tinjauan juridis atas - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN JURIDIS ATAS
TINDAK PIDANA PASAR MODAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
Dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
O
L
E
H
M. BUDI IBRAHIM
NIM : 030200063
Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
ABSTRAKSI ............................................................................................... vi
BAB
I : PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Permasalahan ...................................................................... 7
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ............................ 8
D. Keaslian Penulisan .............................................................. 9
E. Tinjauan Kepustakaan ......................................................... 9
1. Pengertian Penegakan Hukum ................................. 9
2. Pengertian Tindak Pidana ........................................ 12
3. Pengertian Pasar Modal dan Tujuan Pasar Modal .... 14
A. Metode Penelitian ............................................................... 16
B. Sistematika Penulisan ......................................................... 17
BAB
II : Gambaran Umum Tentang Pasar Modal .............................. 20
A. Pengertian Pasar Modal dan Hukum Pasar Modal ............... 20
B. Perkembangan Pasar Modal Di Indonesia ........................... 23
A. Ruang Lingkup Pasar Modal ............................................... 29
B. Para Pelaku Dalam Pasar Modal ......................................... 34
C. Bentuk-bentuk tindak Pidana Pasar Modal .......................... 42
BAB III : Upaya Penegakan Hukum Di Bidang Pasar Modal ................ 52
A. Pengaturan Tindak Pidana Pasar Modal
Dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ............... 52
B. BAPEPAM Dalam Upaya Penegakan Hukum
Di Bidang Tindak Pidana Pasar Modal................................... 55
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
C. Proses Pemeriksaan Pada Kasus Tindak
Pidana Pasar Modal ............................................................... 72
D. Bentuk Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pasar Modal ...... 83
BAB
IV : Bentuk-Bentuk Sanksi Tindak Pidana Pasar Modal............. 92
E. Sanksi-sanksi Terhadap Tindak Pidana
Pasar Modal di Indonesia ....................................................... 92
BAB
V : Kesimpulan Dan Saran ............................................................ 105
A.
Kesimpulan......................................................................... 105
B.
Saran
............................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu globalisasi tidak dapat dielakkan lagi, isu ini terus berkembang dan
semakin terasa wujudnya. Dampaknya pada perkembangan ekonomi dunia juga
semakin terlihat, hal ini didukung oleh pesatnya perkembangan tekhnologi
komunikasi yang merambah sampai ke segala bidang termasuk bidang ekonomi
dan keuangan. Berbagai perusahaan dengan giat melakukan ekspansi dengan
memperluas usahanya memasuki ekonomi global sejalan dengan perkembangan
ekonomi dunia yang semakin meningkat.
Peningkatan kegiatan ekspansi perusahaan-perusahaan di tingkat global ini
tentunya membutuhkan dana yang sangat besar, maka perusahaan-perusahaan
semakin giat mencari sumber-sumber yang dapat menyediakan dana dalam
jumlah yang besar. Untuk itu pandangan para pemilik perusahaan diarahkan ke
Pasar Modal baik yang ada di negara sendiri maupun di negara orang lain. Hal
tersebut menyebabkan semakin maraknya kegiatan di Pasar Modal di hampir
seluruh negara, dan juga mempermudah masuknya investasi dari suatu negara ke
negara lain.
Berbagai perusahaan dari suatu negara menjual sahamnya di Pasar Modal
negara-negara lain untuk mendapatkan tambahan dana, ini berarti pemodal
(investor) dari suatu negara dapat ikut melakukan investasi dan memiliki modal
perusahaan-perusahaan yang didirikan di negara lain. Di Pasar Modal, para
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
pemodal dapat melakukan investasi melalui pemilikan berbagai surat-surat
berharga baik yang bersifat penyertaan (saham) maupun yang bersifat pinjaman
(obligasi) serta berbagai instrumen derivatif.
Investasi di Pasar Modal merupakan penanaman modal di bidang aset
keuangan yang pada dasarnya mengharapkan suatu hasil atas efek yang dibeli.
Walaupun demikian, perlu diperhatikan bahwa pilihan investasi selalu harus
mempertimbangkan tingkat harapan keuntungan di satu sisi dan tingkat risiko di
sisi lain. 1
Di sini pemilik tidak turut campur tangan dalam aktivitas sehari-hari tetapi
mereka lebih berkepentingan pada dividen dan keuntungan modal (capital gain)
dari dalam perusahaan tersebut. Investor sewaktu-waktu secara cepat dapat pindah
dari suatu perusahaan ke perusahaan lain sesuai dengan keinginannya. Dalam
praktek di Pasar Modal terdapat berbagai pihak yang terlibat, dan pada konsepnya
keterlibatan para pihak tersebut adalah untuk mencari keuntungan. Dalam konsep
yang demikian bukan tidak berarti para pihak memanfaatkan berbagai keadaan
demi tujuannya di Pasar Modal.
Kegiatan Pasar Modal apabila diukur lebih merupakan objek hukum,
artinya para ahli hukum perlu lebih banyak tampil. Hukum yang mengatur
kegiatan Pasar Modal mencakup ketentuan mengenai persyaratan perusahaan
yang menawarkan saham atau obligasinya kepada masyarakat, ketentuan
pedagang perantara, profesi penunjang, lembaga penunjang, perlindungan
investor serta aturan main di Pasar Modal. Pelanggaran terhadap aturan main
1
Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Bandung :
Alumni), 2005, hal. 4.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
dalam transaksi efek sering disebabkan karena lemahnya sistem pengawasan yang
dilakukan oleh pihak pengelola bursa maupun pengawas bursa, sehingga apabila
terjadi pelanggaran transaksi efek baik karena manipulasi, informasi yang
menyesatkan maupun insider trading sulit terdeteksi secara dini. 2
Yang merupakan target yuridis dari pengaturan hukum terhadap Pasar
Modal pada pokoknya adalah sebagai berikut:
a. Keterbukaan informasi,
b. Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal;
c. Pasar yang tertib dan modern;
d. Efisiensi;
e. Kewajaran;
f. Perlindungan investor. 3
Perkembangan dan kemajuan suatu Pasar Modal sangat ditentukan oleh
adanya kepastian hukum bagi para pelakunya, terutama masyarakat investor.
Investor tidak termotivasi untuk memasuki Pasar Modal Indonesia jika pasar yang
bersangkutan tidak memiliki perangkat aturan yang menjamin perlindungan,
kepastian hukum, dan keadilan. Apalagi bisnis di Pasar Modal adalah bisnis yang
mengandalkan kepercayaan. Kepercayaan itu akan lebih aman dan terjamin jika
dipayungi oleh peraturan yang jelas dan mengikat, atau lebih dikenal dengan
kepastian hukum. 4
2
Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1996), hal. 4.
3
Ibid., hlm. 13
4
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta :
Prenada Media, 2003), hal. 44.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Keterbukaan informasi dalam Pasar Modal terutama keterbukaan terhadap
fakta material adalah merupakan persoalan inti dan jiwa dari Pasar Modal, karena
prinsip keterbukaan berfungsi untuk memelihara kepercayaan publik terhadap
pasar. Keterbukaan informasi dalam hukum Pasar Modal dapat diibaratkan
sebagai seorang gadis cantik dan mulus yang memakai rok mini. Artinya, rok
yang dipakainya tidak terlalu pendek, sehingga dapat menampilkan hal yang
sangat vital, yang merupakan suatu rahasia perusahaan, karena itu dapat
merangsang si pesaing untuk melakukan hal-hal yang merugikan perusahaan,
sebab tidak semua fakta dan data yang ada dalam perusahaan harus
diinformasikan kepada publik. 5
Transparansi dalam perdagangan saham berfungsi untuk menciptakan
mekanisme pasar yang efisien. 6 Dalam hal ini suatu perdagangan dapat dikatakan
efisien apabila pihak yang berkepentingan dengan perdagangan tersebut dapat
melakukan perdagangan dengan mudah, cepat, dan biaya yang relatif murah.
Hukum berfungsi untuk menciptakan dan menjaga ketertiban serta
kedamaian di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu terdapat adagium
“Ibi Ius Ibi Societas”, (dimana ada masyarakat disitu ada hukum). Dalam
perkembangan hukum, dikenal dua jenis hukum yaitu Hukum Privat dan Hukum
Publik. Dimana Hukum Privat mengatur mengenai hubungan antara orang
sedangkan Hukum Publik mengatur mengenai hubungan antara negara dengan
individu. Perkembangan hukum berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat.
Menurut Mazhab Jerman, perkembangan hukum akan selalu tertinggal dari
5
Munir Fuady, Op. , Cit. hal. 78.
Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta : Universitas Indonesia
Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana, 2001), hal. 8.
6
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
perkembangan masyarakat. Perkembangan di dalam masyarakat menyebabkan
pula perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap hukum. Kondisi demikian
mendorong terjadinya perkembangan di bidang Hukum Privat maupun Hukum
Publik. Kegiatan yang pesat di bidang Ekonomi misalnya menurut sebagian
masyarakat menyebabkan peraturan yang ada di bidang perekonomian tidak lagi
dapat mengikuti dan mengakomodir kebutuhan hukum di bidang ini, sehingga
dibutuhkan aturan yang baru di bidang Hukum Ekonomi.
Hukum Ekonomi Keuangan merupakan salah satu bagian dari Hukum
Ekonomi yang salah satu aspeknya mengatur mengenai kegiatan di bidang Pasar
Modal. Marzuki Usman menyatakan Pasar Modal sebagai pelengkap di sektor
keuangan terhadap 2 (dua) lembaga lainnya yaitu Bank dan Lembaga
Pembiayaan. Pasar Modal merupakan tempat dimana dunia Perbankan dan
Asuransi meminjamkan dananya yang menganggur, dengan perkataan lain, Pasar
Modal merupakan sarana moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat
atau investor) dengan peminjam dana (pengusaha atau pihak emiten). Keberadaan
Pasar Modal menyebabkan semakin maraknya kegiatan ekonomi, sebab
kebutuhan keuangan (Financial Need) pelaku kegiatan ekonomi, baik perushaanperusahaan swasta, individu maupun Pemerintah dapat diperoleh melalui Pasar
Modal. Dalam Undang-Undang Pasar Modal atau disingkat UUPM, selain dimuat
sanksi Perdata dan Sanksi Administrasi, juga dilengkapi dengan sanksi Pidana
yang diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” (Pasal 103 – Pasal 110).
Perumusan sanksi pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal ini dimaksudkan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
untuk mengantisipasi pelanggaran hukum (tindak pidana) Pasar Modal, baik yang
berkualifikasi sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran.
Usaha penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana
pada hakekatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (penegakan
hukum pidana). Namun meskipun telah dikeluarkan Undang-Undang yang
mengatur tentang segala kegiatan di Pasar Modal, masih saja terdapat pihak-pihak
yang tidak mengindahkan peraturan yang ada tersebut. Akan selalu ditemui dalam
kenyataan dilapangan para pelaku di Pasar Modal melakukan kejahatan dan
pelanggaran demi untuk menguntungkan diri sendiri maupun kelompoknya.
Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum
pidana merupakan pula bagian dari kebijakan penegakan hukum (Low
Enforcement Policy). Penegakan hukum pidana yang rasional, terdiri atas tiga
tahap, mencakup tahap formulasi oleh pembentuk Undang-Undang yang terkait
dengan perbuatan pidana berikut sanksinya, tahap aplikasi yang merupakan tahap
penerapan oleh Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, Kejaksaan sebagai
penuntut, dan Kehakiman sebagai aparat yang mengadili dan memutuskan, serta
tahap eksekusi oleh aparat eksekusi. Dalam skripsi ini, maka yang difokuskan
adalah yang berkaitan dengan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana
hukum pidana, khusus pada tahap formulatif dan pada tahap aplikatif.
Walaupun Undang-Undang Pasar Modal telah dilengkapi dengan aturan
pidana dengan ancaman sanksi pidana yang berat, namun kenyataannya masih
saja
ada
pelaku-pelaku
ekonomi
yang
nakal,
seperti
adanya
dugaan
persekongkolan yang dilakukan oleh 7 (tujuh) perusahaan efek, dalam
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
menentukan harga saham yang mengakibatkan anjloknya harga saham dibursa
efek Jakarta (sebagaimana diungkapkan oleh ketua Bapepam di SCTV, pada
tanggal 14 Januari 2004) atau kasus anjloknya harga saham PT. Perusahaan Gas
Negara Tbk. pada bulan Agustus 2006.
Berdasarkan uraian diatas, maka menarik untuk dikaji permasalahan
hukum dari tindak pidana Pasar Modal, sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
B. Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi, untuk mempermudah pembahasan maka terlebih
dahulu dirumuskan permasalahan yang disesuaikan dengan judul yang diajukan,
dimana permasalahan inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan
pembahasan selanjutnya.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka
perumusan masalah diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana di Pasar Modal?
2. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana tindak Pidana Pasar
Modal?
3. Bagaimana bentuk-bentuk sanksi yang dapat diberikan terhadap tindak
pidana di Pasar Modal ?
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat
guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan. Namun berdasarkan
permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
karya tulis ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana di Pasar Modal;
b. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana tindak
Pidana Pasar Modal;
c. Untuk mengetahui bagaimana upaya Penegakan Hukum (Pidana) terhadap
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi,
yang berkaitan dengan Pasar Modal, selama ini;
d. Untuk mengetahui apa-apa saja sanksi-sanksi yang dapat diberikan dan
Penegakan Hukum terhadap tindak pidana di Pasar Modal Indonesia.
2. Manfaat Penulisan
a. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap
perkembangan kegiatan di Pasar Modal Indonesia, khususnya mengenai
penegakan hukum didalam Pasar Modal dalam praktek perekonomian.
Tulisan ini juga diharapkan dapat menambah literatur dan pengetahuan
mengenai keberadaan kepastian hukum didalam di Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
b. Secara praktis adalah memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang
penegakan hukum didalam Pasar Modal dalam praktek perekonomian yang
sangat berpengaruh dalam kegiatan di Pasar Modal, memberikan sumbangan
pemikiran dan pemahaman kepada para pembaca yang berminat untuk
mengetahui tentang Pasar Modal khususnya.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar
Modal”. Sejauh pengamatan dan sepengetahuan penulis, materi yang dibahas
dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun pembahasan dalam skripsi
yang sudah ada terdahulu, sehingga penulis tertarik mengangkat judul diatas serta
permasalahannya sebagai judul dan pembahasan dalam skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Penegakan Hukum
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau
konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan
hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan
penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara
konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana
seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara
berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum
secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhinya hukum materiel
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh
karena itu keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Pada dasarnya ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :
(1) Faktor hukumnya sendiri;
(2) Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum;
(3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
(4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan;
(5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. 7
Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu
proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan
kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu :
a. Tahap Formulasi;
b. Tahap Aplikasi;
c. Tahap Eksekusi;
Dapatlah dikatakan bahwa ketiga tahap kebijakan penegakan hukum
pidana tersebut terkandung didalamnya tiga kekuasaan atau kewenangan, yaitu
kekuasaan Legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legeslatif dalam
menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa
7
Soerjono Seokanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta :
Rajawali Press, 1983), hal. 4-5.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legeslatif ditetapkan sistem
pemidanaan, pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem
kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan
Yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan
Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana.
8
Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif. 9
Penegakan secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan
pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya
diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Undang-Undang adalah
sebagai sarana penegakan hukum yang paling optimal, sebab Undang-Undang
merupakan cerminan dari Pemerintah untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. 10
Dapat ditunjuk pula pengadilan seperti dalam yurisdiksi volunter, dan Kejaksaan
misalnya dengan tugas PAKEM-nya, melakukan penegakan hukum preventif.
Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah
dilakukan ternyata masih juga terdapat usaha pelanggaran hukum. Dalam hal ini
hukum harus ditegakkan secara represif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi
tugas yustisionil.
Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui
berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya,
namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum. Pada tahap pertama,
8
Barda Nawani Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan
Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 30.
9
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, (Yogyakarta;
Pustaka Pelajar, 2005), hal. 111.
10
Padamu Negeri “Optimalisasi Penegakan Hukum di Bidang Tekhnologi Informasi”
(Metro tv : 09 Agustus 2007 Pukul : 20.00 Wib).
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
penegakan hukum represif diawali dari Lembaga Kepolisian, berikutnya
Kejaksaan, kemudian diteruskan ke Lembaga Pengadilan dan berakhir pada
Lembaga Pemasyarakatan.
Penegakan hukum yang berkeadilan sarat dengan landasan etis dan moral.
Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu lebih dari empat
Dasawarsa bangsa ini hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup
dalam intimitas yang tidak sempurna antara sesamanya. Apa yang sesungguhnya
dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan
bangsa ini dalam menata manajemen Pemerintahannya yang berlandaskan hukum.
Penegakan hukum adalah proses yang tidak sederhana, karena di dalamnya
terlibat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan
masing-masing, faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum
suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral dapat dipastikan tujuan hukum
yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud. 11
2. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
barangsiapa yang melakukannya. Marshall mengatakan suatu tindak pidana adalah
perbuatan omisi yang dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan
dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Dalam pengertianpengertian tersebut diatas, unsur kesalahan telah dikeluarkan, sehingga tindak
pidana pada hakekatnya adalah perbuatan saja. Perbuatan di sini kelakuan dan
akibatnya. Kelakuan juga terdiri dari melakukan sesuatu (komisi) dan tidak
melakukan sesuatu (omisi). Dengan demikian, tindak pidana merupakan
perbuatan melakukan sesuatu, perbuatan tidak melakukan sesuatu, dan
menimbulkan akibat, yang dilarang oleh Undang-Undang. 12 Dapat ditegaskan,
sepanjang berkenaan dengan perumusan definisi tindak pidana, pikiran-pikiran
11
M. Husni, Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif,
(Jurnal Equality : 2006), hal. 1.
