MENENTUKAN KRITERIA PRIMA BERDASARKAN KONGRUEN LUCAS Nani Anugrah Putri S1∗ , Sri Gemawati 2 1,2 Program Studi S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya, Pekanbaru 28293 ∗ [email protected] ABSTRACT This article discusses the determination of primality criterion based on Lucas congruence. The result of the primality criterion based on Lucas congruence is determined by using coefficient binomial and Lucas theorem. Keywords: Prime numbers, congruences, coefficient binomial, Lucas theorem ABSTRAK Artikel ini membahas tentang menentukan kriteria prima berdasarkan kongruen Lucas. Hasil dari kriteria prima berdasarkan kongruen Lucas ini ditentukan dengan menggunakan koefisien binomial dan teorema Lucas. Kata kunci: Bilangan prima, kekongruenan, koefisien binomial, teorema Lucas 1. PENDAHULUAN Salah satu aspek penting dalam teori bilangan adalah bilangan prima. Burton [1, h. 39] menjelaskan bahwa bilangan prima adalah sebuah bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 yang hanya mempunyai faktor pembagi 1 dan dirinya sendiri. Banyak cara untuk menentukan bilangan prima salah satunya adalah Saringan Eratosthenes. Pada zaman Yunani kuno terdapat seorang ilmuan yang bernama Eratosthenes yang menemukan suatu cara untuk menentukan bilangan prima yang disebut dengan Saringan Eratosthenes, cara ini merupakan cara yang paling sederhana dan paling tepat untuk menemukan bilangan prima. Terdapat beberapa bilangan prima, salah satunya adalah kriteria prima. Kriteria prima juga terdapat banyak cara untuk menentukannya, salah satunya adalah dengan menggunakan kongruen Lucas. Mestrovic [4] mengatakan bahwa terdapat kriteria prima berdasarkan kongruen Lucas yang ditentukan dengan menggunakan koefisien binomial dan teorema Lucas. Artikel ini membahas kriteria prima yang ditentukan dengan menggunakan koefisien binomial dan teorema Lucas, yang juga 1 menerapkan teorema binomial. Artikel ini merupakan tinjauan sepenuhnya dari artikel yang ditulis oleh Mestrovic [4]. 2. TEORI PENDUKUNG Pada bagian ini diuraikan beberapa teori pendukung yang berkaitan dengan pembahasan kriteria prima berdasarkan kongruen Lucas. Definisi 1 [1, h. 39] Bilangan bulat p > 1 dikatakan prima jika hanya mempunyai pembagi p dan 1. Definisi 2 [1, h. 20] Bilangan bulat b dikatakan habis dibagi oleh bilangan bulat a jika a ̸= 0, dinotasikan dengan a|b yang dibaca a membagi b, jika terdapat suatu bilangan bulat c sehingga b = ac. Ditulis a - b untuk menunjukkan bahwa b tidak habis dibagi oleh a. Definisi 3 [1, h. 63] Misalkan m ≥ 0. Dua buah bilangan bulat positif a dan b dikatakan kongruen terhadap modulo m yang dinotasikan dengan a ≡ b (mod m), jika m|a − b, sehingga a − b = km untuk setiap bilangan bulat k. Selanjutnya setelah didefinisikan pengertian bilangan prima, keterbagian dan kekongruenan didefinisikan koefisien binomial, teorema Pascal dan teorema binomial sebagai berikut. Definisi 4 [3, h. 33] (n) Misalkan n dan (rn)adalah n!bilangan bulat tidak negatif. Koefisien binomial r didefinisikan oleh r = r!