bab iii keabsahan kontrak kerja terhadap dosen yang tidak

advertisement
BAB III
KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK
MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG
GURU DAN DOSEN
A. Kualifikasi Akademik Minimum Undang-Undang Guru Dan Dosen
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus
dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan
formal di tempat penugasan.127
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam
jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Di dalam bab V Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-Undang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa:
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
127
Pasal 1 angka (9) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
82
Universitas Sumatera Utara
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan
bidang keahlian;
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat
menjadi dosen;
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan
tinggi.
Untuk dapat memenuhi kualifikasi akademik sebagaimana amanat undangundang maka dosen harus mengikuti sertifikasi dan memiliki sertifikat, dimana:
(1)syarat-syarat untuk mengikuti sertifikat pendidik adalah:128
a. Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
128
Pasal 47 Bab V Bagian Kesatu (Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan
Akademik) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Universitas Sumatera Utara
c.
Lulus
sertifikasi
yang
dilakukan
oleh
perguruan
tinggi
yang
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada
perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)
Pemerintah
menetapkan
perguruan
tinggi
yang
terakreditasi
untuk
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan
kebutuhan;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Untuk dapat melaksanakan sertifikasi pendidik tersebut, Undang-undang telah
menetapkan bahwa:129
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat;
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen;
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan
pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.
129
Pasal 71 Bagian Kelima (Pembinaan dan Pengembangan) Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Undang-undang Guru dan Dosen juga menjelaskan bahwa:130
a. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2)
dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan
telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2)
dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan
telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga memuat
mengenai Kualifikasi Akademik Minimum tenaga pendidik dan sertifikasi
sebagaimana termuat dan penjelasan Undang-Undang tersebut:131
1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan
berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi
kerja dalam bidang pendidikan.
2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
130
131
Pasal 80 Bab VII Ketentuan Peralihan Undang-Undang Guru dan Dosen
Pasal 43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Universitas Sumatera Utara
3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 43 ayat (2) : Program sertifikasi bertujuan untuk memenuhi
kualifikasi minimum pendidik yang merupakan bagian dari program pengembangan
karier oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Sesuai dengan uraian di atas, Teori Perjanjian (Azas Kekuatan Mengikat/
Pacta Sunt Servanda) dan Teori Perlindungan Hukum dapat dipakai untuk
menjelaskan keabsahan kontrak kerja terhadap dosen yang tidak memenuhi
kualifikasi akademik minimum Undang-Undang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat
bahwa di dalam perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak (Dosen
sebagai penerima kerja dan PTS sebagai pemberi kerja) tidak ada jangka waktu
berakhir perjanjian kerja dosen tersebut (PKWTT). Bahwa karena tidak adanya
jangka waktu berakhir perjanjian tersebut maka si dosen berhak untuk tetap
melaksanakan kewajibannya yaitu mengajar dan menerima imbalan sebagai haknya
sampai perjanjian itu dibahas kembali secara bersama sama.
Kualifikasi akademik minimum yang disyaratkan Undang-Undang Guru dan
Dosen sebagaimana Pasal 45 dan 46, juga memberi perlindungan hukum terhadap
dosen tersebut yaitu dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi
kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
B. Kontrak Kerja Yang Telah Ada Sebelum Lahirnya Undang-Undang Guru
dan Dosen serta Hukum Yang Tidak Berlaku Surut.
