BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bangunan akan mengalami adaptasi dan penambahan seiring berjalannya waktu, begitu pula dengan fungsi bangunan yang juga mengalami perubahan disetiap periode waktu yang berbeda. Sejarah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan, ia menjadi salah satu jejak fisik dari masa lalu. Apa yang kita lihat saat ini bukan hanya sebuah ‘peninggalan sejarah’ melainkan sebagai warisan sebuah karakter kota, landasan penting ‘sense of place’ untuk yang masyarakat yang tinggal ditempat tersebut, maupun bagi pengunjung untuk tertarik dengan arti dan sejarahnya. Tempat bersejarah, benda, manifestasi budaya, sains, simbol, rohani, dan agama adalah nilai yang penting dalam mengekspresikan suatu kebudayaan, identitas, kepercayaan beragama didalam masyarakat. Setiap nilai memiliki peran yang penting, khususnya dibidang identitas kebudayaan yang seiring perkembangan zaman memiliki perubahan yang harus dimajukan, seperti bangunan, ruang, tempat, serta landscape yang merupakan suatu tuntutan dari nilai agama dan rohani yang mewakili bagian penting dari keseimbangan dan kehidupan sosial serta kebanggaan masyarakat. Konservasi, rehabilitasi, dan adaptive reuse merupakan bentuk kepekaan kebudayaan baik di perkotaan, pedesaan, yang berhubungan dengan warisan arsitektur yang bersifat berkelanjutan dari alam maupun sumber daya buatan manusia. Cara untuk melakukan perkembangan kebudayaan yaitu dengan melakukan pemeliharaan sehingga setiap akses dapat menikmati keuntungannya. Berdasarkan UN Habitat-conservation and rehabilitation of historical and cultural heritage (1996) tindakan yang dapat dilakukan untuk pemeliharaan dan perkembangan kebudayaan salah satunya dengan melindungi kawasan warisan budaya dan bentukan landscapenya, yang tetap mempertahankan keutuhan sejarahnya serta menjadi pedoman dalam penerapan konstruksi baru di area bersejarah. Kota tua dikenal sebagai salah satu warisan kebudayaan di Jakarta, Kawasan ini merupakan salah satu kota tertua di asia dan kota terbesar kolonial belanda dengan arsitektur dan perencanaan desain menyerupai Eropa (Gill, 1993; Hajjar, 1 2 2008). Untuk melindungi warisan budaya tersebut, terdapat salah satu lembaga swasta yang bertugas dalam pengembangan kota tua yang dikenal dengan Jakarta Endowment For Art and Heritage(JOTRC). Dengan visi dan misi JOTRC yaitu melestarikan warisan budaya yang memberi identitas unik pada warga Jakarta, terciptanya komunitas yang menghubungkan individu, lingkungan, kota dan metropolitan, mengingatkan pada sejarah sebagai bekal untuk masa depan, serta memberikan konstribusi untuk kepentingan publik dan manfaat bagi komunitas. Salah satu tujuan utamannya adalah melestarikan gedung sejarah yang memiliki target 5 tahun dengan memperbaiki 85 gedung sejarah. Yang diharapkan kota tua selain menjadi warisan budaya menjadi sarana pendidikan, industri kreatif, aktivitas MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition), finansial, seni dan kebudayaan, dan lifestyle. Untuk melakukan perbaikan dan pelestarian gedung sejarah, dapat dilakukan dengan revitalisasi Kota Tua Jakarta, dengan melakukan 5 kegiatan yaitu preservasi, konservasi, renovasi dan restorasi, aktivasi, serta adaptive reuse pada bangunan di Kota Tua. Begitu pula dengan konservasi yang dimaksud adalah konservasi bangunan di Kota Tua yang sesuai dengan cara SK Gubernur DKI Jakarta No.36 tahun 2014 pasal 20. Strategi yang dilakukan dalam pengembangan kawasan kota tua Jakarta adalah dengan mengaktifkan kembali fungsi bangunan, baik dengan fungsi lama maupun