KATA PENGANTAR Buku Panduan Budidaya Tembakau Besuki NaOogst ini merupakan petunjuk untuk melaksanakan praktek budidaya tembakau yang baik (Good Tobacco Practices/GTP) bagi petani tembakau. Materi yang tertuang dalam buku panduan ini merupakan Paket Teknologi Usahatani Tembakau Cerutu Besuki Na-Oogst mulai dari pemilihan lokasi lahan, kegiatan budidaya (prapanen) sampai teknis pengolahan hasil pasca panen) yang sangat berguna dan menentukan bagi keberhasilan usaha tani tembakau cerutu Besuki Na-Oogst. Buku Panduan ini disusun dalam rangka meningkatkan pembinaan pertembakauan di Jawa Timur, dengan harapan dapat menambah wawasan dan dijadikan acuan bagi para penyuluh perkebunan khususnya dan petani pada umumnya. Kami menyadari bahwa dalam buku panduan ini akan dijumpai adanya kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami mengharap adanya masukan dari semua pihak untuk penyempurnaan buku panduan ini selanjutnya. Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk mendukung kegiatan petani dalam melaksanakan usaha tani tembakau Kasturi, sehingga diperoleh hasil yang lebih memadai dan menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Surabaya, i 2011 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................... ii BAB I. PEMILIHAN LOKASI PRODUKSI ................ 1 1. Medan Lokasi Tanaman ...................................... 1 2. Sumber Air Pengairan .......................................... 1 3. Drainasi ................................................................... 2 4. Kesuburan Lahan ................................................. 2 5. Kesehatan Lahan .................................................. 3 6. Kesehatan Lingkungan ......................................... 4 BAB II. PEMBIBITAN ......................................................... 5 1. Pembibitan Tradisional ........................................ 5 2. Pembibitan BSC dan Polibag ............................. 7 3. Pembibitan Pottray .............................................. 9 4. Mengendalikan Pertumbuhan Bibit .................. 11 5. Mengendalikan Hama Penyakit di Pembibitan. 16 BAB III. TEKNIK PENANAMAN ..................................... 22 1. Rancang Bangun Tanaman .................................. 22 2. Penetapan Jadwal Tanam .................................... 25 3. Tehnik Pengolahan Tanah .................................. 29 4. Mengantisipasi Masalah Persiapan ..................... 32 5. Menanam Dan Menyulam ................................. 35 BAB IV. PENGENDALIAN PERTUMBUHAN TANAMAN ............................................................... 38 1. Pertumbuhan Tanaman Besuki Na–Oogst .... 38 2. Standard Pertumbuhan Tanaman ....................... 41 3. Pengolahan Tanah Susulan ................................. 42 4. Perlakuan Pemupukan ......................................... 43 5. Perlakuan Pengairan ............................................ 45 ii BAB V. PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT ........ 1. Hama Mematikan Tanaman Tembakau ............ 2. Hama Merugikan Produksi ............................... 3. Penyakit Mematikan Tanaman Tembakau ........ 4. Penyakit Merugikan Produksi ............................ 5. Hama Penyakit Digudang Pengering ................. BAB VI. PANEN DAN PENGERINGAN ...................... 1. Persiapan Panen ................................................... 2. Panen Dan Angkutan ........................................... 3. Gudang Pengering ................................................ 4. Persiapan Pengeringan ......................................... 5. Tehnik Pengeringan Dan Rompos ..................... Daftar Pustaka ............................................................................... iii 48 48 50 54 57 62 66 66 73 79 85 91 109 BAB I. PEMILIHAN LOKASI 1. Lokasi Tanaman a. Terbuka dan mendapatkan sinar matahari penuh. b. Intensitas sinar matahari rendah menghasilkan bahan dekblad karena daun tembakau lebih tipis. c. Intensitas sinar matahari sedang menghasilkan bahan omblad dan filler. d. Fotoperiode tanaman tembakau berhari pendek cepat berbunga, tumbuh lebih cepat, menghasilkan daun lebih sedikit. e. Ketinggian lokasi f. Dataran rendah pada umumnya merupakan lahan yang paling baik untuk tanaman Besuki Na–Oogst, dataran menengah yang biasanya sedikit bergelombang masih memungkinkan ditanami tembakau Besuki Na–Oogst. Lahan didataran tinggi sebaiknya tidak ditanami tembakau Besuki Na–Oogst. 1 2. Sumber Air a. Tembakau Besuki Na–Oogst tradisional membutuhkan air cukup besar, diperkirakan kebutuhan airnya mendekati kebutuhan tanaman padi. b. Tembakau Besuki Na–Oogst tanam awal (Besnota) yang ditanam pada awal musim kemarau seringkali harus menggunakan springkler irrigation apabila musim kemarau panjang. c. Sumber air dapat berupa pengairan teknis, sungai alami, air sumur dan air hujan. 3. Drainasi Tanaman tembakau tidak menghendaki air berlebihan/ tergenang yang dapat menyebabkan layu/lengger apabila terjadi genangan air dalam waktu cukup lama. Defisiensi oksigen terjadi pada tanah ringan/sedang pada lahan yang permukaan air tanahnya tinggi. 4. Kesuburan Lahan a. Kedalaman lapis olah (top soil) Semakin tebal lapisan top soil akan memungkinkan akar tembakau berkembang lebih luas. Lapisan top soil 2 tergolong sangat tebal apabila > 30 cm, tebal apabila kedalamnya 25–30 cm, sedang apabila sedalam 20–25 cm, tipis apabila sedalam 15–20 cm, dan sangat tipis apabila kurang dari 10 cm. b. Tekstur tanah Pada tanah ringan dan mudah diolah, perakaran berkembang sangat luas tetapi pada permukaan air tanah tinggi mudah terjadi defisiensi oksigen. Sedangkan pada tanah berat, yang susah diolah untuk membentuk struktur remah, akar berkembang terbatas, tetapi apabila pengolahan tanah baik akar dapat berkembang cukup baik. Tanah sangat berat dan tanah sangat ringan (berpasir tinggi) jarang ditanami tembakau. c. Kandungan bahan organik Tanah-tanah tembakau Besuki Na-Oogst umumnya kandungan bahan organiknya rendah sampai sangat rendah. d. Permukaan air tanah (PAT) Permukaan air tanah tinggi atau “tanah ngompol” yaitu dimana air tanah nampak sampai top soil. Tanah dengan PAT tinggi hanya dapat ditanami tembakau dengan perlakuan drainase yang memadai. 3 5. Kesehatan Lahan Kesehatan lahan berkaitan erat dengan timbulnya hama penyakit “soil borne“, seperti nematoda, ulat tanah, Virus TMV, Phytophthora nicotianae, Bacteri Erwinia carotovora dan lainlain. Lahan tanaman padi (sawah) merupakan lahan yang lebih sehat bila dibandingkan dengan lahan kering atau tanah tegalan. Lahan sehat dapat diperoleh bila rotasi tanaman padi selama kurang lebih 2 tahun sekali (glebakan). Lahan sawah tekstur ringan yang hanya ditanami padi satu kali saja beresiko mendapatkan serangan hama penyakit “soil borne”. 6. Kesehatan Lingkungan a. Kesehatan lingkungan sangat berkaitan dengan penularan hama penyakit “soil borne”, seperti ulat Helicoverpa, Spodoptera; serangga penghisap; virus CMV, TEV, TCLV (Krupuk = Pseudo Mozaik) b. Lingkungan sehat adalah medan terbuka dengan tanaman padi dengan hamparan sangat luas. c. Lingkungan kurang sehat adalah lingkungan yang ditanami secara bersamaan Solanaceae (Lombok, terong), dan Cucurbitaceae (mentimun, semangka, melon). 4 d. Lingkungan tidak sehat adalah pada satu lokasi ditanami beberapa jenis tembakau dengan jadwal tanam tidak bersamaan dan tanaman tembakau Besuki Na–Oogst ditanam lebih akhir. e. Lingkungan sangat beresiko bila ada tanaman inang disekitar lahan yang ditanam terlebih dahulu. 5 BAB II. PEMBIBITAN 1. Pembibitan Tradisional 1.1. Bedengan sangat sederhana a. Ukuran bedengan 4 m X 80 cm, dengan tanah yang diolah secara sederhana. b. Seringkali benih tembakau disebar tanpa dikecambahkan terlebih dahulu (biasanya dicampur dengan pasir halus atau abu) dan ditutup dengan jerami. c. Atap bedengan dibuat untuk menghindari kerusakan karena hujan, biasanya dari plastik putih (tembus cahaya) dengan kerangka dari belahan bambu. d. Pengairan dilakukan dengan leb/torapan. e. Bila pertumbuhan bibit tidak merata, dilakukan pencabutan bibit secara bertahap (beberapa kali) untuk ditanam. 1.2. Bedengan tradisional a. Ukuran bedengan berkisar 100 X 800 cm atau 100 X 400 cm dengan tinggi bedengan 25-35 cm. Pengolahan dilakukan dengan gebrus silak, dan 6 permukaan diperhalus dengan ketebalan sekitar 10 cm. b. Kerangka atap bedengan. Terbuat dari bambu terdiri dari tiang muka (lebih tinggi ± 100 cm) dan tiang belakang (lebih rendah ± 70 cm) dengan atap dari blabad (daun tebu). Atap bedengan dibuka setelah bibit cukup kuat menahan pukulan air hujan (umur 25-30 hari). c. Benih tembakau dikecambahkan terlebih dahulu sekitar 70 jam, sebelum dilakukan sebaran. Sebaran benih dilakukan dengan alat gembor dengan tlomeng kasar (khusus). d. Perlakuan pengairan dilakukan dengan menyiram memakai gembor dengan tlomeng halus. Siraman dengan tlomeng kasar dilaku-kan setelah bibit cukup besar (daun saling menutupi satu dengan yang lain). e. Dilakukan penjarangan agar bibit tumbuh teratur dengan jarak satu sama lain sekitar 5 cm. Pertumbuhan bibit pada umumnya cukup rata dan dicabut untuk ditanam pada umur 40 hari - 50 hari. 7 2. Pembibitan BSC dan Polibag 2.1. Bedengan BSC a. Bedengan sistem BSC adalah perbaikan dari sistem tradisional dengan bedengan dan konstruksi atap yang sama dengan bedengan tradisional. Bedengan sistem BSC untuk pertama kali ditemukan oleh Soeripno pada tahun 1992 dilokasi Klompangan. Bedengan sebar dimana benih tembakau disebar dan tumbuh sampai berdaun 3 atau 4 lembar. Satu bedengan sebar dengan sebaran yang rapat (8 gram/bedeng) dapat melayani kebutuhan bedengan tanam sebanyak 12 bedeng. Bedengan tanam yang disiapkan lubang bibit dengan jarak sekitar 5 cm. Pada lubang tersebut diisi media tumbuh yang merupakan campuran pupuk kandang dan tanah atau kompos dengan tanah dengan perbandingan 1 : 3. b. Pindah bibit dilakukan pada saat bibit berdaun 3 - 4 lembar atau pada umur sekitar 10 hari sampai 15 hari ke bedengan tanam. 8 c. Perlakuan pengairan dilakukan dengan siraman, memakai gembor atau menggunakan mesin PS (Power Sprayer). d. Pertumbuhan bibit sangat teratur dan rata, sehingga dapat dilakukan pencabutan bibit secara serentak (sekaligus dapat ditanam bersama-sama). e. Bibit tembakau tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bedengan tradisional yaitu dapat ditanam pada umur sekitar 35 hari. Pemindahan bibit dilakukan dengan diputer dengan alat solet, sehingga media perakaran terikut (agar tanaman langsung hidup tanpa mengalami stres berat). 2.2. Bedengan Polibag a. Pembibitan sistem polibag adalah pembibitan dengan media tumbuh menggunakan polibag yang terbuat dari potongan sosis (kantong plastik) dengan ukuran 4 X 3 cm. Media dalam sosis terbuat dari campuran tanah sedang (top soil) dengan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1. Untuk TTN menggunakan Kompos SSK yaitu Serbuk Sabut Kelapa yang telah difermentasi dan ditambahkan pupuk kandang, tanah, kapur dan pupuk anorganik. 9 b. Bahan tanam yang ditanam dipolibag, untuk PTPN X menggunakan benih pilen sedangkan TTN menggunakan bibit kecil yang dipindahkan dari bedengan sebar. TTN mempertimbangkan bahwa benih pilen cukup mahal, masih banyak yang tidak tumbuh (± 30 %). c. Konstruksi dan ukuran atap bedengan dapat menggunakan bedengan tradisional maupun menggunakan model bedengan atap sungkup (BAS) yang menggunakan bahan plastik dan waring bekas. d. Perlakuan pengairan dengan menggunakan gembor siraman atau menggunakan mesin power sprayer (untuk memperoleh siraman yang halus seperti kabut). e. Pertumbuhan bibit pada umumnya kurang rata dan perlu dilakukan sortasi sebelum ditanam agar diperoleh tanaman tembakau yang lebih merata. Bibit polibag dapat ditanam pada umur sekitar 30 hari. Bibit polibag mempunyai kelebihan yaitu langsung hidup pada saat ditanam atau tidak mengalami hambatan pertumbuhan sejak ditanam. 10 3. Pembibitan pottray 3.1. Pembibitan sistem pottray adalah menumbuhkan bibit tembakau pada media bibit yang diletakkan pada pottray yang terbuat dari bahan plastik. Ukuran pottray yang tersedia dipasaran bervariasi antara : 38 cm X 58 cm (berisi 80 lubang bibit); 40 cm X 60 cm, berisi 240 lubang bibit; dan 40 cm X 60 cm berisi 260 lubang bibit. 