(n−r)! jika r ≤ n, dan 0 untuk yang lainnya. Fungsi Pembangkit biasa untuk koefisien binomial Misalkan terdapat bilangan bulat positif n dari barisan koefisien binomial ( ) ( ) ( ) ∞ ( ) ∑ n 2 n n n k x ,..., x, , x = 2 1 0 k k=0 sehingga fungsi pembangkit biasa dari barisan tersebut adalah (1 + x)n . Teorema ( ) 5 ([3, )h. 34] (n−1Jika ) n dan r adalah bilangan bulat positif, dengan r ≤ n, maka nr = n−1 + . r−1 r Bukti. Dengan menyederhanakan ruas kanan dapat ditunjukkan bahwa ruas kanan sama dengan ruas kiri. 2 ) ( ) ( n−1 n−1 (n − 1)! (n − 1)! + = + , r r−1 (r − 1)!(n − r)! r!(n − r − 1)! ( ) ( ) n−1 n−1 r(n − 1)! (n − r)(n − 1)! + = + , r−1 r r(r − 1)!(n − r)! r!(n − r)(n − r − 1)! ) ( ) ( n−1 r(n − 1)! n−1 (n − r)(n − 1)! + = + , r r−1 r!(n − r)! r!(n − r)! ) ( ) ( n−1 (n − 1)![r + (n − 1)] n−1 + = , r r−1 r!(n − r)! ( ) ( ) n−1 n−1 (n − 1)!n + = , r−1 r r!(n − r)! ( ) ( ) n−1 n−1 n! + = , r−1 r r!(n − r)! ( ) ( ) ( ) n−1 n−1 n + = . r−1 r r Oleh karena itu terbukti bahwa ruas kanan sama dengan ruas kiri. 2 Teorema 6 [3, h. 37] Misalkan x dan y adalah bilangan real, dan n adalah bilangan bulat tidak negatif. Kemudian n ( ) ∑ n n−r r x y . (x + y) = r r=0 n Bukti. (Dengan Induksi Lemah) Untuk n = 0, ruas kiri = (x + y)0 ruas kiri = 1, 0 ( ) ∑ r 0−r r ruas kanan = x y 0 r=0 ruas kanan = x0 y 0 ruas kanan = 1, sehingga benar untuk n = 0. Untuk n = 1, ruas kiri = (x + y)1 ruas kiri = (x + y), 3 1 ( ) ∑ r 1−r r ruas kanan = x y 1 r=0 ( ) ( ) 0 1 0 1 0 1 xy + xy ruas kanan = 1 1 ruas kanan = (x + y), sehingga benar.untuk n = 1. Asumsikan benar untuk n = k, yaitu k (x + y) = k ( ) ∑ k r=0 r xk−r y r . (1) Akan dibuktikan benar juga untuk n = k + 1, yaitu (x + y)k+1 = (x + y)k (x + y), ] [ k ( ) ∑ k k−r r k+1 x y (x + y), oleh persamaan (1) (x + y) = r r=0 k ( ) k ( ) ∑ k k+1−r r ∑ k k−r r+1 k+1 (x + y) = x y + x y , r r r=0 r=0 [( ) ] [ k−1 ( ) ] ( ) k ( ) ∑ ∑ k k k k (x + y)k+1 = xk+1 + xk+1−r y r + xk−r y r+1 + y k+1 , 0 r r k r=1 r=0 ( ) ( ) ) k k ( k + 1 k+1 ∑ k k+1−r r ∑ k k+1 (x + y) = x + x y + xk+1−r y r 0 r r − 1 r=1 r=1 ( ) k + 1 k+1 + y , k+1 ( ) ( )] ( ) k [( ) k + 1 k+1 ∑ k k k + 1 k+1 k+1 k+1−r r (x + y) = x + + x y + y , 0 r r − 1 k + 1 r=1 ) ( ) k ( k + 1 k+1 ∑ k + 1 k+1−r r k+1 x y , x + (x + y) = r 0 r=1 ( ) k + 1 k+1 + x , oleh Teorema 5 k+1 ) k+1 ( ∑ k + 1 k+1−r r k+1 (x + y) = x y . r r=0 4 Oleh karena itu, dengan induksi k (x + y) = k ( ) ∑ k r=0 r xk−r y r , benar untuk setiap bilangan bulat n ≥ 0. 