TINJAUAN JURIDIS ATAS TINDAK PIDANA PASAR MODAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum O L E H M. BUDI IBRAHIM NIM : 030200063 Departemen Hukum Pidana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... v ABSTRAKSI ............................................................................................... vi BAB I : PENDAHULUAN .................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................... 1 B. Permasalahan ...................................................................... 7 C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ............................ 8 D. Keaslian Penulisan .............................................................. 9 E. Tinjauan Kepustakaan ......................................................... 9 1. Pengertian Penegakan Hukum ................................. 9 2. Pengertian Tindak Pidana ........................................ 12 3. Pengertian Pasar Modal dan Tujuan Pasar Modal .... 14 A. Metode Penelitian ............................................................... 16 B. Sistematika Penulisan ......................................................... 17 BAB II : Gambaran Umum Tentang Pasar Modal .............................. 20 A. Pengertian Pasar Modal dan Hukum Pasar Modal ............... 20 B. Perkembangan Pasar Modal Di Indonesia ........................... 23 A. Ruang Lingkup Pasar Modal ............................................... 29 B. Para Pelaku Dalam Pasar Modal ......................................... 34 C. Bentuk-bentuk tindak Pidana Pasar Modal .......................... 42 BAB III : Upaya Penegakan Hukum Di Bidang Pasar Modal ................ 52 A. Pengaturan Tindak Pidana Pasar Modal Dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ............... 52 B. BAPEPAM Dalam Upaya Penegakan Hukum Di Bidang Tindak Pidana Pasar Modal................................... 55 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 C. Proses Pemeriksaan Pada Kasus Tindak Pidana Pasar Modal ............................................................... 72 D. Bentuk Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pasar Modal ...... 83 BAB IV : Bentuk-Bentuk Sanksi Tindak Pidana Pasar Modal............. 92 E. Sanksi-sanksi Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal di Indonesia ....................................................... 92 BAB V : Kesimpulan Dan Saran ............................................................ 105 A. Kesimpulan......................................................................... 105 B. Saran ............................................................................. 107 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu globalisasi tidak dapat dielakkan lagi, isu ini terus berkembang dan semakin terasa wujudnya. Dampaknya pada perkembangan ekonomi dunia juga semakin terlihat, hal ini didukung oleh pesatnya perkembangan tekhnologi komunikasi yang merambah sampai ke segala bidang termasuk bidang ekonomi dan keuangan. Berbagai perusahaan dengan giat melakukan ekspansi dengan memperluas usahanya memasuki ekonomi global sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia yang semakin meningkat. Peningkatan kegiatan ekspansi perusahaan-perusahaan di tingkat global ini tentunya membutuhkan dana yang sangat besar, maka perusahaan-perusahaan semakin giat mencari sumber-sumber yang dapat menyediakan dana dalam jumlah yang besar. Untuk itu pandangan para pemilik perusahaan diarahkan ke Pasar Modal baik yang ada di negara sendiri maupun di negara orang lain. Hal tersebut menyebabkan semakin maraknya kegiatan di Pasar Modal di hampir seluruh negara, dan juga mempermudah masuknya investasi dari suatu negara ke negara lain. Berbagai perusahaan dari suatu negara menjual sahamnya di Pasar Modal negara-negara lain untuk mendapatkan tambahan dana, ini berarti pemodal (investor) dari suatu negara dapat ikut melakukan investasi dan memiliki modal perusahaan-perusahaan yang didirikan di negara lain. Di Pasar Modal, para M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 pemodal dapat melakukan investasi melalui pemilikan berbagai surat-surat berharga baik yang bersifat penyertaan (saham) maupun yang bersifat pinjaman (obligasi) serta berbagai instrumen derivatif. Investasi di Pasar Modal merupakan penanaman modal di bidang aset keuangan yang pada dasarnya mengharapkan suatu hasil atas efek yang dibeli. Walaupun demikian, perlu diperhatikan bahwa pilihan investasi selalu harus mempertimbangkan tingkat harapan keuntungan di satu sisi dan tingkat risiko di sisi lain. 1 Di sini pemilik tidak turut campur tangan dalam aktivitas sehari-hari tetapi mereka lebih berkepentingan pada dividen dan keuntungan modal (capital gain) dari dalam perusahaan tersebut. Investor sewaktu-waktu secara cepat dapat pindah dari suatu perusahaan ke perusahaan lain sesuai dengan keinginannya. Dalam praktek di Pasar Modal terdapat berbagai pihak yang terlibat, dan pada konsepnya keterlibatan para pihak tersebut adalah untuk mencari keuntungan. Dalam konsep yang demikian bukan tidak berarti para pihak memanfaatkan berbagai keadaan demi tujuannya di Pasar Modal. Kegiatan Pasar Modal apabila diukur lebih merupakan objek hukum, artinya para ahli hukum perlu lebih banyak tampil. Hukum yang mengatur kegiatan Pasar Modal mencakup ketentuan mengenai persyaratan perusahaan yang menawarkan saham atau obligasinya kepada masyarakat, ketentuan pedagang perantara, profesi penunjang, lembaga penunjang, perlindungan investor serta aturan main di Pasar Modal. Pelanggaran terhadap aturan main 1 Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Bandung : Alumni), 2005, hal. 4. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 dalam transaksi efek sering disebabkan karena lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh pihak pengelola bursa maupun pengawas bursa, sehingga apabila terjadi pelanggaran transaksi efek baik karena manipulasi, informasi yang menyesatkan maupun insider trading sulit terdeteksi secara dini. 2 Yang merupakan target yuridis dari pengaturan hukum terhadap Pasar Modal pada pokoknya adalah sebagai berikut: a. Keterbukaan informasi, b. Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal; c. Pasar yang tertib dan modern; d. Efisiensi; e. Kewajaran; f. Perlindungan investor. 3 Perkembangan dan kemajuan suatu Pasar Modal sangat ditentukan oleh adanya kepastian hukum bagi para pelakunya, terutama masyarakat investor. Investor tidak termotivasi untuk memasuki Pasar Modal Indonesia jika pasar yang bersangkutan tidak memiliki perangkat aturan yang menjamin perlindungan, kepastian hukum, dan keadilan. Apalagi bisnis di Pasar Modal adalah bisnis yang mengandalkan kepercayaan. Kepercayaan itu akan lebih aman dan terjamin jika dipayungi oleh peraturan yang jelas dan mengikat, atau lebih dikenal dengan kepastian hukum. 4 2 Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 4. 3 Ibid., hlm. 13 4 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2003), hal. 44. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Keterbukaan informasi dalam Pasar Modal terutama keterbukaan terhadap fakta material adalah merupakan persoalan inti dan jiwa dari Pasar Modal, karena prinsip keterbukaan berfungsi untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pasar. Keterbukaan informasi dalam hukum Pasar Modal dapat diibaratkan sebagai seorang gadis cantik dan mulus yang memakai rok mini. Artinya, rok yang dipakainya tidak terlalu pendek, sehingga dapat menampilkan hal yang sangat vital, yang merupakan suatu rahasia perusahaan, karena itu dapat merangsang si pesaing untuk melakukan hal-hal yang merugikan perusahaan, sebab tidak semua fakta dan data yang ada dalam perusahaan harus diinformasikan kepada publik. 5 Transparansi dalam perdagangan saham berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang efisien. 6 Dalam hal ini suatu perdagangan dapat dikatakan efisien apabila pihak yang berkepentingan dengan perdagangan tersebut dapat melakukan perdagangan dengan mudah, cepat, dan biaya yang relatif murah. Hukum berfungsi untuk menciptakan dan menjaga ketertiban serta kedamaian di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu terdapat adagium “Ibi Ius Ibi Societas”, (dimana ada masyarakat disitu ada hukum). Dalam perkembangan hukum, dikenal dua jenis hukum yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik. Dimana Hukum Privat mengatur mengenai hubungan antara orang sedangkan Hukum Publik mengatur mengenai hubungan antara negara dengan individu. Perkembangan hukum berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat. Menurut Mazhab Jerman, perkembangan hukum akan selalu tertinggal dari 5 Munir Fuady, Op. , Cit. hal. 78. Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana, 2001), hal. 8. 6 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 perkembangan masyarakat. Perkembangan di dalam masyarakat menyebabkan pula perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap hukum. Kondisi demikian mendorong terjadinya perkembangan di bidang Hukum Privat maupun Hukum Publik. Kegiatan yang pesat di bidang Ekonomi misalnya menurut sebagian masyarakat menyebabkan peraturan yang ada di bidang perekonomian tidak lagi dapat mengikuti dan mengakomodir kebutuhan hukum di bidang ini, sehingga dibutuhkan aturan yang baru di bidang Hukum Ekonomi. Hukum Ekonomi Keuangan merupakan salah satu bagian dari Hukum Ekonomi yang salah satu aspeknya mengatur mengenai kegiatan di bidang Pasar Modal. Marzuki Usman menyatakan Pasar Modal sebagai pelengkap di sektor keuangan terhadap 2 (dua) lembaga lainnya yaitu Bank dan Lembaga Pembiayaan. Pasar Modal merupakan tempat dimana dunia Perbankan dan Asuransi meminjamkan dananya yang menganggur, dengan perkataan lain, Pasar Modal merupakan sarana moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat atau investor) dengan peminjam dana (pengusaha atau pihak emiten). Keberadaan Pasar Modal menyebabkan semakin maraknya kegiatan ekonomi, sebab kebutuhan keuangan (Financial Need) pelaku kegiatan ekonomi, baik perushaanperusahaan swasta, individu maupun Pemerintah dapat diperoleh melalui Pasar Modal. Dalam Undang-Undang Pasar Modal atau disingkat UUPM, selain dimuat sanksi Perdata dan Sanksi Administrasi, juga dilengkapi dengan sanksi Pidana yang diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” (Pasal 103 – Pasal 110). Perumusan sanksi pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal ini dimaksudkan M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 untuk mengantisipasi pelanggaran hukum (tindak pidana) Pasar Modal, baik yang berkualifikasi sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran. Usaha penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (penegakan hukum pidana). Namun meskipun telah dikeluarkan Undang-Undang yang mengatur tentang segala kegiatan di Pasar Modal, masih saja terdapat pihak-pihak yang tidak mengindahkan peraturan yang ada tersebut. Akan selalu ditemui dalam kenyataan dilapangan para pelaku di Pasar Modal melakukan kejahatan dan pelanggaran demi untuk menguntungkan diri sendiri maupun kelompoknya. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan pula bagian dari kebijakan penegakan hukum (Low Enforcement Policy). Penegakan hukum pidana yang rasional, terdiri atas tiga tahap, mencakup tahap formulasi oleh pembentuk Undang-Undang yang terkait dengan perbuatan pidana berikut sanksinya, tahap aplikasi yang merupakan tahap penerapan oleh Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, Kejaksaan sebagai penuntut, dan Kehakiman sebagai aparat yang mengadili dan memutuskan, serta tahap eksekusi oleh aparat eksekusi. Dalam skripsi ini, maka yang difokuskan adalah yang berkaitan dengan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, khusus pada tahap formulatif dan pada tahap aplikatif. Walaupun Undang-Undang Pasar Modal telah dilengkapi dengan aturan pidana dengan ancaman sanksi pidana yang berat, namun kenyataannya masih saja ada pelaku-pelaku ekonomi yang nakal, seperti adanya dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh 7 (tujuh) perusahaan efek, dalam M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 menentukan harga saham yang mengakibatkan anjloknya harga saham dibursa efek Jakarta (sebagaimana diungkapkan oleh ketua Bapepam di SCTV, pada tanggal 14 Januari 2004) atau kasus anjloknya harga saham PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. pada bulan Agustus 2006. Berdasarkan uraian diatas, maka menarik untuk dikaji permasalahan hukum dari tindak pidana Pasar Modal, sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. B. Perumusan Masalah Dalam penulisan skripsi, untuk mempermudah pembahasan maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang disesuaikan dengan judul yang diajukan, dimana permasalahan inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan pembahasan selanjutnya. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka perumusan masalah diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana di Pasar Modal? 2. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana tindak Pidana Pasar Modal? 3. Bagaimana bentuk-bentuk sanksi yang dapat diberikan terhadap tindak pidana di Pasar Modal ? M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam karya tulis ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana di Pasar Modal; b. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana tindak Pidana Pasar Modal; c. Untuk mengetahui bagaimana upaya Penegakan Hukum (Pidana) terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, yang berkaitan dengan Pasar Modal, selama ini; d. Untuk mengetahui apa-apa saja sanksi-sanksi yang dapat diberikan dan Penegakan Hukum terhadap tindak pidana di Pasar Modal Indonesia. 2. Manfaat Penulisan a. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap perkembangan kegiatan di Pasar Modal Indonesia, khususnya mengenai penegakan hukum didalam Pasar Modal dalam praktek perekonomian. Tulisan ini juga diharapkan dapat menambah literatur dan pengetahuan mengenai keberadaan kepastian hukum didalam di Pasar Modal. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 b. Secara praktis adalah memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang penegakan hukum didalam Pasar Modal dalam praktek perekonomian yang sangat berpengaruh dalam kegiatan di Pasar Modal, memberikan sumbangan pemikiran dan pemahaman kepada para pembaca yang berminat untuk mengetahui tentang Pasar Modal khususnya. D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul “Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal”. Sejauh pengamatan dan sepengetahuan penulis, materi yang dibahas dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun pembahasan dalam skripsi yang sudah ada terdahulu, sehingga penulis tertarik mengangkat judul diatas serta permasalahannya sebagai judul dan pembahasan dalam skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penegakan Hukum Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhinya hukum materiel M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Pada dasarnya ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu : (1) Faktor hukumnya sendiri; (2) Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum; (3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; (4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan; (5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. 7 Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu : a. Tahap Formulasi; b. Tahap Aplikasi; c. Tahap Eksekusi; Dapatlah dikatakan bahwa ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung didalamnya tiga kekuasaan atau kewenangan, yaitu kekuasaan Legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legeslatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa 7 Soerjono Seokanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 1983), hal. 4-5. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legeslatif ditetapkan sistem pemidanaan, pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan Yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana. 8 Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif. 9 Penegakan secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Undang-Undang adalah sebagai sarana penegakan hukum yang paling optimal, sebab Undang-Undang merupakan cerminan dari Pemerintah untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. 10 Dapat ditunjuk pula pengadilan seperti dalam yurisdiksi volunter, dan Kejaksaan misalnya dengan tugas PAKEM-nya, melakukan penegakan hukum preventif. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat usaha pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum. Pada tahap pertama, 8 Barda Nawani Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 30. 9 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), hal. 111. 10 Padamu Negeri “Optimalisasi Penegakan Hukum di Bidang Tekhnologi Informasi” (Metro tv : 09 Agustus 2007 Pukul : 20.00 Wib). M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 penegakan hukum represif diawali dari Lembaga Kepolisian, berikutnya Kejaksaan, kemudian diteruskan ke Lembaga Pengadilan dan berakhir pada Lembaga Pemasyarakatan. Penegakan hukum yang berkeadilan sarat dengan landasan etis dan moral. Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu lebih dari empat Dasawarsa bangsa ini hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup dalam intimitas yang tidak sempurna antara sesamanya. Apa yang sesungguhnya dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan bangsa ini dalam menata manajemen Pemerintahannya yang berlandaskan hukum. Penegakan hukum adalah proses yang tidak sederhana, karena di dalamnya terlibat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan masing-masing, faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral dapat dipastikan tujuan hukum yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud. 11 2. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan barangsiapa yang melakukannya. Marshall mengatakan suatu tindak pidana adalah perbuatan omisi yang dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Dalam pengertianpengertian tersebut diatas, unsur kesalahan telah dikeluarkan, sehingga tindak pidana pada hakekatnya adalah perbuatan saja. Perbuatan di sini kelakuan dan akibatnya. Kelakuan juga terdiri dari melakukan sesuatu (komisi) dan tidak melakukan sesuatu (omisi). Dengan demikian, tindak pidana merupakan perbuatan melakukan sesuatu, perbuatan tidak melakukan sesuatu, dan menimbulkan akibat, yang dilarang oleh Undang-Undang. 12 Dapat ditegaskan, sepanjang berkenaan dengan perumusan definisi tindak pidana, pikiran-pikiran 11 M. Husni, Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif, (Jurnal Equality : 2006), hal. 1. 12 Chairul Huda Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta : Prenada Media, 2005), hal. 28. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 untuk memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana telah menjadi bagian pembaruan hukum pidana Indonesia, dengan diadopsi dari dalam Rancangan KUHP. Pasal 1 ayat (1) KUHP menghendaki penentuan tindak pidana hanyalah berdasar suatu ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Sekalipun dalam Rancangan KUHP prinsip ini sedikit banyak di simpangi, tetapi penentuan tindak pidana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan masih merupakan inti ketentuan tersebut. Berarti dengan demikian, dapat dikatakan Nullum Crimen Sine Lege dan Nulla Poena Sine Lege merupakan prinsip utama dari azas legalitas, sehingga penyimpangan sejauh mungkin dapat dihindari. 13 Suatu tindak pidana karena isinya berisi rumusan tentang perbuatan yang dilarang dan ancaman pidana terhadap orang yang melarang aturan atau larangan yang telah ada. Jadi, kedua rumusan tersebut yaitu tentang dilarangnya suatu perbuatan dan ancaman pidana bagi pemuatnya, tunduk kepada azas legalitas. Artinya, kedua rumusan tersebut harus ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana di negara-negara civil law lainnya, tindak pidana pada umumnya dirumuskan dalam kodefikasi. Namun walaupun demikian, sejauh ini tidak terdapat ketentuan dalam KUHP maupun Peraturan Perundang-undangan lainnya, yang menyebutkan secara terperinci mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak pidana. Tindak pidana pada awalnya berisi mengenai larangan terhadap perbuatan. Dengan demikian dalam delik omisi , larangan ditujukan kepada tidak diturutinya 13 Ibid hal. 29. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 perintah, berarti dengan kata lain norma hukum pidana berisikan suatu rumusan tentang perintah untuk melakukan sesuatu. Dalam hal tindak pidana materiel larangan ditujukan kepada penimbulan akibat. 3. Pengertian Pasar Modal dan Tujuan Pasar Modal (a) Pengertian Pasar Modal; Pengertian Pasar Modal sebagaimana pasar pada umumnya yaitu merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Di sini yang diperjualbelikan adalah modal atau dana. Jadi Pasar Modal mempertemukan penjual modal atau dana dengan pembeli modal atau dana yang lazim disebut Investor. Pembeli dana atau modal adalah mereka, baik perorangan maupun kelembagaan atau badan usaha yang menyisihkan kelebihan dan atau uangnya untuk usaha yang bersifat produktif. Sedangkan penjual modal atau dana adalah perusahaan yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk keperluan usahanya. 14 Pengertian modal dapat dibedakan: 1) barang modal (capital goods) seperti tanah, bangunan, gedung, mesin. 2) modal uang (fund) yang berupa financial assets. 15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian Pasar Modal adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan permintaan dana jangka panjang atau pusat keuangan, bank dan firma yang meminjamkan uang secara besar-besaran atau pasar atau bursa modal yang memperjualbelikan surat berharga yang berjangka waktu lebih dari satu tahun. 16 14 Yulfasni, Hukum Pasar Modal, (Jakarta: IBLAM, 2005), hal. 1 M. Irsan Nasarudin & Indra Surya, Op. , Cit, hal.10 16 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke tiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal. 833. 15 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (b) Tujuan Pasar Modal Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalah adanya ketentuan di bidang Pasar Modal yang pada saat ini berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pasar Modal ini diharapkan Pasar Modal dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam upaya meningkatkan pembangunan nasional khususnya sasaran pada pembangunan bidang Ekonomi Indonesia. Pada dasarnya Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional kearah yang lebih baik yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat.17 Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain Pasar Modal juga merupakan wahana investigasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah. Salah satu tujuan dari eksistensi Hukum Pasar Modal adalah agar dapat mengamankan investasi dari pihak pemodal. Investasi itu sendiri baru dianggap aman jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 17 C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 38. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 1. Likuidnya efek; 2. Unsur keamana terhadap pokok (prinsipal) yang ditanam; 3. Unsur rentabilitas atau stabilitas dalam mendapatkan return of invesment. 18 Di negara yang menganut sistem ekonomi pasar, Pasar Modal merupakan tolak ukur dan kemajuan ekonomi Negara yang bersangkutan, sebab Pasar Modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahan-perusahaan di negara tersebut. Karena itu sudah sepantasnya Pasar Modal dapat memainkan peranan penting dalam suatu perkembangn ekonomi di suatu negara. F. Metode Penelitian 1. Tipe penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder dan tersier yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan 19. Dalam hal ini berkaitan dengan Pasar Modal, sebagai lembaga dalam melakukan transaksi jual-beli saham merupakan tempat tejadinya mempertemukan antara penjual dan pembeli dana. Selain itu juga dipergunakan bahanbahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. 18 19 Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 13. Soryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal. 20. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 2. Jenis data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: 1) Bahan hukum primer berupa Peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-Undang Pasar Modal, dan Peraturan Perundang-undangan yang relevan. 2) Bahan hukum sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi tentang bahan primer berupa tulisan/buku berkaitan dengan hukum Pasar Modal. 3) Bahan hukum tersier berupa bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa maupun kamus hukum. 3. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, peraturan-Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam pembahasan Skripsi ini disusun sedemikian rupa, yang terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab mempunyai sub bab, yang dapat diuraikan sebagai berikut : M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB I. PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas hal-hal yang umum dalam sebuah tulisan ilmiah yaitu : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PASAR MODAL Dalam bab ini yang dibahas adalah : Pengertian Pasar Modal dan Hukum Pasar Modal, Perkembangan Pasar Modal di Indonesia, Ruang Lingkup Pasar Modal, Bentuk-bentuk tindak pidana Pasar Modal, Para Pelaku Dalam Pasar Modal dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). BAB III UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG PASAR MODAL Dalam bab ini akan dibahas tentang : Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pasar Modal Dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM Dalam Upaya Penegakan Hukum Di Bidang Tindak Pidana Pasar Modal, Proses Pemeriksaan Pada Kasus Tindak Pidana Pasar Modal dan Bentuk Pertanggungjawaban pidana pada tindak pidana Pasar Modal. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB IV BENTUK-BENTUK SANKSI TERHADAP TINDAK PIDANA PASAR MODAL DI INDONESIA. Dalam bab ini yang akan dibahas adalah tentang : Bagaimana bentuk-bentuk sanksi dan Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal di Indonesia. BAB V PENUTUP Bab ini adalah bab terakhir yang merupakan Kesimpulan dan Saran dari penulis Skripsi ini. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PASAR MODAL A. Pengertian Pasar Modal dan Hukum Pasar Modal Istilah “Pasar Modal” dipakai sebagai terjemahan dari istilah “Capital market”. Yang berarti suatu tempat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru dikeluarkan. 20 Jadi seperti pasar-pasar lainnya, di pasar juga berkumpul orang-orang untuk melakukan atau membantu melakukan perdagangan, misalnya dengan melakukan jual-beli. Dalam hal ini yang diperdagangkan adalah efek yang bersangkutan. Pasar Modal di negara-negara maju merupakan salah satu lembaga yang diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara tersebut. Oleh sebab itu negara atau pemerintah mempunyai alasan untuk ikut mengatur jalannya dinamika Pasar Modal. Pasar Modal Indonesia sebagai salah satu lembaga yang memobilisasi dana masyarakat dengan menyediakan sarana atau tempat untuk mempertemukan penjual dan pembeli dana-dana jangka panjang yang disebut efek. Pengertian klasik Pasar Modal diartikan sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi atau efek-efek pada umumnya. Dalam Pasar Modal yang diperjualbelikan adalah modal atau dana. 21 20 Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 10. Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, (Yakarta : Ghalia Indonesia, 1990), hal. 9. 21 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Menurut pendapat dari Hugh T. Patrik dan U Tun Wai, sebagaimana dikutip Abdul Babsith Anwar membedakan tiga arti Pasar Modal, yaitu: 1. Arti luas: “Pasar Modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisir, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara dibidang keuangan, surat berharga/klaim panjang pendek primer dan yang tidak langsung”. 2. Arti menengah: “Pasar Modal adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang mamperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya berjangka dari satu tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotik, dan deposito berjangka”. 3. Arti sempit: “Pasar Modal adalah tempat pasar uang terorganisir yang memperdagangkan saham dan obligasi dengan menggunakan jasa makelar dan underwriter”. 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan batasan Pasar Modal yaitu merupakan “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan 22 Najib A. Gisymar, Insider Trading dalam Transaksi Efek, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 10. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. 23 Pasar Modal dapat memainkan peranan penting dalam suatu perkembangan ekonomi di suatu negara. Karena suatu Pasar Modal dapat berfungsi sebagai: 24 1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan kedalam kegiatan-kegiatan yang produktif; 2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional; 3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus mencitakan kesempatan kerja; 4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi; 5. Memperkokoh beroperasinya finansial market dalam menata sistem moneter, karena Pasar Modal dapat menjadi sarana “open market operation” sewaktu-waktu diperlukan oleh bank sentral; 6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable; 7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal. Karena kegiatan Pasar Modal begitu marak dan complicated, maka sangat dibutuhkan suatu perangkat hukum yang mengaturnya agar pasar tersebut menjadi teratur, adil, dan sebagainya. Sehingga kemudian lahirlah apa yang disebut Hukum Pasar Modal itu (capital market law, securities law). 23 24 Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 11-12. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Sehingga yang merupakan “target yuridis” dari pengaturan hukum terhadap Pasar Modal pada pokoknya adalah sebagai berikut : a. Keterbukaan informasi; b. Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal; c. Pasar yang tertib dan modern; d. Efisiensi; e. Kewajaran; f. Perlindungan investor. 25 B. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia Pasar Modal bagi masyarakat Indonesia bukanlah suatu yang baru, sebab Pasar Modal telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Adapun alasan didirikannya Pasar Modal adalah untuk mendapatkan dana dalam rangka membiayai pembangunan perekonomian, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan milik Belanda secara besar-besaran di Indonesia. Pasar Modal Indonesia mulai didirikan pada saat Indonesia masih merupakan jajahan Belanda. Sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode. Pembagian tersebut dimaksudkan karena ada hal-hal yang khusus yang terjadi dalam periode perkembangannya, baik dilihat dari sisi peraturan maupun dari sisi ekonomi, bahkan juga dari sisi politik dan keamanan. 25 Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 13. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Adapun periode yang dimaksud adalah sebagai berikut: 26 1. Periode permulaan (1878-1912); 2. Periode pembentukan bursa (1912-1925); 3. Periode awal kemerdekaan (1925-1952); 4. Periode kebangkitan (1952-1977); 5. Periode kebangkitan kembali (1977-1987); 6. Periode deregulasi (1987-1995); 7. Periode kepastian hukum (1995-sekarang) 8. Periode menyongsong independensi BAPEPAM. Pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto secara resmi membuka kembali Pasar Modal yang ditandai dengan go public-nya PT. Semen Cibinong. Namun sebelum pengaktifan kembali Pasar Modal Indonesia pemerintah membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), yang diserahi tugas mengurus Pasar Modal. 27 Substansi dari pengaftikan kembali Pasar Modal ini dilandasi kebutuhan akan dana untuk melaksanakan pembangunan yang dirasakan semakin meningkat. Diharapkan melalui Pasar Modal dunia usaha dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya pembiayaan jangka panjang yang mereka perlukan. Pada akhirnya pengaktifan Pasar Modal bermaksud untuk memeratakan hasil pembangunan melalui pemilikan saham-saham perusahaan, serta turut ambil peranan dalam menyediakan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan bekerja. Di Indonesia hukum Pasar Modal berkembang sesuai dengan perkembangan Pasar Modal itu sendiri. Dan sebagaimana diketahui bahwa 26 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 62. Jasso Winarto, Pasar Modal Indonesia (Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 31. 27 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 gemerlapnya Pasar Modal baru dimulai di Indonesia di sekitar tahun 1988. maka sejak itu pulalah hukum Pasar Modal mulai menampakkan “taringnya”. Tahun 1993 Pasar Modal Indonesia mulai terlihat semarak kembali, terlebih lagi setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dirasakan lebih menjamin kepastian hukum terhadap pelaku Pasar Modal untuk melakukan kegiatan di Pasar Modal. Undang-Undang ini dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Kemudian ada beberapa Keputusan Menteri dan seperangkat peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam yang jumlahnya lebih kurang dari 150 buah peraturan. 28 Salah satu hal yang perlu dicermati dalam Undang-Undang Pasar Modal adalah diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada Bapepam sebagai pengawas. Undang-Undang ini dengan tegas mengamanatkan kepada Bapepam untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kejahatan yang terjadi di bidang Pasar Modal. Selain itu, Bapepam merupakan Self Regulation Organization (SRO) yang menjadikan Bapepam mudah untuk bergerak dan menegakkan hukum sehingga menjamin kepastian hukum. Hal tersebut pada gilirannya, diharapkan akan memajukan Bursa Efek di Indonesia. Namun, kenyataannya masih berkata lain Pasar Modal Indonesia belumlah mendapatkan kepercayaan dari publik Internasional sebagai Pasar Modal yang aman bagi investor. 28 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 73. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Perkembangan suatu Pasar Modal di pengaruhi oleh partisipasi yang aktif, baik dari perusahan yang menjual sahamnya (go public) maupun investor serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan Pasar Modal. 29 Ini berarti bahwa tanpa adanya partisipasi yang aktif dari perusahaan yang potensial untuk go public, tidak adanya investor yang bergairah untuk menanamkan dananya dalam surat berharga, dan kurang efektifnya lembaga-lembaga penunjang Pasar Modal, maka suatu Pasar Modal tidak akan berkembang dengan baik. Tetapi dengan adanya partipasi yang aktif dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kegiatan Pasar Modal, tanpa disertai dengan kualitas dan prilaku yang baik dan rasa tanggung jawab sosial yang besar, akan mengakibatkan perkembangan yang kurang baik bagi Pasar Modal. 