3.2. Ada beberapa variasi penyebaran benih dalam sistem pembibitan pottray : a. Menanam bibit kecil dari bedengan sebar ke media pottray yang telah berdaun 3 - 4 lembar b. Menyebar benih tembakau pada pottray dengan alat penyebar atau menggunakan mesin seperti yang dilaksanakan oleh PT Tempu Rejo. c. Menyebar benih pilen pada pottray satu persatu baik menggunakan mesin atau dilakukan secara manual. 3.3. Beberapa variasi atap bedengan dan lain-lain a. Konstruksi atap bedengan sangat bervariasi mulai menyerupai bedengan tradisional, atau dengan fondasi yang permanen, atau didalam green house maupun atap plastik yang sangat luas seperti dilaksanakan PT Tempu Rejo. 11 b. Media tumbuh untuk pembibitan dapat menggunakan media yang sama dengan media pada polibag. Untuk pemberian nutrisi secara hidroponik dapat menggunakan pasir halus atau media yang tersedia dipasaran internasional seperti Carolina Gold. c. Sistem pengairan pun bervariasi Semi flood system yaitu meletakkan pottray pada genangan air yang dibuat sesuai ukuran pottray, sehingga tidak perlu melakukan siraman. Menyemprot dengan mesin traktor seperti yang dilaksanakan oleh PT Tempu Rejo. Melakukan siraman biasa dengan gembor atau mesin PS yang dioperasikan secara manual. d. Bibit pottray siap ditanam ke lapangan pada umur 40 70 hari, dengan mencabut bibit pada pottray dimana media beserta perakaran tembakau terikut semuanya. 4. Mengendalikan Pertumbuhan Bibit 4.1. Jumlah kebutuhan bibit a. Kebutuhan bibit per hektar secara umum populasinya berkisar 20.000 tanaman/Ha. Untuk lokasi tertentu pada kondisi kering mungkin dapat mencapai jumlah populasi 12 tanaman sampai 27.000 tanaman/Ha atau populasi lebih sedikit pada kondisi basah. b. Tanaman yang baik berasal dari bibit yang seragam, sehat dan kuat. Pada kenyataannya keseragaman bibit pada bedengan sangat bervariasi antara 50 - 70 %. Oleh karena itu perlu diperhitungkan dalam kebutuhan tanaman. c. Bibit untuk cadangan sulaman perlu dilakukan Bedengan tradisional berkisar 30% Bedengan BSC berkisar 5% Bedengan polibag atau pottray berkisar 3% d. Persediaan bibit untuk tanam ulang, apabila ada serangan hama penyakit berkisar 10 %. e. Kekurangan bibit tidak dapat dikejar dengan menyebar ulang dalam waktu dekat. 4.2. Tujuan mengendalikan pertumbuhan bibit a. Pengendalian pertumbuhan bibit bertujuan : Menyesuaikan jadwal tanam dilapangan. Membuat bibit sehat dan kuat (tahan terhadap cuaca kering dan serangan hama/penyakit). 13 Membuat ukuran bibit sesuai dengan standard yang diperlukan. b. Pada hakekatnya tanaman tembakau adalah tanaman tahunan yang diperlakukan sebagai tanaman semusim dengan cara mengendalikan pertumbuhannya baik dipembibitan maupun dipertanaman. Oleh karena itu tidak heran apabila umur bibit siap tanam sangat bervariasi. Bibit polibag atau BSC dalam keadaan tumbuh cepat dapat ditanam pada umur 30 – 35 hari. Bibit pada bedengan tradisional ditanam pada umur 40 - 55 hari. Bibit polibag atau pottray yang ditahan pertumbuhannya dapat ditanam antara umur 65 75 hari. c. Hal yang terpenting adalah ukuran bibit tembakau tetap dalam batas “ukuran bibit” meskipun umur bibit sangat tua. d. Pendapat umum yang tidak benar adalah bahwa bibit yang tua menyebabkan jumlah daun berkurang atau produksi menurun drastis. Bibit tertua yang pernah 14 ditanam dengan umur 82 hari pertumbuhan dan produksinya masih cukup baik. 4.3. Tehnik mengendalikan pertumbuhan bibit a. Pengendalian pertumbuhan bibit tembakau dapat dilakukan dengan cara mengatur jarak antar bibit. Jarak antar bibit berkaitan langsung dengan intensitas sinar matahari yang sampai pada batang atau daun bibit tembakau. Bibit terlalu rapat mengakibatkan bibit tumbuh etiolase atau “nyacing” dimana mudah mati atau mudah terserang penyakit jamur atau bakteri dipertanaman. Bibit yang terlalu jarang menyebabkan bibit sangat pendek (hampir tidak mempunyai batang) dimana ada sedikit kesulitan dalam penananam bibit. Bibit tembakau dengan jarak yang tepat akan mempunyai batang yang kuat, lebih tahan terhadap kekeringan dilapangan dan tahan terhadap serangan penyakit. b. Perlakuan pengairan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit tembakau, yaitu berfungsi untuk memacu pertumbuhan ataupun untuk menahan pertumbuhan bibit. 15 Untuk membuat bibit yang kuat perlu dilakukan tarangan pada bibit yang telah berumur lebih dari 30 hari dengan cara menghentikan siraman selama ± 3 hari (hardening). Untuk memacu pertumbuhan bibit yang lambat dapat dilakukan siram payung (mengikat tlomeng pada ujung gembor siraman) ataupun dalam keedaan terpaksa melakukan torapan pada bedengan (kemungkinan kesulitan mendapatkan air secara kontinyu). c. Membuka atap bedengan secara penuh, dilakukan bila bibit sudah tahan terhadap pukulan air hujan. Membuka atap bedengan mengurangi kelembaban udara diatas bedengan sekaligus memasukkan sinar matahari lebih banyak, sehingga dapat menahan pertumbuhan bibit. d. Pangkasan bibit atau “clipping” dilakukan dengan memangkas sebagian daun yang bertujuan : Meratakan pertumbuhan bibit (bibit yang kecil dapat mengejar bibit yang besar). Menunda waktu/jadwal tanam karena berbagai sebab dan tujuan pada tanaman. 16 Membuat batang bibit lebih kuat dan sehat (tidak mudah mati atau terserang penyakit). e. Menghentikan pengairan dalam waktu cukup lama (710 hari), dapat dilakukan dengan tujuan menunda jadwal tanam karena melesetnya prakiraan cuaca maupun karena persiapan lahan tanaman mengalami masalah. 5. Mengendalikan hama penyakit di pembibitan 5.1. Hama penyakit di pembibitan a. Hama dan penyakit yang sering menyerang bedengan sebar adalah : Semut merah, memakan biji tembakau yang sedang berkecambah. Bedengan sebar yang terlalu rapat sering mendapatkan serangan penyakit lanas atau bakteri. Hal ini sering terjadi jika atap bedengan bocor. b. Hama dan penyakit yang dapat menyerang pembibitan/bedengan tanam adalah : Ulat daun (utamanya Spodoptera litura). Serangga penghisap (Myzus percicae = rok kerok, Thrips tabaci, Bemisia tabaci), belalang. 17 Penyakit jamur berupa penyakit lanas (Phytophthora nicotianae), tol–tol (Cercospora nicotianae). Penyakit bakteri atau busuk batang = black leg (Erwinia carotovora). Penyakit virus TMV, Krupuk, TEV, CMV dan lain-lain. c. Hama dipembibitan yang beresiko menular dilapangan antara lain adalah ulat (masih dalam bentuk telur atau ulat kecil), Myzus percicae (rok– kerok), Thrips tabaci. d. Penyakit dipembibitan yang dapat menular di lapangan adalah Phytium sp., penyakit lanas (Pythopthora nicotianae), Tol–tol (Cercospora nicotianae), penyakit bakteri (Erwinia carotovora) penyakit virus (TMV, CMV, TEV). e. Penyakit virus yang sudah menginfeksi dipembibitan seringkali gejalanya tidak nampak, dan baru nampak dilapangan sesudah tanaman berumur kurang dari 20 hari. 18 5.2. Mengendalikan HPT Pembibitan a. Untuk mengendalikan hama semut maka diberi umpan dedak jagung dicampur gula (perbandingan 2 kg dedak jagung dicampur 0,25 gula pasir). b. Untuk menghindari penularan penyakit virus (utamanya TMV), maka pekerja dipembibitan harus cuci tangan dengan larutan sabun hijau dan TNP (5 liter air dengan 40 gram sabun hijau dan 60 gram TNP) atau dengan larutan sabun detegent 100 gram pada 5 liter air. c. EWS (Early Warning System) atau pengamatan dini perlu dilakukan setiap hari agar tidak terlambat mengambil tindakan. Sanitasi lingkungan yaitu kompleks pembibitan harus bebas dari tanaman inang. Setiap ada serangan penyakit virus harus segera dicabut dan dimasukkan kedalam lubang sanitasi. Bedengan yang terserang penyakit lanas atau bakteri dilakukan isolasi dan bibit disekitarnya tidak ditanam (dimusnahkan). Apabilla nampak ada serangan hama ulat dan hama lain segera dilakukan pengendalian dengan insektisida. 19 d. Pengendalian rutin pada pembibitan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya ledakan hama dan penyakit dipembibitan. Pengendalian rutin dilakukan setelah siraman selesai pada hari tersebut. 1. Jadwal pengendalian bedengan sebar Tabel 1. Contoh Pengendalian Rutin Bedengan Sebar Umur H-1 H-0 H+7 H + 11 H + 15 Pestisida Buldok 25 EC Umpan semut - Gula - Dedak Jagung Konsentrasi Dosis 2 cc/lt 4 bed/KSS Manzate 200 20 gr / KSS Manzate 200 Decis 2,5 EC Antracol 70 WP Buldok 25 EC Manzate 200 Buldok 25 EC Antracol 70 WP 20 gr / KSS 8 bed/KSS 10 cc / KSS 20 gr / KSS 7 bed/KSS 10 cc / KSS 20 gr / KSS 10 cc / KSS 7 bed/KSS 20 gr / KSS Keterangan Racun Semut 0.25 kg 2.00 kg 20 6 bed Dipinggir bedengan Jika terdapat sisa bibit Jika terdapat sisa bibit 2. Jadwal pengendalian bedengan tanam Tabel 2. Contoh Pengendalian Bedengan Tanam Sistem Polibag Umur 14 18 22 26 29 32 35 38 41 44 47 50 53 Pestisida Manzate 200 Decis 2,5 EC Bion M Buldok 25 EC Antracol 70 WP Decis 2,5 EC Antracol Confidor 200 SL Alto 100 SL Buldok 25 EC Agrept 20 WP Decis 25 EC FT Regent 50 SC Antracol 70 WP Buldok 25 EC Bayleton Confidor 200 SL FT Decis 2,5 EC Folicur Buldok 25 EC Antracol 70 WP Regent 50 SC FT Buldok 25 EC Konsentrasi Dosis Keterangan 20 gr / KSS KSS = saval 7 bed/KSS 10 cc / KSS 20 gr / KSS 6 bed /KSS 10 cc / KSS 20 gr / KSS 5 bed / KSS 10 cc / KSS 20 gr / KSS 5 bed / KSS 2 cc / KSS 2 cc / KSS 4 bed / KSS 10 cc / KSS 5 gr / KSS 4 bed / KSS 10 cc / KSS 20 gr / KSS FT= fumgisida 3 bed / KSS TTN 10 cc / KSS 20 gr / KSS 3 bed / KSS 10 cc / KSS 2 cc / KSS 3 bed / KSS 3 cc / KSS 20 gr / KSS Jika bibit 3 bed / KSS belum ditanam 10 cc / KSS 2 cc / KSS Jika bibit 3 bed / KSS belum ditanam 10 cc / KSS 20 gr / KSS Jika bibit 3 bed / KSS belum ditanam 10 cc / KSS 20 gr / KSS Jika bibit 3 bed / KSS belum ditanam 10 cc / KSS 21 3. Pengendalian ekstra Tabel 3. Contoh Pengendalian Ekstra Bedengan Tanam Sistem Polibag Umur Racun ekstra Bedengan Sebar Racun ekstra Bedengan Tanam Setiap kali clipping Setiap kali habis clipping Setiap kali akan tanam Pestisida Ridomil Gold 350 ES Agrept 20 WP Apsa Ridomil Gold 350 ES Agrept 20 WP Apsa Konsentrasi Dosis 5 gr/KSS 6 bed/ KSS 5 gr/ KSS 2 cc/KSS 5 gr/KSS 10 cc/KSS Apsa 2 cc/KSS Sabun Hijau atau Rovral 50 SC Rovral 50 SC Jika ada serangan penyakit jamur/bakteri 3 bed/ KSS Jika ada serangan Thrips tabaci atau Virus 15 gr / liter air 2 gr/ liter air 20 gr/KSS (Iprodion 50 gr/liter) Apsa 2 cc/KSS FT (Fungisida TTN) 20 gram / KSS 22 Jika ada serangan penyakit jamur/bakteri 3 bed/ KSS 5 gr/ KSS 2 cc/KSS Regent 50 SC Keterangan Desifektan pada gunting pangkas 3 bed/ KSS 3 bed/ KSS Diluar jadwal rutin Diluar jadwal rutin BAB III. TEKNIK PENANAMAN 1. Rancang Bangun Tanaman 1.1. Jarak Tanam dan Arah Barisan a. Arah barisan Timur Barat. Setiap tanaman mendapatkan sinar matahari yang cukup (daun yang tumbuh disamping kanan kiri). Agar sinar matahari lebih merata, maka jarak antar barisan tidak terlalu jarang, dan jarak tanam didalam barisan harus lebih jarang. Sebagai contoh dengan jarak 90 cm x 50 cm. b. Arah barisan Utara Selatan. Daun tembakau lebih berwarna terang. Jarak antar tanaman dapat lebih rapat dan antar barisan harus cukup jarang. Sebagai contoh 100 cm x 40 cm. c. Pada lahan miring sebaiknya menanam sesuai dengan kemiringan tanah, agar mendapatkan sinar lebih merata dan populasi tanaman lebih tinggi. 1.2. Barisan Tunggal a. Mendapatkan sinar matahari merata, dimana setiap helai daun akan mendapatkan sinar matahari lebih merata. 23 b. Perakaran kurang air pada cuaca kering agak sulit membentuk guludan gemuk dan tinggi. c. Tinggi guludan terbatas, karena tanah akan mudah longsor kembali setelah digulud. 1.3. Barisan Ganda a. Sinar matahari dalam barisan kurang, daun sebelah dalam akan berwarna lebih terang dan lebih tipis. b. Guludan tinggi, dengan menghimpun tanah diantara barisan tanaman (dapat menggali diantara barisan ganda). c. Kelembaban air cukup, berguna untuk mempercepat pertumbuhan pada musim kemarau. 1.4. Sistem Semi Ganda a. Pada awal tanam dipelihara sebagai tanaman barisan tunggal, pada akhir (gulud II) dilakukan guludan ganda. Sebagai contoh adalah (110 + 90) x 40 cm. Dengan demikian setiap daun mendapatkan sinar matahari penuh, namun dimungkinkan pula bisa membuat guludan lebih gemuk, dengan tujuan tanaman dapat tumbuh lebih cepat. 