fungsi baru (adaptive reuse) yang tetap mempertahankan karakter bangunan lama dan menyesuaikan bentukan arsitektural bangunan baru dengan ligkungan sekitarnya. Walaupun sudah ditetapkan bahwa kota tua memiliki potensi yang meningkatkan citra kota Jakarta baik dibidang pariwisata, sejarah, pendidikan dan kebudayaan, maupun tempat komersil dan pedagangan. Kondisi yang dirasakan di kawasan ini belum menunjukan perubahan yang signifikan, menurut Seminar Internasional Arsitektur Museum Sejarah Jakarta (2009) akibat tidak jelasnya pemanfaatan bangunan tua di Kota tua Jakarta, kini banyak bangunan yang terlantar, rusak, dan tidak disesuaikan fungsinya. Dalam rangka mempersiapkan menjadi salah satu situs warisan budaya dunia UNESCO, pemerintah berupaya revitalisasi kawasan ini, untuk menumbuhkan kembali nilai nilai penting cagar budaya dengan menyesuaikan pada kondisi kekinian dan tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya. Sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta No.36 tahun 2014 pasal 7 arahan penrencanaan revitalisasi kawasan dibagi menjadi 2 area pengendalian yaitu area didalam tembok, yang meliputi Fatahillah, Kali Besar, Roa Malaka, Galangan/Tembok Museum Bahari 3 Pasar Ikan, Sunda Kelapa. Dan area diluar tembok yang meliputi Luar Batang, Pekojan, Pecinan, dan Taman Arkeologi Onrust. JOTRC (2013) mengatakan sasaran untuk tahun 2017 adalah menyelesaikan revitalisasi area inti dilakukan di dalam City Wall. Gambar 1. Peta Kawasan Kota Tua Area Inti didalam City Wall Sumber: JOTRC Dengan wilayah didalam City Wall seluas 134 hektar yang terbagi menjadi Core Zone sebesar 75 hektar yang meliputi wilayah fatahillah, kali besar, dan sunda kelapa dengan aktivitas yang terjadi didalam wilayah tersebut adalah di bidang seni dan pertunjukan kegiatan kebudayaan, pendidikan, pariwisata, kebudayaan maritim dan pendukung kegiatan lainnya. Dan Supporting Zone memiliki wilayah sebesar 59 hektar sisanya. Media Jaya (2014) Dengan adanya revitalisasi kawasan kota tua diproyeksikan menjadi kawasan yang layak untuk ditinggali, untuk bekerja dan juga untuk rekreasi (to live, to work and play) mengingat kawasan kota memiliki nilai historis yang tinggi yang merupkan cerminan kisah sejarah, tata hidup, budaya, dan peradaban masyarakat Jakarta pada masa lampau. Salah satu gedung terlantar di 4 kawasan kota tua adalah Gedung Rotterdamsche Lloyd yang terletak di Jalan Kali Besar Timur 3 No.15A, Tamansari, Kota Jakarta Barat. Gedung ini merupakan salah satu gedung yang lokasinya terdapat didalam area didalam tembok yang berada di Zona A : Core Zone. Gambar 2. Lokasi Gedung Rotterdamsche Lloyd atau INKOPAD di dalam Zona A Sumber: JOTRC Gambar 3. Gambar Bangunan Saat Ini (2015) Sumber : Dokumen pribadi Dari gambar diatas, dapat dikatakan bahwa gedung Rotterdamsche Lloyd merupakan salah satu gedung yang dipertimbangkan dalam perancangan konservasi yang akan penulis desain . Selain lokasi pada gedung yang terdapat pada kawasan revitalisasi, terdapat nilai yang terdapat pada gedung yang menjadi pertimbangan untuk mengkonservasi gedung tersebut. Selain dari nilai umur bangunan yang hampir mencapai 100 tahun dengan kondisi yang telah mengalami perubahan bentuk dan 5 pergantian kepemilikan, gedung ini memiliki nilai arsitektural dengan bukti style Art deco pada gedung, berikut dengan nilai artistik dari penggunaan kaca patri oleh pengrajin pada gedung tersebut. Gedung ini juga mewakili perkembangan perkantoran perdagangan internasional pada area kali besar di zaman kolonial belanda dengan mejadikannya sebagai salah satu kantor perusahaan