2 Teorema 7 [2] Jika n = n0 + n1 p + ... + ns ps dan m = m0 + m1 p + ... + ms ps merupakan pengembangan sistem bilangan alternatif dari bilangan bulat n dan m dengan 0 ≤ mi , ni ≤ p − 1 untuk setiap i = 0, 1, ..., s, maka ( ) ∏ ) s ( n ni ≡ (mod p). m m i i=o Bukti. Jika p adalah bilangan prima dan n adalah bilangan bulat tidak negatif dengan 1 ≤ n ≤ p − 1, maka penyebut dari koefisien binomial ( ) p p · (p − 1) · · · (p − n + 1) = , (2) n n · (n − 1) · · · 1 ( ) habis dibagi oleh n tapi pembilangnya tidak. Oleh karena itu n membagi np . Persamaan (2) menghasilkan fungsi pembangkit biasa, yaitu (1 + X)p ≡ 1 + X p (mod p). Kemudian untuk setiap bilangan bulat tidak negatif i diperoleh i i (1 + X)p ≡ 1 + X p (mod p). Jika n adalah bilangan bulat∑tidak negatif dan p adalah bilangan prima, maka n adalah basis dari p sehingga ki=0 ni pi untuk semua bilangan bulat tidak negatif k dan bilangan bulat ni dengan 0 ≤ ni ≤ p − 1, sehingga diperoleh ( ) n ∑ n m m=0 ( n ∑ n) m m=0 ( ) n ∑ n m m=0 ( ) n ∑ n m m=0 xm = (1 + x)n , m x = s ∏ {(1 + x)pi }ni , i=0 s ∏ m x ≡ (1 + xpi )ni (mod p), xm = } ( ) ni yi pi x , yi y =0 i=0 { n s i ∏ ∑ i=0 i 5 } { ( ) n n s ( ) ∑ ∑ ∏ ∑ n ni xm . xm = m yi m=0 y=0 i=0 (3) Jika penjumlahan dalam pada persamaan (3) diambil dari himpunan (y0 , y1 , · · · , ys ), maka s ∑ yi pi = m. i=0 Karena 0 ≤ yi ≤ ni < p, sehingga terdapat satu himpunan jika mi ≤ ni diberikan oleh yi = mi (0 ≤ i ≤ s) , tetapi jika mi ≥ ni maka penjumlahannya adalah nol. Samakan teorema di atas dengan koefisien dari xm , karena ( ) ni = 0 untuk mi > ni . mi Dalam hasil akhir n, digit ke-i adalah basis dari representasi p ke-n. 2 3. MENENTUKAN KRITERIA PRIMA BERDASARKAN KONGRUEN LUCAS Pada bagian ini dibahas kriteria prima berdasarkan kongruen Lucas, dalam pembahasan ini digunakan salah satu materi pendukung yang disebut dengan teorema Lucas. Karena materi yang akan digunakan tersebut berbentuk binomial sehingga juga akan digunakan koefisien binomial dan berserta teorema binomial. Untuk menunjukkan kegunaan dari beberapa teori yang telah disebutkan, seperti teorema Lucas, koefisien binomial, dan teorema binomial, terlebih dahulu akan dipaparkan proposisi. Selanjutnya lema dan teorema beserta contohnya diberikan sebagai berikut. Proposisi 1 [4] Jika p adalah bilangan prima dan f adalah bilangan bulat positif, maka berlaku ( f ) p −1 ≡ (−1)k (mod p), k { } untuk setiap k ∈ 0, 1, · · · , pf − 1 . ∑ −1 i ki p