24 b. Mengefisienkan lapisan olah. Lapisan olah yang sangat terbatas diletakkan pada daerah perakaran, dengan dibentuk guludan lebih gemuk dan tinggi maka potensi tanah subur dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman. c. Merangsang akar adventif. Dengan tertutupnya batang tanaman tembakau bagian bawah, maka secara cepat akan merangsang pembentukan akar adventif, yang berfungsi memacu pertumbuhan tanaman tembakau. d. Antisipasi perubahan cuaca. Pada cuaca kering dapat dibentuk guludan ganda, sedangkan pada cuaca basah dimungkinkan untuk tetap dibangun barisan tunggal. e. Antisipasi pengolahan tanah susulan. Dengan sistem ini pengolahan dapat disempurnakan selama pemeliharaan tanaman, meskipun agak terlambat. Khususnya pada saat tanah kosong dan jadwal tanam sangat mendesak. 1.5. Design lain-lain a. System Drainage. Menanam tembakau Besuki NO harus dengan got, merupakan persyaratan utama. Menanan tembakau dimungkinkan tanpa brujul, 25 tetapi tidak mungkin tanpa got. Got pembuangan dibuat searah dengan miringnya tanah atau sejajar dengan barisan tanaman. Got buangan minimal dengan jarak 50 m, dengan ukuran 60 x 60 cm sampai 75 x 75 cm. Got penampungan dibuat memotong arah barisan tanaman, dengan ukuran 50 x 50 cm atau minimal 40 x 40 cm. Jarak antar got sekitar 5 - 10 m. b. Jalan kontrol/transportasi. Tidak adanya jalan angkutan, maka daun tembakau yang tumbuh dipinggir akan rusak terkena singgungan keranjang petik. c. Pembagian seri/blok. Penanaman seri awal biasa dibuat dari tempat yang jauh dari jalan atau jauh dari sumber air, untuk menghindatri penularan penyakit. 2. Penetapan Jadwal Tanam 2.1. Fungsi Perencanaan a. Masa produksi sangat pendek. Masa produksi tanaman tembakau Besuki Na-Oogst terpendek dibandingkan dengan tanaman tembakau lainnya. Tembakau Besuki-NO dapat dipanen pada umur 45 HST. Untuk itu dibutuhkan perencanaan yang baik. 26 b. Mirip dengan hajat perkawinan. Pada saat panen tembakau dimulai. dapat diibaratkan Beberapa bulan pesta perkawinan sebelumnya harus mempersiapkan sagala kebutuhan, seperti pupuk, lahan kayu bakar, gudang pengering dan lain-lain. c. Faktor sangat banyak. Untuk mencapai sukses banyak faktor yang harus diperhitungkan dan dipersiapkan secara baik. Termasuk kemungkinan resiko kegagalan yang akan terjadi. 2.2. Pembentukan Kualitas a. Permintaan pasar. Setiap petani harus sudah tahu kemana tembakau hasil produksinya akan dijual, minimal sudah ada hubungan dengan calon pembeli tembakau tersebut. Sekaligus sudah mengetahui persyaratan kualitas yang dikehendaki. b. Kondisi tumbuh cepat. Hanya tanaman yang dapat tumbuh cepat saja dapat menghasilkan bahan dekblad baik atau omblad yang baik. c. Kondisi tumbuh lambat. Tanaman yang tumbuh lambat sebagian besar hanya menghasilkan filler karena daun akan sangat tebal. 27 d. Proses curing. Proses curing dalam kondisi teralu cepat, menghasilkan daun tembakau yellowish dengan kadar gula lebih tinggi. Tembakau Besuki Na-Oogst menghendaki curing lambat, namun tidak sampai terjadi proses pembusukan. 2.3. Prakiraan Cuaca a. Lamond Weather (Australia) yang didapat dari PT. Jarum Kudus yang mempunyai hubungan langsung ke Australia. b. BMG Karang Ploso (Malang) yang datanya biasa diterbitkan dua kali dalam satu tahun, yaitu untuk prakiraan musim kemarau dan prakiraan musim penghujan. c. Tradisional (Pranoto mongso, bulan purnama, berbunganya tanaman mangga), dapat dipergunakan sebagai kebiasaan, seperti mangga berbunga cepat atau berbuah baik, biasanya akan terjadi musim kemarau panjang. Apabila gagal berbunga biasanya akan terjadi cuaca cukup basah. d. Resiko perubahan cuaca (cuaca basah, cuaca kering). Boleh dikata tidak ada ramalan cuaca yang tepat betul, masing-masing dapat memperhatikan tanda28 tanda alam. Sebagai pengalaman, apabila musim kemarau mundur, maka musim penghujannya akan maju. 2.4. Jadwal Tanam Cuaca Basah a. Untuk Besnota agak mundur. Jika terlalu maju akan banyak mendapatkan serangan penyakit bakteri maupun penyakit jamur khususnya Cercospora nicotianae, produksi rendah kurang berbody. b. Untuk Besuki Na-Oogst lebih maju. Jika ditanam mundur akan terlalu banyak mendapatkan hujan (over beregend) dengan kualitas kehijauan, serta banyak serangan penyakit Cercospora nicotianae 2.5. Jadwal Tanam Cuaca Kering a. Untuk Besnota maju dari normal. Tanaman Besnota yang terlalu mundur akan menghasilkan daun tembakau nemor yang kurang disukai pasar. Pada cuaca sangat kering juga menyebabkan daya bakar jelek. b. Untuk Besuki Na-Oogst tradisional mundur dari normal. Tembakau Na-Oogst yang mengandalkan hujan, untuk pembentukan kualitasnya apabila ditanam maju, maka akan menghasilkan daun KOS 29 dan KAK yang nemor dan tidak dapat digunakan sebagai bahan dekblad maupun omblad. 3. Tehnik Pengolahan Tanah 3.1. Proses Pengolahan Tanah a. Perubahan sifat fisika, yaitu perubahan dari struktur padat menjadi gembur. Lahan tanaman padi berstruktur lumpur, yang pada akhirnya memadat. Perubahan struktur terjadi karena proses pengeringan tanah dan pembajakan. b. Perubahan sifat kimia, perubahan unsur kimia dari terjerap (terfiksasi) karena oksidasi menjadi unsur tersedia. Unsur P yang terjerap pada koloid monmorilonit sebagai AIPO4, akan terlepas menjadi P2O5. Demikian pula CaO, K2O, MgO dan lain-lain. pH tanah akan lebih baik, dari keadaan masam menjadi lebih netral. c. Kesehatan lahan. Lahan yang penuh dengan jerami atau sampah memungkinkan hama meletakkan telurnya pada sampah tersebut. Untuk mengurangi berkembangnya penyakit jamur/bakteri yaitu dengan membersihkan gulma, atau dengan pengeringan tanah. 30 3.2. Pembuatan Got a. Fungsi pengolahan tanah. Dengan menurunkan permukaan air tanah, maka udara akan masuk kedalam tanah dan akan berlangsung proses oksidasi didalam tanah. b. Fungsi pengairan. Untuk memasukkan air pengairan untuk keperluan siraman, torapan, maupun perlakuan springkler irrigation. c. Fungsi drainage. Untuk membuang air yang berlebihan, serta menurunkan permukaan air tanah, sehingga lahan menjadi lebih sehat. 3.3. Penebalan Lapisan Olah a. Terbatasnya ketebalan lapis olah, khususnya pada tanah berat dengan pengosongan yang terlambat atau pada cuaca basah. b. Tanah sub soil dinaikkan keatas lapis olah, untuk menambah luas perakaran dengan mengembangkan akar adventif tanaman tembakau. c. Perakaran tidak mengambil unsur hara pada sub soil, tetapi tetap pada lapisan yang lebih baik. 31 d. Mengaktifkan akar adventif. Dengan tertutupnya batang tanaman, dalam keadaan basah akan merangsang pembentukan akar adventif. 3.4. Membersihkan Gulma Dan Bekas Tanaman a. Mengurangi serangan hama dan penyakit. Hama ulat tanah dan beberapa penyakit berkembang pada sampah bekas gulma atau sisa batang padi. b. Mengganggu perakaran. Perakaran kurang berkembang pada kondisi yang banyak sampah didaerah perakaran. c. Cara membersihkan jerami atau gulma dapat dilakukan dengan cara membabat sebelum tanah diolah, kemudian dibakar dan abunya disebar merata pada lahan. Membersihkan bekas pokok tanaman padi dan sisa gulma diulangi setelah tanah dibajak 2 kali atau dipacul satu kali. Pekerjaan ini biasa disebut gam-gam. 3.5. Membentuk Struktur Gembur a. Tanah ringan, mudah diolah tetapi juga mudah memadat kembali. Tanpa perlakuan torapan, jika betul-betul tidak kering, maka dapat langsung dilakukan pembajakan. 32 b. Tanah sedang, mudah diolah, tidak mudah memadat jika tertimpa hujan. Tanah dikeringkan sebelum dibajak, dalam kondisi kering dilakukan torapan. Setelah beberapa hari cukup dalam jangka olah, maka dilakukan pembajakan yang akan menghasilkan struktur gembur. c. Tanah berat. Untuk membentuk struktur gembur harus betul-betul dikeringkan, kemudian disiram air. Untuk tanaman Besuki NO yang cukup waktu atau cukup air dapat dilakukan torapan. Dengan resiko memadat kembali, jika terlalu banyak air dimasukkan kelahan. 4. Mengantisipasi Masalah Persiapan 4.1. Pengosongan Lahan Terlambat a. Drainage didahulukan, agar proses pengeringan tanah berjalan lebih cepat, karena pendeknya waktu pengolahan tanah dan persiapan lainnya. b. Sistem PLO. Tanah basah diolah dengan sistem got (dibuat got jarak 2,5 – 3 m) dengan kedalaman 70 90 cm. Brujul mungkin cukup dilaksanakan satu kali saja. 33 c. Barisan semi ganda dimana tanaman ditanam diperengan guludan semi ganda. Pengolahan tanah susulan dikerjakan dengan sangat intensif, karena sedikit waktu tidak bisa mengolah tanah secara sempurna khususnya pada tanah berat. 4.2. Tanah Berat a. Pengeringan tanah butuh waktu 2 bulan, meskipun dengan drainage yang cukup dalam. b. Sistem PLO. Menghimpun tanah sub soil pada lapis atas lahan, dengan maksud mempertebal lapisan olah. Akar tanaman hanya akan berkembang ditengah lapisan tanah yang subur. c. Apabila tersedia waktu yang cukup, maka jadwal tanam sebaiknya diundurkan sampai batas prakiraan cuaca masih sesuai. Hal ini untuk memberikan kesempatan waktu pengolahan tanah yang cukup 4.3. Tanah Ringan PAT Tinggi a. Tanah ringan (berpasir) dengan Permukaan Air Tanah tinggi akan menghasilkan tanaman yang tidak sehat. Produksi daun kering kurang berbody dengan warna jlereng. 34 b. Barisan tanam dibuat tunggal dan ditanam diatas guludan, untuk menghindarai tanaman “tidak sehat” glassy/kepak. c. Jadwal tanam mundur untuk Besnota, untuk mendapatkan sinar matahari lebih penuh agar tembakau lebih berbody. d. Tanam agak maju untuk Na-Oogst, untuk mendapatkan kualitas yang lebih berbody. 4.4. Lapisan Padas Dangkal a. Media tumbuh yang sangat tipis (top soil) sehingga mudah lengger karena air hujan tidak mudah turun ke lapisan sub soil. b. Barisan tanam diusahakan barisan ganda, agar dapat menghimpun media tanah olah yang cukup, untuk bisa membentuk guludan lebih tinggi. c. Gebrus lapisan padas dengan ganco khusus, untuk menghindari bahaya lengger atau tanaman kurang sehat. d. Tanam sistem semi ganda, untuk mempersiapkan cukup waktu pada pengolahan tanah susulan (gerjuk 35 padas bisa dikerjakan belakangan) jika waktu persiapan sangat terbatas. 4.5. Lahan Kurang Sehat a. Perlakuan fumigasi (Basamid G) membutuhkan waktu dan biaya mahal. Aplikasi Basamid G 40 gr/m2 sebelumnya dibuat guludan dan ditutup selama satu minggu. Kemudian dibuka dan disiram air dan dipacul agar gas dazomet menguap. Satu minggu kemudian baru ditest dengan menanam bibit tembakau diatasnya, apakah masih ada sisa gas dazomet yang aktif. Basamid G merupakan pestisida lengkap (Insektisida, Fungisida, Bakterisida, Virusida, Nematisida) b. Membakar jerami padi/daun kering, pada saat tanah basah, dilakukan sebelum pengolahan tanah, ketebalan jerami cukup sekitar 10 cm dan disemprot tambahan minyak tanah agar pembakaran lebih baik. c. Jadwal tanam pada cuaca lebih kering, untuk mengurangi perkembangan penyakit ditanah (soil borne) d. Tanam diatas guludan, untuk kelembaban tanah didaerah perakaran. 36 mengurangi e. Perlakuan kapur, untuk menaikkan pH tanah dan menguatkan dinding sel jaringan. f. Perlakuan pestisida sebelum tanam dan sesudah tanam. Bakterisida (Agrept), Fungisida (Metalaksil), Insektisida (Furadan/Regent). 5. Menanam dan Menyulam 5.1. Kunci sukses tanaman a. Bibit sehat dan seragam. b. Tanaman tumbuh rata. c. Tidak banyak sulaman. d. Tidak banyak tanaman mati. e. Tidak ada gangguan fisilogis maupun hama penyakit. 5.2. Persiapan a. Media tanam cukup gembur, jika kondisi menghendaki ditanam diatas guludan (gulud semu). b. Tertib kompas dan trocok tanaman secara teratur. c. Sortasi bibit, keseragaman tanaman per seri tanam. Tidak menggunakan bibit yang lemah. d. Air pengairan tersedia cukup pada saat tanam. e. Tenaga kerja dan peralatan tanam yang cukup. 37 5.3. Teknik Menanam a. Siraman sebelum tanam, memperlunak media. b. Tanam sore hari, kecuali bibit polybag, BSC, Pottray (dapat pagi dan sore). c. Kedalaman tanam sebatas pangkal batang. d. Akar lekat dengan tanah, dengan cara menekan sekitar perakaran. e. Siraman setelah tanam, agak jauh dari bibit. Siraman pagi setelah tanam sampai tanaman hidup betul (tidak layu pada siang hari). 5.4. Sulaman dan Tanam Ulang a. Kontrol sehari sehabis tanam, tanaman yang tidak segar pada pagi hari diberi tanda untuk disulam (sore harinya). b. Keseragaman tanaman diperlukan untuk keseragaman panen, keseragaman kualitas. c. Sulaman harus selesai maksimal 3 HST. d. Sulaman terlambat akan jadi tanaman kancrit/ kecepit. e. Tanam ulang dilakukan untuk kematian > 10 % diatas umur 5 HST. 38 5.5. Tanam ulang a. Sebab terjadinya tanam ulang karena bibit kurang kuat. b. Sebab karena adanya serangan hama dan penyakit. c. Dilakukan pengolahan tanah ulang dan pengendalian hama penyakit sebelum ditanami. d. Jumlah kematian lebih dari 5 %. e. Untuk menghindari pertumbuhan tanaman yang tidak seragam. 