Yayasan Spiritia LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha) Yayasan Spiritia Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560 Tel: (021) 422-5163, 422-5168 Fax: (021) 4287 1866 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 001 DAFTAR LEMBARAN INFORMASI No. Judul Tanggal Informasi Dasar 001 101 102 103 106 Daftar Lembaran Informasi Apa AIDS Itu? Tes HIV Infeksi HIV Primer Siklus Hidup HIV 22 Jan 2015 1 Sep 2014 22 Jan 2015 7 Feb 2014 1 Jul 2014 Tes Laboratorium 120 121 122 123 124 125 126 135 136 Hasil Tes Lab Normal Hitung Darah Lengkap Tes Kimia Darah Tes Gula & Lemak Darah Tes CD4 Tes Viral Load Resistansi terhadap Obat Tes Fungsi Hati Tes Fungsi Ginjal 5 Nov 2007 8 Mei 2014 8 Mei 2014 31 Jul 2014 8 Mei 2014 6 Mar 2014 6 Mar 2014 6 Mar 2014 1 Jun 2014 Pencegahan Penularan HIV 152 154 156 160 165 166 Berapa Tingkat Risiko Penggunaan Narkoba & HIV Profilaksis Pascapajanan Profilaksis Prapajanan Pencegahan Positif Daya Menular 7 Feb 2014 6 Mar 2014 7 Apr 2014 1 Okt 2014 22 Jan 2015 1 Okt 2014 Hidup dengan HIV 207 Vaksinasi untuk Odha Dewasa 1 Jul 2014 Terapi Antiretroviral 401 402 403 404 405 406 407 411 413 414 415 416 417 419 420 427 431 432 434 435 442 443 444 446 447 448 449 450 455 461 462 465 466 467 Penggunaan Obat Antiretroviral Nama Obat Antiretroviral Terapi Antiretroviral (ART) Pedoman Nasional ART Kepatuhan terhadap Terapi Terapi Berdenyut Interaksi Obat AZT (Zidovudine) ddI (Didanosine) d4T (Stavudine) 3TC (Lamivudine) Abacavir Duviral (AZT + 3TC) Tenofovir FTC (Emtricitabine) Hidroksiurea Nevirapine Efavirenz Etravirine Rilpivirine Ritonavir Saquinavir Nelfinavir Lopinavir/Ritonavir Atazanavir Fosamprenavir Tipranavir Darunavir Cobicistat Enfuvirtide Maraviroc Raltegravir Elvitegravir Dolutegravir 7 Apr 2014 7 Apr 2014 14 Des 2014 1 Okt 2014 4 Feb 2014 7 Apr 2014 14 Des 2014 6 Mar 2014 6 Mar 2014 7 Apr 2014 7 Apr 2014 3 Jan 2015 6 Mar 2014 7 Apr 2014 7 Apr 2014 4 Feb 2014 24 Des 2014 7 Apr 2014 8 Mei 2014 7 Apr 2014 7 Apr 2014 3 Jan 2015 1 Jun 2014 7 Feb 2014 9 Des 2014 7 Apr 2014 9 Des 2014 1 Jun 2014 13 Nov 2014 1 Jun 2014 1 Jul 2014 14 Des 2014 4 Des 2013 1 Okt 2014 No. Judul Tanggal No. Judul Penguatan Sistem Kekebalan Populasi Pasien 481 482 483 484 485 610 611 612 613 614 616 617 618 619 Pemulihan Kekebalan 3 Jan 2015 Interleukin-2 3 Jan 2015 Sindrom Pemulihan Kekebalan 22 Jan 2015 HIV dan Peradangan 24 Des 2014 Apakah HIV Dapat Disembuhkan? 1 Sep 2014 494 Narkoba 1 Jun 2014 Infeksi Oportunistik 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 525 526 527 528 Infeksi Oportunistik Virus Sitomegalia (CMV) Kriptosporidiosis Meningitis Kriptokokus Masalah Saraf & Demensia Hepatitis Hepatitis C (HCV) & HIV Human Papillomavirus (HPV) Sarkoma Kaposi (KS) Limfoma MAC (Mycobacterium Avium Complex) Moluskum PCP (Pneumonia Pneumocystis) PML Herpes Zoster Tuberkulosis (TB) Kandidiasis Toksoplasmosis Wasting AIDS Herpes Simpleks Kanker dan HIV Penisiliosis Limfadenopati Histoplasmosis Steatosis 1 Jun 2014 7 Feb 2014 1 Sep 2014 1 Sep 2014 8 Mei 2014 8 Mei 2014 31 Okt 2014 6 Mar 2014 8 Mei 2014 6 Nov 2014 9 Des 2014 1 Sep 2014 1 Jun 2014 1 Sep 2014 1 Sep 2014 7 Feb 2014 9 Des 2014 9 Des 2014 31 Jul 2014 1 Jul 2014 31 Jul 2014 1 Jun 2014 1 Jun 2014 1 Jun 2014 1 Jun 2014 Obat untuk Infeksi Oportunistik 530 531 532 533 534 535 Azitromisin Siprofloksasin Klaritromisin Dapson Flukonazol Kotrimoksazol 25 Des 2014 24 Des 2014 9 Des 2014 1 Jun 2014 3 Jan 2015 24 Des 2014 Obat Lain terkait HIV 540 Megestrol (Megace) 541 Metadon 542 Buprenorfin 2 Sep 2014 8 Mei 2014 8 Mei 2014 Efek Samping 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 Efek Samping Kelelahan Anemia Lipodistrofi Diare Neuropati Perifer Toksisitas Mitokondria Osteoporosis Depresi Osteonekrosis Rasa Nyeri Hepatotoksisitas Sindrom Stevens-Johnson 1 Jul 2014 1 Jun 2014 1 Jul 2014 1 Jun 2014 1 Jun 2014 7 Feb 2014 8 Mei 2014 9 Des 2014 1 Sep 2014 9 Des 2014 1 Jun 2014 6 Nov 2014 25 Nov 2014 Tanggal Perempuan dan HIV Kehamilan dan HIV Anak dan HIV Pasangan Status HIV Berbeda Diagnosis HIV pada Bayi Orang Lansia dan HIV Memperoleh Keturunan Pengobatan AIDS untuk Anak Terapi Antiretroviral untuk Anak 9 Des 2014 16 Jul 2014 16 Jul 2014 16 Jul 2014 16 Jul 2014 1 Okt 2014 6 Mar 2014 16 Jul 2014 16 Jul 2014 Masalah terkait HIV 620 621 623 624 651 652 653 654 Masalah Kulit 8 Mei 2014 Masalah Penglihatan 8 Mei 2014 Masalah Haid 25 Nov 2014 Afte (Seriawan) 8 Mei 2014 HIV dan Penyakit Ginjal 6 Nov 2014 HIV & Penyakit Kardiovaskular 1 Jun 2014 Masalah Mulut 16 Jul 2014 Diabetes dan HIV 10 Des 2014 Hepatitis C 670 671 672 673 674 675 680 682 683 684 685 695 Siklus Hidup HCV Tes Laboratorium Hepatitis C Biopsi Hati Pencegahan Penularan HCV Genotipe Hepatitis C Viral Load Hepatitis C Interferon dan Ribavirin Telaprevir Boceprevir Simeprevir Sofosbuvir Pemeriksaan Hati Noninvasif 3 Jan 2015 8 Mei 2014 8 Mei 2014 1 Jun 2014 25 Nov 2014 6 Mar 2014 2 Sep 2014 7 Apr 2014 8 Mei 2014 4 Feb 2014 4 Feb 2014 19 Apr 2014 Terapi Penunjang 700 724 726 735 740 741 742 760 Terapi Penunjang DHEA Echinacea Silymarin Kurkuma (Kunyit) Temu Lawak Bawang Putih Hepatoprotektor 6 Nov 2014 6 Nov 2014 6 Nov 2014 6 Nov 2014 6 Nov 2014 6 Nov 2014 6 Nov 2014 6 Nov 2014 Gizi dan Olahraga 800 801 802 803 Gizi Vitamin dan Zat Mineral Olahraga dan HIV Merokok dan HIV 1 Okt 2014 6 Mar 2014 16 Jul 2014 1 Okt 2014 Advokasi 811 Kewaspadaan Standar 813 Konfidensialitas dalam Sarana Medis 16 Jul 2014 7 Feb 2014 Topik Khusus 851 Cuci Tangan 1 Sep 2014 Referensi 930 Pemulasaraan Jenazah 950 Profilaksis Kotri untuk Bayi & Anak 951 Profilaksis Kotri untuk Dewasa 999 Daftar Istilah 7 Jul 2006 1 Jul 2010 10 Sep 2006 6 Sep 2013 Diperbarui 22 Januari 2015 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 101 APA AIDS ITU? Apa Artinya ‘AIDS’? AIDS adalah kependekan dari ‘Acquired Immune Deficiency Syndrome’. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency Virus. Bila kita terinfeksi HIV, tubuh kita akan mencoba menyerang infeksi. Sistem kekebalan kita akan membuat ‘antibodi’, molekul khusus yang menyerang HIV itu. Tes darah untuk HIV mencari antibodi tersebut. Jika ditemukan antibodi tersebut di darah kita, berarti kita terinfeksi HIV. Orang yang mempunyai antibodi terhadap HIV disebut ‘HIV-positif’ atau terinfeksi HIV. Lihat Lembaran Informasi (LI) 102 untuk informasi lebih lanjut tentang tes HIV. Menjadi terinfeksi HIV bukan berarti kita AIDS. Banyak orang terinfeksi HIV tidak menjadi sakit selama bertahuntahun. Semakin lama kita terinfeksi HIV, semakin rusak sistem kekebalan tubuh kita. Virus, parasit, jamur dan bakteri yang biasanya tidak menimbulkan masalah bagi kita dapat menyebabkan penyakit jika sistem kekebalan tubuh rusak. Penyakit ini disebut ‘infeksi oportunistik (IO)’. Lihat LI 500 untuk informasi tentang IO. Bagaimana Kita Terkena AIDS? Sebetulnya, kita tidak ‘terkena’ AIDS. Kita mungkin terinfeksi HIV, dan kemudian mengembangkan AIDS. Kita dapat tertular HIV dari seseorang yang sudah terinfeksi, walaupun orang itu tidak kelihatan sakit, bahkan dengan hasil tes HIV yang tidak positif. Darah, cairan vagina, air mani dan air susu ibu seseorang yang terinfeksi HIV mengandung virus yang cukup untuk menularkan orang lain. Sebagian besar orang tertular HIV melalui: y hubungan seks dengan orang yang terinfeksi HIV y penggunaan jarum suntik bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV y kelahiran oleh ibu yang terinfeksi, atau disusui oleh perempuan yang terinfeksi HIV Dulu ada yang tertular HIV melalui transfusi darah yang mengandung HIV (diambil dari seorang yang terinfeksi HIV), tetapi sekarang darah PMI diskrining secara sangat hati-hati, dan risikonya sangat rendah. Belum ada kasus HIV ditularkan melalui air mata atau air ludah. Namun HIV bisa menular melalui seks oral (hubungan seks dengan mulut), bahkan dengan ciuman dalam. Penularan melalui ciuman dalam sangat jarang terjadi, kecuali jika ada luka berat pada mulut, atau gusi berdarah. Pada 2012, Kemenkes memperkirakan ada 591.718 orang terinfeksi HIV di Indonesia. Namun pada akhir Maret 2014, hanya ada 134.053 orang diketahui terinfeksi HIV melalui tes sukarela. Pada waktu yang sama, 54.231 orang dilaporkan sudah sampai ke stadium AIDS dan 9.615 diketahui sudah meninggal dunia akibatnya. Apa yang Terjadi Bila Kita Terinfeksi HIV? Kita mungkin tidak tahu bahwa kita baru terinfeksi HIV. Kurang lebih 2-3 minggu setelah tertular, beberapa orang mengalami gejala mirip flu: demam, sakit kepala, otot dan sendi yang sakit, sakit perut, kelenjar getah bening yang bengkak, atau ruam pada kulit selama satu atau dua minggu. Gejala ini biasanya hilang tanpa diobati. Kebanyakan orang merasa ini memang flu. Beberapa orang tidak mengalami gejala apa pun. Lihat LI 103 untuk informasi lebih lanjut tentang tahap awal infeksi HIV. Virus akan menggandakan diri dalam tubuh kita untuk beberapa minggu atau bahkan bulan sebelum sistem kekebalan tubuh kita menanggapinya. Selama masa ini, hasil tes HIV tetap negatif (yang kadang dilaporkan sebagai ‘non-reaktif’), walaupun kita sudah terinfeksi dan bisa menularkan orang lain. Setelah menanggapi virus, sistem kekebalan tubuh mulai membuat antibodi. Setelah dibuat cukup banyak antibodi, hasil tes HIV akan menjadi positif atau ‘reaktif’. Setelah gejala mirip flu (jika terjadi), kita akan tetap sehat selama bertahun-tahun – beberapa orang tidak mengalami gejala selama sepuluh tahun atau lebih. Namun selama masa tanpa gejala ini, HIV terus merusak sistem kekebalan tubuh kita. Satu cara untuk mengukur kerusakan pada sistem kekebalan tubuh adalah dengan menghitung jumlah sel CD4. Sel ini adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Orang yang sehat mempunyai jumlah CD4 antara 500 dan 1.500. Lihat LI 124 untuk informasi lebih lanjut tentang sel CD4. Tanpa terapi, jumlah CD4 kita kemungkinan akan terus turun. Kita mungkin mengalami gejala penyakit HIV, misalnya demam, keringat malam, diare, atau pembengkakan kelenjar getah bening. Gejala ini bertahan lebih dari beberapa hari, kemungkinan selama beberapa minggu. Bagaimana Kita Tahu Kita AIDS? Penyakit HIV menjadi AIDS waktu sistem kekebalan tubuh kita sangat rusak. Bila jumlah CD4 kita di bawah 200, atau persentase CD4 (CD4%) di bawah 14%, kita dianggap AIDS. Bila kita mengalami IO tertentu, kita dianggap AIDS. Kemenkes secara resmi mengeluarkan daftar IO yang mendefinisikan AIDS. Yang paling umum adalah: y TB (tuberkulosis), dalam paru atau di luar paru (LI 515); y PCP, semacam infeksi paru (LI 512); y CMV (sitomegalovirus), infeksi yang biasanya memengaruhi mata (LI 501); dan y Kandidiasis, infeksi jamur dalam mulut atau vagina (LI 516). Gejala lain terkait AIDS termasuk kehilangan berat badan yang berlebihan, dan masalah kesehatan lain. Jika tidak diobati, IO dapat gawat. AIDS berbeda untuk setiap Odha. Ada orang yang sampai ke AIDS beberapa bulan setelah terinfeksi, tetapi kebanyakan dapat hidup cukup sehat selama bertahuntahun, bahkan setelah AIDS. Sebagian kecil Odha tetap sehat bertahun-tahun bahkan tanpa memakai terapi antiretroviral (ART). Apakah Ada Obat Penyembuh AIDS? Walaupun ada dua kasus orang yang disembuhkan, saat ini belum ada cara yang aman untuk menyembuhkan HIV (lihat LI 485). Belum ada cara untuk memberantas HIV dari tubuh kita. ART dapat menekan penggandaan virus dengan akibat kerusakan pada sistem kekebalan tubuh dihentikan dan dipulihkan. Kita dapat kembali tetap sehat, asal kita memakai ART secara patuh. Obat lain dapat mencegah atau mengobati IO. ART juga mengurangi timbulnya IO. Namun masih ada beberapa IO yang sulit diobati. Diperbarui 1 September 2014 berdasarkan FS 101 The AIDS InfoNet 24 Januari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 102 TES HIV Apa Tes HIV Itu? Bagaimana Kita Dapat Dites? Apa Artinya Jika Kita Positif? Tes HIV memberi tahu kita apakah kita terinfeksi HIV, virus penyebab AIDS. Kebanyakan tes ini mencari antibodi terhadap HIV. Antibodi adalah protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk menyerang kuman tertentu. Antibodi terhadap semua kuman berbeda, jadi bila ditemukan antibodi terhadap HIV dalam darah kita, artinya kita terinfeksi HIV. Ada juga jenis tes lain yang mencari tanda bahwa virus sendiri ada di dalam darah, tetapi tes macam ini belum tersedia di Indonesia. Semua rumah sakit rujukan AIDS (lebih dari 300 di seluruh Indonesia) dan satelitnya menyediakan layanan tes HIV, sering kali di klinik disebut VCT (voluntary counseling and testing) atau KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela). Daftar rumah sakit rujukan dapat dilihat di situs web Spiritia (lihat alamat di bawah) atau dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah. Selain itu ada beberapa klinik lain yang menyediakan tes HIV, dan tes juga dapat dilakukan di beberapa laboratorium swasta, walau sering kali lab tersebut tidak menyediakan konseling. Tes kadang disediakan tanpa biaya, tetapi biasa harganya tidak lebih dari Rp 50.000. Hasil positif atau reaktif berarti kita mempunyai antibodi terhadap HIV, dan itu berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes seharusnya disampaikan kepada kita oleh konselor, yang akan memberi tahu kita apa dampak pada kehidupan kita, dan bagaimana kita dapat memperoleh layanan dan dukungan kesehatan serta emosional. Hasil positif bukan berarti kita AIDS (lihat LI 101 untuk informasi lebih lanjut). Banyak orang yang positif tetap sehat untuk beberapa tahun, dan tidak tentu langsung perlu memakai obat apa pun. Penerimaan diagnosis HIV sering kali sangat sulit. Namun kita tidak sendiri, dan bertemu dengan teman senasib dapat sangat membantu pada saat itu. Di beberapa daerah, teman-teman Odha sudah membentuk kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk memudahkan proses ini. Minta dirujuk pada KDS terdekat oleh petugas klinik VCT. Apa Proses Tes HIV? Tes yang paling lazim untuk HIV adalah tes darah. Sekarang juga ada tes yang dapat mencari antibodi dalam air seni, atau dalam cairan yang diambil dari dalam mulut (bukan air liur), digesekkan dari dalam pipi. Tes yang sering dipakai sekarang disebut tes cepat atau rapid test, yang mampu menyediakan hasil dalam 20-30 menit setelah contoh darah atau cairan lain diambil. Untuk tes darah, contoh darah kita diambil dengan jarum suntik sekali pakai, atau tetes darah diambil setelah jari kita ditusuk dengan jarum sekali pakai. Jika hasil tes pertama ‘reaktif’ (positif), hal ini menunjukkan kemungkinan kita terinfeksi HIV. Tetapi tes harus diulang sekali (jika kita mempunyai gejala penyakit HIV) atau dua kali dengan cara berbeda untuk memastikan hasilnya benar, dan dapat dinyatakan ‘positif’. Ini biasanya dilakukan oleh tempat tes tanpa kita ketahui. Hasil juga dapat dilaporkan sebagai ‘nonreaktif’ (negatif). Kadang laboratorium juga melaporkan angka non-reaktif (mis. ‘nonreaktif, 0,34’). Angka ini tidak ada relevansi sama sekali dan sebaiknya diabaikan. Sebelum darah diambil, kita wajib diberi konseling oleh seorang konselor yang terlatih. Di antara yang lain, konseling ini akan memberi informasi dasar tentang HIV dan AIDS, manfaat dan kerugian kita mengetahui apakah kita terinfeksi, dan bagaimana kita akan bereaksi jika nanti hasilnya positif. Setelah itu, kita diminta menyetujui sebelum darah diambil (sering disebut informed consent). Kita juga wajib diberi konseling lagi oleh konselor yang sama saat hasilnya sudah ada. Hasilnya hanya boleh diberikan pada kita, dan tidak boleh diberikan pada orang lain tanpa persetujuan kita. Tempat melaksanakan tes bertanggung jawab untuk menjamin nama kita dan hasil tes tidak diketahui orang lain (konfidensialitas – lihat LI 813). Namun, jika kita di bawah umur, orang tua atau wali kita boleh mewakili kita. Sayangnya, di Indonesia, tidak jelas berapa sebenarnya usia ‘di bawah umur.’ Hasil tes tidak wajib dilaporkan ke pemerintah. Ada beberapa tempat tes yang tidak mewajibkan kita memberi nama atau identifikasi. Ini disebut tes tanpa nama atau anonim. Siapa Sebaiknya Dites? Kita dapat terinfeksi HIV tanpa mengetahuinya. Kita mungkin tidak merasa sakit atau mempunyai keluhan. Tetapi kita tetap bisa menularkan orang lain. Siapa pun yang aktif secara seksual atau memakai jarum suntik secara bergantian sebaiknya tes HIV secara berkala. Kemenkes mengusulkan semua ibu hamil ditawarkan tes HIV di layanan pranatal. Kalau kita ragu apakah ada kemungkinan kita terinfeksi HIV, sebaiknya dites. Kapan Sebaiknya Kita Dites? Jika kita menjadi terinfeksi HIV, biasanya sistem kekebalan tubuh baru membentuk antibodi tiga minggu hingga tiga bulan setelah kita terpajan. Masa ini disebut masa jendela. Jadi, jika kita merasa kita terpajan, atau melakukan perilaku berisiko tertular HIV, kita sebaiknya menunggu tiga bulan setelah peristiwa berisiko sebelum kita dites. Kita juga dapat langsung tes, dan mengulangi tes tiga bulan setelah peristiwa (bukan setelah tes pertama). Selama masa jendela ini, tes antibodi akan menunjukkan hasil non-reaktif (negatif), tetapi walaupun begitu, jika kita sudah terinfeksi kita dapat menularkan orang lain. Sebetulnya, selama masa awal infeksi ini, daya menular (lihat LI 166) kita paling tinggi sehingga kita lebih mungkin menularkan orang lain kalau kita berperilaku berisiko. Menurut pedoman Kemenkes RI, hasil tes HIV yang non-reaktif tiga bulan atau lebih setelah peristiwa berisiko berarti kita tidak terinfeksi HIV, atau dalam kata lain, kita HIVnegatif. Namun, sekali lagi, kalau kita ragu, tidak salah kalau tes ulang. Ada Tes yang Memberi Hasil Lebih Cepat? Tes viral load mencari potongan genetik HIV. Bibit ini terbentuk sebelum sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi. Tes viral load tidak biasa dipakai untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi, karena tes tersebut jauh lebih mahal dibandingkan tes antibodi. Selain itu, tingkat hasil yang salah lebih tinggi, sehingga tes viral load ini tidak disetujui oleh Kemenkes sebagai alat diagnosis HIV untuk orang dewasa di Indonesia. Apakah Kita Dapat Mempercayai Hasil Tes? Hasil tes antibodi untuk HIV adalah benar untuk lebih dari 99,5% tes. Sebelum kita diberi hasil positif, tes diulang sebagai konfirmasi. Ada beberapa keadaan khusus yang dapat memberi hasil yang salah atau tidak jelas: y Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang HIVpositif dapat menunjukkan hasil positif untuk beberapa bulan karena antibodi ibu dialihkan ke bayi yang baru lahir. Walaupun bayi sebenarnya tidak terinfeksi, dia mempunyai antibodi terhadap HIV dan hasil tes dapat reaktif sampai dia berusia 18 bulan. Tes lain, misalnya tes viral load, harus dipakai jika hasil yang benar dibutuhkan lebih cepat. Lihat LI 613 untuk informasi mengenai diagnosis HIV pada bayi. y Orang yang baru terinfeksi dapat menunjukkan hasil negatif (non-reaktif) jika dia dites terlalu dini (dalam masa jendela) sejak terinfeksi dengan HIV. Garis Dasar Tes HIV biasanya mencari antibodi terhadap HIV dalam darah atau cairan tubuh lain. Bila kita terinfeksi HIV, sistem kekebalan tubuh kita membuat antibodi ini untuk melawan HIV. Biasanya dibutuhkan tiga minggu hingga tiga bulan untuk membentuk antibodi tersebut. Selama masa jendela ini, tes kita tidak akan menunjukkan hasil positif walaupun kita terinfeksi. Tes HIV biasa juga tidak memberi hasil yang dapat dipastikan untuk bayi yang baru lahir pada ibu yang terinfeksi HIV. Hasil tes yang positif (reaktif) berarti kita terinfeksi HIV, tetapi tidak berarti kita AIDS. Jika kita memang HIV-positif, sebaiknya kita belajar tentang HIV, dan mempertimbangkan bagaimana kita dapat melindungi kesehatan kita. Diperbarui 22 Januari 2015 berdasarkan FS 102 The AIDS InfoNet23 Juli 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 103 INFEKSI HIV PRIMER Apa Infeksi HIV Primer Itu? Risiko Kerusakan Kekebalan Jumlah HIV dalam aliran darah menjadi sangat tinggi dalam beberapa hari atau minggu setelah kita terinfeksi HIV. Pada saat itu, beberapa orang mengalami gejala mirip flu. Tahap pertama infeksi HIV ini disebut ‘infeksi HIV primer’ atau ‘infeksi HIV akut.’ Kurang lebih separuh orang yang baru terinfeksi tidak memperhatikan gejala apaapa. Gejala biasanya muncul dalam 2-4 minggu. Gejala paling umum adalah demam, kelelahan, dan ruam. Gejala lain termasuk sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening, radang tenggorokan, pegal, mual, muntah, diare, dan keringat malam yang basah kuyup. Sangat mudah mengabaikan tanda penyakit primer ini. Gejala ini dapat disebabkan oleh beberapa penyakit lain. Jika mengalami gejala ini, dan ada kemungkinan kita baru terpajan HIV, bicara dengan dokter tentang tes HIV, atau mengunjungi klinik VCT di rumah sakit setempat. Lihat Lembaran Informasi (LI) 102 untuk informasi lebih lanjut tentang tes HIV. Beberapa orang beranggapan bahwa tahap awal infeksi HIV tidak menyebabkan banyak kerusakan. Mereka berpendapat bahwa kerusakan yang terjadi pada sistem kekebalan tubuh akan dipulihkan oleh penggunaan terapi antiretroviral (ART). Anggapan ini tidak benar! Hingga 60% sel CD4 (LI 124) “ingatan” yang melawan infeksi tertular pada masa infeksi primer, dan separuh sel tersebut terbunuh dalam 14 hari pertama setelah kita terinfeksi. Lagi pula, HIV segera mengurangi kemampuan kelenjar timus untuk mengganti sel CD4 yang hilang. Lapisan usus – bagian penting sistem kekebalan tubuh – juga kehilangan sejumlah sel CD4 yang bermakna dalam 4-6 minggu setelah terinfeksi. Semua masalah ini dapat terjadi sebelum tes HIV menunjukkan hasil positif. Tes untuk Infeksi Primer Tes HIV biasa akan menunjukkan hasil negatif (non-reaktif) jika kita baru terinfeksi HIV. Tes HIV mencari antibodi yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan HIV. Dibutuhkan tiga minggu sampai tiga bulan untuk membuat antibodi ini. Namun, ada tes yang disebut tes viral load (LI 125), yang langsung mengukur jumlah virus dalam darah. Sebelum sistem kekebalan tubuh membuat antibodi untuk melawannya, HIV menggandakan diri secara sangat cepat. Jadi, tes ini akan menunjukkan viral load yang tinggi selama infeksi primer. Namun, karena tingkat hasil yang salah lebih tinggi, tes viral load ini tidak disetujui oleh Kemenkes RI sebagai alat diagnosis HIV untuk orang dewasa di Indonesia. Tes antibodi HIV yang non-reaktif dan viral load yang sangat tinggi menunjukkan infeksi dini, kemungkinan dalam dua bulan belakangan. Jika kedua tes ini positif, hal itu berarti infeksi HIV kemungkinan terjadi beberapa bulan sebelum tes dilaksanakan. Pada 2010 FDA-AS menyetujui tes HIV baru yang mendeteksi antibodi terhadap HIV serta protein HIV. Tes baru ini dapat menentukan infeksi HIV lebih dini dibandingkan tes antibodi saja. Namun tes ini belum tersedia di Indonesia. Risiko Menularkan Orang Lain Jumlah HIV dalam darah jauh lebih tinggi pada waktu infeksi HIV primer dibandingkan setelah itu. Pajanan pada darah seseorang pada tahap infeksi primer akan lebih mungkin menghasilkan infeksi dibanding pajanan pada darah seseorang yang sudah lama terinfeksi. Satu penelitian menunjukkan bahwa risiko infeksi adalah kurang lebih 20 kali lebih tinggi selama tahap infeksi primer. Risiko menularkan infeksi HIV melalui hubungan seks juga lebih tinggi selama tahap awal infeksi primer. Mengobati Infeksi HIV Primer Pada awal infeksi, sistem kekebalan tubuh membuat sel darah putih yang mengenal dan membunuh sel yang terinfeksi HIV. Ini disebut ‘tanggapan khusus-HIV.’ Lambat laun, kita kehilangan tanggapan ini. Kecuali kita memakai obat antiretroviral (ARV), infeksi HIV kita akan melaju. Pedoman untuk memakai obat HIV mengusulkan kita menunggu hingga ada tanda kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sebelum kita mulai memakai obat tersebut. Namun, memulai ART selama infeksi primer mungkin dapat melindungi tanggapan khusus-HIV itu. Para peneliti pernah menyelidiki orang yang mulai terapi selama infeksi primer dan kemudian berhenti memakai ART. Satu penelitian menunjukkan bahwa pengobatan ini mungkin menunda waktu terjadinya kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Baik-Buruknya Mengobati Infeksi HIV Primer Mulai ART adalah keputusan yang berat. Siapa pun yang memikirkan penggunaan ART sebaiknya mempertimbangkan manfaat dan kerugian. Kehidupan kita sehari-hari dapat dipengaruhi oleh penggunaan ART. Jika kita terlalu sering lupa dosis, ada kemungkinan akan muncul resistansi terhadap obat, yang akan membatasi pilihan di kemudian hari. LI 405 memberi informasi tentang pentingnya memakai ART secara benar. ART adalah obat yang sangat manjur. Obat tersebut mungkin menyebabkan efek samping yang lama-lama dapat sulit ditahan. Terapi secara dini dapat melindungi sistem kekebalan tubuh dari kerusakan oleh HIV. Kerusakan kekebalan ditunjukkan oleh jumlah CD4 yang lebih rendah dan viral load yang lebih tinggi. Ini dikaitkan dengan laju penyakit yang lebih cepat. Orang yang lebih tua (usia di atas 40 tahun) mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah. Orang tersebut tidak menanggapi ART sama baiknya dengan orang yang lebih muda. Namun kebanyakan orang dengan HIV tidak langsung menjadi sakit. Saat ini, para peneliti berpendapat bahwa mulai terapi sangat dini dapat memungkinkan Odha menghentikan penggunaan ART setelah beberapa waktu mengendalikan HIV, atau bahkan menyembuhkan infeksi (sebagaimana tampaknya terjadi pada satu anak perempuan di AS). Garis Dasar Tidak mudah mengetahui orang dengan infeksi HIV primer – kebanyakan Odha baru terdiagnosis beberapa tahun setelah terinfeksi. Beberapa orang tidak menunjukkan gejala infeksi primer sama sekali. Jika gejala muncul, sulit dibedakan dari penyakit lain, misalnya flu. Jika kita berpikir bahwa kita mungkin pada tahap infeksi HIV primer, kita sebaiknya memberi tahu dokter dan melaksanakan tes HIV. Mungkin ada manfaat mulai ART pada masa infeksi HIV primer. Memakai ART adalah keputusan yang berat. Bahas manfaat dan kerugian dengan dokter dan mempertimbangkannya secara hati-hati sebelum mengambil keputusan. Diperbarui 7 Februari 2014 berdasarkan FS 103 The AIDS InfoNet 12 November 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 106 SIKLUS HIDUP HIV 2 Pengikatan dan penembusan: Virus 1 Virus bebas mengikat pada reseptor CD4 dan salah satu koreseptor (CCR5 atau CXCR4), yang ada di permukaan sel CD4. Kemudian virus meleburkan pada sel 3 Penembusan: Reseptor CD4 Virus mengosongkan isinya ke dalam sel CD4 Koreseptor CCR5 Koreseptor CXCR4 RNA HIV DNA HIV 4 Reverse transcription: RNA (serat tunggal) virus diubah menjadi DNA (dua serat) oleh enzim reverse transcriptase DNA manusia DNA HIV DNA manusia 5 Pemaduan: DNA virus disatukan dengan DNA sel oleh enzim integrase 6 Transcription: Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA virus ‘dibaca’ dan rantai protein yang panjang dibuat 8 Tonjolan: Rantai protein HIV Jutaan virus yang belum matang mendesak ke luar sel. Enzim protease mulai mengelola protein dalam virus yang baru terbentuk 7 Perakitan: Rantai protein virus mengelompok 9 Virus yang belum 10 Menjadi matang: Rantai protein pada bibit virus baru matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi dipotong oleh enzim protease menjadi protein tunggal. Protein ini menggabung untuk membentuk inti virus dan membuat virus yang siap bekerja Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 106 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 103 INFEKSI HIV PRIMER Apa Infeksi HIV Primer Itu? Risiko Kerusakan Kekebalan Jumlah HIV dalam aliran darah menjadi sangat tinggi dalam beberapa hari atau minggu setelah kita terinfeksi HIV. Pada saat itu, beberapa orang mengalami gejala mirip flu. Tahap pertama infeksi HIV ini disebut ‘infeksi HIV primer’ atau ‘infeksi HIV akut.’ Kurang lebih separuh orang yang baru terinfeksi tidak memperhatikan gejala apaapa. Gejala biasanya muncul dalam 2-4 minggu. Gejala paling umum adalah demam, kelelahan, dan ruam. Gejala lain termasuk sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening, radang tenggorokan, pegal, mual, muntah, diare, dan keringat malam yang basah kuyup. Sangat mudah mengabaikan tanda penyakit primer ini. Gejala ini dapat disebabkan oleh beberapa penyakit lain. Jika mengalami gejala ini, dan ada kemungkinan kita baru terpajan HIV, bicara dengan dokter tentang tes HIV, atau mengunjungi klinik VCT di rumah sakit setempat. Lihat Lembaran Informasi (LI) 102 untuk informasi lebih lanjut tentang tes HIV. Beberapa orang beranggapan bahwa tahap awal infeksi HIV tidak menyebabkan banyak kerusakan. Mereka berpendapat bahwa kerusakan yang terjadi pada sistem kekebalan tubuh akan dipulihkan oleh penggunaan terapi antiretroviral (ART). Anggapan ini tidak benar! Hingga 60% sel CD4 (LI 124) “ingatan” yang melawan infeksi tertular pada masa infeksi primer, dan separuh sel tersebut terbunuh dalam 14 hari pertama setelah kita terinfeksi. Lagi pula, HIV segera mengurangi kemampuan kelenjar timus untuk mengganti sel CD4 yang hilang. Lapisan usus – bagian penting sistem kekebalan tubuh – juga kehilangan sejumlah sel CD4 yang bermakna dalam 4-6 minggu setelah terinfeksi. Semua masalah ini dapat terjadi sebelum tes HIV menunjukkan hasil positif. Tes untuk Infeksi Primer Tes HIV biasa akan menunjukkan hasil negatif (non-reaktif) jika kita baru terinfeksi HIV. Tes HIV mencari antibodi yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan HIV. Dibutuhkan tiga minggu sampai tiga bulan untuk membuat antibodi ini. Namun, ada tes yang disebut tes viral load (LI 125), yang langsung mengukur jumlah virus dalam darah. Sebelum sistem kekebalan tubuh membuat antibodi untuk melawannya, HIV menggandakan diri secara sangat cepat. Jadi, tes ini akan menunjukkan viral load yang tinggi selama infeksi primer. Namun, karena tingkat hasil yang salah lebih tinggi, tes viral load ini tidak disetujui oleh Kemenkes RI sebagai alat diagnosis HIV untuk orang dewasa di Indonesia. Tes antibodi HIV yang non-reaktif dan viral load yang sangat tinggi menunjukkan infeksi dini, kemungkinan dalam dua bulan belakangan. Jika kedua tes ini positif, hal itu berarti infeksi HIV kemungkinan terjadi beberapa bulan sebelum tes dilaksanakan. Pada 2010 FDA-AS menyetujui tes HIV baru yang mendeteksi antibodi terhadap HIV serta protein HIV. Tes baru ini dapat menentukan infeksi HIV lebih dini dibandingkan tes antibodi saja. Namun tes ini belum tersedia di Indonesia. Risiko Menularkan Orang Lain Jumlah HIV dalam darah jauh lebih tinggi pada waktu infeksi HIV primer dibandingkan setelah itu. Pajanan pada darah seseorang pada tahap infeksi primer akan lebih mungkin menghasilkan infeksi dibanding pajanan pada darah seseorang yang sudah lama terinfeksi. Satu penelitian menunjukkan bahwa risiko infeksi adalah kurang lebih 20 kali lebih tinggi selama tahap infeksi primer. Risiko menularkan infeksi HIV melalui hubungan seks juga lebih tinggi selama tahap awal infeksi primer. Mengobati Infeksi HIV Primer Pada awal infeksi, sistem kekebalan tubuh membuat sel darah putih yang mengenal dan membunuh sel yang terinfeksi HIV. Ini disebut ‘tanggapan khusus-HIV.’ Lambat laun, kita kehilangan tanggapan ini. Kecuali kita memakai obat antiretroviral (ARV), infeksi HIV kita akan melaju. Pedoman untuk memakai obat HIV mengusulkan kita menunggu hingga ada tanda kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sebelum kita mulai memakai obat tersebut. Namun, memulai ART selama infeksi primer mungkin dapat melindungi tanggapan khusus-HIV itu. Para peneliti pernah menyelidiki orang yang mulai terapi selama infeksi primer dan kemudian berhenti memakai ART. Satu penelitian menunjukkan bahwa pengobatan ini mungkin menunda waktu terjadinya kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Baik-Buruknya Mengobati Infeksi HIV Primer Mulai ART adalah keputusan yang berat. Siapa pun yang memikirkan penggunaan ART sebaiknya mempertimbangkan manfaat dan kerugian. Kehidupan kita sehari-hari dapat dipengaruhi oleh penggunaan ART. Jika kita terlalu sering lupa dosis, ada kemungkinan akan muncul resistansi terhadap obat, yang akan membatasi pilihan di kemudian hari. LI 405 memberi informasi tentang pentingnya memakai ART secara benar. ART adalah obat yang sangat manjur. Obat tersebut mungkin menyebabkan efek samping yang lama-lama dapat sulit ditahan. Terapi secara dini dapat melindungi sistem kekebalan tubuh dari kerusakan oleh HIV. Kerusakan kekebalan ditunjukkan oleh jumlah CD4 yang lebih rendah dan viral load yang lebih tinggi. Ini dikaitkan dengan laju penyakit yang lebih cepat. Orang yang lebih tua (usia di atas 40 tahun) mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah. Orang tersebut tidak menanggapi ART sama baiknya dengan orang yang lebih muda. Namun kebanyakan orang dengan HIV tidak langsung menjadi sakit. Saat ini, para peneliti berpendapat bahwa mulai terapi sangat dini dapat memungkinkan Odha menghentikan penggunaan ART setelah beberapa waktu mengendalikan HIV, atau bahkan menyembuhkan infeksi (sebagaimana tampaknya terjadi pada satu anak perempuan di AS). Garis Dasar Tidak mudah mengetahui orang dengan infeksi HIV primer – kebanyakan Odha baru terdiagnosis beberapa tahun setelah terinfeksi. Beberapa orang tidak menunjukkan gejala infeksi primer sama sekali. Jika gejala muncul, sulit dibedakan dari penyakit lain, misalnya flu. Jika kita berpikir bahwa kita mungkin pada tahap infeksi HIV primer, kita sebaiknya memberi tahu dokter dan melaksanakan tes HIV. Mungkin ada manfaat mulai ART pada masa infeksi HIV primer. Memakai ART adalah keputusan yang berat. Bahas manfaat dan kerugian dengan dokter dan mempertimbangkannya secara hati-hati sebelum mengambil keputusan. Diperbarui 7 Februari 2014 berdasarkan FS 103 The AIDS InfoNet 12 November 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 120 HASIL TES LAB NORMAL Latar Belakang Agar dapat memantau keadaan kesehatan kita, perlu dilakukan tes laboratorium secara berkala – untuk informasi lebih lanjut mengenai jenis tes ini, lihat Lembaran Informasi 121 Hitung Darah Lengkap, 122 Tes Kimia Darah, dan 123 Gula & Lemak Darah. CATATAN PENTING: Setiap laboratorium menentukan nilai ‘normal’, yang ditunjukkan pada kolom ‘Nilai Rujukan’ atau ‘Nilai Normal’ pada laporan laboratorium. Nilai ini tergantung pada alat yang dipakai dan cara pemakaiannya. Tidak ada standar nilai rujukan; angka ini diambil terutama dari laboratorium RSPI-SS, Jakarta; nilai laboratorium lain dapat berbeda. Jadi angka pada laporan kita harus dibandingkan dengan nilai rujukan pada laporan, bukan dengan nilai rujukan pada lembaran ini. Bahaslah hasil yang tidak normal dengan dokter. Tubuh manusia tidak seperti mesin, dengan unsur yang dapat diukur secara persis dengan hasil yang selalu sama. Hasil laboratorium kita dapat berubah-ubah tergantung pada berbagai faktor, termasuk: jam berapa contoh darah atau cairan lain diambil; infeksi aktif; tahap infeksi HIV; dan makanan (untuk tes tertentu, contoh cairan harus diambil dengan perut kosong – tidak ada yang dimakan selama beberapa jam). Kehamilan juga dapat mempengaruhi beberapa nilai. Oleh karena faktor ini, hasil lab yang di luar normal mungkin tidak menjadi masalah. Pada tabel ini, bila ada perbedaan tergantung pada jenis kelamin, angka ditunjukkan sebagai ‘P’ untuk perempuan dan ‘L’ untuk laki-laki. Darah Ukuran Satuan Nilai Rujukan Eritrosit (sel darah merah) juta/µl 4,0 – 5,0 (P) 4,5 – 5,5 (L) Hemoglobin (Hb) g/dL 12,0 – 14,0 (P) 13,0 – 16,0 (L) Hematokrit % 40 – 50 (P) 45 – 55 (L) Hitung Jenis Basofil % 0,0 – 1,0 Eosinofil % 1,0 – 3,0 Batang1 % 2,0 – 6,0 Segmen1 % 50,0 – 70,0 Limfosit % 20,0 – 40,0 Monosit % 2,0 – 8,0 Laju endap darah (LED) mm/jam < 15 (P) < 10 (L) 3 Leukosit (sel darah putih) 10 /µl 5,0 – 10,0 MCH/HER pg 27 – 31 MCHC/KHER g/dL 32 – 36 MCV/VER fl 80 – 96 Trombosit 103/µl 150 – 400 Catatan: 1. Batang dan segmen adalah jenis neutrofil. Kadang kala dilaporkan persentase neutrofil saja, dengan nilai rujukan 50,0 – 75,0 persen Fungsi Hati (LFT) Ukuran ALT (SGPT) Alkalin fosfatase GGT (Gamma GT) Bilirubin total Bilirubin langsung Protein total Albumin Satuan Nilai Rujukan U/L < 23 (P) < 30 (L) U/L < 21 (P) < 25 (L) U/L 15 – 69 U/L 5 – 38 mg/dL 0,25 – 1,0 mg/dL 0,0 – 0,25 g/L 61 – 82 g/L 37 – 52 Fungsi Ginjal Kreatinin U/L AST (SGOT) Urea Natrium Klorid Kalium 60 – 150 (P) 70 – 160 (L) mg/dL 8 – 25 mmol/L 135 – 145 mmol/L 94 – 111 mmol/L 3,5 – 5,0 Profil Lipid Kolesterol total HDL mg/dL mg/dL Trigliserid mg/dL Lain Glukosa (darah, puasa) Amilase Asam Urat mg/dL U/L mg/dL 150 – 200 45 – 65 (P) 35 – 55 (L) 120 – 190 70 – 100 30 – 130 2,4 – 5,7 (P) 3,4 – 7,0 (W) Diperbarui 5 November 2007 berdasarkan FS AIDS Infonet 26 April 2007 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 121 HITUNG DARAH LENGKAP Hitung Darah Lengkap (HDL) Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai ‘hematologi’, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlah masing-masing dalam darah (misalnya jumlah sel per milimeter kubik) atau persentasenya. Tes laboratorium lain dibahas pada Lembaran Informasi (LI) 122 dan 123. Semua sel darah dibuat di sumsum tulang. Beberapa obat atau penyakit dapat merusak sumsum tulang sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah dan putih. Setiap laboratorium mempunyai ‘nilai rujukan’ untuk semua hasil tes. Biasanya, tes laboratorium akan menunjukkan hasil tes yang berada di luar nilai normal. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hasil tes laboratorium, lihat LI 120. Angka dalam laporan sering sulit ditafsirkan. Beberapa angka dilaporkan dengan satuan ‘x10.e3’ atau ‘x103’. Ini berarti jumlah yang dicatat harus dikalikan 1.000. Contohnya, bila hasil adalah 8,77 dengan satuan ‘x10.e3’, jumlah sebenarnya adalah 8.770. Tes Sel Darah Merah Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut oksigen dari paru ke semua sel di seluruh tubuh. Fungsi ini dapat diukur melalui tiga macam tes. Hitung Sel Darah Merah (red blood cell count/RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah. Hemoglobin (Hb) yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lain. Hematokrit (Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume darah. Orang yang tinggal di dataran tinggi umumnya mempunyai lebih banyak sel darah merah. Ini merupakan upaya tubuh mengatasi kekurangan oksigen. Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah menunjukkan adanya anemia, yaitu sel tidak mendapat cukup oksigen untuk berfungsi secara normal. Jika kita anemia, kita sering merasa lelah dan terlihat pucat. Lihat LI 551 mengenai kelelahan dan LI 552 mengenai anemia. Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV) mengukur besar rata-rata sel darah merah. VER yang rendah berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh ke- kurangan zat besi atau penyakit kronis. VER yang tinggi dapat disebabkan oleh obat antiretroviral (ARV), terutama AZT dan d4T. Keadaan ini tidak berbahaya. Namun VER yang tinggi dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan asam folat. Sementara VER mengukur ukuran ratarata sel darah merah, Red Blood Cell Distribution Width (RDW) mengukur kisaran ukuran sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin. Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi hemoglobin total dengan jumlah sel darah merah total. Trombosit atau platelet berfungsi membantu menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan dan keropeng. Jika trombosit kita kurang, kita mudah mengalami perdarahan atau memar. Orang terinfeksi HIV kadang trombositnya rendah (disebut trombositopenia). ARV dapat mengatasi keadaan ini. Jumlah trombosit hampir tidak pernah menjadi begitu tinggi sehingga berpengaruh pada kesehatan. Tes Sel Darah Putih Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam tubuh kita. Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah jumlah total leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) umumnya berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah, yang disebut leukopenia atau sitopenia, berarti tubuh kita kurang mampu melawan infeksi. Hitung Jenis (differential) menghitung lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit. Persentase ini dikalikan leukosit untuk mendapatkan hitung ‘mutlak’. Contohnya, dengan limfosit 30% dan leukosit 10.000, limfosit mutlak adalah 30% dari 10.000 atau 3.000. Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70% dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan neutropenia. Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT (semacam ARV; lihat LI 411). Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-40% dari leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang tertular dan dibunuh oleh HIV (lihat LI 124). Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan sekaligus. Monosit atau makrofag mencakup 28% dari leukosit. Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri. Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut, atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit. Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1% leukosit. Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk memperoleh limfosit total, nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 = 2.648. Laju Endap Darah (LED) atau Sed Rate mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah. LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, atau disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 121 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 122 TES KIMIA DARAH Tes Kimia Darah Sebagian besar laporan laboratorium memperlihatkan hasil tes kimia darah. Tes ini mengukur berbagai zat kimia dalam darah kita untuk melihat apakah tubuh kita berfungsi dengan baik. Lihat Lembaran Informasi (LI) 121 untuk informasi tentang Hitung Darah Lengkap dan LI 123 untuk informasi tentang Tes Gula dan Lemak Darah. Setiap laboratorium mempunyai nilai rujukan berbeda untuk hasil tes. Biasanya, laporan laboratorium mencantumkan nilai rujukan ini dan menandai hasil tes yang berada di luar nilai rujukan. Lihat LI 120 untuk informasi mengenai hasil tes laboratorium normal. Kalsium, semacam mineral, adalah unsur utama dalam tulang dan gigi. Kalsium juga dibutuhkan agar saraf dan otot bekerja dengan baik, serta untuk reaksi kimia dalam sel. Tubuh kita mengatur tingkat zat kalsium dalam darah. Namun tingkat protein dalam darah dapat berpengaruh pada hasil tes kalsium (lihat albumin di bawah). Hasil tes kalsium yang rendah pada Odha biasanya disebabkan oleh tingkat protein yang rendah akibat kekurangan gizi (malagizi) atau wasting (lihat LI 518). Tingkat zat kalsium yang tidak normal bisa jadi karena masalah pencernaan. Fosforus, seperti juga kalsium, merupakan unsur tulang yang penting. Tingkat zat fosforus yang rendah untuk waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada tulang, saraf dan otot. Tingkat zat fosforus yang tinggi paling sering disebabkan oleh gagal ginjal. Glukosa adalah gula, yang diuraikan dalam sel untuk membuat tenaga. Lihat LI 123 untuk informasi tentang tes gula darah. Elektrolit Elektrolit berkaitan dengan keseimbangan cairan dalam sel kita. Elektrolit terutama penting jika kita mengalami dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah pada ginjal. y Tingkat zat natrium menunjukkan keseimbangan garam dan air. Zat natrium juga menunjukkan baikburuknya kerja ginjal dan kelenjar adrenal kita. Umumnya, tingkat zat natrium yang tidak normal dalam darah menunjukkan volume darah yang terlalu rendah (akibat dehidrasi) atau terlalu tinggi. Keadaan ini juga bisa terjadi jika jantung tidak memompa darah sebagaimana mestinya, atau ginjal tidak bekerja dengan baik. y Zat kalium berpengaruh pada beberapa organ tubuh utama, termasuk jantung. Tingkat zat kalium dapat meningkat akibat gagal ginjal, dan dapat tidak normal akibat muntah atau diare. y Tingkat zat klorida sering naik-turun bersama dengan tingkat natrium. Ini karena natrium klorida, atau garam, adalah unsur utama dalam darah. y Bikarbonat memperlihatkan sistem dapar (buffer) dalam darah. Tingkat bikarbonat yang normal menunjukkan keasaman darah yang benar. Tingkat yang tinggi dapat disebabkan oleh tingkat asam laktik yang tinggi dalam darah. Tes Fungsi Ginjal Tes dasar untuk mengukur fungsi ginjal adalah nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN, atau kadang disebut sebagai urea) dan kreatinin. Tingkat zat fosforus, natrium atau asam urat yang tidak normal juga dapat disebabkan oleh ginjal. BUN mengukur tingkat nitrogen darah. Nitrogen adalah hasil buangan yang disaring oleh ginjal dan dikeluarkan dalam air seni. Tingkat BUN yang tinggi dapat disebabkan oleh makanan berprotein tinggi, dehidrasi atau gagal ginjal atau jantung. Kreatinin adalah hasil buangan dari pencernaan protein. Tingkatnya yang tinggi dalam darah umumnya menunjukkan masalah ginjal. Dokter sering memakai tingkat kreatinin sebagai tanda yang paling langsung menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan hasil buangan dari tubuh. Untuk informasi lebih lanjut mengenai tes fungsi ginjal, lihat LI 136. Tes Fungsi Hati Tes laboratorium yang disebut tes fungsi hati (liver function test/LFT) sebenarnya mengukur tingkat enzim yang terdapat dalam hati, jantung dan otot. Enzim adalah protein yang menyebabkan atau meningkatkan reaksi kimia dalam organisme hidup. Tingkat enzim yang tinggi menunjukkan kerusakan hati yang bisa diakibatkan oleh obat, alkohol, hepatitis atau penggunaan narkoba. Pola dari tingkat enzim ini – kalau beberapa di atas tingkat normal dan yang lain normal – dapat membantu dokter menemukan masalah kesehatan tertentu. Tes laboratorium mencakup: ALT (SGPT), AST (SGOT), bilirubin, fosfatase alkali, GGT dan LDH. Untuk informasi lebih lanjut mengenai tes fungsi hati, lihat LI 135. Tes Kimia Darah Lain Asam Urat terbentuk akibat penguraian DNA, bahan genetik dalam sel. Asam ini biasanya dikeluarkan oleh ginjal. Tingkat asam urat yang tinggi sebenarnya cukup umum. Tingkat yang sangat tinggi dapat terjadi bila ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat dari darah, atau karena leukemia (kanker darah) atau limfoma (kanker getah bening – lihat LI 509). Albumin adalah protein penting dalam darah. Protein ini mengatur keseimbangan air dalam sel, mengangkut gizi pada sel, serta mengeluarkan produk buangan. Tingkat albumin yang rendah biasanya menunjukkan masalah gizi. Karena albumin mengangkut begitu banyak zat dalam darah, tingkat albumin yang rendah dapat menyebabkan hasil rendah pada tes laboratorium yang lain, terutama kalsium dan testosteron. Globulin (juga disebut sebagai imunoglobulin) mengukur protein dalam antibodi yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV menyebabkan tingkat globulin yang sangat tinggi. Tingkat umumnya dilaporkan untuk lima jenis globulin: IgG, IgA, IgD, IgE dan IgM. Tes Protein C-Reactive (CRP) adalah tes umum lain untuk peradangan (lihat LI 484). Ukuran ini naik dan turun lebih cepat daripada LED (lihat LI 121). Tingkat CRP yang tinggi mungkin menunjukkan risiko lebih tinggi terhadap serangan jantung. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 122 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 123 TES GULA & LEMAK DARAH Lihat Lembaran Informasi (LI) 121 untuk informasi tentang Hitung Darah Lengkap dan LI 122 untuk tes yang diliputi di Tes Kimia Darah. Untuk informasi lebih lengkap mengenai hasil tes laboratorium, lihat LI 120. Mengapa Memeriksa Gula dan Lemak Darah? Orang yang memakai terapi antiretroviral (ART) disarankan untuk lebih sering memeriksakan tingkat gula dan lemak dalam darahnya karena terapi tersebut dapat mengakibatkan peningkatan yang sangat tinggi. Hal ini terutama dialami bila dipakai golongan antiretroviral (ARV) protease inhibitor (PI). Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 553 tentang lipodistrofi (perubahan bentuk tubuh). Gula Darah Glukosa adalah gula. Glukosa diuraikan dalam sel untuk menghasilkan tenaga. Gula darah meningkat setelah kita makan atau minum apa saja kecuali air putih biasa. Tingkat glukosa yang tinggi, yang disebut hiperglisemia, dapat merupakan tanda penyakit diabetes melitus. Gula darah yang tinggi lambat laun dapat merusak mata, saraf, ginjal atau jantung. Tingkat yang tinggi ini dapat disebabkan oleh efek samping PI. Gula darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kelelahan (lihat LI 551). Namun kelelahan pada Odha umumnya disebabkan oleh hal lain. Pada orang sehat, gula darah dikendalikan oleh insulin. Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas. Insulin membantu glukosa bergerak dari darah masuk ke sel untuk menghasilkan tenaga. Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa pankreas kita tidak membuat cukup insulin. Namun beberapa orang membuat cukup banyak insulin tetapi tubuhnya tidak menanggapinya secara normal. Ini disebut ‘resistansi insulin’. Apa pun alasannya, sel tidak memperoleh glukosa secukupnya untuk dijadikan tenaga, dan glukosa menumpuk dalam darah. Beberapa orang yang memakai PI mengalami resistansi insulin dan tingkat gula dalam darahnya dapat meningkat tajam. Keadaan ini kadang kala diobati dengan obat yang biasa dipakai untuk diabetes. Belum ada tes darah yang sederhana untuk resistansi insulin. Ada tiga cara untuk mengukur tingkat gula darah: Tes gula darah sewaktu. Tes ini mengukur glukosa dalam darah yang diambil kapan saja, tanpa memperhatikan waktu makan. Tes gula darah puasa. Tes ini memakai contoh darah yang diambil saat perut kosong, setelah kita tidak makan atau minum apa pun (kecuali air putih) selama sedikitnya delapan jam. Tes toleransi glukosa. Tes ini dimulai dengan tes gula darah puasa. Kemudian kita diberikan minuman manis yang mengandung gula dengan ukuran tertentu. Tingkat gula darah lalu diukur dengan memakai beberapa contoh darah yang diambil pada jangka waktu yang tertentu. Di Indonesia, yang lebih sering dilakukan adalah tes gula darah setelah makan. Tes ini dimulai dengan tes gula darah puasa, kemudian kita diminta untuk makan seperti biasa, dan darah kita diperiksa lagi dua jam kemudian. Jika gula darah kita terlalu tinggi, kita mungkin diabetes. Terapi untuk diabetes meliputi mengurangi berat badan, mengatur pola makanan, dan olahraga. Bisa juga termasuk obat atau suntikan insulin. Lemak Darah Lemak, yang sering disebut dalam bahasa medis sebagai lipid, adalah salah satu sumber tenaga. Lemak mengangkut beberapa vitamin ke seluruh tubuh. Lemak dipakai untuk membuat hormon dan dinding sel, melindungi organ tubuh dan melumasi beberapa bagian tubuh yang bergerak. Namun terlalu banyak lemak dalam darah (yang disebut sebagai hiperlipidemia) dapat meningkatkan risiko penyakit jantung atau pankreatitis. Sebagian besar lemak di tubuh kita berbentuk sebagai trigliserida. Kolesterol adalah bentuk lemak yang lain. Agar dapat diangkut oleh darah, lemak dibungkus oleh beberapa molekul protein. Kumpulan lemak yang terbungkus protein ini disebut lipoprotein. Ukuran lipoprotein berbeda-beda. Yang lebih besar disebut lipoprotein kepekatan rendah (low density lipoprotein/LDL) atau lipoprotein kepekatan sangat rendah (very low density lipoprotein/VLDL). Lipoprotein ini mengangkut lemak dari hati ke bagian tubuh lain. Terlalu banyak LDL atau VLDL dapat menyebabkan lemak menumpuk di dinding pembuluh nadi. Penyempitan ini dapat menyebabkan pengiriman oksigen ke otot jantung berkurang, dengan akibat serangan jantung. Lipoprotein yang lebih kecil disebut lipoprotein kepekatan tinggi (high density lipoprotein/HDL). HDL dianggap sebagai lipoprotein yang ‘baik’ karena mengeluarkan lemak dari pembuluh darah dan mengembalikannya ke hati untuk diproses lagi. Tingkat HDL yang tinggi tampaknya melindungi kita dari penyakit jantung. Lemak darah diukur dalam mg/dL darah. Mengukur tingkat trigliserida: Tingkat trigliserida dalam darah meningkat cepat setelah kita makan. Kita harus puasa makan sedikitnya delapan jam sebelum contoh darah diambil untuk tes tersebut. Banyak Odha mempunyai tingkat trigliserida yang sangat tinggi, terutama pengguna PI. Tingkat trigliserida di bawah 200mg/dL dianggap normal. Tingkat di atas 1.000mg/dL dapat menyebabkan pankreatitis. Mengukur tingkat kolesterol: Kolesterol total mencakup tingkat LDL yang ‘buruk’ dan HDL yang ‘baik’. Kolesterol total tidak begitu cepat berubah setelah kita makan, jadi darah untuk tes ini dapat diambil kapan saja. Tingkat kolesterol total di bawah 200mg/dL dianggap baik, dan di atas 240mg/dL dianggap buruk. HDL adalah kolesterol baik. Tingkat kolesterol ini dapat diukur pada contoh darah yang diambil tanpa puasa. Semakin tinggi tingkat HDL semakin baik. Tingkatnya di atas 40mg/dL dianggap baik. LDL adalah kolesterol buruk. Tingkat LDL dihitung memakai rumusan yang mencakup tingkat trigliserida. Contoh darah yang diambil setelah puasa dipakai untuk mengukur tingkat trigliserida atau untuk menghitung tingkat LDL. Tingkat LDL di bawah 100mg/dL dianggap baik, sedangkan bila di atas 160mg/dL menunjukkan risiko tinggi terhadap penyakit jantung. Untuk pasien berisiko tinggi, LDL sebaiknya diturunkan di bawah 70mg/dL. Semakin banyak Odha ditemukan dengan tingkat kolesterol yang tinggi, terutama bila ada riwayat kolesterol tinggi di keluarganya. Jika tingkat kolesterol kita tinggi, sebaiknya kita membahas pilihan pengobatan dengan dokter. Diperbarui 31 Juli 2014 berdasarkan FS 123 The AIDS InfoNet 4 Juni 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 124 TES CD4 Apa Sel CD4 Itu? Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang kala disebut sebagai sel-T. Ada dua macam sel-T. Sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang kala sel CD4+, adalah sel ‘pembantu’. Sel T8 (CD8) adalah sel ‘penekan’, yang mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut sebagai sel ‘pembunuh’, karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus. Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang ada di permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya. Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu seperti kunci dengan gembok. Mengapa Sel CD4 Penting Sehubungan dengan HIV? HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV. Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan jatuh sakit. Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa keluarga dapat diberantas. Kalau itu terjadi, kita kehilangan kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh keluarga tersebut. Jika ini terjadi, kita mungkin mengalami infeksi oportunistik – lihat Lembaran Informasi (LI) 500. Apa Tes CD4 Itu? Contoh kecil darah kita diambil. Darah ini dites untuk menghitung beberapa tipe sel. Jumlah sel CD4 tidak langsung diukur. Malahan, laboratorium membuat hitungan berdasarkan jumlah sel darah putih, dan proporsi sel tersebut yang CD4. Oleh karena itu, jumlah CD4 yang dilaporkan oleh tes CD4 tidak persis. Karena jumlah CD4 penting untuk menunjukkan kekuatan sistem kekebalan tubuh, diusulkan kita melakukan tes CD4 setiap 3-6 bulan. Namun setelah kita mulai ART dan jumlah CD4 kita sudah kembali normal, tes CD4 dapat dilakukan setiap 9-12 bulan. Faktor Apa yang Berpengaruh pada Jumlah CD4? Hasil tes dapat berubah-ubah, tergantung pada jam berapa contoh darah diambil, kelelahan, dan stres. Sebaiknya contoh darah kita diambil pada jam yang sama setiap kali dites CD4, dan juga selalu memakai laboratorium yang sama. Infeksi lain dapat sangat berpengaruh pada jumlah CD4. Jika tubuh kita menyerang infeksi, jumlah sel darah putih (limfosit) naik. Jumlah CD4 juga naik. Vaksinasi dapat berdampak serupa. Kalau akan melakukan tes CD4, sebaiknya kita menunggu dua minggu setelah pulih dari infeksi atau setelah vaksinasi. Bagaimana Hasil Tes CD4 Dilaporkan? Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam satu milimeter kubik darah (biasanya ditulis mm3). Jumlah CD4 yang normal biasanya berkisar antara 500 dan 1.600. Karena jumlah CD4 begitu berubahubah, kadang lebih cocok kita lihat persentase sel CD4. Jika hasil tes melaporkan CD4% = 34%, ini berarti 34% limfosit kita adalah sel CD4. Persentase ini lebih stabil dibandingkan jumlah sel CD4 mutlak. Angka normal berkisar antara 30-60%. Setiap laboratorium mempunyai kisaran yang berbeda. Belum ada pedoman untuk keputusan pengobatan berdasarkan CD4%, kecuali untuk anak berusia di bawah lima tahun. Jumlah CD4 mutlak di bawah 200 menunjukkan kerusakan yang berat pada sistem kekebalan tubuh. Walau CD4% mungkin lebih baik meramalkan perkembangan penyakit HIV dibandingkan CD4 mutlak, jumlah CD4 mutlak tetap dipakai untuk menentukan kapan ART sebaiknya dimulai. Kadang kita juga diusulkan untuk melakukan tes CD8. Namun sama sekali tidak jelas bagaimana hasil tes CD8 dapat ditafsirkan. Oleh karena itu, tidak ada manfaat mengeluarkan biaya untuk tes CD8. Apa Artinya Angka Ini? Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin rendah jumlahnya, semakin besar kerusakan yang diakibatkan HIV. Jika kita mempunyai jumlah CD4 di bawah 200, atau persentase CD4 di bawah 14%, kita dianggap AIDS, berdasarkan definisi Kemenkes. Jumlah CD4 dipakai bersama dengan viral load untuk meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat. Lihat LI 125 untuk informasi lebih lanjut tentang tes viral load. Jumlah CD4 juga dipakai untuk menunjukkan kapan beberapa macam pengobatan termasuk ART sebaiknya dimulai. Kapan mulai pengobatan untuk mencegah infeksi oportunistik: Sebagian besar dokter meresepkan obat untuk mencegah infeksi oportunistik pada jumlah CD4 yang berikut: y Di bawah 200: PCP (lihat LI 512) y Di bawah 100: toksoplasmosis (lihat LI 517) dan meningitis kriptokokus (LI 503) y Di bawah 50: MAC (lihat LI 510) Memantau keberhasilan ART: Umumnya jumlah CD4 akan mulai naik segera setelah kita mulai ART. Namun kecepatan sangat beragam, dan kadang pelan. Bila jumlah CD4 di bawah 50 waktu kita mulai ART, jumlah CD4 kita mungkin tidak akan meningkat menjadi normal (di atas 500). Yang penting jumlah naik; kita sebaiknya tidak terlalu berfokus pada angka. Sebaliknya, bila jumlah CD4 mulai menurun lagi setelah naik, mungkin itu adalah tanda bahwa ART kita mulai gagal, dan mungkin rejimen harus diganti. Jumlah CD4 yang lebih tinggi adalah lebih baik. Namun, jumlah CD4 yang normal tidak tentu berarti sistem kekebalan tubuh benar-benar pulih. Penyakit dan Kematian ‘Non-AIDS’ Sekarang, karena Odha umumnya hidup lebih lama berkat ART, ada lebih banyak penelitian mengenai penyebab penyakit dan kematian lain. Penyebab kematian ‘non-AIDS’ ini termasuk penyakit hati, kanker tidak terkait AIDS dan penyakit jantung. Secara keseluruhan, kematian ini menurun. Namun penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara jumlah CD4 yang lebih rendah dan risiko kematian. Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 124 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 125 TES VIRAL LOAD Apa Tes Viral Load Itu? Tes viral load adalah tes untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Ada beberapa cara untuk melakukan tes ini: y Metode PCR (polymerase chain reaction) memakai suatu enzim untuk menggandakan HIV dalam contoh darah. Kemudian reaksi kimia menandai virus. Penanda diukur dan dipakai untuk menghitung jumlah virus. Tes jenis ini dibuat oleh Roche dan Abbott. y Metode bDNA (branched DNA) menggabungkan bahan yang menimbulkan cahaya dengan contoh darah. Bahan ini mengikat pada bibit HIV. Jumlah cahaya diukur dan dijadikan jumlah virus. Tes jenis ini dibuat oleh Bayer. y Metode NASBA (nucleic acid sequence based amplification) menggandakan protein virus agar dapat dihitung. Tes jenis ini dibuat oleh bioMerieux. Masing-masing tes menunjukkan hasil yang berbeda untuk contoh yang sama. Karena hasil tes berbeda, kita sebaiknya tetap memakai jenis tes yang sama untuk memantau kecenderungan viral load. Catatan: Tampaknya semua tes viral load di Indonesia memakai metode PCR. Viral load biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiruan atau copies HIV dalam satu mililiter darah (copies/mm3). Hasilnya sering disebut sebagai angka saja, tanpa disebut satuan. Batas atas tes kurang lebih 1 juta, dan terus disempurnakan sehingga menjadi lebih peka. Batas bawah tes bDNA pertama adalah 10.000. Model tes generasi kedua dapat mengukur hingga 48. Saat ini ada tes sangat peka yang mampu mendeteksi kurang dari lima copies. Hasil tes viral load yang terbaik adalah yang dilaporkan sebagai ‘tidak terdeteksi’. Ini bukan berarti tidak ada virus dalam darah; artinya hanya bahwa jumlah virus yang ada tidak cukup untuk ditemukan dan dihitung oleh tes. Dengan tes generasi yang dipakai secara umum di Indonesia, ‘tidak terdeteksi’ dapat berarti sampai dengan 399. Artinya hasil ‘tidak terdeteksi’ tergantung pada kepekaan tes yang dipakai. Semua tes viral load pertama memakai contoh darah yang dibekukan. Sekarang hasil yang baik dicapai dengan contoh yang dikeringkan. Cara ini akan mengurangi biaya untuk alat membekukan dan pengiriman. Bagaimana Tes Viral Load Dipakai? Tes viral load membantu dalam beberapa bidang: y Dalam penelitian, tes ini membuktikan bahwa HIV tidak pernah ‘laten’ atau tidur, melainkan terus menggandakan diri (bereplikasi). Banyak Odha tanpa gejala AIDS dengan jumlah CD4 yang tinggi juga mempunyai viral load yang tinggi. Seumpama virus benar laten, tes seharusnya tidak menemukan HIV dalam darah. y Tes ini dapat dipakai untuk diagnosis, karena tes dapat menemukan virus beberapa hari setelah seseorang terinfeksi HIV. Ini lebih baik dibandingkan tes HIV baku (tes antibodi), yang bisa saja ‘negatif’ selama tiga bulan setelah infeksi HIV – lihat Lembaran Informasi 102 untuk informasi tentang tes antibodi HIV. Namun tes viral load tidak disetujui di Indonesia untuk diagnosis HIV, kecuali untuk bayi baru lahir. y Untuk prognosis, viral load dapat membantu meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat. Semakin tinggi viral load, semakin cepat penyakit HIV berkembang. y Untuk pencegahan, viral load menunjukkan daya menular pada orang lain. Semakin tinggi viral load, semakin mudah menularkan HIV. y Untuk pemantauan terapi, tes viral load menunjukkan apakah terapi antiretroviral (ART) mengendalikan virus. Panduan saat ini menganjurkan pengukuran viral load pada awal, sebelum mulai terapi. Pengobatan berhasil bila viral load diturunkan setidaknya 90% dalam waktu delapan minggu setelah ART mulai dipakai. Viral load seharusnya terus menurun menjadi kurang dari 50 dalam enam bulan. Ada anggapan bahwa viral load sebaiknya diukur 2-8 minggu setelah ART dimulai atau diubah. Kemudian viral load sebaiknya dipantau setiap 6 bulan untuk Odha dengan kepatuhan yang baik dengan viral load tidak terdeteksi. Namun tes viral load tidak dianjurkan untuk memantau hasil ART di Indonesia, karena sering tidak terjangkau; ART harus dipantau dengan cara lain (jumlah CD4 dan/atau gejala klinis). Bagaimanakah Perubahan Viral Load Diukur? Tes berulang pada satu contoh darah dapat memberikan hasil yang berbeda tiga kali lipat. Ini berarti bahwa perubahan yang bermakna adalah jika viral load menurun menjadi kurang dari satu per tiga atau meningkat menjadi lebih dari tiga kali dibanding tes sebelumnya. Misalnya, perubahan dari 200.000 menjadi 600.000 bisa dianggap tidak bermakna. Jika hasil turun dari 50.000 menjadi 10.000, ini dianggap bermakna. Yang terpenting adalah untuk mencapai viral load yang tidak terdeteksi. Perubahan pada viral load kadang dilaporkan sebagai perubahan ‘log’. Hal ini mengacu pada catatan ilmiah, yang memakai pangkat sepuluh. Misalnya, penurunan 2-log adalah penurunan 102 atau 100 kali. Penurunan dari 60.000 menjadi 600 adalah penurunan 2-log. “Blip” Viral Load Baru-baru ini, para peneliti melihat bahwa viral load pada banyak pasien kadang kala naik dari tidak terdeteksi menjadi tingkat yang masih rendah (biasanya di bawah 400), dan kemudian kembali tidak terdeteksi. “Blip” (peningkatan sementara) ini tidak menunjukkan bahwa ART mulai gagal atau virus mulai mengembangkan resistansi. Apa Makna Angka? Tidak ada angka viral load yang ‘ajaib’. Kita tidak tahu berapa lama kita dapat tetap sehat dengan viral load tertentu. Yang kita tahu hanyalah bahwa semakin rendah semakin baik, yaitu tampaknya berarti hidup yang lebih lama dan lebih sehat. Pedoman AS mengusulkan ART dipertimbangkan jika viral load di atas 100.000. Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa mereka tidak dapat menularkan orang lain jika viral loadnya tidak terdeteksi. Ini tidak benar. Tidak ada viral load yang ‘aman’. Walaupun risiko lebih rendah, kita dapat menularkan HIV pada orang lain bahkan dengan viral load yang tidak terdeteksi. Apakah Ada Masalah dengan Tes Viral Load? Ada beberapa masalah dengan tes viral load: y Hanya 2% HIV dalam tubuh kita adalah di darah. Tes viral load tidak mengukur jumlah HIV yang ada di jaringan tubuh misalnya kelenjar getah bening, empedu atau otak. Viral load dalam jaringan getah bening (limfa) dan air mani menurun bila tingkat dalam darah menurun, tetapi tidak pada waktu dan kecepatan yang sama. y Hasil tes viral load dapat dipengaruhi jika tubuh kita menyerang infeksi, atau jika kita baru imunisasi (misalnya vaksinasi flu). Kita sebaiknya tidak mengambil darah untuk tes viral load dalam waktu empat minggu setelah infeksi atau imunisasi apa pun. Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan FS 125 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 126 RESISTANSI TERHADAP OBAT Apa Resistansi Itu? HIV dianggap ‘resistan (kebal)’ terhadap obat antiretroviral (ARV) tertentu bila virus itu terus menggandakan diri (bereplikasi) walaupun kita memakai obat tersebut. Waktu HIV bereplikasi, sering kali hasilnya tidak persis sama dengan aslinya – ada sedikit perubahan. Sebagian virus yang dibuat ini, yang disebut mutan, dapat menyebabkan resistansi. Tipe virus yang ‘liar’ adalah bentuk HIV yang paling umum. Virus yang berbeda dari tipe liar dianggap mutan. ARV tidak mampu mengendalikan virus yang resistan terhadapnya. Virus yang resistan dapat kebal terhadap obat tersebut. Jika kita tetap memakai obat itu, virus yang resistan akan bereplikasi lebih cepat dibanding virus liar. Ini disebut ‘tekanan pilihan’, dengan akibat virus yang resistan akan berkuasa. Bila kita berhenti memakai ARV, tidak ada tekanan pilihan. Virus tipe liar (asli) akan bereplikasi lebih cepat dibanding virus yang resistan. Namun virus yang resistan masih tersembunyi dalam sel di luar aliran darah, misalnya di kelenjar getah bening, dan akan cepat muncul kembali jika kita mulai kembali memakai obat yang sama. Tes resistansi membantu dokter untuk memberi informasi tepat pada pasien agar pasien dapat mengambil keputusan terbaik tentang pengobatan. Bagaimana Resistansi Berkembang? HIV biasanya menjadi resistan waktu virus tidak dikendali secara keseluruhan oleh obat yang kita pakai. Namun, bisa jadi kita tertular dengan HIV yang sudah resistan terhadap satu atau lebih ARV. Semakin cepat HIV bereplikasi, semakin banyak mutan muncul. Mutasi terjadi secara tidak sengaja. HIV tidak ‘mengetahui’ mutasi mana yang akan kebal terhadap obat. HIV dapat menjadi resistan terhadap beberapa jenis obat akibat hanya satu mutasi. Ini benar dengan 3TC dan obat golongan NNRTI. Dari sisi lain, untuk mengembangkan resistansi pada beberapa obat lain, termasuk kebanyakan obat golongan protease inhibitor (PI), HIV harus melalui serangkaian mutasi. Cara terbaik untuk mencegah resistansi adalah untuk mengendalikan HIV dengan memakai ARV yang manjur. Bila kita melupakan dosis obat, HIV akan lebih mudah bereplikasi. Makin banyak mutan akan muncul. Beberapa di antaranya dapat menyebabkan resistansi. Bila kita harus berhenti memakai ARV apa pun, bicara dengan dokter. Kita mungkin harus berhenti memakai satu jenis obat sebelum berhenti yang lain. Jika kita berhenti memakai ARV dengan cara yang benar waktu virus dikendalikan, kemungkinan kita dapat mulai memakainya lagi kemudian tanpa masalah. Cara Resistansi Dipastikan Ada tiga cara untuk mengetahui bahwa resistansi sudah muncul: y Cara klinis: Mengamati tanda/gejala bahwa HIV tetap menggandakan diri dalam tubuh kita walaupun kita memakai ARV. y Cara fenotipe: Melihat apakah HIV tetap menggandakan diri dalam tabung reaksi setelah ARV diberikan. y Cara genotipe: Mencari kode genetik HIV mempunyai mutasi yang terkait dengan resistansi terhadap obat. Resistansi klinis dapat dilihat dalam peningkatan pada viral load, penurunan jumlah CD4, berat badan menurun, dan kejadian baru atau kambuhan infeksi oportunistik. Tes laboratorium dibutuhkan untuk mengukur resistansi fenotipe dan genotipe. Tes Resistansi Ada tiga jenis tes resistansi: y Tes fenotipe: Contoh HIV dibiakkan dalam laboratorium. Kemudian satu jenis ARV diberikan. Kecepatan pertumbuhan virus dibandingkan dengan virus liar. Jika HIV dalam contoh bereplikasi lebih cepat, maka virus tersebut dianggap resistan pada obat yang bersangkutan. Tes fenotipe lebih terpilih untuk orang dengan resistansi yang diketahui atau dicurigai, terutama terhadap PI. y Tes genotipe: Kode genetik virus dalam contoh dibaca untuk menentukan apakah ada mutasi tertentu yang diketahui menimbulkan resistansi terhadap ARV apa pun. Tes genotipe lebih terpilih untuk orang yang mengalami masalah dengan rejimen terapi ARV (ART) lini pertama atau kedua. y Tes fenotipe virtual: Sebetulnya tes ini adalah cara menafsirkan hasil tes genotipe. Tes ini lebih cepat dan murah dibandingkan tes fenotipe. Resistansi Silang Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Misalnya, sebagian besar HIV yang resistan terhadap efavirenz (sejenis NNRTI) juga resistan terhadap nevirapine (sejenis NNRTI lain) dan sebaliknya. Resistansi silang adalah penting bila kita harus mengganti ARV akibat kegagalan terapi karena resistansi. Kita harus memilih obat baru yang tidak resistan silang dengan obat yang kita pernah pakai. Ilmuwan belum sepenuhnya memahami resistansi silang. Namun banyak jenis ARV sedikitnya sebagian resistan silang. Sebagaimana HIV mengembangkan lebih banyak mutasi, virus menjadi lebih sulit dikendalikan. Pakai semua dosis ARV persis sesuai dengan anjuran. Ini mengurangi risiko resistansi dan resistansi silang, dan juga mencadangkan lebih banyak pilihan jika kita harus menggantikan ARV pada masa depan. Masalah dengan Tes Resistansi Tes resistansi belum tersedia di Indonesia. Harganya di negara maju masih sangat mahal. Tes ini kurang mampu mendeteksi mutan minoritas (di bawah 20% dari virus keseluruhan). Juga, tes resistansi lebih mampu bila viral load lumayan tinggi. Bila viral load kita sangat rendah, tes mungkin tidak berhasil. Tes biasanya tidak dapat dilakukan bila viral load kita di bawah 500-1.000. Hasil tes resistansi dapat sulit ditafsirkan. Kadang kala hasil tes tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Obat yang menurut tes seharusnya berhasil ternyata tidak, dan sebaliknya. Kadang-kadang tes fenotipe dan genotipe memberi hasil yang bertentangan. Beberapa mutasi dapat mengurangi keganasan HIV atau menyebabkan HIV menjadi lebih rentan terhadap obat tertentu lain. Penelitian baru-baru ini memberi kesan bahwa tes resistansi genotipe sebaiknya dilakukan pada semua pasien sebelum mereka mulai ART. Hal ini dapat menghemat biaya karena pasien tidak diberi obat yang tidak efektif akibat virusnya sudah resistan terhadap obat tersebut. Tes resistansi tidak dibutuhkan untuk memastikan apakah ART kita gagal; kegagalan lebih baik dipastikan dengan tes viral load (lihat Lembaran Informasi 125). Tes resistansi mungkin bermanfaat untuk memastikan rejimen terbaik untuk mengganti rejimen yang diketahui gagal. Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan FS 126 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 135 TES FUNGSI HATI Apa Tes Fungsi Hati Itu? Apa Arti Hasil Tes? Dalam pekerjaannya, hati kita membuat beberapa produk, termasuk jenis protein yang disebut sebagai enzim. Produk ini dapat keluar dari hati dan masuk ke aliran darah. Tingkat produk tersebut dapat diukur dalam darah. Kerusakan pada hati yang disebabkan oleh penyakit dapat memungkinkan produk tersebut masuk ke aliran darah dalam tingkat yang lebih tinggi. Jadi, tes yang mengukur tingkat produk ini, yang disebut sebagai tes fungsi hati (liver function test/LFT), dapat menunjukkan tingkat kerusakan pada hati. Bila dokter mencurigai kita mempunyai masalah atau penyakit hati, dia akan meminta kita melakukan tes fungsi hati untuk membantu diagnosis. Kemudian, tes fungsi hati dapat dilakukan untuk memantau hati kita, untuk melihat apakah kerusakan dapat menjadi lebih berat atau pun pulih. Penyakit hati yang berbeda akan menyebabkan kerusakan yang berbeda, dan tes fungsi hati dapat menunjukkan perbedaan ini. Hasil tes fungsi hati dapat memberi gambaran mengenai penyakit apa yang mungkin menyebabkan kerusakan, tetapi tes ini tidak mampu mendiagnosis akibat penyakit hati. Hasil tes ini juga bermanfaat untuk memantau perjalanan penyakit hati, tetapi sekali lagi, mungkin tidak memberi gambaran yang tepat. Namun biasanya hasil tes fungsi hati memberi gambaran mengenai tingkat peradangan. Apa yang Diukur dalam Tes Fungsi Hati? Produk berikut biasanya diukur sebagai bagian dari tes fungsi hati: y ALT (alanin aminotransferase), dahulu dikenal sebagai SGPT (serum glutamik piruvik transaminase) y AST (aspartat aminotransferase), dahulu dikenal sebagai SGOT (serum glutamik oksaloasetik transaminase) y Fosfatase alkali y GGT (gamma-glutamil transpeptidase, atau gamma GT) y Bilirubin y Albumin Lembaran Informasi (LI) 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk semua tes tersebut. Harus ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai di laboratorium yang melakukan tes serta cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang kita terima setelah melakukan tes menunjukkan nilai normal yang berlaku. Sebagai contoh, batas atas nilai normal (BANN) untuk AST dapat berkisar dari 35 hingga 50 (tergantung pada laboratorium), dan berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Jadi bila kita ingin dapat komentar mengenai hasil tes, sebaiknya kita menyebut baik hasil tes maupun nilai normal. Selain itu, hasil tes juga dapat berubah tergantung pada pukul berapa darah diambil. Sebaiknya contoh darah kita diambil pada jam yang sama setiap kali kita dites fungsi hati, dan juga selalu pada laboratorium yang sama. Enzim Hati ALT adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati. Dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa. Fosfatase alkali meningkat pada berbagai jenis penyakit hati, tetapi peningkatan ini juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait dengan hati. Fosfatase alkali sebetulnya adalah suatu kumpulan enzim yang serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga ditemukan dalam banyak jaringan lain. Peningkatan fosfatase alkali dapat terjadi bila saluran cairan empedu dihambat karena alasan apa pun. Di antara yang lain, peningkatan pada fosfatase alkali dapat terjadi terkait dengan sirosis dan kanker hati. GGT sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain yang beracun pada hati secara berlebihan. Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran cairan empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga pada orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti gula, seumpamanya dalam diet soda, dapat meningkatkan GGT. Produk Hati Lain Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah yang tua. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan dikeluarkan pada cairan empedu. Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan meningkat. Sebagian dari bilirubin total termetabolisme, dan bagian ini disebut sebagai bilirubin langsung. Bila bagian ini meningkat, penyebab biasanya di luar hati. Bila bilirubin langsung adalah rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini menunjukkan kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati. Bilirubin mengandung bahan pewarna, yang memberi warna pada kotoran. Bila tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang mengakibatkan gejala ikterus. Penggunaan atazanavir (sejenis obat antiretroviral golongan PI – lihat LI 447) dapat menyebabkan peningkatan pada tingkat bilirubin. Walaupun efek samping ini tidak berbahaya, perubahan pada warna kulit dan mata dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Albumin adalah protein yang mengalir dalam darah. Karena dibuat oleh hati dan dikeluarkan pada darah, albumin adalah tanda yang peka dan petunjuk yang baik terhadap beratnya penyakit hati. Tingkat albumin dalam darah menunjukkan bahwa hati tidak membuat albumin dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tingkat ini biasanya normal pada penyakit hati yang kronis, sementara meningkat bila ada sirosis atau kerusakan berat pada hati. Ada banyak protein lain yang dibuat oleh hati, namun albumin mudah diukur. Tes Lanjutan Bila ada kelainan pada tes fungsi hati, dokter mungkin akan minta tes tambahan, misalnya ultrasound atau biopsi hati. Bila belum dilakukan tes untuk hepatitis virus, kemungkinan kita akan diminta melakukan tes tersebut. Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 136 TES FUNGSI GINJAL Apa Tes Fungsi Ginjal Itu? Ginjal kita, yaitu sistem penyaringan alami tubuh kita, melakukan banyak fungsi penting. Fungsi ini termasuk menghilangkan bahan ampas sisa metabolisme dari aliran darah, mengatur keseimbangan tingkat air dalam tubuh, dan menahan pH (tingkat asam-basa) pada cairan tubuh. Kurang lebih 1,5 liter darah dialirkan melalui ginjal setiap menit. Dalam ginjal, sisa senyawa kimia disaring dan dihilangkan dari tubuh (bersama dengan air berlebihan) sebagai air seni. Penyaringan ini dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut sebagai glomeruli. Untuk informasi lebih lanjut mengenai penyakit ginjal, lihat Lembaran Informasi (LI) 651. Banyak kerusakan dapat berpengaruh pada kemampuan ginjal kita dalam melakukan tugasnya. Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut); yang lain dapat menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya menghasilkan penumpukan bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah. Adalah sulit mengukur kerusakan ini secara langsung. Oleh karena itu, dibentuk beberapa tes laboratorium yang memberi gambaran mengenai kesehatan ginjal. Tes ini disebut sebagai tes fungsi ginjal atau faal ginjal, dan dapat membantu menentukan penyebab dan tingkat masalah ginjal. Tes dilakukan pada contoh air seni dan darah. Bila dokter mencurigai kita mempunyai masalah atau penyakit ginjal, dia akan meminta kita melakukan tes fungsi ginjal untuk membantu diagnosis. Kemudian, tes fungsi ginjal dapat dilakukan untuk memantau ginjal kita, agar melihat apakah kerusakan dapat menjadi lebih berat atau pun pulih. Kecepatan Penyaringan Glomeruli Tes ini, yang umumnya disebut sebagai GFR (glomerular filtration rate) atau LFG (laju filtrasi glomerulus), mengukur jumlah darah yang disaring oleh ginjal setiap menit. Walau GFR ini dapat diukur, prosesnya rumit dan hanya dilakukan dalam sarana penelitian. Tes Keluaran Kreatinin Sebagai alternatif yang lebih mudah, GFR dapat diperkirakan berdasarkan keluaran kreatinin (creatinine clearance). Tes keluaran kreatinin mengukur tingkat salah satu bahan ampas, yaitu kreatinin, “dibersihkan” dari darah oleh ginjal. Kreatinin dihasilkan dari metabolisme protein ketika otot membakar energi. Kemudian kebanyakan kreatinin disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang dalam air seni. Pengukuran keluaran kreatinin dilakukan dengan mengumpulkan semua air seni yang dibuang dalam 24 jam. Jumlah kreatinin yang ada dalam air seni tersebut diukur dan dibandingkan dengan jumlah kreatinin yang beredar dalam darah. Jika jumlah kreatinin yang dikeluarkan oleh ginjal tidak cukup, tingkat kreatinin dalam air seni akan menurun. Akibatnya tingkat kreatinin dalam darah akan meningkat. Tes keluaran kreatinin membutuhkan waktu, dan dapat muncul keraguan apakah semua air seni yang dikeluarkan dalam 24 jam benar-benar dikumpul oleh pasien. Oleh karena itu, sekarang umumnya GFR diestimasikan (eGFR) berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Kemudian, eGFR dihitung dengan memakai salah satu dari beberapa rumusan, yang memakai variabel terkait usia, jenis kelamin dan (kadang) ras dan/atau berat badan. Juga ada rumusan khusus untuk anak, yang memakai variabel lain. Hasil diungkap sebagai volume darah yang disaring dalam mL/menit. Namun ada keraguan mengenai rumusan terbaik untuk rangkaian dan ras yang berbeda, dan untuk Odha. nitrogen. Ginjal yang sehat menyaring urea dari darah dan mengeluarkannya ke air seni. Bila ginjal tidak berfungsi dengan baik, urea ini yang disebut sebagai BUN) akan tetap ditahan dalam darah. Oleh karena itu, tingkat BUN yang tinggi dalam darah dapat menandai masalah ginjal. Namun masalah ini juga terpengaruh oleh fungsi hati (lihat LI 135), sehingga tes BUN harus dilakukan bersamaan dengan pengukuran kreatinin, yang lebih khusus menandai masalah ginjal. y Tes lain. Pengukuran tingkat zat lain, yang seharusnya diatur oleh ginjal, dalam darah dapat membantu menilai fungsi hati. Zat ini termasuk zat natrium, kalium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosforus, protein, asam urat dan glukosa. Dalam keadaan tertentu, mungkin dokter akan mengusulkan dilakukan tes pengamatan, termasuk ultrasonik (USG), dan MRI atau CT scan, atau pun biopsi ginjal. Tes Lain yang Penting Hasil Tes Ada beberapa tes lain yang penting untuk memastikan fungsi hati: y Analisis air seni: Contoh air seni diperiksa secara fisik untuk ciri termasuk warna, bau, penampilan, dan kepadatan; diperiksa secara kimia untuk unsur termasuk protein, glukosa, dan pH; dan di bawah mikroskop untuk keberadaan unsur sel (sel darah merah dan putih, dll.), bakteri, kristal, dsb. y Tekanan darah: Tekanan darah tinggi dapat menjadi salah satu faktor yang menekankan penyakit ginjal. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa ginjal sudah dirusakkan. y Keberadaan protein dalam air seni: Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya kembali, sehingga tingkat protein dalam air seni tetap rendah. Ditemukan protein dalam air seni adalah tanda penyakit ginjal. LI 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk beberapa tes di atas. Harus ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai pada laboratorium yang melakukan tes dan cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang kita terima setelah melakukan tes menunjukkan nilai rujukan yang berlaku. Bila kita ingin dapat komentar mengenai hasil tes, sebaiknya kita menyebut hasil tes serta nilai rujukan. eGFR Tes Penunjang Ada beberapa tes lain yang dapat dilakukan: y Keluaran urea. Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah. y Osmologi air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan dalam air seni, untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagaimana konsumsi air meningkat atau menurun. y Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/ BUN). Darah mengangkut protein ke sel di seluruh tubuh. Setelah protein dipakai oleh sel-sel, sisa produk buangan dikembalikan ke darah sebagai urea, yang mengandung Apa Arti Hasil Tes? Hasil tes GFR menunjukkan kerusakan pada ginjal, sebagaimana berikut: Tahap Penyakit Ginjal Kronis Stadium GFR Gambaran 1 2 3 4 5 t90 Normal 60-89 Fungsi ginjal sedikit berkurang 30-59 Penurunan fungsi ginjal sedang, ± bukti kerusakan lain 15-29 Penurunan fungsi ginjal berat <15 Kegagalan ginjal Karena dipengaruhi oleh masalah lain, tingkat BUN yang tinggi secara sendiri tidak tentu menandai masalah ginjal, tetapi memberi kesan adanya masalah. Sebaliknya, tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah sangat spesifik menandai penurunan pada fungsi ginjal. Ketidakmampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagai tanggapan pada perubahan dalam konsumsi cairan, yang ditandai oleh tes osmologi dapat menandai penurunan pada fungsi ginjal. Karena ginjal yang sehat tidak mengeluarkan protein pada air seni, tetap ada protein dalam air seni juga menandai beberapa jenis penyakit ginjal. Diperbarui 1 Juni 2013 berdasarkan beberapa sumber, termasuk HATIP 171 27 Januari 2011 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 152 BERAPA TINGKAT RISIKO? Apa Saya Berisiko Terinfeksi HIV? Kebanyakan kita mengetahui bagaimana HIV menular. Kita juga tahu mengenai usulan untuk seks yang lebih aman. Namun kita tetap dapat terpajan pada (berisiko terinfeksi) HIV. Hal ini dapat terjadi akibat kecelakaan atau karena kita melakukan perilaku berisiko. Waktu hal ini terjadi, kita selalu ingin tahu tingkat kemungkinan (kans) kita terinfeksi HIV. Tidak Ada Jaminan! Kita hanya dapat yakin kita tidak terinfeksi HIV bila kita yakin 100% kita belum pernah melakukan perilaku berisiko apa pun, dan kita belum pernah terpajan pada cairan terinfeksi HIV apa pun. Satu-satunya cara untuk memastikan apakah kita terinfeksi atau tidak adalah dengan tes HIV – lihat Lembaran Informasi (LI) 102. Kita harus menunggu tiga bulan setelah pajanan mungkin. Baru setelah jangka waktu itu (yang disebut masa jendela) kita dapat yakin bahwa hasil tes non-reaktif berarti kita tidak terinfeksi HIV. Namun hasil reaktif lebih dini berarti kita pasti terinfeksi HIV. Kita mungkin merasa bahwa kita baru saja terpajan pada HIV melalui penggunaan jarum suntik bergantian, atau melalui hubungan seks yang tidak aman (tanpa memakai kondom). Bila hal ini terjadi, sebaiknya kita segera periksa ke dokter. Mungkin kita dapat diberi obat untuk mencegah infeksi – lihat LI 156 mengenai Profilaksis Pascapajanan. Apa Artinya Angka? Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, beberapa penelitian dilakukan untuk menilai risiko infeksi HIV akibat jenis pajanan tertentu pada HIV. Hitungan ini hanya memberi gambaran yang umum mengenai tingkat risiko. Angka dapat menggambarkan kegiatan apa yang membawa risiko yang lebih tinggi atau lebih rendah. Angka ini tidak dapat menebak apakah kita terinfeksi atau tidak. Contohnya, risiko (kans) 1 dari 100 tidak berarti kita dapat melakukan kegiatan tersebut 99 kali tanpa risiko. Kita dapat tertular HIV akibat hanya satu kali terpajan. Kita dapat tertular pertama kali kita melakukan perilaku berisiko. Lagi pula penelitian ini melibatkan kelompok orang yang tertentu. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa hasilnya akan berlaku pada kelompok lain, atau pada masyarakat umum. Kegiatan Apa yang Paling Berisiko? Risiko tertinggi terinfeksi HIV adalah penggunaan jarum suntik bergantian untuk menyuntik narkoba bersama dengan seseorang yang terinfeksi HIV. Bila kita memakai jarum suntik bergantian, ada kemungkinan yang sangat tinggi bahwa darah orang lain akan dimasukkan pada aliran darah kita. Virus hepatitis juga dapat tertular dengan penggunaan jarum suntik bergantian. Risiko tertinggi terinfeksi HIV yang berikutnya adalah dengan hubungan seks tanpa kondom. Hubungan seks anal (melalui dubur) paling berisiko. Lapisan dubur adalah sangat tipis. Lapisan tersebut sangat mudah dirusakkan saat berhubungan seks. Kerusakan tersebut memudahkan HIV masuk ke tubuh. Pasangan atas (“top” atau yang memasukkan) dalam hubungan seks anal tampaknya kurang berisiko. Hubungan seks vagina menimbulkan risiko tertinggi yang berikutnya. Lapisan vagina lebih kuat dibandingkan lapisan dubur, tetapi tetap rentan terhadap infeksi. Juga lapisan ini dapat dirusakkan oleh kegiatan seks; hanya dibutuhkan luka yang tidak kasatmata. Risiko penularan meningkat bila adanya radang atau infeksi pada vagina. Pasangan yang dimasukkan paling berisiko. Namun tetap ada risiko pada pasangan yang memasukkan pada seks anal atau vagina. Ada kemungkinan HIV dapat memasuki penis melalui luka terbuka, melalui lapisan yang lembab pada lubang penis, atau melalui sel di selaput mukosa pada kulup atau kepala penis. Bagaimana dengan Seks Oral? Pernah dilakukan banyak penelitian mengenai penularan HIV melalui seks oral (mulut ke kelamin). Penelitian tersebut tidak mengambil kesimpulan yang jelas. Namun yang berikut adalah jelas: y Penularan HIV melalui seks oral adalah mungkin. Risiko bukan nol. y Risiko penularan HIV melalui seks oral sangat rendah, jauh lebih rendah dibandingkan jenis hubungan seks lain tanpa kondom. Namun infeksi lain misalnya sifilis dapat menular melalui seks oral. Apa yang Meningkatkan Risiko Penularan HIV? Sifilis dapat meningkatkan risiko menularkan HIV. Kemungkinan orang tertular HIV lebih tinggi kalau dia juga terinfeksi sifilis. Sifilis juga menyebabkan luka besar dan tidak sakit. Sangat mudah kita terinfeksi HIV melalui luka sifilis. Infeksi herpes simpleks (LI 519) juga menyebabkan luka yang dapat memudahkan penularan dengan HIV. Kasus sifilis atau herpes simpleks yang aktif meningkatkan jumlah HIV pada darah kita, dan dapat meningkatkan kemungkinan orang lain tertular. Beberapa faktor lain meningkatkan risiko menularkan HIV, atau menjadi terinfeksi: y Waktu orang terinfeksi HIV pada fase akut atau primer (lihat LI 103), jumlah virus dalam darahnya sangat tinggi. Hal ini meningkatkan kemungkinan orang tersebut dapat menularkan infeksinya. Sayangnya, hampir tidak seorang pun mengetahui dirinya terinfeksi pada fase tersebut. Orang tersebut tidak menunjukkan tanda atau gejala terinfeksi HIV. y Bila orang yang tidak terinfeksi mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lemah. Hal ini dapat terjadi akibat penyakit lanjutan atau karena infeksi aktif misalnya peristiwa herpes, sifilis atau flu. y Bila salah satu atau kedua orang mempunyai luka terbuka yang terpajan pada cairan terinfeksi. Luka tersebut dapat luka selesma, herpes kelamin, luka pada mulut (seriawan), luka sifilis, atau luka atau goresan lain pada kulit. y Bila ada pajanan pada darah yang terinfeksi. y Bila pasangan laki-laki tidak terinfeksi yang memasukkan belum disunat. LI 166 menyediakan informasi lebih lanjut mengenai daya menular HIV. Garis Dasar Para peneliti mengembangkan perkiraan mengenai risiko tertular HIV. Perkiraan tersebut dapat memberi gambaran umum mengenai kegiatan apa yang lebih berisiko atau kurang berisiko. Angka ini tidak dapat memberi tahu kita apakah kegiatan tertentu aman, atau beberapa kali kita dapat melakukannya tanpa kita menjadi terinfeksi. Cara terbaik untuk mencegah infeksi HIV adalah dengan memakai kondom secara benar dan konsisten setiap kali berhubungan seks, dan menghindari penggunaan jarum suntik bergantian. Bila kita merasa kita terpajan, menunggu tiga bulan, lalu melakukan tes HIV. Tes HIV adalah satu-satunya cara untuk mengetahui apakah kita terinfeksi HIV atau tidak. Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 152 The AIDS InfoNet 31 Agustus 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 154 PENGGUNAAN NARKOBA & HIV Apa Kaitan Antara Penggunaan Narkoba dan HIV? Penggunaan narkoba (NAPZA) suntikan dan alkohol adalah faktor besar dalam penyebaran infeksi HIV. Di luar Afrika, penggunaan narkoba suntikan bertanggung jawab untuk sepertiga infeksi HIV yang baru. Alat-alat yang dipakai secara bergantian untuk memakai narkoba dapat membawa HIV dan hepatitis virus, dan penggunaan narkoba dan alkohol juga dikaitkan dengan hubungan seks secara tidak aman. Penggunaan narkoba dan alkohol juga dapat berbahaya untuk orang yang memakai terapi antiretroviral (ART). Kepatuhan pada pengobatan tampaknya lebih sulit untuk pengguna narkoba, dan narkoba jalanan dapat berinteraksi secara gawat dengan obat antiretroviral (ARV). Lihat Lembaran Informasi (LI) 494 untuk informasi lebih lanjut mengenai narkoba. Terapi pemulihan ketergantungan narkoba dan alkohol dapat mengurangi risiko terinfeksi HIV. Suntikan dan Infeksi Infeksi HIV menyebar secara mudah bila orang memakai alat suntik secara bergantian dalam penggunaan narkoba. Penggunaan alat bergantian juga menularkan virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan penyakit gawat lain. Darah yang terinfeksi terdapat pada semprit (insul) kemudian disuntikkan bersama dengan narkoba saat pengguna berikut memakai semprit tersebut. Ini adalah cara termudah untuk menularkan HIV karena darah yang terinfeksi langsung dimasukkan pada aliran darah orang lain. Untuk mengurangi risiko penularan HIV dan hepatitis, jangan memakai alat suntik apa pun secara bergantian, dan sering cuci tangan. Membersihkan alat-alat serta kulit di daerah suntikan. Mengikuti tindakan untuk mengurangi dampak buruk (harm reduction) penggunaan narkoba. Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa HIV dapat bertahan hidup selama sedikitnya empat minggu dalam semprit bekas pakai. Bila kita harus memakai alat suntik bergantian, kita dapat mengurangi risiko infeksi dengan membersihkannya sebelum orang yang berikut memakainya. Bila mungkin, memakai semprit milik sendiri dan tidak memakainya bergantian dengan orang lain. Semprit ini tetap harus dibersihkan karena bakteri dapat bertumbuh di dalamnya. Cara yang paling efektif untuk membersihkan semprit adalah dengan memakai air bersih dulu, kemudian pemutih, dan akhirnya bilas dengan air bersih. Coba keluarkan semua darah dari semprit dengan cara dikocok secara keras selama 30 detik. Pakailah air sejuk karena air panas dapat menyebabkan darah menjadi beku. Untuk membunuh sebagian besar HIV dan virus hepatitis, biarkan pemutih dalam semprit selama dua menit penuh. Tidak dapat dijamin bahwa semua HIV dan virus hepatitis akan dibunuh dengan pembersihan. Selalu memakai semprit baru bila mungkin. Program Pertukaran Jarum Suntik Akses pada jarum suntik yang bersih mengurangi penularan HIV dan hepatitis virus. Di beberapa daerah, jarum suntik baru dapat dibeli di apotek tanpa resep. Di beberapa daerah, sudah terbentuk program pertukaran jarum suntik (Layanan Alat Suntik Steril/LASS) untuk menyediakan semprit yang baru dan terjamin bersih pada pengguna narkoba suntikan agar mereka tidak terpaksa memakai jarum suntik bergantian. Program yang memudahkan akses pada jarum suntik baru memang kontroversial karena ada yang menganggap program LASS mendorong penggunaan narkoba. Namun penelitian pada pertukaran jarum suntik membuktikan bahwa hal ini tidak benar. Angka infeksi HIV menurun di daerah yang ada program tersebut, dan lebih banyak pengguna narkoba siap mengikuti terapi pemulihan narkoba. Penggunaan Narkoba dan Hubungan Seks Tidak Aman Untuk banyak orang, narkoba dan seks saling berhubungan. Pengguna narkoba dapat menawarkan seks untuk narkoba atau uang untuk membeli narkoba. Beberapa orang mengaitkan seks tidak aman dengan penggunaan narkoba. Penggunaan narkoba, termasuk metamfetamin (shabu) dan alkohol, meningkatkan kemungkinan orang tidak akan melindungi dirinya saat berhubungan seks. Seseorang yang ‘menjual’ seks untuk narkoba mungkin mengalami kesulitan untuk membatasi apa yang dia akan lakukan. Penggunaan narkoba dan alkohol dapat mengurangi angka penggunaan kondom dan praktek seks aman yang lain. Sering kali, pengguna narkoba bergantiganti pasangan seksual. Perilaku ini meningkatkan risiko terinfeksi HIV atau infeksi menular seksual (IMS) lain. IMS dapat meningkatkan risiko tertular atau menularkan HIV. Pengobatan dan Narkoba Adalah sangat penting untuk memakai setiap dosis ART sesuai dengan aturan (waktu, takaran, dsb.) – lihat LI 405 mengenai kepatuhan terhadap terapi. Orang yang tidak patuh (melupakan dosis) lebih mungkin mengalami tingkat HIV (viral load) yang lebih tinggi dalam darahnya, dan mengembangkan resistansi terhadap obatnya. Penggunaan narkoba dikaitkan dengan ketidakpatuhan, yang dapat mengakibatkan kegagalan terapi dan penyakit melanjutkan. Beberapa jenis narkoba berinteraksi dengan obat medis – lihat LI 407. Hati kita menguraikan sebagian besar obat yang dipakai untuk melawan HIV, terutama protease inhibitor (PI) dan NNRTI. Hati juga menguraikan beberapa jenis narkoba, termasuk alkohol. Bila narkoba dan obat kedua ‘antri’ memakai hati, ada yang diuraikan secara lebih cepat dan juga yang lebih lambat. Hal ini dapat menyebabkan overdosis berat oleh obat atau pun narkoba. Overdosis obat dapat menyebabkan efek samping yang berat. Overdosis narkoba dapat mematikan. Sedikitnya dilaporkan satu kematian akibat interaksi antara ekstasi dengan PI. Sebaliknya, interaksi dapat menyebabkan tingkat ARV yang rendah dalam darah, dengan akibat tingkatnya terlalu rendah untuk melawan HIV. Hal ini dapat menyebabkan virus menjadi resistan terhadap obat tersebut. Beberapa obat, termasuk ARV dapat mengubah tingkat metadon dalam darah. Oleh karena itu, pengguna metadon seharusnya dipantau secara hati-hati setelah mulai memakai ART atau pengobatan lain, dan dosis metadon disesuaikan lagi – lihat LI 541 untuk informasi lebih lanjut. Garis Dasar Penggunaan narkoba adalah penyebab utama infeksi HIV baru. Penggunaan alat suntik, terutama semprit, secara bergantian dapat menularkan HIV, virus hepatitis dan infeksi lain. Penggunaan alkohol dan narkoba, walaupun belum sampai pada ketergantungan, dapat meningkatkan kemungkinan dilakukan hubungan seks yang tidak aman dan meningkatkan risiko infeksi menular seksual. Untuk melindungi dirinya sendiri dari infeksi, jangan memakai peralatan suntik secara bergantian. Bila memakai semprit sendiri berulang kali, bersihkan secara hatihati setiap kali memakainya. Namun pembersihan yang paling hati-hati tidak dapat menjamin semprit bebas kuman. Di beberapa daerah, jarum suntik baru dapat dibeli tanpa resep. Juga, program pertukaran jarum suntik (layanan alat suntik steril/LASS) menyediakan semprit yang baru dan bersih. Program ini dapat mengurangi angka infeksi HIV yang baru. Penggunaan narkoba dapat menyebabkan kelupaan dosis ART. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan kegagalan terapi dan resistansi terhadap obat. Memakai narkoba atau alkohol bersama dengan obat antiretroviral dapat menjadi berbahaya. Interaksi antara obat dengan narkoba dapat menyebabkan efek samping berat dan overdosis yang gawat. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 154 The AIDS InfoNet 28 September 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 156 PROFILAKSIS PASCAPAJANAN Apa Profilaksis Pascapajanan Itu? Profilaksis berarti pencegahan infeksi dengan obat. Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan risiko penularan. Jadi profilaksis pascapajanan (atau PPP) berarti penggunaan obat untuk mencegah infeksi setelah terjadi peristiwa yang berisiko. Terkait dengan PPP, ada tiga macam pajanan itu: Pajanan di tempat kerja. Pajanan ini biasa terjadi dalam sarana medis, dan berasal jika darah, air mani, cairan vagina atau ASI dari seorang yang terinfeksi HIV masuk ke aliran darah orang lain, dalam hal ini biasanya petugas perawatan kesehatan. Peristiwa yang termaksud biasanya kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik bekas pakai secara tidak sengaja pada petugas. Pajanan juga dapat terjadi dengan pisau bedah, atau jika darah atau cairan lain pasien kena luka terbuka, atau mulut, hidung atau mata petugas atau orang lain. Pajanan akibat hubungan seks berisiko, misalnya bila kondom pecah atau lepas saat seorang Odha berhubungan seks dengan pasangan HIV-negatif. Pajanan akibat perkosaan. Pemerkosa hampir pasti tidak memakai kondom. Tambahannya, jika hubungan seks terjadi secara paksa, yang sering disertai kekerasan, risiko penularan lebih tinggi. Risiko Penularan Akibat Pajanan di Tempat Kerja Kemungkinan terjadinya penularan akibat tertusuk jarum suntik adalah rendah: rata-rata 0,3%. Kurang lebih satu dari 300 kasus akan menghasilkan infeksi HIV pada petugas kesehatan, bila tidak dilakukan tindakan pencegahan. Risiko lebih tinggi jika: y tusukan dalam; y darah dapat terlihat pada alat yang menyebabkan luka; y jarum atau alat sebelumnya ditempatkan pada pembuluh darah pasien; atau y pasien sumber mempunyai viral load HIV yang tinggi. Apa yang Harus Dilakukan Setelah Pajanan? Jangan panik! Namun segera lakukan tindakan. Luka tusuk: bilas dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik. Jangan dihisap dengan mulut, dan jangan ditekan karena ini tidak berguna. Desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan betadine selama lima menit atau alkohol selama tiga menit. Pajanan mulut: ludahkan dan berkumur. Pajanan hidung: hembuskan keluar dan bersihkan dengan air. Pajanan mata: bilas selama beberapa menit dengan air bersih. Hubungan seks: jangan bilas vagina. Setelah dibersihkan, laporkan pajanan agar dapat segera diselidiki. Kapan PPP Diusulkan? Keputusan harus diambil apakah PPP akan dimulai, berdasarkan hasil penyelidikan. Keadaan yang dianggap cukup berat untuk mulai PPP termasuk: y pajanan pada banyak darah; y darah bersentuh pada luka yang terbuka; y darah dapat terlihat pada jarum yang menusuk; atau y pajanan pada darah, air mani atau cairan vagina seseorang dengan viral load yang tinggi. Bagaimana PPP Dipakai? PPP dilakukan dengan penggunaan obat antiretroviral (ARV) – lihat Lembaran Informasi (LI) 403. Menurut pedoman Kemenkes, paduan yang dianjurkan adalah AZT + 3TC + EFV atau AZT + 3TC + LPV/r. Nevirapine tidak boleh dipakai untuk PPP. PPP harus dimulai secepatnya setelah pajanan, sebaiknya dalam empat jam dan tidak lebih dari 72 jam. PPP harus dilangsungkan selama empat minggu, tetapi boleh dihentikan jika ada efek samping yang berat. Jika pasien sumber pajanan ternyata HIV-negatif, dan tidak ada kemungkinan dia masih dalam masa jendela, PPP dapat dihentikan. Namun tes HIV pada pasien sumber harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan – lihat LI 102. Jelas, kerahasiaan harus dijamin. Diusulkan orang yang terpajan melakukan tes HIV pada awal (tidak lebih dari 24 jam), dan pada bulan ke-3 dan ke-6 setelah pemberian PPP. Orang yang terpajan harus segera diberi konseling, dan konseling harus tersedia lagi selama masa memakai PPP. PPP dapat juga disediakan dalam kasus pajanan dalam hubungan seks, misalnya perkosaan atau keadaan pecah kondom pada pasangan suami-istri. Efek Samping PPP Efek samping yang paling umum termasuk mual dan rasa tidak nyaman. Efek samping lain dapat dilihat pada lembaran informasi masing-masing obat. Pajanan pada Infeksi Lain Harus diingat bahwa ada beberapa infeksi lain yang diangkut darah, dengan daya menular yang jauh lebih tinggi dibandingkan HIV. Infeksi ini termasuk virus hepatitis B dan C, yang sering menyertai HIV pada orang yang terinfeksi melalui penggunaan jarum suntik bergantian. Semua infeksi ini dapat dicegah dengan penggunaan kewaspadaan standar (lihat LI 811). Kewaspadaan ini termasuk penggunaan sarung tangan lateks dan pelindung lain waktu melaksanakan tindakan yang berisiko pada semua pasien, bukan hanya mereka yang diketahui terinfeksi penyakit tersebut. Dapat dilakukan upaya PPP akibat pajanan virus hepatitis B, tetapi belum ada untuk virus hepatitis C. Garis Dasar Profilaksis pascapajanan (PPP) adalah penggunaan ARV secepatnya setelah terjadi peristiwa yang berisiko penularan HIV, untuk mencegah infeksi HIV. PPP dapat mengurangi risiko terinfeksi hingga 79%. PPP hanya dipakai setelah penyelidikan menunjukkan ada risiko pada orang yang terpajan. Hanya 0,3% pajanan menghasilkan infeksi HIV. Karena ARV dapat menyebabkan efek samping yang cukup berat, sebaiknya PPP hanya dipakai jika benar-benar dibutuhkan. PPP terdiri dari tiga obat yang dipakai dua kali sehari selama empat minggu. PPP tidak 100% efektif; berarti PPP tidak menjamin pajanan pada HIV tidak akan menghasilkan infeksi. Cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan pada sarana medis adalah melaksanakan kewaspadaan standar pada semua pasien. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 160 PROFILAKSIS PRAPAJANAN Apa Profilaksis Prapajanan (PPrP) Itu? Profilaksis berarti pencegahan infeksi dengan obat. Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan risiko penularan. Jadi profilaksis prapajanan (atau PPrP) berarti penggunaan obat untuk mencegah infeksi sebelum terjadi peristiwa yang berisiko. Dalam bahasa Inggris, PPrP dikenal sebagai Pre-exposure prophylaxis atau PrEP. PPrP adalah pencegahan pilihan HIV yang baru untuk orang HIV-negatif untuk mengurangi risiko terinfeksi HIV. PPrP untuk pencegahan HIV terdiri dari penggunaan obat antiretroviral (ARV) oleh orang HIV-negatif untuk mengurangi risiko. Penelitian besar menunjukkan bahwa PPrP dapat membantu mencegah infeksi HIV yang baru bila dipakai oleh orang yang berisiko tinggi tertular HIV. Penelitian terhadap PPrP hanya dilakukan dengan penggunaan kombinasi Truvada (kombinasi tenofovir dan emtricitabine). Penelitian ini menunjukkan penularan HIV menurun 90% setelah PPrP dipakai empat kali seminggu, dan 99% bila dipakai sekali sehari. Belum ada informasi yang cukup mengenai penggunaan obat lain. Belum diketahui apakah obat lain atau jadwal dosis (misalnya beberapa kali seminggu mengganti setiap hari) mungkin juga menjadi cara yang baik untuk mengurangi risiko HIV. Truvada sebagai PPrP diteliti pada orang yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV. Penelitian tersebut melibatkan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), waria dan orang heteroseksual berisiko tinggi yang HIVnegatif. Hasil penelitian ini bermacammacam, Penelitian menunjukkan bahwa PPrP paling efektif bagi orang yang benar-benar memakai obat setiap hari. Bagaimana PPrP Dipakai? Saat ini PPrP terdiri dari satu tablet Truvada setiap hari. Truvada dapat dipakai dengan makanan, atau dengan perut kosong. Ada penelitian berkelanjutan yang menguji coba obat lain untuk PPrP. Truvada berisi dua obat, tenofovir (lihat Lembaran Informasi (LI) 420) dan emtricitabine (FTC, LI 419). Di Indonesia, kombinasi ini kadang tersedia dengan versi generik. Truvada dan versi generik hanya tersedia dengan resep. Siapa Sebaiknya Pakai PPrP? PPrP lebih dari sekadar minum pil ARV. FDA-AS telah mengeluarkan beberapa pedoman untuk penggunaan PPrP, termasuk satu untuk LSL dan satu lain untuk orang heteroseksual. Pedoman mengusulkan beberapa persyaratan: y PPrP harus dipakai oleh orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV melalui kegiatan seksual y PPrP harus menjadi bagian dari program pencegahan HIV secara keseluruhan termasuk kondom dan konseling y Sebelum memakai PPrP, yang bersangkutan harus dites HIV untuk memastikan bahwa dia tidak terlanjur terinfeksi HIV y Setiap pengguna PPrP harus dites HIV secara berkala untuk memastikan dia tidak terinfeksi. y Para calon pengguna PPrP juga harus diperiksa untuk kerusakan ginjal, hepatitis B dan infeksi menular seksual apa pun PPrP juga dapat dipakai secara sementara oleh pasangan diskordan (satu terinfeksi HIV, yang lain tidak) yang ingin mempunyai anak – lihat LI 617. Namun penggunaan PPrP untuk hal ini belum disetujui. Bagaimana Pengguna PPrP Dipantau? Pedoman FDA-AS mengusulkan agar pengguna PPrP dipantau setiap 2-3 bulan untuk: y Dites untuk infeksi HIV y Diperiksa untuk efek samping Truvada y Diketahui apakah ada masalah memakai PPrP setiap hari y Menguatkan pesan penggunaan kondom dan pencegahan lain Apa Efek Samping PPrP Efek samping yang paling umum ditemukan dalam uji coba terhadap Truvada sebagai PPrP termasuk sakit kepala, mual, muntah, ruam dan kehilangan nafsu makan. Pada beberapa orang, tenofovir dapat meningkatkan kreatinin dan ALT, enzim yang berhubungan dengan ginjal dan hati. Tingkat tinggi dapat menunjuk adanya kerusakan pada organ tersebut. Penggunaan tenofovir jangka panjang dapat merusak ginjal. Tenofovir dapat mengurangi kepadatan mineral tulang (lihat LI 557). Suplemen kalsium atau vitamin D dapat mengurangi masalah ini. Masalah tulang ini terutama berlaku untuk orang dengan osteopenia atau osteoporosis. Tingkat asam laktik dalam darah (asidosis laktik, lihat LI 556) meningkat pada beberapa orang yang memakai tenofovir dan emtricitabine. Masalah hati, termasuk “hati berlemak” (LI 528) mungkin juga terjadi. Dalam kasus yang jarang, pengguna emtricitabine dapat mengalami perubahan sementara pada warna kulit. Apakah PPrP Berisiko? Odha telah memakai Truvada, tenofovir dan emtricitabine, selama beberapa tahun. Obat ini umumnya mudah ditahan. Efek samping jangka panjang yang mungkin termasuk hilangnya kepadatan mineral tulang dan kerusakan ginjal. Beberapa orang khawatir bahwa pengguna PPrP mungkin menganggap bahwa mereka benar-benar dilindungi. Mereka mungkin kurang hati-hati tentang perilaku seksualnya. Sejauh ini, kekhawatiran ini belum menjadi kenyataan. Garis Dasar Profilaksis prapajanan (PPrP) berarti penggunaan obat antiretroviral Truvada sebelum terinfeksi HIV, untuk mengurangi risiko infeksi HIV. Bila Truvada dipakai sebagai PPrP secara benar dan konsisten, tindakan ini dapat mengurangi angka infeksi HIV melalui kegiatan seksual sebanyak 90%. Manfaat PPrP berpotensi sangat tinggi untuk mengurangi infeksi HIV yang baru pada orang yang menyadari risiko infeksinya dan mampu memakai Truvada untuk melindungi dirinya sendiri. Beberapa orang takut PPrP dapat mendorong perilaku tidak aman, tapi hal ini belum terlihat. Namun jelas PPrP ini tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual lain. Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 160 The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 165 PENCEGAHAN POSITIF Apa yang Dimaksud dengan ‘Pencegahan Positif’? Hampir tidak ada satu pun orang yang terinfeksi HIV yang ingin orang lain mengalami nasib yang sama. Hampir semuanya ingin supaya virus yang ada di tubuh dirinya sendiri tidak menular pada orang lain, baik pasangannya, temannya atau bayinya. Pada dasarnya, pencegahan positif bertujuan untuk memotong rantai penularan HIV dan meningkatkan mutu hidup Odha. Pencegahan positif didukung oleh banyak pihak di seluruh dunia, baik oleh organisasi Odha maupun oleh organisasi pemerintah dan LSM yang bekerja di bidang AIDS. Namun belum ada kesepakatan yang luas mengenai definisi pencegahan positif. Nampaknya setiap orang, komunitas maupun negara bisa membuat definisi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sendiri. Dengan demikian, inti pemahaman pencegahan positif diartikan sebagai upaya menyatukan pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan agar kesehatan dan mutu hidup Odha menjadi lebih baik. Pemahaman Pencegahan Positif Peserta lokakarya dilakukan di Jakarta pada September 2011 mengusulkan pemahaman pencegahan positif sebagai berikut: 1. Pencegahan positif seharusnya merupakan strategi untuk mempromosikan tanggung jawab bersama untuk menghindari/mencegah penularan HIV. 2. Pencegahan positif merupakan peningkatan mutu hidup dan kesadaran dalam berperilaku positif. 3. Pencegahan positif merupakan kemampuan komunitas untuk meningkatkan nilai-nilai positif dalam melakukan semua aspek kehidupan. 