12
Chairul Huda Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta : Prenada Media, 2005), hal. 28.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
untuk memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana telah menjadi
bagian pembaruan hukum pidana Indonesia, dengan diadopsi dari dalam
Rancangan KUHP.
Pasal 1 ayat (1) KUHP menghendaki penentuan tindak pidana hanyalah
berdasar suatu ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Sekalipun dalam
Rancangan KUHP prinsip ini sedikit banyak di simpangi, tetapi penentuan tindak
pidana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan masih merupakan inti
ketentuan tersebut. Berarti dengan demikian, dapat dikatakan Nullum Crimen Sine
Lege dan Nulla Poena Sine Lege merupakan prinsip utama dari azas legalitas,
sehingga penyimpangan sejauh mungkin dapat dihindari. 13 Suatu tindak pidana
karena isinya berisi rumusan tentang perbuatan yang dilarang dan ancaman pidana
terhadap orang yang melarang aturan atau larangan yang telah ada. Jadi, kedua
rumusan tersebut yaitu tentang dilarangnya suatu perbuatan dan ancaman pidana
bagi pemuatnya, tunduk kepada azas legalitas. Artinya, kedua rumusan tersebut
harus ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam hukum pidana
Indonesia, sebagaimana di negara-negara civil law lainnya, tindak pidana pada
umumnya dirumuskan dalam kodefikasi. Namun walaupun demikian, sejauh ini
tidak terdapat ketentuan dalam KUHP maupun Peraturan Perundang-undangan
lainnya, yang menyebutkan secara terperinci mengenai cara bagaimana
merumuskan suatu tindak pidana.
Tindak pidana pada awalnya berisi mengenai larangan terhadap perbuatan.
Dengan demikian dalam delik omisi , larangan ditujukan kepada tidak diturutinya
13
Ibid hal. 29.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
perintah, berarti dengan kata lain norma hukum pidana berisikan suatu rumusan
tentang perintah untuk melakukan sesuatu. Dalam hal tindak pidana materiel
larangan ditujukan kepada penimbulan akibat.
3. Pengertian Pasar Modal dan Tujuan Pasar Modal
(a) Pengertian Pasar Modal;
Pengertian Pasar Modal sebagaimana pasar pada umumnya yaitu
merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Di sini yang diperjualbelikan
adalah modal atau dana. Jadi Pasar Modal mempertemukan penjual modal atau
dana dengan pembeli modal atau dana yang lazim disebut Investor. Pembeli dana
atau modal adalah mereka, baik perorangan maupun kelembagaan atau badan
usaha yang menyisihkan kelebihan dan atau uangnya untuk usaha yang bersifat
produktif. Sedangkan penjual modal atau dana adalah perusahaan yang
memerlukan dana atau tambahan modal untuk keperluan usahanya. 14
Pengertian modal dapat dibedakan: 1) barang modal (capital goods)
seperti tanah, bangunan, gedung, mesin. 2) modal uang (fund) yang berupa
financial assets. 15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian Pasar Modal
adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan permintaan dana
jangka panjang atau pusat keuangan, bank dan firma yang meminjamkan uang
secara besar-besaran atau pasar atau bursa modal yang memperjualbelikan surat
berharga yang berjangka waktu lebih dari satu tahun. 16
14
Yulfasni, Hukum Pasar Modal, (Jakarta: IBLAM, 2005), hal. 1
M. Irsan Nasarudin & Indra Surya, Op. , Cit, hal.10
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke tiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal. 833.
15
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(b) Tujuan Pasar Modal
Salah
satu
tatanan
hukum
yang
diperlukan
dalam
menunjang
pembangunan ekonomi adalah adanya ketentuan di bidang Pasar Modal yang pada
saat ini berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Dengan lahirnya
Undang-Undang tentang Pasar Modal ini diharapkan Pasar Modal dapat
memberikan
kontribusi
yang
lebih
besar
dalam
upaya
meningkatkan
pembangunan nasional khususnya sasaran pada pembangunan bidang Ekonomi
Indonesia.
Pada
dasarnya
Pasar
Modal
bertujuan
menunjang
pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
dan stabilitas ekonomi nasional kearah yang lebih baik yaitu peningkatan
kesejahteraan rakyat.17 Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal
mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia
usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya,
sedangkan di sisi lain Pasar Modal juga merupakan wahana investigasi bagi
masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah.
Salah satu tujuan dari eksistensi Hukum Pasar Modal adalah agar dapat
mengamankan investasi dari pihak pemodal. Investasi itu sendiri baru dianggap
aman jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
17
C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal,
(Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 38.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
1. Likuidnya efek;
2. Unsur keamana terhadap pokok (prinsipal) yang ditanam;
3. Unsur rentabilitas atau stabilitas dalam mendapatkan return of
invesment. 18
Di negara yang menganut sistem ekonomi pasar, Pasar Modal merupakan
tolak ukur dan kemajuan ekonomi Negara yang bersangkutan, sebab Pasar Modal
dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahan-perusahaan di negara
tersebut. Karena itu sudah sepantasnya Pasar Modal dapat memainkan peranan
penting dalam suatu perkembangn ekonomi di suatu negara.
F. Metode Penelitian
1. Tipe penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang
didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder dan tersier yaitu
inventarisasi peraturan-peraturan yang mengacu kepada norma-norma
yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan 19. Dalam hal ini
berkaitan dengan Pasar Modal, sebagai lembaga dalam melakukan
transaksi jual-beli saham merupakan tempat tejadinya mempertemukan
antara penjual dan pembeli dana. Selain itu juga dipergunakan bahanbahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.
18
19
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 13.
Soryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal. 20.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
2. Jenis data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi:
1) Bahan hukum primer berupa Peraturan Perundang-undangan yaitu
Undang-Undang Pasar Modal, dan Peraturan Perundang-undangan
yang relevan.
2) Bahan hukum sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan
informasi tentang bahan primer berupa tulisan/buku berkaitan
dengan hukum Pasar Modal.
3) Bahan hukum tersier berupa bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus bahasa maupun kamus hukum.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis
menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu
mempelajari dan menganalisis secara sistematis buku-buku, surat kabar, makalah
ilmiah, peraturan-Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam pembahasan Skripsi ini disusun sedemikian rupa,
yang terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab mempunyai sub bab, yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB I.
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas hal-hal yang umum
dalam sebuah tulisan ilmiah yaitu : Latar Belakang, Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG PASAR MODAL
Dalam bab ini yang dibahas adalah : Pengertian Pasar Modal dan
Hukum Pasar Modal, Perkembangan Pasar Modal di Indonesia,
Ruang Lingkup Pasar Modal, Bentuk-bentuk tindak pidana Pasar
Modal, Para Pelaku Dalam Pasar Modal dan Badan Pengawas
Pasar Modal (BAPEPAM).
BAB III
UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG PASAR
MODAL
Dalam bab ini akan dibahas tentang : Pengaturan Tentang Tindak
Pidana Pasar Modal Dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, BAPEPAM Dalam Upaya Penegakan Hukum Di Bidang
Tindak Pidana Pasar Modal, Proses Pemeriksaan Pada Kasus
Tindak Pidana Pasar Modal dan Bentuk Pertanggungjawaban
pidana pada tindak pidana Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV
BENTUK-BENTUK SANKSI TERHADAP TINDAK PIDANA
PASAR MODAL DI INDONESIA.
Dalam bab ini yang akan dibahas adalah tentang : Bagaimana
bentuk-bentuk sanksi dan Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal di
Indonesia.
BAB V
PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir yang merupakan Kesimpulan dan Saran
dari penulis Skripsi ini.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG PASAR MODAL
A. Pengertian Pasar Modal dan Hukum Pasar Modal
Istilah “Pasar Modal” dipakai sebagai terjemahan dari istilah “Capital
market”. Yang berarti suatu tempat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan, merupakan pasar
tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru dikeluarkan. 20
Jadi seperti pasar-pasar lainnya, di pasar juga berkumpul orang-orang
untuk melakukan atau membantu melakukan perdagangan, misalnya dengan
melakukan jual-beli. Dalam hal ini yang diperdagangkan adalah efek yang
bersangkutan. Pasar Modal di negara-negara maju merupakan salah satu lembaga
yang diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara tersebut. Oleh sebab itu
negara atau pemerintah mempunyai alasan untuk ikut mengatur jalannya dinamika
Pasar Modal.
Pasar Modal Indonesia sebagai salah satu lembaga yang memobilisasi
dana masyarakat dengan menyediakan sarana atau tempat untuk mempertemukan
penjual dan pembeli dana-dana jangka panjang yang disebut efek. Pengertian
klasik Pasar Modal diartikan sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat
berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi atau efek-efek pada
umumnya. Dalam Pasar Modal yang diperjualbelikan adalah modal atau dana. 21
20
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 10.
Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, (Yakarta : Ghalia Indonesia,
1990), hal. 9.
21
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Menurut pendapat dari Hugh T. Patrik dan U Tun Wai, sebagaimana
dikutip Abdul Babsith Anwar membedakan tiga arti Pasar Modal, yaitu:
1. Arti luas:
“Pasar Modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang
terorganisir, termasuk bank-bank komersial dan semua
perantara dibidang keuangan, surat berharga/klaim panjang
pendek primer dan yang tidak langsung”.
2. Arti menengah:
“Pasar Modal adalah semua pasar yang terorganisir dan
lembaga-lembaga yang mamperdagangkan warkat-warkat
kredit (biasanya berjangka dari satu tahun) termasuk saham,
obligasi,
pinjaman
berjangka,
hipotik,
dan
deposito
berjangka”.
3. Arti sempit:
“Pasar Modal adalah tempat pasar uang terorganisir yang
memperdagangkan saham dan obligasi dengan menggunakan
jasa makelar dan underwriter”. 22
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan
batasan Pasar Modal yaitu merupakan “Kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
22
Najib A. Gisymar, Insider Trading dalam Transaksi Efek, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 1998), hal. 10.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek”. 23
Pasar
Modal
dapat
memainkan
peranan
penting
dalam
suatu
perkembangan ekonomi di suatu negara. Karena suatu Pasar Modal dapat
berfungsi sebagai: 24
1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan
kedalam kegiatan-kegiatan yang produktif;
2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha
dan pembangunan nasional;
3. Mendorong
terciptanya
kesempatan
berusaha
dan
sekaligus
mencitakan kesempatan kerja;
4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;
5. Memperkokoh beroperasinya finansial market dalam menata sistem
moneter, karena Pasar Modal dapat menjadi sarana “open market
operation” sewaktu-waktu diperlukan oleh bank sentral;
6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang
reasonable;
7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
Karena kegiatan Pasar Modal begitu marak dan complicated, maka sangat
dibutuhkan suatu perangkat hukum yang mengaturnya agar pasar tersebut menjadi
teratur, adil, dan sebagainya. Sehingga kemudian lahirlah apa yang disebut
Hukum Pasar Modal itu (capital market law, securities law).
23
24
Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 11-12.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Sehingga yang merupakan “target yuridis” dari pengaturan hukum
terhadap Pasar Modal pada pokoknya adalah sebagai berikut :
a. Keterbukaan informasi;
b. Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal;
c. Pasar yang tertib dan modern;
d. Efisiensi;
e. Kewajaran;
f. Perlindungan investor. 25
B. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Pasar Modal bagi masyarakat Indonesia bukanlah suatu yang baru, sebab
Pasar Modal telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Adapun alasan
didirikannya Pasar Modal adalah untuk mendapatkan dana dalam rangka
membiayai pembangunan perekonomian, khususnya yang berkaitan dengan
pembangunan perkebunan milik Belanda secara besar-besaran di Indonesia. Pasar
Modal Indonesia mulai didirikan pada saat Indonesia masih merupakan jajahan
Belanda. Sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia dapat dibagi dalam
beberapa periode. Pembagian tersebut dimaksudkan karena ada hal-hal yang
khusus yang terjadi dalam periode perkembangannya, baik dilihat dari sisi
peraturan maupun dari sisi ekonomi, bahkan juga dari sisi politik dan keamanan.
25
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 13.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Adapun periode yang dimaksud adalah sebagai berikut: 26
1. Periode permulaan (1878-1912);
2. Periode pembentukan bursa (1912-1925);
3. Periode awal kemerdekaan (1925-1952);
4. Periode kebangkitan (1952-1977);
5. Periode kebangkitan kembali (1977-1987);
6. Periode deregulasi (1987-1995);
7. Periode kepastian hukum (1995-sekarang)
8. Periode menyongsong independensi BAPEPAM.
Pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto secara resmi membuka
kembali Pasar Modal yang ditandai dengan go public-nya PT. Semen Cibinong.
Namun sebelum pengaktifan kembali Pasar Modal Indonesia pemerintah
membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), yang diserahi tugas
mengurus Pasar Modal. 27 Substansi dari pengaftikan kembali Pasar Modal ini
dilandasi kebutuhan akan dana untuk melaksanakan pembangunan yang dirasakan
semakin meningkat. Diharapkan melalui Pasar Modal dunia usaha dapat
memperoleh sebagian atau seluruhnya pembiayaan jangka panjang yang mereka
perlukan. Pada akhirnya pengaktifan Pasar Modal bermaksud untuk memeratakan
hasil pembangunan melalui pemilikan saham-saham perusahaan, serta turut ambil
peranan dalam menyediakan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan bekerja.
Di
Indonesia
hukum
Pasar
Modal
berkembang
sesuai
dengan
perkembangan Pasar Modal itu sendiri. Dan sebagaimana diketahui bahwa
26
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 62.
Jasso Winarto, Pasar Modal Indonesia (Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ),
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 31.
27
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
gemerlapnya Pasar Modal baru dimulai di Indonesia di sekitar tahun 1988. maka
sejak itu pulalah hukum Pasar Modal mulai menampakkan “taringnya”. Tahun
1993 Pasar Modal Indonesia mulai terlihat semarak kembali, terlebih lagi setelah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang
dirasakan lebih menjamin kepastian hukum terhadap pelaku Pasar Modal untuk
melakukan kegiatan di Pasar Modal. Undang-Undang ini dilengkapi dengan
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal dan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata
Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Kemudian ada beberapa Keputusan
Menteri dan seperangkat peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam yang
jumlahnya lebih kurang dari 150 buah peraturan. 28
Salah satu hal yang perlu dicermati dalam Undang-Undang Pasar Modal
adalah diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada Bapepam
sebagai pengawas. Undang-Undang ini dengan tegas mengamanatkan kepada
Bapepam untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap
kejahatan yang terjadi di bidang Pasar Modal. Selain itu, Bapepam merupakan
Self Regulation Organization (SRO) yang menjadikan Bapepam mudah untuk
bergerak dan menegakkan hukum sehingga menjamin kepastian hukum. Hal
tersebut pada gilirannya, diharapkan akan memajukan Bursa Efek di Indonesia.
Namun, kenyataannya masih berkata lain Pasar Modal Indonesia belumlah
mendapatkan kepercayaan dari publik Internasional sebagai Pasar Modal yang
aman bagi investor.
28
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 73.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Perkembangan suatu Pasar Modal di pengaruhi oleh partisipasi yang aktif,
baik dari perusahan yang menjual sahamnya (go public) maupun investor serta
pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan Pasar Modal. 29 Ini berarti bahwa
tanpa adanya partisipasi yang aktif dari perusahaan yang potensial untuk go
public, tidak adanya investor yang bergairah untuk menanamkan dananya dalam
surat berharga, dan kurang efektifnya lembaga-lembaga penunjang Pasar Modal,
maka suatu Pasar Modal tidak akan berkembang dengan baik. Tetapi dengan
adanya partipasi yang aktif dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kegiatan
Pasar Modal, tanpa disertai dengan kualitas dan prilaku yang baik dan rasa
tanggung jawab sosial yang besar, akan mengakibatkan perkembangan yang
kurang baik bagi Pasar Modal.
30
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk menjual
sahamnya atau go public adalah : 31 prospek dunia usaha, yang merupakan faktor
penting bagi perusahaan untuk merencanakan tingkat kegiatan yang akan
dilakukan, daya tarik untuk go public, dan persyaratan go public.
Selama tahun 2003, Pasar Modal mengalami peningkatan yang
ditunjukkan dengan naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan indeks
harga obligasi masing-masing sebesar 63% dan 66% yang menunjukkan bahwa
peranan Pasar Modal sebagai alternatif sumber pembiayaan dan investasi mulai
29
Panji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Semarang: Rineka Cipta,
2001), hal. 97.
30
Ibid.
31
Ibid.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
pulih. Namun demikian, pertumbuhan tersebut masih perlu diwaspadai karena
masih tingginya risiko kredit dan risiko Refinancing Obligasi. 32
Selain itu, valuasi produk Pasar Modal tersebut masih belum sepenuhnya
mencerminkan nilai fundamentalnya. Kondisi demikian menjadi tantangan bagi
pengembangan Pasar Modal di masa mendatang agar tidak menjadi sumber
instabilitas di sektor keuangan. Semakin terintegrasinya produk dan transaksi
dalam sistem keuangan, termasuk Pasar Modal, menjadikan perhatian Bank
Indonesia terhadap perkembangan pasar tersebut sangat tinggi.
33
Hal ini disebabkan permasalahan yang terjadi di Pasar Modal dapat
berpengaruh secara sistemik pada sistem keuangan secara keseluruhan. Secara
umum, dapat digambarkan bahwa peranan Pasar Modal dalam pasar keuangan
menjadi semakin penting. Pada tahun 2003, pangsa total pembiayaan yang
dikeluarkan Pasar Modal terhadap total pembiayaan lembaga keuangan
mengalami peningkatan sebesar 5% dibanding tahun sebelumnya. Meningkatnya
keterkaitan tersebut menunjukkan semakin pentingnya keberadaan Pasar Modal
sebagai pelengkap sumber pembiayaan usaha.