39 BAB IV. PENGENDALIAN PERTUMBUHAN TANAMAN 1. Pertumbuhan Tanaman Besuki Na–Oogst 1.1. Tanaman sakit a. Warna daun kekuningan atau kecoklatan pada ujung daun tembakau. b. Tanaman tumbuh cukup cepat. c. Sering terjadi pada tanah ringan dengan PAT tinggi. d. Duduk daun agak tegak sampai malang. e. Menghasilkan kualitas tembakau makan api atau lenger atau jlereng. 1.2. Tanaman tumbuh lambat a. Daun nampak kecil dan kaku. b. Duduk daun tegak keatas. c. Internodia daun pendek. d. Ukuran daun pendek. e. Menghasilkan daun sangat tebal dipergunakan sebagai kualitas filler. 40 yang hanya 1.3. Tanaman tumbuh sedang a. Duduk daun agak tegak dan sedikit malang. b. Ukuran daun agak panjang. c. Permukaan daun halus (tidak bergelombang). d. Internodia agak jarang. e. Menghasilkan bahan omblad dan filler. Tabel 4. Pertumbuhan minimal tanaman Besuki Na-Oogst Panjang daun tembakau (cm) Umur (hari) Tinggi (cm) KOS I 20 15 15 – 20 25 20 20 - 30 18 – 25 30 30 34 - 37 26 – 37 35 45 36 - 40 30 – 40 20 - 30 40 70 37 - 42 40 – 46 33 - 39 22 – 35 45 100 46 – 49 40 - 45 34 - 40 26 - 33 50 130 45 - 49 40 - 49 34 - 38 55 160 48 - 50 46 - 50 37 - 41 KOS II 41 KAK I KAK II TNG 1.4. Tanaman tumbuh cepat a. Duduk daun agak tegak dan agak malang. b. Ukur daun daun cukup panjang. c. Permukaan daun halus dan agak bergelombang. d. Internodia jarang. e. Berpotensi menghasilkan dekblad dan omblad. Tabel 5. Standard Pertumbuhan Tanaman Besuki Na-Oogst Panjang daun tembakau (cm) Umur (hari) Tinggi (cm) KOS I 20 15 20 – 25 25 30 28 - 34 21 – 25 30 50 37 - 40 33 – 40 35 80 39 - 44 36 – 43 21 - 32 40 110 41 - 47 45 – 47 36 - 41 25 – 36 45 145 48 – 51 42 - 47 34 - 42 29 - 35 50 185 47 - 51 44 - 50 34 - 40 55 225 48 - 52 46 - 52 37 - 43 KOS II 42 KAK I KAK II TNG 1.5. Tanaman tumbuh terlalu cepat a. Ada gejala defisiensi Ca (ujung daun TNG berkerut kedalam). b. Daun tembakau banyak melipat. c. Permukaan daun banyak daun bergelombang. d. Duduk daun malang sampai merunduk kebawah. e. Menghasilkan daun terlalu tipis dengan banyak kualitas glassy. Tabel 6. Pertumbuhan maksimal tanaman Besuki Na-Oogst Panjang daun tembakau (cm) Umur (hari) Tinggi (cm) KOS I 20 20 20 – 26 25 40 24 - 35 30 65 34 - 38 31 - 35 35 100 35 - 41 40 140 45 165 50 185 55 235 KOS II KAK I KAK II 36 - 45 20 – 40 28 - 32 43 - 47 45 - 51 36 – 48 35 – 39 45 - 52 52– 55 49 – 53 40 - 47 19 - 35 53 - 57 51 – 56 44 - 50 29 - 39 54- 58 53 - 56 37 - 44 43 TNG 2. Standard Pertumbuhan tanaman a. Sebagai parameter apakah tanaman tembakau tumbuh terlalu cepat atau terlalu lambat. b. Dilakukan pengamatan pertumbuhan tanaman mulai umur 25 hari sampai umur 55 hari. c. Dilakukan pengendalian pertumbuhan apabila terjadi penyimpangan pertumbuhan sesuai dengan umur tanaman. d. Memacu pertumbuhan tanaman apabila ada gejala tumbuh terlalu lambat. e. Menghentikan pertumbuhan tanaman apabila pertumbuhan tanaman terlalu cepat. 3. Pengolahan tanah susulan 3.1. Pengolahan tanah susulan dilakukan dalam rangka a. Menggemburkan tanah kembali yang memadat karena kegiatan tenaga kerja. b. Menggemburkan tanah karena perlakuan pengairan. c. Membentuk guludan untuk menumbuhkan akar baru (akar adventive). 44 3.2. Pekerjaan pengolahan tanah susulan disebut lan-bulan (len-bulen) pertama a. Dilakukan pada umur 5 hari. b. Sebagai persiapan perlakuan pupuk starter. c. Cukup dilakukan dengan alat sabit (arit) dan sejnisnya Termasuk memperdalam got yang dangkal untuk drainage. 3.3. Pekerjaan gulud I a. Membentuk guludan setinggi 20 cm. b. Menutup batang tanaman tembakau (tutup kaki). c. Dilakukan pada umur 12 hari sebagai persiapan melakukan pupuk susulan I. 3.4. Pekerjaan gulud II a. Dilakukan pada saat tanaman berumur ± 20 hari. b. Sebagai persiapan pemupukan susulan II. c. Membuat tinggi guludan menggemuk. 3.5. Pekerjaan gulud III dan lain-lain a. Dilakukan apabila tanah memadat kembali (biasanya setelah perlakuan pengairan) atau terkena hujan. 45 b. Selama kegiatan pengolahan tanah susulan dilakukan pekerjaan menyiang (membersihkan gulma). c. Memperdalam dan atau membersihkan got apabila diperlukan. 4. Perlakuan pemupukan 4.1. Perlakuan pupuk didasarkan pada a. Analisa fisik tanah (tekstur tanah). b. Analisa kandungan kimia. c. Kandungan bahan organik, pH tanah. d. Iklim/cuaca selama pertumbuhan tanaman. e. Pengamatan pertumbuhan tanaman tembakau 4.2. Jadwal pemupukan a. Pupuk dasar dilakukan sebelum tanam atau paling lambat 3 hari setelah tanam. b. Pupuk starter dilakukan pada umur sekitar 7 hari setelah lan-bulan. c. Pupuk susulan I dilakukan pada umur sekitar 15 hari setelah gulud I. 46 d. Pupuk Susulan II dilakukan pada umur sekitar 21 hari - 24 hari setelah pekerjaan gulud II. e. Pupuk side dressing dilakukan pada umur sekitar 35 hari setelah pekerjaan hygiene pluk atau cuci kaki. f. Pupuk top dressing dilakukan setelah panen daun KOS atau tergantung pertumbuhan tanaman untuk meningkatkan produksi daun TNG dan PUT. 4.3. Tehnik aplikasi pupuk a. Tenik aplikasi pupuk dilaksanakan dengan tertib agar tidak melakukan pemborosan dalam pemakaian pupuk dan jumlah yang merata untuk setiap tanaman. b. Pupuk dasar diberikan dengan cara digejik. c. Pupuk starter diberikan dengan cara digejik kemudian dilakukan penyiraman air. d. Pupuk susulan I dan II dilakukan dengan cara digejik. e. Pupuk side dressing diberikan dengan cara menaburkan pada perengan guludan yang sebelumnya. 4.4. Pemupukan berkaitan dengan cuaca 47 telah digarit a. Pada cuaca basah mengurangi perlakuan pupuk N dan meningkatkan pupuk P2O5. b. Pada cuaca kering perlu tambahan unsur N. c. Pada tanah berat dan cuaca sangat kering perlu tambahan pupuk KNO3 untuk memperbaiki daya bakar dan warna daun tembakau. 4.5. Catatan lain-lain a. Warna daun menguning belum tentu disebabkan oleh kuranganya N. b. Salah satu sebab yang lain karena terjadi defisiensi oksigen yang terjadi pada tanah PAT tinggi atau bagian yang terlewati mata bajak. c. Sebelum melakukan tambahan pupuk perlu perbaikan pengolahan tanah susulan. 5. Perlakuan Pengairan 5.1. Merupakan kunci utama dalam pengendalian pertumbuhan tanaman a. Memacu pertumbuhan memperbanyak perlakuan air. 48 tanaman dengan b. Mengerem pertumbuhan dengan mengurangi perlakuan air. c. Menjaga kadar lengas air didalam tanah berkisar 60 % sampai 80 %, agar petumbuhan tanaman berjalan normal utamanya pada fase tumbuh cepat. 5.2. Beberapa pengairan pertimbangan dalam perlakuan a. Tidak perlu melakukan pengairan apabila cuaca hujan, sedangkan pada cuaca kering membutuhkan air pengairan lebih banyak. b. Jenis tanah berpasir memerlukan air lebih banyak dan jadwal aplikasi air lebih sering (± 5–6 hari sekali). c. Jenis tanah berat membutuhkan air lebih sedikit dan jadwal aplikasi pengairan lebih jarang (± 8–9 hari sekali), tidak perlu dilakukan jika ada hujan turun. 5.3. Perlakuan pengairan berkaitan dengan pekerjaan pemeliharaan tanah yang lain a. Pengairan dilakukan sebelum pekerjaan pengolahan tanah susulan dan sesudahnya apabila tanah cukup kering dan cuaca kering. 49 b. Dilakukan sebelum membuat lobang gejik agar dapat membentuk lubang yang baik sebagai tempat aplikasi pupuk. c. Dilakukan pengairan setelah aplikasi pupuk dengan maksud agar pupuk segera diserap oleh akar tanaman. 5.4. Tehnik aplikasi pengairan a. Dilakukan penyiraman dengan gembor untuk tanaman yang masih kecil. b. Dilakukan siraman punggung dengan menggunakan selang air agar tidak memboroskan air dan ketepatan air pada media tanaman tembakau. c. Diusahakan tidak melakukan sistem torapan (leb) kecuali pada kondisi darurat (lahan tanah ringan dan cuaca sangat kering). 5.5. Springkler irrigation (hujan buatan) a. Untuk menciptakan kelembaban udara untuk memacu pertumbuhan tanaman. b. Untuk membentuk kualitas daun tembakau dengan menghilangkan lapisan gum. 50 c. Dilakukan tidak bersamaan penyemprotan pestisida. 51 dengan perlakuan BAB V. PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT 1. Hama Yang Mematikan Tanaman Tembakau 1.1. Nematoda (Pratylenchus sp.) 1. Pratylenchus coffeaea 2. Pratylenchus pratensis 3. Pratylenchus musicola Gejala serangan hama : 1. Tanaman menguning atau tumbuh kerdil. 2. Tanaman akan mati setelah mendapatkan serangan cukup berat. 3. Pada akar yang terinfeksi berbintil-bintil. Sumber penularan 1. Pada tanah ringan (berpasir) utamanya pada lahan kering. 2. Lahan bekas tanaman kopi kemungkinan besar terinfeksi nematoda. 3. Lahan bekas tanaman jagung dan tebu ada kemungkinan mendapatkan serangan nematoda. Pengendalian non pestisida 52 1. Rotasi dengan tanaman padi (lahan disawahkan) dengan mendapatkan pengairan yang baik. 2. Ditanami tanaman tagettes (marygold) yang perakarannya dapat membunuh nematoda. Pengendalian dengan pestisida 1. Sebelum tembakau ditanam diaplikasikan Regent G sebanyak 1 gr perlubang tanam. 2. Dapat dipergunakan Furadan G maupun Regent 50 SC (dilarutkan air 1 cc/liter air ) disiramkan 100 cc/ lubang tanam. 3. Dilakukan pengendalian dengan Regent 50 SC dengan konsentrasi 1 cc/liter air disiramkan pada lubang tanam sebanyak 100 cc. 1.2. Ulat tanah (Agrotis ipsilon, Agrotis ypsilon) Menyerang tanaman kecil (baru ditanam) sampai tanaman berumur sekitar 15 hari. Sumber penularan berasal dari lahan itu sendiri yang pada umumnya tanah ringan atau lahan yang banyak sampahnya untuk meletakkan telurnya disampah dilahan. 53 Pengendalian dengan mencari ulat pada tanaman yang terserang. Pencarian ulat akan lebih efektif apabila dilakukan pada malam hari (pada malam hari ulat tanah akan keluar menyerang tanaman tembakau), dan pada siang hari bersembunyi didalam tanah. Pengendalian hama ulat tanah dengan pestisida 1. Diaplikasikan larutan Amcotene 75 SP 2 gram/liter air dan disiramkan sebelum tanam sebanyak 100 cc/ lubang tanam. 2. Diberi umpan dedak jagung 1 kg dengan pestisida Amcotene 75 SP 2 gram. 2. Hama Yang Merugikan Produksi 2.1. Helicoverpa sp. Ada 2 jenis Helcoverpa armigera dan Helicoverpa assulta dengan tanaman inang, jagung, tomat jarak kepyar dan kapas. Meletakkan telur pada ujung tanaman atau buah, bunga satu persatu sehingga sering digolongkan sebagai ulat pupus. 54 Menyerang daun, bunga, batang mulai dari ujung tanaman dan turun kebawah. Meledak pada cuaca basah (banyak hujan), lembab serta kurang sinar matahari. Mengendalikan dengan pestisida 1. Mengaplikasikan pestisida Decis 25 EC dengan konsentrasi1 cc/liter. 2. Mengaplikasikan racun Amcothene 75 SP dengan konsentrasi 1 gr/liter air. Dosis aplikasi disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. 2.2. Spodoptera litura Isitlah lain adalah ulat daun, olak tampek, ulat grayak. Kupu kupu meletakkan telur pada bagian bawah daun. Dalam satu kali betelur akan menetaskan ulat kecil dalam jumlah 200 ekor sampai 300 ekor. Serangan hama ulat grayak 1. Menyerang daun tembakau dan dalam keadaan lembab dan basah dapat menyerang batang tanaman tembakau. 55 2. Dapat berubah warna hitam mirip ulat tanah apabila menyerang tanaman ditanah. Terjadi ledakan ulat grayak 1. Pada cuaca basah (banyak hujan) dan udara lembab. 2. Adanya tanaman inang disekitar tanaman tembakau yang ditanam jauh lebih dahulu (misalkan tanaman kedele, tanaman tembakau lainnya). Mengendalikan hama ulat gayak 1. Mencari telur kupu-kupu dan ulat diper-tanaman tembakau. 2. Melakukan pengendalian dengan spraying dengan insectisida Decis 2,5 EC, Buldok 25 EC, Larvin 375 AS. Dosis dan konsentrasi disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman dan data serangan hama dan penyakit. 2.3. Myzus persicae (rok-kerok) Tergolong serangga penghisap yang dapat menularkan penyakit virus (vector penyakit virus). Serangan hama Myzus persicae 1. Berkembang biak pesat pada cuaca kering. 56 2. Kotoran Myzus persicae didaun tembakau ditumbuhi cendawan jelaga yang berwarna hitam yang menurunkan mutu (tidak laku dipasaran). 3. Menyebabkan timbulnya penyakit virus TEV, CMV dan lain-lain. Mengendalikan preventif hama Myzus persicae secara 1. Jadwal tanam perlu disesuaikan dengan jadwal tanam tanaman inang disekitarnya. 2. Mengaplikasikan insektisida dengan bahan aktif imidakloprid (Confidor 200 SL, Delouse 200 SL, Imidastar 200 SL) dengan drenching dengan larutan 1 cc/liter air dengan dosis 100 cc/tanaman pada umur sekitar 3 hari sesudah tanam. 3. Melakukan penyemprotan tanaman secara terjadwal dengan pestisida Actara 25 WG, Confidor 200 SL, Delouse 200 SL, Demolish 18 EC, Agrimec 18 EC, Amcomec 18 EC dengan dosis dan konsentrasi sesuai dengan petumbuhan tanam tembakau. 