Ketentuan Pasal 1233 ayat (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan
dilahirkan, baik karena suatu perjanjian, maupun karena undang-undang”. Jika kita
coba rumuskan secara berlainan, maka dapat kita katakan bahwa perjanjian
merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan.132 Dengan membuat perjanjian salah
satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan dirinya untuk memenuhi
kewajiban sebagaimana yang dijanjikan. Ini berarti di antara para pihak yang
membuat perjanjian lahirlah perikatan.133
Suatu perjanjian dapat lahir karena berbagai macam kewajiban atau prestasi
yang wajib dipenuhi. Tidak saja prestasi yang telah ditentukan yang wajib dipenuhi
oleh salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan juga prestasi yang ditentukan oleh
undang-undang, dan dilakukan secara bertimbal balik, antara kedua belah pihak
dalam perjanjian. Dengan demikian perjanjian melahirkan satu atau lebih kewajiban
atau prestasi pada salah satu pihak atau lebih, yang pemenuhannya dijamin dengan
harta kekayaan masing-masing pihak yang berkewajiban untuk melakukan prestasi
tersebut. Berdasarkan konstruksi tersebut, jelaslah bahwa perjanjian adalah sumber
perikatan.134
132
Gunawan Widjaya, Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian (Jakarta:Rajawali Pers,2006), hal 27
133
Ibid
134
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Jika ditarik langsung kepada Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah agung
mengenai kontrak kerja dosen tersebut, maka Kontrak kerja tersebut tetap sah dan
diakui, karena kontrak kerja tersebut tidak menyalahi aturan yang ada dan tidak
melanggar hukum. Kontak tersebut telah memenuhi syarat-syarat perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata.
Dalam istilah hukum, retroaktif atau berlaku surut (Ex Post Facto) yang
berarti dari sesuatu yang dilakukan setelahnya adalah suatu hukum yang mengubah
konsekuensi hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-fakta
dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan atau diundangkan. Dalam
kaitannya dengan hukum kriminal, hukum retroaktif dapat diterapkan pada suatu
tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang lebih ringan sewaktu dilakukan.
Azas retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat
kumulatif:
1. Kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat
kekejaman dan destruksinya sama dengan;
2. Peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional;
3. Peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen;
4. Keadaan hukum nasional negara yang bersangkutan tidak dapat dijalankan
karena sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup
menjangkau kejahatan pelanggaran HAM berat.
Universitas Sumatera Utara
Jadi, azas retroaktif ini tidak bisa digunakan di dalam kontrak kerja yang telah
dibuat dosen dengan pihak Universitas sebelum lahirnya Undang-undang Guru dan
Dosen.
C.Kontrak Kerja Menurut Penggugat Dan Tergugat Di Dalam Putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
Bahwa pendapat penggugat, tentang ketentuan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 46 ayat (2) yang menyebutkan “Dosen
memiliki kualifikasi akademik minimum” :
a. Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana;
b. Lulusan program doktor untuk program pasca sarjana.
Sama sekali tidak menghilangkan dan atau menghapuskan hak-hak normatif pekerja
selaku dosen tetap, apabila pekerja selaku dosen tetap yang bersangkutan di PHK
karena semata mata tidak memenuhi kualifikasi Pasal 46 ayat (2) huruf (a) dan huruf
(b) dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Bahwa perjanjian/kontrak kerja yang dibuat dan ditandatangani penggugat
dan tergugat I, dengan masa kerja selama 15 tahun 2 bulan, yaitu sejak tanggal
01/09/1992 sampai dengan Tanggal 01/11/2007 ternyata telah tidak memenuhi
persyaratan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (7) dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian/Kontrak Kerja
Universitas Sumatera Utara
tersebut di atas demi hukum menjadi Perjanjian/Kontrak Kerja berdasarkan Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).135
Bahwa benar penggugat setiap tahun menandatangani kontrak kerja, dan tidak
menyadari bahwa para tergugat memiliki agenda itikad buruk untuk memanfaatkan
kontrak kerja yang ditandatangani penggugat, agar dapat mengelak memberikan hakhak normatif penggugat, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Adapun
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman;
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk
yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dan menurut Pasal 59 ayat (2) menyebutkan : “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap”. Bahwa menurut hukum,
suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan azas kebebasan berkontrak tidak boleh
bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan
135
Putusan Perkara Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 048 PK/PDT.SUS/2010
Universitas Sumatera Utara
(dalam kasus ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan).
Bahwa dosen yang bersangkutan tidak pernah menolak untuk memenuhi
ketentuan sertifikasi pendidik sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan dosen tersebut dalam
persidangan tidak pernah terbukti tidak berminat untuk mencapai kualifikasi
akademik sebagai dosen dan tidak pernah terbukti menolak program magister, dan
tidak pernah menarik diri dari profesi sebagai dosen tetap maupun dosen tidak tetap.