34
Selama 2003, kondisi investasi di Indonesia masih dianggap memiliki
risiko relatif tinggi bagi investor dan pemeringkat internasional. Hal ini tercermin
dari relatif tingginya Yield Spread Sovereign terbitan Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Namun demikian, seiring dengan
membaiknya kondisi makro ekonomi selama tahun 2003, tingkat kepercayaan
32
Bapepam, Masterplan Pasar Modal 2005-2009, www.bapepam.go.id/old/arsip/master_plan.pdf. dikunjungi tanggal 11 April 2007.
33
Ibid.
34
Ibid.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
terhadap perekonomian Indonesia semakin meningkat seperti tercermin dari
perbaikan
peringkat
Indonesia
oleh
beberapa
lembaga
pemeringkat
international. 35
Akibatnya, selama tahun 2003 tersebut terjadi peningkatan arus modal
yang dibawa investor asing terutama dalam bentuk investasi portofolio di Pasar
Modal Indonesia. Kondisi Pasar Modal yang membaik tersebut telah memberikan
banyak peluang bagi perbankan dan korporasi dalam melakukan investasi dan
memperoleh alternatif sumber pembiayaan. 36
Namun tantangan kedepan tidaklah kecil, terutama dengan adanya inovasiinovasi produk keuangan, kemajuan teknologi informasi yang dapat melahirkan
persoalan hukum yang sering terkait dengan yurisdiksi negara lain dan dunia
internasional.
Disamping
itu
masalah-masalah
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan Pasar Modal kita adalah: 37
a. Masyarakat kita kadang-kadang sangat permisif terhadap pelanggaran
yang terjadi di Pasar Modal;
b. Penerapan prinsip disclosure dan transparency yang keliru dapat
menyebabkan perlakuan tidak adil kepada pemodal;
c. Pelaksanaan bisnis yang tidak berorientasi pasar atau didasarkan
kepada pertemanan semata (friendship driven) telah
melahirkan
musibah di Pasar Modal;
35
Ibid.
Ibid.
37
I Putu Gede Ari Suta, Menuju Pasar Modal Modern, (Jakarta: Yayasan Sad Satria
Bakti, 2000), tanpa halaman.
36
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
d. Lemahnya sistem hukum yang ada terutama terkait dengan pasar
keuangan akan mengganggu penerapan sistem pasar dan menurunkan
kredibilitas Pasar Modal Indonesia di dunia internasional.
C. Ruang Lingkup Pasar Modal
Pada prinsipnya hukum Pasar Modal mengatur segala segi yang berkenaan
dengan Pasar Modal. Jadi ruang lingkupnya relatif luas. Antara lain
pengaturannya tentang hal-hal sebagai berikut: 38
1. Pengaturan tentang perusahaan, misalnya:
a. Disclousure Requirement;
b. Perlindungan pemegang saham minoritas.
2. Tentang surat berharga Pasar Modal;
3. Pengaturan tentang adaministrasi pelaksanaan Pasar Modal, yaitu
meliputi:
a. Tentang perusahaan yang menawarkan surat berharga;
b. Tentang profesi dalam Pasar Modal;
c. Tentang perdagangan surat berharga.
Setelah mengetahui pengertian Pasar Modal, kiranya perlu dikemukakan
beberapa klasifikasi dari pada Pasar Modal yakni sebagai berikut: 39
1. Dari sudut pandang para pemakai dana, terdapat berbagai pihak terlibat
dalam kegiatan Pasar Modal.
38
Munir Fuady,Op. , Cit, hal. 12.
Panji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Pasar Modal (Keberadaannya dan Manfaatnya
bagi Pembangunan), (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 9.
39
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Dengan
adanya
membutuhkannya,
maka
dana
yang
instrumen
tersedia
bagi
menjembatani
pihak-pihak
antara
mereka
yang
yang
membutuhkan dana dengan para penanam modal (investor).
Di negara maju seperti Amerika Serikat, permintaan akan dana-dana pada
umumnya berasal dari 5 (lima) kategori pemakai, yakni perorangan perusahaan,
dunia usaha, pemerintah federal, pemerintah negara bagian, dan para peminjam
asing. Di Indonesia, kategori tersebut dapat dibagi atas 3 kelompok, yakni
perorangan, pemerintah (dalam hal ini pemerintah pusat), dan perusahaan (dunia
usaha). 40
Perorangan pada hakekatnya bertempu pada suatu pasar jangka panjang
guna membelanjai real estate dan berbagai transaksi usaha (business
transactions). Dunia usaha pada umumnya, dalam menghadapi kebutuhan dana
memiliki dua sumber atau cara pemecahan lain disamping memanfaatkan aktivitas
dunia perbankan dan asuransi, yakni pasar bagi pinjaman jangka pendek dan
jangka panjang (note and bond market) dan pasar bagi sahan-saham perusahaan
(the market for corporate stock).
Pemerintah menutup kebutuhan dananya dengan mengeluarkan kertas
perbendaharaan negara (Treasury Securities) dan obligasi negara dalam jangka
menengah dan jangka panjang yang biasanya diterbitkan pada pasar perdana dan
diperjualbelikan secara bebas di Bursa.
Berbagai macam cara penarikan dana-dana oleh kelima kelompok pemakai
dana masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung dari
40
Ibid. hal. 10.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam hal ini, tentu saja menghasilkan
tingkat bunga dan hasil penanaman yang berbeda pula. Dengan demikian,
memerlukan pemilihan yang benar-benar tepat agar kebutuhan keuangan
(financial needs) dapat tercapai secara memuaskan.
2. Dari sudut pandang instrumen yang ditawarkan melalui Pasar Modal,
yakni apakah instrumen merupakan utang menengah atau jangka
panjang atau instrumen modal perusahaan.
Di Amerika Serikat, jenis-jenis intrumen yang diperjualbelikan di Pasar
Modal terdiri dari surat-surat utang (notes) perorangan maupun perusahaan,
obligasi badan usaha, obligasi negara (pemerintah), dan saham-saham perusahaan.
3. Dari sudut jatuh temponya instrumen yang diperdagangkan di Pasar
Modal.
Sebagaimana diketahui, transaksi surat-surat berharga yang telah jatuh
temponya dalam waktu kurang dari satu tahun dilakukan dalam pasar uang
(money market) atau pasar dana-dana jangka pendek (short term market).
Sehingga bagi dana-dana jangka menengah (intermediate term fund) dan
jangka panjang (long term fund), perdagangannya dilakukan di Pasar Modal. 41
Meskipun kedua pasar tersebut tidak dapat dibedakan begitu saja. Oleh karena
rumitnya permasalahan baik pada Pasar Modal maupun pada pasar uang, maka
terdapat faktor-faktor lain yang sulit untuk dibedakan secara teliti, menyeluruh
dan lengkap.
41
Ibid. hal. 11.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
4. Dari sudut pandang tingkat sentralisasi. Bahwa ruang lingkup suatu
Pasar Modal ternyata mencakup permasalah yang cukup luas dan
tersebar.
Suatu Pasar Modal adalah sarana bagi dunia perbankan dan asuransi guna
meminjamkan
dana-dananya
yang
menganggur
(idle),
sarana
untuk
memperjualbelikan saham atau obligasi suatu perusahaan., sarana bagi pemerintah
untuk menjual obligasi negara (di Amerika Serikat), sarana investasi bagi pemodal
seperti perorangan, rumah tangga dan sebagainya. 42
Di Indonesia sejalan dengan pemerintah mengaktifkan kembali Pasar
Modal, yakni khususnya sebagai sarana pemerataan pendapatan melalui pemilikan
saham-saham perusahaan yang go public, maka perlu memikirkan karakteristik
Pasar Modal ini. Tingkat sentralisasi yang dijalankan oleh Bapepam dihubungkan
dengan tujuan khususnya dalam rangka pemerataan pendapatan mutlak,
memerlukan adanya Pasar Modal wilayah dan lokal, oleh karena secara geografis
luas wilayah Republik Indonesia tidak memungkinkan berjalannya fungsi sentral
tanpa kelengkapan lembaga atau institusinya. Misalnya, saat ini hal tersebut
dirasakan belum mendesak dihubungkan dengan kemampuan menabung dari
masyarakat dan belum tumbuh kembangnya terhadap penawaran investasi bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara khususnya dalam masa
pembangunan sekarang ini.
42
Ibid.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
5. Dari sudut pandang transaksinya, suatu transaksi Pasar Modal yang
dilakukan oleh para pemodal dan pemakai dana terjadi dalam suatu
pasar yang sifatnya terbuka (open market) dan tidak langsung.
Hal tersebut merupakan karakteristik dari Pasar Modal dimana para
pembeli dan penjual diwajibkan menggunakan jasa para perantara pedagang efek
(brokes) ataupun agen-agen penjual (dealers) yang berfungsi sebagai perantara
pemasaran surat-surat berharga (marketing intermediaries) yang diperjualbelikan
di Pasar Modal. Jadi, berbeda dengan transaksi-transaksi yang dijalankan oleh
lembaga keuangan perbankan ataupun non-bank, dimana transaksi berlangsung
secara langsung dan pribadi (direct and personal). 43
6. Di dalam mekanisme Pasar Modal dikenal adanya penawaran pada
pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder/bursa (secondary
market). Hal tersebut menimbulkan perbedaan antara transaksi pada
pasar perdana dengan transaksi pada pasar sekunder atau bursa.
Di Indonesia, harga-harga suatu efek (saham/obligasi) pada pasar perdana
dirundingkan bersama oleh penjamin emisi dan perusahaan yang menerbitkannya
dan setelah mendapatkan persetujuan dari Bapepam ditetapkan sebagai harga
penawaran umum (offering price) pada masa penawaran umum atau harga
perdana. Sedangkan transaksi pada pasar sekunder atau bursa berlaku harga atau
kurs efektif yang dibentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap
suatu jenis efek.
43
Ibid. hal. 12.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
D. Para Pelaku Dalam Pasar Modal
Tidak seperti pasar-pasar biasa, Pasar Modal sangat hiruk-pikuk dan penuh
dengan berbagai macam pelaku pasar. Masing-masing dengan prosedur kerja,
tugas, kewenangan, hak dan tanggung jawab yuridis sendiri-sendiri. Karena itu,
Pasar Modal sekaligus hukum yang mengaturnya sebenarnya merupakan refleksi
dari eksistensi suatu pasar yang canggih dan complicated. Tidak ada pasar lain di
dunia ini yang begitu banyak macam dan model para pelakunya seperti yang
terdapat pada Pasar Modal.
Hal ini mudah dipahami berhubung mobilitas perputaran uang di Pasar
Modal sangat besar jumlahnya. Dalam waktu beberapa detik saja, milyaran dolar
dapat ditarik dari suatu negara lewat wahana Pasar Modal itu. Maka ibarat kata
orang bijak, dimana ada gula di situ banyak semut, maka berduyun-duyunlah
orang datang ke Pasar Modal dengan berbagai peranan yang dimainkannya, atau
bahkan mereka datang hanya sekedar berspekulasi dengan nasibnya dengan
melakukan investasi di Pasar Modal tersebut.
Mereka-mereka yang merupakan pelaku dalam Pasar Modal tersebut dapat
disebutkan sebagai berikut: 44
1. Perusahan publik
Perusahaan publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki
sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal
disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar Rupiah) atau suatu
44
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 38-39.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
jumlah pemegang saham dan modal setor yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. 45
Ada sedikit perbedaan antara emiten dengan perusahaan publik. Kalau
emiten sudah pasti perusahaan publik karena telah memenuhi persyaratan sebagai
perusahaan publik dilihat dari jumlah pemegang saham dan modal minimal yang
disetor. Emiten melakukan penawaran umum dan sahamnya aktif diperdagangkan
di Bursa (secondary market), sedangkan perusahaan publik belum tentu dapat
dikategorikan sebagai emiten. Karena perusahaan publik belum tentu melakukan
penawaran umum atau listing di Bursa. 46
2. Bapepam
Bapepam merupakan badan pengawas Pasar Modal yang bertujuan
mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, efisien, serta
melindungi kepentingan pemodal serta masyarakat. Pembinaan, pengaturan, dan
pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh badan pengawas
Pasar Modal yang selanjutnya disebut dengan Bapepam. 47
3. Bursa Efek
Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem
dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek pihak-pihak
lain dengan tujuan memperdagangkan Efek diantara mereka. 48 Pada saat ini
terdapat dua Bursa Efek di Indonesia, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) , dan Bursa
Efek Surabaya (BES). Kedua bursa tersebut harus bisa menciptakan kondisi yang
45
Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 155.
47
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
48
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
46
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
bisa mendorong perusahaan efek yang menjadi anggotanya, untuk melayani dan
mendahulukan pemodal sehingga pada akhirnya dapat merangsang minat pemodal
melakukan investasi dengan aman, efisien, dan terjangkau.
Bursa Efek diwajibkan untuk mengembangkan sistem pengendalian intern,
terutama dalam pengawasan perdagangan
yang
efektif,
dengan tujuan
menghindari timbulnya manipulasi harga dan mendeteksi informasi orang
dalam. 49
4. Lembaga Kliring dan Penjaminan
Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan
jasa Kliring dan Penjaminan penyelesain transaksi Bursa. 50 Peranan Lembaga
Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah untuk melaksanakan Kliring dan menjamin
penyelesaian transaksi. Fungsi ini dilaksanakan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI). Transaksi yang terjadi di Bursa Efek dikliringkan oleh LKP
secara terus-menerus sehingga dapat ditentukan hak dan kewajiban Bursa yang
melaksanakan transaksi. Di samping melaksanakan fungsi Kliring, LKP juga
menjamin penyelesaian transaksi di Bursa yang pelaksanaannya dilakukan dengan
menempatkan LKP sebagai counterpart dari anggota Bursa yang melaksanakan
transaksi. 51
5. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Lembaga
Penyimpanan
dan
Penyelesaian
adalah
pihak
yang
menyelenggarakan kegiatan Kustodian Sentral Bagi Bank Kustodian, Perusahaan
49
50
51
I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal. 193.
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal 196.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Efek, dan pihak lain. 52 Saat ini fungsi Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
(LPP) dilaksanakan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Jasa
Kustodian yang diberikan oleh LPP harus mampu memberikan pelayananan
secara menyeluruh termasuk pembagian hak atas efek seperti deviden dan saham
bonus, proses administrasi atas segala kegiatan yang dilakukan oleh emiten yang
terkait dengan kepentingan pemegang rekening seperti RUPS, penyerahan dana
dan efek atas instruksi pengguna jasa, administrasi pinjam-meminjam efek, dan
pemindahan efek dari dan kepenitipan kolektif. 53
6. Reksa Dana
Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana
dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek
oleh Manajer Investasi. 54
Ada dua bentuk Reksa Dana, yang kedua-duanya diperkenanakan dalam
sistem hukum Indonesia, yaitu:
1. Reksa Dana berbentuk perseroan (mutual company), yang terdiri dari:
a. Reksa Dana terbuka (open end);
b. Reksa Dana tertutup (closed end).
2. Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (hanya berbentuk
Reksa Dana Terbuka). 55
7. Perusahaan Efek.
52
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal 194.
54
Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
55
Munir Fuady, Op. Cit. , hal. 107.
53
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Perusahaan Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin Emisi efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi. 56
Oleh karena hubungan diantara Perusahaan Efek dan Penasehat Investasi dan
Nasabah, maka pemberian jasa oleh Perusahaan Efek atau Penasehat Investasi
harus dilakukan secara profesional. Untuk itu Perusahaan Efek dilarang:
a. Menggunakan
pengaruh
atau
mengadakan
tekanan
yang
bertentangan dengan kepentingan nasabah;
b. Mengungkapkan nama atau kegiatan nasabahnya, kecuali diberi
instruksi secara tertulis oleh nasabahnya atau diwajibkan menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
c. Mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengungkapkan
fakta material kepada nasabahnya mengenai kemampuan usaha dan
atau keadaaan keuangannya;
d. Merekomendasikan kepada nasabahnya untuk membeli atau
menjual
efek
tanpa
memberitahukan
adanya
kepentingan
Perusahaan Efek atau Penasehat Investasi dalam efek tersebut;
e. Membeli atau memiliki efek untuk rekening perusahaan efek itu
sendiri atau untuk rekening pihak terafiliasi jika terdapat kelebihan
permintaan beli dalam penawaran umum dalam hal perusahan efek
tersebut bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek atau agen
56
Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
penjualan, kecuali pesanan pihak yang tidak terafiliasi telah
terpenuhi seluruhnya. 57
8. Wakil Perusahaan Efek
Wakil Perusahaan Efek adalah wakil dari pihak yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek atau Manajer
Investasi.
9. Penjamin Emisi Efek
Penjamin Emisi Efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten
untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa
kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
58
10. Penasehat Investasi
Penasehat Investasi adalah pihak yang memberikan nasehat kepada pihak
lain mengenai penjualan dan pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. 59
11. Manajer Investasi
Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola
Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif
untuk kelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank
yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. 60
12. Lembaga Penunjang Pasar Modal
Lembaga Penunjang Pasar Modal terdiri dari:
a. Kustodian
Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa Penitipan Efek dan
harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk
menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
57
I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal. 193.