57 2.4. Bemisia tabaci Tergolong serangga penghisap. Tanaman inang, kacang panjang, kedele dan tanaman penutup tanah diperkebunan. Menularkan penyakit krupuk (TCLV) atau Pseudo mozaik. Terjadi ledakan apabila disekitarnya ada tanaman inang kedele yang kemudian dipanen. Dikendalikan dengan Confidor 200 SL, Delouse 200 SL, Imidastar 200 SL dengan cara disemprotkan. 2.5. Thrips tabaci Ditularkan dari lingkungan. Menurunkan kualitas. Tanaman inang antara lain cabai, semangka dan Solanaceae lainnya. Menularkan penyakit virus utamnya TEV. Pada wilayah endemis dilakukan drenching pada saat tanaman umur 3-5 hari dengan konsentrasi 1 cc/liter air dan disiramkan pada lubang dekat tanaman 58 sebanyak 100 cc/tanaman. Dilakukan penyemprotan setiap seminggu sekali dengan Actara 25 WG, Delouse 200 SL. 3. Penyakit Mematikan Tanaman Tembakau 3.1. Phytophthora nicotianae (penyakit lanas) Gejala serangan penyakit lanas : Warna daun menguning. Bagian tengah (empulur) batang bersekat sekat/ berkamar. Kerusakan pada tanaman : 1. Daun tembakau rusak sampai busuk. 2. Perakaran dan batang rusak atau membusuk berwarna hitam. 3. Tanaman tembakau mati dan tidak menghasilkan produksi. Sumber penularan : 1. Ditularkan dari tanah yang tidak sehat (bekas tanaman Solanaceae dan bekas tanaman Cucurbitaceae. 2. Dari aliran air lokasi tanaman yang terserang. 59 3. Dalam cuaca basah bersifat “air borne” yang ditularkan melalui daun tembakau. Ledakan penyakit lanas terjadi karena : 1. Bibit yang terbawa dari pembibitan sudah terinfeksi penyakit lanas. 2. Lahan tidak sehat dan cuaca basah (banyak hujan) pada masa pertumbuhan tanaman. Mengendalikan penyakit lanas non pestisida : 1. Rotasi dengan tanaman padi selama minimal 2 kali tanam padi dengan pengairan yang baik. 2. Membakari lahan dengan jerami (dengan tanah masih agak basah). Mengendalikan penyakit lanas secara preventif : 1. Pestisida Ridomil 350 ES (0,5 cc/liter air), Saromil 35 SD (2 gram /liter air) yang diaplikasikan ditanah (drenching) sebanyak 100 cc/lubang tanam dan racun FT 2 gr/liter air secara drenching pula. 2. Dilakukan penyemprotan secara berkala pada tanaman dengan Antracol 70 WP 2 gram/liter air, dosis aplikasi disesuikan dengan pertumbuhan tanaman. 60 3.2.Erwinia carotovora Nama lain : penyakit busuk batang, hollow stalk. Simptom yang khas serangan penyakit bakteri Erwinia carotovora adalah : 1. Daun layu pada satu sisi batang (gejala awal). 2. Bentuk daun asimetris dengan cacat berwarna kuning atau kecoklatan. 3. Bagian dalam batang (empulur) berlubang. Serangan penyakit : 1. Awal serangan terjadi pada tanaman setelah umur 20 hari. 2. Serangan sangat meningkat setelah tanaman berumur sekitar 40 hari. 3. Tanaman mati dan tidak berproduksi lagi. Ledakan penyakit Erwinia carotovora : 1. Penyakit bakteri Erwinia carotovora bersifat facultatif an– aerob sehingga dengan rotasi tanaman padi masih bisa bertahan didalam tanah. 2. Sering terjadi pada lahan yang tidak sehat (tahun sebelumnya terjadi carotovora). 61 serangan penyakit Erwinia 3. Bibit dari bedengan kurang sehat dan kurang kuat mudah terjadi ledakan penyakit. 4. Pada cuaca basah penyakit Erwinia carotovora berkembang pesat. Pada hakikatnya penyakit Erwinia carotovora bersifat soil borne, namun dalam cuaca basah menjadi air borne dan dapat menular melalui luka batang (bekas petikan daun tembakau). 5. Tanaman pada lahan bekas tanaman inang sangat beresiko terjadi peledakan penyakit Erwinia carotovora. Mengendalikan penyakit Erwinia carotovora 1. Menyiapkan bibit yang sehat dan kuat. 2. Hanya menanam pada lahan yang sehat saja. 3. Menanam diatas guludan dengan aplikasi kapur 50 gram pertanaman. 4. Mengaplikasi racun Agrept 20 WP pada lubang tanam (drenching) dengan Agrept 20 WP 1gram/liter air dan FT 2 gram/liter air sebanyak 100 cc/lubang tanam. 5. Melakukan drenching setiap minggu satu kali sebanyak 100 cc - 150 cc pertanaman berupa larutan Agrept 20 WP (1 gram/ liter air). 62 4. Penyakit Yang Merugikan Produksi 4.1. Cercospora nicotianae Nama lokal : spikkel, tol-tol, brontok, bledos. Merupakan parasit lemah, menyerang jaringan yang lemah, atau pada lamina daun. Tidak mematikan tanaman tembakau. Pada daun tampak tol-tol putih dengan titik hitam ditengahnya. Dapat berwarna hijau atau coklat/hitam pada gudang pengering. Sangat merugikan kualitas pada bahan dekblad. Rasa tidak enak pada toltol hijau sebagi bahan filler (tidak disukai). Serangan 1. Berkembang pesat pada cuaca basah dan hujan dan panas silih berganti. 2. Sangat merugikan untuk tembakau bahan dekblad. 3. Kurang merugikan untuk bahan filler (untuk toltol yang berwarna putih). 63 Pengendalian non pestisida 1. Menanam tembakau pada jadwal prakiraan cuaca cukup kering. 2. Melakukan cuci kaki pada daun bibit/daun paling bawah yang biasanya mendapatkan serangan Cercospora paling awal. Mengendalikan penyakit tol-tol pada tanaman dengan pestisida 1. Pada tanaman kecil (dibawah umur 20 hari) diracun dengan racun FT 2 gram/liter air. 2. Pada tanaman yang lebih besar (diatas 20 hari) diracun dengan Anvil 50 EC dengan konsentrasi 2 cc/liter air. 3. Jika dikhawatirkan akan terjadi ledakan penyakit toltol maka dilakukan pengendalian dengan Score 250 EC dengan konsentrasi maksimal 0,5 cc/liter air. Dosis dan konsentrasi pertumbuhan tanaman. 64 disesuaikan dengan 4.2.TMV (Tobacco Mozaik Virus) Merupakan penyakit virus persisten : Dapat bertahan pada daun tembakau kering bertahun tahun berupa rokok, cerutu, maupun berupa tembakau rajangan. Dapat bertahan pada tanah beberapa tahun. Dapat bertahan pada batang tembakau dan tembakau kering (berupa rokok, cerutu). Penularan penyakit Virus TMV : Tanah bekas tanaman yang terserang, dapat bertahan 2 tahun atau lebih didalam tanah. Ditularkan secara mekanis oleh pekerja (tukang gulud, tenaga cari ulat, tenaga cuci kaki). Pengendalian penyakit Virus TMV : Mencabut tanaman yang sakit sejak awal nampak adanya gejala serangan TMV dan memusanahkan (dimasukkan dalam lubang atau dibakar). Semua orang yang memasuki areal tanaman tembakau dan memegang tanaman tembakau perlu cuci tangan dengan sabun hijau atau sabun detergent. 65 Tenaga kerja dilapangan sesedikit mungkin memegang tanaman tembakau (tukang cari ulat, tukang gulud dan lain-lain). 4.2. CMV (Cucumber Mozaik Virus) Nama lain CMV adalah Virus mentimun Ditularkan oleh vector serangga Myzus persicae (rokkerok) dari tanaman inang. Tanaman inang, jagung, semangka Solanaceae dan cucurbitaceae. Pengendalian : Jadwal tanam lebih awal dengan jadwal tanam yang lingkungannya ada tanaman inang. Menanam pada lahan yang lingkungannya bebas dari tanaman inang. Mengendalikan vektor dengan aplikasi pestisida khusus untuk mengendalikan serangga penghisap seperti Confidor 200 SL, Imidastar 200 EC. 66 4.3. TEV (Tobacco Etch Virus) Nama lain penyakit “betok”. Ditularkan oleh Vektor utamanya Thrips tabaci dan serangga penghisap lainnya. Tanaman inang penyakit virus TEV adalah tanaman tembakau, cabai, utamanya tanaman semangka. Pengendalian menjauhkan tanaman dari lokasi tanaman inang yang ditanam terlebih dahulu. Mengendalikan vector secara preventif dengan aplikasi Delouse 200 SL, Confidor 200 SL, 1 cc/liter air. 4.4. Virus Krupuk Nama lain adalah Pseoudomonas mozaik, Tobacco Curl Leaf Virus (TCLV). Ditularkan dari tanaman inang, tanaman kacang panjang, kedelai dan Solanaceae yang dibawa oleh vektor Bemisia tabaci. Dikendalikan secara preventif dengan mencegah terjadinya serangan Bemisia tabaci dengan menanam pada lokasi yang sehat lingkungannya dan aplikasi insektisida khusus 67 untuk serangga penghisap diantaranya Delouse 200 SL pada saat tanaman berumur 3 hari. 5. Hama Penyakit Digudang Pengering 5.1. Spodoptera litura (ulat grayak) Hama ulat Spodoptera litura berasal dari tanaman tembakau dilapangan dalam bentuk telur atau dalam bentuk ulat kecil. Ulat Spodoptera litura menyerang daun tembakau diproses pengeringan sejak daun masih hijau segar sampai daun kering. Pengendalian ulat Spodoptera litura di lapangan : 1. Mencari telur ulat dan ulat ditanaman tembakau. 2. Dilakukan pengendalian ditanaman pada daun TNG secara intensif dengan insektisida Alverde dilapangan. 3. Tidak memanen daun tembakau yang masih cukup banyak mendapatkan serangan ulat. Pengendalian ulat digudang pengering : 1. Mencari ulat dan memasang pancingan didalam gudang pengering. 68 2. Dilakukan pengendalian digudang pengering setelah daun tembakau disunduk rakit dengan pestisida ramah lingkungan Dipel dengan konsentrasi 1 gram/liter. Dosis pengendalian sebanyak 50 Dolok per satu Knapsack sprayer (10 liter air). 5.2. Helicoverpa armigera/assulta 1. Hama ulat Helicoverpa berasal dari tanaman tembakau dilapangan dalam bentuk telur atau dalam bentuk ulat kecil. 2. Serangan ulat Helicoverpa sering terjadi pada daun atas (tanaman tinggi) karena tidak terjangkau saat pengendalian. 3. Ulat Helicoverpa menyerang daun tembakau diproses pengeringan sejak daun masih hijau segar sampai daun kering. Pengendalian hama dilapangan 1. Dilakukan pengendalian ditanaman pada daun TNG secara intensif dengan insektisida Alverde dilapangan. 2. Memasang perangkap dilapangan. 69 kupu dengan lampu Pengendalian ulat Helicoverpa 1. Dilakukan pengendalian digudang pengering setelah daun tembakau disunduk rakit dengan pestisida ramah lingkungan Dipel dengan konsentrasi 1 gram/liter. Dosis pengendalian sebanyak 50 Dolok per satu Knapsack sprayer (10 liter air). 2. Mencari ulat dan memasang perangkap daun tembakau segar digudang pengering. 5.3. Tol-tol hijau/coklat/hitam Penyebab adanya serangan Cercospora nicotianae yang terbawa dari lapangan. Istilah lain petani Jember Selatan adalah “mbledos”. Dapat menular pada daun yang sehat didalam gudang pengering dalam kondisi lembab. Mengendalikan dilapangan dengan melakukan pengendalian menggunakan Score 250 EC, Amcore 250 EC, Bayleton, Anvil 50 EC dll. Panen tembakau harus dalam kondisi kesap/agak siang. Mengendalikan digudang pengering Proses pelayuan dipercepat. 70 Jarak sujenan atau lembaran daun diperjarang Pemberian api ditingkatkan dalam rangka mengurangi kelembaban udara. 5.4. Busuk gagang 1. Penyebab busuk gagang pertama adalah adanya serangan penyakit bakteri dipertanaman (Erwinia carotovora) yang menjalar pada daun tembakau yang menyebabkan gagang busuk. 2. Penyebab busuk gagang kedua adalah adanya perlakuan pupuk N terlalu tinggi pada cuaca basah. 3. Untuk mengurangi kerusakan busuk gagang dipengeringan dengan aplikasi bakterisida pada tali goni pangkal gagang daun tembakau dengan mencelupkan pada larutan Agrep 20 WP 2 gram/liter air. 71 BAB VI. PANEN DAN PENGERINGAN 1. Persiapan panen 1.1. Ketuaan petik a. Sasaran kualitas Daun tembakau yang diharapkan menghasilkan bahan dekblad harus dipanen tidak terlalu tua atau sebaiknya menjelang masak, agar diperoleh warna yang lebih rata serta mempunyai elastisitas yang tinggi. Daun tembakau yang diharapkan menghasilkan bahan omblad harus dipanen cukup tua. Daun tembakau yang menghasilkan bahan filler harus dipanen tua, untuk mendapatkan warna yang masak, serta memiliki filling power tinggi. b. Berdasarkan pertumbuhan tanaman Tanaman tembakau yang tumbuh sangat cepat, memerlukan proses pemanenan yang cepat pula atau dengan kata lain mempunyai umur lebih pendek. 72 Tanaman yang tumbuh lambat, membutuhkan umur panjang agar daun tembakau cukup tua. Tanaman tembakau dengan pemupukan N tinggi juga membutuhkan waktu panen lebih lama. Seringkali dipergunakan pedoman awal panen adalah keluarnya kuncup bunga yang jumlahnya sekitar 60%. Apabila bunga tembakau telah mekar semua, maka daun KAK harus sudah habis dipetik. c. Berdasarkan umur tanaman Panen tembakau berpedoman pada umur tanaman hanya dapat dipergunakan pada kondisi tertentu serta varietas tertentu saja. Sebagai contoh tembakau Besuki NO tradisional dengan varietas H 382, dengan bibit cabutan pada cuaca normal dipanen awal kurang lebih pada umur 55 hari. d. Berdasarkan warna daun Warna daun akan mulai menuju kekuningan apabila menjelang tua. Untuk bahan dekblad biasa dipanen dengan warna hijau semburat kuning, sedangkan bahan omblad dengan warna hijau 73 kekuningan. Warna daun dapat dibuat spektrum warna mulai nomor 1 (warna daun masak dipohon) sampai warna nomor 15 (warna daun termuda). Daun yang tidak sehat, kekurangan unsur N, defisiensi oksigen juga menunjukkan gejala kekuningan yang dapat mengacaukan kriteria ketuaan petik. Pedoman lama untuk panen daun hijau sebagai bahan omblad adalah pada ujung daun terdapat bintik kehitaman atau dengan bahasa Madura “ buri’ tabuan “. e. Melakukan test ketuaan petik Mendekati panen melakukan panen perco-baan dan diletakkan digudang pengering. Ditunggu sampai 3 hari. Diamati hasil proses, akan terjadi perubahan warna yang menunjukkan kemasakan daun. 74 Tabel 7. Warna daun tembakau kering berdasarkan ketuaan petik Posisi daun Pada sinar matahari Tingkat Ketuaan Panen Agak muda Menjelang tua Tepat tua Tua Terlalu tua SP KP K KV VV BV B M MV VVM BB MM MT Kurang sinar matahari Cukup sinar matahari Mendapatkan sinar matahari penuh 1.2. Persiapan alat-alat 1. Keranjang petik, disiapkan dalam jumlah yang cukup, tergantung jarak lokasi gudang pengering dan tanaman. Makin jauh lokasi tanaman dengan gudang pengering, makin membutuhkan lebih banyak keranjang dan alat angkutan lainnya, agar daun tembakau segera sampai ke gudang pengering. 