Sedangkan kontrak Kerja Menurut Pihak Tergugat:136 Bahwa berdasarkan
sebagaimana ditunjuk tersebut di atas maka gugatan penggugat adalah perihal
keberatan terhadap ketentuan, kebijakan, dan hak-hak tergugat II dan turut tergugat I
dalam menetapkan “tidak memperpanjang kontrak lagi” dan menetapkan adanya
struktur dan kwalifikasi “dosen tetap” dan “dosen tidak tetap”, dan agar dosen tidak
tetap ditetapkan menjadi dosen tetap, sedangkan posita dan petitum gugatan lainnya
adalah tentang hak-hak yang timbul dan kedudukan apabila penggugat sebagai dosen
tetap sebagaimana di atas antara lain dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah bersifat asumtif dan kondisional artinya
didasarkan pada asumsi apabila sebagai dosen tetap (belum terjadi).
Bahwa dengan demikian gugatan penggugat “bukan mengenai hak-hak
normatif yang sudah ditetapkan”, melainkan adalah mengenai usulan perubahan
kebijakan tergugat II dan turut tergugat I sebagai penyelenggara perguruan tinggi
136
Putusan Perkara Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 048 PK/PDT.SUS/2010
Universitas Sumatera Utara
(bukan penyelenggara perusahaan), serta kontrak kerja penggugat putus akibat dari
penggugat tidak memenuhi kualifikasi akademik Undang-Undang Guru dan Dosen,
dan berdasarkan anjuran Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Bandung.
D.Analisis Yuridis Tentang Hubungan Kerja Penggugat dan Tergugat Dalam
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
Hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat adalah hubungan kerja
yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Undang-Undang
Ketenagakerjaan) dan dalam menyelesaikan perselisihan diberlakukan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2004. Hubungan kerja antara penggugat dan tergugat adalah
hubungan kerja yang pada awalnya adalah PKWT kemudian demi hukum beralih ke
dalam PKWTT. Hal ini dibuktikan dengan masa kerja yang berlangsung secara terus
menerus sejak 1 September 1985 sampai dengan bulan Juli 2007 atau selama 18
tahun 2 bulan dan sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (1),(2),dan (7) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 bahwa perjanjian kerja waktu tertentu demi hukum beralih
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu jika pelaksanaan PKWT tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang juga
berkaitan dengan hal ini adalah Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor: Kep.100/VI/2004 serta putusan Mahkamah Konstitusi
No.7/PUU/XII/2014
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGADILI PERKARA PHK
PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT) DOSEN
UNIVERSITAS KHATOLIK PARAHYANGAN (PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 048 PK/PDT.SUS/2010)
A. Posisi Kasus (Casus Position)
Andang Handaka Setyadi (Dosen Fak.Tehnik Sipil) mengajukan gugatan
kepada Universitas Khatolik Parahyangan. Dimana penggugat mempunyai hubungan
kerja sejak tahun 1992 di Universitas Khatolik Parahyangan dengan masa kerja sudah
15 tahun 2 bulan dengan status pekerja Tetap berdasarkan sistem Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Pada bulan Juli 2007 kontrak tersebut tidak
diperpanjang lagi oleh pihak yayasan UNPAR selaku tergugat I dan diputuskan
hubungan kerjanya tanpa memberikan hak-hak normatif penggugat berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain uang pesangon
yang merupakan hak normatif pekerja tetap. Hak-hak penggugat sebagaimana pekerja
tetap, berupa gaji bulanan, THR, uang kesetiaan, uang pesangon (dalam hal PHK)
dan lain sebagainya, dari bulan Juli 2007 (setelah PHK) tidak dibayar. Penggugat
keberatan atas sikap Universitas yang memberhentikannya sebagai dosen tetap
dikarenakan alasan untuk memenuhi kuota kopertis dan keberatan atas status Dosen
Luar Biasa, karena sudah diangkat menjadi Dosen Tetap. Penggugat keberatan atas
kompensasi yang diberikan kepadanya dikarenakan penggugat merasa kompensasi
92
Universitas Sumatera Utara
yang diberikannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, karena tidak ada titik temu pemikiran, maka
penggugat menganggap telah terjadi Perselisihan Hubungan Industrial.