dengan 0 ≤ ki ≤ p−1 untuk semua i = 0, 1, · · · , f − Bukti. Misalkan k = fi=0 ∑ −1 (p − 1)pi , dengan menggunakan 1, kemudian dengan cara yang sama pf − 1 = fi=0 Teorema 7 menghasilkan 6 ) (∑f −1 ( f i) p −1 i=0 (p − 1)p = , ∑f −1 i k i=0 ki p ( f ) f∏ ) −1 ( p−1 p −1 ≡ (mod p), k k i i=o ( f ) f∏ −1 p −1 (−1)ki , ≡ k i=o ( f ) ∑f −1 p −1 = (−1) i=0 ki , k ( f ) p −1 ≡ (−1)k (mod p). k (4) Pada persamaan (4) telah diketahui jika p adalah bilangan prima ganjil maka k dan ∑ −1 jumlah fi=0 ki mempunyai nilai paritas yang sama, sedangkan untuk p = 2 adalah 1 ≡ −1 (mod 2) terpenuhi. 2 Lema 8 [4] Jika p adalah bilangan prima dan f adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1, maka ( f ) { p − 1 (mod p2 ) jika p ≥ 3, p −1 ≡ pf −1 3 (mod 4) jika p = 2. (5) Bukti. Untuk pembuktian ini dibagi dalam tiga kasus. Kasus 1 : Untuk p = 2 f Jika p = 2 maka 2i ≡ 0 (mod 4) untuk setiap i = 1, 2, · · · , 2f −1 − 1, selanjutnya diperoleh −1 −1 ( f ) 2f∏ 2 −1 2f − i = , 2f −1 i i=1 −1 −1 ) 2f∏ ( f 2f 2 −1 − 1), = ( i 2f −1 i=1 ) ( f 2 −1 f −1 ≡ (−1)2 −1 (mod 4), f −1 2 ) ( f 2 −1 = −1 ≡ 3 (mod 4). 2f −1 (6) Persamaan (6) terbukti untuk bagian kedua dari persamaan (5). Kasus 2 : Untuk p = 3 f Jika p = 3 maka 3i ≡ 0 (mod 9) untuk setiap i = 1, 2, · · · , 3f −1 − 1, dan kemudian 7 −1 −1 ( f ) 3f∏ 3 −1 3f − i = 2 , 3f −1 i i=1 −1 −1 ( f ) 3f∏ 3 −1 3f ( = 2 − 1), 3f −1 i i=1 ( f ) 3 −1 f −1 ≡ 2(−1)3 −1 (mod 9), f −1 3 ( f ) 3 −1 = 2 (mod 9). 3f −1 (7) Kasus 3 : Untuk p > 3 Misalkan ( f ) ( ) p −1 p − 1 pf , = pf −1 pf −1 p (8) dan ( ) ( f −1 ) pf p ≡ , f −1 p pf −2 ( f ) ( ) p p ≡ , f −1 p 1 ( f ) p = p (mod p3 ), f −1 p (9) dengan p > 3 adalah bilangan prima dan m ≥ n ≥ 0 bilangan bulat. Dari persamaan (8) dan persamaan (9) diperoleh ( f ) p −1 ≡ p − 1 (mod p2 ). (10) f −1 p Persamaan (7) dan persamaan (10) terbukti untuk bagian pertama dari persamaaan (5). 2 Teorema 9 [4] Jika n > 1 dan q > 1 adalah bilangan bulat sehingga ( ) n−1 ≡ (−1)k (mod q), k (11) untuk setiap bilangan bulat k ∈ {0, 1, ..., n − 1}, maka q adalah bilangan prima dan n adalah pangkat dari bilangan prima q. 8 Bukti. Misalkan k = 1 pada persamaan (11), lalu diperoleh ) ( n−1 ≡ (−1)1 (mod q), 1 (n − 1)! ≡ (−1)1 (mod q), 1!(n − 1 − 1)! (n − 1)! ≡ −1 (mod q), 1!