perkapalan Rotterdamsche Lloyd yang merupakan salah satu maskapai perkapalan terbesar pada periode kolonial. Tidak lupa gedung Rotterdamsche memiliki nilai kekhasan lokal, mengingat gedung ini hanya terdapat pada Kota Tua dan salah satu bukti pertukaran penting nilai-nilai kemanusiaan, selama rentan waktu atau dalam wilayah budaya dunia, pada perkembangan arsitektur atau teknologi, seni, monumental, perencanaan kota atau desain lansekap. Sejak dicanangkannya revitalisasi Kota Tua pada 14 Maret 2013 lalu, pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk membuat kawasan ini kembali hidup dengan bekerja sama dengan PT. Jakarta Old Town Revitalization Corp (JOTRC). Direktur PT. JOTRC, Li Che Wei(2014) mengatakan dalam action plan terdapat aspek-aspek yang harus tersedia agar dapat memancing orang untuk datang ke kawasan ini, antara lain, aspek keamanan, ketertiban, gaya hidup, pendidikan, industri kreatif, seni dan budaya, area untuk pertemuan dan pertunjukan, juga keuangan. “makanan, fashion, dan entertainment” adalah tiga alasan orang untuk datang ke suatu tempat. Menurut Wei, dalam proyek revitalisasi selain membangun kesadaran bersama untuk menjaga keseluruhan kawasan kota tua, tetap harus memperhatikan kehidupan masyarakat dan budaya didalamnya. Oleh karena itu dengan adanya perancangan konservasi ini diharapkan gedung Rotterdamsche Lloyd selain dapat menjadi pelestarian gedung pada kota tua yang dapat menjadi historical identity, juga dapat menjadi sumber manfaat dibidang ekonomi, budaya, teknologi, serta social tourism (UNESCO). 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana mengkonservasi gedung Rotterdamsche Lloyd di Kawasan Kota Tua, Jakarta yang dahulu merupakan salah satu kantor perusahaan perkapalan Rotterdamsche Lloyd menjadi fungsi yang sesuai tanpa melupakan eksterior dan interior pada gedung? 6 1.3 Tujuan Perancangan Tujuan dari perancangan interior gedung Rotterdamsche Lloyd adalah: 1. Konservasi gedung Rotterdamsche Lloyd yang tetap mempertahankan nilai budaya, historical identity, serta sumber manfaat dibidang ekonomi, budaya, teknologi, serta social tourism pada kawasan kota tua 2. Konservasi gedung Rotterdamsche Lloyd yang dapat memenuhi fasilitas kebutuhan art and culture baik dibidang makanan, fashion dan entertainment 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian akan dilakukan di gedung Rotterdamsche Lloyd kawasan kota tua,Jakarta yang mencakup kondisi pada gedung, fungsi yang sesuai pada gedung tersebut tanpa melupakan eksterior dan interior pada gedung berikut dengan stylenya. 1.5 Tinjauan Pustaka Issemiarti, Siti Madichah, tahun 2011, dengan judul “Revitalisasi Bangunan Lama Sebagai Upaya Konservasi Kota” dimana kesimpulan bangunan lama dengan lagam arsitektur klasik maupun tradisional yang sudah tidak layak huni karena usia dan berkurangnya kekuatan struktur tidak perlu dirobokan dan diganti dengan bangunan baru hanya dengan alasan mengikuti perkembangan arsitektur modern. Tampilan arsitektur bangunan lama merupakan bagian warisan kota yang dapat menjadi aset dalam industri pariwisata. Adanya “the sense of place” dan landmark yang memberikan penanda atau identitas kota akan membuat suasana yang spesifik pada lingkungan atau kawasan kota. Hal ini akan membedakan tampilan setiap kota karena citra dan wajah setiap kota tidaklah sama. Bangunan yang merupakan landmark kota yang masih berfungsi dengan baik dapat dipertahankan penggunaannya dengan upaya konservasi dengan menambahkan fasilitas yang memadai untuk kegunaan saat ini. Dra. Rr. Tjahjani Busono, MT., tahun 2011, dengan