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
59
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
60
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
58
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi
nasabahnya. 61
b. Biro Administrasi Efek
Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak
dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan
pembagian hak yang berkaitan dengan efek. 62
c. Wali Amanat
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang
efek yang bersifat utang. 63 Wali amanat dapat mewakili
kepentingan para pemegang efek yang bersifat utang, secara
independen ditetapkan bank umum sebagai pihak yang dapat
menyelenggarakan perwaliamanatan, karena mempunyai usaha
yang luas. Tetapi, sebagai antisipasi terhadap perkembangan Pasar
Modal, dimungkinkan pihak lain, selain bank umum, untuk
melakukan kegiatan sebagai wali amanat berdasarkan peraturan
pemerintah.
13. Profesi Penunjang Pasar Modal
Profesi Penunjang Pasar Modal terdiri dari:
a. Akuntan;
Akuntan berperan dalam mengungkapkan informasi keuangan
perusahaan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran atas
data yang disajikan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan
61
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
63
Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
62
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan
standar akutansi yang berlaku umum. Tanpa mengurangi ketentuan
yang ada, Bapepam dapat menentukan standar akutansi yang
berlaku umum. 64
b. Konsultan Hukum;
Konsultan Hukum merupakan ahli dalam bidang hukum yang
memberikan pendapat hukum mengenai emisi dan emiten atau
pihak lain yang terkait dengan kegiatan Pasar Modal. Untuk itu
profesi ini mempunyai fungsi untuk memberikan pendapat dari
segi hukum (legal opinion) mengenai keadaan emiten. Konsultan
Hukum harus memberika pendapat mengenai: 65
1. Anggaran dasar emiten beserta perubahannya;
2. Izin usaha emiten;
3. Bukti pemilikan/penguasaan harta emiten;
4. Perikatan emiten dengan pihak lain;
5. Perkara baik perdata maupun pidana yang menyangkut
emiten maupun pengurusnya.
c. Penilai;
Peranan perusahaan penilai sebagi salah satu profesi penunjang
Pasar Modal cukup menentukan di Pasar Modal, karena lembaga
ini berperan dalam menentukan nilai wajar dari harta milik
64
65
I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal. 204.
Ibid, hal. 206-207.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
perusahaan. Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi
investor didalam mengambil keputusan investasi.
d. Notaris;
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta
otentik sebagai mana dimaksud dalam staatblad 1860 No. 3 tentang
Peraturan Jabatan Notaris. 66
e. Profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
E. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pasar Modal
Kebijakan formulatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) diatur
dalam BAB XV tentang “Ketentuan Pidana” (Pasal 103 – Pasal 110). Pembagian
atau pengelompokkan jenis Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) dalam BAB XV
dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal. Jika dilihat berdasarkan kualifikasi deliknya, menurut
ketentuan Pasal 110, Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) terdiri dari 2 (dua)
kelompok atau jenis tindak pidana, antara lain yaitu :
1. Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) yang berupa “Kejahatan Pasar Modal”
(KPM).
A. PASAL 103 AYAT (1) :
Kejahatan Pasar Modal yang diatur dalam Pasal ini pada intinya berupa
“melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan atau
pendaftaran” sebagaimana diatur dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal
66
Ibid, hal. 206.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50 dan Pasal 64. Jadi ada 9
(sembilan) Kejahatan Pasar Modal (KPM) dalam kelompok Pasal 103 ayat
(1) ini yang seluruhnya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana
penjara maksimum 5 (lima) tahun dan denda Rp 5.000.000.000,- (Lima
Miliar Rupiah). Ke-9 (sembilan) Kejahatan Pasar Modal (KPM) itu, ialah :
(1) Pasal 6 :
Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai bursa efek tanpa izin usaha
dari Bapepam.
(2) Pasal 13 :
Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kliring dan
Penjaminan atau sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
tanpa izin usaha dari Bapepam.
(3) Pasal 18 :
Menjalankan usaha Reksa Dana tanpa izin usaha dari Bapepam.
(4) Pasal 30 :
Melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek tanpa izin usaha
dari Bapepam.
(5) Pasal 34 :
Melakukan kegiatan sebagai Penasihat Investasi tanpa izin dari
Bapepam.
(6) Pasal 43 :
Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian tanpa persetujuan
Bapepam.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(7) Pasal 48 :
Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro Administrasi Efek
tanpa izin usaha dari Bapepam.
(8) Pasal 50 :
Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali Amanat yang tidak
terdaftar di Bapepam.
(9) Pasal 64 :
Profesi Penunjang Pasar Modal (Akuntan, Konsultan Hukum, Penilai,
Notaris, Profesi lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah) yang
melakukan kegiatan tanpa terlebih dahulu terdaftar di Bapepam. 67
Menurut ke-9 (sembilan) Pasal diatas, persyaratan dan tata cara perizinan,
persetujuan dan pendaftaran itu diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP),
Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1995. Sebab masalah perizinan, persetujuan dan pendaftaran lebih bersifat
administratif, maka Kejahatan Pasar Modal (KPM ini merupakan tindak pidana
administratif.
B. PASAL 104 :
Kejahatan Pasar Modal (KPM) dalam Pasal ini diklasifikasikan sebagai
pelanggaran oleh “setiap pihak” terhadap 7 (tujuh) Pasal dalam BAB XI
tentang “Penipuan, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam”.
Yaitu diatur didalam Pasal 90, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal
97 ayat (1) dan Pasal 98. Jadi ada 7 (tujuh) Kejahatan Pasar Modal (KPM)
67
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
dalam kelompok Pasal 104 ini yang seluruhnya diancam dengan pidana
kumulatif berupa pidana maksimum 10 (sepuluh) tahun dan denda
Rp 15.000.000.000,- (Lima belas Miliar Rupiah). Ke-7 (tujuh) Kejahatan
Pasar Modal (KPM) itu ialah :
(1) Pasal 90 :
Melanggar ketentuan Pasal 90, yaitu secara langsung atau tidak
langsung :
(a) Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana
dan atau cara apapun;
(b) Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain;
(c) Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material
atau tidak mengungkapkan fakta yang meteriel agar pernyataan
yang dibuat tidak menyesatkan keadaan yang terjadi pada saat
pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain dengan
tujuan mempenaruhi Pihak lain untuk membeli atau mensual efek
itu.
(2) Pasal 92 :
Melanggar ketentuan dari Pasal 92 yaitu :
(a) Melakukan 2 (dua) transaksi efek atau lebih, baik secara langsung
maupun tidak langsung;
(b) Sehingga menyebabkan harga efek di Bursa tetap, naik atau turun;
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(c) Dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual
atau menahan efek.
(3) Pasal 93 :
Melanggar ketentuan dari Pasal 93 yaitu :
(a) Membuat pernyataan atau memberikan keterangan tidak benar atau
meyesatkan sehingga mempengaruhi harga di Bursa Efek;
(b) Dan pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan pihak
yang bersangkutan :
(1) Mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan
tersebut
secara
material
tidak
benar
atau
menyesatkan atau;
(2) Tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran
materiel dari pernyataan atau keterangan tersebut.
(4) Pasal 95 :
Melanggar ketentuan dari Pasal 95 yaitu :
(a) Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai
informasi orang dalam, melakukan pembelian atau penjualan atas
efek :
(1) Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
(2) Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten
atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(5) Pasal 96 :
Melanggar ketentuan dari Pasal 99 yaitu :
Orang dalam sebagaimana dimaksud Pasal 95 :
(a) Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas efek dimaksud; atau
(b) Memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun
yang patut diduganya dapat menggunakan informasi
dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas
efek.
(6) Pasal 97 ayat (1) :
Melanggar ketentuan dari Pasal 97 ayat (1) yaitu :
Pihak yang memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam
secara melawan hukum, melanggar larangan dalam Pasal 95 dan
Pasal 96.
(7) Pasal 98 :
Melanggar ketentuan dari Pasal 98 yaitu :
Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai
Emiten atau Perusahaan publik, melakukan transaksi efek atau Emiten
atau Perusahaan Publik tersebut.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
C. PASAL 106
Kejahatan Pasar Modal (KPM) menurut ketentuan Pasal 106 ini terdiri dari
2 (dua) tindak pidana, yaitu :
(1) Pelanggaran
terhadap
Pasal
70
yang
diancam pidana
maksimum 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda Rp
15.000.000.000,- (Lima belas Miliar Rupiah ) [Pasal 106 ayat
(1)]. Dimana menurut ketentuan Pasal 70 yang dapat
melakukan penawaran umum aníllala Emiten yang telah
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk
menawarkan atau menjual Efek kepada masyarakat dan
Pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif. Jadi yang
merupakan Kejahatan Pasar Modal (KPM) ialah :
(a) Emiten yang melakukan “penawaran umum” (yaitu
kegiatan penawaran efek kepada masyarakat sesuai
peraturan yang berlaku), padahal :
(1) Emiten
itu
Belum
menyampaikan
pernyataan
pendaftaran kepada Bapepam; dan
(2) Pernyataan Pendaftaran itu Belum aktif.
(2) Pelanggaran
maksimum
terhadap
3
(tiga)
Pasal
73
tahun
yang
diancam pidana
penjara
dan
denda
Rp 5.000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah) [Pasal 106 ayat (2)].
Menurut ketentuan Pasal 73, setiap perusahaan Publik wajib
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam. Jadi,
yang merupakan Kejahatan Pasar Modal (KPM) ialah :
(a) Perusahaan Publik yang tidak menyampaikan Pernyataan
Pendaftaran kepada Bapepam.
D. PASAL 107
Kejahatan Pasar Modal (KPM) yang dirumuskan dalam Pasal 107 ini
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
(1) Menghilangkan,
memusnahkan,
menghapuskan,
mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak
(termasuk Emiten dan Perusahaan Publik) yang memperoleh izin,
persetujuan, atau pendaftaran;
(2) Perbuatan pada sub a itu dilakukan dengan sengaja bertujuan untuk
menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam.
Kejahatan Pasar Modal (KPM) menurut ketentuan Pasal 107 diancam
dengan pidana maksimum 3 (tiga) tahun penjara dan denda Rp 5.000.000.000,(Lima Miliar Rupiah).
2. Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) yang berupa “Pelanggaran Pasar Modal”
(PPM).
A. PASAL 103 AYAT (2)
Pelanggaran Pasar Modal (PPM) dalam Pasal ini berupa Pelanggaran
terhadap Pasal 32, yaitu :
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(1) Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai Wakil Penjamin Emisi
Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi
tanpa memperoleh izin dari Bapepam.
Pelanggaran Pasar Modal (TPM) diatas diancam dengan pidana
maksimum 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000,- (satu
Miliar Rupiah)
B. PASAL 105
Pelanggaran Pasar Modal (TPM) dalam Pasal 105 ini berupa pelanggaran
terhadap Pasal 42 yang dilakukan oleh Manager Investasi dan atau Pihak
terafiliasinya, yaitu :
(1) Menerima imbalan ( dalam bentuk apapun), baik langsung maupun
tidak langsung, yang dapat mempengaruhi Manajer Investasi itu untuk
membeli atau menjual efek untuk Reksa Dana.
Delik dalam Pasal 106 ini diancam pidana pidana maksimum 1 (satu)
tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000,- (satu Miliar Rupiah).
C. PASAL 109
Pelanggaran Pasar Modal (TPM) dalam Pasal ini “Tidak mematuhi atau
menghambat pelaksanaan Pasal 100”, yaitu yang berkaitan dengan
kewenangan Bapepam dalam melakukan Pemeriksaan terhadap setiap
Pihak yang diduga melakukan/terlibat dalam pelanggaran terhadap
Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaanya.
Patut dicacat, bahwa Pasal 100 ayat (4) juga memuat larangan bagi
pegawai Bapepam atau pihak lain yang ditunjuk Bapepam untuk
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
melakukan pemeriksaan agar tidak memanfaatkan informasi untuk diri
sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperolehnya kepada pihak
manapun selain dalam rangka mencapai tujuan, Bapepam atau jika
diharuskan oleh Undang-Undang lainnya. Pelanggaran terhadap ketentuan
inipun, dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana Pelanggaran Pasar
Modal (TPM) menurut Pasal 109.
Ancaman pidana maksimum untuk delik dalam Pasal 109 ini ialah pidana
maksimum 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000,- (satu
Miliar Rupiah).
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB III
UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG PASAR MODAL
Sebagai landasan upaya penegakan hukum yang dapat menjawab segala
tuntutan masyarakat, hukum yang dipergunakan haruslah hukum yang bersifat
responsif, jika tidak maka hukum tersebut seolah akan kehilangan rohnya, dimana
roh dari hukum itu adalah moral dan keadilan. 68 Reformasi hukum, haruslah
melihat kembali pada tatanan moralitas yang hidup, tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat, perkembangan hukum tercermin dalam tipe-tipe hukum yang
dikembangkan oleh penguasa negara melalui 3 (tiga) tipe perkembangan hukum.
Pertama, hukum responsif, kedua, hukum otonom dan yang ketiga adalah hukum
represif.
Penegakan hukum yang konsisten terhadap seluruh pelaku Pasar Modal
diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran maupun kejahatan di Pasar
Modal. Hal ini pada gilirannya diharapkan dapat menggairahkan iklim investasi
bagi investor baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk menanamkan
modalnya di Pasar Modal Indonesia.
A. Pengaturan Tindak Pidana Pasar Modal Dalam UU No. 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal
Pasar modal disamping sebagai sumber pembiayaan dunia usaha juga
merupakan wahana investasi bagi masyarakat pemodal, sehingga melalui pasar
modal potensi dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan
68
M. Husni, Op. , Cit. hal. 3
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
menjadi suatu kekuatan yang nyata bagi peningkatan kemakmuran rakyat yang
bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Agar dana masyarakat yang tidak produktif dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan
nasional. 69
Pada tahun 1952 telah ada Undang-Undang Nomor 15 tahun 1952 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat tentang Bursa sebagai Undang-Undang.
Namun karena dianggap sudah tidak tidak sesuai lagi dengan kondisi dan
perkembangan kehidupan yang terus berkembang mengikuti perkembangan dunia,
maka Undang-Undang tersebut dicabut dan diganti dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Didalam Undang-Undang baru inilah
segala bentuk perbuatan di bidang Pasar Modal diatur, Undang-Undang ini adalah
dasar dalam bertindak dalam Pasar Modal.
Didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ini,
mengenai tindak pidana dalam Pasar Modal diatur dalam dalam BAB XV
mengenai “Ketentuan Pidana”. Dimana dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal diatur didalam Pasal 103 – Pasal 110. Didalam Pasal-Pasal
tersebut disebutkan apa saja yang menjadi ruang lingkup tindak pidana dalam
bidang Pasar Modal itu, karena pada dasarnya tindak pidana di bidang Pasar
Modal terbagi atas 2 (dua) secara garis besar, yaitu yang pertama tindak pidana
yang berupa kejahatan, tentang tindak pidana yang berupa kejahatan didalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 diatur dalam Pasal 103 ayat (1), Pasal 104,
69
I Nyoman Tjager, Pokok-Pokok UUPM dan Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Jakarta
Institut Finansial, 1997), hal. 1.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Pasal 106 dan Pasal 107. Dan yang kedua adalah tindak pidana yang berupa
pelanggaran, dimana didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 mengenai
tindak pidana di bidang Pasar Modal yang berupa pelanggaran diatur dalam Pasal
103 ayat (2), Pasal 105 dan Pasal 109. Perlu diketahui pula, bahwa menurut Pasal
108, ketentuan pidana dalam Pasal 103 sampai Pasal 107 juga dapat berlaku bagi
para pihak yang secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi pihak lain
untuk melakukan pelanggaran terhadap Pasal-Pasal yang dimaksud sebelumnya.
Ini berarti pelanggaran Pasal 108 juga dapat berupa tindak pidana kejahatan dan
dapat berupa pelanggaran.
Didalam Pasal-Pasal tersebut diataslah pengaturan mengenai tindak pidana
Pasar Modal diatur, dengan demikian dengan adanya pengaturan mengenai tindak
pidana di bidang Pasar Modal diharapkan semua pihak yang bergerak dibidang
Pasar Modal akan merasa dan berfikir kalau ada peraturan yang melindungi
kegiatan mereka dari kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi diluar
perkiraan sebelumnya.
Keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal,
yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 1996, diharapkan dapat
memberikan jaminan kepada perkembangan iklim pasar modal yang kondusif, ini
tercermin dari sasaran yang ingin dicapai oleh Undang-Undang Pasar Modal
Nomor 8 Tahun 1995 itu sendiri yaitu Pertama, menciptakan kerangka hukum
yang kokoh dibidang pasar modal; Kedua, meningkatkan transparansi dan
menjamin perlindungan terhadap masyarakat pemodal; Ketiga, meningkatkan
profesionalisme pelaku pasar modal; Keempat, menciptakan sistem perdagangan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
yang aman, efisien dan likuid; Kelima, membuka kesempatan berinvestasi bagi
pemodal kecil. 70
B. Bapepam Dalam Upaya Penegakan Hukum di Bidang Tindak Pidana
Pasar Modal
Landasan hukum dibentuknya Bapepam adalah berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 52 Tahun 1976, BAB III, Pasal 8-15 yang berbunyi sebagai
berikut : untuk melakukan pengendalian dan melaksanakan Pasar Modal sesuai
dengan kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah, dibentuk Badan
Pelaksana Pasar Modal (Bapepam). Bapepam adalah suatu badan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Fungsi dan tugas Bapepam di samping sebagai pengawas Pasar Modal juga
melakukan fungsi penyelenggara bursa sejak diaktifkannya kembali Pasar Modal
Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1977. Oleh karenanya, dulu disebut dengan
Bapepum (Badan Pengawas Pasar Uang dan Modal). 71
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan keluarnya Keputusan Presiden
Nomor 53 Tahun 1990 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548 Tahun
1990, dualisme fungsi Bapepam dihapus, sehingga Bapepam menjadi bbadan
Pengawas Pasar Modal yang hanya memfokuskan pada fungsi pengawasan dan
pembinaan Pasar Modal. Dengan fungsi ini, Bapepam dapat mewujudkan tujuan
70
71
Ibid, hal. 2-4.