Timbulnya Perselisihan Hubungan Industrial ini diawali dengan adanya surat
Dekan Fakultas Tehnik Sipil UNPAR No.III/AU/FT/2007-05/308.1 Tanggal 31 Mei
2007 dalam menyikapi terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen mengenai Pasal 46 ayat (2) (Kualifikasi Akademik Minimum).
Penggugat berpendapat bahwa kualifikasi akademik minimum tersebut sama sekali
tidak menghilangkan dan atau menghapuskan hak-hak normatif pekerja selaku dosen
tetap.
B.Pertimbangan Hukum Penggugat dan Tergugat
Bahwa pendapat penggugat tentang ketentuan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 46 ayat (2) yang menyebutkan “dosen
memiliki kualifikasi akademik minimum” sama sekali tidak menghilangkan dan atau
menghapuskan hak-hak normatif pekerja selaku dosen tetap, apabila pekerja selaku
dosen tetap yang bersangkutan di PHK karena semata-mata tidak memenuhi
kualifikasi Pasal 46 ayat (2) huruf (a) dan huruf (b) dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Bahwa benar penggugat menandatangani kontrak kerja, dan tidak menyadari
bahwa para tergugat memiliki agenda itikad buruk untuk memanfaatkan kontrak kerja
yang ditandatangani penggugat, agar dapat mengelak mmemberikan hak-hak normatif
penggugat, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No 13
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan : “Perjanjian Kerja untuk waktu
tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
Bahwa menurut hukum suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan azas
kebebasan berkontrak tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum
dan peraturan perundang-undangan (dalam hal ini Undang-Undang Ketenagakerjaan)
Menurut Termohon :
Bahwa pemohon tidak berminat untuk mencapai kualifikasi akademik sebagai
dosen, karena menolak mengikuti program magister, maka termohon kasasi telah
menarik diri dari profesi sebagai Dosen tetap maupun Dosen Tidak tetap dan
pemohon kasasi memberikan fasilitas kepada termohon kasasi untuk mengambil
program S2 di UNPAR atas biaya dan fasilitas pemohon kasasi dengan memberikan
beasiswa, namun termohon kasasi tidak bersedia dan oleh karena itu pemohon kasasi
menganggap termohon kasasi mengundurkan diri.
Bahwa Perguruan Tinggi Swasta membutuhkan “Dosen Tidak Tetap” yang
memenuhi syarat kwalifikasi akademik, tanpa hal mana perguruan tinggi swasta tidak
dapat bertahan menyelenggarakan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
C.Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung Nomor 048 PK/PDT.SUS/2010
Bahwa tidak benar, dosen adalah pekerja profesional, yang benar adalah :
“Dosen
adalah
pendidik
professional
dan
ilmuwan
dengan
tugas
utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat”, sebagaimana yang disebutkan dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1
ayat (2); kalimat Profesional adalah : “pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi” Dalam pertimbangan hakim, bahwa hubungan
kerja/perjanjian kerja yang dilakukan adalah perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban para pihak dengan kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Kalimat “berdasarkan peraturan perundang-undangan” adalah
hubungan kerja yang diberlakukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan dalam menyelesaikan Perselisihan tersebut diberlakukan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Hubungan kerja antara Pemohon Peninjauan
Kembali dengan Termohon Peninjauan Kembali adalah hubungan kerja dalam
PKWTT atau pekerja tetap karena dilakukan secara terus-menerus sejak 1 September
1985 sampai dengan bulan Juli 2007 atau selama 18 tahun 2 bulan sesuai ketentuan
Universitas Sumatera Utara
Pasal 59 ayat (1),(2) dan (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Alasan PHK
yang diajukan maka adil dan beralasan hukum karena Pemohon Peninjauan Kembali
menghendaki hubungan kerja putus dan Termohon Peninjauan Kembali menyatakan
hubungan kerja putus karena kontrak a quo tidak diperpanjang dengan alasan efisiensi
sehingga Pemohon Peninjauan Kembali berhak atas Uang Pesangon sebesar 2 (dua)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesua\i ketentuan Pasal
156 ayat (4) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003.
D. Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 048 PK/PDT.Sus/2010
a. Perjanjian kerja yang dibuat termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu
Perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian yang dilakukan dengan
jangka waktu yang telah disepakati dan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.137 Mengenai jangka waktu PKWT diatur
dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam membuat suatu
kesepakatan kerja tertentu batas maksimal waktu yang boleh diperjanjikan adalah 2
tahun dan dapat diperpanjang atau diperbaharui untuk satu kali saja untuk suatu hal
tertentu. Perpanjangan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang
sama, dengan catatan jumlah seluruh waktu dalam kesepakatan kerja tertentu tidak
boleh melebihi 3 tahun. Walaupun demikian karena alasan-alasan yang mendesak
137
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan:Suatu Pengantar,(Jakarta : Pradnya Paramita,2007),
hal 44
Universitas Sumatera Utara
untuk jenis pekerjaan tertentu dengan seizin Menteri Tenaga Kerja ketentuan tersebut
dikesampingkan.
Perpanjangan adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT berakhir
tanpa adanya pemutusan hubungan kerja.138 Sedangkan pembaharuan adalah
melakukan hubungan baru setelah PKWT pertama berakhir melalui pemutusan
hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 hari. Dengan berakhirnya jangka waktu
yang disepekati PKWT secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum. Jika
dilihat dari kasus dari putusan di atas, bahwa para pekerja/dosen tersebut sudah
bekerja melebihi masa jangka waktu kerja (PKWT) yang sudah ditetapkan di
Undang-undang Ketenagakerjaan. Hal tersebut sudah melanggar dari Undang-undang
Ketenagakerjaan Pasal 59, yaitu masa waktu kerja yang melebihi ketentuan dari
Undang-undang.
Hakim melihat perjanjian kerja waktu tertentu para pekerja/dosen tersebut
batal demi hukum dan berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu dimana
para pekerja bukan karyawan kontrak lagi akan tetapi menjadi pekerja tetap139. Hal
tersebut dilihat dari Pasal 59 ayat 7, dimana perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak
tertentu dan hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
138
139
Ibid, hal 46
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dalam pertimbangan-pertimbangan hakim di atas, bahwa pertimbangan hakim
selain tertuju ke Pasal 59 juga melihat dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja, PKWT
dalam keputusan menteri tersebut adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerja tertentu140. Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak dapat diadakan
untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT antara lain terdapat
dalam Pasal 3 sampai Pasal 12. Hal-hal yang dituang tersebut antara lain:141
1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang
penyelesaiannya paling lama 3 tahun, harus memuat antara lain:
a. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu;
b. Jangka waktunya paling lama 3 tahun;
c. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan maka PKWT tersebut
dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT
tersebut putus demi hukum pada saat pekerjaan selesai;
d. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus
dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai;
140
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 100/MEN/VI/2004 tentang
Ketentuan Pelaksana Perjanjian Kerja Tertentu disebutkan PKWT
141
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 100/ MEN/VI/2004
Universitas Sumatera Utara
e. Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun
karena kondisi pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat
dilakukan pembaharuan PKWT;
f. Pembaharuan sebagimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa
tenggang 30 hari setelah berakhirnya perjanjian kerja;
g. Selama tenggang waktu 30 hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara
pekerja dan pengusaha;
h. Para pihak dapat mengatur hal lain yang dituangkan dalam perjanjian.
2. PKWT untuk pekerjaan yang sifatnya musiman, hal yang diatur antara lain:
a. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya
tergantung pada musim atau cuaca;
b. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya dapat dilakukan
untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu;
c. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya
diberlakukan untuk pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan;
d. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT untuk
pekerja/buruh yang melakukan tambahan harus membuat daftar nama
pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan;
e. PKWT tidak dapat dilakukan pembaharuan.