(n − 2)! (n − 1)(n − 2)(n − 3)(n − 4) · · · ≡ −1 (mod q), 1! (n − 2)(n − 3)(n − 4) · · · (n − 1) ≡ −1 (mod q), 1 n − 1 ≡ −1 (mod q), n ≡ 0 (mod q). Oleh karena n ≡ 0 (mod q), jika p adalah pembagi utama q, maka n dapat dinyatakan sebagai n = spf , dimana f dan s adalah bilangan bulat positif sehingga s tidak habis dibagi p. Oleh karena itu pembuktiannya dibagi dalam tiga kasus yaitu: Kasus 1 : s = f = 1. Kemudian n = p, karena n ≡ 0 (mod q) maka q = p. Kasus 2 : s = 1 dan f ≥ 2. Kemudian n = pf , dan oleh karena itu kongruen n ≡ 0 (mod q) berikut bahwa q = pe dengan 1 ≤ e ≤ f . Dengan menggunakan persamaan (5) diperoleh ( ) ( f ) { p − 1 (mod p2 ) jika p ≥ 3, n−1 p −1 = ≡ (12) pf −1 pf −1 3 (mod 4) jika p = 2. Misalkan terdapat e ≥ 2 pada persamaan (11), dengan k = pf −1 mengurangi hasil modulo p2 sehingga diperoleh ( ) ( f ) { −1 (mod p2 ) jika p ≥ 3, n−1 p −1 = ≡ (13) pf −1 pf −1 1 (mod 4) jika p = 2. Perbandingan persamaan (12) dan persamaan (13) didapat p ≡ 0(mod p2 ). Kontradiksi ini menunjukkan e = 1 atau ekuivalen q = p. Kasus 3 : s ≥ 2. Misalkan s= t ∑ si pi , i=o dengan 0 ≤ si ≤ p − 1 untuk semua i = 1, ..., t dan 1 ≤ s0 ≤ p − 1. Berdasarkan 9 Teorema Lucas, ) ( f ) ( sp − 1 n−1 = , pf pf ∑ −1 ( ) (∑t ) i+f n−1 + (s0 − 1)pf + fi=0 (p − 1)pi i=0 si p = , pf pf ) ( ) ( s0 − 1 n−1 ≡ = s0 − 1, 1 pf ( ) n−1 ≡ s − 1 (mod p). pf (14) Persamaan (14) dan persamaan (11) dengan k = pf berarti bahwa s − 1 ≡ f (−1)p (mod p). Ini menunjukkan bahwa s ≡ 0 (mod p), yang merupakan kontradiksi dengan (14). Sehingga hal ini tidak mungkin. 2 4. CONTOH PENERAPAN Misalkan p = 5 dan f = 2, dengan menggunakan koefisien binomial dapat ditunjukkan bahwa hasil kongruennya adalah p − 1 (mod p2 ). ( 2 ) ( ) 5 −1 25 − 1 = , 5 5 ( 2 ) ( ) 5 −1 24 = , 5 5 ( 2 ) 5 −1 24! , = 5!(24 − 5)! 5 ( 2 ) 5 −1 24! = , 5 5!19! ( 2 ) 5 −1 6, 204484017 × 1023 = , 5 1, 459741205 × 1019 ( 2 ) 5 −1 = 4, 250399999 × 104 , 5 ( 2 ) 5 −1 = 42504. 5 Karena 42504 ≡ 4 (mod 25), maka ( 2 ) 5 −1 ≡ 4 (mod 25). 5 Oleh karena itu terbukti hasil kongruennya adalah 4 (mod 25). 10 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kriteria prima berdasarkan kongruen Lucas diperoleh dari kongruen binomial sisa hasil bagi dari bilangan prima yang ditentukan dengan menggunakan koefisien binomial dan Teorema Lucas serta juga dengan menerapkan Teorema binomialnya. Salah satu kriteria yang diperoleh adalah ( ) n−1 ≡ (−1)k (mod q), k jika n dan q adalah bilangan bulat yang lebih besar dari satu dan untuk setiap bilangan bulat k ∈ {0, 1, ..., n − 1} maka q merupakan bilangan prima dan n adalah pangkat dari bilangan prima. DAFTAR PUSTAKA [1] D. M. Burton, Elementary Number Theory, Allyn and Bacon, Boston, 1980. [2] N. J. Fine, Binomial coefficient modulo a prime, The American Math Monthly, 54 (1947), 589-59. [3] T. Koshy, Elementary Number Theory with Applications, Second Edition, Elsevier Academic Press, London, 2007. [4] R. Mestrovic, A primality criterion based on Lucas’ congruence, International Journal of Number Theory, 12 (2015) 1-5. 11