2. Pondok penampungan daun hijau, untuk meletakkan keranjang sambil menunggu angkutan terutama blok tanaman yang jauh dari gudang pengering. 3. Bandang yang dipergunakan untuk transportasi jarak dekat maupun untuk jarak menggunakan truk atau pick up). 75 jauh (dengan 4. Alas sebagai cadangan apabila jumlah keranjang atau bandang kurang, terutama untuk tempat yang jauh dari pertanaman. 5. Alat transportasi, berupa keranjang dan pikulan, gledekan, pick up, truck tergantung dari kondisi setempat. 1.3. Pembagian petak panen 1. Berdasarkan pertimbangan utama adalah berkaitan dengan tingkat ketuaan daun yang dapat menghasilkan kualitas yang relatif seragam yang dapat diterima oleh konsumen. 2. Berdasarkan kesinambungan panen antara petak pertama, kedua dan ketiga. 3. Pembagian petak kutip bertujuan agar jadwal panen bisa berjalan tertib yang berhubungan dengan pemakaian tenaga kerja serta pengisian gudang pengering. Setiap lahan tanaman dibagi dalam ± 3 petak kutip, berdasarkan tingkat pertumbuhan tanaman. 4. Berdasarkan seri tanaman yang berdekatan (selisih satu sampai 2 hari) dapat dilakukan penggabungan. 76 5. Berdasarkan pertumbuhan tanaman, meskipun ada perbedaan jadwal tanam, tetapi pertumbuhan yang seragam dapat dilakukan penggabungan petak panen. 1.4. Pembagian kelas daun 1. Pembagian kelas daun sebagai dasar pengelompokan/pemisahan daun tembakau yang berlaku untuk segala jenis tembakau. 2. Perlu dilakukan karena ada perbedaan kualitas yang dihasilkan serta penggunaannya. 3. Ada perbedaan dalam proses curing. 4. Ada perbedaan waktu yang dibutuhkan dalam proses curing. 5. Ada variasi pembagian kelas daun yang sangat tergantung pada pertumbuhan tanaman. Tabel 8. Klassifikasi kelas daun Posisi daun Tanaman pada batang kerdil Tanaman sedang Tanaman baik Tanaman sangat baik Cuci kaki 2 2 2 2 KOS KAK TNG PUT 4 6 6 4 4 6 8 4 6 6 8 4 6 8 8 4 Jumlah 22 24 26 28 77 1.5. Kondisi siap panen 1. Kondisi tanah tidak terlalu kering, apabila terlalu kering akan menghasilkan kualitas kulit katak. Kadar air tanah diperkirakan antara 60 % - 80 %. 2. Daun tembakau yang kehujanan yang tidak mengandung lapisan gum terlalu banyak yang menyebabkan kualitas nemor. Daun tembakau yang basah menyebabkan mudah terjadi busuk dan mudah terjadi kerusakan mekanis. 3. Daun tembakau yang mendapatkan serangan hama penyakit sebaiknya dilakukan pengendalian terlebih dahulu agar tidak terbawa kegudang pengering terutama telur, ulat kecil atau penyakit Cercospora nicotianae. 4. Cuci kaki dan lain lain. Cuci kaki adalah pekerjaan memetik daun yang menempel ditanah atau daun yang terlalu tua dengan tujuan untuk meratakan stand petikan serta untuk menghindari penularan penyakit Cercospora nicotianae. Dilakukan sekitar 3-7 hari sebelum petik awal. 78 2. Panen Dan Angkutan 2.1. Jadwal dan waktu panen 1. Jadwal panen. Tabel 9. Pedoman jadwal panen Uraian KOS KAK TNG PUT Tumbuh Cepat Umur 45 48 51 55 58 61 64 70 73 76 79 85 Tumbuh Sedang Lembar Umur Lembar 2 50 2 2 53 2 2 56 2 2 60 2 2 63 2 2 66 2 2 69 2 2 75 2 2 78 2 2 81 2 2 84 2 4 90 4 Tumbuh Lambat Umur Lembar 55 2 58 2 61 2 65 2 68 2 71 2 76 2 80 2 83 2 86 2 89 2 95 4 2. Waktu panen untuk tembakau Besuki Na–Oogst tradisional dilakukan pagi sekali dengan tujuan daun tembakau bersifat alkalis (sekitar pukul 6 pagi dan sudah selesai pukul 08.00). 3. Tanaman Besnota yang menghasilkan bahan dekblad yang pada umumnya tumbuh cepat, dipanen tidak terlalu pagi (pukul 08.00 - 10.00) untuk mengurangi kadar air dan menambah kandungan zat pati agar 79 mengurangi terjadinya glassy dan busuk lamina/ gagang. 4. Dalam keadaan hujan panen tembakau dapat ditunda keesokan harinya atau dipanen setelah cukup siang dimana daun telah cukup kesap untuk menghindari tembakau mudah busuk dan glassy atau marmer. 5. Waktu panen juga mempertimbangkan penyelesaian sunduk rakit, dimana pada hari itu juga tembakau hijau harus sudah naik keatas galang. 2.2. Tehnik memanen Priming (memetik lembar daun). 1. Teknik priming adalah cara panen daun tembakau dengan cara memetik lembar perlembar daun tembakau. Cara memetik dengan cara memutuskan daun kekanan dan kekiri agar tidak mengelupaskan kulit batang tembakau. 2. Setiap kali panen dipetik rata-rata 2 lembar untuk tanaman yang tumbuh normal dengan tumbuh yang merata. 3. Panen pilih dilakukan untuk tanaman yang tumbuh tidak merata. Tanaman sulaman perlu ditunda agar 80 daun yang dipanen tidak terlalu muda. Tanaman yang tumbuh jambul, terlalu cepat atau tanaman pinggir dapat dilakukan panen sekaligus sebanyak 4 lembar agar tidak terlalu tua. 4. Jarak waktu petik berikutnya adalah 2 hari. Sehabis daun KOS ada istirahat sekitar 3 hari, setelah panen daun KAK ada istirahat sekitar 4 hari, setelah petik daun TNG ada istirahat sekitar 6 hari agar daun tembakau cukup tua. 5. Tanaman pinggir. Daun tembakau dari tanaman yang tumbuh dipinggir jalan, atau pinggir got pada umumnya mendapatkan sinar matahari lebih banyak dibandingkan dengan yang tumbuh ditengah barisan tanaman. Daun tembakau tersebut perlu dipanen terlebih dahulu atau dipetik dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan daun yang tumbuh pada tanaman ditengah barisan tanaman. 2.3. Ketertiban panen 1. Ketertiban saat panen sangat ditekankan karena daun tembakau mudah rusak selama pelaksanaan panen. Daun hijau untuk bahan dekblad justru berpotensi mudah rusak (daun pecah, luka atau gagang putus), 81 Sedangkan daun sebagai bahan filler relatif kurang peka terhadap kerusakan. 2. Tukang petik tidak membawa daun ditangan terlalu banyak untuk menghindari kerusakan. 3. Ketertiban mengisi keranjang petik, jangan sampai berlebihan melampui bibir keranjang yang akan menyebabkan kerusakan mekanis. Meletakkan dikeranjang gagang tembakau diluar agar lamina tidak rusak bersentuhan dengan keranjang. 4. Setiap keranjang harus diberi tutup, agar tidak terkena sinar matahari langsung yang dapat menyebabkan daun hijau mati atau belang. Dalam angkutan truk atau pick up, setiap lapis keranjang harus ada pembatas yang dibuat dari bambu atau kayu, agar keranjang atas tidak menekan daun tembakau yang berada dikeranjang dibawahnya. 5. Tumpukan daun tidak terlalu tinggi untuk menghindari kerusakan daun pecah terkena tekanan daun yang diatasnya. 82 2.4. Transportasi daun hijau 1. Keranjang dan pikulan diperlukan untuk lahan yang sangat dekat dengan gudang pengering dapat dilakukan angkutan dengan tenaga manusia dengan cara dipikul. 2. Bandang diperlukan untuk angkutan tembakau dibandangan cukup aman dari kerusakan mutu. sangat baik untuk lahan yang sangat dekat dengan gudang pengering atau gudang pengering millennium yang berada ditengah lahan tanaman tembakau. 3. Gledekan/kereta dorong untuk transportasi yang dekat, dimana tenaga manusia sudah terlalu berat untuk melaksanakan pekerjaan memikul daun tembakau dalam keranjang petik. 4. Kendaraan pick up diperlukan untuk lahan yang jauh dari gudang pengering dengan luasan yang relatif terbatas. 5. Kendaraan truk diperlukan untuk jarak antara gudang pengering dan lahan pertanaman cukup jauh, dimana areal tananaman cukup luas. 83 2.5. Kecepatan pengerjaan daun hijau 1. Salah satu kunci sukses panen tembakau Besuki Na– Oogst adalah kecepatan kerja mulai daun dipetik sampai selesai naik keatas galang gudang. Masalahnya adalah daun yang dipetik dari tanaman akan terjadi peningkatan respirasi. Dimana dalam respirasi membutuhkan O2 dan mengeluarkan CO 2 serta energi (dalam waktu satu jam terjadi kenaikan suhu sekitar 1°C) yang dapat merusak kualitas tembakau hijau dalam tumpukan atau dalam keranjang. 2. Daun hijau akan menghasilkan kualitas yang terbaik apabila sejak petik sampai naik keatas galang gudang pengering paling lama sekitar 2 jam. Tembakau yang dikerjakan agak terlambat sekitar 4 jam, telah menunjukkan penurunan kualitas daun kering. 3. Kecepatan transportasi sangat diperlukan agar daun hijau tidak terlalu lama dalam keranjang atau bandang. Sebab daun hijau yang berada dikeranjang bila tidak segera dikeluarkan atau lebih dari 2 jam, akan mengalami penurunan kualitas dengan terjadinya fermentasi yang bisa menyebabkan busuk samar. Sesudah 8 jam daun hijau akan banyak terjadi kerusakan mutu, karena kandungan air yang tinggi. 84 4. Tembakau dalam keranjang segera dikeluar-kan secepatnya agar mendapatkan sirkulasi udara. 5. Tembakau hijau yang telah disujen segera dirakit (menggantung) agar mendapatkan sirkulasi udara yang lebih baik. 3. Gudang Pengering 3.1. Persyaratan gudang pengering 1. Syarat utama gudang pengering tembakau Besuki Na–Oogst adalah memiliki kerangka yang kuat atau tidak mudah roboh terkena angin kencang dan memiliki atap yang tidak bocor (kemungkinan hujan turun atau perlakuan mendinginkan atap dengan air) dan tidak tembus cahaya matahari. 2. Tembakau yang diproses secara air cured membutuhkan gudang pengering yang sesuai atau memudahkan pengaturan sirkulasi udara, temperatur udara dan kelembaban udara, dan selama proses curing daun tembakau juga tidak menghendaki terkena sinar matahari langsung, yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna bleaching. 85 3. Memiliki dinding yang dapat dipergunakan untuk menahan pengaruh perubahan mikroklimat diluar gudang pengering dan memiliki jendela atau ventilasi udara yang dipergunakan untuk mengatur sirkulasi udara, mengendalikan temperatur dan kelembaban udara. 4. Mempunyai halaman yang cukup luas, atau gudang satu dengan yang lain tidak terlalu berdekatan agar transportasi dan sirkulasi udara berjalan lebih baik. 5. Memiliki kondisi atau perlengkapan yang memungkinkan mengatur kelembaban udara yang diperlukan selama proses curing. 3.2. Konstruksi gudang pengering 1. Kerangka terbuat dari bambu yang berumur 3-4 tahun telah dapat dipergunakan sebagai kerangka gudang pengering. Ikatan kerangka mempergunakan tali kawat BWG 16. Dimungkinkan pula diikat dengan ban bekas. Pada masa lalu diikat dengan tali ijuk. Agar berdiri kokoh maka tiang gudang berada diatas batu sendi diatas permukaan tanah. 2. Atap terbuat dari daun tebu yang telah dianyam (blabad) yang diikat dengan tutus/ gutos yang terbuat 86 bambu tali. Dapat digunakan pula daun alang-alang. Hal ini akan menciptakan sirkulasi uadara, temperatur dan kelembaban udara yang tidak terlalu fluktuatif selama proses curing. 3. Diatas atap dipasang penguat cecek untuk mencegah atap gudang tersingkap apabila ada angin kuat yang juga terbuat dari bambu. 4. Dinding gudang pengering terbuat dari gedek (tabing) yang merupakan anyaman belahan bambu. 5. Jendela/ventilasi gudang pengering juga terbuat dari gedek (tabing) yang juga merupakan anyaman bambu. 3.3. Lingkungan gudang pengering 1. Temperatur udara dilokasi gudang pengering sangat berpengaruh terhadap temperatur udara dalam gudang pengering. Temperatur udara yang terlalu rendah (dibawah 23°C) akan menyebabkan terhambatnya proses pemasakan daun tembakau (terhentinya aktifitas enzim) yang ditandai pada perubahan warna (yellowing). Temperatur udara yang terlalu tinggi dalam gudang pengering (diatas 30°C) akan menyebabkan daun hijau layu mati dan 87 menyebabkan pembentukan gula yang tinggi sehingga terjadi warna “nemor ”. 2. Kelembaban udara yang dibutuhkan dalam proses curing berkisar 65-90 % tergantung pada tahapan proses curing. Kelembaban udara yang terlalu rendah menyebabkan proses pemasakan daun (hidrolisa) tidak ber-jalan, sehingga daun hijau tetap berwarna hijau. Kelembaan udara yang terlalu tinggi menyebabkan banyak terjadi proses pem-busukan atau dekomposisi protein. 