30 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk menjual sahamnya atau go public adalah : 31 prospek dunia usaha, yang merupakan faktor penting bagi perusahaan untuk merencanakan tingkat kegiatan yang akan dilakukan, daya tarik untuk go public, dan persyaratan go public. Selama tahun 2003, Pasar Modal mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan indeks harga obligasi masing-masing sebesar 63% dan 66% yang menunjukkan bahwa peranan Pasar Modal sebagai alternatif sumber pembiayaan dan investasi mulai 29 Panji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Semarang: Rineka Cipta, 2001), hal. 97. 30 Ibid. 31 Ibid. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 pulih. Namun demikian, pertumbuhan tersebut masih perlu diwaspadai karena masih tingginya risiko kredit dan risiko Refinancing Obligasi. 32 Selain itu, valuasi produk Pasar Modal tersebut masih belum sepenuhnya mencerminkan nilai fundamentalnya. Kondisi demikian menjadi tantangan bagi pengembangan Pasar Modal di masa mendatang agar tidak menjadi sumber instabilitas di sektor keuangan. Semakin terintegrasinya produk dan transaksi dalam sistem keuangan, termasuk Pasar Modal, menjadikan perhatian Bank Indonesia terhadap perkembangan pasar tersebut sangat tinggi. 33 Hal ini disebabkan permasalahan yang terjadi di Pasar Modal dapat berpengaruh secara sistemik pada sistem keuangan secara keseluruhan. Secara umum, dapat digambarkan bahwa peranan Pasar Modal dalam pasar keuangan menjadi semakin penting. Pada tahun 2003, pangsa total pembiayaan yang dikeluarkan Pasar Modal terhadap total pembiayaan lembaga keuangan mengalami peningkatan sebesar 5% dibanding tahun sebelumnya. Meningkatnya keterkaitan tersebut menunjukkan semakin pentingnya keberadaan Pasar Modal sebagai pelengkap sumber pembiayaan usaha. 34 Selama 2003, kondisi investasi di Indonesia masih dianggap memiliki risiko relatif tinggi bagi investor dan pemeringkat internasional. Hal ini tercermin dari relatif tingginya Yield Spread Sovereign terbitan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Namun demikian, seiring dengan membaiknya kondisi makro ekonomi selama tahun 2003, tingkat kepercayaan 32 Bapepam, Masterplan Pasar Modal 2005-2009, www.bapepam.go.id/old/arsip/master_plan.pdf. dikunjungi tanggal 11 April 2007. 33 Ibid. 34 Ibid. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 terhadap perekonomian Indonesia semakin meningkat seperti tercermin dari perbaikan peringkat Indonesia oleh beberapa lembaga pemeringkat international. 35 Akibatnya, selama tahun 2003 tersebut terjadi peningkatan arus modal yang dibawa investor asing terutama dalam bentuk investasi portofolio di Pasar Modal Indonesia. Kondisi Pasar Modal yang membaik tersebut telah memberikan banyak peluang bagi perbankan dan korporasi dalam melakukan investasi dan memperoleh alternatif sumber pembiayaan. 36 Namun tantangan kedepan tidaklah kecil, terutama dengan adanya inovasiinovasi produk keuangan, kemajuan teknologi informasi yang dapat melahirkan persoalan hukum yang sering terkait dengan yurisdiksi negara lain dan dunia internasional. Disamping itu masalah-masalah yang dapat menghambat pertumbuhan Pasar Modal kita adalah: 37 a. Masyarakat kita kadang-kadang sangat permisif terhadap pelanggaran yang terjadi di Pasar Modal; b. Penerapan prinsip disclosure dan transparency yang keliru dapat menyebabkan perlakuan tidak adil kepada pemodal; c. Pelaksanaan bisnis yang tidak berorientasi pasar atau didasarkan kepada pertemanan semata (friendship driven) telah melahirkan musibah di Pasar Modal; 35 Ibid. Ibid. 37 I Putu Gede Ari Suta, Menuju Pasar Modal Modern, (Jakarta: Yayasan Sad Satria Bakti, 2000), tanpa halaman. 36 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 d. Lemahnya sistem hukum yang ada terutama terkait dengan pasar keuangan akan mengganggu penerapan sistem pasar dan menurunkan kredibilitas Pasar Modal Indonesia di dunia internasional. C. Ruang Lingkup Pasar Modal Pada prinsipnya hukum Pasar Modal mengatur segala segi yang berkenaan dengan Pasar Modal. Jadi ruang lingkupnya relatif luas. Antara lain pengaturannya tentang hal-hal sebagai berikut: 38 1. Pengaturan tentang perusahaan, misalnya: a. Disclousure Requirement; b. Perlindungan pemegang saham minoritas. 2. Tentang surat berharga Pasar Modal; 3. Pengaturan tentang adaministrasi pelaksanaan Pasar Modal, yaitu meliputi: a. Tentang perusahaan yang menawarkan surat berharga; b. Tentang profesi dalam Pasar Modal; c. Tentang perdagangan surat berharga. Setelah mengetahui pengertian Pasar Modal, kiranya perlu dikemukakan beberapa klasifikasi dari pada Pasar Modal yakni sebagai berikut: 39 1. Dari sudut pandang para pemakai dana, terdapat berbagai pihak terlibat dalam kegiatan Pasar Modal. 38 Munir Fuady,Op. , Cit, hal. 12. Panji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Pasar Modal (Keberadaannya dan Manfaatnya bagi Pembangunan), (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 9. 39 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Dengan adanya membutuhkannya, maka dana yang instrumen tersedia bagi menjembatani pihak-pihak antara mereka yang yang membutuhkan dana dengan para penanam modal (investor). Di negara maju seperti Amerika Serikat, permintaan akan dana-dana pada umumnya berasal dari 5 (lima) kategori pemakai, yakni perorangan perusahaan, dunia usaha, pemerintah federal, pemerintah negara bagian, dan para peminjam asing. Di Indonesia, kategori tersebut dapat dibagi atas 3 kelompok, yakni perorangan, pemerintah (dalam hal ini pemerintah pusat), dan perusahaan (dunia usaha). 40 Perorangan pada hakekatnya bertempu pada suatu pasar jangka panjang guna membelanjai real estate dan berbagai transaksi usaha (business transactions). Dunia usaha pada umumnya, dalam menghadapi kebutuhan dana memiliki dua sumber atau cara pemecahan lain disamping memanfaatkan aktivitas dunia perbankan dan asuransi, yakni pasar bagi pinjaman jangka pendek dan jangka panjang (note and bond market) dan pasar bagi sahan-saham perusahaan (the market for corporate stock). Pemerintah menutup kebutuhan dananya dengan mengeluarkan kertas perbendaharaan negara (Treasury Securities) dan obligasi negara dalam jangka menengah dan jangka panjang yang biasanya diterbitkan pada pasar perdana dan diperjualbelikan secara bebas di Bursa. Berbagai macam cara penarikan dana-dana oleh kelima kelompok pemakai dana masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung dari 40 Ibid. hal. 10. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam hal ini, tentu saja menghasilkan tingkat bunga dan hasil penanaman yang berbeda pula. Dengan demikian, memerlukan pemilihan yang benar-benar tepat agar kebutuhan keuangan (financial needs) dapat tercapai secara memuaskan. 2. Dari sudut pandang instrumen yang ditawarkan melalui Pasar Modal, yakni apakah instrumen merupakan utang menengah atau jangka panjang atau instrumen modal perusahaan. Di Amerika Serikat, jenis-jenis intrumen yang diperjualbelikan di Pasar Modal terdiri dari surat-surat utang (notes) perorangan maupun perusahaan, obligasi badan usaha, obligasi negara (pemerintah), dan saham-saham perusahaan. 3. Dari sudut jatuh temponya instrumen yang diperdagangkan di Pasar Modal. Sebagaimana diketahui, transaksi surat-surat berharga yang telah jatuh temponya dalam waktu kurang dari satu tahun dilakukan dalam pasar uang (money market) atau pasar dana-dana jangka pendek (short term market). Sehingga bagi dana-dana jangka menengah (intermediate term fund) dan jangka panjang (long term fund), perdagangannya dilakukan di Pasar Modal. 41 Meskipun kedua pasar tersebut tidak dapat dibedakan begitu saja. Oleh karena rumitnya permasalahan baik pada Pasar Modal maupun pada pasar uang, maka terdapat faktor-faktor lain yang sulit untuk dibedakan secara teliti, menyeluruh dan lengkap. 41 Ibid. hal. 11. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 4. Dari sudut pandang tingkat sentralisasi. Bahwa ruang lingkup suatu Pasar Modal ternyata mencakup permasalah yang cukup luas dan tersebar. Suatu Pasar Modal adalah sarana bagi dunia perbankan dan asuransi guna meminjamkan dana-dananya yang menganggur (idle), sarana untuk memperjualbelikan saham atau obligasi suatu perusahaan., sarana bagi pemerintah untuk menjual obligasi negara (di Amerika Serikat), sarana investasi bagi pemodal seperti perorangan, rumah tangga dan sebagainya. 42 Di Indonesia sejalan dengan pemerintah mengaktifkan kembali Pasar Modal, yakni khususnya sebagai sarana pemerataan pendapatan melalui pemilikan saham-saham perusahaan yang go public, maka perlu memikirkan karakteristik Pasar Modal ini. Tingkat sentralisasi yang dijalankan oleh Bapepam dihubungkan dengan tujuan khususnya dalam rangka pemerataan pendapatan mutlak, memerlukan adanya Pasar Modal wilayah dan lokal, oleh karena secara geografis luas wilayah Republik Indonesia tidak memungkinkan berjalannya fungsi sentral tanpa kelengkapan lembaga atau institusinya. Misalnya, saat ini hal tersebut dirasakan belum mendesak dihubungkan dengan kemampuan menabung dari masyarakat dan belum tumbuh kembangnya terhadap penawaran investasi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara khususnya dalam masa pembangunan sekarang ini. 42 Ibid. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 5. Dari sudut pandang transaksinya, suatu transaksi Pasar Modal yang dilakukan oleh para pemodal dan pemakai dana terjadi dalam suatu pasar yang sifatnya terbuka (open market) dan tidak langsung. Hal tersebut merupakan karakteristik dari Pasar Modal dimana para pembeli dan penjual diwajibkan menggunakan jasa para perantara pedagang efek (brokes) ataupun agen-agen penjual (dealers) yang berfungsi sebagai perantara pemasaran surat-surat berharga (marketing intermediaries) yang diperjualbelikan di Pasar Modal. Jadi, berbeda dengan transaksi-transaksi yang dijalankan oleh lembaga keuangan perbankan ataupun non-bank, dimana transaksi berlangsung secara langsung dan pribadi (direct and personal). 43 6. Di dalam mekanisme Pasar Modal dikenal adanya penawaran pada pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder/bursa (secondary market). Hal tersebut menimbulkan perbedaan antara transaksi pada pasar perdana dengan transaksi pada pasar sekunder atau bursa. Di Indonesia, harga-harga suatu efek (saham/obligasi) pada pasar perdana dirundingkan bersama oleh penjamin emisi dan perusahaan yang menerbitkannya dan setelah mendapatkan persetujuan dari Bapepam ditetapkan sebagai harga penawaran umum (offering price) pada masa penawaran umum atau harga perdana. Sedangkan transaksi pada pasar sekunder atau bursa berlaku harga atau kurs efektif yang dibentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap suatu jenis efek. 43 Ibid. hal. 12. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 D. Para Pelaku Dalam Pasar Modal Tidak seperti pasar-pasar biasa, Pasar Modal sangat hiruk-pikuk dan penuh dengan berbagai macam pelaku pasar. Masing-masing dengan prosedur kerja, tugas, kewenangan, hak dan tanggung jawab yuridis sendiri-sendiri. Karena itu, Pasar Modal sekaligus hukum yang mengaturnya sebenarnya merupakan refleksi dari eksistensi suatu pasar yang canggih dan complicated. Tidak ada pasar lain di dunia ini yang begitu banyak macam dan model para pelakunya seperti yang terdapat pada Pasar Modal. Hal ini mudah dipahami berhubung mobilitas perputaran uang di Pasar Modal sangat besar jumlahnya. Dalam waktu beberapa detik saja, milyaran dolar dapat ditarik dari suatu negara lewat wahana Pasar Modal itu. Maka ibarat kata orang bijak, dimana ada gula di situ banyak semut, maka berduyun-duyunlah orang datang ke Pasar Modal dengan berbagai peranan yang dimainkannya, atau bahkan mereka datang hanya sekedar berspekulasi dengan nasibnya dengan melakukan investasi di Pasar Modal tersebut. Mereka-mereka yang merupakan pelaku dalam Pasar Modal tersebut dapat disebutkan sebagai berikut: 44 1. Perusahan publik Perusahaan publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar Rupiah) atau suatu 44 Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 38-39. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 jumlah pemegang saham dan modal setor yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 45 Ada sedikit perbedaan antara emiten dengan perusahaan publik. Kalau emiten sudah pasti perusahaan publik karena telah memenuhi persyaratan sebagai perusahaan publik dilihat dari jumlah pemegang saham dan modal minimal yang disetor. Emiten melakukan penawaran umum dan sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa (secondary market), sedangkan perusahaan publik belum tentu dapat dikategorikan sebagai emiten. Karena perusahaan publik belum tentu melakukan penawaran umum atau listing di Bursa. 46 2. Bapepam Bapepam merupakan badan pengawas Pasar Modal yang bertujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, efisien, serta melindungi kepentingan pemodal serta masyarakat. Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh badan pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut dengan Bapepam. 47 3. Bursa Efek Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek diantara mereka. 48 Pada saat ini terdapat dua Bursa Efek di Indonesia, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) , dan Bursa Efek Surabaya (BES). Kedua bursa tersebut harus bisa menciptakan kondisi yang 45 Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 155. 47 Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 48 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 46 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 bisa mendorong perusahaan efek yang menjadi anggotanya, untuk melayani dan mendahulukan pemodal sehingga pada akhirnya dapat merangsang minat pemodal melakukan investasi dengan aman, efisien, dan terjangkau. Bursa Efek diwajibkan untuk mengembangkan sistem pengendalian intern, terutama dalam pengawasan perdagangan yang efektif, dengan tujuan menghindari timbulnya manipulasi harga dan mendeteksi informasi orang dalam. 49 4. Lembaga Kliring dan Penjaminan Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa Kliring dan Penjaminan penyelesain transaksi Bursa. 50 Peranan Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah untuk melaksanakan Kliring dan menjamin penyelesaian transaksi. Fungsi ini dilaksanakan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Transaksi yang terjadi di Bursa Efek dikliringkan oleh LKP secara terus-menerus sehingga dapat ditentukan hak dan kewajiban Bursa yang melaksanakan transaksi. Di samping melaksanakan fungsi Kliring, LKP juga menjamin penyelesaian transaksi di Bursa yang pelaksanaannya dilakukan dengan menempatkan LKP sebagai counterpart dari anggota Bursa yang melaksanakan transaksi. 51 5. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian Sentral Bagi Bank Kustodian, Perusahaan 49 50 51 I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal. 193. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal 196. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Efek, dan pihak lain. 52 Saat ini fungsi Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dilaksanakan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Jasa Kustodian yang diberikan oleh LPP harus mampu memberikan pelayananan secara menyeluruh termasuk pembagian hak atas efek seperti deviden dan saham bonus, proses administrasi atas segala kegiatan yang dilakukan oleh emiten yang terkait dengan kepentingan pemegang rekening seperti RUPS, penyerahan dana dan efek atas instruksi pengguna jasa, administrasi pinjam-meminjam efek, dan pemindahan efek dari dan kepenitipan kolektif. 53 6. Reksa Dana Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. 54 Ada dua bentuk Reksa Dana, yang kedua-duanya diperkenanakan dalam sistem hukum Indonesia, yaitu: 1. Reksa Dana berbentuk perseroan (mutual company), yang terdiri dari: a. Reksa Dana terbuka (open end); b. Reksa Dana tertutup (closed end). 2. Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (hanya berbentuk Reksa Dana Terbuka). 55 7. Perusahaan Efek. 52 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal 194. 54 Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 55 Munir Fuady, Op. Cit. , hal. 107. 53 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Perusahaan Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin Emisi efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi. 56 Oleh karena hubungan diantara Perusahaan Efek dan Penasehat Investasi dan Nasabah, maka pemberian jasa oleh Perusahaan Efek atau Penasehat Investasi harus dilakukan secara profesional. Untuk itu Perusahaan Efek dilarang: a. Menggunakan pengaruh atau mengadakan tekanan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah; b. Mengungkapkan nama atau kegiatan nasabahnya, kecuali diberi instruksi secara tertulis oleh nasabahnya atau diwajibkan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; c. Mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengungkapkan fakta material kepada nasabahnya mengenai kemampuan usaha dan atau keadaaan keuangannya; d. Merekomendasikan kepada nasabahnya untuk membeli atau menjual efek tanpa memberitahukan adanya kepentingan Perusahaan Efek atau Penasehat Investasi dalam efek tersebut; e. Membeli atau memiliki efek untuk rekening perusahaan efek itu sendiri atau untuk rekening pihak terafiliasi jika terdapat kelebihan permintaan beli dalam penawaran umum dalam hal perusahan efek tersebut bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek atau agen 56 Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 penjualan, kecuali pesanan pihak yang tidak terafiliasi telah terpenuhi seluruhnya. 57 8. Wakil Perusahaan Efek Wakil Perusahaan Efek adalah wakil dari pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek atau Manajer Investasi. 9. Penjamin Emisi Efek Penjamin Emisi Efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. 58 10. Penasehat Investasi Penasehat Investasi adalah pihak yang memberikan nasehat kepada pihak lain mengenai penjualan dan pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. 