judul “Eskursi Preservasi, Konservasi, Renovasi pada Pemeliharaan Bangunan Singapura dan Malaysia” dimana kesimpulan bahwa performance fungsi maupun teknis sebuah bangunan harus dipertimbangkan sebagai upaya perawatan yang dilakukan dengan seksama dan terencana dari saat perencanaan, konstruksi maupun operasi bangunan dimana tindakan pemeliharaan bangunan akan dipengaruhi oleh fungsi, teknis dan 7 peraturan yang berlaku serta pengguna bangunannya. Tindakan-tindakan koreksi terhadap kegagalan proses koreksi, perbaikan akibat alam perlu segera dilakukan untuk mempertahankan kinerja teknis sebuah bangunan guna mempertahankan fungsinya. Pemeliharaan bangunan konservasi merupakan kegiatan yang terkait dengan beberapa aspek sejarah, sosial dan budaya serta tidak terlepas dari kepentingan perkembangan kota sehingga dalam kegiatan pemeliharaan bangunan konservasi perlu pertimbangan dan partisipasi berbagai pihak secara professional. Edward Tanriady ; Muhammad Solahuddin, S.Sn, M.T ; Grace Mulyono,S.Sn, tahun 2013, dengan judul “Perancangan Interior Revitalisasi Gedung Kesenian Societeit de Harmonie di Makassar”, dimana kesimpulan dalam perancangan revitalisasi berlandaskan 4 aspek yaitu: Attractive, comfortable, entertaining, commercial. Dengan tema yang diambil menyesuaikan dengan kondisi fisik pada bangunan. Dr. Amira Elnokaly and Dr. Ahmed Elseragy, tahun 2013 dengan judul “Sustainable Heritage Development: Learning from Urban Conservation of Heritage Projects in NonWestern Context” dimana kesimpulan Prinsip konservasi Setelah bangunan di konservasi harus terdapat perawatannya secara dalamnya maintenance sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga preservation,restoration, reconstruction dan adaptation. Maintenance bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus menerus terhadap semua material fisik dari ‘place’, untuk mempertahankan kondisi bangunan yang diinginkan. Perbaikan mencakup restoration dan reconstruction dan harus diperlakukan semestinya. Arazi Idrus, Faris Khamidi, Mahmoud Sodangi (Corresponding author), tahun 2010 dengan judul “Maintenance Management Framework for Conservation of Heritage Buildings in Malaysia”. Dimana kesimpulan Cara terbaik untuk menjaga gedung budaya adalah terdapat pedoman dalam menjaga gedung tersebut: seperti diberikan pengarahan, menghindari bangunan untuk perbaikan dengan barang modern. Karena menghilangkan nilai sejarah dari bangunan tersebut. Kesimpulan dari 5 tinjauan pustaka diatas adalah bangunan lama yang sudah tidak layak huni karena usia dan berkurangnya kekuatan struktur tidak perlu dirobokan dan diganti dengan bangunan baru, karena tampilan arsitektur bangunan lama merupakan bagian warisan kota yang dapat menjadi aset dalam industri pariwisata. Bangunan yang berfungsi dengan baik dapat dipertahankan penggunaannya dengan upaya konservasi dengan menambahkan fasilitas yang 8 memadai untuk kegunaan saat ini. Dalam menentukan performance fungsi maupun teknis sebuah bangunan harus dipertimbangkan sebagai upaya perawatan yang dilakukan dengan seksama dan terencana dari saat perencanaan. Bangunan konservasi merupakan kegiatan yang terkait dengan beberapa aspek sejarah, sosial dan budaya serta tidak terlepas dari kepentingan perkembangan kota. Dalam perancangan bangunan berlandaskan 4 aspek yaitu: Attractive, comfortable, entertaining, commercial. Untuk pemeliharaan akhir pada bangunan konservasi, perancang dan pengguna harus diberikan pengarahan, menghindari bangunan untuk perbaikan dengan barang modern. Karena menghilangkan nilai sejarah dari bangunan tersebut.