M. Irsan Nasarudin & Indra Surya, Op. , Cit, hal. 115.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
penciptaan kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, efisien serta melindungi
kepentingan pemodal dan masyarakat. 72
Pelaksanaan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari di dalam
kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang
selanjutnya disebut dengan nama Bapepam. Bapepam berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Mengingat Pasar Modal
merupakan sumber pembiayaan dunia usaha serta sebagai wahana investasi bagi
para pemodal yang memiliki peranan dan strategi untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional, maka kegiatan Pasar Modal perlu mendapatkan
pengawasan agar dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. 73
Oleh karena hal tersebut, secara operasional Bapepam diberi kewenangan
dan kewajiban untuk membina, mengatur dan mengawasi setiap pihak yang
melakukan kegiatan di Pasar Modal. Dimana pengawasan tersebut dapat
dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik upaya yang bersifat preventif
maupun upaya dalam bentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan
maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyelidikan dan pengenaan
sanksi.
Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan
Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan
pemodal dan masyarakat.
72
E. A. Koetin, Pasar Modal Indonesia Retropeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1997), hal. 89.
73
C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op. , Cit, hal. 57.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Bapepam adalah lembaga regulator dan pengawas Pasar Modal, Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merupakan palang pintunya hukum Pasar
Modal. Dimana lembaga ini merupakan benteng sekaligus ujung tombak dalam
melakukan Law Enforcement dari kaidah-kaidah hukum Pasar Modal. Oleh
karena itu, apakah Pasar Modal akan menjadi lebih baik, lebih aman, adil dan
tertib atau sebaliknya semakin kacau, karena dipenuhi trik-trik dan tipu muslihat
dari para aktor Pasar Modal dan spekulan yang beringas dan penuh nafsu, itu
semua tergantung bagaimana Bapepam tersebut membawa diri.
Termasuk kerapihan sistem yang ada di Bapepam, kejelasan aturan main,
dan yang paling penting obsesi, visi dan kesigapan orang-orang yang duduk di
Bapepam itu sendiri. 74 Bapepam dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
pengawas kegiatan Pasar Modal pada kenyataanya masih kurang efektif. Bapepam
dalam menyikapi dan menindaklanjuti kasus bursa terkadang tidak berani,
Bapepam masih terkesan ragu-ragu dalam mengambil tindakan terhadap
terjadinya pelanggaran di Pasar Modal.
Kemungkinan lainnya adalah tidak berfungsinya secara efektif Penyidik
Bapepam yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri, yang diakibatkan
minimnya pengalaman. Hal ini diperburuk dalam masalah klasik di Indonesia
yaitu penegakan hukum, adanya hubungan yang “terlalu dekat” dengan
tersangka. 75
74
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 116-120.
Firoz Gafar, Civil Remedy : Denda Efektif Bagi Pelanggar Hukum di Bursa?, dalam
Jurnal Hukum dan Pasar Modal Volume II/Edisi 3, April-Juli 2006, (Jakarta : HKHPM, 2006),
Hal. 26.
75
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Struktur Organisasi Bapepam telah mengalami beberapa perubahan
menyesuaikan kebutuhan perkembangan dan dinamika yang terjadi. Struktur
organsasi Bapepam yang terakhir saat ini berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor : 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Struktur Organisasi
Bapepam terdiri dari 1 jabatan eselon I, 8 jabatan eselon II, 31 jabatan eselon III,
dan 92 jabatan eselon IV. Namun struktur organisasi Bapepam selalu terbuka
untuk mengalami penyesuaian mengikuti perkembangan zaman. Berikut ini
struktur organisasi Bapepam :
76
Tabel 2
Struktur Organisasi BAPEPAM
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Sekretaris BAPEPAM
membawahi 5 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Perencanaan dan Teknologi Informasi
2. Kepala Bagian Organisasi dan Sumber Daya Manusia
3. Kepala Bagian Keuangan
4. Kepala Bagian Informasi Pasar Modal
5. Kepala Bagian Umum
76
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 121-122.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Kepala Biro Perundangan dan Bantuan Hukum
membawahi 4 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Perundang-undangan
2. Kepala Bagian Penetapan Sanksi
3. Kepala Bagian Bantuan Hukum
4. Kepala Bagian Bina Profesi Hukum
Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
membawahi 4 Kepala Bagian
1. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Transaksi dan Lembaga Efek
2. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Pengelolaan Investasi
3. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan
Publik
4. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Internasional
Kepala Biro Pengelolaan Investasi dan Riset
membawahi 4 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Bina Reksa Dana
2. Kepala Bagian Bina Manajer Investasi dan Penasihat Investasi
3. Kepala Bagian Bina Wali Amanat dan Penilai
4. Kepala Bagian Riset
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek
membawahi 4 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Bina Lembaga Bursa Efek
2. Kepala Bagian Bina Perusahaan Efek
3. Kepala Bagian Bina Wakil Perusahaan Efek
4. Kepala Bagian Pengawasan Transaksi Efek
Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
membawahi 3 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Usaha Jasa Keuangan
2. Kepala Bagian Usaha Jasa Properti, Real Estaste, dan Perhotelan
3. Kepala Bagian Usaha Jasa Perdagangan, Perhubungan, dan Pariwisata
Kepala Biro Penilai Keuangan Perusahaan Sektor Riil
membawahi 3 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Usaha Aneka Industri
2. Kepala Bagian Usaha Industri Dasar dan Farmasi
3. Kepala Bagian Usaha Pertambangan dan Agribisnis
Kepala Biro Akuntansi dan Keterbukaan
membawahi 4 Kepala Bagian:
1. Kepala Bagian Penyusunan dan Pengembangan Standar Akuntansi
2. Kepala Bagian Penyusunan dan Pengembangan Standar Pemeriksaan
3. Kepala Bagian Penyusunan dan Pengembangan Standar Keterbukaan
4. Kepala Bagian Bina Akuntan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Dari struktur organisasi Pasar Modal, fungsi Bapepam merupakan
komponen yang memegang peranan penting terhadap kemajuan Pasar Modal di
Indonesia. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 3 Undang-Undang Pasar
Modal yaitu “Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar
Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut
Bapepam”. Kunci keberhasilan tugas Bapepam tersebut antara lain sejauh mana
produk Bapepam (pembinaan, pengaturan dan pengawasan) mampu memuaskan
para konsumennya, baik internal yaitu antar unit kerja di lingkungan Bapepam
maupun eksternal yaitu pelaku-pelaku Pasar Modal. Dalam upaya memuaskan
para konsumennya, maka penting dilakukan penerapan sistem kualitas oleh
Bapepam, yang meliputi perencanaan kualitas, pengendalian kualitas dan
peningkatan kualitas.
Mengingat Pasar Modal merupakan salah satu sumber
pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta
memiliki perananan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, kegiatan
Pasar Modal perlu mendapat pengawasan agar Pasar Modal dapat berjalan secara
teratur, wajar, efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat
(UUPM Pasal 4).
Untuk itu Bapepam diberi kewenangan luar biasa (karena meliputi
kewenangan untuk membuat peraturan, melakukan Pemeriksaan dan Penyidikan
menjatuhkan sanksi administratif dan denda) dan kewajiban untuk membina
mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal.
Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan dan arahan maupun
secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan pengenaan sanksi. 77
Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memberikan
kedudukan kepada Bapepam sebagai lembaga yang “banci” dan “ambivalensi”, 78
dimana disatu sisi dipundak Bapepam dibebankan tugas yang luar biasa besar,
tetapi dilain sisi kedudukan Bapepam secara lembaga birokrasi justru sangat kecil.
Yakni hanya salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Bapepam
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. 79 Inilah yang menjadi
salah satu penyebab mengapa Bapepam dalam menjalankan tugasnya sering
terkesan ragu-ragu dan tidak tuntas.
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1995
tentang
Pasar
Modal
memformulasikan kedudukan dan fungsi Bapepam secara multiformasi, yaitu
secara :
a. Pengaturan Umum
Secara umum, Undang-Undang Pasar Modal menegaskan kewenangan dan
tugas Bapepam sebagai :
1) Lembaga Pembina;
2) Lembaga pengatur;
3) Lembaga pengawas.
Ketiga kewenangan tersebut haruslah dilaksanakan oleh Bapepam dengan
tujuan agar terciptanya suatu Pasar Modal yang teratur, wajar, efisien dan
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Sementara itu
77
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 280.
Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 116.
79
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995.
78
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai lembaga pengawas dapat
dilakukan secara :
1) Preventif, yakni dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan dan
pengarahan, dan;
2) Represif, yakni dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan
penerapan sanksi-sanksi.
Fungsi Bapepam seperti tersebut, apabila dapat dilaksanakan dengan benar
sebenarnya memang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Pasar Modal
secara global. Sebab yang disebut dengan Otoritas Pasar Modal, seperti juga di
USA, selalu mempunyai tiga (3) fungsi utama, yaitu:
1) Fungsi Rule Making. Dalam hal ini Otoritas Pengawas dapat membuat
aturan-aturan main untuk Pasar Modal. Fungsinya seperti ini disebut
juga sebagai fungsi Quasi Legislative Power. Jadi merupakan
kewenangan Legislatif;
2) Fungsi Adjudicatory. Ini merupakan fungsi otoritas pengawas untuk
melakukan fungsinya sebagai Quasi Judicial Power. Jadi merupakan
kewenangan judisial seperti yang dilakukan oleh suatu badan
peradilan. Termasuk ke dalam fungsi ini misalnya mengadili dan
memecat atau mencabut izin ataupun melarang pihak-pihak pelaku di
Pasar Modal untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan–kegiatan di
Pasar Modal;
3) Fungsi Investigatory-Enforcement. Fungsi ini membuat otoritas
mempunyai wewenang investigasi dan enforcement. Dan ini dilakukan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
dengan memberikan kepada Bapepam kewenangan penyelidikan dan
penyidikan, yang membuatnya menjadi semacam polisi khusus.
b. Pengaturan Terperinci
Pengaturan tentang kewenangan Bapepam secara terperinci dapat di
temukan dalam Pasal 5 Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995,
yaitu sebagai berikut:
1) Memberikan izin usaha kepada para pelaku Pasar Modal dalam hal ini
kepada:
a) Bursa
Efek,
Lembaga
Kliring
dan
Penjamin,
Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek,
Penasehat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;
b) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi;
c) Persetujuan bagi Bank Kustodian.
2) Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang Pasar Modal (notaris,
konsultan hukum, akuntan, penilai) dan Wali Amanat;
3) Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara komisaris dan/atau direksi serta menunjuk manajemen
sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris
dan/atau direktur yang baru;
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
4) Menetapkan persyaratan dan prosedur pernyataan pendaftaran serta
menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan
pendaftaran;
5) Melakukan Pemeriksaan dan Penyidikan terhadap setiap pihak dalam
hal terjadinya peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap
Undang-Undang Pasar Modal atau Peraturan Perundang-undangan
pelaksanaan lainnya;
6) Mewajibkan setiap pihak yang bersangkutan untuk:
a) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang
berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
b) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi
akibat yang timbul dari iklan atau promosi tersebut;
7) Melakukan pemeriksaan terhadap:
a) Setiap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam;
b) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan
Undang-Undang ini;
8) Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud
dalam point (7) tersebut di atas;
9) Mengumumkan hasil pemeriksaan;
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
10) Guna
kepentingan
pemodal,
membatalkan
dan
membekukan
pencatatan suatu efek pada Bursa Efek atau menghentikan transaksi
Bursa atas efek tertentu untuk jangka waktu tertentu;
11) Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat;
12) Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, atau Lembaga
Penyimpanan
dan
Penyelesaian
serta
memberikan
keputusan
membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
13) Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan
dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
14) Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar
Modal;
15) Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknik atas
Perundang-undangan Pasar Modal atau peraturan pelaksananya;
16) Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain dari Surat Pengakuan
Utang, Surat Berharga Komersil, Saham, Obligasi, Tanda Bukti Utang,
Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif, Kontrak Berjangka atas
Efek dan setiap Derivatif dari efek;
17) Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang
Pasar Modal.
2) Pengaturan Secara Sporadis
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Selain dari kewenangan Bapepam seperti yang telah disebutkan di atas,
yakni kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan terperinci, masih ada
lagi kewenangan Bapepam lain yang tersebar secara sporadis baik diberikan
oleh Undang-Undang Pasar Modal yang pada prinsipnya merupakan
penegasan atau pengejawantahan lebih lanjut dari kewenangan Bapepam
seperti tersebut di atas. 80
Sebagai salah satu bentuk konkretisasi dari peran Bapepam sebagai
lembaga pengawas adalah kewenangan Bapepam untuk melakukan pemeriksaan.
Yakni pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat
dalam pelanggaran terhadap perUndang-Undang ini dan peraturan pelaksananya.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mengolah
data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh pemeriksa untuk membuktikan
ada atau tidaknya pelanggaran atas Perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
Maka dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku lembaga pemeriksa
tersebut, Bapepam melakukan hal-hal sebagai berikut :81
(1) Meminta keterangan dan/atau konfirmasai dari pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Perundangundangan di Pasar Modal atau pihak lain jika dianggap perlu;
(2) Mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam
pelanggara terhadap Perundang-undangan di bidang Pasar Modal
untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu;
80
81
Munir Fuady, Loc. cit.
Munir Fuady,Op. , Cit, hal. 121.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(3) Memeriksa dan/atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan,
dan/atau dokuman lain, baik milik pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran Perundang-undangan di bidang Pasar
Modal, ataupun pihak lain jika dianggap perlu;
(4) Menentukan syarat dan/atau mengizinkan pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perundangundagan di bidang Pasar Modal untuk melakukan tindakan tertentu
yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul.
Suatu pemeriksaan oleh Bapepam baru dapat dilakukan jika: 82
(a) Terdapat laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tertentu
tentang adanya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan di
bidang Pasar Modal;
(b) Tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak-pihak
yang memperoleh perizinan, persetujuan atau pendaftarn dari Bapepam
atau pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan
kepada Bapepam, atau
(c) Terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas Perundangundangan di bidang Pasar Modal.
Dalam PP No. 46 Tahun 1995 (vide Pasal 12 ayat (3)) juga ditentukan
tentang kewenangan pemeriksa dalam hal melakukan tugas pemeriksaan, yaitu
sebagai berikut: 83
82
83
Ibid, hal. 122.
Ibid, hal. 125.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(1) Dapat meminta keterangan, konfirmasi, dan atau bukti yang
diperlukan, baik dari pihak yang diperiksa ataupun dari pihak-pihak
lainnya;
(2) Dapat memerintahkan pihak yang diperiksa untuk melakukan atau
tidak melakukan kegiatan tertentu;
(3) Dapat memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen pendukung
lainnya;
(4) Sepanjang diperlukan, dapat meminjam atau membuat salinan atas
catatan pembukuan, dan atau dokumen lainnya;
(5) Dapat memasuki tempat atau ruang tertentu yang diduga merupakan
tempat penyimpanan catatan, pembukuan, dan atau dokumen lainnya;
(6) Dapat memerintahkan pihak yang diperiksa untuk mengamankan
catatan, pembukuan, dan atau dokumen lainnya yang berada dalam
tempat atau ruangan sebagaimana tersebut diatas.
Selanjutnya apabila ada bukti-bukti tentang telah terjadinya suatu tindak
pidana, maka pemeriksan dapat terus dilanjutkan, tetapi dengan kewajiban bagi
pihak pemeriksa untuk membuat laporan kapeda Ketua Bapepam mengenai
diketemukannya bukti permulaan tersebut. Sehingga kemudian Ketua Bapepam
dapat menetapkan dimulainya proses penyelidikan. 84
Salah satu kewenangan Bapepam yang cukup spektakuler adalah
kewenangannya untuk melakukan penyidikan di Pasar Modal. Kewenangan
penyidik ini juga merupakan pengenjawantahan dari peran Bapepam sebagai suatu
84
Ibid, hal. 126.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
lembaga pengawas. Kewenangan penyidikan ini dapat digunakan oleh Bapepam
apabila menurut pendapatnya telah terjadi pelanggaran terhadap Perundangundangan di bidang Pasar Modal, yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan
Pasar Modal atau kepentingan masyarakat.
Maka dalam hal ini, sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP, oleh
Undang-Undang Pasar Modal diberikanlah wewenang khusus sebagai penyidik
terhadap pejabat Pegawai Negeri tertentu di lingkungan Bapepam. Mereka inilah
yang dalam praktek sering disebut sebagai Polisi Khusus (Polsus), yang memang
dimungkinkan oleh KUHAP. Pasal 6 ayat (1) huruf b dari KUHAP menentukan
bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat diberi wewenag khusus oleh
Undang-Undang untuk menjadi penyidik.
Kedudukan dan kewenangan sebagai lembaga penyidik bukanlah
“terusan” dari kedudukannya sebagai lembaga Pemeriksa, melainkan merupakan
kewenangan yang mandiri. Karena itu, dapat saja Bapepam langsung
menggunakan kewenangan penyidikan (jika ada alasan untuk itu) tanpa harus
sebelumnya melakukan tindakan yang tergolong ke dalam kewenangaan
pemeriksaan.