3. PKWT untuk pekerja yang berhubungan dengan produk baru, hal diatur antara
lain:
Universitas Sumatera Utara
a. PKWT dapat dilakukan dengan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru. Kegiatan baru atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan;
b. PKWT tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2
(dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu)
tahun;
c. PKWT tersebut juga tidak dapat dilakukan pembaharuan;
d. PKWT tersebut hanya boleh diberlakukan bagi pekerja yang melakukan
pekerjaan di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.
Dalam hal PKWT tidak dipenuhi syaratnya maka PKWT juga dapat berubah
menjadi PKWTT. Hal ini diatur dan dapat terjadi bila:142
a. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah
menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
b. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) maka PKWT berubah menjadi
PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
c. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) maka
PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;
d. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melebihi masa waktu 30 hari setelah
berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana
142
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 100/ MEN/VI/2004
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam Pasal 3 maka PKWT berubah menjadi PWKTT sejak tidak
terpenuhinya syarat PKWT tersebut;
e. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap buruh dengan
hubungan PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2),(3) dan (4), maka
hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika dilihat kedudukan para pekerja/dosen adalah pekerja/dosen tetap.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata pada hakikatnya
yang memegang peranan penting di dalam hubungan industrial adalah pihakpihaknya, yaitu pekerja dan pengusaha saja. Hubungan antara pengusaha dan pekerja
didasarkan pada hubungan hukum privat. Hubungan itu didasarkan pada hukum
perikatan yang menjadi bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku
sebagai pengawas atau lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi fasilitator apabila
ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu perselisihan yang tidak dapat mereka
selesaikan. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum administrasi yang
diperhatikan ada dua hal, yaitu subjek hukum dalam penyelenggaraan Negara dan
sebagaimana peranannya.143
143
Zainal Asikin, Dasar Dasar Hukum Perburuhan(Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada,1993), hal 36
Universitas Sumatera Utara
b. Perlindungan
Yang
diberikan
termasuk
dalam
ranah
hukum
Ketenagakerjaan
Di dalam Bab V tentang Dosen Undang-undang Guru dan Dosen bagian
ketujuh menjelaskan berbagai perlindungan yaitu :
Ayat (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Organisasi Profesi dan atau
satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen
dalam pelaksanaan tugas;
Ayat (2) perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja;
Ayat (3) perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap tindak pidana kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi dan atau pihak lain
Ayat (4) perlindungan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga professional
yang meliputi Pemutusan Hubungan Kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan tidak wajar, pembatasan kebebasan
akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang
dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas;
Ayat (5) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) meliputi perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja,
Universitas Sumatera Utara
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan
atau resiko lain;
Ayat (6) dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk
menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan
perundangan;
Penjelasan pada ayat (4) sangat jelas memperlihatkan bahwa meliputi
Pemutusan Hubungan Kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen jelasjelas menundukkan diri pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, penggantian hak harus didasarkan pada Pasal 59
ayat (1),(2) dan (7) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
Menurut Pasal 68 Bagian Keempat Undang-undang Guru dan Dosen
menyebutkan bahwa pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberikan kesempatan
untuk membela diri dan pada ayat (2) disebutkan bahwa dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial berupa uang
pesangon sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Sesuai dengan uraian di atas, Teori Perjanjian (Azas Kekuatan Mengikat /
Pacta Sunt Servanda) dan Teori Perlindungan Hukum sudah sesuai diterapkan di
dalam amar putusan pertimbangan hakim perkara Dosen melawan Universitas
Khatolik Parahyangan. Hal ini terbukti di pengadilan yaitu adanya suatu perjanjian
Universitas Sumatera Utara
tertulis antara guru dan dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak. Kata
“hak dan kewajiban” mengandung kekuatan mengikat pada kedua belah pihak yang
telah membuat perjanjian tersebut. Hak dosen tersebut tertuang di dalam kontrak
kerja yang dibuat bersama sama dengan pihak Universitas antara lain: gaji bulanan,
uang kesetiaan, uang pesangon (dalam hal terjadi PHK) dan lain sebagainya yang
diperpanjang terus menerus tanpa jeda hingga bulan juni 2007, sementara kewajiban
dari dosen tersebut adalah mengajar dan mentaati seluruh peraturan universitas. Oleh
karena itu kedua belah pihak (Dosen dan Universitas) harus mentaati isi kontrak kerja
yang telah dibuat dan mengikat kedua belah pihak.
