hemagglutinin an Exceptionally High Yield. 2013. Analisis Nugrahani, R. 2015. Analisis Potensi Hasil Serbuk Ekstrak Buncis Fraksinasi Ekstrak Air Buncis Pheseolus vulgaris L.). Tesis (Pheseolus S2. Universitas Mataram. vulgaris L.). Chemical Program Vol. 6 Risnafiani, A.R., Rismawati, E. dan No.2, hal 56-61. H., Sudarma Hilda A. 2015. Karakterisasi I M., dan Daun Buncis (Phaseolus Andayani, Y. 2013. Analisis vulgaris L.) dan Identifikasi Senyawa dalam Kandungan Senyawa Steroid Buncis dengan Metode Kromatografi L.). Lapis Tipis dan Kromatografi Fitosterol Ekstrak (Pheseolus Kurnia, 2010. Characterization of a French Balafif, R.A.R., Andayani, Y., dan Jannah, S.K. Buah vulgaris Chemical Program Vol. 6 Cair No. 2, hal 71-75. Prosiding Penelitian SPeSIA N. 2013. Uji Aktivitas Kinerja Unisba 2015. Antioksidan Ekstrak Air Buah 30 Tinggi.