59 11. Manajer Investasi Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk kelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. 60 12. Lembaga Penunjang Pasar Modal Lembaga Penunjang Pasar Modal terdiri dari: a. Kustodian Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa Penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan 57 I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal. 193. Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 59 Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 60 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 58 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. 61 b. Biro Administrasi Efek Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek. 62 c. Wali Amanat Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang. 63 Wali amanat dapat mewakili kepentingan para pemegang efek yang bersifat utang, secara independen ditetapkan bank umum sebagai pihak yang dapat menyelenggarakan perwaliamanatan, karena mempunyai usaha yang luas. Tetapi, sebagai antisipasi terhadap perkembangan Pasar Modal, dimungkinkan pihak lain, selain bank umum, untuk melakukan kegiatan sebagai wali amanat berdasarkan peraturan pemerintah. 13. Profesi Penunjang Pasar Modal Profesi Penunjang Pasar Modal terdiri dari: a. Akuntan; Akuntan berperan dalam mengungkapkan informasi keuangan perusahaan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran atas data yang disajikan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan 61 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 63 Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. 62 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan standar akutansi yang berlaku umum. Tanpa mengurangi ketentuan yang ada, Bapepam dapat menentukan standar akutansi yang berlaku umum. 64 b. Konsultan Hukum; Konsultan Hukum merupakan ahli dalam bidang hukum yang memberikan pendapat hukum mengenai emisi dan emiten atau pihak lain yang terkait dengan kegiatan Pasar Modal. Untuk itu profesi ini mempunyai fungsi untuk memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion) mengenai keadaan emiten. Konsultan Hukum harus memberika pendapat mengenai: 65 1. Anggaran dasar emiten beserta perubahannya; 2. Izin usaha emiten; 3. Bukti pemilikan/penguasaan harta emiten; 4. Perikatan emiten dengan pihak lain; 5. Perkara baik perdata maupun pidana yang menyangkut emiten maupun pengurusnya. c. Penilai; Peranan perusahaan penilai sebagi salah satu profesi penunjang Pasar Modal cukup menentukan di Pasar Modal, karena lembaga ini berperan dalam menentukan nilai wajar dari harta milik 64 65 I Putu Gede Ari Suta, Op. , Cit, hal. 204. Ibid, hal. 206-207. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 perusahaan. Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi investor didalam mengambil keputusan investasi. d. Notaris; Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik sebagai mana dimaksud dalam staatblad 1860 No. 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris. 66 e. Profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. E. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pasar Modal Kebijakan formulatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) diatur dalam BAB XV tentang “Ketentuan Pidana” (Pasal 103 – Pasal 110). Pembagian atau pengelompokkan jenis Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) dalam BAB XV dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Jika dilihat berdasarkan kualifikasi deliknya, menurut ketentuan Pasal 110, Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) terdiri dari 2 (dua) kelompok atau jenis tindak pidana, antara lain yaitu : 1. Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) yang berupa “Kejahatan Pasar Modal” (KPM). A. PASAL 103 AYAT (1) : Kejahatan Pasar Modal yang diatur dalam Pasal ini pada intinya berupa “melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan atau pendaftaran” sebagaimana diatur dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal 66 Ibid, hal. 206. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50 dan Pasal 64. Jadi ada 9 (sembilan) Kejahatan Pasar Modal (KPM) dalam kelompok Pasal 103 ayat (1) ini yang seluruhnya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana penjara maksimum 5 (lima) tahun dan denda Rp 5.000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah). Ke-9 (sembilan) Kejahatan Pasar Modal (KPM) itu, ialah : (1) Pasal 6 : Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai bursa efek tanpa izin usaha dari Bapepam. (2) Pasal 13 : Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan atau sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tanpa izin usaha dari Bapepam. (3) Pasal 18 : Menjalankan usaha Reksa Dana tanpa izin usaha dari Bapepam. (4) Pasal 30 : Melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek tanpa izin usaha dari Bapepam. (5) Pasal 34 : Melakukan kegiatan sebagai Penasihat Investasi tanpa izin dari Bapepam. (6) Pasal 43 : Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian tanpa persetujuan Bapepam. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (7) Pasal 48 : Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro Administrasi Efek tanpa izin usaha dari Bapepam. (8) Pasal 50 : Menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali Amanat yang tidak terdaftar di Bapepam. (9) Pasal 64 : Profesi Penunjang Pasar Modal (Akuntan, Konsultan Hukum, Penilai, Notaris, Profesi lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah) yang melakukan kegiatan tanpa terlebih dahulu terdaftar di Bapepam. 67 Menurut ke-9 (sembilan) Pasal diatas, persyaratan dan tata cara perizinan, persetujuan dan pendaftaran itu diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995. Sebab masalah perizinan, persetujuan dan pendaftaran lebih bersifat administratif, maka Kejahatan Pasar Modal (KPM ini merupakan tindak pidana administratif. B. PASAL 104 : Kejahatan Pasar Modal (KPM) dalam Pasal ini diklasifikasikan sebagai pelanggaran oleh “setiap pihak” terhadap 7 (tujuh) Pasal dalam BAB XI tentang “Penipuan, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam”. Yaitu diatur didalam Pasal 90, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1) dan Pasal 98. Jadi ada 7 (tujuh) Kejahatan Pasar Modal (KPM) 67 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 dalam kelompok Pasal 104 ini yang seluruhnya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana maksimum 10 (sepuluh) tahun dan denda Rp 15.000.000.000,- (Lima belas Miliar Rupiah). Ke-7 (tujuh) Kejahatan Pasar Modal (KPM) itu ialah : (1) Pasal 90 : Melanggar ketentuan Pasal 90, yaitu secara langsung atau tidak langsung : (a) Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; (b) Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain; (c) Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang meteriel agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain dengan tujuan mempenaruhi Pihak lain untuk membeli atau mensual efek itu. (2) Pasal 92 : Melanggar ketentuan dari Pasal 92 yaitu : (a) Melakukan 2 (dua) transaksi efek atau lebih, baik secara langsung maupun tidak langsung; (b) Sehingga menyebabkan harga efek di Bursa tetap, naik atau turun; M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (c) Dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual atau menahan efek. (3) Pasal 93 : Melanggar ketentuan dari Pasal 93 yaitu : (a) Membuat pernyataan atau memberikan keterangan tidak benar atau meyesatkan sehingga mempengaruhi harga di Bursa Efek; (b) Dan pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan pihak yang bersangkutan : (1) Mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau; (2) Tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran materiel dari pernyataan atau keterangan tersebut. (4) Pasal 95 : Melanggar ketentuan dari Pasal 95 yaitu : (a) Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam, melakukan pembelian atau penjualan atas efek : (1) Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau (2) Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (5) Pasal 96 : Melanggar ketentuan dari Pasal 99 yaitu : Orang dalam sebagaimana dimaksud Pasal 95 : (a) Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud; atau (b) Memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek. (6) Pasal 97 ayat (1) : Melanggar ketentuan dari Pasal 97 ayat (1) yaitu : Pihak yang memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum, melanggar larangan dalam Pasal 95 dan Pasal 96. (7) Pasal 98 : Melanggar ketentuan dari Pasal 98 yaitu : Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan publik, melakukan transaksi efek atau Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 C. PASAL 106 Kejahatan Pasar Modal (KPM) menurut ketentuan Pasal 106 ini terdiri dari 2 (dua) tindak pidana, yaitu : (1) Pelanggaran terhadap Pasal 70 yang diancam pidana maksimum 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda Rp 15.000.000.000,- (Lima belas Miliar Rupiah ) [Pasal 106 ayat (1)]. Dimana menurut ketentuan Pasal 70 yang dapat melakukan penawaran umum aníllala Emiten yang telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual Efek kepada masyarakat dan Pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif. Jadi yang merupakan Kejahatan Pasar Modal (KPM) ialah : (a) Emiten yang melakukan “penawaran umum” (yaitu kegiatan penawaran efek kepada masyarakat sesuai peraturan yang berlaku), padahal : (1) Emiten itu Belum menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam; dan (2) Pernyataan Pendaftaran itu Belum aktif. (2) Pelanggaran maksimum terhadap 3 (tiga) Pasal 73 tahun yang diancam pidana penjara dan denda Rp 5.000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah) [Pasal 106 ayat (2)]. Menurut ketentuan Pasal 73, setiap perusahaan Publik wajib M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam. Jadi, yang merupakan Kejahatan Pasar Modal (KPM) ialah : (a) Perusahaan Publik yang tidak menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam. D. PASAL 107 Kejahatan Pasar Modal (KPM) yang dirumuskan dalam Pasal 107 ini mengandung unsur-unsur sebagai berikut : (1) Menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak (termasuk Emiten dan Perusahaan Publik) yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran; (2) Perbuatan pada sub a itu dilakukan dengan sengaja bertujuan untuk menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam. Kejahatan Pasar Modal (KPM) menurut ketentuan Pasal 107 diancam dengan pidana maksimum 3 (tiga) tahun penjara dan denda Rp 5.000.000.000,(Lima Miliar Rupiah). 2. Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) yang berupa “Pelanggaran Pasar Modal” (PPM). A. PASAL 103 AYAT (2) Pelanggaran Pasar Modal (PPM) dalam Pasal ini berupa Pelanggaran terhadap Pasal 32, yaitu : M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (1) Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi tanpa memperoleh izin dari Bapepam. Pelanggaran Pasar Modal (TPM) diatas diancam dengan pidana maksimum 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000,- (satu Miliar Rupiah) B. PASAL 105 Pelanggaran Pasar Modal (TPM) dalam Pasal 105 ini berupa pelanggaran terhadap Pasal 42 yang dilakukan oleh Manager Investasi dan atau Pihak terafiliasinya, yaitu : (1) Menerima imbalan ( dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi Manajer Investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk Reksa Dana. Delik dalam Pasal 106 ini diancam pidana pidana maksimum 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000,- (satu Miliar Rupiah). C. PASAL 109 Pelanggaran Pasar Modal (TPM) dalam Pasal ini “Tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100”, yaitu yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melakukan Pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan/terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaanya. Patut dicacat, bahwa Pasal 100 ayat (4) juga memuat larangan bagi pegawai Bapepam atau pihak lain yang ditunjuk Bapepam untuk M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 melakukan pemeriksaan agar tidak memanfaatkan informasi untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperolehnya kepada pihak manapun selain dalam rangka mencapai tujuan, Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-Undang lainnya. Pelanggaran terhadap ketentuan inipun, dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana Pelanggaran Pasar Modal (TPM) menurut Pasal 109. Ancaman pidana maksimum untuk delik dalam Pasal 109 ini ialah pidana maksimum 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000,- (satu Miliar Rupiah). M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB III UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG PASAR MODAL Sebagai landasan upaya penegakan hukum yang dapat menjawab segala tuntutan masyarakat, hukum yang dipergunakan haruslah hukum yang bersifat responsif, jika tidak maka hukum tersebut seolah akan kehilangan rohnya, dimana roh dari hukum itu adalah moral dan keadilan. 68 Reformasi hukum, haruslah melihat kembali pada tatanan moralitas yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, perkembangan hukum tercermin dalam tipe-tipe hukum yang dikembangkan oleh penguasa negara melalui 3 (tiga) tipe perkembangan hukum. Pertama, hukum responsif, kedua, hukum otonom dan yang ketiga adalah hukum represif. Penegakan hukum yang konsisten terhadap seluruh pelaku Pasar Modal diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran maupun kejahatan di Pasar Modal. Hal ini pada gilirannya diharapkan dapat menggairahkan iklim investasi bagi investor baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk menanamkan modalnya di Pasar Modal Indonesia. A. Pengaturan Tindak Pidana Pasar Modal Dalam UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Pasar modal disamping sebagai sumber pembiayaan dunia usaha juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat pemodal, sehingga melalui pasar modal potensi dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan 68 M. Husni, Op. , Cit. hal. 3 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 menjadi suatu kekuatan yang nyata bagi peningkatan kemakmuran rakyat yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Agar dana masyarakat yang tidak produktif dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional. 69 Pada tahun 1952 telah ada Undang-Undang Nomor 15 tahun 1952 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat tentang Bursa sebagai Undang-Undang. Namun karena dianggap sudah tidak tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan kehidupan yang terus berkembang mengikuti perkembangan dunia, maka Undang-Undang tersebut dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Didalam Undang-Undang baru inilah segala bentuk perbuatan di bidang Pasar Modal diatur, Undang-Undang ini adalah dasar dalam bertindak dalam Pasar Modal. Didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ini, mengenai tindak pidana dalam Pasar Modal diatur dalam dalam BAB XV mengenai “Ketentuan Pidana”. Dimana dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal diatur didalam Pasal 103 – Pasal 110. Didalam Pasal-Pasal tersebut disebutkan apa saja yang menjadi ruang lingkup tindak pidana dalam bidang Pasar Modal itu, karena pada dasarnya tindak pidana di bidang Pasar Modal terbagi atas 2 (dua) secara garis besar, yaitu yang pertama tindak pidana yang berupa kejahatan, tentang tindak pidana yang berupa kejahatan didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 diatur dalam Pasal 103 ayat (1), Pasal 104, 69 I Nyoman Tjager, Pokok-Pokok UUPM dan Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Jakarta Institut Finansial, 1997), hal. 1. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Pasal 106 dan Pasal 107. Dan yang kedua adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran, dimana didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 mengenai tindak pidana di bidang Pasar Modal yang berupa pelanggaran diatur dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105 dan Pasal 109. Perlu diketahui pula, bahwa menurut Pasal 108, ketentuan pidana dalam Pasal 103 sampai Pasal 107 juga dapat berlaku bagi para pihak yang secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran terhadap Pasal-Pasal yang dimaksud sebelumnya. Ini berarti pelanggaran Pasal 108 juga dapat berupa tindak pidana kejahatan dan dapat berupa pelanggaran. Didalam Pasal-Pasal tersebut diataslah pengaturan mengenai tindak pidana Pasar Modal diatur, dengan demikian dengan adanya pengaturan mengenai tindak pidana di bidang Pasar Modal diharapkan semua pihak yang bergerak dibidang Pasar Modal akan merasa dan berfikir kalau ada peraturan yang melindungi kegiatan mereka dari kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi diluar perkiraan sebelumnya. Keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal, yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 1996, diharapkan dapat memberikan jaminan kepada perkembangan iklim pasar modal yang kondusif, ini tercermin dari sasaran yang ingin dicapai oleh Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 itu sendiri yaitu Pertama, menciptakan kerangka hukum yang kokoh dibidang pasar modal; Kedua, meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan terhadap masyarakat pemodal; Ketiga, meningkatkan profesionalisme pelaku pasar modal; Keempat, menciptakan sistem perdagangan M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 yang aman, efisien dan likuid; Kelima, membuka kesempatan berinvestasi bagi pemodal kecil. 