4. Istilah yang diusulkan adalah: Pemberdayaan Positif; Pencegahan yang sehat; dan Perubahan Positif dan Kesadaran positif. Upaya sosialisasi pedoman pencegahan positif di Yogyakarta pada Oktober 2012 memperoleh masukkan untuk definisi pencegahan positif dengan memperhatikan beberapa unsur antara lain: y Pencegahan dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab terhadap perilaku yang berisiko dan bukan semata-mata merupakan tanggung jawab Odha. Bagi Odha perlu adanya upaya penguatan atas otoritas tubuh (self esteem)-nya agar bisa bertanggung jawab atas tubuhnya sendiri. y Penjagaan diri Odha untuk tidak menularkan virus kepada orang lain (terutama pasangan seks) dengan pola hidup sehat. y Pencegahan reinfeksi HIV maupun infeksi lain sehingga Odha memiliki mutu hidup yang lebih baik dan terhindar dari AIDS. y Peningkatan pemberdayaan Odha sehingga dirinya nyaman dengan diri dan statusnya serta nyaman berhubungan sosial dengan orang lain. y Upaya pencegahan memerlukan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, penyedia layanan, Odha, LSM dan keluarga. Definisi Pencegahan Positif Dari semua masukkan ini muncul definisi yang berikut: Pencegahan positif adalah upayaupaya pemberdayaan Odha yang bertujuan untuk meningkatkan harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan serta diimplementasikan di dalam suatu kerangka etis yang menghargai hak dan kebutuhan Odha dan pasangannya. Tiga Pilar Pencegahan Positif 1. Bagaimana meningkatkan mutu hidup Odha. 2. Menjaga diri untuk tidak tertular HIV maupun infeksi lain dari orang lain. 3. Menjaga diri untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain. Prinsip Panduan Umum Pencegahan Positif y Pencegahan positif didasarkan pada perspektif dan realita Odha. y Pencegahan positif mengakui bahwa Odha mempunyai hak seksualitas, oleh karena itu dibutuhkan informasi yang rinci tentang seksualitas. y Pencegahan positif difokuskan pada komunikasi, informasi, dukungan dan perubahan kebijakan, tanpa stigmatisasi dan diskriminasi. y Pencegahan positif membutuhkan keterlibatan dan partisipasi bermakna Odha. Ini dapat dilakukan dengan memberi dukungan dan dorongan agar mereka turut mendiskusikan, menentukan dan memutuskan setiap komponen program dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Oleh karena itu perlu menjalin jejaring dan kemitraan dengan pemerintah maupun lembaga penyedia pelayanan. y Pencegahan positif harus memasukkan organisasi layanan HIV, kelompok dukungan dan LSM ke dalam program penanggulangan HIV. Dalam hal ini sangatlah penting untuk menyediakan informasi tentang seks aman, infeksi ulang, pilihan kesehatan produksi, dampak pengobatan ARV, menyuntik yang mana tersedia pada setiap organisasi pelayanan HIV termasuk rumah sakit, puskesmas, klinik keluarga berencana, LSM dan kelompok dukungan. y Pencegahan positif menjunjung hak asasi manusia, termasuk hak hidup sehat, hak seksualitas, privasi, konfidensialitas, informed consent dan bebas dari diskriminasi. Di samping itu juga memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk tidak menularkan HIV. y Pencegahan positif mengakui penularan HIV diperbesar oleh ketidaksetaraan jender, posisi tawar, sekualitas, pendidikan, tidak tahu status HIV dan tingkat ekonomi. y Pencegahan positif menuntut tanggung jawab bersama dalam upaya menurunkan tingkat penularan. Keterbukaan, informasi dan komunikasi tentang seksualitas dan hubungan seks bisa menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih lanjut kepada pasangan atau orang lain. y Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Garis Dasar Tujuan utama pencegahan positif adalah untuk meningkatkan mutu hidup Odha dan memotong rantai penularan HIV. Pencegahan positif bukan program, yang hanya dilakukan untuk waktu tertentu, melainkan prakarsa atau asas yang harus mendasari semua tindakan kita. Walaupun kadang prakarsa ini dianggap kontroversial, diharapkan kita dapat mendukung upaya ini, dan membahas pencegahan dalam kelompok kita. Diperbarui 22 Januari 2015 berdasarkan Pedoman dan Modul Pencegahan Positif, April 2012 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 166 DAYA MENULAR Apa Maksud Daya Menular? Bila kita terinfeksi HIV, kita dapat menularkan infeksi ini pada orang lain. Darah, air mani, cairan vagina dan cairan dubur kita dapat mengandung cukup banyak virus untuk menularkan orang lain. Ada risiko menularkan orang lain hanya bila salah satu cairan ini masuk ke tubuh orang lain, langsung pada aliran darah atau akibat hubungan seks tanpa kondom melalui vagina, dubur, atau (sangat jarang) mulut. Penularan HIV hanya terjadi pada sebagian kecil kejadian waktu seseorang yang belum terinfeksi terpajan pada cairan tubuh yang terinfeksi HIV. Faktor yang dapat berpengaruh pada risiko penularan HIV saat terpajan termasuk: y Jumlah HIV (viral load) yang ada di dalam cairan yang bersangkutan, dengan risiko penularan tergantung pada tingkat viral load y Jenis pajanan berisiko. Memakai alat suntik bergantian kemungkinan memiliki risiko terbesar. Seks anal (melalui dubur) tanpa kondom tampaknya lebih berisiko dibandingkan seks vagina tanpa kondom. Sedikit kasus penularan HIV dilaporkan akibat felasio (seks oral dengan penis seorang dengan HIV masuk ke mulut orang lain). Ejakulasi (mengeluarkan air mani) dalam mulut dan kerusakan pada jaringan dalam mulut, misalnya gusi berdarah, meningkatkan risiko dari seks oral. Penularan HIV melalui kunilingus (seks oral dengan vagina perempuan dengan HIV dijilat oleh orang lain) belum pernah dilaporkan y Adanya infeksi menular seksual (IMS) lain. Infeksi ini dapat meningkatkan jumlah HIV pada cairan kelamin pasangan yang HIV-positif. IMS juga dapat menyebabkan luka atau radang pada kelamin, yang memudahkan HIV masuk tubuh orang yang belum terinfeksi y Faktor genetis Ada semakin banyak bukti bahwa risiko penularan HIV dari perempuan pada lakilaki melalui seks vagina lebih rendah bila laki-laki tersunat. Tidak jelas apakah sunat berpengaruh pada risiko penularan melalui cara hubungan seks yang lain. Viral Load Daya menular HIV kita terkait erat dengan viral load HIV kita. Viral load pada minggu-minggu pertama setelah terinfeksi HIV (infeksi primer – lihat Lembaran Informasi 103) sangat tinggi sehingga risiko menularkan HIV pada orang lain paling tinggi pada waktu itu. Penelitian memberi kesan bahwa sampai 50% infeksi HIV yang baru tertular dari orang yang dirinya baru saja terinfeksi HIV. Bila kita mempunyai penyakit HIV lanjut, viral load kita juga lebih tinggi. Bila ibu hamil yang terinfeksi HIV mempunyai viral load yang tinggi, dia lebih mungkin menularkan HIV-nya pada bayinya, dibandingkan ibu dengan viral load rendah. Terapi antiretroviral (ART) mengurangi jumlah HIV dalam tubuh kita. Tujuan ART adalah untuk mencapai viral load yang tidak terdeteksi dalam darah, tetapi ART juga mengurangi jumlah HIV dalam cairan kelamin. Dampak Penegahan dari Terapi Antiretroviral Kemungkinan Odha dengan viral load tidak terdeteksi akan menularkan infeksi pada orang lain jauh lebih rendah. Sebuah penelitian yang disebut HPTN 052 menemukan bahwa ART mengurangi risiko penularan pada pasangan tetap sebesar 96%. Para pakar mengatakan bahwa ART yang berhasil sama efektif dengan penggunaan kondom secara konsisten dalam mengurangi risiko penularan melalui seks vagina. Ada juga manfaat, walau mungkin tidak sama, pada seks anal. Namun ada persyaratan: kedua pasangan tidak terinfeksi IMS; viral load yang terinfeksi HIV tidak terdeteksi (di bawah 50) selama sedikitnya enam bulan; dan dia melakukan tes viral load setiap 3-4 bulan. Risiko adalah Rendah, bukan Nol Walau risiko dapat dikurangi menjadi sangat rendah dengan penggunaan ART, penularan tetap bisa terjadi. Umumnya viral load tidak terdeteksi dalam darah disertai viral load tidak terdeteksi dalam cairan kelamin. Namun kadang tingkat pada cairan ini dapat lebih tinggi, mungkin akibat IMS atau waktu haid. Harus juga diingat bahwa ART tidak mengurangi risiko penularan IMS. Kondom tetap cara terbaik untuk mencegah penyebaran infeksi lain. Penularan dari Ibu-ke-Bayi Bila ibu hamil yang terinfeksi HIV memakai ART, kemungkinan dia akan menularkan infeksi HIV pada bayinya jauh lebih rendah dibandingkan perempuan yang tidak memakai ART. Hal ini karena ART mengurangi jumlah HIV yang ada di cairan tubuh ibu, dan juga karena ARV dapat masuk pada tubuh bayi yang belum lahir sehingga menghambat penularan. Lagi pula, penggunaan ART oleh ibu selama menyusui akan mengurangi risiko bayi akan terinfeksi melalui ASI. Garis Dasar Daya menular adalah ukuran yang menunjukkan tingkat risiko penularan infeksi pada orang lain. Kemungkinan kita menularkan infeksi HIV kita pada orang lain tergantung pada beberapa faktor, termasuk viral load, ada-tiadanya infeksi menular seksual, apakah kegiatan menimbulkan luka pada pasangan, dan status sunat pasangan laki-laki yang tidak terinfeksi. Kalau kita memakai ART dan viral load kita tidak terdeteksi, kemungkinan kita akan menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks sangat rendah. Namun beberapa pakar mengusulkan kita tetap memakai kondom waktu berhubungan seks. Diperbaiki 1 Oktober 2014 berdasarkan FS NAM Januari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 207 VAKSINASI UNTUK ODHA DEWASA Apa Itu Vaksinasi? Vaksinasi, atau imunisasi, adalah jenis pengobatan yang merangsang ketahanan tubuh kita terhadap infeksi tertentu. Sebagian besar orang diimunisasi terhadap beberapa infeksi waktu bayi. Sebagian besar vaksin diberi melalui suntikan, tetapi ada yang dipakai melalui mulut. Dibutuhkan beberapa minggu setelah diberi sehingga sistem kekebalan tubuh bereaksi pada vaksin yang diberikan. Vaksin umumnya sangat aman. Sebagian besar vaksin dipakai untuk mencegah infeksi. Tetapi, beberapa yang lain membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang sudah ada. Vaksin ini disebut ‘vaksin terapeutik.’Ada beberapa vaksin terapeutik yang sedang diteliti dan diuji coba terhadap HIV. Vaksin ‘hidup’ memakai bentuk kuman yang dilemahkan. Vaksin ‘dinonaktifkan’ (inactivated) tidak memakai kuman yang hidup. Vaksin dapat menimbulkan efek samping. Dengan vaksin hidup, kita mungkin mengalami penyakit yang ringan. Dengan vaksin dinonaktifkan, kita mungkin mengalami kesakitan, kemerahan, dan bengkak di tempat yang disuntik. Kita juga mungkin merasa lemas, kelelahan, atau mual selama waktu yang singkat. Apa yang Berbeda untuk Odha? Sistem kekebalan tubuh yang sudah dilemahkan oleh HIV mungkin tidak dapat bereaksi secara baik pada vaksin. Jangka waktu efektivitas vaksin dapat lebih singkat. Bila kita baru saja akan mulai terapi antiretroviral (ART), mungkin tanggapan terhadap vaksin lebih baik bila kita menunggu sampai jumlah CD4 meningkat. Hanya sedikit penelitian dilakukan terhadap penggunaan vaksin oleh Odha, apalagi sejak ART sudah dipakai. Namun ada beberapa petunjuk penting untuk Odha: y Vaksinasi dapat meningkatkan viral load untuk waktu yang singkat. Namun jatuh sakit dengan penyakit yang dicegah oleh vaksin lebih buruk. Jangan mengukur viral load dalam empat minggu setelah vaksinasi apa pun. y Vaksinasi terhadap flu lebih ditelitikan dengan Odha dibandingkan vaksinasi yang lain. Vaksin flu dianggap aman dan efektif. Namun Odha tidak boleh memakai vaksin flu semprot hidung “FluMist”. y Bila jumlah CD4-nya sangat rendah, vaksin mungkin tidak berhasil. Bila mungkin, menguatkan sistem kekebalan tubuh dengan memakai ART sebelum divaksinisasi. y Odha tidak boleh menerima sebagian besar vaksin hidup termasuk vaksin cacar air. Hindari kontak dekat dengan siapa pun yang menerima vaksinasi ‘hidup’ dalam 2-3 minggu terakhir. Namun vaksin campak, gondong dan rubela dianggap aman asal jumlah CD4-nya di atas 200. y Vaksin demam kuning (yellow fever) adalah vaksin hidup yang tidak diusulkan untuk Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. Vaksin ini dapat diberi pada Odha tanpa gejala yang berjalan ke daerah dengan demam kuning, asal jumlah CD4-nya di atas 200 dan mereka dipantau untuk efek samping. Vaksinasi yang Disarankan Belum ada pedoman khusus di Indonesia mengenai vaksinasi untuk Odha dewasa. Yang berikut berdasarkan pedoman di AS dan pedoman Indonesia umum untuk orang dewasa. Sebaiknya dibahas dengan dokter sebelum melakukan vaksinasi apa pun. Penyakit Pneumokokus: Odha, terutama perokok, lebih rentan terhadap penyakit ini, yang dapat menyebabkan radang paru. Odha diusulkan divaksinasi dengan PPV-23. Bila divaksinasi waktu jumlah CD4 di bawah 200, sebaiknya diulang vaksinasi setelah naik di atas 200. Vaksinasi harus diulang satu kali setelah lima tahun. Hepatitis: Lihat Lembaran Informasi (LI) 505. Hepatitis disebabkan oleh berbagai macam virus. Laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki dan pengguna narkoba suntikan lebih rentan terhadap virus hepatitis A, B dan C. Ada vaksin terhadap hepatitis A dan B. Dua suntikan vaksin hepatitis A melindungi selama 20 tahun. Bila kita pernah terpajan hepatitis B, kita sudah kebal. Bila kita belum terpajan hepatitis B, sebaiknya kita mendapatkan vaksinasi. Seri tiga suntikan vaksinasi hepatitis B yang tuntas seharusnya melindungi kita kurang lebih 20 tahun. Status kekebalan terhadap hepatitis B sebaiknya dinilai secara berkala oleh Odha, terutama bila jumlah CD4-nya rendah. Human Papilloma Virus (HPV) (lihat LI 507): Tersedia vaksin terhadap empat jenis HPV, yang menyebabkan kutil pada dubur, dan kanker vagina atau dubur. Vaksin ini diusulkan dipakai oleh laki-laki di bawah usia 21 tahun dan perempuan di bawah usia 26 tahun. Vaksin ini paling efektif bila dipakai sebelum menjadi aktif secara seksual. Flu: Vaksin flu harus diperbarui setiap tahun, berdasarkan tipe flu yang paling aktif saat itu. Flu dapat berkembang menjadi pneumonia. Beberapa vaksin flu dapat menyebabkan reaksi alergi pada orang yang mempunyai alergi terhadap telur. Kemenkes mengusulkan vaksinasi terhadap flu setiap tahun untuk semua orang, terutama untuk jemaah haji. Tetanus dan Difteri (Td): Tetanus adalah penyakit gawat disebabkan oleh bakteri yang umum. Infeksi tetanus dapat terjadi melalui luka pada kulit. Para penasun lebih berisiko terhadap tetanus. Difteri juga adalah penyakit bakteri. Vaksin terhadap difteri selalu digabungkan dengan vaksin tetanus. Vaksin Td (bersama dengan vaksin terhadap pertusis; vaksin gabungan ini disebut Tdap) biasanya diberikan pada anak sebagai seri tiga suntikan. Satu suntikan ulang diberikan setiap sepuluh tahun sebagai penguat (booster). Odha sebaiknya jangan divaksinasi ulang lebih sering, walau boleh lima tahun bila cedera. Pertusis (batuk rejan): Ini adalah penyakit bakteri lain yang menyebabkan batuk berkepanjangan. Vaksinasi Tdap harus mengganti booster Td berikutnya. Setelah kita telah terima satu vaksinasi Tdap, kita hanya perlu menerima booster Td di masa depan karena tidak dibutuhkan vaksinasi pertusis berulang-ulang. Campak, Gondong dan Rubela: Ketiga penyakit ini disebabkan oleh virus. Anak seharusnya divaksinasi terhadap penyakit ini dengan suntikan yang disebut sebagai ‘MMR’. Vaksin ini biasanya memberi perlindungan seumur hidup. Bila belum divaksinasi pada masa kanak-kanak, Odha sebaiknya divaksinasi, asal CD4-nya di atas 200 (MMR adalah vaksin hidup). Tifoid: Demam tifoid (‘tifus’) disebabkan oleh bakteri. Kemenkes mengusulkan semua orang Indonesia divaksinasi terhadap tifoid setiap tiga tahun. Vaksinasi tidak berisiko untuk Odha asal tidak dipakai vaksin hidup. Vaksin ini jarang menimbulkan efek samping, tetapi kadang kala ada sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang. Meningitis meningokokal: Perjangkitan meningitis kian sering, terutama pada kampus. Odha lebih rentan terhadap penyakit ini jika terpajan. Odha Wisatawan Odha wisatawan sebaiknya divaksinasi terhadap hepatitis A dan B. Beberapa negara mengharuskan wisatawan melakukan vaksinasi. Asal vaksin tidak hidup, biasanya ini tidak masalah, kecuali yang dibahas di atas. Sebaiknya hindari vaksin hidup, termasuk untuk demam kuning (lihat di atas). Sebagai alternatif divaksinasi dengan vaksin hidup, kita sebaiknya minta pernyataan dokter yang menjelaskan bahwa kita mempunyai alasan medis untuk tidak diberikan vaksinasi tersebut. Surat tersebut diterima oleh yang berkuasa di sebagian besar negara. Diperbarui 1 Juli 2014 berdasarkan FS 207 The AIDS InfoNet 23 Mei 2014 dan informasi dari Kemenkes RI Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 401 PENGGUNAAN OBAT ANTIRETROVIRAL Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Non-nucleoside RTI (NNRTI) Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI): Analog Nukleosida atau Nukleotida Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org OBAT PIL HARIAN (DEWASA)* PENGGUNAAN & PENYIMPANAN EFEK SAMPING 3TC (lamivudin) 2 (150mg: 1, 2x/hari) atau 1 (300mg; 1, 1x/hari) Tidak ada aturan tentang makan Mual, muntah, kelelahan, sakit kepala ABC (abacavir) 2 (300mg: 1, 2x/hari atau 2. 1x/hari) AZT (zidovudin) 2 (300mg: 1, 2x/hari); atau 6 (100mg: 2, 3x/hari) d4T (stavudin) 2 (30mg; 1, 2x/hari) Tidak ada aturan tentang makan Tenofovir (TDF) 1 (300mg: 1, 1x/hari) Tidak ada aturan tentang makan Delavirdin (DLV) 12 (100mg; 4, 3x/hari) atau 6 (200mg; 2, 3x/hari) Efavirenz (EFV) 3 (200mg; 3, 1x/hari) atau 1 (600mg; 1, 1x/hari) Etravirin (ETV) Lopinavir/ritonavir (LPV/r) Nelfinavir (NFV) 4 (100mg, 2, 2x/hari) 1 (200mg; 1, 1x/hari untuk 2 minggu pertama) kemudian 2 (200mg; 1, 2x/hari) 1 (25mg; 1, 1x/hari) 2 (300mg; 1 + 1x 100mg ritonavir, 1x/hari) atau 2 (200mg, 1x/hari) 6 (300mg; 2 + 1 ritonavir, 2x/hari) atau 4 (600mg + 1 ritonavir, 2x/hari) 4 (700mg; 2, 2xhari) atau 4 (700mg; 2+2 ritonavir, 1x/hari; atau 700mg; 1+1 ritonavir 2x/hari) 6 (400mg: 2, setiap 8 jam, tidak 3x/hari) atau 9 (333mg; 3 setiap 8 jam) 4 (tablet warna kuning 200mg lopinavir termasuk 50mg ritonavir: 2, 2x/hari) 10 (250mg; 5, 2x/hari); atau 9 (3, 3x/hari) Saquinavir (SQV) 6 (500mg: 2 + 1 100mg ritonavir, 2x/hari) Tipranavir (TPV) 8 (250mg, 2 + 2 ritonavir, 2x/hari) Rilpivirin (RPV) Atazanavir (ATV) Protease Inhibitor (PI) Darunavir (DRV) Entry Inhibitor Integrase Inhibitor Tidak ada aturan tentang makan. Alkohol meningkatkan tingkat ABC Reaksi hiperpeka pada kurang lebih 8% pasien Anemia, mual, muntah, sakit kepala, kelelahan, sakit otot, Jangan gabung dengan d4T keracunan sumsum tulang Neuropati perifer, sakit kepala, panas-dingin & demam, diare, mual, Tidak ada aturan tentang makan Jangan gabung dengan AZT atau ddI kehilangan lemak dari lengan, wajah atau kaki FTC (emtrisitabin) Nevirapin (NVP) Fosamprenavir (FPV) Indinavir (IDV) Kunyah tablet atau larutkan tablet dalam air; pakai dengan perut kosong, tidak kurang dari 30 menit sebelum atau 2 jam setelah makan/penggunaan obat lain Diare, pankreatitis, sakit perut, neuropati perifer, mual & muntah Jangan gabung dengan d4T. Kurangi takaran bila dipakai dengan TDF Jangan gabung dengan 3TC Jangan gabung dengan hanya dua NRTI lain kecuali obat tambahan dipakai Tidak ada aturan tentang makan Tidak ada aturan tentang makan, tetapi hindari makanan tinggi lemak. Pakai sebelum tidur Pakai setelah makan Sakit kepala, diare, mual, ruam Efek samping ringan; sedikit mual, muntah, hilang nafsu makan. Dapat mengurangi kepadatan mineral tulang Ruam, mual, diare, muntah, sakit kepala, kelelahan Impian jelas/aneh, gelisah, ruam, mual, pusing, diare, sakit kepala & insomnia Ruam, mual, sakit perut Tidak ada aturan tentang makan Ruam, demam, sakit kepala, mual Pakai saat makan Depresi, insomnia, sakit kepala, ruam Tingkat bilirubin yang tinggi. Mual, sakit kepala, ruam, sakit perut, muntah, diare, semutan, depresi. Perubahan denyut nadi Pakai dengan makan Dapat mengakibatkan hasil positif palsu pada tes mariyuana Waspadai masalah hati, terutama bila mulai dengan jumlah CD4 yang lebih tinggi Pakai dengan makan Diare, mual, sakit kepala, selesma, ruam (jarang berat) Tidak ada aturan tentang makan Mual, diare, muntah, ruam, mati rasa dekat mulut, sakit perut. Peningkatan kolesterol/trigliserida Protease inhibitor dan NNRTI dimetabolisasi oleh hati, seperti banyak obat lain yang umum dipakai. Sakit kepala, mual, sakit perut, batu ginjal Interaksi obat dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan besar pada tingkat obat yang dipakai dalam darah, dengan akibat dosis rendah yang tidak efektif, atau overdosis yang dapat gawat. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Pakai dengan banyak air, perut kosong atau snak rendah lemak. Simpan di tempat sejuk dan kering Tidak ada aturan tentang makan; kalau pakai dengan makan, minum air secukupnya. Simpan di suhu ruang Pakai dengan makanan atau snak Pakai tidak lebih dari 2 jam sebelum/sesudah makan penuh atau snak berat. Pada iklim panas, simpan di kulkas Pakai dengan makanan. Simpan di kulkas atau di suhu ruang selama tidak lebih dari 60 hari Ritonavir (RTV) Dosis kecil sebagai penguat untuk PI lain Enfuvirtide (T-20) 2 suntikan per hari. 90mg per suntikan Tidak ada aturan tentang makan Maraviroc (MVC) 1 atau 2 tablet 2x/hari. 150, 300 atau 600mg/tablet Tidak ada aturan tentang makan Raltegravir (RGV) 2 tablet (400mg; 1, 2x/hari) Tidak ada aturan tentang makan Elvitegravir (EVG) 1 tablet (150mg EVG + 150mg cobicistat + 200mg FTC + 300mg TDF) Pakai dengan makan: jeda waktu 2 jam dengan obat antiasam Dolutegravir (DTG) 1 tablet (50mg; 1, 1x/hari) * Jika ada pilihan dosis, yang pertama biasanya yang diusulkan oleh WHO Dapat mengurangi resistansi terhadap AZT. Jangan gabung dengan hanya dua NRTI lain kecuali obat tambahan dipakai Jangan gabung dengan hanya dua NRTI lain kecuali obat tambahan dipakai Tidak ada aturan tentang makan Berat badan (BB) >60kg: 400mg (tablet dapar: 200mg, 2x/hari; atau tablet dapar/EC: 400mg, 1x/hari) BB <60kg: 250mg (tablet dapar: 125mg, 2x/hari; atau tablet dapar/EC: 250mg, 1x/hari) 1 (200mg; 1x/hari) ddI (didanosin) ddI (Videx-EC®) CATATAN Tidak ada aturan tentang makan Diare, kelelahan, sakit kepala, mual. Peningkatan kolesterol/trigliserida Diare, mual, gas, sakit perut, lesu Sedikit mual, diare, perut tidak nyaman Diare, ruam, mual, muntah, sakit perut, lesu, sakit kepala. Memburukkan masalah hati. Peningkatan kolesterol/trigliserida Mual, muntah, diare, kesemutan & mati rasa dekat mulut Reaksi kulit daerah suntikan mulai dari kemerahan dan gatal hingga benjolan keras Batuk, demam, infeksi saluran napas atas, ruam, pegal, sakit perut, pusing. Dapat berat pada hati Diare, mual, sakit kepala; tingkat kinase kreatinin yang tinggi (terkait masalah otot) Sakit kepala, diare, mual, muntah, impian jelas/aneh, gelisah, pusing, insomnia, hilang nafsu makan, hilang miineral tulang Insomnia, sakit kepala Dosis tergantung pada obat lain yang dipakai Hanya tersedia dalam pil kombinasi Stribild 50mg, 2x/hari bila ada resistansi terhadap integrase inhibitor Diperbarui 7April 2014 berdasarkan FS 401 The AIDS InfoNet 23 September 2013 Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 402 NAMA OBAT ANTIRETROVIRAL Tidak satu pun obat ini dapat membunuh HIV, tetapi setiap golongan menghambat penggandaan virus dengan cara tertentu. 1. Reverse transcriptase inhibitor (RTI): Golongan obat anti-HIV pertama. Obat golongan ini menghalangi penciptaan DNA virus dari RNA dengan membuat sel tiruan yang mengganggu proses ini. Sebagian besar adalah analog nukleosida; tenofovir adalah analog nukleotida. Nama Generik Nama Merek Juga Dikenal Sebagai: Produsen Tahun* Zidovudin Didanosin Zalcitabin Stavudin Lamivudin Zidovudin/Lamivudin Abacavir Zidovudin/Lamivudin/Abacavir Tenofovir Emtrisitabin Abacavir/Lamivudine Emtrisitabin/Tenofovir Retrovir Videx Hivid Zerit Epivir Combivir Ziagen Trizivir Viread Emtriva Epzicom Truvada AZT, ZDV ddI ddC d4T 3TC Gabungan AZT & 3TC ABC Gabungan AZT, 3TC, Abacavir TDF FTC Gabungan ABC & 3TC Gabungan FTC & TDF ViiV Healthcare Bristol-Myers Squibb Tidak dibuat lagi Bristol-Myers Squibb ViiV Healthcare ViiV Healthcare ViiV Healthcare ViiV Healthcare Gilead Sciences Gilead Sciences ViiV Healthcare Gilead Sciences 1987 1991 1992 1994 1995 1997 1998 2000 2001 2003 2004 2004 2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI): Golongan obat ini juga mengganggu proses penciptaan DNA virus dari RNA, dengan mengikat pada enzim reverse transcriptase dan menghalangi kegiatannya. Nevirapine Delavirdine Efavirenz Etravirine Rilpivirine Viramune Rescriptor Sustiva, Stocrin Intelence Edurant NVP DLV EFV ETV RPV Boehringer Ingelheim ViiV Healthcare Bristol-Myers Squibb Tibotec Tibotec 1996 1997 1998 2008 2011 2a. Obat kombinasi: Terdiri dari satu NNRTI, satu analog nukleosida, dan satu analog nukleotida. Efavirenz/emtrisabin/tenofovir Atripla Gabungan EFV, FTC & TDF BMS & Gilead 2006 3. Protease inhibitor (PI): Golongan obat ini menghalangi kegiatan protease, sebuah enzim yang memotong rantai protein HIV menjadi protein tertentu yang diperlukan untuk merakit tiruan virus yang baru. Catatan: “/r” di belakang nama protease inhibitor berarti obat tersebut dikuatkan dengan ritonavir takaran rendah. Misalnya, SQV/r berarti saquinavir dikuatkan ritonavir. Saquinavir Ritonavir Indinavir Nelfinavir Saquinavir Amprenavir Lopinavir (dengan ritonavir) Atazanavir Fosamprenavir Tipranavir Darunavir Invirase Norvir Crixivan Viracept Fortovase Agenerase Kaletra, Aluvia Reyataz Lexiva Aptivus, Telzir Prezista SQV RTV IDV NFV SQV APV LPV/r ATV FPV TPV DRV Roche Abbott Merck ViiV Healthcare Tidak dibuat lagi Tidak dibuat lagi Abbott Bristol-Myers Squibb ViiV Healthcare Boehringer Ingelheim Tibotec 1995 1996 1996 1997 1997 1999 2000 2003 2003 2005 2006 4. Integrase inhibitor: Golongan obat ini menghalangi kegiatan integrase, sebuah enzim yang memasukkan DNA virus ke dalam serat DNA sel yang terinfeksi. Raltegravir Elvitegravir Dolutegravir Isentress Tivicay RGV EVG DTG Merck Gilead Viiv Healthcare 2007 2012g 2013 Trimeris-Roche ViiV Healthcare 2003 2007 g Saat ini hanya disetujui sebagai kandungan dalam pil kombinasi Stribild 5. Entry Inhibitor: Golongan obat ini mencegah pengikatan HIV pada sel. Enfuvirtid Maraviroc Fuzeon T-20 Selzentry, Celsentri MVC *Tahun disetujui di AS. Juga ada banyak versi generik yang disetujui dengan nama yang berbeda. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 402 The AIDS InfoNet 23 September 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 403 TERAPI ANTIRETROVIRAL (ART) Apa Terapi Antiretroviral Itu? Terapi antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit HIV. Apa Siklus Hidup HIV Itu? Ada beberapa langkah dalam siklus hidup HIV (lihat Lembaran Informasi (LI) 106 untuk gambar): 1. Virus bebas beredar dalam aliran darah 2. HIV mengikatkan diri pada sel 3. HIV menembus sel dan mengosongkan isinya dalam sel 4. Kode genetik HIV diubah dari bentuk RNA menjadi bentuk DNA dengan bantuan oleh enzim reverse transcriptase 5. DNA HIV dipadukan dengan DNA sel dengan bantuan oleh enzim integrase. Dengan pemaduan ini, sel tersebut menjadi terinfeksi HIV. 6. Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA HIV diaktifkan, dan membuat bahan baku untuk virus baru 7. Semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat virus baru dikumpulkan 8. Virus yang belum matang mendesak ke luar sel yang terinfeksi dengan proses yang disebut ‘budding (tonjolan)’ 9. Jutaan virus yang belum matang dilepas dari sel yang terinfeksi 10. Virus baru menjadi matang: bahan baku dipotong oleh enzim protease dan dirakit menjadi virus yang siap bekerja ARV yang Disetujui di AS Setiap tipe atau ‘golongan’ ARV menyerang HIV dengan cara berbeda. Saat ini ada lima golongan obat disetujui di AS. Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat langkah keempat di atas, yaitu perubahan bahan genetik HIV dari bentuk RNA menjadi bentuk DNA yang dibutuhkan dalam langkah berikut. Obat dalam golongan ini yang disetujui di AS dan masih dibuat adalah: y 3TC (lamivudin) y Abacavir (ABC) y AZT (ZDV, zidovudin) y d4T (stavudin) y ddI (didanosin) y Emtrisitabin (FTC) y Tenofovir (TDF; analog nukleotida) Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau NNRTI menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup HIV, tetapi dengan cara lain. Lima NNRTI disetujui di AS: y Delavirdin (DLV) y Efavirenz (EFV) y Etravirin (ETV) y Nevirapin (NVP) y Rilpivirin (RPV) Protease inhibitor (PI) menghambat langkah kesepuluh, dengan bahan virus baru dipotong sesuai untuk membuat virus baru. Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS: y Atazanavir (ATV) y Darunavir (DRV) y Fosamprenavir (FPV) y Indinavir (IDV) y Lopinavir (LPV) y Nelfinavir (NFV) y Ritonavir (RTV) y Saquinavir (SQV) y Tipranavir (TPV) Entry inhibitor mencegah pengikatan dan pemasukan HIV pada sel dengan menghambat langkah kedua dari siklus hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS: y Enfuvirtid (T-20) y Maraviroc (MVC) Integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan menghambat langkah kelima dari siklus hidupnya. Sudah tersedia tiga obat INI: y Dolutegravir (DTG) y Elvitegravir (EGV) y Raltegravir (RGV) Namun elvitegravir hanya disetujui sebagai kandungan dalam Stribild, pil kombinasi dengan cobicistat, emtricitabine dan tenofovir. Bagaimana Obat Ini Dipakai? Obat ARV umumnya dipakai dalam gabungan dengan tiga atau lebih ARV dari lebih dari satu golongan. Hal ini disebut sebagai terapi kombinasi, atau ART. ART bekerja jauh lebih baik daripada hanya satu ARV sendiri. Cara penggunaan obat ini mencegah munculnya resistansi. Produsen ARV terus-menerus berupaya untuk membuat obatnya lebih mudah dipakai, dan sudah menggabung dua atau lebih jenis obat dalam satu pil. Apa Resistansi terhadap Obat Itu? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru dapat menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Jika hanya satu jenis ARV dipakai, virus secara mudah mengembangkan resistansi terhadapnya. Oleh karena itu, penggunaan hanya satu jenis ARV (yang disebut monoterapi) tidak dianjurkan. Tetapi jika dua jenis obat dipakai, virus mutan harus unggul terhadap dua obat ini sekaligus. Dan jika tiga jenis obat dipakai, kemungkinan munculnya mutan yang dapat sekaligus unggul terhadap semuanya sangat kecil. Penggunaan kombinasi tiga jenis ARV berarti membutuhkan jauh lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Apakah Obat Ini Dapat Menyembuhkan AIDS? Saat ini, belum ditemukan penyembuh infeksi HIV. ARV mengurangi viral load, yaitu jumlah HIV dalam aliran darah kita. Kalau viral load kita lebih rendah, kita tetap sehat lebih lama. Kita juga kurang mungkin menularkan HIV pada orang lain. Lihat LI 125 untuk informasi lebih lanjut tentang tes viral load. Viral load beberapa orang menjadi begitu rendah sehingga tidak dapat diukur oleh tes viral load; viral loadnya disebut ‘tidak terdeteksi’. Ini bukan berarti virus hilang, dan tidak berarti orang tersebut ‘sembuh’. Kapan Sebaiknya Kita Mulai? Belum ada jawaban yang jelas untuk pertanyaan ini. Sebagian besar dokter akan mempertimbangkan jumlah CD4, dan gejala yang kita alami. Menurut pedoman WHO, ART sebaiknya dimulai sebelum CD4 turun di bawah 350, bila kita hamil, kita alami TB aktif, kita membutuhkan terapi untuk virus hepatitis B (HBV), atau kita mempunyai gejala penyakit terkait HIV yang sedang atau berat. Kriteria untuk mulai ditentukan dalam Pedoman ART Kemenkes (lihat LI 404). Keputusan untuk memulai ART sangat penting, dan sebaiknya dibahas dahulu dengan dokter. Untuk informasi lebih lanjut mengenai mulai ART, lihat buku kecil Yayasan Spiritia “Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?” Obat Apa yang Sebaiknya Kita Pakai? ARV dipilih berdasarkan resistansi HIV terhadap obat, kesehatan kita (misalnya, ada penyakit hati atau ginjal) dan faktor pola hidup. Namun tidak semua ARV di atas tersedia di Indonesia, sehingga pilihan berdasarkan Pedoman ART. Sementara paduan ART umumnya ditahan dengan baik, setiap ARV, sama seperti semua obat lain, dapat menimbulkan efek samping (lihat LI 550). Beberapa efek samping ini gawat. Lihat Lembaran Informasi untuk masingmasing obat. Setiap orang berbeda, dan kita, bersama dengan dokter, harus memutuskan obat apa yang kita pilih. Kepatuhan terhadap ART sangat penting (lihat LI 405). Tes viral load dipakai untuk menentukan apakah ART bekerja sebagaimana mestinya. Bila viral load kita tidak turun, atau turun tetapi naik kembali, mungkin kita harus beralih ke kombinasi ARV lain. Apa yang Selanjutnya? Obat baru sedang ditelitikan dalam kelima golongan yang ada. Para peneliti juga berupaya mengembangkan golongan obat baru, misalnya obat yang menghambat langkah lain pada siklus hidup HIV, dan obat yang akan menguatkan ketahanan oleh kekebalan tubuh. Diperbarui 14 Desember 2014 berdasarkan FS 403 The AIDS InfoNet 29 Juli 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 404 PEDOMAN NASIONAL ART Apa Pedoman ART Itu? Pedoman nasional terapi antiretroviral (ART) diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) sebagai standar untuk para dokter mengenai cara menatalaksanakan ART di Indonesia. Pedoman dirancang berdasarkan usulan dari WHO dengan kesepakatan antara beberapa pakar di Indonesia. Karena pengetahuan dan pengalaman mengenai ART berkembang terus-menerus, seharusnya pedoman sering diperbarui. Oleh karena itu, pedoman yang berlaku saat ini (Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa 2011) diperbarui berdasarkan pedoman WHO 2010 (Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents: recommendations for a public health approach – 2010). Namun pada Juni 2013, WHO mengeluarkan pedoman baru (Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and preventing HIV infection: recommendations for a public health approach). Pedoman WHO terbaru ini mengusulkan beberapa perubahan. Diharapkan Kemenkes sedang mengkaji perubahan ini dan segera akan juga mengeluarkan versi pedoman ART nasional yang baru. Berbeda dengan pedoman sebelumnya, pedoman baru ini memberi pengarahan mengenai penanganan masalah kesehatan Odha, dari konseling dan tes HIV, melalui penanganan infeksi oportunistik tertentu sampai penanganan ART. Harus ditekankan bahwa pedoman ini tidak memberi panduan untuk menatalaksana ART untuk anak. Hal ini masih diatur oleh Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia yang dikeluarkan oleh Kemenkes pada 2008 berdasarkan pedoman WHO 2006. Walau dicetak ulang pada 2010, pedoman ini belum diperbarui, meskipun ada banyak perkembangan dan perubahan pada pengobatan untuk anak dengan HIV sejak 2006. Untuk informasi lebih lanjut mengenai ART untuk anak, lihat Lembaran Informasi (LI) 619. Catatan: Pedoman WHO 2013 yang baru menggabungkan semua pedoman sebelumnya, termasuk untuk anak dan untuk pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-anak. Apa Isi Pedoman ART? y y y y y y y Pedoman ART terutama mengatur: kapan ART boleh dimulai rejimen yang dipakai sebagai lini pertama ART pada populasi khusus pemantauan ART masalah toksisitas dan interaksi ARV kegagalan ART pilihan rejimen lini kedua Stadium Klinis WHO menetapkan empat stadium klinis HIV, sebagaimana berikut: y y y y Stadium 1: Tanpa gejala Stadium 2: Penyakit ringan Stadium 3: Penyakit lanjut Stadium 4: Penyakit berat Lihat pedoman atau situs web Spiritia untuk definisi masing-masing stadium klinis. batkan efek samping yang cukup berat hingga gawat. Dalam pedoman baru ini, Kemenkes menganjurkan agar penggunaan d4T dikurangi/ dihentikan dan tidak dipakai lebih dari enam bulan. Sekarang TDF diusulkan sebagai pengganti kalau AZT mengakibatkan anemia. Kapan Mulai ART Pemantauan ART Berdasarkan Pedoman ART 2011, Odha dewasa dan remaja memenuhi kriteria untuk mulai ART bila: y Penyakit stadium 3 atau 4, tanpa memandang jumlah CD4; atau y Jumlah CD4 di bawah 350, tanpa memandang gejala klinis. Harus ditekankan bahwa pedoman tidak mengharuskan tes CD4 sebelum mulai ART. Bila kita mengalami penyakit stadium 3 atau 4, kita boleh mulai ART walau tidak diketahui jumlah CD4. Bila kita mengalami penyakit stadium 3, kita boleh mulai dengan jumlah CD4 apa pun. Namun, kalau kita tidak mempunyai gejala, kita baru boleh mulai setelah jumlah CD4 kita turun di bawah 350. Tambahan, bab mengenai ART pada populasi khusus menyarankan agar kita mulai lebih dini dalam keadaan tertentu. Misalnya, semua perempuan hamil yang terinfeksi HIV diusulkan memulai ART, apa pun stadium klinisnya atau berapa pun jumlah CD4-nya. Orang koinfeksi HIV dan hepatitis B (HBV), bila membutuhkan terapi untuk HBV-nya harus sekaligus memulai ART. Karena TB aktif pada Odha adalah salah satu tanda stadium 3 (TB paru) atau stadium 4 (TB di luar paru), Odha dengan TB aktif harus mulai ART dengan jumlah CD4 berapa pun. Diusulkan ART dimulai sesegera mungkin setelah memulai obat anti-TB (OAT) selama 2-8 minggu atau setelah OAT dapat ditahan dan stabil. Ada satu persyaratan lagi: kita harus siap mulai. Pedoman ART 2011 mewajibkan petugas kesehatan untuk menelaah kesiapan pasien untuk ART, dengan membahas 13 topik bersama dengan pasien. Dan kepatuhan terhadap ART wajib dinilai, dengan dikuatkan oleh konseling kepatuhan, pada setiap kunjungan pasien ke klinik. Lihat Lembaran Informasi 405 mengenai kepatuhan terhadap ART. Menurut pedoman, ada beberapa tes laboratorium yang seharusnya dilakukan sebelum dan/atau setelah kita mulai ART. Tes utama yang dibutuhkan adalah tes Hb (untuk anemia, lihat LI 552) sebelum kita mulai dan secara berkala dalam beberapa bulan setelah kita mulai bila kita memakai AZT. Tes lain yang diusulkan termasuk tes untuk infeksi HBV, serta tes kreatinin (enzim ginjal; lihat LI 136) sebelum kita mulai memakai TDF. Tes ini harus diulang setiap tiga bulan untuk satu tahun pertama untuk pengguna TDF, dan kemudian jika stabil dilakukan setiap enam bulan. Selain itu, perempuan harus melakukan tes kehamilan sebelum mulai rejimen yang mengandung efavirenz. Hal ini diatur karena efavirenz dapat menyebabkan cacat janin, terutama bila dipakai pada trimester pertama kehamilan. Pedoman mengusulkan dilakukan tes CD4 sebelum mulai ART dan setiap 6 bulan setelah mulai untuk memantau keberhasilan. Namun tes ini tidak diharuskan. Pedoman ART di Indonesia tidak menganjurkan dilakukan tes viral load atau tes resistansi sebagai persyaratan sebelum mulai atau sebagai tes pemantauan ART. Mulai dengan Rejimen Apa? Kita mulai dengan rejimen lini pertama. Rejimen lini pertama umumnya dibentuk dengan dua NRTI dan satu NNRTI (lihat LI 403), dengan tiga dari enam obat: (AZT atau TDF) + (3TC atau FTC) + (nevirapine atau efavirenz). Pilihan yang baku adalah AZT + 3TC + nevirapine. AZT + 3TC sering disediakan dalam satu pil yang mengandung kedua obat. Juga FTC umumnya dipakai bersamaan dengan TDF, karena kedua obat ini disediakan dalam satu pil. Catatan: dahulu d4T sering dianjurkan untuk mengganti AZT bila timbul anemia sebagai efek samping AZT. Namun d4T dapat mengaki- Alasan untuk Mengganti ART Ada dua alasan untuk mengganti ART: efek samping yang tidak tertahan; dan kegagalan terapi. Kalau kita mengalami efek samping, mungkin kita harus mengganti satu obat dalam rejimen lini pertama dengan obat lain, disebut sebagai substitusi. Dalam keadaan yang luar biasa, kita mungkin harus mengganti obat dari rejimen lini pertama dengan obat yang umumnya dipakai sebagai lini kedua; walau begitu, rejimen tetap dianggap lini pertama. Bila dokter menentukan bahwa terapi kita gagal, ditunjukkan antara lain oleh viral load di atas 5.000 setelah menjadi tidak terdeteksi, jumlah CD4 menurun, atau kita mengalami infeksi oportunistik, kita akan dialihkan pada rejimen lini kedua, yang disebut sebagai ‘switch’. Pilihan Rejimen Lini Kedua Rejimen lini kedua harus mengganti sedikitnya dua dari tiga ARV dalam rejimen lini pertama dengan ARV lain. Saat ini, rejimen lini kedua umumnya terdiri dari TDF atau AZT (tergantung yang mana dipakai pada lini pertama), 3TC atau FTC, dan Kaletra/ Aluvia. Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan Pedoman Nasional ART 2011 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 405 KEPATUHAN TERHADAP TERAPI Apa Kepatuhan Itu? Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi antiretroviral (ART) kita persis sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat pada waktu yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu (misalnya harus dipakai dengan perut kosong). Penekanan virus Untuk menekan penggandaan (replikasi) virus di dalam darah kita, tingkat obat antiretroviral (ARV) harus selalu di atas tingkat tertentu. Tingkat obat yang rendah dapat memungkinkan HIV tetap bereplikasi. Semakin banyak virus dibuat, semakin mungkin akan dibuat virus yang cacat dan resistan (kebal) terhadap obat. Lihat Lembaran Informasi (LI) 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Jika HIV di tubuh kita menjadi resistan terhadap obat yang kita pakai, terapinya akan mulai gagal. Kegagalan ditandai oleh peningkatan pada viral load, yang menjadi terdeteksi. Cara terbaik untuk mencegah pengembangan resistansi adalah dengan kepatuhan terhadap terapi. Mengapa Kita Harus Patuh? Obat yang kita pakai diserap dalam lambung, masuk ke aliran darah, dan diangkut ke seluruh tubuh kita. Waktu darah melewati hati dan ginjal kita, sebagian obat tersebut disaring dan dibuang. Jadi jumlah obat dalam aliran darah menjadi semakin kecil, sampai kita memakainya lagi. Beberapa obat diserap lebih baik, dan masuk ke aliran darah dengan tingkat lebih tinggi, bila tidak ada makanan dalam perut. Obat ini harus dipakai dengan perut kosong. Sementara ada obat lain masuk ke aliran darah secara lebih baik bila ada lemak dalam lambung. Obat ini sebaiknya dipakai dengan makan. Dengan beberapa obat pun, makanan tidak penting. Kita harus mengetahui petunjuk penggunaan masing-masing obat agar akan selalu ada cukup obat dalam aliran darah. Petunjuk ini termasuk berapa pil harus kita pakai, kapan, dan bagaimana. Jika kita lupakan satu dosis, tidak memakai dosis penuh, tidak mengikuti petunjuk tentang makanan, atau memakai obat yang berinteraksi dengan ARV (lihat LI 407), tingkat obat dalam aliran darah kita dapat menjadi terlalu rendah. Berapakah Tingkat Kepatuhan yang Cukup? Beberapa penelitian sudah mengukur tingkat kepatuhan yang ‘cukup.’ Pene- litian ini menemukan bahwa, untuk memastikan HIV tetap tertekan (yang ditunjukkan oleh viral load yang tetap tidak terdeteksi), kita harus memakai lebih dari 90% obat kita sesuai resep (yaitu kepatuhan lebih dari 90%). Penelitian tersebut berdasarkan rejimen yang mengandung protease inhibitor. Penelitian yang lebih baru terhadap rejimen berdasarkan NNRTI memberi kesan bahwa kepatuhan yang lebih rendah mungkin cukup. Namun semakin sedikit dosis dilupakan, semakin tinggi kemungkinan viral load kita tidak terdeteksi, dengan akibat semakin rendah risiko resistansi akan muncul. Dari sisi lain, penelitian di AS terhadap narapidana yang memakai setiap dosis (setiap dosis diawasi), semua mempunyai viral load di bawah 400 setelah satu tahun, dan 85% di bawah 50. Hasil ini lebih baik daripada hampir semua uji coba terhadap obat baru – dan sebagian besar narapidana tersebut pernah gagal dengan pengobatan lain. Yang penting adalah bukan bahwa kita harus masuk penjara, tetapi jika kita berhasil mencari cara agar kita dapat memakai semua obat kita, terapi kita akan bekerja buat kita untuk jangka waktu yang lama. Apakah Ada Kelonggaran? Penting kita berusaha agar selalu memakai obat pada jam yang benar. Namun biasanya ada ‘jendela’ atau kelonggaran. Lamanya kelonggaran ini tergantung pada obat dan tubuh kita. Tetapi ARV yang dipakai dalam rejimen ART lini pertama dan kedua cukup ‘pemaaf’. Oleh karena itu, umumnya tidak ada kerugian bila kita terlambat satu atau dua jam waktu memakai obat. Beberapa jenis obat mempunyai jendela yang lebih lebar dibandingkan yang lain. Mengembangkan Rutinitas Penting agar kita mengembangkan rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu kita mengikuti jadwal yang benar, yang kadang kala rumit dan mengganggu kegiatan sehari-hari kita. Kepatuhan dapat sangat sulit dan kita akan membutuhkan dukungan agar kita menjadi biasa dengan perubahan yang diakibatkannya pada hidup kita. Ini bisa menjadi hal yang paling penting untuk dipertimbangkan waktu kita mulai memakai terapi baru. Mengatur untuk mulai terapi waktu kita dapat meluangkan waktu dan kesempatan yang mungkin dibutuhkan untuk menyesuaikan diri. Tidak ada masalah lain yang lebih penting daripada menjadi nyaman dengan pengobatan pada minggu-minggu pertama ini. Menggalang dukungan dari keluarga atau teman adalah sangat penting, agar mengingatkan kita waktu harus memakai obat, dan untuk memberi semangat pada kita jika kita mengalami efek samping. Menilai kepatuhan dirinya secara ketat selama satu minggu yang ‘normal’. Jika hasilnya tampaknya kurang baik, kita membutuhkan lebih banyak dukungan – pasti tersedia tetapi mungkin harus diminta. Jika masih ada masalah, bahas dengan dokter. Jika kita benar-benar tidak dapat mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi, mungkin sebaiknya kita berhenti terapi untuk sementara. (Tips untuk membantu kepatuhan kita dibahas pada buku kecil Yayasan Spiritia “Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?”) Kejenuhan Pil Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan kian menurun, bahkan pada orang yang sangat patuh. Gejala ini disebut ‘kejenuhan pil’ atau ‘kejenuhan terapi.’ Namun sebuah penelitian baru menemukan bahwa kepatuhan tinggi semakin lama sebetulnya semakin meningkat. Kepatuhan tinggi bukan masalah satu hari saja. Kepatuhan tinggi harus diteruskan untuk seumur hidup. Oleh karena ini, tetap dibutuhkan dukungan dan semangat, walau kita sudah sangat patuh selama bertahun-tahun. Garis Dasar Agar terapi kita tetap berhasil, kita harus memakainya sesuai dengan petunjuk. Jika kita tidak patuh, virus di tubuh kita dapat menjadi resistan terhadap ARV yang kita pakai. Untuk hasil terbaik, kita harus memakai lebih dari 90% obat kita secara benar. Pastikan kita mengerti semua obat yang diresepkan. Pastikan kita tahu harus kita pakai berapa banyak, kapan harus dipakai, dan apakah harus dipakai dengan makanan atau dengan perut kosong. Agar tidak ada masalah dengan interaksi, pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Dukungan dari keluarga atau teman untuk mengingatkan kita dan memberi semangat pada kita adalah sangat penting! Jika ada masalah dengan kepatuhan terhadap terapi, segera bahasnya dengan dokter. Ditinjau 4 Februari 2014 berdasarkan FS 405 The AIDS InfoNet 22 April 2013 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 406 TERAPI BERDENYUT Apa Terapi Berdenyut Itu? Terapi berdenyut berarti terapi antiretroviral (ART) yang dihentikan sementara secara terencana, di bawah pengawasan dokter. Istilah yang dipakai dalam bahasa Inggris adalah “structured treatment interruption/STI”, “structured intermittent therapy/SIT” atau “pulse therapy”, walaupun orang awam sering menyebutnya sebagai “drug holiday (liburan dari obat).” Karena belum ada istilah yang jelas dalam bahasa Indonesia, kami mengusulkan dipakai istilah yang sederhana yaitu “terapi berdenyut.” Terapi berdenyut adalah penghentian penggunaan semua obat dalam kombinasi ART seketika. Setelah itu, terapi dimulai lagi sesuai dengan beberapa rumusan. Apa Maksudnya Terapi Berdenyut? Penggunaan ART tidak mudah untuk sebagian besar orang. Ada yang mengalami efek samping yang cukup berat. Ada yang merasa tidak berdaya dengan kepatuhan yang dibutuhkan terus-menerus agar viral load ditekan di bawah tingkat terdeteksi dan untuk menghindari terbentuk resistansi terhadap obat. Walaupun kita paham bahwa kita membutuhkan terapi ini untuk menyelamatkan jiwa kita, setelah beberapa tahun mungkin kita merasa bosan dengan hidup kita yang dikendalikan oleh obat dan efek sampingnya; ini disebut sebagai kelelahan atau kejenuhan terapi (treatment fatigue) – lihat Lembaran Informasi (LI) 405. Oleh karena itu, muncul keinginan untuk berhenti memakai obat untuk jangka waktu tertentu. Keinginan ini diperkuat oleh laporan bahwa viral load beberapa orang yang berhenti ART tetap ditekan di bawah tingkat terdeteksi. Alasan mengapa ini terjadi belum jelas, dan masih diteliti oleh dokter. Ada beberapa pilihan yang sedang diteliti. Ada yang berhenti untuk waktu tertentu, kemudian kembali memakai ART lagi untuk waktu tertentu, kemudian berhenti lagi, dan seterusnya – selang-seling. Jangka waktu penggunaan dan penghentian dapat satu minggu, atau beberapa minggu bahkan bulan. Ada juga yang memantau jumlah CD4 dan/ atau viral load, dan kembali memakai obat waktu CD4 turun di bawah jumlah tertentu atau viral load naik menjadi angka tertentu. Dua penelitian besar terhadap kedua macam penghentian terapi ini baru-baru dihentikan. Ada lebih banyak kasus AIDS dan infeksi lanjutan di antara peserta yang berhenti terapinya. Jadi tampaknya penghentian sementara ini tidak berhasil dan dapat dianggap berbahaya. Merangsang Sistem Kekebalan Tubuh Ada maksud lain untuk berhenti terapi. Sistem kekebalan tubuh kita hanya dapat dirangsang untuk melawan kuman kalau kuman tersebut berada dalam jumlah cukup banyak. Waktu kita memakai ART secara berhasil, jumlah virus menjadi sangat kecil, yang ditunjukkan oleh viral load yang tidak terdeteksi. Hal itu berarti upaya melawan virus hanya dilakukan oleh obat, bukan oleh sistem kekebalan tubuh. Beberapa peneliti menganggap bahwa bila kita berhenti terapi secara sementara, ‘ledakan’ virus yang diakibatkan akan merangsang sistem kekebalan untuk bekerja seperti seharusnya, dengan harapan virus dapat dikendalikan tanpa dibutuhkan terapi. Pendekatan ini tampaknya mungkin berhasil untuk sejumlah kecil orang yang mulai ART di waktu dini – pada masa infeksi primer (lihat LI 103). Penghentian Sementara sebelum Mengganti Obat Ada beberapa orang dengan virus yang resistan terhadap sebagian besar obat antiretroviral (ARV) yang tersedia. Untuk orang yang tidak mempunyai pilihan lain, beberapa peneliti mengusulkan mereka berhenti terapinya untuk beberapa waktu sebelum mencoba “terapi keselamatan (salvage therapy)”, yaitu terapi yang dicoba setelah beberapa rejimen yang sudah terpakai tidak efektif lagi akibat resistansi. Yang dimaksud dengan penghentian ini adalah agar jenis virus yang resistan dapat dikalahkan oleh jenis yang asli, yang disebut sebagai tipe liar, yang peka terhadap obat. Ada kesan bahwa hal ini memang terjadi, tetapi manfaatnya cepat hilang. Virus yang resistan sebenarnya tidak pernah hilang, tetapi disimpan di beberapa tempat persembunyian seperti kelenjar getah bening. Setelah virus liar dikendalikan lagi oleh obat, virus resistan mulai bereplikasi, dan cepat menjadi dominan. Lagi pula, sebuah penelitian di 2008 menunjukkan bahwa pasien yang tetap memakai rejimen yang ‘gagal’ mengembangkan lebih sedikit masalah terkait AIDS dibandingkan pasien yang berhenti ART-nya. Apakah Ada Risiko dengan Terapi Berdenyut? Ya. Tergantung pada riwayat terapi dan keadaan kesehatan kita, penghentian terapi dapat menghasilkan kemerosotan yang tajam pada jumlah CD4, dan kambuhnya penyakit. Hal ini lebih mungkin untuk orang dengan jumlah CD4 yang sangat rendah sebelum terapi. Misalnya, jika CD4 terendah kita 100, tetapi naik menjadi 500 setelah kita memakai ART, CD4 kita kemungkinan akan segera merosot setelah kita berhenti terapi. Dari sisi lain, jika CD4 kita 700 sebelum mulai ART, dan hanya naik sedikit selama terapi, kemungkinan jumlah tidak akan turun secara bermakna setelah kita berhenti. Pada 2011, penelitian mengenai penghentian sementara menemukan risiko lebih tinggi terhadap penyakit terkait AIDS, pemulihan jumlah CD4 yang lebih rendah dan angka kematian yang lebih tinggi delapan tahun setelah penghentian. Walaupun begitu, tampaknya virus di tubuh kita tidak menjadi resistan karena penghentian sementara. Resistansi hanya muncul karena “tekanan selektif” yang diakibatkan oleh obat sendiri. Jika kita tidak pakai obat, tekanan tersebut hilang. Namun, penting menghentikan obat secara terencana: karena ARV golongan NNRTI (nevirapine dan efavirenz) mempunyai masa paro yang panjang, diusulkan untuk menghentikan obat ini kurang lebih satu minggu sebelum berhenti obat lain. Walaupun jumlah CD4 dan viral load dapat kembali seperti sebelum berhenti terapi, jumlah tersebut mungkin tidak persis sama baiknya seperti yang diharapkan. Salah satu tujuan terapi berdenyut adalah agar mutu hidup kita ditingkatkan karena kita mendapatkan “liburan” dari penggunaan obat. Namun ini tidak selalu dapat dicapai. Waktu mulai lagi, kebiasaan kepatuhan mungkin harus dipelajari lagi setelah beberapa lama tidak memakai obat, dan efek samping mungkin kembali dialami. Lagi pula, beberapa orang mengalami gejala mirip flu setelah berhenti, akibat peningkatan pada viral load. Kita mungkin memakai obat untuk mencegah infeksi oportunistik (IO) sebelum kita mulai ART, karena jumlah CD4 kita di bawah 200. Dengan peningkatan pada jumlah CD4 setelah kita memakai ART, kita mungkin berhenti memakai obat pencegahan itu. Karena jumlah CD4 kita dapat merosot secara cepat setelah kita berhenti ART, mungkin kita harus kembali memakai kotrimoksazol untuk mencegah IO tertentu. Obat pencegahan itu tidak boleh dihentikan sementara. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang berhenti ART jauh lebih mungkin mengalami IO. Garis Dasar Walau tampaknya penghentian terapi antiretroviral sementara kadang kala dianggap masuk akal, ternyata beberapa penelitian menunjukkan bahwa tindakan ini meningkatkan risiko timbulnya penyakit atau kematian. Bicaralah dengan dokter sebelum berhenti terapi. Penghentian sementara harus direncanakan bersama oleh dokter dan pasien, dan umumnya hanya dilakukan dalam sarana penelitian atau uji klinis. Sebaiknya ada rencana yang jelas sebelum berhenti: kapan akan mulai terapi lagi – berdasarkan jangka waktu atau jumlah CD4? Jika kita pernah memakai kotrimoksazol untuk mencegah IO tetapi sudah berhenti, sebaiknya kita kembali memakainya lagi waktu berhenti ART. Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 407 INTERAKSI OBAT Apa Interaksi Obat Itu? Takaran obat resep harus cukup tinggi untuk menyerang penyakit yang bersangkutan, tetapi cukup rendah agar terhindar munculnya efek samping yang berat. Perubahan besar pada jumlah suatu obat dalam aliran darah kita dapat disebabkan oleh interaksi dengan obat lain, baik yang diresepi maupun yang tidak, atau pun narkoba, jamu, suplemen, atau bahkan makanan. Interaksi obat sangat umum. Ada beberapa alasan: y Dokter mungkin tidak mengetahui ada interaksi dengan obat yang diresepi. y Mungkin ada beberapa dokter yang meresepkan obat untuk satu pasien. y Pasien yang semakin tua mempunyai beberapa masalah kesehatan dan memakai semakin banyak jenis obat. y Interaksi obat mungkin belum diketahui sebagai penyebab hasil pengobatan yang tidak diharapkan atau efek samping. y Dokter mungkin tidak mengetahui semua jenis obat dan suplemen yang dipakai oleh pasien. Semua orang yang memakai obat antiretroviral (ARV) harus sangat waspada terhadap interaksi obat. Apoteker seharusnya siap mengecek interaksi obat bila kita mengajukan daftar semua obat yang kita pakai. Pastikan dokter mengetahui SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Bagaimana Tubuh Kita Mengelola Obat? Tubuh kita mengenal obat sebagai ‘zat asing.’ Jadi obat diuraikan oleh tubuh, biasanya sebagai air seni atau kotoran (tinja). Banyak obat dikeluarkan tanpa perubahan oleh ginjal dalam air seni. Obat lain harus diuraikan oleh hati kita. Enzim di hati mengubah molekul obat, yang kemudian dikeluarkan dalam air seni atau tinja. Waktu kita meminum pil, obat jalan dari perut ke usus dan kemudian masuk hati sebelum mengalir ke bagian tubuh yang lain. Jika obat mudah diuraikan oleh hati, hanya sebagian kecil dari obat sampai ke tubuh. Bagaimana Obat Saling Berinteraksi? Interaksi obat yang paling umum melibatkan hati. Beberapa obat dapat memperlambat atau mempercepat proses enzim hati. Ini dapat mengakibatkan perubahan besar pada tingkat obat lain dalam aliran darah yang memakai enzim yang sama. Beberapa obat melambatkan proses ginjal. Ini meningkatkan tingkat bahan kimia yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal. Mengapa Ada Masalah dengan Makanan? Pil apa pun yang kita minum melalui perut kita, lalu diserap dan masuk ke aliran darah. Kebanyakan obat diserap lebih cepat jika perutnya kosong. Penyerapan lebih cepat adalah baik untuk beberapa obat, tetapi juga dapat mengakibatkan efek samping yang lebih berat. Beberapa obat harus dipakai dengan makanan agar diuraikan lebih lambat atau untuk mengurangi efek samping. Beberapa obat lain harus dipakai dengan makanan berlemak karena dilarutkan dalam lemak, sehingga diserap lebih cepat. Namun hal ini juga dapat mengakibatkan efek samping yang lebih berat, misalnya untuk efavirenz. Asam perut dibutuhkan untuk menguraikan beberapa obat agar mencapai tingkat yang cukup dalam darah. Obat ini tidak boleh dipakai sekaligus dengan obat antiasam. Lagi pula, ada beberapa jenis jus buah yang diketahui berinteraksi dengan obat tertentu. Jus Grapefruit terkenal berinteraksi dengan obat statin, dan kemungkinan buah Jeruk Bali, serta mungkin jus Belimbing mempunyai sifat yang sama. Tampaknya buah ini tidak berinteraksi dengan ARV, tetapi kalau kita memakai obat untuk masalah lain, sebaiknya kita membahas masalah ini dengan dokter. Obat Apa yang Mengakibatkan Interaksi Terbanyak? Protease inhibitor (PI) dan NNRTI diuraikan oleh hati dan mengakibatkan banyak interaksi. Beberapa jenis obat lain yang kemungkinan akan menimbulkan interaksi termasuk: y Obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan ‘-azol’ (mis. flukonazol) y Beberapa antibiotik dengan nama yang diakhiri dengan ‘-misin’ (mis. klindamisin) y Obat antiasam simetidin y Beberapa obat yang dipakai untuk mencegah konvulsi, termasuk fenitoin dan karbamazipin CATATAN: Ini bukan daftar lengkap. Obat lain juga dapat mengakibatkan interaksi. Ada beberapa obat yang tidak boleh dipakai secara bersamaan (kontraindikasi), karena dapat mengakibatkan hasil yang gawat. Untuk informasi lebih rinci mengenai interaksi antara ARV dan obat lain, lihat http://www.hivdruginteractions.org/Interactions.aspx. Apakah Ada Obat Lain yang Butuh Perhatian Khusus? Dengan beberapa obat, hanya sedikit kelebihan dapat mengakibatkan overdosis yang berbahaya, dan jika jumlah hanya sedikit kekurangan, obat mungkin tidak berhasil. Obat tersebut dikenal dengan ‘indeks terapeutik yang sempit’. Jika kita memakai obat jenis ini, interaksi apa pun dapat gawat atau bahkan mematikan. Yang harus diperhatikan termasuk: y Antidepresan y Antihistamin (antialergi) y Obat yang mengendalikan denyut jantung y Obat sedatif (penenang), termasuk triazolam y Obat pengencer darah y Metadon (lihat LI 541) dan buprenorfin (LI 542) y Obat penawar rasa nyeri yang berasal dari opium y Obat untuk mengobati disfungsi ereksi (mis. Viagra) y Obat untuk mengobati TB, terutama rifampisin Obat lain yang harus diperhatikan termasuk narkoba. Belum ada penelitian yang teliti terhadap interaksi dengan narkoba, tetapi ada laporan tentang overdosis dan kematian diakibatkan penggunaan narkoba sekaligus dengan ARV. Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 494. Perempuan yang memakai pil KB sebaiknya bicara dengan dokter tentang interaksi obat. Beberapa ARV dapat menurunkan tingkat obat KB ini, dan menyebabkan kehamilan yang tidak direncanakan. Bagaimana dengan Jamu? Belum ada banyak penelitian tentang interaksi antara jamu dan obat-obatan. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa St. John’s Wort (hiperisin) dikontraindikasi dengan semua PI dan NNRTI. Bawang putih dapat menurunkan tingkat ARV dalam aliran darah. Interaksi antara ARV dengan beberapa jamu juga dicatat di lembaran informasi di atas. Garis Bawah Banyak ARV dapat berinteraksi dengan obat lain, narkoba, atau jamu, dan daftar interaksi semakin panjang. Interaksi itu dapat mengakibatkan overdosis beberapa obat dan kelebihan dosis ini dapat gawat atau mematikan. Interaksi juga dapat mengakibatkan tingkat obat yang terlalu rendah dalam aliran darah. Kita dan dokter sebaiknya meninjau lembaran informasi yang ada di dalam kemasan semua obat. Minta informasi tersebut untuk setiap obat yang dipakai. Juga, memastikan bahwa dokter meninjau SEMUA obat, narkoba dan jamu yang kita pakai. Diperbarui 14 Desember 2014 berdasarkan FS 407 The AIDS InfoNet 30 September 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 411 AZT (ZIDOVUDINE) Apa AZT Itu? AZT (Retrovir) adalah obat yang dipakai untuk terapi antiretroviral (ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh GlaxoSmithKline (GSK), tetapi sekarang tersedia dari beberapa produsen, termasuk di Indonesia. Versi Kimia Farma bernama Reviral. AZT juga dikenal sebagai azido-deoxythymidine, zidovudine atau ZDV. AZT adalah obat pertama yang disetujui untuk mengobati HIV. Obat ini termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai AZT? AZT disetujui pada 1987 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Takaran disetujui untuk anak di atas usia enam minggu serta untuk bayi yang baru lahir dari ibu HIV-positif, untuk mencegah penularan HIV. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai AZT dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Karena AZT adalah obat antiretroviral (ARV) yang pertama disetujui, obat ini telah lebih diteliti dibandingkan dengan obat apa pun. Obat baru diuji coba dengan membandingkannya dengan AZT. Awalnya, AZT diuji coba pada orang tanpa gejala penyakit HIV. Penelitian ini menunjukkan tidak ada manfaat dari penggunaan AZT. Tetapi AZT dipakai sebagai bagian dari terapi kombinasi untuk orang yang terpajan HIV (berisiko terinfeksi) melalui kecelakaan di tempat kerja (misalnya tertusuk jarum suntik atau darah terkena luka). Penggunaan obat ini dikenal sebagai ‘post-exposure prophylaxis’ atau profilaksis (pencegahan dengan obat) pascapajanan (PPP – lihat LI 156). AZT mengurangi penularan HIV dari ibuke-bayi secara bermakna. Pada pedoman yang sebelumnya, obat ini diberikan kepada perempuan hamil dari bulan empat kehamilan. Namun sekarang pedoman di Indonesia mengusulkan agar semua ibu hamil terinfeksi HIV mulai ART penuh paling lambat pada semester kedua kehamilan. Berdasarkan pedoman ini, AZT diberi pada bayi terlahir dari ibu terinfeksi HIV untuk 4-6 minggu pertama kehidupan. Lihat LI 611 untuk informasi lebih lanjut. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana AZT Dipakai? Takaran AZT yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 500mg hingga 600mg per hari, dipakai dua kali sehari. AZT tersedia berbentuk tablet atau pil dengan isi 100mg dan 300mg, dan dalam bentuk cairan. Pada 2011 FDA AS menyetujui tablet 100mg yang dapat dilaruti dalam air. Pada 2009, FDA menyetujui pedoman takaran baru untuk anak berusia 4 minggu ke atas. Takaran berdasarkan berat badan, dan boleh dipakai dua atau tiga kali sehari. AZT tersedia juga sebagai gabungan dengan 3TC dalam satu pil. Nama pil ini tergantung pada produsen. Versi GSK bernama Combivir; dari Kimia Farma namanya Duviral (lihat LI 417). GSK juga menyediakan versi gabungan dengan 3TC dan abacavir, dengan nama Trizivir. Apa Efek Samping AZT? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik dan hilang. Beberapa pasien yang memakai AZT terus mengalami mual, muntah, sakit kepala dan kelelahan. Efek samping yang paling berat akibat AZT adalah anemia, neutropenia dan miopati. Namun efek samping ini tidak lazim. Anemia adalah kekurangan sel darah merah akibat kerusakan sumsum tulang, yang ditunjukkan oleh Hb yang rendah. Tampaknya efek samping ini paling sering terjadi pada orang yang mulai penggunaan AZT dengan jumlah CD4 yang rendah, di bawah 200. Sebaiknya kita melakukan tes Hb sebelum mulai penggunaan AZT, dan setiap bulan untuk 3-6 bulan kemudian. Jika kita mengalami anemia, dokter mungkin menggantinya dengan ARV lain; pilihan lain untuk orang dengan anemia adalah d4T (lihat LI 414). Jika anemia berat, dan kita harus tetap memakai AZT, mungkin kita membutuhkan transfusi darah, atau memakai obat eritropoietin. Untuk informasi lebih lanjut tentang anemia, lihat LI 552. Kalau kita harus mengganti AZT dengan d4T akibat anemia, umumnya kita dapat (dan sebaiknya) kembali memakai AZT 612 bulan kemudian tanpa masalah anemia, setelah jumlah CD4 kita di atas 200. Namun sebaiknya kita memantau Hb sebelum ganti kembali, dan setiap 3-6 bulan kemudian. Neutropenia adalah jumlah neutrofil yang di bawah normal. Neutrofil adalah sel darah putih yang paling umum. Bila kita kekurangan sel ini, kita lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan jamur. Miopati adalah sakit dan kelemahan otot. Tidak ada pengobatan khusus untuk miopati. Warna kulit/kuku dapat menjadi lebih gelap setelah kita memakai AZT. Tampaknya tidak ada dampak klinis dari perubahan ini, tetapi tidak ada cara untuk mengobati gejala ini. Efek samping AZT mungkin lebih berat jika dipakai dengan beberapa obat lain. Bagaimana AZT Berinteraksi dengan Obat Lain? AZT dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. AZT tidak boleh dipakai bersamaan dengan d4T – lihat LI 414. AZT harus dipakai dalam kombinasi dengan ARV lain, kecuali jika dipakai untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi atau pascapajanan. Metadon dapat meningkatkan jumlah AZT dalam darah – lihat LI 541. Bila kita memakai metadon bersamaan dengan AZT, waspada terhadap efek samping AZT. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 411 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 413 ddI (DIDANOSINE) Apa ddI Itu? ddI (Videx) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini asli dibuat oleh Bristol-Myers Squibb (BMS), tetapi sekarang tersedia dari beberapa produsen, terutama di India. ddI dikenal sebagai didanosine atau dideoxyinosine. ddI termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai ddI? ddI disetujui pada 1991 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV, untuk orang dewasa dan anak dengan berat badan 20kg atau lebih. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai ddI dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana ddI Dipakai? ddI tersedia berbentuk tablet yang dapat dikunyah, dan sebagai bubuk untuk dilarutkan dalam air. Tablet itu juga dapat dilarutkan dalam air. Takaran ddI yang dianjurkan untuk dewasa berdasarkan berat badan. Untuk orang dengan berat badan di atas 60kg, dosis adalah 200mg dengan bentuk tablet, atau 250mg bubuk, dua kali sehari. Untuk orang dengan berat badan di bawah 60kg, dosis adalah 125mg dengan bentuk tablet, atau 167mg bubuk, dua kali sehari. Bila harus dipakai sebagai bagian dari rejimen ART lini kedua, WHO mengusulkan ddI dipakai sekali sehari dengan takaran 400mg bila berat badan di atas 60kg, dan 250mg bila berat badan lebih rendah. Bila dipakai bersama dengan tenofovir (LI 419), takaran harus dikurangi menjadi 250mg sekali sehari bila berat badan di atas 60kg, dan 200mg untuk berat badan lebih rendah. Namun beberapa pakar mengusulkan agar ddI tidak dipakai bersamaan dengan tenofovir. ddI tidak dapat diserap dalam suasana asam. Tablet dan bubuk ddI mengandung zat yang disebut ‘dapar’ atau ‘buffer’ untuk mengurangi efek asam dalam perut. ddI harus dipakai dengan perut kosong, 30 menit sebelum atau dua jam setelah makan. Memakai ddI dengan makan dapat mengurangi tingkat ddI dalam darah sehingga 50%. Ada versi ddI baru dengan nama Videx EC. Versi ini dilapisi dengan zat khusus (EC berarti ‘enteric coated’) agar tidak dipengaruhi oleh asam dalam perut. Satu tablet Videx EC dapat dipakai sekali sehari. Videx EC tidak mengandung dapar, jadi efek samping dan interaksi obat dapat dikurangi. Videx EC harus dipakai dengan perut kosong. Jangan mengunyahnya; telan keseluruhan seperti tablet lain. Apa Efek Samping ddI? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping ddI yang paling umum adalah diare, sakit kepala, muntah dan ruam. Diare, yang disebabkan dapar dalam tablet, dapat menjadi berat. Efek samping lebih jarang terjadi dengan versi EC. Sangat jarang, ddI dapat mengakibatkan masalah hati yang gawat disebut hipertensi portal. Efek samping lain yang paling berat akibat ddI adalah neuropati perifer, pankreatitis dan asidosis laktik: Neuropati perifer (peripheral neuropathy/ PN) adalah bentuk kerusakan saraf. PN dialami hingga 20% orang yang memakai ddI. Biasanya PN dialami sebagai kesemutan, mati rasa atau seperti terbakar pada kaki dan tangan. Kerusakan saraf biasanya bersifat sementara dan akan hilang jika kita berhenti penggunaan ddI, atau mengurangi dosis. Jika kita terus memakai ddI setelah kerusakan saraf dialami, kerusakan ini dapat menjadi permanen – lihat LI 555. Pankreatitis adalah radang pankreas, kelenjar besar yang berada di bagian belakang perut. Kurang dari 7% orang yang memakai ddI mengalami pankreatitis, biasanya setelah memakai ddI selama beberapa bulan. Pankreatitis dapat gawat. Jika kita memakai ddI dan mengalami rasa nyeri (sakit) yang menusuk dekat perut, belakang atau pinggang, dengan mual atau muntah, langsung berhenti memakai ddI dan hubungi dokter. Pankreatitis lebih umum pada pasien lebih tua, orang yang pernah mengalaminya sebelumnya, atau orang dengan masalah ginjal. Asidosis laktik adalah penambahan asam laktik dalam darah. Ini hasil sambilan pembuatan tenaga oleh sel. Penyakit ini juga dapat diakibatkan oleh kerusakan pada mitokondria – lihat LI 556 untuk informasi lebih lanjut. Asidosis laktik dapat menyebabkan kerusakan yang berat pada pankreas dan hati. Gejala asidosis laktik meliputi kehilangan berat badan, sakit perut dan kelelahan yang berlebihan. ddI juga dapat memicu kambuhan beberapa infeksi oportunistik melalui sindrom pemulihan kekebalan (lihat LI 481). Masalah ini dapat muncul beberapa bulan setelah mulai ART. Bagaimana ddI Berinteraksi dengan Obat Lain? ddI dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Metadon (LI 541) mengurangi tingkat ddI dalam darah. ddI sebaiknya tidak dipakai dalam kombinasi bersama dengan d4T. Kedua obat ini dapat menimbulkan PN, yang dapat menjadi lebih berat bila dipakai bersama. Perempuan hamil sebaiknya tidak memakai ddI dan d4T secara bersamaan karena ini meningkatkan risiko asidosis laktik. ddI sebaiknya tidak dipakai pada waktu yang sama dengan protease inhibitor, obat antijamur (dengan nama diakhiri dengan ‘-azol’) dan beberapa antibiotik. Selisihnya tergantung pada jenis protease inhibitor – lihat petunjuk obatnya. Kapsul Videx EC yang baru tidak berinteraksi dengan obat tersebut dan umumnya dapat dipakai pada waktu yang sama. Tenofovir meningkatkan tingkat ddI. ddI dan tenofovir sebaiknya tidak dipakai bersamaan, terutama pada pasien dengan viral load yang tinggi dan jumlah CD4 yang rendah. Beberapa pasien mengalami efek samping yang berat terkait penggunaan tingkat ddI yang tinggi dalam darah. Bila harus pakai bersama sebagai lini kedua, takaran ddI harus dikurangi (lihat di atas). Ribavirin (obat hepatitis C) meningkatkan tingkat ddI dalam tubuh, dan meningkatkan risiko efek samping ddI. Sebaiknya kita tidak memakai ribavirin dengan ddI. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 413 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 414 d4T (STAVUDIN) Apa d4T Itu? d4T (Zerit) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh Bristol-Myers Squibb (BMS), tetapi sekarang tersedia dari beberapa produsen, terutama di India. d4T dikenal sebagai stavudin atau didehydrodeoxythymidine. d4T adalah obat antiretroviral (ARV) yang paling sering dipakai di seluruh dunia. Namun pada 2009, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengusulkan agar ARV tidak dipakai lagi karena menimbulkan berbagai efek samping yang berat (lihat di bawah). d4T termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai d4T? d4T disetujui di AS pada 1994 sebagai ARV untuk orang dengan infeksi HIV, termasuk bayi yang baru lahir. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. d4T dapat mengakibatkan efek samping yang gawat. Sekarang WHO mengusulkan agar d4T tidak lagi dipakai sebagai bagian dari ART lini pertama. Jika kita memakai d4T dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Perempuan hamil menghadapi risiko khusus bila memakai d4T. Lihat informasi di bawah mengenai asidosis laktik dan reaksi obat. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana d4T Dipakai? d4T tersedia dalam berbagai bentuk. Dahulu, takaran tergantung pada berat badan. Namun sekarang WHO mengusulkan dosis 30mg dua kali sehari untuk semua orang dewasa. Juga ada versi sirop untuk bayi dan anak. d4T boleh diminum dengan atau tanpa makan. Pastikan dokter mengetahui jika kita pernah mengalami masalah hati. Hati kita harus diawasi dengan teliti jika kita memakai d4T, dan dokter mungkin memutuskan bahwa sebaiknya kita tidak memakai d4T sama sekali. Apa Efek Samping d4T? Jika kita mulai memakai terapi antiretroviral, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping yang paling berat akibat d4T adalah neuropati perifer, lipodistrofi dan asidosis laktik: Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah bentuk kerusakan saraf. Biasanya PN dialami seperti kesemutan, mati rasa atau rasa seperti terbakar pada kaki dan tangan. Kerusakan saraf biasanya bersifat sementara dan akan hilang jika kita berhenti pemakaian d4T, atau mengurangi dosis. Jika kita terus memakai d4T setelah kerusakan saraf dialami, kerusakan ini dapat menjadi permanen. Lihat LI 555 untuk informasi lebih lanjut. Lipodistrofi adalah kumpulan perubahan pada bentuk tubuh dan kimia darah. Lihat LI 553 untuk informasi lebih lanjut. Beberapa penelitian menemukan kaitan erat antara d4T dan kehilangan lemak pada kaki, lengan dan muka. Asidosis laktik adalah penambahan asam laktik dalam darah. Ini hasil sambilan pembuatan tenaga oleh sel. Penyakit ini juga dapat diakibatkan kerusakan pada mitokondria – lihat LI 556 untuk informasi lebih lanjut. Asidosis laktik dapat menyebabkan kerusakan yang berat pada pankreas dan hati. Gejala asidosis laktik meliputi kehilangan berat badan, sakit perut dan kelelahan parah. Risiko asidosis laktik lebih tinggi untuk perempuan dan orang yang sudah lama memakai obat analog nukleosida atau orang yang sangat gemuk. Karena ada semakin banyak bukti mengenai efek samping jangka menengah dan panjang ini, pedoman ART Indonesia menganjurkan agar d4T diganti setelah penggunaan enam bulan, walau tidak dijumpai efek samping dan/atau toksisitas. Lagi pula, dianjurkan agar penggunaan dihentikan secara bertahap, dengan d4T tidak disediakan lagi setelah stok habis. Walau begitu, d4T masih pilihan untuk dipakai oleh anak. Masalahnya anak kecil sering mengalami anemia akibat AZT, tenofovir belum disetujui untuk anak di bawah usia 2 tahun, dan abacavir belum tersedia karena mahal. Bagaimana d4T Berinteraksi dengan Obat Lain? d4T dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. d4T tidak boleh dipakai dengan AZT. Sebaiknya d4T tidak dipakai bersamaan dengan ddI, karena dua-duanya dapat menyebabkan PN. Perempuan hamil sebaiknya tidak memakai d4T dan ddI bersamaan karena ini meningkatkan risiko asidosis laktik. Efek samping d4T mungkin lebih berat jika dipakai dengan gansiklovir atau pentamidin. Sebaiknya kita menghindari penggunaan d4T selama lebih dari enam bulan. Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan FS 414 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 415 3TC (LAMIVUDIN) Apa 3TC Itu? 3TC (Epivir) adalah obat yang dipakai untuk terapi antiretroviral (ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh GlaxoSmithKline (GSK), tetapi sekarang tersedia dari beberapa produsen, termasuk di Indonesia. Versi Kimia Farma bernama Hiviral. 3TC juga dikenal sebagai lamivudin. 3TC termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya yang Memakai 3TC? 3TC disetujui pada 1995 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. 3TC disetujui untuk dipakai oleh orang dewasa dan anak berusia di atas 3 bulan. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai 3TC dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bentuk 3TC yang berbeda disetujui untuk mengobati hepatitis B. Hepatitis B pada beberapa orang terinfeksi HIV menjadi lebih buruk setelah mereka berhenti penggunaan 3TC. Kita sebaiknya dites untuk hepatitis B sebelum kita mulai memakai 3TC untuk mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan berhenti memakai 3TC, fungsi hati kita (ALT – lihat LI 135) sebaiknya dipantau secara ketat oleh dokter. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. 3TC tampaknya mampu mengurangi resistansi terhadap AZT. Berarti, setelah kita mengembangkan resistansi terhadap AZT dan kemudian memakai 3TC, tampaknya AZT bekerja lebih baik. Bagaimana 3TC Dipakai? 3TC disediakan berbentuk tablet dengan isi 150mg dan 300mg. 3TC juga tersedia dalam bentuk sirop. Dosis 3TC yang dianjurkan untuk dewasa adalah 300mg setiap hari: boleh satu tablet 300mg sehari, atau satu tablet 150mg dua kali sehari. Ada usulan agar takaran dikurangi untuk orang dengan berat badan di bawah 50kg, walau pengurangan ini jarang dilakukan. 3TC dapat dipakai dengan makanan atau antara makan. Pastikan dokter mengetahui jika kita mengalami masalah ginjal; dosis 3TC mungkin harus dikurangi. 3TC juga tersedia sebagai gabungan 150mg dengan AZT (300mg) dalam satu pil. Nama pil ini tergantung pada produsen. Versi GSK bernama Combivir; dari Kimia Farma namanya Duviral (lihat LI 417). Beberapa produsen juga menyediakan versi gabungan 150mg 3TC dengan 30mg d4T dan 200mg nevirapine; kombinasi ini tersedia di Indonesia dari GPO Thailand dengan nama GPOVir, untuk diminum dua kali sehari. Kimia Farma dulu berencana membuat versi gabungan 150mg 3TC dengan 300mg AZT dan 200mg nevirapine dengan nama Triviral, tetapi status gabungan ini belum jelas. GSK juga menyediakan versi gabungan 150mg 3TC dengan abacavir (300mg), dengan nama Epzicom, dan gabungan 150mg 3TC dengan AZT (300mg) dan abacavir (300mg), dengan nama Trizivir. Apa Efek Samping 3TC? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping 3TC yang paling umum adalah mual, muntah, kelelahan, dan sakit kepala. Beberapa orang mengalami masalah dengan tidur. Kadang-kadang orang mengalami kerontokan rambut, tetapi efek samping ini jarang terjadi. Bagaimana 3TC Berinteraksi dengan Obat Lain? 3TC dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Oleh karena 3TC serupa dengan FTC (emtricitabine), tidak ada manfaat bila kedua obat ini dipakai bersamaan. Tingkat 3TC dalam darah mungkin meningkat jika dipakai dengan kotrimoksazol. Lihat LI 535 mengenai obat ini. Kombinasi 3TC + abacavir + tenofovir, atau 3TC + ddI + tenofovir dikaitkan dengan tingkat kegagalan terapi yang tinggi, dan sebaiknya tidak dipakai tanpa ARV lain. Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan FS 415 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 416 ABACAVIR Apa Abacavir Itu? Abacavir (Ziagen) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh ViiV Healthcare, tetapi sekarang tersedia dari beberapa produsen, terutama di India. Abacavir termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NsRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah unsur genetis (RNA) HIV menjadi bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya yang Memakai Abacavir? Abacavir disetujui pada 1998 di AS sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dewasa dan anak di atas usia tiga bulan yang terinfeksi HIV. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Catatan: Pedoman Nasional ART tidak mengusulkan penggunaan abacavir di Indonesia, dan obat tersebut tidak tersedia dalam program ART nasional. Jika kita memakai abacavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu yang lebih lama. Abacavir tampaknya masuk pada susunan saraf pusat (cairan tulang punggung). Jadi obat ini mungkin membantu mencegah masalah saraf misalnya demensia. Lihat LI 504 untuk informasi lebih lanjut mengenai demensia. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Abacavir tampaknya masih bekerja walaupun virus di tubuh kita sudah mengembangkan resistansi terhadap analog nukleosida lain. Bagaimana Abacavir Dipakai? Abacavir dipakai melalui mulut sebagai kapsul. Dosis dewasa yang biasa adalah 300mg dua kali sehari atau 600mg sekali sehari. Kapsulnya masing-masing 300mg, jadi kita harus minum satu kapsul dua kali sehari atau dua kapsul sekali sehari. Ada bentuk sirop untuk anak. Takaran yang dipakai tergantung pada berat badan anak. Abacavir dapat dipakai dengan perut kosong atau waktu makan. Abacavir juga tersedia sebagai gabungan 300mg dengan AZT (lihat LI 411) 300mg dan 3TC (lihat LI 415) 150mg dalam satu pil. Nama pil ini Trizivir, dipakai dua kali sehari. Juga ada gabungan abacavir 600mg dengan 3TC 300mg dalam satu pil. Nama pil ini Epzicom, dipakai sekali sehari. Apa Efek Samping Abacavir? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan merasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping abacavir yang paling umum adalah sakit kepala, mual, dan muntah. Baru-baru ini, para peneliti menemukan tes darah yang sederhana yang dapat mengetahui hampir semua pasien yang mungkin akan mengembangkan reaksi hiperpeka terhadap abacavir. Tes darah ini mencari gen HLA-B*5071. Tes genetis ini mulai dipakai secara umum di AS sebelum abacavir diresepkan. Tes genetis sekarang diusulkan oleh FDA-AS sebelum abacavir dimulai. Bila hasil tes ini positif, kita sebaiknya menambah abacavir pada daftar obat yang menimbulkan alergi pada kita. Bila kita mengalami reaksi hiperpeka, gejala akan semakin buruk setiap kali obat dipakai, dan tidak akan hilang kecuali kita berhenti memakainya. Bila kita mengalami segala bentuk gejala ini selama memakai abacavir, segera hubungi dokter. Bila kita mengalami reaksi alergi pada abacavir, kita tidak boleh memakainya lagi untuk selamanya. Pasien alergi yang mencoba memakai abacavir lagi pernah mengalami reaksi yang sangat gawat. Bila kita harus menghentikan penggunaan abacavir untuk alasan apa pun (misalnya karena obatnya habis), bicara dengan dokter sebelum mulai lagi. Kadang kala, orang yang merasa dirinya tidak alergi mengalami reaksi yang berat saat kembali minum abacavir. Satu penelitian besar memberi kesan bahwa abacavir dapat meningkatkan risiko serangan jantung. Namun penelitian baru tidak berhasil membukitkan penemuan ini. Tampaknya masalah ini, kalau ada, hanya dialami oleh orang yang sudah berisiko tinggi terhadap masalah jantung. Kita sebaiknya membahas tingkat risiko kita terhadap penyakit jantung dengan dokter. Reaksi Hiperpeka Bagaimana Abacavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Kurang lebih 8% orang yang memakai abacavir mengalami reaksi alergi. Efek samping ini biasanya dialami dalam dua minggu setelah mulai memakai abacavir. Namun reaksi ini dapat muncul enam minggu atau lebih setelah mulai. Pasien mengalami gejala berikut: y Demam (80% pasien yang mengalami reaksi) y Ruam (60-70%) y Sakit kepala/merasa tidak enak badan / tidak ada tenaga (60%) y Mual, muntah, diare, atau sakit perut (50%) y Batuk, sesak napas, atau sakit tenggorokan (20%) Abacavir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Namun, saat ini belum diketahui interaksi antara ARV lain dengan abacavir. Kombinasi abacavir + AZT + 3TC hanya boleh dipakai bila tidak ada alternatif lain. Kombinasi abacavir + tenofovir + 3TC sebaiknya hanya dipakai bersamaan dengan ARV lain. Diperbarui 3 Januari 2015 berdasarkan FS 416 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 417 DUVIRAL (AZT + 3TC) Apa Duviral Itu? Duviral adalah kaplet yang mengandung dua jenis obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART): AZT dan 3TC – lihat Lembaran Informasi (LI) 411 dan LI 415. Duviral diproduksi oleh Kimia Farma. Versi asli dibuat oleh ViiV Healthcare dengan nama Combivir, dan gabungan ini juga tersedia dengan nama lain di Indonesia. Kedua jenis obat yang ada di dalam Duviral disebut sebagai analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Duviral? Duviral disetujui oleh BPOM pada 2004 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Duviral sebaiknya tidak dipakai oleh anak dengan berat badan di bawah 30kg. 3TC (lamivudine) disetujui untuk mengobati hepatitis B. 3TC adalah satu unsur di dalam Duviral. Kalau kita terinfeksi hepatitis B bersamaan dengan HIV, penyakit hepatitis B dapat memburuk bila kita berhenti penggunaan 3TC. Kita sebaiknya dites untuk hepatitis B sebelum kita mulai memakai 3TC untuk mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan berhenti memakai Duviral, fungsi hati kita (ALT) sebaiknya dipantau secara ketat oleh dokter. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai Duviral dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Karena AZT (zidovudine), salah satu unsur di dalam Duviral, cenderung menekankan sel darah merah (lihat efek samping di bawah), bila kita sudah mengalami anemia dengan Hb yang rendah (mis. di bawah 7,0), kemungkinan dokter akan mengusulkan kita tidak memakai Duviral. Dalam keadaan itu, kemungkinan kita akan ditawarkan d4T (lihat LI 414) untuk mengganti AZT. Orang dengan masalah ginjal sebaiknya tidak memakai Duviral. Duviral mengandung dua obat dalam satu kaplet. Penggunaan satu pil dapat lebih mudah daripada memakai masingmasing obat sendiri. Hal ini memudahkan kepatuhan, dengan mengurangi kemungkinan dosis terlupakan. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Duviral Dipakai? Duviral dipakai dengan ditelan sebagai kaplet. Dosis biasa untuk orang dewasa adalah satu kaplet dua kali sehari per 12 jam. Setiap kaplet mengandung 300mg AZT dan 150mg 3TC. Duviral dapat dipakai dengan atau tanpa makan. Apa Efek Samping Duviral? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya membaik atau hilang dalam beberapa minggu. Efek samping Duviral yang paling umum adalah sama dengan efek samping AZT dan 3TC, termasuk sakit kepala, mual, dan kelelahan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai kelelahan, lihat LI 551. Efek samping yang paling berat akibat AZT adalah anemia, neutropenia dan miopati. Bila efek samping ini terjadi, mungkin kita harus berhenti memakai Duviral, dan ganti AZT dengan d4T. Lihat LI 411 untuk informasi lebih lanjut mengenai efek samping AZT. Anemia adalah kekurangan sel darah merah akibat kerusakan sumsum tulang. Untuk informasi lebih lanjut tentang anemia, lihat LI 552. Neutropenia adalah jumlah sel darah putih yang di bawah normal, yang juga diakibatkan oleh kerusakan pada sumsum tulang. Miopati adalah sakit dan kelemahan otot. Tidak ada pengobatan khusus untuk miopati. Bagaimana Duviral Berinteraksi dengan Obat Lain? Duviral dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Duviral tidak boleh dipakai dengan d4T. Juga FTC (emtricitabine – lihat LI 420) adalah serupa dengan 3TC (salah satu kandungan Duviral), jadi tidak ada manfaat memakai Duviral dengan FTC. Tingkat 3TC dalam darah dapat ditingkatkan oleh kotrimoksazol (lihat LI 535). Efek samping AZT (juga satu kandungan Duviral) mungkin lebih berat jika dipakai dengan beberapa obat lain. Metadon dapat meningkatkan tingkat AZT dalam darah – lihat LI 541. Bila kita memakai Duviral bersamaan dengan metadon, kita sebaiknya memperhatikan efek samping AZT. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 417 The AIDS InfoNet 7 April 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 419 TENOFOVIR Apa Tenofovir Itu? Tenofovir (Viread) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Gilead Sciences. Sekarang juga disetujui versi tenofovir generik dibuat oleh Mylan di India. Tenofovir termasuk golongan analog nukleotida atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya yang Memakai Tenofovir? Tenofovir disetujui pada 2001 di AS sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Pada 2010, tenofovir disetujui untuk dipakai oleh remaja berusia antara 12-18 tahun. Pada 2011, tenofovir disetujui untuk dipakai oleh anak berusia antara 2-12 tahun. Obat ini belum diuji coba terhadap orang berusia di atas 65 tahun. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Kita harus memberi tahu dokter bila kita mempunyai masalah ginjal. Orang dengan kerusakan pada ginjal mungkin harus memakai dosis tenofovir yang lebih rendah. Jika kita memakai tenofovir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Tenofovir juga mungkin dapat membantu mengendalikan hepatitis B (lihat LI 505). Namun hepatitis B menjadi lebih buruk pada sebagian orang yang memakai tenofovir dan kemudian menghentikannya. Sebaiknya kita dites untuk hepatitis B sebelum kita mulai memakai tenofovir untuk mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan berhenti memakai tenofovir, fungsi hati (ALT – lihat LI 135) kita harus dipantau secara hati-hati selama beberapa bulan. Tenofovir juga ditelitikan untuk mencegah infeksi HIV. Gilead mengharapkan hanya satu pil per hari cukup untuk pencegahan. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Satu manfaat tenofovir adalah obat ini bekerja terhadap berbagai jenis HIV yang sudah resistan terhadap AZT atau ddI. Bagaimana Tenofovir Dipakai? Dosis tenofovir yang biasa untuk dewasa adalah 300mg sebagai satu pil sekali sehari, dengan atau tanpa makan. Bila dipakai bersama dengan ddI, tenofovir harus dipakai dengan perut kosong, atau 30 menit sebelum atau jam sesudah ddI-nya. Saat ini, sebuah prodrug tenofovir, tenofovir alafenamid (TAF), dalam perkembangan. Saat diuraikan dalam tubuh, hasilnya adalah tenofovir. Dalam penelitian awal, obat ini jauh lebih manjur daripada tenofovir, dan mungkin efek samping dikurangi. Anak berusia 2-5 tahun akan memakai bentuk serbuk. Untuk yang berusia 6-12 tahun, disediakan pil yang mengandung 150mg, 200mg dan 250mg. Takaran tergantung pada usia dan berat badan. Tenofovir juga tersedia sebagai gabungan 300mg dengan emtrisitabin (lihat LI 420) 200mg dalam satu pil. Nama pil ini Truvada, dipakai sekali sehari. Juga ada versi gabungan dengan emtrisitabin dan efavirenz (LI 432) 600mg dalam satu pil. Nama pil ini Atripla, juga dipakai sekali sehari. Mylan juga membuat versi gabungan dengan 3TC (300mg) dan efavirenz; versi ini menyediakan ART satu pil sekali sehari versi generik yang lebih murah. Apa Efek Samping Tenofovir? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping tenofovir yang paling umum adalah mual, muntah, dan hilang nafsu makan. Tenofovir dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Tingkat kreatinin pada pengguna tenofovir harus dipantau – lihat LI 136. Tenofovir juga dapat merusakkan hati, sehingga sebaiknya kesehatan hati juga sebaiknya dipantau – lihat LI 135. Tenofovir dapat menyebabkan kehilangan kepadatan tulang – lihat LI 557. Penggunaan suplemen kalsium dan vitamin D dapat membantu masalah ini. Hal ini terutama untuk orang dengan osteopenia atau osteoporosis (LI 557), dan juga untuk remaja, karena kepadatan tulang umumnya meningkat pada masa itu. Bagaimana Tenofovir Berinteraksi dengan Obat Lain? Tenofovir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Tenofovir menghasilkan tingkat ddI yang lebih tinggi dalam darah. Bila ddI dipakai bersama dengan tenofovir, takaran ddI harus dikurangi – lihat LI 413. Beberapa pasien mengalami efek samping yang berat terkait dengan tingkat ddI yang tinggi dalam darah. Tingkat tenofovir dalam darah meningkat bila dipakai bersama dengan protease inhibitor atazanavir atau lopinavir/ ritonavir (Kaletra/Aluvia). Hal ini dapat meningkatkan risiko efek samping tenofovir. Tenofovir juga mengurangi tingkat atazanavir dalam darah. Bila atazanavir dipakai bersama dengan tenofovir, sebaiknya juga dikuatkan dengan ritonavir. Tenofovir tidak memengaruhi tingkat metadon, ribavirin atau adefovir dalam darah. Tidak diketahui interaksi antara tenofovir dengan buprenorfin. Tenofovir diuraikan oleh ginjal. Tenofovir tidak dimetabolisasi oleh hati, jadi kemungkinan obat ini tidak akan berinteraksi dengan sebagian besar obat lain. Namun, beberapa obat dengan nama dengan ‘-ovir’ di belakang, misalnya asiklovir atau gansiklovir, dapat berinteraksi dengan tenofovir. Selain untuk pencegahan, tenofovir harus dipakai sebagai bagian dari ART terhadap HIV. Biasanya tenofovir dipakai bersama satu analog nukleosida dan satu NNRTI atau satu protease inhibitor. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 419 The AIDS InfoNet 31 Januari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 420 FTC (EMTRISITABIN) Apa FTC Itu? FTC (Emtriva) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Gilead Sciences. FTC juga dikenal sebagai emtrisitabin atau emtricitabine. Juga sudah ada versi FTC generik buatan Mylan. FTC juga aktif terhadap hepatitis B (lihat Lembaran Informasi (LI) 505). FTC termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya yang Memakai FTC? FTC disetujui pada 2003 di AS sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini belum ditelitikan pada orang usia lanjut. Pada 2005, versi sirop untuk anak berusia di atas 3 bulan disetujui di AS. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai FTC dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. FTC tidak disetujui untuk dipakai terhadap infeksi hepatitis B. Beberapa orang dengan HIV mengalami hepatitis B-nya menjadi lebih buruk setelah mereka berhenti memakai FTC. Sebaiknya kita dites untuk hepatitis B sebelum kita mulai memakai FTC untuk mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan berhenti memakai FTC, fungsi hati (ALT – lihat LI 135) kita harus dipantau secara hati-hati selama beberapa bulan. FTC adalah obat yang serupa dengan 3TC (lihat LI 415). Menurut WHO, tidak ada perbedaan yang bermakna antara FTC dan 3TC. Jadi FTC dapat diganti dengan 3TC atau sebaliknya tanpa ada risiko. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Misalnya, bila HIV kita resistan terhadap 3TC, kemungkinan besar virus itu juga resistan terhadap FTC. Bila kita pernah memakai 3TC, sebaiknya kita melakukan tes resistansi untuk menentukan apakah FTC dapat berhasil untuk kita. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana FTC Dipakai? FTC tersedia dengan tablet 200mg. Dosis FTC yang biasa adalah 200mg sebagai satu pil sekali sehari. FTC dapat dipakai dengan makan atau dengan perut kosong. Kita harus memberi tahu dokter bila kita mempunyai masalah ginjal. Orang dengan kerusakan pada ginjal mungkin harus memakai dosis FTC yang lebih rendah. FTC juga tersedia sebagai gabungan 200mg dengan tenofovir (lihat LI 419) 300mg dalam satu pil. Nama pil ini Truvada, dipakai sekali sehari. Juga ada versi gabungan dengan tenofovir dan efavirenz (LI 432) 600mg dalam satu pil. Nama pil ini Atripla, juga dipakai sekali sehari. Apa Efek Samping FTC? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping FTC yang paling umum adalah sakit kepala, diare, mual, dan ruam (luka pada kulit). Tingkat asam laktik dalam darah (lihat LI 556) meningkat pada beberapa orang yang memakai analog nukleosida. Masalah hati, termasuk “hati yang berlemak” juga dapat terjadi – lihat LI 525. Dapat pula terjadi perubahan yang terbatas pada warna kulit tetapi ini jarang terjadi. Bagaimana FTC Berinteraksi dengan Obat Lain? FTC dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Namun belum diketahui interaksi yang bermakna antara FTC dan ARV lain. Oleh karena FTC serupa dengan 3TC, tidak ada manfaat bila kedua obat ini dipakai bersamaan. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 420 The AIDS InfoNet 18 September 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 427 HIDROKSIUREA Apa Hidroksiurea Itu? Hidroksiurea adalah obat yang pernah diuji coba sebagai pelengkap untuk terapi antiretroviral (ART). Obat, dengan nama Hydrea ini, dibuat oleh Bristol-Myers Squibb (BMS). Hidroksiurea sering disebut sebagai HU. Hidroksiurea pada awal disetujui untuk mengobati kanker. Obat ini juga berhasil terhadap anemia sel sabit (sickle cell anemia). Hidroksiurea belum disetujui di AS untuk mengobati HIV. Hidroksiurea bukan obat antiretroviral (ARV). Hidroksiurea menghambat sebuah enzim yang dibuat oleh sel manusia. Enzim ini membuat bahan baku yang dipakai oleh sel yang menggandakan diri. Sel kanker menggandakan diri secara sangat cepat, jadi jika enzim tersebut dihambat oleh hidroksiurea, kanker berkembang lebih lambat. Bahan baku itu juga dipakai oleh HIV untuk menggandakan diri. Beberapa obat yang dipakai terhadap HIV (analog nukleosida) adalah versi ‘palsu’ bahan baku yang sama. Bila HIV memakai bahan baku yang palsu itu, penggandaannya dihambat. Hidroksiurea meningkatkan kemanjuran ddI (lihat Lembaran Informasi (LI) 413) dan d4T (lihat LI 414). Hidroksiurea mengurangi penggiatan sistem kekebalan tubuh. Tampaknya, obat ini tidak lagi diteliti sebagai bagian dari pengobatan HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Hidroksiurea? Hidroksiurea tidak diusulkan sebagai bagian dari ART. Hidroksiurea pernah diuji coba dalam paduan dengan ARV ddI dan d4T. Penggunaan hidroksiurea mengurangi peningkatan pada jumlah CD4 yang biasanya dialami setelah mulai ART, meningkatkan efek samping ddI, serta dapat menimbulkan cacat lahir bila dipakai oleh ibu hamil. Obat ini diteliti karena mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kemanjuran obat lain. Namun tampaknya kerugian lebih besar daripada manfaat untuk Odha. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Hidroksiurea menghambat sebuah enzim yang dibuat secara alami oleh sel kita, bukan oleh HIV. Hal ini berarti HIV tidak dapat menjadi resistan terhadap hidroksiurea. Penggunaan hidroksiurea dapat melambatkan pembentukan mutasi HIV, sehingga butuh lebih lama untuk membentuk resistansi terhadap ARV lain yang dipakai. Bagaimana Hidroksiurea Dipakai? Hidroksiurea tersedia dengan tablet 500mg. Takaran yang paling umum diteliti terkait HIV adalah 1g sekali sehari, atau 500mg dua kali sehari. Apa Efek Samping Hidroksiurea? Hidroksiurea dapat menyebabkan mual, muntah, diare. Obat ini juga dapat menyebabkan berat badan meningkat, rambut rontok, dan perubahan pada warna kulit. Hidroksiurea juga dapat menyebabkan cacat lahir, jadi tidak boleh dipakai oleh perempuan yang hamil. Hidroksiurea dapat merusak sumsum tulang. Ini dapat menyebabkan anemia (kurang darah merah – lihat LI 552) atau neutropenia (kurang darah putih). Oleh karena itu, hidroksiurea tidak boleh dipakai bersama dengan AZT, yang juga dapat merusak sumsum tulang. Ketika dipakai dengan ddI dan/atau d4T, hidroksiurea meningkatkan risiko efek samping yang biasanya dihubungkan dengan ddI dan d4T: pankreatitis, keracunan hati, neuropati perifer (LI 555) dan asidosis laktik (LI 556). Risiko lebih besar jika ddI dan d4T dipakai sekaligus. Pankreatitis adalah penyakit yang dapat menjadi sangat gawat, dan ada bukti cukup kuat bahwa penggunaan hidroksiurea bersama dengan ddI meningkatkan risikonya. Satu uji klinis di AS melaporkan tiga kematian akibat pankreatitis di antara 68 orang yang memakai ddI + d4T + indinavir (sebuah protease inhibitor) + hidroksiurea. Uji klinis tersebut dihentikan, walaupun peningkatan dalam kejadian pankreatitis dianggap tidak bermakna secara statistik, dan belum pernah dilaporkan sebelumnya. Menambahkan hidroksiurea pada nukleosida apa pun meningkatkan risiko kematian akibat keracunan hati. Namun hidroksiurea tampaknya tidak meningkatkan angka hepatitis aktif di antara orang yang terinfeksi dengan HIV dan hepatitis C (HCV) bersama. Sebenarnya ada bukti bahwa kombinasi yang mengandung hidroksiurea memperbaiki fungsi hati pada beberapa orang. Garis Dasar Hidroksiurea dipakai untuk mengurangi penggiatan sistem kekebalan tubuh dan sedang diteliti untuk mengurangi penggiatan kekebalan terkait HIV. Obat ini melambatkan pertumbuhan kanker. Pada awal, ada harapan bahwa hidroksiurea bersama dengan ddI dan/atau d4T akan menjadi alternatif yang lebih murah pada ART yang baku. Sayang ada semakin banyak bukti bahwa manfaat, jika ada, hanya bersifat sementara, dan efek samping dapat cukup gawat. Jadi sebagian besar ilmuwan sekarang enggan untuk mengusulkan hidroksiurea dipakai oleh orang HIV-positif. Efek samping hidroksiurea mungkin semakin buruk bila dipakai bersama dengan AZT, karena AZT juga dapat merusakkan sumsum tulang. Diperbarui 4 Februari 2014 berdasarkan FS 427 The AIDS InfoNet 5 November 2013 dan tinjauan aidsmap.com 1 November 2002 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 431 NEVIRAPINE Apa Nevirapine Itu? Nevirapine adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh Boehringer Ingelheim (BI), dengan nama merek Viramune. Namun sekarang versi generik nevirapine tersedia dari beberapa produsen, terutama dari India. Versi yang dibuat oleh Kimia Farma diberi nama Neviral. Nevirapine termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah unsur genetis (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Perubahan ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Nevirapine? Nevirapine disetujui di AS pada 1996 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Nevirapine diuji coba pada orang dewasa serta anak dan bayi di atas usia 15 hari. Orang dengan penyakit hati sebaiknya tidak memakai nevirapine. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Perempuan dengan jumlah CD4 di atas 250 dan laki-laki dengan jumlah CD4 di atas 400 sebaiknya tidak mulai memakai nevirapine akibat risiko masalah hati (hepatotoksisitas – lihat LI 561). Nevirapine tampaknya tidak berdampak buruk pada ibu hamil atau meningkatkan risiko pada janin. Oleh karena itu obat ini dianggap sebagai NNRTI yang paling aman untuk dipakai oleh ibu hamil dalam triwulan pertama kehamilan. Jika kita memakai nevirapine dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Nevirapine juga dapat dipakai untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Walaupun AZT (sebuah ARV lain) mencegah lebih banyak infeksi, nevirapine lebih murah dan lebih berhasil dengan ibu yang menyusui bayinya. Nevirapine setiap hari dari kelahiran sampai usia 6 bulan atau penghentian penyusuan adalah sangat efektif untuk mencegah penularan HIV pada bayi. Sayangnya, resistansi terhadap nevirapine berkembang pada banyak perempuan yang memakainya dengan cara ini waktu hamil. Resistansi ini dapat ditularkan melalui menyusui. Oleh karena ini, para peneliti meninjau kembali apakah nevirapine sebaiknya tetap dipakai untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi silang di antara NNRTI berkembang sangat cepat. Jika kita mengembangkan resistansi terhadap satu jenis NNRTI, kemungkinan kita tidak lagi dapat memakai obat apa pun dari golongan ini dalam ART kita. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Nevirapine Dipakai? Nevirapine tersedia dengan bentuk pil berisi 200mg. Dosis nevirapine yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 200mg per hari untuk dua minggu (masa awal), kemudian 400mg per hari (200mg dua kali sehari). Penting mengikuti jadwal ini untuk menghindari risiko efek samping yang berat. Versi sirop juga tersedia untuk anak. Versi baru dengan nama Viramune XR yang dapat dipakai sekali sehari disetujui oleh FDA-AS pada 2011, tetapi belum tersedia di Indonesia. Apa Efek Samping Nevirapine? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan merasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping nevirapine yang paling berat adalah kerusakan pada hati, yang dapat menjadi gawat. Risiko terbesar terjadinya masalah ini adalah selama enam minggu pertama pengobatan dengan nevirapine. Namun pasien seharusnya dipantau secara hati-hati selama 18 minggu pertama memakai nevirapine untuk mengamati munculnya masalah kulit atau hati, jika mungkin dengan tes fungsi hati (liver function test/LFT – lihat LI 135). Pada beberapa kasus, masalah hati dapat memburuk walaupun nevirapine dihentikan. Karena risiko kerusakan pada hati, nevirapine tidak dapat dipakai untuk profilaksis pascapajanan (PPP atau pencegahan HIV setelah kecelakaan di tempat kerja). Lihat LI 156 untuk informasi lebih lanjut mengenai PPP. Efek samping yang paling umum akibat nevirapine adalah ruam pada kulit, yang dialami kurang lebih 25% pasien. Efek samping ini lebih umum pada perempuan dibanding laki-laki. Jika kita mengembangkan ruam selama masa awal (masa dosis rendah), kita sebaiknya tidak meningkatkan dosis menjadi penuh. Jika ruam merasa tidak nyaman, sebaiknya berhenti memakai obat ini. Beberapa dokter meresepkan prednison untuk mengobati ruam ini. Namun penelitian menunjukkan bahwa obat ini dapat memburukkan ruam. Satu efek samping yang jarang terjadi adalah sindrom Stevens-Johnson. Ini ruam kulit berat yang dapat menjadi gawat – lihat LI 562. Satu efek samping nevirapine yang dapat membantu adalah peningkatan pada tingkat kolesterol HDL (kolesterol “baik”). Bagaimana Nevirapine Berinteraksi dengan Obat Lain? Nevirapine dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Nevirapine mengurangi tingkat beberapa obat KB dalam darah. Hal ini mungkin menonaktifkan pil tersebut. Nevirapine juga mengurangi tingkat metadon dan buprenorfin dalam darah. Ini dapat mengakibatkan gejala lepas zat (sakaw). Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729) mengurangi tingkat beberapa jenis NNRTI dalam darah. Jangan memakai ramuan ini bersamaan dengan nevirapine. Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 431 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 432 EFAVIRENZ Apa Efavirenz Itu? Efavirenz adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh Bristol-Myers Squibb (BMS), dan dipasarkan di AS dengan nama Sustiva. Di luar AS, efavirenz dipasarkan oleh Merck dengan nama Stocrin. Sekarang tersedia dari beberapa produsen, terutama dari India. Versi Cipla diberi nama Efavir. Efavirenz termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadi bentuk DNA. Perubahan ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Efavirenz? Efavirenz disetujui di AS pada 1998 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini tidak disarankan untuk dipakai oleh anak berusia di bawah tiga bulan. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai efavirenz dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Efavirenz tampaknya masuk ke dalam susunan saraf pusat (cairan tulang belakang). Karena itu, efavirenz mungkin dapat membantu masalah otak seperti demensia (lihat LI 504). Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Efavirenz Dipakai? Efavirenz diminum sebagai kapsul atau kaplet. Dosis umum untuk dewasa adalah 600mg sekali sehari pada waktu tidur. Efavirenz tersedia dengan kapsul 50mg, 100mg, 200mg dan dengan kaplet 600mg. Jika kaplet 600mg tidak tersedia, kita dapat meminum tiga kapsul 200mg sekaligus. Efavirenz sebaiknya dipakai dengan perut kosong, pada waktu tidur. Cara ini kita akan mengurangi efek samping yang kita alami. Makanan yang mengandung banyak lemak, atau susu, meningkatkan tingkat efavirenz dalam darah, dan sebaiknya dihindari saat memakai efavirenz. Saat ini, sudah mulai tersedia kombinasi takaran tetap (dalam satu tablet) yang mengandung efavirenz 600mg, tenofovir 300mg dan 3TC 300mg. Tablet ini juga dapat dipakai sekali sehari pada waktu tidur. Apa Efek Samping Efavirenz? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan merasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping yang paling umum akibat efavirenz adalah kelelahan, ruam pada kulit, mual, pusing, diare, sakit kepala, dan insomnia (sulit tidur). Memakai efavirenz waktu makan makanan berlemak atau minum susu dapat meningkatkan tingkat obat dalam darah, sehingga efek samping mungkin lebih berat. Untuk menghindari rasa pusing setelah memakai efavirenz, sebaiknya kita memakainya pas sebelum tidur. Beberapa orang mengalami impian yang aneh. Untuk sebagian besar orang, efek samping ini hilang sendiri dalam beberapa minggu. Kurang lebih 5% orang yang memakai efavirenz mengalami gejala psikiatris yang berat. Bila kita pakai efavirenz dan mengalami depresi, rasa mau bunuh diri, atau gejala psikiatris lain yang berat, segera periksa ke dokter. Ada beberapa laporan mengenai masalah hati yang berat, walaupun belum dialami penyakit hati sebelumnya. Tes fungsi hati (LI 135) sebaiknya dilakukan secara berkala, terutama bila kita juga terinfeksi hepatitis B atau C, atau kita mempunyai masalah hati lain. Penelitian terhadap kera menunjukkan bahwa efavirenz dapat menyebabkan cacat lahir. Oleh karena ini, efavirenz sebaiknya tidak dipakai oleh perempuan hamil, terutama pada triwulan pertama kehamilan. Namun penelitian baru tidak menunjukkan peningkatan pada cacat lahir pada perempuan hamil pengguna efavirenz. Orang yang memakai efavirenz dapat menunjukkan hasil positif palsu pada tes untuk penggunaan mariyuana (ganja) atau jenis benzodiazepin (obat penenang). Untuk membuktikan bahwa hasil ini palsu, kita harus menunjukkan obat yang kita pakai. Hal ini akan menunjukkan juga bahwa kita terinfeksi HIV. Bagaimana Efavirenz Berinteraksi dengan Obat Lain? Efavirenz dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), terutama rifampisin, yang mungkin mengharuskan penggunaan takaran efavirenz yang lebih tinggi. Obat lain yang harus diperhatikan termasuk obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Efavirenz juga mengurangi tingkat metadon dan buprenorfin dalam darah. Ini dapat mengakibatkan gejala lepas zat (sakaw). Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729) mengurangi tingkat beberapa NNRTI dalam darah. Jangan memakai ramuan ini bersamaan dengan efavirenz. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 432 The AIDS InfoNet 24 Januari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 434 ETRAVIRINE Apa Etravirine Itu? Etravirine adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Tibotec Pharmaceuticals, dan dipasarkan dengan nama merek Intelence. Etravirine termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Perubahan ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Etravirine? Etravirine disetujui di AS pada 2008 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Etravirine dimaksudkan untuk dipakai oleh orang yang pernah memakai beberapa kombinasi obat untuk melawan HIV-nya. Pada 2012, FDA-AS menyetujui etravirine untuk dipakai oleh orang berusia 6-18 tahun yang sudah pernah memakai ART dan berberat badan 16kg ke atas. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai etravirine dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi silang di antara efavirenz, delavirdine dan nevirapine (semunya NNRTI) berkembang sangat cepat. Jika kita mengembangkan resistansi terhadap salah satu obat tersebut, kemungkinan kita tidak lagi dapat memakai obat lain dari golongan ini dalam ART kita. Namun etravirine mampu mengendalikan HIV yang sudah mengembangkan resistansi pada tingkat tertentu terhadap NNRTI lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Etravirine Dipakai? Etravirine dipakai sebagai tablet. Dosis harian untuk dewasa adalah 400mg. Etravirine pada awal tersedia dengan tablet 100mg. Pada 2010, versi tablet 200mg disetujui. Jadi, kita akan memakai satu atau dua tablet, dua kali sehari. Takaran untuk anak dan remaja tergantung pada berat badan. Tablet 25mg sekarang tersedia. Dianjurkan kita memakai etravirine setelah makan. Jangan pakai dengan perut kosong. Bila mengalami kesulitan menelan etravirine, kita dapat melarutkan tablet dalam air. Tidak dibutuhkan penyesuaian takaran untuk pasien dengan masalah hati yang ringan atau masalah ginjal. Apa Efek Samping Etravirine? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan merasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping yang paling umum akibat etravirine adalah ruam pada kulit dan mual. Ruam biasanya terjadi pada minggu kedua penggunaan etravirine. Dalam kasus yang jarang, ruam tersebut dapat berat, bahkan gawat. Reaksi ini disebut sebagai sindrom Stevens-Johnson (lihat LI 562). Kita seharusnya langsung berhenti penggunaan etravirine bila kita mengalami ruam berat. Beberapa pasien juga mengalami sakit perut dan muntah. Bagaimana Etravirine Berinteraksi dengan Obat Lain? Etravirine dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Etravirine tampaknya tidak berpengaruh pada tingkat obat KB oral, antiasam, atau metadon. Etravirine sedikit mengurangi tingkat buprenorfin. Walau penyesuaian dosis tidak dibutuhkan, pengguna etravirine bersamaan dengan buprenorfin sebaiknya dipantau secara ketat. Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729) mengurangi tingkat beberapa NNRTI dalam darah. Jangan memakai ramuan ini bersamaan dengan etravirine. Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 434 The AIDS InfoNet 24 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 435 RILPIVIRIN Apa Rilpivirin Itu? Rilpivirin adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Janssen Pharmaceuticals, dan dipasarkan dengan nama merek Edurant. Rilpivirin termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Perubahan ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Rilpivirin? Rilpivirin disetujui di AS pada 2011 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Rilpivirin disetujui untuk dipakai oleh orang yang baru mulai memakai obat untuk melawan HIV-nya. Obat ini paling berhasil pada Odha dengan viral load (lihat Lembaran Informasi (LI) 125) di bawah 100.000. Pada 2013, FDA-AS menyetujui kombinasi takaran tetap (FDC) Complera, yang mengandung emtrisitabin, rilpivirin dan tenofovir dalam satu tablet, untuk dipakai sebagai pengganti oleh pasien dewasa tertentu yang stabil dengan rejimen ART lain. Obat ini tidak disetujui untuk dipakai oleh anak dan remaja. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. LI 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai rilpivirin dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi silang di antara efavirenz, delavirdin, nevirapin, etravirin dan rilpivirin (semunya NNRTI) berkembang sangat cepat. Jika kita mengembangkan resistansi terhadap salah satu obat tersebut, kemungkinan kita tidak lagi dapat memakai obat lain dari golongan ini dalam ART kita. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Rilpivirin Dipakai? Rilpivirin dipakai sebagai tablet. Dosis harian untuk dewasa adalah 25mg. Rilpivirin harus dipakai bersamaan dengan makan. Rilpivirin tampaknya aman untuk orang dengan masalah hati atau ginjal yang ringan atau sedang. Apa Efek Samping Rilpivirin? Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan merasa tidak enak. Efek samping ini biasanya lambat laun membaik atau hilang. Efek samping yang paling umum akibat rilpivirin adalah depresi, insomnia (masalah tidur) dan ruam pada kulit. Pastikan semua efek samping yang kita alami dibahas dengan dokter. Rilpivirin dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Pastikan dokter tahu bila kita terinfeksi virus hepatitis B atau C. Bagaimana Rilpivirin Berinteraksi dengan Obat Lain? Rilpivirin dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui. Obat yang harus dihindari termasuk obat antiasam. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, termasuk semua protease inhibitor. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Rilpivirin dapat mengurangi tingkat metadon dalam darah. Namun takaran metadon umumnya tidak harus disesuaikan. Rilpivirin belum diuji coba dengan buprenorfin. Belum ada informasi mengenai dampak rilpivirin pada KB oral. Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729) mengurangi tingkat beberapa NNRTI dalam darah. Jangan memakai ramuan ini bersamaan dengan rilpivirin. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 435 The AIDS InfoNet 14 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 442 RITONAVIR Apa Ritonavir Itu? Ritonavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Norvir, dan dibuat oleh Abbott Laboratories. Ritonavir adalah protease inhibitor. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Siapa Sebaiknya Memakai Ritonavir? Ritonavir disetujui di AS pada 1996 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini ditelitikan pada orang dewasa dan anak usia satu bulan ke atas. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai ritonavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Penggunaan ritonavir menyebabkan hati kita bekerja lebih lamban. Hal ini dapat meningkatkan tingkat obat lain dalam darah, termasuk protease inhibitor lain. Peningkatan ini dapat mengakibatkan interaksi yang berbahaya dengan obat lain. Ritonavir sekarang jarang dipakai sebagai protease inhibitor. Obat ini sangat sulit ditahan oleh pasien. Namun ritonavir sering dipakai untuk meningkatkan tingkat atau menguatkan (boost) protease inhibitor lain dalam darah. Takaran yang dipakai untuk peningkatan ini jauh lebih rendah dibandingkan takaran anti-HIV yang penuh, dan menyebabkan lebih sedikit efek samping. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Ritonavir Dipakai? Ritonavir disediakan dengan bentuk kapsul atau tablet. Takaran penuh (bila ritonavir dipakai tanpa protease inhibitor lain) adalah 600mg dengan dosis dua kali sehari. Untuk anak di atas usia satu bulan, ritonavir disetujui dengan takaran 350400mg per meter persegi luas permukaan badan. Namun, sekarang ritonavir sangat jarang dipakai dengan dosis penuh. Sekarang ritonavir lebih sering dipakai untuk menguatkan protease inhibitor lain dalam darah. Biasanya 100mg atau 200mg dipakai dengan setiap dosis. Penting kita mengetahui takaran ritonavir yang diresepkan oleh dokter, dan cara penggunaannya. Setiap kapsul Kaletra/Aluvia mengandung ritonavir untuk menguatkan lopinavir (jenis protease inhibitor lain) (lihat LI 446). Pada 1998, bentuk sirop ritonavir dikembangkan. Banyak orang menganggap rasa sirop sangat tidak enak. Namun beberapa orang menganggap bentuk sirop lebih cocok, terutama untuk anak. Jangan menyimpan sirop ritonavir dalam kulkas. Botol harus dikocok sebelum obat dipakai. Di apotek, kapsul ritonavir harus disimpan dalam kulkas. Di rumah, ritonavir kapsul sebaiknya disimpan di kulkas. Bila tidak mungkin disimpan dalam kulkas, ritonavir harus disimpan pada suhu di bawah 25° Celcius dan dipakai dalam 30 hari. Sekarang ada versi ritonavir dalam bentuk tablet 100mg. Tablet ini tidak harus disimpan dalam suhu dingin, tetapi harus dipakai waktu makan. Bila ritonavir dipakai oleh orang dewasa atau anak dengan dosis penuh (bukan untuk menguatkan protease inhibitor lain), takaran pada awal lebih rendah dan ditingkatkan secara berangsur selama beberapa hari untuk mengurangi efek samping. Apa Efek Samping Ritonavir? Efek samping paling berat dari ritonavir adalah mual, muntah, kembung, dan diare. Beberapa orang juga mengalami kesemutan atau mati rasa di sekitar mulut, atau rasa makanan menjadi aneh. Walau sangat jarang, ritonavir dapat menyebabkan ruam kulit yang gawat, yang disebut sebagai sindrom Stevens-Johnson (lihat LI 562). Langsung lapor pada dokter kalau kita mengalami masalah kulit waktu memakai ritonavir. Dalam uji coba klinis, sekitar sepertiga orang yang memakai ritonavir dengan dosis penuh harus berhenti memakainya akibat efek samping. Namun ada jauh lebih sedikit efek samping bila ritonavir dipakai dengan takaran rendah sebagai penguat. Untuk banyak orang, efek samping ritonavir hanya berlanjut selama 2-4 minggu. Bila berlanjut lebih dari empat minggu, efek samping umumnya tidak pernah hilang. Bagaimana Ritonavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Ritonavir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Interaksi yang gawat dapat terjadi dengan obat untuk hipertensi pembuluh paru (pulmonary arterial hypertension) atau untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), serta obat lain dengan nama diakhiri dengan ‘afil’, obat untuk asma dan obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia). Memakai ritonavir bersamaan dengan saquinavir dapat menyebabkan denyut jantung yang tidak terkendali. Obat lain yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Ritonavir mengurangi tingkat metadon dalam darah. Perhatikan gejala sedasi (penenang) berlebihan bila obat ini dipakai bersama dengan buprenorfin. Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja jika kita memakai ritonavir. Bicara dengan dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis protease inhibitor dalam darah. Jangan pakai bersamaan dengan ritonavir. Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 442 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 481 PEMULIHAN KEKEBALAN Apa Pemulihan Kekebalan Itu? Pemulihan kekebalan berarti memperbaiki kerusakan yang dilakukan pada sistem kekebalan tubuh kita oleh HIV. Dalam sistem kekebalan tubuh yang sehat, ada serangkaian sel CD4 yang penuh untuk memerangi penyakit yang berbeda – ada satu jenis sel CD4 khusus untuk setiap jenis infeksi. Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel CD4 menurun. Sel CD4 yang pertama diserang adalah sel yang seharusnya secara khusus melawan HIV. Beberapa jenis sel CD4 dapat hilang, dan ini berarti ada kelemahan pada pertahanan kekebalan. Pemulihan kekebalan mencari cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat melawan infeksi oportunistik (IO – lihat Lembaran Informasi (LI) 500). Karena infeksi ini berkembang waktu jumlah sel CD4 rendah, banyak peneliti menganggap bahwa jumlah CD4 adalah ukuran yang baik mengenai fungsi kekebalan. Peningkatan pada jumlah CD4 adalah tanda pemulihan kekebalan. Namun masih ada keraguan tentang ini – lihat “Apakah Sel CD4 Baru Sama Baik dengan Sel Lama?” di bawah. Bagaimana Sistem Kekebalan Dapat Dipulihkan? Jika terapi antiretroviral (ART) dimulai segera setelah kita terinfeksi HIV, sistem kekebalan tubuh kita belum mulai dirusakkan – lihat LI 103 mengenai infeksi HIV primer. Sayangnya, sedikit sekali kasus HIV didiagnosis begitu dini. Sebagaimana infeksi HIV berlanjut, sistem kekebalan semakin dirusakkan. Para ilmuwan menyelidiki beberapa cara untuk memperbaiki kerusakan ini. Perbaiki fungsi timus: Timus adalah organ kecil yang terletak di dada di bawah tenggorokan. Organ ini mematangkan sel CD4 dari sel darah putih baru yang dibuat di sumsum tulang. Timus paling efektif waktu kita baru berusia enam bulan sampai dua tahun. Setelah itu, timus menjadi semakin kecil. Para ilmuwan dulu menganggap bahwa timus tidak bekerja lagi setelah kita berusia 20 tahun. Namun penelitian menunjukkan bahwa organ ini tetap bisa membuat sel CD4 baru, mungkin sehingga kita berusia 50 tahun. ART dapat memungkinkan timus mengganti jenis sel CD4 yang hilang. Waktu para ilmuwan menganggap bahwa timus tidak bekerja lagi pada usia muda, mereka meneliti pencangkokan timus manusia atau hewan pada seorang dengan HIV. Mereka juga mencoba merangsang timus dengan hormon. Cara ini mungkin masih penting untuk orang lanjut usia dengan HIV. Pulihkan jumlah sel kekebalan: Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel CD4 dan CD8 menurun. Beberapa peneliti mencari cara untuk menahan atau meningkatkan jumlah sel ini. Satu pendekatan disebut perluasan sel. Sel tersebut digandakan di luar tubuh, kemudian ditransfusi kembali pada tubuh. Pendekatan kedua adalah pemindahan sel, yang mencakup pemberian sel kekebalan dari saudara kembar atau sanak saudara yang HIV-negatif. Cara ketiga memakai sitokin. Sel ini adalah pesuruh kimia yang mendukung tanggapan kekebalan. Penelitian terbanyak dilakukan pada interleukin-2 (IL-2), yang dapat mengakibatkan peningkatan besar pada sel CD4. Sayangnya hal ini tampaknya tidak menghasilkan kesehatan yang lebih baik. LI 482 memberi informasi lebih lanjut. Pendekatan lain adalah terapi gen. Terapi ini mencakup perubahan sel yang berpindah dari sumsum tulang ke timus untuk menjadi sel CD4. Terapi gen ini coba membuat sel di sumsum tulang kebal terhadap infeksi HIV. Satu pendekatan adalah zinc finger inhibitor, yang pernah diteliti untuk membuat sel CD4 tanpa koreseptor CCR5 (lihat LI 106, langkah 2). Biarkan sistem kekebalan memperbaiki dirinya: Jumlah CD4 meningkat pada banyak orang yang memakai ART. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa sistem kekebalan dapat memulihkan dirinya bila tidak harus terus-menerus melawan jumlah virus yang sangat besar. Pendekatan ini tampaknya lebih mungkin setelah kita mengetahui bahwa timus tetap bekerja sehingga kita hampir berusia 50 tahun. Kita seharusnya memakai obat untuk mencegah IO setelah jumlah CD4 kita turun di bawah 200. Namun jika kita memakai ART dan jumlah CD4 kita naik kembali di atas 200, kita dapat berhenti memakai obat pencegahan tersebut. Bicara dengan dokter sebelum berhenti memakai obat apa pun. Merangsang tanggapan kekebalan khusus HIV: Para peneliti memakai jenis HIV yang diubah dan dibunuh (Remune) untuk merangsang tanggapan tubuh pada HIV. Penelitian bertahun-tahun mencapai hasil yang membingungkan dan mengecewakan. Pendekatan baru saat ini sedang diteliti. Salah satunya adalah vaksin terapeutik yang dikenal sebagai DermaVir, yang dipakai pada kulit. DermaVir dalam uji coba klinis Fase II. Dalam penelitian lain, sebuah kombinasi vaksin HIV dan IL-2 meningkatkan tanggapan kekebalan anti-HIV dan mengakibatkan pengendalian HIV selama satu tahun pada satu penelitian. Mengurangi peradangan: HIV menyebabkan peradangan (lihat LI 484). Peradangan dikaitkan dengan banyak penyakit. Mengurangi peradangan terkait HIV mungkin membantu memulihkan sistem kekebalan tubuh. Apakah Sel CD4 Baru Sama Baik dengan Sel Lama? Sebagian besar pendekatan untuk pemulihan kekebalan mencoba meningkatkan jumlah sel CD4. Pendekatan ini berdasarkan pemikiran bahwa jika jumlah sel CD4 meningkat, sistem kekebalan tubuh akan lebih kuat. Waktu Odha mulai memakai ART, jumlah CD4-nya biasanya meningkat. Pada awal, sel CD4 baru kemungkinan tiruan dari jenis sel yang masih ada. Bila beberapa ‘jenis’ sel CD4 hilang, sel tersebut tidak akan langsung kembali. Hal ini dapat berarti bahwa pertahanan kita belum lengkap. Namun jika HIV tetap dikendalikan selama beberapa tahun, timus mungkin membuat sel CD4 baru yang dapat memenuhi kekurangan ini dan memulihkan kembali sistem kekebalan. Beberapa di antara sel tersebut mungkin dapat membantu mengendalikan HIV. Beberapa obat antiretroviral menghasilkan peningkatan yang lebih tinggi pada jumlah CD4 dibandingkan yang lain. Belum jelas apakah hal ini berdampak pada kesehatan. Banyak orang yang memakai ART sekarang mempunyai jumlah CD4 yang normal. Namun Odha tersebut tetap mengalami penyakit “non-AIDS”, mis. kanker dan penyakit jantung. Penyakit ini terjadi dengan angka di atas normal berdasarkan usia. Penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat jumlah CD4 yang paling rendah (“nadir”) mungkin meramalkan masalah susunan saraf pusat lebih baik daripada jumlah CD4 saat ini. Peningkatan pada jumlah CD4 tidak mengurangi gejala ini. Jumlah CD4 yang normal tidak sendiri berarti bahwa sistem kekebalan tubuh sudah pulih. Penelitian terus dilanjutkan untuk melihat apakah ada cara lebih biak untuk mengukur kesehatan sistem kekebalan tubuh. Ditinjau 3 Januari 2015 berdasarkan FS 481 The AIDS InfoNet 30 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 444 NELFINAVIR Apa Nelfinavir Itu? Nelfinavir, juga disebut Viracept (nama merek), adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh Agouron Pharmaceuticals, tetapi akhir ini dibuat oleh ViiV Healthcare. Sekarang nelfinavir tersedia dari beberapa produsen, terutama di India. Nelfinavir adalah protease inhibitor. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Walaupun dulu nelfinavir cukup sering dipakai di Indonesia, sekarang obat ini jarang dipakai, karena efek samping agak berat, dan kemanjurannya kurang. Nelfinavir juga menyerang beberapa jenis kanker. Obat ini diteliti terhadap kanker payudara dan kanker dubur. Siapa Sebaiknya Memakai Nelfinavir? Nelfinavir disetujui di AS pada 1997 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dan anak dengan infeksi HIV. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai nelfinavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Nelfinavir Dipakai? Nelfinavir disediakan sebagai tablet, dan harus dipakai dengan makan/makanan ringan. Dosis nelfinavir yang dianjurkan adalah 750mg tiga kali sehari. Dengan tablet nelfinavir berisi 250mg, kita harus meminum tiga tablet setiap kali dipakai. Dosis baru yang disetujui di AS adalah 1250mg dua kali sehari. Ini berarti setiap kali dipakai, harus meminum lima tablet. Pada April 2003, tablet berisi 625mg disetujui di AS. Dengan versi ini, kita hanya harus minum dua tablet dua kali sehari. Namun versi ini hanya tersedia di AS. Jika kita ingin mengubah dosis baru tiga kali sehari menjadi dua kali sehari, sebaiknya kita bicara dengan dokter dahulu. Dosis berbeda dipakai dalam beberapa kombinasi. Pastikan kita mengetahui beberapa banyak nelfinavir yang diresepkan, kapan dan bagaimana kita harus memakai setiap dosis. Nelfinavir harus disimpan pada suhu ruang dan dilindungi dari kelembaban, dan suhu terlalu dingin atau panas. Apa Efek Samping Nelfinavir? Efek samping paling umum dari nelfinavir adalah diare, kelelahan, sakit kepala, mual dan sakit perut, semuanya tampaknya tidak begitu berat. Dalam sebagian besar kasus, diare dapat dikendalikan dengan obat tanpa resep. Bagaimana Nelfinavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Nelfinavir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Jika kita memakai nelfinavir dan ddI, memakai ddI satu jam sebelum atau dua jam setelah memakai nelfinavir. Nelfinavir mengurangi tingkat Kaletra/ Aluvia dalam darah, dan dapat berpengaruh pada tingkat warfarin, obat untuk menyesuaikan penggumpalan darah. Bila nelfinavir dipakai bersama dengan delavirdine, tingkat kedua obat dalam darah meningkat. Hindari kombinasi ini. Nelfinavir mengurangi tingkat metadon dalam darah. Perhatikan gejala sedasi (penenang) berlebihan bila obat ini dipakai bersama dengan buprenorfin. Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja jika kita memakai nelfinavir. Bicara dengan dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan nelfinavir. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 444 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 445 AMPRENAVIR Apa Amprenavir Itu? Amprenavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Agenerase. Amprenavir dibuat oleh GlaxoSmithKline. Pembuatan amprenavir dihentikan pada Oktober 2007. Obat ini diganti oleh fosamprenavir (lihat Lembaran Informasi 448). Fosamprenavir adalah amprenavir pro-drug. Hal ini berarti waktu fosamprenavir dipakai, obat tersebut diuraikan menjadi amprenavir. Dicabut Diperbarui 21 Desember 2007 berdasarkan FS 445 AIDS Infonet 25 November 2007 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 446 LOPINAVIR/RITONAVIR Apa Lopinavir/ritonavir Itu? Lopinavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Abbott Laboratories. Lopinavir adalah protease inhibitor. Tingkat lopinavir dalam darah lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama bila dipakai bersama dengan ritonavir, sebuah protease inhibitor lain. Lihat Lembaran Informasi (LI) 442 untuk informasi lebih lanjut mengenai ritonavir. Saat ini lopinavir hanya dipakai dalam kombinasi dengan ritonavir. Kombinasi ini biasa disebut sebagai lopinavir/r atau LPV/r. Kaletra adalah nama pasaran kombinasi tersebut dalam satu pil. Ada versi Kaletra yang dipasarkan di negara berkembang sebagai Aluvia. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membentuk virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Siapa Sebaiknya Memakai Lopinavir/r? Lopinavir/r (Kaletra) disetujui di AS pada 2000 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini diujicobakan pada orang dewasa dan anak. Pada 2008, obat ini disetujui untuk dipakai oleh anak berusia 14 hari ke atas. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Catatan: Pedoman Nasional ART mengusulkan penggunaan Aluvia sebagai salah satu obat dalam rejimen lini kedua di Indonesia. Jika kita memakai lopinavir/r dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Lopinavir/r menimbulkan tingkat obat dalam darah yang cukup tinggi untuk mengendalikan HIV yang sudah menjadi resistan terhadap protease inhibitor lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melupakan atau mengurangi dosis. Bagaimana Lopinavir/r Dipakai? Tablet Kaletra/Aluvia yang dilapisi disetujui pada Oktober 2005 untuk mengganti bentuk kapsul sebelumnya. Tablet ini berisi 200mg lopinavir dan 50mg ritonavir. Dosis normal adalah dua tablet dua kali sehari, atau empat tablet sekali sehari untuk Odha dengan HIV yang tidak menjadi resistan secara bermakna pada lopinavir/r. Tablet Kaletra dapat dipakai dengan atau tanpa makan. Pada November 2007, FDA AS menyetujui tablet dosis separuh untuk anak. Tablet ini berisi 100mg lopinavir dan 25mg ritonavir. Takaran Kaletra untuk anak tergantung pada berat badan anak. Tablet Kaletra tidak boleh dihancurkan, dipatah atau dikunyah. Hal ini dapat menyebabkan tingkat obat yang rendah dalam darah. Kaletra juga tersedia dengan bentuk sirop. Takaran biasa untuk dewasa adalah 5ml dua kali sehari. Sirop Kaletra harus dipakai dengan makanan. Takaran yang berbeda dipakai dalam kombinasi tertentu dengan obat lain. Kita harus yakin kita tahu takaran lopinavir/r yang harus kita pakai, kapan harus dipakai dan aturan lain. Tablet Kaletra/Aluvia dapat disimpan pada suhu ruang. Sirop Kaletra dapat disimpan dalam kulkas atau disimpan pada suhu ruang sampai dengan dua bulan. Apa Efek Samping Lopinavir/r? Efek samping paling umum lopinavir/r adalah diare, kelelahan, sakit kepala, dan mual. Ini semua tampaknya tidak begitu berat. Lopinavir/r dapat meningkatkan tingkat lemak (kolesterol dan trigliserida) dalam darah. Tingkat lemak yang tinggi dalam darah dapat meningkatkan risiko masalah jantung dan pankreas. Lopinavir/r baru-baru ini diketahui mengakibatkan perubahan pada denyut jantung. Pastikan dokter tahu bila kita mengalami masalah apa pun dengan jantung. Bagaimana Lopinavir/r Berinteraksi dengan Obat Lain? Lopinavir/r diuraikan oleh hati dan dapat berinteraksi dengan obat lain yang juga diuraikan oleh hati. Memakai obat ini sekaligus dapat mengubah tingkat masing-masing obat dalam aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, obat antijamur, dan obat yang mengubah denyut jantung. Jika kita memakai lopinavir/r versi sirop bersamaan dengan ddI, kita harus memakai ddI satu jam sebelum atau dua jam setelah memakai lopinavir/r. Tidak ada masalah memakai Kaletra/Aluvia bentuk tablet dengan ddI. Bila kita memakai obat antiasam (mis. Mylanta), kita sebaiknya memakai lopinavir/r satu jam sebelum atau sesudahnya. Lopinavir/r mengurangi tingkat metadon dalam darah. Takaran metadon mungkin harus disesuaikan jika dipakai bersama dengan lopinavir/r. Lihat LI 541 untuk informasi lebih lanjut mengenai metadon. Perhatikan gejala sedasi (penenang) berlebihan bila obat ini dipakai bersama dengan buprenorfin. Nelfinavir mengurangi tingkat lopinavir/ r dalam darah. Takaran lopinavir/r mungkin harus ditingkatkan bila kita juga memakai nelfinavir, terutama bila virus kita sebagian resistan terhadap protease inhibitor. Lihat LI 444 untuk informasi lebih lanjut mengenai nelfinavir. Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja jika kita memakai lopinavir/r. Bahas dengan dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis protease inhibitor dalam darah. Lopinavir/r menurunkan tingkat lamotrigin dalam darah. Obat ini dipakai untuk mengobati epilepsi dan neuropati. Takaran lamotrigin yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan. Lopinavir/r meningkatkan tingkat midazolam dalam darah. Obat ini tidak boleh dipakai bersamaan tanpa pemantauan ketat. Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 446 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 447 ATAZANAVIR Apa Atazanavir Itu? Atazanavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Reyataz. Atazanavir dibuat oleh Bristol-Myers Squibb (BMS). Atazanavir sudah tersedia dalam versi generik dari produsen di India. Namun, saat ini atazanavir belum tersedia secara umum di Indonesia. Atazanavir adalah protease inhibitor. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Siapa Sebaiknya Memakai Atazanavir? Atazanavir disetujui di AS pada 2003 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. Atazanavir boleh dipakai oleh orang dewasa dan anak berusia enam tahun ke atas. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Catatan: Pedoman Nasional ART belum mengusulkan penggunaan atazanavir di Indonesia, dan obat tersebut tidak tersedia dalam program ART nasional. Jika kita memakai atazanavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Walaupun protease inhibitor lain dapat menyebabkan peningkatan pada tingkat lemak dalam tubuh, hal ini tidak berlaku untuk atazanavir. Bila kita mempunyai tingkat kolesterol atau trigliserida yang tinggi, atau faktor risiko lain untuk penyakit jantung, dokter kita mungkin mengusulkan kita memakai atazanavir. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Atazanavir menghasilkan tingkat obat dalam darah yang cukup tinggi untuk mengendalikan HIV yang sudah resistan terhadap protease inhibitor lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Atazanavir Dipakai? Atazanavir dipakai sekali sehari dengan makanan sebagai kapsul. Untuk orang dewasa yang baru mulai memakai ART, takaran normal adalah 300mg plus ritonavir 100mg sekali sehari. Bila efek samping ritonavir tidak dapat ditahan, pilihan lain adalah atazanavir dengan takaran 400mg. Namun pilihan ini tidak diusulkan untuk Odha yang pernah mengalami kegagalan ART dengan rejimen lain. Pedoman khusus untuk perempuan hamil dikeluarkan di AS pada 2011. Perempuan hamil harus memakai atazanavir dengan ritonavir 100mg. Pastikan dokter tahu bila kita memakai tenofovir atau penghambat H2, semacam obat antiasam, karena obat tersebut dapat berpengaruh pada tingkat atazanavir dalam darah. Takaran untuk anak berusia enam tahun ke atas berdasarkan berat badan dan riwayat ART sebelumnya. Atazanavir tersedia dalam bentuk kapsul 100mg, 150mg, 200mg dan 300mg. Atazanavir boleh disimpan pada suhu ruang, tetapi harus dihindari lembab. Kapsul harus tetap dalam kemasan yang tertutup rapat. Menurut pedoman WHO untuk rejimen lini kedua, sebaiknya semua pengguna atazanavir memakai takaran 300mg + ritonavir 100mg sekali sehari. Apa Efek Samping Atazanavir? Atazanavir dapat menyebabkan tingkat bilirubin yang tinggi, mual, sakit kepala, ruam, sakit perut, muntah, diare, kesemutan pada tangan atau kaki, dan depresi. Ruam dapat gawat; kita harus berhenti penggunaan atazanavir bila kita mengalami ruam yang berat. Atazanavir dapat menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Kita sebaiknya memberi tahu dokter bila kita merasa pusing kepala waktu memakai atazanavir. Bilirubin dibuat oleh hati kita waktu sel darah merah yang tua diuraikan. Tingkat bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan kulit atau mata menjadi kuning. Hal ini disebut sebagai ikterus (sakit kuning). Kurang lebih 10% pasien yang memakai atazanavir mengalami ikterus. Tingkat bilirubin yang tinggi dapat menjadi tanda kerusakan hati. Namun, hal ini umumnya tidak berlaku untuk orang yang memakai atazanavir, karena obat ini menghambat pengeluaran bilirubin. Atazanavir tampaknya tidak meningkatkan tingkat lemak atau gula dalam darah. Artinya, tingkat trigliserida, kolesterol dan glukosa tetap hampir normal. Hal ini berbeda dengan protease inhibitor lain, dan dapat bermanfaat untuk orang yang ingin mengurangi risiko jangka panjang terhadap penyakit jantung. Tidak jelas apakah atazanavir terkait dengan angka lipodistrofi (perubahan bentuk tubuh) yang lebih rendah. Bagaimana Atazanavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Atazanavir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain (terutama efavirenz atau nevirapine), obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. y Bila kita memakai atazanavir dan ddI (versi dapar atau pun versi EC), memakai atazanavir dua jam sebelum atau satu jam sesudah ddI. y Tingkat amprenavir ditingkatkan oleh atazanavir. y Efavirenz dan tenofovir menurunkan tingkat atazanavir dalam darah. y Atazanavir dapat meningkatkan tingkat hormon dari pil KB dalam darah. Sebaiknya memakai cara KB lain. y Tidak ada interaksi antara atazanavir dan metadon. y Waspadai tanda sedasi berlebihan bila memakai atazanavir bersamaan dengan buprenorfin. y Jangan memakai midazolam dengan atazanavir. y Pedoman penggunaan obat antiasam dengan atazanavir rumit. Pedoman tersebut diperbarui pada 2008. Pastikan dokter kita diketahui bila kita memakai ranitidin (mis. Zantac, Zantadin), omeprazol (mis. Morecon), famotidin (mis. Facid), atau antiasam lain. y Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan atazanavir. Diperbarui 9 Desember 2014 berdasarkan FS 447 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 448 FOSAMPRENAVIR Apa Fosamprenavir Itu? Fosamprenavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Lexiva atau Telzir. Fosamprenavir dibuat oleh Viiv Healthcare. Fosamprenavir belum tersedia dalam versi generik. Saat ini fosamprenavir belum tersedia secara umum di Indonesia. Fosamprenavir adalah protease inhibitor. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Siapa Sebaiknya Memakai Fosamprenavir? Fosamprenavir disetujui di AS pada 2003 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Pada 2007, versi sirop disetujui untuk dipakai oleh anak berusia 2 sampai 18 tahun. Pada 2012, ARV ini disetujui untuk anak berusia 4 minggu ke atas. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai fosamprenavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Kemungkinan fosamprenavir tidak resistan silang dengan protease inhibitor lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Bagaimana Fosamprenavir Dipakai? Fosamprenavir dipakai sebagai tablet. Takaran normal untuk orang dewasa adalah 1.400mg dipakai dua kali sehari. Masingmasing tablet mengandung 700mg, jadi kita harus memakai dua tablet fosamprenavir dua kali sehari. Fosamprenavir juga dapat dipakai dalam berbagai kombinasi dengan ritonavir untuk meningkatkan tingkatnya dalam darah. Takaran tergantung pada apakah kita sebelumnya sudah pernah memakai ART, atau protease inhibitor lain. Pastikan dokter mengetahui riwayat ART kita. Takaran untuk anak dihitung berdasarkan berat badan. Bila kita mempunyai masalah hati atau kerusakan pada hati, bahas dengan dokter. Mungkin takaran fosamprenavir harus disesuaikan. Fosamprenavir boleh dipakai dengan atau tanpa makan. Fosamprenavir dapat disimpan pada suhu ruang. Namun bila kita memakai fosamprenavir bersamaan dengan ritonavir, ritonavir harus disimpan dalam kulkas, atau sampai 30 hari pada suhu ruang (di bawah 25ºC). Apa Efek Samping Fosamprenavir? Efek samping paling umum yang diakibatkan oleh fosamprenavir termasuk mual, diare, muntah, ruam dan sakit kepala. Beberapa orang mengalami mati rasa di daerah mulut, dan nyeri pada perut. Kurang dari 1% orang mengalami masalah kulit yang berat, termasuk sindrom StevensJohnson (lihat LI 562). Diare biasanya dapat ditangani dengan obat tanpa resep. Fosamprenavir dapat menyebabkan peningkatan pada tingkat kolesterol dan trigliserida (lemak dalam darah – lihat LI 123), serta angka serangan jantung (lihat LI 652). Tingkat lemak dalam darah dan risiko serangan jantung sebaiknya diukur sebelum penggunaan fosamprenavir dimulai dan secara berkala selama ARV ini dipakai. Fosamprenavir adalah obat sulfa. Bila kita alergi terhadap obat sulfa, pastikan hal ini diketahui oleh dokter. Bagaimana Fosamprenavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Fosamprenavir diuraikan oleh hati, dan dapat berinteraksi dengan obat lain yang juga diuraikan oleh hati (lihat LI 407). Interaksi ini dapat mengubah tingkat masing-masing obat dalam aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. y Fosamprenavir tidak boleh dipakai bersamaan dengan Kaletra/Aluvia (lopinavir/r). Tingkat lopinavir dan fosamprenavir dalam darah dikurangi. Lebih banyak efek samping diamati. y Bila fosamprenavir dipakai dengan ritonavir dan efavirenz, takaran ritonavir mungkin harus ditingkatkan. y Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja bila kita memakai fosamprenavir. Bicara dengan dokter mengenai bagaimana mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. y Fosamprenavir menyebabkan peningkatan yang tinggi pada tingkat beberapa obat antidepresan (mis. amitriptilin dan imipramin) dalam darah. Obat ini kadang kala dipakai untuk mengobati neuropati perifer (lihat LI 555). Namun fosamprenavir mengurangi tingkat paroksetin, sejenis obat antidepresan lain, sehingga mungkin dibutuhkan takaran paroksetin yang lebih tinggi. Bahas penggunaan obat antidepresan dengan dokter. y Tingkat fosamprenavir tampaknya tidak dipengaruhi oleh obat antiasam. y Memakai fosamprenavir bersamaan dengan metadon menurunkan tingkat kedua obat tersebut dalam darah. Bahas penggunaan metadon dengan dokter. Waspadai tanda sedasi berlebihan bila dipakai fosamprenavir bersamaan dengan buprenorfin. y Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan fosamprenavir. y Fosamprenavir meningkatkan tingkat beberapa obat statin (penurun tingkat kolesterol) dalam darah. Beberapa statin sebaiknya tidak dipakai bersamaan dengan fosamprenavir. Takaran yang lain mungkin harus dikurangi. Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 448 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 449 TIPRANAVIR Apa Tipranavir Itu? Tipranavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Aptivus. Tipranavir dibuat oleh Boehringer Ingelheim. Tipranavir belum tersedia dalam versi generik. Saat ini tipranavir belum tersedia secara umum di Indonesia. Tipranavir adalah protease inhibitor. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Siapa Sebaiknya Memakai Tipranavir? Tipranavir disetujui di AS pada 2005 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV yang pernah memakai ART sebelumnya. Tipranavir belum diteliti pada orang yang baru mulai ART. Tipranavir yang dikuatkan dengan ritonavir seharusnya tidak dipakai sebagai bagian dari rejimen ART pertama. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai tipranavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita sampai tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Tipranavir dikembangkan secara khusus untuk mengendalikan HIV yang sudah resistan terhadap protease inhibitor lain. Oleh karena itu, kemungkinan tipranavir akan menunjukkan resistansi silang dengan protease inhibitor lain adalah rendah. tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Pastikan tingkat lemak dalam darah diukur sebelum kita mulai pakai tipranavir, dan kemudian secara berkala. Pada 2006 beberapa kasus perdarahan dalam dilaporkan pada pasien yang memakai tipranavir. Beberapa kasus mengakibatkan kematian. Kita harus memberi tahu dokter bila kita mempunyai kelainan perdarahan. Tipranavir adalah obat sulfa. Bila kita alergi terhadap obat sulfa, pastikan hal ini diketahui oleh dokter. Bagaimana Tipranavir Dipakai? Bagaimana Tipranavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Tipranavir dipakai sebagai kapsul lunak. Takaran normal untuk orang dewasa adalah 500mg plus ritonavir 200mg dengan dosis dua kali sehari. Kapsul mengandung 250mg, jadi kita harus memakai dua tablet tipranavir plus dua kapsul ritonavir dua kali sehari. Pada 2008, tipranavir dalam bentuk sirop disetujui di AS untuk orang dewasa dan anak berusia di atas dua tahun. Tipranavir harus dipakai dengan makanan. Dengan cara ini, tingkat tipranavir dalam darah menjadi cukup tinggi. Makanan yang kaya lemak dapat meningkatkan tingkat tipranavir dalam darah. Sebelum dibuka, botol tipranavir harus disimpan dalam kulkas. Setelah botol dibuka, kapsul dapat disimpan pada suhu ruang selama sampai 60 hari. Apa Efek Samping Tipranavir? Efek samping yang paling umum yang diakibatkan oleh tipranavir termasuk diare, mual, muntah, sakit perut, kelelahan dan sakit kepala. Perempuan yang memakai pil KB dapat mengalami ruam kulit. Tipranavir dapat memburukkan masalah hati. Pasien dengan hepatitis B atau hepatitis C yang memakai tipranavir sebaiknya dipantau dengan hati-hati. Beberapa orang yang memakai tipranavir mengembangkan hepatitis, yang dapat menyebabkan kegagalan hati, walau jarang. Kurang lebih 10% pasien mengembangkan ruam kulit atau kulit yang peka terhadap cahaya matahari, kadang kala dengan sakit sendi atau pegal, gatal-gatal, dan sesak pada tenggorok. Tipranavir dapat menyebabkan peningkatan besar pada tingkat kolesterol dan trigliserida (lemak dalam darah). Lihat LI 123 untuk informasi mengenai lemak darah. Hal ini sedikitnya didorong oleh ritonavir yang dipakai bersama dengan tipranavir. Tingkat lemak darah yang Tipranavir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Tipranavir menurunkan tingkat lopinavir (dalam Kaletra/Aluvia – lihat LI 446) dalam darah. Tipranavir tidak boleh dipakai bersamaan dengan Kaletra/Aluvia. Obat lain yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Tipranavir meningkatkan tingkat midazolam (sejenis obat sedatif) dalam darah. Obat ini tidak boleh dipakai bersamaan dengan tipranavir kecuali dipantau dengan seksama. Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja bila dipakai bersamaan dengan tipranavir. Membahas cara KB yang terbaik untuk kita dengan dokter. Tipranavir menurunkan tingkat metadon dalam darah. Waspadai tanda sedasi (penenang) berlebihan bila dipakai tipranavir bersamaan dengan buprenorfin. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan tipranavir. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 449 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 450 DARUNAVIR Apa Darunavir Itu? Darunavir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Prezista (nama merek), dan dahulu dikenal sebagai TMC114. Darunavir dibuat oleh Tibotec Pharmaceuticals. Darunavir belum tersedia sebagai versi generik. Saat ini darunavir belum tersedia secara umum di Indonesia. Darunavir adalah protease inhibitor. Obat golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor merusak gunting ini. Siapa Sebaiknya Memakai Darunavir? Darunavir disetujui di AS pada 2006 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Darunavir tidak boleh dipakai oleh anak berusia di bawah tiga tahun, dan belum diteliti pada anak berusia antara tiga dan enam tahun. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Jika kita memakai darunavir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita sampai tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Darunavir dikembangkan secara khusus untuk mengendalikan HIV yang sudah resistan terhadap protease inhibitor lain. Oleh karena itu, kemungkinan darunavir akan menunjukkan resistansi silang dengan protease inhibitor lain adalah rendah. Bagaimana Darunavir Dipakai? Darunavir dipakai sebagai tablet. Dosis normal untuk orang dewasa adalah 600mg plus ritonavir 100mg dipakai dua kali sehari. Tablet tersedia sekarang mengandung 75mg, 150mg, 300mg, 400mg, 600mg dan 800mg. Pilihan ini dapat mengurangi jumlah pil yang harus dipakai. Pada 2008, FDA AS menyetujui darunavir sebagai bagian dari rejimen lini pertama (untuk orang yang belum pernah memakai ART), dengan dosis 800mg plus ritonavir 100mg sekali sehari dengan makanan. Pada 2010, dosis sekali sehari itu disetujui untuk mengobati pasien yang berpengalaman dengan ART, asal tes resistansi genotip (lihat LI 126) tidak menunjukkan mutasi terhadap protease inhibitor yang terkait. Pada 2011 Tibotec mengumumkan persetujuan dengan Gilead Sciences untuk mengembangkan pil kombinasi mengandung darunavir dan cobicistat (penguat pengganti ritonavir). Versi ini akan dipakai sebagai satu pil sekali sehari. Darunavir juga sudah disetujui untuk dipakai oleh anak berusia tiga tahun ke atas yang berpengalaman dengan ART. Tersedia tablet yang mengandung 75mg dan 150mg darunavir untuk anak. Versi sirop disetujui oleh FDA-AS pada 2011 untuk dipakai oleh anak atau orang dewasa. Pada 2012, darunavir disetujui oleh FDA-AS untuk dipakai oleh anak berusia 6 tahun ke atas. Pada anak tetap dipakai dengan ritonavir, dan takaran tergantung pada berat badan. Darunavir harus dipakai dengan makanan, agar tingkat darunavir dalam darah menjadi cukup tinggi. Jenis makanan tidak penting. Darunavir sebaiknya disimpan pada suhu ruang. Apa Efek Samping Darunavir? Efek samping yang paling umum yang diakibatkan oleh darunavir termasuk diare, mual, sakit kepala, dan pilek. Beberapa orang dapat mengalami ruam kulit; masalah ini dapat menjadi gawat, walau jarang. Darunavir belum ditelitikan secara ketat pada pasien dengan hepatitis B atau hepatitis C, atau orang dengan penyakit hati. Odha terinfeksi bersama dengan virus hepatitis atau dengan penyakit hati yang memakai darunavir sebaiknya dipantau secara ketat. Beberapa kasus kerusakan hati yang berat dilaporkan. Darunavir yang dipakai bersamaan dengan ritonavir dapat meningkatkan tingkat kolesterol dan trigliserida (lemak dalam darah). Lihat LI 123 untuk informasi mengenai lemak darah. Tingkat lemak darah yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Pastikan tingkat lemak dalam darah diukur sebelum kita mulai pakai darunavir, dan kemudian secara berkala. Darunavir adalah obat sulfa. Bila kita alergi terhadap obat sulfa, pastikan hal ini diketahui oleh dokter. Bagaimana Darunavir Berinteraksi dengan Obat Lain? Darunavir dengan ritonavir dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja bila dipakai bersamaan dengan darunavir. Membahas cara KB yang terbaik untuk kita dengan dokter. Darunavir menurunkan tingkat metadon dalam darah. Waspadai tanda sedasi berlebihan bila dipakai darunavir bersamaan dengan buprenorfin. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan darunavir. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 450 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 455 COBICISTAT Apa Cobicistat Itu? Cobicistat adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Tybost, dan dibuat oleh Gilead Sciences. Cobicistat adalah penguat farmakologis. Obat golongan ini bekerja dengan melambatkan metabolisme obat lain dalam hati. Cobicistat sendiri tidak menghalangi HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Cobicistat? Cobicistat disetujui di AS pada 2012 sebagai penguat untuk elvitegravir (lihat Lembaran Informasi (LI) 466) dalam kombinasi Stribild. Elvitegravir adalah sejenis obat antiretroviral (ARV) dalam golongan integrase inhibitor. Sementara penggunaan ART diusulkan untuk semua orang yang hidup dengan HIV di AS, tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART di Indonesia. Jika kita memakai cobicistat dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Penggunaan cobicistat menyebabkan hati kita bekerja lebih lamban. Hal ini dapat meningkatkan tingkat obat lain dalam darah, termasuk elvitegravir dan juga ARV dalam golongan protease inhibitor. Peningkatan ini dapat mengakibatkan interaksi yang berbahaya dengan obat lain. Bagaimana Cobicistat Dipakai? Cobicistat dipakai melalui mulut dengan tablet 150mg sekali sehari. Ada obat lain yang dipakai sebagai penguat farmakologis, yaitu ritonavir (lihat LI 442). Ritonavir dipakai untuk menguatkan beberapa ARV lain. Cobicistat tidak boleh dipakai sebagai pengganti untuk ritonavir bersamaan dengan darunavir (LI 450) dua kali sehari, atau dengan fosamprenavir (LI 448), saquinavir (LI 443) atau tipranavir (LI 449). Setiap tablet Stribild mengandung cobicistat untuk menguatkan elvitegravir. Apa Efek Samping Cobicistat? Efek samping paling umum dari cobicistat waktu dipakai bersamaan dengan atazanavir (LI 447) adalah ikterus (kulit dan mata kelihatan kuning), dan mual. Lapor pada dokter kalau kita mengalami masalah apa pun waktu memakai cobicistat. Bagaimana Cobicistat Berinteraksi dengan Obat Lain? Cobicistat dapat berinteraksi dengan obat lain, suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui. Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja jika kita memakai cobicistat. Bicara dengan dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Interaksi yang gawat dapat terjadi dengan obat untuk hipertensi pembuluh paru (pulmonary arterial hypertension) atau untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), serta obat lain dengan nama diakhiri dengan ‘-afil’, obat untuk asma dan obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia). Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis ARV dalam darah. Jangan pakai jamu ini bersamaan dengan cobicistat. Obat lain yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), dan obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Dibuat 13 November 2014 berdasarkan FS 455 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 461 ENFUVIRTIDE Apa Enfuvirtide Itu? Enfuvirtide adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini juga dikenal sebagai Fuzeon (nama merek) atau T-20. Enfuvirtide dibuat oleh Roche dan Trimeris. Enfuvirtide belum tersedia sebagai versi generik. Saat ini enfuvirtide belum tersedia secara umum di Indonesia. Enfuvirtide adalah obat pertama dalam golongan antiretroviral (ARV) yang disebut sebagai ‘fusion inhibitor’. Saat menularkan sel, HIV mengikat pada permukaan sel. Setelah itu, HIV masuk pada sel melalui proses ‘peleburan (fusion)’. Enfuvirtide mencegah proses peleburan ini, dengan begitu menghambat penularan sel oleh HIV. Siapa Sebaiknya Memakai Enfuvirtide? Enfuvirtide disetujui di AS pada 2003 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Enfuvirtide sudah ditelitikan pada orang dewasa dan anak berusia di atas enam bulan. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan obat HIV. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Enfuvirtide disuntikkan dua kali sehari. Obat ini umumnya dipakai oleh Odha yang kurang pilihan ARV lain. Jika kita memakai enfuvirtide dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita sampai tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melupakan atau mengurangi dosis. Penelitian baru menunjukkan bahwa enfuvirtide dapat tetap efektif walau HIV sudah mulai resistan terhadap obat tersebut. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Enfuvirtide tidak dapat mengembangkan resistansi silang terhadap ARV lain. Bagaimana Enfuvirtide Dipakai? Bila enfuvirtide ditelan, obat dihancurkan oleh asam dalam perut. Hal ini berarti enfuvirtide tidak dapat dipakai sebagai pil. Enfuvirtide disuntik di bawah kulit. Proses ini disebut suntikan subcutaneous. Dosis normal untuk orang dewasa adalah 90mg per suntikan dipakai dua kali sehari. Takaran untuk anak berdasarkan berat badan. Suntikan enfuvirtide sekali sehari sedang diteliti. Bila dokter kita meresepkan enfuvirtide, kita akan dilatih untuk menyiapkan suntikan, serta bagaimana dan di mana disuntik. Penyiapan suntikan enfuvirtide membutuhkan waktu kurang lebih 40 menit. Kita dapat menyiapkan kedua dosis harian sekaligus. Hindari menyuntik dekat saraf besar (tanya dokter mengenai ini). Juga, jangan menyuntik pada tempat yang sebelumnya menimbulkan reaksi, atau pada tahi lalat, tato, jaringan bekas luka, memar, atau pada pusar. Semacam penyuntik baru (disebut Biojector) yang tidak membutuhkan jarum dipertimbangkan untuk penggunaan dengan enfuvirtide. Namun perkembangan alat ini dihentikan pada Oktober 2007. Enfuvirtide adalah golongan ARV baru. Hal ini berarti obat ini tetap manjur terhadap HIV yang sudah mengembangkan resistansi terhadap ARV lain. Namun enfuvirtide tidak boleh dipakai sebagai monoterapi (tanpa ARV lain). Enfuvirtide harus dipakai dalam kombinasi dengan ARV lain. Apa Efek Samping Enfuvirtide? Efek samping yang paling umum yang diakibatkan oleh enfuvirtide adalah reaksi kulit pada tempat suntikan. Hampir semua orang yang memakai enfuvirtide mengalami reaksi ini. Reaksi ini dapat sangat ringan, sekadar kulit jadi merah. Tetapi reaksi dapat lebih berat, termasuk gatal, pembengkakan, nyeri, kulit menjadi keras, atau gumpalan keras. Setiap reaksi dapat bertahan sampai satu minggu. Dengan dua suntikan setiap hari, orang yang memakai enfuvirtide mungkin mengalami reaksi pada beberapa tempat di tubuhnya pada waktu yang sama. Namun hanya sedikit berhenti memakai enfuvirtide akibat reaksi kulit. Efek samping lain yang paling umum yang diakibatkan oleh enfuvirtide adalah sakit kepala, nyeri dan mati rasa pada kaki, pusing, dan kesulitan tidur. Orang yang memakai enfuvirtide tampaknya mengalami tingkat pneumonia bakteri yang lebih tinggi. Pastikan dokter tahu bila kita mengalami masalah paru. Bagaimana Enfuvirtide Berinteraksi dengan Obat Lain? Enfuvirtide sudah diteliti untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat lain (lihat LI 407). Saat ini belum diketahui interaksi dengan ARV lain. Namun enfuvirtide belum diteliti dengan semua obat, obat tanpa resep, atau vitamin dan jamu. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Garis Dasar Enfuvirtide adalah obat pertama dalam golongan baru. Obat ini menghambat peleburan HIV pada sel. Hal ini mencegah agar HIV tidak dapat menularkan sel. Enfuvirtide membantu mengendalikan HIV, walau yang sudah resistan terhadap obat lain. Enfuvirtide harus disuntikkan di bawah kulit dua kali sehari. Hampir semua orang yang memakainya mengalami reaksi kulit di tempat suntikan. Kebanyakan reaksi ini tidak berat. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 461 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 462 MARAVIROC Apa Maraviroc Itu? Maraviroc (MVC) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh ViiV Healthcare, dengan nama merek Selzentry di AS dan Celsentri di luar AS. Maraviroc adalah obat pertama dalam golongan antiretroviral (ARV) yang disebut sebagai “attachment inhibitor”. Saat menulari sebuah sel dalam tubuh manusia, HIV mengikat pada protein tertentu pada permukaan sel tersebut. Protein tersebut disebut sebagai koreseptor. Setelah terikat, HIV masuk pada sel melalui proses ‘peleburan (fusion)’. Maraviroc menghambat pekerjaan satu jenis koreseptor yang disebut sebagai CCR5. Saat koreseptor tersebut dirintang, HIV tidak mampu menulari sel itu. HIV dapat memilih di antara dua jenis koreseptor. Hal ini disebut sebagai tropisme. Pada awal infeksi, HIV umumnya memilih CCR5, tetapi setelah beberapa waktu, HIV berubah dan mulai memilih koreseptor CXCR4 juga. Maraviroc hanya mampu menghambat CCR5, sehingga efektivitasnya hilang bila virus mulai mempunyai tropisme CXCR4. Oleh karena itu, sebelum mulai memakai maraviroc, kita harus melakukan tes tropisme untuk memastikan bahwa HIV di tubuh kita hanya memakai CCR5. Saat ini, tes tropisme hanya dapat dilakukan di AS, dan harganya sangat mahal (kurang lebih 2.000 dolar AS). Siapa Sebaiknya Memakai Maraviroc? Maraviroc disetujui di AS pada 2007 sebagai ARV untuk orang terinfeksi HIV. Maraviroc hanya boleh dipakai oleh orang dengan virus yang ‘tropis’ CCR5. Maraviroc belum disetujui untuk dipakai oleh anak, ibu hamil, orang dengan penyakit hati yang berat, dan orang lanjut usia. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Maraviroc lebih mungkin dipakai oleh orang yang hanya mempunyai sedikit pilihan ARV lain akibat resistansi. Jika kita memakai maraviroc dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita sampai tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Resistansi terhadap maraviroc belum dipahami dengan baik. Dengan penggunaan terapi kombinasi (tiga atau lebih ARV sekaligus), HIV bermutasi lebih pelan, sehingga HIV membutuhkan lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melupakan atau mengurangi dosis. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Karena maraviroc adalah anggota golongan ARV yang baru, tampaknya obat ini hampir tidak mempunyai resistansi silang terhadap ARV dari golongan yang lebih tua. Bagaimana Maraviroc Dipakai? Maraviroc tersedia sebagai tablet dilapisi dengan isi 150mg dan 300mg. Takaran maraviroc tergantung pada ARV lain yang dipakai. Dosis baku adalah 300mg dua kali sehari. Takaran 150mg dibutuhkan bila dipakai beberapa ARV termasuk delavirdine dan kebanyakan protease inhibitor. Takaran 600mg dipakai dengan efavirenz, etravirine dan obat lain yang dapat mengurangi tingkat maraviroc dalam darah. Dosis harus dikurangi bila dipakai oleh pasien dengan masalah ginjal yang berat. Maraviroc boleh dipakai dengan atau tanpa makanan. Apa Efek Samping Maraviroc? Efek samping maraviroc yang paling umum termasuk batuk, demam, infeksi saluran pernapasan atas, ruam, otot pegal, sakit perut, dan pusing. Orang yang memakai maraviroc juga dapat mempunyai risiko lebih tinggi terhadap masalah jantung, misalnya serangan jantung atau merasa pusing waktu berdiri secara cepat. Maraviroc dapat meningkatkan beban pada hati. Bila kita memakai maraviroc, sebaiknya lapor ke dokter bila dialami tanda apa saja adanya masalah hati, misalnya ruam, kulit atau mata menjadi kuning, air seni berwarna gelap, muntah atau sakit perut. Namun maraviroc tampaknya mengurangi parutan pada hati (fibrosis). Bagaimana Maraviroc Berinteraksi dengan Obat Lain? Maraviroc mempunyai interaksi yang penting dengan banyak ARV lain. Bila dipakai bersamaan dengan ARV ini, takaran maraviroc harus diubah. Maraviroc umumnya tidak boleh dipakai oleh pasien dengan masalah ginjal yang berat yang juga memakai ritonavir. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat maraviroc dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan maraviroc. Maraviroc belum diuji coba dengan semua obat, suplemen, vitamin atau jamu. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Garis Dasar Maraviroc adalah obat pertama dalam golongan ARV baru, yaitu attachment inhibitor. Golongan obat ini menghambat pengikatan HIV dengan sel, sehingga sel tidak menjadi terinfeksi. Maraviroc membantu mengendalikan HIV, kendati virus sudah resistan terhadap ARV lain. Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 462 The AIDS InfoNet 4 Juni 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 465 RALTEGRAVIR Apa Raltegravir Itu? Raltegravir (RGV) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Merck, dengan nama merek Isentress. Raltegravir adalah obat pertama dalam golongan antiretroviral (ARV) yang disebut sebagai “integrase inhibitor”. Saat HIV menulari sebuah sel dalam tubuh manusia, DNA (kode genetik) HIV dipadukan dalam DNA sel induk – lihat Lembaran Informasi (LI) 106, langkah 5. Pemaduan ini dibantu oleh enzim integrase. Raltegravir menghambat pekerjaan enzim ini, dengan akibat DNA HIV tidak dipadukan pada DNA sel induk. HIV menulari sel tersebut, tetapi tidak mampu menggandakan diri. Siapa Sebaiknya Memakai Raltegravir? Raltegravir disetujui di AS pada 2007 sebagai ARV untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini pertama diuji coba pada orang dewasa dengan HIV yang sudah menjadi resistan terhadap ARV lain. Lihat LI 126 untuk informasi mengenai resistansi. Pada akhir 2008, raltegravir disetujui untuk dipakai oleh pasien yang baru mulai ART. Raltegravir belum disetujui untuk dipakai oleh anak, ibu hamil, dan orang lanjut usia. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. LI 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Raltegravir lebih mungkin dipakai oleh orang yang hanya mempunyai sedikit pilihan ARV lain akibat resistansi. Jika kita memakai raltegravir dengan ARV lain, kita dapat mengurangi viral load kita sampai tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih lama. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Raltegravir menunjukkan kegiatan terhadap HIV yang sudah resistan terhadap beberapa ARV lain. Resistansi terhadap raltegravir belum dipahami dengan baik. Dengan penggunaan terapi kombinasi (tiga atau lebih ARV sekaligus), HIV bermutasi lebih pelan, sehingga HIV lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melupakan atau mengurangi dosis. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Karena raltegravir adalah obat pertama dalam golongan ARV yang baru, tampaknya hampir tidak ada resistansi silang terhadap ARV dari golongan yang lebih tua. Bagaimana Raltegravir Dipakai? Raltegravir boleh dipakai dengan atau tanpa makanan. Raltegravir tersedia sebagai tablet 400mg. Dosis raltegravir untuk orang dewasa adalah 400mg dua kali sehari. Juga ada tablet yang dapat dikunyah, yang dipakai dua kali sehari. Raltegravir juga boleh dipakai oleh anak. Dosis untuk anak di bawah 12 tahun tergantung pada berat badan. Merck menelitikan dosis 800mg sekali sehari. Dosis ini kurang efektif untuk mengendalikan HIV dibandingkan dosis dua kali sehari yang disetujui. Perbedaan dalam efektivitas lebih besar pada pasien yang mulai penggunaannya dengan viral load lebih dari 100.000. Apa Efek Samping Raltegravir? Pada uji coba terhadap manusia, efek samping yang paling lazim pada orang yang memakai raltegravir adalah diare, mual dan sakit kepala. Laporan dari orang yang memakai raltegravir juga termasuk ruam dan depresi. Pada kasus yang jarang, ruam kulit dapat menjadi berat dan gawat. Hubungi dokter secepatnya bila kita mengalami ruam berat waktu kita pakai raltegravir. Bagaimana Raltegravir Berinteraksi dengan Obat Lain? Raltegravir diuji coba untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat lain (lihat LI 407). Rifampisin, yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515) mengurangi tingkat raltegravir dalam darah. Dosis raltegravir yang lebih tinggi harus dipakai. Raltegravir belum diuji coba dengan semua obat, suplemen, vitamin atau jamu. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Garis Dasar Raltegravir adalah obat pertama dalam golongan ARV baru, yaitu integrase inhibitor. Golongan obat ini menghambat pemaduan DNA HIV dengan DNA sel yang terinfeksi. Hal ini menghambat penggandaan HIV. Raltegravir membantu mengendalikan HIV, kendati virus sudah resistan terhadap ARV lain. Dperbarui 14 Desember 2014 berdasarkan FS 465 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 466 ELVITEGRAVIR Apa Elvitegravir Itu? Elvitegravir (EVG) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh Gilead, dan dahulu diketahui sebagai GS9137. Elvitegravir adalah obat kedua dalam golongan antiretroviral (ARV) yang disebut sebagai “integrase inhibitor”. Saat HIV menulari sebuah sel dalam tubuh manusia, DNA (kode genetik) HIV dipadukan dalam DNA sel induk – lihat Lembaran Informasi (LI) 400, langkah 5. Pemaduan ini dibantu oleh enzim integrase. Elvitegravir menghambat pekerjaan enzim ini, dengan akibat DNA HIV tidak dipadukan pada DNA sel induk. HIV menulari sel tersebut, tetapi tidak mampu menggandakan diri. Tingkat elvitegravir dalam darah hanya cukup tinggi untuk jangka waktu yang cukup lama bila dipakai bersamaan dengan obat lain sebagai penguat. Saat ini elvitegravir hanya dipakai dalam kombinasi dengan cobicistat sebagai penguat. Siapa Sebaiknya Memakai Elvitegravir? Elvitegravir tidak disetujui secara sendiri di AS sebagai ARV untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini sudah disetujui pada 2012 sebagai satu kandungan dalam pil kombinasi tetap yang baru yang bernama Stribild. Stribild mengandung elvitegravir 150mg, cobicistat 150mg, emtricitabine 200mg dan tenofovir 300mg. Saat ini obat ini hanya disetujui untuk dipakai oleh pasien yang baru mulai ART, dan belum disetujui untuk yang pernah pakai ARV lain. Obat ini pertama diuji coba pada orang dewasa dengan HIV yang sudah menjadi resistan terhadap ARV lain. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. LI 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Elvitegravir menunjukkan kegiatan terhadap HIV yang sudah resistan terhadap beberapa ARV lain. Resistansi terhadap elvitegravir belum dipahami dengan baik. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Karena elvitegravir adalah obat dalam golongan ARV yang baru, tampaknya hampir tidak ada resistansi silang terhadap ARV dari golongan yang lebih tua. Namun diperkirakan resistansi silang antara elvitegravir dan raltegravir (LI 465) dapat muncul, karena kedua obat ini dalam golongan yang sama. Dengan penggunaan terapi kombinasi (tiga atau lebih ARV sekaligus), HIV bermutasi lebih pelan, sehingga HIV membutuhkan lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melupakan atau mengurangi dosis. Bagaimana Elvitegravir Dipakai? Saat ini, elvitegravir belum disetujui untuk dipakai sendiri, atau hanya dengan cobicistat sebagai penguat. Obat ini hanya tersedia sebagai kandungan dalam Stribild. Elvitegravir juga pernah diteliti dengan takaran 85mg dan 150mg sekali sehari yang dikuatkan oleh ritonavir. Stribild dipakai sebagai tablet. Dosis umum untuk orang dewasa adalah satu tablet sekali sehari dengan makan. Bila dosis dilupakan, Stribild dapat dipakai sampai 12 jam terlambat. Bila lebih dari 12 jam, pakai dosis berikut sesuai jadwal biasa. Bila kita harus pakai obat antiasam, obat ini harus dipakai sedikitnya dua jam sebelum atau setelah Stribild. Apa Efek Samping Elvitegravir? Pada uji coba terhadap manusia, efek samping yang paling lazim pada orang yang memakai elvitegravir adalah diare, mual dan sakit kepala, disertai oleh infeksi saluran pernapasan atas dan bronkitis. Bagaimana Elvitegravir Berinteraksi dengan Obat Lain? Elvitegravir diuji coba untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat lain (lihat LI 407). Rifampisin, yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515) mengurangi tingkat elvitegravir dalam darah. Dosis elvitegravir yang lebih tinggi harus dipakai. Karena elvitegravir hanya tersedia dalam kombinasi dengan emtricitabine dan tenofovir, kita harus memperhatikan interaksi antara obat ini dengan obat lain yang kita pakai. Lihat daftar interaksi dalam lembaran informasi untuk masingmasing obat ini Elvitegravir belum diuji coba dengan semua obat, suplemen, vitamin atau jamu. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Garis Dasar Elvitegravir adalah obat kedua dalam golongan ARV baru, yaitu integrase inhibitor. Obat ini tidak disetujui untuk dipakai sendiri, tetapi sebagai satu kandungan dalam pil kombinasi Stribild. Golongan obat ini menghambat pemaduan DNA HIV dengan DNA sel yang terinfeksi. Hal ini menghambat penggandaan HIV. Elvitegravir membantu mengendalikan HIV, kendati virus sudah resistan terhadap ARV lain. Diperbarui 4 Desember 2013 berdasarkan FS 466 The AIDS InfoNet 23 September 2013 dan FS473 The AIDS InfoNet 23 September 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 467 DOLUTEGRAVIR Apa Dolutegravir Itu? Dolutegravir (DTG) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh ViiV Healthcare, dan dahulu diketahui sebagai S/GSK1349572. Nama mereknya adalah Tivicay; belum ada versi generik. Dolutegravir adalah obat ketiga dalam golongan antiretroviral (ARV) yang disebut sebagai “integrase inhibitor”. Saat HIV menulari sebuah sel dalam tubuh manusia, DNA (kode genetik) HIV dipadukan dalam DNA sel induk – lihat Lembaran Informasi (LI) 400, langkah 5. Pemaduan ini dibantu oleh enzim integrase. Dolutegravir menghambat pekerjaan enzim ini, dengan akibat DNA HIV tidak dipadukan pada DNA sel induk. HIV menulari sel tersebut, tetapi tidak mampu menggandakan diri. Siapa Sebaiknya Memakai Dolutegravir? Dolutegravir tidak disetujui di AS pada 2013 sebagai ARV untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini sudah disetujui untuk dipakai oleh orang dewasa dan anak berusia 12 tahun ke atas, dengan berat badan 40kg ke atas. Tidak ada pedoman tetap tentang kapan sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan sikap kita terhadap penggunaan ART. LI 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi. Dolutegravir menunjukkan kegiatan terhadap HIV yang sudah resistan terhadap beberapa ARV lain, termasuk virus yang sudah resistan terhadap obat lain dalam golongan integrase inhibitor. Resistansi terhadap dolutegravir belum dipahami dengan baik. Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Karena dolutegravir adalah obat dalam golongan ARV yang baru, tampaknya hampir tidak ada resistansi silang terhadap ARV dari golongan yang lebih tua. Namun diperkirakan resistansi silang antara dolutegravir dan raltegravir (LI 465) dan elvitegravir (LI 466) dapat muncul, karena kedua obat ini dalam golongan yang sama. Dengan penggunaan terapi kombinasi (tiga atau lebih ARV sekaligus), HIV bermutasi lebih pelan, sehingga HIV membutuhkan lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melupakan atau mengurangi dosis. Bagaimana Dolutegravir Dipakai? Dolutegravir dipakai sebagai tablet 50mg sekali sehari untuk orang yang memakainya sebagai obat pertama dalam golongan integrase inhibitor. Dolutegravir mungkin diresepkan untuk dipakai dua kali sehari oleh orang yang pernah memakai raltegravir atau elvitegravir dan virusnya sudah menjadi resistan terhadap integrase inhibitor. Umumnya, dolutegravir dapat dipakai dengan atau tanpa makan. Bila dipakai bersamaan dengan obat antiasam, atau suplemen zat kalsium atau besi, dolutegravir dan suplemen tersebut harus dipakai secara bersamaan dengan makan. Apa Efek Samping Dolutegravir? Dolutegravir umumnya tidak menimbulkan efek samping. Efek samping (jika terjadi) yang paling lazim adalah diare, mual dan sakit kepala. Beberapa orang dengan infeksi virus hepatitis B atau C (HBV atau HCV) mengalami peradangan hati. Oleh karena itu, tes laboratorium sebelum mulai penggunaan dolutegravir dan pemantauan untuk toksisitas hati diusulkan untuk pasien dengan penyakit hati. Efek samping lain yang dilaporkan termasuk ruam kulit, yang dapat gawat dalam kasus yang jarang. Segera hubungi dokter bila dialami ruam berat setelah mulai penggunaan dolutegravir. Bagaimana Dolutegravir Berinteraksi dengan Obat Lain? Dolutegravir diuji coba untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat lain (lihat LI 407). Rifampisin, yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), dan beberapa ARV lain (termasuk efavirenz, fosamprenavir/ritonavir dan tipranavir/ritonavir) mengurangi tingkat dolutegravir dalam darah. Bila dipakai bersamaan dengan obat ini, dolutegravir harus dipakai dengan dosis 50mg dua kali sehari. Dolutegravir tidak boleh dipakai bersamaan dengan obat penyakit jantung dofetilid. Dolutegravir belum diuji coba dengan semua obat, suplemen, vitamin atau jamu. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Garis Dasar Dolutegravir adalah obat ketiga dalam golongan ARV baru, yaitu integrase inhibitor. Golongan obat ini menghambat pemaduan DNA HIV dengan DNA sel yang terinfeksi. Hal ini menghambat penggandaan HIV. Dolutegravir membantu mengendalikan HIV, kendati virus sudah resistan terhadap ARV lain. Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 467 The AIDS InfoNet 29 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 481 PEMULIHAN KEKEBALAN Apa Pemulihan Kekebalan Itu? Pemulihan kekebalan berarti memperbaiki kerusakan yang dilakukan pada sistem kekebalan tubuh kita oleh HIV. Dalam sistem kekebalan tubuh yang sehat, ada serangkaian sel CD4 yang penuh untuk memerangi penyakit yang berbeda – ada satu jenis sel CD4 khusus untuk setiap jenis infeksi. Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel CD4 menurun. Sel CD4 yang pertama diserang adalah sel yang seharusnya secara khusus melawan HIV. Beberapa jenis sel CD4 dapat hilang, dan ini berarti ada kelemahan pada pertahanan kekebalan. Pemulihan kekebalan mencari cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat melawan infeksi oportunistik (IO – lihat Lembaran Informasi (LI) 500). Karena infeksi ini berkembang waktu jumlah sel CD4 rendah, banyak peneliti menganggap bahwa jumlah CD4 adalah ukuran yang baik mengenai fungsi kekebalan. Peningkatan pada jumlah CD4 adalah tanda pemulihan kekebalan. Namun masih ada keraguan tentang ini – lihat “Apakah Sel CD4 Baru Sama Baik dengan Sel Lama?” di bawah. Bagaimana Sistem Kekebalan Dapat Dipulihkan? Jika terapi antiretroviral (ART) dimulai segera setelah kita terinfeksi HIV, sistem kekebalan tubuh kita belum mulai dirusakkan – lihat LI 103 mengenai infeksi HIV primer. Sayangnya, sedikit sekali kasus HIV didiagnosis begitu dini. Sebagaimana infeksi HIV berlanjut, sistem kekebalan semakin dirusakkan. Para ilmuwan menyelidiki beberapa cara untuk memperbaiki kerusakan ini. Perbaiki fungsi timus: Timus adalah organ kecil yang terletak di dada di bawah tenggorokan. Organ ini mematangkan sel CD4 dari sel darah putih baru yang dibuat di sumsum tulang. Timus paling efektif waktu kita baru berusia enam bulan sampai dua tahun. Setelah itu, timus menjadi semakin kecil. Para ilmuwan dulu menganggap bahwa timus tidak bekerja lagi setelah kita berusia 20 tahun. Namun penelitian menunjukkan bahwa organ ini tetap bisa membuat sel CD4 baru, mungkin sehingga kita berusia 50 tahun. ART dapat memungkinkan timus mengganti jenis sel CD4 yang hilang. Waktu para ilmuwan menganggap bahwa timus tidak bekerja lagi pada usia muda, mereka meneliti pencangkokan timus manusia atau hewan pada seorang dengan HIV. Mereka juga mencoba merangsang timus dengan hormon. Cara ini mungkin masih penting untuk orang lanjut usia dengan HIV. Pulihkan jumlah sel kekebalan: Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel CD4 dan CD8 menurun. Beberapa peneliti mencari cara untuk menahan atau meningkatkan jumlah sel ini. Satu pendekatan disebut perluasan sel. Sel tersebut digandakan di luar tubuh, kemudian ditransfusi kembali pada tubuh. Pendekatan kedua adalah pemindahan sel, yang mencakup pemberian sel kekebalan dari saudara kembar atau sanak saudara yang HIV-negatif. Cara ketiga memakai sitokin. Sel ini adalah pesuruh kimia yang mendukung tanggapan kekebalan. Penelitian terbanyak dilakukan pada interleukin-2 (IL-2), yang dapat mengakibatkan peningkatan besar pada sel CD4. Sayangnya hal ini tampaknya tidak menghasilkan kesehatan yang lebih baik. LI 482 memberi informasi lebih lanjut. Pendekatan lain adalah terapi gen. Terapi ini mencakup perubahan sel yang berpindah dari sumsum tulang ke timus untuk menjadi sel CD4. Terapi gen ini coba membuat sel di sumsum tulang kebal terhadap infeksi HIV. Satu pendekatan adalah zinc finger inhibitor, yang pernah diteliti untuk membuat sel CD4 tanpa koreseptor CCR5 (lihat LI 400, langkah 2). Biarkan sistem kekebalan memperbaiki dirinya: Jumlah CD4 meningkat pada banyak orang yang memakai ART. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa sistem kekebalan dapat memulihkan dirinya bila tidak harus terus-menerus melawan jumlah virus yang sangat besar. Pendekatan ini tampaknya lebih mungkin setelah kita mengetahui bahwa timus tetap bekerja sehingga kita hampir berusia 50 tahun. Kita seharusnya memakai obat untuk mencegah IO setelah jumlah CD4 kita turun di bawah 200. Namun jika kita memakai ART dan jumlah CD4 kita naik kembali di atas 200, kita dapat berhenti memakai obat pencegahan tersebut. Bicara dengan dokter sebelum berhenti memakai obat apa pun. Merangsang tanggapan kekebalan khusus HIV: Para peneliti memakai jenis HIV yang diubah dan dibunuh (Remune) untuk merangsang tanggapan tubuh pada HIV. Penelitian bertahun-tahun mencapai hasil yang membingungkan dan mengecewakan. Pendekatan baru saat ini sedang diteliti. Salah satunya adalah vaksin terapeutik yang dikenal sebagai DermaVir, yang dipakai pada kulit. DermaVir dalam uji coba klinis Fase II. Dalam penelitian lain, sebuah kombinasi vaksin HIV dan IL-2 meningkatkan tanggapan kekebalan anti-HIV dan mengakibatkan pengendalian HIV selama satu tahun pada satu penelitian. Mengurangi peradangan: HIV menyebabkan peradangan (lihat LI 484). Peradangan dikaitkan dengan banyak penyakit. Mengurangi peradangan terkait HIV mungkin membantu memulihkan sistem kekebalan tubuh. Apakah Sel CD4 Baru Sama Baik dengan Sel Lama? Sebagian besar pendekatan untuk pemulihan kekebalan mencoba meningkatkan jumlah sel CD4. Pendekatan ini berdasarkan pemikiran bahwa jika jumlah sel CD4 meningkat, sistem kekebalan tubuh akan lebih kuat. Waktu Odha mulai memakai ART, jumlah CD4-nya biasanya meningkat. Pada awal, sel CD4 baru kemungkinan tiruan dari jenis sel yang masih ada. Bila beberapa ‘jenis’ sel CD4 hilang, sel tersebut tidak akan langsung kembali. Hal ini dapat berarti bahwa pertahanan kita belum lengkap. Namun jika HIV tetap dikendalikan selama beberapa tahun, timus mungkin membuat sel CD4 baru yang dapat memenuhi kekurangan ini dan memulihkan kembali sistem kekebalan. Beberapa di antara sel tersebut mungkin dapat membantu mengendalikan HIV. Beberapa obat antiretroviral menghasilkan peningkatan yang lebih tinggi pada jumlah CD4 dibandingkan yang lain. Belum jelas apakah hal ini berdampak pada kesehatan. Banyak orang yang memakai ART sekarang mempunyai jumlah CD4 yang normal. Namun Odha tersebut tetap mengalami penyakit “non-AIDS”, mis. kanker dan penyakit jantung. Penyakit ini terjadi dengan angka di atas normal berdasarkan usia. Penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat jumlah CD4 yang paling rendah (“nadir”) mungkin meramalkan masalah susunan saraf pusat lebih baik daripada jumlah CD4 saat ini. Peningkatan pada jumlah CD4 tidak mengurangi gejala ini. Jumlah CD4 yang normal tidak sendiri berarti bahwa sistem kekebalan tubuh sudah pulih. Penelitian terus dilanjutkan untuk melihat apakah ada cara lebih biak untuk mengukur kesehatan sistem kekebalan tubuh. Ditinjau 5 Januari 2014 berdasarkan FS 481 The AIDS InfoNet 26 Agustus 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 482 INTERLEUKIN-2 Apa Interleukin-2 Itu? Interleukin-2 (IL-2) adalah protein yang dibuat oleh tubuh kita. Sel CD4, semacam sel darah putih, membuat IL-2 saat dirangsang oleh infeksi. IL-2 mendorong penggandaan dan pematangan sel yang melawan infeksi itu. Pasien yang memakai IL-2 mengalami peningkatan yang bermakna pada jumlah sel CD4. IL-2 disebut sebagai immune modulator. IL-2 sudah disetujui oleh FDA di AS untuk dipakai untuk mengobati beberapa jenis kanker, tetapi tidak disetujui untuk dipakai untuk penyakit HIV. Berdasarkan hasil negatif dari dua uji coba klinis internasional yang besar, penelitian mengenai penggunaan IL-2 terhadap pasien dengan HIV dihentikan. Versi IL-2 sintetis dibuat oleh Chiron Corporation dengan rekayasa gen. Versi ini dikenal sebagai Proleukin, sekarang dibuat oleh Novartis. Obat ini dipakai untuk mengobati beberapa jenis kanker. Siapa Sebaiknya Memakai IL-2? IL-2 merangsang sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan jumlah sel CD4. Orang yang mulai dengan jumlah CD4 lebih tinggi mendapatkan peningkatan yang lebih besar pada jumlah CD4. Para ilmuwan tidak bersepakat mengenai kegunaan sel CD4 baru yang dibentuk oleh IL-2. Pada 2009, dua penelitian internasional yang besar diakhiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah CD4 berdasarkan penggunaan IL-2 tidak sama baik dengan jumlah CD4 berdasarkan terapi antiretroviral (ART) yang berhasil. Perbedaan terkait dengan berapa jenis sel CD4 yang kita miliki. Sebelum HIV melawan sistem kekebalan tubuh, kita memiliki jutaan jenis sel CD4. Jenis ini dapat diibaratkan dengan huruf dalam abjad. Masingmasing huruf dibentuk untuk menanggapi jenis infeksi yang berbeda. Dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat, kita memiliki banyak tiruan masing-masing huruf. Sebagaimana jumlah CD4 kita menurun, kita memiliki semakin sedikit tiruan masing-masing huruf, dan kemungkinan kita akan kehabisan beberapa huruf. Seumpamanya, kita ingin membuat kata “zebra” untuk melawan suatu infeksi tertentu. Bila kita kehabisan huruf ‘z’, kita tidak mampu membuat kata “zebra”, sehingga kita dapat menimbulkan penyakit akibat infeksi tersebut. IL-2 membuat lebih banyak tiruan “huruf” (jenis sel CD4) yang masih ada. Tetapi IL-2 tidak mampu membangkitkan lagi “huruf” yang hilang. Mungkin tetap ada celah dalam pertahanan kekebalan. Penelitian besar terhadap IL-2 menunjukkan bahwa jumlah CD4 meningkat secara bermakna. Namun peningkatan ini tidak menghasilkan perbaikan dalam kesehatan. Para peneliti juga memakai IL-2 untuk mencoba mengeluarkan sel CD4 yang beristirahat dalam darah. Penelitian ini tidak berhasil. Bagaimana IL-2 Dipakai? IL-2 dipakai sebagai infus intravena (dalam pembuluh darah) atau suntikan subkutan (di bawah kulit) dua kali sehari. Penelitian awal menunjukkan bahwa peningkatan terbesar dalam jumlah CD4 terjadi bila IL-2 dipakai setiap hari untuk lima hari, dengan siklus delapan minggu. Bila jumlah CD4 meningkat cukup tinggi setelah beberapa siklus pertama, siklus berikut dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih lama. Takaran IL-2 yang terbaik belum ditentukan. Takaran diukur dalam “jutaan satuan internasional” atau MIU (millions of international units). Beberapa pasien yang memakai IL-2 sudah dipantau selama enam tahun atau lebih. Setelah memakai IL-2 setiap dua bulan pada awal, mereka meningkatkan jangka waktu antara siklus menjadi sampai tiga tahun. Mereka tetap mempunyai jumlah CD4 yang lebih tinggi. Apa Efek Samping IL-2? Tanpa ART, IL-2 dapat meningkatkan viral load HIV menjadi hingga enam kali lipat jumlah sebelum terapi. Peningkatan ini hilang dengan sendirinya dalam satu bulan. ART dapat mengendalikan peningkatan sementara ini. Kita sebaiknya tidak memakai IL-2 kecuali kita sudah memakai ART. Namun, berdasarkan penelitian baru-baru ini, penggunaan IL-2 oleh Odha tidak mempunyai dasar bukti. Bila IL-2 diberikan sebagai infus intravena, efek samping yang paling umum disebut sebagai sindrom kebocoran kapiler (capillary leak syndrome). Sindrom ini menyebabkan peningkatan pada berat badan, tekanan darah rendah, dan masalah lain. Dengan takaran yang lebih rendah, orang yang memakai IL-2 mengalami gejala seperti flu, termasuk demam, panas-dingin, dan pegal. Oleh karena IL-2 merangsang sistem kekebalan tubuh, obat ini dapat memburukkan beberapa penyakit imun, termasuk artritis (radang sendi), psoriasis dan diabetes. IL-2 juga dapat mengurangi jumlah neutrofil, semacam sel darah putih yang melawan infeksi, dan dapat menyebabkan tingkat tiroid yang rendah. Bila IL-2 diberikan dengan suntikan subkutan, efek samping biasanya lebih ringan dibandingkan dengan infus. Namun dapat terjadi rasa gatal di tempat suntikan. Efek samping biasanya mulai dialami dua hingga enam jam setelah suntikan IL-2, dan hilang segera setelah akhir siklus. IL-2 dapat menyebabkan perubahan pada suasana hati termasuk sifat lekas marah, insomnia (sulit tidur), kebingungan, atau depresi. Gejala ini dapat dialami selama beberapa hari setelah IL-2 dihentikan. Bagaimana IL-2 Berinteraksi dengan Obat Lain? Tubuh kita membuat IL-2 secara alami. Tidak ditemukan interaksi berat dengan obat antiretroviral (ARV). Lagi pula, tampaknya tubuh tidak membentuk resistansi terhadap IL-2 bila diberikan dalam siklus. Garis Dasar IL-2 merangsang sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan peningkatan besar dalam jumlah sel CD4. Sayangnya, peningkatan ini tidak menghasilkan perbaikan dalam kesehatan pada Odha. Berdasarkan hasil penelitian besar, tidak alasan untuk memakai IL-2 sebagai cara untuk mendukung ART. Ditinjau 3 Januari 2015 berdasarkan FS 482 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 483 SINDROM PEMULIHAN KEKEBALAN Apa Sindrom Pemulihan Kekebalan Itu? Beberapa orang yang mulai memakai terapi antiretroviral (ART) untuk HIV mengalami masalah kesehatan walaupun HIV-nya mulai terkendali. Kadang kala infeksi yang kita miliki sebelumnya dapat kambuh. Atau kita dapat mengembangkan penyakit baru. Kejadian ini dikaitkan dengan pemulihan pada sistem kekebalan tubuh. Masalah tersebut biasanya terjadi dalam dua bulan pertama sejak mulai ART. Kondisi ini, yang disebut sebagai Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS), biasa disebut sebagai sindrom pemulihan kekebalan. Akhir-akhir ini, sindrom ini juga dikenal sebagai sindrom pulih imun (SPI) dalam kalangan medis. Sindrom ini dapat terjadi pada kurang lebih 20% orang yang mulai memakai ART. Bagaimana Sindrom Ini Dikenal? Beberapa pasien mengembangkan penyakit CMV (virus sitomegalo) setelah mereka mulai ART. Lihat Lembaran Informasi (LI) 501 untuk informasi lebih lanjut tentang CMV. Pada beberapa kasus, pasien tersebut belum didiagnosis CMV sebelum mulai ART. Para dokter menyimpulkan bahwa pasien tersebut terinfeksi CMV sebelum mereka mulai ART. Namun, sistem kekebalannya terlalu lemah untuk membuat reaksi terhadap infeksi CMV itu. Waktu mereka mulai ART, sistem kekebalannya menjadi lebih kuat, dan mulai menyerang infeksi CMV-nya. Pada waktu itu, apa yang terlihat sebagai infeksi CMV baru berkembang pada pasien tersebut. Terjadi pula kasus serupa pada pasien dengan infeksi lain. Beberapa pasien mengalami demam atau pembengkakan pada kelenjar getah bening. Yang lain mengalami radang pada beberapa bagian tubuhnya. Hampir semuanya mulai ART dengan jumlah CD4 yang sangat rendah (<100). Masalah ini menjadi jelas setelah jumlah CD4 (LI 124) pasien tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup besar dan viral load (LI 125) sudah merosot. Berita Buruk – atau Berita Baik? Tidak seorang pun ingin mengalami radang atau infeksi. Namun sebagian besar kasus sindrom pemulihan kekebalan menghilang dengan kelanjutan penggunaan ART. Sebetulnya, nama sindrom menunjukkan hal yang lebih penting. Masalahnya diakibatkan pemulihan sistem kekebalan tubuh, yang menjadi lebih kuat. Masalah ini juga menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh mulai menyerang kembali kuman tertentu. Sebelum ART dimulai, kemungkinan tidak ada tanggapan terhadap kuman ini karena sistem kekebalan tubuh terlalu lemah. ART sebaiknya diteruskan walau pasien mengembangkan sindrom pemulihan kekebalan. Masalah Apa yang Dapat Terjadi? IRIS dihubungkan dengan jenis radang atau infeksi termasuk yang berikut: CMV: IRIS CMV dapat berdampak pada berbagai organ tubuh, termasuk otak, mata dan usus besar. Masalah kognitif (ingatan atau pikiran): Beberapa orang mengembangkan apa yang sekarang disebut sebagai gangguan motor kognitif minor saat pertama mulai ART. Lihat LI 504 untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah susunan saraf. Meningitis Kriptokokus: Gejala pertama adalah sakit kepala dan demam. Lihat LI 503. Hepatitis B dan C: Beberapa kasus ini adalah hepatitis C yang tidak didiagnosis sebelumnya. Lihat LI 505 dan LI 506. Jangkitan Herpes Zoster dan Herpes Simpleks: Lihat LI 514 dan LI 519. Moluskum (semacam infeksi kulit). Lihat LI 511. MAC (Mycobacterium Avium Complex): Infeksi oportunistik ini disebabkan oleh bakteri sejenis dengan TB. IRIS MAC selama pemulihan kekebalan dapat muncul dengan gejala yang tidak lazim, termasuk demam, kelelahan dan keringat malam. Lihat LI 510. PML (Progressive Multifocal Leucoencephalopathy): Pemulihan kekebalan dapat mengakibatkan gejala PML menjadi jauh lebih buruk. Lihat LI 513. Pembengkakan pada kelenjar getah bening, juga disebut sebagai “limfadenopati”: Masalah ini dapat menunjukkan pemulihan sistem kekebalan secara umum. Lihat LI 526. Tuberkulosis (TB): IRIS TB adalah umum di banyak negara berkembang. Lihat LI 515. Bagaimana Sindrom Pemulihan Kekebalan Diobati? Tidak ada pengobatan khusus untuk sindrom pemulihan kekebalan. Bila kita melanjutkan ART, terapi ini akan menguatkan sistem kekebalan. Hal ini biasanya menghadapi infeksi apa pun yang muncul. Namun pada beberapa kasus, dokter memperlambat pemulihan sistem kekebalan. Dengan meningkatkan kekuatannya secara berangsur, beberapa tanggapan sistem kekebalan dihindari. IRIS dapat diobati dengan obat steroid, misalnya prednison. Ini dapat mengurangi radang sementara tetap memungkinkan sistem kekebalan menjadi pulih. Garis Dasar Sindrom pemulihan kekebalan (IRIS) dapat terjadi waktu orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah mulai terapi antiretroviral. Bila sistem kekebalan tubuh kita terlalu cepat pulih (jumlah CD4 menjadi lebih tinggi dan viral load menjadi lebih rendah), sistem tersebut dapat menanggapi secara kuat pada kuman yang sudah ada dalam tubuh kita. Tanggapan tersebut biasanya dilihat sebagai sejenis radang. Beberapa jenis infeksi oportunistik pernah terkait dengan pemulihan kekebalan. IRIS adalah tanda peningkatan kesehatan kekebalan. Biasanya sindrom ini tidak harus diobati. Terapi HIV lanjutan menanggapi masalah. Pada sebagian kecil kasus, sistem kekebalan dapat ditekan dengan obat steroid untuk meringankan radang. Diperbarui 22 Januari 2015 berdasarkan FS 483 The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 484 HIV DAN PERADANGAN Apa Peradangan Itu? Peradangan merupakan tanggapan awal terhadap infeksi atau cedera. Ini adalah tanggapan kekebalan “non-spesifik”. Peradangan tidak berbeda-beda tergantung pada jenis luka atau infeksi. Sebagian besar alat penyembuhan tubuh beredar dalam darah. Ini termasuk antibodi, sel-T dan sel darah putih lain, faktor pembekuan, bahan kimia yang dapat membunuh kuman, dan bahan gizi untuk memberi makanan pada sel yang rusak. Sel yang dilukai mengeluarkan bahan kimia yang berkomunikasi dengan sistem kekebalan tubuh. Sel tersebut menarik sel penyembuhan dan bahan kimia. Peradangan membantu faktor penyembuhan keluar dari aliran darah dan bekerja pada jaringan yang rusak. Pembuluh darah membesar, dengan akibat aliran darah ke daerah yang rusak meningkat. Peradangan mengubah bentuk pembuluh darah, sehingga memudahkan pasokan darah ke dalam jaringan yang melingkupinya. Hal ini menyebabkan pembengkakan. Peradangan juga menyebabkan kemerahan, rasa panas, dan nyeri. Selain itu, peradangan mengurangi fungsi jaringan. Gumpalan (pembentukan penyumbat darah) adalah bagian dari peradangan. Gumpalan ini dapat terjadi di kulit (mis. menghentikan perdarahan dari luka) atau di dalam tubuh (mis. membentuk penghalang melapisi kuman atau melindungi daerah yang rusak pada lapisan pembuluh darah). Gumpalan harus tetap seimbang dengan penguraian dan penghapusan penyumbat. Proses ini disebut fibrinolisis. Fibrin adalah protein yang membentuk penyumbat. Lisis berarti pengurangan atau penghapusan. Peradangan Akut dan Kronis Peradangan akut biasanya terjadi dalam menanggapi luka fisik seperti dipotong atau keseleo, atau infeksi lokal. Peradangan akut berakhir ketika bahan kimia tertentu dugunakan untuk “memadamkan” peradangan. Namun, peradangan juga bisa kronis. Peradangan kronis menyebabkan kerusakan dan parutan pada jaringan. Pembuluh darah tetap dapat ditembus. Sel darah putih terus meninggalkan darah dan menumpuk di jaringan. Sel kekebalan dapat “aus” dan berhenti bekerja sebagaimana mestinya. Peradangan kronis akhirnya menghancurkan jaringan di sekitarnya dan membentuk jaringan parut. Hal ini juga dapat menyumbang pada alergi, asma atau penyakit “autoimun”, mis. artritis dan sklerosis multipleks. Pada penyakit autoimun, tubuh kadang membuat antibodi yang menyerang sel yang sehat. Peradangan berlangsung dikaitkan dengan banyak penyakit kronis. Penyakit tersebut termasuk gagal jantung, masalah ginjal, sindrom metabolik, diabetes, demensia, dan kelemahan. HIV Menyebabkan Peradangan HIV adalah infeksi kronis. Bahkan pasien dengan viral load tidak terdeteksi membuat virus baru. Hal ini dapat menyebabkan peradangan terus-menerus. Seiring waktu, HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh. Infeksi yang sudah pulih mungkin kambuh. Hampir semua orang dengan HIV juga terinfeksi sitomegalovirus (CMV, lihat Lembaran Informasi (LI) 501). Infeksi CMV yang laten (tidak aktif) dapat menjadi aktif pada Odha, menyebabkan peradangan tambahan. Infeksi atau penyakit lain bersamaan sangat penting dalam memahami kesehatan Odha. Infeksi hepatitis (LI 505) atau herpes simpleks (LI 519) juga umum. Sindrom Bocor Usus Mulut dan saluran pencernaan melindungi tubuh dari ancaman “luar”, sama seperti kulit. Pada sisi “atas” saluran pencernaan adalah mulut. Kesehatan gigi yang buruk dapat menyebabkan infeksi umum dan peradangan (lihat LI 653). Usus biasanya mengandung kurang lebih 70% sel kekebalan tubuh. Usus memiliki luas permukaan kurang lebih sama dengan ukuran lapangan sepak bola! Sistem kekebalan di usus disebut jaringan limfoid terkait usus (gut-associated lymphoid tissue/GALT). GALT melindungi tubuh dari kuman dalam makanan. HIV merusakkan GALT sangat dini setelah terinfeksi. Peradangan dalam usus memudahkan kuman ke luar dari usus dan “bocor” ke dalam peredaran tubuh. Usus bocor ini menyumbang pada peradangan keseluruhan (sistemik). Peradangan dalam usus juga menyumbang pada penyerapan gizi yang buruk. Lipopolisakarid (LPS) adalah molekul yang merupakan bagian dari lapisan beberapa bakteri biasanya ditemukan dalam usus. LPS menghasilkan tanggapan kekebalan yang kuat. Tingkat LPS yang tinggi dalam darah merupakan tanda sindrom “bocor usus”. Mengukur Peradangan Peradangan pada Odha muncul dalam tingkat tinggi beberapa unsur dalam darah: y Interleukin-6 (IL-6) terlibat dalam meningkatkan dan mengurangi peradangan. IL-6 meningkat dengan cepat setelah olahraga. y Protein C-reaktif (CRP) diperkirakan mengikat pada sel yang rusak, menarik zat yang akan menghancurnya. CRP adalah ukuran peradangan umum. CRP meningkat secara cepat dan dramatis selama infeksi. y D-dimer dibuat ketika penyumbat darah diuraikan. D-dimer adalah ukuran peradangan umum, dan juga dipakai untuk mendiagnosis penyumbat darah, khususnya penyumbat dalam pembuluh darah yang dalam atau di paru. y Sistatin C terutama dipakai sebagai indikator kesehatan ginjal. Namun, tingkat sistatin C yang tinggi telah dikaitkan dengan penyakit jantung, masalah saraf dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Mengobati Peradangan HIV Para peneliti mempertimbangkan obat antiradang yang telah dipakai dengan penyakit lain, misalnya artritis rematoid, dan coba belajar dari penelitian lain mengenai penggiatan kekebalan tubuh, peradangan, dan penuaan. Bidang lain penelitian pada HIV melibatkan bakteri usus. Bakteri ini dapat berpengaruh pada hasil dari banyak penyakit. Intervensi yang berpengaruh pada bakteri ini mungkin membantu. Bakteri ini termasuk “probiotik” misalnya asidofilus dan biakan hidup lain yang merangsang pertumbuhan bakteri bermanfaat dalam usus. Garis Dasar Peradangan adalah sebuah proses yang rumit. Peradangan akut adalah bagian normal dari proses penyembuhan tubuh. Peradangan kronis dapat merusak tubuh dan berhubungan dengan banyak masalah kesehatan kronis, dan dengan penuaan normal. HIV menyebabkan penyakit radang dan mengakibatkan peradangan kronis. Hal ini dapat mempercepat perubahan fisik biasanya berkaitan dengan penuaan. Berbagai pengobatan yang mungkin sedang diteliti untuk peradangan kronis. Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 484 The AIDS InfoNet 30 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 485 APAKAH HIV DAPAT DISEMBUHKAN? Apa yang Kita Pelajari tentang HIV? Pada 1981, beberapa kasus pneumonia yang luar biasa (PCP, lihat Lembaran Informasi (LI) 512) dan kanker kulit yang disebut sarkoma Kaposi (LI 508) dilaporkan. Kasus ini ditemukan pada laki-laki homoseksual di Los Angeles dan New York City. Peristiwa ini adalah kegaiban bagi para peneliti. Virus penyebab AIDS diidentifikasi pada 1983. Baru disediakan obat untuk mengobati penyakit ini pada 1987. Pada waktu itu, sejenis obat kanker yang disebut zidovudine (AZT) ditemukan mampu memperlambat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV.) Pada 2011, lebih dari 30 jenis obat telah disetujui untuk melawan HIV. Tak satu pun dari obat ini membunuh virus. Masingmasing melambatkan HIV pada langkah tertentu dalam siklus hidupnya (lihat LI 400). Harapan untuk Penyembuh Pada 1996, beberapa studi penelitian memberi kesan bahwa kombinasi tiga jenis obat dapat mengurangi jumlah HIV bahkan memberantasnya. Banyak orang yang memakai kombinasi obat antiretroviral (ARV) mencapai viral load tidak terdeteksi (lihat LI 125). Namun diperkirakan bahwa hanya 2% virus dalam tubuh adalah dalam darah; hanya virus dalam darah ini dapat diukur dengan tes viral load. Ternyata HIV tidak berhasil diberantas, bahkan pada pasien yang memakai kombinasi tiga obat yang sangat manjur,. Di Mana Virus Tersembunyi? Segera setelah kita terinfeksi HIV, virus menjadi bagian dari kode genetik dalam jutaan sel. Beberapa sel ini berada di luar jangkauan sistem kekebalan tubuh, dan dari ARV. Bagian tubuh tempat persembunyian virus disebut sebagai reservoir (waduk). Bagian ini termasuk saluran kelamin dan sistem saraf pusat. Satu peneliti memperkirakan bahwa mungkin HIV dapat diberantas dari waduk tersebut setelah 70 tahun penggunaan terapi antiretroviral (ART). Harapan untuk menyembuhkan HIV didorong oleh kasus “pasien Berlin.” Orang terinfeksi HIV ini, yang tinggal di Berlin, juga menderita leukemia. Pengobatan baku untuk leukemianya gagal. Dia kemudian menerima pencangkokan sumsum tulang. Terkait dengan pencangkokan ini, sistem kekebalan tubuhnya dihapuskan. Sumsum tulang pengganti dicangkok dari donor dengan mutasi genetik langka, yang membuatnya kebal terhadap infeksi HIV. Ketika pengobatannya tuntas, pasien Berlin ini tidak memiliki tanda apa pun HIV dalam tubuhnya. Tindakan pencangkokan sumsum tulang adalah berbahaya. Sebanyak sepertiga pasien yang mendapatkannya akhirnya meninggal akibat tindakan ini. Oleh karena itu, tidak jelas bahwa keberhasilan pasien Berlin dapat atau harus dicoba pada orang lain. Namun, kasus ini memberikan beberapa petunjuk tentang bagaimana HIV dapat diberantas. Hasil Lain yang Baik Pada 2013, beberapa peneliti AIDS melaporkan “penyembuhan”. Penelitian ini tidak dirancang secara hati-hati untuk meneliti penyembuhan. Namun, untuk orang yang terlibat hasilnya dianggap sebagai “penyembuh fungsional.” Istilah ini berarti bahwa, walau penggunaan ART dihentikan, viral load tetap terkendali. Seorang bayi perempuan di Mississippi AS yang dinyatakan terinfeksi HIV setelah dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV segera diberi ART. Diperkirakan bayi tersebut sudah disembuhkan, namun laporan baru ini menunjukkan virus sudah muncul lagi. Penelitian Penyembuh Sedang Dilakukan Ada upaya penelitian yang sedang berlangsung di beberapa bidang: y Membersihkan infeksi dari waduk y Vaksinasi untuk membantu sistem kekebalan tubuh melawan HIV (vaksin terapeutik) y Membuat sel kebal terhadap HIV y Mengubah sel punca Membersihkan infeksi dari waduk Selama awal infeksi HIV, jutaan sel terinfeksi. Virus adalah tidak aktif (tidur), sehingga tidak membuat virus baru. Dalam keadaan ini, virus di luar jangkauan sistem kekebalan tubuh dan ARV. Para peneliti sedang bekerja dengan obat yang mampu mengaktifkan HIV dalam waduk. Diharapkan ini akan mengeluarkannya agar terjangkau oleh ARV yang ada, sehingga dapat dibersihkan. Namun ada ketakutan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan beberapa jenis kanker. Vaksin terapeutik Kebanyakan vaksin diberikan untuk mencegah infeksi. Vaksin terapeutik diberikan untuk meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi yang sudah ada. Sejauh ini, penelitian vaksin terapeutik untuk HIV belum menunjukkan hasil yang kuat. Salah satu risiko yang mungkin adalah bahwa vaksinasi terapeutik akan meningkatkan kegiatan kekebalan tubuh dan peradangan. Membuat sel kebal terhadap HIV Dalam pendekatan ini, sel CD4 diambil dari pasien. Sel tersebut diubah agar menjadi kebal terhadap HIV. Kemudian sel ini ditransfusi kembali ke pasien. Harapannya adalah bahwa sel yang diubah ini akan berkembang biak dalam pasien. Pendekatan ini mengharuskan pasien dihubungkan ke mesin selama beberapa jam sambil sel CD4 dikeluarkan dari darah. Ketika sel yang diubah ditransfusi kembali ke pasien. Tindakan ini dapat menyebabkan menggigil, demam, sakit kepala, berkeringat, pusing dan kelelahan. Sebuah pendekatan baru termasuk menekan sistem kekebalan tubuh untuk “membuat ruang” untuk sel yang baru diubah. Cara ini dapat meningkatkan jumlah sel yang diubah dalam tubuh. Namun, selama tindakan, pasien mungkin lebih rentan terhadap infeksi berat. Mengubah sel punca Pasien Berlin menerima pencangkokan sel punca yang kebal terhadap infeksi HIV. Sel punca dapat tumbuh menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh, dan dalam beberapa kasus, bertindak sebagai sistem perbaikan. Ada risiko yang bermakna dalam pendekatan ini. Jika sel punca tidak diubah secara benar, sel ini dapat menyebabkan penyakit berat. Terapi sel punca juga mungkin memerlukan sebagian atau seluruh sistem kekebalan tubuh pasien dihancurkan. Pendekatan ini hanya mungkin masuk akal untuk orang dengan HIV yang harus melemahkan sistem kekebalan tubuhnya sebagai bagian dari pengobatan untuk kanker. Penghentian ART Sementara Banyak studi penelitian mengenai penyembuh mengharuskan agar pasien berhenti ART-nya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melihat apakah pengobatan yang diteliti ternyata membantu sistem kekebalan tubuh melawan HIV. Terapi berdenyut (LI 406) dapat berisiko. Penghentian dalam studi ini saat ini tidak melebihi 12 minggu. Garis Bawah Ada pasang surut dalam mencari penyembuh untuk HIV. Sejauh ini, tampaknya bahwa semua pendekatan membawa beberapa risiko. Lagi pula, manfaatnya belum jelas. Namun, ada semakin banyak minat dalam penelitian penyembuh. Minat akan terus berlanjut, dan mungkin meningkat, pada tahun-tahun mendatang. Diperbarui 1 September 2014 berdasarkan FS 485 The AIDS InfoNet 23 Juli 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 494 NARKOBA Apa Narkoba Itu? Istilah ‘narkoba’ adalah kependekan dari ‘narkotik dan obat-obatan berbahaya’. Namun sekarang narkoba umumnya diartikan untuk meliputi narkotik, psikotropik dan alkohol. Pihak pemerintah cenderung lebih senang istilah ‘NAPZA (narkotik, alkohol, psikotropik dan zat adiktif)’. Bahan ini termasuk zat ilegal (drugs): heroin (putaw); metamfetamin (sabu); mariyuana (ganja); dan halusinogen (mis. LSD); serta obat resep yang dapat disalahgunakan, misalnya benzodiazepin, sering disebut sebagai ‘pil BK’. Ada berbagai dampak dari penggunaan narkoba, termasuk overdosis dan perilaku yang meningkatkan risiko tertular HIV dan infeksi lain. Lembaran Informasi (LI) ini hanya membahas dampak narkoba pada kesehatan orang yang sudah terinfeksi HIV (Odha), serta interaksi antara narkoba dengan obat antiretroviral (ARV) dan obat lain yang dipakai oleh Odha. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pencegahan infeksi terkait dengan penggunaan narkoba, lihat LI 154. Karena penggunaan narkoba cenderung ilegal, membuat penelitian terhadapnya secara teliti atau resmi sangat sulit. Jadi jarang ada informasi yang jelas mengenai dampak narkoba. Tentu juga, karena narkoba umumnya dianggap ‘haram’, informasi yang ada sering mencerminkan prasangka orang yang menyediakannya daripada pendekatan yang objektif. Ada masalah yang lebih rumit lagi. Informasi yang ada berdasarkan bukti berlaku untuk bentuk narkoba yang ‘murni’. Namun narkoba yang dijual di jalan jarang murni; sering kali narkoba tersebut dicampur dengan senyawa lain yang tidak ‘baku’. Senyawa ini juga dapat berpengaruh pada HIV atau berinteraksi dengan obat lain. Dampak Narkoba pada HIV Umumnya, narkoba tidak langsung berpengaruh pada infeksi HIV. Namun beberapa pakar menganggap bahwa jumlah sel CD4 orang di Indonesia yang terinfeksi HIV melalui penggunaan narkoba suntikan menurun lebih cepat. Pengguna narkoba suntikan (penasun) dengan HIV itu tampaknya sampai ke masa AIDS rata-rata lima tahun setelah terinfeksi (biasanya masa ini dianggap rata-rata 7-10 tahun). Hal ini sulit dibuktikan, karena kita jarang mampu menentukan secara tepat kapan kita tertular HIV, dan diagnosis HIV-nya mungkin dilakukan beberapa tahun setelah tertular. Lagi pula, mungkin dampak ini diakibatkan oleh kehidupan yang semrawut dan kurang sehat (yang sering dialami oleh penasun). Satu penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan HIV yang memakai kokain, heroin atau metadon, atau menyuntikkan narkoba apa pun, mengalami 65% lebih banyak penyakit terkait AIDS selama lima tahun dibandingkan dengan Odha perempuan lain. Namun tidak ditemukan kaitan yang bermakna antara penggunaan narkoba ini dengan jumlah CD4, viral load HIV, atau angka kematian. Kemungkinan pengguna narkoba secara umum lebih rentan terhadap infeksi apa pun, dan pengguna narkoba terinfeksi HIV lebih rentan lagi. Lagi pula, kebanyakan penasun di Indonesia terinfeksi bersamaan dengan virus hepatitis C, dan sulit memastikan dampak dari infeksi bersamaan ini. Ada anggapan bahwa penggunaan kokain meningkatkan viral load HIV. Hal ini dibuktikan oleh penelitian terhadap tikus. Diperkirakan penggunaan kokain berpengaruh pada sel CD4, yang memungkinkan HIV lebih mudah masuk sel tersebut. Demensia (kerusakan pada otak; lihat LI 504) terkait AIDS juga dapat didorong oleh penggunaan kokain atau metamfetamin. Dampak HIV pada Kesehatan Pengguna Narkoba Sekali lagi, umumnya tidak ada dampak khusus oleh HIV pada kesehatan pengguna narkoba. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kokain oleh Odha berhubungan dengan kerusakan pada pembuluh darah dalam jantung. Dampak Narkoba pada ART Dampak terbesar oleh penggunaan narkoba pada terapi ARV (ART) adalah pada kepatuhan – lihat LI 405. Walaupun memang ditemukan pengguna narkoba aktif yang terbukti patuh, jelas hidup yang cenderung semrawut dapat berpengaruh pada kepatuhan. Pengguna aktif membutuhkan lebih banyak dukungan agar tetap patuh, dan mungkin harus diingatkan terusmenerus agar tidak lupa obatnya. Salah satu solusi adalah terapi pengalihan dengan metadon (lihat LI 541) atau buprenorfin (LI 542). Klien layanan metadon harus lapor ke klinik setiap hari untuk mendapat dosisnya, dan hal ini memungkinkan pemberian ART dengan pengawasan langsung sekali sehari; jelas upaya ini lebih efektif bila dipakai rejimen yang hanya harus diminum sekali sehari. Banyak Odha dengan latar belakang penggunaan narkoba juga terinfeksi virus hepatitis atau mengalami kerusakan pada hati. Karena kebanyakan ARV diuraikan oleh hati, kerusakan pada hati dapat berpengaruh pada ART. Ada beberapa ARV yang dapat menimbulkan/meningkatkan kerusakan pada hati. Jadi kesehatan hati harus dipantau secara hati-hati waktu memakai ART. Penggunaan beberapa narkoba juga dapat meningkatkan kerusakan pada hati. Alkohol paling berbahaya sebagai pengrusak hati; Odha dengan hepatitis sebaiknya menghindari total penggunaan alkohol. Alkohol dapat meningkatkan tingkat abacavir (LI 416) dalam darah, walau dampak interaksi ini tidak jelas. Kecuali obat ini, belum ada bukti bahwa alkohol berinteraksi secara bermakna dengan ARV atau obat lain. Jadi untuk yang mempunyai hati yang sehat, tidak ada dampak negatif pada HIV dari penggunaan alkohol, asal tidak dipakai secara berlebihan. Salah satu protease inhibitor (PI), yaitu ritonavir (lihat LI 442), berinteraksi dengan amfetamin (termasuk MDMA/ekstasi, GHB, dan metamfetamin/sabu), dengan akibat yang dapat menjadi gawat. Oleh karena itu, ritonavir tidak boleh dipakai oleh pengguna amfetamin. Larangan ini termasuk penggunaan ritonavir sebagai penguat untuk PI lain; hampir semua PI sekarang dilengkapi dengan ritonavir. Jangan lupa bahwa Kaletra/Aluvia (LI 446) mengandung ritonavir. Efavirenz dan nevirapine berinteraksi dengan fenobarbital. Karena interaksi ini dapat gawat, obat ini sebaiknya tidak dipakai bersama. Efavirenz dan semua PI berinteraksi dengan jenis benzodiazepin. Alprazolam (Xanax), diazepam (Valium), midozolam (Versed), triazolam (Halcion) dan kebanyakan benzodiazepin lain tidak boleh dipakai bersama dengan efavirenz atau PI. Tampaknya tidak ada interaksi yang bermakna antara ARV apa pun dengan heroin, kokain, mariyuana, atau alkohol, kecuali ada bukti bahwa ritonavir dapat mengurangi tingkat heroin dalam darah menjadi separuh. Garis Dasar Penggunaan narkoba dapat berpengaruh pada kelanjutan penyakit HIV dan penggunaan ART. Walaupun sebaiknya kita menghindari penggunaan narkoba bila kita terinfeksi HIV, kita juga harus sadar bahwa ‘katakan tidak saja’ tidak selalu mungkin. Bila kita tetap memakai narkoba, sebaiknya kita mengerti dampaknya. Lagi pula, ada baik bila kita membahas penggunaan narkoba (dan semua obat lain, termasuk jamu) dengan dokter. Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 500 INFEKSI OPORTUNISTIK Apa Infeksi Oportunistik Itu? Dalam tubuh, kita membawa banyak kuman – bakteri, parasit, jamur dan virus. Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan kuman ini. Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau obat tertentu, kuman ini mungkin tidak terkendali lagi dan menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil kesempatan dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan disebut “oportunistik”. Istilah “infeksi oportunistik” sering kali disingkat menjadi “IO”. Angka IO sudah menurun secara dramatis sejak tersedia terapi antiretroviral (ART). Namun IO masih menimbulkan masalah, terutama untuk orang yang baru diketahui terinfeksi HIV setelah infeksinya lebih lanjut. Banyak orang masih dirawat inap di rumah sakit dengan IO yang berat. Akibat ini, mereka dites HIV, dan baru diketahui terinfeksinya. Tes untuk IO Kita dapat terinfeksi IO, dan “dites positif” untuk IO tersebut, walaupun IO tersebut belum menimbulkan penyakit. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV jika dites untuk virus sitomegalia (cytomegalovirus atau CMV) ternyata positif. Tetapi penyakit CMV sangat jarang berkembang kecuali bila jumlah CD4 turun di bawah 50, yang merupakan tanda kerusakan berat terhadap sistem kekebalan. Untuk menentukan apakah kita terinfeksi IO, darah kita dapat dites untuk antigen (potongan kuman penyebab IO) atau untuk antibodi (protein yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk memerangi antigen). Ditemukan antigen berarti kita terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti kita pernah terpajan pada infeksi. Kita mungkin diberikan imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi tersebut, atau sistem kekebalan mungkin “memberantas” infeksi dari tubuh kita, atau pun kita mungkin tetap terinfeksi. Jika kita terinfeksi kuman penyebab IO, dan jika jumlah CD4 kita cukup rendah sehingga memungkinkan IO berkembang, dokter kita akan mencari tanda penyakit aktif. Tanda ini tergantung pada IO. IO dan AIDS Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengembangkan IO jika sistem keke- balannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat mengembangkan IO. HIV melemahkan sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika kita terinfeksi HIV dan mengalami IO, kita mungkin AIDS. Di Indonesia, Kemenkes bertanggung jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS. Kemenkes mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang mana mendefinisikan AIDS. Jika kita HIV, dan mengalami satu atau lebih IO “resmi” ini, maka kita dianggap AIDS. IO Mana yang Paling Umum? Pada tahun-tahun pertama epidemi AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun, setelah orang mulai memakai ART, penyakit akibat IO dialami oleh jauh lebih sedikit orang. Tidak jelas berapa banyak orang dengan HIV akan jatuh sakit dengan IO tertentu. Pada perempuan, penyakit pada vagina dapat menjadi tanda awal infeksi HIV. Masalah ini, antara lain, termasuk penyakit radang panggul dan vaginosis bakteri. Berikut tercantum IO yang paling umum, berbarengan dengan penyakit yang biasa disebabkannya, dan jumlah CD4 waktu penyakit menjadi aktif: y Kandidiasis adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina. Rentang CD4: dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi. Lihat Lembaran Informasi (LI) 516. y Virus sitomegalia (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata yang dapat menimbulkan kebutaan. Rentang CD4: di bawah 50. Lihat LI 501. y Dua macam virus herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau kelamin. Ini adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika kita terinfeksi HIV, perjangkitannya dapat jauh lebih sering dan lebih berat. Penyakit ini dapat terjadi pada jumlah CD4 berapa pun. Lihat LI 519. y Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini lebih umum dan lebih berat pada orang terinfeksi HIV. y Mycobacterium avium complex (MAC) adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam berulang, seluruh badan terasa tidak enak, masalah pencernaan, dan kehilangan berat badan yang berlebihan. Rentang CD4: di bawah 50. Lihat LI 510. y Pneumonia pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang gawat. Rentang CD4: di bawah 200. Lihat LI 512. Sayangnya PCP tetap menjadi IO yang agak umum pada orang yang belum diketahui HIV, atau Odha yang belum mulai ART. y Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi protozoa yang menyerang otak. Rentang CD4: di bawah 100. Lihat LI 517. y Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan meningitis (radang pada sistem saraf pusat). Rentang CD4: TB dapat menimbulkan penyakit dengan jumlah CD4 berapa pun. Lihat LI 515. Mencegah IO Sebagian besar kuman penyebab IO sangat umum, dan mungkin kita telanjur terinfeksi beberapa infeksi ini. Kita dapat mengurangi risiko infeksi baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman penyebab IO yang diketahui. Meskipun kita terinfeksi beberapa IO, kita dapat memakai obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART. Lihat LI 403 untuk informasi mengenai ART ini. Lihat lembaran informasi masingmasing IO untuk informasi lebih lanjut tentang menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit aktif. Mengobati IO Untuk setiap IO, ada obat atau kombinasi obat tertentu yang tampak paling berhasil. Lihat lembaran informasi setiap IO untuk lebih mempelajari tentang bagaimana IO tersebut diobati. ART memungkinkan pemulihan sistem kekebalan yang rusak dan lebih berhasil memerangi IO. LI 481 tentang pemulihan kekebalan mempunyai informasi tentang topik ini. Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 500 The AIDS InfoNet 29 Agustus 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 501 VIRUS SITOMEGALIA (CMV) Apa CMV Itu? Virus sitomegalia (cytomegalovirus/ CMV) adalah virus yang dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO – lihat Lembaran Informasi (LI) 500). Virus ini sangat umum. Sampai 85% masyarakat di AS terinfeksi CMV pada saat mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat mengendalikan virus ini, sehingga tidak mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah mengurangi angka penyakit CMV pada Odha secara bermakna. Namun, kurang lebih 5% Odha masih mengalami penyakit CMV. Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah kematian sel pada retina, bagian belakang mata. Kematian sel ini dapat menyebabkan kebutaan secara cepat jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi beberapa organ sekaligus. Risiko penyakit CMV tertinggi waktu jumlah CD4 di bawah 50. Penyakit CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100. Tanda pertama retinitis CMV adalah masalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini disebut ‘floater’ (katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Kita juga mungkin memperhatikan cahaya kilat, penglihatan yang kurang atau bengkok-bengkok, atau titik buta. Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4 kita di bawah 200 dan kita mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya kita langsung menghubungi dokter. Untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah penglihatan, lihat LI 621. Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat mengalami radang dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan oleh sindrom pemulihan kekebalan (lihat LI 483). Sebuah penelitian baru memberi kesan bahwa orang dengan infeksi CMV aktif lebih mudah menularkan HIV-nya pada orang lain. Infeksi CMV dapat menyebabkan peradangan (lihat LI 484) walau tidak ada gejala penyakit CMV. CMV dapat diaktifkan kembali pada banyak orang sebagai bagian dari penuaan yang normal. Untuk mengurangi peradangan, CMV sebaiknya diobati, walau tidak ada gejala. Bagaimana CMV Diobati? Pada awal, pengobatan untuk CMV meliputi infus setiap hari. Karena harus diinfus setiap hari, sebagian besar orang memasang ‘keran’ atau buluh obat yang dipasang secara tetap pada dada atau lengan. Dulu orang dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV seumur hidup. Setelah mulai penggunaan ART, pasien dapat berhenti memakai pengobatan CMV jika jumlah CD4-nya di atas 150 dan tetap begitu selama sedikitnya tiga bulan. Namun ada dua keadaan yang khusus: 1. Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang berat pada mata Odha walaupun sebelumnya tidak pernah sakit CMV. Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat antiCMV bersama dengan ART-nya. 2. Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV meningkat. Apakah CMV Dapat Dicegah? Gansiklovir disetujui untuk mencegah (profilaksis) CMV, tetapi banyak dokter enggan meresepkannya. Mereka tidak ingin menambahkan hingga 12 kapsul sehari pada pasien. Lagi pula, belum jelas apakah profilaksis ini bermanfaat. Dua penelitian besar menghasilkan kesimpulan berbeda. Akhirnya, ART dapat menahan jumlah CD4 pada tingkat yang cukup tinggi sehingga yang memakainya tidak akan sakit CMV. Bagaimana Kita Dapat Memilih Pengobatan CMV? Ada beberapa masalah yang sebaiknya dipertimbangkan jika memilih pengobatan penyakit CMV aktif: Apakah ada risiko pada penglihatan? Kita harus segera bertindak agar kita tidak menjadi buta. Seberapa efektif pengobatan? Gansiklovir suntikan adalah pengobatan CMV yang paling efektif secara keseluruhan. Bentuk susuk sangat baik untuk menghentikan retinitis. Namun susuk hanya bekerja pada mata yang disusuk. Bagaimana obat diberikan? Pil paling mudah dipakai. Pengobatan yang dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah membutuhkan suntikan atau pembuluh obat, dan hal ini dapat menimbulkan infeksi. Suntikan pada mata berarti menyuntik jarum langsung pada mata. Bentuk susuk, yang bertahan enam sampai delapan bulan, membutuhkan sekitar satu jam rawat jalan. Apakah terapinya lokal atau sistemik? Terapi lokal hanya berpengaruh pada mata. Retinitis CMV dapat cepat menyebar dan mengakibatkan kebutaan. Karena itu, penyakit ini diobati dengan manjur waktu pertama ditemukan. Obat baru dalam bentuk suntikan dan susuk menempatkan obat langsung dalam mata, dan menimbulkan dampak terbesar pada retinitis. Penyakit CMV juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lain. Untuk menanggulangi di bagian tubuh lain, kita membutuhkan terapi sistemik (seluruh tubuh). Pengobatan suntikan atau infus, atau pil valgansiklovir, dapat dipakai. Apa efek sampingnya? Beberapa obat CMV dapat merusak sumsum tulang atau ginjal. Ini mungkin membutuhkan obat tambahan. Obat lain meliputi infus selama waktu yang lama. Bahas efek samping pengobatan CMV dengan dokter. Apa saran pedoman? Baru-baru ini ada beberapa pedoman profesional yang menyarankan penggunaan valgansiklovir sebagai pengobatan pilihan untuk pasien yang tidak berisiko segera kehilangan penglihatannya. Garis Dasar Penggunaan ART adalah cara terbaik untuk mencegah CMV. Jika jumlah CD4 kita rendah, dan kita mengalami gangguan penglihatan APA PUN, kita harus langsung periksa ke dokter! Pengobatan langsung pada mata memungkinkan pengendalian retinitis CMV. Dengan obat CMV baru, kita dapat menghindari buluh obat yang dipasang pada tubuh kita dan infus harian. Sebagian besar orang dapat menghentikan penggunaan obat CMV jika jumlah CD4-nya naik dan tetap di atas 150 waktu memakai ART. Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 504 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 502 KRIPTOSPORIDIOSIS Apa Kriptosporidiosis Itu? Kriptosporidiosis (kripto) adalah infeksi yang disebabkan parasit Cryptosporidium parvum. Parasit mengambil nutrisinya dari organisme hidup lain, yang disebut induk. Tubuh kita adalah induk tersebut bila kita terinfeksi kripto. Kripto sebagian besar berpengaruh pada usus dan menyebabkan diare. Kripto menular secara mudah melalui makanan atau air yang tercemar, atau hubungan langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi. Di AS, kurang lebih 15-20% Odha terinfeksi kripto; angka untuk Indonesia belum diketahui. Hanya sebagian infeksi ini mengembangkan penyakit berat. Kripto menyebabkan diare berat, serta mual, muntah, dan kram perut. Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya sehat, gejala ini tidak bertahan lebih dari sekitar satu minggu. Lihat Lembaran Informasi (LI) 554 untuk informasi lebih lanjut mengenai diare. Namun gejala kripto dapat berlangsung lama jika sistem kekebalan sudah rusak. Ini biasa terjadi pada jumlah CD4 di bawah 200. Pada orang terinfeksi HIV, bila kripto berlangsung empat minggu atau lebih, orang tersebut dianggap AIDS, berdasarkan definisi yang berlaku di AS. Diare dapat mengganggu penyerapan gizi. Jika berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan penurunan yang luar biasa pada berat badan, yang disebut wasting – lihat LI 518. Beberapa penyakit menyebabkan masalah serupa. Untuk konfirmasi diagnosis, dokter biasanya memeriksa kotoran (tinja) untuk parasit dan telurnya. Ini disebut ‘tes O dan P’, atau ‘ova (telur) dan parasit’. Dapatkah Kripto Dicegah? Belum ada obat untuk mencegah kripto. Perlindungan terbaik adalah kebersihan. Hindari kontak dengan kotoran manusia atau hewan. Cuci tangan setelah ke kamar mandi, bekerja di kebun, menangani cucian kotor atau hewan, atau mengganti popok – lihat LI 851. Kripto dapat menular melalui hubungan seks oral-anal (mulut ke dubur). Hindari menelan air waktu berenang karena air dapat tercemar kotoran manusia atau hewan yang mengandung kripto. Kerang atau tiram mentah dapat membawa kripto. Air ledeng atau air sumur dapat tercemar kripto. Jika jumlah CD4 kita di bawah 300, kita sebaiknya mempertimbangkan langkah ini: y Merebus air minum atau yang dipakai untuk memasak sedikitnya satu menit; atau y Memakai air mineral (botol); atau y Memakai air yang disaring: memakai saringan rumah yang dipastikan sebagai ‘Saringan 1-mikron’; atau y Memakai air sulingan. Air mineral mungkin tidak aman kalau tidak direbus atau disaring secara benar. Bagaimana Kripto Diobati? Belum ada pengobatan yang menyembuhkan kripto; namun terapi antiretroviral (ART) dapat mengurangi atau memulihkan gejala kripto. Nitazoksanid disetujui di AS untuk mengobati kripto pada orang dewasa dan anak. Beberapa obat yang disetujui untuk mengobati penyakit lain dapat dipakai terhadap kripto, termasuk paromomisin. Kita tidak dapat memberantas infeksi kripto. Namun ada obat untuk menangani diare yang disebabkannya. Ini termasuk loperamid (Imodium), bismut subsalisilat dan obat serupa. Diare berat yang berlangsung terus-menerus kadang kala diobati dengan oktreotid. Bila kita diare, penting kita minum banyak agar tidak dehidrasi (kekurangan cairan). Kita mungkin juga harus mengganti elektrolit yang hilang dengan memakai oralit. Garis Dasar Kriptosporidium adalah parasit yang agak lazim. Kuman ini ditemukan pada hewan, manusia, tanah, dan air. Kripto mudah menular. Pada orang dengan sistem kekebalan sehat, kripto menyebabkan diare dan masalah perut lain untuk kurang lebih satu minggu. Pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200, diare dapat berlangsung lama. Cara terbaik mencegah infeksi kripto adalah dengan sering cuci tangan. Hindari air yang tercemar, atau es yang dibuat dari air yang tercemar. Karena kemungkinan air ledeng/air sumur tercemar kripto, hanya memakai air yang direbus atau disaring, atau air mineral (botol) untuk minum dan masak. Pengobatan terbaik untuk kripto adalah ART. Nitazoksanid dapat dipakai untuk memerangi kripto. Diare terus-menerus akibat kripto harus ditangani dengan baik untuk menghindari dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan masalah yang lebih berat seperti wasting. Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 502 The AIDS InfoNet 4 Juni 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 503 MENINGITIS KRIPTOKOKUS Apa Meningitis Kriptokokus Itu? Kriptokokus adalah jamur. Kuman ini sangat lazim berada di tanah. Jamur ini masuk ke tubuh kita waktu kita menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Tampaknya kuman ini tidak menyebar dari orang ke orang. Meningitis adalah infeksi pada lapisan urat saraf tulang punggung dan otak. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis infeksi. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Meningitis adalah penyakit paling umum yang disebabkan oleh kriptokokus. Kriptokokus juga dapat menginfeksi kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Risiko infeksi kriptokokus paling tinggi jika jumlah CD4 di bawah 50. Meningitis kriptokokus adalah salah satu infeksi oportunistik terkait HIV yang terpenting, terutama di negara berkembang. Sebuah penelitian baru memperkirakan ada satu juta kasus setiap tahun. Tanda pertama meningitis termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan muntah, kebingungan, penglihatan kabur, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini muncul secara perlahan. Sakit kepala sering dialami pada bagian depan kepala dan tidak mampu diredakan oleh parasetamol. Penyakit HIV atau obat juga dapat menyebabkan gejala yang serupa. Jadi, tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes laboratorium ini memakai darah atau cairan sumsum tulang punggung. Cairan sumsum tulang punggung diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang punggung kita, pas di atas pinggul. Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang punggung. Tekanan cairan sumsum tulang punggung juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. Darah atau cairan sumsum tulang punggung dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang punggung juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India. Bagaimana Meningitis Kriptokokus Diobati? Meningitis kriptokokus diobati dengan obat antijamur. Beberapa dokter memakai flukonazol. Obat ini tersedia dengan bentuk pil atau infus. Flukonazol lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan (lihat Lembaran Informasi (LI) 534). Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang yang tidak tahan dengan flukonazol. Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin. Amfoterisin B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, dan dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Efek samping ini dapat dikurangi dengan memakai obat semacam ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B dipakai. Ada versi amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi selaput lemak menjadi gelembung kecil yang disebut liposom. Versi ini mungkin menyebabkan lebih sedikit efek samping. Meningitis kriptokokus kambuh setelah kejadian pertama pada kurang lebih separuh orang. Kemungkinan kambuh dapat dikurangi dengan terus memakai obat antijamur. Namun sebuah penelitian baru menemukan bahwa meningitis tidak kambuh pada Odha dengan jumlah CD4 meningkat menjadi lebih dari 100 dan mempunyai viral load tidak terdeteksi selama tiga bulan. Untuk beberapa orang, cairan sumsum tulang punggung harus disedot setiap hari untuk beberapa waktu agar mengurangi tekanan pada otak. Odha yang mulai terapi antiretroviral (ART) setelah terinfeksi kriptokokus dapat mengalami gejala ini sebagai bagian dari sindrom pemulihan kekebalan (IRIS: lihat LI 483). Sebuah penelitian pada 2011 menunjukkan bahwa mulai ART sekaligus mengobati meningitis kriptokokus meningkatkan risiko IRIS. Hasil yang lebih baik dicapai dengan mengobati meningitis tersebut sebelum mulai ART. Bagaimana Kita Dapat Memilih Pengobatan? Jika kita mengalami meningitis kriptokokus, kita diobati dengan obat antijamur seperti amfoterisin B, flukonazol dan flusitosin. Amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal. Obat lain mengakibatkan efek samping yang lebih ringan, tetapi kurang efektif memberantas kriptokokus. Jika meningitis didiagnosis cukup dini, penyakit ini dapat diobati tanpa memakai amfoterisin B. Namun, pengobatan yang umum adalah amfoterisin B untuk dua minggu diikuti dengan flukonazol oral (pil). Tanpa ART, flukonazol harus dipakai terus untuk seumur hidup; kalau tidak, meningitis kemungkinan akan kambuh. Bila kita memakai ART, kita boleh berhenti penggunaan flukonazol jika jumlah CD4 kita tetap di atas 200 selama lebih dari enam bulan. Dapatkah Meningitis Kriptokokus Dicegah? Memakai flukonazol waktu jumlah CD4 di bawah 50 dapat membantu mencegah meningitis kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan sebagian besar dokter tidak meresepkannya: y Sebagian besar infeksi jamur mudah diobati y Flukonazol adalah obat yang sangat mahal y Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan infeksi jamur ragi (seperti kandidiasis mulut, vaginitis, atau infeksi kandida berat pada tenggorokan) yang kebal (resistan) terhadap flukonazol. Infeksi yang resistan ini hanya dapat diobati dengan amfoterisin B. Garis Dasar Meningitis terjadi paling sering pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 50. Walaupun obat antijamur dapat mencegah meningitis kriptokokus, obat ini biasanya tidak dipakai karena mahal dan risiko mengembangkan infeksi ragi yang resistan terhadap obat tersebut. Jika kita mengalami meningitis kriptokokus, diagnosis dini mungkin membolehkan pengobatan dengan obat yang kurang beracun. Kita sebaiknya menghubungi dokter jika kita mengalami sakit kepala, leher pegal, masalah penglihatan, kebingungan, mual, atau muntah. Jika kita pernah meningitis, kita harus memakai obat antijamur terus-menerus untuk mencegah kambuhnya. Namun profilaksis ini dapat dihentikan bila CD4 kita tetap di atas 200 selama enam bulan akibat penggunaan ART. Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 503 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 504 MASALAH SARAF & DEMENSIA Apa Masalah Susunan Saraf Itu? Susunan saraf mempunyai dua bagian. Otak dan urat saraf tulang belakang yang disebut susunan saraf pusat (SSP). Saraf dan otot disebut susunan saraf perifer (perifer berarti jauh dari pusat). Orang dengan penyakit HIV mungkin mengalami beberapa masalah pada susunan saraf. Masalah yang lazim adalah neuropati perifer. Ini kerusakan pada saraf yang mengendalikan perasaan. Gejala dapat termasuk perubahan pada perasaan, mati rasa, kesemutan, nyeri, atau kelemahan, terutama pada kaki. Lihat Lembaran Informasi (LI) 555 untuk informasi lebih lanjut. Masalah SSP mencakup depresi dan masalah tidur, keseimbangan, jalan kaki, pikiran dan ingatan. Pada awal sejarah AIDS, semua masalah ini disebut “demensia terkait HIV”. Namun sekarang masalah yang lebih luas mulai muncul. Hal ini disebut sebagai “gangguan neurologis terkait HIV (HIVassociated neurological disturbance/ HAND). Masalah ini termasuk gejala yang kurang berat yang disebut sebagai gangguan motor kognitif yang minor. Sebelum ada terapi antiretroviral (ART), kurang lebih 20% Odha di AS mengalami demensia berat. ART sudah mengurangi kejadian demensia berat. Namun dengan Odha bertahan hidup lebih lama, lebih banyak orang mengalami masalah neurologis yang lebih ringan. Masalah ini diperkirakan berpengaruh pada 40-70% Odha. Hal ini tetap terjadi, walau mereka memakai ART. Namun jarang ada laporan mengenai demensia pada Odha di Indonesia. Tubuh kita mempunyai mekanisme untuk melindungi otak dari benda asing, yang disebut sebagai sawar darah-otak. Sawar ini menghambat pemasukan sebagian besar obat antiretroviral (ARV) pada otak. Walau begitu, bila viral load HIV dalam darah menurun akibat penggunaan ARV tersebut, viral load dalam otak juga menurun. Tidak diketahui apakah penggunaan ARV yang mampu menembus sawar darah-otak membantu mengurangi gejala masalah neurologis yang lebih ringan. Hasil penelitian bertentangan. Apa Tanda Masalah SSP? Beberapa masalah neurologis membutuhkan tanggapan medis yang mendesak. Bila kita mengalami sakit kepala yang berat, terutama bersamaan dengan demam, leher kaku, muntah, atau masalah penglihatan, atau bila kita mengembangkan kelemahan baru atau kehilangan perasaan, kita sebaiknya langsung periksa ke dokter. Gejala utama masalah SSP adalah dengan pikiran, perilaku dan penggerakan: y Pikiran: kehilangan ingatan, kesulitan memusatkan pikiran, kehilangan kemampuan mental, sulit pemahaman. Masalah ini dapat termasuk kelupaan nomor telepon yang sering dipakai, atau kesulitan dengan hitungan sederhana seperti menghitung uang kembali di toko. Orang dengan masalah SSP mungkin mengalami kesulitan penggunaan obat sesuai jadwal (kepatuhan, lihat LI 405). y Perilaku: depresi, gelisah, putus asa, lekas marah. y Penggerakan: masalah keseimbangan, berjalan tidak tegak, penggerakan lebih lambat, kurang koordinasi, gemetaran. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kekurangan refleks di pergelangan kaki, terutama bila dibandingkan dengan refleks di lutut. MRI (semacam pengamatan) dapat menunjukkan kelainan pada jaringan otak. Apa yang Memburukkan Masalah SSP? Banyak faktor dapat memburukkan masalah SSP, termasuk depresi berat, penggunaan narkoba atau alkohol, infeksi hepatitis C (lihat LI 506), peradangan (lihat LI 484), dan penuaan normal. Tambahan, masalah SSP tampaknya lebih lazim pada orang yang pernah mempunyai jumlah CD4 di bawah 200. Sebagaimana Odha bertahan hidup lebih lama, penuaan juga menambah masalah SSP. Beberapa masalah terkait penuaan mungkin terjadi lebih cepat pada Odha. Bagaimana Masalah SSP Diobati? Jika efek samping obat termasuk masalah SSP, masalah tersebut biasanya hilang jika penggunaan obat penyebabnya dihentikan. Namun mungkin dibutuhkan beberapa bulan sebelum hilang. Orang dengan masalah SSP mungkin mengalami kesulitan dalam kepatuhan terhadap ART-nya. Mungkin mereka memerlukan bantuan tambahan untuk mengingatkan agar memakai obatnya. Beberapa masalah neurologis lain mulai muncul pada Odha walau memakai ART. Masalah ini termasuk yang dikaitkan dengan sindrom pemulihan kekebalan (lihat LI 483). Garis Dasar Penyakit HIV dapat menyebabkan beberapa masalah pada sistem saraf, dari sulit ingatan dan masalah keseimbangan hingga demensia berat. Masalah ini biasanya baru dilihat pada tahap lanjut penyakit HIV. Namun, masalah ingatan dapat dialami, bahkan pada pasien yang tidak mengalami gejala lain. ART tampaknya melindungi susunan saraf pusat dari kerusakan berat oleh HIV. Namun karena semakin banyak Odha bertahan hidup lebih lama berkat ART, dan menjadi semakin tua, semakin banyak masalah SSP mulai muncul. Mengasuh seseorang dengan masalah SSP yang berat adalah sangat sulit. Pengasuh harus memperhatikan dirinya sendiri untuk menghindari kejenuhan dan depresi. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 505 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 505 HEPATITIS Apa Hepatitis Itu? Hepatitis berarti radang atau pembengkakan hati. Hepatitis bisa disebabkan oleh virus, alkohol, narkoba, obat (termasuk obat yang diresepkan), atau racun. Penyebab lainnya adalah infeksi oportunistik (IO) seperti MAC (lihat Lembaran Informasi (LI) 510) atau CMV (lihat LI 501). Hepatitis merupakan penyakit yang sangat umum. Penyakit ini dapat terjadi bahkan pada orang yang sistem kekebalannya sehat. Hepatitis juga bisa mengakibatkan parutan hati (sirosis), dan kegagalan fungsi hati yang bisa mematikan. Banyak kasus hepatitis tidak diobati karena tidak ada gejala atau gejala dikira diakibatkan hanya oleh serangan flu biasa. Gejala hepatitis yang paling umum adalah nafsu makan hilang, kelelahan, demam, pegal sekujur tubuh, mual dan muntah serta nyeri pada perut. Beberapa orang mungkin mengalami air seni yang menjadi berwarna gelap, buang air besar berwarna pucat, dan kulit serta mata menguning (disebut ikterus atau jaundice). Dokter akan memeriksa darah kita untuk melihat apakah hati kita bekerja secara normal. Tes fungsi hati tersebut mencakup pengukuran tingkat bahan kimia tertentu, misalnya bilirubin, AST dan ALT (dulu SGOT dan SGPT). Tingkat zat ini yang tinggi dalam darah mungkin menandai hepatitis. Lihat LI 135 untuk informasi lebih lanjut mengenai tes fungsi hati. Tes darah juga dapat dipakai untuk mencari virus penyebab hepatitis. Tes hepatitis virus dianjurkan untuk semua Odha. Adakalanya contoh sel hati diambil dengan memakai jarum (biopsi – lihat LI 672) dan diperiksa untuk menemukan tanda infeksi. Hepatitis Virus Para ilmuwan mengetahui lima virus yang bisa menyebabkan hepatitis. Ini disebut virus hepatitis A, B, C, D dan E, atau HAV, HBV, dan seterusnya. Lebih dari 90% kasus hepatitis disebabkan HAV, HBV dan HCV. Hepatitis virus dapat akut atau kronis. Akut berarti penyakit hanya bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Kemudian infeksi diberantas dari tubuh. Kita dapat merasa sakit selama beberapa minggu. Hepatitis kronis berarti hati kita mungkin sudah terkena radang selama enam bulan atau lebih. Hepatitis kronis menetap di tubuh kita; kita dapat menulari orang lain, dan penyakit kita dapat menjadi aktif lagi. HAV dan HEV merupakan penyakit akut dan tidak pernah menjadi kronis. Keduanya menular melalui kontak dengan tinja, baik secara langsung atau pun melalui makanan yang tersentuh oleh tangan yang tercemar. HBV merupakan virus hepatitis yang paling umum. Infeksi ini bisa ditularkan dari ibu-ke-bayi, melalui hubungan seks, atau kontak dengan darah yang terinfeksi. Secara global, kurang lebih 10% Odha juga terinfeksi (koinfeksi) HBV. Odha lebih mungkin mengembangkan HBV kronis. HBV lebih berat pada Odha, tetapi beberapa obat antiretroviral (ARV) – 3TC, tenofovir, FTC – juga menyerang HBV. Untuk informasi lebih lanjut, lihat buku kecil Spiritia “ Hepatitis Virus & HIV”. HCV biasanya ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, umumnya melalui penggunaan jarum atau alat suntik lain secara bergantian. Walau jarang, HCV juga dapat menular melalui hubungan seks tanpa kondom, terutama antara lakilaki yang berhubungan seks dengan lakilaki. Kurang lebih 75-85% orang terinfeksi HCV mengembangkan penyakit kronis. HCV dapat sangat ringan atau sama sekali tidak menunjukkan gejala, tetapi pada kurang lebih 20% orang dapat menyebabkan kerusakan hati yang berat pada kurun waktu 15-50 tahun. Infeksi HIV memburukkan penyakit HCV. Lihat LI 506 untuk informasi lebih lanjut mengenai HCV. HDV hanya muncul pada orang dengan HBV. Penyakit pada orang yang terinfeksi HDV menjadi lebih berat dibandingkan orang yang hanya terinfeksi HBV. Cara terbaik untuk mencegah infeksi virus hepatitis adalah dengan menjaga kebersihan dan menghindari hubungan langsung dengan darah. Kita mungkin tidak mengetahui apakah orang lain terinfeksi. Kondom dapat membantu mencegah penularan HBV dan HCV. Selain itu, ada vaksin yang dapat melindungi terhadap HAV dan HBV, walau kita sudah terpajan. Vaksin ini mungkin kurang efektif pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 350. Belum ada pengobatan yang efektif untuk HAV dan HEV, tapi kedua penyakit ini biasanya cepat sembuh. Interferon pegilasi dan tiga ARV – 3TC, FTC dan tenofovir – membantu mengobati HBV dan HDV. Adefovir dipivoxil (Hepsera) disetujui di AS untuk mengobati HBV. LI 506 memberi informasi lebih lanjut mengenai obat untuk HCV. Ada beberapa obat baru yang sedang dikembangkan untuk mengobati HCV. Tipe Hepatitis Lain Hepatitis yang disebabkan oleh alkohol, narkoba, obat, atau pun racun mengakibatkan gejala yang sama seperti hepatitis virus. Tugas hati adalah untuk menguraikan zat yang terdapat dalam darah, dan beban dapat menjadi terlalu berat. Beberapa obat yang dipakai untuk memerangi HIV atau pun penyakit terkait AIDS dapat mengakibatkan hepatitis. Begitu juga dengan parasetamol/asetaminofen (nama merek antara lain Bodrex dan Panadol), obat penawar nyeri yang umum. Pengobatan yang paling baik untuk tipe hepatitis ini adalah menghentikan penggunaan alkohol, narkoba atau obat yang mengganggu hati. Jika hepatitis disebabkan oleh IO terkait AIDS maka IO itu harus ditangani agar hati dapat pulih. Masalah Pengobatan Hati harus berfungsi dengan baik agar dapat menguraikan sebagian besar obat. Obat yang tidak menyebabkan gangguan apa pun pada waktu hati kita sehat dapat membuat kita sakit berat bila kita mengalami hepatitis. Ini juga berlaku untuk alkohol, aspirin, jamu-jamuan, dan narkoba. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai.. Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati hepatitis berinteraksi dengan ARV. Dokter kita harus memperhatikan semua obat yang kita pakai. Pendekatan Alternatif Dua jenis jamu tampaknya dapat menolong jenis hepatitis apa pun. Pertama adalah licorice (Glycyrrhiza glabra), sering kali diminum dalam bentuk kapsul atau sebagai teh. Sedangkan yang lain adalah ‘widuri susu’ (milk thistle – Silybum marianum, lihat LI 735), dipakai dalam bentuk sari pati atau teh. Bicaralah dengan dokter atau ahli jamu yang berpengalaman sebelum memakai kedua jenis jamu tersebut. Beberapa produsen memasarkan yang disebut ‘hepatoprotektor’, yaitu gabungan beberapa jamu – lihat LI 760. Belum ada bukti bahwa hepatoprotektor efektif terhadap hepatitis virus. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 506 The AIDS InfoNet 26 Agustus 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 506 HEPATITIS C (HCV) & HIV Apa Hepatitis C Itu? Virus hepatitis C (HCV) dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Infeksi HCV terutama tersebar melalui hubungan langsung darah-ke-darah. Kebanyakan orang tertular HCV melalui penggunaan narkoba suntikan dengan memakai jarum suntik secara bergantian. Sampai 90% orang yang pernah menyuntik narkoba, walau hanya sekali, ternyata terinfeksi HCV. Beberapa orang juga terinfeksi HCV melalui hubungan seks tanpa kondom. Risiko ini terutama tinggi untuk laki-laki terinfeksi HIV yang berhubungan seks dengan laki-laki, dan orang terinfeksi HIV dengan infeksi menular seksual yang lain, mempunyai banyak pasangan seks, dan/atau melakukan kegiatan seksual yang menyebabkan perdarahan, misalnya memasukkan tangan pada dubur (fisting). HCV juga dapat tertular melalui peralatan atau tinta tato yang dipakai secara bergantian. Beberapa orang juga terinfeksi dalam sarana kesehatan, melalui tertusuk dengan jarum suntik atau alat lain yang tidak steril. Petugas layanan kesehatan dapat tertular HCV melalui tertusuk secara tidak sengaja dengan jarum suntik. HCV juga dapat menular melalui transfusi darah, walau darah donor di Indonesia diskrining untuk HCV. HCV lebih mudah menular dibanding HIV melalui darah yang tercemar. Di Indonesia, ada kurang lebih 40 kali lebih banyak orang terinfeksi HCV dibanding terinfeksi HIV. Kita bisa terinfeksi HCV tanpa menyadarinya. Kurang lebih 15-30% orang memberantas HCV dari tubuhnya tanpa pengobatan. Sisanya mengembangkan infeksi kronis, dan virus ini bermukim dalam tubuh kecuali bila berhasil diobati. HCV mungkin tidak menyebabkan masalah selama kurang lebih 15-20 tahun, bahkan lebih lama, tetapi HCV dapat mengakibatkan kerusakan hati berat yang disebut sirosis. Orang dengan sirosis berisiko lebih tinggi terhadap kanker hati, gagal hati dan kematian. Sebuah penelitian besar pada 2011 menemukan bahwa infeksi HCV kronis meningkatkan risiko kematian dari penyebab apa pun dua kali lipat. Bagaimana HCV Didiagnosis? Beberapa orang terinfeksi HCV mempunyai tingkat enzim hati (ALT/SGPT) yang luar biasa tinggi. Lihat Lembaran Informasi (LI) 135 untuk informasi tentang tes ini. Bila kita pernah berisiko HCV, sebaiknya kita dites HCV, walau tingkat enzim hati tetap normal. Tes HCV diusulkan untuk semua Odha, karena koinfeksi (infeksi bersamaan) adalah umum. Umumnya, tes darah pertama untuk HCV adalah tes antibodi. Hasil tes positif berarti kita pernah terinfeksi HCV. Namun HCV pada beberapa orang dapat sembuh tanpa pengobatan, jadi kita membutuhkan tes viral load HCV untuk mengetahui apakah kita terinfeksi kronis. Tes viral load HCV diusulkan bila hasil tes antibodi reaktif, kita pernah berisiko HCV, atau dialami tanda atau gejala hepatitis. Tes HCV serupa dengan tes antibodi dan viral load HIV. Viral load HCV umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan viral load HIV, sering kali jutaan. Berbeda juga dengan HIV, viral load HCV tidak meramalkan kelanjutan penyakit. Viral load HCV atau hasil tingkat enzim hati tidak menunjukkan tingkat kerusakan pada hati. Biopsi hati (LI 672) adalah cara terbaik untuk memastikan keadaan hati. Bila hanya ada sedikit kerusakan pada hati, beberapa pakar mengusulkan hati dipantau; bila ada parutan, pengobatan HCV mungkin dibutuhkan. Bagaimana HCV Diobati? Hampir semua kasus HCV dapat disembuhkan jika pengobatan dengan interferon dimulai sangat dini sejak terinfeksi. Sayangnya, kebanyakan orang pada awal infeksi tidak sama sekali mengalami tanda hepatitis, atau menganggapnya sebagai gejala flu. Kebanyakan kasus baru didiagnosis setelah beberapa tahun. Pada 2014, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengeluarkan pedoman pengobatan HCV pertama. Langkah pertama dalam mengobati HCV adalah untuk menentukan genotipe HCV (LI 674). Kebanyakan orang terinfeksi dengan genotipe 1. Pengobatan umum untuk HCV genotipe 1 adalah kombinasi dua obat: interferon pegilasi (pegIFN) dan ribavirin (RBV) plus protease inhibitor HCV – lihat LI 680, LI 682 dan LI 683. Obat ini mempunyai efek samping yang berat, termasuk gejala mirip flu, lekas marah, depresi, dan kekurangan sel darah merah (anemia) atau sel darah putih (neutropenia). Orang dengan HCV genotipe 2, 3 dan 4 diobati dengan pegIFN dan RBV. Obat baru untuk HCV sedang dikembangkan. Pengobatan HCV tidak cocok untuk semua orang, dan beberapa orang tidak tahan efek sampingnya. Kita lebih mungkin berhasil jika kita: y Belum mengalami kerusakan berat pada hati y Berkulit putih y Hasil tes genotipe IL28B yang baik y Mempunyai HCV genotipe 1b, dibandingkan 1a yHCV-nya belum pernah diobati Dapatkah HCV Dicegah? Belum ada vaksin untuk HCV. Cara terbaik untuk mencegah infeksi HCV adalah menghindari penggunaan peralatan suntik narkoba bergantian dan kontak lain dengan darah terinfeksi HCV. Koinfeksi HCV dan HIV Karena HIV dan HCV ditularkan melalui hubungan dengan darah yang terinfeksi, banyak orang terinfeksi kedua virus ini, yang disebut koinfeksi. y Koinfeksi HIV dikaitkan dengan kelanjutan penyakit HCV yang lebih cepat, atau risiko kerusakan hati yang lebih tinggi. Dari sisi lain, HCV tampaknya tidak mempercepat kelanjutan penyakit HIV y Orang dengan koinfeksi lebih mungkin depresi. Depresi adalah gejala HCV. Hal ini dapat menyebabkan kelupaan dosis obat (kepatuhan rendah, lihat LI 416) dan masalah berpikir (LI 504) y Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200 berisiko paling tinggi terhadap kerusakan hati akibat HCV y Pengobatan HCV kurang efektif untuk orang koinfeksi. Angka sembuh adalah kurang lebih 20% dengan genotipe 1 dan 50-70% untuk genotipe 2 atau 3 y Jika kita memenuhi kriteria untuk terapi ARV (ART), kita sebaiknya mulai ART lebih dahulu. HIV yang tidak diobati selama 6-12 bulan dapat menimbulkan akibat yang berat y Beberapa ARV sebaiknya dihindari selama pengobatan HCV. Jangan memakai ddI atau d4T dengan RBV. Hindari AZT selama pengobatan HCV, karena meningkatkan risiko anemia. Bila kita koinfeksi HCV-HIV, pastikan dokter berpengalaman dengan kedua penyakit. Diperbarui 31 Oktober 2014 berdasarkan FS 507 The AIDS InfoNet 24 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 507 HUMAN PAPILLOMAVIRUS (HPV) Apa HPV Itu? Infeksi dengan virus papiloma manusia (human papilloma virus/HPV) pada kelamin adalah infeksi menular seksual (IMS) yang paling umum. Ada lebih dari 120 tipe virus HPV. Virus tersebut lazim ditemukan. Satu penelitian menemukan HPV pada 77% perempuan HIV-positif. HPV menular dengan mudah melalui hubungan seks. HPV begitu umum sehingga hampir semua laki-laki dan perempuan yang aktif secara seksual tertular pada suatu waktu dalam kehidupan. Berbagai jenis HPV menyebabkan kutil, umumnya pada tangan atau kaki. Infeksi pada tangan dan kaki biasanya tidak menular melalui hubungan seks. Beberapa jenis HPV dapat menyebabkan kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. Odha dapat mengalami luka yang lebih buruk di dubur dan daerah leher rahim. HPV juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada lidah dan bibir. Jenis HPV lain dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer), atau kanker penis. Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal intraepithelial neoplasia/AIN). AIN adalah perkembangan sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical intraepithelial neoplasia/CIN). Tampaknya AIN dan CIN lebih umum pada Odha dibanding orang HIV-negatif. Bagaimana HPV Ditemukan? Banyak orang mempunyai infeksi HPV tanpa diketahui. Infeksi HPV dapat hilang tanpa menyebabkan masalah. Untuk menemukan HPV, dokter mencari displasia atau kutil kelamin. Tes Pap (Pap smear) dipakai untuk memeriksa leher rahim perempuan. Tes ini juga dapat dipakai untuk memeriksa dubur laki-laki dan perempuan. Kain penyeka diusap pada daerah yang ingin diperiksa dilumuri pada kaca dan diperiksa dengan mikroskop. Sel diperiksa untuk kelainan yang mungkin menunjukkan perubahan abnormal pada sel, misalnya displasia atau kanker leher rahim. Pada 2009, FDA AS menyetujui dua tes yang memakai contoh yang diambil oleh tes Pap. Tes ini mencari tipe HPV yang dikaitkan dengan masalah kesehatan. Displasia dapat dideteksi dengan tes Pap. Beberapa peneliti menganggap bahwa tes Pap pada dubur dan leher rahim sebaiknya dilakukan setiap tahun untuk orang yang berisiko lebih tinggi: y Orang yang menerima seks anal (penis masuk pada duburnya) y Perempuan yang pernah mengalami CIN y Siapa pun dengan jumlah CD4 di bawah 500 Namun peneliti lain menganggap pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menemukan semua kasus kanker dubur yang ditemukan melalui tes Pap pada dubur. Kutil kelamin dapat muncul antara beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah seorang terinfeksi HPV. Kutil dapat kelihatan seperti benjolan kecil. Kadang kala, kutil ini dapat menjadi lebih penuh dengan daging dan kelihatan seperti kembang kol. Semakin lama, kutil dapat menjadi semakin besar. Umumnya, dokter dapat menentukan apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan melihatnya. Kadang kala alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah dubur. Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa dengan mikroskop. Ini disebut biopsi. Jenis HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan jenis virus yang menyebabkan kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil, kita mungkin juga terinfeksi jenis HPV lain yang dapat menyebabkan kanker. Apakah Infeksi HPV Dapat Dicegah? Tidak ada cara yang mudah untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HPV. Orang yang tidak menunjukkan tanda atau gejala infeksi HPV tetap dapat menularkan infeksinya. Kondom tidak mencegah penularan HPV secara keseluruhan. Virus ini dapat menular melalui hubungan langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi yang tidak diliputi oleh kondom. Laki-laki dan perempuan dengan HIV yang aktif secara seksual mungkin sebaiknya melakukan tes Pap secara berkala pada vagina dan/atau dubur untuk mencari sel yang abnormal atau tanda awal kutil. Hasil positif dapat ditindaklanjuti untuk mengetahui apakah pengobatan dibutuhkan. Dua vaksin disetujui di AS untuk laki-laki dan perempuan berusia 9-26 tahun. Vaksin ini diberi dengan serangkaian tiga suntikan selama enam bulan. Vaksin ini paling efektif pada orang yang belum aktif secara seksual. Vaksin ini belum diuji coba pada orang yang terlanjur terinfeksi HPV, dan tidak disetujui untuk dipakai oleh orang tersebut. Pada 2011, CDC-AS mengusulkan semua anak laki-laki divaksinasi pada usia 11 tahun. Bagaimana Infeksi HPV Diobati? Belum ada pengobatan langsung untuk infeksi HPV. Sistem kekebalan tubuh dapat “memberantas” (alias menyembuhkan) infeksi HPV. Namun orang tersebut dapat tertular lagi. Displasia dan kutil dapat dicabut. Ada beberapa cara untuk melakukan ini: y Membakarnya dengan jarum listrik (kauterisasi listrik) atau laser. y Membekukannya dengan nitrogen cair. y Memotongnya secara bedah. y Mengobatinya dengan zat kimia. Asam triklorasetik (TCA) efektif untuk beberapa orang. Pengobatan lain yang kurang lazim untuk kutil termasuk obat 5-FU (5-fluorourasil) dan interferon alfa. 5-FU berbentuk krim. Suatu obat baru, yaitu imikuimod, disetujui di AS untuk mengobati kutil kelamin. Sidofovir, yang aslinya dikembangkan untuk mengobati virus sitomegalo (CMV) mungkin juga dapat membantu memerangi HPV. Infeksi HPV dapat bertahan lama, terutama pada orang terinfeksi HIV. Displasia dan kutil dapat kambuh. Penyakit ini sebaiknya diobati sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan penyebaran atau kambuh. Sebuah penelitian di AS menemukan bahwa peningkatan dalam kanker dubur sebagian besar ditemukan pada Odha laki-laki. Garis Dasar Virus papiloma manusia (HPV) adalah virus yang sangat lazim. Beberapa jenis HPV menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) di daerah kelamin dalam atau di sekitar leher rahim atau dubur. Pertumbuhan sel tidak normal ini dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. Infeksi HPV pada alat kelamin disebarkan melalui hubungan seks. Infeksi HPV dapat bertahan lama, terutama pada Odha. Dua vaksin sudah disetujui untuk dipakai pada laki-laki dan perempuan berusia 9-26 tahun. Tes Pap dapat menemukan pertumbuhan sel yang tidak normal pada leher rahim. Tes ini juga dapat dipakai untuk memeriksa dubur laki-laki dan perempuan. Walaupun tes Pap tampaknya cara terbaik untuk menemukan kanker leher rahim secara dini, pemeriksaan fisik dengan hati-hati mungkin adalah cara terbaik untuk menemukan kanker dubur. Tanda infeksi HPV – kutil atau displasia – sebaiknya diobati sesegera mungkin setelah dideteksi. Kalau tidak, masalah dapat menjadi lebih besar dan lebih mungkin kambuh setelah diobati. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 510 The AIDS InfoNet 10 Januari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 508 SARKOMA KAPOSI (KS) Apa Sarkoma Kaposi Itu? Sarkoma Kaposi (KS) adalah penyakit mirip kanker. Awalnya KS ini dikenal sebagai penyakit yang berpengaruh pada laki-laki usia lanjut di daerah Eropa Timur atau Laut Tengah. KS juga terjadi pada laki-laki Afrika dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Penyebab KS tertinggi sekarang adalah infeksi HIV. Kalau kita mengalami KS terkait HIV, kita dianggap AIDS. Penyakit ini biasanya dilihat pada kulit, atau dalam lapisan mulut, hidung, atau mata. KS juga dapat menyebar pada paru, hati, perut dan usus, dan kelenjar getah bening. KS mencakup perkembangan banyak pembuluh darah baru yang sangat tipis. Proses ini disebut angiogenesis. KS disebabkan oleh virus herpes yang disebut virus herpes manusia 8 (HHV-8). Dalam suatu penelitian baru, laki-laki dengan HHV-8 hampir 12 kali lipat lebih mungkin didiagnosis dengan KS dibandingkan laki-laki yang tidak terinfeksi HHV-8. KS berpengaruh pada kurang lebih 20% Odha di AS yang tidak memakai terapi antiretroviral (ART). Angka di Indonesia belum diketahui, tetapi tampaknya lebih rendah. Di AS, kejadian KS merosot kurang lebih 80% setelah adanya ART. Namun pada 2007, dokter menemukan kasus KS pada orang yang HIVnya tertekan penuh oleh ART. Kasus baru ini tampaknya ringan dan tidak gawat. KS terutama terjadi pada laki-laki: di AS ada delapan kali lebih banyak lakilaki dengan KS dibandingkan perempuan. KS adalah gejala AIDS yang paling mudah terlihat, karena biasanya penyakit tampak sebagai bintik kulit yang disebut lesi, yang kelihatan berwarna merah atau ungu pada kulit putih dan agak biru, cokelat atau hitam pada kulit lebih gelap. Lesi sering terjadi pada wajah, lengan dan kaki. KS pada kulit tidak gawat. Namun lesi KS pada kaki dapat menyebabkan kesulitan berjalan kaki. Jika menyebar pada tempat lain, tumor KS dapat menyebabkan masalah berat. Pada lapisan mulut, KS dapat menyebabkan kesulitan makan atau menelan. Pada perut atau usus, KS dapat menyebabkan perdarahan dalam dan penyumbatan. Jika KS menyumbat kelenjar getah bening, hal ini dapat menyebabkan bengkak yang berat pada lengan, kaki, wajah atau kantong kemaluan. Bentuk KS yang paling berat adalah pada paru. KS pada paru dapat menyebabkan batuk yang berat, sesak napas, atau kumpulan cairan yang dapat menjadi gawat. KS sering dapat didiagnosis dengan melihat lesi pada kulit. Biasanya datar, tanpa rasa sakit, dan tidak gatal atau berisi cairan. Mungkin kelihatan seperti luka memar, tetapi warna ungu luka memar hilang jika ditekan; lesi KS tidak begitu. Lesi KS dapat tumbuh menjadi benjolan yang dapat bergabung. Dokter kita mungkin mengambil contoh kecil (biopsi) dari lesi untuk diperiksa dengan mikroskop dan menentukan diagnosis KS. Bagaimana KS Diobati? ART adalah pengobatan terbaik untuk KS aktif. Pada banyak orang, ART dapat menghentikan tumbuhnya atau bahkan memulihkan lesi kulit. Selain ART, ada berbagai pengobatan untuk KS pada kulit atau pada bagian tubuh lain. Pada kulit, KS mungkin tidak harus diobati jika hanya ada sedikit lesi. Lesi kulit dapat: y Dibekukan dengan nitrogen cair y Diobati dengan radiasi y Dicabut secara bedah y Disuntik dengan obat antikanker atau interferon alfa y Diobati dengan olesan tretinoin (asam retinoik) Pengobatan ini hanya efektif pada lesi kulit, bukan KS secara keseluruhan. Lesi kulit mungkin kambuh setelah pengobatan. Jika KS telah menyebar pada organ dalam, pengobatan sistemik (seluruh tubuh) dipakai. Jika ART tidak cukup, doksorubisin, daunorubisin atau paklitaksel juga dapat dipakai. Doksorubisin dan daunorubisin adalah obat antikanker dalam bentuk ‘liposomal’. ‘Liposomal’ berarti obat dengan jumlah kecil dilapisi selaput lemak menjadi gelembung kecil, yang disebut liposom. Obat bertahan lebih lama dengan bentuk ini dan tampaknya berpindah ke daerah yang membutuhkan. Dengan memakai bentuk obat liposomal, beberapa efek samping berkurang. Apakah KS Dapat Dicegah? Cara penularan HHV-8 belum jelas. Mungkin virus ini menular melalui hubungan seks dan melalui ciuman dalam. Seperti infeksi oportunistik lain, sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan infeksi HHV-8. Cara terbaik mencegah KS adalah dengan memakai ART untuk menjaga kekuatan sistem kekebalan. Adakah Pengobatan Lain yang Ditelitikan untuk KS? Pendekatan antisitokin: Ada banyak penelitian terhadap sitokin, protein yang dipakai oleh sistem kekebalan untuk merangsang sel agar tumbuh. Para peneliti menganggap bahwa zat yang menghambat faktor pertumbuhan ini juga dapat melambatkan pertumbuhan KS. Antibodi monoklonal: Obat ini dibuat melalui rekayasa genetis. Nama obat ini mempunyai “-mab” di belakang, misalnya bevacizumab. Obat lain: Ilmuwan sedang meneliti beberapa obat yang melambatkan perkembangan pembuluh darah (angiogenesis). Garis Dasar KS adalah penyakit yang berpengaruh pada kurang lebih 20% Odha di AS yang tidak memakai ART, tetapi mungkin kejadian lebih rendah di Indonesia. KS sebagian disebabkan oleh virus herpes yang disebut HHV-8. Pengobatan terbaik untuk KS adalah ART. KS pada kulit diobati dengan beberapa cara, dan bukan masalah gawat. KS pada organ dalam dapat gawat. KS dalam biasa diobati dengan obat antikanker. Jika kita mengamati bintik warna gelap pada kulit, kita sebaiknya diperiksa dokter untuk menentukan apakah kita sakit KS. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 511 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 509 LIMFOMA Apa Limfoma Itu? Limfoma adalah kanker sel darah putih yang disebut limfosit-B, atau sel-B. Sel tersebut cepat menggandakan diri dan membentuk tumor. Limfoma pada otak atau urat saraf tulang belakang disebut limfoma susunan saraf pusat (SSP). Limfoma yang berhubungan dengan AIDS kadang kala disebut sebagai Limfoma Non-Hodgkin (NHL). Pada 1985, NHL dimasukkan pada daftar penyakit yang mendefinisi AIDS oleh Centers for Disease Control di AS. Penyakit Hodgkin, jenis limfoma lain, jarang ditemukan pada Odha. Semakin lama kita hidup dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, semakin tinggi risiko NHL. NHL dapat terjadi bahkan pada jumlah CD4 yang tinggi. NHL dapat gawat dan menimbulkan kematian, kadang-kadang dalam satu tahun. Penggunaan terapi antiretroviral (ART) mengurangi angka sebagian besar infeksi oportunistik kurang lebih 80%. Pada awal, penurunan ini tampaknya tidak berlaku untuk NHL. Namun penelitian baru menunjukkan kejadian NHL menurun 50%, terutama limfoma SSP. NHL masih menyebabkan kurang lebih 20% kematian pada Odha. Kurang lebih 10% Odha mungkin akhirnya akan mengembangkan NHL. Bagaimana NHL Didiagnosis? Tumor NHL dapat terjadi pada tulang, perut, hati, otak atau bagian tubuh yang lain. Tanda pertama NHL adalah pembengkakan kelenjar getah bening, demam, keringat malam, dan kehilangan berat badan lebih dari 10%. Gejala ini dapat muncul akibat beberapa penyakit lain berhubungan dengan AIDS. Jika tidak menemukan alasan lain untuk gejala ini, biasanya dokter akan tes untuk NHL. NHL biasa didiagnosis dengan memakai teknik penggambaran atau biopsi. Teknik penggambaran memakai beberapa pengamatan (scan) yaitu scan CAT, PET, galium dan talium. Biopsi adalah pemeriksaan sel yang terduga adalah tumor. Sel diambil dengan jarum tipis, atau sel diambil dengan bedah. Apa Penyebab NHL? NHL disebabkan oleh rangsangan jangka panjang pada sistem kekebalan tubuh. Jika sel-B menggandakan diri secara cepat selama bertahun-tahun, makin banyak mutasi atau perubahan terjadi pada sel ini. Beberapa mutasi ini dapat menyebabkan kanker. Kurang lebih 4% orang dengan gejala penyakit HIV mengalami NHL setiap tahun. Angka kejadian NHL pada Odha 80 kali lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Risiko NHL ditingkatkan oleh infeksi dengan virus Epstein-Barr, dan oleh faktor genetis. Angka kejadian NHL dua kali lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan di AS, dua kali lebih tinggi di antara orang berkulit putih dibandingkan orang asal Afrika dan Karibia. Pada saat ini, belum diketahui cara pencegahan NHL. Bagaimana NHL Diobati? Sebagian besar kanker diobati dengan kombinasi obat (kemoterapi atau kemo). Kemo sangat beracun. Terapi ini menekan sistem kekebalan. Kemo dapat mengakibatkan mual, muntah, kelelahan, diare, gusi bengkak dan peka, luka pada mulut, rambut rontok, dan mati rasa atau semutan pada kaki atau tangan. Kemo juga merusak sumsum tulang. Ini dapat mengakibatkan anemia (kurang sel darah merah) dan neutropenia (kurang sel darah putih). Neutropenia meningkatkan risiko infeksi bakteri. Obat tambahan mungkin dibutuhkan untuk melawan efek samping ini. NHL pada SSP sangat sulit diobati. Terapi radiasi sering dipakai untuk menggantikan atau menunjang kemo. Odha lebih mudah menahan kemo untuk NHL bila memakai ART. Sebagai hasil, angka kematian akibat NHL sudah menurun lebih dari 80%. Dalam sebuah penelitian, 74% pasien NHL yang memakai kombinasi kemo baru yang disebut EPOCH menjadi pulih. Sejak Odha mulai memakai ART, jenis NHL yang ditemukan pada Odha menjadi lebih mudah diobati. Sebagai hasil, sekarang Odha dengan NHL bertahan hidup lebih lama. Beberapa jenis kemo dipakai untuk NHL. Kemo memulihkan tumor pada kurang lebih 50% pasien. Namun tumor dapat kambuh pada banyak pasien dalam satu tahun. Orang yang didiagnosis NHL lebih berisiko mengalami pneumonia pneumosistis (PCP), dan harus memakai obat untuk mencegah penyakit ini. Lihat Lembaran Informasi (LI) 512 untuk informasi lebih lanjut tentang PCP. “Antibodi monoklonal” sekarang dipakai untuk NHL, dan peneliti terus menelitikan penggunaannya. Obat ini dibuat dengan rekayasa genetis. Obat ini menyerang sel-B yang menggandakan diri tanpa pengendalian. Nama antibodi monoklonal berakhir dengan ‘-mab’, seperti rituksimab. Obat tersebut menyusutkan tumor dan memperpanjang waktu sebelum tumor tumbuh kembali. Garis Dasar NHL, sejenis kanker yang melibatkan sel-B, berpengaruh pada orang dengan penyakit HIV lanjut. NHL gawat dan sering mengakibatkan kematian. Penggunaan ART menurunkan jumlah kasus baru NHL. Ini terutama betul untuk NHL pada susunan saraf pusat (SSP). NHL diobati dengan obat kemo. Untuk NHL pada SSP, terapi radiasi juga dipakai. Walaupun tumor NHL dapat hilang, mereka cenderung kambuh pada banyak orang. Pengobatan NHL sulit. Orang yang mengalaminya sering mempunyai sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah. ART dapat menguatkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan penggunaan kemo yang lebih manjur. ART juga tampaknya menyebabkan NHL lebih mudah diobati. Obat tambahan sering kali dibutuhkan untuk menangani efek samping kemo. Obat baru hasil rekayasa genetis yang disebut antibodi monoklonal sudah mulai dipakai untuk mengobati NHL. Penelitian terus dilakukan terhadap penggunaan antibodi monoklonal, serta kombinasi obat kemo yang baru. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 512 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 510 MAC (Mycobacterium Avium Complex) Apa MAC Itu? Kompleks Mikobakterium Avium (Mycobacterium Avium Complex/MAC) adalah penyakit berat yang disebabkan oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium Avium Intracellulare). Infeksi MAC dapat lokal (terbatas pada satu bagian tubuh) atau diseminata (tersebar luas pada seluruh tubuh, kadang kala disebut DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada paru, usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan MAC sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat mengembangkan penyakit MAC. Hingga 50% Odha mengalami penyakit MAC, terutama jika jumlah CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah menyebabkan penyakit pada orang dengan jumlah CD4 di atas 100. Bagaimana Kita Tahu Kita MAC? Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain. Gejala ini dapat disebabkan oleh banyak infeksi oportunistik. Jadi, dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, membutuhkan beberapa minggu. Memang sulit menemukan bakteri MAC, walau kita terinfeksi. Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, dokter mungkin mengobati kita seolaholah kita MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC sangat umum tetapi sulit didiagnosis. Bagaimana MAC Diobati? Bakteri MAC dapat bermutasi (mengubah dirinya) dan mengembangkan resistansi (menjadi kebal) terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai kombinasi obat antibakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua obat dipakai: biasanya azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat lain. Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup (selama jumlah CD4 kita di bawah 100), agar penyakit tidak kembali (kambuh). Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC. Kita dan dokter mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum kita menemukan satu kombinasi yang berhasil untuk kita dan menyebabkan efek samping sedikit mungkin. Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah: y Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan. y Azitromisin (lihat Lembaran Informasi (LI) 530): mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus. y Siprofloksasin (lihat LI 531): mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus. y Klaritromisin (lihat LI 532): mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau diinfus. Catatan: takaran maksimum 500mg dua kali sehari. y Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet. y Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat. y Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat menyebabkan air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah-oranye (dapat mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat. Dapatkah MAC Dicegah? Bakteri yang menyebabkan MAC sangat umum. Mustahil infeksinya dihindari. Cara terbaik untuk mencegah penyakit MAC adalah memakai terapi antiretroviral (ART). Bahkan jika jumlah CD4 kita sangat rendah, ada obat yang dapat mencegah perkembangan penyakit MAC pada hingga 50% orang. Obat antibiotik azitromisin dan klaritromisin dipakai untuk mencegah penyakit MAC. Obat ini dapat diresepkan untuk orang dengan jumlah CD4 di bawah 50. ART dapat meningkatkan jumlah CD4. Jika jumlah CD4 naik di atas 100 dan tahan pada tingkat ini selama tiga bulan, berhenti memakai obat pencegahan MAC mungkin aman. Bahas dengan dokter sebelum berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan. Masalah Interaksi Obat Sebagian besar obat yang dipakai untuk mengobati MAC berinteraksi dengan banyak obat yang lain, termasuk obat antiretroviral (ARV), obat antijamur dan pil KB. Hal ini dapat menjadi masalah besar dengan rifampisin, rifabutin dan rifapentin. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai agar semua interaksi yang mungkin dapat dipertimbangkan. Garis Dasar MAC adalah penyakit berat yang disebabkan bakteri yang lazim. MAC dapat menyebabkan kehilangan berat badan yang parah, diare dan gejala lain. Jika kita sakit MAC, kemungkinan kita akan diobati dengan azitromisin atau klaritromisin ditambah satu hingga tiga antibiotik lain. Kita harus memakai obat ini terus-menerus seumur hidup (selama jumlah CD4 di bawah 100) untuk menghindari kambuhnya MAC. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 50 sebaiknya bicara dengan dokter mengenai obat untuk mencegah penyakit MAC. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 514 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 511 MOLUSKUM Apa Moluskum Itu? Moluskum kontagiosum (Molluscum contagiosum) adalah infeksi kulit, yang disebabkan oleh virus. Moluskum mengakibatkan bintil putih kecil (lesi) yang muncul pada kulit. Sebagian besar bergaris tengah sekitar 1cm. Bagian tengah lesi keras berwarna putih. Beberapa lesi mempunyai cekungan di tengah. Lesi moluskum berwarna sama dengan kulit biasa, tetapi bisa kelihatan seperti lilin. Lesi biasanya tidak sakit atau gatal. Virus moluskum sangat umum, dan hampir semua orang pernah terinfeksinya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan moluskum agar lesi tidak terjadi, atau jika terjadi, tidak bertahan lama. Orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat mengembangkan lesi moluskum yang menyebar, bertahan lama, dan sangat sulit diobati. Kurang lebih 20% Odha akan mengembangkan moluskum. Moluskum bukan masalah kesehatan yang berat. Namun, banyak orang menganggap lesi moluskum kelihatan sangat buruk. Ini dapat menyebabkan masalah emosional dan mental yang berat. Bagaimana Moluskum Menyebar? Moluskum dapat menyebar melalui hubungan langsung dengan kulit. Infeksi ini dapat menular melalui hubungan seks. Moluskum dapat menginfeksi bagian kulit mana pun, tetapi umumnya terjadi pada wajah atau di pangkal paha dan bagian pinggang. Moluskum dapat menyebar dari lesi ke bagian tubuh yang lain, atau kepada orang lain. Infeksi ini juga dapat disebarkan oleh barang atau pakaian yang pernah berhubungan dengan lesi. Laki-laki dengan HIV sering mengalami moluskum pada wajah. Moluskum dapat disebarkan akibat mencukur janggut dengan pisau silet. Bagaimana Kita Mengetahui Kita Mengalami Moluskum? Dokter dapat mendiagnosis lesi moluskum dengan mudah. Lesi tersebut adalah bintil seperti lilin berwarna sama dengan kulit, yang tidak sakit atau gatal. Hanya ada satu atau dua infeksi lain dengan gejala mirip dengan moluskum. Bagaimana Moluskum Diobati? Lesi moluskum diobati dengan cara sama dengan kutil. Sayang, lesinya sering kembali, dan harus diobati lagi. y Lesi dapat dibekukan dengan nitrogen cair. Ini cara pengobatan yang paling lazim. y Lesi dapat dibakar dengan jarum listrik (kauterisasi listrik) atau laser. Terapi ini dapat menyakitkan dan kadang meninggalkan bekas. y Lesi dapat diobati dengan zat kimia yang dipakai untuk kutil, seperti asam trikloroasetik (TCA), podofilin atau podofiloks. Zat ini tidak dapat dipakai pada kulit yang peka atau sekitar mata. y Lesi dapat dipotong atau ‘digali’ secara bedah. Terapi ini dapat menyakitkan dan meninggalkan bekas. y Lesi dapat diobati dengan obat yang dipakai untuk mengobati jerawat misalnya tretinoin atau isotretinoin. Ini pendekatan yang agak baru. Obat ini mengurangi tingkat minyak dalam kulit. Lapisan kulit atas mengering dan lepas. Obat ini dapat menyebabkan kemerahan dan sakit. Tretinoin adalah krim yang dioleskan pada lesi. Isotretinoin berbentuk pil. y Satu pendekatan lain adalah memakai obat antiviral sidofovir, kantaridin atau imikuimod. Obat ini dioleskan langsung pada lesi. Obat tersebut dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit di tempatnya. y Ada indikasi bahwa terapi antiretroviral (ART) efektif menghilangkan gejala moluskum. Apakah Moluskum Dapat Dicegah? Karena virus yang menyebabkan moluskum begitu umum, mustahil infeksi virus tersebut dapat dihindari. Namun, jika kita mengalami moluskum, kita harus memastikan bahwa lesinya tidak tersentuh orang lain. Kita juga harus hati-hati agar tidak menyebarkan moluskum pada bagian tubuh yang lain. Jangan menggaruk lesi atau melukainya waktu mencukur janggut. Beberapa dokter berpikir memakai alat cukur listrik membantu mencegah penyebaran moluskum. Masalah Interaksi Obat Obat jerawat tretinoin dan isotretinoin cenderung mengeringkan kulit. Kulit kering juga efek samping dari protease inhibitor indinavir (suatu obat antiretroviral/ARV) dan beberapa ARV lain. Jika kita memakai tretinoin atau isotretinoin untuk mengobati moluskum sekaligus dengan ARV yang menyebabkan kulit kering, masalah kulit kita dapat menjadi semakin buruk. Garis Dasar Moluskum adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan lesi pada kulit. Walaupun tidak berbahaya secara medis, lesi dapat mengakibatkan masalah emosional dan mental yang berat. Moluskum dapat disebarkan dari orang-ke-orang melalui hubungan langsung dengan kulit. Moluskum juga dapat disebarkan melalui hubungan seks. Jika kita mengalami moluskum, kita dapat menyebarkan moluskum pada bagian kulit baru jika kita mencukur janggut dengan pisau silet. Lesi moluskum dapat dihilangkan dengan cara serupa yang dipakai untuk mengobati kutil. Sayangnya, lesi moluskum sering kambuh dan harus diobati kembali. Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 513 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 512 PCP (Pneumonia Pneumocystis) Apa PCP Itu? Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling umum pada orang terinfeksi HIV. Tanpa pengobatan, lebih dari 85% orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Walau PCP hampir selalu dapat dicegah dan diobati, penyakit ini tetap menyebabkan kematian pada kurang lebih 10% kasus. Saat ini, dengan tersedianya terapi antiretroviral (ART), angka PCP menurun secara dramatis. Sayangnya, PCP masih umum pada Odha yang terlambat mencari pengobatan atau belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV. Sebenarnya, 30-40% Odha akan mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang lebih 50. Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan tes HIV untuk mengetahui infeksinya lebih dini. PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan sekarang memakai nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP menyebabkan penyakit pada orang dewasa dan anak dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu berpengaruh pada paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan mengembangkan penyakit PCP lagi. Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP dengan dokter, sebelum mengalami gejala apa pun. Bagaimana PCP Diobati? Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistem kekebalan yang lemah. Tetapi baru pada 1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah PCP pada Odha. Obat yang sekarang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon. y Kotrimoksazol (TMP/SMX) (lihat Lembaran Informasi (LI) 535) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX). y Dapson (LI 533) serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP. y Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif. y Atovakuon adalah obat yang dipakai pada kasus PCP ringan atau sedang oleh orang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin. Berdasarkan sebuah penelitian kecil, bila terapi baku tidak berhasil, pasien mungkin dapat memakai trimekstrat digabung dengan asam folinik. Dapatkah PCP Dicegah? Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai ART. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 950 dan LI 951. Cara yang lain untuk mengurangi risiko PCP adalah dengan tidak merokok. Perokok terinfeksi HIV mengembangkan PCP 2-3 kali lebih cepat dibandingkan Odha yang tidak merokok. Satu penelitian menemukan bahwa perokok yang sudah berhenti sedikitnya selama satu tahun tidak mengembangkan PCP lebih cepat dibandingkan non-perokok. ART dapat meningkatkan jumlah CD4 kita. Jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin kita dapat berhenti memakai obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP adalah murah dan mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Kita harus berbicara dengan dokter kita sebelum kita berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan. Obat Mana yang Paling Baik? Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga murah, dan dipakai dalam bentuk pil, satu atau dua pil sehari. Namun, bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separuh orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan memakai desensitisasi. Pasien mulai dengan takaran obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan takarannya hingga takaran penuh dapat ditahan (lihat LI 951). Mengurangi dosis menjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama berhasil. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebab lebih mudah diketahui. Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia. Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik yang mempunyai nebulizer, mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. Kita dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil antibiotik. Garis Dasar Hampir semua peristiwa PCP, salah satu penyakit pembunuh utama para Odha, dapat diobati – dan dapat dicegah dengan obat murah yang mudah dipakai. ART dapat menahan jumlah CD4 kita tetap tinggi. Jika jumlah CD4 kita turun di bawah 300, kita sebaiknya membahas penggunaan obat pencegah PCP dengan dokter kita. Siapa pun dengan jumlah CD4 di bawah 200 seharusnya memakai obat anti-PCP. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 515 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 513 PML Apa PML Itu? PML ada singkatan dari progressive multifocal leucoencephalopathy (leukoensefalopati multifokal progresif). PML adalah infeksi virus pada otak yang gawat. “Ensefalo” berarti terkait dengan otak. “Pati” berarti penyakit. Jadi ensefalopati adalah penyakit pada otak. “Leuko” berarti pucat atau putih. Jadi leukoensefalopati adalah penyakit bahan putih pada otak. “Progresif” berarti penyakit ini menjadi semakin buruk dalam waktu yang singkat. “Multifokal” berarti penyakit ini ditemukan di berbagai tempat sekaligus. Para peneliti berpikir 6% Odha di AS mengembangkan PML. Angka yang persis sulit diketahui karena diagnosis PML sulit. Belum ada informasi mengenai angka ini di Indonesia. Sebagian besar kasus PML ditemukan pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 100. Sebelumnya, sebagian besar kasus PML mengakibatkan kematian. Orang yang didiagnosis PML hidup rata-rata enam bulan. Sebagian besar meninggal dunia dalam dua tahun. Namun, orang dengan PML yang mulai memakai terapi antiretroviral (ART) untuk mengendalikan HIV-nya bertahan hidup jauh lebih lama. Sekarang lebih dari separuh orang dengan HIV dan PML di AS bertahan hidup sedikitnya dua tahun. PML disebabkan virus dengan nama JC – JC adalah inisial pasien pertama yang didiagnosis dengan penyakit ini. Sebagian besar orang dewasa terinfeksi virus JC, namun tidak mengembangkan penyakit. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan infeksi JC agar tidak menyebabkan penyakit. Pada orang dengan sistem kekebalan yang rusak, virus JC ini bisa menjadi aktif. Bagaimana PML Dideteksi? Gejala awal PML adalah kelemahan pada otot atau masalah berkoordinasi lengan atau kaki. Mungkin ada kesulitan berpikir atau berbicara. Masalah penglihatan dan ingatan, kejang, dan sakit kepala bisa terjadi. Gejala ini juga dapat terjadi dengan infeksi oportunistik yang lain, termasuk toksoplasmosis, limfoma, infeksi telinga dalam, atau meningitis kriptokokus. Adalah penting mengesampingkan penyakit ini. PML dapat didiagnosis dengan penggambaran otak dengan magnetic resonance (MRI). Cara lain adalah dengan memeriksa cairan sumsum tulang punggung. Contoh cairan diambil dengan menusuk jarum tipis pada tulang punggung. Ini disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap). Bagaimana PML Diobati? Suatu hambatan besar dengan mengobati penyakit apa pun pada otak adalah sawar darah-otak. Sawar darah-otak adalah jaringan ketat pembuluh darah yang melindungi otak dari zat beracun. Bahan kimia yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah-otak. Bahan yang larut dalam air tidak dapat melewatinya. Sayangnya, sebagian besar antibiotik dan banyak obat lain larut dalam air. Saat ini, belum ada pengobatan yang dibuktikan efektif untuk mengobati PML. Hasil beberapa penelitian bertentangan. Ada beberapa pengobatan potensial yang belum diuji coba dengan teliti. Namun PML dapat diperlambat atau dihentikan pada beberapa pasien yang memakai ART. Sampai sekarang, menguatkan sistem kekebalan tubuh adalah cara terbaik untuk mengobati PML. Namun pendekatan ini dapat memicu sindrom pemulihan kekebalan (IRIS – lihat Lembaran Informasi 483). Ara-C (sitosin arabinosid atau sitarabin) pernah diuji coba terhadap PML. Obat ini diberi secara infus, atau dimasukkan langsung ke otak. Obat ini tampaknya berhasil dalam satu percobaan kecil, tetapi tidak pada percobaan berikutnya. Ara-C sangat beracun, dan merusak sumsum tulang. AZT dosis tinggi pernah dicoba terhadap PML, karena obat ini dapat melalui sawar darah-otak. Obat lain pernah juga dicoba tetapi tingkat keberhasilannya berbeda-beda termasuk asiklovir, heparin, peptid-T, interferon beta, deksametason, meflokuin, n-asetilsistin, topotekan dan sidofovir. Karena PML dapat sangat cepat berkembang, penting segera mulai pengobatan. Garis Dasar PML adalah penyakit otak yang disebabkan infeksi virus JC. Penyakit ini menimbulkan kematian dalam 50% kasus. Infeksi ini sulit dibedakan dari infeksi yang lain. Belum ada pengobatan yang disetujui untuk PML, walaupun beberapa pengobatan mungkin dapat membantu. Penguatan sistem kekebalan tubuh dengan terapi antiretroviral (ART) sekarang pendekatan terbaik. Pengobatan apa pun harus dimulai secepat mungkin. ART dapat memperlambat kelanjutan PML. Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 516 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 514 HERPES ZOSTER Apa Herpes Zoster Itu? Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit yang membuat sangat nyeri (rasa sakit yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian, tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali, menjadikan penyakit yang disebut sebagai herpes zoster. Kurang lebih 20% orang yang pernah cacar air lambat laun akan mengembangkan herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini kemungkinan akan terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Ini termasuk orang terinfeksi HIV, dan orang di atas usia 50 tahun. Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf. Kejangkitan herpes zoster dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri yang berat pada daerah bentuk tali lebar di dada, punggung, atau hidung dan mata. Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata. Ini dapat menyebabkan jangkitan di sekitar mulut, pada wajah, leher dan kulit kepala, dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung. Jangkitan herpes zoster hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi tubuh. Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan dengan saraf yang meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan. Kemudian lepuh pecah dan berkeropang. Jika lepuh digaruk, infeksi kulit dapat terjadi. Ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik dan mungkin menimbulkan bekas. Biasanya, ruam hilang dalam beberapa minggu, tetapi kadang-kadang rasa nyeri yang berat dapat bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut “neuralgia pascaherpes”. Herpes Zoster dan HIV Herpes zoster bukan infeksi yang menyebutkan kita AIDS. Herpes zoster dapat terjadi pada orang dengan HIV baru setelah mereka mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Kasus herpes zoster ini kemungkinan diakibatkan pemulihan pada sistem kekebalan tubuh (lihat Lembaran Informasi 483). HIV meningkatkan risiko kerumitan akibat herpes zoster. Kerumitan ini termasuk rasa nyeri (neuralgia pascaherpes). Juga bila kita mengalami penglihatan yang kabur, langsung lapor ke dokter. Sebagaimana kita menjadi semakin tua, kita semakin mungkin mengembangkan herpes zoster. Bagaimana Herpes Zoster Menular? Herpes zoster hanya dapat terjadi setelah kita mengalami cacar air. Jika kita sudah menderita cacar air dan kita berhubungan dengan cairan dari lepuh herpes zoster, kita tidak dapat ‘tertular’ herpes zoster. Namun, orang yang belum menderita cacar air dapat terinfeksi herpes zoster dan mengembangkan cacar air. Jadi kita yang belum terinfeksi harus menghindari hubungan dengan ruam herpes zoster atau dengan bahan yang mungkin sudah menyentuh ruam atau lepuh herpes zoster. Bagaimana Herpes Zoster Diobati? Perawatan setempat untuk herpes zoster sebaiknya termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan menjaganya tetap kering. Gentian violet dapat dioleskan pada luka. Beberapa jenis obat dipakai untuk mengobati herpes zoster. Obat ini termasuk obat antiherpes, dan beberapa jenis obat penawar nyeri. Obat antiherpes: Pengobatan baku untuk herpes zoster adalah dengan asiklovir, yang dapat diberikan dalam bentuk pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih berat. Dua obat yang agak baru telah disetujui untuk pengobatan herpes zoster: famsiklovir dan valasiklovir. Obat ini diminum tiga kali sehari, dibanding dengan asiklovir yang diminum lima kali sehari. Semua obat ini paling berhasil apabila dimulai dalam tiga hari pertama setelah rasa nyeri herpes zoster mulai terasa. Penghambat saraf (nerve blockers): Dokter sering meresepkan berbagai obat penawar nyeri untuk orang dengan herpes zoster. Karena rasa nyeri herpes zoster dapat begitu hebat, peneliti mencari cara untuk menghambat rasa nyeri tersebut. Suntikan obat bius dan/atau steroid sedang diteliti sebagai penghambat saraf. Obat tersebut dapat disuntikkan pada saraf perifer atau pada sumsum tulang punggung (susunan saraf pusat). Pengobatan kulit: Beberapa jenis krim, gel dan semprotan sedang diteliti. Obat ini memberi keringanan sementara pada rasa sakit. Capsaicin, senyawa kimia yang membuat cabe pedas, tampaknya berhasil baik. Tambahannya, pada 1999, obat bius lidokain dalam bentuk tempelan disetujui di AS. Tempelan ini, dengan nama merek Lidoderm, meringankan rasa nyeri pada beberapa orang dengan herpes zoster. Karena dioleskan pada kulit, risiko efek samping obat ini lebih rendah dibanding dengan obat penawar nyeri dengan bentuk pil. Kutenza adalah pengobatan kulit yang baru. Obat ini adalah bentuk capsaicin yang sangat dipekatkan. Obat dioleskan di klinik dokter selama 60 menit, dan dapat meringankan rasa nyeri selama tiga bulan. Obat penawar nyeri lain: Beberapa obat yang biasanya dipakai untuk mengobati depresi, epilepsi dan rasa sakit yang berat kadang kala dipakai untuk nyeri herpes zoster. Obat tersebut dapat menimbulkan berbagai efek samping. Nortriptilin adalah obat antidepresi yang paling umum dipakai untuk nyeri herpes zoster. Pregabalin adalah obat antiepilepsi yang juga dipakai untuk rasa nyeri setelah herpes zoster. Dapatkah Herpes Zoster Dicegah? Saat ini, belum ada cara untuk meramalkan jangkitan herpes zoster. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa memberi vaksinasi pada orang yang lebih tua dengan vaksin cacar air yang lebih kuat daripada yang biasa dipakai untuk anak dapat meningkatkan jenis kekebalan yang dianggap perlu untuk melawan virus. Zostavaks, sebuah vaksin terhadap herpes zoster, sudah disetujui di AS. Penelitian awal terhadap orang terinfeksi HIV menunjukkan bahwa Zostavaks adalah aman dan efektif. Garis Dasar Herpes zoster adalah penyakit yang tidak dapat diramalkan dan membuat sangat nyeri. Penyakit ini disebabkan virus yang menjadi aktif kembali setelah pernah mengakibatkan cacar air. Walaupun tidak secara langsung dikaitkan dengan HIV, herpes zoster tampaknya lebih sering terjadi pada Odha. Walaupun herpes zoster dapat hilang dalam beberapa minggu, rasa nyeri yang berat dapat berlanjut selama beberapa bulan. Vaksin terhadap herpes zoster telah disetujui di AS. Penelitian awal terhadap orang terinfeksi HIV menemukan bahwa Zostavaks adalah aman dan efektif. Penyakit ini diobati dengan asiklovir, diminum lima kali sehari, atau pada kasus yang berat diberikan lewat infus. Dua obat yang lebih baru, famsiklovir dan valasiklovir, kelihatan lebih efektif terhadap rasa nyeri yang timbul akibat herpes zoster, dan hanya perlu diminum tiga kali sehari. Bisa jadi sangat sulit menahan rasa nyeri akibat herpes zoster. Suatu pengobatan baru adalah tempelan obat bius yang dapat ditempelkan langsung pada kulit. Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 509 The AIDS InfoNet 7 November 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 515 TUBERKULOSIS (TB) Apa TB Itu? Bagaimana TB Didiagnosis? Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya berpengaruh pada paru, tetapi juga dapat berdampak pada organ lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah penyakit yang sangat berat di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia, dan sepertiga Odha terinfeksi TB. Sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat mencegah penyakit aktif. TB adalah penyebab kematian yang besar untuk Odha di seluruh dunia, menurut WHO. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri TB dalam paru. Infeksi ini disebut TB paru. Infeksi dapat menyebar dari paru ke ginjal, tulang belakang dan otak. Infeksi ini disebut TB luar paru. TB luar paru ditemukan pada orang yang sudah terinfeksi TB tetapi belum diobati. Odha yang tinggal di daerah rawan TB dapat mengembangkan TB luar paru. TB aktif di paru dapat menyebabkan batuk selama tiga minggu atau lebih, kehilangan berat badan, kelelahan terus-menerus, keringat basah kuyup pada malam, dan demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang disebabkan PCP (lihat Lembaran Informasi (LI) 512). Gejala ini dapat berbeda bila TB juga terjadi di bagian tubuh lain. Bila Odha dengan TB mengalami gejala tanpa alasan jelas, sebaiknya kesampingkan penyakit TB aktif. TB menular melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. Sinar ultraviolet dalam cahaya matahari dapat mematikan TB. Ventilasi yang baik mengurangi risiko infeksi TB. Namun orang yang tinggal dekat dengan orang dengan TB aktif mudah terinfeksi. Hal ini terutama mungkin bila kita pada tahap infeksi HIV lanjut. Kita dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun. Ada tes kulit yang sederhana untuk TB. Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit kita bereaksi dengan bengkak, itu berarti kita kemungkinan terinfeksi bakteri TB. Hasil tes kulit yang positif bukan berarti kita TB aktif. Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan kita, kita mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun kita terinfeksi TB. Kondisi ini disebut ‘anergi’. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan orang di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di sini. Jika kita anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah cara terbaik untuk diagnosis TB aktif. Bila kita mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan minta kita menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu yang diminta dikeluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin melakukan rontgen dada. Dokter juga akan coba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak atau cairan yang diambil dari bagian tubuh lain yang dapat mengena TB. Tes ini dapat memerlukan jangka waktu dua sampai empat minggu, tergantung pada cara yang dilakukan. Sulit mendiagnosis TB aktif, terutama pada Odha, karena tampaknya mirip dengan pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi lain, dan juga dapat terjadi di luar paru. Namun tes baru yang lebih cepat sedang dikembangkan. TB dan HIV: Pasangan yang Buruk Banyak jenis virus dan bakteri hidup di tubuh kita. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan kuman ini agar mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB pada Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, mengurangi jumlah CD4 dan memburukkan infeksi HIV. Karena itu, penting agar orang dengan HIV mencegah dan mengobati TB. Bagaimana TB Diobati? Jika kita terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit aktif, kemungkinan kita diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. INH dapat menyebabkan masalah hati, terutama pada perempuan. Sebuah penelitian pada 2001 menunjukkan bahwa penggunaan INH bersamaan dengan rifapentin seminggu sekali selama tiga bulan sama efektif. CDC-AS sekarang mengusulkan terapi jangka lebih pendek ini. Sayangnya rifapentin berinteraksi dengan beberapa protease inhibitor. Penyesuaian takaran mungkin dibutuhkan, tetapi belum diteliti. Jika kita mengalami TB aktif, kita diobati dengan antibiotik. Karena bakteri TB dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat tunggal, kita akan diberi kombinasi antibiotik. Obat TB harus dipakai untuk sedikitnya enam bulan, tetapi kebanyakan kasus TB dapat disembuhkan dengan antibiotik yang ada. Jika kita tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh kita mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi. Ada jenis TB yang resistan terhadap beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang resistan terhadap beberapa obat atau MDRTB, atau yang resistan terhadap semua obat lini pertama dan kedua (XDR-TB). Jenis TB ini jauh lebih sulit diobati. Lebih banyak jenis obat harus dipakai untuk jangka waktu yang lebih lama. Angka kesembuhan lebih rendah dibandingkan TB yang lazim. Untuk pertama kali selama 40 tahun terakhir, FDAAS baru saja menyetujui obat baru untuk TB. Obat tersebut, bedakwilin, adalah efektif terhadap TB yang resistan terhadap obat lain. Masalah Obat Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB dapat merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral (ARV). Bisa jadi sulit untuk memakai obat TB dan ARV sekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer (LI 555), seperti juga beberapa ARV, jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersama. Pengobatan TB juga dapat menyebabkan sindrom pemulihan kekebalan (lihat LI 483). Juga, banyak ARV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk memerangi TB – lihat LI 407 untuk informasi mengenai interaksi obat. Rifampisin umumnya dipakai untuk mengobati TB. Obat ini dapat mengurangi tingkat ARV dalam darah kita di bawah tingkat yang diperlukan untuk mengendalikan HIV. ARV dapat meningkatkan tingkat obat TB ini sehingga mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika kita memakai kebanyakan protease inhibitor (PI) atau NNRTI. Ada pedoman khusus untuk dokter jika kita memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Untuk alasan ini, lebih baik TB diobati sebelum terapi ARV (ART) dimulai. Namun bila jumlah CD4 di bawah 350, ART sebaiknya dimulai segera setelah efek samping obat TB sudah hilang. Garis Dasar TB adalah penyakit berat dan membunuh lebih banyak Odha dibanding dengan semua penyakit lain. TB dan HIV saling memburukkan. Ada pengobatan efektif untuk infeksi TB, dan untuk penyakit TB aktif. Jika kita pernah dekat dengan orang TB aktif, atau mempunyai gejala TB, sebaiknya kita segera dites dan diobati. Pengobatan untuk TB perlu jangka waktu yang lama, dan dapat sulit dipakai sekaligus dengan ARV, tetapi obat tersebut dapat menyembuhkan TB. Beberapa obat TB dapat berinteraksi dengan ARV, jadi pengobatan harus direncanakan dengan hati-hati jika kita memiliki TB dan HIV sekaligus. Penting dipahami bahwa semua obat TB harus dipakai untuk jangka waktu sesuai perintah dokter. Diperbarui 7 Februari 2014 berdasarkan FS 518 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 516 KANDIDIASIS Apa Kandidiasis Itu? Kandidiasis adalah infeksi oportunistik (IO) yang sangat umum pada orang terinfeksi HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut kandida. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. IO ini dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum IO lain yang lebih berat. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang IO. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush. Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan, mual, dan hilang nafsu makan. Kandidiasis juga dapat menyebabkan retak pada ujung mulut, yang disebut sebagai kheilitis angularis. Kandidiasis adalah berbeda dengan seriawan, walaupun orang awam sering menyebutnya sebagai seriawan. Lihat LI 624 untuk informasi mengenai seriawan yang benar. Kandidiasis pada vagina disebut vaginitis. Penyakit ini adalah umum. Gejala vaginitis termasuk gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih. Kandida juga dapat menyebar dan menimbulkan infeksi pada otak, jantung, sendi, dan mata. Apakah Kandidiasis Dapat Dicegah? Tidak ada cara untuk mencegah terpajan kandida. Umumnya, obat tidak dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan: y Penyakit tersebut tidak begitu gawat y Ada obat yang efektif untuk mengobati penyakit tersebut y Jamur jenis ini dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat Menguatkan sistem kekebalan tubuh dengan terapi antiretroviral (ART) adalah cara terbaik untuk mencegah jangkitan kandidiasis. Bagaimana Kandidiasis Diobati? Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menjaga supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga dapat membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak dapat memberantas jamur itu. Pengobatan akan mengendalikan jamur agar tidak berlebihan. Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada tempat infeksi. Pengobatan sistemik berpengaruh pada seluruh tubuh. Banyak dokter lebih senang memakai pengobatan lokal dahulu. Obat lokal menimbulkan lebih sedikit efek samping dibanding pengobatan sistemik. Juga risiko kandida menjadi resistan terhadap obat lebih rendah. Obat yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur. Hampir semua namanya diakhiri dengan ‘-azol’. Obat tersebut termasuk klotrimazol, nistatin, flukonazol, dan itrakonazol. Pengobatan lokal termasuk: olesan; supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis; cairan; dan lozenge yang dilarutkan dalam mulut. Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat. Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Obat yang sangat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep. Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis) atau bagian tubuh yang lain. Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari 20% orang mengalami efek samping ini. Kandidiasis dapat kambuh. Beberapa dokter meresepkan obat antijamur jangka panjang. Ini dapat menyebabkan resistansi. Ragi penyebab dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak lagi berhasil. Beberapa kasus berat tidak menanggapi obat lain. Dalam keadaan ini, amfoterisin B mungkin dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi melalui mulut atau secara intravena (infus). Efek samping utama obat ini adalah masalah ginjal (lihat LI 651) dan anemia (kurang darah merah – lihat LI 552). Reaksi lain termasuk demam, panas dingin, mual, muntah dan sakit kepala. Reaksi ini biasa membaik setelah beberapa dosis pertama. Terapi Alam Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya. y Mengurangi konsumsi gula. y Minum teh Pau d’Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan. y Memakai bawang putih mentah atau suplemen bawang putih (LI 742). Bawang putih diketahui mempunyai efek antijamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat berinteraksi dengan protease inhibitor. y Kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) yang dilarutkan dengan air. y Memakai kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt dengan bakteri ini. Pastikan produk mengandung biakan yang hidup dan aktif. Mungkin ada manfaat memakai ini setelah memakai antibiotik. y Memakai suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua suplemen ini tampaknya membantu memperlambatkan penyebaran kandida. GLA ditemukan pada beberapa oli yang dipres dingin. Biotin adalah jenis vitamin B. Garis Dasar Kandidiasis adalah penyakit jamur (ragi) yang sangat umum. Jamur ini biasa hidup dalam tubuh. Jamur tersebut tidak dapat diberantas. Cara terbaik untuk menghindari jangkitan kandidiasis adalah dengan menguatkan sistem kekebalan tubuh melalui penggunaan terapi antiretroviral. Sebagian besar penyakit kandidiasis dapat diobati secara mudah dengan terapi lokal. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penyakit ini menjadi lebih menetap. Obat antijamur sistemik dapat dipakai, tetapi kandida mungkin menjadi resistan terhadapnya. Obat antijamur yang paling manjur, amfoterisin B, dapat menimbulkan efek samping yang berat. Beberapa terapi alam tampaknya memberi manfaat untuk mengendalikan infeksi kandida. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 501 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014, dan Pedoman AIDS Namibia Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 517 TOKSOPLASMOSIS Apa Toksoplasmosis Itu? Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit sel tunggal toxoplasma gondii. Parasit adalah makhluk yang hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan mengambil semua gizi dari induknya. Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak (ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 kita di bawah 100. Berapa Tingkat Tokso pada Umum? Parasit tokso sangat umum pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemukan dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu kita menghirup debu. Hingga 50% penduduk terinfeksi tokso. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah agar parasit tokso tidak mengakibatkan penyakit. Tokso tampaknya tidak menular dari orang-ke-orang. Pada awal epidemi HIV, tokso adalah penyakit yang lazim. Dengan pengobatan yang lebih baik, penyakit tokso agak jarang terjadi. Pada 1995, 10.000 orang dirawat inap di AS akibat tokso. Pada 2008, jumlah tersebut menurun menjadi di bawah 3.000. Angka untuk Indonesia tidak diketahui. Namun tokso masih dialami oleh Odha, terutama pada orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi HIV, dan tidak didiagnosis secara dini. Bagaimana Tokso Didiagnosis? Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri, disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang. Tokso biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap toxoplasma gondii. Perempuan hamil dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya. Tes antibodi tokso menunjukkan apakah kita terinfeksi tokso. Hasil positif bukan berarti kita menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif berarti kita tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik (IO) yang lain. MRI scan lebih peka dan memudahkan diagnosis tokso. Bagaimana Tokso Diobati? Tokso diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak. Parasit toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk mencegah anemia. Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80% orang menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus memakai obat antitokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya. Bila CD4 naik menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga bulan, terapi rumatan tokso dapat dihentikan. Bagaimana Kita Memilih Pengobatan Tokso? Jika kita didiagnosis tokso, dokter kita kemungkinan akan meresepkan pirimetamin dan sulfadiazin. Kombinasi ini dapat menyebabkan penurunan pada jumlah sel darah putih (lihat Lembaran Informasi (LI) 552), dan masalah ginjal (lihat LI 651). Sulfadiazin adalah obat sulfa. Hampir separuh orang yang memakainya mengalami reaksi alergi. Ini biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam. Reaksi alergi dapat ditangani dengan proses desensitisasi. Pasien mulai dengan dosis obat yang sangat rendah, dan takaran ditingkatkan secara berangsur sehingga takaran penuh dapat ditahan. Orang yang tidak tahan terhadap obat sulfa dapat memakai klindamisin untuk mengganti sulfadiazin dalam kombinasi. Apakah Tokso Dapat Dicegah? Cara terbaik untuk mencegah tokso adalah memakai ART. Kita dapat dites untuk mengetahui apakah kita terinfeksi tokso. Jika belum terinfeksi, kita dapat mengurangi risiko infeksi dengan menghindari memakan daging atau ikan mentah, dan memakai sarung tangan dan masker jika kita membersihkan kandang kucing, dan cuci tangan dengan sempurna setelah ini (walau seharusnya kita selalu cuci tangan dengan sempurna – lihat LI 851). Jika jumlah CD4 kita di bawah 100, kita sebaiknya memakai obat untuk mencegah penyakit tokso aktif. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 biasanya memakai kotrimoksazol (lihat LI 535) untuk mencegah PCP (lihat LI 512). Obat ini juga melindungi kita dari tokso. Jika kita tidak tahan memakai kotrimoksazol, dokter kita dapat meresepkan obat lain. Garis Dasar Toksoplasmosis adalah infeksi oportunistik yang berat. Jika kita belum terinfeksi tokso, kita dapat menghindari risiko terpajan infeksi dengan tidak memakan daging atau ikan mentah, dan ambil kewaspadaan lebih lanjut jika kita membersihkan kandang kucing. Kita dapat memakai ART untuk menahan jumlah CD4. Ini seharusnya mencegah masalah kesehatan diakibatkan tokso. Jika jumlah CD4 kita turun di bawah 100, kita sebaiknya bicara dengan dokter tentang penggunaan obat untuk mencegah penyakit tokso. Jika kita mengalami kepala nyeri, disorientasi, kejang, atau gejala lain terkait tokso, kita harus langsung hubungi dokter. Dengan diagnosis dan pengobatan dini, tokso dapat diobati secara efektif. Jika kita mengalami penyakit tokso, sebaiknya kita terus memakai obat antitokso untuk mencegah penyakitnya kambuh. Obat ini boleh dihentikan bila jumlah CD4 kita naik di atas 200 selama tiga bulan atau lebih berkat ART. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 517 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 518 WASTING AIDS Apa Wasting AIDS Itu? Wasting AIDS adalah kehilangan berat badan lebih dari 10% pada Odha secara tidak sengaja, ditambah diare, atau rasa lemah dan demam, hingga lebih dari 30 hari. Wasting dihubungkan dengan perkembangan penyakit dan kematian. Kehilangan 5% berat badan pun dapat menimbulkan dampak negatif yang serupa. Walau kejadian sindrom wasting sudah berkurang secara dramatis sejak 1996, wasting tetap merupakan masalah untuk Odha, bahkan apabila HIV-nya dikendalikan oleh terapi antiretroviral (ART). Sebagian dari berat badan yang hilang adalah lemak. Lebih penting adalah kehilangan massa otot. Ini juga disebut “massa badan tidak berlemak (lean body mass)” atau “massa sel badan (body cell mass)”. Massa badan tidak berlemak diukur dengan analisis impedansi biolistrik (bioelectrical impedance analysis/BIA) atau dengan pengamatan rontgen seluruh tubuh (DEXA). Tes ini sederhana dan tidak menyakitkan, dan seharusnya dapat dilaksanakan di praktek ahli gizi. Wasting AIDS dan lipoatrofi (kehilangan lemak dari tubuh) keduanya dapat menyebabkan perubahan pada bentuk tubuh. Lihat Lembaran Informasi (LI) 551 untuk informasi lanjut mengenai lipodistrofi. Wasting adalah kehilangan otot. Lipoatrofi dapat menyebabkan kehilangan lemak di bawah kulit. Wasting tidak sama dengan kehilangan lemak akibat lipodistrofi. Namun wasting pada perempuan bisa diawali oleh kehilangan lemak. Apa Penyebab Wasting AIDS? Beberapa faktor yang menyokong pada wasting AIDS: y Kekurangan makan: Nafsu makan rendah adalah lazim pada HIV. Juga, beberapa obat AIDS harus dipakai sewaktu perut kosong, atau dengan makanan. Beberapa Odha mengalami kesulitan untuk makan walau lapar. Efek samping obat seperti mual, perubahan pada indra perasa, atau kesemutan di sekitar mulut juga mengurangi nafsu makan. Infeksi oportunistik pada mulut atau tenggorokan dapat membuat seseorang sulit menelan makanan. Infeksi pada perut atau usus dapat menjadikan kita merasa kenyang setelah memakan hanya sedikit. Depresi juga dapat menurunkan nafsu makan. Akhirnya, kekurangan uang atau tenaga dapat menyulitkan berbelanja atau memasak. y Kekurangan penyerapan gizi: Orang sehat menyerap gizi melalui usus kecil. Pada penyakit HIV, beberapa infeksi (termasuk parasit) dapat mengganggu proses ini. HIV dapat langsung ber- pengaruh pada lapisan usus dan mengurangi penyerapan gizi. Diare dapat menyebabkan kehilangan kalori dan gizi. y Perubahan metabolisme: Penguraian makanan dan pembentukan protein dipengaruhi oleh penyakit HIV. Bahkan sebelum gejala terlihat, kita membutuhkan lebih banyak tenaga. Ini mungkin disebabkan penambahan kegiatan sistem kekebalan tubuh. Odha membutuhkan lebih banyak kalori hanya untuk mempertahankan berat badan. Tingkat hormon dapat berpengaruh pada metabolisme. HIV tampaknya mengubah tingkat hormon, termasuk testosteron dan tiroid. Juga sitokin berperan dalam wasting. Sitokin adalah protein yang membuat peradangan untuk membantu tubuh memerangi infeksi. Odha membuat sangat banyak sitokin. Ini mengakibatkan tubuh membuat lebih banyak lemak dan gula, tetapi lebih sedikit protein. Sayangnya, faktor ini dapat bekerja sama untuk merancang ‘spiral ke bawah’. Misalnya, infeksi dapat meningkatkan kebutuhan tenaga tubuh. Infeksi ini sekaligus dapat mengganggu penyerapan gizi dan menyebabkan kelelahan. Ini dapat mengurangi nafsu makan dan mengurangi kemampuan kita berbelanja atau memasak makanan. Kita mengurangi makanan, yang mempercepat proses ini. Bagaimana Wasting Diobati? Tidak ada pengobatan baku untuk wasting AIDS. Namun terapi antiretroviral (ART) yang berhasil umumnya mengarah pada penambahan berat badan yang sehat. Pengobatan wasting menangani masingmasing penyebab tersebut di atas. Mengurangi viral load menjadi tidak terdeteksi umumnya mengakibatkan peningkatan pada berat badan (rata-rata peningkatan 10-25% per tahun). y Mengurangi mual dan muntah dapat membantu meningkatkan jumlah makanan. Juga perangsang nafsu makan termasuk Megace (lihat LI 540) dan Marinol (dronabinol) dapat dipakai. Sayangnya, Megace dikaitkan dengan penambahan lemak badan, gumpalan darah, masalah tulang, dan diabetes. Marinol adalah bentuk sintetis (buatan) zat yang ditemukan pada mariyuana. Mariyuana sendiri efektif untuk mengurangi mual dan merangsang nafsu makan. Obat antimual juga dapat membantu. y Mengobati diare dan infeksi oportunistik pada perut/usus dapat membantu menangani penyerapan gizi yang buruk. Ada banyak perkembangan di bidang ini. Namun, dua infeksi parasit – kriptosporidiosis dan mikrosporidiosis – masih sangat sulit diobati. Pendekatan lain adalah suplemen gizi seperti Ensure dan Advera. Produk ini khusus dirancang untuk memberi gizi yang mudah diserap. Namun suplemen ini belum diteliti dengan hati-hati dan mengandung banyak gula. Suplemen gizi seperti Juven atau protein air dadih juga dapat membantu peningkatan berat badan. Namun beberapa orang mempunyai alergi terhadap air dadih. Diskusikan dengan dokter sebelum memakai suplemen gizi. Suplemen hanya boleh dipakai untuk melengkapi diet yang seimbang. y Mengobati perubahan pada metabolisme: Pengobatan hormon sedang diteliti. Hormon pertumbuhan manusia (human growth hormone/HGH) meningkatkan berat badan dan massa badan tidak berlemak, sekaligus mengurangi massa lemak. Namun pengobatan ini sangat mahal dan dapat menyebabkan efek samping yang berat. Beberapa ahli berpendapat bahwa HGH dapat dipakai dengan dosis yang lebih rendah daripada yang disetujui oleh FDA-AS. Testosteron dan steroid anabolik (yang membangun otot) seperti oksandrolon atau nandrolon mungkin membantu mengobati wasting. Obat ini diteliti terkait HIV secara sendiri dan dalam kombinasi dengan olahraga. Progressive resistance training (PRT) adalah semacam olahraga dengan beban dan alat khusus. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa PRT memberi hasil serupa dengan oksandrolon dalam meningkatkan massa badan yang tidak lemak. PRT lebih efektif daripada oksandrolon dalam meningkatkan fungsi fisik, serta lebih murah. Olahraga juga dapat memperbaiki suasana hati dan kolesterol, serta menguatkan tulang. Lihat LI 802 untuk informasi lebih lanjut mengenai olahraga. Garis Dasar Wasting AIDS belum dipahami dengan baik. Namun jelas Odha harus menghindari kehilangan massa badan tidak berlemak. Beberapa pengobatan untuk wasting sedang diteliti. Kita sebaiknya memantau berat badan kita. Kita sebaiknya mempertahankan penggunaan makanan bergizi walaupun nafsu makan kita rendah. Kita harus mencari pengobatan secepatnya jika kita mengalami diare yang berat atau infeksi apa pun pada sistem pencernaan kita. Ini dapat menyebabkan masalah dengan penyerapan gizi. Diberbarui 31 Juli 2014 berdasarkan FS 519 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 519 HERPES SIMPLEKS Apa Herpes Simpleks Itu? Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia. Serupa dengan herpes zoster (lihat Lembaran Informasi (LI) 514), herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit. Gejala pertama biasanya gatal-gatal dan kesemutan/ perasaan geli, diikuti dengan lepuh yang membuka dan menjadi sangat sakit. Infeksi ini dapat dorman (tidak aktif) dalam sel saraf selama beberapa waktu. Namun tiba-tiba infeksi menjadi aktif kembali. Herpes dapat aktif tanpa gejala atau tanda kasatmata. Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks. HSV adalah penyakit yang sangat umum. Di AS, kurang lebih 45 juta orang memiliki infeksi HSV – kurang lebih 20% orang di atas usia 12 tahun. Diperkirakan terjadi satu juta infeksi baru setiap tahun. Prevalensi dan kejadian di Indonesia belum diketahui. Prevalensi infeksi HSV sudah meningkat secara bermakna selama dasawarsa terakhir. Sekitar 80% orang dengan HIV juga terinfeksi herpes kelamin. Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. Di AS, kurang lebih satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki terinfeksi HSV-2. HSV kelamin berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. Bila seorang perempuan mempunyai herpes kelamin aktif waktu melahirkan, sebaiknya melahirkan dengan bedah sesar. Jangkitan HSV berulang dapat terjadi bahkan pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat. Jangkitan HSV berjangka lama mungkin berarti sistem kekebalan tubuh sudah lemah. Ini termasuk Odha, terutama mereka yang berusia di atas 50 tahun. Untungnya, jarang ada jangkitan lama yang tidak menjadi pulih kecuali pada Odha dengan jumlah CD4 yang sangat rendah. Jangkitan lama ini juga sangat jarang terjadi setelah tersedianya terapi antiretroviral (ART). HSV dan HIV HSV tidak termasuk infeksi yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang terinfeksi HIV dan HSV bersamaan lebih mungkin mengalami jangkitan herpes lebih sering. Jangkitan ini dapat lebih berat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan orang tidak terinfeksi HIV. Luka herpes menyediakan jalur yang dimanfaatkan HIV untuk melewati pertahanan kekebalan tubuh, sehingga menjadi lebih mudah terinfeksi HIV. Sebuah penelitian baru menemukan risiko orang dengan HSV tertular HIV adalah tiga kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa HSV. Sebuah penelitian lain menemukan bahwa mengobati HSV dapat mengakibatkan penurunan yang bermakna pada viral load HIV. Namun penelitian lain menemukan bahwa mengobati herpes kelamin tidak mencegah infeksi HIV baru. Orang dengan HIV dan HSV bersamaan juga sebaiknya sangat hati-hati waktu ada jangkitan HSV. Pada waktu itu, viral load HIV-nya (lihat LI 125) biasanya meningkat, yang meningkatkan risiko penularan HIV-nya pada orang lain. Dari sisi lain, mengobati HSV pada orang dengan infeksi HIV dan HSV bersamaan dapat mengurangi viral load HIV. Pengobatan ini juga dapat mengurangi risiko menyebarkan HIV pada orang lain. Bagaimana HSV Menular? Infeksi HSV ditularkan dari orang ke orang melalui hubungan langsung dengan daerah tubuh yang terinfeksi. Penularan dapat terjadi walaupun tidak ada luka HSV yang terbuka. Lagi pula, sebagian besar orang dengan HSV tidak mengetahui dirinya terinfeksi dan tidak sadar bahwa mereka dapat menyebarkannya. Justru, di AS hanya 9% orang dengan HSV-2 mengetahui dirinya terinfeksi. Bagaimana Herpes Diobati? Perawatan setempat untuk herpes zoster sebaiknya termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan menjaganya tetap kering. Gentian violet dapat dioleskan pada luka. Pengobatan baku untuk HSV adalah asiklovir dalam bentuk pil dua sampai lima kali sehari. Ada versi asiklovir lain dengan nama valasiklovir. Valasiklovir dapat diminum dua atau tiga kali sehari, tetapi harganya jauh lebih mahal dibandingkan asiklovir. Famsiklovir adalah obat lain yang dipakai untuk mengobati HSV. Pada 2011 ada beberapa laporan bahwa penggunaan asiklovir atau valasiklovir mengurangi viral load HIV dan melambatkan kelanjutan penyakit. Obat ini tidak menyembuhkan infeksi HSV. Namun obat ini dapat mengurangi lama dan beratnya jangkitan yang terjadi. Dokter mungkin meresepkan terapi “rumatan” – terapi antiherpes harian – untuk Odha yang sering mengalami jangkitan HSV. Terapi ini dapat mencegah sebagian besar jangkitan. Terapi ini juga mengurangi secara bermakna jumlah hari dalam bulan waktu HSV dapat terdeteksi pada kulit atau selaput mukosa, bahkan tidak ada gejala. Apakah Herpes Dapat Dicegah? Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini sebagian karena kebanyakan orang dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan dapat menularkannya. Orang yang tahu dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak mengetahui mereka dapat menularkan infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang terbuka. Angka penularan HSV dapat dikurangi dengan penggunaan kondom. Namun kondom tidak dapat mencegah semua penularan. Infeksi HSV dapat menular dan ditulari dari daerah kelamin yang agak luas – lebih luas daripada yang ditutup oleh celana dalam – dan juga di daerah mulut. Bila kita dengan herpes minum asiklovir setiap hari, kita dapat mengurangi risiko menulari herpes pada orang lain. Para peneliti sekarang mencari vaksin untuk mencegah HSV. Satu calon vaksin menunjukkan hasil yang baik terhadap HSV-2 pada perempuan, tetapi tidak pada laki-laki. Belum ada vaksin yang disetujui untuk mencegah infeksi HSV, tetapi penelitian terhadap vaksin untuk HSV berlanjut terus. Garis Dasar Herpes simpleks adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan herpes kelamin atau “luka demam” di sekitar mulut. Kebanyakan orang yang terinfeksi HSV tidak mengetahui dirinya terinfeksi. HSV mudah menular dari orang ke orang waktu hubungan seks atau hubungan langsung yang lain dengan daerah infeksi HSV. Herpes dapat menular walaupun luka terbuka tidak terlihat. Belum ada obat penyembuh untuk herpes. Sekali kita terinfeksi, kita tetap terinfeksi untuk seumur hidup. Orang dengan herpes sekali-kali dapat mengalami jangkitan kulit melepuh yang sakit. Setelah setiap jangkitan selesai, untuk sementara infeksi menjadi laten atau tidak aktif. Odha mengalami jangkitan HSV yang lebih sering dan lebih berat. Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 508 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 520 KANKER DAN HIV Kanker yang Mana Berpengaruh pada Odha? Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali oleh sel abnormal dalam tubuh. Sel kanker disebut sebagai sel ganas (malignant cell). Dalam hal kanker, ganas berarti cenderung menyerang jaringan normal dan kambuh setelah penghapusan. Kanker telah dikaitkan dengan AIDS dari awal epidemi. Di antara kasus AIDS pertama, yang ditemukan di Los Angeles, AS pada 1981, ada yang diketahui akibat gejala sarkoma Kaposi (KS) – lihat Lembaran Informasi (LI) 508. Kanker kulit ini biasanya hanya timbul pada lakilaki usia lanjut, tetapi pada waktu itu secara luar biasa ditemukan pada beberapa laki-laki muda. Banyak jenis kanker dialami oleh Odha. Beberapa kanker, yang disebut kanker terdefinisi AIDS, adalah bagian dari definisi resmi AIDS. Kanker ini termasuk KS, Limfoma Non-Hodgkin (LI 509), dan kanker leher rahim (LI 507) yang lanjut. Setelah terapi antiretroviral (ART) mulai dipakai secara luas, angka timbulnya kanker terkait AIDS telah menurun secara bermakna. Namun Odha lebih berisiko mengalami kanker lain dibandingkan rata-rata pada masyarakat umum. Kanker tersebut termasuk limfoma Hodgkin, dan kanker pada anus (dubur), paru, hati, dan kulit. Jumlah kasus kanker ini meningkat pada Odha. Apakah HIV Meningkatkan Risiko Kanker? Beberapa penelitian menemukan angka kejadian kanker yang lebih tinggi pada Odha dibandingkan dengan masyarakat umum. Banyak faktor dapat menjelaskan hal ini: y Sekarang Odha hidup lebih lama, berkat ART. Usia yang lebih tua berhubungan dengan angka kejadian kanker yang lebih tinggi y Odha cenderung lebih mungkin dan lebih banyak merokok, yang meningkatkan risiko beberapa jenis kanker. Penelitian baru menunjukkan bahwa Odha perokok kehilangan lebih banyak tahun kehidupan akibat merokok dibandingkan akibat HIV. Lihat LI 803. y Infeksi HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh. Ini mungkin membiarkan sel kanker berkembang biak y HIV juga merangsang sistem kekebalan secara terus menerus. Ini mungkin mendorong timbulnya beberapa jenis kanker y Beberapa kanker (seperti KS dan limfoma Hodgkin) tampaknya terkait dengan jumlah CD4 terendah (nadir) yang pernah dialami oleh yang bersangkutan y Beberapa kanker dikaitkan dengan infeksi virus. Ini ditunjukkan dalam tabel berikut. Kanker Virus Sarkoma Kaposi (KS) Limfoma Non-Hodgkin (NHL) Kanker leher rahim dan dubur Beberapa kanker kulit Kanker hati HHV8 HHV8, EBV HPV HPV HBV, HCV Odha mengalami angka kejadian infeksi ini yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Apakah Kanker adalah Tanda Penuaan Dini pada Odha? Beberapa kanker timbul pada Odha dengan usia lebih muda dibandingkan masyarakat umum. Beberapa pakar beranggap bahwa HIV mempercepat penuaan, dan bahwa kanker adalah salah satu tanda proses kecepatan ini. Sebuah penelitian yang cermat menunjukkan bahwa ini tidak benar untuk kebanyakan kanker. Penelitian ini menemukan bahwa kebanyakan Odha diteliti pada usia lebih muda dibandingkan masyarakat umum. Kebanyakan Odha masih berusia antara 30 dan 55 tahun, sehingga kanker tampaknya terjadi di usia yang lebih muda. Untuk masyarakat umum, usia yang lebih tinggi dikaitkan dengan angka kejadian kanker yang lebih tinggi. Sebagaimana populasi Odha menjadi semakin tua, usianya waktu timbul kasus kanker akan semakin tinggi. Namun, Odha tampaknya mengembangkan kanker dubur dan paru, dan limfoma Hodgkin pada usia yang lebih muda. Hal ini mungkin karena dampak HIV pada kanker ini, tetapi juga dapat disebabkan oleh pajanan lebih dini pada faktor risiko untuk jenis kanker ini, seperti mulai merokok atau melakukan hubungan seksual (yang meningkatkan risiko infeksi HPV) pada usia lebih dini. Lagi pula, Odha cenderung dipantau secara lebih cermat dari usia yang lebih muda, sehingga mungkin kanker terdeteksi lebih dini. Bagaimana Odha Dapat Mengurangi Risiko Kanker? 1. Berhenti merokok. Merokok berhubungan bukan hanya dengan kanker paru, tetapi juga dengan kanker kepala, leher, ginjal dan usus besar. Merokok juga mungkin meningkatkan risiko kanker leher rahim. 2. Kurangi konsumsi alkohol, yang dapat meningkatkan risiko kanker hati. 3. Jika sesuai, lakukan vaksinasi terhadap HPV dan hepatitis A dan B. 4. Sebaiknya dites untuk hepatitis B dan C, yang meningkatkan risiko kanker hati. Jika kita terinfeksi, pastikan dokter memantau infeksi ini. 5. Lakukan tes Pap pada leher rahim dan dubur setiap tahun. Tes Pap pada dubur harus dilakukan baik untuk laki-laki dan perempuan. Sayangnya, tes ini umumnya tidak tersedia. Bicarakan dengan dokter. 6. Mengikuti pedoman baku untuk pemeriksaan payudara, usus besar, dan prostat. 7. Pakai krim anticahaya matahari dan menghindari pajanan berlebihan pada matahari. Diperbarui 31 Juli 2014 berdasarkan FS 520 The AIDS InfoNet 12 Januari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 525 PENISILIOSIS Apa Penisiliosis Itu? Penisiliosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, yang biasanya ditemukan di daerah tropis. Hingga saat ini, sebagian besar kasus penisiliosis ditemukan di Thailand utara, dan jarang didiagnosis sebelum adanya AIDS. Seperempat pasien AIDS di Chiang Mai, Thailand didiagnosis penisiliosis, sementara lima kasus didiagnosis di Singapura sampai dengan 2001. Penisiliosis adalah infeksi oportunistik (IO) terkait HIV tertinggi ketiga di Thailand dan daerah lain di Asia Tenggara. Seperti penyakit lain yang jarang ditemui dan dulu sangat tidak dikenal, infeksi ini mempunyai kesempatan untuk berkembang karena lemahnya sistem kekebalan orang yang terinfeksi HIV. Kebanyakan kasus penisiliosis ditemukan pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 100. Jika tidak diobati, penisiliosis dapat mematikan. Sumber infeksi jamur ini masih belum ditentukan. Infeksi ini ditemukan pada empat jenis tikus bambu, dan juga dalam tanah. Tikus bambu ditemukan di Cina selatan sampai ke Indonesia. Di Thailand Utara, habitatnya adalah di belukar bambu di daerah pegunungan, tempat tikus itu hidup dalam tanah dan berkembang pada musim hujan. Kemungkinan penularan terjadi dari tanah dan tampaknya lebih sering terjadi pada musim hujan. Penisiliosis adalah penyakit pernapasan yang disebarkan dari paru. Jamur P. marneffei dapat ditemukan di tempat yang sedang dibangun, ketika membongkar bangunan tua, dan pada kotoran burung serta kelelawar. Tanda penisiliosis sebagian besar tidak khusus; gejalanya, seperti demam, kehilangan berat badan, anemia (kurang sel darah merah, lihat Lembaran Informasi 552), batuk, ruam pada kulit, dan kelenjar getah bening, limpa dan hati yang bengkak. Hingga 70% kasus juga mengalami lesi (luka) seperti jerawat pada kulit di daerah muka, telinga, kaki dan tangan, dan kadang di kelamin. Lesi ini serupa dengan lesi diakibatkan oleh moluskum (lihat LI 511). Penisiliosis juga dapat berpengaruh pada organ tubuh lain, termasuk sumsum tulang, kelenjar getah bening, paru, hati dan usus. Gejala muncul secara mendadak dan hebat. Karena gejala ini sangat umum terkait AIDS, terutama mirip dengan gejala infeksi kriptokokosis atau histoplasmosis, mungkin kebanyakan kasus tidak didiagnosis sebagai penisiliosis. Bagaimana Penisiliosis Didiagnosis? Penyakit ini dapat didiagnosis dengan memeriksa contoh kulit, isi kelenjar atau sumsum tulang dengan mikroskop. Namun sebagian besar diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, walaupun gejala klinis dapat disalahartikan dengan penyakit lain seperti histoplasmosis, kriptokokosis, atau moluskum. Diagnosis dapat ditegakkan dengan membiakkan contoh darah atau sumsum tulang. DNA (bahan genetik) jamur ini dapat ditemukan dengan tes PCR, dan cara ini sedang dinilai sebagai tes yang dapat memberi hasil lebih cepat. Dapatkah Penisiliosis Dicegah? Cara terbaik untuk mencegah pajanan adalah dengan menghindari perjalanan pada daerah endemis jamur ini. Untuk mencegah agar infeksi tidak menimbulkan penyakit, itrakonazol atau flukonazol dapat dipakai sebagai profilaksis (obat yang dipakai untuk mencegah penyakit) bila jumlah CD4 di bawah 100. Namun profilaksis ini hanya dibutuhkan untuk Odha yang tinggal atau berkunjung pada daerah endemis Bagaimana Penisiliosis Diobati? Penisiliosis biasanya diobati dengan obat antijamur, terutama amfoterisin B. Amfoterisin B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini diinfus secara perlahan, dan dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Pasien dengan penisiliosis yang telah menyebar ke seluruh tubuh biasanya menanggapi dengan baik pada amfoterisin B secara infus dengan dosis 0,6mg/kg berat badan per hari untuk dua minggu, diikuti itrakonazol (400mg sekali sehari) untuk sepuluh hari. Pasien dengan penyakit lebih ringan dapat diobati dari awal dengan itrakonazol. Pada Odha yang mengalaminya, terapi antiretroviral (ART) sebaiknya dimulai sekaligus dengan pengobatan untuk penisiliosis. Garis Dasar Penisiliosis adalah penyakit yang bisa menjadi gawat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei. Jamur ini hanya ditemukan di daerah tropis dan tampaknya dibawa oleh tikus bambu. Infeksi ini tidak dapat menular dari orang ke orang. Pada orang dengan sistem kekebalan yang rusak (jumlah CD4 di bawah 100), infeksi ini dapat mematikan jika tidak diobati. Penisiliosis dapat diobati dengan obat antijamur. Untuk mencegah infeksi kambuh kembali, sebaiknya Odha mulai ART bersamaan dengan pengobatan untuk penisiliosis. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan pedoman DHHS 7 Mei 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 526 LIMFADENOPATI Apa Limfadenopati Itu? Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening (sistem limfatik). Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah bening menjadi bengkak, sering tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi, termasuk HIV dan TB. Ada ratusan kelenjar getah bening di tubuh kita, dengan ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan tubuh, dengan tugas menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening. Sebagian besar kelenjar getah bening ada di daerah tertentu, misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak, dan kunci paha. Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik (getah bening) untuk menyembunyikan diri dalam sel di kelenjar getah bening. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa hanya 2% HIV ada dalam darah. Sisanya ada di sistem limfatik, termasuk limpa, di lapisan usus dan di otak. Infeksi HIV sendiri dapat menyebabkan limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening. Limfadenopati adalah salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang beberapa minggu setelah tertular HIV – lihat Lembaran Informasi (LI) 103. Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap flu. Walaupun limfadenopati sering disebabkan HIV sendiri, penyakit ini dapat gejala infeksi lain, termasuk TB di luar paru, sifilis, histoplasmosis, virus sitomegalia, sarkoma Kaposi, limfoma dan kelainan kulit. Apa Limfadenopati Generalisata yang Persisten Itu? Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy/PGL) adalah limfadenopati pada beberapa kelenjar getah bening yang bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Odha dan sering disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sbb.: y Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening; y Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1cm dalam setiap kelompok; y Berlangsung lebih dari satu bulan; dan y Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya. Pembengkakan kelenjar getah bening ini bersifat tidak sakit, simetris (kirikanan sama), dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk kunci paha. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah ditemukan melalui menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini berukuran serupa kacang polong sampai buah anggur, dan bila diraba, merasa seperti buah anggur. PGL berkembang secara pelan dan mungkin dapat menghilang pada saat jumlah CD4 menurun menjelang 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali (pembesaran limpa). Bagaimana Limfadenopati Diobati? Asal jumlah, tempat dan ukuran kelenjar yang bengkak tidak berubah, orang dengan PGL tidak membutuhkan pengobatan lebih lanjut, selain pemantauan setiap periksa ke dokter. Perubahan pada ciri kelenjar harus secepatnya dilaporkan ke dokter. Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya berisi cairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin akan memberi obat antibiotik. Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan jarum tipis, untuk diperiksa dengan mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau penyebab yang lain. Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot cairan isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak. Apakah Limfadenopati Tanda AIDS? Limfadenopati dapat terjadi dari awal infeksi HIV, dan PGL biasanya dialami waktu belum ada gejala lain, sering pada waktu jumlah CD4 di atas 500. Sebaliknya, hilangnya PGL dapat menunjukkan kita tidak lama lagi akan masuk tahap AIDS, berarti sebaiknya kita mempertimbangkan mulai terapi antiretroviral (ART). Garis Dasar Limfadenopati sering di antara gejala pertama infeksi HIV, yang dialami waktu infeksi primer atau akut, beberapa minggu setelah terinfeksi. Penyakit ini ditandai pembengkakan pada satu atau lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan ketiak, tetapi kadang kala di tempat lain. Gejala ini biasanya cepat hilang tanpa diobati. Namun gejala ini dapat bertahan terus, menjadi PGL. Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah kelenjar yang bengkak di sedikitnya dua tempat secara simetris. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang sebagaimana jumlah CD4 menurun menjelang 200. Selain infeksi HIV sendiri, limfadenopati dapat disebabkan oleh infeksi lain, termasuk TB di luar paru dan sifilis. Jika ada gejala lain, sebaiknya ada pemeriksaan secara teliti untuk menyingkirkan alasan lain. Bila tidak ada alasan lain, limfadenopati tidak perlu diobati. Limfadenopati tidak berkembang menjadi limfoma (kanker pada sistem limfatik – lihat LI 509), dan tidak menunjukkan peningkatan dalam kemungkinan limfoma akan terjadi. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan HRSA Guide for HIV/AIDS Clinical Care 30 April 2014 hlm. 313 dan berbagai sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 527 HISTOPLASMOSIS Apa Histoplasmosis Itu? Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang HIV-positif. Infeksi ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini berkembang dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan unggas, sehingga ditemukan dalam di kandang burung/unggas dan gua. Infeksi menyebar melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat bernapas, dan tidak dapat menular dari orang yang terinfeksi. Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150, walau gejala ringan dapat timbul dengan jumlah CD4 lebih tinggi. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang didefinisi AIDS. Gejala awal muncul serupa dengan penyakit flu yang ringan, dan berkembang dengan berbagai gejala, termasuk demam, kelelahan, kehilangan berat badan, hepatosplenomegali (pembengkakan pada hati dan/atau limpa) dan limfadenopati (pembengkakan pada kelenjar getah bening). Kurang lebih 50% pasien mengalami batuk kering, sakit dada dan sesak napas, sementara sejumlah yang lebih kecil mengalami masalah perut-usus dan kulit. Kurang lebih 10% mengalami renjatan dan kegagalan beberapa organ tubuh Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada sumsum tulang, dengan akibat anemia (kurang darah merah, lihat Lembaran Informasi 552), leukopenia (kurang beberapa jenis darah putih) dan trombositopenia (kurang trombosit, dengan akibat darah sulit beku). Kurang lebih separuh penderita mengalami masalah paru; rontgen dada dapat menunjukkan tanda yang khas pada paru. Penyakit paru akibat histoplasmosis serupa dengan TB dan dapat semakin berat selama bertahun-tahun. Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada susunan saraf pusat (SSP), dengan sampai 20% pasien mengalami gejala kejiwaan. Untuk Odha dengan jumlah CD4 di atas 300, gejala histoplasmosis umumnya dibatasi pada saluran napas, yaitu batuk, sesak napas dan demam. Bagaimana Histoplasmosis Didiagnosis? Ada tes antigen untuk infeksi dengan jamur H. capsulatum. Tes ini paling peka dengan contoh air seni, tetapi juga dapat dari contoh darah. Histoplasmosis juga dapat didiagnosis dengan membiakkan jamur dari contoh sumsum tulang, tetapi proses ini membutuhkan waktu beberapa minggu. Dapatkah Histoplasmosis Dicegah? Cara terbaik untuk mencegah histoplasmosis adalah dengan memakai terapi antiretroviral (ART). Itrakonazol dapat dipakai untuk mencegah munculnya penyakit akibat infeksi jamur termasuk histoplasmosis, namun penggunaannya umumnya tidak diusulkan. Profilaksis terhadap histoplasmosis dapat dipertimbangkan untuk Odha dengan jumlah CD4 di bawah 150 dengan pekerjaan berisiko tinggi (mis. bertani, berkebun, buruh bangunan). Bagaimana Histoplasmosis Diobati? Histoplasmosis diobati dengan dua tahap: induksi (terapi awal untuk infeksi akut), dan rumatan atau profilaksis sekunder (terapi terus-menerus untuk mencegah kambuhnya). Bila infeksinya ringan atau sedang, terapi induksi dilakukan dengan itrakonazol; versi sirop paling baik. Bila penyakit berat, amfoterisin B dapat dipakai pada awal. Amfoterisin B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini diinfus secara perlahan, dan dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Ada versi amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi selaput lemak menjadi gelembung kecil yang disebut liposom. Versi ini mungkin menyebabkan lebih sedikit efek samping. Terapi amfoterisin B biasanya dilakukan selama dua minggu atau lebih, dan pasien umumnya dirawat di rumah sakit selama ini. Karena penguraian obat ini berbeda-beda tergantung pada individu, tingkat obat dalam darah harus dipantau. Setelah terapi awal ini selesai, terapi diteruskan dengan itrakonazol selama 12 bulan atau lebih. Flukonazol tidak efektif untuk mengobati histoplasmosis. Bila histoplasmosis sudah berpengaruh pada SSP, biasanya terapi induksi dengan amfoterisin B diteruskan selama 4-6 minggu. Setelah terapi ini, profilaksis sekunder, biasanya dengan itrakonazol, harus dilakukan seumur hidup. Ada kesepakatan bahwa profilaksis sekunder ini dapat dihentikan bila terapi sudah dilakukan lebih dari 12 bulan, jumlah CD4 di atas 150, ART dipakai selama lebih dari enam bulan, DAN tes pada air seni mendukung. Pada Odha yang mengalaminya, ART sebaiknya dimulai sekaligus dengan pengobatan untuk histoplasmosis. Garis Dasar Histoplasmosis adalah penyakit jamur yang cukup umum pada Odha di Indonesia. Jamur tersebut tidak dapat diberantas. Penyakit ini umumnya muncul saat sistem kekebalan tubuh sangat rusak, yaitu dengan jumlah CD4 di bawah 150, walau gejala ringan dapat dialami dengan jumlah CD4 yang lebih tinggi. Histoplasmosis biasanya harus diobati pada awal dengan obat yang cukup manjur, amfoterisin B, yang juga menimbulkan efek samping yang berat. Untuk mencegah infeksi kambuh kembali, sebaiknya Odha mulai ART bersamaan dengan pengobatan untuk histoplasmosis. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan pedoman DHHS 7 Mei 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 528 STEATOSIS Apa Steatosis Itu? Bila sel lemak berlebihan berkembang di hati kita, masalah ini disebut sebagai hati berlemak (fatty liver) atau steatosis. Lebih banyak orang terinfeksi virus hepatitis C (HCV – lihat Lembaran Informasi (LI) 506) mengalami steatosis dibandingkan orang tanpa HCV. Diperkirakan bahwa kurang lebih 55% orang dengan HCV mengalami steatosis, dua sampai tiga kali lipat di atas angka pada masyarakat umum. Alasan untuk hal ini tidak jelas. Penelitian menunjukkan bahwa steatosis meningkatkan risiko lanjutan infeksi HCV, mengurangi kemungkinan terapi HCV akan berhasil, dan dapat meningkatkan risiko perkembangan kanker hati (HCC). Apa Penyebab Steatosis? Steatosis dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk: y Konsumsi terlalu banyak makanan dan minuman yang mengandung lemak dan gula y Kurang berolahraga y Mempunyai lemak berlebihan di seluruh badan y Menderita diabetes – penyakit yang muncul karena tubuh tidak mampu mengelola atau mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam tubuh y Penggunaan alkohol secara berlebihan selama waktu yang lama y Hiperlipidemia – peningkatan pada lipid (lemak) dalam darah. Lipid ini termasuk kolesterol, senyawa kolesterol, fosfolipid dan trigliserida y Terinfeksi HCV genotipe 3 Kebanyakan ahli menganggap bahwa ada faktor tambahan terkait virus yang meningkatkan kemungkinan orang dengan HCV mengembangkan steatosis, tetapi faktor yang tepat belum jelas. Genotipe 3 Tampaknya infeksi HCV genotipe 3 dapat langsung menyebabkan steatosis, walau mekanisme belum jelas. Yang jelas, bila infeksi HCV genotipe 3 diobati secara berhasil, sehingga virus diberantas, steatosis umumnya berkurang dan kadang kala hilang. Hasil serupa tidak dilihat setelah HCV genotipe lain diobati. Dampak Steatosis Steatosis dapat merusak hati. Pada orang terinfeksi HCV, steatosis akan mempercepat kerusakan yang disebabkan oleh HCV. Lagi pula, pengobatan untuk HCV dipengaruhi oleh steatosis. Dampak HIV pada Steatosis Pada satu penelitian, 40% Odha koinfeksi HCV yang memakai terapi antiretroviral (ART) mengalami steatosis, dan hal ini terkait dengan penyakit HCV yang lebih berat. Faktor risiko pada Odha koinfeksi HCV adalah kelainan metabolik (berat badan terlalu tinggi dan tingkat glukosa dalam darah yang tinggi), serta penggunaan obat “d” (terutama d4T tetapi juga ddI) dalam ART-nya. Perkembangan Penyakit HCV Steatosis tampaknya meningkatkan laju perkembangan penyakit hepatitis C. Penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat steatosis yang lebih tinggi berhubungan langsung dengan tingkat (grade) fibrosis hati (jaringan hati menjadi berserat), serta juga perkembangan fibrosis dan sirosis (radang hati yang berat) yang lebih cepat. Kanker Hati Sudah dibuktikan bahwa steatosis adalah faktor risiko independen terhadap perkembangan kanker hati. Steatosis, sirosis, dan usia lebih tua dilaporkan sebagai faktor risiko independen yang bermakna untuk perkembangan kanker hati. Tanggapan terhadap Terapi HCV Steatosis tampaknya agak mengurangi kemungkinan terapi HCV akan berhasil, sedikitnya pada orang dengan HCV genotipe non-3. Pengobatan untuk Steatosis Saat ini belum ada pengobatan untuk steatosis. Namun ada banyak penelitian terhadap obat yang mungkin berhasil untuk mengobati steatosis. Sayangnya, obat tersebut kemungkinan baru tersedia setelah beberapa tahun. Terapi umum untuk steatosis adalah diet dan olahraga. Beberapa tips untuk membantu mengurangi steatosis termasuk: y Konsumsi diet yang sehat, dengan banyak buah-buahan, sayur-mayur, serta daging (misalnya daging ayam) yang hanya sedikit atau tidak berlemak. Ikan yang dimasak juga adalah makanan yang rendah lemak ‘buruk’ dan sangat sehat dimakan. y Olahraga (lihat LI 802) juga adalah cara untuk tetap sehat dan mengurangi steatosis. Jangan berlebihan, terutama pada awal; tingkatkan beratnya secara berangsur-angsur. Contoh olahraga yang baik termasuk jalan kaki, berenang, angkat beban dan apa saja yang menggerakkan badan. y Berhenti atau mengurangi konsumsi minuman beralkohol. Garis Dasar Semakin jelas bahwa steatosis dapat mempercepat kerusakan pada hati disebabkan oleh hepatitis C. Kalau kita prihatin terhadap steatosis, sebaiknya kita mempertimbangkan program diet dan olahraga yang akan membantu mengurangi steatosis dan dampaknya pada perkembangan HCV. Selain itu, kita dapat mempertimbangkan perubahan pola hidup yang lain, termasuk mengurangi penggunaan alkohol dan zat lain yang dapat berdampak buruk pada hati kita. Hal ini dapat mengarah pada hidup yang lebih sehat agar sistem kekebalan tubuh kita lebih kuat melawan hepatitis C. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan HCV Advocate hcspFACTsheet Disease Progression: Steatosis v5 Mei 2014 dan Basics Fatty Liver v2.2 Desember 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 530 AZITROMISIN Apa Azitromisin Itu? Azitromisin adalah obat antibiotik (antibakteri). Obat ini dipasarkan dengan beberapa nama merek. Namun versi generik dengan nama azitromisin adalah sama dengan versi bermerek, hanya harganya jauh lebih murah. Antibiotik menyerang infeksi yang disebabkan bakteri. Azitromisin dipakai untuk menyerang beberapa infeksi oportunistik pada Odha. Mengapa Odha Memakai Azitromisin? Azitromisin dipakai untuk infeksi bakteri yang ringan dan sedang. Obat ini manjur untuk beberapa jenis bakteri yang berbeda, terutama klamidia, hemofilius dan streptokokus. Bakteri ini dapat menularkan kulit, hidung, tenggorokan, dan paru. Infeksi ini dapat menular melalui hubungan seks dan menyebabkan penyakit pada kelamin. Banyak kuman hidup di tubuh kita atau adalah umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik.” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi oportunistik. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang Infeksi Oportunistik. Salah satu infeksi oportunistik pada Odha adalah MAC. Lihat LI 510 untuk informasi tentang MAC. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 50 dapat mengembangkan MAC. Azitromisin umumnya dipakai dengan antibiotik lain untuk mengobati MAC. Obat ini juga dapat dipakai untuk mencegah infeksi tersebut. Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, sebaiknya kita bicara dengan dokter tentang penggunaan azitromisin. Azitromisin juga dipakai untuk mengobati toksoplasmosis (lihat LI 517) dan kriptosporidiosis (LI 502). Beberapa orang mempunyai alergi pada azitromisin dan antibiotik sejenis. Katakan pada dokter jika kita mempunyai alergi pada eritromisin atau antibiotik lain. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga mereka bisa kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh kita. Misalnya, jika kita memakai azitromisin untuk melawan MAC, dan kita lupakan terlalu banyak dosis, kuman MAC di tubuh kita dapat menjadi resistan pada azitromisin. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain terhadap MAC. Bagaimana Azitromisin Dipakai? Azitromisin tersedia dalam kapsul atau tablet berisi 250mg. Untuk melawan sebagian besar infeksi, takaran untuk orang dewasa adalah 500mg pada hari pertama, diikuti dengan 250mg setiap hari untuk empat hari lagi. Takaran untuk mencegah infeksi MAC adalah 1.200mg atau 1.250mg sekali seminggu. Tablet azitromisin dapat dipakai dengan atau tanpa makanan. Minum banyak air waktu memakainya. Kapsul atau sirop sebaiknya dipakai waktu perut kosong, satu jam sebelum atau dua jam setelah makan. Perhatikan peraturan secara teliti. Jangan pakai azitromisin sekaligus dengan obat antiasam yang mengandung aluminium atau magnesium. Ini akan mengurangi jumlah azitromisin dalam aliran darah. Apa Efek Samping Azitromisin? Efek samping azitromisin sebagian besar berdampak pada sistem pencernaan. Efek ini termasuk diare, mual, dan sakit perut. Beberapa orang menjadi sangat peka pada sinar matahari. Yang lain dapat mengalami sakit kepala, pusing atau menjadi mengantuk, atau bermasalah mendengar. Hanya sangat sedikit orang yang memakai azitromisin mengalami efek samping ini. Namun, sebagian besar obat antiretroviral (ARV) juga menyebabkan masalah pada sistem pencernaan. Azitromisin dapat memburukkan masalah ini. Beberapa orang mengalami reaksi alergi yang berat pada azitromisin. Segera periksa ke dokter bila dialami diare yang berat, demam, nyeri pada sendi, kram atau penyakit perut yang berat, pembengkakan pada leher, mulut, tangan atau kaki, atau sesak napas. Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’ yang diperlukan agar makanan dicerna. Kita dapat makan yoghurt atau suplemen (makan tambahan) asidofilus untuk menggantinya. Bagaimana Azitromisin Berinteraksi dengan Obat Lain? Azitromisin diuraikan oleh hati. Jadi obat ini dapat berinteraksi dengan obat yang diuraikan oleh hati, termasuk sebagian besar ARV. Para ilmuwan belum menelitikan semua interaksi yang mungkin – lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi. Azitromisin kemungkinan berinteraksi dengan beberapa obat pengencer darah, obat jantung, obat antisawan (antikonvulsi), dan antibiotik lain. Pastikan dokter mengetahui semua obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Dokter mungkin harus memantau kita secara teliti jika kita memakai azitromisin sekaligus dengan protease inhibitor ritonavir. Obat antiasam dengan aluminium dan magnesium dapat mengurangi kadar azitromisin dalam aliran darah. Jangan memakai antiasam sekaligus dengan azitromisin. Ditinjau 25 Desember 2014 berdasarkan FS 530 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 531 SIPROFLOKSASIN Apa Siprofloksasin Itu? Siprofloksasin (ciprofloxacin atau sipro) adalah obat antibiotik. Antibiotik melawan infeksi yang disebabkan bakteri. Sipro melawan banyak jenis bakteri. Obat ini juga dipakai untuk melawan beberapa infeksi oportunistik (IO) pada Odha. Catatan: Pada 2004, CDC di AS mencatat peningkatan dalam jenis gonore yang resistan terhadap sipro yang ditemukan pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Penggunaan sipro dapat tidak efektif untuk gonore, dan justru meningkatkan penyebaran jenis gonore yang resistan terhadap obat. Oleh karena ini, CDC di AS mengusulkan penggunaan antibiotik lain untuk mengobati gonore pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Mengapa Odha Memakai Sipro? Sipro dipakai untuk banyak infeksi bakteri yang berbeda. Obat ini berhasil terhadap beberapa jenis bakteri yang berbeda, termasuk infeksi yang resistan terhadap obat lain, termasuk penisilin. Banyak kuman hidup di tubuh kita atau umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik.” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi oportunistik. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang IO. Sipro sering dipakai dengan antibiotik lain untuk mengobati MAC (mycobacterium avium complex), salah satu IO pada Odha. Lihat LI 510 untuk informasi tentang MAC. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 50 dapat mengembangkan MAC. Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, sebaiknya kita bicara dengan dokter tentang penggunaan sipro. Beberapa orang beralergi pada sipro dan antibiotik sejenis. Katakan pada dokter jika kita beralergi pada antibiotik apa pun. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga mereka bisa kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh kita. Misalnya, jika kita memakai sipro untuk melawan MAC, dan kita lupakan terlalu banyak dosis, kuman MAC di tubuh kita dapat menjadi resistan pada sipro. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain terhadap MAC. Bagaimana Sipro Dipakai? Sipro tersedia dalam tablet dengan berbagai dosis. Tablet mengandung antara 100mg dan 750mg Sipro. Juga ada versi dengan nama Sipro XR, dengan isinya 500mg. Sipro juga tersedia dalam bentuk sirop. Sipro bentuk biasa dipakai setiap 12 jam, sedangkan versi XR dipakai sekali sehari. Takaran sipro dan lama penggunaannya tergantung pada jenis infeksi. Tablet sipro dapat dipakai dengan atau tanpa makan. Minum banyak air waktu memakainya, agar menentukan bahwa obat ini tidak berkumpul dalam ginjal. Jangan pakai sipro sekaligus dengan obat antiasam yang mengandung aluminium atau magnesium. Ini akan mengurangi jumlah sipro dalam aliran darah. Apa Efek Samping Sipro? Efek samping sipro yang paling umum adalah mual, diare, muntah, sakit perut, sakit kepala, ruam pada kulit, dan keresahan. Obat ini juga bisa menyebabkan pusing dan kantuk. Hanya sangat sedikit orang yang memakai sipro mengalami efek samping ini. Namun, sebagian besar obat antiretroviral (ARV) juga menyebabkan masalah pada sistem pencernaan. Sipro dapat memburukkan masalah ini. Sipro dapat menyebabkan kerusakan pada saraf. Bila kita mengalami mati rasa atau kesemutan pada tangan atau kaki, langsung hubungi dokter. Sipro meningkatkan kepekaan beberapa orang terhadap sinar matahari. Obat ini juga dapat meningkatkan efek kafein, dan membuat kita cemas dan gelisah. Pada kasus yang jarang, sipro dapat menyebabkan reaksi alergi yang dapat menjadi gawat. Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’ yang diperlukan dalam pencernaan makanan. Kita dapat makan yoghurt atau suplemen (makan tambahan) asidofilus untuk mengganti bakteri tersebut. Bagaimana Sipro Berinteraksi dengan Obat Lain? Sipro tidak diuraikan oleh hati. Jadi obat ini tidak banyak berinteraksi dengan ARV yang dipakai untuk menyerang HIV – lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi. Namun, pastikan dokter mengetahui SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Obat antiasam dengan aluminium dan magnesium dapat mengurangi tingkat sipro dalam aliran darah. Jangan memakai antiasam sekaligus dengan sipro. Suplemen yang mengandung zat kalsium, besi, atau zink juga dapat mengurangi kadar sipro. Jangan memakainya sekaligus dengan sipro. Tanya pada dokter apakah sebaiknya kita tetap memakai multivitamin yang mengandung zat besi, kalsium, atau zink sekaligus dengan sipro. Probenesid adalah obat untuk mengurangi tingkat asam urat. Ini pengobatan untuk pirai. Probenesid menyebabkan peningkatan tinggi pada kadar sipro dalam aliran darah. Sipro dapat meningkatkan kadar metadon, mungkin menyebabkan overdosis yang berat. Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 531 The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 532 KLARITROMISIN Apa Klaritromisin Itu? Klaritromisin (clarithromycin) adalah obat antibiotik. Antibiotik melawan infeksi yang disebabkan bakteri. Klaritromisin ini juga dipakai untuk melawan beberapa infeksi oportunistik (IO) pada Odha. Mengapa Odha Memakai Klaritromisin? Klaritromisin dipakai untuk infeksi bakteri yang ringan dan sedang. Obat ini berhasil melawan beberapa jenis bakteri yang berbeda, terutama klamidia, hemofilius dan streptokokus. Bakteri ini dapat menginfeksikan kulit, hidung, tenggorokan, dan paru. Infeksi ini dapat menular melalui hubungan seks dan menyebabkan penyakit pada alat kelamin. Banyak kuman hidup di tubuh kita atau umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik.” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi oportunistik. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang IO. Beberapa orang dengan jumlah CD4 yang sangat rendah (di bawah 50) memakai klaritromisin untuk mencegah infeksi. Lihat LI 124 untuk informasi lebih lanjut mengenai sel CD4. Salah satu IO pada Odha adalah MAC. Ini singkatan untuk mycobacterium avium complex. Lihat LI 510 untuk informasi tentang MAC. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 50 dapat mengembangkan MAC. Klaritromisin sering dipakai dengan antibiotik lain untuk mengobati MAC. Obat ini juga dapat dipakai untuk mencegah MAC. Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, sebaiknya kita bicara dengan dokter tentang penggunaan klaritromisin. Beberapa orang alergi pada klaritromisin dan antibiotik sejenis. Katakan pada dokter jika kita alergi terhadap klaritromisin atau antibiotik lain. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga mereka bisa kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh kita. Misalnya, jika kita memakai klaritromisin untuk melawan MAC, dan kita lupakan terlalu banyak dosis, kuman MAC di tubuh kita dapat menjadi resistan pada klaritromisin. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain untuk melawan MAC. Bagaimana Klaritromisin Dipakai? Klaritromisin tersedia dalam tablet dengan mengandung 250mg dan 500mg klaritromisin. Klaritromisin juga tersedia dalam bentuk biji butir untuk membuat bentuk sirop. Takaran klaritromisin dan lama penggunaannya tergantung pada jenis infeksi. Takaran yang dipakai untuk mencegah infeksi MAC adalah 500mg setiap 12 jam. Pengobatan diteruskan selama jumlah CD4 cukup rendah untuk memungkinkan pengembangan MAC. Bila jumlah CD4 kita naik ke atas 100 selama 3-6 bulan, dokter mungkin mengusulkan untuk berhenti penggunaan klaritromisin. Tablet klaritromisin dapat dipakai dengan atau tanpa makan, kendati memakainya dengan makanan dapat mengurangi gangguan perut. Juga ada versi klaritromisin lepasan lama yang disebut “XL”; obat dilepas dari tablet selama beberapa jam setelah ditelan. Versi ini harus dipakai dengan makan. Minum secangkir penuh air waktu memakai klaritromisin. Apa Efek Samping Klaritromisin? Efek samping klaritromisin yang paling umum adalah dampak pada sistem pencernaan. Ini termasuk diare, mual, rasa panas dalam perut, dan sakit perut. Hanya sangat sedikit orang yang memakai klaritromisin yang mengalami efek samping ini. Namun, sebagian besar obat antiretroviral (ARV) juga menyebabkan masalah pada sistem pencernaan. Klaritromisin dapat memburukkan masalah ini. Klaritromisin dapat membebani hati. Dokter kemungkinan akan memantau hasil tes laboratorium kita untuk tanda kerusakan pada hati. Periksa ke dokter jika air seni menjadi gelap atau warna kotoran (air besar) menjadi lebih muda/ pucat. Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’ yang diperlukan dalam pencernaan makanan. Kita dapat makan yoghurt atau suplemen (makan tambahan) asidofilus untuk mengganti bakteri tersebut. Bagaimana Klaritromisin Berinteraksi dengan Obat Lain? Klaritromisin diuraikan oleh hati. Jadi obat ini dapat berinteraksi dengan obat yang diuraikan oleh hati, termasuk sebagian besar ARV yang dipakai untuk menyerang HIV. Para ilmuwan belum menelitikan semua interaksi yang mungkin – lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi. Klaritromisin kemungkinan berinteraksi dengan ARV golongan NNRTI, beberapa obat pengencer darah, obat jantung, obat antisawan (antikonvulsi), dan antibiotik lain. Pastikan dokter mengetahui SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Protease inhibitor ritonavir, lopinavir dan darunavir dapat meningkatkan tingkat klaritromisin dalam aliran darah. Klaritromisin dapat berpengaruh pada tingkat AZT dalam aliran darah. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 532 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 533 DAPSON Apa Dapson Itu? Dapson adalah obat antibiotik (antibakteri). Antibiotik menyerang infeksi yang disebabkan bakteri. Dapson juga dipakai untuk menyerang beberapa infeksi oportunistik (IO) pada Odha. Dapson biasanya dipakai sebagai obat penyakit kusta, atau masalah kulit dermatitis herpetiformis. Mengapa Odha Memakai Dapson? Banyak kuman hidup di tubuh kita atau adalah umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik.” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi oportunistik. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang IO. Satu IO pada Odha adalah PCP. Ini singkatan untuk pneumocystis jiroveci pneumonia, yang berdampak pada paru. Lihat LI 512 untuk informasi tentang PCP. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mengalami PCP. Infeksi ini dapat dicegah dengan memakai obat setiap hari selama sistem kekebalan tubuhnya masih lemah. Jika jumlah CD4 kita di bawah 200, tanyakan pada dokter apakah sebaiknya kita memakai obat untuk mencegah PCP. Odha biasanya memakai kotrimoksazol (lihat LI 535) sebagai obat pilihan pertama untuk mencegah atau mengobati PCP. Namun sampai 30% Odha mengalami alergi sebagai efek samping kotrimoksazol. Untuk Odha yang tidak tahan memakai kotrimoksazol, pilihan terbaik untuk mencegah PCP adalah dapson. Untuk mengobati PCP, pilihan kedua adalah dapson bersama dengan trimetoprim. Namun kadang kala ditemukan kesulitan untuk menjangkau dapson di Indonesia. Bila hal ini terjadi, mungkin Spiritia dapat membantu; hubungi kami di alamat di bawah. Salah satu IO lain adalah toksoplasmosis (tokso), yang berdampak pada otak. Lihat LI 517 untuk informasi tentang tokso. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 100 dapat mengalami tokso. Dapson bersama obat lain (pirimetamin) dapat dipakai untuk mengobati atau mencegah tokso, bila kotrimoksazol (pilihan pertama) tidak dapat ditahan. Siapa Sebaiknya Tidak Memakai Dapson? y Beberapa orang juga alergi terhadap dapson. Beri tahu dokter kalau mempunyai alergi pada antibiotik lain. y Dapson dapat menyebabkan anemia. Orang dengan Hb rendah (lihat LI 552) sebaiknya membahas dengan dokter apakah ada pilihan lain. y Beberapa orang mempunyai tingkat enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) yang rendah. Orang tersebut dapat mengalami anemia berat secara mendadak. y Penggunaan dapson dalam triwulan pertama kehamilan dapat berisiko cacat lahir. Perempuan hamil atau yang ingin menjadi hamil sebaiknya menghindari dapson bila mungkin. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga menjadi kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh kita. Misalnya, jika kita memakai dapson untuk melawan PCP, dan kita lupakan terlalu banyak dosis, kuman PCP di tubuh kita dapat menjadi resistan pada dapson. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain terhadap PCP. Bagaimana Dapson Dipakai? Dapson tersedia dalam tablet dengan takaran 25mg dan 100mg. Dosis yang dipakai tergantung pada jenis infeksi yang hendaknya dicegah. Kita harus memakai dapson terusmenerus selama jumlah CD4 kita masih begitu rendah sehingga kita dapat mengalami tokso atau PCP. Perhatikan bahwa kita harus pakai obat lain bersamaan dengan dapson untuk mencegah penyakit tokso. Tidak ada aturan makan untuk penggunaan dapson. Bila kita mengalami sakit perut setelah memakai dapson, sebaiknya kita pakai bersama dengan makan. Apa Efek Samping Dapson? Efek samping utama dari dapson adalah anemia. Ketidaknyamanan pada perut juga agak umum. Sedikit orang mengalami rasa pegal pada kaki atau tulang belakang, mual, muntah, sakit kepala, pusing, atau neuropati perifer (kesemutan pada kaki dan tangan, lihat LI 555). Jika kita memakai dapson, kita bisa menjadi lebih peka terhadap sinar matahari. Bila ini terjadi, memakai krim antisinar matahari (sunblock) pada kulit dan/atau memakai kacamata gelap. Periksa ke dokter jika kulitnya menjadi pucat atau berwarna kuning, atau jika mengalami sakit tenggorokan, demam, atau ruam, bahkan setelah beberapa minggu penggunaan dapson. Gejala ini mungkin menandai reaksi obat yang berat. Bagaimana Dapson Berinteraksi dengan Obat Lain? Dapson diuraikan oleh hati. Jadi obat ini dapat berinteraksi dengan obat yang diuraikan oleh hati, termasuk sebagian besar obat antiretroviral (ARV) yang dipakai untuk menyerang HIV. Namun, belum semua interaksi ini diteliti. Ada kemungkinan dapson berinteraksi dengan beberapa obat pengencer darah, obat penyakit jantung, obat antisawan (antikonvulsi), dan antibiotik lain. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Dokter harus memantau kemungkinan akan interaksi secara hati-hati bila kita memakai dapson bersama dengan ARV fosamprenavir, saquinavir, tipranavir dan etravirine. Tingkat dapson dalam darah dapat berkurang bila kita juga memakai rifampisin, sebuah obat yang dipakai untuk TB (lihat LI 515) dan MAC (LI 510). Lagi pula, ddI dapat mengurangi penyerapan dapson; memakai dapson sedikitnya dua jam sebelum atau setelah minum ddI. Risiko mengembangkan anemia adalah lebih tinggi jika kita memakai dapson sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya AZT. Risiko mengembangkan neuropati perifer adalah lebih tinggi jika kita memakai dapson sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya ddI dan d4T. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 533 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 534 FLUKONAZOL Apa Flukonazol Itu? Flukonazol adalah obat antijamur. Obat ini dipasarkan dengan nama merek Diflucan. Namun versi generik dengan nama flukonazol atau beberapa nama lain adalah sama dengan versi bermerek, hanya harganya jauh lebih murah. Obat antijamur menyerang infeksi yang disebabkan berbagai macam jamur. Flukonazol menyerang beberapa infeksi oportunistik pada Odha. Mengapa Odha Memakai Flukonazol? Flukonazol dipakai jika infeksi jamur tidak dapat diobati dengan krim atau lozenge. Obat ini berhasil terhadap beberapa jenis jamur yang berbeda, termasuk infeksi ragi (semacam jamur) yang disebut kandidiasis (lihat Lembaran Informasi (LI) 516). Banyak kuman hidup di tubuh kita atau adalah umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusakkan sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik.” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi oportunistik. Lihat LI 500 untuk informasi lebih lanjut tentang Infeksi Oportunistik. Infeksi kandidiasis sifatnya agak umum. Namun penyakit ini dapat lebih berat pada Odha. Salah satu infeksi oportunistik lain, meningitis kriptokokus dibahas pada LI 503. Flukonazol disetujui untuk mengobati kedua jenis infeksi ini. Namun sebuah penelitian baru menemukan bahwa orang yang diobati untuk meningitis kriptokokus mempunyai risiko tinggi akan sindrom pemulihan kekebalan (LI 483) bila mereka mulai terapi antiretroviral (ART) secara bersamaan. Para peneliti mengusulkan ART ditunda sampai infeksi meningitis sudah terkendali. Beberapa dokter juga memakai flukonazol untuk mengobati infeksi oportunistik lain yang disebabkan oleh jamur. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga dapat menjadi kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan manjur lagi di tubuh kita. Misalnya, jika kita memakai flukonazol untuk melawan kandidiasis, dan kita melupakan terlalu banyak dosis, jamur di tubuh kita itu dapat menjadi resistan pada flukonazol. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain terhadap kandidiasis. Bagaimana Flukonazol Dipakai? Flukonazol tersedia dalam beberapa bentuk. Ada tablet 50mg, 100mg, 150mg, dan 200mg. Obat juga tersedia sebagai granul (biji-butir) untuk membuat bentuk cairan, dan sebagai cairan untuk infus. Dosis dan lama memakainya tergantung pada jenis infeksi. Jika kita mempunyai masalah ginjal, dokter mungkin mengurangi dosis flukonazol. Flukonazol dapat dipakai dengan atau tanpa makanan. Apa Efek Samping Flukonazol? Efek samping flukonazol yang paling umum adalah sakit kepala, mual, dan sakit perut. Sedikit orang mengalami diare. Sebagian besar obat antiretroviral (ARV) menyebabkan masalah pada sistem pencernaan. Flukonazol dapat memburukkan masalah itu. Flukonazol dapat membebani hati. Dokter kemungkinan akan memantau hasil tes laboratorium kita untuk tanda kerusakan pada hati – lihat LI 135 tentang Tes Fungsi Hati. Periksa ke dokter jika air seni menjadi gelap atau warna kotoran (tinja) menjadi lebih muda. Flukonazol juga dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal – lihat LI 651 tentang penyakit ginjal. Periksa ke dokter jika berat badan tiba-tiba meningkat atau ada bagian tubuh yang membengkak. Pada kasus yang jarang, flukonazol dapat menyebabkan reaksi yang gawat (sindrom Stevens-Johnson – lihat LI 562) yang dilihat sebagai ruam pada kulit. Ada bukti bahwa flukonazol dapat memengaruhi kesehatan perempuan hamil dan dosis tinggi yang dipakai selama beberapa bulan dapat menimbulkan cacat pada janin. Jadi sebaiknya perempuan hamil tidak memakai flukonazol bila ada pilihan yang lebih aman. Flukonazol dikeluarkan dalam ASI dengan tingkat serupa dengan yang ada di darah. Jadi flukonazol tidak boleh dipakai oleh perempuan yang menyusui. Bagaimana Flukonazol Berinteraksi dengan Obat Lain? Flukonazol sebagian besar diuraikan oleh ginjal. Jadi obat ini tidak begitu berinteraksi dengan obat yang diuraikan oleh hati, termasuk sebagian besar ARV yang dipakai untuk menyerang HIV. Namun, flukonazol berinteraksi dengan indinavir, ritonavir, dan AZT. Flukonazol juga berinteraksi dengan beberapa jenis obat lain, termasuk beberapa obat pengencer darah, obat antisawan (antikonvulsi), diuretik, obat untuk menurunkan gula dalam darah, dan obat antibiotik. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi obat. Ditinjau 3 Januari 2015 berdasarkan FS 534 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 535 KOTRIMOKSAZOL Apa Kotrimoksazol Itu? Kotrimoksazol (kotri) adalah kombinasi dua obat antibiotik (antibakteri): trimetoprim dan sulfametoksazol dalam satu pil. Kombinasi obat ini juga dikenal sebagai TMP/ SMX, dan dipasarkan dengan beberapa nama merek, misalnya Bactrim. Namun versi generik dengan nama kotrimoksazol adalah sama dengan versi bermerek, hanya harganya jauh lebih murah. Antibiotik menyerang infeksi yang disebabkan bakteri. Kotri juga dipakai untuk menyerang beberapa infeksi yang disebabkan jamur, termasuk beberapa infeksi oportunistik pada Odha. Mengapa Odha Memakai Kotri? Kotri dipakai untuk banyak infeksi bakteri. Obat ini efektif dan murah. Menambah kotri pada terapi antiretroviral (ART) mengurangi angka kematian 35% pada 60 minggu pertama terapi. Hasil ini berdasarkan uji coba di Afrika yang dilaporkan pada 2010. Sayangnya, hingga sepertiga orang yang memakainya mengalami reaksi alergi. Banyak kuman hidup di tubuh kita atau adalah umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik (IO).” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami IO. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang infeksi oportunistik. Salah satu IO pada Odha adalah PCP. Ini singkatan untuk pneumocystis pneumonia, yang berdampak pada paru. Lihat LI 512 untuk informasi tentang PCP. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mengalami PCP. Kotri adalah obat pilihan pertama untuk mengobati atau mencegah PCP. Jika jumlah CD4 kita di bawah 200, tanyakan pada dokter apakah sebaiknya kita memakai kotri atau obat lain untuk mencegah PCP. Penggunaan obat untuk mencegah penyakit disebut sebagai profilaksis. Salah satu IO lain adalah toksoplasmosis (tokso), yang berdampak pada otak. Lihat LI 517 untuk informasi tentang tokso. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 100 dapat mengalami tokso. Kotri juga dapat dipakai untuk mengobati atau mencegah tokso. Penggunaan obat dengan maksud untuk mencegah penyakit akibat infeksi disebut sebagai profilaksis. WHO sudah mengeluarkan pedoman yang mengusulkan penggunaan kotri sebagai profilaksis oleh Odha dewasa dan anak. Lihat LI 950 dan LI 951 untuk informasi mengenai pedoman WHO ini. Beberapa orang memiliki alergi terhadap kotrimoksazol. Katakan pada dokter jika kita beralergi pada obat sulfa atau antibiotik lain, atau bila kita mempunyai penyakit hati atau ginjal. Orang dengan anemia (kurang darah merah – lihat LI 552) sebaiknya tidak memakai kotri. Penggunaan kotri waktu hamil dapat meningkatkan risiko cacat lahir. Perempuan hamil atau menyusui sebaiknya menghindari penggunaan kotri jika mungkin. Pastikan dokter tahu bila kita mempunyai penyakit hati atau ginjal, atau kekurangan enzim G6PD. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga mereka bisa kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh kita. Misalnya, jika kita memakai kotri sebagai pengobatan PCP, dan kita lupakan terlalu banyak dosis, kuman PCP di tubuh kita dapat menjadi resistan pada kotri. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain terhadap PCP. Bagaimana Kotri Dipakai? Kotri umumnya tersedia dalam tablet yang mengandung 400mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim (400/80mg). Juga ada tablet kekuatan ganda (‘forte’) 800/ 160mg. Untuk anak tersedia versi sirop yang mengandung 200/40mg per 5ml, serta tablet 100/20mg. Dosis yang dipakai tergantung pada jenis infeksi kita coba obati atau cegah. Kita harus memakai kotri terus-menerus selama jumlah CD4 kita masih begitu rendah sehingga kita dapat mengalami tokso atau PCP. Kotri biasanya diminum waktu makan, tetapi tablet 400/80mg dapat dipakai dengan atau tanpa makanan. Kita sebaiknya minum banyak air saat kita memakai kotri. Apa Efek Samping Kotri? Infeksi HIV menyebabkan angka efek samping kotri yang lebih tinggi. Orang yang pernah memakai kotri sebelumnya sering mengalami lebih banyak efek samping. Efek samping utama dari kotri adalah mual, muntah, hilang nafsu makan, dan reaksi alergi pada kulit (ruam). Ruam agak umum. Walau sangat jarang. kotri juga dapat menyebabkan sindrom StevensJohnson, sejenis ruam yang gawat (lihat LI 562). Kotri juga dapat menyebabkan neutropenia, yaitu tingkat neutrofil yang rendah. Neutrofil adalah jenis sel darah putih yang menyerang infeksi bakteri. Infeksi HIV juga dapat menyebabkan neutropenia. Beberapa dokter memakai proses ‘desensitisasi dengan pasien yang mengalami reaksi alergi’ – lihat LI 951. Kotri dimulai dengan dosis yang sangat rendah yang tidak menyebabkan reaksi alergi, dan dosis secara bertahap ditingkatkan hingga menjadi dosis penuh. Vitamin C juga dapat membantu bila ada reaksi alergi pada kotri. Jika ini tidak berhasil, alternatif lain adalah untuk memakai obat lain misalnya dapson (lihat LI 533). Jika kita memakai kotri, kita bisa menjadi lebih peka terhadap sinar matahari. Bila ini terjadi, memakai krim antisinar matahari pada kulit dan/atau memakai kacamata gelap. Periksa ke dokter jika kulit menjadi pucat atau berwarna kuning, atau jika mengalami sakit tenggorokan, demam, atau ruam, bahkan setelah beberapa minggu penggunaan kotri. Gejala ini mungkin menandai reaksi obat yang gawat. Bagaimana Kotri Berinteraksi dengan Obat Lain? Kotri sebagian besar diuraikan oleh ginjal. Jadi obat ini tidak begitu berinteraksi dengan obat yang diuraikan oleh hati, termasuk sebagian besar obat antiretroviral (ARV) yang dipakai untuk menyerang HIV. Namun, kotri berinteraksi dengan beberapa jenis obat lain, termasuk beberapa obat pengencer darah, obat untuk menurunkan gula dalam darah, obat antisawan (antikonvulsi), dan diuretik – lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi. Pastikan dokter mengetahui SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Risiko mengembangkan anemia adalah lebih tinggi jika kita memakai kotri sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya AZT. Risiko mengembangkan neutropenia adalah lebih tinggi jika kita memakai kotri sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya AZT dan gansiklovir. Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 535 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 540 MEGESTROL (MEGACE) Apa Megestrol Itu? Megestrol asetat adalah obat yang pada awal dipakai untuk mengobati gejala kanker. Sekarang ada versi berbentuk cairan yang juga dipakai untuk meningkatkan nafsu makan, agar menambah berat badan untuk orang dengan HIV (Odha). Obat ini dibuat dan dipasarkan sebagai Megace oleh Bristol-Myers Squibb. Megestrol adalah bahan sintetis (buatan manusia) yang meniru progesteron, yaitu hormon seks perempuan. Tidak diketahui bagaimana megestrol meningkatkan nafsu makan. Megestrol disetujui oleh FDA-AS pada 1993 untuk dipakai sebagai pengobatan untuk kehilangan berat badan terkait AIDS. Saat ini ada versi baru, yaitu Megace ES, yang lebih mudah dipakai dan lebih cepat diserap oleh tubuh. Mengapa Odha Memakai Megestrol? Kehilangan berat badan adalah masalah yang sering dialami oleh Odha. Gejala ini mempunyai banyak penyebab yang mungkin (lihat Lembaran Informasi (LI) 518 untuk informasi lebih lanjut). Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi oportunistik yang mengganggu kemampuan sistem pencernaan untuk menyerap makanan. Kehilangan berat badan juga dapat disebabkan kekurangan makan – makanan tidak cukup akibat kehilangan nafsu makan atau tidak dapat tahan makanan karena mual atau muntah. Masalah mulut dan tenggorokan, misalnya kandidiasis, juga dapat mengakibatkannya. Ada juga masalah yang disebut wasting, yang belum begitu dipahami oleh ilmuwan, yang mengakibatkan kehilangan massa otot yang tidak berlemak. Akhirnya, kehilangan berat badan dapat disebabkan diare kronis. Adalah penting, jika mungkin, untuk mendiagnosis dan mengobati penyebab kehilangan berat badan yang tidak sengaja, sekaligus menangani gejalanya. Bagaimana Megestrol Dipakai? Untuk mengobati kehilangan berat badan, dosis biasa adalah 800mg (20mL) per hari. Kocok botol dengan baik sebelum dipakai. Dosis untuk versi Megace ES adalah 5mL. Odha yang memakai megestrol untuk menambah berat badan sebaiknya terus memakainya hingga mencapai berat badan yang diharapkan. Setelah itu, penggunaan dapat dihentikan sehingga dibutuhkan lagi, jika terjadi. Megestrol sebaiknya dipakai baru setelah semua penyebab kehilangan berat badan lain yang dapat diobati, misalnya infeksi oportunistik pada perut atau usus atau gizi yang buruk, telah disingkirkan atau ditangani. Obat ini tidak berguna untuk mencegah kehilangan berat badan sebelum terjadi, karena terbukti tidak efektif jika dipakai begitu. Megestrol terutama menambah berat badan berbentuk lemak. Penggunaan megestrol dapat berhasil menambah 0,5kg per minggu dengan tambahan berat badan total rata-rata 4kg. Manfaat dari penambahan macam ini belum jelas. Sebaiknya ini tergabung dengan menambah berat otot, mungkin dengan olahraga yang teratur. Setelah kita berhenti memakai megestrol, kortikosteroid (mis. hidrokortison) mungkin dibutuhkan kalau kita mengalami stres atau trauma, pembedahan besar atau infeksi berat. Apa Efek Samping Megestrol? Walaupun jarang dilaporkan efek samping oleh pengguna megestrol, kadang kala dilaporkan diare, gas dalam perut, mual, muntah, gatal-gatal, dan tekanan darah tinggi. Beberapa gejala ini sulit dipisahkan dari gejala kehilangan berat badan lain. Megestrol juga dapat menyebabkan kekurangan testosteron pada laki-laki. Ini dapat mengakibatkan kelelahan dan beberapa masalah lain, termasuk kehilangan berat badan lagi. Megestrol adalah obat hormon yang dapat berpengaruh pada laki-laki dan perempuan secara berbeda. Perempuan dapat mengalami perubahan pada haidnya, termasuk perdarahan yang tidak teratur. Laki-laki dapat mengalami kemandulan (disfungsi ereksi). Megestrol sebaiknya tidak dipakai oleh perempuan hamil, karena obat ini dapat menyebabkan bayinya cacat lahir. Oleh karena itu, perempuan yang memakai megestrol diusulkan memakai kontrasepsi yang efektif. Lagi pula, megestrol sebaiknya tidak dipakai oleh ibu yang menyusui. Beberapa kasus kekurangan hormon adrenalin dicatat pada pengguna megestrol atau saat berhenti memakainya. Pengguna harus diingatkan untuk melapor ke dokter bila mengalami gejala dan/atau tanda yang memberi kesan tingkat adrenalin yang rendah (mis. tekanan darah yang rendah, mual, muntah, pusing atau kelelahan). Bagaimana Megestrol Berinteraksi dengan Obat Lain? Megestrol dapat mengganggu efek bromokriptin, jadi kedua obat ini sebaiknya tidak dipakai sekaligus. Rifampisin (yang dipakai untuk TB) dapat mengurangi tingkat megestrol dalam tubuh, dan mungkin mengurangi dampaknya. Pastikan dokter tahu mengenai SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Juga bila kita mengalami masalah darurat (mis. kecelakaan, atau harus mencabut gigi), sebaiknya kita memberi tahu dokter/dokter gigi bila kita baru saja berhenti memakai megestrol. Garis Dasar Megestrol adalah obat untuk menambah berat badan pada Odha yang mengalami penurunan berat badan. Walaupun obat ini dapat dipakai secara berhasil untuk mengobati gejala kehilangan berat badan tanpa menghiraukan penyebabnya, terapi yang paling efektif adalah dengan melibatkan pengobatan terhadap masalah yang mendasari, bukan hanya gejalanya. Megestrol hanya menambah lemak, bukan massa otot. Karena itu, sebaiknya penggunaannya disertai dengan olahraga. Karena megestrol dapat mengurangi tingkat testosteron, orang yang memakai obat ini sebaiknya memantau tingkat hormon tersebut, dan memakai terapi untuk menambahnya jika perlu. Megestrol tidak boleh dipakai oleh perempuan hamil atau mungkin menjadi hamil, atau yang menyusui. Diperbarui 2 September 2014 berdasarkan The HIV Drug Book, yang diterbitkan Project Inform 1998, halaman AIDSinfo 9 April 2007 dan beberapa sumber lain. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 541 METADON Apa Metadon Itu? Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin (putaw) atau morfin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Metadon biasanya disediakan pada Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), yaitu program yang mengalihkan pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman. Metadon bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat: selama memakai metadon, penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi metadon menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi risiko terkait dengan penggunaan narkoba suntikan, dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan metadon mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian, perilaku yang sangat berisiko penularan HIV dan virus lain. PTRM sering mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah untuk membantu pengguna berhenti penggunaan heroin, diganti dengan takaran metadon yang dikurangi tahapdemi-tahap selama jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah untuk mengurangi beberapa dampak buruk akibat penggunaan heroin secara suntikan. Pilihan ini menyediakan terapi rumatan, yang memberikan metadon pada pengguna secara terus-menerus dengan takaran yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala putus zat (sakaw) atau sedasi. Bagaimana Metadon Dipakai? Metadon biasanya diberikan pada klien program dalam bentuk cairan (larutan sirop) yang diminum di bawah pengawasan di PTRM setiap hari. Setiap klien membutuhkan takaran yang berbeda, akibat perbedaan metabolisme, berat badan dan toleransi terhadap opiat. Beberapa waktu dibutuhkan untuk menentukan takaran metadon yang tepat untuk setiap klien. Pada awalnya, klien harus diamati setiap hari dan reaksi terhadap dosisnya dinilai. Jika klien menunjukkan tanda atau gejala putus zat, takaran harus ditingkatkan. Umumnya program mulai dengan takaran 20mg metadon dan kemudian ditingkatkan 5-10mg per hari. Biasanya klien bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan penggunaan heroin dengan takaran metadon sedang hingga tinggi (60-100mg). Apa Efek Samping Metadon? Walaupun metadon biasanya ditoleransi dengan baik, kadang kala klien mengalami efek samping: y mual y muntah: 10-15% mengalami efek samping ini, yang biasanya hilang setelah beberapa hari y sembelit: seperti opiat lain, gizi dan olahraga dapat membantu y keringat: dapat muncul sebagai efek samping, atau karena takaran metadon tidak sesuai y amenore: masa haid terlambat, atau kadang kala lebih teratur y libido: penurunan pada gairah seksual y kelelahan: dapat dikurangi dengan mengurangi takaran y gigi busuk: disebabkan oleh sirop dan mulut kering Penggunaan metadon tidak berisiko pada hati. Informasi mengenai efek samping yang mungkin akan muncul harus diberikan pada klien. Apakah Metadon Berinteraksi dengan Obat Lain? Metadon dapat berinteraksi dengan obat lain atau suplemen yang dipakai bersamaan (lihat Lembaran Informasi (LI) 407). Untuk informasi khusus mengenai interaksi antara metadon dan obat yang umumnya dipakai oleh Odha, lihat tabel di bawah. Dapat disimpulkan bahwa metadon tidak berpengaruh pada tingkat obat antiretroviral (ARV) atau obat TB dalam darah, kecuali ddI (lihat LI 413) versi dapar (buffered) dan AZT (LI 411). Bila ada klien metadon yang memakai ddI, mungkin takaran ddI harus dinaikkan atau sebaiknya ddI versi dapar diganti dengan ddI EC (bila tersedia). Bila dipakai AZT (atau pil kombinasi yang mengandung AZT, mis. Duviral), mungkin efek samping AZT timbul kembali. Karena efek samping ini dapat serupa dengan sakaw, harus hati-hati membedakannya. Hal serupa terjadi setelah mulai terapi untuk hepatitis C. Sebaliknya, beberapa obat dapat berpengaruh pada efek metadon. Jadi petugas PTRM seharusnya selalu memantau penggunaan obat lain oleh kliennya, terutama bila mulai atau berhenti terapi TB. Bila setelah mulai atau berhenti penggunaan obat lain klien mengalami sakaw atau sedasi, takaran metadon harus disesuaikan. Interaksi yang terjadi kadang kala berbeda dengan yang tercantum dalam tabel. Pastikan dokter/petugas PTRM tahu bila kita mulai atau berhenti penggunaan obat, suplemen atau jamu apa pun. Garis Dasar Metadon adalah opiat sintetis yang dapat dipakai oleh pengguna narkoba suntikan untuk mengganti heroin bila dia tidak dapat berhenti memakainya akibat kecanduan. Karena ada interaksi antara metadon dengan beberapa obat yang dipakai oleh Odha, petugas PTRM harus mengetahui bila klien mulai memakai obat baru, atau berhenti memakainya, agar takaran metadon dapat disesuaikan bila dibutuhkan. Diperbarui 8 Mei 2014 dari beberapa acuan Obat Dampak pada tingkat metadon Dampak pada tingkat obat Catatan/Anjuran 3TC/lamivudin Abacavir Atazanavir/r AZT Buprenorfin d4T/stavudin Darunavir ddI (dapar) ddI (EC) Dolutegravir Efavirenz Elvitegravir Eritromisin Etravirin Fenitoin Fenobarbital Flukonazol Fosamprenavir FTC/emtrisitabin Ketokonazol Klaritromisin Lopinavir/r Maraviroc Naltrekson Nelfinavir Nevirapin Peginterferon Raltegravir Ribavirin Rifabutin Rifampisin Rilpivirin Ritonavir Saquinavir/r Tenofovir Tipranavir Tidak ada Turun Turun sedikit Tidak ada Menggantinya Turun sedikit Turun Tidak dilaporkan Tidak ada Tidak ada Turun banyak Tidak ada Naik Turun Turun Turun Naik Turun sedikit Tidak ada Naik Naik Turun Tidak ada Menggantinya Turun Turun banyak ± Tidak ada ± Tidak ada Turun banyak Tidak ada Turun sedikit Tidak ada Tidak ada Turun banyak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Naik ± ± Tidak ada Turun Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada ± Tidak ada ± ± ± Tidak ada Tidak ada ± ± Tidak ada Tidak ada ± Turun sedikit Tidak ada ± Tidak ada ± ± ± Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak perlu penyesuaian takaran Penyesuaian takaran metadon jarang dibutuhkan Tidak perlu penyesuaian takaran Dampak tidak jelas, pantau toksisitas AZT Kontraindikasi ± jangan pakai bersamaan Kemungkinan tidak perlu menyesuaikan takaran Pantau, naikkan takaran metadon? Takaran ddI dinaikkan? Ganti dengan ddI (EC) Pengganti versi dapar Tidak perlu penyesuaian takaran Naikkan besar takaran metadon sering dibutuhkan Tidak perlu penyesuaian takaran Pantau, turunkan takaran metadon? Penyesuaian takaran metadon jarang dibutuhkan Naikkan takaran metadon? Naikkan takaran metadon? Pantau, turunkan takaran metadon? Pantau, naikkan takaran metadon? Tidak perlu penyesuaian takaran Pantau, turunkan takaran metadon? Pantau, turunkan takaran metadon? Pantau, naikkan takaran metadon? Tidak perlu penyesuaian takaran Kontraindikasi ± jangan pakai bersamaan Pantau, naikkan takaran metadon? Naikkan takaran metadon sering dibutuhkan Naikkan takaran metadon akibat efek samping? Tidak perlu penyesuaian takaran Naikkan takaran metadon akibat efek samping? Tidak perlu penyesuaian takaran Naikkan takaran metadon Tidak perlu penyesuaian takaran Pantau, naikkan takaran metadon? Tidak perlu penyesuaian takaran Tidak perlu penyesuaian takaran Naikkan besar takaran metadon sering dibutuhkan Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 542 BUPRENORFIN Apa Buprenorfin Itu? Bagaimana Buprenorfin Dipakai? Buprenorfin (nama merek: Subutex) adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin (putaw), tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Seperti metadon (lihat Lembaran Informasi (LI) 541), buprenorfin biasanya dipakai dalam program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengalihkan pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman. Buprenorfin bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat: selama memakai buprenorfin, penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi buprenorfin menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi risiko terkait dengan penggunaan narkoba suntikan, dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan metadon mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian, perilaku yang sangat berisiko penularan HIV dan virus lain. Program buprenorfin sering mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah untuk membantu pengguna berhenti memakai heroin, diganti dengan takaran buprenorfin yang dikurangi tahap-demi-tahap selama jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah untuk mengurangi beberapa dampak buruk akibat penggunaan heroin secara suntikan. Pilihan ini menyediakan terapi rumatan, yang memberikan buprenorfin pada pengguna secara terus-menerus dengan takaran yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala putus zat (sakaw) atau sedasi. Ada risiko pengguna narkoba suntikan (penasun) akan menyalahgunakan buprenorfin dengan menggerus tablet, melarutkannya dengan air, lalu memakai larutan dengan cara suntikan. Hal ini menimbulkan dua masalah: pertama, buprenorfin tidak larut dalam air, sehingga cairan mengandung gumpalan obat, yang dapat memampatkan pembuluh darah, dengan risiko terjadi emboli (penyumbatan), yang dapat mematikan. Kedua, perilaku suntikan terus berisiko menyebarkan infeksi. Oleh karena itu, versi buprenorfin yang tersedia di Indonesia dikombinasikan dengan nalokson, obat yang dipakai untuk mengobati overdosis opiat. Versi ini dikenal sebagai Suboxone. Nalokson hanya bekerja bila disuntikkan pada pembuluh darah, jadi bila dipakai melalui mulut, tidak ada dampak. Tetapi bila Suboxone disuntik, nalokson langsung melawan dengan buprenorfin, sehingga tidak ada efek sama sekali dari buprenorfin. Oleh karena itu, pengguna dihindari memakainya dengan cara suntikan. Buprenorfin biasanya diberikan pada klien program dalam bentuk pil yang tidak ditelan, tetapi ditaruh di bawah lidah sampai larut. Proses ini membutuhkan 210 menit. Buprenorfin tidak bekerja bila dikunyah atau ditelan. Jangan menyuntik tablet buprenorfin yang dibuat puyer dan dilarutkan dengan air. Buprenorfin seharusnya dipakai di bawah pengawasan di klinik setiap hari. Setiap klien membutuhkan takaran yang berbeda, akibat perbedaan metabolisme, berat badan dan toleransi terhadap opiat. Beberapa waktu dibutuhkan untuk menentukan takaran buprenorfin yang tepat untuk setiap klien. Awalnya, klien harus diamati setiap hari dan reaksi terhadap dosisnya dinilai. Jika klien menunjukkan tanda atau gejala putus zat, takaran harus ditingkatkan. Umumnya program mulai dengan takaran 24mg buprenorfin dan kemudian ditingkatkan 2-4mg per hari. Biasanya klien bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan penggunaan heroin dengan takaran buprenorfin 12-24mg/ hari, dengan maksimum 32mg/hari. Buprenorfin dapat menyebabkan gejala putus zat bila dipakai segera setelah opiat (heroin, morfin atau metadon). Buprenorfin mempunyai yang disebut sebagai ‘efek plafon’. Setelah takaran buprenorfin tertentu dipakai, takaran yang lebih tidak menimbulkan efek yang lebih tinggi. Oleh karena ini, overdosis buprenorfin jarang terjadi, jadi dianggap lebih aman daripada metadon. Karena buprenorfin bertahan lebih lama dalam darah dibandingkan metadon, untuk klien tertentu dosis buprenorfin dapat diberikan setiap tiga hari. Buprenorfin sebaiknya tidak dipakai oleh perempuan hamil atau mungkin menjadi hamil. Buprenorfin juga dapat mengarah pada air susu ibu (ASI), dan memberi dampak buruk pada bayi yang disusui. Oleh karena itu, ibu yang menyusui sebaiknya tidak memakai buprenorfin. Apa Efek Samping Buprenorfin? Efek samping buprenorfin pada awalnya serupa dengan opiat lain, termasuk sakit kepala, mual, muntah dan sembelit. Namun klien yang dialihkan dari heroin ke buprenorfin jarang mengalami efek samping. Sebelum mulai memakai buprenorfin, berhenti memakai heroin atau metadon untuk beberapa waktu sehingga gejala putus zat timbul, sedikitnya delapan jam untuk heroin dan 24 jam untuk metadon. Bila mulai lebih cepat, dosis pertama buprenorfin akan langsung membuat sakaw. Penggunaan buprenorfin tidak berisiko pada hati. Apakah Buprenorfin Berinteraksi dengan Obat Lain? Beberapa obat dapat berpengaruh pada tingkat buprenorfin dalam darah bila dipakai bersamaan, dan sebaiknya klien dipantau untuk gejala sakaw atau sedasi setelah mulai atau berhenti penggunaan obat apa pun. Saat ini hanya ada sedikit data mengenai interaksi antara buprenorfin dan obat lain, suplemen, jamu atau narkoba lain. Tampaknya tidak ada dampak besar dari obat antiretroviral (ARV), selain atazanavir dan mungkin saquinavir. Atazanavir dapat meningkatkan tingkat buprenorfin dalam darah, sehingga takaran buprenorfin harus diturunkan bila dipakai dengan atazanavir, dan mungkin juga dengan saquinavir. Nevirapine dan efavirenz dapat mengurangi tingkat buprenorfin dalam darah, dan walau kemungkinan besar perubahan takaran buprenorfin tidak dibutuhkan, klien buprenorfin yang mulai ARV ini sebaiknya dipantau untuk beberapa minggu. Tampaknya tidak ada interaksi yang bermakna dengan ARV lain. Tidak ada interaksi dengan buprenorfin yang berpengaruh pada tingkat ARV dalam darah. Bila buprenorfin dipakai bersama dengan flukonazol, fenobarbital, fenitoin atau rifampisin, kemungkinan tidak dibutuhkan penyesuaian dosis buprenorfin atau obat yang bersangkutan. Penggunaan buprenorfin bersamaan dengan jenis benzodiazepin (mis. diazepam) dapat menjadi berbahaya. Karena interaksi antara obat lain dengan buprenorfin belum ditelitikan dengan baik, pastikan dokter/petugas klinik tahu bila kita mulai atau berhenti penggunaan obat, suplemen atau jamu apa pun. Lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi obat. Garis Dasar Buprenorfin adalah opiat sintetis yang dapat dipakai oleh pengguna narkoba suntikan untuk mengganti heroin bila dia tidak dapat berhenti memakainya akibat kecanduan. Karena kemungkinan ada interaksi antara buprenorfin dengan beberapa obat yang dipakai oleh Odha, petugas klinik atau dokter yang menatalaksanakan pengalihan dengan buprenorfin harus mengetahui bila klien mulai atau berhenti penggunaan obat baru, agar takaran buprenorfin dapat dipantau dan disesuaikan bila dibutuhkan. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan beberapa acuan Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 550 EFEK SAMPING Apa Efek Samping Itu? Efek samping adalah dampak dari obat yang tidak diinginkan. Obat diresepkan untuk maksud tertentu, misalnya untuk menangani HIV. Dampak lain obat adalah efek samping. Ada beberapa efek samping yang ringan, seperti sakit kepala yang ringan. Efek samping lain, misalnya kerusakan pada hati, dapat berat dan kadang kala gawat. Ada beberapa efek samping yang bertahan hanya beberapa hari atau minggu, sementara yang lain dapat bertahan selama obat yang mengakibatkannya masih dipakai, atau bahkan setelah dihentikan. Ada efek samping yang muncul beberapa hari atau minggu setelah kita mulai penggunaan obat penyebab; ada yang baru menimbulkan masalah setelah obat dipakai berbulanbulan bahkan bertahun-tahun. Siapa Mengalami Efek Samping? Sebagian besar orang yang memakai obat antiretroviral (ARV) mengalami beberapa efek samping. Umumnya, semakin tinggi takaran obat yang dipakai, semakin berat efek sampingnya. Jika tubuh kita lebih kecil daripada rata-rata, kita mungkin mengalami lebih banyak efek samping. Juga, jika tubuh kita menguraikan obat lebih lambat dari yang sewajarnya, tingkat obat dalam darah kita dapat lebih tinggi, dan hal ini lebih mungkin mengakibatkan efek samping. Beberapa efek samping menjadi semakin buruk bila obat yang bersangkutan dipakai dengan perut kosong. Yang lain dapat memburuk bila obat dipakai dengan makanan atau minuman berlemak (misalnya susu). Semua obat dilengkapi dengan daftar efek samping yang paling umum diakibatkannya. Jangan anggap bahwa setiap orang akan mengalami semua efek samping yang terdaftar! Kebanyakan orang hanya mengalami efek samping yang ringan akibat ARV-nya. Bagaimana Kita Menangani Efek Samping? Ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk menyiapkan diri menghadapi efek samping. Belajar tentang efek samping umum obat yang kita pakai. Lembaran informasi (LI) untuk masing-masing obat membahas efek sampingnya secara umum. y Bicara dengan dokter tentang efek samping yang dapat terjadi. Tanyakan kapan sebaiknya lapor ke dokter bila efek samping bertahan terlalu lama, atau menjadi berat. y Tanyakan apakah kita dapat mengobati efek samping ringan dengan jamu atau cara yang lazim dipakai di rumah, atau dengan obat yang dapat diperoleh tanpa resep. y Kadang kala, dokter dapat menyediakan resep untuk obat yang dapat membantu jika efek samping menjadi berat. y Jika mengalami masalah perut, pastikan disediakan makanan yang cocok dan ringan. Jangan berhenti penggunaan obat apa pun, atau melewati atau mengurangi dosisnya, tanpa terlebih dahulu bicara dengan dokter. Jika melakukan itu, virus dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat tersebut (lihat LI 126). SEBELUM efek samping memaksa kita melewati atau mengurangi dosis, bicara dengan dokter tentang mengganti obat! Apa Efek Samping yang Paling Lazim? Jika kita mulai terapi ARV (ART), kita mungkin mengalami sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak. Lambat laun, gejala ini biasanya membaik dan hilang. Kelelahan (LI 551): Odha sering melaporkan kadang-kadang merasa lelah. Mengetahui penyebab kelelahan dan menanganinya adalah penting. Anemia (LI 552) dapat menyebabkan kelelahan. Anemia meningkatkan risiko menjadi lebih sakit dengan infeksi HIV. Tes darah berkala dapat mengetahui adanya anemia, dan anemia dapat diobati. Masalah pencernaan: Banyak obat dapat menimbulkan rasa nyeri pada perut. Obat dapat menyebabkan mual, muntah, kembung, atau diare. Tanggapan yang lazim dipakai di rumah termasuk: y Daripada tiga kali makan secara besar, lebih baik makan sedikit tetapi sering. y Makan sup dan makanan lunak, jangan yang pedas-pedas. y Teh jahe atau minuman jahe lain dapat menyamankan perut. Begitu juga bau jeruk segar. y Sering berolahraga. Jangan melupakan makan. Coba menghindari kehilangan berat badan berlebihan. Ada beberapa obat yang dapat mengurangi rasa mual. Namun hati-hati dengan interaksi antara obat antimual yang dibeli tanpa resep dengan ARV; bahas dengan dokter sebelum memakai obat apa pun. y Perut kembung dapat dikurangi dengan menghindari makanan seperti buncis, beberapa macam sayuran mentah, dan kulit sayuran. y Diare (LI 554) dapat berkisar antara gangguan kecil hingga berat. Periksa ke dokter jika diare berjalan terlalu lama atau menjadi berat. Banyak minum. Lipodistrofi (LI 553) termasuk kehilangan lemak pada lengan, kaki dan wajah; penambahan lemak pada perut atau di belakang leher; dan peningkatan lemak (kolesterol) dan gula (glukosa) dalam darah. Perubahan ini dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau serangan otak. Tingkat lemak atau gula yang tinggi dalam darah (LI 123), termasuk kolesterol, trigliserida dan glukosa. Masalah ini dapat meningkatkan risiko penyakti jantung. Masalah kulit (LI 620): Beberapa obat menyebabkan ruam. Sebagian besar bersifat sementara, tetapi dapat menimbulkan reaksi berat. Periksa ke dokter jika mengalami ruam. Masalah kulit lain termasuk kulit kering dan rambut rontok. Pelembab kulit dapat membantu masalah kulit. Neuropati (LI 555) adalah penyakit yang sangat nyeri disebabkan oleh kerusakan saraf. Penyakit ini biasanya mulai pada kaki dan tangan. Toksisitas mitokondria (LI 556) adalah kerusakan rangka dalam sel. Penyakit ini dapat menyebabkan neuropati atau kerusakan pada ginjal, dan dapat meningkatkan asam laktik dalam tubuh. Osteoporosis (LI 557) sering terjadi pada Odha. Mineral tulang dapat hilang dan tulang menjadi rapuh. Kehilangan aliran darah dapat menyebabkan masalah pinggul. Pastikan konsumsi cukup zat kalsium dalam makanan dan suplemen. Olahraga angkat beban atau berjalan kaki dapat membantu. Garis Dasar Sebagian besar orang yang memakai obat antiretroviral mengalami beberapa efek samping. Namun, jangan menganggap kita akan mengalami semua efek samping yang kita pernah dengar! Cari informasi tentang efek samping yang paling umum dan bagaimana menanganinya. Baca lembaran informasi tentang obat yang bersangkutan dan efek sampingnya. Sediakan jamu/obat yang lazim dipakai di rumah dan bahan lain yang dapat membantu menangani efek samping. Kita harus tahu kapan kita sebaiknya kembali ke dokter karena ada efek samping yang bertahan terlalu lama atau menjadi berat. Jangan biarkan efek samping sebagai dasar untuk menghindari penggunaan obat! Jangan anggap bahwa memakai ART berarti kita harus tahan dengan efek samping. Jika efek samping tidak dapat tertahan, jika dialami terus-menerus selama lebih dari beberapa bulan, atau bila mutu hidup kita menjadi lebih rendah akibat efek samping obat, bicara dengan dokter tentang penggantian obat penyebab. Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 550 The AIDS InfoNet 26 Agustus 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 551 KELELAHAN Apa Kelelahan Itu? Kelelahan (fatigue) adalah rasa capek yang tidak hilang waktu kita istirahat. Kelelahan dapat fisik atau mental. Dengan kelelahan fisik, otot kita tidak dapat melakukan kegiatan apa pun semudah seperti sebelumnya. Kita mungkin menyadari ini waktu kita naik tangga atau membawa kantong penuh dari pasar. Dengan kelelahan mental, kita tidak dapat memusatkan pikiran seperti dahulu. Jika makin berat, mungkin kita malas bangun dari ranjang waktu pagi atau malas melakukan tugas sehari-hari. Apakah Kelelahan Itu Penting? Kelelahan adalah salah satu dari dua cara utama tubuh mengingatkan bahwa kita mempunyai persoalan. Cara lain adalah rasa nyeri. Kita biasanya memperhatikan rasa nyeri atau sakit, dan menghentikan apa yang jadi penyebabnya. Namun kita tidak memperhatikan kelelahan sama seperti rasa nyeri. Satu alasan mungkin karena kelelahan menjadi semakin buruk secara pelan-pelan, jadi kita tidak memperhatikannya. Odha dengan kelelahan cenderung lebih cepat menjadi semakin sakit dibanding dengan Odha tanpa kelelahan. Kelelahan juga dapat memperlemah sistem kekebalan tubuh secara terus-menerus. Odha sebaiknya mengetahui apa yang menyebabkan kelelahan dan bagaimana kelelahan dapat diobati. Bagaimana Mengetahui bahwa Kita Kelelahan? Kelelahan dapat mulai dan memburuk sangat pelan-pelan. Jika kita merasa capek bahkan setelah istirahat, kita sebaiknya bicara dengan dokter tentang kelelahan. Memberi informasi semaksimal mungkin kepada dokter. Ini akan mempermudah dia mengetahui apakah kita kelelahan, dan apa penyebabnya. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat dipikirkan sebelum kita membahas masalah kelelahan kita dengan dokter: y Berapa lama kita merasa lemah? y Dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu, apakah tingkat kegiatan fisik kita berubah? y Bagaimana kita merasa waktu kelelahan? Apakah kita sesak napas? Otot pegal? Sulit mengingat atau memusatkan pikiran? Sulit membangun perhatian untuk kegiatan sehari-hari? y Kapan kita kelelahan? Apakah setelah kegiatan tertentu, seperti naik tangga? Apakah kita kelelahan waktu bangun pagi? y Bagaimana kita tidur? Berapa lama kita tidur setiap malam? Berapa kali kita harus bangun? Apakah sulit tidur atau sering bangun tidur karena gatal, rasa nyeri, atau masalah lain? Apa Penyebab Kelelahan, dan Bagaimana Kelelahan Diobati? Kelelahan disebabkan oleh beraneka ragam faktor. Kita sebaiknya bekerja sama dengan dokter untuk mengetahui penyebab kelelahan dan cara terbaik untuk mengobatinya. Infeksi HIV aktif: Bila HIV cepat menggandakan dirinya, tubuh kita memakai banyak tenaga untuk memerangi HIV. Sebagian besar orang mempunyai lebih banyak tenaga setelah mereka mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Infeksi aktif lain: Infeksi lain dapat melelahkan kita, bahkan tanpa gejala yang jelas. Parasit pada sistem pencernaan, bronkitis, infeksi lain dan alergi dapat menyebabkan kelelahan. Jika infeksi ini diketahui dan diobati, tenaga kita dapat naik. Kurang gizi: Odha membutuhkan lebih banyak tenaga dibanding orang sehat. Jika kita tidak menyerap gizi secukupnya, tingkat tenaga kita akan rendah. Diare dapat mengeluarkan gizi dari tubuh kita dan menyebabkan kelelahan. Untuk informasi lebih lanjut, lihat Lembaran Informasi (LI) 554 tentang diare, LI 800 tentang gizi dan LI 801 tentang vitamin. Jika mungkin, bertemu dengan ahli gizi yang mengetahui tentang penyakit HIV untuk membahas kebiasaan makan kita. Untuk beberapa orang, suplemen vitamin B12 atau gizi yang lebih baik dapat menghilangkan kelelahan. Anemia: (lihat LI 552) Tugas utama sel darah merah adalah untuk mengangkat oksigen dari paru ke semua bagian tubuh lain. Jika kita tidak mempunyai cukup sel darah merah, atau jika sel darah merah kita tidak mengangkut cukup oksigen, kelelahan mungkin disebabkan anemia. Sebuah tes darah yang sederhana dapat menunjukkan apakah kita anemia. Jika kita anemia, dokter akan menentukan apa penyebabnya. Anemia itu mungkin disebabkan kehilangan darah, kerusakan pada sumsum tulang akibat obat antiretroviral atau kekurangan vitamin, atau karena kekurangan hormon eritropoietin yang membantu pembentukan sel darah merah. Tingkat hormon yang rendah: Kekurangan hormon seks testosteron dapat menyebabkan kelelahan dan kekurangan nafsu seks dan kegiatan wajar lain, terutama pada laki-laki. Kekurangan hormon lain yang penting seperti DHEA (lihat LI 724), kortisol atau tiroid dapat menyebabkan masalah serupa. Tingkat hormon dapat diperiksa dengan tes darah. Pil, tempelan, krim, atau suntikan dapat meningkatkan tingkat hormon. Depresi: (lihat LI 558) Ini lebih dari sekadar merasa sedih. Perubahan kimia pada otak dapat menyebabkan kelelahan dan kurang perhatian pada kegiatan sehari-hari. Tidak ada tes darah untuk depresi. Kemungkinan kita depresi lebih tinggi jika sebelumnya didiagnosis depresi, mempunyai riwayat memakai alkohol atau narkoba secara berat, atau keluarga kita mempunyai riwayat penyakit emosional. Depresi dapat diobati. Namun beberapa obat antidepresi dapat menyebabkan masalah dengan fungsi seksual. Juga beberapa obat antidepresi bisa berinteraksi dengan ARV, jadi obat antidepresi itu harus dipakai dengan hatihati. Gaya hidup: Adalah penting kita cukup tidur. Kebiasaan seperti merokok atau minum banyak kopi dapat mengganggu tidur. Olahraga secara teratur dapat membantu kita tidur. Garis Dasar Kelelahan adalah kondisi yang sangat lazim untuk orang dengan HIV. Kelelahan yang tidak diobati dapat menyebabkan HIV melaju lebih cepat. Menetapkan penyebab kelelahan bisa sangat sulit. Beberapa faktor dapat menyebabkan gejala yang sama. Tes darah dapat mengetahui beberapa alasan tetapi tidak semuanya. Semakin banyak informasi kita beri pada dokter, semakin mudah menentukan apa penyebab kelelahan kita dan bagaimana mengobatinya. Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 551 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 552 ANEMIA Apa Anemia Itu? Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain. Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan kepusingan. Kalau kita mengalami anemia, kita umumnya merasa badan kurang enak dibandingkan waktu Hb yang normal. Kita juga merasa lebih sulit untuk bekerja. Artinya mutu hidup kita jelas lebih rendah. Tingkat Hb diukur sebagai bagian dari tes darah lengkap (complete blood count/ CBC). Lihat Lembaran Informasi (LI) 121 untuk informasi lebih lanjut tentang tes laboratorium ini. Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki. Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda. Apa Penyebab Anemia? Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoietin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. EPO adalah hormon yang dibuat oleh ginjal. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia: y Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar berwarna muda (lihat LI 121) y Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal y Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau pada siklus haid perempuan y Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik) Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi oportunistik (lihat LI 500) terkait dengan penyakit HIV. Beberapa obat yang umumnya dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan anemia. Anemia dan HIV Dahulu, anemia berat jauh lebih umum. Lebih dari 80% yang didiagnosis AIDS mengalami anemia dengan tingkat tertentu. Semakin lanjut penyakit HIV, atau semakin rendah jumlah CD4, lebih semakin mungkin munculnya anemia. Angka anemia menurun setelah Odha mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Anemia berat jarang terjadi di negara maju. Namun ART belum memberantas anemia. Satu penelitian besar menemukan bahwa kurang lebih 46% pasien mempunyai anemia ringan atau sedang, walaupun sudah memakai ART selama satu tahun. Beberapa faktor yang berhubungan dengan angka anemia semakin tinggi pada Odha: y Jumlah CD4 yang lebih rendah (lihat LI 124) y Viral load yang lebih tinggi (lihat LI 125) y Tingkat vitamin D yang lebih rendah y Memakai AZT (lihat LI 411) y Memakai pengobatan untuk hepatitis C (lihat LI 680) y Pada perempuan Kelanjutan penyakit HIV kurang lebih lima kali lebih umum pada orang dengan anemia. Anemia juga dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Mengobati anemia tampaknya dapat menghapuskan risiko ini. Bagaimana Anemia Diobati? Mengobati anemia tergantung pada penyebabnya. y Pertama, mengobati perdarahan kronis. Ini mungkin perdarahan dalam, wasir, atau bahkan sering mimisan y Kemudian, memperbaiki kelangkaan zat besi, vitamin B12 atau asam folat, jika ada y Berhenti memakai atau mengurangi takaran obat penyebab anemia Pendekatan ini mungkin tidak berhasil. Mungkin mustahil berhenti memakai semua obat yang menyebabkan anemia. Dua pengobatan lain adalah transfusi darah dan suntikan EPO. Transfusi darah dahulu satu-satunya pengobatan untuk anemia berat. Namun, transfusi darah dapat membawa infeksi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Transfusi darah tampaknya mengakibatkan kelanjutan penyakit HIV yang lebih cepat dan meningkatkan risiko kematian pada Odha. EPO (eritropoietin) merangsang pembuatan sel darah merah. Pada 1985, ilmuwan berhasil membuat EPO sintetis (buatan manusia). EPO ini disuntik di bawah kulit, biasanya sekali seminggu. Namun EPO sangat mahal dan sulit terjangkau di Indonesia. Sebuah penelitian besar terhadap Odha menemukan bahwa suntikan EPO mengurangi risiko kematian. Sebaliknya, transfusi darah tampaknya meningkatkan risiko kematian. Karena risiko transfusi darah, sebaiknya kita berusaha hindari transfusi untuk mengobati anemia. Garis Dasar Anemia menyebabkan kelelahan dan rasa kurang enak badan. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Anemia dapat disebabkan oleh infeksi HIV atau penyakit lain. Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait juga dapat menyebabkan anemia. Anemia sejak awal adalah masalah untuk Odha. Angka anemia berat menurun secara bermakna di negara maju sejak orang mulai memakai ART. Namun hampir separuh Odha masih mengalami anemia ringan atau sedang. Mengobati anemia meningkatkan kesehatan dan daya tahan hidup Odha. Memperbaiki perdarahan, atau kekurangan zat besi atau vitamin adalah langkah pertama. Jika memungkinkan, sebaiknya berhenti memakai obat penyebab anemia. Jika perlu, pasien sebaiknya diobati dengan eritropoietin (EPO), atau jika tidak ada pilihan lain, dengan transfusi darah. Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 552 The AIDS InfoNet 4 Juni 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 553 LIPODISTROFI Apa Lipodistrofi Itu? y Tingkat lemak yang tinggi dalam darah dapat meningkatkan risiko penyakit jantung y Payudara menjadi lebih besar dan dapat merasa sakit y Peningkatan dalam tingkat asam laktik, yang disebut asidosis laktik, walaupun jarang terjadi, bisa jadi gawat. Lihat LI 556 untuk informasi lebih lanjut y Kumpulan lemak di belakang leher (punuk kerbau) dapat menjadi begitu besar sehingga menyebabkan sakit kepala dan masalah bernapas dan tidur Belum ada seorang peneliti yang menyarankan agar orang dengan lipo menghentikan penggunaan ART-nya. Lipodistrofi, yang biasa disingkatkan menjadi “lipo”, adalah kumpulan perubahan pada bentuk tubuh yang dialami oleh orang yang memakai obat antiretroviral (ARV). ‘Lipo’ berarti ‘lemak’, dan ‘distrofi’ berarti pertumbuhan yang tidak benar. Perubahan tersebut termasuk kehilangan lemak, kumpulan lemak, dan perubahan metabolik. Kehilangan lemak terjadi pada lengan, kaki, bokong atau wajah (pipi cekung). Ini tampaknya ciri-ciri umum lipo. Kumpulan lemak dapat dilihat pada perut, belakang leher (punuk kerbau), payudara perempuan dan dada laki-laki, dan daerah tubuh lain. Perubahan metabolik dapat meliputi peningkatan pada lemak darah atau asam laktik. Beberapa orang mengalami “resistansi insulin.” y Lemak darah termasuk kolesterol dan trigliserida. y Asam laktik dibuat waktu glukosa (gula) dipakai oleh sel. Kerusakan pada mitokondria (lihat Lembaran Informasi (LI) 556) atau hati dapat meningkatkan jumlah asam laktik. Kelebihan asam laktik dapat menyebabkan masalah kesehatan. y Umumnya, insulin memindahkan gula (glukosa) ke dalam sel untuk membuat tenaga. Dengan resistansi insulin, lebih sedikit glukosa memasuki sel; lebih banyak yang ditinggalkan dalam darah. LI 123 memberi informasi tentang tes laboratorium untuk glukosa, kolesterol dan trigliserida. Belum ada definisi jelas apa artinya lipo. Oleh karena itu, para dokter melaporkan bahwa 5-75% pasien yang memakai terapi ARV (ART) mempunyai tanda lipo. Perubahan ini pertama diberi nama “Crix belly (perut Crix)”, karena dilihat pada orang yang memakai protease inhibitor Crixivan (indinavir). Namun, lipo dapat dialami oleh orang yang memakai beberapa jenis ART. Penyebab lipo belum diketahui. Penyebab kehilangan lemak berbeda dengan penyebab kumpulan lemak. Kehilangan lemak: AZT dan d4T dikaitkan dengan kehilangan lemak. Efavirenz juga dapat menyumbang. Kumpulan lemak: Suatu teori adalah bahwa protease inhibitor mengganggu pengelolaan lemak. Tetapi ada pasien yang walaupun belum pernah memakai protease inhibitor, namun mereka mengalami lipo. Teori lain adalah bahwa resistansi insulin berperan dalam lipo. Orang dengan resistansi insulin cenderung meningkatkan berat badan pada perut. Lipo mungkin serupa dengan ‘Sindrom X’ yang dapat terjadi pada orang yang pulih dari penyakit gawat seperti leukemia pada masa kanak-kanak atau kanker payudara. Untuk orang dengan HIV, ini mungkin disebabkan oleh pemulihan sistem kekebalan menjelang ART yang efektif. Satu penelitian besar menemukan bahwa faktor yang berikut meningkatkan risiko lipo: y Usia di atas 40 tahun y AIDS selama lebih dari tiga tahun y Jumlah CD4 terendah di bawah 100 y Berkulit putih y Penggunaan d4T, ddI dan/atau AZT Apakah Lipo Berbahaya? Dapatkah Lipo Diobati? Walaupun tidak berbahaya, lipo adalah masalah berat. y Perubahan bentuk tubuh dapat sangat merepotkan. Beberapa pasien bahkan berhenti memakai ART-nya y Ketakutan akan perubahan bentuk tubuh mencegah orang untuk mulai memakai ART y Resistansi insulin dapat mengakibatkan diabetes dan peningkatan berat badan, serta dapat meningkatkan risiko penyakit jantung Bila kita mengalami kehilangan lemak yang berat dan kita memakai d4T atau AZT, sebaiknya kita membahas dengan dokter agar obat ini diganti. Namun dibutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan perubahan pada bentuk tubuh. Tampaknya mengganti d4T dengan AZT tidak berhasil mengembalikan lemak yang hilang; dampaknya menggantinya dengan tenofovir atau abacavir memberi hasil lebih nyata, walau masih Apa Penyebab Lipo? membutuhkan beberapa tahun. Bedah plastik (‘tanaman’ atau suntikan) merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi pipi cekung. Ini mengandung beberapa risiko dan hasilnya mungkin bersifat sementara. Memakai rosiglitazon, sebuah obat diabetes, serta menghentikan penggunaan d4T dan AZT, menunjukkan pengembalian beberapa lemak yang hilang dari lengan dan kaki. Beberapa kumpulan lemak dapat dicabut dengan pembedahan, atau dikeluarkan dengan liposuction (isap lemak). Lebih banyak olahraga dan perubahan pada pola makan dapat membantu. Contohnya, lebih banyak serat dalam makanan dapat mengendalikan resistansi insulin dan membantu mengurangi lemak pada perut. Testosteron juga diteliti untuk membantu gejala lipo. Hormon pertumbuhan manusia (HGH/ human growth hormone) dapat sangat berhasil untuk mengurangi lemak tetapi menimbulkan beberapa efek samping yang berat. Sebuah obat baru, tesamorelin (TH9507) dari Theratechnologies adalah pendorong hormon pertumbuhan. Obat ini mengurangi kumpulan lemak viseral (mendalam) terkait lipo. Hasilnya serupa dengan HGH, tetapi efek sampingnya lebih ringan. Tesamorelin disetujui oleh FDA AS pada 2010. Kolesterol atau glukosa tinggi harus diobati dengan cara yang sama seperti orang tanpa HIV. Beberapa dokter mengusulkan dipakai obat untuk menurunkan kolesterol dan trigliserida, atau memperbaiki kepekaan terhadap insulin. Perhatian yang semakin besar diberikan untuk menilai dan mengurangi risiko penyakit jantung pada pasien dengan HIV. Garis Dasar Lipo adalah kumpulan perubahan metabolisme dan bentuk tubuh pada orang yang memakai ARV. Belum ada definisi lipo yang jelas. Sulit diketahui berapa orang yang mengalaminya. Kecuali kita ketahui penyebab lipo, kita tidak mengetahui bagaimana mengobatinya. Mengubah atau menghentikan ART tidak dianjurkan. Sehingga kita mengetahui lebih banyak tentang penyebab dan pengobatan khusus untuk lipo, gejalanya ditangani dengan cara yang sama dengan masyarakat umum. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 553 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 554 DIARE Apa Diare Itu? Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat. Apakah Diare Berbahaya? Risiko terbesar diare adalah dehidrasi. Jika kita diare, kita dapat kehilangan lima liter air setiap hari. Bersama dengan air ini, kita juga menghilangkan zat mineral (‘elektrolit’) yang penting untuk fungsi tubuh normal. Elektrolit utama adalah natrium dan kalium. Dehidrasi berat dapat menyebabkan tubuh menjadi syok (kejut) dan dapat mematikan. Dehidrasi lebih berat untuk balita dan anak dibandingkan orang dewasa. Siapa pun yang diare harus minum banyak cairan bening, misalnya teh, kaldu ayam, atau air soda. Ini lebih baik daripada air saja, yang tidak mengembalikan zat mineral. Kita juga dapat minum cairan elektrolit (oralit) yang dapat dibeli tanpa resep di apotek. Diare yang berlanjut dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penyerapan gizi yang kurang. Ini dapat mengakibatkan wasting (lihat Lembaran Informasi (LI) 518). Diare dapat menjadi gawat. Pastikan dokter mengetahui jika kita diare yang berlanjut lebih dari beberapa hari. Apa Penyebab Diare? Kadang kala adalah sulit untuk mengetahui penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh infeksi pada perut atau usus. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, jamur atau virus. y Parasit: Parasit cryptosporidium (lihat LI 502) atau microsporidium menyebabkan diare yang terjadi pada banyak Odha. Kejadian infeksi parasit ini sudah menurun di AS sejak terapi antiretroviral (ART) dipakai. y Obat: Beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha dapat menyebabkan diare. Hal ini sering berlaku dengan antiretroviral nelfinavir, ritonavir, Kaletra/Aluvia, ddI dan tipranavir, serta foskarnet dan interferon alfa. y Penyebab lain: Penggunaan antibiotik dapat membunuh bakteri “baik” dalam perut dan usus, yang mengakibatkan diare. Diare juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan mencerna produk susu (intoleransi laktosa), oleh masalah pankreas, atau oleh stres emosional. Bagaimana Kita Mengetahui Penyebab Diare? Dokter akan menanyakan apa yang kita makan atau minum baru-baru ini, dan apakah kita baru melakukan perjalanan. Contoh kotoran dapat dites untuk tanda bakteri atau parasit. Dokter mungkin mengulangi tes ini jika pertama kali tidak ada tanda apa pun. Mungkin darah atau air seni kita juga dites. Jika tes ini tidak menunjukkan penyebab diare, dokter mungkin akan mengamati aliran pencernaan kita dengan alat khusus. Nama proses ini tergantung pada di mana dokter melihat. ‘Endoskopi’ adalah istilah umum untuk ‘lihat ke dalam’. ‘Kolonoskopi’ berarti dokter memeriksa kolon (usus besar). Penyebab kurang lebih sepertiga kasus diare tidak dapat ditentukan. Bagaimana Diare Diobati? 1. Mengubah apa yang kita makan. Beberapa jenis makanan dapat mengakibatkan diare, dan yang lain dapat membantu menghentikannya. Jangan makan: y produk susu (susu atau keju) y masakan yang digoreng y makanan berlemak termasuk mentega, margarin, minyak atau kacang y makanan pedas y makanan yang mengandung banyak serat yang tidak larut. Ini termasuk buah-buahan atau sayur-mayur mentah, roti gandum, jagung, atau kulit dan biji buahan Sebaiknya makan: y pisang y nasi putih y saus apel y sereal y roti tawar bakar atau biskuit kering y makaroni atau mi biasa y telur rebus y bubur gandum y kentang rebus tumbuk y yoghurt (walau ini produk susu, makanan ini sebagian dicernakan oleh bakteri yang dipakai untuk membuatnya) 2. Pengobatan. Krofelemer adalah obat baru untuk diare terkait HIV yang disetujui oleh FDA-AS pada 2012. Obat dipakai untuk mengobati diare tergantung pada jenisnya. Dokter tidak dapat meresepkan obat kecuali dia mengetahui penyebab diare kita. Beberapa obat dapat diperoleh tanpa resep, di antaranya ada yang sangat baik untuk diare, termasuk asam amino Lglutamin, bismut subsalisilat, atapulgit dan loperamid. Beberapa produk lain yang biasanya dijual untuk mengobati sembelit juga dapat membantu dengan diare. Produk ini mengandung serat larut, yang menambah besarnya kotoran dan menyerap air. Produk ini termasuk produk yang mengandung psilium. 3. Terapi penunjang untuk diare. Kapsul asidofilus (yang mengandung bakteri yang membantu) dapat memulihkan pencernaan, terutama bila kita memakai antibiotik. Beberapa macam yoghurt mengandung ‘biakan hidup’ asidofilus yang bekerja dengan cara sama. Pepermin, jahe dan pala dianggap membantu masalah pencernaan, jadi teh pepermin atau jahe, atau soda dengan jahe adalah pilihan yang baik untuk ‘cairan bening’. Coba tambah pala pada makanan atau minuman. Penelitian menunjukkan bahwa tambahan kalsium bantu meringankan diare pada orang yang memakai nelfinavir. Ini mungkin berhasil dengan diare yang disebabkan obat lain. Garis Dasar Diare adalah masalah umum untuk Odha. Diare biasanya disebabkan infeksi pada sistem pencernaan. Stres, beberapa obat dan masalah pencernaan produk susu juga dapat menyebabkan diare. Akibat yang paling berat adalah dehidrasi. Ini merupakan masalah lebih gawat untuk anak dibandingkan orang dewasa. Jika kita diare, kita sebaiknya minum banyak cairan bening. Kita juga dapat memakai cairan elektrolit. Beberapa perubahan sederhana pada makanan dapat membantu diare. Begitu juga beberapa obat tanpa resep atau asidofilus. Pastikan dokter diberi tahu jika diare berlanjut lebih dari beberapa hari. Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 554 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 555 NEUROPATI PERIFER Apa Neuropati Perifer Itu? Bagaimana PN Didiagnosis? Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah penyakit pada saraf perifer. Saraf tersebut adalah semua saraf selain yang ada di otak dan urat saraf tulang belakang (perifer berarti jauh dari pusat). Kurang lebih 30% Odha mengalami PN. Sebagian PN diakibatkan kerusakan pada sumbu serabut saraf (akson), yang mengirimkan perasaan pada otak. Kadang kala, PN disebabkan kerusakan pada selubung serabut saraf (mielin). Ini berpengaruh pada isyarat nyeri (sakit) yang dikirim ke otak. PN dapat menjadi gangguan ringan atau kelemahan yang melumpuhkan. PN biasanya dirasakan sebagai kesemutan, pegal, mati rasa atau rasa seperti terbakar pada kaki dan jari kaki, tetapi juga dapat dialami pada tangan dan jari. Juga dapat dirasa dikitik-kitik, nyeri tanpa alasan, atau rasa yang tampaknya lebih hebat daripada biasa. Gejala PN dapat bersifat sementara: kadang sangat sakit, terus tibatiba hilang. PN berat dapat mengganggu waktu berjalan kaki atau berdiri. Tidak perlu tes laboratorium untuk diagnosis PN: tanda dan gejalanya cukup. Tes khusus mungkin diperlukan untuk mengetahui penyebab PN. Tes ini mengukur arus listrik yang sangat lemah dalam saraf dan otot. Jumlah dan kecepatan isyarat listrik ini menurun pada jenis PN yang berbeda. Namun banyak pasien dengan PN tidak terdiagnosis secara benar. Apa Penyebab PN? PN dapat disebabkan oleh infeksi HIV pada sel saraf, oleh obat yang dipakai untuk mengobati HIV atau masalah kesehatan lain, atau oleh penyebab lain. Faktor risiko untuk PN termasuk viral load HIV yang tinggi, diabetes, usia di atas 50 tahun, dan penggunaan alkohol yang berlebihan. Faktor risiko lain termasuk penggunaan kokain atau amfetamin, pengobatan untuk kanker, penyakit tiroid, atau kekurangan vitamin B12 atau vitamin E. Sebuah penelitian pada 2009 menemukan bahwa orang Hispanik mungkin mengalami PN dengan angka yang lebih tinggi. Para peneliti mengusulkan penelitian lebih lanjut. Tidak diketahui apabila orang Asia lebih rentan terhadap PN. Beberapa obat antiretroviral (ARV) dapat menyebabkan PN. Yang paling penting adalah yang disebut obat “d”: ddI dan d4T. Hidroksiurea, yang dahulu kadang-kadang digabung dengan ARV, meningkatkan risiko PN. AZT, abacavir, NNRTI, dan protease inhibitor tampaknya tidak menyebabkan PN. Bagaimana PN Diobati? Bicara dengan dokter mengenai berhenti memakai obat yang dapat menyebabkan PN. PN yang diakibatkan obat biasanya hilang total jika obat penyebab dihentikan segera setelah PN dialami, tetapi dapat membutuhkan hingga delapan minggu. Namun jika obat tersebut tetap dipakai, kerusakan pada saraf dapat menjadi permanen. Terapi Non-Obat: Beberapa hal sederhana dapat mengurangi rasa sakit PN: y memakai sepatu yang lebih longgar y jangan berjalan kaki terlalu jauh y jangan berdiri terlalu lama y merendam kaki dalam air es Sebuah penelitian baru menunjukkan manfaat menghisap mariyuana untuk meringankan rasa nyeri akibat PN. Terapi Obat: Belum ada obat yang disetujui untuk memperbaiki kerusakan pada saraf. Beberapa dokter memakai obat yang dikembangkan untuk mengobati serangan, misalnya gabapentin atau fenitoin. Antidepresan, misalnya amitriptilin, mungkin membantu. L-asetilkarnitin (juga disebut asetil-l-karnitin atau asetil karnitin) sudah menunjukkan hasil awal yang baik. Pengobatan tergantung pada beratnya gejala PN: y Gejala ringan: Ibuprofen kadang kala dipakai y Gejala sedang: Amitriptilin dan nortriptilin dapat dipakai. Obat antidepresi ini meningkatkan penyebaran isyarat saraf otak. Pengobatan lain meliputi gabapentin, sebuah obat antikonvulsi, dan krim yang mengandung obat bius lidokain y Gejala berat: Obat penawar nyeri narkotik seperti kodein atau metadon dapat dipakai. Obat antiserangan pregabalin juga dipakai untuk mengurangi nyeri yang diakibatkan oleh PN. Namun sebuah penelitian pada 2010 menemukan tidak ada manfaat dari penggunaan pregabalin. Obat lain yang sedang ditelitikan untuk PN termasuk tempelan untuk mengobati di tempat. Tempelan ini mengandung lidokain (obat bius), atau capsaicin, senyawa kimia yang membuat cabe pedas (koyo cabe). Terapi Gizi: Terapi gizi ditelitikan untuk PN yang disebabkan oleh diabetes: y Vitamin B: Berbagai vitamin B berguna untuk mengobati PN terkait diabetes, Ini termasuk biotin, kolin, inositol, dan tiamin. Vitamin ini tampaknya memperbaiki fungsi saraf y Asam alfa-lipoik dapat melindungi saraf dari peradangan y Asam gamma linolenik, yang ditemukan pada evening primrose oil, dapat memperbaiki kerusakan pada saraf di beberapa pasien diabetes. Magnet: Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa kaos kaki yang mengandung magnet dapat meringankan neuropati terkait diabetes. Namun, magnet ini tidak sama efektif untuk rasa nyeri pada kaki dengan akibat lain. Garis Dasar Neuropati perifer (PN) adalah penyakit susunan saraf. PN menyebabkan perasaan yang aneh, terutama pada kaki dan jari, dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini dapat ringan, atau begitu berat sehingga menghambat berjalan kaki. Segera periksa ke dokter jika ada tanda PN. Kemungkinan kita harus segera berhenti memakai obat yang dapat mengakibatkan PN. Jika ini tidak menyelesaikan masalah, mungkin kita harus dites untuk menentukan apa penyebab PN. Ada pengobatan berbeda untuk PN dengan penyebab berbeda. PN disebabkan oleh d4T umumnya dapat dipulihkan dengan menggantinya dengan NRTI lain; bila kita memakai d4T karena mengalami anemia sebagai efek samping AZT, biasanya kita dapat memakai AZT kembali bila jumlah CD4 sudah meningkat di atas 200 dan Hb sudah normal. Obat dapat meringankan rasa nyeri (sakit) akibat PN. Beberapa terapi gizi dapat membantu memperbaiki kerusakan pada saraf. Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 555 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 556 TOKSISITAS MITOKONDRIA Apa Mitokondria Itu? Mitokondria (mitochondria) adalah ‘organ’ sangat kecil dalam sel kita. Mitokondria adalah pembangkit tenaga sel. Mitokondria memakai oksigen, lemak dan gula untuk membuat adenosin trifosfat (ATF). Proses ini dikenal sebagai ‘respirasi sel’. Jika membutuhkan tenaga, sel menguraikan molekul ATF untuk melepaskan tenaga yang disimpan. Semakin banyak tenaga yang dibutuhkan sel tertentu, semakin banyak mitokondria dikandungnya. Satu sel dapat mempunyai hanya beberapa mitokondria, atau pun ribuan. Jumlah yang paling besar ditemukan di sel saraf, otot, dan hati. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa mitokondria adalah kunci terhadap penuaan. Semakin tua kita, mitokondria kita mengalami semakin banyak mutasi (perubahan tidak sengaja pada sel). Sel kita mempunyai cara untuk mengawasi kesalahan (mutasi) waktu digandakan, tetapi mitokondria tidak mempunyai pengawasan ini. Akhirnya, mutasi itu atau kekurangan mitokondria dapat mengurangi tenaga yang tersedia pada sel. Jika tenaga menurun menjadi cukup rendah, sel tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika tenaga semakin menurun, sel tersebut dapat berhenti bekerja. Apa Toksisitas Mitokondria Itu? Toksisitas mitokondria adalah kerusakan yang mengurangi jumlah mitokondria. Bila jumlah mitokondria dalam sel terlalu sedikit, sel tersebut dapat berhenti bekerja sebagaimana mestinya. Tidak jelas tingkat kehilangan mitokondria yang berpengaruh pada fungsi sel. Apa Tanda Toksisitas Mitokondria? Salah satu tanda paling umum toksisitas mitokondria adalah kelemahan otot (miopati). Jika sel otot tidak memperoleh cukup tenaga melalui respirasi sel, sel tersebut harus mendapat tenaga tanpa oksigen. Pembuatan tenaga tanpa oksigen (yang disebut sebagai ‘anaerobik’) ini membuat asam laktik sebagai sisa buangan. Asam laktik dapat menyebabkan otot pegal. Misalnya, pegal yang orang alami setelah lari maraton disebabkan kelebihan asam laktik. Beberapa orang dengan toksisitas mitokondria mempunyai tingkat asam laktik yang sangat tinggi dalam darahnya. Masalah yang jarang terjadi ini dikenal sebagai asidosis laktik. Ada tes darah untuk mengukur tingkat asam laktik, tetapi para ahli ragu bagaimana menafsirkan hasilnya. Pengerahan tenaga, misalnya naik tangga, sebelum tes dapat meningkatkan tingkat asam laktik, dengan akibat hasil tesnya salah. Sangat sulit mengetahui bila kita mengalami toksisitas mitokondria. Namun, kita dapat mengamati tanda asidosis laktik yang berikut: y Mual y Muntah y Kelelahan yang berat y Kehilangan berat badan yang baru terjadi y Napas yang cepat dan dalam y Kram, otot pegal dan mati rasa atau kesemutan y Kelemahan otot yang cepat semakin berat Asidosis laktik dapat mematikan. Segera hubungi dokter jika mengalami gejala ini. Toksisitas mitokondria juga dapat mengakibatkan kerusakan saraf (neuropati perifer – lihat Lembaran Informasi (LI) 555). Toksisitas mitokondria dapat dikaitkan dengan kerusakan ginjal dan kehilangan pendengaran. Beberapa peneliti juga menganggap toksisitas mitokondria bertanggung jawab untuk pemindahan lemak tubuh (lipodistrofi, lihat LI 553) pada orang yang memakai obat antiretroviral (ARV). Bagaimana ARV Menyebabkan Toksisitas Mitokondria? Mitokondria mempunyai sebuah enzim yang membantunya menggandakan diri. Enzim ini dikenal sebagai polymerase gamma atau pol gamma. Enzim ini sangat mirip dengan enzim reverse transcriptase HIV. Sayangnya, hal ini berarti bahwa obat yang kita pakai untuk menghambat reverse transcriptase juga dapat menghambat pol gamma. Jika ini terjadi, lebih sedikit mitokondria baru yang dibuat. Obat analog nukleosida (NRTI: AZT, 3TC, ddI, d4T, dan abacavir) semua menghambat pol gamma pada tingkat yang berbeda. Semakin lama obat ini dipakai, semakin mungkin toksisitas mitokondria akan terjadi. Obat yang berbeda berpengaruh pada organ tubuh yang tertentu. Mungkin ini menjelaskan mengapa toksisitas mitokondria yang disebabkan oleh obat berbeda dapat merusak bagian tubuh yang berbeda. Diketahui bahwa toksisitas mitokondria dapat menyebabkan kelemahan otot pada orang yang memakai AZT (LI 411). Kemungkinan ini penyebab ‘hati berlemak’ (steatosis hepatik, lihat LI 528) dan tingkat asam laktik yang tinggi terkait dengan penggunaan semua NRTI. Sayangnya, hanya ada sedikit penelitian mengenai tingkat kerusakan mitokondria yang disebabkan oleh masing-masing ARV pada bagian tubuh yang lain. Juga belum diketahui kombinasi obat mana yang menyebabkan paling banyak toksisitas mitokondria. Para peneliti mengetahui bagaimana mengukur jumlah mitokondria di dalam sel yang berbeda, untuk dibandingkan dengan jumlah normal. Namun, mereka tidak mengetahui jumlah mitokondria yang dapat hilang sehingga menimbulkan masalah. Apa Selanjutnya? Sayangnya hanya ada sedikit penelitian terhadap toksisitas mitokondria yang disebabkan NRTI. Percobaan di laboratorium dan terhadap hewan menunjukkan bahwa toksisitas mitokondria dapat menyebabkan kerusakan saraf. Tetapi belum ada penelitian terhadap manusia. Selama beberapa tahun berikut, para peneliti akan meneliti toksisitas mitokondria. Mereka akan mengembangkan tes untuk mengenalinya. Mereka akan meneliti hubungan antara toksisitas mitokondria dan berbagai efek sampingnya. Beberapa peneliti menganggap bahwa vitamin dan zat mineral tertentu dapat melawan dampak toksisitas mitokondria yang disebabkan oleh ARV. Sementara itu, Odha harus mengetahui gejala asidosis laktik, sebuah efek samping yang jarang tetapi dapat mematikan. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 556 The AIDS InfoNet 29 Agustus 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 557 OSTEOPOROSIS Apa Tulang Itu? Tulang adalah bahan yang hidup dan tumbuh. Tulang mempunyai kerangka protein. Kalsium memperkuat kerangka tersebut. Lapisan luar tulang mempunyai saraf dan jaringan pembuluh darah yang kecil. Bahan tulang yang tua dihilangkan dan bahan tulang baru ditambah terus-menerus. Pada anak dan orang dewasa yang muda, lebih banyak bahan tulang ditambah dibandingkan yang dihilangkan. Tulang kita menjadi semakin besar, berat dan kuat. Setelah kita berusia 30 tahun, lebih banyak bahan tulang hilang dibandingkan yang dibuat baru. Tulang kita menjadi semakin ringan dan rapuh. Odha mengalami angka kepadatan zat mineral tulang dan patah tulang yang luar biasa tinggi. Masalah ini mungkin disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Mungkin osteoporosis diburukkan oleh beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV. Apa Osteoporosis Itu? Osteoporosis, atau tulang keropos, terjadi jika terlalu banyak zat mineral dihilangkan dari kerangka tulang. Tulang menjadi rapuh dan lebih mudah patah. Patah tulang yang paling umum adalah tulang pinggul, tulang belakang dan tulang pergelangan tangan. Osteopenia adalah kehilangan zat mineral tulang secara ringan atau sedang. Kehilangan kepadatan zat mineral tulang dapat terjadi tanpa gejala atau rasa nyeri. Sering kali, tulang pinggul, belakang atau pergelangan tangan yang patah menjadi tanda pertama osteoporosis. Apa Penyebab Osteoporosis? Sebagaimana kita menua, tulang kita kehilangan kandungan zat mineralnya. Ada banyak faktor yang meningkatkan risiko osteoporosis. Beberapa kita mampu mengendalikan; beberapa lain tidak. Faktor yang kita tidak mampu kendali termasuk: y Usia lebih dari 50 tahun y Perempuan setelah mati haid y Keturunan Kaukasoid atau Asia y Punya orang tua yang pernah patah tulang pinggul y Badan langsing atau ringan Faktor yang kita mampu kendali termasuk: y Kekurangan kalsium atau vitamin D dalam diet y Merokok y Konsumsi lebih dari tiga unit minuman beralkohol per hari y Konsumsi kafein berlebihan y Kurang berolahraga. Namun olahraga berlebihan juga meningkatkan risiko osteoporosis Beberapa masalah kesehatan juga meningkatkan risiko osteoporosis: y Gizi buruk yang parah y Tingkat testosteron yang rendah y Infeksi hepatitis C y Artritis rematoid dan penyakit terkait y Penyakit ginjal lanjutan y Kelainan tiroid y Penggunaan kortikosteroid (obat antiradang) mis. prednison atau hidrokortison selama lebih dari tiga bulan HIV dan Osteoporosis? Infeksi HIV menyebabkan kehilangan kepadatan zat mineral tulang. Beberapa penelitian memberi kesan bahwa HIV sendiri, peradangan kronis, masalah kesehatan lain atau obat tertentu mungkin ada kaitan dengan penyakit tulang. Penggunaan tenofovir (semacam obat antiretroviral; lihat LI 419) juga dikaitkan dengan kehilangan kepadatan zat mineral tulang. Antiasam dan Kepadatan Zat Mineral Tulang Penggunaan obat antiasam macam proton pump inhibitor (mis. lansoprazol, omeprazol atau esomeprazol) secara lama dapat mengurangi kepadatan zat mineral tulang. Dari sisi lain, kita dapat meningkatkan tingkat kalsium dengan penggunaan obat antiasam kalsium karbonat. Bagaimana Kita Tahu Kita Osteoporosis? Sayangnya, mungkin tidak ada tanda osteoporosis sebelum kita patah tulang. Satu-satunya cara untuk mengetahui betapa cepat tulang kita menghilangkan kandungan zat mineral adalah melalui tes. Tes yang paling umum dipakai untuk mengukur kepadatan tulang adalah pengamatan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Pengamatan DEXA adalah cepat dan tanpa rasa sakit. Odha berusia 50 tahun ke atas diusulkan melakukan pengamatan DEXA. Kepadatan zat mineral tulang dilaporkan sebagai gram per sentimeter kubik. Angka ini dibandingkan dengan kepadatan zat mineral maksimal untuk seorang berusia 30 tahun yang sehat dari jenis kelamin sama. Skor-T mengukur seberapa kandungan zat mineral tulang di bawah angka puncak. Osteoporosis didefinisikan sebagai mempunyai skor-T –2,5 atau lebih rendah. SkorT antara –1,0 dan –2,5 menunjukkan osteopenia. Kepadatan tulang juga dapat dilaporkan sebagai skor-Z. Ini membandingkan kandungan zat mineral tulang kita dengan orang berusia dan jenis kelamin yang sama. bangun tulang (hingga usia 30 tahun). Semakin tinggi puncak kepadatan tulang, semakin baik. Jika kita osteopenia atau osteoporosis, kita dapat mengurangi risiko patah tulang: y Pastikan kita dapat kalsium secukupnya. Tingkat yang diusulkan tergantung pada usia: 9-18 tahun: 1.300mg/ hari; 19-50 tahun: 1.000mg/hari; 50 tahun ke atas: 1.200mg/hari. Kita mungkin mendapatkan kalsium secukupnya dari makanan, terutama kita makan yoghurt atau keju, atau minum susu. Buah badam, buncis, buah ara, brokoli, dan banyak macam makanan lain mengandung banyak. Bila kita pakai suplemen kalsium ingat bahwa penyerapan kalsium dibantu oleh vitamin D. y Lakukan olahraga angkat beban tampaknya memberi isyarat pada tulang untuk menahan kandungan zat mineral. y Kurangi atau hentikan merokok dan mengurangi konsumsi kafein dan alkohol. y Kurangi risiko jatuh. Kosongkan tempat berjalan di rumah. Hati-hati jika naik/ turun tangga dan lereng yang curam. Hal ini terutama penting bila kita mengalami neuropati perifer (lihat LI 555) pada kaki. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat alendronat meningkatkan kepadatan mineral tulang pada Odha. Obat ini dari golongan bifosfonat, dan beberapa obat dalam golongan ini dapat dipakai sebulan atau setahun sekali. FDA-AS mencatat masalah tulang pada rahang dan paha sebagai efek samping jangka panjang yang mungkin dari obat ini. Bahas dengan dokter berapa lama terapi bifosfonat dapat dilanjutkan. Garis Dasar Odha mengalami osteoporosis, semacam penyakit tulang dengan angka yang luar biasa tinggi. HIV sendiri atau ARV mungkin bertanggung jawab. Kita dapat membantu mencegah osteoporosis dengan memakai zat kalsium atau suplemen vitamin D, berhenti merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol dan kafein. Jika tidak ada rasa sakit pada sendi, olahraga angkat beban juga dapat membantu. Obat alendronat dipakai untuk mengobati osteoporosis terkait HIV. Diperlukan tes khusus untuk mengetahui apakah kita mengalami osteoporosis. Bagaimana Kita Menghadapi Osteoporosis? Untuk mencegah osteoporosis, memakai banyak zat kalsium waktu masih mem- Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 557 The AIDS InfoNet 13 Juni 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 558 DEPRESI Apa Depresi Itu? Depresi adalah penyakit suasana hati. Penyakit depresi lebih dari sekadar kesedihan atau duka cita. Depresi adalah kesedihan atau duka cita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama. Ada berbagai penyebab depresi: y peristiwa dalam kehidupan sehari-hari y perubahan kimia dalam otak y efek samping obat y beberapa penyakit fisik Kurang lebih 5-10% masyarakat umum mengalami depresi. Namun angka depresi pada Odha dapat mencapai 60%. Perempuan terinfeksi HIV dua kali lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan laki-laki. Menjadi depresi bukan tanda berjiwa lemah. Depresi tidak berarti kita ‘gila’. Kita tidak akan sekadar ‘mengatasi’ depresi; menanganinya membutuhkan bantuan. Jangan menganggap kita pantas menjadi depresi karena kita menghadapi HIV. Dan jangan menganggap kita harus depresi karena kita HIV. Apakah Depresi Penting? Depresi dapat menyebabkan kita tidak tetap tertahan dalam perawatan, tidak hadir pada klinik, dan melupakan dosis terapi antiretroviral (ART). Depresi dapat meningkatkan perilaku berisiko yang menularkan HIV pada orang lain. Secara keseluruhan, depresi dapat mempercepat laju penyakit HIV. Dan depresi mengganggu kemampuan kita untuk hidup dengan bahagia. Sebuah penelitian pada 2012 menunjukkan bahwa pasien dengan depresi, terutama perempuan, lebih mungkin berhenti pengobatan dan tidak mencapai viral load tidak terdeteksi. Depresi sering diabaikan atau diremehkan. Banyak dokter yang menangani HIV belum cukup terlatih untuk mengenal atau mengobati depresi. Depresi juga dapat disalahtafsirkan sebagai tanda penyakit HIV lanjutan. Apa Tanda Depresi? Gejala depresi berbeda-beda tergantung pada yang bersangkutan. Kebanyakan dokter mencurigai depresi bila pasien melaporkan bahwa dia merasa sedih atau kehilangan gairah untuk kegiatan seharihari. Kemungkinan kita depresi bila perasaan ini tetap berlanjut selama dua minggu atau lebih, dan kita juga mempunyai beberapa di antara gejala berikut: y Kelelahan atau merasa lamban dan lesu y Kesulitan konsentrasi y Gairah seks berkurang y Masalah tidur: bangun lebih pagi, atau tidur berlebihan y Merasa bersalah, tidak berharga, atau putus asa y Nafsu makan berkurang atau kehilangan berat badan y Makan berlebihan Apa Penyebab Depresi? Ada berbagai penyebab depresi. Menerima diagnosis penyakit kronis seperti infeksi HIV dapat memburukkan gejala depresi. Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV dapat menyebabkan atau memburukkan depresi, terutama efavirenz. Ada berbagai penyakit (mis. anemia atau diabetes) yang dapat menyebabkan gejala serupa dengan depresi. Begitu juga penggunaan narkoba atau alkohol, serta tingkat testosteron, vitamin B6 atau vitamin B12 yang rendah. Odha yang juga terinfeksi virus hepatitis lebih mungkin mengalami depresi, terutama bila diobati dengan interferon. Faktor risiko lain termasuk: y Perempuan y Kita sendiri atau keluarga mempunyai riwayat penyakit jiwa, penggunaan alkohol berlebihan atau narkoba y Kurang dukungan sosial y Belum mengungkapkan status HIV y Kegagalan terapi (ART atau lain) Pengobatan untuk Depresi Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi tradisional, dan/ atau dengan pengobatan. Banyak obat yang dipakai untuk depresi dapat berinteraksi dengan obat antiretroviral (ARV). Dokter dapat membantu memilih terapi atau kombinasi terapi yang paling cocok untuk kita. Jangan coba mengobati diri sendiri dengan alkohol atau narkoba karena zat ini dapat meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain. Perubahan pola hidup dapat memperbaiki depresi pada sebagian orang. Perubahan ini termasuk: y Olahraga teratur y Berjemur pada sinar matahari y Penanganan stres y Konseling y Tidur teratur y Relaksasi y Meditasi Terapi tradisional Beberapa orang memperoleh hasil yang baik dari pijat, akupunktur dan olahraga. Ramuan St. John’s wort dianggap dapat mengobati depresi. Namun jamu ini ditunjukkan kurang efektif untuk mengobati depresi dan berinteraksi dengan beberapa ARV. Pastikan dokter diberi tahu bila kita pakai St. John’s wort. Valerian atau melatonin dapat membantu tidur. Bila ada kekurangan vitamin B6 atau B12, suplemen vitamin ini dapat membantu. Antidepresan Beberapa orang dengan depresi mengalami manfaat dari pengobatan. Namun antidepresan (obat untuk depresi) dapat berinteraksi dengan ARV. Antidepresan harus dipakai dalam pengawasan dokter yang mengetahui mengenai ARV yang kita pakai. Protease inhibitor sering berinteraksi dengan antidepresan. Antidepresan yang paling sering dipakai adalah obat dalam golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Obat dalam golongan ini dapat menyebabkan kehilangan gairah dan fungsi seks, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, insomnia (sulit tidur), kelelahan, mual, diare, dan kegelisahan. Obat dari golongan antidepresan trisiklik menyebabkan lebih banyak efek samping daripada SSRI. Obat dari golongan ini dapat menyebabkan sedasi (tenang berlebihan seperti dibius), sembelit, dan denyut jantung yang tidak teratur. Beberapa dokter meresepkan perangsang jiwa (psychostimulant), obat yang dipakai untuk mengobati gangguan defisit perhatian (attention deficit disorder). Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa pengobatan dengan DHEA (lihat Lembaran Informasi 724) dapat mengurangi depresi pada beberapa Odha. Garis Dasar Depresi adalah penyakit yang sangat umum pada Odha. Depresi yang tidak diobati dapat mengganggu kepatuhan terhadap terapi dan mengurangi mutu hidup. Depresi adalah masalah yang berpengaruh pada seluruh tubuh, dengan mengganggu kesehatan fisik, pikiran, rasa dan perilaku. Semakin cepat kita periksa ke dokter, semakin cepat kita dapat merencanakan strategi yang sesuai untuk menghadapi masalah ini, yang sebetulnya adalah gangguan yang sangat nyata terhadap kesehatan. Diperbarui 1 September 2014 berdasarkan FS 558 The AIDS InfoNet 23 Juli 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 559 OSTEONEKROSIS Apa Osteonekrosis Itu? Tulang adalah bahan yang hidup dan tumbuh. Tulang mempunyai kerangka protein. Kalsium memperkuat kerangka tersebut. Lapisan luar tulang mempunyai saraf dan jaringan pembuluh darah yang kecil. Tulang terus-menerus diuraikan dan diperbarui. Odha mengalami dua macam penyakit tulang dengan angka yang luar biasa tinggi: yaitu osteoporosis (lihat Lembaran Informasi (LI) 557) dan osteonekrosis. Masalah ini mungkin disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Mungkin osteoporosis diburukkan oleh beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV. Osteonekrosis berarti kematian tulang. Kehilangan aliran darah “melaparkan” sel yang membuat tulang baru. Osteonekrosis juga disebut nekrosis avaskular (avascular necrosis/AVN). Bila osteonekrosis melanjutkan, pembuatan tulang tidak cukup untuk mengganti tulang yang diuraikan. Bentuk tulang berubah, dan sendi tidak lagi bekerja dengan lembut. Hal ini menyebabkan radang (artritis) dan nyeri. Osteonekrosis biasanya berpengaruh pada tulang paha. Kepala (tombol) tulang paha mendapatkan aliran darahnya dari hanya satu pembuluh darah. Bila pembuluh ini tersumbat atau dihalangi, aliran darah ini ditutup dengan akibat osteonekrosis. Hal serupa dapat berpengaruh pada bahu dan lutut. Osteonekrosis jarang terjadi. Penyakit ini berpengaruh pada 10.000-20.000 orang di AS setiap tahun. Statistik untuk Indonesia belum diketahui. Osteonekrosis umumnya ditemukan pada lakilaki dan perempuan berusia 30-an, 40an dan 50-an. Berbeda dengan osteoporosis, penyakit ini tidak menjadi lebih lazim pada usia lanjut. Odha lebih sering mengalami osteonekrosis dibandingkan populasi umum. Apa Penyebab Osteonekrosis? Osteonekrosis disebabkan oleh kehilangan aliran darah pada tulang. Hal ini dapat disebabkan oleh patah tulang atau sambungan tulang terlepas. Tidak diketahui mengapa Odha cenderung mengalami osteonekrosis. Beberapa penyakit dapat mengurangi aliran darah ke tulang. Di beberapa kasus, lemak menyumbat pembuluh darah dalam tulang. Infeksi HIV dapat menyebabkan masalah dengan metabolisme lemak. Tingkat lemak yang tinggi dalam darah (lihat LI 123) dapat menyumbang pada gumpalan darah. Lebih banyak radang (LI 484) dapat meningkatkan pembekuan darah dan juga meningkatkan risiko gumpalan darah. Obat yang dipakai untuk mengurangi radang (kortikosteroid, mis. prednison atau hidrokortison) dapat meningkatkan risiko osteonekrosis bila dipakai secara lama. Merokok dan konsumsi alkohol secara berlebihan juga dikaitkan dengan osteonekrosis. Tidak ada bukti yang mengaitkan penggunaan obat antiretroviral apa pun dengan osteonekrosis. Bagaimana Kita Tahu Kita Osteonekrosis? Osteonekrosis mengakibatkan rasa sakit pada sendi. Rasa sakit pada daerah pinggul mungkin tanda osteonekrosis. Pada awal, rasa sakit mungkin terjadi hanya waktu kita membebani sendi. Dalam kasus lebih berat, rasa sakit dapat terus-menerus. Bila osteonekrosis terus berlanjut, berjalan kaki dapat menjadi mustahil. Pengamatan magnetic resonance imaging (MRI) dapat mendeteksi tahap awal osteonekrosis. Rontgen dan pengamatan lain dapat mendeteksi kasus lanjut. Beberapa dokter memakai pembedahan sebagai tes untuk osteonekrosis. Bagaimana Kita Menghadapi Osteonekrosis? Osteonekrosis kadang kala dapat pulih pada seorang yang sehat, terutama jika penyakit diakibatkan cedera dari kecelakaan. Tubuh kita dapat memperbaiki pembuluh darah yang rusak dan membangun kembali tulang yang rusak. Jika osteonekrosis disebabkan konsumsi alkohol atau steroid, tubuh mungkin mampu memulihkan diri bila penggunaannya dihentikan. Pengobatan pertama umumnya obat antinyeri. Kita juga dapat mengurangi beban pada sendi. Ini sebaliknya dengan terapi yang dianjurkan untuk osteoporosis. Pengobatan dengan obat bifosfonat (mis. alendronat atau residronat) dapat membantu membentuk tulang kembali, sedikitnya untuk waktu yang singkat. Ada laporan yang jarang mengenai osteonekrosis pada rahang pada orang yang memakai alendronat selama lebih dari lima tahun. Kebanyakan kasus ini berhubungan dengan penggunaan alendronat secara infus, dan dengan pencabutan gigi atau infeksi. Pengobatan dapat bekerja dengan baik untuk pasien dengan osteonekrosis dini pada daerah tulang yang kecil. Namun, pengobatan tidak berhasil bagi mereka dengan osteonekrosis pinggul atau lutut dan keruntuhan tulang progresif. Tindakan bedah mungkin dianjurkan untuk meringankan rasa sakit dan mencegah keruntuhan tulang. Tindakan yang disebut dekompresi inti (core decompression) dapat dipakai untuk mencabut sepotong (inti) tulang dari daerah yang terkena dalam upaya untuk meningkatkan aliran darah. Dalam kasus yang lebih lanjut, ahli bedah dapat mencabut tulang mati dan mengatur kembali tempat tulang sehingga permukaan sendi yang menahan beban didukung oleh tulang yang sehat. Jika sendi sudah runtuh, mengganti sendi mungkin satu-satunya cara untuk mengurangi rasa sakit dan mengembalikan fungsi. Garis Dasar Odha mengalami osteonekrosis (juga disebut sebagai AVN) dengan angka yang luar biasa tinggi. HIV sendiri atau efek samping ARV mungkin bertanggung jawab. Rasa sakit pada sendi, terutama pada daerah pinggul, mungkin tanda osteonekrosis. Jika kita mengalami rasa sakit pada sendi, kita sebaiknya bicara dengan dokter sebelum meningkatkan program olahraga kita. Kasus ringan mungkin dapat diobati dengan penawar rasa sakit dan pengurangan penggunaan sendi tersebut. Kasus berat mungkin membutuhkan tindakan bedah. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 559 The AIDS InfoNet 30 September 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 560 RASA NYERI Apa Nyeri Itu? Nyeri (rasa sakit yang sangat) adalah suatu gejala yang sangat subjektif. Biasanya agak sulit melihat adanya nyeri kecuali dari keluhan penderita itu sendiri. Nyeri pada Odha sering terjadi dan merupakan kelainan penting yang berpengaruh pada mutu hidup Odha. Lebih dari sepertiga Odha pernah diserang oleh rasa nyeri. Nyeri antara lain dapat disebabkan oleh infeksi HIV sendiri, efek samping obat, atau infeksi oportunistik. Untuk memudahkan pengukuran rasa nyeri, skala ukuran metrik (0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri yang berlebihan) dapat dipakai. Untuk nyeri pada anak, mungkin gambar diperlukan untuk membedakan derajat nyeri (lihat Lembaran Informasi (LI) 618). Bagaimana Nyeri Ditangani? Waktu kita sakit, kita mungkin menderita nyeri fisik (rasa sakit di sekujur tubuh), sering kali dua atau tiga jenis nyeri dari berbagai gejala pada waktu yang sama. Kita juga dapat mengalami nyeri mental, dengan kesusahan dan kegelisahan sebagai tanda luarnya. Nyeri fisik dapat memburukkan nyeri mental, dan rasa nyeri mental dapat menambah rasa nyeri fisik. Tidak seorang pun seharusnya betah dengan nyeri yang terus-menerus. Penatalaksanaan nyeri berarti menentukan jenis nyeri yang dialami, kemudian menentukan jenis pengobatan yang cocok. Ini proses yang seharusnya melibatkan pasien yang menderita nyeri beserta dokter. Jangan merasa malu atau kurang ‘jantan’ karena mengeluhkan nyeri. Nyeri adalah tanda bahwa ada masalah dengan tubuh kita. Tujuan penatalaksanaan rasa nyeri adalah agar memberdayakan orang untuk menangani nyerinya sendiri. Jika kita dirawat di rumah, ini berarti kita harus dibimbing untuk menyesuaikan obat yang dipakai, atau bagaimana memakai obat beserta terapi tradisional misalnya refleksi atau pijat. Jika kita di rumah sakit, kita harus mampu memberitahukan perawat mengenai jenis rasa nyeri yang dialami, dan tingkat keberhasilan pengobatan agar dapat disesuaikan. Ambang Rasa Nyeri Kadang kala kita lebih mudah merasa nyeri, sedangkan ada kalanya juga kita dapat lebih tahan. Ada beberapa faktor yang menaikkan ambang rasa nyeri, sedangkan ada faktor yang menurunkannya. Kita harus mengupayakan agar mendapatkan faktor yang menaikkan ambang rasa nyeri, termasuk: hilangnya keluhan penderita; cukup tidur; dukungan spiritual dan emosional; dan penggunaan obat yang sesuai. Sebaliknya, kita harus menghindari faktor yang menurunkan ambang rasa nyeri, termasuk: sulit tidur; kelelahan; kegelisahan; marah; depresi; bosan; dan rasa kesepian. Terapi penunjang, termasuk akupunktur, refleksi, pijat, dan olahraga dapat meningkatkan ambang tersebut. Pengobatan Nyeri Upaya pertama adalah untuk mengobati penyakit yang menimbulkan nyerinya, jika bisa. Namun sambil mencari alasan atau obat yang cocok, kita sebaiknya juga mengobati gejala dengan obat analgesik (antinyeri). Penanganan nyeri tergantung dari derajat rasa nyeri serta tanggapan pada obat analgesik. Pemberian dan penggantian obat analgesik dilakukan secara bertahap. Tahapan digambarkan dengan Jenjang Analgesik dengan tiga tahap atau langkah. Langkah pertama mencakup obat analgesik nonnarkotik, misalnya aspirin atau parasetamol. Perhatikan: parasetamol (mis. Panadol) sebaiknya dihindari oleh orang dengan hepatitis. Langkah kedua memberi narkotik lemah, misalnya kodein, bila dibutuhkan dengan tetap diberi analgesik biasa. Sedang pada langkah tertinggi, diberikan obat narkotik kuat, misalnya morfin, sekali lagi dengan analgesik biasa bila dibutuhkan. Obat analgesik juga dapat ditambah dengan adjuvan, obat untuk membantu khasiat obat pokok. Adjuvan dapat termasuk obat bius lokal, steroid, dan obat antimual, serta juga terapi penunjang yang dibahas di atas. Jenis obat analgesik yang diberi dapat dinaikkan ke langkah berikutnya bila tidak ada perbaikan dengan penggunaan takaran yang dianjurkan. Sebaliknya, bila diberi analgesik langkah ketiga dan nyeri mulai hilang, obat diganti dengan obat jenis langkah kedua dulu, terus (bila nyeri masih tetap ringan) dengan obat jenis langkah pertama, terus dihentikan bila masalahnya hilang total. Jangan langsung berhenti memakai obat pada langkah kedua atau ketiga. Biasanya, obat diberikan waktu kita merasa nyeri. Ini dapat berarti bahwa waktu nyeri diobati, dibutuhkan takaran besar, dengan kemungkinan ada efek samping. Beberapa ahli nyeri menganggap bahwa cara terbaik untuk menawar nyeri adalah dengan memberi obat pada jadwal tetap, dengan takaran tetap, sebelum rasa nyeri dialami. Obat Narkotik Banyak petugas perawatan kesehatan prihatin tentang ketergantungan fisik dan psikologis waktu meresepkan narkotik. Akibatnya, pasien sering diberi dosis yang terlalu rendah dengan jangka waktu terlalu lama untuk memberi penawar yang cukup. Namun, pengalaman dengan orang yang sangat sakit menunjukkan bahwa, walaupun ketergantungan fisik pada obat narkotik kadang terjadi, ketergantungan psikologis jarang. Adalah hak kita untuk memperoleh penawar rasa nyeri yang terbaik, dan jika ini berarti penggunaan obat narkotik, kita harus berani memintanya. Jika kita pengguna narkoba, mantan atau aktif, kita mungkin mempunyai toleransi terhadap narkotik yang dipakai untuk menawar nyeri. Dalam keadaan ini, sebaiknya kita memberi tahu dokter bahwa kita pengguna narkoba, agar dia tidak meremehkan derajat penawar nyeri yang dibutuhkan. Masalahnya adalah bahwa jika kita mengetahuinya, dokter mungkin anggap bahwa kita membesarkan rasa nyeri agar dapat lebih banyak obat. Ini bukan pilihan yang mudah, tetapi hanya kita yang dapat memilihnya. Neuropati Perifer Rasa nyeri yang diakibatkan neuropati perifer (mati rasa atau kesemutan pada tangan atau kaki) biasanya ditangani secara khusus – dan sayangnya sulit ditangani. Langkah terbaik untuk neuropati sebagai efek samping obat adalah untuk mencegah terjadinya, dengan mengganti obat penyebab segera setelah gejala pertama (kesemutan) dialami. Lihat LI 555 untuk informasi lebih lanjut. Garis Dasar Nyeri, atau rasa sangat sakit, sering dialami oleh Odha, khususnya pada tahap akhir penyakitnya. Kita semua berhak menerima pengobatan yang sesuai untuk rasa nyeri. Ini biasa mulai dengan obat analgesik yang biasa, tetapi jika ini tidak berhasil, obat narkotik lemah atau kuat mungkin dibutuhkan. Namun rasa nyeri juga dapat dikurangi dengan beberapa intervensi lain, termasuk perhatian dari orang lain dan terapi penunjang. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS NAM 6 Juni 2012, hlm. HRSA Guide for HIV/AIDS Clinical Care hlm. 547 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 561 HEPATOTOKSISITAS Apa Hepatotoksisitas Itu? Hepatotoksisitas adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan kerusakan hati akibat penggunaan obat. Terutama untuk Odha, hati kita sangat penting, karena organ ini membuat protein baru yang dibutuhkan oleh sistem kekebalan tubuh, membantu tubuh kita melawan infeksi, dan menguraikan banyak jenis obat yang dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait AIDS. Sayangnya, obat ini dapat merusak hati kita, dengan akibat hati tidak mampu melakukan semua tugasnya. Yang memburukkan keadaan, banyak Odha juga terinfeksi virus hepatitis B dan/ atau C. Virus ini dapat menyebabkan kerusakan pada hati, yang berpengaruh pada kemampuan hati untuk menguraikan obat, dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya hepatotoksisitas. Walaupun tidak tentu hepatitis virus akan menimbulkan masalah, bila kita terinfeksi virus ini, sebaiknya hati kita dipantau secara lebih ketat oleh dokter, terutama setelah kita baru mulai memakai terapi antiretroviral (ART) atau pengobatan lain. Bagaimana Obat Menyebabkan Hepatotoksisitas? Obat dapat berpengaruh pada hati kita dengan empat cara: y Obat dipakai dengan takaran sangat tinggi. Bila kita minum terlalu banyak obat (misalnya kita minum dua pil saat seharusnya hanya minum satu), hal ini dapat langsung menyebabkan kerusakan, yang dapat berat, pada sel hati. y Takaran baku dipakai untuk jangka waktu yang sangat lama. Bila kita minum obat secara berkala untuk jangka waktu yang lama, ada risiko hati akan rusak. Hal ini biasanya baru terjadi setelah beberapa bulan atau tahun. Protease inhibitor dapat menyebabkan kerusakan pada sel hati apabila dipakai selama bertahun-tahun. y Reaksi alergi. Biasanya, kita mengaitkan reaksi alergi dengan kulit gatal atau mata berair. Namun reaksi alergi juga dapat terjadi pada hati. Bila kita alergi pada obat tertentu, sistem kekebalan tubuh kita dapat menyebabkan peradangan pada hati sebagai interaksi antara protein dalam hati dan obat yang dipakai. Bila penggunaan obat tidak dihentikan, peradangan tersebut dapat memburuk, dan menyebabkan kerusakan yang gawat pada hati. Dua obat antiretroviral (ARV), abacavir dan nevirapine, diketahui menyebabkan reaksi alergi (yang kadang kala disebut sebagai ‘hipersensitivitas’. Reaksi alergi biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah obat mulai diminum, dan juga dapat disertai oleh gejala terkait lain, misalnya demam atau ruam. y Kerusakan hati nonalergi. Beberapa obat dapat mengakibatkan kerusakan pada hati tanpa reaksi alergi atau penggunaan dengan takaran tinggi. Dua ARV yang dapat menyebabkan kerusakan hati yang berat, walau untuk sebagian kecil orang, adalah tipranavir dan darunavir. Bagaimana Kita Mengetahui Kita Mengalami Hepatotoksisitas? Tanda paling jelas adanya hepatotoksisitas adalah peningkatan pada enzim hati dalam darah. Yang paling penting adalah ALT (SGPT), tetapi juga AST (SGOT), bilirubin, dan alkalin fosfatase dapat dipengaruhi (lihat Lembaran Informasi (LI) 122). Tingkat enzim ini sebaiknya diukur secara berkala melalui tes fungsi hati. Bila kita atau dokter mencurigai adanya kerusakan pada hati, sebaiknya kita melakukan tes fungsi hati (lihat LI 135). Adalah lebih baik apabila kita mengetahui ada hepatotoksisitas secara dini agar dapat diambil langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan memungkinkan hati menjadi pulih. Secara umum, bila ALT kita tinggi tetapi di bawah lima kali di atas batas atas nilai normal atau BANN (misalnya bila BANN untuk ALT adalah 36, dan ALT kita di bawah 180), kita mengalami hepatotoksisitas antara ringan dan sedang. Dalam contoh ini, bila ALT di atas 180 hepatotoksisitas kita adalah berat, yang dapat mengakibatkan masalah hati yang lebih gawat. Enzim hati yang tinggi jarang dirasakan atau menimbulkan gejala. Jadi penting bagi kita untuk melakukan tes fungsi hati secara berkala, sebaiknya sedikitnya setiap enam bulan. Namun kadang kala orang dengan hepatotoksisitas berat dapat mengalami gejala serupa dengan hepatitis, termasuk kehilangan nafsu makan, mual, muntah, kotoran berwarna lebih muda, kulit atau mata jadi kuning, sakit perut, dan/atau kelelahan. Bila kita mengalami gejala seperti ini, sebaiknya kita periksa ke dokter. Apakah Semua Pengguna ART Mengalami Hepatotoksisitas? Tidak. Penelitian di AS menunjukkan bahwa kurang lebih 5% pengguna ART mengalami hepatotoksisitas, tetapi sebagian dari mereka tidak harus mengganti rejimen ART-nya. Frekuensi hepatotoksisitas yang lebih tinggi terjadi pada orang yang memakai nevirapine dan orang koinfeksi virus hepatitis B dan/atau C. Tampaknya perempuan, orang berusia di atas 50 tahun, orang yang sangat gemuk dan orang yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan lebih rentan terhadap hepatotoksisitas. Namun juga kebanyakan orang dengan hepatitis tetap dapat memakai ART, walaupun mungkin tidak dapat memakai nevirapine. Apa Masalah Nevirapine? Semakin jelas bahwa nevirapine dapat menimbulkan hepatotoksisitas berat, terutama pada perempuan dengan jumlah CD4 di atas 250 dan laki-laki dengan CD4 di atas 400 waktu mulai ART. Orang yang baru memakai nevirapine sebaiknya diberi tahu mengenai risiko ini, dan diingatkan untuk melapor ke dokter bila mengalami demam, ruam, artralgia atau mialgia (nyeri sendi atau otot), terutama pada enam minggu pertama penggunaannya. Jelas penting untuk mulai dengan dosis separuh untuk dua minggu pertama, dan hanya meningkatkan dosis jadi penuh bila tidak ada gejala hepatotoksisitas. Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 431 dan minta lembaran khusus Efek Samping Nevirapine dari Yayasan Spiritia. Apakah Hepatotoksisitas Dapat Dicegah? Paling penting adalah menghindari alkohol secara total. Sebaliknya, sebaiknya kita minum sedikitnya delapan gelas air setiap hari. Selain itu, kita sebaiknya menjaga agar diet kita seimbang, dengan memakan lebih banyak sayuran dan buahan. Banyak orang dengan masalah hati memakai jamu. Namun belum ada bukti bahwa ada jamu yang benar-benar efektif untuk melindungi hati, walaupun ada beberapa kombinasi yang dipasarkan sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat LI 760). Ada yang menganggap bahwa silymarin (LI 735) dan beberapa jamu lain adalah efektif. Sebaliknya beberapa jamu dapat meracuni hati dengan memburukkan masalahnya. Jadi sebaiknya kita sangat hati-hati sebelum memakai terapi penunjang apa pun – lihat LI 700. Garis Dasar Hepatotoksisitas adalah kerusakan pada hati disebabkan oleh obat. Kerusakan ini lebih sering terjadi bila hati kita sudah mengalami kerusakan akibat hepatitis. Namun ada beberapa obat, terutama nevirapine, yang menimbulkan risiko lebih tinggi terhadap hepatotoksisitas. Bila hepatotoksisitas berat terjadi, kita mungkin harus berhenti memakai obat penyebabnya, dan menggantinya dengan obat lain. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan http:// www.aidsmeds.com/articles/ Hepatotoxicity_7546.shtml 23 Juni 2011 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 562 SINDROM STEVENS-JOHNSON Apa Sindrom Stevens-Johnson Itu? Sindrom Stevens-Johnson, yang biasa disingkat SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini berpengaruh pada kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk lagi, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya. Apa Penyebab SJS? Hampir semua kasus SJS dan TEN disebabkan oleh reaksi toksik terhadap obat, terutama antibiotik (mis. obat sulfa dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin) dan obat antinyeri, termasuk yang dijual tanpa resep (mis. ibuprofen). Terkait HIV, penyebab SJS yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5% penggunanya) dan kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat, biasanya dalam 2-3 minggu. Walaupun abacavir dapat menyebabkan reaksi gawat pada kulit, reaksi ini tidak terkait dengan SJS atau TEN. Eritema multiforme dapat disebabkan oleh herpes simpleks (Lembaran Informasi (LI) 519), tetapi penyakit ini jarang menjadi gawat. Apa Gejala SJS? SJS dan TEN biasanya mulai dengan demam, sakit kepala, batuk, dan pegal, yang dapat berlanjut dari 1-14 hari. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke sekujur tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh di tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah lepas bila digosok. Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan halus. Pada banyak orang, 30% atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok. Pada SJS dan TEN, pasien mempunyai lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat dan samasama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN. Mengenal gejala awal SJS dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat berpengaruh pada orang yang mengalaminya. Gejala awal termasuk: y ruam y lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin y bengkak pada kelopak mata, atau mata merah y konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata) y demam terus-menerus atau gejala seperti flu Bila kita mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila kita baru mulai memakai obat baru, segera periksa ke dokter. Siapa yang Dapat Mengalami SJS/ TEN? Walaupun SJS dapat berpengaruh pada orang dari semua umur, tampaknya anak lebih rentan. Tampaknya juga perempuan sedikit lebih rentan daripada laki-laki. Risiko Akibat SJS/TEN SJS dan TEN adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan baik, reaksi ini dapat menyebabkan kematian, umumnya sampai 35% orang yang mengalami TEN dan 5-15% orang dengan SJS, walaupun angka ini dapat dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala menjadi terlalu gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kebutaan total, kerusakan paru, dan beberapa masalah lain yang tidak dapat disembuhkan. Pengobatan SJS/TEN Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti penggunaan obat yang dicurigai sebagai penyebab reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah pemburukan. Orang dengan SJS/TEN biasanya dirawat inap. Bila mungkin, pasien TEN dirawat dalam unit rawat luka bakar, dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi. Pasien SJS biasanya dirawat di ICU. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkan spesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan cairan dengan kalori tinggi harus diberikan melalui infus untuk mendorong pemulihan. Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis. Obat antinyeri, misalnya morfin, juga diberikan agar pasien merasa lebih nyaman – lihat LI 560. Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati SJS/ TEN. Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid takaran tinggi dalam beberapa hari pertama memberi manfaat; yang lain beranggapan bahwa obat ini sebaiknya tidak dipakai. Obat ini menekan sistem kekebalan tubuh, sehingga meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi pada Odha dengan sistem kekebalan yang sudah lemah. Garis Dasar Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah reaksi terhadap obat yang berpengaruh pada kulit dan selaput mukosa. Nekrolisis epidermis toksik (TEN) adalah versi SJS yang lebih gawat. Kedua reaksi ini dapat sangat gawat, dan harus segera diobati dengan sangat hati-hati untuk menghindari kematian. Penyebab utama SJS untuk Odha adalah nevirapine, yang menimbulkan reaksi ini pada kurang lebih 1,5% penggunanya. Kotrimoksazol juga dapat menyebabkan SJS, walaupun jarang. Bila kita mengalami gejala SJS (ruam, terutama yang berpengaruh pada selaput mukosa, dan demam), dalam beberapa minggu setelah kita mulai pakai obat tersebut, penting kita segera periksa ke dokter. Diperbarui 25 November 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 610 PEREMPUAN DAN HIV y Apakah HIV Berpengaruh pada Perempuan secara Berbeda? Saat ini, hanya ada sedikit penelitian yang secara khusus membidik pada perempuan dengan HIV. Belum ada bukti bahwa HIV secara klinis lebih buruk pada perempuan. Namun beberapa penelitian memberi kesan bahwa HIV dapat beroengaruh pada perempuan secara berbeda dibandingkan laki-laki. Perbedaan, jika ada, mungkin disebabkan perbedaan fisik, sosial atau psikologis. HIV dapat berpengaruh pada: y hormon y berat dan bentuk badan y sistem reproduksi y haid dan mati haid y gaya hidup dan keadaan sosial Sering kali, perempuan HIV-positif harus merawat pasangan dan/atau anak yang terinfeksi HIV, atau mempunyai anak yang tergantung padanya. Ada bukti bahwa viral load pada perempuan lebih rendah daripada laki-laki, terutama pada tahun-tahun pertama setelah terinfeksi. Namun tampaknya gerak laju HIV berjalan serupa dengan laki-laki. Pedoman pengobatan untuk laki-laki dapat dipakai untuk perempuan. Perempuan yang terinfeksi HIV tampaknya mengalami masalah tulang yang lebih berat – lihat LI 557. Gangguan Haid Gangguan haid agak umum, tidak memandang status HIV-nya. Jika kita mengalami gangguan haid, penting diingat bahwa HIV atau pengobatan HIV tidak tentu penyebabnya. Sering kali gangguan tersebut diakibatkan perubahan hormon yang terjadi secara alami pada sebagian besar perempuan. Namun HIV dan ART dapat berpengaruh pada siklus haid. Lihat LI 623 untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah haid. Infeksi Oportunistik pada Perempuan y Perempuan dengan HIV mengalami infeksi vagina, ulkus kelamin, penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID) dan kutil kelamin lebih sering dan lebih berat daripada perempuan yang tidak terinfeksi HIV. y Perempuan jarang mengalami sarkoma Kaposi (lihat LI 508). y Perempuan lebih sering mengalami kandidiasis (lihat LI 516) pada tenggorokan dan herpes simpleks (lihat LI 519) dibandingkan dengan laki-laki. y Tipe sel prakanker yang tidak normal terkait dengan kanker leher rahim lebih sering terjadi dan menjadi lebih berat pada perempuan yang terinfeksi HIV (lihat LI 507). Pengobatan untuk Perempuan Perempuan sebaiknya ditangani oleh dokter yang mengerti bahwa penyakit HIV dan penatalaksanaannya dapat berbeda pada perempuan. Perempuan dengan HIV yang hamil sebaiknya diobati oleh dokter kandungan yang berpengetahuan mengenai HIV (lihat LI 611). Perempuan sering mempunyai tugas yang berat di rumah tangga, dan mungkin juga harus mengasuh anak dengan HIV. Hal ini dapat berpengaruh pada kepatuhan (lihat LI 405), dan mungkin perempuan membutuhkan lebih banyak dukungan untuk memastikan mereka memakai obat sesuai jadwal tanpa kelupaan. Efek Samping ART pada Perempuan Rata-rata berat badan perempuan lebih ringan dibandingkan laki-laki, dan mungkin juga metabolisme berbeda. Hal ini mungkin memburukkan efek samping ART pada perempuan. y Perempuan lebih mungkin mengalami ruam dan masalah hati akibat penggunaan nevirapine (lihat LI 431). y Perempuan yang mengalami peningkatan atau kehilangan lemak (lipodistrofi, lihat LI 553) dapat mengalami pertambahan lemak pada perut dan payudara, dan/atau kehilangan lemak dari lengan, kaki dan bokong. Apakah Gangguan Haid Dapat Terkait dengan ART? Banyak perempuan melaporkan perubahan pada siklus haid setelah mulai ART. Obat antiretroviral (ARV) termasuk AZT, ddI, dan d4T diketahui menyebabkan gangguan haid pada beberapa perempuan. Penelitian baru menunjukkan bahwa gangguan haid, terutama perdarahan di atas normal, mungkin adalah efek samping dari beberapa protease inhibitor, misalnya ritonavir. Adalah penting untuk menangani perdarahan yang luar biasa, karena ini dapat menyebabkan anemia (lihat LI 552). Masalah Khusus terkait KB Perempuan dengan HIV sering memakai pil KB untuk mengatur siklus haid atau waktu masuk masa mati haid. Banyak ARV dapat berinteraksi dengan sebagian besar jenis pil KB. Jika dipakai sekaligus, keefektifan pil KB dapat berkurang. Tanyakan pada dokter apakah perlu mengubah dosis pil KB-nya waktu mulai ART, atau menggantikannya dengan cara KB lain, misalnya kondom. Garis Dasar HIV berpengaruh pada perempuan secara berbeda dengan laki-laki. Ini karena beberapa perbedaan antara perempuan dan laki-laki, baik fisik, sosial dan mental. Perempuan dengan HIV sebaiknya ditangani oleh dokter yang berpengetahuan dan berpengalaman dengan HIV pada perempuan. Perempuan dengan HIV sering mengalami gangguan haid. Bila ini terjadi, coba membahas dengan dokter. Infeksi oportunistik yang dialami oleh perempuan dapat lain daripada yang dialami laki-laki. Juga ada perbedaan dalam prevalensi dan beratnya efek samping obat, termasuk ARV. Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 610 The AIDS InfoNet 30 November 2014 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 611 KEHAMILAN DAN HIV Bagaimana Bayi Tertular HIV? HIV, virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya yang baru lahir. Menurut WHO, sampai 30% bayi lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan tertular HIV kalau ibunya tidak memakai terapi antiretroviral (ART). Bila ibu terinfeksi HIV menyusui bayi, risiko keseluruhan naik menjadi 35-50%. Ibu dengan viral load HIV yang tinggi lebih mungkin menularkan infeksi pada bayinya. Kebanyakan ahli menganggap bahwa risiko penularan pada bayi sangat amat rendah bila viral load ibu di bawah 1000 waktu melahirkan. Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi dalam proses melahirkan. Bayi lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut lama. Selama persalinan, bayi dalam keadaan berisiko tertular oleh darah ibunya. Harus diketahui bahwa seorang laki-laki dengan HIV tidak bisa menularkan virusnya langsung pada bayi. Namun laki-laki tersebut dapat menularkan pasangan perempuan waktu berhubungan seks untuk membuat anak. Bila ibu baru tertular HIV pada akhir masa kehamilan, viral loadnya akan sangat tinggi waktu melahirkan anak, yang berarti risiko bayi terinfeksi HIV waktu lahir paling tinggi. Oleh karena itu pasangan laki-laki terinfeksi HIV harus menghindari hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan perempuan yang HIV-negatif waktu dia hamil. Bila seorang ibu berperilaku berisiko penularan HIV selama kehamilan, sebaiknya dia dites HIV pada setiap trimester dan tiga bulan setelah berperilaku berisiko. Bagaimana Penularan HIV dari Ibu-ke-Bayi Dapat Dicegah? Bila ayah terinfeksi HIV: Risiko terjadi waktu berhubungan seks untuk membuahkan anak. Ada beberapa cara untuk mengurangi risiko ini: lihat Lembaran Informasi (LI) 617 Memperoleh Keturunan. Catatan: bila ibu tidak terinfeksi, pasti bayi tidak terinfeksi. Status HIV bayi tidak terpengaruh oleh status HIV ayahnya. Penggunaan ART: Risiko penularan sangat rendah bila ART dipakai oleh ibu waktu hamil dan melahirkan. Angka penularan hanya 1–2% bila ibu memakai ART. Pedoman terbaru di Indonesia mengusulkan semua ibu hamil memakai ART. Bayi diberi satu AZT pas setelah lahir, dengan AZT diteruskan dua kali sehari selama enam minggu. Dengan cara ini, angka penularan dapat ditekan menjadi di bawah 2%. Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya: Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila ibu memakai ART dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan melahirkan melalui bedah Sesar. Makanan bayi: Sampai 17% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula). Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, usulan di Indonesia adalah agar semua bayi disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif. Namun, jika PASI dapat diberi secara eksklusif (bayi tidak disusui sama sekali) dan aman terus-menerus, dengan formula dilarutkan dengan air bersih, dan ada biaya untuk memastikan formula dapat diberikan dalam jumlah yang cukup, pilihan untuk memberi PASI dapat dipertimbangkan. Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Oleh karena itu, bila berencana untuk menyusui, harus ada kesepakatan dengan bidan sebelum lahir agar bayi langsung diberi pada ibunya untuk disusui, dan tidak diberi makanan atau minuman apa pun sebelumnya. Bagaimana Mengenai Kesehatan Ibu? Bagaimana Kita Tahu Jika Bayi Terinfeksi? Seorang perempuan terinfeksi HIV yang menjadi hamil harus memikirkan kesehatan dirinya sendiri dan kesehatan bayinya. Menjadi hamil tampaknya tidak memburukkan kesehatan ibu. Risiko bayinya terinfeksi HIV waktu lahir dapat dikurangi menjadi sangat rendah jika ibu dan bayi yang baru lahir memakai terapi jangka pendek selama persalinan. Ada kekhawatiran bahwa risiko cacat lahir akibat penggunaan obat apa pun tertinggi jika obat dipakai pada trimester pertama. Jika kita memutuskan untuk berhenti memakai beberapa obat selama kehamilan, mungkin hal ini memburukkan kesehatannya. Seorang perempuan yang mempertimbangkan menjadi hamil sebaiknya membahas pilihan pengobatan dengan dokter. Bayi diwarisi antibodi dari ibunya, untuk melindungi dia dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, sebelum sistem kekebalan tubuh sudah berfungsi secara penuh. Hal itu berarti bayi yang terlahir oleh ibu HIVpositif pasti mempunyai antibodi terhadap HIV, apakah dia terinfeksi HIV atau tidak. Antibodi itu mulai hilang pada usia sembilan bulan, tetapi dapat tertahan sampai dengan usia 18 bulan. Oleh karena itu, hasil tes HIV pada bayi tersebut pasti akan menunjukkan hasil positif, walau kemungkinan besar bayi ternyata tidak terinfeksi. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai masalah ini, dan cara untuk menghadapi, lihat Lembaran Informasi 613 mengenai Diagnosis HIV pada Bayi. Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan terinfeksi HIV yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak berpengaruh pada kesehatan perempuan HIV-positif. Justru ada bukti bahwa ibu HIVpositif menjadi lebih sehat setelah kehamilan. Bila akan mulai ART, atau sudah memakai ART sebelum menjadi hamil, seorang ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan beberapa masalah yang dapat terjadi terkait ART: Beberapa dokter mengusulkan perempuan tidak mulai ART pada trimester pertama kehamilan. Ada tiga alasan: y Risiko dosis dilewatkan akibat mual dan muntah selama awal kehamilan, dengan risiko mengembangkan resistansi terhadap obat yang dipakai. y Risiko obat mengakibatkan anak cacat lahir, yang tertinggi pada trimester pertama. Tidak ada bukti terjadi cacat lahir akibat penggunaan ARV. y Ada kekhawatiran ART dapat meningkatkan risiko kelahiran dini atau bayi lahir dengan berat badan rendah. Namun pedoman saat ini tidak mendukung penghentian ART oleh ibu hamil. Jika kita terinfeksi HIV dan hamil, atau ingin hamil, sebaiknya kita bicara dengan dokter tentang pilihan menjaga kesehatan sendiri, dan mengurangi risiko bayi kita terinfeksi HIV atau cacat lahir. Garis Dasar Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan FS 611 The AIDS InfoNet 17 Februari 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 612 ANAK DAN HIV Bagaimana Anak Tertular HIV? Sebagian besar anak di bawah usia sepuluh tahun yang terinfeksi HIV tertular dari ibunya, walau sebagian kecil tertular akibat transfusi darah yang tercemar HIV. Penularan dapat terjadi dalam kandungan, waktu melahirkan atau melalui menyusui (lihat Lembaran Informasi (LI) 611). Belum pernah dilaporkan kasus anak yang terinfeksi akibat kegiatan sehari-hari di rumah, walaupun ibu atau anggota keluarga lain terinfeksi HIV. Sebaliknya, HIV tidak dapat menular melalui hubungan langsung dengan anak, misalnya memeluk, mencium, memandikan, mengganti popok, atau waktu bermain. Saat ini, sebagian besar anak yang terinfeksi HIV di negara berkembang didiagnosis berdasarkan gejala penyakit terkait HIV, diikuti oleh tes HIV dengan hasilnya reaktif. Hasil tes HIV yang reaktif pada anak hampir pasti berarti bahwa ibunya dan mungkin pasangan ibu juga terinfeksi HIV. Jadi keluarga membutuhkan banyak dukungan setelah diagnosis HIV pada anaknya. Lagi pula, sebelum anak dites HIV, sedikitnya ibunya harus diberi konseling prates dan memberi persetujuan agar anak dites. Bagaimana Kita Tahu Anak Terinfeksi HIV Seperti dengan orang dewasa, ada beberapa tanda dan gejala yang seharusnya menimbulkan kecurigaan bahwa anak terinfeksi HIV. Ini termasuk: berat badan menurun, atau gagal tumbuh; diare lebih dari 14 hari; demam lebih dari satu bulan; infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang berat atau menetap; batuk kronis; kandidiasis mulut (LI 516) dan infeksi oportunistik (IO) sama yang dialami oleh orang dewasa. Tes HIV (lihat LI 102) pada bayi umumnya menunjukkan hasil reaktif selama beberapa bulan setelah lahir jika ibunya terinfeksi HIV, walaupun anak mungkin tidak terinfeksi (lihat LI 614 untuk informasi lebih lanjut tentang tes HIV untuk bayi). Jadi, jika hasil tes anak adalah reaktif, ini bukti bahwa ibunya HIV, dan karena itu, penting ibu diberi konseling sebelum anaknya dites. Namun bayi dengan hasil tes HIV yang reaktif hanya dapat dianggap terinfeksi bila hasil tetap reaktif setelah dia berusia 18 bulan. Penelitian terhadap Anak Sebetulnya, hanya ada sedikit penelitian mengenai HIV pada anak. Jadi sebagian besar usulan dan pedoman tentang penatalaksanaan HIV pada anak berdasarkan penelitian pada orang dewasa. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa anak dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV mempunyai angka gangguan psikiatri dan beberapa masalah kesehatan lain yang lebih tinggi, walau anak sendiri ternyata tidak terinfeksi HIV. Perkembangan Penyakit HIV pada Anak Anak yang terinfeksi selama kehamilan atau waktu dilahirkan lebih mungkin akan mengembangkan tanda dan gejala penyakit sebelum berusia 12 bulan; anak ini dianggap sebagai ‘pelanjut cepat’. Anak tersebut akan melaju ke masa AIDS secara sangat cepat, dan kemungkinan akan meninggal sebelum berusia satu tahun bila tidak segera diobati. Gejala dapat mencakup tidak mengalami pertumbuhan, kandidiasis mulut, pneumonia berat, sepsis berat atau beberapa IO berat yang lain. Sebagian anak yang terinfeksi HIV melalui menyusui lebih mungkin akan berlanjut lebih lambat. Anak tersebut cenderung mengembangkan bukti kerusakan berat pada sistem kekebalan tubuh pada usia 7-8 tahun. Kehilangan sel CD4 akan berlanjut berangsur-angsur. Gejala dapat mencakup limfadenopati (lihat LI 526) dan penyakit masa kanak-kanak yang kambuhan, dengan fungsi kekebalan tubuh tidak rusak berat. Kelompok ini, yang disebut ‘pelanjut lamban’, mempunyai harapan hidup yang lebih baik. Pengobatan untuk Anak Akhir-akhir ini, pengalaman mengobati anak dengan HIV terus berkembang, baik untuk mencegah atau mengobati infeksi oportunistik, maupun ART. Dengan pengobatan tersebut, ada harapan bahwa anak tersebut dapat bertahan hidup lama, seperti orang dewasa yang diberi terapi itu. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pengobatan untuk anak dengan HIV, lihat LI 618 dan LI 619. Menurut pedoman ART 2010 dari WHO, ART sebaiknya dimulai pada semua bayi yang didiagnosis HIV di bawah usia 24 bulan, tidak memandang jumlah CD4 atau stadium klinis. Lagi pula, WHO menganjurkan agar semua anak terinfeksi HIV berusia sampai dengan lima tahun diberi ART, dengan prioritas untuk mereka dengan penyakit stadium 3 atau 4, atau CD4% di bawah 25%. WHO menganjurkan agar semua anak yang lahir dari ibu terinfeksi HIV diberi profilaksis kotrimoksazol dari usia 4-6 minggu (lihat LI 950). Imunisasi untuk Anak dengan HIV Beberapa penelitian menunjukkan bahwa manfaat dari imunisasi pada anak dengan HIV lebih besar dibandingkan kerugian akibat efek samping dari vaksin, walaupun ada gejala penyakit HIV. Namun masih ada keraguan mengenai penggunaan vaksin BCG untuk TB. Sebaiknya vaksinasi BCG diberi pada semua bayi segera setelah lahir untuk melindunginya terhadap meningitis TB. Masalahnya anak yang ternyata terinfeksi HIV lebih mungkin mengembangkan penyakit BCG akibat imunisasi, tetapi tidak mungkin diketahui apakah bayi terinfeksi HIV pada saat diimunisasi. Garis Dasar Bayi dan balita yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu dilahirkan dan melalui menyusui. Jika tertular selama kehamilan, kemungkinan anak akan melanjut cepat ke AIDS, dan akan meninggal dalam satu tahun pertama kehidupannya, bila tidak segera diberi ART. Namun pada banyak anak dengan HIV, perkembangan penyakit akan lebih lamban, dan ada harapan mereka dapat bertahan hidup tanpa ART selama 7-8 tahun atau lebih. Diagnosis infeksi HIV atau hasil tes HIV yang reaktif pada anak hampir pasti menunjukkan bahwa ibunya dan sering kali ayahnya juga terinfeksi. Jadi masalah asas konfidentialitas dan dukungan untuk keluarga tetap sangat penting. HIV pada anak dapat diobati seperti dengan orang dewasa. Bayi yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV sebaiknya diimunisasi sama seperti anak lain, walau ada risiko mengembangkan penyakit BCG pada anak yang ternyata terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV sebaiknya diawasi oleh dokter spesialis anak yang berpengalaman menatalaksana HIV. Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 613 PASANGAN STATUS HIV BERBEDA Apa Maksud dengan Status HIV Berbeda? Pasangan dengan satu orang terinfeksi HIV dan yang lain HIV-negatif kadangkadang disebut “serodiskordan” atau “serostatus berbeda”. ‘Sero-’ mengacu pada serum darah. “Status HIV” mengacu pada apakah seseorang memiliki infeksi HIV atau tidak. HIV bukanlah topik pertama yang muncul ketika sebagian besar pasangan mulai berkencan. Kita mungkin tidak tahu status HIV pasangan kita. Kita sendiri mungkin belum pernah melakukan tes HIV. Untuk berbicara tentang status HIV pun dapat sangat sulit. Apa Masalah Khusus untuk Pasangan Serodiskordan Orang dalam hubungan diskordan menghadapi semua hal yang sama seperti pasangan lain. Tapi ada beberapa masalah tambahan: y Pasangan terinfeksi HIV mungkin mengutamakan agar tidak menulari pasangannya. Pasangan HIV-negatif dapat berkonsentrasi pada mengasuh pasangannya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang bermakna dalam hubungan. y HIV dapat menyebabkan perubahan pada bentuk tubuh (lihat Lembaran Informasi (LI) 553.) Obat antiretroviral (ARV) dapat menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan. Hal ini dapat menimbulkan perasaan negatif tentang tubuh dan kesehatannya pada pasangan terinfeksi HIV. Mungkin sulit untuk dia merasa menarik dan membangun hubungan bermesraan yang normal. y Ketakutan akan penularan HIV dapat menyebabkan kekhawatiran yang berlebihan. Hal ini dapat sangat berpengaruh pada hubungan seksual. Lihat LI 152 mengenai tingkat risiko dan LI 166 mengenai daya menular. Cobalah membahas secara terbuka tentang keinginan kita, ketakutan kita, dan batasan kita. Ambil kesepakatan tentang tingkat risiko yang cocok dan nyaman buat kita. Mungkin ada manfaat melibatkan seorang konselor dalam diskusi. Mengurangi Risiko Terapi antiretroviral (ART – lihat LI 403) mampu mengendalikan infeksi HIV secara sangat baik. Kabar baik tentang penggunaan ART adalah seberapa baik keberhasilannya. Belum ada obat penyembuhan untuk infeksi HIV, jadi ART tidak akan memberantas HIV dari tubuh, tetapi dapat membantu kita menjalani kehidupan yang sehat dan penuh. ART juga dapat mengurangi kemungkinan kita menularkan infeksi HIV pada pasangan. Jika viral load kita tetap tidak terdeteksi (lihat LI 125), risiko kita akan menularkan infeksi HIV pada pasangan menjadi sangat amat kecil. Namun, ada beberapa hal penting untuk diingat: y Kita harus memakai ART secara sangat teratur agar memastikan viral load tetap tidak terdeteksi. LI 405 memberi informasi lebih lanjut tentang kepatuhan terhadap pengobatan. y Hasil viral load “tidak terdeteksi” bukan berarti nol. Ini berarti jumlah HIV dalam contoh darah kita tidak cukup untuk diukur oleh tes. y Tes viral load mengukur jumlah virus dalam darah. Kita tidak dapat ambil kesimpulan mengenai tingkat virus dalam cairan kelamin (air mani atau cairan vagina). y Hasil tes viral load berlaku untuk waktu contoh darah diambil, tidak saat ini. Viral load dapat berubah dengan cepat, terutama jika kita sakit, misalnya dengan flu, atau jika kita baru saja divaksinasi. Walau begitu, sangat jarang pasangan menjadi terinfeksi HIV dari pengguna ART dengan viral load tidak terdeteksi. Penggunaan Kondom Walau risiko bisa tertekan menjadi rendah, masih masuk akal untuk mengambil langkah tambahan, yaitu untuk memakai kondom saat berhubungan seks dengan pasangan terinfeksi HIV. Kondom sangat efektif untuk mencegah penularan HIV serta berbagai infeksi menular seksual lain. Kondom sebaiknya dipakai dengan cara benar setiap kali kita berhubungan seks. Jika kita membiasakan penggunaan kondom, kita dapat bersantai dan lebih menikmati diri sendiri selama kegiatan seksual. Bila Kita Terpajan HIV... Jika kondom pecah, atau jika kita lupa untuk memakainya, penggunaan ARV oleh pasangan HIV-negatif mungkin mencegah penularan. Bicaralah dengan dokter tentang Profilaksis Pascapajanan (PPP, lihat LI 156). Jangan hanya memakai beberapa dosis ARV dari pasangannya! ARV yang dia pakai mungkin bukan obat yang tepat. Agar PPP paling mungkin berhasil, penggunaan ARV harus dimulai segera setelah terpajan HIV. Sebelum terjadi, bahas PPP dengan dokter sehingga kita tahu pilihan jika terjadi kecelakaan yang memajankan pasangan negatif terhadap HIV. Minta agar disediakan ‘starter kit’ dengan isi beberapa dosis pertama PPP, agar profilaksis dapat langsung dimulai kalau ada kejadian yang tidak diinginkan. Memperoleh Keturunan Jelas walau penggunaan kondom akan mencegah agar pasangan negatif tidak terinfeksi HIV, kondom juga mencegah kehamilan. Jadi kondom harus dilepas bila kita ingin punya anak. Adanya infeksi HIV tidak mengurangi hak kita untuk mendapat keturunan. Namun jelas harus dilakukan tindakan agar mengurangi kemungkinan pasangan yang negatif menjadi terinfeksi dan agar anak tidak terinfeksi HIV waktu lahir. Masalah ini dibahas secara dalam di LI 617. Kalau ibu yang negatif terlanjur terinfeksi HIV selama kehamilan, risiko bayi akan terinfeksi semakin besar. Jadi upaya pencegahan semakin penting selama kehamilan. Garis Dasar Pasangan diskordan (satu terinfeksi HIV, yang lain tidak) menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dibandingkan pasangan lain. Mereka membutuhkan informasi yang lengkap dan benar mengenai cara melangsungkan kehidupan bersama, dan bagaimana pasangan negatif dilindungi agar tetap tidak terinfeksi. Namun mereka tetap mempunyai hak untuk mendapatkan anak, jadi juga harus diberi informasi mengenai cara memperoleh keturunan dengan cara yang paling aman. Penyediaan beberapa dosis pertama obat ARV sebagai awal PPP akan meningkatkan kenyamanan waktu berhubungan seks, dengan memastikan dapat dilakukan tindakan pencegahan bila kondom pecah atau kecelakaan lain terjadi. Ditinjau 16 Juli 2014 berdasarkan FS 613 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 614 DIAGNOSIS HIV PADA BAYI Mengapa Sulit Menentukan Apakah Bayi Terinfeksi HIV? Tes HIV yang biasa dipakai pada orang dewasa mencari antibodi terhadap HIV, bukan virus sendiri (lihat Lembaran Informasi (LI) 102). Antibodi terhadap HIV diserahkan dari ibu ke janin melalui plasenta. Jadi bayi yang terlahir oleh ibu terinfeksi HIV pasti terpajan HIV. Oleh karena itu, hasil tes HIV pada seorang bayi yang terlahir oleh ibu dengan HIV pasti reaktif (positif), walau kebanyakan bayi tersebut sebetulnya tidak terinfeksi HIV. Oleh karena itu, sementara diagnosis HIV pada orang dewasa relatif mudah, menentukan apakah seorang bayi terinfeksi atau tidak adalah jauh lebih rumit. Tes yang canggih dibutuhkan, tetapi tidak terjangkau di Indonesia. Tes Antibodi Bayi yang terlahir oleh ibu terinfeksi HIV dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu kelahiran, dan bila disusui – lihat LI 611. Namun kemungkinan bayi terinfeksi dalam kandungan atau dalam persalinan hanya kurang lebih 20%. Antibodi yang diwarisi ibu mulai hilang setelah enam bulan, tetapi dapat bertahan dalam jumlah yang cukup untuk ditemukan dengan tes antibodi sampai usia 18 bulan. Untuk memastikan apakah bayi ternyata terinfeksi HIV, dia dapat dites dengan tes antibodi pada usia di atas sembilan bulan. Kebanyakan bayi yang tidak terinfeksi HIV menunjukkan hasil tes non-reaktif pada usia 12 bulan. Namun bila hasil reaktif pada saat itu, tes harus diulang lagi, dan bayi baru dapat dipastikan terinfeksi HIV bila hasil tes tetap reaktif pada usia 18 bulan. Bayi yang tidak terinfeksi saat lahir dapat tertular melalui air susu ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV. Bila terinfeksi melalui ASI, antibodi yang dicari oleh tes HIV baru terbentuk dengan jumlah yang cukup untuk dideteksi setelah beberapa minggu. Jadi hasil tes antibodi yang non-reaktif pada bayi yang disusui harus diulang sedikitnya enam minggu setelah penyusuan dihentikan total, untuk memastikan bayi tetap tidak terinfeksi HIV. Hasil tes HIV yang reaktif pada seorang anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak tersebut terinfeksi HIV. Tes Virus Berbeda dengan tes antibodi, tes virus dapat menentukan apakah bayi terinfeksi dalam bulan-bulan pertama hidupnya. Tes RNA HIV dengan alat PCR (LI 125), yang biasanya dilakukan untuk mengukur viral load, dapat mendeteksi virus dalam darah, dan dapat dipakai untuk diagnosis HIV pada bayi. Namun tes ini masih sangat mahal (umumnya lebih dari Rp 500 ribu) dan lebih sulit dilakukan dibandingkan tes antibodi. Tes ini masih hanya dapat dilakukan di sedikit laboratorium di Indonesia. Sebagian kecil (20-40%) bayi yang terinfeksi dalam kandungan atau saat lahir akan menunjukkan hasil positif pada tes PCR baru setelah lahir, sementara kebanyakan akan menunjukkan hasil positif pada usia 14 hari. Virus pada 98% bayi terinfeksi HIV terdeteksi setelah empat minggu. Oleh karena itu, WHO mengusulkan tes viral load untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi sebaiknya dilakukan pada usia 4-6 minggu ke atas. Hasil positif palsu dapat terjadi, terutama bila laboratorium tidak berpengalaman dengan alat PCR, dan semua hasil positif sebaiknya langsung dikonfirmasi dengan contoh darah baru. Hasil viral load yang rendah (di bawah 10.000) kemungkinan positif palsu, karena viral load pada bayi biasanya sangat tinggi. Hasil negatif palsu juga dapat terjadi. Sebaiknya dua tes virus dilakukan untuk konfirmasi bahwa anak tidak terinfeksi. Sebaiknya juga tes antibodi dilakukan setelah anak berusia 18 bulan sebagai konfirmasi ulang. Bila bayi disusui, hasil tes negatif melalui PCR harus diulang enam minggu setelah penyusuan dihentikan total. Protokol Tes yang Diusulkan Penyakit yang diakibatkan HIV dapat berlanjut secara cepat pada bayi: angka kematian mendekati 50% pada anak terinfeksi HIV di bawah dua tahun bila HIVnya tidak diobati. Jadi dengan semakin luasnya ketersediaan terapi antiretroviral (ART) untuk bayi dan anak, tujuan kita untuk menentukan apakah bayi terinfeksi secara dini terutama untuk bertemu bayi terinfeksi HIV yang membutuhkan perawatan dan pengobatan daripada sekadar untuk konfirmasi ketiadaan infeksi HIV. Sementara hasil tes PCR yang positif (bila dikonfirmasi) membuktikan bahwa bayi terinfeksi HIV, seperti dibahas di atas, tes PCR yang negatif tidak membuktikan bahwa bayi tidak terinfeksi bila tes dilakukan sebelum usia empat minggu atau bayi diberi ASI. Namun, hasil PCR negatif menunjukkan bahwa bayi tersebut tidak berisiko tinggi terhadap kelanjutan penyakit yang diakibatkan HIV (karena viral loadnya rendah). Bayi dengan tes PCR negatif dan tetap tidak bergejala sebaiknya dites antibodinya setelah berusia 18 bulan atau enam minggu setelah penyusuan dihentikan, kalau disusui lebih dari 18 bulan. Sebaliknya seorang bayi dengan hasil tes PCR negatif tetapi bergejala sebaiknya mendapatkan tes diagnosis lanjutan. Walaupun gejala penyakit terkait HIV sering mirip dengan gejala penyakit umum pada masa kanak-kanak, dan harus dilakukan upaya untuk mengesampingkan diagnosis lain, tes PCR ulang diusulkan bila infeksi HIV dicurigai. Sebelum dilakukan tes PCR pada bayi berusia di atas sembilan bulan, sebaiknya dilakukan tes antibodi. Bila hasil tes antibodi negatif, bayi tidak terinfeksi dan tes PCR tidak dibutuhkan. Bila bayi masih disusui, tes harus ditunda sampai enam minggu setelah penyusuan dihentikan. Bila bayi di bawah usia 18 bulan terpajan HIV (menunjukkan hasil tes antibodi yang reaktif) mengalami tanda atau gejala yang mungkin disebabkan oleh HIV, dan tes viral load tidak mungkin dilakukan, dokter boleh mengambil diagnosis presumptif terinfeksi HIV agar bayi tersebut dapat segera mulai ART. Garis Dasar y Hasil tes antibodi HIV yang reaktif pada anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak terinfeksi HIV y Hasil tes antibodi HIV yang reaktif pada anak di bawah usia 18 bulan tidak membantu membedakan anak terinfeksi HIV dari anak yang tidak terinfeksi y Hasil tes antibodi HIV yang non-reaktif enam minggu atau lebih setelah penyusuan dihentikan, atau kapan saja pada anak yang tidak disusui berarti anak tersebut tidak terinfeksi HIV y Kebanyakan anak yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil tes antibodi non-reaktif (membuktikan tidak terinfeksi HIV) pada usia 9-12 bulan y Hasil tes antibodi HIV yang non-reaktif pada anak yang masih disusui atau dengan penyusuan baru saja dihentikan tidak cukup untuk mengesampingkan infeksi HIV. Tes harus diulang sedikitnya enam minggu setelah penyusuan dihentikan y Hasil tes PCR HIV yang positif dan langsung dikonfirmasi dengan tes ulang pada anak berusia 4-6 minggu atau lebih berarti anak tersebut terinfeksi HIV y Hasil tes PCR HIV yang negatif pada anak belum berusia enam minggu tidak memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV y Anak dengan hasil tes PCR HIV yang negatif dan mengembangkan gejala penyakit terkait HIV sebaiknya dites PCR HIV ulang y Dokter boleh mengambil diagnosis presumptif terinfeksi HIV pada bayi terpajan HIV (hasil tes antibodi reaktif) dengan gejala yang memberi kesan terkait HIV, agar bayi dapat segera mulai ART Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan ART Pada Anak, Depkes RI 2008 dan Pedoman WHO 2013-2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 616 ORANG LANSIA DAN HIV Berapa Orang Lansia Terinfeksi HIV? Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan lebih dari 4% orang yang diketahui AIDS di Indonesia berusia 50 tahun ke atas. Namun kemungkinan jumlahnya lebih besar; di Indonesia jumlah orang lanjut usia yang dilaporkan dengan AIDS meningkat dari 82 (2,3% jumlah laporan AIDS) pada 2006 menjadi 406 (6,5%) pada 2013. Jumlah orang lanjut usia (lansia) dengan AIDS terus meningkat. Ada tiga jenis orang lansia dengan HIV: orang yang sudah lama hidup dengan HIV; orang terinfeksi HIV yang baru saja mengetahui status HIV-nya; dan orang yang baru terinfeksi waktu sudah lansia. Kurang lebih separuh orang lansia dengan HIV terinfeksi satu tahun atau kurang sebelumnya. Banyak orang menganggap usia 50 tahun belum ‘tua’. Namun usia 50 tahun dipakai untuk statistik mengenai orang lansia dengan HIV dan AIDS. Mengapa Orang Lansia Tertular? Ada beberapa alasan: y Orang lansia jarang dites untuk HIV y Orang lansia mungkin kurang sadar mengenai faktor risiko tertular HIV (lihat Lembaran Informasi (LI) 152) y Banyak orang lansia baru ‘bujang’ lagi karena cerai atau menjanda. Waktu mereka berpasangan kembali, mereka tidak memperhatikan pesan pencegahan y Orang lansia jarang dianggap ‘kelompok berisiko’, sehingga tidak menjadi sasaran untuk penyuluhan y Banyak orang lansia beranggapan bahwa ‘AIDS hanya penyakit orang muda’ y Pelatihan mengenai cara berhubungan seks lebih aman jarang disediakan untuk orang lansia y Penggunaan jarum suntik bergantian (lebih dari 16% kasus yang dilaporkan di AS, tetapi di bawah 2% di Indonesia) y Hubungan seks yang tidak aman, baik heteroseks maupun homoseks. Dalam era Viagra dan obat lain untuk membantu laki-laki mendapat ereksi, orang lansia mungkin mulai berhubungan seks lagi setelah beberapa tahun puasa y Dokter mungkin tidak mendiagnosis infeksi HIV pada orang lansia. Beberapa gejala awal mungkin dianggap disebabkan oleh penuaan y Stigma terkait HIV lebih buruk untuk orang lansia. Akibat ini, mungkin mereka tidak siap mengungkapkan infeksinya pada keluarga dan teman Apakah Penyakit HIV Berbeda untuk Orang Lansia? Penelitian pertama tentang HIV pada orang lansia dilakukan sebelum terapi antiretroviral (ART) tersedia. Sebagian besar penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang lansia menjadi sakit dan meninggal lebih cepat dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini diperkirakan disebabkan sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah pada orang lansia. Lagi pula, orang lansia biasanya mempunyai masalah kesehatan selain HIV. Penelitian lebih baru menunjukkan bahwa orang lansia menanggapi ART dengan baik. Kebanyakan orang lansia lebih patuh pada pengobatan (LI 405), asal mereka tidak mempunyai masalah jiwa atau memakai narkoba. Apakah ART Sama Efektif pada Orang Lansia? Setelah mulai ART, jumlah CD4 (LI 124) tidak meningkat sama cepat dengan Odha yang lebih muda. Sayangnya, belum ada informasi yang baik tentang orang lansia karena mereka jarang dilibatkan pada uji coba klinis terhadap obat baru. Efek samping obat (LI 550) tampaknya tidak lebih sering pada orang lansia. Namun perubahan disebabkan oleh penuaan dapat serupa dengan atau memburukkan efek samping obat. Misalnya, usia lebih tua adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung (LI 652), dan untuk lebih banyak lemak pada perut. Beberapa orang lansia HIV-negatif menghilangkan lemak yang kelihatan serupa dengan perubahan diakibatkan oleh lipodistrofi (lihat LI 553). Penelitian baru memberi kesan bahwa banyak masalah kesehatan yang dialami oleh orang lansia berlanjut lebih cepat pada Odha. Peradangan (LI 484) adalah faktor utama dalam beberapa penyakit terkait penuaan. Apakah Ada Masalah Kesehatan Lain yang Umum? Sebagaimana kita semakin tua, kita mengalami masalah kesehatan yang meneruskan untuk sisa kehidupan. Masalah ini termasuk penyakit jantung, depresi (LI 558), osteoporosis (LI 557), darah tinggi, masalah ginjal (LI 651), artritis, diabetes, penyakit Alzheimer dan beberapa macam kanker. Orang lansia sering harus meminum berbagai macam obat untuk menghadapi masalah kesehatannya. Hal ini dapat membuat pilihan ARV semakin rumit karena interaksinya dengan obat lain. Masalah Kejiwaan Orang lansia mungkin mengalami lebih banyak masalah dengan pikiran dan ingatan dibandingkan orang lebih muda. Gejala ini dapat serupa dengan masalah kejiwaan terkait HIV. LI 504 memberi informasi lanjutan mengenai masalah sistem saraf terkait HIV. Masalah ini, yang kadang kala disebut sebagai demensia, sekarang kurang berat dibandingkan dengan masa sebelum ada ART. Adalah sulit untuk menentukan penyebab masalah kejiwaan pada orang lansia dengan HIV. Apakah disebabkan oleh penuaan normal atau HIV? Penelitian sudah mengaitkan usia dan viral load (LI 125) yang lebih tinggi dengan masalah kejiwaan. Angka depresi dan penggunaan narkoba belum diteliti dengan baik pada orang lansia. Namun masalah ini dapat terkait dengan HIV, penuaan, atau duaduanya. Masalah ini harus didiagnosis dan diobati secara benar. Garis Dasar Jumlah orang berusia di atas 50 tahun dengan HIV atau AIDS semakin meningkat. Orang lansia tertular HIV dengan cara yang sama dengan orang lebih muda. Namun mungkin mereka tidak sadar akan risikonya terhadap infeksi HIV. Mereka mungkin juga belum tahu cara melindungi dirinya dari infeksi. Orang lansia menghadapi masalah kesehatan lain. Hal ini dapat menyulitkan pilihan ARV. Gejala penyakit ini juga dapat disalahartikan sebagai efek samping obat. ART sama efektif pada orang lansia, walau jumlah CD4 mungkin akan meningkat lebih perlahan. Orang lansia mungkin lebih patuh pada terapinya dibandingkan orang yang lebih muda. Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 616 The AIDS InfoNet 10 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 617 MEMPEROLEH KETURUNAN Apakah Kita Bisa Mempunyai Keturunan? Itu pertanyaan yang paling sering ditanyakan baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan terinfeksi HIV. Pasti muncul ketakutan pada Odha bahwa ia akan menulari pasangannya, jika pasangannya belum terinfeksi. Dan kedua pasangan juga cemas bayinya akan ikut terinfeksi HIV. Lembaran Informasi (LI) ini akan membahas cara mengurangi kemungkinan pasangan kita tertular waktu berhubungan seks dengan tujuan memperoleh keturunan. Lihat LI 611 untuk informasi tentang mengurangi risiko bayi terinfeksi HIV waktu lahir, atau tertular melalui menyusui. Hak Memperoleh Keturunan Dahulu, kita sering kali mendengar pendapat bahwa Odha sebaiknya tidak kawin atau memperoleh keturunan. Namun Odha mempunyai hak yang sama dengan orang lain dalam hal ini. Jelas ada beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan. Keputusan memperoleh anak sebaiknya dibahas bersama pasangan. Disarankan pembahasan ini dilakukan dengan bantuan konselor yang terlatih. Tetapi, pada akhirnya, keputusan merupakan hak kita bersama pasangan. Untuk mengambil keputusan terbaik, kita harus mempunyai informasi yang benar. Jadi, apa faktanya? Pertama, bagaimana kita yang terinfeksi HIV dapat menghindari menulari pasangan kita? Biasanya, kita didesak memakai kondom waktu berhubungan seks jika kita dan/atau pasangan kita terinfeksi HIV. Tetapi ini menjadi dilema: kondom juga mencegah kehamilan, sementara berhubungan seks tanpa kondom menimbulkan risiko penularan. Jika pasangan perempuan yang sudah terinfeksi, pasangan laki-laki dapat menghindari infeksi dengan memakai cara sederhana. Air mani dapat dikeluarkan melalui onani, lalu disemprotkan ke dalam vagina pasangannya (cara ini memang teramat tidak mesra!). Jika pasangan laki-laki yang terinfeksi HIV, belum ada cara yang terjamin 100% menghindari penularan. Proses yang disebut “sperm-washing” atau “cuci sperma” saat ini tersedia di beberapa rumah sakit di Jakarta. Sperma dipisahkan dari virus, lalu sisa yang bersih dimasukkan ke dalam vagina perempuan. Risiko terinfeksi HIV melalui cara ini sangat amat rendah. Sayang, proses ini sangat mahal, dan mungkin harus diulang beberapa kali sebelum berhasil, dengan jelas meningkatkan biaya. Risiko Penularan Sebelum kita membahas pilihan, kita harus ingat bahwa risiko tertular dari satu kali ber- hubungan seks sebetulnya cukup rendah. Kemungkinan penularan dari laki-laki yang terinfeksi kepada perempuan melalui hubungan seks umumnya dianggap kurang lebih satu dari 500. Jika ada infeksi menular seksual (IMS) pada salah satu atau kedua pihak, ini akan meningkatkan risiko. Juga risiko akan lebih besar kalau berhubungan seks secara kasar atau lama sehingga kulit kelamin terluka. Semakin banyak pakar beranggapan bahwa, jika laki-laki yang terinfeksi memakai terapi antiretroviral (ART – lihat LI 403) selama lebih dari enam bulan, sehingga viral loadnya di bawah tingkat terdeteksi, dan dia memakai ART dengan kepatuhan 100%, kemungkinan penularan juga sangat amat rendah, hampir nol, walaupun tidak dapat dijamin benarbenar nol. Profilaksis Prapajanan (PrPP) Sekarang beberapa dokter mengusulkan perempuan yang tidak terinfeksi HIV agar memakai dua jenis antiretroviral (ARV) tertentu beberapa jam sebelum dan/atau sesudah berhubungan seks tanpa kondom dengan pasangan laki-laki yang terinfeksi HIV. Hal ini disebut profilaksis prapajanan (PrPP). PrPP dapat lebih mengurangi risiko, dan mungkin juga membuat kedua pasangan lebih nyaman sehingga hubungannya dapat berlanjut lebih lancar. PrPP belum disetujui di Indonesia, tetapi mungkin ada manfaat membahas dulu dengan dokter. Lihat LI 160 untuk informasi lebih lanjut mengenai PrPP. Pilihan Praktis Ini menunjukkan sebagian penyelesaian. Waktu berusaha menghamili pasangan, kedua pasangan harus memastikan terlebih dahulu bahwa tidak satu pun dari keduanya yang sedang terkena IMS. Dan seringnya berhubungan seks tanpa kondom harus dibatasi menjadi sesedikit mungkin. Tambahan, sebaiknya saat berhubungan seks, hubungan ini dilakukan secara halus dengan memakai banyak pelicin – jenis pelicin tidak penting karena tidak ada kondom yang dapat dirusakkan. Juga, sekali lagi ditegaskan bahwa sebaiknya laki-laki memeriksa viral loadnya (lihat LI 125): jika ini tinggi, pertimbangkan mulai memakai ART sebelum berupaya menghamili pasangan. Sebaiknya kedua pihak diperiksa dokter kandungan (ginekolog) untuk memastikan dua-duanya cukup subur. Jika ada masalah dengan kesuburan, ada kemungkinan harus berhubungan seks lebih sering sebelum berhasil, bahkan mustahil. Karenanya, masalah kesuburan sebaiknya ditangani sebelum mencoba menjadi hamil. Dan ingat bahwa mengisap ganja berdampak buruk pada kesuburan laki-laki. Jadwalkan Hubungan Seks di Masa Subur Hanya ada sedikit hari selama siklus haid waktu seorang perempuan dapat menjadi hamil. Ada cara untuk meramalkan hari tersebut. Sebaiknya pasangan merencanakan hubungan seks tanpa kondom pada saat itu saja. Setelah itu, mereka sebaiknya menunggu hasilnya. Jika tidak berhasil, coba sekali lagi beberapa bulan berikut. Jika dua kali tidak berhasil, sebaiknya periksa ulang ke dokter kandungan. Jelas semua ini tidak melenyapkan semua risiko perempuan tertular dari pasangannya yang terinfeksi HIV. Namun kemungkinan terinfeksi dapat lebih ditekan. Pengambilan Keputusan Adalah penting agar kedua pihak membahas semua masalah seputar hal ini, dan mengambil keputusan bersama, mungkin dibantu oleh seorang konselor yang terlatih dan memahami semua informasi terkait. Keduanya perlu memahami risiko dan kesempatan yang ada. Membahas hal ini bersama-sama diharapkan dapat menghindari saling tuduh di belakang hari. Garis Dasar Memperoleh keturunan adalah hak kita semua. Menjadi terinfeksi HIV tidak mengubah atau menghapus hak ini. Sama seperti orang lainnya, keputusan mempunyai anak sebaiknya merupakan keputusan bersama suami-istri. Jika hanya satu dari kedua pihak yang terinfeksi HIV, muncul kemungkinan pihak kedua dapat tertular melalui hubungan seks tanpa kondom – cara yang dibutuhkan untuk menghamili. Jika perempuan yang terinfeksi, penularan pada laki-laki dapat dihindari dengan menyemprotkan air maninya ke dalam vagina perempuan. Jika laki-laki yang terinfeksi, masalahnya akan lebih rumit. Mereka harus memastikan terlebih dahulu bahwa keduanya subur, dan juga memastikan bahwa tidak satu pun mengidap infeksi menular seksual. Hubungan seks tanpa kondom perlu dilakukan sesedikit mungkin dan hanya pada masa paling subur pasangan perempuan. Berhubungan seks dengan cara yang paling halus untuk menghindari luka pada perempuan. Jika mungkin, viral load laki-laki dites dulu; jika tinggi, pertimbangkan penggunaan ART untuk menguranginya. Dan juga ada manfaat bila perempuan memakai ARV sebelum dan/atau sesudah berhubungan seks. Untuk informasi lebih lanjut, minta buku kecil Spiritia “HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan”, yang tersedia gratis dari alamat di bawah. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 618 PENGOBATAN HIV UNTUK ANAK Pengobatan Apa yang Dibutuhkan oleh Anak Terinfeksi HIV? Seperti orang dewasa, anak terinfeksi HIV dapat mengembangkan penyakit HIV yang berat. Kelanjutan penyakit bisa lebih cepat pada anak – lihat Lembaran Informasi (LI) 612. Namun seperti juga orang dewasa, anak dapat diobati, baik dengan terapi antiretroviral (ART, lihat LI 619) atau untuk infeksi oportunistik (IO, LI 500). Dan pada akhirnya, perawatan dan pengobatan paliatif harus diberikan pada anak agar mereka tidak terlalu menderita rasa sakit, dan untuk memberi kenyamanan pada orang tua dan keluarga lain. Cara terbaik untuk mencegah atau mengobati IO adalah dengan ART. Seharusnya ART terjangkau dengan subsidi penuh oleh semua anak di Indonesia yang membutuhkannya. Namun jika terapi ini tidak dapat diperoleh, masih ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk memperpanjang hidup anak dengan HIV, maupun meningkatkan mutu hidupnya. Pemeriksaan oleh Dokter Anak yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV sebaiknya diperiksa dokter setiap bulan sampai usia tiga bulan, kemudian pada usia enam bulan, dan selanjutnya setiap enam bulan. Pada kunjungan ini, dokter harus memantau keadaan, dan mengobati gejala yang muncul. Penting juga untuk menilai keadaan gizinya pada kunjungan ini. Di luar jadwal ini, orang tua/pengasuh anak juga dianjurkan untuk membawa anak ke dokter bila sakit. Pengobatan Penunjang Kekurangan vitamin A adalah umum pada anak dengan HIV, dan ini meningkatkan kemungkinan akan muncul infeksi. Dosis tunggal suplemen vitamin A diusulkan setiap enam bulan. Jika mungkin ada kekurangan zat besi atau asam folat (yang dapat menyebabkan anemia), beri suplemen yang mengandung zat tersebut. Infeksi Oportunistik Sebaiknya diberi obat untuk mencegah PCP (lihat LI 512) pada semua anak yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV, dari usia enam minggu (lihat LI 950 untuk informasi lebih lanjut mengenai profilaksis kotri untuk bayi dan anak). Jika ternyata anak tidak terinfeksi, pencegahan tersebut dapat dihentikan. Obat ini juga akan mencegah infeksi tokso (lihat LI 517) dan beberapa infeksi lain. Berdasarkan pedoman TB di Indonesia, semua anak (terutama yang di bawah usia dua tahun) yang berhubungan dengan pasien TB aktif, dan mereka yang menun- jukkan tanggapan pada tes kulit TB, sebaiknya diberi obat pencegahan untuk TB, kecuali jika didiagnosis TB aktif. Anak-anak sering mengalami kesulitan memakai banyak obat. Takaran harus disesuaikan dengan berat badan anak. Obat sebaiknya ditelan jika mungkin, dan anak diberi pilihan antara tablet utuh atau yang dapat dicampur dalam air atau ASI, dibuat puyer, atau sirop. Perawatan Paliatif Perawatan paliatif adalah perawatan penunjang untuk meningkatkan mutu hidup, meringankan penderitaan penyakit, dan juga harus disediakan pada tahap yang tidak dapat disembuhkan. Perawatan tersebut mungkin dibutuhkan dari masa bayi dan untuk bertahun-tahun untuk beberapa anak, sementara yang lain baru memerlukannya setelah mereka lebih tua, dan untuk jangka waktu yang singkat. Sebagian besar anak dengan penyakit berat dirawat di rumah. Orang tuanya adalah bagian dari tim perawatan serta anggota keluarga yang membutuhkan dukungan. Sebagai perawat primer anak, mereka harus terlibat dalam tim perawatan – diberi informasi, kesempatan untuk membahas rencana pengobatan, keterampilan yang dibutuhkan, dan diyakinkan bahwa nasihat dan dukungan tersedia 24 jam. Akhirnya, mereka harus diberi kesempatan untuk berduka cita atas kehilangan anak yang meninggal dunia. Pengobatan Rasa Nyeri (Sakit) WHO menyusun strategi pengobatan bertahap dengan tiga langkah untuk orang dewasa dengan rasa nyeri yang berat, yang disebut ‘jenjang analgesik’ (lihat LI 560). Namun WHO mengubah jenjang ini untuk anak kecil, dengan diusulkan hanya dua langkah. Langkah pertama pada jenjang tersebut meliputi pengobatan dengan parasetamol dan NSAID (mis. ibuprofen). Langkah kedua, dengan nyeri sedang atau berat, memberikan opioid sedang atau berat, biasanya morfin. Sayang, sebagian besar dokter belum berpengalaman meresepkan morfin untuk anak, dan sering terlalu berhati-hati. Dengan pengobatan yang sesuai, rasa nyeri yang berat hampir selalu dapat ditangani, dan seharusnya tidak ada pasien yang terlalu menderita akibat rasa nyeri. Anak kecil sering tidak dapat langsung menunjukkan tingkat rasa sakitnya. Ada gambar yang dapat dipakai untuk menilai tingkat rasa nyeri pada anak; gambar ini bisa diminta dari dokter anak. terlanjur terinfeksi HIV, tidak ada alasan untuk tidak menyusui, dan tidak ada alasan untuk berhenti penyusuan setelah enam bulan. Kalau ibu mengalami kesulitan dalam menyediakan ASI, sebaiknya konsultasi dengan ahli laktasi. Jika ada kesulitan memberi makanan pada anaknya, banyak orang tua merasa sangat bingung, sehingga mungkin mereka merasa tidak berhasil sebagai orang tua. Menghisap dan memakan adalah bagian dari perkembangan anak, dan memberi kenyamanan, kebahagiaan, dan perangsang. Masalah ini harus dipertimbangkan bersama dengan masalah medis dan praktis si anak terkait dengan makanan. Masalah makanan sering dipersulit oleh rasa mual dan muntah. Obat yang dipakai untuk menghadapi masalah ini pada orang dewasa juga sering dapat dipakai oleh anak. Dukungan untuk Keluarga Keluarga membutuhkan dukungan mulai saat anaknya didiagnosis dan selama pengobatan, bukan hanya pada waktu penyakit sangat lanjut. Setiap keluarga adalah berbeda, dengan kekuatan dan keterampilan untuk menangani yang berbeda. Kebutuhan kakak-adik dan nenek-kakek juga harus diperhatikan. Harus dipertimbangkan ketersediaan kelompok dukungan sebaya untuk keluarga yang mengasuh anak dengan HIV. Umumnya, sedikitnya ibu dari anak terinfeksi HIV juga terinfeksi sendiri. Oleh karena itu, orang tua sering membutuhkan dukungan dan bantuan tambahan, apa lagi bila mereka merasa salah karena anaknya harus menderita penyakit berat ini. Garis Dasar Anak dengan HIV perlu pengobatan seperti orang dewasa. Sebagian besar pengobatan orang dewasa cocok untuk anak, walaupun belum ada banyak penelitian mengenai efek samping atau takaran. Jelas takarannya harus diubah sesuai dengan berat badan, dan oleh karena itu takaran mungkin harus disesuaikan setiap beberapa bulan. Anak yang terinfeksi HIV sebaiknya diobati oleh dokter spesialis anak yang berpengalaman menatalaksana HIV, dan diperiksa dokter secara berkala. Seperti dengan orang dewasa, tidak ada alasan anak harus menderita rasa nyeri yang berlebihan. Anak dapat diberikan obat penawar nyeri, sampai dengan morfin. Keluarga anak dengan AIDS membutuhkan banyak dukungan, apa lagi jika orang tuanya sendiri terinfeksi HIV. Makanan Makanan terbaik untuk bayi terinfeksi HIV adalah air susu ibu (ASI). Bila bayi Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 619 TERAPI ANTIRETROVIRAL UNTUK ANAK Apakah Terapi Antiretroviral untuk Anak? Pada beberapa tahun terakhir ini, terapi dengan kombinasi tiga obat antiretroviral (ARV) sangat berpengaruh pada hidup orang yang dengan HIV – lihat Lembaran Informasi (LI) 403. Namun obat ini masih rumit, dan efek sampingnya dapat sulit ditahan. Lagi pula, kepatuhan pada jadwal pengobatan sangat penting, agar virus tidak menjadi kebal atau resistan terhadap obat (lihat LI 126). Sekarang terapi ARV (ART) ini dapat dipakai dengan tujuan yang sama untuk anak yang terinfeksi HIV. Apa Perbedaan Anak dan Dewasa? Sistem kekebalan tubuh anak masih berkembang. Anak menanggapi infeksi HIV secara berbeda. Jumlah CD4 (lihat LI 124) anak terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan orang dewasa, dan cenderung menurun hingga usia 4-5 tahun. Persentase CD4 (CD4%) lebih stabil dan umumnya ukuran ini dipakai untuk mengukur kesehatan sistem kekebalan anak di bawah lima tahun (balita). Viral load (LI 125) bayi juga biasanya lebih tinggi, dan menurun hingga usia 4-5 tahun, kemudian menjadi stabil. Anak balita mempunyai lebih banyak lemak dan air dalam tubuhnya. Hal ini berpengaruh pada tingkat obat yang masuk ke aliran darahnya. Metabolisme balita juga sangat cepat, kemudian jadi semakin pelan sebagaimana anak menjadi semakin tua. Hati kita menguraikan obat dan mengeluarkannya dari tubuh kita. Hati hanya berfungsi secara penuh setelah beberapa tahun. Selama waktu perubahan ini, tingkat obat dalam aliran darah anak bisa berubah secara bermakna. Banyak obat mempunyai pedoman khusus untuk anak. Penelitian terhadap Anak Sebetulnya, hanya ada sedikit penelitian mengenai HIV pada anak. Jadi sebagian besar usulan dan pedoman tentang penatalaksanaan HIV pada anak berdasarkan penelitian pada orang dewasa. ART untuk Anak Sama seperti untuk orang dewasa, ART sudah sangat berpengaruh pada harapan dan mutu hidup anak. Berkat ART, anak yang lahir dengan HIV sekarang dapat berharap akan bertahan hidup sama seperti anak yang tidak terinfeksi HIV. Di negara maju, angka kematian anak dengan HIV sudah turun serupa dengan orang dewasa. Anak yang terinfeksi HIV sebaiknya diobati oleh dokter spesialis anak yang berpengalaman menatalaksana HIV. Anak juga menanggapi ARV secara berbeda. Anak mengalami peningkatan lebih besar pada jumlah CD4, dan sel CD4nya lebih beraneka ragam. Tampaknya tanggapan kekebalan anak menjadi lebih pulih dibandingkan orang dewasa. Karena ARV jarang diuji coba pada anak, takaran yang terbaik kadang belum jelas. Takaran obat untuk anak umumnya ditentukan berdasarkan berat badan. Namun, kadang kala takaran ditentukan berdasarkan luasnya permukaan tubuh; rumusan ini melibatkan tinggi dan berat badan. Kadang juga, takaran ditentukan berdasarkan perkembangan anak (Tanner stage). Seperti dibahas di atas, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada tingkat obat dalam aliran darah anak. Takaran obat harus diubah-ubah terus-menerus sebagaimana anak berkembang. Beberapa ARV disediakan dalam bentuk bubuk atau sirop. Semakin banyak ARV (termasuk kombinasi) mulai tersedia dengan pil versi pediatrik, dengan kandungan masing-masing obat cocok untuk dipakai oleh anak kecil. Sekarang sebagian besar obat ARV lini pertama tersedia dengan bentuk tablet ‘dispersible’ (dapat dicampur dalam 5-10ml air atau ASI). Beberapa pil dewasa dapat dibuat puyer dan dimasukkan pada makanan atau minuman. Beberapa klinik mendidik anak agar bisa menelan pil. Anak yang dapat menelan pil mempunyai lebih banyak pilihan. Walau para dokter kadang mencoba memotong tablet dewasa sesuai dengan takaran anak, hal ini dapat menghasilkan takaran yang terlalu rendah. Unsur aktif obat mungkin tidak disebarkan secara rata dalam tablet – keadaan ini sering terjadi pada obat kombinasi tetap, mis. Duviral (kombinasi AZT dan 3TC dalam satu tablet). Perhatikan bahwa berdasarkan etiket, tablet Aluvia (LPV/r) tidak boleh dipotong atau dibuat puyer. Beberapa ARV belum disetujui untuk dipakai oleh bayi atau anak. Lihat lembaran informasi untuk masing-masing ARV. Efek Samping ART pada Anak Anak pengguna ART cenderung mengalami efek samping serupa dengan orang dewasa – lihat LI 550. Cara menangani juga serupa. Tulang anak berkembang cepat pada tahun-tahun awal hidup kita. ART tam- paknya melemahkan tulang pada orang dewasa. Masalah ini lebih besar buat anak, karena tulangnya masih berkembang. Lihat LI 557 untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah tulang terkait HIV. Kapan Sebaiknya Mulai ART? Penyakit terkait HIV muncul jauh lebih cepat pada anak yang tidak diobati dibandingkan dengan orang dewasa. Tanpa pengobatan, sampai 50% anak meninggal dunia atau mengembangkan AIDS dalam dua tahun pertama usianya. Oleh karena itu, menurut WHO semua anak terinfeksi HIV di bawah usia 24 bulan harus segera mulai ART, tidak memandang jumlah CD4 atau CD4%-nya. Anak berusia 2-5 tahun juga sebaiknya diberi ART, dengan prioritas untuk mereka dengan penyakit HIV stadium 3 (gejala sedang) atau 4 (gejala berat), atau dengan CD4% ≤25%. Kriteria ini belum tercermin dalam pedoman ART di Indonesia. Anak dan Kepatuhan Kepatuhan (lihat LI 405) adalah tantangan besar untuk anak. Baik anak dan orang tua mungkin membutuhkan lebih banyak dukungan. Banyak anak tidak mengerti mengapa mereka harus mengalami efek samping obat. Sering kali orang tuanya juga terinfeksi HIV. Mereka sendiri mungkin menghadapi masalah dengan kepatuhan. Anaknya mungkin memakai obat berbeda, mungkin juga dengan jadwal yang berbeda. Banyak ARV rasanya kurang enak atau mempunyai susunan (tekstur) yang aneh. Selang makanan yang langsung ke perut mungkin diperlukan jika seorang balita enggan menelan obatnya. Garis Dasar ART sangat efektif untuk mencegah penyakit terkait HIV dan kematian pada anak. Namun ART untuk anak yang terinfeksi HIV adalah rumit. Takaran yang cocok belum jelas. Anak mungkin mengalami kesulitan untuk menelan obat dan memakai setiap dosis sesuai dengan jadwal. Seperti pada orang dewasa, kepatuhan pada jadwal pengobatan sangat penting agar virus tidak menjadi resistan terhadap obat. Namun ini mungkin masalah yang lebih sulit untuk anak, yang mungkin enggan memakai obat. Anak yang HIV-positif sebaiknya diobati oleh dokter spesialis anak yang berpengalaman menangani HIV. Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan FS 612 The AIDS InfoNet 29 April 2014 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 620 MASALAH KULIT Apa Penyebab Masalah Kulit? Ada tiga penyebab utama masalah kulit: infeksi kulit yang dialami oleh Odha, efek samping obat, dan efek HIV sendiri. Beberapa masalah kulit dapat sangat berat, bahkan gawat, jadi kita sebaiknya segera periksa ke dokter jika kita mengalami ruam, lesi (luka atau radang) pada kulit, atau masalah kulit lain. Masalah kulit sangat umum pada orang yang tidak terinfeksi HIV, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Penyebab umum untuk masalah kulit termasuk alergi, reaksi pada bahan yang mengganggu kulit (mis. bahan kimia atau pun sabun/detergen yang keras), dan infeksi umum. Kita sebaiknya tidak ambil asumsi bahwa masalah kulit yang kita alami ada kaitan dengan HIV atau efek samping obat antiretroviral (ARV). Pengaruh Infeksi HIV pada Kulit Beberapa minggu setelah kita terinfeksi HIV, kita mungkin mengalami gejala serupa dengan flu. Ini disebut infeksi HIV primer (lihat Lembaran Informasi (LI) 103). Gejala ini dapat termasuk ruam yang berwarna merah dan yang tidak menimbulkan gatal. Gejala ini biasanya berlangsung 2-3 minggu, dan pulih sendiri tanpa obat. Pada infeksi lanjutan, sistem kekebalan tubuh kita menjadi rusak, dan ini dapat menyebabkan kulit merah dan gatal-gatal. Masalah ini dapat diobati dengan krim steroid atau obat antihistamin. Bila kita mulai memakai terapi antiretroviral (ART), sistem kekebalan tubuh mulai pulih. Kadang kala pemulihan ini bisa menyebabkan masalah kulit, misalnya akne (jerawat) dan folikulitis (benjolan pada akar rambut). Sebetulnya ini tanda baik, yang menunjukkan bahwa kekebalan kita mulai pulih kembali – lihat LI 483. Dermatitis Masalah hati yang paling umum disebut sebagai dermatitis atau eksem. Penyakit ini adalah peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil pada kulit hingga akhirnya pecah dan mengeluarkan cairan. Dermatitis dapat disebabkan oleh berbagai alasan dan penyakit ini dapat diobati dengan obat antihistamin. Untuk meringankan masalah kulit kering apa pun, hindari mandi lama dan penggunaan sabun yang keras atau produk lain yang dapat mengganggu kulit. Dermatitis seboroika (radang pada kelenjar lemak kulit) sering terjadi pada bagian tubuh yang berbulu, dan kelihatan seperti ketombe berwarna agak kuning. Penyakit ini umum terkait HIV tahap bergejala; sampai 80% Odha dengan penyakit HIV lanjut mengalaminya. Dermatitis dapat diobati dengan olesan steroid, atau krim atau tablet antijamur. Beberapa masalah pada jangat (kulit) kepala diobati dengan sampo (pencuci rambut) antiketombe atau antijamur. Madu yang dilarutkan 90% dengan air hangat juga dapat berguna untuk mengobati dermatitis seboroika dan ketombe. Masalah Kulit karena Infeksi Infeksi kulit biasanya dibagi menjadi tiga golongan: infeksi disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus. Tinea adalah infeksi jamur yang menyebabkan kulit merah yang mengeripik dan daerah yang putih dan lembab. Tinea diobati dengan krim antijamur. Minyak pohon teh (tea tree oil) mungkin juga efektif. Jagalah agar kulit tetap kering dan menghindari bahan yang dapat menimbulkan gatal, misalnya deodorant (pembasmi bau badan). Folikulitis adalah infeksi kulit, kemungkinan disebabkan oleh ragi, yang dapat diobati dengan obat antijamur. Impetigo adalah infeksi bakteri pada kulit, dengan luka berlapis keras berwarna merahkuning. Impetigo juga dapat menularkan akar rambut, dengan menyebabkan bisul dan abses. Penyakit ini diobati dengan antibiotik. Jerawat yang kecil seperti mutiara dapat disebabkan oleh moluskum (lihat LI 511), atau oleh infeksi jamur misalnya kriptokokus (lihat LI 503). Moluskum dapat menyebar secara sangat cepat dan seharusnya segera diobati. Kutil, terutama kutil pada alat kelamin atau dubur yang disebabkan oleh HPV (LI 507) sering dialami oleh Odha. Psoriasis dan kudis juga dapat menyebabkan masalah kulit untuk Odha, seperti juga beberapa penyakit terkait HIV, misalnya herpes (LI 514), sarkoma Kaposi (LI 508), histoplasmosis (LI 527), MAC (LI 510), dan TB (LI 515). Efek Samping Obat Odha sering mengalami efek samping obat yang berpengaruh pada kulit, misalnya ruam. Sebagian besar ringan dan pengobatan dapat dilanjutkan. ARV golongan NNRTI dapat menyebabkan ruam baru setelah kita mulai memakai obat – nevirapine pada 20-30% penggunanya, dan efavirenz pada 5%. Ruam ini biasanya ringan (gatal-gatal) dan hilang setelah tubuh kita membiasakan diri pada obat. Namun masalah dapat menjadi gawat, sampai ke sindrom Stevens-Johnson (LI 562). Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping, beberapa obat dapat dimulai dengan dosis lebih rendah. Misalnya nevirapine HARUS dimulai dengan dosis separuh dan dosis penuh baru dipakai setelah dua minggu. Bicara dengan dokter sebelum mengurangi dosis obat apa pun. Abacavir, sebuah ARV lain, dapat menyebabkan ruam sebagai reaksi alergi yang dapat menjadi gawat. Bila kita pakai abacavir dan mengalami ruam, kita harus langsung berhenti memakai obat tersebut dan tidak pernah memakainya lagi untuk seumur hidup. Sekarang ada tes untuk menunjukkan apakah kita kemungkinan akan mengalami reaksi ini – lihat LI 416. Obat lain yang sering dipakai untuk mengobati infeksi terkait HIV juga dapat menyebabkan ruam. Obat ini termasuk kotrimoksazol (LI 535) dan dapson (LI 533). Jika ruam tidak dapat ditahan, mungkin kita harus berhenti penggunaan obat yang menyebabkannya. Mungkin kita dapat coba memakainya kembali setelah beberapa waktu, namun jika ruamnya berat, obat tersebut tidak dapat dipakai lagi. Kadang ada laporan bahwa kulit menjadi semakin gelap setelah mulai beberapa ARV. Belum jelas mengapa ini terjadi, tetapi masalah ini tidak berbahaya, walau dapat mengganggu. Cahaya Matahari Odha sering kali melaporkan kulitnya lebih peka terhadap cahaya matahari. Ini dapat disebabkan HIV sendiri atau efek samping obat. Untuk mencegah terbakar cahaya matahari, mengoleskan kulit dengan losion anticahaya matahari (sunblock) satu jam sebelum kita keluar. Satu produk yang cocok adalah Vaseline Intensive Care Healthy Sunblock SPF 30/PA++ (angka SPF menunjukkan kemampuannya untuk menyaring cahaya – harus 30 atau lebih). Waktu dioleskan, jangan raba-raba – losion itu tidak harus masuk ke kulit. Mandi Masalah kulit dapat diburukkan dengan cara mandi. Penggunaan sabun yang ‘keras’, terutama sabun desinfektan misalnya sabun Dettol, merangsang masalah kulit. Lebih baik kita pakai sabun yang halus, seperti sabun cair khusus untuk bayi. Lagi pula, bila kita mandi dua kali sehari, mungkin sebaiknya kita hanya mandi dengan sabun sekali sehari. Pada kali yang lain, kita bisa mandi tanpa sabun. Garis Dasar Masalah kulit dapat disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk alergi, infeksi HIV, infeksi atau efek samping obat, dan juga sangat umum pada orang yang tidak terinfeksi HIV. Masalah kulit juga dapat diburukkan oleh cahaya matahari atau sabun. Infeksi kulit dapat diobati; jangan ragu periksa ke dokter. Namun masalah kulit dapat kambuh, terutama bila sistem kekebalan tubuh sudah mulai rusak. Karena kita lebih rentan terhadap infeksi kulit bila jumlah CD4 kita rendah, sering kali cara terbaik untuk mengobati masalah kulit terkait HIV adalah dengan memulai ART. Masalah kulit yang dialami sebagai efek samping obat dapat berat atau pun gawat. Setelah kita mulai memakai obat tertentu, sebaiknya kita segera periksa ke dokter jika kita mengalami ruam. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS NAM Juni 2012 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 621 MASALAH PENGLIHATAN Apa Masalah Penglihatan Itu? Sebagian besar Odha tidak mengalami masalah terkait HIV yang berpengaruh pada matanya. Penggunaan terapi antiretroviral (ART) dapat mencegah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh yang dapat memungkinkan masalah penglihatan. Namun, sebagian orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah mengembangkan penyakit mata yang berat. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan jika tidak segera diobati. Penyakit mata yang paling berat disebabkan oleh virus sitomegalia (CMV – lihat Lembaran Informasi (LI) 501). Jika jumlah CD4 kita di bawah 50-75 – atau pernah di bawah angka itu, CMV dapat menyebabkan retinitis. Penyakit ini adalah kerusakan sel pada retina, bagian belakang mata yang peka pada cahaya. Infeksi lain yang dapat berpengaruh pada mata kita termasuk infeksi oportunistik, misalnya virus herpes (virus varisela zoster – lihat LI 514) dan toksoplasmosis (LI 517), atau infeksi biasa seperti virus herpes simpleks (LI 519) dan sifilis. Gejala Penyakit Mata Gejala awal retinitis CMV dapat termasuk: y Penglihatan yang kabur y ‘Floater’ (katung-katung) baru – titik hitam yang sangat kecil yang bergerakgerak pada ruang penglihatan y Titik buta y Kilasan cahaya terang Jika jumlah CD4 kita adalah atau pernah rendah, kita harus menganggap gejala ini sebagai sangat penting. Kita sebaiknya segera periksa ke dokter, karena semakin cepat CMV diobati, semakin kecil kerusakannya. Jika jumlah CD4 lebih tinggi, masalah kemungkinan tidak disebabkan CMV, namun sebaiknya kita segera ke dokter. Gejala serupa dapat disebabkan oleh toksoplasmosis, pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 100. Uveitis (radang pada lapisan dalam mata) menyebabkan kemerahan dan rasa sakit pada mata, dan penglihatan kabur. Uveitis terkait CMV juga dapat muncul sebagai akibat sindrom pemulihan kekebalan (lihat LI 483), biasanya segera setelah kita mulai terapi antiretroviral (ART) dengan jumlah CD4 yang sangat rendah. Masalah mata juga dapat disebabkan obat tertentu, termasuk rifabutin (obat anti-MAC, lihat LI 510), dan etambutol (obat anti-TB, LI 515). ddI (LI 413) dan asiklovir infus juga dapat menyebabkan masalah mata, walau jarang. Odha juga lebih rentan terhadap keratokonjungtivitis sika (mata kering), akibat radang pada kelenjar air mata disebabkan oleh HIV. Masalah ini dapat diburukkan dengan membaca atau memakai komputer secara berlebihan. Pemeriksaan Mata Ada cara sederhana untuk mengetahui apakah kita membutuhkan kacamata. Sediakan sehelai kertas dengan satu lubang peniti. Lihat melalui lubang tersebut dengan mata tunggal satu per satu. Jika hasilnya lebih jelas, sebaiknya kita periksa ke klinik mata/optik. Penglihatan kita juga dapat berubah secara sementara setelah kita sakit, akibat perubahan pada lensa di mata. Kita dapat memeriksa mata sendiri waktu membaca, dengan mencari daerah yang bengkok-bengkok, kabur atau gelap. Cara lebih baik adalah untuk memakai gambar jaringan, yang disebut Grid Amsler. Gambar ini, dengan pedoman untuk memakainya, dapat diminta dari dokter atau dapat diunduh dari situs web Yayasan Spiritia. Dokter kita dapat memeriksa bagian belakang mata kita dengan alat khusus. Jika ditemukan masalah, mungkin kita dirujuk pada spesialis mata. Pengobatan Masalah Penglihatan Cara terbaik untuk mengobati masalah penglihatan yang disebabkan oleh infeksi oportunistik adalah dengan ART. Jika sistem kekebalan tubuh menjadi pulih, infeksi tersebut sering hilang tanpa pengobatan lain. Namun, seperti dibahas di atas, kalau kita mulai ART dengan jumlah CD4 rendah, kita rentan terhadap sindrom pemulihan kekebalan, yang dapat menyebabkan atau memburukkan masalah penglihatan. Kerusakan pada retina akibat CMV adalah permanen dan tidak dapat dipulihkan. Kehilangan penglihatan akibat kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dengan kacamata. Tujuan pengobatan anti-CMV adalah agar mencegah keru- sakan menjadi lebih buruk. Obat misalnya gansiklovir, foskarnet dan sidofovir dapat melambatkan atau mencegah perluasan kerusakan. Obat ini dapat dipakai dengan beberapa cara, termasuk infus intravena, suntikan langsung ke mata, susuk dalam mata. Sekarang ada versi gansiklovir yang baru, dengan nama valgansiklovir. Obat ini dapat dipakai dengan tablet. Umumnya, obat ini sangat mahal dan sulit terjangkau, tetapi produsen (Roche) sudah sepakat dengan Medicines Patent Pool untuk menyediakan obat ini dengan harga lebih terjangkau di negara berkembang, khusus untuk dipakai untuk mengobati retinitis CMV. Jika masalah penglihatan disebabkan oleh infeksi lain, pengobatan yang cocok untuk melawan infeksi dipakai. Misalnya, untuk herpes, obat antiviral: untuk tokso, antibiotik. Uveitis yang disebabkan oleh obat dapat diobati dengan berhenti penggunaan obat penyebab, atau mengurangi dosisnya. Gejala dapat dikurangi dengan obat antiradang. Mengawasi Mata Masalah penglihatan dapat berdampak pada siapa pun, apakah terinfeksi HIV atau tidak. Masalah umum. Adalah masuk akal untuk melakukan tes mata secara berkala, kurang lebih dua tahun sekali, agar masalah dapat diketahui lebih dini. Dan sebagaimana kita menua, semakin mungkin kita membutuhkan kacamata. Garis Dasar Masalah penglihatan pada Odha dapat disebabkan oleh beberapa infeksi oportunistik atau infeksi biasa lain. Masalah yang disebabkan oleh infeksi oportunistik, misalnya CMV atau toksoplasmosis, biasanya baru terjadi waktu sistem kekebalan sangat rusak, yang ditunjukkan oleh jumlah CD4 yang rendah. Jika infeksi ini diobati dengan memakai ART, masalah penglihatan yang disebabkannya dapat hilang. Namun, kerusakan pada mata akibat CMV tidak dapat dipulihkan. Jika kita mengalami masalah penglihatan, sebaiknya kita segera periksa ke dokter. Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS NAM Juni 2012 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 623 MASALAH HAID Apa Masalah Haid yang Dialami oleh Perempuan dengan HIV? Banyak perempuan yang terinfeksi HIV melaporkan perubahan pada masa haid. Perubahan ini termasuk: y perdarahan yang berlangsung lebih lama daripada biasa, y perdarahan waktu tidak haid, y masa haid yang lebih cepat, y haid yang lebih ringan dengan lebih lama antara masa haid, y haid kadang kala tidak terjadi, atau y haid tidak terjadi. Tambahan, beberapa perempuan dengan HIV mengalami gejala prahaid yang lebih berat. Namun harus ditekankan bahwa masalah haid adalah umum pada semua perempuan, bukan hanya yang terinfeksi HIV. Apa Penyebab Masalah Haid Terkait HIV? Belum jelas apakah atau bagaimana infeksi HIV berpengaruh pada haid. Sebuah penelitian besar terhadap perempuan dengan HIV di AS yang melaporkan pada 2006 menemukan bahwa kejadian masalah haid adalah “rendah”. Masalah haid yang berat jarang terjadi. Lagi pula, infeksi HIV tidak dikaitkan dengan masalah haid tertentu. Namun perempuan dengan jumlah CD4 di bawah 200 50% lebih mungkin mengalami masalah haid. Faktor yang berpengaruh pada haid pada perempuan HIV-negatif tetap sama pada yang terinfeksi HIV, termasuk: kehilangan berat badan, terutama kehilangan lemak; penggunaan narkoba; infeksi berat; stres terus-menerus; dan usia lebih tua. Penelitian ini juga menemukan bahwa penggunaan obat antiretroviral (ARV) cenderung mengurangi masalah haid, melainkan meningkatkannya. Namun ada kesan bahwa beberapa protease inhibitor dapat meningkatkan perdarahan, hingga terjadi anemia. Pastikan dokter tahu bila kita mengalami perubahan pada perdarahan setelah kita mulai penggunaan ARV tertentu. Tingkat trombosit yang rendah dapat menyebabkan perdarahan yang lebih berat. Trombosit adalah sel dalam darah yang membantu pembekuan darah. Odha tidak jarang mengalami tingkat trombosit yang di bawah normal. Penggunaan narkoba (terutama heroin) dapat menyebabkan haid tidak terjadi. Penggunaan megestrol (Megace – lihat Lembaran Informasi (LI) 540), yang mengandung hormon progesteron, juga dapat berpengaruh pada haid, terutama meningkatkan perdarahan. Beberapa jamu dapat berpengaruh pada haid. Bila kita memakai jamu dan meng- alami masalah haid, sebaiknya kita minta bantuan dari praktisi obat jamu. Sebaliknya, ada jamu yang dapat meringankan gejala haid. Infeksi vagina atau leher rahim yang tidak diobati dapat menyebabkan perdarahan yang berat atau perdarahan antara haid. Perdarahan antara haid adalah gejala infeksi HPV yang lanjut – lihat LI 507. Infeksi ini dapat menyebabkan kanker leher rahim, jadi sebaiknya gejala ini segera dilaporkan pada dokter. Mati Haid (Menopause) Perempuan berusia antara 45-55 tahun dapat masuk masa perimenopause, saat siklus haidnya berubah dan melambat sebelum berhenti total. Perempuan berusia di atas 40 kadang mengalami perdarahan lebih berat karena mereka tidak mengeluarkan telur pada setiap siklus haid. Infeksi HIV, terutama jumlah CD4 yang rendah, berhubungan dengan permulaan mati haid pada usia lebih dini. Perempuan yang tidak haid dapat mengalami rasa sakit pada panggul, payudara bengkak atau ‘hot flashes’ (rasa hangat yang terjadi dan hilang secara tiba-tiba). Bagaimana Diagnosis Masalah Haid Sebaiknya kita membahas perubahan apa saja pada masa haid dengan dokter dan dokter kandungan. Perdarahan berat dapat menyebabkan anemia (lihat LI 552). Untuk membantu diagnosis sumber masalah, dokter dapat melakukan beberapa tes, termasuk: y tes hamil jika masa haid lewat, y tes darah untuk mengukur tingkat trombosit dan hemoglobin (Hb), y tes tingkat hormon, y pemeriksaan panggul terhadap kesakitan atau bengkak, y tes Pap (lihat LI 507). Untuk membantu mencari alasan perubahan pada masa haid, kita dapat membuat catatan harian haid selama tiga atau empat bulan. Waktu kita mulai perdarahan dianggap hari pertama siklus haid. Catat berapa lama perdarahan berlangsung, apakah kita harus pakai lebih banyak atau lebih sedikit pembalut daripada biasa, bila ada perdarahan setelah haid, dan jika ada rasa sakit yang luar biasa. Catatan harian haid juga dapat berguna untuk mencatat gejala prahaid, baik fisik (perut kembung, sakit kepala, buang air besar, dll.) maupun emosi (tekanan, depresi, kegelisahan, dll.). Bagaimana Masalah Haid Diobati? Pengobatan untuk gangguan haid akan berbeda, tergantung pada masalah dan penyebabnya. Penggunaan terapi antiretroviral (ART) dapat mengurangi viral load, meningkatkan jumlah CD4, dan mengurangi risiko mengembangkan penya- kit yang berlanjut ke AIDS. ART juga dapat membantu meningkatkan berat badan, terutama lemak, yang dalam giliran dapat membantu mengatur haid. Tingkat hormon testosteron pada beberapa perempuan dengan wasting (lihat LI 518) dapat rendah; tambahan testosteron mungkin dapat membantu. Gejala mati haid dapat diobati dengan menambah hormon estrogen dan/atau progesteron. Hidup dengan Gejala Prahaid Gejala fisik dan emosi prahaid umumnya berkembang satu hingga 14 hari sebelum haid. Walaupun hampir semua perempuan mengalami beberapa gejala prahaid, banyak perempuan terinfeksi HIV melaporkan gejala yang lebih sering dan berat. Ada banyak macam pengobatan untuk gejala prahaid, dan kita mungkin harus mencoba beberapa pendekatan atau gabungan sebelum bertemu yang cocok untuk kita. Perubahan apa yang dimakan kurang lebih dua minggu sebelum haid dapat membantu dengan gejala prahaid. Banyak ahli menyarankan mengurangi atau menghentikan penggunaan kafein dan gula (dapat merangsang gejala), garam (dapat meningkatkan perut kembung), dan alkohol (yang dapat memburukkan depresi). Beberapa perempuan menemukan bahwa olahraga secara rutin dapat meringankan gejala prahaid. Penggunaan 50-200mg vitamin B6 dan 200-800 IU vitamin E, asam lemak omega3 serta juga tambahan zat magnesium dapat membantu. Kapsul evening primrose oil dapat membantu mengurangi sakit payudara, perut kembung, lekas marah, dan depresi. Produk kedelai juga dapat membantu menghadapi gejala umum. Memakai asam mefanamat, naproksen atau ibuprofen selama kurang lebih satu minggu sebelum haid dapat meringankan gejala prahaid. Ada juga beberapa obat resep yang dapat membantu dengan gejala fisik dan emosi –bahas dengan dokter. Garis Dasar Perempuan terinfeksi HIV dapat mengalami berbagai macam masalah haid yang mungkin tidak berhubungan langsung dengan HIV. Masalah ini sebaiknya diperiksa dengan baik oleh dokter umum atau dokter kandungan. Jika penyebab masalah ditemui, masalah dapat diobati. Walaupun penyebab tidak jelas, ada banyak macam pengobatan yang dapat meringankan gejala. Penggunaan ART dapat mengurangi masalah haid. Diperbarui 25 November 2014 berdasarkan FS CATIE Maret 2000, laporan CATIE lain 31 Oktober 2006 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 624 Afte (Seriawan) Apa Afte Itu? Afte (aphthous ulcers), yang sering disebut sebagai seriawan, adalah tukak (luka terbuka) yang bulat atau jorong (bulat panjang), yang dapat berkembang pada selaput lendir mulut (termasuk lidah) atau alat kelamin. Tukak tersebut biasanya terbentuk pada kulit dalam mulut yang tidak terikat dengan tulang dan yang berwarna merah jambu yang halus. Misalnya, afte dapat berkembang di dalam bibir dan pipi, dan di bawah lidah. Tukak ini biasanya tidak terbentuk pada langitlangit mulut yang keras atau pada gusi. Afte tidak sama dengan kandidiasis (lihat Lembaran Informasi (LI) 517), walaupun kandidiasis juga sering disebut sebagai seriawan. Agar tidak yang kebingungan, lembaran informasi ini akan terus memakai nama medis, yaitu afte. Walaupun afte sendiri tidak pernah menjadi gawat, tukak ini dapat sangat sakit. Rasa sakit yang sangat dalam mulut dapat mengganggu asupan makan, sehingga dapat memburukkan kehilangan berat badan (lihat LI 518). Rasa sakit dapat berlanjut hingga sepuluh hari, dan tukak biasanya pulih dalam 1-3 minggu. Afte yang besar, dengan ukuran lebih dari 1cm, dapat membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih. Afte tidak masuk dalam daftar penyakit yang mendefinisikan AIDS. Jadi bila kita terinfeksi HIV dan mengalami afte, ini tidak berarti kita AIDS. Namun, afte lebih umum pada Odha dan lebih mungkin kambuh pada Odha. Afte juga umumnya terjadi berkaitan dengan masalah kesehatan lain, termasuk penyakit Crohn. Walaupun afte sangat umum di antara orang terinfeksi HIV maupun yang tidak terinfeksi HIV, masih belum jelas apa penyebabnya. Kemungkinan kelebihan kegiatan oleh sistem kekebalan tubuh ada hubungan dengan afte, tetapi mekanisme tidak diketahui. Bila ada riwayat afte di keluarga kita, kita lebih mungkin mengalami afte juga. Afte juga dapat disebabkan stres emosi dan kekurangan tidur. Bila kita menggigit pipi bagian dalam, ini dapat menyebabkan afte. Orang dengan masalah gizi, misalnya kekurangan vitamin B, zat besi atau asam folat, lebih mungkin mengalami afte. Beberapa perempuan melaporkan afte pada waktu tertentu dalam masa haidnya. Apa Gejala Afte? Afte biasanya mulai sebagai perasaan terbakar atau geli. Biasanya gejala ini diikuti dengan bintik atau benjol merah, yang berkembang menjadi tukak terbuka. Tukak tersebut umumnya kecil, dengan ukuran di bawah 1cm, tetapi dapat lebih besar. Dapat membentuk satu tukak, dapat pula beberapa tukak pada satu tempat. Afte sering sangat sakit dan dapat menyebabkan kesulitan makan atau minum beberapa jenis makanan/minuman. Setelah afte mulai pulih, terbentuk selaput berwarna putih-abu-abu melapisi tukak. Setelah pulih, afte yang besar dapat meninggalkan bekas. Bagaimana Afte Didiagnosis? Mendiagnosis afte dapat sulit, karena tukaknya serupa dengan tukak yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti virus herpes simpleks (HSV – lihat LI 519). Luka yang diakibatkan HSV cenderung dangkal dan terjadi pada jaringan keras. Obat yang dipakai untuk mengobati HSV tidak memulihkan afte. Biopsi jarang dibutuhkan untuk mendiagnosis afte. Namun bila tukaknya besar, mungkin biopsi harus dilakukan untuk mengesampingkan masalah yang lebih berat, misalnya kanker. Bagaimana Afte Diobati? Biasanya afte tidak perlu diobati, dan akan pulih sendiri. Namun ada beberapa cara yang sederhana untuk mengurangi rasa sakit dan kesulitan makan: y Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas y Hindari minuman soda atau air jeruk y Pakai sedotan waktu minum y Berkumur dengan air garam y Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit Bila masih tidak nyaman, seka tukak dengan larutan 50% hidrogen peroksida dengan air. Kemudian seka sedikit magnesium hidroksida pada tukak 3-4 kali sehari. Ini tidak hanya mengentengkan, tetapi tampaknya juga membantu pemulihan. Krim kortikosteroid adalah jenis obat yang umumnya dipakai untuk mengobati afte yang berat. Obat topikal (setempat) ini dapat mengurangi kegiatan sistem kekebalan tubuh, yang dianggap sebagai penyebab tukaknya, pada tempat tukak bertumbuh. Kortikosteroid setempat yang paling efektif adalah fluokinonid, klobetasol, atau deksametazon. Obat setempat ini harus dipakai dengan hati-hati, karena banyak di antaranya dapat mengurangi pembuatan adrenalin (suatu hormon yang penting) oleh kelenjar adrenal, yang ada di atas ginjal. Penggunaan obat tersebut untuk waktu terlalu lama juga dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya beberapa infeksi dalam mulut, seperti kandidiasis. Afte yang besar, atau tukak yang tidak menjadi pulih setelah memakai kortikosteroid setempat, sering diobati dengan kortikosteroid yang dipakai dalam bentuk pil, misalnya prednison. Kadang penambahan antihistamin (obat antialergi) dan/ atau obat bius (mis. lidokain) dapat membantu mengobati rasa nyeri terkait dengan afte yang besar. Talidomid sudah dibuktikan sebagai obat yang sangat efektif untuk tukak. Namun, obat ini hanya disetujui di AS untuk mengobati kusta. Obat ini tidak boleh dipakai oleh perempuan hamil atau yang mungkin akan menjadi hamil. Talidomid dapat menyebabkan cacat lahir yang sangat parah. Penting kita menjaga gizi yang baik selama pemulihan afte. Makan makanan yang halus dan lunak. Apakah Afte Dapat Dicegah? Sebetulnya, tidak, karena belum jelas siapa yang paling berisiko terhadap afte. Afte dapat dialami oleh Odha dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat atau yang sudah rusak, jadi tidak jelas apakah terapi antiretroviral (ART) dapat membantu mengurangi risiko, atau membantu pengobatan afte. Garis Dasar Afte, yang juga disebut sebagai seriawan, adalah tukak yang biasanya dialami dalam mulut. Walaupun tidak gawat, afte dapat terasa sangat sakit, selama sampai sepuluh hari. Afte dapat berkembang pada orang tidak terinfeksi HIV, tetapi lebih sering dialami oleh Odha. Namun afte tidak dianggap sebagai infeksi oportunistik atau penyakit yang mendefinisikan AIDS. Afte biasanya pulih sendiri tanpa obat, tetapi ada beberapa cara sederhana untuk mengurangi rasa sakitnya. Tukak yang lebih berat dapat diobati dengan krim kortikosteroid, tetapi bila tukak besar, mungkin pil kortikosteroid dapat lebih efektif. Talidomid juga dapat dipakai untuk mengobatinya, tetapi obat tersebut sulit terjangkau, karena menyebabkan cacat lahir yang parah bila dipakai oleh perempuan hamil. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS AIDSMeds.com 5 Maret 2004 dan hlm. AETC cg-902 edisi 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 651 HIV DAN PENYAKIT GINJAL Mengapa Odha Perlu Memperhatikan Penyakit Ginjal? HIV dapat mengakibatkan kegagalan ginjal sebagai akibat infeksi HIV pada sel ginjal. Masalah ini disebut sebagai nefropati terkait HIV (HIV-Associated Nephropathy) atau HIVAN. Penyebab lain penyakit ginjal termasuk diabetes dan darah tinggi. Di AS, semua masalah ini, khususnya HIVAN, lebih umum pada orang keturunan Afrika-Amerika; tidak diketahui keadaan di Indonesia. Penggunaan beberapa obat yang dipakai untuk mengobati infeksi terkait HIV atau masalah kesehatan terkait juga dapat menyebabkan penyakit ginjal. Masalah ginjal dapat mengakibatkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) atau kegagalan ginjal, yang dapat membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal. Angka penyakit ginjal pada Odha sudah menurun secara bermakna sejak adanya terapi antiretroviral (ART). Namun kurang lebih 30% Odha dapat mengalami penyakit ginjal. Penyakit ginjal yang berlanjut dapat menyebabkan penyakit jantung (lihat Lembaran Informasi (LI) 652) dan tulang (LI 557). Apa Fungsi Ginjal? Fungsi utama ginjal adalah menyaring sisa-sisa makanan. Ginjal menyerap apa yang dibutuhkan dan mengeluarkan sisasisa dalam air seni. Sisa-sisa yang paling penting adalah kelebihan natrium dan air. Masing-masing ginjal memiliki kurang lebih satu juta unsur penyaring yang dikenal sebagai nefron. Nefron: y mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh y mengaturkan volume dan tekanan darah, dan y mengatur tingkat elektrolit dan keasaman darah Apa Tanda Masalah Ginjal? Sayangnya, kebanyakan gejala penyakit ginjal hanya muncul ketika sebagian besar fungsi ginjal sudah hilang. Pembengkakan pada kaki dan muka atau perubahan pada pembuangan air seni dapat timbul. Gejala lain, misalnya kelelahan dan hilangnya nafsu makan, dapat sulit dibedakan dari penyakit lain. Dokter kita harus memantau fungsi ginjal kita, walau kita tidak mempunyai gejala. Tes paling umum untuk fungsi ginjal adalah dengan tes air seni. Tes sederhana dengan ‘dipstick’ dipakai untuk mengukur tingkat protein, gula, keton, darah, nitrit, serta sel darah putih dan merah. Tingkat protein dalam air seni yang rendah dapat timbul sebelum penyakit ginjal mengakibatkan hilangnya fungsi ginjal. Hampir sepertiga Odha mempunyai tingkat protein yang tinggi dalam air seni, yang mungkin menandai masalah ginjal. Tes ginjal lain termasuk tingkat urea nitrogen darah atau BUN, tingkat kreatinin dalam darah, dan cepatnya pembuangan kreatinin. BUN muncul dalam darah saat protein diuraikan, yang umumnya dikeluarkan oleh ginjal. Tingkat BUN yang tinggi dapat disebabkan oleh dehidrasi, konsumsi protein yang tinggi, atau kegagalan jantung atau ginjal. Tingkat BUN yang tinggi harus memicu pencarian penyakit ginjal. Kreatinin terbentuk dengan pergantian sel otot secara normal. Tingkat kreatinin dalam darah mengukur fungsi ginjal. Tingkat yang tinggi biasanya karena masalah dalam ginjal. Tingkat kreatinin biasa dipakai oleh dokter untuk mengetahui baik-buruknya fungsi ginjal. Tingkat kreatinin yang diukur harus disesuaikan untuk ras, usia, berat badan dan jenis kelamin. Rumusan yang paling umum untuk menyesuaikan kreatinin adalah rumusan Cockcroft-Gault. Rumusan lain adalah MDRD (Modification in Diet in Renal Disease). Hasil rumusan ini memberi ukuran yang disebut sebagai GFR (glomerular filtration rate). Para dokter memakai GFR untuk mendapatkan gambaran artinya tingkat kreatinin yang benar. Orang tanpa penyakit ginjal mempunyai GFR kurang lebih 100. Sebagaimana penyakit ginjal mengurangi fungsi ginjal, GFR menurun. Orang membutuhkan pencangkokan ginjal atau dialisis saat GFR menurun di bawah kurang lebih 15. Lihat LI 136 untuk informasi lebih lanjut mengenai tes fungsi ginjal. Tes skrining air seni yang sederhana untuk protein adalah cara paling peka untuk mendiagnosis penyakit ginjal. Orang yang berisiko penyakit ginjal sebaiknya melakukan tes ini setiap tahun. Apa Faktor Risiko Penyakit Ginjal? Penyakit ginjal lebih sering ditemui pada orang: y Keturunan Afrika-Amerika y Penderita diabetes y Mengalami tekanan darah yang tinggi y Lanjut usia y Jumlah CD4-nya yang lebih rendah y Viral loadnya yang lebih tinggi y Terinfeksi hepatitis B atau C Odha sebaiknya diskrining secara hatihati untuk tanda diabetes atau darah tinggi. Odha sebaiknya mengendalikan tingkat gula darah dan tekanan darah semaksimal mungkin. Pengobatan HIV dan Ginjal Beberapa obat yang dipakai oleh Odha dapat membebani ginjal secara berat. Obat ini termasuk antiretroviral (ARV) dan beberapa obat yang dipakai untuk mengobati masalah kesehatan terkait HIV. Tenofovir diketahui menyebabkan masalah ginjal. Bila kita memakai tenofovir, dokter mungkin memantau tingkat kreatinin secara berkala Takaran beberapa obat yang diuraikan oleh ginjal perlu dikurangi bagi mereka dengan masalah ginjal. Pastikan dokter tahu bila kita memiliki masalah ginjal. Dialisis dan Pencangkokan Ginjal Ada Odha yang telah menjalani dialisis dan beberapa sudah menerima pencangkokan ginjal. Ada beberapa kekhawatiran dalam mempertahankan sistem kekebalan tubuh pascapencangkokan, maka sebagian besar pusat pencangkokan organ hanya melayani Odha dengan jumlah CD4 di atas 200 dan dengan viral load yang tidak terdeteksi. Keberhasilan pada Odha ini biasanya sama dengan pasien cangkok ginjal pada umumnya. Garis Dasar Infeksi HIV dapat menimbulkan masalah ginjal yang kemudian berkembang semakin berat. Juga, Odha yang mempunyai masalah ginjal perlu mengurangi takaran obat yang dipakai. Masalah ginjal sering tidak tampak sebagai gejala penyakit. Adalah penting untuk melakukan pemeriksaan air seni secara rutin untuk mencari tanda-tanda masalah ginjal. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 651 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 652 HIV & PENYAKIT KARDIOVASKULAR Apa Penyakit Kardiovaskular Itu? Penyakit kardiovaskular (cardiovascular disease/CVD) termasuk sekelompok masalah terkait dengan jantung (kardio) atau pembuluh darah (vaskular). Penyakit kardiovaskular termasuk: y penyakit jantung koroner (serangan jantung) y angina (nyeri pada dada akibat kekurangan aliran darah ke jantung) y penyakit serebrovaskular (masalah dengan pembuluh darah di otak, termasuk stroke) y tekanan darah yang tinggi (hipertensi) y penyakit urat nadi perifer (pembuluh darah pada kaki yang tersumbat) y penyakit jantung rematik (komplikasi infeksi tenggorokan) y penyakit jantung bawaan (akibat cacat lahir) y kegagalan jantung Di seluruh dunia, penyakit kardiovaskular adalah penyebab 30% dari semua kematian. Mengapa Odha Harus Peduli Mengenai Penyakit Kardiovaskular? Oleh karena terapi antiretroviral (ART) begitu efektif, Odha bertahan hidup lebih lama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular adalah penyebab 20% kematian pada Odha. Odha mempunyai angka penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Infeksi HIV sendiri meningkatkan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Infeksi ini mungkin juga memburukkan penyakit kardiovaskular dalam cara yang kita belum mengerti. ART juga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Apa Penyebab Penyakit Kardiovaskular Angina disebabkan oleh penyumbatan yang mengakibatkan kekurangan aliran darah ke jantung. Serangan jantung dan stroke disebabkan waktu penyumbatan menjadi begitu besar sehingga jantung atau otak mengalami kerusakan. Penyebab paling lazim adalah penumpukan endapan berlemak pada lapisan dalam pembuluh darah. Pembuluh darah tersebut menjadi semakin sempit dan kurang lunak. Hal ini disebut sebagai aterosklerosis (atau pengerasan urat nadi), dan dapat menyebabkan angina. Akibat aterosklerosis, pembuluh darah lebih mungkin tersumbat dengan gumpalan darah. Waktu hal ini terjadi, pembuluh yang tersumbat tidak dapat mengalihkan darah ke jantung dan otak. Kemudian, organ itu menjadi rusak akibat kekurangan darah. Penyebab utama penyakit kardiovaskular (angina, serangan jantung dan stroke) adalah penggunaan tembakau, kolesterol tinggi, tekanan darah yang tinggi, dan diabetes. Kurang olahraga dan makanan yang kurang sehat memburukkan tingkat kolesterol, tekanan darah dan diabetes. Penuaan, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat penyakit kardiovaskular di keluarga juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. ART dapat meningkatkan lemak dalam darah (kolesterol dan trigliserida, lihat Lembaran Informasi (LI) 123). ART juga dapat membantu terjadinya diabetes dan resistansi insulin. Masalah ini adalah faktor risiko untuk penyakit jantung. HIV mengurangi kolesterol ‘baik’ dan meningkatkan trigliserida. HIV menyebabkan peradangan –lihat LI 484. Masalah ini juga dapat meningkatkan kejadian penyakit kardiovaskular. Keseluruhan, angka penyakit kardiovaskular di antara Odha adalah cukup rendah. Namun karena HIV dan pengobatannya dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dalam beberapa cara, kita sebaiknya menilai risiko penyakit kardiovaskularnya. Bila risiko ini tinggi, kita mungkin harus mengambil tindakan khusus untuk menurunkannya. Bagaimana Risiko Penyakit Kardiovaskular Diukur? Cara yang paling umum untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular adalah Framingham Risk Assessment. Alat penghitung tersedia di Internet di http:// hin.nhlbi.nih.gov/atpiii/calculator.asp Hitungan Framingham tidak disesuaikan untuk HIV. Tampaknya penilaian ini cukup persis untuk Odha. Sekarang ada alat penghitung baru untuk Odha. Alat penghitung D:A:D ini tersedia di http:// www.cphiv.dk/TOOLS/ DADRiskEquations/tabid/437/ Default.aspx Bagaimana Risiko Penyakit Kardiovaskular Dapat Dikurangi? Sebuah penelitian yang sangat besar menemukan bahwa orang yang memakai protease inhibitor mempunyai risiko penyakit kardiovaskular yang sedikit lebih tinggi dibandingkan mereka yang memakai NNRTI. Penelitian ini juga menemukan risiko yang sedikit lebih tinggi untuk pasien yang memakai abacavir atau ddI. Risiko ini hilang enam bulan setelah pasien tersebut berhenti memakai obat itu. Tindakan yang paling penting yang dapat kita lakukan untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular adalah mengurangi faktor risiko yang umum. Berhenti merokok mempunyai dampak terbesar. Juga, mengubah pola makan dan olahraga dapat mengurangi tingkat kolesterol, trigliserida dan glukosa (gula). Namun intervensi pola hidup hanya menunjukkan hasil yang terbatas. Bagaimana dengan Mengganti Obat? Beberapa Odha mengganti obatnya agar mengurangi tingkat kolesterolnya. Namun belum ada bukti bahwa tindakan ini berhasil. Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa risiko penghentian ART lebih tinggi. Orang yang berhenti memakai ART mengalami lebih banyak masalah kesehatan, termasuk penyakit kardiovaskular, dibandingkan mereka yang meneruskan ART-nya. Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 652 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 653 MASALAH MULUT Bagaimana HIV Berpengaruh pada Mulut? Banyak masalah berkaitan dengan HIV berpengaruh pada mulut, dan menyebabkan gejala misalnya tukak (ulkus), mulut kering dan lesi (luka) yang sakit. Masalah mulut disebabkan oleh infeksi jamur, virus atau bakteri. Infeksi tersebut mungkin tanda awal kerusakan sistem kekebalan tubuh. Terapi antiretroviral (ART) dan pengobatan khusus dapat menyerang infeksi mulut. Pemeriksaan medis/gigi secara berkala dapat mencegah masalah mulut yang berat. Menyikat gigi dua atau tiga kali sehari diusulkan untuk memastikan kesehatan mulut dan gigi. Perokok lebih mungkin mengalami infeksi pada mulut dibandingkan dengan non-perokok. Mulut Kering dan Kelenjar Ludah Bengkak Mulut kering dapat disebabkan oleh penyakit yang berkenaan dengan air liur. Penyakit ini, yang berkaitan dengan HIV, menyebabkan pembengkakan pada kelenjar ludah. Masalah ini terutama lazim pada anak HIV-positif. ART dapat memperkecil kelenjar yang bengkak. Mulut kering juga menjadi efek samping dari obat misalnya ddI, protease inhibitor dan beberapa obat antidepresan. Masalah ini juga dapat dikaitkan dengan kegelisahan. Mulut kering dapat menyebabkan kesulitan mengunyah dan pencernaan, dan tingkat asam yang tinggi di mulut. Hal ini meningkatkan kemungkinan kandidiasis (lihat Lembaran Informasi (LI) 516), infeksi bakteri dan kerusakan pada gigi. Ada beberapa tips yang dapat membantu membasahkan mulut kering: y Sering sesap air atau minuman tanpa gula y Kunyah permen karet yang tidak mengandung gula y Hindari rokok, alkohol dan sirih y Hindari makanan asin y Minta dokter meresepkan ludah buatan Seriawan (Afte) – lihat LI 624 Tukak mulut atau afte, yang biasa disebut seriawan, adalah luka yang sakit pada gusi, lidah atau tenggorokan. Tukak ini dapat menghalangi menelan makanan dan minuman. Penyebabnya belum diketahui, namun mungkin masalah ini ada kaitan dengan kelompok virus herpes (misalnya CMV dan virus Epstein-Barr/EBV). Tukak kecil dapat pulih setelah kita memakai obat kumur mulut, obat bius lokal, atau krim steroid. Untuk tukak yang sulit hilang, talidomid dapat efektif; namun obat ini sulit diperoleh dan tidak boleh dipakai oleh ibu hamil. Kandidiasis – lihat LI 516 Kandidiasis mulut (sering salah disebut sebagai seriawan) menyebabkan gumpalan putih dalam mulut dan tenggorokan. Daerah yang merah dan radang dalam mulut dapat terjadi. Kandidiasis disebabkan oleh tumbuhnya jamur yang biasanya ada tetapi secara berlebihan. Hal ini dapat terjadi waktu sistem kekebalan tubuh mulai rusak (misalnya dengan jumlah CD4 di bawah 300). Kandidiasis juga dapat diperburuk oleh antibiotik. Jamur kandida juga dapat mengakibatkan kheilitis angularis (retak-retak pada sudut mulut) walau masalah ini juga dapat disebabkan oleh masalah lain termasuk kekurangan vitamin B12 dan diabetes. Beberapa obat antijamur efektif terhadap kandidiasis mulut. Yang paling manjur dan kurang toksik (beracun) adalah flukonazol (lihat LI 534). Obat dengan dosis rendah dapat dipakai untuk mencegah kandidiasis. Namun beberapa dokter tidak menyetujui penggunaannya karena hal ini dapat menimbulkan resistansi terhadap obat tersebut. Obat yang dipakai untuk kandidiasis dapat berinteraksi dengan obat lain (misalnya protease inhibitor). Sebaiknya kita membahas masalah ini dengan dokter. herpes, kutil, kandidiasis dan CMV kadang kala dapat efektif terhadap OHL. Gingivitis (Radang Gusi) Ada bukti bahwa Odha lebih mungkin mengembangkan kanker mulut dan tenggorokan. Kanker ini dikaitkan dengan jenis human papiloma virus (HPV) tertentu – lihat LI 507. Gusi yang meradang dan sakit, disebut gingivitis, disebabkan bakteri dalam plak (endapan) pada gigi. Bakteri menginfeksi gusi dan menyebabkan radang, bengkak, perdarahan dan napas yang busuk. Pada Odha dengan jumlah CD4 sangat rendah, infeksi ini dapat menjadi semakin berat, dan dapat meluas pada dan merusak tulang rahang di bawah gusi. Infeksi ini dapat dicegah dengan sering menyikat gigi. Antibiotik dan obat kumur dapat menyerang infeksi, walaupun beberapa obat kumur dapat menyakitkan. Baru-baru ini, penyakit gusi dikaitkan dengan tingkat peradangan yang lebih tinggi (lihat LI 484) di seluruh tubuh. Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Herpes Simpleks – lihat LI 519 Luka selesma adalah lesi yang kecil dan sakit pada bibir atau mulut, umumnya disebabkan oleh virus herpes HSV-1. Ini dapat membutuhkan beberapa minggu agar menjadi pulih. Jika kita yang HIV-positif mengalami herpes mulut atau kelamin yang berat dan terus-menerus, kita digolongkan sebagai sudah memasuki tahap AIDS. Luka selesma dapat diobati dengan krim antiherpes; namun beberapa dokter ragu tentang keefektifannya. Obat misalnya asiklovir dan valasiklovir oral dipakai untuk mengobati dan/atau mencegah jangkitan herpes. Oral Hairy Leukoplakia (OHL) Sarkoma Kaposi (KS) dan Limfoma OHL menyebabkan daerah putih dengan tonjolan kecil seperti bulu yang biasanya terjadi pada sisi lidah, walaupun juga dapat dilihat pada lidah bagian atas atau bawah, atau di dalam pipi. Daerah tersebut tampaknya seperti kandidiasis, tetapi tidak mudah dicabut jika digores dengan sikat gigi. OHL disebabkan EBV. Sebagian besar orang di dunia terinfeksi EBV, tetapi infeksi ini hanya menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuhnya rusak. OHL biasanya terjadi pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 200, walaupun dapat dialami oleh orang dengan jumlah CD4 di atas 500, atau bahkan orang yang tidak terinfeksi HIV. OHL dianggap sebagai penyakit lunak (tidak berbahaya); berarti jarang menyebabkan masalah fisik yang berat, dan tidak berkembang menjadi berat. Karena ini, OHL jarang diobati, walaupun ART biasanya memulihkannya. Terapi untuk KS (LI 508) dan limfoma (LI 509) kadang kala dapat berpengaruh pada mulut. Kanker Mulut Garis Dasar Sering kali, masalah mulut dapat menjadi tanda pertama infeksi HIV atau menunjukkan sudah waktu kita mulai ART. Oleh karena itu, sebaiknya kita periksa secara berkala ke dokter gigi. Masalah mulut dapat dicegah atau dikurangi jika kita mengutamakan kebersihan mulut, dengan menyikat gigi setiap kali setelah kita makan. Kita juga dapat menghindari masalah dengan mengurangi konsumsi gula, termasuk cokelat atau permen dan minuman soda/kemasan. Juga sebaiknya kita tidak merokok. Masalah mulut biasanya dapat diobati. Sebaiknya kita periksa ke dokter jika ada masalah mulut yang berlangsung lama. Ditinjau 16 Juli 2014 berdasarkan FS 653 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014, FS NAM Mei 2012, dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 654 DIABETES DAN HIV Apa Diabetes Itu? Diabetes, yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit yang mengganggu perubahan makanan menjadi energi oleh tubuh. Biasanya, setelah kita makan, tubuh kita menguraikan makanan menjadi glukosa (juga dikenal sebagai “gula darah”) yang dibawa oleh darah ke sel di seluruh tubuh. Diabetes juga sering dikenal sebagai diabetes melitus atau DM. Sel kita menggunakan insulin, sebuah hormon yang dibuat di kelenjar pankreas, untuk membantu sel mengubah gula darah menjadi energi. Pada beberapa orang dengan diabetes, proses ini melambat, sehingga tingkat gula dalam darah menjadi terlalu tinggi. Keadaan ini dikenal sebagai hiperglikemia. Diabetes yang tidak dikendalikan dapat menyebabkan kerusakan pada saraf dan pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan komplikasi misalnya penyakit jantung dan ginjal, dan masalah saraf, yang dapat mengharuskan amputasi anggota badan yang terkena. Apa Penyebab Diabetes? Kita dapat mengembangkan diabetes bila: y Pankreas kita tidak membuat cukup insulin (diabetes tipe 1) y Sel kita tidak mampu lagi menggunakan insulin secara benar, yang dikenal sebagai resistansi insulin (diabetes tipe 2) Diabetes tipe 2 adalah tipe yang paling sering dikaitkan dengan HIV. Faktor Risiko untuk Diabetes Orang yang kelebihan berat badan, jarang berolahraga, dan mereka yang memiliki riwayat keluarga diabetes berada pada risiko yang lebih tinggi terkena diabetes. Faktor risiko tambahan termasuk infeksi HIV dan virus hepatitis C, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan sedang kehamilan. Perokok 30-40% lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 2 dibanding bukan perokok. Orang dengan latar belakang etnis tertentu (Afrika, Hispanik atau Asia) juga mungkin menghadapi risiko yang lebih tinggi. Diabetes juga dapat berkembang sebagai efek samping dari obat tertentu. Diabetes dan HIV Beberapa obat antiretroviral (ARV) yang dipakai untuk mengobati HIV diketahui meningkatkan risiko diabetes. ARV ini termasuk AZT, ddI dan d4T, dan beberapa protease inhibitor, termasuk LPV/r (Aluvia). Penelitian baru ini menunjukkan bahwa orang dengan diabetes memiliki risiko lebih besar terkena tuberkulosis aktif (TB – lihat LI 518). Karena orang dengan HIV juga jauh lebih tinggi risiko kematian akibat TB, penderita diabetes harus mengambil tindakan pencegahan tambahan untuk menghindari TB, termasuk pengobatan pencegahan isoniazid (PP INH). Bagaimana Tahu Kita Diabetes? Gejala resistansi insulin biasanya ringan dan mungkin tidak terlihat. Gejala dapat termasuk: y Merasa mengantuk, terutama setelah makan y Perubahan suasana hati yang sangat atau kelaparan yang sungguh-sungguh setelah makan makanan ringan bergula atau makanan karbohidrat tinggi y Tingginya kadar lemak dalam darah y Bercak kulit gelap di daerah leher dan ketiak Gejala ini kadang-kadang disebut sebagai pradiabetes. Gejala diabetes dapat mencakup: y Haus yang luar biasa y Sering buang air kecil y Kelaparan yang sungguh-sungguh y Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak biasa y Kelelahan dan lekas marah yang sangat y Sering mengalami infeksi y Penglihatan kabur y Rasa kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki y Penyembuhan luka atau memar yang lambat Bagaimana Diabetes Didiagnosis? Ada tiga cara untuk menguji tingkat gula darah; cara ini dijelaskan dalam LI 123 tentang Gula Darah dan Lemak. Tes yang paling umum adalah tes glukosa puasa. Tes ini mengukur kadar gula dalam darah setelah seseorang tidak makan selama delapan jam. Kadar gula darah puasa kita sebaiknya diperiksa sebelum kita memulai terapi antiretroviral (ART) dan setidaknya setiap tahun. Jika kadarnya tinggi, tes lain mungkin diperlukan dan kita mungkin disarankan untuk menghindari ARV tertentu. Bagaimana Diabetes Diobati? Cara terbaik untuk mengendalikan diabetes adalah dengan mengurangi atau menyingkirkan faktor risiko dalam gaya hidup yang terkait dengan diet, olahraga (lihat LI 802) dan merokok (lihat LI 803). Kita juga mungkin perlu mengubah beberapa obat kita, termasuk ARV. Banyak orang dapat mengendalikan diabetes dengan kombinasi diet, olahraga, dan obat-obatan oral. Bila tindakan ini tidak berhasil, insulin adalah sarana yang sangat aman dan efektif untuk mengendalikan gula darah tinggi. Garis Dasar Diabetes sering dianggap sebagai penyakit gaya hidup, dan dengan demikian cenderung muncul sebagaimana orang semakin tua (lihat LI 616). Sebagaimana orang dengan HIV hidup lebih lama berkat terapi antiretroviral, mereka menjadi lebih rentan terhadap diabetes. Cara terbaik untuk menghindari diabetes adalah dengan membatasi atau menghilangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan: makan makanan sehat dan menjaga berat badan yang sehat; berolahraga secara teratur; dan berhenti merokok. Orang lansia disarankan untuk melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara berkala. Jika kadar ini tinggi, mengurangi berat badan dapat menyebabkan perbaikan, terutama pada orang yang sangat gemuk. Dalam beberapa kasus, obat-obatan mungkin diperlukan untuk mengendalikan diabetes, dan mungkin kita harus mengganti ARV tertentu. Dibuat 10 Desember 2014 berdasarkan FS 654 The AIDS InfoNet 9 Desember 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 670 SIKLUS HIDUP HCV 1 Virus hepatitis C 2 Pengikatan: Virus mengikat pada reseptor sel hati. Sedikitnya 4 protein yang berbeda dibutuhkan untuk pemasukan virus 3 Penembusan dan pemasukan: Virus menembus sel hati, yang "menelannya" Molekul reseptor pada permukaan sel hati (beberapa tipe) 4 Perpaduan dan pengeluaran RNA virus: Virus melebur. Lapisan proteinnya larut. Kode RNA virus dikeluarkan dalam sel hati 5 Pembuatan seratan protein: RNA virus membajak alat sel hati untuk membuat protein virus 6 Pengolahan protein: Enzim SEL HATI protease dari virus hepatitis C dan sel hati yang terinfeksi memotong seratan protein menjadi berbagai protein virus Nukleus sel hati 7 Replikasi: Ratusan tiruan RNA hepatitis C dibuat oleh enzim polimerase 8 Perakitan Virus: Kulit protein (kapsid) melapis tiruan RNA hepatitis C untuk membuat virus baru 9 Tonjolan: Virus yang belum matang menonjol ke dalam kantong diisi cairan dalam sel 10 Pengeluaran: Virus hepatitis C yang belum matang diboyong ke permukaan sel 11 Pelepasan: Virus hepatitis C yang baru dikeluarkan dari sel terinfeksi Diperbarui 3 Januari 2015 berdasarkan FS 670 The AIDS InfoNet 10Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 671 TES LABORATORIUM HEPATITIS C Beberapa tes laboratorium (darah) dipakai terkait hepatitis C (HCV). Tes ini termasuk tes fungsi hati, viral load HCV, tes genotipe, tes genetik IL28B, dan tes pembekuan darah. Tes Fungsi Hati Tes laboratorium yang disebut “tes fungsi hati” tidak mengukur bagaimana hati berfungsi. Sebaliknya, tes tersebut mengukur tingkat enzim yang ditemukan di jantung, hati, dan otot. Enzim adalah protein yang terkait dengan reaksi kimia dalam organisme hidup. Lihat Lembaran Informasi (LI) 135 untuk informasi lebih lanjut mengenai tes fungsi hati. Tingkat enzim yang tinggi dapat menunjukkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh obat, asupan alkohol yang berat, hepatitis virus, asap beracun atau penggunaan narkoba. Hasil tes enzim hati dapat sulit ditafsirkan. Orang dengan kerusakan hati yang berat kadang kala memiliki tingkat enzim hati yang normal. Pola yang berbeda dari enzim ini – ketika ada yang tinggi dan yang lain tetap normal – adalah bagian dari informasi yang dipakai oleh dokter memakai untuk memantau kesehatan hati. Tes fungsi hati termasuk: y Albumin adalah protein yang paling umum dalam darah. Hal ini penting untuk pengalihan cairan tubuh secara benar. Albumin membantu memindahkan molekul kecil di seluruh tubuh. Karena albumin dibuat oleh hati, penurunannya mungkin merupakan tanda penyakit hati, penyakit ginjal, atau gizi buruk. y ALT (alanine aminotransferase, dulu dikenal sebagai SGPT) dipakai bersamaan dengan AST untuk memantau kesehatan hati. Kadang kala ALT dipakai untuk melihat apakah pengobatan berhasil memperbaiki fungsi hati. y AST (aspartate aminotransferase, dulu dikenal sebagai SGOT) biasanya dipakai dengan ALT untuk memantau kesehatan hati. Namun tes ini tidak secara khusus menunjukkan fungsi hati, dan tidak benar-benar dibutuhkan. y Bilirubin adalah cairan berwarna kuning yang dihasilkan ketika sel darah merah menjadi rusak. Tingkat bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan ikterus (penyakit kuning), yang menyebabkan bagian putih mata dan kadang kala kulit menjadi berwarna kuning. Tingginya tingkat bilirubin dapat menandakan penyakit hati, tapi mungkin juga tidak penting jika disebabkan oleh obat antiretroviral (ARV) indinavir atau atazanavir. y Fosfatase alkalin. Sel hati yang rusak mengeluarkan jumlah fosfatase alkali yang meningkat ke aliran darah. Tingkat yang tinggi juga bisa menandakan penyakit tulang. y Feritin adalah protein yang mengikat pada zat besi. Tingkat feritin atau zat besi dalam darah yang tinggi dapat menandai pengumpulan zat besi (hemokromatosis) atau penyakit hati lain. y GGT (gamma glutamil transpeptidase). Hasil tes ini dapat menunjukkan apakah hasil tes abnormal yang lain disebabkan oleh masalah hati atau masalah tulang. Bila AST dan ALT tidak meningkat, tes GGT mungkin dilakukan untuk membantu menentukan apakah sumber fosfatase alkali tinggi adalah kelainan tulang atau penyakit hati. Tingkat GGT meningkat dengan konsumsi alkohol yang berat. y LDH (laktik dehidrogenase) adalah enzim ditemukan dalam banyak jaringan tubuh. Peningkatan tingkat LDH biasanya menunjukkan beberapa jenis kerusakan jaringan. Tes ALT, AST, dan fosfatase alkali membantu menentukan organ yang mana terlibat. Tes Viral Load Tes viral load HCV menghitung berapa banyak bibit virus hepatitis C (HCV) dalam darah. Tes ini mirip dengan tes viral load HIV (lihat LI 125) tetapi ada beberapa perbedaan penting: y Viral load HCV diukur dalam satuan internasional per mililiter (IU/mL). Satu IU adalah sekitar tiga tiruan (copy) HCV. y Viral load HCV jauh lebih tinggi dibandingkan viral load HIV. Viral load HCV dapat mencapai beberapa juta IU. Viral load HCV di bawah 400.000 sampai 600.000 IU dianggap rendah. y Viral load HIV dipakai untuk meramalkan perkembangan penyakit. Namun, hal ini tidak dibenarkan untuk viral load HCV. Viral load HCV yang tinggi tidak menunjukkan bahwa penyakit berkembang lebih cepat. Namun, viral load HCV dapat meramalkan tanggapan terhadap pengobatan HCV: semakin rendah viral load, semakin mungkin pengobatan HCV akan berhasil. y Viral load dipakai untuk menentukan apakah pengobatan HCV berhasil, dan seberapa cepat viral load menjadi tidak terdeteksi. Bila viral load menjadi tidak terdeteksi selama pengobatan HCV dan tetap begitu selama enam bulan setelah pengobatan selesai, hal ini disebut sebagai sustained virologic response atau SVR. Bila kita mencapai SVR, umumnya hasil ini tetap dialami selama sepuluh tahun atau lebih, dan dianggap penyembuhan. Tes Genotipe HCV Ada lebih dari enam tipe HCV, yang diidentifikasi oleh nomor. Ada juga subtipe, yang diidentifikasi oleh huruf. Contohnya, ada genotipe 1a dan 1b. Genotipe HCV ditentukan dengan menganalisis contoh darah untuk mengetahui kode genetik virus. Tipe HCV yang paling umum di Amerika Utara adalah genotipe 1, jauh lebih lazim daripada genotipe 2 dan 3. Tampaknya keadaan genotipe juga mirip di Indonesia. Genotipe dan subtipe HCV memberikan informasi yang penting pada dokter untuk memilih pengobatan. Misalnya, genotipe 2 dan 3 paling mudah diobati dengan interferon. Tes Genetik IL28B Para peneliti baru-baru ini menemukan hubungan antara kode genetik pasien dan tanggapannya terhadap pengobatan yang baku. Kode genetik dari sekelompok besar pasien dengan HCV genotipe 1 dianalisis. Pasien dengan jenis gen IL28B yang tertentu lebih dari dua kali lebih mungkin menanggapi pengobatan HCV baku dengan interferon dan ribavirin secara baik. Tes IL28B mungkin akan menjadi alat penting untuk memandu pengobatan HCV. Tes Pembekuan Darah Beberapa tes mungkin akan dipakai jika kita akan melakukan biopsi hati (lihat LI 672.) Dengan biopsi, ada risiko perdarahan. Tes pembekuan darah mengukur seberapa cepat darah membentuk pembekuan, yang menghentikan perdarahan. Nilai abnormal pada tes ini mungkin menandakan penyakit hati lanjut. y PT/INR (Prothrombin Time dan International Normalized Ratio) adalah tes pembekuan darah yang paling umum. Contoh kecil darah dites di laboratorium untuk menentukan dibutuhkan berapa lama untuk membentuk pembekuan. y Hitung Trombosit (Platelet Count) menunjukkan jumlah trombosit dalam darah. Orang dengan penyakit hati lanjut mungkin memiliki lebih sedikit trombosit dan mungkin lebih cenderung berdarah setelah biopsi hati. Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 671 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 672 BIOPSI HATI Apa Biopsi Itu? Biopsi adalah analisis contoh jaringan hati yang sangat kecil. Contoh diperiksa untuk tanda parutan, atau penyakit atau kerusakan lain. Biopsi hati adalah cara terbaik untuk memeriksa keadaan hati. Viral load hepatitis C atau tes fungsi hati tidak mampu menunjukkan tingkat parutan atau peradangan pada hati, atau lemak dalam hati (steatosis – lihat Lembaran Informasi (LI) 528) yang dapat memburukkan parutan. Pada biopsi, contoh jaringan hati akan diambil dengan jarum tipis dan diperiksa di bawah mikroskop. Jika ditemukan sangat sedikit kerusakan pada hati, beberapa ahli mengusulkan pemantauan saja. Jika ada kerusakan (parutan), pengobatan virus hepatitis C (HCV) mungkin dibutuhkan. Mengapa Dilakukan Biopsi? Meskipun dapat menyakitkan, biopsi hati memiliki beberapa keuntungan. Biopsi adalah cara terbaik untuk menilai kerusakan hati. Tes viral load HCV tidak mampu menunjukkan kerusakan hati. Tes fungsi hati (lihat LI 671) bukan merupakan cara yang dapat diandalkan untuk mengukur kerusakan hati. Beberapa orang dengan tingkat enzim hati yang normal masih mungkin mengalami kerusakan hati. Tingkat enzim hati yang tinggi terus-menerus adalah tanda peradangan hati, yang berlanjut pada parutan. Kebanyakan pasien HCV dengan tingkat ALT yang normal memiliki fibrosis (parutan) hati dengan tingkat tertentu. Beberapa tes yang noninvasif (dilakukan dari luar tubuh) telah diteliti. Tes ini menilai kerusakan hati dengan mengukur seberapa kaku atau lunak hati. Sebuah hati yang berparut adalah lebih kaku dibandingkan sebuah hati yang masih sehat. Satu tes, yang disebut sebagai FibroScan, memakai ultrasound (USG). Tes lain memakai pengamatan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Kedua tes ini tidak menimbulkan rasa sakit tetapi kurang berhasil untuk menunjukkan kerusakan hati dibandingkan biopsi. Tes ini masih tidak terjangkau di sebagian besar negara berkembang. Sekarang WHO mengusulkan penggunaan tes berdasarkan hitung darah (lihat LI 695). Semua tes noninvasif ini mampu mengonfirmasi atau mengesampingkan sirosis (kerusakan hati yang berat), tetapi tidak baik dalam mendeteksi kerusakan hati yang ringan atau sedang. Bagaimana Biopsi Dilakukan? Biopsi hati biasanya dilakukan di ruang dokter atau di rumah sakit dengan rawat jalan. Prosedur ini sendiri hanya membutuhkan sekitar 15 atau 20 menit. Setelah dilakukan, kita akan diawasi selama beberapa jam untuk memastikan tidak ada masalah, seperti perdarahan internal. Kita harus ditemani oleh seseorang untuk membantu kita pulang ke rumah. Biopsi jarang membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Contoh jaringan biasanya diambil dengan memasukkan jarum antara tulang rusuk di sisi kanan ke dalam hati. Pertama, kita diberikan suntikan anestesi lokal untuk mematikan rasa di daerah yang akan dimasukkan oleh jarum biopsi. Kemudian jarum dimasukkan. Jarum cepat mengumpulkan sepotong hati yang kecil. Kadang kala alat USG dipakai untuk memilih lokasi terbaik untuk biopsi. Beberapa pasien membutuhkan obat untuk menenangkannya dulu sebelum biopsi. Walau anestesi umum tidak dapat dipakai, ada cara lain untuk mereda kegelisahan selama biopsi. Pasien harus tetap sadar selama prosedur agar memberi tahu petugas medis jika ada masalah. Meskipun biopsi adalah cara terbaik untuk menilai parutan pada jaringan hati, prosedur ini tidak sempurna. Contoh yang diambil mungkin terlalu kecil, atau mungkin berasal dari bagian hati yang sehat. Bagaimana Hasil Biopsi Dilaporkan? Ada dua cara utama untuk menilai hasil biopsi: Metavir dan Knodell. Dalam sistem Metavir, hasil biopsi diberi grade dan stage. Grade menunjukkan tingkat peradangan. Stage mengukur tingkat fibrosis atau parutan jaringan. Grade dan stage diberi nilai dari 0 sampai 4 dengan 4 yang paling berat. Sistem Knodell (atau indeks aktivitas histologis/HAI) lebih rumit. Seperti sistem Metavir, tindakan itu mengukur peradangan (0-18) dan parutan jaringan (dari 0 sampai 4). Bagaimana Hasil Biopsi Dipakai? Seperti dibahas di atas, biopsi merupakan pemeriksaan mikroskopis dari contoh jaringan hati yang sangat kecil. Sel diperiksa: y agar diketahui apakah ada penyakit hati lain selain HCV, termasuk kanker, hepatitis B, penumpukan lemak (steatosis), penumpukan zat besi (hematokromatosis), infeksi lain y untuk menentukan luasnya kerusakan pada hati. Kerusakan dapat ditampilkan sebagai peradangan, fibrosis (penumpukan jaringan tangguh, parutan yang ringan) atau sirosis (luka parut yang lebih berat) y untuk membantu menentukan pengobatan terbaik y untuk menyediakan titik awal (baseline) untuk membandingkan dengan biopsi masa depan. Ini membantu melacak jika parutan jaringan hati semakin baik atau buruk. Apa Efek Samping Biopsi? Efek samping biopsi yang paling umum adalah nyeri. Sekitar sepertiga orang mengalami nyeri sedang selama dan setelah biopsi. Efek samping jarang dan hampir selalu muncul dalam satu hari. Ada juga risiko perdarahan internal jika biopsi jarum menusuk pembuluh darah atau organ yang dekat. Perdarahan berat dialami oleh kurang dari 2% pasien, dan sering berhenti sendiri. Dalam kasus yang sangat jarang, transfusi darah mungkin dibutuhkan. Kematian akibat biopsi sangat amat jarang, kurang lebih 1 dalam 10.000 biopsi. Untuk mengurangi risiko perdarahan yang berlebihan, tes darah dilakukan sebelum biopsi. Yang paling umum adalah disebut PT/INR dan hitung trombosit – lihat LI 671. Jika kita memakai obat yang melambatkan pembekuan darah, kita mungkin harus menghentikan penggunaannya sebelum biopsi. Obat ini termasuk pengencer darah, atau obat pengurang peradangan, misalnya aspirin, naproksen, atau ibuprofen. Setelah Biopsi Setelah biopsi, perban akan diletakkan di atas tempat tusukan dan kita akan terletak di sisi kanan, ditekan pada handuk, selama satu sampai dua jam. Tekanan darah, detak jantung dan pernapasan serta tingkat nyeri akan dipantau. Pastikan kita ditemani oleh seseorang yang dapat membantu kita pulang ke rumah setelah biopsi. Rencanakan beristirahat selama sehari setelah biopsi. Hindari olahraga atau terlalu banyak kegiatan untuk satu minggu agar tempat tusukan jarum dan hati dapat pulih. Rasa sakit pada tempat tusukan dan di bahu kanan adalah biasa. Nyeri ini disebabkan oleh gangguan pada otot sekat rongga badan (diafragma). Ini biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Kita sebaiknya menghindari penggunaan aspirin atau ibuprofen untuk satu minggu setelah biopsi. Obat ini dapat meningkatkan masalah perdarahan. Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 672 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 673 PENCEGAHAN PENULARAN HCV Bagaimana Kita Tertular dengan Hepatitis C? Virus hepatitis C (HCV) menyebar terutama melalui hubungan dengan darah yang terinfeksi. Karena HCV adalah virus yang sangat kecil, sejumlah darah yang sangat kecil – tidak kasatmata – dapat menularkan HCV. Dalam jarum suntik bekas pakai, darah dapat menular setelah tiga minggu. Virus itu dapat tahan hidup dalam darah yang beku selama sampai empat hari. HCV baru ditemukan pada 1989. Sampai 1990, belum ada cara untuk skrining darah untuk HCV. Banyak orang terinfeksi HCV melalui transfusi darah atau produk darah, misalnya yang dipakai oleh orang dengan hemofilia. Pada awal 1990-an di AS, bank darah mulai skrining darah yang disumbang untuk HCV. Bila skrining ini dilakukan, infeksi baru tidak terjadi. Namun, bila darah tidak diskrining, atau alat medis tidak disterilkan, infeksi HCV dapat terjadi. Orang yang melakukan dialisis ginjal mungkin berisiko tertular HCV bila upaya pencegahan infeksi tidak memadai. Apakah Kegiatan Rumah Tangga Dapat Menularkan HCV? Hubungan biasa dalam rumah tangga tidak menyebarkan HCV. HCV tidak menular melalui peluk, cium, atau makan atau minum dengan memakai alat makan/ minum secara bersamaan. Namun ada risiko bila dipakai alat pribadi secara bersamaan, misalnya alat cukur, gunting kuku dan sikat gigi. Alat ini dapat mengandung jumlah darah yang sangat kecil dan tidak kasatmata. Penggunaan Narkoba Suntikan Cara paling umum penularan HCV adalah melalui menyuntikkan narkoba. Beberapa penelitian menemukan bahwa sampai 90% pengguna narkoba suntikan (penasun) terinfeksi HCV. Oleh karena begitu banyak penasun terinfeksi HCV, dan tidak dapat diketahui apakah seseorang terinfeksi dari memandangnya, kita harus sangat hati-hati bila menyuntik narkoba bergantian dengan orang lain. Jangan memakai alat apa pun secara bergantian. Memakai jarum suntik secara bergantian adalah kegiatan yang paling berisiko terinfeksi HCV. Kita juga dapat tertular HCV melalui alat atau barang lain yang dipakai saat menyuntik narkoba. Alat dan barang tersebut termasuk alat pemanas, kapas, saringan, dan tali. Sejumlah darah yang tidak kasatmata dapat cukup untuk menularkan HCV, sehingga sangat penting tidak memakai alat/barang yang dipakai untuk menyuntik narkoba secara bergantian. Akses umum yang lebih baik terhadap jarum suntik yang steril mencegah penyebaran HCV. Di beberapa daerah, jarum suntik baru dapat dibeli di apotek tanpa resep. Ada layanan alat suntik steril (LASS), terutama di puskesmas, di beberapa daerah, yang memberi jarum suntik yang steril secara gratis sehingga penasun tidak terpaksa memakainya secara bergantian. Bagaimana dengan Tato? Menato dapat menularkan HCV bila alat, tinta atau bahkan tempat tinta dipakai bergantian. Praktik yang tidak aman ini terutama terjadi bila tato dilakukan di jalan atau di penjara. Bila kita memutuskan untuk ditato, pastikan tindakan pencegahan yang aman dilakukan. Tindakan ini termasuk: y Jarum baru dipakai y Alat atau barang yang mungkin jadi tercemar dengan darah disterilkan y Semua permukaan dibersihkan y Sarung tangan lateks yang baru dipakai untuk setiap klien y Tabung tinta baru dipakai untuk setiap klien (HCV dapat tahan hidup dalam tinta tato) y Tato yang baru dilindungi agar darah tidak disebarkan y Semua benda yang mungkin tercemar darah dibuang secara hati-hati Penularan dari Ibu-ke-Bayi HCV dapat menyebar dari ibu kepada bayinya selama kehamilan dan kelahiran, walau hal ini hanya terjadi pada satu dari 30 kasus. Seorang bayi juga dapat tertular waktu disusui bila puting susu ibu retak atau berdarah. Petugas Layanan Kesehatan Pajanan pada darah tercemar dengan HCV dapat menyebabkan infeksi melalui tusukan jarum suntik, atau bila darah tersebut mengena luka terbuka atau mata. Petugas layanan kesehatan, termasuk di layanan kesehatan gigi, harus mematuhi kewaspadaan standar (lihat Lembaran Informasi 811) untuk menghindari hubungan dengan darah yang terinfeksi. Dapatkah HCV Tertular Melalui Hubungan Seks? HCV secara umum tidak menular melalui hubungan seks. Namun kegiatan seksual yang menyebabkan perdarahan, bahkan yang kecil, dapat menularkan HCV. Hubungan seks yang keras, dan seks melalui dubur atau kegiatan lain yang menyebabkan luka dapat menularkan HIV. Orang dengan infeksi menular seksual misalnya HIV lebih mungkin menularkan HCV melalui hubungan seks. Luka yang terbuka, misalnya yang disebabkan oleh herpes atau sifilis, meningkatkan risiko penularan HCV. HCV yang tertular melalui hubungan seks menyebar di antara laki-laki terinfeksi HIV yang berhubungan dengan lakilaki. Faktor risiko termasuk memakai alat mainan seks secara bergantian, memiliki berbagai pasangan, hubungan seks anak secara kasar dan lama, memasukkan tangan ke dalam dubur, dan hubungan seks anal setelah bedah pada dubur. Bagaimana Bila Kita Terpajan? Penyakit hepatitis C tidak pasti menyebabkan gejala. Bila kita merasa kita pernah terpajan, sebaiknya kita melakukan tes HCV. Garis Dasar HCV paling umum menyebar melalui hubungan dengan darah yang terinfeksi. Sejumlah darah yang sangat kecil, yang tidak kasatmata, cukup untuk menularkan HCV. Pengguna narkoba suntikan (penasun) terutama berisiko terinfeksi HCV. Tato dan hubungan seks juga mengandung risiko. Ibu hamil terinfeksi HCV dapat menularkan infeksinya pada bayi, walaupun risiko agak kecil (sekitar 3%). Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 673 The AIDS InfoNet 16 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 674 GENOTIPE HEPATITIS C Apa Genotipe Hepatitis C Itu? Ada beberapa jenis atau genotipe hepatitis C (HCV). Kode genetis masingmasing genotipe sedikit berbeda, dan perbedaan tersebut dapat ditunjukkan oleh tes laboratorium. Dalam kode genetis, semua genotipe HCV mempunyai bagian yang sama. Genotipe HCV yang tertentu lebih umum di berbagai belahan dunia. Perbedaan ini muncul sebagaimana virus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tantangan yang berbeda. Dalam tubuh kita, HCV menggandakan diri (bereplikasi) sangat cepat, membuat lebih dari satu triliun bibit virus setiap hari. Banyak virus baru ini berbeda dari virus asli; versi yang berbeda ini disebut sebagai mutan. Kebanyakan mutan ini tidak dapat bertahan hidup. Namun, ada beberapa yang bertahan hidup, bahkan ketika obat anti-HCV dipakai. Mutan ini hanya mempunyai sedikit perbedaan dalam kode genetika HCV, dan tidak dianggap sebagai genotipe baru. Secara global, ada 11 genotipe HCV. Genotipe ini diidentifikasi dengan nomor, misalnya genotipe 1. Dalam setiap genotipe, ada beberapa jenis yang sedikit berbeda, yang disebut sebagai subtipe. Subtipe diidentifikasi dengan huruf, misalnya genotipe 1a. Mengapa HCV Penting? Genotipe HCV yang berbeda umumnya menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit dengan cara yang sama. Tetapi genotipe HCV yang berbeda tidak sama dalam cara menanggapi pengobatan HCV, misalnya interferon dan ribavirin (lihat Lembaran Informasi (LI) 680). Pengobatan dengan interferon dan ribavirin berhasil pada 70-90% pasien dengan genotipe 2 dan 3, tetapi hanya pada 40-60% pasien dengan genotipe 1. Obat anti-HCV yang baru adalah lebih efektif terhadap berbagai genotipe; pengobatan dapat disesuaikan dengan genotipe tertentu. Keanekaragaman genotipe HCV juga menyulitkan pengembangan vaksin. Vaksin yang efektif sebaiknya menghasilkan tanggapan kekebalan untuk semua genotipe. Genotipe dan Steatosis Steatosis (penumpukan lemak di hati, lihat LI 528) adalah masalah yang sering ditemukan terkait infeksi HCV. Steatosis dapat berpengaruh pada perkembangan penyakit dan tanggapan pada pengobatan HCV meskipun mekanisme yang tepat tidak sepenuhnya dipahami. Orang dengan HCV genotipe 3 lebih mungkin mengembangkan steatosis dan diperkirakan bahwa HCV genotipe 3 merupakan faktor risiko yang berdiri sendiri dan mungkin sebenarnya memainkan peran langsung dalam pengembangan steatosis. Telah dilaporkan bahwa ketika diobati HCV genotipe 3 secara berhasil, umumnya steatosis akan membaik dan steatosis dapat pulih. Genotipe dan Kelanjutan Penyakit HCV Ada kesan bahwa genotipe 1b dikaitkan dengan perkembangan penyakit yang lebih berat dibandingkan genotipe 1a atau 2. Namun uji klinis prospektif yang lebih besar diperlukan untuk memastikan dampak ini. Genotipe HCV Ditemukan di Daerah Mana? Genotipe 1, 2, dan 3 ditemukan di seluruh dunia. Subtipe 1a dan 1b adalah yang paling umum, dan menyebabkan sekitar 60-70% infeksi HCV di dunia. Subtipe 1a terutama ditemukan di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Australia. Subtipe 1b ditemukan di Amerika Utara, Eropa, dan di bagian Asia. Genotipe 2 ditemukan di kebanyakan negara maju, tetapi jauh lebih jarang daripada genotipe 1. Genotipe 3 adalah umum di Asia Tenggara, tetapi juga ditemukan di wilayah lain. Genotipe 4 terutama ditemukan di Timur Tengah, Mesir, dan Afrika Tengah. Genotipe 5 ditemukan dalam kelompok lokal di seluruh dunia, tetapi jumlah orang yang terinfeksi secara keseluruhan agak kecil. Genotipe 6 sampai 11 ditemukan di Asia. Analisis genetika menunjukkan bahwa kebanyakan HCV adalah genotipe 1 sampai 6. Di Amerika Serikat, genotipe yang paling umum adalah 1a dan 1b, diikuti oleh genotipe 2 dan 3. Genotipe 4 sampai 11 bertanggung jawab untuk kurang dari 5% kasus HCV global. Bagaimana Genotipe Ditentukan? Sebuah sampel darah yang terinfeksi HCV dites untuk menentukan urutan genetis virusnya. Tes genotipe HCV hanya dilakukan sekali saja karena genotipe tidak berubah. Namun, kalau kita terinfeksi ulang dengan HCV, mungkin infeksi ulang ini disebabkan oleh virus dengan genotipe yang berbeda. Diperbarui 25 November 2014 berdasarkan FS 674 AIDS InfoNet 23 Juli 2014 dan hcspFACTsheet v7 Oktober 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 675 VIRAL LOAD HEPATITIS C Apa Viral Load HCV Itu? Ada dua jenis tes viral load HCV yang utama: Tes viral load kualitatif menentukan keberadaan RNA (kode genetik) HCV dalam darah. Jenis tes ini biasanya dipakai untuk memastikan infeksi HCV yang kronis (menahun). Jika RNA virus terdeteksi, hasil dilaporkan sebagai positif. Jika RNA virus tidak terdeteksi, hasil dilaporkan sebagai negatif. Sampai dengan 15% orang yang terinfeksi HCV mengeluarkan infeksi tanpa pengobatan. Tes antibodi yang dilakukan oleh orang ini menunjukkan hasil positif tetapi hasil tes viral loadnya negatif. Tes viral load kuantitatif mengukur jumlah virus dalam satu mililiter darah. Tes jenis ini sering dipakai untuk menilai apakah pengobatan dengan interferon atau interferon plus ribavirin mungkin akan berhasil atau tidak, dan kemudian setelah obat dipakai, apakah pengobatan berhasil. Ada beberapa cara yang berbeda untuk menghitung jumlah virus HCV: y Polymerase chain reaction (PCR). Tes jenis ini mengukur salinan kode genetik HCV. Tes PCR sangat peka. y Branched-chain DNA (bDNA). Tes ini kurang peka dibandingkan tes PCR. Namun, tes jenis ini lebih murah. y Transcription-mediated amplification (TMA). Tes ini sangat peka, dan menjadi semakin cepat dan murah. Tes yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda untuk contoh darah yang sama. Oleh karena itu, kita harus memakai jenis tes yang sama setiap kali kita mengukur viral load. Bagaimana Virus Load HCV Dilaporkan? Viral load biasanya dilaporkan sebagai jumlah copies (salinan) virus dalam satu mililiter (mL) darah. Namun, karena jenis tes yang berbeda memberikan hasil viral load yang berbeda, viral load HCV dilaporkan sebagai International Unit per mL (IU/ml). Hasil tes viral load terbaik adalah “tidak terdeteksi.” Hal ini tidak menjamin bahwa tidak ada virus dalam darah kita; hasil ini dapat berarti bahwa jumlah virus tidak cukup untuk ditemukan dan dihitung oleh alat tes. Viral load di bawah 800.000 IU/mL dianggap rendah; di atas 800.000 dianggap tinggi. Virus hepatitis C secara fisik jauh lebih kecil dari HIV dan menggandakan diri jauh lebih cepat. Viral load HCV dapat berjumlah jutaan. Tetapi dengan pengobatan yang berhasil, HCV dapat disembuhkan. Perubahan pada viral load sering digambarkan sebagai perubahan “log”. Hal ini mengacu pada notasi ilmiah, yang memakai pangkat dasar 10. Sebagai contoh, penurunan 2-log adalah penurunan 102 atau 100 kali. Penurunan dari 600.000 menjadi 6.000 akan dilaporkan sebagai penurunan 2-log. Bagaimana Viral Load HCV Dipakai? Viral load membantu dalam beberapa bidang: y Diagnosis. Tes ini dapat mendeteksi keberadaan HCV beberapa hari setelah kita terinfeksi HCV, sebelum tes antibodi menunjukkan hasil positif. y Prediksi keberhasilan pengobatan. Kalau kita mempunyai viral load di bawah 400.000 sebelum mulai pengobatan, umumnya hasil pengobatan akan lebih baik. y Pemantauan terapi. Tes menunjukkan jika pengobatan berhasil mengendalikan virus. Ada beberapa cara untuk mengukur tanggapan pada pengobatan, sebagaimana dijelaskan di bawah. Viral load HCV tidak dapat dipakai dengan cara yang sama seperti viral load HIV (lihat Lembaran Informasi 125). Berbeda dengan HIV, viral load HCV bukan indikator yang baik untuk menentukan tingkat beratnya penyakit, atau seberapa cepat penyakit akan berlanjut. Lagi pula, lebih rumit menilai tanggapan terhadap pengobatan berdasarkan viral load HCV. Namun, viral load yang lebih rendah dikaitkan dengan tanggapan yang lebih baik terhadap terapi HCV. Juga, viral load yang lebih tinggi terkait dengan peningkatan pada risiko penularan HCV, setidaknya penularan HCV dari ibu hamil ke bayinya. Viral Load HCV dan Tanggapan Terhadap Pengobatan Ada beberapa jenis tanggapan viral load HCV terhadap pengobatan: RVR (rapid virologic response/tanggapan virologi cepat): Ini berarti bahwa viral load HCV menjadi tidak terdeteksi paling empat minggu setelah mulai pengobatan. EVR (early virologic response/tanggapan virologi dini): Ini ditunjukkan dengan penurunan 99% (2 log) pada viral load (yang dikenal sebagai EVR sebagian), atau menjadi tidak terdeteksi (EVR lengkap), setelah 12 minggu pengobatan. Pasien yang tidak menghasilkan EVR hampir pasti tidak akan mencapai SVR (lihat di bawah). Kebanyakan dokter akan menghentikan pengobatan HCV jika pasien tidak menghasilkan EVR. ETR (end-of-treatment response/ tanggapan pada akhir pengobatan): Ini berarti bahwa viral load HCV tidak terdeteksi waktu masa pengobatan HCV selesai. SVR (sustained virologic response/ tanggapan virologi yang berkelanjutan): Ini berarti bahwa viral load HCV tetap tidak terdeteksi enam bulan setelah menyelesaikan pengobatan. Kebanyakan pakar menganggap bahwa SVR berarti bahwa infeksi HCV sudah sembuh. Viral Breakthrough (terobosan HCV): Setelah menjadi tidak terdeteksi, viral load HCV menjadi terdeteksi lagi dalam masa pengobatan. Viral Relapse (kambuh HCV): Ini mengacu pada viral load HCV yang menjadi tidak terdeteksi pada masa pengobatan, tetapi menjadi terdeteksi lagi setelah pengobatan selesai. Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS675 AIDS InfoNet 24 Februari 2104 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 680 INTERFERON DAN RIBAVIRIN Pengobatan Baku untuk Hepatitis C Pengobatan yang baku untuk hepatitis C (HCV) adalah gabungan interferon (IFN) dengan ribavirin (RBV), yang dipakai selama 48 minggu. Sayangnya, kombinasi ini menimbulkan efek samping yang berat dan tidak begitu efektif. Obat ini dibahas di bawah. INTERFERON Apa Interferon (IFN) Itu? IFN adalah protein yang dibuat oleh berbagai sel dari sistem kekebalan tubuh, termasuk sel darah putih. IFN dibuat sebagai tanggapan terhadap sel “asing” termasuk virus, bakteri, parasit, dan sel tumor. Nama “interferon” berasal dari kemampuan IFN untuk mengganggu perkalian sel asing. Selama infeksi apa pun, IFN dilepaskan dan meningkatkan tanggapan kekebalan tubuh. Tanggapan ini bertanggung jawab atas banyak efek samping IFN (lihat di bawah). Ada berbagai macam IFN, termasuk: alpha, beta, gamma dan lambda. Interferon sintetik (buatan manusia) telah dikembangkan dengan memakai teknologi DNA. Saat ini ada 12 jenis interferon dan ada lagi yang lebih sedang diteliti. Berbagai jenis interferon telah disetujui untuk mengobati penyakit yang berbeda. Penelitian terbaru telah tertuju pada penggunaan interferon untuk meningkatkan keberhasilan terapi lain, misalnya untuk mengobati kanker payudara. Bagaimana IFN Dipakai? IFN versi awal disuntikkan di bawah kulit tiga kali seminggu. Takaran umum adalah tiga juta unit internasional (MIU). IFN diberikan sebagai bubuk yang dilarutkan dalam air steril, atau dalam jarum suntik yang sudah diisi. Volume IFN yang ternyata disuntikkan sangat kecil, sekitar 0,5mL atau sepuluh tetes. Panjangnya jarum kurang lebih 1cm. Takaran umumnya didasarkan pada berat badan pasien. Pada 2001, FDA-AS menyetujui bentuk IFN yang baru. Interferon pegilasi (PEG-IFN) tertahan dalam tubuh lebih lama dan dapat disuntikkan hanya sekali seminggu. Pegilasi (pegylated) berarti mengikat serat polietilen glikol (PEG) pada sebuah molekul. PEG-IFN telah menjadi bentuk baku IFN untuk mengobati HCV. Interferon harus disimpan dalam kulkas tanpa menjadi beku. Apa Efek Samping IFN? IFN dapat menyebabkan kekurangan berbagai jenis sel darah. Kekurangan jenis sel darah putih yang disebut neutrofil (neutropenia) dapat mengurangi kemampuan untuk melawan infeksi. Kekurangan sel darah merah disebut anemia (lihat Lembaran Informasi (LI) 552). Penurunan trombosit (trombositopenia) bisa menyebabkan mudah berdarah dan lebam. Gejala mirip flu terjadi pada hampir separuh pasien setelah setiap suntikan interferon. Gejala termasuk kelelahan (lihat LI 551), demam, menggigil, sakit kepala, dan nyeri otot. Beberapa pasien mengembangkan diare (lihat LI 554). Untuk banyak orang, efek samping IFN menjadi semakin ringan setelah suntikan berkali-kali. Efek samping dapat ditangani dengan pereda rasa sakit sederhana seperti ibuprofen atau antihistamin. Depresi, kegelisahan dan rasa ingin bunuh diri telah dilaporkan. Ini mungkin disebabkan oleh IFN sendiri atau oleh penyakit yang diobati. Karena IFN disuntikkan, mantan pengguna narkoba suntikan (penasun) mungkin tidak nyaman memakai jarum suntik sendiri dan lebih memilih agar dosis diberikan oleh perawat. RIBAVIRIN Apa Ribavirin (RBV) Itu? RBV adalah obat antivirus yang ditemukan pada tahun 1970. Cara obat ini melawan dengan virus tidak dipahami dengan baik. RBV disetujui pada tahun 1985 dalam bentuk hirup untuk melawan bentuk influenza pada anak. RBV hanya efektif terhadap HCV dalam kombinasi dengan obat lain. Bagaimana RBV Dipakai? RBV dipakai sebagai tablet, kapsul, atau dalam bentuk sirop. Obat ini biasanya dipakai dua kali sehari dengan makan. Takaran baku tergantung pada genotipe HCV. Umumnya, takaran antara 800mg dan 1.400mg per hari. Isinya tablet 200mg. Pedoman pengobatan saat ini mengusulkan takaran RBV berdasarkan berat badan pasien. Apa Efek Samping RBV? Efek samping RBV yang paling umum adalah anemia. Efek ini biasanya muncul dalam empat minggu pertama pengobatan dan kemudian membaik. Anemia dapat memburukkan beberapa masalah jantung. RBV dapat menyebabkan cacat lahir. Pasien perempuan yang memakai RBV tidak boleh menjadi hamil selama pengobatan dan enam bulan setelah penggunaan RBV dihentikan. Hal ini juga berlaku untuk pasangan perempuan dari pasien laki-laki pengguna RBV. TERAPI KOMBINASI IFN/RBV Studi gabungan IFN dan RBV menunjukkan bahwa kombinasi ini lebih berhasil untuk mengobati HCV dibandingkan salah satunya dipakai sendiri. Kombinasi tersebut telah disetujui oleh FDA pada 1998, dan sekarang telah menjadi terapi HCV yang baku. Pengobatan dilanjutkan selama 12-48 minggu, tergantung pada genotipe HCV (lihat LI 674) dan hasil terapi yang diamati dengan pemantauan. Siapa Sebaiknya Memakai IFN/RBV? Kombinasi IFN dan RBV adalah satusatunya terapi saat ini disetujui oleh FDA-AS untuk mengobati HCV. Orang yang dites positif untuk HCV mungkin mengeluarkan HCV secara spontan (tanpa obat). Jika tidak, mereka dinyatakan terinfeksi kronis, dan sebaiknya mulai terapi IFN/RBV dalam waktu 12 minggu setelah infeksi. HCV lebih berat pada orang yang juga terinfeksi HIV. Ini disebut “koinfeksi.” Lihat LI 506 untuk informasi lebih lanjut mengenai infeksi HCV dan HIV bersamaan. Bagaimana IFN dan RBV Berinteraksi dengan ARV? RBV meningkatkan tingkat ddI (lihat LI 413) dan dapat menyebabkan efek samping yang gawat. Kedua obat ini tidak boleh dipakai bersamaan. AZT (lihat LI 411) dapat menyebabkan anemia dan sebaiknya tidak dipakai bersamaan dengan RBV. Garis Dasar Kombinasi IFN dan RBV adalah terapi HCV yang baku. Penggunaan terapi ini dapat sulit. Kurang lebih 15% pasien HCV berhenti terapi ini akibat beratnya efek samping. Untuk pasien koinfeksi HIV/HCV, proporsi yang lebih tinggi mengalami efek samping yang berat. Banyak obat lain sedang diteliti untuk mengobati HCV. Diperbarui 2 September 2014 berdasarkan FS 680 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 682 TELAPREVIR Apa Itu Telaprevir? Telaprevir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiviral terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama merek di Amerika Utara adalah Incivek. Di Eropa namanya Incivo. Waktu dalam perkembangan, obat ini disebut sebagai VX-950. Obat ini dibuat oleh Vertex Pharmaceuticals. Telaprevir adalah protease inhibitor HCV. Obat golongan ini menghambat pekerjaan enzim protease. Dengan ini, replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat langkah 6 dalam siklus hidup HCV pada Lembaran Informasi (LI) 670. Telaprevir adalah salah satu obat pertama yang menghambat siklus hidup HCV secara langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati HCV adalah interferon dan ribavirin (lihat LI 680). Obat macam itu terutama bekerja dengan menguatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. Telaprevir harus dipakai dalam kombinasi bersamaan dengan interferon pegilasi dan ribavirin (pegIFN/RBV). Telaprevir tidak boleh dipakai tanpa obat lain. Siapa Sebaiknya yang Memakai Telaprevir? Telaprevir disetujui pada 2011 sebagai obat antiviral untuk orang terinfeksi HCV genotipe 1, dengan hati yang masih berfungsi. Orang dengan sirosis hati yang dekompensasi (labil) sebaiknya tidak memakai telaprevir. Tanda sirosis dekompensasi dapat termasuk perdarahan akibat varises (vena yang terpuntir) di tenggorokan dan perut, asites atau ensefalopati. Telaprevir belum diteliti pada orang berusia di bawah 18 tahun, atau pasien pencangkokan hati. Hanya ada sedikit informasi mengenai penggunaan oleh orang terinfeksi HIV atau virus hepatitis B (HBV). Penggunaan telaprevir bersamaan dengan pegIFN/RBV meningkatkan kemungkinan pemberantasan infeksi HCV genotipe 1 dibandingkan penggunaan hanya pegIFN/RBV. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap replikasi walau kita memakai obat antiHCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Jika viral load HCV masih terlalu tinggi setelah 4 minggu pengobatan, dokter mungkin akan mengusulkan kita berhenti penggunaan telaprevir agar menghindari perkembangan resistansi. Bagaimana Telaprevir Dipakai? Telaprevir dipakai melalui mulut sebagai tablet 375mg. Dosis normal untuk orang dewasa adalah 750mg tiga kali sehari. Pakai dosis dengan jarak waktu 79 jam. Kita harus pakai dua tablet setiap kali, dengan total enam tablet per hari. Telaprevir harus dipakai bersamaan dengan pegIFN/RBV. Interferon disuntik di bawah kulit, dan ribavirin dipakai melalui mulut (lihat LI 680). Penggunaan telaprevir berdasarkan “terapi dituntun oleh tanggapan/response guided therapy.” Jangka waktu pengobatan tergantung pada bagaimana viral load HCV dikendali pada awal pengobatan. Dalam sebagian besar kasus, telaprevir dipakai selama 12 minggu. Pengobatan diteruskan dengan pegIFN/RBV. Pasien dengan tanggapan yang baik terhadap telaprevir meneruskan untuk 12 minggu lagi. Pasien lain memakai pegIFN/RBV untuk 36 minggu, dengan total 48 minggu pengobatan. Pengobatan dianggap gagal bila viral load lebih dari 1.000 IU pada minggu ke-4. Jika ini terjadi, penggunaan telaprevir sebaiknya dihentikan. Telaprevir harus dipakai dengan makan. Cara ini meningkatkan tingkat obat dalam darah. Telaprevir membutuhkan lemak dalam perut agar diserap dengan baik. Jangan hanya memakai makanan lemak rendah atau bebas lemak. Telaprevir harus disimpan pada suhu ruang. Apa Efek Samping Telaprevir? Telaprevir dapat menyebabkan penurunan pada hitung sel darah merah (anemia, lihat LI 552). Suatu efek sam- ping lain yang penting adalah ruam kulit, yang dapat dialami oleh lebih dari separuh pengguna. Pajanan pada cahaya matahari dapat memicu atau memburukkan ruam ini. Diusulkan penggunaan pelindungan terhadap cahaya matahari dengan sunscreen dan pakaian. Efek samping lain yang umum disebabkan oleh telaprevir termasuk gatal, mual, diare (lihat LI 554), dan muntah. Beberapa orang mengembangkan wasir, rasa tidak nyaman atau gatal di sekitar dubur, atau indera rasa yang aneh (disebut sebagai disgeusia). Oleh karena telaprevir selalu dipakai bersamaan dengan ribavirin, yang dapat menyebabkan cacat lahir yang berat, kita tidak boleh memakai telaprevir bila kita atau pasangan kita adalah hamil atau ingin menjadi hamil. Kita atau pasangan kita harus menghindari menjadi hamil untuk enam bulan setelah penggunaan terapi kombinasi dengan telaprevir dihentikan. Lihat LI 680 untuk informasi lebih lanjut mengenai efek samping interferon dan ribavirin. Pastikan dokter diberi tahu mengenai semua efek samping yang kita alami. Bagaimana Telaprevir Berinteraksi dengan Obat Lain? Terapi kombinasi telaprevir dapat berpengaruh pada penguraian obat lain oleh hati kita. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV, obat untuk mengobati kolesterol tinggi (statin), rifampisin untuk mengobati TB, obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan “-azol”, obat untuk tekanan darah tinggi, antibiotik, obat sedatif (benzodiazepin), obat antidepresi, hormon KB, dan lain-lain. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan telaprevir. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan FS 682 The AIDS InfoNet 7 November 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 683 BOCEPREVIR Apa Boceprevir Itu? Boceprevir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiviral terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama merek adalah Victrelis. Obat ini dibuat oleh Merck. Boceprevir adalah protease inhibitor HCV. Obat golongan ini menghambat pekerjaan enzim protease. Dengan ini, replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat langkah 6 dalam siklus hidup HCV pada Lembaran Informasi (LI) 670. Boceprevir adalah salah satu obat pertama yang menghambat siklus hidup HCV secara langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati HCV adalah interferon dan ribavirin (lihat LI 680). Obat macam itu terutama bekerja dengan menguatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. Boceprevir harus dipakai dalam kombinasi bersamaan dengan interferon pegilasi dan ribavirin (pegIFN/RBV). Boceprevir tidak boleh dipakai tanpa obat lain. Siapa Sebaiknya yang Memakai Boceprevir? Boceprevir disetujui pada 2011 sebagai obat antiviral untuk orang terinfeksi HCV genotipe 1, dengan hati yang masih berfungsi. Orang dengan sirosis hati yang dekompensasi (labil) sebaiknya tidak memakai boceprevir. Tanda sirosis dekompensasi dapat termasuk perdarahan akibat varises (vena yang terpuntir) di tenggorokan dan perut, asites atau ensefalopati. Boceprevir belum diteliti pada orang berusia di bawah 18 tahun, atau pasien pencangkokan hati. Hanya ada sedikit informasi mengenai penggunaan oleh orang terinfeksi HIV atau virus hepatitis B (HBV). Penggunaan boceprevir bersamaan dengan pegIFN/RBV meningkatkan kemungkinan pemberantasan infeksi HCV genotipe 1 dibandingkan penggunaan hanya pegIFN/ RBV. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap replikasi walau kita memakai obat anti-HCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Jika viral load HCV masih terlalu tinggi setelah empat minggu pengobatan, dokter mungkin akan mengusulkan kita berhenti penggunaan boceprevir agar menghindari perkembangan resistansi. Bagaimana Boceprevir Dipakai? Pengobatan dimulai dengan pegIFN/RBV selama empat minggu, disebut sebagai masa ‘lead in’. Boceprevir mulai dipakai pada minggu kelima. Obat ini dipakai melalui mulut sebagai tablet 200mg. Dosis normal untuk orang dewasa adalah 800mg tiga kali sehari. Pakai dosis dengan jarak waktu 7-9 jam. Kita harus pakai empat tablet setiap kali, dengan total 12 tablet per hari. Boceprevir harus dipakai bersamaan dengan pegIFN/RBV. Interferon disuntik di bawah kulit, dan ribavirin dipakai melalui mulut (lihat LI 680). Penggunaan boceprevir berdasarkan “terapi dituntun oleh tanggapan/response guided therapy.” Jangka waktu pengobatan tergantung pada bagaimana viral load HCV dikendali pada awal pengobatan. Tanggapan baik berarti viral load HCV menjadi tidak terdeteksi dalam delapan minggu pertama pengobatan dan tetap tidak terdeteksi, Tanggapan sedang berarti viral load tetap terdeteksi selama delapan minggu pertama pengobatan, tetapi menjadi terdeteksi sebelum minggu ke-24 pengobatan. Pengobatan gagal terjadi bila viral load lebih dari 100IU pada minggu ke-12 atau terdeteksi pada minggu ke-24. Bila hal ini terjadi, penggunaan boceprevir harus dihentikan. Pasien tanpa sirosis yang belum mulai pengobatan HCV: y Tanggapan baik: pengobatan dihentikan setelah tujuh bulan y Tanggapan sedang: pengobatan dengan boceprevir diteruskan selama 36 minggu (sembilan bulan) diikuti dengan 12 minggu (tiga bulan) pengobatan lagi dengan pegIFN/RBV. Pasien tanpa sirosis yang pernah melakukan pengobatan HCV: y Tanggapan baik: pengobatan dihentikan setelah sembilan bulan y Tanggapan sedang: pengobatan dengan boceprevir diteruskan selama 36 minggu (sembilan bulan) diikuti dengan 12 minggu (tiga bulan) pengobatan lagi dengan pegIFN/RBV. Pasien dengan sirosis yang stabil harus memakai pegIFN/RBV untuk empat minggu, dan kemudian tambah boceprevir selama 44 minggu lagi. Boceprevir harus dipakai dengan makan atau makan ringan untuk meningkatkan tingkat obat dalam darah. Boceprevir dapat disimpan dalam kulkas, tetapi tetap stabil kalau disimpan di suhu ruang sampai dengan tiga bulan. Apa Efek Samping Boceprevir? Boceprevir dapat menyebabkan penurunan pada hitung sel darah merah (anemia, lihat LI 552). Boceprevir juga dapat menyebabkan neutropenia, kekurangan sejenis sel darah putih. Neutropenia dapat disebabkan oleh interferon; masalah diburukkan oleh boceprevir. Efek samping lain yang umum disebabkan oleh boceprevir termasuk mual, diare, dan indera rasa yang aneh (disebut sebagai disgeusia), yang hilang bila penggunaan boceprevir dihentikan. Oleh karena boceprevir selalu dipakai bersamaan dengan ribavirin, yang dapat menyebabkan cacat lahir yang berat, kita tidak boleh memakai boceprevir bila kita atau pasangan kita adalah hamil atau ingin menjadi hamil. Kita atau pasangan kita harus menghindari menjadi hamil untuk enam bulan setelah penggunaan terapi kombinasi dengan boceprevir dihentikan. Lihat LI 680 untuk informasi lebih lanjut mengenai efek samping interferon dan ribavirin. Pastikan dokter diberi tahu mengenai semua efek samping yang kita alami. Bagaimana Boceprevir Berinteraksi dengan Obat Lain? Boceprevir bersamaan dengan pegIFN/ RBV dapat berinteraksi dengan obat lain atau suplemen yang kita pakai. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masingmasing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Bila boceprevir dipakai bersamaan dengan protease inhibitor yang dikuatkan untuk mengobati HIV, tingkat kedua obat dalam darah dapat dikurangi. Obat yang harus diperhatikan termasuk obat untuk mengobati kolesterol tinggi (statin), rifampisin untuk mengobati TB, obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan “-azol”, obat untuk tekanan darah tinggi, antibiotik, obat sedatif (benzodiazepin), dan banyak yang lain. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan boceprevir. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 683 The AIDS InfoNet 21 April 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 684 SIMEPREVIR Apa Itu Simeprevir? Simeprevir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiviral terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama merek di Amerika Utara adalah Olysio. Waktu dalam perkembangan, obat ini disebut sebagai TMC435. Obat ini dibuat oleh Janssen Pharmaceuticals. Simeprevir adalah protease inhibitor HCV. Obat golongan ini menghambat pekerjaan enzim protease. Dengan ini, replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat langkah 6 dalam siklus hidup HCV pada Lembaran Informasi (LI) 670. Simeprevir menghambat siklus hidup HCV secara langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati HCV adalah interferon dan ribavirin (lihat LI 680). Obat macam itu terutama bekerja dengan menguatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. Simeprevir harus dipakai dalam paduan bersamaan dengan interferon pegilasi dan ribavirin (pegIFN/RBV). Simeprevir tidak boleh dipakai tanpa obat lain. Siapa Sebaiknya yang Memakai Simeprevir? Simeprevir disetujui pada 2013 sebagai obat antiviral untuk orang terinfeksi HCV genotipe 1, dengan hati yang masih berfungsi. Orang dengan sirosis hati yang dekompensasi (labil) sebaiknya tidak memakai simeprevir. Tanda sirosis dekompensasi dapat termasuk perdarahan akibat varises (vena yang terpuntir) di tenggorokan dan perut, asites (pengumpulan cairan di perut) atau ensefalopati (kerusakan pada otak yang menyebabkan perubahan kepribadian atau kesulitan pada pikiran). Simeprevir belum diteliti pada orang berusia di bawah 18 tahun, atau pasien pencangkokan hati. Hanya ada sedikit informasi mengenai penggunaan oleh orang terinfeksi HIV atau virus hepatitis B (HBV). Penggunaan simeprevir bersamaan dengan pegIFN/RBV meningkatkan kemungkinan pemberantasan infeksi HCV genotipe 1 dibandingkan penggunaan hanya pegIFN/RBV. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap replikasi walau kita memakai obat antiHCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Jika viral load HCV masih terlalu tinggi setelah empat minggu pengobatan, dokter mungkin akan mengusulkan kita berhenti penggunaan simeprevir agar menghindari perkembangan resistansi. Bagaimana Simeprevir Dipakai? Simeprevir dipakai sekali sehari melalui mulut sebagai kapsul 150mg. Simeprevir harus dipakai bersamaan dengan pegIFN/RBV. Interferon disuntik di bawah kulit, dan ribavirin dipakai melalui mulut (lihat LI 680). Penggunaan simeprevir berdasarkan “terapi dituntun oleh tanggapan/response guided therapy.” Jangka waktu pengobatan tergantung pada bagaimana viral load HCV dikendali pada awal pengobatan. Dalam sebagian besar kasus, simeprevir dipakai selama 12 minggu. Pengobatan diteruskan dengan pegIFN/RBV. Pasien dengan tanggapan yang baik terhadap simeprevir meneruskan untuk 12 minggu lagi. Pasien lain memakai pegIFN/RBV untuk 36 minggu, dengan total 48 minggu pengobatan. Pengobatan dianggap gagal bila viral load lebih dari 1.000 IU pada minggu ke-4. Jika ini terjadi, penggunaan simeprevir sebaiknya dihentikan. Simeprevir harus dipakai dengan makan. Cara ini meningkatkan tingkat obat dalam darah. Simeprevir membutuhkan lemak dalam perut agar diserap dengan baik. Jangan hanya memakai makanan lemak rendah atau bebas lemak. Simeprevir harus disimpan pada suhu ruang. Apa Efek Samping Simeprevir? Simeprevir dapat menyebabkan penurunan pada hitung sel darah merah (anemia, lihat LI 552). Suatu efek sam- ping lain yang penting adalah ruam kulit, yang dapat dialami oleh lebih dari separuh pengguna. Pajanan pada cahaya matahari dapat memicu atau memburukkan ruam ini. Diusulkan penggunaan pelindungan terhadap cahaya matahari dengan sunscreen dan pakaian. Efek samping lain yang umum disebabkan oleh simeprevir termasuk gatal, mual, diare (lihat LI 554), dan muntah. Oleh karena simeprevir selalu dipakai bersamaan dengan ribavirin, yang dapat menyebabkan cacat lahir yang berat, kita tidak boleh memakai simeprevir bila kita atau pasangan kita hamil atau merencanakan kehamilan. Kita atau pasangan kita harus menghindari menjadi hamil untuk enam bulan setelah penggunaan terapi paduan dengan simeprevir dihentikan. Lihat LI 680 untuk informasi lebih lanjut mengenai efek samping interferon dan ribavirin. Pastikan dokter diberi tahu mengenai semua efek samping yang kita alami. Bagaimana Simeprevir Berinteraksi dengan Obat Lain? Terapi paduan simeprevir dapat berpengaruh pada penguraian obat lain oleh hati kita. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV, obat untuk mengobati kolesterol tinggi (statin), rifampisin untuk mengobati TB, obat untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan “-azol”, obat untuk tekanan darah tinggi, antibiotik, obat sedatif (benzodiazepin), obat antidepresi, hormon KB, dan lain-lain. Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa jenis protease inhibitor dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan simeprevir. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Dibuat 4 Februari 2014 berdasarkan FS 684 The AIDS InfoNet 2 Desember 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 685 SOFOSBUVIR Apa Itu Sofosbuvir? Sofosbuvir adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiviral terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama merek adalah Sovaldi. Obat ini dibuat oleh Gilead Sciences. Sofosbuvir adalah polymerase inhibitor HCV. Obat golongan ini menghambat pekerjaan enzim polymerase. Dengan ini, replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat langkah 7 dalam siklus hidup HCV pada Lembaran Informasi (LI) 670. Sofosbuvir adalah obat pertama yang menghambat polymerase HCV. Obat ini juga obat ke-empat yang mengganggu replikasi virus secara langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati HCV adalah interferon pegilasi (pegIFN) dan ribavirin (RBV, lihat LI 680) dan protease inhibitor HCV (lihat LI 682, LI 683 dan LI 684). Sofosbuvir harus dipakai dalam paduan bersamaan dengan obat HCV lain. Paduan obat yang dipakai tergantung pada genotipe HCV – lihat LI 674. Sofosbuvir tidak boleh dipakai tanpa obat lain. Siapa Sebaiknya yang Memakai Sofosbuvir? Sofosbuvir disetujui pada 2013 sebagai obat antiviral langsung untuk orang terinfeksi HCV genotipe apa pun, dengan koinfeksi HCV/HIV dan untuk orang dengan kanker hati yang menunggu pencangkokan hati. Sofosbuvir belum diteliti pada orang berusia di bawah 18 tahun. Bagaimana Sofosbuvir Dipakai? Sofosbuvir dipakai sekali sehari melalui mulut sebagai tablet 400mg, dengan atau tanpa makan. Sofosbuvir dipadukan dengan obat lain tergantung pada genotipe HCV. Pasien dengan genotipe HCV 1 atau 4 memakai sofosbuvir dengan RBV dan pegIFN selama 12 minggu. Pasien dengan genotipe HCV 2 memakai sofosbuvir dengan RBV selama 12 minggu (tanpa interferon). Pasien dengan genotipe HCV 3 memakai sofosbuvir dengan RBV selama 24 minggu (tanpa interferon). Interferon disuntik di bawah kulit, dan ribavirin dipakai melalui mulut (lihat LI 680). Sofosbuvir dapat dipakai dengan atau tanpa makan. Sofosbuvir harus disimpan pada suhu ruang (di bawah 30°C). Apa Efek Samping Sofosbuvir? Efek samping yang paling umum disebabkan oleh sofosbuvir waktu dipakai bersamaan dengan RBV adalah kelelahan dan sakit kepala Kalau dipakai dalam paduan dengan RBV dan pegIFN, efek samping paling umum adalah kelelahan, sakit kepala, mual, sulit tidur dan penurunan pada hitung sel darah merah (anemia, lihat LI 552). Efek samping lain dapat muncul. Pastikan dokter diberi tahu mengenai semua efek samping yang mengganggu kita atau yang tidak cepat hilang. Oleh karena sofosbuvir selalu dipakai bersamaan dengan ribavirin, yang dapat menyebabkan cacat lahir yang berat, kita tidak boleh memakai sofosbuvir bila kita atau pasangan kita adalah hamil atau ingin menjadi hamil. Kita atau pasangan kita harus menghindari menjadi hamil untuk enam bulan setelah penggunaan terapi kombinasi dengan sofosbuvir dihentikan. Lihat LI 680 untuk informasi lebih lanjut mengenai efek samping pegIFN dan RBV. Pastikan dokter diberi tahu mengenai semua efek samping yang kita alami. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat? Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap replikasi walau kita memakai obat antiHCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Resistansi dapat segera berkembang. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak melewati atau mengurangi dosis. Resistansi terhadap obat HCV lain tidak berarti virus kita juga resistan terhadap sofosbuvir. Bagaimana Sofosbuvir Berinteraksi dengan Obat Lain? Terapi kombinasi sofosbuvir dapat berpengaruh pada penguraian obat lain oleh hati kita. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah. Bila sofosbuvir dipakai dalam paduan dengan tipranavir (protease inhibitor HIV – lihat LI 449), tingkat sofosbuvir dalam darah menjadi lebih rendah. Diusulkan sofosbuvir tidak dipakai bersamaan dengan tipranavir. Obat yang harus diperhatikan termasuk beberapa obat untuk serangan (karbamazepin, okskarbazepin, dan fenitoin), dan obat untuk tuberkulosis (rifabutin, rifampisin dan rifapentin). Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729) menurunkan tingkat beberapa obat HCV dalam darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan sofosbuvir. Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai. Garis Dasar Sofosbuvir adalah polymerase inhibitor HCV pertama, sebuah golongan obat HCV yang bekerja langsung. Obat ini menghambat replikasi HCV. Terapi dengan sofosbuvir termasuk obat HCV lain selama 12 atau 24 minggu. Dibuat 4 Februari 2014 berdasarkan FS 685 The AIDS InfoNet 7 Desember 2013 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 695 PEMERIKSAAN HATI NONINVASIF Apa Noninvasif Itu? Tindakan medis, termasuk tes dan bedah, kadang membutuhkan pembukaan kulit atau akses pada rongga tubuh. Tindakan ini disebut invasif. Jelas tindakan invasif dapat menjadi cukup rumit, sering membutuhkan perawatan inap, dapat menimbulkan risiko infeksi dan membutuhkan waktu untuk menjadi pulih. Selain beda, tindakan invasif termasuk biopsi (pengambilan contoh jaringan untuk diperiksa), dan pemeriksaan vagina atau dubur. Sebaliknya, tindakan noninvasif dilakukan tanpa kulit harus dibuka atau diiris, dan dilakukan dari luar tubuh. Contoh tindakan noninvasif termasuk penggunaan stetoskop, mengukur urat nadi atau tekanan darah, rontgen dada, serta beberapa jenis pengobatan misalnya radioterapi. Umumnya tindakan noninvasif lebih aman, lebih murah dan lebih nyaman buat pasien. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit pada hati, yang sering menyebabkan radang atau pembengkakan hati. Hati kita bertugas untuk menyaring sebagian besar bahan toksik (beracun) dari tubuh, tetapi racun itu dapat merusak hati. Jadi hepatitis sering disebabkan oleh bahan yang mengandung toksin, mis. alkohol, narkoba dan obat. Kerusakan ini juga dapat disebabkan oleh virus hepatitis B dan C yang cukup umum. Kerusakan pada Hati Setelah kita terinfeksi virus hepatitis C (HCV – lihat Lembaran Informasi (LI) 506), virus tersebut beralih pada hati kita. Pada sekitar 20% kasus, virus diberantas oleh sistem kekebalan tubuh. Untuk sisa 80% orang terinfeksi, virus menahun di dalam hati. Sebetulnya virus sendiri tidak menimbulkan masalah pada hati. Tetapi pada sistem kekebalan tubuh, virus dianggap benda asing yang harus dilawan. Sayangnya, peperangan ini antara sistem kekebalan tubuh dan virus begitu keras sehingga sel hati dilukai dengan hasil dibentuk parutan yang keras di dalam hati. Parutan itu disebut fibrosis. Fibrosis Fibrosis adalah jaringan parut yang terbentuk sebagai akibat dari peradangan terus-menerus dalam hati. Jika kita melukai kulit, terbentuk jaringan parut yang menimbulkan bekas luka. Walau bekas luka ini kadang tidak kelihatan baik, parut jaringan itu tidak bermasalah pada kesehatan. Namun, jika kita mengalami peradangan pada hati, dikembangkan jaringan parut atau fibrosis, dan hal ini adalah buruk. Jika fibrosis ini berlanjut, parutan mulai merusakkan hati. Biasanya fibrosis dimulai sekitar pembuluh portal (saluran darah yang masuk ke hati) dan bentuk fibrosis paling ringan disebut “periportal (sekitar portal)”. Fibrosis yang melanjut biasanya meluas seperti jari-jari dari pusat roda. Jari-jari disebut septa berserat. Ketika jari-jari berserat dari satu roda bertemu dengan jari-jari berserat dari roda lain, dibentuk sebuah penghubung yang disebut fibrosis menjembatani (bridging fibrosis). Fibrosis yang berlanjut lebih luas disebut sirosis. Sirosis Sirosis adalah bentuk fibrosis paling lanjut dan menunjukkan ada kerusakan berat pada hati. Walau begitu, sering kali hati dengan sirosis masih dapat berfungsi secara baik selama bertahun-tahun. Kerusakan ini disebut sirosis kompensasi. Namun pada beberapa orang, kerusakan dapat berlanjut menjadi begitu berat sehingga hati tidak dapat berfungsi lagi; hal ini disebut sirosis dekompensasi. Terapi untuk HCV Sekarang ada semakin banyak obat yang dipakai dalam terapi untuk HCV (lihat LI 680-685). Namun semua obat ini mahal, sulit terjangkau dan dapat menimbulkan efek samping berat. Oleh karena itu, penggunaan terapi ini sebaiknya diprioritaskan untuk mereka yang sangat membutuhkannya, yaitu mereka dengan penyakit lebih lanjut, tetapi sebelum sampai ke sirosis dekompensasi. Tetapi kebijakan ini menimbulkan tantangan: bagaimana beratnya penyakit dapat dipastikan? Penilaian Kerusakan pada Hati Ada beberapa skala untuk mengukur tingkat kerusakan pada hati. WHO mengusulkan dipakai Skor METAVIR: y F0 Tiada parutan y F1 Sedikit parutan y F2 Parutan telah terjadi dan meluas di luar daerah dalam hati yang mengandung pembuluh darah y F3 Fibrosis menjembatani menyebar dan menghubungkan ke daerah lain yang mengandung fibrosis y F4 Sirosis Baku emas untuk menilai tingkat kerusakan dan mengukur skor METAVIR adalah dengan biopsi hati (ambil sedikit jaringan hati dengan jarum sempit – lihat LI 672). Namun biopsi adalah mahal, sebagai tindakan invasif menimbulkan risiko pada kesehatan, dan kurang nyaman buat pasien. Oleh karena itu, beberapa alternatif yang noninvasif terbentuk. Tes Noninvasif Yang paling baik adalah Fibroscan, yang mengukur kekakuan hati dari luar dengan memakai alat yang canggih. Namun tes ini juga mahal dan alat ini tidak terjangkau di sebagian besar daerah di Indonesia. Sekarang, untuk menentukan kapan sebaiknya mulai terapi untuk HCV, WHO mengusulkan dua sistem yang mengukur tanda fibrosis secara tidak langsung dengan memakai tes darah yang jauh lebih terjangkau. Skor APRI dihitung berdasarkan rumusan dengan AST (dulu SGOT – lihat LI 135)) dan trombosit (platelet – lihat LI 121). Skor FIB4 juga memakai AST dan trombosit, ditambah ALT (dulu SGPT) dan usia. Skor APRI dan FIB4 tidak mampu memberi skor METAVIR langsung. Kalau angka APRI adalah 0,5 ke bawah atau angka FIB4 adalah 3,25 ke bawah, kemungkinan besar skor METAVIR adalah di bawah F2, dan terapi HCV dapat ditunda. Sebaliknya bila angka APRI 2,0 ke atas, skor METAVIR kemungkinan F4 (sirosis) dan terapi sebaiknya dimulai. Menurut pedoman WHO, orang dengan angka APRI antara 0,5 dan 2,0 dapat dites ulang setiap satu atau dua tahun, atau bila terapi menjadi lebih terjangkau, dapat diobati. Hitung APRI dan FIB4 Rumusan dan kalkulator untuk menghitung APRI dapat diakses di: http://hepatitisc.uw.edu/go/evaluationstaging-monitoring/evaluation-staging/ calculating-apri Rumusan dan kalkulator untuk menghitung FIB4 dapat diakses di: http://gihep.com/calculators/ hepatology/fibrosis-4-score/ Dibuat 19 April 2014 berdasarkan WHO Guidelines for the screening, care and treatment of persons with hepatitis C infection http:// www.who.int/hiv/pub/hepatitis/hepatitis-cguidelines/en/ Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 700 TERAPI PENUNJANG Apa Terapi Penunjang Itu? Semacam terapi yang dianggap bukan praktik medis baku ‘barat’ disebut sebagai terapi penunjang atau terapi alternatif. Istilah ‘penunjang’ lebih disukai, sebab terapi ini lebih cocok dipakai untuk melengkapi terapi ‘medis’, bukan sebagai alternatif pada terapi tersebut. Terapi penunjang termasuk: y Praktek pemulihan tradisional, misalnya akupunktur y Terapi fisik, misalnya pijat, yoga, dan refleksi y Terapi jamu dan aroma y Teknik relaksasi, misalnya meditasi dan musik y Terapi spiritual, termasuk paranormal y Suplemen makanan, misalnya vitamin dan zat mineral – lihat Lembaran Informasi (LI) 801 Beberapa dokter siap mendukung penggunaan terapi penunjang sebagai pelengkap. Mereka merasa bahwa terapi penunjang dapat mengurangi stres, meringankan beberapa efek samping obat antiretroviral (ARV), dan mempunyai manfaat lain. Dokter lain tidak setuju dengan terapi penunjang. Mereka menganggap bahwa terapi ini tidak berdasarkan bukti uji coba yang resmi (evidence-based). Mereka yakin bahwa pasien selalu lebih mendapat manfaat dengan terapi medis. Apakah Terapi Penunjang Aman? Terapi penunjang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Istilah ‘alam’ atau ‘jamu tradisional’ tidak menjamin keamanan. Walaupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendaftarkan beberapa jamu, pendaftaran itu tidak menjamin bahwa jamu tersebut aman untuk semua keadaan. Lagi pula, beberapa jamu diketahui merangsang sistem kekebalan tubuh, yang dapat berdampak buruk pada Odha, terutama dengan jumlah CD4 yang rendah. Lagi pula, beberapa ramuan dapat menurunkan tingkat ARV dalam darah. Pastikan dokter tahu SEMUA jamu/terapi yang kita pakai. Kita juga sering ditawarkan berbagai macam jamu yang tidak didaftarkan oleh BPOM, dan dalam kemasan yang tidak menunjukkan nama produsen atau kandungan. Jamu ini tidak terjamin bersih, dan mungkin juga mengandung jamur atau kuman dan kotoran lain, yang dapat menimbulkan risiko yang lebih besar untuk orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Daripada kita mengambil risiko dengan memakai jamu dalam kemasan yang tidak jelas, sebaiknya kita cari resep dan mem- buatnya sendiri dengan membeli bahan yang segar di pasar. Walaupun kita semua menantikan obat yang mampu memberantas virus dari tubuh kita, kita harus sadar bahwa hingga saat ini, obat penyembuh belum ditemukan. Jelas bila obat macam ini ditemukan, hal ini akan menjadi berita yang heboh di seluruh dunia. Jadi, kita harus mengambil sikap sangat berhati-hati bila ditawarkan jamu atau terapi lain yang dikatakan dapat menyembuhkan AIDS agar kita tidak tertipu. Walaupun mungkin jamu tersebut tidak menimbulkan efek fisik yang berbahaya, dampak psikologis dapat sangat berat waktu dibuktikan tidak berhasil, apa lagi bila kita mengeluarkan banyak biaya untuk memakainya. Sementara banyak orang mendapatkan manfaat dari dukungan spiritual/agama, kita harus sangat berhati-hati dengan terapi yang ditawarkan oleh orang pintar atau dukun. Ada cukup banyak cerita mengenai orang yang berhenti penggunaan terapi ARV (ART) setelah dinyatakan ‘sembuh’ oleh dukun, dengan dampak yang sangat negatif pada kelanjutan hidupnya. Apakah Terapi Penunjang Efektif? Berbeda dengan obat medis, sebagian besar terapi penunjang belum pernah diuji coba dengan cara yang teliti dan dapat dipercaya. Jadi adalah sulit mencari informasi yang baik mengenai efektivitas terapi penunjang. Namun sebaiknya kita coba. Cari informasi dari praktisi pengobatan tradisional yang dapat dipercaya, dari internet, atau dari kemasan. Tetapi kita selalu harus mengambil sikap ‘curiga’ terhadap semua informasi ini. Usulan dari teman yang pernah memakai terapi tersebut mungkin dapat membantu, tetapi kita harus sadar bahwa semua orang berbeda: yang efektif untuk satu orang mungkin tidak cocok untuk orang lain. Lagi pula, masalah kesehatan sering membaik secara alam tanpa tindakan; perbaikan yang terjadi setelah mulai memakai jamu mungkin adalah kebetulan. Kadang kita ditawarkan jamu untuk meningkatkan jumlah CD4 kita. Sampai saat ini, satu-satunya tindakan yang terbukti efektif untuk memulihkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan jumlah CD4 adalah ART. Ada beberapa tantangan yang lain dalam pencarian informasi yang dapat membantu kita mengambil keputusan: y Jamu jarang dibakukan. Merek berbeda mengandung jumlah unsur aktif yang berbeda. Lagi pula sering ada berbagai jenis tanaman obat yang serupa, tetapi tidak persis sama, walaupun pakai nama lokal yang sama. y Banyak tanaman obat mengandung berbagai unsur aktif, dan tidak semuanya diketahui. Lagi pula ada kemungkinan unsur aktif dapat hilang dalam proses pembuatan jamu. y Jamu sering dipasarkan dalam kombinasi, dan kegunaan beberapa unsur mungkin tidak jelas. y Sering dianggap adanya sinergi antara berbagai unsur dalam kombinasi jamu. Ini berarti unsur saling membantu dengan akibat kombinasi lebih efektif daripada masing-masing unsur sendiri. y Lebih sulit lagi menilai efektivitas praktek fisik seperti akupunktur atau refleksi, yang sangat tergantung pada keterampilan praktisinya. Lembaran Informasi Spiritia hanya membahas berbagai macam jamu yang sering dipakai di Indonesia, dan mencoba memberi informasi untuk membantu mengambil keputusan apakah terapi patut dicoba, dan efek samping yang dilaporkan akibat penggunaan jamu tersebut. Namun, keberadaan lembaran informasi mengenai macam jamu tidak berarti bahwa penggunaan jamu tersebut disokong atau didukung oleh Spiritia. Kerja Sama dengan Dokter Kita sebaiknya membahas penggunaan semua terapi penunjang yang kita pakai dengan dokter. Ini sangat penting agar dokter tidak bingung bila ada reaksi buruk pada jamu yang dipakai. Lagi pula, mungkin ada jamu yang tidak boleh dipakai bersama dengan ARV yang kita pakai. Misalnya, ada jamu yang mengurangi tingkat berbagai jenis ARV dalam darah. Mudah-mudahan dokter akan terbuka terhadap penggunaan terapi penunjang, dan akan membantu kita dalam penilaian pilihan terapi penunjang kita. Garis Dasar Sebagian besar Odha memakai sedikitnya satu macam terapi penunjang. Penting kita sadar bahwa ada terapi penunjang yang berbahaya, apa lagi bila kita memakai terapi antiretroviral. Yang lain adalah aman, tetapi mungkin juga tidak memberi manfaat, atau terlalu membebani kantong kita. Ada juga yang tampaknya sangat bermanfaat. Sebaiknya kita memberi tahu dokter kita mengenai semua terapi penunjang yang kita pakai. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 700 AIDS InfoNet 16 April 2014 dan sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 724 DHEA Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan bahan ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia – lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa DHEA Itu? Dehydroepiandrosterone (DHEA) adalah sejenis hormon steroid yang dibuat oleh kelenjar adrenal pada lakilaki dan perempuan. Hormon adalah senyawa kimia yang dibuat oleh satu bagian tubuh dan dibawa ke bagian lain tubuh, di mana hormon tersebut mempunyai efek khusus. Kelenjar adrenal berada di atas ginjal. DHEA adalah steroid yang paling umum pada manusia. DHEA dapat diubah bentuknya dalam tubuh menjadi testosteron (hormon seks laki-laki yang primer), estrogen (hormon seks perempuan yang penting), atau steroid lain. Namun suplemen DHEA dibuktikan tidak meningkatkan testosteron pada lakilaki. Dampak ini hanya terlihat pada perempuan. DHEA tidak menunjukkan efek serupa dengan steroid anabolik (yang membangun otot), tetapi ada kemungkinan bahan ini dapat dianggap obat yang harus diawasi secara ketat oleh pemerintah. Pada orang dewasa yang sehat, tingkat DHEA menjadi paling tinggi pada usia kurang lebih 20 tahun, dan kemudian semakin menurun. Odha dengan lipodistrofi (lihat Lembaran Informasi (LI) 553) mempunyai tingkat DHEA yang sangat rendah. Apa Manfaat DHEA? Orang dengan berbagai penyakit mempunyai tingkat DHEA yang luar biasa rendah. DHEA dipakai selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini untuk mengobati obesitas (tubuh yang sangat gemuk), diabetes, dan lupus. Ditemukan juga bahwa DHEA dapat memperbaiki tidur. Banyak orang yang pernah memakai DHEA melaporkan lebih bertenaga dan merasa sangat nyaman. Mengapa Odha Memakai DHEA? Beberapa Odha memakai DHEA dengan jumlah yang cukup untuk meningkatkan tingkatnya dalam tubuh menjadi normal. Penggunaan ini dapat membantu meningkatkan tenaganya. Beberapa penelitian menemukan bahwa DHEA meningkatkan tingkat IL-2, sebuah pembawa pesan kimia yang meningkatkan pembuatan sel CD4. Lihat LI 482 untuk informasi mengenai IL-2. DHEA juga meningkatkan kemampuan sel CD8 untuk membunuh sel yang terinfeksi. DHEA mungkin membantu memulihkan sistem kekebalan tubuh. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa DHEA dapat mengurangi depresi pada Odha. Bagaimana DHEA Dipakai? DHEA tersedia dengan bentuk “regular”, yaitu DHEA-S (DHEA sulfat). Tubuh kita dapat mengubah DHEA menjadi DHEA-S dan sebaliknya. Satu pendekatan untuk memakai DHEA adalah untuk mencoba menahan tingkat DHEA dalam darah yang serupa dengan orang dewasa muda. Hal ini umumnya berarti pasiennya memakai 200mg DHEA sekali atau dua kali sehari. Ada tes darah dan ludah untuk mengukur tingkat DHEA dalam darah. Tes ini dapat membantu menentukan berapa DHEA yang harus dipakai dan apakah tingkatnya sudah sesuai dengan keinginan. Tingkat DHEA berubah-ubah dari pagi sampai sore, jadi sebaiknya kita selalu melakukan tes pada jam yang sama. DHEA tidak dianjurkan untuk anak dan remaja dengan HIV. Penggunaan mungkin mengganggu keseimbangan hormon yang normal. Apa Efek Samping DHEA? Hanya ada sedikit efek samping yang tercatat akibat penggunaan DHEA dengan takaran sampai 2.500mg per hari. Namun ada laporan mengenai peningkatan akne (jerawat) dan bulu wajah, serta penurunan pada tingkat lipoprotein kepadatan tinggi (kolesterol ‘baik’). Beberapa penelitian memberi kesan bahwa Odha dengan sarkoma Kaposi (KS, lihat LI 508) mempunyai tingkat DHEA yang sangat tinggi. Penggunaan DHEA oleh orang tersebut mungkin berbahaya. Ukur tingkat DHEA dalam darah dan air seni sebelum memakainya. Bagaimana DHEA Berinteraksi dengan Terapi Lain? Belum ada interaksi yang tercatat antara DHEA dan terapi lain. Karena DHEA secara alamiah berada dalam tubuh manusia, tidak mungkin akan ditemukan interaksi. Adalah mungkin bahwa DHEA dapat berpengaruh pada penguraian obat oleh hati, tetapi hal ini belum diteliti. Bagaimana Kita Tahu DHEA Berhasil? Ada perhatian ilmiah terus-menerus pada DHEA, dengan lebih dari 100 artikel ilmiah diterbitkan setiap tahun selama empat tahun terakhir ini. Namun, belum ada banyak penelitian yang menunjukkan manfaatnya pada kesehatan manusia, dan beberapa hasil awal yang baik belum dikonfirmasi dengan penelitian lanjutan. Belum ada dukungan ilmiah yang kuat untuk memakai suplemen DHEA (menambah tingkat DHEA dalam tubuh di atas tingkat normal). Namun beberapa dokter menganjurkan penggunaan DHEA sebagai pengganti, yang berarti memakai secukupnya untuk meningkatkan tingkat DHEA yang rendah menjadi normal. Garis Dasar DHEA adalah hormon steroid yang dibuat oleh tubuh manusia. Tingkat DHEA semakin menurun dengan usia semakin tua, dan menurun lebih cepat dengan berbagai penyakit termasuk HIV. DHEA dapat membantu fungsi kekebalan, meningkatkan tenaga, dan mengurangi depresi. Mungkin ada manfaat kalau kita memakai cukup DHEA untuk meningkatkan tingkat DHEA dalam darah menjadi normal kembali. Hal ini disebut sebagai terapi pengganti (replacement therapy). Sebelum DHEA dipakai, sebaiknya kita mengukur tingkat DHEA dengan tes darah atau ludah. Saat ini, belum ada penelitian yang mendukung penggunaan DHEA sebagai suplemen (dengan takaran yang akan menghasilkan tingkat DHEA dalam darah di atas normal). Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 724 The AIDS InfoNet 4 Juni 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 726 ECHINACEA Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan jamu ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia - lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa Echinacea Itu? Echinacea adalah tanaman berbunga. Nama lainnya adalah ‘Purple Coneflower’. Tanaman ini terutama tumbuh di Eropa dan Amerika Utara. Ada beberapa jenis yang serupa: Echinacea purpurea, angustifolia, dan palida. Masing-masing mempunyai sifat medis yang sedikit berbeda. Echinacea purpurea tampak lebih aktif dalam tabung percobaan. Echinacea angustifolia tampak lebih efektif pada manusia. Echinacea adalah jamu yang paling umum dipakai oleh orang asli Amerika di daerah Great Plains. Echinacea adalah salah satu jamu yang paling laku di AS. Sejak akhir 1930-an, peneliti Jerman meneliti echinacea dan dampaknya pada sistem kekebalan tubuh. Pemerintah Jerman sudah menyetujui akar Echinacea palida dan daun Echinacea purpurea untuk dipakai terhadap selesma, flu, dan infeksi saluran pernapasan dan saluran kencing yang kronis. Banyak penelitian mendukung penggunaannya. Namun satu penelitian di AS pada 2006 tidak menemukan manfaat dari satu bentuk tertentu. Bagaimana Echinacea Dipakai? Pendukung echinacea mengusulkan jamu dipakai sebagai teh yang dibuat dari sejumlah rempah yang kecil berusia kurang dari satu tahun. Echinacea tersedia dalam kapsul yang mengandung bubuk tanaman atau akar yang dikeringkan, dan juga sebagai tincture (larutan dalam alkohol). Pada kasus tertentu, orang minum jus yang diperas dari tanaman segar. Untuk mengobati masalah kulit, jamu khusus yang mengandung jus tersebut dipakai. Takaran echinacea yang disarankan tergantung pada jenis dan bagian tanaman yang dipakai. Secara umum, sebaiknya echinacea tidak dipakai secara terusmenerus lebih dari dua minggu. Echinacea adalah satu ramuan dalam beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat Lembaran Informasi 760). Apa Manfaat Echinacea? Kegunaan utama echinacea adalah untuk mengobati selesma dan flu. Echinacea juga dipakai untuk infeksi saluran kencing, luka pada kulit yang tidak pulih, dan masalah kulit seperti psoriasis dan eksema. Echinacea merangsang sistem kekebalan tubuh. Jamu ini mendorong penggiatan sel CD4 dan meningkatkan kegiatan sistem kekebalan tubuh. Echinacea juga membantu sel darah putih melawan kuman. Dampak ini dapat menjadi semakin kurang bila echinacea dipakai lebih dari beberapa minggu. Echinacea secara umum tidak disarankan untuk dipakai oleh orang dengan penyakit pada sistem kekebalan tubuh seperti HIV, multiple sclerosis, atau TB. Pemerintah Jerman mengusulkan echinacea tidak dipakai bila kita mengalami penyakit ini. Beberapa peneliti menganggap bahwa echinacea sebetulnya dapat memperburuk masalah sistem kekebalan tubuh. Beberapa ahli jamu tidak mengusulkan echinacea dipakai oleh orang dengan jumlah CD4 di bawah 200. Mengapa Odha Memakai Echinacea? Banyak Odha memakai echinacea karena jamu ini merangsang sistem kekebalan tubuh, atau untuk jangka pendek sebagai pengobatan untuk selesma atau flu. Penggunaan echinacea oleh Odha adalah kontroversial. Beberapa dokter menganggap bahwa sistem kekebalan tubuh orang dengan masalah kekebalan sebaiknya tidak dirangsang. Meningkatkan penggiatan sel CD4 dapat memberi HIV lebih banyak ‘sel sasaran’ untuk diinfeksikan. Dokter lain menganggap bahwa beberapa bagian dari sistem kekebalan tubuh Odha sudah terlalu aktif, dengan akibat kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat. Dokter juga prihatin terhadap penelitian pada hewan yang menunjukkan bahwa echinacea meningkatkan tingkat faktor tumor nekrosis alfa (TNF-alpha), sebuah senyawa yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk membunuh sel yang tidak sehat. Tingkat tinggi TNF-alpha pernah dikaitkan dengan kelanjutan penyakit HIV. Sayangnya belum pernah dilakukan penelitian secara teliti terhadap Odha, seperti halnya dengan hampir semua jenis jamu. Belum dilaporkan penelitian yang menemukan hasil yang berbahaya dari penggunaan echinacea oleh Odha. Belum dilakukan penelitian mengenai penggunaan echinacea oleh perempuan hamil. Mereka sebaiknya hati-hati bila memakai tincture karena kandungan alkohol yang tinggi. Beberapa peneliti menganggap bahwa penggunaan dalam jangka pendek (hingga dua minggu) untuk mengobati selesma atau flu tidak menimbulkan risiko yang bermakna pada Odha. Namun baik peneliti AIDS maupun praktisi jamu mengusulkan agar echinacea tidak dipakai dalam jangka panjang. Apa Efek Samping Echinacea? Tidak diketahui efek samping dari penggunaan echinacea melalui mulut atau pada kulit. Peringatan mengenai dampak negatif dari penggunaan echinacea oleh orang dengan masalah kekebalan berdasarkan penelitian dalam laboratorium. Belum ada penelitian terhadap manusia yang menemukan efek samping tersebut. Bagaimana Echinacea Berinteraksi dengan Obat Lain? Kebanyakan interaksi antara ramuan dan obat belum diteliti secara hati-hati. Echinacea ditunjukkan menurunkan tingkat beberapa obat antiretroviral (ARV) dalam darah. Namun belum ada interaksi yang terbukti bermakna atau yang membutuhkan penyesuaian takaran. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai, termasuk echinacea. Garis Dasar Echinacea adalah tanaman berbunga yang dipakai sebagai jamu untuk mengobati masalah saluran pernapasan dan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Jamu ini sangat populer di AS. Ada ratusan penelitian terhadap echinacea yang diterbitkan, kebanyakan di Eropa. Penelitian ini membuktikan dampak echinacea pada sistem kekebalan tubuh dan manfaatnya dalam mengobati selesma dan flu. Beberapa peneliti menganggap bahwa dampak echinacea pada sistem kekebalan tubuh dapat menimbulkan masalah untuk Odha. Namun belum diterbitkan penelitian yang menunjukkan dampak buruk dari penggunaan echinacea oleh Odha. Kemungkinan tidak ada risiko asal echinacea tidak dipakai lebih dari dua minggu. Ditinjau 6 November 2013 berdasarkan FS 726 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 735 SILYMARIN Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan jamu ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia – lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa Silymarin Itu? Silymarin adalah semacam jamu yang dibuat dari sari bibit tanaman Silybum marianum, yang juga disebut sebagai “milk thistle”. Jamu ini sudah dipakai selama lebih dari 2.000 tahun. Pada abad pertengahan bibit milk thistle umumnya dipakai untuk mengobati penyakit hati. Kandungan aktif milk thistle adalah senyawa kimia yang disebut sebagai flavonoid. Flavonoid dalam milk thistle adalah silybin, silydianin dan silychristin. Bersama, ketiga flavonoid ini disebut sebagai silymarin. Apa Kegunaan Silymarin? Silymarin melindungi hati melalui tindakan sebagai antioksidan dan dengan mendorong tumbuhnya sel hati baru. Silymarin juga membantu mencerna lemak. Jamu ini tampak menjaga agar senyawa yang berdampak buruk tidak masuk ke dalam sel hati. Silymarin dapat membantu mencegah atau memulihkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh alkohol, narkoba, pestisida, racun lain, atau hepatitis. Silymarin telah dipakai (terutama di Eropa) untuk mengobati hepatitis, kerusakan hati yang diakibatkan oleh kecanduan alkohol, dan keracunan oleh beberapa jenis jamur tertentu. Namun sebuah penelitian baru-baru ini pada orang dengan hepatitis C menunjukkan tidak ada manfaat dari penggunaan silymarin. Silymarin adalah satu ramuan dalam beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat Lembaran Informasi 760). Tidak ada bukti bahwa silymarin bertindak langsung terhadap HIV. Mengapa Odha Memakai Silymarin? Beberapa obat yang dipakai untuk melawan HIV dapat merusak hati. Orang yang terinfeksi bersama dengan virus hepatitis B atau C (HBV dan HCV) lebih mungkin mengalami masalah hati waktu memakai obat antiretroviral (ARV). Silymarin mungkin membantu mencegah kerusakan pada hati. Beberapa ARV dapat menyebabkan sakit perut, dan silymarin dapat membantu mengobati masalah pencernaan. Bagaimana Silymarin Dipakai? Silymarin adalah sari bibit tanaman milk thistle. Sari baku seharusnya 80% silymarin (kandungan aktif). Jamu ini dapat diperoleh di toko obat di kota besar seperti Guardian atau Century. Satu penelitian menunjukkan bahwa jangka waktu kedaluwarsa silymarin hanya kurang lebih tiga bulan. Takaran umum silymarin adalah 300600mg per hari. Milk thistle tidak larut dalam air, jadi tidak diusulkan dibuat teh dari milk thistle. Apa Efek Samping Silymarin? Belum ditemukan efek samping yang berat dari penggunaan silymarin. Walaupun dipakai dengan takaran tinggi, tidak ada laporan mengenai dampak negatif. Namun beberapa orang mengalami sakit perut, diare, perut kembung, atau gas pada lambung setelah mulai memakai silymarin. Bila ini terjadi, kurangi takaran kemudian tingkatkan kembali secara bertahap. Sedikit orang mengalami reaksi alergi terhadap milk thistle. Beberapa ahli menganjurkan agar silymarin tidak dipakai oleh perempuan hamil, karena dapat berpengaruh pada perkembangan janin. Apakah Silymarin Berinteraksi dengan Obat Lain? Karena diuraikan oleh hati, milk thistle mungkin berinteraksi dengan obat lain yang juga diuraikan oleh hati. Obat ini termasuk beberapa obat antigelisah, obat antijamur, dan mungkin juga dengan beberapa protease inhibitor. Diusulkan untuk tidak memakai obat KB yang mengandung hormon estrogen bersamaan dengan milk thistle. Milk thistle mungkin mengganggu penggunaan estrogen oleh tubuh, sehingga dapat terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai, termasuk milk thistle. Bagaimana Kita Mengetahui Silymarin Bermanfaat? Milk thistle telah dipakai selama lebih dari 2.000 tahun, jadi banyak yang sudah ditulis mengenai dampaknya pada kesehatan. Sudah dilakukan lebih dari 300 penelitian ilmiah terhadap silymarin yang mencatat: y Dampak antioksidan y Pengobatan sirosis hati akibat kecanduan alkohol y Pengobatan hepatitis kronis y Pengobatan keracunan akibat makan jamur liar y Membantu hati memulihkan dirinya Sebagian besar penelitian ilmiah ini dilakukan di Eropa. Garis Dasar Silymarin adalah sari bibit tanaman milk thistle. Jamu ini sudah dipakai selama lebih dari 2.000 tahun untuk mengobati masalah hati. Belum dialami efek samping yang berat atau interaksi yang gawat. Untuk orang dengan HIV, terutama yang juga terinfeksi virus hepatitis, silymarin mungkin membantu melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh terapi antiretroviral (ART). Silymarin juga mungkin mengurangi sakit perut sebagai efek samping obat lain. Diperbarui 6 November 2014 berdasarkan FS 735 The AIDS InfoNet 19 Mei 2014, serta Drug Digest 23 November 2010 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 740 KURKUMA (KUNYIT) Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan jamu ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia - lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa Kurkuma Itu? Kurkuma adalah semacam jamu yang dibuat dari tanaman Curcuma domestica atau Curcuma longa, dari familia (jenis) Zingiberaceae. Jenis lain dalam familia ini termasuk Curcuma xanthorrhizae, yang lebih dikenal sebagai temu lawak (lihat Lembaran Informasi (LI) 741), Curcuma heyneana atau temu giring, dan Curcuma aeruginosa atau temu hitam. Semuanya mempunyai bentuk akar yang disebut sebagai rimpang (rhizome), dan biasanya bagian ini yang dipakai untuk membuat jamu. Temu giring dan temu hitam paling sering dipakai untuk pengobatan cacing. Kurkuma dan temu lawak lebih sering dipakai oleh Odha. Kurkuma adalah satu ramuan dalam beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat LI 760). Kurkuma lebih dikenal sebagai bumbu dapur kunyit. Kunyit adalah bumbu untuk memasak kari, sering juga disebut sebagai turmeric. Apa Kegunaan Kurkuma? Kandungan aktif kunyit adalah senyawa kimia yang disebut sebagai curcuminoid. Curcuminoid dalam kunyit adalah curcumin (75%), demethoxycurcumin (1520%) dan bisdemethoxycurcumin (kurang lebih 3%). Dalam penelitian, curcuminoid ditemukan mempunyai sifat antioksidan dan antiradang. Pada awal 1990-an, para peneliti juga menemukan bawah curcumin bertindak sebagai antiHIV dalam tabung percobaan. Namun dua uji coba klinis pada manusia mengambil kesimpulan yang bertentangan. Satu, yang dilakukan di Los Angeles pada 1994 mengamati penurunan viral load di antara orang yang memakai kurkuma. Namun sebuah uji coba klinis lain yang dilakukan di AS pada 1996 tidak menemukan bukti bahwa kurkuma dengan takaran tinggi atau rendah berhasil mengurangi viral load atau meningkatkan jumlah sel CD4. Sayangnya belum dilakukan penelitian lanjutan terhadap dampak kurkuma pada HIV sejak waktu itu. Tampaknya juga, kurkuma dapat melindungi hati dari beberapa senyawa beracun. Sekali lagi belum ada dasar bukti yang jelas mengenai dampak ini. Mengapa Odha Memakai Kurkuma? Selain anggapan bahwa kurkuma dapat membantu tubuh melawan dengan HIV, sifat antiracun pada hati mungkin dapat membantu Odha. Jamu ini dipakai oleh praktisi pengobatan tradisional di Indonesia antara lain untuk mengobati penyakit kuning. Beberapa obat yang dipakai untuk melawan HIV dapat merusak hati. Orang yang terinfeksi hepatitis B atau C (HBV dan HCV) lebih mungkin mengalami masalah hati waktu memakai obat antiretroviral (ARV). Diharapkan kurkuma dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan pada hati. Kurkuma diketahui mempunyai sifat antiradang, sehingga dapat dipakai untuk mengobati masalah peradangan. Peradangan, sebagai tanggapan tubuh terhadap infeksi, dikaitkan dengan beberapa penyakit, termasuk HIV (lihat LI 484). Sekarang ada teori bahwa tingkat peradangan yang rendah yang berlanjut bertahun-tahun dapat memperparah beberapa infeksi kronis, termasuk HIV. Oleh karena itu, mungkin penggunaan kurkuma dapat mengurangi dampak jangka panjang infeksi HIV. Bagaimana Kurkuma Dipakai? Empu rimpang kunyit dicampur dengan bahan rempah lain kemudian direbus, lalu airnya diminum sebagai obat. Atau kunyit dapat diparut dan ditambah air minum, diperas lalu diminum dua kali sehari. Kurkuma dapat dibeli sebagai jamu sari kunyit dengan 90-95% curcumin, yang dipakai dengan takaran 250-500mg tiga kali sehari. Apa Efek Samping Kurkuma? Bila dipakai dengan takaran yang diusulkan, kurkuma dianggap aman. Beberapa ahli menganjurkan agar kurkuma tidak dipakai dengan takaran tinggi oleh perempuan hamil, karena dapat menimbulkan masalah rahim. Orang dengan batu empedu atau hambatan pada saluran empedu sebaiknya bicara dengan dokter sebelum memakai kurkuma. Apakah Kurkuma Berinteraksi dengan Obat Lain? Tidak tercatat interaksi antara kurkuma dengan ARV. Kurkuma dapat mengurangi kemampuan pembekuan darah setelah luka-luka, Karena aspirin juga dapat menunda pembekuan darah, sebaiknya kurkuma tidak dipakai bersamaan dengan aspirin. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai, termasuk kurkuma. Garis Dasar Kunyit mengandung beberapa jenis curcumin yang sudah lama dipakai sebagai jamu untuk mengobati berbagai penyakit. Jamu ini sudah dipakai selama ribuan tahun, dan belum dialami efek samping yang berat atau interaksi yang gawat. Walaupun ada bukti bahwa curcumin mempunyai tindakan anti-HIV dalam tabung percobaan, hal ini belum dibuktikan dengan uji coba klinis pada manusia. Namun hanya sedikit uji coba itu dilakukan, dan oleh karena itu dan kenyataan bahwa jamu ini aman dan murah, tidak ada kesalahan bila Odha ingin coba sendiri, asal harapannya tidak terlalu tinggi. Beberapa praktisi menganggap bahwa kurkuma dapat mengurangi kerusakan pada hati yang diakibatkan oleh beberapa jenis racun termasuk obat antiretroviral. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan DrugDigest 22 Desember 2010 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 741 TEMU LAWAK Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan jamu ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia - lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa Temu Lawak Itu? Temu lawak adalah semacam jamu yang dibuat dari tanaman Curcuma xanthorrhizae, yang lebih dikenal sebagai temu lawak, dari familia (jenis) Zingiberaceae. Jenis lain dalam familia ini termasuk Curcuma domestica atau Curcuma longa, yang lebih dikenal sebagai kunyit (lihat Lembaran Informasi (LI) 740), Curcuma heyneana atau temu giring, dan Curcuma aeruginosa atau temu hitam. Semuanya mempunyai macam akar yang disebut sebagai rimpang (rhizome), dan biasanya bagian ini yang dipakai untuk membuat jamu. Temu lawak adalah satu ramuan dalam beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat LI 760). Apakah Kegunaan Temu Lawak? Kandungan aktif temu lawak termasuk minyak esensial dan beberapa bahan kimia lain. Tampaknya belum ada penelitian mengenai manfaat temu lawak. Menurut ahli jamu, temu lawak dapat dipakai untuk penyakit ginjal, demam, penyakit kuning, gangguan pada getah empedu, dan beberapa masalah lain. Mengapa Odha Memakai Temu Lawak? Jamu ini dipakai oleh praktisi pengobatan tradisional di Indonesia antara lain untuk mengobati penyakit kuning. Beberapa obat yang dipakai untuk melawan HIV dapat merusak hati. Orang yang terinfeksi hepatitis B atau C (HBV dan HCV) lebih mungkin mengalami masalah hati waktu memakai obat antiretroviral (ARV). Diharapkan temu lawak dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan pada hati. Bagaimana Temu Lawak Dipakai? Satu potong temu lawak sebesar telur ayam diiris-iris, ditambah sebatang pohon meniran (Phyllanthus urinaria), kemudian direbus dengan air empat gelas hingga tinggal tiga gelas. Setelah dingin minum setengah sampai satu gelas tiga kali sehari, ditambah dengan satu sendok makan madu. Apa Efek Samping Temu Lawak? Belum ada laporan mengenai efek samping penggunaan temu lawak. Orang dengan batu empedu atau hambatan pada saluran empedu sebaiknya bicara dengan dokter sebelum memakai temu lawak. Apakah Temu Lawak Berinteraksi dengan Obat Lain? Tidak tercatat interaksi antara temu lawak dengan ARV atau obat lain. Namun pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai, termasuk temu lawak. Apakah Temu Lawak Memberi Manfaat pada Odha? Belum ada uji coba klinis terhadap temu lawak. Belum ada tanda bahwa temu lawak mempunyai tindakan antiHIV. Beberapa ahli jamu menganggap bahwa temu lawak mempunyai pengaruh terhadap hepatitis. Garis Dasar Temu lawak sudah lama dipakai sebagai jamu untuk mengobati berbagai penyakit. Belum dilaporkan efek samping yang berat atau interaksi yang gawat. Belum pernah dilakukan uji coba terhadap temu lawak, terutama terhadap HIV atau hepatitis. Oleh karena itu dan kenyataan bahwa jamu ini aman dan murah, tidak salah bila Odha ingin coba sendiri, asal harapannya tidak terlalu tinggi. Beberapa praktisi menganggap temu lawak dapat mengurangi kerusakan pada hati yang diakibatkan oleh beberapa jenis racun termasuk obat antiretroviral. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 742 BAWANG PUTIH Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan jamu ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia - lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa Bawang Putih Itu? Bawang putih adalah tanaman umum dengan akar berwarna putih berbentuk umbi lapis, serupa dengan bawang merah. Nama ilmiah adalah Allium sativum, dan tanaman ini adalah bagian dari familia Liliaceae (Lili). Bawang putih dipakai baik untuk masakan maupun sebagai tanaman obat. Saat bawang putih segar dihancurkan atau dicincang, enzim dalam umbinya dilepas dan sebuah senyawa yang mengandung sulfur (belerang) bernama allicin dibuat. Senyawa yang mengandung sulfur ini sering menjadi antibiotik yang efektif. Apa Kegunaan Bawang Putih? Bawang putih mungkin berasal dari Kirgiz, daerah padang pasir Siberia. Pujangga Cina 3000 tahun SM menguji manfaat bawang putih. Jadi, bawang putih mempunyai sejarah panjang dalam penggunaannya sebagai obat. Aristoteles menguji bawang putih pada tahun 335 SM untuk mutu pengobatan. Pada abad pertengahan, bawang putih telah dipikirkan sebagai pengobatan terhadap orang bertekanan darah tinggi, kehilangan nafsu makan, orang dengan masalah paru, gigitan ular, batuk rejan, dan kebotakan. Pendeta Prancis abad ke-17 makan bawang putih dalam jumlah besar untuk melawan wabah sampar, dan dilaporkan mereka bertahan hidup lebih lama daripada pendeta Inggris. Selama kedua perang dunia, tentara Rusia dan Jerman makan bawang putih sebagai pengobatan di medan pertempuran. Mengapa Odha Memakai Bawang Putih? Banyak tes sudah membuktikan bahwa bawang putih mengandung zat antibakteri dan antijamur. Bawang putih juga dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuh, yang dalam kasus HIV sangat dibutuhkan. Bawang putih terbukti efektif melawan sejumlah infeksi oportunistik (IO) termasuk herpes virus, sitomegalovirus, kriptosporidiosis (kripto), dan organisme mikobakteri atau kandida. Pada beberapa kasus, pengobatan Barat tidak efektif untuk mengobati kondisi ini. Sebagai contoh, sebuah tes yang melibatkan lima orang dengan kripto (lihat Lembaran Informasi (LI) 502) di Los Angeles menunjukkan bahwa seluruh gejala berkurang ketika mereka memakai banyak bawang putih. Kripto dianggap sebagai salah satu IO yang sulit diobati. Bawang putih mengandung sulfur, asam amino, zat mineral termasuk germanium, selenium, dan zink, serta vitamin A, B, dan C. Allicin dipercaya sebagai zat kandungan bawang putih yang paling banyak memberikan manfaat, selain menghasilkan bau yang menyengat itu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bawang putih dapat mengurangi tingkat kolesterol dan trigliserid yang tinggi. Masalah ini dapat menjadi efek samping dari penggunaan terapi antiretroviral (ART). Namun bawang putih kurang efektif dalam hal ini dibandingkan dengan perubahan pada pola makan/ hidup dan penggunaan obat kolesterol tinggi. Bagaimana Bawang Putih Dipakai? Bawang putih berbentuk pil/kapsul bisa dibeli di apotek. Harganya memang mahal, tetapi baunya tidak terlalu menusuk. Kebanyakan orang memakai bawang putih pada masakan mereka. Beberapa orang memakan bawang putih mentah secara teratur, biasanya dengan memotongnya kecil-kecil, dan memakannya bersama makanan lain. Atau, ada juga yang merajangnya sampai halus lalu disendokkan ke mulut, seperti puyer. Apa Efek Samping Bawang Putih? Bawang putih menimbulkan sedikit efek samping, tetapi dosis yang tinggi dapat menyebabkan sakit perut atau gangguan pada usus. Hal ini terutama terjadi bila dipakai bawang putih mentah. Selain itu, baunya dapat dianggap sebagai efek samping yang kurang enak! Bawang putih mengurangi kemampuan darah untuk membeku. Oleh karena itu, sebaiknya tidak dipakai oleh orang yang mengalami trombositopenia (kekurangan pada unsur dalam darah yang membekukannya). Apakah Bawang Putih Berinteraksi dengan Obat Lain? Sebuah penelitian pada 2001 menunjukkan bahwa bawang putih dan suplemen yang mengandung bawang putih atau allicin dapat mengurangi tingkat saquinavir (sebuah protease inhibitor) dalam darah rata-rata 51%. Hal ini kemungkinan sangat berpengaruh pada kegiatan saquinavir terhadap HIV, dengan kemungkinan HIV menjadi resistan terhadap obat tersebut. Walaupun belum diteliti, kemungkinan interaksi ini terjadi terhadap protease inhibitor lain dan juga NNRTI. Menurut para peneliti, “kami melihat interaksi yang jelas dan berjangka lama. Implikasi yang jelas adalah bahwa dokter dan pasien seharusnya berhati-hati bila memakai bawang putih atau suplemen kandungan bawang putih bersama dengan ART.” Karena bawang putih mengurangi kemampuan darah untuk membeku, sebaiknya dihindari oleh orang yang memakai obat antitrombosit atau antibeku (mis. warfarin). Karena aspirin juga dapat menunda pembekuan darah, sebaiknya penggunaan bawang putih secara berlebihan bersamaan dengan aspirin sebaiknya dihindari. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai, termasuk bawang putih. Garis Dasar Bawang putih adalah tanaman yang sudah lama diketahui efektif sebagai obat. Namun hanya sedikit penelitian yang dilakukan terhadapnya, jadi efektivitasnya tidak dapat dibuktikan. Bukti klinis yang terbatas tampaknya menunjukkan bahwa bawang putih yang dipakai secara oral dapat membantu mengurangi kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi. Lebih sedikit bukti mendukung manfaat untuk mencegah penyakit jantung, meningkatkan fungsi kekebalan, atau melindungi terhadap beberapa jenis kanker. Penggunaan biasanya tidak menimbulkan efek samping (kecuali baunya), tetapi dibuktikan ada interaksi dengan satu jenis obat antiretroviral, dan kemungkinan juga ada dengan beberapa jenis lain. Jadi sebaiknya kita tidak memakai bawang putih dengan dosis tinggi bila kita memakai ART. Namun penggunaan sebagai rempah dalam masakan kemungkinan tidak menimbulkan masalah. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan DrugDigest 2 Agustus 2011 dan beberapa sumber lain Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 760 HEPATOPROTEKTOR Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan jamu ini disokong atau didukung oleh Yayasan Spiritia – lihat Lembaran Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang. Apa Hepatoprotektor Itu? Hepatoprotektor (pelindung hati) adalah istilah yang diberikan pada produk yang dipasarkan untuk melindungi hati dan/atau memulihkan hati yang telah dirusak oleh racun, obat atau penyakit. Sampai saat ini, belum ada obat yang disetujui sebagai hepatoprotektor. Tetapi ada berbagai jenis jamu atau campuran jamu yang dipasarkan di Indonesia sebagai hepatoprotektor. Produk tersebut termasuk Hepasil dari Kalbe Farma, Hepacomb dari Sidomuncul, Hepagard dari Phapros, HP-Pro, Lesipar, Hepimun dan beberapa produk lain. Mengapa Odha Memakai Hepatoprotektor? Mungkin lebih dari separuh Odha di Indonesia juga terinfeksi bersama dengan virus hepatitis B atau C (HBV/HCV – lihat Lembaran Informasi (LI) 505). Hepatitis dapat merusak hati, dan kerusakan ini ditunjukkan oleh peningkatan pada dua enzim hati yang diukur pada tes fungsi hati (lihat LI 135). Kedua enzim ini adalah ALT (SGPT) dan AST (SGOT). Kebanyakan obat yang dipakai untuk melawan HIV (antiretroviral/ARV) atau untuk mengobati infeksi oportunistik disaring dan diuraikan oleh hati. Hati yang rusak dapat berpengaruh pada kemampuan kita untuk memakai obat tersebut, dan penggunaan obat itu juga dapat meningkatkan beban pada hati, dengan risiko hati kita tidak berfungsi lagi dan kita mengalami kegagalan hati. Sampai saat ini, belum ada obat yang disetujui untuk memulihkan tingkat ALT yang tinggi akibat HBV atau HCV. Namun produsen beberapa jenis hepatoprotektor menyatakan bahwa produknya efektif untuk menurunkan ALT yang tinggi. Oleh karena itu, dan karena pasien dengan ALT tinggi sering mendesak dokter untuk memberi obat untuk masalah ini, dokter sering kali meresepkan hepatoprotektor ini. Bagaimana Hepatoprotektor Dipakai? Hepatoprotektor sering tersedia sebagai kapsul. Hepasil, misalnya, tersedia dalam bentuk kapsul, dengan usulan dipakai satu kapsul 3-4 kali sehari, 1-2 jam setelah makan. Pilihan yang mungkin lebih cocok adalah untuk membuat campuran sendiri, dengan membeli jamu secara segar di pasar. Sering tidak jelas berapa lama hepatoprotektor sebaiknya dipakai, atau apakah ada risiko bila hepatoprotektor dipakai jangka panjang. Apa Efek Samping Hepatoprotektor? Efek samping tergantung pada kandungan – lihat lembaran informasi mengenai masing-masing jamu, bila ada. Sering kali produsen tidak menjelaskan apakah produknya dapat menimbulkan efek samping. Apakah Ada Kontraindikasi atau Peringatan? Kontraindikasi seharusnya dicatat pada etiket produk. Umumnya penggunaan hepatoprotektor mungkin adalah aman, tetapi hal ini jelas tergantung pada kandungan. Hepasil, misalnya, mengandung echinacea (lihat LI 726), dan jamu ini sebaiknya tidak dipakai oleh Odha (terutama bila jumlah CD4-nya rendah) atau perempuan hamil. Ada anggapan bahwa semua produk alami adalah aman. Jelas anggapan ini tidak benar, apa lagi buat Odha. Selain apakah produknya bersifat racun, cara produksinya tidak selalu dijamin bersih, dan bebas unsur lain termasuk jamur. Bila tidak, produk dapat menjadi berbahaya untuk Odha. Bagaimana Hepatoprotektor Berinteraksi dengan Obat Lain? Belum diketahui interaksi apa pun antara hepatoprotektor dan obat atau jamu lain. Namun belum diteliti interaksi antara hepatoprotektor dengan sebagian besar obat atau jamu lain. Untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi, lihat lembaran informasi mengenai masingmasing jamu, bila ada. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai, termasuk hepatoprotektor. Dasar Bukti untuk Hepatoprotektor Sampai saat ini, belum dilakukan uji coba klinis secara acak yang membuktikan keberhasilan hepatoprotektor untuk menurunkan ALT. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa jamu, terutama silymarin (lihat LI 735), dapat membantu dalam kasus keracunan hati akibat zat kimia (terutama karbon tetraklorida). Namun belum ada dasar bukti kasus kerusakan hati akibat HBV/ HCV. Ada banyak anekdot (cerita) yang menunjukkan bahwa ALT yang tinggi menurun pas setelah penggunaan hepatoprotektor. Namun virus hepatitis sering mengakibatkan peningkatan sementara pada tingkat ALT (yang disebut flare, atau kobaran), tetapi yang menurun secara alami setelah beberapa hari. Bila hepatoprotektor dipakai saat flare ini, ALT memang akan turun, tetapi penurunan akan terjadi walau hepatoprotektor dipakai atau tidak. Pada 2002, Prof Dr H Ali Sulaeman PhD SpPD-KGEH FACG (guru besar penyakit hati) menyatakan bahwa ada ketidaksesuaian antara pemanfaatan obat/ suplemen hepatoprotektor dengan konsep dasar bukti. “Kita kembalikan saja pada pribadi masing-masing. Apabila diyakini baik, silakan saja diteruskan,” dikatakannya. Garis Dasar Hepatoprotektor adalah ‘obat’ campuran jamu yang dipasarkan oleh beberapa produsen obat di Indonesia. Tampaknya ‘obat’ ini sering diresepkan oleh dokter pada orang dengan HIV dan hepatitis bersamaan, dan dengan ALT/AST tinggi. Menurut laporan anekdot, penggunaan hepatoprotektor sering berhasil untuk mengurangi tingkat enzim hati. Namun belum ada dasar bukti yang mendukung penggunaan hepatoprotektor dalam kasus koinfeksi HIV/ virus hepatitis. Kandungan semua jenis hepatoprotektor berbeda-beda, tergantung pada produsen. Sebaiknya kita memperhatikan kandungan, karena mungkin ada di antara kandungan yang sebaiknya tidak dipakai oleh Odha (misalnya echinacea). Kecuali itu, kemungkinan hepatoprotektor aman untuk Odha, walau mungkin tidak memberi manfaat jelas, asal dibuat dengan cara yang bersih. Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan beberapa sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 800 GIZI Mengapa Gizi Itu Penting? Gizi yang baik berarti makan makanan yang benar dengan jumlah yang benar. Gizi yang baik kadang kala menjadi masalah bagi Odha. Bila tubuh kita memerangi infeksi, maka tubuh memakai tenaga dan gizi mikro dari makanan dengan laju yang lebih cepat. Infeksi HIV dapat menyebabkan kehilangan berat badan, tetapi obat antiretroviral dapat menyebabkan penambahan lemak. Agar mencegah kehilangan otot dan/atau penambahan lemak, kita sebaiknya makan berbagai macam sumber daging kurang lemak sedikitnya tiga kali sehari (telur atau daging unggas, ikan, sapi tanpa lemak, babi). Bila berat badan kita naik atau turun lebih dari 5kg dalam enam bulan, bahas dengan dokter. Beberapa obat dapat mengganggu perut, dan berbagai infeksi oportunistik (IO) dapat memengaruhi mulut atau tenggorokan. Hal ini mengakibatkan sulit makan. Lagi pula, beberapa obat dan infeksi menyebabkan diare. Jika kita diare, tubuh kita sebenarnya menerapkan lebih sedikit dari yang apa yang kita makan. Hal ini disebut sebagai malabsorpsi (gangguan penyerapan). Bila kita mengalami sakit perut, diare, atau nyeri pada mulut, bahas dengan dokter atau ahli gizi. Panduan Gizi bagi Odha Pertama, makan lebih sering. Coba makan 4-6 kali sehari ganti 2-3 kali. Hal ini akan bantu mencegah kehilangan otot. Penambahan berat otot akan membantu kita memerangi HIV. Hal ini sangat penting. Banyak orang ingin mengurangi berat badannya, tapi bagi Odha, ini dapat gawat. Makan banyak daging, buah-buahan, dan sayuran. y Daging (protein) bantu membangun dan mempertahankan otot. Telur, produk susu, dan daging ayam, babi, sapi dan ikan merupakan makanan yang terbaik untuk mempertahankan otot. y Buah-buahan, sayuran dan butir kasar (karbohidrat) memberi tenaga dan antioksidan. Makanan ini adalah “makanan kekuatan’ yang bantu melawan infeksi. Setiap kali kita makan harus termasuk buah-buahan dan sayuran. y Biji-bijian dan minyak (lemak) memberi tenaga untuk olahraga intensitas rendah dan fungsi tubuh yang normal. Kita perlu secukupnya – tetapi jangan terlalu banyak. Program olahraga ringan membantu tubuh membentuk zat makanan menjadi otot. Dalam 15 menit setelah olahraga, makan makanan kecil atau camilan dengan daging, buah-buahan dan sayuran atau minum segelas susu cokelat. Jadikan sikap santai, dan berolahraga sebagai kegiatan sehari-hari – lihat LI 802. Sangat penting minum cairan secukupnya bila kita terinfeksi HIV. Air tambahan bisa mengurangi efek samping beberapa obat. Air dapat membantu menghindari mulut kering dan sembelit (susah buang air). Ingat, minum teh, kopi, cola, cokelat, atau alkohol sebenarnya dapat menghilangkan cairan tubuh. Cara terbaik untuk mengetahui apakah kita konsumsi cukup air adalah dengan memantau warna air seni. Warna kuning muda adalah yang terbaik. Menjaga Kebersihan Makanan y Simpan makanan di luar zona suhu yang berbahaya, yaitu 5-60°C y Sering cuci tangan (lihat LI 851). Pakai sabun dan air, dan gosok sedikitnya 20 detik. Cuci tangan sebelum dan setelah menangani makanan mentah y Bila ragu, buang. Jangan makan apa pun yang mungkin mulai busuk y Cuci semua buah dan sayuran secara tuntas, walau kulitnya akan dilepaskan y Sering bersihkan permukaan, papan potong, dan ruang dapur selama menyiapkan makanan y Jangan makan telur atau ikan mentah; hati-hati dengan taoge atau bibit lain yang bertunas y Masak daging secara matang; jangan makan daging yang masih mentah y Masak kembali sisa-sisa makanan pada suhu di atas 65°C y Sebaiknya memakai air kemasan Bagaimana dengan Suplemen? Suplemen dapat berbahaya. Hindari suplemen bila belum dibahas dengan dokter atau ahli gizi. Suplemen (vitamin, mineral, bubuk protein, minuman ganti makanan, asam amino, jamu) sering tercemar, mahal, dan tidak diawasi oleh Badan POM. Suplemen dapat mengandung kandungan yang berinteraksi dengan obat. Garis Dasar Makan makanan yang sehat adalah sangat penting bagi Odha. Bila kita terinfeksi HIV, kita harus mengubah jenis dan jumlah makanan yang kita konsumsi. Memakai diet seimbang, yang meliputi banyak daging tanpa lemak, buah-buahan dan sayuran, dan bibit kasar. Program olahraga akan membantu kita mengembangkan dan mempertahankan otot. Minum banyak cairan untuk membantu tubuh menguraikan obat yang dipakai. Jaga kebersihan makanan. Pastikan dapur tetap bersih, makanan selalu dicuci, dan hati-hati dalam menyiapkan dan menyimpan makanan. Minum air yang sudah direbus atau air kemasan. Jika kita merasa membutuhkan gizi tambahan, sebaiknya minta saran dari dokter atau konselor gizi. Ditinjau 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 800 The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 801 VITAMIN DAN ZAT MINERAL Mengapa Vitamin dan Zat Mineral Penting? Vitamin dan zat mineral kadang-kadang disebut bahan gizi mikro. Tubuh kita hanya membutuhkan bahan gizi mikro dalam jumlah sedikit, untuk mendukung reaksi kimia yang diperlukan oleh sel kita agar dapat hidup. Kita memperolehnya dari makanan atau suplemen, karena tubuh kita tidak mampu membuatnya. Berbagai macam bahan gizi berdampak pada pencernaan, susunan saraf, pikiran, dan proses tubuh yang lain. Bahan gizi mikro terkandung pada banyak bahan makanan. Orang yang sehat mungkin mendapatkan cukup vitamin dan zat mineral dari makanannya saja. Odha atau orang dengan beberapa penyakit lain membutuhkan lebih banyak bahan gizi mikro untuk membantu memperbaiki dan memulihkan sel yang rusak. Selain itu, beberapa obat dapat menimbulkan kekurangan berbagai bahan gizi. Apa Antioksidan Itu? Beberapa molekul dalam tubuh adalah dalam bentuk yang disebut beroksidasi. Molekul ini dikenal sebagai radikal bebas (free radical). Molekul ini bereaksi secara mudah dengan molekul lain, dan dapat merusak sel tubuh. Kadar radikal bebas yang tinggi tampaknya menyebabkan banyak kerusakan yang berkaitan dengan proses penuaan. Radikal bebas dibuat sebagai bagian dari reaksi kimia normal dalam tubuh. Antioksidan adalah molekul yang dapat menghambat reaksi radikal bebas dengan molekul yang lain. Ini membatasi kerusakan yang dilakukan oleh radikal bebas. Ada beberapa macam bahan gizi yang bersifat antioksidan. Antioksidan cenderung bekerja bersama, sehingga lebih baik dipakai kombinasi daripada hanya satu macam. Antioksidan penting bagi Odha, karena infeksi HIV meningkatkan kadar radikal bebas. Lagi pula radikal bebas dapat memacu kegiatan HIV. Pada tingkat yang lebih tinggi antioksidan dapat melambatkan penggandaan HIV dan membantu memperbaiki sebagian kerusakan yang disebabkan oleh virus tersebut. Berapa Banyak yang Kita Butuhkan? Mungkin kita berpikir bahwa kita dapat memperoleh cukup vitamin dan zat mineral dengan memakai pil multivitamin satu kali sehari. Sayangnya, tidak semudah itu. Jumlah bahan gizi mikro pada banyak pil tersebut berdasarkan pada angka kecukupan gizi/AKG. Masalah dengan AKG adalah bahwa jumlah bahan gizi yang ditetapkannya tidak cocok bagi Odha. Sebaliknya, anjurannya merupakan jumlah minimal untuk mencegah kekurangan gizi bagi orang yang sehat. Penyakit HIV dan beberapa obat untuk infeksi terkait HIV dapat menghilangkan beberapa bahan gizi. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa Odha membutuhkan bahan gizi dengan jumlah enam sampai 25 kali AKG. Sebuah pil multivitamin yang sangat manjur adalah cara yang baik untuk memperoleh bahan gizi mikro yang dasar. Bahan Gizi Mana yang Penting? Belum ada banyak penelitian yang dilaksanakan mengenai bahan gizi tertentu terkait dengan penyakit HIV. Sebuah metaanalisis terhadap penelitian menunjukkan bahwa satu multivitamin yang sederhana dapat membantu. Lagi pula, banyak bahan gizi saling berinteraksi. Kebanyakan ahli gizi menganjurkan merencanakan program tambahan bahan gizi secara keseluruhan. Odha dapat memperoleh manfaat dengan memakai tambahan vitamin dan zat mineral yang berikut: y Vitamin B: Vitamin B1 (tiamin). vitamin B2 (riboflavin), vitamin B6 (piridoksin), vitamin B12 (kobalamin), dan folat (asam folat). y Niasin, juga semacam vitamin B, dapat membantu meningkatkan kolesterol “baik” dan menurunkan kolesterol “buruk”. y Vitamin lain: Tingkat vitamin D3 sering rendah pada Odha, terutama yang berkulit hitam. Vitamin C dapat membantu fungsi kekebalan. Vitamin K membantu pembekukan darah dan pembentukan tulang. y Antioksidan, termasuk beta-karoten (tubuh mengurai beta-karoten untuk membuat vitamin A), zat selenium, vitamin E (tokoferol), dan vitamin C. y Zat magnesium, selenium, kalsium dan zink. Magnesium penting untuk fungsi saraf, dan dapat membantu dengan kram otot. Selenium adalah antioksidan yang penting; tingkatnya sering menurun pada penyakit HIV. Kalsium dibutuhkan oleh tulang, dan zink untuk fungsi kekebalan. Bagaimana dengan Suplemen Lain? Selain vitamin dan zat mineral, beberapa ahli gizi menyarankan Odha untuk memakai tambahan bahan gizi yang lain: y Asidofilus, semacam bakteri yang berkembang secara alami dalam usus, membantu pencernaan. Ada beberapa macam bakteri yang membantu kesehatan. Bakteri tersebut dikenal sebagai probiotik. y Asam alfalipoik adalah antioksidan kuat yang dapat meringankan gangguan mental dan neuropati. y Karnitin (bentuk serupa adalah asetil-Lkarnitin) mungkin mencegah wasting dan memberi manfaat lain kepada kekebalan dan metabolisme. y Koenzim Q mungkin membantu fungsi 10 kekebalan tubuh dan kesehatan jantung. y Asam lemak esensial (essential fatty acid) yang terdapat pada evening primrose oil atau flaxseed oil dapat membantu kulit yang kering. Juga ditemukan sebagai asam lemak omega-3 dalam lemak ikan, dapat membantu dengan kolesterol, trigliserida dan depresi. y N-Asetil-Sistein, suatu antioksidan, dapat membantu memelihara tingkat glutation dalam tubuh. Glutation adalah salah satu antioksidan utama di tubuh. Apakah Bahan Gizi Berlebihan Berbahaya? Kebanyakan vitamin dan zat mineral tampaknya aman sebagai suplemen, bahkan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang dianjurkan oleh AKG. Namun sebagian di antaranya dapat menyebabkan masalah pada dosis yang terlalu tinggi, termasuk vitamin A, vitamin D, niasin, dan zat tembaga, besi, selenium dan zink. Program dasar tambahan vitamin dan zat mineral sebaiknya aman. Ini meliputi yang berikut (semua yang sesuai dengan petunjuk yang ada di kemasan): y Pil multivitamin/zat mineral (tanpa zat besi tambahan), y Suplemen antioksidan dengan berbagai kandungan, dan y Suplemen trace element. Ada tujuh elemen yang dibutuhkan: krom, tembaga, kobalt, yodium, besi, selenium, dan zink. Beberapa pil multivitamin juga mengandung elemen ini. Program suplemen lain sebaiknya dibahas dahulu dengan dokter atau ahli gizi. Ingat bahwa harga semakin mahal bukan berarti mutu semakin tinggi. Memperoleh Bahan Gizi Ingat bahwa kebanyakan bahan gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh kita dapat diperoleh dari makanan yang sehat, terutama buah-buahan dan sayur-mayur yang segar. Cara ini lebih murah dibandingkan pil, dan kemungkinan lebih sehat. Namun kadang kita tetap kekurangan bahan gizi mikro, dan kalau kita ragu, sebaiknya kita berkonsultasi dengan ahli gizi. Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan FS 801 The AIDS InfoNet 24 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 802 OLAHRAGA DAN HIV Mengapa Olahraga Penting? Olahraga tidak dapat mengendalikan atau melawan penyakit HIV, tetapi dapat membantu kita merasa lebih sehat dan melawan berbagai dampak dari HIV dan efek samping obat yang dipakai oleh Odha. Apa Manfaat Olahraga? Olahraga yang tidak terlalu berat dan dilakukan secara berkala memberi manfaat yang sama pada Odha seperti pada orang lain. Olahraga dapat: y Meningkatkan massa otot, serta kekuatan dan ketahanannya y Memperbaiki ketahanan jantung dan paru y Meningkatkan tenaga sehingga kita merasa segar kembali y Mengurangi stres y Meningkatkan rasa kesejahteraan y Meningkatkan kekuatan tulang y Mengurangi kolesterol LDL (‘buruk’) dan trigliserid (lihat Lembaran Informasi (LI) 123) y Meningkatkan kolesterol HDL (‘baik’) y Mengurangi lemak pada perut y Meningkatkan nafsu makan y Memperbaiki pola tidur y Memperbaiki cara tubuhnya memakai dan mengendalikan gula darah (glukosa), yang mengurangi risiko diabetes tipe II Apa Risiko Olahraga? y Kita dapat menjadi dehidrasi (hilang terlalu banyak cairan) bila kita tidak minum cukup untuk menahan tingkat cairan y Kalau mengalami cedera, mungkin luka membutuhkan lebih lama untuk pulih y Kita dapat kehilangan massa tubuh tidak berlemak (lean body mass) bila kita terlalu banyak olahraga y Kita dapat melukai diri bila kita melakukan olahraga yang salah y Olahraga dapat membantu penyakit jantung, tetapi sebaiknya kita berbicara dengan dokter untuk memastikan bahwa kita dapat berolahraga secara aman Pedoman Olahraga untuk Odha Jangan berlebihan! Program olahraga yang sedang akan memperbaiki komposisi tubuh kita dan mengurangi risiko pada kesehatan. Pada awal, santai saja, dan jadwalkan olahraga ke dalam kegiatan sehari-hari. Meningkatkan program olahraga menjadi jadwal sedikitnya 20 menit paling tidak tiga kali seminggu kalau bisa. Jadwal ini dapat memberi perbaikan yang bermakna dalam kesehatan jasmani dan kita kemungkinan akan merasa lebih baik. Sebagaimana kekuatan dan energi kita meningkat, kita sebaiknya mengusahakan melakukan olahraga 45 menit sampai satu jam tiga atau empat kali seminggu. Odha dapat meningkatkan kesehatan jasmani melalui olahraga sama seperti orang yang tidak terinfeksi HIV. Namun Odha mungkin mengalami kesulitan yang lebih besar untuk melanjutkan program olahraga akibat kelelahan (lihat LI 551) atau karena rasa nyeri pada kaki akibat neuropati – lihat LI 555. Namun masalah ini lebih jarang dialami setelah memakai terapi antiretroviral (ART). Sering membarui program olahraga agar tidak menjadi bosan. Cari cara baru untuk tetap termotivasi agar menahan program olahraga. Cari teman untuk berolahraga bersama. Tingkat kesehatan jasmani kita mungkin lebih rendah daripada dahulu. Sangat penting kita meningkatkan program olahraga kita secara bertahap agar kita tidak mengalami cedera. Cukup mulai dengan sesi sepuluh menit, dan berangsur meningkatkan waktu menjadi satu jam. Makan dan minum secara benar Minum cairan secukupnya sangat penting saat kita berolahraga. Tambahan air dapat membantu mengganti cairan yang hilang. Ingatlah bahwa meminum teh, kopi, cola, cokelat atau alkohol justru dapat menghilangkan cairan tubuh. Jangan makan berlebihan sebelum berolahraga (camilan boleh). Coba makan dalam jam pertama setelah berolahraga untuk mengisi ulang simpanan energi tubuh. Makan camilan, misalnya apel atau roti gandum dengan selai kacang sebelum berolahraga dapat meningkatkan energi. Gizi yang tepat juga penting. Dengan badan lebih bergerak, kita mungkin membutuhkan lebih banyak kalori untuk menghindari kehilangan berat badan, kecuali tujuan adalah untuk mengurangi berat badan. Pilih olahraga yang nyaman Pilih kegiatan olahraga yang nyaman. Apakah yoga, berlari, bersepeda, atau olahraga lain, melakukan sesuatu yang disenangi akan membantu kita tetap mengikuti program. Coba menghindari duduk lebih dari dua jam. Mengubah posisi dan berjalan-jalan. Jangan membiarkannya menjadi suatu kebiasaan. Mengganti kegiatan bila dibutuhkan untuk tetap bermotivasi. Jika tingkat kesehatan jasmani tinggi, kita dapat mengikuti olahraga bertanding. Keterlibatan dalam olahraga bertanding tidak berisiko menularkan HIV pada atlet lain atau pelatih. Menjaga viral load HIV tetap tidak terdeteksi melindungi kita dan orang lain, dan mungkin mencegah kehilangan massa tubuh tidak berlemak. Olahraga angkat besi Olahraga angkat besi atau beban adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan massa tubuh tidak berlemak dan kepadatan tulang yang mungkin hilang akibat penyakit HIV dan penuaan. Angkat beban tiga kali seminggu untuk satu jam mungkin cukup bila dilakukan dengan baik. Melakukan angkat beban diikuti oleh olahraga kardiovaskular selama 30 menit mungkin cara terbaik untuk memperbaiki susunan tubuh dan mengurangi lemak (lipid) dan gula dalam darah. Olahraga kardiovaskular berarti meningkatkan tingkat oksigen dan denyut jantung sambil menggerakkan kelompok otot yang besar secara terus-menerus untuk sedikitnya 30 menit. Kegiatan seperti berjalan kaki cepat, jogging (berlari), bertari, bersepeda atau berenang dapat dianggap sebagai olahraga kardiovaskular. Berjalan dengan anjing, parkir mobil jauh dari kantor, naik tangga, dan cara kreatif agar tidak duduk terus-menerus. Mutu masa usia lanjut tergantung pada hal ini! Garis Dasar Olahraga dapat meningkatkan massa tubuh tidak berlemak, serta mengurangi lemak, stres, kelelahan dan depresi. Lagi pula, olahraga dapat meningkatkan kekuatan, daya tahan dan kesehatan kardiovaskular. Ada kesan juga bahwa olahraga dapat meningkatkan kesehatan sistem kekebalan tubuh. Ditinjau 16 Juli 2014 berdasarkan FS 802 The AIDS InfoNet 21 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 803 MEROKOK DAN HIV Mengapa Merokok Lebih Berbahaya untuk Odha? Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan HIV di AS lebih mungkin merokok dibandingkan orang HIV-negatif. Walaupun keadaan di Indonesia belum diketahui, ada kesan bahwa sebagian besar Odha masih merokok. Merokok dapat mengganggu fungsi paru pada orang yang sehat. Pada Odha, merokok membuatnya lebih sulit melawan infeksi yang berat. Saat ini, berkat terapi antiretroviral (ART), Odha bertahan hidup semakin lama. Namun mutu hidup jangka panjang ini dapat terganggu oleh merokok dan masalah terkait. Penelitian baru ini menunjukkan bahwa perokok dengan HIV kehilangan lebih banyak tahun kehidupan akibat rokok dibandingkan akibat HIV. Apa Risiko Merokok? Merokok melemahkan sistem kekebalan tubuh, dengan akibat sistem tersebut lebih sulit melindungi kita dari infeksi oportunistik. Hal ini terutama benar untuk infeksi yang dikaitkan dengan paru. Risiko ini juga meliputi merokok mariyuana (ganja), bukan hanya tembakau. HIV meningkatkan risiko penyakit paru kronis. Merokok dapat berpengaruh pada penguraian obat oleh hati. Merokok juga dapat memburukkan masalah hati, misalnya hepatitis. Merokok dan efek samping Odha yang merokok lebih mungkin mengalami efek samping dari obat HIV. Misalnya, perokok lebih mungkin mengalami mual dan muntah sebagai efek samping dari obat antiretroviral (ARV). Merokok meningkatkan risiko efek samping jangka panjang obat dan dampak lain dari infeksi HIV. Ini termasuk osteoporosis (tulang lemah yang lebih rentan patah – lihat Lembaran Informasi (LI) 557) dan osteonekrosis (kematian tulang – lihat LI 559). ART sendiri memang sedikit meningkatkan risiko penyakit jantung, tetapi di antara risiko serangan jantung dan stroke akibat kegiatan hidup yang kita dapat kendalikan, merokok adalah yang terbesar. Penelitian baru menemukan bahwa berhenti merokok lebih efektif mengurangi risiko serangan jantung pada Odha dibandingkan faktor lain misalnya perubahan pada pengobatan. Merokok dan infeksi oportunistik Odha yang merokok lebih mungkin mengembangkan beberapa infeksi oportunistik (lihat LI 500), termasuk: y kandidiasis (LI 516) y oral hairy leukoplakia (LI 653) y pneumonia bakteri y pneumonia pneumosistis (PCP – LI 512) Untuk perempuan, merokok dapat meningkatkan risiko dan beratnya infeksi dengan human papilloma virus (HPV – LI 507). Infeksi ini meningkatkan risiko penyakit pada leher rahim. Baru-baru ini, bakteri yang menyebabkan Mycobacterium avium complex (MAC – LI 510) dikaitkan dengan merokok. Bakteri ini ditemukan pada tembakau, kertas rokok dan saringan rokok walaupun benda tersebut sudah terbakar. Merokok dan risiko kematian Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa merokok di antara Odha berhubungan dengan angka kematian yang lebih tinggi. Hal ini berlaku untuk perokok dan mantan perokok. Peningkatan tertinggi pada risiko kematian – 60% – adalah untuk penyakit kardiovaskular (jantung) dan beberapa jenis kanker. Bagaimana Kita Dapat Berhenti Merokok? Merokok, atau sebetulnya menghirup nikotin, sangat menimbulkan ketagihan atau adiksi. Sangat sulit berhenti merokok. Tidak ada satu cara yang terbaik buat kita semua. Cara terbaik tergantung pada orang. Dokter dapat membantu memilihkan cara yang terbaik untuk kita. Beberapa orang berhenti merokok mendadak (“cold turkey”). Orang lain membutuhkan suatu macam dukungan. Dukungan ini dapat bersifat obat yang membantu menangani gejala fisik lepas zat. Ada juga macam terapi yang menangani masalah ketagihan psikologis. Gejala lepas nikotin dapat diobati. Beberapa obat dapat dibeli tanpa resep, sementara yang lain mungkin membutuhkan resep. Permen karet atau lozenge yang mengurangi ketagihan sering dijual tanpa resep. Obat resep termasuk inhaler dan semprot hidung, serta juga pil. Obat ini semua mengobati gejala fisik dan kimia lepas zat. Namun penggunaan dua jenis obat penghentian merokok, yaitu vareniklin dan bupropion menimbulkan risiko perubahan perilaku, suasana hati yang depresi, permusuhan, dan rasa ingin bunuh diri. Beberapa orang juga mendapat bantuan berhenti merokok dengan: y mengubah rutinitas yang mendorong merokok y mencari dukungan untuk mengurangi faktor seperti stres yang mendorong untuk merokok y mengikuti kelompok motivasi untuk orang yang ingin berhenti merokok Beberapa orang berhasil dengan terapi tradisional, misalnya akupunktur atau hipnosis. Garis Dasar Merokok meningkatkan risiko timbulnya masalah lebih berat akibat HIV. Merokok dapat mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. Merokok berdampak lebih buruk pada ketahanan hidup dan kesehatan secara keseluruhan dibandingkan HIV. Ada berbagai macam cara untuk berhenti merokok. Bicaralah dengan dokter untuk mencari cara terbaik. Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 803 The AIDS InfoNet 26 Agustus 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 811 KEWASPADAAN STANDAR Apa Kewaspadaan Standar Itu? Ada berbagai macam infeksi menular yang terdapat dalam darah dan cairan tubuh lain seseorang, di antaranya hepatitis B dan C – dan HIV. Mungkin juga ada infeksi lain yang belum diketahui – harus diingat bahwa hepatitis C baru ditemukan pada 1988. Sebagian besar pasien dengan infeksi tersebut belum tahu dirinya terinfeksi. Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan standar (dulu kewaspadaan universal). Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular. Bagaimana Kewaspadaan Standar Diterapkan? Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan standar secara penuh dalam hubungan dengan SEMUA pasien, dengan melakukan tindakan berikut: y Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan y Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh y Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh y Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh y Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang y Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok y Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis y Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur y Buang limbah sesuai prosedur Apakah Ada Pilihan Lain? Sebelum kewaspadaan standar pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus dites untuk semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah. Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk semua pasien yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkoba suntikan. Namun tes wajib ini tidak layak, kurang efektif dan bahkan berbahaya untuk beberapa alasan: y Hasil tes sering baru diterima setelah pasien selesai dirawat y Bila semua pasien dites, biaya sangat tinggi y Jika hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites, infeksi HIV pada pasien yang dianggap tidak berisiko tidak diketahui y Hasil negatif palsu menyebabkan kurang kewaspadaan saat dibutuhkan y Hasil positif palsu menyebabkan kegelisahan yang tidak perlu untuk pasien dan petugas layanan kesehatan y Tes hanya untuk HIV tidak melindungi terhadap infeksi virus hepatitis dan kuman lain dalam darah termasuk yang belum diketahui, banyak di antaranya lebih menular, prevalensinya lebih tinggi dan hampir seganas HIV y Tes tidak menemukan infeksi pada orang yang dalam masa jendela, sebelum antibodi terbentuk y Tes HIV tanpa konseling dan informed consent melanggar peraturan nasional dan hak asasi manusia Bila kewaspadaan standar hanya dipakai untuk pasien yang diketahui terinfeksi HIV, status HIV-nya pasti diketahui orang lain, asas konfidentialitas tidak terjaga, dengan akibat hak asasinya terlanggar. Mengapa Kewaspadaan Standar Sering Diabaikan? Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan standar tidak diterapkan, termasuk: y Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan y Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker y Penyediaan pasokan tersebut kurang y Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’ y Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan dapat dilakukan Tambahannya, rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan. Apakah Risiko Jika Kewaspadaan Standar Kurang Diterapkan? Kewaspadaan standar diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk mata) petugas layanan kese- hatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang tercemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi. Apa yang Dapat Dilakukan Jika Ada Kecelakaan? Fasilitas layanan kesehatan harus mempunyai prosedur tetap yang dipakai bila ada kecelakaan. Satu pilihan untuk mencegah infeksi HIV setelah diselidiki adalah untuk menawarkan profilaksis pascapajanan (PPP – lihat Lembaran Informasi 156). Bagaimana Kita Dapat Mendorong Penerapan Kewaspadaan Standar? Jelas penerapan kewaspadaan standar yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan hanya risiko pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain, tetapi juga peningkatan pada stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh Odha. Jadi kita harus mengerti dasar pemikiran kewaspadaan standar dan terus menerus mengadvokasikan untuk penerapannya. Kita harus mengajukan keluhan jika kewaspadaan standar diterapkan secara pilih-pilih (‘kewaspadaan Odha’) dalam sarana medis. Kita harus protes dan menolak bila ada tes HIV wajib sebelum kita diterima di rumah sakit. Kita mungkin juga harus beradvokasi pada pemerintah daerah melalui KPAD dan pada DPRD agar disediakan dana yang cukup untuk menerapkan kewaspadaan standar dalam sarana medis pemerintah. Garis Bawah Kewaspadaan standar dimaksudkan untuk melindungi petugas layanan kesehatan dan pasien lain terhadap penularan berbagai infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain, termasuk HIV. Kewaspadaan tersebut mewajibkan petugas agar melakukan tindakan tertentu seperti memakai sarung tangan jika mereka mungkin akan terkena cairan tubuh pasien. Karena tidak praktis untuk melakukan tes pada semua pasien untuk semua infeksi yang mungkin dapat menular, dan bila hanya pasien dari ‘kelompok berisiko tinggi’ dites bersikap diskriminatif (dan tidak efektif, antara lain akibat masa jendela), maka kewaspadaan standar mewajibkan agar SEMUA pasien dianggap terinfeksi. Penerapan kewaspadaan standar sering kurang baik. Sebagai Odha dan orang yang peduli, kita harus beradvokasi agar kewaspadaan standar diterapkan secara penuh. Untuk informasi lebih lanjut, lihat lembaran WHO ‘Penerapan Kewaspadaan Standar di fasilitas pelayanan kesehatan’ yang dapat diunduh dari http://www.who.int/entity/csr/ resources/publications/ AMStandardPrecautions_bahasa.pdf Ditinjau 16 Juli 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 813 KONFIDENSIALITAS DALAM SARANA MEDIS Hak Atas Konfidensialitas Setiap orang mempunyai hak atas konfidensialitas dan martabat pribadi. Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan aspek kehidupannya yang mana pribadi dan yang mana boleh dibagikan dengan masyarakat. Asas ini berlaku untuk pokok yang biasanya dianggap pribadi, misalnya, orientasi seksual seseorang, agamanya atau status kesehatannya. Sayangnya, asas ini paling sering dilanggar berkaitan dengan status HIV seseorang. Pelanggaran asas konfidensialitas terdapat di rumah sakit dan klinik. Bagi pekerjaan yang mensyaratkan tes HIV, dan juga bagi perusahaan asuransi yang besar yang menuntut orang menjalankan tes HIV, pelanggaran asas konfidensialitas telah menjadi semakin biasa. Tanggung jawab yang dipaparkan di bawah ini juga berlaku untuk keadaan lain. Apakah Asas Konfidensialitas Medis Itu? Dalam proses diagnosis dan merawat penyakit, seorang dokter dapat menemukan hal mengenai seorang pasien, seperti status HIV, yang dianggap pribadi. Seorang pasien akan berharap bahwa dokternya tidak akan membeberkan informasi itu dan akan menghormati hak atas konfidensialitas pribadinya. Hak seseorang atas konfidensialitas medis, termasuk status HIV-nya, telah dijamin oleh lembaga kesehatan pemerintah di kebanyakan negara. Hak ini termasuk salah satu asas tertua dalam profesi medis. Petugas layanan kesehatan diharapkan akan menjaga konfidensialitas semua informasi yang didapatkan mengenai seseorang yang berada dalam perawatan. Kewajiban itu tidak berakhir jika seseorang tidak berkunjung lagi ke dokter, atau bahkan jika orang itu meninggal. Tanggung jawab ini berjalan untuk selama-lamanya. Mengapa Asas Konfidensialitas Itu Penting? Sangat sulit membayangkan informasi yang akan lebih berpengaruh pada kepribadian kita dibandingkan kabar bahwa kita terinfeksi HIV. Hidup dengan HIV menyentuh rasa identitas dan aman yang paling dasar. Kita tidak perlu malu. Tetapi, karena stigma yang melekat pada HIV, banyak di antara kita takut mengungkapkannya kepada teman, rekan kerja dan saudara. Kita dapat dikucilkan secara sosial, mengalami diskriminasi di tempat kerja atau dihalangi untuk mendapatkan rumah, asuransi atau tunjangan lain. Membagi status HIV kita dengan mereka yang paling dekat dengan kita adalah penting. Juga dianjurkan agar Odha mempraktekkan hubungan seks yang aman dan memberitahukan pasangan seksnya mengenai statusnya. Yang paling penting adalah setiap orang merasa bahwa dialah yang memutuskan untuk memberikan informasi yang sangat pribadi itu. Keputusan siapa yang akan diberitahukan status HIV kita adalah milik kita dan hanya milik kita. Apakah Kewajiban terhadap Masyarakat Dapat Melebihi Asas Konfidensialitas? Asas konfidensialitas boleh dikesampingkan hanya dalam keadaan apabila kewajiban untuk memberitahukan pihak ketiga dinilai lebih penting, dan itu pun hanya setelah masalah itu dibicarakan dengan kita. Pada masa lalu ada orang yang berpendapat bahwa status HIV seseorang boleh dibeberkan demi kepentingan kesehatan masyarakat—bahkan tanpa persetujuan yang bersangkutan. Misalnya, ada pendapat bahwa petugas layanan kesehatan dengan HIV diwajibkan untuk mengungkapkan status HIV-nya. Tetapi fakta ilmiah dan medis mengenai HIV tidak mendukung pendapat tersebut. HIV jauh lebih sulit menular dibandingkan virus yang lain. HIV tidak menular melalui udara, seperti tuberkulosis atau flu. HIV tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. HIV hanya dapat menular melalui cara tertentu. Dengan tindakan pencegahan yang tepat tidak mungkin HIV dapat menular dari seorang dokter ke seorang pasien atau sebaliknya. Bolehkah Asas Konfidensialitas Diabaikan? Tidak. Izin dengan penuh kesadaran dan jelas harus diperoleh dari pasien sebelum statusnya HIV-nya diberitakan kepada orang lain. Itu berarti bahwa kita harus diberikan keterangan mengenai maksud penggunaan informasi tersebut, termasuk siapa saja yang diberitahukan, dan caranya. Tidak ada seorang petugas layanan kesehatan yang boleh menduga-duga bahwa persetujuan itu telah diberikan. Selalu harus ada pembicaraan dengan kita sebelum petugas layanan kesehatan yang lain diberitakan. Apabila pasien tidak memberikan izin, seorang petugas layanan kesehatan tidak mempunyai hak otomatis untuk membocorkan informasi. Aturan ini harus dipertahankan kecuali jika: y pengadilan memerintahkan pengungkapan informasi; atau y ada ancaman jelas atau sikap acuh terhadap jiwa orang tertentu Satu-satunya keadaan yang membenarkan asas konfidensialitas boleh diabaikan adalah bila orang yang terinfeksi HIV mengatakan pada dokter bahwa dia bermaksud untuk tetap berhubungan seks atau memakai jarum suntik bergantian dengan orang tertentu tanpa tindakan pencegahan penularan. Dalam keadaan seperti ini seorang dokter wajib pada awal berusaha memberikan konseling pada orang itu untuk tidak meneruskannya. Bila tidak berhasil, dokter itu harus memberitahukan kepada pasiennya bahwa sebagai dokter dia mempunyai kewajiban etis dan hukum untuk memperingatkan orang lain yang bersangkutan. Demi Kesehatan Masyarakat dan Pribadi! Di dunia ini masih ada prasangka dan kesalahpahaman mengenai HIV, jadi asas konfidensialitas merupakan hak yang melindungi hak yang lain. Kegagalan membela hak atas asas konfidensialitas akan mendorong HIV/AIDS ke bawah tanah, dengan dampak yang dahsyat: y Orang yang memerlukan layanan kesehatan akan takut membuka semua fakta mengenai status kesehatannya, dan karena itu mungkin tidak akan menerima layanan yang terbaik. y Orang yang menduga bahwa dirinya terinfeksi HIV akan takut dites karena kemungkinan munculnya prasangka apabila informasi mengenai status HIVnya kemungkinan dibocorkan. Semuanya ini akan menambah penderitaan di kalangan Odha, dan menimbulkan masalah yang lebih besar dalam penanggulangan HIV. Asas konfidensialitas merupakan hak asasi manusia, tetapi juga kebutuhan praktis dalam upaya menahan HIV. Kami menegaskan semua petugas layanan kesehatan, orang di industri asuransi, pengusaha/majikan, rekan kerja, keluarga, saudara dan teman untuk menghormati asas tersebut. Disesuaikan dari: HIV/AIDS and the right to confidentiality (HIV and human rights Pamphlet 3 January 1995), AIDS Law Project, Centre for Applied Legal Studies, University of the Witwatersrand, Private Bag 3, Wits 2050 Afrika Selatan, dikutip di “Pemberdayaan Positif.” Diperbarui 7 Februari 2014 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 851 CUCI TANGAN Mengapa Cuci Tangan Lebih Penting untuk Odha? Tangan kita adalah bagian dari tubuh kita yang sangat sering menyebarkan infeksi. Tangan terkena kuman waktu kita menyentuh daerah tubuh kita, tubuh orang lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Walaupun kulit yang utuh akan melindungi kita dari infeksi langsung, kuman tersebut dapat masuk ke tubuh kita waktu kita menyentuh mata, hidung atau mulut. Orang yang terinfeksi HIV lebih rentan terhadap infeksi apa pun karena sistem kekebalan tubuhnya dilemahkan oleh HIV. Oleh karena itu, kebersihan, terutama cuci tangan secara lebih teratur, lebih penting untuk Odha. Bukti Manfaat Cuci Tangan Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Wina, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksa ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan. Pada 1996, Angkatan Laut AS melakukan penelitian terhadap tamtama yang mengikuti pelatihan di suatu asrama besar. Para tamtama tersebut sering mengalami infeksi pada saluran pernapasan. Pada penelitian tersebut, 40.000 tamtama diperintahkan agar mencuci tangannya dengan air dan sabun lima kali sehari. Setelah satu tahun, angka kesakitan menurun 45%. Apakah Cuci Tangan Efektif terhadap Infeksi Lain? Salmonella sp. (salmonela) adalah bakteri yang sangat umum yang menyebabkan penyakit tifoid (sering disebut sebagai tifus). Bakteri ini sangat mudah disebarkan antara manusia dan hewan melalui kontak langsung dan tidak langsung. Bakteri ini sering ditemukan pada unggas dan telur. Padahal, Odha lebih rentan terhadap infeksi salmonela, dan infeksi tersebut pada Odha lebih sering menimbulkan septisemia (infeksi darah) yang dapat gawat. Selain salmonela, ada banyak jenis bakteri lain yang ditemukan pada daging mentah dan sayuran. Oleh karena itu, cuci tangan setelah kita menangani bahan makanan sangat efektif untuk mengurangi penularan infeksi bakteri tersebut. Ada bukti bahwa virus flu burung dan flu (A) H1N1 (‘flu babi’) sering masuk ke saluran pernapasan melalui tangan, terutama setelah jabatan tangan dengan orang yang terinfeksi flu tersebut. Cuci tangan secara teratur terbukti mengurangi risiko kita tertular flu. Kapan Sebaiknya Kita Cuci Tangan? Sebaiknya kita cuci tangan dengan air dan sabun: y Sebelum dan setelah makan atau menangani makanan (terutama daging mentah) y Sebelum mengobati luka pada kulit y Sebelum dan setelah merawat orang sakit (terutama Odha) y Sebelum memasukkan atau mengeluarkan lensa kontak y Sebelum melakukan kegiatan apa pun yang mencakup memasukkan jari dalam atau dekat pada mulut, mata, dll. y Setelah pakai WC (toilet) y Setelah membuang ingus y Setelah menangani sampah y Setelah mengganti popok y Setelah main dengan atau menyentuh hewan, termasuk hewan peliharaan Apakah Cara Terbaik Mencuci Tangan? y Basahi tangan dengan air mengalir y Taruh sabun dan buat busa tanpa percikan y Gosok: telapak tangan, punggung tangan, sela jari, ibu jari dan pergelangan tangan, selama 10-15 detik y Bilas dengan air sampai bersih y Keringkan dengan kertas/tisu/handuk katun bersih sekali pakai y Matikan keran dengan kertas atau tisu Yang penting kita memakai air yang mengalir; air dalam baskom menyimpan kuman dari semua orang yang memakainya, dan setelah mencuci tangan di baskom, umumnya tangan kita lebih tercemar kuman daripada sebelumnya. Apakah Ada Cara Lain? Ada beberapa produk yang dikemaskan dalam botol kecil untuk mencuci tangan bila tidak tersedia air mengalir yang bersih. Cari yang mengandung etil alkohol, dan yang tidak mengandung triklosan, bahan antibakteri yang juga dapat membunuh sel kulit manusia. Alkohol dapat menyebabkan kulit kering, dan produk yang mengandung gliserin dapat mengurangi masalah ini. Bahan ini mudah dibuat sendiri dengan bahan yang dapat dibeli di apotek. Campurkan 100ml alkohol isopropil atau etil 60-90% dengan 2ml gliserin, propilena glikol atau sorbitol. Cara memakai produk ini: Tuangkan bahan secukupnya untuk membasahi seluruh permukaan tangan dan jari. Gosok benar-benar pada tangan, di antara jari, dan bawah kuku sampai kering. Apakah Ada Masalah Lain? Sebaiknya kita memakai sabun yang lembut, terutama bila kita mengalami masalah kulit (lihat Lembaran Informasi 620). Bila ada infeksi seperti eksema atau dermatitis, mungkin sebaiknya kita mengurangi penggunaan sabun, atau memakai sabun yang lebih halus seperti sabun cair untuk bayi. Risiko Penggunaan Ponsel Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang memakai telepon seluler (ponsel/HP) waktu buang air besar. Akibatnya 82% ponsel tercemar dengan bakteri dan satu dari enam dengan kotoran. Sebaiknya kita membersihkan ponsel secara berkala. Cara terbaik: lembapkan kain lap dengan sedikit air, dan seka seluruh ponsel. Garis Dasar Odha lebih rentan terhadap infeksi yang dapat disebarkan setelah kita menyentuh apa saja yang tercemar kuman. Oleh karena itu, cuci tangan secara teratur sangat penting untuk mencegah infeksi pada Odha. Tangan sebaiknya dicuci dengan sabun dan air yang mengalir, bukan dalam baskom atau wastafel. Namun Odha juga harus berhati-hati agar kulit pada tangan tidak menjadi terlalu kering dan pecah-pecah. Hal ini dapat memungkinkan kuman masuk ke tubuh melalui luka kecil di permukaan kulit tersebut. Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan berbagai sumber Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 930 PEMULASARAAN JENAZAH Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb. Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati. Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut: A. Tindakan di Luar Kamar Jenazah 1. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan 2. Memakai pelindung wajah dan jubah 3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terplipat di dada 4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga 5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya 6. Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air 7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal 8. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air 9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga 10.Pasang label identitias pada kaki 11. Bertahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular 12. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan B. Tindakan di Kamar Jenazah 1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai sarung tangan 2. Petugas memakai alat pelindung: y Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku) y Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut y Pelindung wajah (masker dan kaca mata) y Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air 3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular 4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut 5. Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan 6. Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi 7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut 8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut 9. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah: y Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain y Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarumkan jarum suntik ke tutupnya. Buang semua alat/benda tajam dalam wadah yang tahan tusukan y Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/ atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5% y Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi y Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastik y Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis Diambil dari ‘Pedoman Tatalaksanaan Klinis Infeksi HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan’ halaman 198-199, terbitan PPM & PL Depkes 2001 Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 950 PROFILAKSIS KOTRI UNTUK BAYI & ANAK Berikut adalah terjemahan bagian dari Co-trimoxazole Prophylaxis for HIVexposed and HIV-infected Infants and Children; Practical approaches to implementation and scale up, yang diterbitkan oleh WHO dan UNICEF 6 Desember 2009. Hubungi Spiritia untuk mendapatkan dokumen yang lengkap. Dasar Pemikiran Kotrimoksazol (kotri) adalah gabungan dua antibiotik: sulfametoksazol dan trimetoprim – lihat Lembaran Informasi (LI) 535. Obat ini paling sering dipakai sebagai penanganan lini pertama untuk infeksi saluran pernapasan secara akut (acute respiratory infection/ARI) pada anak, tetapi juga dipakai untuk mengobati diare dan PCP (lihat LI 512), serta infeksi saluran kencing dan kuping tengah. Untuk mencegah PCP di antara Odha, kotri menjadi standar perawatan selama bertahun-tahun, berdasarkan sejumlah penelitian yang menunjukkan manfaat, terutama pada orang dewasa terinfeksi HIV. Pada awal ada ketakutan antara pembuat kebijakan bahwa penggunaan profilaksis kotri secara luas akan mengurangi kemanjurannya dalam penanganan ARI, dan akan mengakibatkan resistansi terhadap antibiotik di beberapa patogen yang umum. Penelitian yang lebih baru tidak mendukung ketakutan ini, dan sudah menunjukkan manfaat pada tingkat populasi. Sudah ditunjukkan bahwa profilaksis kotri memberi manfaat yang lebih luas daripada sekadar pencegahan PCP. Sebuah penelitian di antara anak terinfeksi HIV di Zambia menunjukkan bahwa, antara yang memakai kotri, mortalitas dikurangi 50% dan jumlah anak yang dirawat inap menurun secara bermakna. Kotri juga melindungi terhadap peristiwa malaria (diperkirakan perlindungan 99,5%), dan juga mengurangi mortalitas dari malaria pada anak terinfeksi HIV. Selain manfaat klinis profilaksis kotri untuk mencegah infeksi oportunistik (IO) terkait HIV, manfaat lain termasuk: y kotri dapat diberi pada anak di tingkat layanan kesehatan yang belum dapat memberi terapi antiretroviral (ART) y kotri dapat diberi melalui pendekatan berdasarkan keluarga, karena kotri sama bermanfaat untuk orang dewasa dan anak y kotri mendorong kepatuhan sebelum mulai ART y kotri dapat mengurangi beban infeksi menular pada anak dan anggota keluarga lain, dan y kotri dapat mencegah malaria. Usulan WHO Bayi dan anak terpajan HIV (anak dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV atau disusui oleh ibu terinfeksi HIV sampai pajanan berhenti, enam minggu setelah penyusuan dihentikan): Di rangkaian dengan prevalensi HIV yang tinggi, mortalitas bayi yang tinggi akibat infeksi menular dan prasarana layanan kesehatan yang terbatas, WHO mengusulkan profilaksis kotri untuk semua bayi dan anak terpajan HIV, mulai empat sampai enam minggu setelah lahir, dan diteruskan sampai paling cepat enam minggu setelah pemberhentian risiko penularan HIV dan anak dipastikan tidak terinfeksi HIV secara tuntas. Bayi dan anak terinfeksi HIV: y Untuk bayi berusia kurang dari satu tahun dengan infeksi HIV dipastikan, profilaksis kotri diindikasi tanpa memandang persentase CD4 (CD4%) atau status klinis y Untuk bayi dan anak berusia 1-4 tahun, permulaan profilaksis kotri diusulkan apabila anak ditentukan pada stadium WHO 2, 3 atau 4, tidak memandang CD4%, atau bila CD4%nya di bawah 25% tidak memandang stadium WHO. y Untuk anak berusia di atas lima tahun, pedoman WHO untuk orang dewasa harus diikuti (lihat LI 951) Anak dengan riwayat pengobatan PCP harus diberi rejimen yang sama yang diusulkan untuk profilaksis primer. Kepatuhan Kepatuhan mungkin menjadi tantangan bila kotri harus diberi pada bayi yang sangat kecil, atau harus memakainya untuk jangka waktu yang lama. Memastikan kepatuhan yang baik adalah proses yang dilakukan terus-menerus, yang mulai dengan pemeriksaan klinis pertama dan diteruskan pada setiap pertemuan dengan pengasuh. Namun kepatuhan yang tidak sempurna terhadap profilaksis kotri tidak boleh dianggap alasan untuk menghentikannya, karena manfaat pada pencegahan ditahan dengan dosis tiga kali seminggu. Walau manfaat mungkin dikurangi dengan kepatuhan yang tidak sempurna, kemungkinan tetap ada manfaat. Pemberhentian profilaksis kotri pada bayi dan anak Mungkin profilaksis kotri harus dihentikan akibat efek samping yang berat. Walau jarang terjadi, efek samping yang gawat terhadap kotri seperti ruam kulit yang berat, sindrom Stevens-Johnson (LI 562), atau anemia atau pansitopenia yang berat dapat dialami. Orang tua/wali atau pengasuh lain harus diberi informasi secara tulis atau lisan mengenai efek samping yang dapat terjadi, dan dianjurkan untuk berhenti penggunaan kotri, dan lapor pada layanan kesehatan terdekat bila efek samping terkait kotri dicurigai. Bukti saat ini belum cukup untuk mengusulkan pemberhentian profilaksis kotri setelah anak mulai ART. Diperbarui 1 Juli 2010 Tabel: Takaran kotrimoksazol pada bayi dan anak Takaran harian yang diusulana Sirop (200 + 40mg/5ml) 2,5mlb 5mld 10ml ± Tablet anak (100 + 20mg) 1 tablet 2 tablet 4 tablet ± Tablet dewasa (400 + 80mg) ¼ tabletc ½ tablet 1 tablet 2 tablet <6 bulan atau <5kg 100 + 20mg 6 bulan-5 tahun atau 5-15kg 200 + 40mg 6-14 tahun atau 15-30kg 400 + 80mg >14 tahun atau >30kg 800 + 160mg Diberikan sekali sehari a. Beberapa negara memilih untuk memakai takaran berdasarkan berat badan. b. Dicampur dengan makanan atau dengan sejumlah kecil susu atau air. c. Membelah tablet menjadi seperempat tidak dianggap praktek yang baik. Hal ini hanya dapat dilakukan bila sirop tidak tersedia, dan mungkin harus dipuyer dan dicampur pada makanan d. Anak berusia ini (6 bulan-14 tahun) mungkin dapat menelan tablet yang dipuyer. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 951 PROFILAKSIS KOTRI UNTUK DEWASA Berikut adalah terjemahan bagian dari WHO Guidelines on Co-trimoxazole Prophylaxis for HIV-Related Infections among Children, Adolescents and Adults in Resource-Limited Settings, 2006. Hubungi Spiritia untuk mendapatkan dokumen yang lengkap. Profilaksis kotrimoksazol pada orang dewasa dan remaja Kontraindikasi Orang dewasa dan remaja dengan riwayat reaksi buruk yang parah (reaksi golongan 4) terhadap kotrimoksazol (kotri) atau obat sulfa lain harus tidak diresepkan profilaksis kotri. Dalam keadaan kotri tidak dapat diteruskan atau ada kontraindikasi, dapson 100mg sekali sehari, jika tersedia, adalah pilihan lain. Dapson kurang efektif untuk mencegah PCP dibandingkan dengan kotri, dan tidak mempunyai kegiatan antikuman yang luas seperti kotri. Resistansi bakteri pada kotri Efektivitas profilaksis kotri terbukti tidak dipengaruhi oleh angka resistansi yang tinggi terhadap kotri. Efektivitas kotri terhadap malaria Kotri terbukti 99,5 persen efektif untuk mencegah malaria dibandingkan 95 persen untuk sulfadoksin/pirimetamin (SP). Karena kotri begitu efektif dalam pencegahan malaria, bila kasus terjadi pada orang yang memakai kotri, ada kemungkinan yang bersangkutan tidak patuh pada kotrinya. Permulaan profilaksis primer kotri pada orang dewasa/remaja Dalam rangkaian dengan profilaksis kotri dimulai berdasarkan kriteria stadium klinis WHO saja, profilaksis kotri diusulkan untuk semua orang bergejala dengan penyakit HIV ringan, lanjut atau parah (stadium klinis WHO 2, 3 atau 4). Bila tes CD4 tersedia, profilaksis kotri diusulkan untuk semuanya dengan CD4 di bawah 350, terutama dalam rangkaian terbatas sumber daya dengan prevalensi infeksi bakteri atau malaria tinggi di antara Odha. Beberapa negara mungkin akan memilih memakai ambang CD4 200 untuk mulai profilaksis kotri. Pilihan ini terutama diusulkan bila sasaran utama profilaksis kotri adalah PCP dan tokso. Namun Odha sering mengalami infeksi bakteri di semua rangkaian, yang mendukung penggunaan ambang 350. Orang dengan penyakit HIV stadium klinis 3 atau 4 (termasuk orang dengan TB paru dan di luar paru) sebaiknya mulai profilaksis kotri tidak memandang jumlah CD4. Karena efek samping yang paling umum pada kotri dan terapi antiretroviral (ART), terutama ART dengan nevirapine dan efavirenz adalah ruam, disusulkan untuk memulai profilaksis kotri dahulu kemudian mulai ART setelah dua minggu jika Odha stabil dengan kotri dan tidak mengalami ruam. Profilaksis kotri di antara perempuan hamil Walaupun Odha perempuan hamil sudah memakai kotri secara luas, tidak ada bukti peningkatan efek samping terkait kotri di antara perempuan hamil dibandingkan perempuan tidak hamil. Karena risiko infeksi berbahaya di antara perempuan hamil dengan jumlah CD4 yang rendah lebih tinggi daripada risiko teoretis masalah cacat janin, perempuan yang memenuhi kriteria untuk profilaksis kotri sebaiknya teruskan kotri selama kehamilannya. Bila seorang perempuan membutuhkan profilaksis kotri waktu hamil, seharusnya profilaksis tersebut dimulai tidak memandang tahap kehamilan. Dia tidak harus diberi profilaksis tambahan dengan SP (IPT) untuk malaria. Ibu yang menyusui sebaiknya meneruskan profilaksis kotri. Takaran kotri di antara orang dewasa/remaja Takaran kotri di antara orang dewasa/ remaja dengan HIV adalah satu tablet forte atau dua tablet biasa sekali sehari; takaran total per hari adalah 960mg. Ada pilihan lain untuk memberi satu tablet biasa (480mg) dua kali sehari, karena cara ini dapat membantu dalam menyiapkan orang untuk mulai regimen ART dua kali sehari. Pemberhentian profilaksis kotri pada orang dewasa/remaja Usulan umum adalah untuk meneruskan profilaksis kotri di antara Odha dewasa tanpa hentinya. Beberapa negara mungkin mempertimbangkan menghentikan kotri sebagai profilaksis terhadap PCP dan tokso pada orang dengan sistem kekebalan yang mulai pulih dan jumlah CD4 di atas 200 sebagai tanggapan pada ART selama sedikitnya enam bulan. Dalam keadaan lain (dengan profilkasis kotri dimulai untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta kejadian malaria dan infeksi bakteri), dapat dipertimbangkan profilaksis dihentikan pada orang dengan sistem kekebalan yang mulai pulih dan jumlah CD4 di atas 350 sebagai tanggapan pada ART. Berhenti kotri akibat efek samping yang buruk Reaksi buruk yang parah pada kotri tidak lazim. Jika efek samping yang tidak parah terjadi, harus dibuat semua upaya untuk meneruskan profilaksis kotri karena efektivitas profilaksis tersebut untuk mencegah infeksi PCP dan bakteri lebih tinggi dibandingkan dapson di antara orang dewasa. Kotri juga melindungi terhadap tokso, malaria dan beberapa patogen enterik. Kecuali pada kasus reaksi buruk parah, penggunaan kotri sebaiknya dihentikan untuk dua minggu, kemudian dicoba kembali dengan disensitisasi. Dalam rangkaian dengan kemampuan laboratorium yang terbatas, efek samping potensi terkait profilaksis kotri (ruam, toksisitas sumsum tulang dan hepatotoksisitas) dapat dipantau secara klinis. Tidak dibutuhkan pemantauan laboratorium di antara orang dewasa/remaja yang menerima profilaksis kotri. Perhatian khusus harus diberikan pada reaksi kulit atau gejala seperti mual, muntah atau ikterus. Reaksi kulit adalah reaksi paling umum pada kotri, dan didiagnosis secara klinis. Perhatian harus juga diberikan pada obat lain yang mungkin mempunyai toksisistas yang serupa (mis. nevirapine dan isoniazid). Desensitisasi kotri Desensitisasi kotrimokasazol dibuktikan berhasil pada kebanyakan orang yang hiperpeka sebelumnya, dan jarang menyebabkan reaksi yang parah. Namun desensitisasi tidak boleh dicoba pada orang dengan riwayat reaksi grade 4 sebelumnya terhadap kotri atau obat sulfa lain. Diusulkan mulai dengan rejimen antihistamin pilihan satu hari sebelum mulai rejimen dan meneruskannya setiap hari sehingga peningkatan dosis kotri selesai. Diperbarui 10 September 2006 Protokol untuk desensitisasi kotrimoksazol di antara orang dewasa dan remaja Langkah Takaran a Hari 1 80mg sulfametoksazol + 16mg trimetoprim (2ml sirop ) a Hari 2 160mg sulfametoksazol + 32mg trimetoprim (4ml sirop ) a Hari 3 240mg sulfametoksazol + 48mg trimetoprim (6ml sirop ) a Hari 4 320mg sulfametoksazol + 64mg trimetoprim (8ml sirop ) Hari 5 I tablet kotrimoksazol (400mg sulfametoksazol + 80mg trimetoprim) Hari 6 dst 2 tablet kotrimoksazol (800mg sulfametoksazol + 600mg trimetoprim) a Sirop kotrimoksazol adalah 40ml trimetoprim dan 200mg sulfametoksazol per 5ml Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 1 Abses (Abscess) Rongga yang terjadi karena kerusakan jaringan, berisi nanah. ADC Lihat Kompleks Demensia AIDS. Adjuvan (Adjuvant) Pengobatan tambahan untuk membantu khasiat obat pokok. Adrenal Anak ginjal, kelenjar endokrin di atas ginjal yang menghasilkan hormon adrenalin. Afte (Aptous Ulcer)–LI 624 Tukak pada selaput mukosa dalam mulut. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)–LI 101 Sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV. Akut (Acute) Perkembangan penyakit yang cepat, parah, dan mengancam jiwa. Lawan dari kronis. Infeksi HIV akut adalah penyakit yang dialami setelah terinfeksi waktu antibodi baru mulai dibentuk. Albumen–LI 122 Protein dalam darah yang mengatur keseimbanganan air dalam sel, mengangkut gizi pada sel, serta mengeluarkan produk buangan. ALT–LI 135 Enzim hati, yang juga dikenal sebagai SGPT. Tingkat enzim ini, yang diukur pada tes fungsi hati, menunjukkan tingkat kerusakan pada hati. Amandel (Tonsils) Dua kelenjar berbentuk bulat ditempatkan di bagian belakang mulut/pangkal tenggorokan. Amilase (Amylase) Enzim dibuat oleh pankreas yang mengubah zat tepung menjadi gula. Anal Berkaitan dengan anus/dubur. Analgesik Obat mengatasi nyeri. Analog Nukleosida (Nucleoside Analogue)–LI 403 Suatu golongan obat antiretroviral yang dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Senyawa sintetis yang menyerupai salah satu komponen RNA; Contohnya AZT. Analog Nukleotida (Nucleotide Analogue)–LI 403 Obat antiretroviral yang bekerja dengan cara serupa dengan analog nukleosida. Contohnya tenofovir. Anemia (Anaemia)–LI 552 Jumlah sel darah merah yang lebih rendah dari biasanya. Anergi (Anergy)–LI 515 Berkurang atau hilangnya reaksi tubuh terhadap tes kulit TB atau terhadap infeksi lain, yang disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh. Antibiotik (Antibiotic) Obat mematikan bakteri. Antibodi (Antibody) Zat yang dibentuk dalam darah untuk memusnahkan bakteri, virus atau mikrob lain. Antigen Zat asing, semacam bagian dari protein yang dihasilkan oleh bakteri atau virus. Antioksidan (Antioxidant)–LI 801 Zat yang mencegah terjadinya kerusakan sel akibat radikal bebas. Molekul di dalam tubuh yang teroksidasi bisa mengakibatkan kerusakan sel. Contoh antioksidan adalah vitamin A, C dan E. Antiretroviral ARV. Obat yang digunakan untuk mengobati retrovirus seperti HIV, untuk menghambat perkembangbiakannya. Antiviral Obat yang dipakai untuk mengobati virus seperti CMV, untuk menghambat perkembangbiakannya. Apoptosis Kematian sel yang direncanakan, sebagai bagian normal kehidupan. ART (Antiretroviral Therapy)–LI 401 Terapi anti-HIV yang sangat aktif dengan kombinasi obat. Biasa ART dianggap termasuk paling sedikit tiga macam obat. Dahulu dikenal sebagai HAART. Artralgia (Arthralgia) Rasa sakit pada sendi. Artritis (Arthritis) Radang pada sendi. ARV Lihat Antiretroviral. Asam Folat (Folic Acid)–LI 801 Vitamin B kompleks yang dikristalkan, terutama digunakan dalam pengobatan anemia karena kekurangan gizi. Zat ini terdapat pada sayuran hijau, buah-buahan segar, daging hati dan ragi. Zat ini sering juga disebut folacin, folate atau vitamin B9. Asam Laktik (Lactic Acid)–LI 556 Produk buangan pembuatan tenaga dalam sel. Asam Urat (Uric Acid)–LI 122 Zat yang ditemukan di dalam darah dan air seni yang merupakan hasil dari pencernaan protein. Asidosis Laktik (Lactic Acidosis)–LI 556 Tingkat asam laktik yang sangat tinggi dalam darah. Asimtomatik (Asymptomatic) Keadaan tanpa gejala. Berkaitan dengan HIV, istilah ini biasanya dipakai untuk menggambarkan orang yang hasil tes HIVnya positif, tetapi tidak menunjukkan gejala klinis. Orang yang HIV-positif masih dapat menyebarkan penyakit itu bahkan saat mereka mengalami fase asimtomatik. Asites (Ascites) Penumpukan cairan pada rongga perut, sering petanda bahwa hati sangat rusak. Aspergilosis (Aspergillosis) Infeksi paru disebabkan oleh jamur Aspergillus. Aspirasi (Aspiration)–LI 526 Pengambilan cairan isi rongga (mis. kelenjar) untuk diperiksa atau untuk mengurangi isi/tekanan dalam rongga. AST–LI 135 Enzim hati, yang juga dikenal sebagai SGOT. Tingkat enzim ini, yang diukur pada tes fungsi hati, menunjukkan tingkat kerusakan pada hati. Autoantibodi (Autoantibody) Antibodi yang dibuat secara tidak normal, yang melawan dengan jaringan tubuh sendiri. Bakteremia (Bacteremia) Adanya bakteri dalam darah. Bakteri (Bacteria) Organisme yang terdiri dari satu sel tunggal, yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Basil (Bacillus) Bakteri berbentuk batang. Kuman TB berbentuk basil. Basofil (Basophil)–LI 121 Macam sel darah putih. BANN Lihat Batas Atas Nila Normal. Batas Atas Nilai Normal (Upper Limit of Normal/ULN)–LI 561 Setiap laboratorium menentukan nilai ‘normal’ untuk semua jenis tes yang ada ukuran. Umumnya ada kisaran antara nilai bawah dan nilai atas. Ukuran yang melebihi nilai atas dianggap abnormal, dan dampak berlebihan tersebut dapat ditunjukkan dengan menghitung berapa kali lipat ukuran abnormal tersebut adalah di atas nilai normal. Mis. bila nilai normal untuk ALT adalah paling 30, ALT yang diukur sebagai 60 disebut sebagai dua kali di atas batas atas nilai normal atau 2x BANN. Serupanya, ALT 150 adalah 5x BANN. bDNA–LI 125 Teknik mengukur viral load di dalam darah. Lihat juga PCR. Bedah Sesar (Caesarian Section)– LI 611 Tindakan untuk melahirkan bayi yang meliputi mengiris dinding perut dan rahim untuk mengeluarkan bayi. Biakan (Culture) Penumbuhan atau hasil penumbuhan jamur atau jasad renik lain pada media buatan. BD Dua kali sehari. BID Dua kali sehari. Bilirubin–LI 122, 505 Bahan dalam empedu berwarna oranyekuning, hasil penguraian hemoglobin dalam sel darah merah. Bioavailabilitas (Bioavailability) Tingkat penyerapan obat dalam darah. Biopsi (Biopsy)–LI 672 Pengambilan dan pemeriksaan jaringan dari pasien hidup untuk menentukan diagnosis (misalnya untuk menentukan apakah ada sel abnormal seperti sel kanker). Blip–LI 125 Peningkatan sementara pada viral load, yang untuk waktu yang singkat menjadi terdeteksi. BMI (Body Mass Index) Hitungan tinggi badan x berat badan, yang dipakai untuk menunjukkan apakah seseorang terlalu berat atau kurang berat. Boost Lihat Penguatan. Bronkoskopi (Bronchoscopy) Pemeriksaan cabang tenggorok dengan alat khusus. BTA Positif (Smear Positive) Tes BTA (Batang Tahan Asam) yang dilakukan pada dahak orang yang dicurigai mempunyai TB aktif. Hasil positif menunjukkan adanya basil TB dan dapat menular pada orang lain. Cairan Otak (Cerebrospinal Fluid/CSF) Cairan tanpa warna yang mengisi ruang di otak dan urat saraf tulang belakang serta juga ruang antara sel saraf. CBC (Complete Blood Count) Lihat Hitung Darah Lengkap. CCR5–LI 400, 462 Koreseptor yang ada di permukaan sel CD4, yang dibutuhkan oleh HIV untuk mengikat pada sel. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 2 CCR5 Inhibitor–LI 403, 462 Suatu golongan obat antiretroviral yang dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Menghalangi pengikatan HIV pada sel CD4 dengan menghambat pekerjaan koreseptor CCR5. Contohnya maraviroc. CD4 Lihat Sel CD4. CMV (Cytomegalovirus) Lihat Sitomegalia. Cryptosporidium Lihat Kriptosporidiosis. CSF Lihat Cairan Otak. CT Scan Pengamatan medis oleh alat yang membuat gambar perpotongan tubuh pada komputer. CVD (Cardiovascular Disease)–LI 652 Penyakit kardiovaskular. Dapar (Buffer)–LI 413 Bahan yang mengendalikan tingkat hidrogen dalam larutan. Bahan tambahan pada obat untuk mengurangi efek asam dalam perut. Dehidrasi (Dehydration)–LI 554 Kehilangan cairan tubuh. Dekompensasi (Decompensated) Kegagalan fungsi suatu organ tubuh. Terkait kegagalan hati, lihat Sirosis. Demensia (Dementia)–LI 504 Kerusakan intelektual kronis (seperti kehilangan kemampuan mental) yang disebabkan oleh rusaknya (organ) otak yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam kehidupan sosialnya atau dalam merancang tindakannya. Dermatitis–LI 620 Radang kulit. Dermatitis Seboroik (Seborrheic Dermatitis)–LI 620 Masalah kulit yang umum pada Odha. Dicirikan oleh sisik yang lepas, berminyak atau kering, berwarna putih sampai kuning-kuningan, dengan atau tanpa kulit yang merah. Desensitisasi (Desensitization)–LI 512, 517 Pengurangan atau penghilangan kepekaan atau reaksi alergi terhadap antigen atau obat tertentu. Diabetes–LI 108 Kelainan yang ditandai dengan tingkat gula dalam darah atau kemih terlalu tinggi, akibat masalah pembuatan insulin. Diagnosis Penentuan akibat penyakit yang dialami. Diare (Diarrhea)–LI 554 Buang air besar yang tidak normal lebih dari tiga kali sehari, dengan kotoran tinja berbentuk lembek atau cairan. Diseminata (Disseminated) Infeksi yang disebar luas di seluruh tubuh. Diskordan (Discordant) Pasangan orang dengan satu HIV-positif dan yang lain HIV-negatif. Dislipidemia (Dyslipidemia) Tingkat lipid dalam darah yang tinggi. Displasia (Dysplasia)–LI 507 Perkembangan jaringan tubuh yang tidak normal. Sejenis kanker. Dispnea (Dyspnea) Sesak napas. DNA–LI 400 DNA (Deoxyribonucleic Acid) adalah rantai molekul yang terdapat pada gen (plasma pembawa sifat keturunan) dalam inti sel, yang membawa informasi genetik sehingga memungkinkan sel menggandakan diri. Dosis (Dose) Aturan pakai obat untuk sekali pakai dalam jangka waktu tertentu. Lihat juga Takaran. DOT (Directly Observed Therapy) Pengawasan langsung meminum obat untuk jangka waktu tertentu. Pengawasan dilakukan oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). EBV Lihat Epstein Barr Virus. Edema Pembengkakan yang disebabkan oleh penumpukan cairan pada jaringan tubuh. Efek Samping (Side Effect)–LI 550 Daya kerja atau efek obat (atau vaksin) yang tidak diharapkan. Istilah ini biasanya berhubungan dengan dampak buruk seperti sakit kepala, ruam, atau kerusakan hati. eGFR (Estimated GFR)–LI 136 Estimasi GFR berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Elektrolit (Electrolyte)–LI 554 Zat mineral yang sangat penting untuk fungsi tubuh normal. Elektrolit sering hilang waktu muntah-muntah atau diare. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Tes laboratorium yang sangat peka untuk menentukan ada/tiadanya antibodi terhadap HIV dalam darah atau cairan tubuh lain. Elite Controller Orang yang sudah terinfeksi HIV bertahuntahun (umumnya sedikitnya 7 tahun) tetap mempunyai jumlah CD4 yang stabil di atas 600, tidak mengalami IO, dan tidak harus memakai ART. Emboli (Embolism) Penyumbatan pembuluh darah oleh benda asing (mis. bekuan darah, udara). Emetik (Emetic) Penyebab muntah -emia Akhiran berarti tingkat dalam darah, mis. viremia. Empedu (Bile) Cairan yang dihasilkan hati untuk mencerna lemak. Endemik (Endemic) Menggambarkan infeksi yang dikaitkan secara terus-menerus dengan daerah tertentu. Endokrin (Endocrine) Bersekresi ke dalam tubuh, ke dalam darah atau limfa. Ensefalitis (Encephalitis)–LI 513, 517 Radang otak diakibatkan oleh beberapa IO. Ensefalopati (Encephalopathy)–LI 513 Luka di dalam otak, kemerosotan fungsi otak secara umum. Enterik (Enteric) Berkaitan dengan saluran cerna. Enzim (Enzyme) Sebuah protein yang mempercepat reaksi kimia tertentu tanpa mengubah dirinya sendiri. Eosinofil (Eosinophil)–LI 121 Macam sel darah putih. Epidemi (Epidemic) Menyebarnya penyakit pada banyak orang. Epidemiologi (Epidemiology) Ilmu yang mempelajari epidemi. Epitel (Epithelium) Lapisan (termasuk kulit) yang melindungi organ tubuh luar dan dalam, termasuk pembuluh darah. Epstein Barr Virus/EBV Virus mirip herpes yang menginfeksi hidung dan tenggorokan, dan mudah menular melalui kontak langsung. Infeksi EBV sering terjadi pada anak. EBV menetap di dalam kelenjar getah bening dan bisa menyebabkan limfoma. EPO Lihat Eritropoietin. Eritema (Erythema) Kemerahan atau ruam kulit. Eritropoietin (Erythropoietin)–LI 552 EPO. Versi sintetis sebuah hormon alami. Untuk mengobati anemia yang disebabkan oleh efek samping. Eritrosit (Erythrocyte)–LI 121 Sel darah merah. Etiologi (Etiology) Ilmu tentang penyebab penyakit. ETR (End-of-Treatment Response) Mencapai viral load HCV yang tidak terdeteksi pada akhir terapi HCV. Lihat juga SVR. EVR (Early Virological Response) Penurunan 2 log dalam viral load HCV setelah 12 minggu terapi HCV. Farmakokinetik (Pharmacokinetic) Ilmu yang mempelajari bagaimana obat diserap dan disebarkan di seluruh tubuh. Farmakologi (Pharmacology) Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang obat, terutama dampaknya pada tubuh. FDC (Fixed Dose Combination) Kapsul atau tablet yang mengandung dua obat atau lebih dengan demikian mengurangi jumlah pil yang harus dipakai. Fenotipe (Phenotype)–LI 126 Cara melaksanakan tes resistansi, dengan tes rentannya virus pada obat dalam tabung reaksi. FI Lihat Fusion Inhibitor. Fibrosis Kerusakan hati ditandai oleh jaringan paru atau hati parut atau berserat. Lihat Sirosis. Formulasi (Formulation) Bentuk fisik obat, mis. tablet, kapsul, sirop, krim, suntikan. Fosfatase Alkali (Alkaline Phosphatase)–LI 135 Enzim yang ada dalam sel tertentu dalam hati, tulang, ginjal, usus dan plasenta. Waktu sel dihancurkan di jaringan ini, enzim tersebut dibocorkan ke aliran darah, dan tingkatnya diukur untuk menunjukkan keparahan masalah. Fosforilasi (Phosphorylation) Proses perubahan obat golongan analog nukleosida dalam tubuh menjadi bentuk yang dapat melawan HIV. Fulminan (Fulminant) Perkembangan penyakit hati secara tibatiba dan cepat yang terkait dengan kegagalan hati. Fusion Inhibitor–LI 403 Golongan obat yang menghambat pengikatan HIV pada sel CD4. Lihat juga CCR5 Inhibitor. Gastrointestinal (GI) Berkaitan dengan lambung dan usus. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 3 Gejala (Symptom) Keadaan atau keluhan yang menyertai infeksi atau penyakit. Generalisata (Generalized) Penyebaran sangat luas. Generik (Generic) Obat yang mempunyai kandungan aktif yang sama dengan obat merek dalam hal takaran, keamanan, kekuatan, bagaimana dipakai, mutu, kinerja dan penggunaan. Genotipe (Genotype)–LI 126, 506 Ciri-ciri fisik yang tidak tampak dari luar, khususnya yang bersangkutan dengan susunan genetis, sebagai akibat evolusi biologi pada organisme. Cara melaksanakan tes resistansi, dengan melihat kode genetis virus untuk menentukan apakah ada mutasi yang diketahui menimbulkan resistansi. GFR (Glomerular Filtration Rate)–LI 136 Ukuran jumlah darah yang disaring oleh ginjal. Menunjukkan kesehatan ginjal. Gizi (Nutrition)–LI 800 Berhubungan dengan makanan, makan dan metabolisme. Glikoprotein (Glycoprotein) Senyawa yang terdiri dari protein dan karbohidrat. Globulin–LI 122 Macam protein yang tidak larut dalam air. Globulin Gamma (Gamma Globulin) Bagian darah yang mengandung antibodi. Glomerulus–LI 136 Struktur di dalam ginjal yang menyaring air kencing. Glukosa (Glucose) Bentuk gula yang ditemukan dalam darah, dikelola oleh tubuh dari zat tepung/ karbohidrat dalam makanan. Glutation (Glutathione) Bahan kimia alami dipakai oleh tubuh untuk melawan tekanan oksidatif. Golongan (Class) Obat antiretroviral dibagi dalam beberapa golongan, berdasarkan cara kerjanya. Lihat juga Analog Nukleosida, Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor, Protease Inhibitor, Fusion Inhibitor, Integrase Inhibitor. gp120 Glikoprotein 120. Salah satu protein yang menonjol dari permukaan HIV dan mengikat pada reseptor CD4 di sel CD4. gp160 Glikoprotein 160. Pendahuluan protein permukaan HIV gp41 dan gp120. gp160 dipotong oleh protease HIV untuk membentuk gp120 dan gp41. gp41 Glikoprotein 41. Salah satu protein yang menonjol dari permukaan HIV dan menyatukan HIV dengan sel CD4. Grade Terkait dengan biopsi hati, tingkat radang yang ditemukan pada hati. Ada beberapa skala yang dipakai. Di Indonesia biasanya diukur dengan skala Metavir: 0 = tidak ada; 4 = radang berat. Granulosit (Granulocyte) Jenis sel darah putih yang terutama penting untuk melawan infeksi bakteri. Granulositopenia (Granulocytopenia) Kekurangan granulosit dalam darah. HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) Lihat ART. Hb Lihat Hemoglobin. HBV–LI 505 Virus hepatitis B. HCC (Hepatocelllular Carcinoma) Sejenis kanker hati primer yang terlihat pada beberapa orang dengan kerusakan berat dan jangka panjang pada hati, akibat penyakit virus hepatitis B atau C kronis. HCV–LI 505, 506 Virus hepatitis C. Hematologi (Hematology) Ilmu yang mempelajari hal darah. Hematokrit (Hematocrit)–LI 121 Mengukur persentase volume darah yang diambil oleh sel darah merah. Hemoglobin–LI 121 Hb. Protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel di seluruh tubuh. Hemoptisis (Hemoptysis) Batuk darah. Hepatitis–LI 505 Radang hati akibat virus atau alasan lain. HepatoTerkait hati. Hepatosit (Hepatocyte)–LI 135 Sel utama pada hati yang berperan dalam banyak lintasan metabolisme, dengan bobot sekitar 80% dari massa hati, Hepatotoksisitas (Hepatotoxicity)– LI 561 Keracunan pada hati sebagai efek samping obat atau bahan lain. Hepatomegali (Hepatomegaly) Pembesaran hati. Herpes–LI 514, 519 Radang kulit akibat beberapa virus berbeda. Herpes Zoster (Shingles)–LI 514 Penyakit kulit akibat virus varisela zoster. Herpes Simpleks (Herpes Simplex)– LI 519 Infeksi virus yang menyebabkan luka pada kelamin atau sekitar mulut. Higiene (Hygiene) Tindakan untuk membuat lingkungan menjadi lebih sehat. Hiper- (Hyper-) Awalan yang berarti lebih tinggi daripada biasa. Hiperglisemia (Hyperglycemia)–LI 108 Tingkat glukosa dalam darah yang tinggi. Hiperlaktatemia (Hyperlactatemia) Tingkat asam laktik yang tinggi dalam darah. Hiperlipidemia (Hyperlipidemia) Tingkat lipid yang tinggi dalam darah. Hiperpeka (Hypersensistivity) Reaksi alergi. Hipertensi Portal (Portal Hypertension) Peningkatan tekanan darah dalam pembuluh darah yang mengalihkan darah ke hati. Hipo- (Hypo-) Awalan yang berarti lebih rendah daripada biasa. Hipoglisemia (Hypoglycemia)–LI 108 Tingkat gula yang rendah di dalam darah. Hipoksemia (Hypoxemia) Tingkat oksigen dalam darah yang rendah. Histologis (Histological) Berhubungan dengan jaringan tubuh. Terkait HCV, perbaikan histologis berarti perbaikan pada jaringan hati, dengan penurunan pada radang atau fibrosis dalam perbandingan dengan biopsi sebelumnya. Histoplasmosis–LI 527 Infeksi dengan gejala demam tidak teratur dan radang saluran napas. Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count/CBC)–LI 121 Tes memeriksa beberapa jenis sel dalam darah. HIV (Human Immunodeficiency Virus)– LI 101 Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian dapat menimbulkan AIDS. HLA-B*5701 (Human Leukocyte Antigen-B*5701)–LI 416 Mutasi pada sejenis protein yang terletak pada permukaan semua sel di tubuh. Mutasi ini dihubungkan dengan reaksi hiperpeka pada abacavir. Hormon (Hormone) Getah kelenjar yang merangsang atau menghambat kegiatan jaringan atau sel. HPV (Human Papiloma Virus)–LI 507 Puluhan jenis virus, yang sering menular melalui hubungan seks. HTLV-1 (Human T-Cell Lymphotropic Virus Type 1) Virus dalam keluarga yang sama dengan HIV. Pada kasus yang jarang, HTLV-1 dapat menyebabkan sejenis kanker darah yang jarang. Idiopatik (Idiopathic) Tidak diketahui penyebabnya. IDU (Injecting Drug User) Lihat Penasun. Ikterus (Jaundice) Penyakit kuning. Imunoglobulin (Immunoglobulin) Kata lain untuk antibodi. Imunologis (Immunological) Berkaitan dengan kekebalan tubuh. Imunomodulator (Immunomodulator) Unsur yang dapat mengubah kemampuan sistem kekebalan. Indikasi (Indication) Alasan untuk dilakukan suatu tindakan medis, mis. pengobatan. Lihat juga Kontraindikasi. Infeksi Akut (Acute infection)–LI 103 Infeksi yang terjadi pada minggu-minggu pertama setelah tertular. Kadang disertai oleh gejala mirip flu. Infeksi Oportunistik (Opportunistic Infection/OI)–LI 500 IO. Penyakit yang muncul karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau melemah. Infeksi Primer (Primary infection)– LI 103 Lihat Infeksi Akut; Infus (Infusion) Pemberian larutan (mis. glukosa, garam, atau obat), umumnya ke dalam pembuluh darah. Informed Consent–LI 102 Pernyataan dari pasien/klien, berdasarkan informasi lengkap yang diberikan, mengenai kesediaannya untuk menjalani tindakan medis, misalnya tes HIV. INI Lihat Integrase Inhibitor. Insomnia Kelainan/kesulitan tudur. Insulin–LI 108, 553 Hormon yang mengatur metabolisme karbohidrat. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 4 Integrase Enzim yang digunakan HIV untuk memadukan DNA-nya dalam DNA sel CD4, agar sel tersebut membuat unsur virus baru saat bereplikasi. Integrase Inhibitor–LI 403 INI. Suatu golongan obat antiretroviral yang dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Menghalangi pekerjaan enzim integrase. Contohnya raltegravir. Intent To Treat ITT. Terkait uji coba klinis, analisis yang menganggap peserta yang mangkir/tidak menyelesaikan pengobatan sebagai gagal. Lihat juga On treatment. Interaksi (Interaction)–LI 407 Dampak yang dapat terjadi bila satu obat dipakai bersamaan dengan obat lain atau dengan makanan tertentu, atau dengan jamu/suplemen/narkoba. Interferon–LI 506 Sitokin yang diproduksi ketika tubuh merasakan infeksi virus, yang juga dibuat secara sintetis untuk dipakai sebagai obat. Ada tiga golongan utama interferon, yakni interferon alfa, beta dan gamma. Versi interferon rekayasa secara genetis disetujui untuk pengobatan hepatitis virus. Interferon Alfa (Interferon Alpha)– LI 506 Obat untuk KS dan HCV. Interleukin Jenis sitokin. Intervensi (Intervention) Pengobatan atau tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengobati sebuah penyakit atau memperbaiki kesehatan dengan cara lain. Intravena (Intravenous/IV) Penyuntikan atau infus langsung ke aliran darah melalui pembuluh darah agar obat cepat memberikan reaksi. In Vitro Tes/uji coba dalam tabung percobaan. In Vivo Tes/uji coba pada hewan atau manusia. IO Lihat Infeksi Oportunistik. IRIS (Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome)–LI 483 Lihat Sindrom Pemulihan Kekebalan. IRS (Immune Recovery Syndrome)– LI 483 Lihat Sindrom Pemulihan Kekebalan. Jaringan (Tissue) Satu kumpulan sel yang sejenis yang bertindak bersama-sama untuk mengerjakan fungsi tertentu. Ada empat jaringan dasar di dalam tubuh, yakni epitelium, sendi penyambung, otot dan saraf. Kandida (Candida)–LI 516 Jamur yang menyerupai ragi dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Kandidiasis (Candidiasis)–LI 516 Infeksi akibat jamur dari keluarga Kandida, umumnya Candida albicans. Kanker (Cancer) Sekelompok besar penyakit yang bercirikan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tak terkendali. Kaposi’s Sarkoma–LI 508 Lihat Sarkoma Kaposi. Kardiovaskular (Cardiovascular)– LI 652 Terkait jantung dan pembuluh darah. Kateter (Catheter)–LI 501 Buluh yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk mengeluarkan cairan atau mema- sukkan obat. Kavitas (Cavity) Rongga. Terkait dengan TB, rongga dalam paru diisi udara yang dibentuk oleh bakteri TB. Kejadian (Incidence) Angka munculnya kasus penyakit tertentu yang baru dalam populasi tertentu, sering dilaporkan sebagai jumlah kasus per 100.000 orang. Kelelahan (Fatigue)–LI 551 Rasa capek dan kurang bertenaga. Kelenjar (Gland) Alat tubuh yang menghasilkan getah atau sekret Kelenjar Getah Bening (Lymph Node)– LI 526 Organ kecil, bagian dari sistem kekebalan tubuh, yang berbentuk seperti kacang terletak di seluruh tubuh, terutama terdapat di leher, ketiak dan lipat paha. Kemoterapi (Chemotherapy) Pengobatan penyakit dengan bahan kimia. Kepatuhan (Adherence) Penggunaan obat persis sesuai resep, yaitu dengan takaran benar, pada tepat waktu, dengan cara benar. Kewaspadaan Standar (Standard Precautions)–LI 811 Semua upaya pencegahan penularan penyakit di unit pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin dsb. Kohort (Cohort) Kelompok orang yang semuanya mempunyai satu faktor bersama (mis. semua HIV-positif), yang diteliti selama waktu yang cukup lama. Koinfeksi (Co-infection) Infeksi dengan dua infeksi secara bersamaan, mis. infeksi HIV bersamaan dengan TB atau hepatitis virus. Kolesterol (Cholesterol) Unsur serupa dengan lemak yang dipakai untuk membangun sel. Bila tingkatnya dalam darah berlebihan (hiperlipidemia), unsur ini menumpuk pada pembuluh darah, meningkatkan risiko penyakit jantung. Kompensasi (Compensated) Kerusakan pada suatu organ tubuh yang dapat dikompensasikan sehingga tidak ada pengaruh besar terhadap fungsinya Terkait hati, lihat Sirosis. Kompleks Demensia AIDS (AIDS Dementia Complex/ADC)–LI 504 Kemerosotan neurologis, dengan berbagai kejadian klinis yang meliputi hilangnya koordinasi gerak tubuh, suasana hati berubah-ubah, dan hilangnya kendali diri, dan akhirnya berlanjut pada kemerosotan kesadaran yang lebih luas. Kompleks Mikobakterium Avium (Mycobacterium Avium Complex)– LI 510 MAC. Infeksi bakteri yang sejenis dengan TB. Konseling (Counselling)–LI 102 Kegiatan memberikan pengetahuan, informasi, pemahaman yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang untuk memecahkan masalah. Kontraindikasi (Contraindication) Alasan untuk tidak melakukan suatu tindakan medis, mis. kapan penggunaan suatu obat tidak disarankan. Koreseptor (Co-receptor) Lihat Reseptor. Kreatinin (Creatinin)–LI 122 Produk buangan dari pencernaan protein, terdapat di air seni dan darah. Tingkatnya mengukur fungsi ginjal. Kriptokokus (Cryptococcus)–LI 503 Jamur yang menyebabkan semacam meningitis, sebuah IO. Kriptosporidiosis (Cryptosporidiosis)– LI 502 IO yang disebabkan oleh protozoa kriptosporidium. Kronis (Chronic) Bersifat menahun, tidak secara tiba-tiba. KS Lihat Sarkoma Kaposi. Kuman (Germ) Organisme yang dapat menimbulkan penyakit, mis. bakteri, protozoa, virus dan jamur. Hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Secara resmi, artinya terbatas pada bakteri, tetapi di sini dipakai dengan arti lebih luas. Leher Rahim (Cervix) Rahim bagian bawah berbentuk silindris yang menonjol di dalam lubang vagina. Lesi (Lesion) Kerusakan, kehilangan jaringan tubuh karena cedera, infeksi atau akibat lain. Leukopenia–LI 121 Kekurangan leukosit dalam darah. Leukoplakia Infeksi pada mulut yang disebabkan oleh virus Epstein Barr yang dapat terjadi cukup dini dalam perjalanan infeksi HIV. Leukosit (Leukocyte)–LI 121 Sel darah putih. Liar (Wild) Lihat Virus Liar. Limfadenopati (Lymphadenopathy)– LI 526 Pembengkakan pada kelenjar getah bening. Limfadenopati Persisten Generalisata (Persistent Generalized Limphadenopathy)–LI 526 Pembengkakan (biasanya kecil) pada lebih dari dua pasang kelenjar getah bening secara simetris, yang tidak sakit, disebabkan oleh infeksi HIV. Limfoma (Lymphoma)–LI 509 Kanker pada kelenjar atau aliran getah bening. Limfosit (Lymphocyte) Sel darah putih yang bertugas bagi pertahanan kekebalan tubuh. Ada di dalam darah dan getah bening. Limpa (Spleen) Alat di dalam rongga perut di sebelah kiri atas yang berfungsi mengurai sel darah merah. LIP (Lymphoid Interstitial Pneumonitis) Masalah paru yang memengaruhi penyerapan oksigen, umumnya dialami anak dengan HIV. Lipid Lemak. Lipoatrofi (Lipoatrophy)–LI 553 Kehilangan lemak dalam tubuh, sering dari pipi, kaki dan pantat. Lihat juga Lipodistrofi. Lipodistrofi (Lipodistrophy)–LI 553 Perubahan pada bentuk tubuh, termasuk kehilangan atau kumpulan lemak, dan perubahan metabolik. Biasa disebut ‘lipo’. Log Berkaitan dengan viral load di dalam kelipatan 10. Suatu perubahan log berarti kelipatan 10, baik bertambah atau pun berkurang (misalnya 10 menjadi 100 berarti penambahan 1 log). Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 5 Lokal (Local) Pengobatan yang diberikan pada tempat infeksi. Lihat juga Sistemik. Long-Term Nonprogressor Lihat Elite Controller. MAC Lihat Kompleks Mikobacterium Avium. Makrofag (Macrophage)–LI 121 Sel pemakan berukuran besar yang sanggup menelan dan menghancurkan bakteri, benda asing dan sebagainya. Juga disebut monosit. Malaise Keadaan lesu dan kurang sehat, seperti gejala flu. Malignan (Malignant) Terkait tumor, cenderung mengarah ke keadaan buruk. Masa Jendela (Window Period) Tenggang waktu antara masuknya HIV ke dalam tubuh seseorang dengan munculnya antibodi terhadap virus tersebut. Tenggang waktu biasanya antara satu sampai enam bulan. Pada masa ini, hasil tes antibodi adalah negatif. Masa Paro (Half-life) Waktu yang diperlukan obat hingga tingkatnya dalam darah menjadi separo tingkat maksimal. Median Terkait statistik, nilai atau ukuran tengah, dengan separuh angka dalam lebih dan separuh kurang dari angka tersebut. -megali (-megaly) Pembesaran, mis. hepatomegali. Meningitis–LI 503 Infeksi pada lapisan urat saraf tulang punggung dan otak. Metaanalisis (Meta-analysis) Analisis dengan data dari beberapa penelitian yang serupa (seperti uji coba terhadap satu jenis obat) digabung untuk mengambil hasil keseluruhan. Metabolisme (Metabolism) Reaksi fisik dan kimia yang membuat tenaga untuk tubuh. Juga proses penguraian obat. Metadon (Methadone)–LI 541 Obat narkotik dipakai sebagai pengganti untuk heroin dalam pengobatan kecanduannya. Mialgia (Myalgia) Rasa sakit pada otot. Mielopati (Myelopathy) Penyakit pada urat saraf tulang belakang. Mikobakterium Tuberkulosis (Mycobacterium TB)–LI 515 Basil yang menyebabkan penyakit TB. Mikosis (Mycosis) Penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mikrob (Microbe) Lihat Kuman. Mineral–LI 801 Zat organik yang dalam jumlah tertentu diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme normal yang diperoleh melalui makanan sehari-hari. Miopati (Myopathy)–LI 556 Kelainan otot yang bersifat kelemahan, wasting, dan perubahan pada sel otot. Mitokondria (Mytochondria)–LI 556 Bagian sel yang membuat tenaga untuk sel. Molekul (Molecule) Bagian terkecil dari suatu zat yang masih memiliki sifat-sifat zat tersebut dan secara kimiawi dapat diuraikan menjadi beberapa atom. Moluskum (Molluscum Contagiosum)– LI 511 Penyakit pada kulit dan selaput mukosa yang disebabkan oleh virus. Monosit (Monocyte) Lihat Makrofag. Monoterapi (Monotherapy) Penggunaan terapi atau obat tunggal dalam sebuah pengobatan. Morbiditas (Morbidity) Angka kesakitan. Mortaliitas (Mortality) Angka kematian. MRI Scan Pengamatan medis oleh alat yang memberi gambar jaringan di dalam tubuh. MTCT (Mother-to-Child Transmission)– LI 611 Penularan (HIV) dari ibu-ke-anak. Mukosa (Mucous Membrane) Selaput lendir dari jaringan setengahdapat ditembus cairan yang menggarisi liang-liang atau saluran pada tubuh, yang memiliki gerbang bukaan ke arah luar tubuh (mis. garis mulut, vagina atau cuping hidung). Mutan (Mutant) Makhluk hidup yang mengalami mutasi. Mutasi (Mutation) Perubahan sifat keturunan sel secara tetap, biasanya karena perubahan pada satu gen. Nadir Titik yang paling rendah. Naif (Naïve) (Terkait ART) Belum pernah memakai ARV. Narkoba (Drugs) Singkatan dari Narkotik dan Bahan Berbahaya. Narkotik (Narcotic) Obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk. Nefro- (Nephro-) Terkait dengan ginjal. Nefropati (Nephropathy) Kerusakan ginjal. Neoplasia (Neoplasm) Tumor. Tumbuhan pada jaringan yang tidak normal. Neuralgia Rasa sakit pada saraf. Neuropati (Neuropathy) Penyakit akibat terganggu atau matinya urat saraf. Neuropati Perifer (Peripheral Neuropathy)–LI 555 Kerusakan pada saraf tungkai. Gejala sering ditandai dengan kesemutan. Neutrofil (Neutrophil)–LI 121 Jenis sel darah putih yang mempunyai banyak inti sel yang berbintik-bintik. Neutropenia–LI 121 Penurunan jumlah sel neutrofil dalam darah. NHL–LI 509 Non-Hodgin’s Lymphoma, semacam limfoma. NRTI Lihat Analog Nukleosida. NNRTI Lihat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor/NNRTI–LI 403 Suatu golongan obat antiretroviral yang dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Seperti analog nukleosida, NNRTI menghalangi infeksi HIV ke sel baru. NNRTI menghalangi kerja reverse transcriptase. Contohnya nevirapine. Non-Reaktif (Non Reactive)–LI 102 Hasil tes (HIV atau TB) yang tidak (belum) menunjukkan bukti infeksi. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor/NRTI Lihat Analog Nukleosida. Nukleus (Nucleus) Inti sel yang mengandung informasi genetik (DNA) organisme. OAT Lihat Obat Anti-TB. Obat Anti-TB Paduan obat yang dipakai untuk menyembuhkan TB aktif. Obat Sulfa (Sulfa Drug)–LI 535 Sejenis bahan kimia sintetis yang berasal dari sulfanilamide dan dipakai sebagai antibiotik. Obesitas Kegemukan yang berlebihan. Odha Orang yang hidup dengan HIV. On Treatment Terkait uji coba klinis, analisis yang hanya memasukkan hasil dari peserta yang menyelesaikan pengobatan. (Lihat juga Intent-to-treat). Open Label Uji coba klinis dengan para peneliti dan peserta mengethaui siapa yang memakai pengobatan yang dalam perkembangan. Opportunistic Infection/OI Lihat Infeksi Oportunistik. Oral Berkaitan dengan mulut. Untuk pengobatan berarti diberikan melalui mulut, dalam bentuk pil atau cairan. Osteopenia–LI 557 Tulang menipis akibat zat mineral hilang dari kerangka tulang. Osteonekrosis (Osteonecrosis)–LI 557 Kematian tulang, biasanya pada tulang paha, disebabkan oleh kehilangan aliran darah pada tulang. Osteoporosis–LI 557 Tulang keropos, akibat terlalu banyak zat mineral hilang dari kerangka tulang. Paduan Kombinasi obat, terutama pada OAT. Pajanan (Exposure) Peristiwa yang menimbulkan risiko penularan. Paliatif (Palliative) Cara perawatan yang meringankan penderitaan pada penyakit atau tahap yang tidak dapat disembuhkan. Pankreas (Pancreas) Kelenjar ludah perut. Pankreatitis (Pancreatitis)–LI 108 Radang pada pankreas. Gejala bisa meliputi sakit perut yang hebat, mual, sembelit (susah buang air besar), dan mungkin sakit kuning. Pap Smear Lihat Tes Pap. Parasit (Parasite) Organisme yang hidup menumpang pada organisme lain dan merugikannya. Patogen (Pathogen) Bersifat dapat menimbulkan penyakit. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 6 Patogenesis (Pathogenesis) Perkembangan penyakit tertentu, termasuk kejadian yang akan timbul, jaringan atau organ tubuh yang dipengaruhi, mekanisme kerusakan dan jadwal kelanjutan penyakit. p24 Protein HIV dalam lapisan bahan genetik HIV. PCP–LI 512 Pneumonia Pneumocystis. IO pada paru yang dapat gawat. PCR (Polymerase Chain Reaction)– LI 125 Teknik laboratoris sensitif yang bisa mendeteksi dan menghitung viral load dalam darah. Pediatrik (Paediatric) Terkait pengobatan untuk anak. Pegilasi (Pegylated) Macam interferon yang mempunyai masa paro yang panjang dalam tubuh sehingga dapat disuntik hanya sekali seminggu. Pemulihan Kekebalan (Immune reconstitution) Perbaikan dalam fungsi sistem kekebalan tubuh sebagai akibat penggunaan ART. Penasun (Injecting Drug User/IDU)– LI 154 Pengguna narkoba suntikan. Penelitian Prospektif (Prospective Study) Sebuah penelitian yang lihat ke depan. Peserta dipilih dan perkembangannya dipantau selama jangka waktu tertentu. Penelitian Retrospektif (Retrospective Study) Sebuah penelitian berdasarkan rekam medis pasien, lihat ke belakang pada peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Pengalihan (Switching) Perubahan rejimen setelah kegagalan terapi. Penggantian (Substitution) Penggantian satu (atau lebih) jenis obat dalam rejimen akibat toksisitas. Penguatan (Boost)–LI 442 Terkait ART, penggunaan ritonavir takaran rendah bersamaan dengan protease inhibitor (PI) lain untuk meningkatkan tingkat PI tersebut dalam darah, dengan demikian mengurangi takaran PI yang harus diminum. Peradangan (Inflammation)–LI 484 Proses menjadi radang. Perianal Sekitar dubur. Perifer (Periferal)–LI 555 Terletak di tepi, jauh dari pusat. Perinatal Waktu pada saat dimulainya proses kelahiran sampai proses melahirkan tuntas. Perkutan (Percutaneous) Melalui kulit. PGL (Persistent Generalized Limphadenopathy) Lihat Limfadenopati Persisten Generalisata. PI Lihat Protease Inhibitor. Plasebo (Placebo) Zat atau obat yang tidak menimbulkan efek pada tubuh (sering kali pil berisi gula). Zat ini diberikan pada salah satu kelompok sebagai pembanding, sementara kelompok lain diberikan obat sebenarnya. Hasil dari kedua kelompok itu kemudian dibandingkan. Plasenta (Placenta) Jaringan penuh pembuluh darah yang menghubungkan janin dengan dinding rahim. Plasma Cairan tak berwarna yang menjadi bagian darah, dalam keadaan normal volumenya 5% dari berat badan. Cairan ini bekerja mengantarkan sel darah dan bahan gizi ke seluruh tubuh, membersihkan sisa-sisa metabolis dan menjadi wadah bagi sistem hubungan zat-zat kimia di dalam tubuh. Pleura Selaput yang melapisi paru dan dinding rongga dada yang berisi paru. PML–LI 513 Progressive Multifocal Leukoencephalopathy. IO yang diakibatkan oleh kambuhnya infeksi lama atau timbulnya infeksi baru dari virus JC. PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission of HIV) Pencegahan penularan dari ibu-ke-anak. Lihat PPIA. Pneumonia Pneumocystis Lihat PCP. Polymerase Chain Reaction Lihat PCR. PPD (Purified Protein Derivative)– LI 515 Tes kulit untuk infeksi TB. PPIA–LI 611 Pencegahan penularan (HIV) dari ibu-keanak dalam kandungan waktu persalinan atau melalui ASI. Prevalensi (Prevalence) Jumlah orang yang mengalami penyakit tertentu. Pro-Drug Obat yang diuraikan menjadi bentuk yang aktif dalam tubuh. Lihat Fosforilasi. Profilaksis (Prophylaxis) Mencegah infeksi atau penyakit dengan penggunaan obat atau tindakan medis lain. Profilaksis Pascapajanan/PPP (PostExposure Prophylaxis/PEP)–LI 156 Profilaksis untuk mencegah infeksi (HIV atau yang lain) setelah terjadi peristiwa berisiko. Profilaksis Prapajanan/PrPP (PreExposure Prophylaxis/PrEP)–LI 156 Profilaksis untuk mencegah infeksi (HIV atau yang lain) sebelum terjadi peristiwa berisiko. Prognosis Ramalan tentang kelanjutan penyakit. Program Terapi Rumatan Metadon (Methadone Substitution Program)– LI 541 PTRM. Program yang mengganti heroin yang dipakai oleh pecandu dengan metadon. Progressive Multifocal Leukoencephalopathy/PML Lihat PML. Protease Enzim yang digunakan HIV untuk memotong protein besar menjadi protein yang lebih kecil di mana partikel HIV yang baru bisa dibentuk. Protease Inhibitor–LI 403 PI. Suatu golongan obat antiretroviral yang dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Menghalangi pekerjaan enzim protease. Contohnya saquinavir. Protein Molekul biologis yang sangat kompleks terdiri dari kombinasi asam amino. Setiap jenis protein mempunyai fungsi tersendiri. Enzim dan antibodi adalah contoh protein. Protozoa Mikrorganisme satu sel, seluruh fungsinya dilakukan oleh sel itu. Provirus Bahan genetik HIV yang dipadukan dalam DNA sel induk (mis. sel CD4). Pruritis Rasa gatal. PTRM Lihat Program Terapi Rumatan Metadon. Pungsi Lumbal (Lumbar Puncture, Spinal Tap)–LI 503, 513 Proses mengambil cairan sumsum tulang belakang dengan jarum untuk dites. Punuk Kerbau (Buffalo Hump)–LI 553 Satu jenis manifestasi lipodistrofi. Purpura Perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan pada kulit yang tidak hilang bila ditekan. Q8H Setiap 8 jam. QD Sekali sehari. Radikal (Radical)–LI 801 Kelompok atom yang bekerja sebagai kesatuan, dapat pindah dari satu senyawa ke senyawa lain, tetapi tidak dapat berdiri sendiri. Radang (Inflamed)–LI 484 Penyakit kerusakan jaringan tubuh yang ditandai oleh kemerahan, demam dan pembengkakan. Radikal Bebas (Free radical) Radikal yang bebas bereaksi dengan sel lain, mampu merusakkan sel dan menimbulkan risiko perkembangan penyakit jantung dan kanker. Ragi (Yeast) Sejenis jamur di dalam tubuh, yang biasanya tidak membahayakan. Namun bila pertumbuhannya tidak terkendali ragi dapat menimbulkan penyakit (mis. kandidiasis). Reaktif (Reactive)–LI 102 Hasil tes antibodi HIV yang menunjukkan ada infeksi. Umumnya harus dikonfirmasi dengan tes ulang. Rejimen Pedoman mengenai takaran dan cara pemakaian obat dalam suatu terapi. Rejimen Lini Kedua (Second-line regimen) Rejimen yang dipakai untuk mengganti rejimen lini pertama setelah kegagalan terapi. Lihat Pengalihan. Rejimen Lini Pertama (First-line regimen) Rejimen yang dipakai saat mulai terapi pertama kali. Rekayasa Genetik (Genetic Engineering) Mengubah bahan genetik (DNA atau RNA) organisme untuk mengubah ciri tertentunya. Renjatan (Shock) Kegagalan peredaran darah yang ditandai dengan menurunnya tekanan darah dan gejala umum lain. Replikasi (Replication) Proses virus menggandakan diri. Reseptor (Receptor)–LI 400 Penerima yang menonjol pada permukaan sel (mis. CD4). Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 7 Resistan (Resistant)–LI 126 Sifat tahan atau kebal terhadap suatu obat. Resistansi (Resistance)–LI 126 Kemampuan suatu virus, bakteri, atau jamur untuk menjadi resistan. Resistansi Insulin (Insulin Resistance)– LI 123 Tanggapan abnormal oleh tubuh terhadap insulin, sebuah hormon yang mengatur tingkat glukosa dalam darah. Resistansi Silang (Cross resistance)– LI 126 Resistansi yang berkembang pada satu obat yang juga berdampak pada obat lain yang mungkin belum dipakai. Retina–LI 501 Lapisan terdalam bola mata yang berfungsi sebagai penerima rangsang cahaya. Retinitis–LI 501 Radang pada retina yang dalam hal AIDS disebabkan oleh CMV. Retrovirus HIV dan virus lain yang membawa materi genetiknya dalam bentuk RNA dan yang memiliki enzim reverse transcriptase. Seperti virus lain, HIV bereplikasi di dalam sel. Retrovirus memakai reverse transcriptase untuk mengubah RNA-nya menjadi DNA, yang kemudian bersatu di dalam DNA sel tubuh. Keluarga retrovirus meliputi oncovirus (mis. HTLV-1) dan lentivirus (mis. HIV-1, HIV-2). Reverse Transcriptase Enzim yang dibutuhkan HIV untuk mengubah bahan genetik (RNA) menjadi DNA. Lihat Retrovirus. Reverse Transcriptase Inhibitor/RTI Golongan ARV yang menghambat perubahan RNA menjadi DNA virus oleh enzim reverse transcriptase. Lihat juga Analog Nukleosida, Analog Nukleotida. Rinorea (Rhinorrhea) Rabas cair dari hidung. RNA Asam ribonukleik, bahan genetik. Ruam (Rash) Gatal-gatalan pada kulit. Rumatan (Maintenance) Lihat Terapi Rumatan. Salmonela (Salmonella) Jenis bakteri yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman tercemar. Dapat menyebabkan septisemia pada Odha, yang dapat menjadi gawat. Salvage Therapy Lihat Terapi Keselamatan. Sarkoma Kaposi (Kaposi’s Sarcoma/ KS)–LI 508 Sejenis kanker kulit. Sawar Darah-Otak (Blood-Brain Barrier)–LI 504 Penghalang berupa dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak. Beberapa obat tidak dapat menembus penghalang ini, sehingga infeksi pada otak sulit diobati. Sekret Produk kelenjar, termasuk air mata, keringat, getah bening, air susu ibu, dll.. Sekresi (Secretion) Pengeluaran hasil kelenjar atau sel secara aktif. Seksio Sesar Lihat Bedah Sesar. Sel (Cell) Unit terkecil yang mandiri dari sebuah organisme. Sebuah sel terbentuk dari sitoplasma dan sebuah nukleus, dan dikelilingi oleh sebuah selaput atau dinding. Sel-B (B-cell) Sel dalam sistem kekebalan tubuh yang membuat antibodi. Sel CD4 (CD4 Cell)–LI 124 Sejenis sel darah putih yang dipakai oleh HIV untuk mereplikasi dan kemudian dibunuhnya. Jumlah CD4 mencerminkan kesehatan sistem kekebalan tubuh. Sel Punca (Stem Cell) Sejenis sel manusia yang dapat membuat sel khusus untuk beberapa jaringan di tubuh, mis. otot jantung, jaringan otak dan jaringan hati. Sel-T (T-cell) Beberapa jenis limfosit dalam sistem kekebalan tubuh, termasuk sel CD4 dan CD8. Sel-T Pembantu (T-helper Cell) Nama lain untuk sel CD4. Sepsis Adanya bakteri yang dapat membentuk nanah dalam tubuh. Septisemia (Septicemia) Keracunan darah. Serebrovaskular (Cerebrovascular) Meliputi otak dan saluran yang mengalirkan darah ke otak. Seriawan Lihat Afte. Serokonversi (Seroconversion) Saat status orang yang baru tertular mengubah dari antibodi-negatif dalam darah menjadi antibodi-positif. Seronegatif (Seronegative) Hasil tes antibodi dalam darah negatif. Seropositif (Seropositive) Hasil tes antibodi dalam darah positif. Serum Cairan sarah yang jernih, yang mengandung antiibodi dan protein lain. SGOT Lihat AST. SGPT Lihat ALT. Shingles Lihat Herpes Zoster. Sinanaga (Shingles)–LI 514 Lihat Herpes Zoster, Sindrom (Syndrome) Kumpulan gejala dan penyakit yang merupakan ciri-ciri dari suatu kondisi tertentu. Sindrom Pemulihan Kekebalan (Immune Reconstitution Syndrome)– LI 483 Kumpulan gejala yang dapat terjadi beberapa minggu atau bulan setelah mulai memakai ART, disebabkan oleh pemulihan sistem kekebalan tubuh. Sindrom Stevens-Johnson (StevensJohnson Syndrome)–LI 562 Ruam yang parah, terkadang mematikan, yang umumnya terjadi sebagai efek samping obat tertentu. Sindrom Wasting Lihat Wasting. Sinusitis Radang atau infeksi pada rongga belakang dahi dan tulang pipi. Sirosis (Cirrhosis)–LI 505 Kerusakan/radang kronis pada hati. Pada sirosis kompensasi, hati sudah rusak tetapi tetap dapat berfungsi. Bila menjadi dekompensasi, fungsi hati menurun drastis dan jaringan yang rusak mengganggu lairan darah melalui hati, yang dapat mengakibatkan varises berdarah, asites, gangguan jiwa, dan gejala lain. Sistemik (Systemic) Tersebar di seluruh badan. Obat sistemik biasanya diminum atau disuntikkan. Sistem Kekebalan Tubuh (Immune system) Sistem dalam tubuh yang seharus melindungi kita terhadap infeksi. Sitokin (Cytokine) Protein yang dipakai untuk menyebakan pesan antara sel. Sitomegalia (Cytomegalovirus, CMV)– LI 501 Sejenis virus herpes (HHV-5). Infeksi CMV sering terjadi pada orang sehat tanpa menimbulkan gejala. Sitopenia (Cytopenia) Tingkat sel darah yang rendah. Sitotoksik (Cytotoxic) Mampu merusak sel. Skor Karnofsky (Karnofsky score) Angka antara 0 dan 100 yang ditentukan oleh dokter untuk menggambarkan kemampuan pasien untuk berfungsi, sebagaimana diukur dengan melakukan kegiatan umum. Splenomegali (Splenomegaly)–LI 526 Pembesaran limpa. SSP Lihat Susunan Saraf Pusat. Stadium Terkait HIV, ukuran yang ditetapkan oleh WHO untuk menunjukkan tingkat perkembangan penyakit terkait HIV. 1 = tanpa gejala; 2 = penyakit ringan; 3 = penyakit lanjutan; 4 = penyakit berat. Terkait biopsi hati, tingkat kerusakan akibat fibrosis yang ditemukan pada hati. (F)0 = tidak ada fibrosis; (F)4 = sirosis berat. Statin Golongan obat yang mengurangi tingkat kolesterol dalam darah. Steatosis–LI 528 Penumpukan lemak di sel hati. Steroid Obat yang dipakai untuk mengurangi tanggapan kekebalan. Stridor Dengkur, napas yang berbunyi. Stomatitis Peradangan atau iritasi pada selaput mukosa dalam mulut. Subkutan (Subcutaneous) Di bawah kulit. Umumnya untuk obat yang disuntik di bawah kulit. Subtipe (Sub-type) Ada tiga subtipe HIV-1: M (utama), N (baru) dan O (luar). Sumsum Tulang (Bone Marrow) Jaringan lembut yang terletak pada rongga tulang pipa, terutama tulang belakang, tempat sel darah dibentuk. Superinfeksi (Superinfection) Menjadi terinfeksi ulang dengan tipe HIV yang berbeda atau resistan. Susunan Saraf Pusat (Central Nervous System, CNS)–LI 504 SSP. Susunan saraf yang terdiri dari otak dan saraf tulang belakang yang mengatur gerak sadar kita. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/ Yayasan Spiritia DAFTAR ISTILAH Lembaran Informasi 999 Lembaran Informasi 999, hlm. 8 SVR (Sustained Virological Response) Mempunyai viral load HCV yang tidak terdeteksi enam bulan setelah terapi HCV selesai. Bila menghasilkan SVR, dianggap infeksi HCV sembuh. Takaran (Dose) Banyaknya obat yang harus dipakai pada pengobatan penyakit. Takipnea (Tachypnea) Napas berat. TB-MDR (Multiple Drug-Resistant Tuberculosis/MDR-TB) TB yang resistan terhadap sedikitnya dua obat baku lini pertama. TB-TDR (Totally Drug-Resistant Tuberculosis/TDR-TB) TB yang resistan terhadap semua obat TB. TB-XDR (Extensively Drug-Resistant Tuberculosis/XDR-TB) TB yang resistan terhadap hampir semua obat TB, lini pertama dan lini kedua. TB-TDR (Totally Drug-Resistant Tuberculosis/TDR-TB) TB yang resistan terhadap semua obat TB. TEN (Toxic Epidermal Necrolysis)– LI 562 Bentuk Sindrom Stevens-Johnson yang berat, melibatkan sedikitnya 30% permukaan badan. Terapeutik Berkaitan dengan terapi. Terapi Antiretroviral–LI 403 Lihat ART. Terapi Keselamatan (Salvage Therapy) Terapi yang dicoba setelah beberapa rejimen yang sudah terpakai tidak efektif lagi akibat resistansi. Terapi Kombinasi (Combination Therapy) Pengobatan yang menggunakan dua jenis obat atau lebih. Terapi Rumatan (Maintenance Therapy) Penggunaan obat terus-menerus untuk waktu tertentu setelah infeksi diobati, untuk mencegah kekambuhan atau pemburukan. Teratogenik (Teratogenic) Mampu menyebabkan kerusakan fisik pada janin. Terdeteksi (Detectable)–LI 125 Terkait HIV, jumlah virus (viral load) dapat diukur (tingkat di atas batas terdeteksi). Tidak terdeteksi bukan berarti HIV diberantas dari tubuh, hanya jumlah virus dalam darah tidak dapat dihitung. Terminal Tahap terakhir penyakit sebelum meninggal. Tes Fungsi Ginjal (Kidney Function Test)–LI 136 Tes yang mengukur tingkat beberapa unsur yang menandai kesehatan ginjal. Tes Fungsi Hati (Liver Function Test/ LFT)–LI 135 Tes mengukur tingkat enzim yang ditemu dalam hati, terutama ALT dan AST. Tes Pap (Pap Smear)–LI 507 Sebuah metode deteksi dini kanker atau ketidaknormalan lain pada bagian kelamin perempuan seperti leher rahim dan rahim, dan juga pada dubur orang yang menerima seks anal. Testosteron (Testosterone)–LI 122 Hormon laki-laki yang menyebabkan timbulnya ciri seks sekunder laki-laki. Thrush Lihat Kandidiasis. TID Tiga kali sehari. Timus (Thymus) Kelenjar terletak di depan dada tempat selT yang dibuat dalam sumsum tulang dimatangkan menjadi unsur sistem kekebalan yang efektif. Titer (Titre) Ukuran laboratorium jumlah atau kepekatan suatu unsur dalam larutan. TLC (Total Lymphocyte Count)– LI 121,124 Hitungan limfosit total. Toksisitas (Toxicity) Luasnya atau cara sebuah obat ada racun pada tubuh. Toksisitas Mitokondria (Mitochondrial Toxicity)–LI 556 Keracunan pada sel yang merusakkan mekanisme pembuatan tenaga oleh sel. Toksoplasmosis (Toxoplasmosis)– LI 517 IO yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Toleransi (Tolerance) Daya tahan tubuh untuk menerima suatu zat tanpa timbulnya efek buruk. Topikal (Topical) Lihat Lokal. Transaminase Sekelompok enzim yang mengatur reaksi dalam tubuh, mis. ALT dan AST yang umumnya ditemukan dalam sel hati dan jantung, tetapi dapat ditemukan dalam darah bila ada masalah pada orang tersebut. Trigliserid (Triglyceride)–LI 108 Bahan baku sebagian besar lemak. Trombosit (Thrombocyte, Platelet)– LI 121 Faktor pembeku darah yang muncul dari peradangan ketika terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Trombositopenia (Thrombocytopenia)– LI 121 Kadar trombosit yang rendah dalam darah. Tropisme (Tropism)–LI 462 Menunjukkan koreseptor mana yang dipakai oleh HIV untuk menularkan sel CD4. HIV dapat mengikat pada koreseptor CXCR4 (X4-tropik) atau koreseptor CCR5 (R5-tropik), atau dua-duanya (tropik ganda). Tuberkel (Tubercle) Bercak-bercak penyakit TB dalam paru yang berbentuk bulat kecil. Tuberkulosis (Tuberculosis)–LI 515 TB. Penyakit yang disebabkan Mikobakterium tuberkulosis menghinggapi paru dan organ tubuh lain. Tukak (Ulcus) Luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir. Tumor Tumbuhan daging tubuh yang menyebar tanpa kendali. Urtikaria (Urticaria) Reaksi alergi, sering akibat efek samping obat, yang ditandai oleh bentol-bentol berwarna kemerahan di permukaan kulit yang disertai rasa gatal. Sering disebut biduran. Uveitis Peradangan pada lapisan tengah mata (uvea), walau sering dipakai untuk peradangan pada bagian apa pun dalam mata. Vaksin (Vaccine) Virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, yang disuntikkan ke dalam tubuh agar kebal terhadap virus atau bakteri yang sesungguhnya. Varises Pelebaran atau pembengkakan pembuluh darah atau saluran getah bening. Vektor (Vector) Pembawa penyakit(mis. nyamuk, tikus). Terkait vaksin, bagian virus atau bakteri yang dilemahkan (sehingga tidak dapat menimbulkan penyakit), yang dipakai untuk membawa vaksin. Viral Load–LI 125 Jumlah virus (misalnya HIV atau HCV) di dalam aliran darah. Viremia (Viraemia) Terdapatnya virus di dalam aliran darah. Virion Bibit virus yang berada secara bebas di luar sel induk. Virus Mikrob yang tidak dapat dilhat dengan mikroskop biasa, yang bereplikasi dalam sel yang diinfeksikannya. Virus Herpes Simpleks (Herpes Simplex Virus/HSV)–LI 519 Virus yang menyakitkan kulit dan sistem saraf, dan menyebabkan luka beku. Virus Liar (Wild-type Virus) Virus yang belum terpajan pada ARV. Virus Varisela Zoster (Varicella Zoster Virus,VZV)–LI 514 Sebuah virus, sekeluarga dengan herpes, yang menyebabkan cacar air (varisela). Viseral (Visceral) Terkait dengan organ dalam rongga dalam. Vitamin–LI 801 Zat yang sangat penting bagi tubuh manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan. Vitreitis Peradangan pada korpus vitreum, bagian mata antara lensa dan retina. Wasting–LI 518 Kehilangan berat badan yang parah pada Odha hingga otot menjadi kisut, yang bisa terjadi meskipun tidak ada infeksi lain. Wasting Syndrome Lihat Wasting. Window Period Lihat Masa Jendela. Zat Gizi (Nutrient)–LI 800, 801 Zat yang dihasilkan dari proses pencernaan, diserap dan dipakai untuk kepentingan fungsi tubuh. Zat gizi terdiri dari zat gizi makro (protein, lemak, karbohidrat) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Diperbarui 6 September2013