Selanjutnya, kewenangan penyidikan dari Bapepam ini dapat terperincikan
sebagai berikut: 85
(1)
Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal;
85
Ibid, hal. 127-128.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(2)
Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindakan pidana di bidang Pasar Modal;
(3)
Melakukan penelitian terhadap pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal;
(4)
Memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti
dari setiap pihak yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam
tindak pidana di bidang Pasar Modal;
(5)
Melakukan pemeriksaan di setiap barang bukti pembukuan, catatan,
dan dokumen lain berkenanan dengan tindak pidana di bidang Pasar
Modal;
(6)
Melakukan kegiatan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang
diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat
dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pasar
Modal;
(7)
Memblokir pada Bank atau lembaga keuangan lain dan pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar
Modal;
(8)
Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang Pasar Modal;
(9)
Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan;
(10) Mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh
keterangan dari Bank tentang keadaan keuangan dari tersangka pada
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Bank sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di bidang
perbankan;
(11) Memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan KUHAP.
(12) Meminta bantuan aparat hukum lainnya.
C. Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Pasar Modal
Agar kegiatan di bidang Pasar Modal dapat dilaksanakan secara teratur,
wajar dan efisien, serta agar masyarakat pemodal dapat terlindungi dari praktek
yang merugikan dan tidak sejalan dengan ketentuan Perundang-undangan di
bidang Pasar Modal, Bapepam mempunyai kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam
pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 86
Tujuannya adalah untuk menjamin agar pemeriksaan tersebut dapat terlaksana
dengan lancar dan tertib dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban dari
Pihak yang diperiksa, perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah tentang tata cara
pemeriksaan sebagai Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995 tentang tata
cara pemeriksaan di bidang Pasar Modal ditetapkan pada tanggal 30 Desember
1995 diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 87 dan
Penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3618.
86
C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op. , Cit, hal. 235
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Berkenaan dengan Pemeriksaan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal pada Pasal 100 menegaskan :
“Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap UndangUndang ini atau peraturan pelaksanannya”
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan fungsi sebagai Badan Pengawas terhadap
segala kegiatan di Pasar Modal, Bapepam perlu diberikan kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga telah, sedang, atau
mencoba melakukan atau menyuruh, turut serta, membujuk atau membantu
melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya, maka dengan kewenangan ini Bapepam dapat mengumpulkan
data, informasi dan atau keterangan lain yang dibutuhkan sebagai barang bukti
atas pelanggaran terhadap Undang-Undang ini atau peraturan pelaksanaannya.
Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1),
Bapepam dapat meminta keterangan dan atau konfirmasi, serta memeriksa
catatan, pembukuan dan atau dokumen lain dari pihak yang diduga melakukan
atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang dan atau peraturan
pelaksanaannya ataupun pihak lain apabila dianggap perlu.
Disamping itu, Bapepam dapat memerintahkan dapat memerintahkan
diberhentikannya suatu kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap UndangUndang dan atau peraturan pelaksanaannya, seperti memerintahkan Emiten atau
Perusahaan Publik untuk menghentikan pemuatan iklan dalam media massa yang
memuat informasi yang dapat menyesatkan. Sebaliknya Bapepam dapat
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
memerintahkan dilakukannya suatu kegiatan tertentu apabila dipandang dan
dianggap perlu untuk mengurangi kerugian yang timbul dan atau mencegah
kerugian lebih lanjut, seperti mewajibkan Emiten atau Perusaan Publik untuk
memperbaiki iklan yang dimuat dalam media massa. Bapepam dapat pula
menetapkan syarat dan atau mengizinkan dilakukannya penyelesaian tertentu atas
kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap
Undang-Undang dan atau Peraturan Pelaksanaannya. 87
Data, informasi, bahan dan atau keterangan lain yang dikumpulkan dalam
rangka pemeriksaan tersebut dapat digunakan oleh Bapepam untuk menetapkan
sanksi
administrasi.
Apabila
Bapepam
menetapkan
untuk
meneruskan
pemeriksaan yang lakukan ke tahap penyidikan, data, informasi, bahan dan atau
keterangan lain tersebut dapat digunakan sebagai bukti awal dalam tahap
penyelidikan.
Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam adalah untuk
membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran yang terjadi atas Peraturan
Perundang-undangan dibidang Pasar Modal. Pemeriksaan dilakukan oleh
Bapepam apabila :
a. Adanya laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari Pihak tentang adanya
pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan dibidang Pasar Modal;
b. Tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilakukan oleh Pihak-pihak yang
memperoleh perizinan, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam atau
pihak yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam;
87
Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
c. Terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas Peraturan
Perundang-undangan dibidang Pasar Modal. 88
Pemeriksaan oleh Bapepam dilakukan dengan berpedoman pada norma
pemeriksaan yang menyangkut pemeriksa, pelaksanaan pemeriksaan, dan pihak
yang diperiksa. Yang dimaksud dengan “Norma Pemeriksaan” dalam Pasal 20
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 adalah ketentuan-ketentuan yang
mengatur hal-hal yang berkaitan antara pemeriksa dengan pihak yang diperiksa
dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan. 89 Norma pemeriksaan yang wajib untuk
dipatuhi baik oleh pemeriksa maupun oleh pihak yang diperiksa, agar pelaksanaan
pemeriksaan dapat terlaksana dengan lancar dan tertib. Norma pemeriksaan yang
menyangkut pemeriksa antara lain sebagai berikut :
a. Pemeriksa harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa serta dilengkapi
dengan Surat Perintah Pemeriksaan dari Ketua Bapepam pada waktu
melakukan pemeriksaan;
Tanda Pengenal Pemeriksa dalam Pasal 20 ini diperlukan agar
pemeriksaan dilakukan hanya oleh Pemeriksa yang berwenang. Surat
Perintah Pemeriksaan diperlukan agar pemeriksaan hanya ditujukan
terhadap Pihak yang diperiksa yang namanya tercantum dalam Surat
Perintah Pemeriksaan. Sebelum pemeriksaan dimulai , Pemeriksa wajib
memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah
Pemeriksaan kepada Pihak yang akan diperiksa.
88
89
Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam hal Pemeriksa tidak memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat
Perintah Pemeriksaan, atau apabila identitas Pemeriksa yang tercantum dalam
Tanda Pengenal Pemeriksa tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat
Perintah, Pihak yang akan diperiksa berhak untuk menolak pemeriksaan.
a. Peraturan tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada pihak
yang diperiksa;
b. Pemeriksa memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat
Perintah Pemeriksaan kepada Pihak yang diperiksa;
c. Pemeriksa menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Pihak
yang akan diperiksa;
d. Pemeriksa wajib membuat laporan hasil pemeriksaan;
e. Pemeriksa dilarang memberitahukan kepada Pihak lain yang tidak
berhak segala sesuatu yang diketahui atau apa yang diberitahukan
kepadanya oleh pihak yang diperksa dalam rangka pemeriksaan. 90
Ketentuan ini tidak membatasi kewenangan Bapepam untuk mengumumkan hasil
pemeriksaan.
Norma pemeriksaan yang menyangkut pelaksanaan Pemeriksaan adalah
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan hanya dapat dilakukan oleh lebih dari 1 (Satu) orang
Pemeriksa;
90
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
b. Pemeriksaan dilakukakan di Kantor Pemeriksa, di Kantor atau pabrik atau
di tempat usaha atau ditemapt tinggal atau ditempat lain yang diduga ada
kaitannya dengan pelanggaran yang terjadi;
c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam dan hari kerja dan dapat dilanjutkan
di luar jam kerja dan hari kerja, jika dipandang perlu;
d. Hasil pemeriksaan diwujudkan dalam laporan hasil pemeriksan;
e. Hasil pemeriksaan yang disetujui Pihak yang diperiksa, dibuatkan surat
pernyataan tentang persetujuannya dan ditandatangani oleh yang
bersangkutan; 91
Norma pemeriksaan yang menyangkut Pihak yang diperiksa adalah
sebagai berikut :
a. Pihak yang diperiksa berhak meminta kepada Pemeriksa untuk
memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal
Pemeriksa;
b. Pihak yang diperiksa berhak meminta kepada Pemeriksa untuk
memberikan penjelasan tentang maksud dan tujua pemeriksan;
c. Pihak yang diperiksa menandatangani surat pernyataan persetujuan tentang
hasil pemeriksaan. 92
Pelaksanaan pemeriksaan terhadap Pihak yang diperiksa didasarkan pada
pedoman
pemeriksaan
yang
meliputi
pedoman
pemeriksaan,
pedoman
pelakasanaan pemeriksaan dan pedoman laporan pemeriksaan. Yang dimaksud
dengan “Pedoman Pemeriksaan”
91
92
dalam Pasal ini adalah suatu kaidah yang
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
memuat batasan-batasan yang harus dipenuhi pemeriksa mengenal sifat, ruang
lingkup dan isi laporan pemeriksaan. 93
Pedoman umum pemeriksaan mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Pemeriksaan
dilaksanakan
oleh
Pemeriksa
yang
telah
mendapat
pendidikan tekhnis yang cukup dan dapat menggunakan keahliannya
secara cermat dan seksama serta memiliki keterampilan sebagai
Pemeriksa;
b. Pemeriksa harus bekerja dengan jujur, wajar, bertanggung jawab, penuh
pengabdian serta wajib menghindarkan diri dari tindakan yang merugikan
kebebasan bertindak yang selayaknya sebagai pemeriksa yang baik;
c. Laporan pemeriksaan harus dibuat oleh Pemeriksa secara cermat dan
seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. 94
Pedoman pelaksanaan pemeriksaan mengatur mengenai hal-hal sebagai
berikut :
a. Pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan dengan persiapan sebaikbaiknya, juga dengan memperhatikan tujuan pemeriksaan, serta harus ada
pengawasan dan bimbingan yang seksama terhadap Pemeriksa;
b. Ruang lingkup pemeriksaan ditentukan berdasarkan tingkatan petunjuk
yang diperoleh yang harus dikembangkan dengan bukti yang kuat dan
berkaitan melalui pencocokan, pengamatan, tanya jawab, dan data-data;
93
94
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
c. Kesimpulan harus didasarkan pada bukti yang berkaitan dengan lingkup
pemeriksaan dan berlandaskan pada ketentuan Peraturan Perundangundangan di bidang Pasar Modal. 95
Pedoman laporan pemeriksaan mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam menyusun laporan pemeriksaan, Pemeriksa wajib memperhatikan :
b. Sifat dari pelanggaran;
1) Bukti atau petunjuk adanya pelanggaran;
2) Pengaruh atau akibat dari pelanggaran;
3) Ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal
yang dilanggar;
4) Hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan.
c. Laporan pemeriksaan disusun secara jelas, terinci, dan ringkas serta
memuat ruang lingkup yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan;
d. Uraian dan kesimpulan didukung oleh alasan dan bukti yang cukup
tentang ada atau tidaknya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan
di bidang Pasar Modal. 96
Tata cara pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam adalah melalui
beberapa tahapan proses pemeriksaan, yaitu antara lain :
(1) Pemeriksaan dimulai setelah memperoleh penetapan Ketua Bapepam;
(2) Penetapan Ketua Bapepam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikeluarkan, setelah disusun program pemeriksaan yang sekurangkurangnya memuat :
95
96
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
a. Tujuan Pemeriksaan;
b. Ruang lingkup pemeriksaan;
c. Saat dimulainya pemeriksaan.
(3) Dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa dapat :
a. Meminta keterangan yang diperlukan dari pihak yang diperiksa dan
atau pihak lain yang diperlukan untuk kepentigan pemeriksaan;
b. Memerintahkan Pihak yang diperiksa untuk melakukan atau tidak
melakukan kegiatan tertentu;
c. Memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen pendukung
lainnya;
d. Meminjam atau membuat salinan atas/catatan pembukuan, dan atau
dokumen lainnya sepanjang diperlukan;
e. Memasuki tempat atau ruangan tertentu yang diduga merupakan
tempat menyimpan catatan, pembukuan dan atau dokumetn
lainnya;
f. Memerintahkan Pihak yang diperiksa untuk mengamankan catatan,
pembukuan dan atau dokumen lainnya yang berada dalam tempat
atau ruangan sebagaimana dimaksud dakam huruf e, untuk
kepentingan pemeriksaan. 97
Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan, pihak yang diperiksa atau wakil
kuasanya tidak ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilangsungkan
sepanjang ada Pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak
97
Pasal 12 ayat (1–4) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
selaku yang mewakili Pihak yang diperiksa, terbatas untuk hal yang boleh
dilakukannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk diulang pada
kesempatan yang berikutnya. Sebagai upaya pengamanan, maka sebelum
pemeriksaan ditunda, Pemeriksa dapat memerintahkan Pihak yang diperiksa untuk
melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf f
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
Untuk mencegah agar pembukuan, catatan dan atau dokumen lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan Pihak yang diperiksa tidak dirusak, dimusnahkan,
diganti, dipalsukan, dipindahtangankan dan sebagainya, maka sebelum Pemeriksa
meninggalkan tempat atau ruangan Pihak yang diperiksa, Pemeriksa dapat
memerintahkan kepada pihak yang diperiksa agar melakukan pengamanan
terhadap dokumen-dokumen tersebut untuk kepentingan proses pemeriksaan.
Ketentuan ini juga dapat diberlakukan terhadap wakil, atau kuasa, atau Pihak yang
dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Pihak
yang diperiksa. Apabila pada saat dilanjutkan pemeriksaan kembali setelah
dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud yang dimaksud pada Pasal 13 ayat
(1) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995, pihak yang diperiksa atau wakil
atau kuasanya tidak juga ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dilaksanakan
dengan terlebih dahulu meminta pegawai Pihak yang diperiksa untuk membantu
kelancaran pemeriksaan.
Dalam hal Pihak yang diperiksa atau wakil atau kuasanya menolak atau
menghambat pelaksanaan pemeriksaan, maka terhadap pihak yang bersangkutan
wajib menandatangani Surat Pernyataan menolak atau atau menghambat
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
pemeriksaan. Kemudian dalam hal pihak yang diperiksa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 untuk
membantu atau menghambat kelancaran pemeriksaan, maka terhadap pihak yang
bersangkutan wajib menandatangani Surat Pernyataan Menolak membantu atau
menghambat kelancaran pemeriksaan. Dalam hal terjadi penolakan para pihak
yang bersangkutan untuk menandatangani surat pernyataan menolak atau
menghambat pemeriksaan dan surat pernyataan menolak membantu atau
menghambat kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa membuat Berita Acara
tentang penolakan tersebut yang ditandatangani oleh pemeriksa. Dengan
penolakan tersebut maka hal ini dapat dijadikan dasar oleh pemeriksa untuk
melakukan penyidikan.
98
Pemeriksa kemudian membuat laporan pemeriksaan untuk digunakan
sebagai dasar untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran atas Peraturan
Perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Laporan pemeriksaan yang dibuat
oleh pemeriksa memuat antara lain tujuan pemeriksaan, temuan yang diperoleh
dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Laporan yang telah dibuat oleh pemeriksa
disampaikan kepada Bapepam untuk ditindak lanjuti. Kemudian apabila dalam
pemeriksaan yang dilakukan ditemukan adanya bukti permulaan tentang adanya
tindak pidana di bidang Pasar Modal, pemeriksaan tetap dilanjutkan dan
Pemeriksa wajib membuat laporan kepada Ketua Bapepam mengenai adanya
temuan bukti permulaan tentang terjadinya tindak pidana di bidang Pasar Modal.
Kemudian berdasarkan adanya temuannya bukti permulaan, maka Ketua Bapepam
98
Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
dapat menetapkan dimulainya penyidikan terhadap dugaan adanya tindak pidana
di bidang Pasar Modal tersebut. 99
D. Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Pasar Modal
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap
tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan oleh
orang atau lembaga adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian
terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang
dilakukan oleh seseorang maupun suatu lembaga. Pertanggungjawaban pada
hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk
bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan
tertentu.100
Mengenai pertanggungjawaban maka menurut teori hukum dikenal
beberapa jenis sistem pertanggungjawaban, antara lain :
1. Tanggung jawab mutlak (strict liability);
2. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan;
3. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian.
Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana maka prinsip utama yang
berlaku adalah harus adanya kesalahan (schuld) pada pelaku. Menurut Vos
pengertian kesalahan (schuld) mempunyai 3 (tiga) tanda khusus yaitu :
2. Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan;
99
Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
Chairul Huda, Op. , Cit, hal. 68.
100
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
3. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu
dapat berupa kesengajaan atau kealpaan;
4. Tidak terdapat alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban bagi si
pembuat atas perbuatannya itu. 101
Untuk menentukan kemampuan pertanggungjawaban terhadap tindak
pidana Pasar Modal sebagai subjek tindak pidana, hal tersebut tidaklah mudah
karena pelaku tindak pidana Pasar Modal sebagai subjek tindak pidana tidak
mempunyai sifat kejiwaan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa subjek Tindak Pidana Pasar Modal
(TPPM) dapat berupa orang perseorangan (pribadi) maupun berbentuk badan
hukum. 102 Pertanggungjawaban pidana secara perseorangan (pribadi/individual)
tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah pertanggungjawaban pidana
terhadap badan hukum, karena dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun
1995 tidak ada ketentuan mengenai :
1. Kapan atau dalam hal bagaimana suatu badan hukum itu dikatakan telah
melakukan Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM);
2. Terhadap siapa pertanggungjawban pidana itu dapat dikenakan, apakah
terhadap pengurus/pimpinan badan hukum, terhadap orang
yang
diperintah, terhadap badan hukum atau terhadap ketiganya.
101
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2005), hal. 33.
102
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2001), hal. 125.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Jika dilihat dari jenis tindak pidana yang diancamkan secara kumulatif
(penjara kurungan dan denda), maka jelas pidana itu lebih ditujukan kepada orang
perseorangan. Tidak mungkin jika badan hukum dijatuhi pidana/kurungan.