3. Sumber air diperlukan untuk memadamkan api, melembabkan udara dalam gudang pengering. Mendinginkan serta melembabkan gudang pengering dengan memberikan air diatas atap gudang pengering. Sumber air yang baik berasal dari sungai atau air pengairan (irigasi) yang selalu tersedia sepanjang tahun. Sumur biasa maupun sumur pompa diperlukan apabila tidak ada sumber air berupa sungai yang dekat gudang pengering. 88 Cadangan air dapat dibuat dalam bentuk bak besar yang terbuat dari plastik atau kolam yang dibuat permanen. Hal ini penting dilakukan untuk lokasi gudang pengering yang jauh dari sumber air. 3.4. Perlengkapan gudang pengering 1. Kamar angin pada setiap tiang ditengah dengan lebar sekitar 75 cm dan tiang pinggir selebar 50 cm untuk memperlancar sirkulasi udara selama proses curing. Kamar angin dibuat dari belahan bambu atau reng yang dipaku pada galang gudang. 2. Kolong galang telah disiapkan untuk tempat mengkaitkan dolok pada seluruh kamar. Kolong gudang dibuat fleksibel dengan 3 putaran tali yute dengan maksud untuk memudahkan mengencangkan dolok dan STG apabila terjadi sedikit perbedaan lebar kamar gudang. 3. Tangga sebanyak 6 buah untuk gudang pengering ukuran besar dan kepai gantol, pasir, karung goni. Tangga gudang dipasang pada kanan dan kiri gudang dengan menyandarkan pada atap gudang pengering. 89 4. Persediaan air berupa tandon air atau kolam air, apabila dihalaman gudang pengering jauh dari sumber air berupa aliran sungai atau saluran air pengairan. 5. Meja yang meletakkan akan dipergunakan tembakau sebagai untuk alas tempat sebelum melakukan penyujenan dan sortasi. 3.5. Pengaruh gudang pengering pada proses curing 1. Gudang pengering dengan ukuran besar (lebar 18 meter, tinggi 12 meter, panjang 64 meter) akan menyebabkan temperatur udara dalam gudang pengering lebih rendah dan kelembaban udara dalam gudang pengering lebih tinggi. Hal ini sangat diperlukan pada cuaca musim kemarau yang cukup kering. Namun demikian dalam cuaca basah dapat menyebabkan kondisi terlalu lembab sehingga tembakau busuk, busuk samar, minyak dan lain-lain apabila tidak diantisipasi dengan perlakuan teknis. 2. Gudang pengering membujur Utara Selatan memiliki kondisi lebih kering, karena mendapatkan sinar matahari pada pagi dan sore hari. Jika kurang diwaspadai banyak terjadi tembakau kedadak atau 90 terjadi bleaching karena mendapatkan sinar matahari langsung. 3. Gudang pengering membujur Barat Timur berpotensi menciptakan kondisi lebih lembab, terutama bagian tengah gudang pengering. Pada gudang pengering yang besar dan panjang dengan lingkungan pepohonan dapat menyebabkan terjadinya tembakau busuk. 4. Gudang pengering kemungkinan ukuran lebih kecil mudah mempunyai mengendalikan kelembaban udara atau menciptakan temperatur udara dalam gudang pengering. Hal ini sangat penting untuk lokasi yang mempunyai kelembaban tinggi sepanjang tahun. 5. Galang gudang pengering bagian atas mempunyai kondisi lebih kering sedangkan bagian bawah lebih lembab yang berpotensi tembakau banyak busuk. 91 menghasilkan daun 4. Persiapan pengeringan 4.1. Persiapan peralatan 1. Alat sunduk rakit (kejin, tali goni, plastik, dolok) bermacam macam persiapan alat-alat kecil ini tidak boleh dilupakan untuk disiapkan dalam jumlah yang cukup agar tidak terjadi kekacauan selama panen berlangsung. 2. Alat untuk menaikkan tembakau (dolok beserta STG nya) berupa tali dengan kolong untuk memudahkan menaikkan hasil rakitan keatas galang gudang. 3. Alat untuk menyalakan api (tungku, japit, serok dsb). Tungku yang baik dapat menghemat pemakaian kayu bakar. Alat bantu berupa japit, serok api dapat membantu pelaksanaan pemberian api. Gentong air atau drum yang diisi air dipergunakan untuk mematikan api apabila sudah tidak diperlukan lagi. 4. Alat untuk menurunkan temperatur udara dan menaikkan kelembaban udara, berupa mesin PS beserta paralon yang telah dipasang diwuwungan gudang pengering. Paralon dilubangi pada kedua sisinya dengan jarak yang teratur agar keluarnya air dari paralon dapat lebih merata. 92 5. Psikrometer (thermometer bola basah dan bola kering beserta tabel untuk membaca data) atau hygrometer untuk mengamati temperatur dan kelembaban udara baik didalam dan diluar gudang pengering. Disiapkan pula blangko untuk mencatat data temperatur dan kelembaban udara. 4.2. Bahan bakar 1. Kayu karet, merupakan bahan bakar yang baik, tidak banyak menghasilkan asap menyala dengan baik (tidak mudah mati). 2. Kayu bakar sebaiknya dari tanaman yang tumbuh dipekarangan dan tidak banyak menghasilkan asap. Jangan menggunakan kayu bakar dari hutan lindung. Lebih baik menanam pohon kayu yang berumur pendek telah bisa menghasilkan bahan bakar yang baik. 3. Batu bara merupakan bahan bakar dari fosil yang tidak bisa terbarukan. Menghasilkan asap cukup banyak apabila bukan dalam bentuk briket (telah dproses untuk mengurangi gas CO dan SO2). Sebaiknya digunakan secara terbatas dalam rangka menjaga 93 stabilitas api, jika membutuhkan panas yang lebih tinggi. 4. Minyak bumi merupakan bahan bakar fossil, sangat mudah menyala, namun banyak menimbulkan asap. Sebaiknya dipergunakan hanya untuk starter (menghidupkan api pertama) dalam jumlah yang terbatas. 5. Janggel jagung, sekam padi, sabut kelapa dll, merupakan limbah dari hasil pertanian yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar yang murah asalkan tidak banyak menimbulkan asap. Bahan bakar sekam padi, menghasilkan banyak asap apabila tidak menggunakan tungku khusus. 4.3. Mengatur daun hijau 1. Daun hijau yang telah sampai digudang pengering harus segera dikeluarkan dari keranjang atau bandang alat pengangkutan agar tidak terjadi penurunan kualitas, sebab daun hijau yang baru dipetik terjadi percepatan respirasi. 2. Daun hijau yang basah yang jumlahnya cukup banyak harus diletakkan dengan cara berdiri sedangkan daun 94 hijau yang kesap dapat diletakkan tidur asalkan segera dilakukan pekerjaan selanjutnya. 3. Sortasi daun hijau terutama pada panen pertama atau panen pada tanaman yang kurang rata. Sortasi daun hijau dengan memisahkan ukur daun (panjang pendek), mengeluarkan daun yang tidak sehat serta daun cacat lainnya. 4. Sortasi daun hijau jangan terlalu mendetil yang bisa menyebabkan kelambatan proses sunduk rakit. Tujuan sortasi daun hijau adalah penyeragaman agar tidak mengalami kesulitan dalam perlakuan pemberian api. 5. Daun hijau yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau karena cacat perlu dikeluarkan dan dibuang kedalam lubang sampah yang telah disiapkan dihalaman gudang pengering. 4.4. Sunduk rakit 1. Tehnis menyunduk daun hijau adalah dengan cara “gentang nengeb” atau dengan cara adu punggung agar dalam proses pengeringan tidak terjadi daun tembakau yang lengket satu dengan lainnya. 95 2. Jumlah lembar per STG 30 lembar sampai maksimal 40 lembar untuk satu kamar dengan ukuran lebar 2 meter disesuaikan dengan ukur panjang daun. Jarak antar lembar daun 5 cm, menghasilkan daun yang lebih terang, sedikit menghasilkan daun busuk, serta menghasil-kan rendemen yang optimal. Daun yang terlalu rapat menyebabkan warna daun kering lebih gelap, berpotensi busuk sampai busuk samar lebih banyak serta rendemen lebih rendah. Untuk daun tembakau yang terlalu besar dapat diisi sekitar 25 lembar daun per STG. 3. Merakit dalam satu dolok sebaiknya 3 STG untuk daun besar dan 4 STG per dolok untuk daun kecil. Isian STG yang jarang bisa membuat warna daun lebih terang, sedangkan makin rapat STG dalam satu dolok akan menyebabkan warna daun kering menjadi lebih gelap. 4. Jarak antar STG dalam satu dolok dibuat teratur berkisar 20 cm (untuk daun besar atau isi 3 STG perdolok) dan 15 cm (untuk tembakau kecil atau 4 STG perdolok). 96 5. Merakit harus cukup tegang, dimana tali yute jangan sampai terlalu kendor sewaktu dinaikkan keatas galang gudang pengering. 4.5. Pengisian gudang pengering 1. Secara umum sebaiknya pengisian gudang pengering dimulai dari tengah-tengah gudang pengering, berjalan menuju kekamar samping kanan dan kirinya. Hal ini juga untuk membagi ruangan pada kelas daun serta ukuran panjang pendek daun, sebab masingmasing membutuhkan perlakuan pemberian api yang berbeda. Hal ini juga penting panenan tembakau yang jumlahnya tidak terlalu banyak. 2. Pengisian gudang pengering yang dalam satu hari penuh dapat menyebabkan kemungkinan busuk lebih banyak karena kelembaban udara terlalu tinggi. Pengisian gudang pengering yang dilakukan penuh untuk waktu 3 hari merupakan cara yang ideal. 3. Jumlah STG dalam satu kamar tergantung ukuran daun dan ukuran gudang pengering. Misalkan ukuran daun sedang berisi 800 STG sedangkan untuk ukuran besar hanya berisi 600 STG saja. 97 4. Dalam satu kamar sebaiknya diisi satu kelas daun dan atau satu kualitas daun hijau agar tidak menyulitkan dalam perlakuan pengapian. 5. Pada akhir menaikkan tembakau setiap hari harus diusahakan dengan cara “nyisir” yaitu lurus dari atas kebawah agar tidak menyulitkan perlakuan api pada saat proses curing. 5. Tehnik pengeringan dan rompos 5.1. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses curing 1. Kualitas daun pertumbuhan hijau tanaman, yang tergantung mikroklimat pada selama pertumbuhan tanaman, perlakuan tehnis (jarak tanam, pemupukan pengairan dan lain lain). 2. Ukuran gudang pengering, bahan atau material atap beserta dinding gudang pengering, lantai gudang pengering dan lain lain. 3. Lingkungan gudang pengering yaitu apakah tempat gudang pengering berupa medan yang terbuka atau ternaungi pepohonan disekitarnya. 98 atau bangunan lain 4. Persiapan curing, berupa pekerjaan sunduk rakit (jumlah lembar daun per STG), jarak STG dalam satu dolok serta pengisian gudang pengering (menaikkan dolok keatas gudang pengering). 5. Perlakuan tehnis curing, buka tutup ventilasi gudang pengering, tingkat pemberian api, perlakuan mengendalikan kelembaban udara dalam gudang pengering. Tabel 10. Pengaruh temperatur terhadap proses curing dan kelembaban Kondisi Temperatur ( oC) Kelembaban (%) Positif Kering 30 – 35 40 - 60 Stem drying Normal 23 – 30 70 - 80 Lembab 18 – 23 > 90 Kategori udara Pengaruh pada proses 99 Proses pemasakan Persiapan rompos Negatif Daun mati Nemor Busuk lamina Busuk gagang 5.2. Proses curing 1. Daun hijau sehat Tabel 11. Proses curing daun sehat. Kualitas daun Hijau Awal proses Pertengahan proses Akhir proses Daun tipis Hijau terang Hijau /coklat Coklat terang Hijau/kuning Coklat Kuning/hijau Coklat tua Daun berbody Daun tebal Hijau kekuningan Kuning kehijauan 2. Daun hijau kurang hujan Tabel 12. Proses curing daun kurang hujan Kualitas daun Hijau Awal proses Hijau kekuningan Pertengahan proses Kuning kehijauan Daun berbody Kuning Kuning Kuning Daun tebal Kuning kehijauan Sangat kuning Kuning kecoklatan Daun tipis Akhir proses Kuning terang 3. Daun yang terlalu banyak hujan dan daun tidak sehat Daun yang terlalu banyak hujan akan berproses lebih cepat dan menghasilkan daun berwarna 100 hijau kecoklatan karena kekurangan kandungan karbohidrat. Mempunyai daya bakar lebih baik. Daun tidak sehat adalah daun tembakau yang nampak kekuningan, mirip dengan daun yang sudah tua. Daun tidak sehat terjadi karena didaerah perakaran kekurangan oksigen. Daun demikian berproses lebih cepat pula dan akan menghasilkan krosok yang kepak, atau berwarna sangat makan api/jlereng/ndubang. 4. Klassifikasi kualitas daun hijau Yang dimaksud adalah daun yang sangat peka terhadap perlakuan curing atau terhadap perubahan mikroklimat lingkungan. Daun yang sensitif adalah daun tembakau yang sangat tipis terutama daun KOS II dan KAK II dari tanaman yang tumbuh sangat cepat dengan jarak tanam yang rapat. Daun demikian mudah kedadak pada kondisi kering dan mudah busuk pada kondisi lembab. Daun toleran terhadap perlakuan curing adalah daun yang tumbuh normal, tidak lambat dan tidak cepat, dipanen tepat waktu, tidak mudah rusak 101 oleh perubahan perlakuan curing atau perubahan lingkungan. Pada umumnya daun KOS I dan KAK II, toleran terhadap perubahan curing atau perubahan lingkungan. Daun yang tahan terhadap perlakuan curing adalah daun yang sangat tebal, tidak mudah busuk dan tidak mudah kedadak oleh perubahan perlakuan curing. Daun yang tumbuh dipinggir (mendapatkan sinar matahari penuh) dan daun TNG serta PUT yang dipanen cukup tua pada umumnya tahan terhadap perlakuan curing. 