Perlindungan hukum yang diperoleh si dosen dari adanya PHK tersebut
adalah sejumlah uang pesangon sebesar 2 (dua) kali sesuai dengan ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Sistem Perjanjian kerja yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Swasta dan
dosen dapat berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian
Kerja Waktu Tidak tertentu (PKWTT). Perjanjian yang dilakukan akan
menimbulkan implikasi yang berbeda termasuk hak-hak yang akan diterima
seperti uang pesangon apabila perjanjian kerja dosen tersebut didasarkan pada
perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan jika perjanjian kerja itu
didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maka uang ganti rugi
harus diberikan sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya
jangka waktu perjanjian kerja tersebut.
2. Keabsahan kontrak kerja terhadap dosen yang tidak memenuhi kualifikasi
akademik minimum sesuai Undang-undang Guru dan Dosen dapat dikatakan
tidak sah, dikarenakan Undang-undang Guru dan Dosen sudah mengatur
syarat sesuai dengan kualifikasi akademik minimum sesuai dengan Pasal 45
dan Pasal 46 untuk menjadi seorang dosen/tenaga pengajar. Syarat syarat
tersebut harus dipenuhi guna meningkatkan mutu dan kualitas dosen/ tenaga
pengajar tersebut.
3. Pertimbangan hakim dalam mengadili perkara Peninjauan kembali Mahkamah
Agung Nomor 048 PK/Pdt.Sus/2010 sudah sesuai dengan aturan di dalam
106
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Ketenagakerjaan. Pertimbangan hakim di dalam putusan
tersebut mempersamakan dosen dengan buruh/pekerja dan penyelesaian
perselisihan perjanjian kerja tersebut didasarkan pada Pasal 1 ayat (7)
Undang-undang guru dan dosen dimana di dalam Pasal tersebut berbunyi :
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis
antara guru dan dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para
pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan “berdasarkan peraturan
perundang-undangan”. Kata “berdasarkan peraturan perundang-undangan” ini
nyata dan jelas menunjuk kepada undang-undang ketenagakerjaan, karena
hanya ada satu saja peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama secara tertulis dan
penyelesaian yang dipakai adalah dengan menggunakan penyelesaian
perselisihan buruh.
Universitas Sumatera Utara
B. SARAN
1. Undang-undang Guru dan Dosen seharusnya memuat tentang syarat-syarat
kerja di dalam perjanjian kerja antara guru/dosen dengan sekolah/Perguruan
Tinggi Swasta termasuk jangka waktu perjanjian tersebut.
2. Sebaiknya pemerintah melakukan pengawasan terhadap dosen dan Perguruan
tinggi Swasta dengan cara mendata dosen yang belum memenuhi kualifikasi
akademik minimum sesuai dengan amanat Undang-undang guru dan dosen
yang memberikan batas waktu 10 tahun untuk dapat memenuhi kualifikasi
akdemik minimum tersebut, memberikan pelatihan pelatihan, sertifikasi dan
mengajak seluruh dosen untuk menaikkan kualitas ilmunya guna memenuhi
Kualifikasi Akademik Minimum agar dapat menjadi seorang dosen/ tenaga
pengajar di perguruan tinggi.
3. Pertimbangan hakim dalam memutus perselisihan antara dosen dan Perguruan
Tinggi Swasta apabila terjadi kembali permasalahan seperti ini, agar dosen
tidak dipersamakan lagi dengan buruh sebab dosen bukan pekerja profesional
melainkan pendidik profesional (Pasal 1 ayat (2)) dan cara penyelesaian
perselisihannya serta hak-hak yang didapat dosen (setelah terjadi PHK)
dengan menggunakan Undang-undang guru dan dosen bukan Undang-undang
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Undang-undang Guru dan Dosen perlu
direvisi.
Universitas Sumatera Utara
Download