Namun walaupun demikian, bukan berarti badan hukum tidak dapat
dipertanggungjawabkan, namun sebaliknya
bahwa badan hukum juga dapat
dipertanggungjawabkan, seyogyanya juga ada jenis sanksi berupa tindakan antara
lain pencabutan izin usaha, pemberian ganti rugi dan sebagainya. Adanya sanksi
berupa tindakan, hal ini dimungkinkan menurut ketentuan Pasal 102 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Pasal 61 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 yang menyebutnya dengan istilah sanksi
administratif, yang berupa :
1. Peringatan tertulis;
2. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang;
3. Pembatasan kegiatan usaha;
4. Pembekuan kegiatan usaha;
5. Pencabutan izin usaha;
6. Pembatalan persetujuan;
7. Pembatalan pendaftaran.
Namun penerapan sanksi administrasi tersebut menurut Undang-Undang
Nomor
8
tahun
1995
tidak
dapat
diintegrasikan
ke
dalam
sistem
pertanggungjawaban pidana. Artinya, sanksi itu tidak dijadikan sebagai salah satu
bentuk sanksi/pertanggungjawaban pidana, sehingga tidak dapat diterapkan oleh
Hakim sekiranya sebagai pelanggaran sebagai Undang-Undang Nomor 8 Tahun
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
1995 tentang Pasar Modal untuk dapat diajukan sebagai perkara pidana. Namun
menurut Pasal 102 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 sanksi administrasi itu
hanya diberikan oleh Bapepam, tidak oleh badan Peradilan.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa sistem ancaman kumulatif
ancaman pidana/pertanggungjawaban pidana secara kumulatif dapat menimbulkan
masalah apabila diterapkan terhadap badan hukum. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari sistem kumulatif. Kelemahan lain dari sistem kumulatif ini
bersifat sangat kaku dan bersifat imperatif. Dengan sistem ini, hakim diharus
menjatuhkan kedua jenis pidana itu bersama-sama (penjara/kurungan dan denda).
Jadi, dalam hal ini Hakim tidak diberi peluang untuk memilih alternatif jenis
sanksi pidana mana yang dianggapnya paling tepat untuk terpidana.
Konsep pertanggungjawaban pidana berkenaan dengan mekanisme yang
menentukan dapat dipidananya pembuat. Rancangan KUHP juga mengakui
adanya prinsip Strict Liability sebagai pertanggungjawaban pidana berdasar
kesalahan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 32 ayat (3) Rancangan KUHP,
yaitu :
“Untuk tindak pidana tertentu, Undang-Undang dapat menentukan bahwa
seseorang dapat dipidana tanpa semata-mata karena telah dipenuhinya
unsur-unsur tindak pidana tanpa memperhatikan kesalahan.”
Anak kalimat yang menyatakan “tanpa memperhatikan kesalahan” bukan
berarti dalam Strict Liability pertanggungjawaban pidana dilakukan dengan
mengabaikan kesalahan pembuat. Sebab azas dalam pertanggungjawaban dalam
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
hukum pidana ialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. 103 Oleh karena itu
kesalahan dipandang ada, sekalipun tidak kelihatan secara nyata bentuknya. Hal
ini juga membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan tugas oleh hakim.
Walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
secara eksplisit tidak ada diatur mengenai pertanggungjawaban pidana oleh badan
hukum atau korporasi, hakim seharusnya dapat mempertimbangkan apakah
kesuluruhan unsur-unsur untuk dapat dipidananya suatu perbuatan telah terpenuhi.
Maka pertimbangan ini cukup mengantarkan bahwa perbuatan suatu badan
hukum
telah
bersalah
melakukan
suatu
tindak
pidana.
Tanpa
perlu
mempertimbangkan apakah ada unsur-unsur pertanggungjawaban pidananya,
pembuat kesalahan telah dapat dipertanggungjawabkan. 104
Teori kesalahan normatif menyebabkan kesalahan tidak mutlak harus
dilihat sebagai kondisi kejiwaan manusia. Hal ini membuka kesalahan selain
perihal yang ditandai dengan kesengajaan atau kealpaan. Dengan demikian
memungkinkan kesalahan terdapat bukan hanya ada pada subjek hukum manusia,
tetapi juga korporasi ataupun badan hukum. Hampir tidak mungkin menentukan
adanya kesalahan pada korporasi atau badan hukum semata-mata hanya dilihat
sebagai masalah psikologis. Mereka yang menganut teori psikologis, berpendapat
bahwa kesalahan selalu ditujukan terhadap subjek hukum manusia, sehingga perlu
dicari dasar lain untuk mempertanggungjawabkan korporasi atau badan hukum
dalam hukum pidana.
103
104
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993 ). hal. 153
Chairul Huda, Op. , Cit, hal. 84.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Jika akhirnya mereka berpendapat bahwa korporasi atau badan hukum
dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, itupun dilakukan dengan
“memanusiakannya”. 105 Baik dengan mengaitkan karakteristik atau sifat subjek
hukum manusia yang merupakan bagian dari korporasi atau badan hukum pada
korporasi itu sendiri maupun dengan memandang korporasi atau badan hukum
tersebut dengan sifat yang manusiawi.
Sementara delik pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal menyatakan
ketentuan pidana Undang-Undang Pasar Modal yang diatur khususnya dalam
Pasal 107 menyatakan :
“Setiap pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan
pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan,
menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau
memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau
pendaftaran termasuk Emiten Perusahaan publik diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,- (lima Miliar Rupiah)”.
Ketentuan Pasal 107 tersebut yang menyatakan “setiap pihak yang dengan
sengaja bertujuan menipu atau...” dikatakan menipu apabila seseorang atau pihak
lain yang mempercayai suatu kondisi atau keadaan, tetapi keadaan atau kondisi
tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Sekalipun akuntan
hanya bertindak sebagai pendukung suatu trasnsaksi atau tindakan korporasi,
bukankah ketentuan umum yang ada didalam KUHP khususnya Pasal 55 ayat (1)
butir 1 menyatakan :
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang dengan memberi
atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
105
Ibid, hal. 85.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan
orang lain supaya melakukan perbuatan”.
Juga mengenai masalah perbantuan tindak pidana kejahatan, yang
dijelaskan pada Pasal 56 KUHP yang menyatakan :
(1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
(2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
Kejahatan Pasar Modal yang dirumuskan dalam Pasal 107 UndangUndang Pasar Modal tidak hanya dapat menjerat pelaku utama kejahatan tetapi
juga siapa yang ikut terlibat dalam tindak kejahatan sebagaimana diatur dalam
Pasal 107 Undang-Undang Pasar Modal dengan mendasarinya pada Pasal 55 ayat
(1) butir 2 dan Pasal 56 KUHP. 106 Korporasi dikatakan sebagai pembuat tindak
pidana, pertama dapat terjadi dalam hubungan penyertaan yang umum (Non
vicarious liability crime) dan yang kedua dalam hal Vicarious Liability Crime. 107
Hal yang pertama dapat terjadi ketika pembuat materiilnya adalah
pimpinan korporasi. Yang termasuk kedalam kategori ini adalah mereka yang
mempunyai kedudukan untuk menentukan kebijakan dalam korporasi. Maka
kedudukan korporasi sebagai pembuat tindak pidana dapat dilihat dari hubungan
penyertaan yang umum, dalam hal ini korporasi berada dalam hubungan
penyertaan dengan pembuat materiilnya, sebagaimana dimaksud pada Pasal 55
KUHP. Sebaliknya pada hal yang kedua dapat terjadi jika pembuat materiilnya
106
107
Hukum Online, www.iaionline.com, dikunjungi pada tanggal 03 April 2007.
Chairul Huda, Op, Cit. , hal. 99.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
adalah bawahan atau tenaga-tenaga pelaksana, atau pegawai yang bertindak dalam
kerangka kewenangannya dan atas nama korporasi.
Keadaan yang demikian itu selalu dalam hubungan vicarious liability
crime, untuk menghindari pelanggaran atas azas legalitas, maka vicarious liability
crime harus ditegaskan terlebih dahulu dalam aturan umum KUHP. Sebagaimana
doktrin pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability crime)
mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability
crime) didasarkan pada “employment principle” bahwa majikan adalah
penanggungjawab utama dari perbuatan para buruh atau karyawan, bertolak dari
employment principle dalam hubungannya dengan vicarious liability crime
menurut Peter Gillies ada preposisi yang harus diketahui, yaitu :
1. Suatu perusahaan (sama sepertinya halnya dengan manusia sebagai
pelaku/pengusaha) dapat bertanggungjawab secara mengganti untuk perbuatan
yang dilakukan oleh karyawan. Pertanggungjawaban demikian hanya timbul
untuk delik yang mampu dilakukan secara vicarious;
2. Dalam hubungannya dengan employment principle, delik-delik ini sebagian
besar atau seluruhnya merupakan summary offences yang berkaitan dengan
peraturan perdagangan;
3. Kedudukan majikan dalam ruang lingkup pekerjaannya, tidaklah relevan
menurut doktrin ini. Tidaklah penting majikan baik secara korporasi maupun
secara alami, tidak telah mengarahkan atau memberi petunjuk atau perintah
kepada karyawan untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana. Oleh
karena itu, apabila perusahaan terlibat, pertanggungjawaban muncul sekalipun
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
perbuatan itu dilakukan tanpa membujuk pada orang senior dalam
perusahaan. 108
Dengan demikian, perlu diketahui bahwa tindak pidana yang dilakukan
oleh korporasi harus bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukum tindak
pidana korporasi tidak hanya ditentukan apakah perbuatan tersebut taatseband
dengan isi larangan Undang-Undang, tetapi juga apakah perilaku tersebut dapat
dilihat sebagai kelanjutan dari kebijakan atau cara pengelolaan usaha badan
hukum. Dengan kata lain, apakah kemudian masyarakat melihat apakah suatu
korporasi patut atau tidak patut menimbulkan suatu keadaan yang terlarang. Oleh
karena itu, ajaran sifat melawan hukum materiil juga berlaku terhadap korporasi.
Bukankah dengan berlakunya azas melawan hukum materiel telah
menegatifkan berlakunya azas melawan hukum formil, artinya hukum dapat
ditegakkan tidak hanya melanggar hukum tertulis, namun suatu perbuatan telah
dapat dipidana apabila telah melanggar hukum yang tidak tertulis. Karena
perbuatan melawan hukum materiel yaitu perbuatan yang bertentangan dengan
azas-azas umum, norma-norma tidak tertulis. 109 Dimana perbuatan melanggar
hukum bukan saja perbuatan yang hanya bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan saja, akan tetapi juga suatu perbuatan yang dipandang dari
pergaulan masyarakat luas tidak layak untuk dilakukan.
108
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2003). hal. 236 – 237.
109
Bambang Poernomo, Azas-Azas Hukum Pidana, (Yogyakarta : Ghalia Indonesia,
1978). hal. 112.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV
BENTUK-BENTUK SANKSI
TINDAK PIDANA PASAR MODAL
Salah satu areal yang oleh sementara pihak dianggap sulit untuk
diwujudkan adalah masalah yang berkenaan dengan Law Enforcement dan
penerapan sanksi-sanksi hukum terhadap tindak pidana Pasar Modal. Walaupun
sebenarnya, pekerjaan tersebut bukanlah sulit-sulit sekali. Asal saja penegak
hukum bersungguh-sungguh untuk menegakkan aturan yang ada di Pasar Modal,
dalam artian mempunyai political will, integritas dan komitmen yang kuat untuk
menegakkan aturan yang ada. Penggunaan upaya “penal” (Sanksi/hukum pidana)
dalam mengatur masyarakat melalui Peraturan Perundang-undangan pada
hakekatnya merupakan bagian dari satu langkah kebijakan (policy). Mengingat
berbagai keterbatasan dan kelemahan hukum pidana, maka dilihat dari sudut
kebijakan, penggunaan atau intervensi “penal” seharusnya dilakukan dengan hatihati, cermat hemat, selektif dan limitatif. 110
Tentunya pertumbuhan Pasar Modal perlu didukung oleh sistem dan
mekanisme yang berpijak pada aturan main yang jelas. Rule of Game harus
direfleksikan kedalam bentuk ketentuan hukum yang mengatur gerak dan langkah
pelaku dalam menjalankan aktivitas Pasar Modal. Setiap pelaku pasar, atau
mereka yang menundukkan diri kepada ketentuan yang berlaku di Pasar Modal,
diperkenankan menciptakan atau melakukan berbagai metode dan strategi
110
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Op. , Cit. hal. 75.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
investasi. Kebebasan dalam menjalankan aktivitas di Pasar Modal tentunya perlu
dan bahkan harus dibatasi
oleh rambu-rambu hukum dan tata cara yang
ditentukan oleh perangkat Perundang-undangan serta ketentuan pelaksana
lainnya. 111
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi
hukum susuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan
penegakan
hukum
harus
berlangsung
secara
konsisten
dengan
tetap
memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal itu sendiri. Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk
melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada industri Pasar Modal
diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Pasar Modal.
Memang harus diakui bahwa tindak pidana di bidang Pasar Modal tidak
mudah untuk ditemukan, apalagi untuk diselesaikan. Oleh karenanya perlunya
adanya payung hukum yang jelas dan adaya suatu pertimbangan suatu
harmonnisasi ketentuan hukum yang ada dengan perkembangan akan hukum itu
sendiri agar kegiatan di Pasar Modal dapat berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh orang-orang yang bergerak dalam bisnis Pasar Modal. Hal
tersebut dapat dimungkinkan mengingat bahwa sistem hukum terus berubah.
111
M.S. Tumanggor, Kajian Hukum Atas Insider Ttrading Di Pasar Modal Suatu
Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia, www.bapepamlk.go.id, dikunjungi pada
tanggal 15 Mei 2007.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam rangka meningkatkan penegakan hukum di bidang Pasar Modal,
regulator mempertimbangkan untuk menerapkan konsep civil remedy. Dimana
dalam konsep civil remedy ini, regulator menetapkan sanksi kepada pihak yang
melakukan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan untuk membayar semua
kerugian pada pihak yang dirugikan. Konsep ini telah mulai diterapkan oleh
banyak negara mengingat konsep ini telah mulai dinilai efektif sebagai efek jera.
Namun terlepas dari penerapan konsep civil remedy tersebut, di Indonesia bentuk
dan besaran sanksi bagi pelaku kejahatan dan pelanggaran di Pasar Modal telah
diatur secara jelas dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pasar Modal.
Namun bentuk dan besaran sanksi yang diatur dan diterapkan selama ini
dinilai masih terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh
pelaku maupun kerugian yang diderita oleh masyarakat atau investor. Oleh karena
itu, dengan tetap menaati sistem hukum yang berlaku, bentuk dan besaran sanksi
yang diberikan dalam suatu proses penegakan hukum perlu diarahkan kepada
suatu sanksi yang lebih dapat memberikan efek jera.
Saat ini Bapepam, berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal, memiliki
kewenangan untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi
dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan
pertimbangan jenis, modus operandi dan kerugian yang ditimbulkannya. Untuk
itu, Bapepam akan mengkaji ketentuan yang berkaitan dengan sanksi administrasi
dan sanksi pidana dalam Uudang-Undang Pasar Modal yang selanjutnya
diterapkan sebagai upaya peningkatan penegakan hukum di bidang Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Pelanggaran dan kejahatan Pasar Modal pada umumnya bersifat
multidimensi sehingga tidak dapat ditangani hanya oleh penegak hukum dari
Bapepam. Peningkatan kerjasama yang efektif perlu dilakukan dengan penegak
hukum lainnya dalam suatu rangkaian sistem peradilan pidana baik dengan
kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun penegak hukum lainnya. Kerjasama
yang harmonis, serta komitmen dan integritas seluruh penegak hukum menjadi
prasyarat bagi tegaknya hukum di Pasar Modal.
Disamping itu, dalam rangka mengurangi dan memerangi kejahatan di
Pasar Modal diperlukan peningkatan kerjasama yang efektif dengan regulator
Pasar Modal dan sektor keuangan lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
Kerjasama tersebut diharapkan dapat meminimalkan faktor-faktor penghambat
dalam memerangi tindak pidana.
Adapun jenis-jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagaimana dijelaskan dalam beberapa
Pasalnya yaitu adalah sebagai berikut :
1. Penerapan Sanksi Pidana di Pasar Modal
Salah satu kelebihan Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995
dibandingkan dengan undang-undang Pasar Modal sebelumnya, yaitu UndangUndang No. 15 Tahun 1952 adalah pengenaan sanksi yang lebih beragam dengan
ancaman hukuman yang lebih berat. Langkah yang diambil oleh Undang-undang
No. 8 Tahun 1995 ini sangat penting artinya dalam hal dapat lebih menegakkan
hukum di Pasar Modal ini.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Yakni agar para pelaku pidana dapat lebih jera. Walaupun faktor hukuman
ini bukanlah jaminan satu-satunya agar di hukum Pasar Modal dapat tegak. Masih
banyak faktor lain, seperti aplikasinya ke dalam praktek hukum, faktor penegak
hukum, dan lain-lain sebagainya.
Seperti juga tindak pidana secara umum yang berdasarkan kepada KUHAP,
maka Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 103 sampai
dengan Pasal 110, juga mengkategorikan tindak pidana kedalam dua bagian, yaitu
(1) tindak pidana kejahatan, dan (2) tindak pidana pelanggaran. 112
Apabila dilihat dari beratnya ancaman hukumannya, maka ke dalam
golongan tindakan pidana di Pasar Modal (kejahatan maupun pelanggaran) kita
ketemukan kategori sebagai berikut:
Kejahatan dengan Ancaman Hukuman maksimum 10 (sepuluh) tahun
Penjara dan Denda Maksimum 15 (Lima belas) Miliar Rupiah.