5. Kecepatan proses curing Kecepatan proses curing sangat ditentukan oleh kualitas daun hijau yang berasal dari lapangan. Daun hijau yang lemah akan berproses lebih cepat dibandingkan dengan daun yang berbody atau lebih tebal. 102 Tabel 13. Kecepatan proses curing Pelayuan Pemasakan daun Pengeringan daun Stabilitas warna Pengeringan gagang Daun lemah 1 3 3 2 4 Daun Sedang 2 4 4 3 5 Daun kuat 3 5 4 4 6 Daun agak kuat 4 6 5 4 7 Jumlah 14 18 22 26 Proces 5.3. Pengamatan proses 1. Perubahan proses daun tembakau dan perubahan lingkungan sangat berpengaruh pada kualitas, sehingga pengamatan proses curing diperlukan minimal satu kali setiap hari pada setiap kamar digudang pengering, terutama pada pagi hari. Hal ini merupakan suatu kaharusan agar dapat mengambil langkah yang tepat dalam pengendalian proses curing. Dalam pengamatan proses curing sepenuhnya mempergunakan panca indera, penglihatan (melihat perubahan warna), penciuman (kemungkinan ada proses pembusukan), peraba untuk mengetahui kondisi tembakau (keras, ayem), perasa untuk mengetest taste tembakau hasil curing, pendengaran 103 bisa dipakai untuk mendengarkan gerakan tembakau apabila berbunyi, berarti kondisi tembakau telah cukup keras. Ada perbedaan kualitas daun hijau. Ada perubahan mikroklimat selama siang hari atau pada malam hari. Memperhatikan perubahan lingkungan. Yang dimaksud memperhatikan perubahan lingkungan adalah temperatur dan kelembaban udara dalam gudang pengering, dapat dibantu dengan alat thermo-hygrometer, Psikrometer (thermometer bola basah dan bola kering) dengan tabelnya. 2. Pengamatan daun tembakau dilakukan secara organoleptik, dengan menggunakan panca-indera. Perkembangan perubahan warna daun, apakah ada penyimpangan proses seperti glassy, busuk, nemor dan lain lain. Kandungan air dengan pegangan tangan. Kondisi daun dengan pegangan tangan. Penciuman untuk menjaga kemungkinan bau busuk atau menyengat dihidung. 104 3. Pengamatan temperatur udara dan kelembaban udara dalam gudang pengering dengan menggunakan alat termohygrometer atau psikrometer. Apakah sesuai dengan kebutuhan tahapan proses curing. Perlu dibandingkan dengan data diluar gudang pengering untuk tindakan buka tutup ventilasi. 4. Pengamatan temperatur udara diluar gudang pengering dengan psikrometer (thermometer bola basah dan bola kering). Dengan tabel yang sama dilakukan setiap minimal 2 jam sekali, baik siang mapun malam hari. Sebagai data penting untuk mengambil keputusan mengatur kelembaban, sirkulasi udara dalam gudang pengering. 5. Data curah hujan Sangat penting segera dilaporkan karena rencana perlakuan pemberian api yang ditetapkan pada pagi hari kemungkinan ada perubahan pada sore harinya karena ada hujan turun sewaktu-waktu. 105 5.4. Perlakuan teknik curing 1. Membuka ventilasi gudang pengering dilakukan untuk memasukkan udara segar dari luar gudang pengering dan mengeluarkan uap air dari dalam gudang pengering dimana pada tahapan menurunkan kadar air pada daun tembakau. Dilakukan pada umumnya pada siang hari tergantung kepada kebutuhan proses. Daun tembakau yang sedang mengalami proses pemasakan (sedang membentuk warna coklat) maka ventilasi perlu dibuka hampir sepanjang hari apabila cuaca diluar gudang pengering cukup kering. Sirkulasi udara yang baik dibutuhkan pada daun segar yang masih bernafas untuk mengeluarkan gas CO2, serta memasukkan O2 kedalam daun tembakau yang sedang berproses. Membuka ventilasi jika perlu dilakukan pada malam hari untuk membuat kondisi tembakau lebih lemas dalam rangka persiapan merompos. 2. Menutup ventilasi udara gudang pengering dilakukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam gudang pengering dari pengaruh suhu dan kelembaban udara diluar gudang pengering. Menutup ventilasi gudang pengering juga dimaksudkan untuk 106 mencegah sinar matahari langsung mengenai daun tembakau yang dapat menyebabkan terjadinya bleaching. Daun tembakau yang telah kering betul dan kondisinya keras maka ventilasi gudang pengering perlu ditutup sepanjang hari. 3. Perlakuan api kecil atau api pelan dilakukan untuk meningkatkan suhu dalam gudang pengering yang dibutuhkan pada tahapan awal proses curing. Temperatur udara yang dingin didalam gudang pengering (dibawah 20°C) dapat menghambat proses pemasakan daun tembakau. Temperatur cukup hangat (25°C - 30°C) akan mempercepat proses pemasakan daun secara alamiah. 4. Perlakuan api sedang atau besar ditujukan untuk mengeringkan lamina tembakau yang sudah masak dan mengeringkan gagang tembakau yang belum kering. Kerusakan busuk, bisa berupa busuk gagang, busuk lamina, busuk urat, busuk samar daun kehilangan elstisitasnya. Untuk mencegah hal tersebut perlu dilakukan sirkulasi udara yang baik (jangan mengisi gudang pengering terlalu penuh). Pada saat daun sedang masak perlu diberi api yang cukup untuk mengeluarkan kandungan air dalam 107 daun. Pada saat gagang sedang mbosoki masih diperlukan api cukup untuk menghindari berbagai macam jenis busuk tersebut diatas. Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tembakau busuk, daun tembakau yang telah kering menjadi ditumbuhi jamur, serta daun tembakau yang dirompos menjadi kacep/lemas menyebabkan daun tembakau yang dapat mudah menjadi minyak. 5. Membasahi lantai dan atap gudang pengering (yang dilakukan dengan alat mesin Power Sprayer) ditujukan untuk menurunkan tem-peratur udara dan menaikkan kelembaban udara dalam Kelembaban udara gudang didalam gudang pengering. pengering dipertahankan untuk proses pemasakan daun dan perataan warna daun. Untuk meningkatkan kelembaban udara dalam gudang pengering dilakukan dengan membuka jendela pada malam hari, menyiram lantai dengan air serta perlakuan air diatas atap gudang pengering. Siraman lantai atau dinding gudang pengering dilakukan apabila kondisi proses membutuhkan peningkatan kelembaban dalam gudang pengering, 108 untuk mencegah terjadi daun kedadak (hijau mati) atau mencegah terjadinya warna nemor pada proses pemasakan daun. Perlakuan pengairan dari atap gudang pengering yang biasa disebut “disetik atas” sangat cepat menurunkan suhu udara dan menaikkan kelembaban udara didalam gudang pengering pada siang hari (khususnya pada cuaca sangat kering). Temperatur udara yang tinggi (32-37°C) akan banyak membentuk gula sehingga warna tembakau kekuningan (yellowish). Temperatur udara yang sangat tinggi (diatas 40°C) akan menyebabkan daun kedadak (langsum) atau timbul warna nemor atal. 5.5. Merompos dan angkutan. 1. Tembakau siap untuk dirompos Lamina dan gagang telah cukup kering secara menyeluruh atau tidak ada lembaran daun yang gagangnya masih ngotok (belum kering). Umur tembakau digudang pengering untuk daun KOS berkisar 18 hari sampai 20 hari, daun KAK berkisar 20 hari sampai 22 hari, daun TNG berkisar 22 hari sampai 26 hari daun PUT berkisar 18 hari sampai 20 hari. 109 Tembakau yang masih belum kering betul serta gagang masih ngotok, akan mengakibatkan banyak penurunan mutu antara lain minyak dll. Tembakau yang terlambat dirompos akan berakibat ditumbuhi cendawan (jamur) dan menjadi lebih rapuh. 2. Persiapan rompos Mempersiapkan kondisi tembakau dimana lamina cukup supel atau dengan kadar air berkisar 18 % serta gagang (stem) cukup kering/keras atau “ngawat”. Gagang tembakau yang lemas atau kacep akan menyebabkan terjadinya minyak pada proses fermentasi selanjutnya. Tembakau kering yang terlalu lemas perlu perlakuan pemberian api, agar kondisi tembakau kering tidak terlalu ayem. Tembakau kering yang terlalu keras perlu perlakuan pelembaban ruangan dalam gudang pengering sehingga kondisi cukup supel untuk dirompos. 110 Peralatan rompos berupa alat untuk menurunkan tembakau kering, rak untuk meletakkan tembakau yang diturunkan, bandang atau meja rompos, tali romposan, sudah siap sebelum merompos dilaksanakan. Pada kondisi tertentu (misalkan cuaca kering) dipersiapkan peralatan atau bahan untuk menjaga kondisi tembakau kering tetap baik. 3. Teknik merompos Menurunkan secara hati-hati dengan menggunakan tali tampar untuk menjaga daun tembakau tidak rusak akibat perlakuan kasar. Meletakkan atau menggantung pada rak-rak romposan yang telah disiapkan. Melepaskan daun tembakau kering dari tali yute setiap satu STG. Mengikat setiap seluruh daun dalam satu STG dalam satu unting. Meletakkan untingan tembakau kering pada meja/ lincak atau bandang yang telah disiapkan dengan cara menumpuk dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. 111 4. Pengisian keranjang rompos Meletakkan untingan daun tembakau romposan dengan cara kepala untingan berada dipinggir keranjang atau bersinggungan dengan keranjang agar tidak merusakkan lamina daun. Setiap keranjang romposan diisi tembakau sesuai dengan kemampuannya, dengan maksud tidak diisi terlalu penuh dengan menekan agar berisi lebih banyak. Pipil keranjang disiapkan untuk mengisi jenis tembakau, jumlah untingan dan berat daun kering. Selesai mengisi keranjang rompos dilakukan penutupan keranjang dengan cara menjahit secara kasar untuk menjaga kondisi tembakau tidak menjadi kering. 5. Transportasi Untuk lokasi gudang pengering yang letaknya jauh dengan gudang pengolah perlu transportasi berupa kendaraan pick up atau truk. 112 Pada setiap truk atau pick up perlu diberi andang atau pembatas keranjang romposan agar tidak terlalu menekan keranjang dibawahnya (untuk menjaga kerusakan mekanis). Setiap kendaraan pengangkut tembakau romposan perlu diberi atap berupa terpal, untuk menjaga kondisi tembakau romposan tidak menjadi keras. Surat pengantar perlu diilengkapi berupa kelengkapan pengiriman tembakau romposan yang mencantumkan kualitas, jumlah keranjang, berat bersih, pengirim, sopir dan lain-lain. Dalam hal keadaan hujan dan lain-lain yang mungkin dapat menurunkan kualitas tembakau, maka pengiriam tembakau perlu ditunda sampai keadaan telah membaik. 113 Tabel 13. Proses dan tehnik curing Prosessing Tahapan Proses Proses Pelayuan Pemasakan Yellowing Pemasakan Browning Drying Lamina Stem Drying Tujuan Utama Daun Tembakau Umur Menurunkan kadar air 1-2 10 %, stop respirasi Terbentuknya gula/ 3-5 xanthophyl Hidrolisa khlorophyl oleh asam 4-9 hidrokarbon Mencegah busuk lamina, 8-12 menguapkan air Mencegah busuk gagang, 12-18 menguapkan air Kondisi Ruangan Temperatur (˚C) RH (%) Segar 23-27 75-90 Segar 25-30 75-85 Segar 23-27 Kesap/ Bengkak Keras Lamina Gagang Segar/ Layu Layu/ Kesap Sirkulasi Udara Perlakuan Teknis Siang Hari Malam Hari Perkecualian Cuaca Basah Keluarkan CO2 Masukkan CO2 Buka jendela ¼. Tanpa api, atau Perlakuan air atas api kecil Buka jendela ½. Api kecil Perlakuan air atas Cuaca basah Cuaca kering 70-80 Masukkan CO2 Buka jendela ¾. Perlakuan air atas Api pelan Cuaca kering 25-30 65-70 Keluarkan uap air Buka jendela penuh Api sedang Cuaca kering Keras Kesap 14-15 % Kering 27-32 60-65 Keluarkan uap air Buka jendela penuh Api sedang Cuaca kering 70-80 Sirkulasi udara Tutup ventilasi Tanpa api Mengendalikan kelembaban udara Tutup jendela Api khusus Supel/ Kesap Stabilizing Colour Meratakan warna 14-20 Supel Kesap/ 18-20 % Kering 25-27 Rompos Persiapan fermentasi 18-22 Supel Kering/ 16-18 % Ngawat 25-27 114 70 Cuaca basah Cuaca sangat kering Daftar Pustaka Abdul Kahar Muzakir (2009), Mengenang Kejayaan Tembakau Besuki Na – oogst Dan Upaya Mempertahankan Eksistensinya, Kopa TTN, Jember Hartana, I., (1999), Penyakit-penyakit Virus pada tanaman Tembakau, makalah diskusi di PTP Nusantara II (Persero), Medan. Muzakir, A.K. dan Soeripno, (2003), Pelatihan Tembakau Besuki NO dan VO Untuk Petugas lapangan Disbun, Proyek Kerjasama Dinas Perkebunan Pemerintah Kabupaten jember dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tembakau Jember, Jember. Soeripno, (2003), Pembibitan dan Persiapan Tanam Tembakau Besuku Na-Oogst, Proyek Kerjasama Dinas Perkebunan Pemerintah Kabupaten jember dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tembakau Jember, Jember. _______, (2006), Laporan Penelitian Pupuk KS Plus, Litbang Kopa TTN, Jember _______, (2007), Laporan Penelitian Pemupukan Dengan (Phosphor) Pada Tembakau Besuki Na – oogst, Litbang Kopa TTN, Jember _________, (2008), Panen dan pengeringan Tembakau Besuki Na – oogst, Litbang Kopa TTN 2009 _______,(2009), Beberapa Masalah Cacat Fisiologi Tembakau Besuki Na–oogst Dan Upaya Menguranginya, Litbang TTN. ________, (2009), Gangguan Hama Gudang Dan Cara Penanggulangannya, Litbang KOPA TTN Jember. Cara Pengendaliannya, Litbang Kopa TTN, Jember. 115