Ancaman maksimum 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda maksimum
Rp15.000.000.000,- (Lima belas miliar Rupiah) ini dikenakan kepada kejahatankejahatan di bidang Pasar Modal sebagai berikut:
a. Barangsiapa secara langsung baik tidak langsung:
1. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan;
Sarana atau cara apapun;
2. Turut serta menipu atau mengelabui orang lain; dan
3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material
atau tidak menggunakan fakta yang material agar pernyataan
112
M. Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 128.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi
pada
saat
pernyataan
dibuat
dengan
maksud
untuk
menguntungkan atau, menghindarkan kerugian diri sendiri atau
pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
b. Barangsiapa melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak
langgsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau
harga efek di Bursa Efek;
c
Barangsiapa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan
pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi efek atau lebih
langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga
efek di bursa efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan
mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan
efek;
a. Barangsiapa dengan cara apapun membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara materi tidak benar atau
menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek
pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan.
1. Dia mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan
atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau
menyesatkan, atau
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
2. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam
menentukan kebenaran materil dari pernyataan atau keterangan
tersebut.
b. Barangsiapa yang merupakan orang dalam dari emiten atau
perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam
melakuakan pembelian atau penjualan atas efek:
1. Emiten atau perusahaan publik dimaksud, atau
2. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau
perusahaan publik yang bersangkutan.
c. Barangsiapa yang merupakan orang dalam dari emiten atau
perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam
tersebut:
1. Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas efek yang dimaksud, atau
2. Memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang
patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk
melakukan pembelian atau penjualan atas efek
d. Barangsiapa yang berusaha untuk meperoleh informasi orang
dalam dari orang dalam secara melawan hukum (misalnya secara
mencuri, membujuk, atau dengan memakai kekerasan atau
ancaman) dan diperolehnya, kemudian:
1. Melakukan pembelian atau penjualan di bursa efek emiten,
atau perusahan publik yang dimaksud, ataupun perusahaan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan
publik yang bersangkutan, atau
2. Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas efek dimaksud, atau memberi informasi orang
dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat
mengunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian
atau penjualan atas efek.
e. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai
emiten atau perusahaan publik melakukan transaksi efek emiten
atau perusahaan publik dimaksud, kecuali apabila:
1. Transaksi
tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya
sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya; dan
2. Perusahahan efek tersebut tidak memberikan rekomendasi
kepada nasabahnya mengenai efek yang bersangkutan.
f. Barangsiapa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
bahwa yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten
yang
telah
menyampaikan
pernyataan
pendaftaran
kepada
Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat
dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif, kecuali dalam
hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) undang-undang
Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Berdasarkan ketentuan Pidana tersebut, maka terhadap Pelanggaran
insider trading akan dikenakan ketentuan yang berlaku dalam Pasal 104 UndangUndang Pasar Modal, yaitu dengan ancaman pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar
Rupiah).
2. Penerapan Sanksi Administratif di Pasar Modal
Selain dari sanksi pidana dan perdata, hukum Pasar Modal mengintrodusir
juga sanksi-sanksi lain, yakni dalam kelompok yang disebut Sanksi Administratif.
Pihak yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelanggaran hukum di bidang Pasar Modal adalah Bapepam, karena oleh
Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 102, telah diberikan
kewenangan tersebut.
Sementara itu, pihak yang dapat dijatuhi sanksi administratif tersebut
adalah:
113
(1) Pihak yang memperoleh izin dari Bapepam;
(2) Pihak yang memperoleh persetujuan dari Bapepam; dan
(3) Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam.
Sementara itu, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam
adalah sebagai berikut: 114
(1) Peringatan tertulis;
(2) Denda pembayaran sejumlah uang tertentu (bukan denda pidana);
(3) Pembatasan kegiatan usaha;
113
114
Ibid, hal. 143.
Pasal 102 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
(4) Pembekuan kegiatan usaha;
(5) Pencabutan izin usaha;
(6) Pembatalan persetujuan;
(7) Pembatalan pendaftaran.
Sedangkan PP No. 45 Tahun 1995 memperinci tentang hukuman denda
administrasi, yaitu terdiri dari empat kategori sebagai berikut: 115
(1) Denda Rp. 500.000,- (lima ratus ribu Rupiah) perhari dengan
maksimum Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah);
(2) Denda Rp. 100.000,- (seratus ribu Rupiah) perhari dengan maksimum
Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah);
(3) Denda maksimum Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah);
(4) Denda maksimum Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah).
Jika dilihat, dari jenis sanksi yang terdapat dalam tindak pidana Pasar
Modal, dimana terdapat sanksi pidana dan sanksi administratif, jika kita melihat
adanya dua jenis hukuman tersebut, berarti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal dalam pemidanaannya menganut Double Track System,
yaitu sistem dua jalur mengenai sanksi pidana, yakni jenis sanksi pidana di satu
pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak lain. 116
Dimana keduanya bersumber dari ide dasar yang berbeda, sanksi pidana
bersumber pada dasar “mengapa diadakan pemidanaan” sedangkan sanksi
tindakan dari ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Jelaslah bahwa
sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan, sedangkan sanksi tindakan
115
Ibid, hal.145.
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hal. 17.
116
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan
si pembuat.
Berbicara tentang Double Track System bermakna berbicara tentang
gagasan dasar mengenai sistem sanksi yang menjadi dasar kebijakan dan
penggunaan sanksi dalam hukum pidana. Dengan perkataan lain, sanksi pidana
sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi
tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Dimana
fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang dilakukan seseorang
melalui pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera, sedangkan
fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku
agar ia berubah.
Dengan sistem dua jalur ini (Double Track System), maka membuka
peluang bagi di fungsikannya sanksi-sanksi yang bersifat retributif dan teleologis
secara seimbang dan proporsional. 117 Double Track System ini juga dimuat dalam
KUHP yang merupakan peninggalan Belanda. Selain pidana yang bersifat
penderitaan, dalam hal-hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu dapat
diterapkan tindakan. 118
Namun setelah perhatikan lagi, didalamnya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada dasarnya bentuk penerapan sanksi yang
dianut adalah Single Track System, yaitu suatu sistem pemidanaan atau sistem
sanksi yang hanya menyebutkan hanya sanksi pidana saja, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) telah menetapkan jenis-jenis pidana sebagaimana yang
117
Ibid. hal. 19.
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan¸
(Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hal. 13.
118
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
termaktub dalam Pasal 10, diatur 2 (dua) jenis pidana, pidana pokok dan pidana
tambahan. 119
Adapun jenis-jenis sanksi pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai
berikut :
a. Pidana Pokok :
1. Pidana Mati;
2. Pidana Penjara;
3. Pidana Kurungan;
4. Pidana Denda;
b. Pidana Tambahan :
1. Pencabutan Hak-hak tertentu;
2. Perampasan barang-barang tertentu;
3. Pengumuman keputusan hakim.
Meskipun suatu hukuman dapat dibedakan dengan suatu pidana, namun
keduanya mempunyai sifat yang sama, yaitu keduanya berlatar tata nilai (value)
dalam masyarakat, mengenai baik dan tidak baik, bersusila atau tidak bersusila,
diperbolehkan atau dilarang. 120
Memang dijelaskan dalam Undang-Undang tersebut terdapat sanksi
pidana pada Pasal 103 -110 dan sanksi administratif pada Pasal 102 UndangUndang tentang Pasar Modal, dan dengan adanya penerapan dua sanksi itu
dapatlah menggambarkan bahwa sistem yang dianut adalah sistem dua jalur,
namun pada dasarnya sistem yang dianut hanyalah sistem dengan satu jalur,
119
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 10.
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta : PT. Pradnya
Paramita, 1993), hal. 4.
120
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
meskipun dijelaskan ada sanksi tindakan berupa sanksi administratif, tetapi Pasal
ini tidak dapat diintegrasikan dalam pertanggungjawaban pidana, karena sanksi
administratif ini hanya dapat dijatuhkan oleh Bapepam. 121
Walaupun dengan demikian, adanya pengenaan sanksi pidana maupun
sanksi tindakan, pada dasarnya pengenaan sanksi yang diberikan, baik itu berupa
sanksi pidana maupun sanksi tindakan berupa sanksi admnistratif, merupakan
suatu wujud yang konkret untuk memberikan suatu efek jera maupun shock
therapy bagi para pelaku tindak pidana khususnya di bidang Pasar Modal, yang
bertujuan untuk pembalasan atau untuk memuaskan pihak yang dendam baik
masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. 122
Sehingga dengan demikian, penerapan sanksi-sanksi tersebut diharapkan akan
mampu memberikan andil yang besar dalam rangka mewujudkan masyarakat,
yang aman bebas dari adanya tindak pidana.
Jadi efektivitas pemidanaan dapat diartikan sebagai tingkat dimana telah
tercapainya tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanaan. Suatu
pemidanaan dapat dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai dengan
adanya pemidanan itu tercapai. 123
121
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op. , Cit, hal. 21.
Andi Hamzah, Op. , Cit, hal. 24.
123
Niniek Suparni, Op. , Cit, hal. 59.
122
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
BAB XV Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
yang mengenal Tindak Pidana Pasar Modal yaitu ketentuan mengenai tindak
pidana yang termuat dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tersebut. Tindak Pidana dalam Pasar
Modal secara garis besar terbagi kedalam 2 (dua), yakni tindak pidana yang
berupa kejahatan yang diatur dalam Pasal 103 ayat (1), Pasal 104, Pasal 106 dan
Pasal 107 Undang-Undang Pasar Modal. Yang kedua adalah merupakan tindak
pidana yang berupa pelanggaran sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103
ayat (2), Pasal 105 dan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
Didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
bentuk pertanggungjawaban pidana secara perseorangan adalah hal yang tidak
menjadi masalah, karena pertanggungjawaban pidana secara perseorangan dapat
diterapkan kepada pribadi atau individual yang melakukan tindak pidana baik itu
berupa kejahatan maupun berupa pelanggaran dengan secara langsung
menerapkan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal tersebut.
Namun yang menjadi permasalahan adalah pertanggungjawaban pidana secara
badan hukum atau korporasi, karena dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8
Tahun 1995 tidak ada ketentuan mengenai :
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
1. Kapan atau dalam hal bagaimana suatu badan hukum itu dikatakan
telah melakukan Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM);
2. Terhadap siapa pertanggungjawban pidana itu dapat dikenakan, apakah
terhadap pengurus/pimpinan badan hukum, terhadap orang yang
diperintah, terhadap badan hukum atau terhadap ketiganya.
Namun walaupun demikian bukan berarti badan hukum atau korporasi yang
melakukan tindak pidana didalam Pasar Modal tidak dapat dihukum, Jika
akhirnya mereka berpendapat bahwa korporasi atau badan hukum dapat
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, hal tersebut dapat dilakukan
dengan “memanusiakannya”. Baik dengan mengaitkan karakteristik atau sifat
subjek hukum manusia yang merupakan bagian dari korporasi atau badan hukum
pada korporasi itu sendiri maupun dengan memandang korporasi atau badan
hukum tersebut dengan sifat yang manusiawi. tentunya kita mengingat dengan
berlakunya azas melawan hukum materiel telah menegatifkan berlakunya azas
melawan hukum formil, artinya hukum dapat ditegakkan tidak hanya jika telah
melanggar hukum tertulis, namun suatu perbuatan telah dapat dipidana apabila
telah melanggar hukum yang tidak tertulis sekalipun, dengan demikian korporasi
atau badan hukum yang telah melakukan tindak pidana di bidang Pasar Modal
telah dapat dihukum, meskipun Undang-Undang Pasar Modal masih belum
sempurna mengaturnya.
Suatu wujud nyata dari upaya penegakan hukum di Pasar Modal yaitu
dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang
mengatur mengenai segala kegiatan di Pasar Modal. Termasuk dengan pengaturan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Pasar Modal tersebut, dimana
didalam Undang-Undang Pasar Modal ada diatur mengenai jenis sanksi terhadap
pelaku tindak pidana di Pasar Modal, yang pertama yaitu jenis sanksi pidana yang
diharapkan akan memberikan efek jera bagi yang menerimanya, karena sanksi
pidana merupakan sanksi yang berupa penderitaan bagi pelaku dengan tujuan
pembalasan. Sedangkan yang kedua adalah jenis sanksi administratif, yaitu sanksi
yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam.
B. Saran
Masih terdapatnya celah hukum (loophole) dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengenai konsep pertanggungjawaban
korporasi atau badan hukum serta tidak ada juga pengaturan lebih lanjut dalam
bentuk Peraturan Pemerintah, maka untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat
terjadi dimasa yang akan datang, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995
tentang Pasar Modal harus segera direvisi karena sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisi dan perkembangan Pasar Modal di Indonesia, sehingga tidak ada lagi
celah hukum bagi setiap pelaku tindak pidana Pasar Modal. Karena suatu UndangUndang yang tidak dapat mengakomodir bentuk kejahatan maupun pelangggaran
yang ada khususnya di Pasar Modal, Undang-Undang itu dapat dikatakan sangat
primif, karena tidak sesuai dengan kondisi dan bentuk Kejahatan maupun
pelanggaran yang akan terjadi.
Bapepam harusnya diberikan tanggung jawab tersendiri untuk dapat
menyelesaikan segala kejahatan dan pelanggaran yang terjadi di Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Seharusnya Bapepam harus dapat bekerja dengan mandiri, dan Bapepam
seharusnya adalah organisasi Independen bukan bagian dari Departemen
Keuangan, sehingga dengan demikian kinerja Bapepam akan lebih baik. Bapepam
juga diberikan kebebasan untuk bekerjasama dengan Kepolisian untuk
menyelidiki segala permasalahan di Pasar Modal dan melanjutkannya ke
Pengadilan.
Namun Bapepam tidak memiliki hak untuk menjatuhkan sanksi, meskipun
sanksi administratif, yang memiliki hak adalah lembaga peradilan yaitu
Pengadilan, karena institusi yang dapat menjatuhkan sanksi di Indonesia hanyalah
pengadilan, sehingga dengan demikian sanksi yang dijatuhkan oleh Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan demikian sanksi yang dijatuhkan harus
segera dilaksanakan bagi para pelaku yang dijatuhi sanksi oleh Pengadilan.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga Panji dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Semarang: Rineka
Cipta, 2001.
, dan Ninik Widiyanti, Pasar Modal (Keberadaannya dan
Manfaatnya bagi Pembangunan), Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Anwar Jusuf, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi,
Bandung : Alumni, 2005.
Ari suta, I Putu Gede, Menuju Pasar Modal Modern, Jakarta: Yayasan Sad
Satria Bakti, 2000.
Fuady Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1996.
Gafar Firoz, Civil Remedy : Denda Efektif Bagi Pelanggar Hukum di Bursa?,
dalam Jurnal Hukum dan Pasar Modal Volume II/Edisi 3, April-Juli 2006,
(Jakarta : HKHPM, 2006).
Gisymar. A. Najib, Insider Trading dalam Transaksi Efek, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 1998), hal. 10.
Hamzah
Andi,
Sistem
Pidana
dan
Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1993.
Pemidanaan
Indonesia,
Huda Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta : Prenada
Media, 2005.
Husni. M. Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang
Responsif, Jurnal Equality : 2006.
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke tiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Kansil C. S. T. dan Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal ,
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997.
Koetin E. A., Pasar Modal Indonesia Retropeksi Lima Tahun Swastanisasi
BEJ, Jakarta: Sinar Harapan, 1997.
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Nasaruddin M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,
Jakarta: Prenada Media, 2003.
Nasution Bismar, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta : Universitas
Indonesia Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana, 2001.
Nawawi Arief, Barda, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan
Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti,
2005.
, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra
Aditya Bhakti, 2003.
, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2001.
Poernomo Bambang, Azas-Azas Hukum Pidana, Jogjakarta : Ghalia Indonesia,
1978.
Prasetyo Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana,
Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005.
Seokanto Soerjono, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta : Rajawali Press, 1983.
, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984.
Sholehuddin. M. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : Politea,
1988.
Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990.
Suparni Niniek, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan¸ Jakarta : Sinar Grafika, 1993.
Tjager, I Nyoman, Pokok-Pokok UUPM dan Pasar modal Indonesia, Jakarta:
Jakarta Institut Finansial, 1997.
Waluyo Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2004.
Winarto Jasso, Pasar Modal Indonesia (Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi
BEJ), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Yulfasni, Hukum Pasar Modal, Jakarta: IBLAM, 2005.
Yunara Edi, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2005.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Pasar Modal. UU No. 8, LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608.
Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal PP
No. 46, LN No. 87 Tahun 1995.
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal
PP No. 45, LN No.86 Tahun 1995.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Situs Internet :
Bapepam,
Masterplan
Pasar
Modal
2005-2009,
www.bapepam.go.id/old/arsip/master_plan.pdf. dikunjungi tanggal 11
April 2007.
Hukum Online, www.iaionline.com, dikunjungi pada tanggal 03 April 2007.
www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 15 Mei 2007.
M.S. Tumanggor, Kajian Hukum Atas Insider Ttrading Di Pasar Modal Suatu
Antisipasi
Terhadap
Pengembangan
Ekonomi
Indonesia,
www.bapepamlk.go.id, dikunjungi pada tanggal 15 Mei 2007.
Media Elektronik :
METRO TV : Padamu Negeri “Optimalisasi Penegakan Hukum Dibidang
Tekhnologi Informasi”. (Jakarta : 09 Agustus 2007. Pukul 20.00 Wib)
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007.
USU Repository © 2009
Download