70 B. Bapepam Dalam Upaya Penegakan Hukum di Bidang Tindak Pidana Pasar Modal Landasan hukum dibentuknya Bapepam adalah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1976, BAB III, Pasal 8-15 yang berbunyi sebagai berikut : untuk melakukan pengendalian dan melaksanakan Pasar Modal sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah, dibentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam). Bapepam adalah suatu badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. Fungsi dan tugas Bapepam di samping sebagai pengawas Pasar Modal juga melakukan fungsi penyelenggara bursa sejak diaktifkannya kembali Pasar Modal Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1977. Oleh karenanya, dulu disebut dengan Bapepum (Badan Pengawas Pasar Uang dan Modal). 71 Dalam perkembangan selanjutnya, dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1990 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548 Tahun 1990, dualisme fungsi Bapepam dihapus, sehingga Bapepam menjadi bbadan Pengawas Pasar Modal yang hanya memfokuskan pada fungsi pengawasan dan pembinaan Pasar Modal. Dengan fungsi ini, Bapepam dapat mewujudkan tujuan 70 71 Ibid, hal. 2-4. M. Irsan Nasarudin & Indra Surya, Op. , Cit, hal. 115. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 penciptaan kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. 72 Pelaksanaan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari di dalam kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut dengan nama Bapepam. Bapepam berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Mengingat Pasar Modal merupakan sumber pembiayaan dunia usaha serta sebagai wahana investasi bagi para pemodal yang memiliki peranan dan strategi untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, maka kegiatan Pasar Modal perlu mendapatkan pengawasan agar dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. 73 Oleh karena hal tersebut, secara operasional Bapepam diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina, mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal. Dimana pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik upaya yang bersifat preventif maupun upaya dalam bentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyelidikan dan pengenaan sanksi. Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. 72 E. A. Koetin, Pasar Modal Indonesia Retropeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ, (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), hal. 89. 73 C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op. , Cit, hal. 57. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Bapepam adalah lembaga regulator dan pengawas Pasar Modal, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merupakan palang pintunya hukum Pasar Modal. Dimana lembaga ini merupakan benteng sekaligus ujung tombak dalam melakukan Law Enforcement dari kaidah-kaidah hukum Pasar Modal. Oleh karena itu, apakah Pasar Modal akan menjadi lebih baik, lebih aman, adil dan tertib atau sebaliknya semakin kacau, karena dipenuhi trik-trik dan tipu muslihat dari para aktor Pasar Modal dan spekulan yang beringas dan penuh nafsu, itu semua tergantung bagaimana Bapepam tersebut membawa diri. Termasuk kerapihan sistem yang ada di Bapepam, kejelasan aturan main, dan yang paling penting obsesi, visi dan kesigapan orang-orang yang duduk di Bapepam itu sendiri. 74 Bapepam dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas kegiatan Pasar Modal pada kenyataanya masih kurang efektif. Bapepam dalam menyikapi dan menindaklanjuti kasus bursa terkadang tidak berani, Bapepam masih terkesan ragu-ragu dalam mengambil tindakan terhadap terjadinya pelanggaran di Pasar Modal. Kemungkinan lainnya adalah tidak berfungsinya secara efektif Penyidik Bapepam yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri, yang diakibatkan minimnya pengalaman. Hal ini diperburuk dalam masalah klasik di Indonesia yaitu penegakan hukum, adanya hubungan yang “terlalu dekat” dengan tersangka. 75 74 Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 116-120. Firoz Gafar, Civil Remedy : Denda Efektif Bagi Pelanggar Hukum di Bursa?, dalam Jurnal Hukum dan Pasar Modal Volume II/Edisi 3, April-Juli 2006, (Jakarta : HKHPM, 2006), Hal. 26. 75 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Struktur Organisasi Bapepam telah mengalami beberapa perubahan menyesuaikan kebutuhan perkembangan dan dinamika yang terjadi. Struktur organsasi Bapepam yang terakhir saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Struktur Organisasi Bapepam terdiri dari 1 jabatan eselon I, 8 jabatan eselon II, 31 jabatan eselon III, dan 92 jabatan eselon IV. Namun struktur organisasi Bapepam selalu terbuka untuk mengalami penyesuaian mengikuti perkembangan zaman. Berikut ini struktur organisasi Bapepam : 76 Tabel 2 Struktur Organisasi BAPEPAM Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Sekretaris BAPEPAM membawahi 5 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Perencanaan dan Teknologi Informasi 2. Kepala Bagian Organisasi dan Sumber Daya Manusia 3. Kepala Bagian Keuangan 4. Kepala Bagian Informasi Pasar Modal 5. Kepala Bagian Umum 76 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 121-122. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Kepala Biro Perundangan dan Bantuan Hukum membawahi 4 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Perundang-undangan 2. Kepala Bagian Penetapan Sanksi 3. Kepala Bagian Bantuan Hukum 4. Kepala Bagian Bina Profesi Hukum Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan membawahi 4 Kepala Bagian 1. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Transaksi dan Lembaga Efek 2. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Pengelolaan Investasi 3. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Publik 4. Kepala bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Internasional Kepala Biro Pengelolaan Investasi dan Riset membawahi 4 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Bina Reksa Dana 2. Kepala Bagian Bina Manajer Investasi dan Penasihat Investasi 3. Kepala Bagian Bina Wali Amanat dan Penilai 4. Kepala Bagian Riset M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek membawahi 4 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Bina Lembaga Bursa Efek 2. Kepala Bagian Bina Perusahaan Efek 3. Kepala Bagian Bina Wakil Perusahaan Efek 4. Kepala Bagian Pengawasan Transaksi Efek Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa membawahi 3 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Usaha Jasa Keuangan 2. Kepala Bagian Usaha Jasa Properti, Real Estaste, dan Perhotelan 3. Kepala Bagian Usaha Jasa Perdagangan, Perhubungan, dan Pariwisata Kepala Biro Penilai Keuangan Perusahaan Sektor Riil membawahi 3 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Usaha Aneka Industri 2. Kepala Bagian Usaha Industri Dasar dan Farmasi 3. Kepala Bagian Usaha Pertambangan dan Agribisnis Kepala Biro Akuntansi dan Keterbukaan membawahi 4 Kepala Bagian: 1. Kepala Bagian Penyusunan dan Pengembangan Standar Akuntansi 2. Kepala Bagian Penyusunan dan Pengembangan Standar Pemeriksaan 3. Kepala Bagian Penyusunan dan Pengembangan Standar Keterbukaan 4. Kepala Bagian Bina Akuntan M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Dari struktur organisasi Pasar Modal, fungsi Bapepam merupakan komponen yang memegang peranan penting terhadap kemajuan Pasar Modal di Indonesia. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 3 Undang-Undang Pasar Modal yaitu “Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam”. Kunci keberhasilan tugas Bapepam tersebut antara lain sejauh mana produk Bapepam (pembinaan, pengaturan dan pengawasan) mampu memuaskan para konsumennya, baik internal yaitu antar unit kerja di lingkungan Bapepam maupun eksternal yaitu pelaku-pelaku Pasar Modal. Dalam upaya memuaskan para konsumennya, maka penting dilakukan penerapan sistem kualitas oleh Bapepam, yang meliputi perencanaan kualitas, pengendalian kualitas dan peningkatan kualitas. Mengingat Pasar Modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki perananan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, kegiatan Pasar Modal perlu mendapat pengawasan agar Pasar Modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat (UUPM Pasal 4). Untuk itu Bapepam diberi kewenangan luar biasa (karena meliputi kewenangan untuk membuat peraturan, melakukan Pemeriksaan dan Penyidikan menjatuhkan sanksi administratif dan denda) dan kewajiban untuk membina mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan pengenaan sanksi. 77 Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memberikan kedudukan kepada Bapepam sebagai lembaga yang “banci” dan “ambivalensi”, 78 dimana disatu sisi dipundak Bapepam dibebankan tugas yang luar biasa besar, tetapi dilain sisi kedudukan Bapepam secara lembaga birokrasi justru sangat kecil. Yakni hanya salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Bapepam berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. 79 Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa Bapepam dalam menjalankan tugasnya sering terkesan ragu-ragu dan tidak tuntas. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memformulasikan kedudukan dan fungsi Bapepam secara multiformasi, yaitu secara : a. Pengaturan Umum Secara umum, Undang-Undang Pasar Modal menegaskan kewenangan dan tugas Bapepam sebagai : 1) Lembaga Pembina; 2) Lembaga pengatur; 3) Lembaga pengawas. Ketiga kewenangan tersebut haruslah dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan agar terciptanya suatu Pasar Modal yang teratur, wajar, efisien dan melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Sementara itu 77 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 280. Munir Fuady, Op. , Cit, hal. 116. 79 Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995. 78 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai lembaga pengawas dapat dilakukan secara : 1) Preventif, yakni dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan dan pengarahan, dan; 2) Represif, yakni dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapan sanksi-sanksi. Fungsi Bapepam seperti tersebut, apabila dapat dilaksanakan dengan benar sebenarnya memang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Pasar Modal secara global. Sebab yang disebut dengan Otoritas Pasar Modal, seperti juga di USA, selalu mempunyai tiga (3) fungsi utama, yaitu: 1) Fungsi Rule Making. Dalam hal ini Otoritas Pengawas dapat membuat aturan-aturan main untuk Pasar Modal. Fungsinya seperti ini disebut juga sebagai fungsi Quasi Legislative Power. Jadi merupakan kewenangan Legislatif; 2) Fungsi Adjudicatory. Ini merupakan fungsi otoritas pengawas untuk melakukan fungsinya sebagai Quasi Judicial Power. Jadi merupakan kewenangan judisial seperti yang dilakukan oleh suatu badan peradilan. Termasuk ke dalam fungsi ini misalnya mengadili dan memecat atau mencabut izin ataupun melarang pihak-pihak pelaku di Pasar Modal untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan–kegiatan di Pasar Modal; 3) Fungsi Investigatory-Enforcement. Fungsi ini membuat otoritas mempunyai wewenang investigasi dan enforcement. Dan ini dilakukan M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 dengan memberikan kepada Bapepam kewenangan penyelidikan dan penyidikan, yang membuatnya menjadi semacam polisi khusus. b. Pengaturan Terperinci Pengaturan tentang kewenangan Bapepam secara terperinci dapat di temukan dalam Pasal 5 Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, yaitu sebagai berikut: 1) Memberikan izin usaha kepada para pelaku Pasar Modal dalam hal ini kepada: a) Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasehat Investasi, dan Biro Administrasi Efek; b) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; c) Persetujuan bagi Bank Kustodian. 2) Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang Pasar Modal (notaris, konsultan hukum, akuntan, penilai) dan Wali Amanat; 3) Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara komisaris dan/atau direksi serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan/atau direktur yang baru; M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 4) Menetapkan persyaratan dan prosedur pernyataan pendaftaran serta menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran; 5) Melakukan Pemeriksaan dan Penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadinya peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal atau Peraturan Perundang-undangan pelaksanaan lainnya; 6) Mewajibkan setiap pihak yang bersangkutan untuk: a) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau b) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi tersebut; 7) Melakukan pemeriksaan terhadap: a) Setiap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam; b) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-Undang ini; 8) Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam point (7) tersebut di atas; 9) Mengumumkan hasil pemeriksaan; M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 10) Guna kepentingan pemodal, membatalkan dan membekukan pencatatan suatu efek pada Bursa Efek atau menghentikan transaksi Bursa atas efek tertentu untuk jangka waktu tertentu; 11) Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat; 12) Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud; 13) Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal; 14) Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal; 15) Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknik atas Perundang-undangan Pasar Modal atau peraturan pelaksananya; 16) Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain dari Surat Pengakuan Utang, Surat Berharga Komersil, Saham, Obligasi, Tanda Bukti Utang, Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif, Kontrak Berjangka atas Efek dan setiap Derivatif dari efek; 17) Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal. 2) Pengaturan Secara Sporadis M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Selain dari kewenangan Bapepam seperti yang telah disebutkan di atas, yakni kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan terperinci, masih ada lagi kewenangan Bapepam lain yang tersebar secara sporadis baik diberikan oleh Undang-Undang Pasar Modal yang pada prinsipnya merupakan penegasan atau pengejawantahan lebih lanjut dari kewenangan Bapepam seperti tersebut di atas. 80 Sebagai salah satu bentuk konkretisasi dari peran Bapepam sebagai lembaga pengawas adalah kewenangan Bapepam untuk melakukan pemeriksaan. Yakni pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perUndang-Undang ini dan peraturan pelaksananya. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh pemeriksa untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran atas Perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Maka dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku lembaga pemeriksa tersebut, Bapepam melakukan hal-hal sebagai berikut :81 (1) Meminta keterangan dan/atau konfirmasai dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Perundangundangan di Pasar Modal atau pihak lain jika dianggap perlu; (2) Mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggara terhadap Perundang-undangan di bidang Pasar Modal untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu; 80 81 Munir Fuady, Loc. cit. Munir Fuady,Op. , Cit, hal. 121. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (3) Memeriksa dan/atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan, dan/atau dokuman lain, baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran Perundang-undangan di bidang Pasar Modal, ataupun pihak lain jika dianggap perlu; (4) Menentukan syarat dan/atau mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perundangundagan di bidang Pasar Modal untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul. Suatu pemeriksaan oleh Bapepam baru dapat dilakukan jika: 82 (a) Terdapat laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tertentu tentang adanya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal; (b) Tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau pendaftarn dari Bapepam atau pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam, atau (c) Terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas Perundangundangan di bidang Pasar Modal. Dalam PP No. 46 Tahun 1995 (vide Pasal 12 ayat (3)) juga ditentukan tentang kewenangan pemeriksa dalam hal melakukan tugas pemeriksaan, yaitu sebagai berikut: 83 82 83 Ibid, hal. 122. Ibid, hal. 125. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (1) Dapat meminta keterangan, konfirmasi, dan atau bukti yang diperlukan, baik dari pihak yang diperiksa ataupun dari pihak-pihak lainnya; (2) Dapat memerintahkan pihak yang diperiksa untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu; (3) Dapat memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen pendukung lainnya; (4) Sepanjang diperlukan, dapat meminjam atau membuat salinan atas catatan pembukuan, dan atau dokumen lainnya; (5) Dapat memasuki tempat atau ruang tertentu yang diduga merupakan tempat penyimpanan catatan, pembukuan, dan atau dokumen lainnya; (6) Dapat memerintahkan pihak yang diperiksa untuk mengamankan catatan, pembukuan, dan atau dokumen lainnya yang berada dalam tempat atau ruangan sebagaimana tersebut diatas. Selanjutnya apabila ada bukti-bukti tentang telah terjadinya suatu tindak pidana, maka pemeriksan dapat terus dilanjutkan, tetapi dengan kewajiban bagi pihak pemeriksa untuk membuat laporan kapeda Ketua Bapepam mengenai diketemukannya bukti permulaan tersebut. Sehingga kemudian Ketua Bapepam dapat menetapkan dimulainya proses penyelidikan. 84 Salah satu kewenangan Bapepam yang cukup spektakuler adalah kewenangannya untuk melakukan penyidikan di Pasar Modal. Kewenangan penyidik ini juga merupakan pengenjawantahan dari peran Bapepam sebagai suatu 84 Ibid, hal. 126. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 lembaga pengawas. Kewenangan penyidikan ini dapat digunakan oleh Bapepam apabila menurut pendapatnya telah terjadi pelanggaran terhadap Perundangundangan di bidang Pasar Modal, yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal atau kepentingan masyarakat. Maka dalam hal ini, sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP, oleh Undang-Undang Pasar Modal diberikanlah wewenang khusus sebagai penyidik terhadap pejabat Pegawai Negeri tertentu di lingkungan Bapepam. Mereka inilah yang dalam praktek sering disebut sebagai Polisi Khusus (Polsus), yang memang dimungkinkan oleh KUHAP. Pasal 6 ayat (1) huruf b dari KUHAP menentukan bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat diberi wewenag khusus oleh Undang-Undang untuk menjadi penyidik. Kedudukan dan kewenangan sebagai lembaga penyidik bukanlah “terusan” dari kedudukannya sebagai lembaga Pemeriksa, melainkan merupakan kewenangan yang mandiri. Karena itu, dapat saja Bapepam langsung menggunakan kewenangan penyidikan (jika ada alasan untuk itu) tanpa harus sebelumnya melakukan tindakan yang tergolong ke dalam kewenangaan pemeriksaan. Selanjutnya, kewenangan penyidikan dari Bapepam ini dapat terperincikan sebagai berikut: 85 (1) Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal; 85 Ibid, hal. 127-128. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (2) Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindakan pidana di bidang Pasar Modal; (3) Melakukan penelitian terhadap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; (4) Memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap pihak yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; (5) Melakukan pemeriksaan di setiap barang bukti pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenanan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal; (6) Melakukan kegiatan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pasar Modal; (7) Memblokir pada Bank atau lembaga keuangan lain dan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; (8) Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal; (9) Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan; (10) Mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari Bank tentang keadaan keuangan dari tersangka pada M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Bank sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di bidang perbankan; (11) Memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan KUHAP. (12) Meminta bantuan aparat hukum lainnya. C. Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Pasar Modal Agar kegiatan di bidang Pasar Modal dapat dilaksanakan secara teratur, wajar dan efisien, serta agar masyarakat pemodal dapat terlindungi dari praktek yang merugikan dan tidak sejalan dengan ketentuan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal, Bapepam mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 86 Tujuannya adalah untuk menjamin agar pemeriksaan tersebut dapat terlaksana dengan lancar dan tertib dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban dari Pihak yang diperiksa, perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemeriksaan sebagai Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di bidang Pasar Modal ditetapkan pada tanggal 30 Desember 1995 diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 87 dan Penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3618. 86 C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op. , Cit, hal. 235 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Berkenaan dengan Pemeriksaan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada Pasal 100 menegaskan : “Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap UndangUndang ini atau peraturan pelaksanannya” Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan fungsi sebagai Badan Pengawas terhadap segala kegiatan di Pasar Modal, Bapepam perlu diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga telah, sedang, atau mencoba melakukan atau menyuruh, turut serta, membujuk atau membantu melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, maka dengan kewenangan ini Bapepam dapat mengumpulkan data, informasi dan atau keterangan lain yang dibutuhkan sebagai barang bukti atas pelanggaran terhadap Undang-Undang ini atau peraturan pelaksanaannya. Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1), Bapepam dapat meminta keterangan dan atau konfirmasi, serta memeriksa catatan, pembukuan dan atau dokumen lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang dan atau peraturan pelaksanaannya ataupun pihak lain apabila dianggap perlu. Disamping itu, Bapepam dapat memerintahkan dapat memerintahkan diberhentikannya suatu kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap UndangUndang dan atau peraturan pelaksanaannya, seperti memerintahkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk menghentikan pemuatan iklan dalam media massa yang memuat informasi yang dapat menyesatkan. Sebaliknya Bapepam dapat M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 memerintahkan dilakukannya suatu kegiatan tertentu apabila dipandang dan dianggap perlu untuk mengurangi kerugian yang timbul dan atau mencegah kerugian lebih lanjut, seperti mewajibkan Emiten atau Perusaan Publik untuk memperbaiki iklan yang dimuat dalam media massa. Bapepam dapat pula menetapkan syarat dan atau mengizinkan dilakukannya penyelesaian tertentu atas kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang dan atau Peraturan Pelaksanaannya. 87 Data, informasi, bahan dan atau keterangan lain yang dikumpulkan dalam rangka pemeriksaan tersebut dapat digunakan oleh Bapepam untuk menetapkan sanksi administrasi. Apabila Bapepam menetapkan untuk meneruskan pemeriksaan yang lakukan ke tahap penyidikan, data, informasi, bahan dan atau keterangan lain tersebut dapat digunakan sebagai bukti awal dalam tahap penyelidikan. Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam adalah untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran yang terjadi atas Peraturan Perundang-undangan dibidang Pasar Modal. Pemeriksaan dilakukan oleh Bapepam apabila : a. Adanya laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari Pihak tentang adanya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan dibidang Pasar Modal; b. Tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilakukan oleh Pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam atau pihak yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam; 87 Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 c. Terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan dibidang Pasar Modal. 88 Pemeriksaan oleh Bapepam dilakukan dengan berpedoman pada norma pemeriksaan yang menyangkut pemeriksa, pelaksanaan pemeriksaan, dan pihak yang diperiksa. Yang dimaksud dengan “Norma Pemeriksaan” dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal yang berkaitan antara pemeriksa dengan pihak yang diperiksa dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan. 89 Norma pemeriksaan yang wajib untuk dipatuhi baik oleh pemeriksa maupun oleh pihak yang diperiksa, agar pelaksanaan pemeriksaan dapat terlaksana dengan lancar dan tertib. Norma pemeriksaan yang menyangkut pemeriksa antara lain sebagai berikut : a. Pemeriksa harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa serta dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dari Ketua Bapepam pada waktu melakukan pemeriksaan; Tanda Pengenal Pemeriksa dalam Pasal 20 ini diperlukan agar pemeriksaan dilakukan hanya oleh Pemeriksa yang berwenang. Surat Perintah Pemeriksaan diperlukan agar pemeriksaan hanya ditujukan terhadap Pihak yang diperiksa yang namanya tercantum dalam Surat Perintah Pemeriksaan. Sebelum pemeriksaan dimulai , Pemeriksa wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Pihak yang akan diperiksa. 88 89 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Dalam hal Pemeriksa tidak memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan, atau apabila identitas Pemeriksa yang tercantum dalam Tanda Pengenal Pemeriksa tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Perintah, Pihak yang akan diperiksa berhak untuk menolak pemeriksaan. a. Peraturan tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada pihak yang diperiksa; b. Pemeriksa memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Pihak yang diperiksa; c. Pemeriksa menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Pihak yang akan diperiksa; d. Pemeriksa wajib membuat laporan hasil pemeriksaan; e. Pemeriksa dilarang memberitahukan kepada Pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau apa yang diberitahukan kepadanya oleh pihak yang diperksa dalam rangka pemeriksaan. 90 Ketentuan ini tidak membatasi kewenangan Bapepam untuk mengumumkan hasil pemeriksaan. Norma pemeriksaan yang menyangkut pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan hanya dapat dilakukan oleh lebih dari 1 (Satu) orang Pemeriksa; 90 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 b. Pemeriksaan dilakukakan di Kantor Pemeriksa, di Kantor atau pabrik atau di tempat usaha atau ditemapt tinggal atau ditempat lain yang diduga ada kaitannya dengan pelanggaran yang terjadi; c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam dan hari kerja dan dapat dilanjutkan di luar jam kerja dan hari kerja, jika dipandang perlu; d. Hasil pemeriksaan diwujudkan dalam laporan hasil pemeriksan; e. Hasil pemeriksaan yang disetujui Pihak yang diperiksa, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuannya dan ditandatangani oleh yang bersangkutan; 91 Norma pemeriksaan yang menyangkut Pihak yang diperiksa adalah sebagai berikut : a. Pihak yang diperiksa berhak meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa; b. Pihak yang diperiksa berhak meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujua pemeriksan; c. Pihak yang diperiksa menandatangani surat pernyataan persetujuan tentang hasil pemeriksaan. 92 Pelaksanaan pemeriksaan terhadap Pihak yang diperiksa didasarkan pada pedoman pemeriksaan yang meliputi pedoman pemeriksaan, pedoman pelakasanaan pemeriksaan dan pedoman laporan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “Pedoman Pemeriksaan” 91 92 dalam Pasal ini adalah suatu kaidah yang Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 memuat batasan-batasan yang harus dipenuhi pemeriksa mengenal sifat, ruang lingkup dan isi laporan pemeriksaan. 93 Pedoman umum pemeriksaan mengatur hal-hal sebagai berikut : a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa yang telah mendapat pendidikan tekhnis yang cukup dan dapat menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa; b. Pemeriksa harus bekerja dengan jujur, wajar, bertanggung jawab, penuh pengabdian serta wajib menghindarkan diri dari tindakan yang merugikan kebebasan bertindak yang selayaknya sebagai pemeriksa yang baik; c. Laporan pemeriksaan harus dibuat oleh Pemeriksa secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 94 Pedoman pelaksanaan pemeriksaan mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan dengan persiapan sebaikbaiknya, juga dengan memperhatikan tujuan pemeriksaan, serta harus ada pengawasan dan bimbingan yang seksama terhadap Pemeriksa; b. Ruang lingkup pemeriksaan ditentukan berdasarkan tingkatan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan dengan bukti yang kuat dan berkaitan melalui pencocokan, pengamatan, tanya jawab, dan data-data; 93 94 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 c. Kesimpulan harus didasarkan pada bukti yang berkaitan dengan lingkup pemeriksaan dan berlandaskan pada ketentuan Peraturan Perundangundangan di bidang Pasar Modal. 95 Pedoman laporan pemeriksaan mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Dalam menyusun laporan pemeriksaan, Pemeriksa wajib memperhatikan : b. Sifat dari pelanggaran; 1) Bukti atau petunjuk adanya pelanggaran; 2) Pengaruh atau akibat dari pelanggaran; 3) Ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang dilanggar; 4) Hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan. c. Laporan pemeriksaan disusun secara jelas, terinci, dan ringkas serta memuat ruang lingkup yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan; d. Uraian dan kesimpulan didukung oleh alasan dan bukti yang cukup tentang ada atau tidaknya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 96 Tata cara pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam adalah melalui beberapa tahapan proses pemeriksaan, yaitu antara lain : (1) Pemeriksaan dimulai setelah memperoleh penetapan Ketua Bapepam; (2) Penetapan Ketua Bapepam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan, setelah disusun program pemeriksaan yang sekurangkurangnya memuat : 95 96 Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 a. Tujuan Pemeriksaan; b. Ruang lingkup pemeriksaan; c. Saat dimulainya pemeriksaan. (3) Dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa dapat : a. Meminta keterangan yang diperlukan dari pihak yang diperiksa dan atau pihak lain yang diperlukan untuk kepentigan pemeriksaan; b. Memerintahkan Pihak yang diperiksa untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu; c. Memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen pendukung lainnya; d. Meminjam atau membuat salinan atas/catatan pembukuan, dan atau dokumen lainnya sepanjang diperlukan; e. Memasuki tempat atau ruangan tertentu yang diduga merupakan tempat menyimpan catatan, pembukuan dan atau dokumetn lainnya; f. Memerintahkan Pihak yang diperiksa untuk mengamankan catatan, pembukuan dan atau dokumen lainnya yang berada dalam tempat atau ruangan sebagaimana dimaksud dakam huruf e, untuk kepentingan pemeriksaan. 97 Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan, pihak yang diperiksa atau wakil kuasanya tidak ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilangsungkan sepanjang ada Pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak 97 Pasal 12 ayat (1–4) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 selaku yang mewakili Pihak yang diperiksa, terbatas untuk hal yang boleh dilakukannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk diulang pada kesempatan yang berikutnya. Sebagai upaya pengamanan, maka sebelum pemeriksaan ditunda, Pemeriksa dapat memerintahkan Pihak yang diperiksa untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Untuk mencegah agar pembukuan, catatan dan atau dokumen lainnya yang berhubungan dengan kegiatan Pihak yang diperiksa tidak dirusak, dimusnahkan, diganti, dipalsukan, dipindahtangankan dan sebagainya, maka sebelum Pemeriksa meninggalkan tempat atau ruangan Pihak yang diperiksa, Pemeriksa dapat memerintahkan kepada pihak yang diperiksa agar melakukan pengamanan terhadap dokumen-dokumen tersebut untuk kepentingan proses pemeriksaan. Ketentuan ini juga dapat diberlakukan terhadap wakil, atau kuasa, atau Pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Pihak yang diperiksa. Apabila pada saat dilanjutkan pemeriksaan kembali setelah dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud yang dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995, pihak yang diperiksa atau wakil atau kuasanya tidak juga ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai Pihak yang diperiksa untuk membantu kelancaran pemeriksaan. Dalam hal Pihak yang diperiksa atau wakil atau kuasanya menolak atau menghambat pelaksanaan pemeriksaan, maka terhadap pihak yang bersangkutan wajib menandatangani Surat Pernyataan menolak atau atau menghambat M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 pemeriksaan. Kemudian dalam hal pihak yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 untuk membantu atau menghambat kelancaran pemeriksaan, maka terhadap pihak yang bersangkutan wajib menandatangani Surat Pernyataan Menolak membantu atau menghambat kelancaran pemeriksaan. Dalam hal terjadi penolakan para pihak yang bersangkutan untuk menandatangani surat pernyataan menolak atau menghambat pemeriksaan dan surat pernyataan menolak membantu atau menghambat kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa membuat Berita Acara tentang penolakan tersebut yang ditandatangani oleh pemeriksa. Dengan penolakan tersebut maka hal ini dapat dijadikan dasar oleh pemeriksa untuk melakukan penyidikan. 98 Pemeriksa kemudian membuat laporan pemeriksaan untuk digunakan sebagai dasar untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran atas Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Laporan pemeriksaan yang dibuat oleh pemeriksa memuat antara lain tujuan pemeriksaan, temuan yang diperoleh dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Laporan yang telah dibuat oleh pemeriksa disampaikan kepada Bapepam untuk ditindak lanjuti. Kemudian apabila dalam pemeriksaan yang dilakukan ditemukan adanya bukti permulaan tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal, pemeriksaan tetap dilanjutkan dan Pemeriksa wajib membuat laporan kepada Ketua Bapepam mengenai adanya temuan bukti permulaan tentang terjadinya tindak pidana di bidang Pasar Modal. Kemudian berdasarkan adanya temuannya bukti permulaan, maka Ketua Bapepam 98 Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 dapat menetapkan dimulainya penyidikan terhadap dugaan adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal tersebut. 99 D. Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Pasar Modal Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan oleh orang atau lembaga adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang maupun suatu lembaga. Pertanggungjawaban pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.100 Mengenai pertanggungjawaban maka menurut teori hukum dikenal beberapa jenis sistem pertanggungjawaban, antara lain : 1. Tanggung jawab mutlak (strict liability); 2. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan; 3. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian. Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana maka prinsip utama yang berlaku adalah harus adanya kesalahan (schuld) pada pelaku. Menurut Vos pengertian kesalahan (schuld) mempunyai 3 (tiga) tanda khusus yaitu : 2. Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan; 99 Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Chairul Huda, Op. , Cit, hal. 68. 100 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 3. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan; 4. Tidak terdapat alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban bagi si pembuat atas perbuatannya itu. 101 Untuk menentukan kemampuan pertanggungjawaban terhadap tindak pidana Pasar Modal sebagai subjek tindak pidana, hal tersebut tidaklah mudah karena pelaku tindak pidana Pasar Modal sebagai subjek tindak pidana tidak mempunyai sifat kejiwaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa subjek Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) dapat berupa orang perseorangan (pribadi) maupun berbentuk badan hukum. 102 Pertanggungjawaban pidana secara perseorangan (pribadi/individual) tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum, karena dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 tidak ada ketentuan mengenai : 1. Kapan atau dalam hal bagaimana suatu badan hukum itu dikatakan telah melakukan Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM); 2. Terhadap siapa pertanggungjawban pidana itu dapat dikenakan, apakah terhadap pengurus/pimpinan badan hukum, terhadap orang yang diperintah, terhadap badan hukum atau terhadap ketiganya. 101 Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 33. 102 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2001), hal. 125. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Jika dilihat dari jenis tindak pidana yang diancamkan secara kumulatif (penjara kurungan dan denda), maka jelas pidana itu lebih ditujukan kepada orang perseorangan. Tidak mungkin jika badan hukum dijatuhi pidana/kurungan. Namun walaupun demikian, bukan berarti badan hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan, namun sebaliknya bahwa badan hukum juga dapat dipertanggungjawabkan, seyogyanya juga ada jenis sanksi berupa tindakan antara lain pencabutan izin usaha, pemberian ganti rugi dan sebagainya. Adanya sanksi berupa tindakan, hal ini dimungkinkan menurut ketentuan Pasal 102 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 yang menyebutnya dengan istilah sanksi administratif, yang berupa : 1. Peringatan tertulis; 2. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang; 3. Pembatasan kegiatan usaha; 4. Pembekuan kegiatan usaha; 5. Pencabutan izin usaha; 6. Pembatalan persetujuan; 7. Pembatalan pendaftaran. Namun penerapan sanksi administrasi tersebut menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tidak dapat diintegrasikan ke dalam sistem pertanggungjawaban pidana. Artinya, sanksi itu tidak dijadikan sebagai salah satu bentuk sanksi/pertanggungjawaban pidana, sehingga tidak dapat diterapkan oleh Hakim sekiranya sebagai pelanggaran sebagai Undang-Undang Nomor 8 Tahun M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 1995 tentang Pasar Modal untuk dapat diajukan sebagai perkara pidana. Namun menurut Pasal 102 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 sanksi administrasi itu hanya diberikan oleh Bapepam, tidak oleh badan Peradilan. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa sistem ancaman kumulatif ancaman pidana/pertanggungjawaban pidana secara kumulatif dapat menimbulkan masalah apabila diterapkan terhadap badan hukum. Ini merupakan salah satu kelemahan dari sistem kumulatif. Kelemahan lain dari sistem kumulatif ini bersifat sangat kaku dan bersifat imperatif. Dengan sistem ini, hakim diharus menjatuhkan kedua jenis pidana itu bersama-sama (penjara/kurungan dan denda). Jadi, dalam hal ini Hakim tidak diberi peluang untuk memilih alternatif jenis sanksi pidana mana yang dianggapnya paling tepat untuk terpidana. Konsep pertanggungjawaban pidana berkenaan dengan mekanisme yang menentukan dapat dipidananya pembuat. Rancangan KUHP juga mengakui adanya prinsip Strict Liability sebagai pertanggungjawaban pidana berdasar kesalahan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 32 ayat (3) Rancangan KUHP, yaitu : “Untuk tindak pidana tertentu, Undang-Undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana tanpa semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tanpa memperhatikan kesalahan.” Anak kalimat yang menyatakan “tanpa memperhatikan kesalahan” bukan berarti dalam Strict Liability pertanggungjawaban pidana dilakukan dengan mengabaikan kesalahan pembuat. Sebab azas dalam pertanggungjawaban dalam M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 hukum pidana ialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. 103 Oleh karena itu kesalahan dipandang ada, sekalipun tidak kelihatan secara nyata bentuknya. Hal ini juga membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan tugas oleh hakim. Walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal secara eksplisit tidak ada diatur mengenai pertanggungjawaban pidana oleh badan hukum atau korporasi, hakim seharusnya dapat mempertimbangkan apakah kesuluruhan unsur-unsur untuk dapat dipidananya suatu perbuatan telah terpenuhi. Maka pertimbangan ini cukup mengantarkan bahwa perbuatan suatu badan hukum telah bersalah melakukan suatu tindak pidana. Tanpa perlu mempertimbangkan apakah ada unsur-unsur pertanggungjawaban pidananya, pembuat kesalahan telah dapat dipertanggungjawabkan. 104 Teori kesalahan normatif menyebabkan kesalahan tidak mutlak harus dilihat sebagai kondisi kejiwaan manusia. Hal ini membuka kesalahan selain perihal yang ditandai dengan kesengajaan atau kealpaan. Dengan demikian memungkinkan kesalahan terdapat bukan hanya ada pada subjek hukum manusia, tetapi juga korporasi ataupun badan hukum. Hampir tidak mungkin menentukan adanya kesalahan pada korporasi atau badan hukum semata-mata hanya dilihat sebagai masalah psikologis. Mereka yang menganut teori psikologis, berpendapat bahwa kesalahan selalu ditujukan terhadap subjek hukum manusia, sehingga perlu dicari dasar lain untuk mempertanggungjawabkan korporasi atau badan hukum dalam hukum pidana. 103 104 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993 ). hal. 153 Chairul Huda, Op. , Cit, hal. 84. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Jika akhirnya mereka berpendapat bahwa korporasi atau badan hukum dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, itupun dilakukan dengan “memanusiakannya”. 105 Baik dengan mengaitkan karakteristik atau sifat subjek hukum manusia yang merupakan bagian dari korporasi atau badan hukum pada korporasi itu sendiri maupun dengan memandang korporasi atau badan hukum tersebut dengan sifat yang manusiawi. Sementara delik pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal menyatakan ketentuan pidana Undang-Undang Pasar Modal yang diatur khususnya dalam Pasal 107 menyatakan : “Setiap pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten Perusahaan publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima Miliar Rupiah)”. Ketentuan Pasal 107 tersebut yang menyatakan “setiap pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau...” dikatakan menipu apabila seseorang atau pihak lain yang mempercayai suatu kondisi atau keadaan, tetapi keadaan atau kondisi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Sekalipun akuntan hanya bertindak sebagai pendukung suatu trasnsaksi atau tindakan korporasi, bukankah ketentuan umum yang ada didalam KUHP khususnya Pasal 55 ayat (1) butir 1 menyatakan : “Dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan 105 Ibid, hal. 85. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”. Juga mengenai masalah perbantuan tindak pidana kejahatan, yang dijelaskan pada Pasal 56 KUHP yang menyatakan : (1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; (2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Kejahatan Pasar Modal yang dirumuskan dalam Pasal 107 UndangUndang Pasar Modal tidak hanya dapat menjerat pelaku utama kejahatan tetapi juga siapa yang ikut terlibat dalam tindak kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Pasar Modal dengan mendasarinya pada Pasal 55 ayat (1) butir 2 dan Pasal 56 KUHP. 106 Korporasi dikatakan sebagai pembuat tindak pidana, pertama dapat terjadi dalam hubungan penyertaan yang umum (Non vicarious liability crime) dan yang kedua dalam hal Vicarious Liability Crime. 107 Hal yang pertama dapat terjadi ketika pembuat materiilnya adalah pimpinan korporasi. Yang termasuk kedalam kategori ini adalah mereka yang mempunyai kedudukan untuk menentukan kebijakan dalam korporasi. Maka kedudukan korporasi sebagai pembuat tindak pidana dapat dilihat dari hubungan penyertaan yang umum, dalam hal ini korporasi berada dalam hubungan penyertaan dengan pembuat materiilnya, sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 KUHP. Sebaliknya pada hal yang kedua dapat terjadi jika pembuat materiilnya 106 107 Hukum Online, www.iaionline.com, dikunjungi pada tanggal 03 April 2007. Chairul Huda, Op, Cit. , hal. 99. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 adalah bawahan atau tenaga-tenaga pelaksana, atau pegawai yang bertindak dalam kerangka kewenangannya dan atas nama korporasi. Keadaan yang demikian itu selalu dalam hubungan vicarious liability crime, untuk menghindari pelanggaran atas azas legalitas, maka vicarious liability crime harus ditegaskan terlebih dahulu dalam aturan umum KUHP. Sebagaimana doktrin pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability crime) mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability crime) didasarkan pada “employment principle” bahwa majikan adalah penanggungjawab utama dari perbuatan para buruh atau karyawan, bertolak dari employment principle dalam hubungannya dengan vicarious liability crime menurut Peter Gillies ada preposisi yang harus diketahui, yaitu : 1. Suatu perusahaan (sama sepertinya halnya dengan manusia sebagai pelaku/pengusaha) dapat bertanggungjawab secara mengganti untuk perbuatan yang dilakukan oleh karyawan. Pertanggungjawaban demikian hanya timbul untuk delik yang mampu dilakukan secara vicarious; 2. Dalam hubungannya dengan employment principle, delik-delik ini sebagian besar atau seluruhnya merupakan summary offences yang berkaitan dengan peraturan perdagangan; 3. Kedudukan majikan dalam ruang lingkup pekerjaannya, tidaklah relevan menurut doktrin ini. Tidaklah penting majikan baik secara korporasi maupun secara alami, tidak telah mengarahkan atau memberi petunjuk atau perintah kepada karyawan untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana. Oleh karena itu, apabila perusahaan terlibat, pertanggungjawaban muncul sekalipun M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 perbuatan itu dilakukan tanpa membujuk pada orang senior dalam perusahaan. 108 Dengan demikian, perlu diketahui bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi harus bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukum tindak pidana korporasi tidak hanya ditentukan apakah perbuatan tersebut taatseband dengan isi larangan Undang-Undang, tetapi juga apakah perilaku tersebut dapat dilihat sebagai kelanjutan dari kebijakan atau cara pengelolaan usaha badan hukum. Dengan kata lain, apakah kemudian masyarakat melihat apakah suatu korporasi patut atau tidak patut menimbulkan suatu keadaan yang terlarang. Oleh karena itu, ajaran sifat melawan hukum materiil juga berlaku terhadap korporasi. Bukankah dengan berlakunya azas melawan hukum materiel telah menegatifkan berlakunya azas melawan hukum formil, artinya hukum dapat ditegakkan tidak hanya melanggar hukum tertulis, namun suatu perbuatan telah dapat dipidana apabila telah melanggar hukum yang tidak tertulis. Karena perbuatan melawan hukum materiel yaitu perbuatan yang bertentangan dengan azas-azas umum, norma-norma tidak tertulis. 109 Dimana perbuatan melanggar hukum bukan saja perbuatan yang hanya bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan saja, akan tetapi juga suatu perbuatan yang dipandang dari pergaulan masyarakat luas tidak layak untuk dilakukan. 108 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003). hal. 236 – 237. 109 Bambang Poernomo, Azas-Azas Hukum Pidana, (Yogyakarta : Ghalia Indonesia, 1978). hal. 112. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB IV BENTUK-BENTUK SANKSI TINDAK PIDANA PASAR MODAL Salah satu areal yang oleh sementara pihak dianggap sulit untuk diwujudkan adalah masalah yang berkenaan dengan Law Enforcement dan penerapan sanksi-sanksi hukum terhadap tindak pidana Pasar Modal. Walaupun sebenarnya, pekerjaan tersebut bukanlah sulit-sulit sekali. Asal saja penegak hukum bersungguh-sungguh untuk menegakkan aturan yang ada di Pasar Modal, dalam artian mempunyai political will, integritas dan komitmen yang kuat untuk menegakkan aturan yang ada. Penggunaan upaya “penal” (Sanksi/hukum pidana) dalam mengatur masyarakat melalui Peraturan Perundang-undangan pada hakekatnya merupakan bagian dari satu langkah kebijakan (policy). Mengingat berbagai keterbatasan dan kelemahan hukum pidana, maka dilihat dari sudut kebijakan, penggunaan atau intervensi “penal” seharusnya dilakukan dengan hatihati, cermat hemat, selektif dan limitatif. 110 Tentunya pertumbuhan Pasar Modal perlu didukung oleh sistem dan mekanisme yang berpijak pada aturan main yang jelas. Rule of Game harus direfleksikan kedalam bentuk ketentuan hukum yang mengatur gerak dan langkah pelaku dalam menjalankan aktivitas Pasar Modal. Setiap pelaku pasar, atau mereka yang menundukkan diri kepada ketentuan yang berlaku di Pasar Modal, diperkenankan menciptakan atau melakukan berbagai metode dan strategi 110 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Op. , Cit. hal. 75. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 investasi. Kebebasan dalam menjalankan aktivitas di Pasar Modal tentunya perlu dan bahkan harus dibatasi oleh rambu-rambu hukum dan tata cara yang ditentukan oleh perangkat Perundang-undangan serta ketentuan pelaksana lainnya. 111 Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi hukum susuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal itu sendiri. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada industri Pasar Modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pasar Modal. Memang harus diakui bahwa tindak pidana di bidang Pasar Modal tidak mudah untuk ditemukan, apalagi untuk diselesaikan. Oleh karenanya perlunya adanya payung hukum yang jelas dan adaya suatu pertimbangan suatu harmonnisasi ketentuan hukum yang ada dengan perkembangan akan hukum itu sendiri agar kegiatan di Pasar Modal dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang-orang yang bergerak dalam bisnis Pasar Modal. Hal tersebut dapat dimungkinkan mengingat bahwa sistem hukum terus berubah. 111 M.S. Tumanggor, Kajian Hukum Atas Insider Ttrading Di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia, www.bapepamlk.go.id, dikunjungi pada tanggal 15 Mei 2007. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Dalam rangka meningkatkan penegakan hukum di bidang Pasar Modal, regulator mempertimbangkan untuk menerapkan konsep civil remedy. Dimana dalam konsep civil remedy ini, regulator menetapkan sanksi kepada pihak yang melakukan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan untuk membayar semua kerugian pada pihak yang dirugikan. Konsep ini telah mulai diterapkan oleh banyak negara mengingat konsep ini telah mulai dinilai efektif sebagai efek jera. Namun terlepas dari penerapan konsep civil remedy tersebut, di Indonesia bentuk dan besaran sanksi bagi pelaku kejahatan dan pelanggaran di Pasar Modal telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pasar Modal. Namun bentuk dan besaran sanksi yang diatur dan diterapkan selama ini dinilai masih terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh pelaku maupun kerugian yang diderita oleh masyarakat atau investor. Oleh karena itu, dengan tetap menaati sistem hukum yang berlaku, bentuk dan besaran sanksi yang diberikan dalam suatu proses penegakan hukum perlu diarahkan kepada suatu sanksi yang lebih dapat memberikan efek jera. Saat ini Bapepam, berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal, memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan pertimbangan jenis, modus operandi dan kerugian yang ditimbulkannya. Untuk itu, Bapepam akan mengkaji ketentuan yang berkaitan dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana dalam Uudang-Undang Pasar Modal yang selanjutnya diterapkan sebagai upaya peningkatan penegakan hukum di bidang Pasar Modal. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Pelanggaran dan kejahatan Pasar Modal pada umumnya bersifat multidimensi sehingga tidak dapat ditangani hanya oleh penegak hukum dari Bapepam. Peningkatan kerjasama yang efektif perlu dilakukan dengan penegak hukum lainnya dalam suatu rangkaian sistem peradilan pidana baik dengan kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun penegak hukum lainnya. Kerjasama yang harmonis, serta komitmen dan integritas seluruh penegak hukum menjadi prasyarat bagi tegaknya hukum di Pasar Modal. Disamping itu, dalam rangka mengurangi dan memerangi kejahatan di Pasar Modal diperlukan peningkatan kerjasama yang efektif dengan regulator Pasar Modal dan sektor keuangan lainnya baik di dalam maupun di luar negeri. Kerjasama tersebut diharapkan dapat meminimalkan faktor-faktor penghambat dalam memerangi tindak pidana. Adapun jenis-jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagaimana dijelaskan dalam beberapa Pasalnya yaitu adalah sebagai berikut : 1. Penerapan Sanksi Pidana di Pasar Modal Salah satu kelebihan Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 dibandingkan dengan undang-undang Pasar Modal sebelumnya, yaitu UndangUndang No. 15 Tahun 1952 adalah pengenaan sanksi yang lebih beragam dengan ancaman hukuman yang lebih berat. Langkah yang diambil oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1995 ini sangat penting artinya dalam hal dapat lebih menegakkan hukum di Pasar Modal ini. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Yakni agar para pelaku pidana dapat lebih jera. Walaupun faktor hukuman ini bukanlah jaminan satu-satunya agar di hukum Pasar Modal dapat tegak. Masih banyak faktor lain, seperti aplikasinya ke dalam praktek hukum, faktor penegak hukum, dan lain-lain sebagainya. Seperti juga tindak pidana secara umum yang berdasarkan kepada KUHAP, maka Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 103 sampai dengan Pasal 110, juga mengkategorikan tindak pidana kedalam dua bagian, yaitu (1) tindak pidana kejahatan, dan (2) tindak pidana pelanggaran. 112 Apabila dilihat dari beratnya ancaman hukumannya, maka ke dalam golongan tindakan pidana di Pasar Modal (kejahatan maupun pelanggaran) kita ketemukan kategori sebagai berikut: Kejahatan dengan Ancaman Hukuman maksimum 10 (sepuluh) tahun Penjara dan Denda Maksimum 15 (Lima belas) Miliar Rupiah. Ancaman maksimum 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda maksimum Rp15.000.000.000,- (Lima belas miliar Rupiah) ini dikenakan kepada kejahatankejahatan di bidang Pasar Modal sebagai berikut: a. Barangsiapa secara langsung baik tidak langsung: 1. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan; Sarana atau cara apapun; 2. Turut serta menipu atau mengelabui orang lain; dan 3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak menggunakan fakta yang material agar pernyataan 112 M. Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 128. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau, menghindarkan kerugian diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain. b. Barangsiapa melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langgsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek; c Barangsiapa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi efek atau lebih langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga efek di bursa efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan efek; a. Barangsiapa dengan cara apapun membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara materi tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan. 1. Dia mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan, atau M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 2. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran materil dari pernyataan atau keterangan tersebut. b. Barangsiapa yang merupakan orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam melakuakan pembelian atau penjualan atas efek: 1. Emiten atau perusahaan publik dimaksud, atau 2. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan. c. Barangsiapa yang merupakan orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam tersebut: 1. Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek yang dimaksud, atau 2. Memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek d. Barangsiapa yang berusaha untuk meperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum (misalnya secara mencuri, membujuk, atau dengan memakai kekerasan atau ancaman) dan diperolehnya, kemudian: 1. Melakukan pembelian atau penjualan di bursa efek emiten, atau perusahan publik yang dimaksud, ataupun perusahaan M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan, atau 2. Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud, atau memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat mengunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek. e. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai emiten atau perusahaan publik melakukan transaksi efek emiten atau perusahaan publik dimaksud, kecuali apabila: 1. Transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya; dan 2. Perusahahan efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai efek yang bersangkutan. f. Barangsiapa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan bahwa yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif, kecuali dalam hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) undang-undang Pasar Modal. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Berdasarkan ketentuan Pidana tersebut, maka terhadap Pelanggaran insider trading akan dikenakan ketentuan yang berlaku dalam Pasal 104 UndangUndang Pasar Modal, yaitu dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar Rupiah). 2. Penerapan Sanksi Administratif di Pasar Modal Selain dari sanksi pidana dan perdata, hukum Pasar Modal mengintrodusir juga sanksi-sanksi lain, yakni dalam kelompok yang disebut Sanksi Administratif. Pihak yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelanggaran hukum di bidang Pasar Modal adalah Bapepam, karena oleh Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 102, telah diberikan kewenangan tersebut. Sementara itu, pihak yang dapat dijatuhi sanksi administratif tersebut adalah: 113 (1) Pihak yang memperoleh izin dari Bapepam; (2) Pihak yang memperoleh persetujuan dari Bapepam; dan (3) Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam. Sementara itu, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam adalah sebagai berikut: 114 (1) Peringatan tertulis; (2) Denda pembayaran sejumlah uang tertentu (bukan denda pidana); (3) Pembatasan kegiatan usaha; 113 114 Ibid, hal. 143. Pasal 102 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 (4) Pembekuan kegiatan usaha; (5) Pencabutan izin usaha; (6) Pembatalan persetujuan; (7) Pembatalan pendaftaran. Sedangkan PP No. 45 Tahun 1995 memperinci tentang hukuman denda administrasi, yaitu terdiri dari empat kategori sebagai berikut: 115 (1) Denda Rp. 500.000,- (lima ratus ribu Rupiah) perhari dengan maksimum Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah); (2) Denda Rp. 100.000,- (seratus ribu Rupiah) perhari dengan maksimum Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah); (3) Denda maksimum Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah); (4) Denda maksimum Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah). Jika dilihat, dari jenis sanksi yang terdapat dalam tindak pidana Pasar Modal, dimana terdapat sanksi pidana dan sanksi administratif, jika kita melihat adanya dua jenis hukuman tersebut, berarti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dalam pemidanaannya menganut Double Track System, yaitu sistem dua jalur mengenai sanksi pidana, yakni jenis sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak lain. 116 Dimana keduanya bersumber dari ide dasar yang berbeda, sanksi pidana bersumber pada dasar “mengapa diadakan pemidanaan” sedangkan sanksi tindakan dari ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Jelaslah bahwa sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan, sedangkan sanksi tindakan 115 Ibid, hal.145. M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 17. 116 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pembuat. Berbicara tentang Double Track System bermakna berbicara tentang gagasan dasar mengenai sistem sanksi yang menjadi dasar kebijakan dan penggunaan sanksi dalam hukum pidana. Dengan perkataan lain, sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Dimana fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang dilakukan seseorang melalui pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera, sedangkan fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku agar ia berubah. Dengan sistem dua jalur ini (Double Track System), maka membuka peluang bagi di fungsikannya sanksi-sanksi yang bersifat retributif dan teleologis secara seimbang dan proporsional. 117 Double Track System ini juga dimuat dalam KUHP yang merupakan peninggalan Belanda. Selain pidana yang bersifat penderitaan, dalam hal-hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu dapat diterapkan tindakan. 118 Namun setelah perhatikan lagi, didalamnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada dasarnya bentuk penerapan sanksi yang dianut adalah Single Track System, yaitu suatu sistem pemidanaan atau sistem sanksi yang hanya menyebutkan hanya sanksi pidana saja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah menetapkan jenis-jenis pidana sebagaimana yang 117 Ibid. hal. 19. Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan¸ (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hal. 13. 118 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 termaktub dalam Pasal 10, diatur 2 (dua) jenis pidana, pidana pokok dan pidana tambahan. 119 Adapun jenis-jenis sanksi pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut : a. Pidana Pokok : 1. Pidana Mati; 2. Pidana Penjara; 3. Pidana Kurungan; 4. Pidana Denda; b. Pidana Tambahan : 1. Pencabutan Hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman keputusan hakim. Meskipun suatu hukuman dapat dibedakan dengan suatu pidana, namun keduanya mempunyai sifat yang sama, yaitu keduanya berlatar tata nilai (value) dalam masyarakat, mengenai baik dan tidak baik, bersusila atau tidak bersusila, diperbolehkan atau dilarang. 120 Memang dijelaskan dalam Undang-Undang tersebut terdapat sanksi pidana pada Pasal 103 -110 dan sanksi administratif pada Pasal 102 UndangUndang tentang Pasar Modal, dan dengan adanya penerapan dua sanksi itu dapatlah menggambarkan bahwa sistem yang dianut adalah sistem dua jalur, namun pada dasarnya sistem yang dianut hanyalah sistem dengan satu jalur, 119 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 10. Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1993), hal. 4. 120 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 meskipun dijelaskan ada sanksi tindakan berupa sanksi administratif, tetapi Pasal ini tidak dapat diintegrasikan dalam pertanggungjawaban pidana, karena sanksi administratif ini hanya dapat dijatuhkan oleh Bapepam. 121 Walaupun dengan demikian, adanya pengenaan sanksi pidana maupun sanksi tindakan, pada dasarnya pengenaan sanksi yang diberikan, baik itu berupa sanksi pidana maupun sanksi tindakan berupa sanksi admnistratif, merupakan suatu wujud yang konkret untuk memberikan suatu efek jera maupun shock therapy bagi para pelaku tindak pidana khususnya di bidang Pasar Modal, yang bertujuan untuk pembalasan atau untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. 122 Sehingga dengan demikian, penerapan sanksi-sanksi tersebut diharapkan akan mampu memberikan andil yang besar dalam rangka mewujudkan masyarakat, yang aman bebas dari adanya tindak pidana. Jadi efektivitas pemidanaan dapat diartikan sebagai tingkat dimana telah tercapainya tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanaan. Suatu pemidanaan dapat dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanan itu tercapai. 123 121 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op. , Cit, hal. 21. Andi Hamzah, Op. , Cit, hal. 24. 123 Niniek Suparni, Op. , Cit, hal. 59. 122 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan BAB XV Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengenal Tindak Pidana Pasar Modal yaitu ketentuan mengenai tindak pidana yang termuat dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tersebut. Tindak Pidana dalam Pasar Modal secara garis besar terbagi kedalam 2 (dua), yakni tindak pidana yang berupa kejahatan yang diatur dalam Pasal 103 ayat (1), Pasal 104, Pasal 106 dan Pasal 107 Undang-Undang Pasar Modal. Yang kedua adalah merupakan tindak pidana yang berupa pelanggaran sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105 dan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, bentuk pertanggungjawaban pidana secara perseorangan adalah hal yang tidak menjadi masalah, karena pertanggungjawaban pidana secara perseorangan dapat diterapkan kepada pribadi atau individual yang melakukan tindak pidana baik itu berupa kejahatan maupun berupa pelanggaran dengan secara langsung menerapkan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal tersebut. Namun yang menjadi permasalahan adalah pertanggungjawaban pidana secara badan hukum atau korporasi, karena dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 tidak ada ketentuan mengenai : M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 1. Kapan atau dalam hal bagaimana suatu badan hukum itu dikatakan telah melakukan Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM); 2. Terhadap siapa pertanggungjawban pidana itu dapat dikenakan, apakah terhadap pengurus/pimpinan badan hukum, terhadap orang yang diperintah, terhadap badan hukum atau terhadap ketiganya. Namun walaupun demikian bukan berarti badan hukum atau korporasi yang melakukan tindak pidana didalam Pasar Modal tidak dapat dihukum, Jika akhirnya mereka berpendapat bahwa korporasi atau badan hukum dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, hal tersebut dapat dilakukan dengan “memanusiakannya”. Baik dengan mengaitkan karakteristik atau sifat subjek hukum manusia yang merupakan bagian dari korporasi atau badan hukum pada korporasi itu sendiri maupun dengan memandang korporasi atau badan hukum tersebut dengan sifat yang manusiawi. tentunya kita mengingat dengan berlakunya azas melawan hukum materiel telah menegatifkan berlakunya azas melawan hukum formil, artinya hukum dapat ditegakkan tidak hanya jika telah melanggar hukum tertulis, namun suatu perbuatan telah dapat dipidana apabila telah melanggar hukum yang tidak tertulis sekalipun, dengan demikian korporasi atau badan hukum yang telah melakukan tindak pidana di bidang Pasar Modal telah dapat dihukum, meskipun Undang-Undang Pasar Modal masih belum sempurna mengaturnya. Suatu wujud nyata dari upaya penegakan hukum di Pasar Modal yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengatur mengenai segala kegiatan di Pasar Modal. Termasuk dengan pengaturan M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Pasar Modal tersebut, dimana didalam Undang-Undang Pasar Modal ada diatur mengenai jenis sanksi terhadap pelaku tindak pidana di Pasar Modal, yang pertama yaitu jenis sanksi pidana yang diharapkan akan memberikan efek jera bagi yang menerimanya, karena sanksi pidana merupakan sanksi yang berupa penderitaan bagi pelaku dengan tujuan pembalasan. Sedangkan yang kedua adalah jenis sanksi administratif, yaitu sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam. B. Saran Masih terdapatnya celah hukum (loophole) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengenai konsep pertanggungjawaban korporasi atau badan hukum serta tidak ada juga pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, maka untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat terjadi dimasa yang akan datang, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pasar Modal harus segera direvisi karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan Pasar Modal di Indonesia, sehingga tidak ada lagi celah hukum bagi setiap pelaku tindak pidana Pasar Modal. Karena suatu UndangUndang yang tidak dapat mengakomodir bentuk kejahatan maupun pelangggaran yang ada khususnya di Pasar Modal, Undang-Undang itu dapat dikatakan sangat primif, karena tidak sesuai dengan kondisi dan bentuk Kejahatan maupun pelanggaran yang akan terjadi. Bapepam harusnya diberikan tanggung jawab tersendiri untuk dapat menyelesaikan segala kejahatan dan pelanggaran yang terjadi di Pasar Modal. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Seharusnya Bapepam harus dapat bekerja dengan mandiri, dan Bapepam seharusnya adalah organisasi Independen bukan bagian dari Departemen Keuangan, sehingga dengan demikian kinerja Bapepam akan lebih baik. Bapepam juga diberikan kebebasan untuk bekerjasama dengan Kepolisian untuk menyelidiki segala permasalahan di Pasar Modal dan melanjutkannya ke Pengadilan. Namun Bapepam tidak memiliki hak untuk menjatuhkan sanksi, meskipun sanksi administratif, yang memiliki hak adalah lembaga peradilan yaitu Pengadilan, karena institusi yang dapat menjatuhkan sanksi di Indonesia hanyalah pengadilan, sehingga dengan demikian sanksi yang dijatuhkan oleh Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan demikian sanksi yang dijatuhkan harus segera dilaksanakan bagi para pelaku yang dijatuhi sanksi oleh Pengadilan. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 DAFTAR PUSTAKA Anoraga Panji dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Semarang: Rineka Cipta, 2001. , dan Ninik Widiyanti, Pasar Modal (Keberadaannya dan Manfaatnya bagi Pembangunan), Jakarta: Rineka Cipta, 1995. Anwar Jusuf, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Bandung : Alumni, 2005. Ari suta, I Putu Gede, Menuju Pasar Modal Modern, Jakarta: Yayasan Sad Satria Bakti, 2000. Fuady Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996. Gafar Firoz, Civil Remedy : Denda Efektif Bagi Pelanggar Hukum di Bursa?, dalam Jurnal Hukum dan Pasar Modal Volume II/Edisi 3, April-Juli 2006, (Jakarta : HKHPM, 2006). Gisymar. A. Najib, Insider Trading dalam Transaksi Efek, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 10. Hamzah Andi, Sistem Pidana dan Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1993. Pemidanaan Indonesia, Huda Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta : Prenada Media, 2005. Husni. M. Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif, Jurnal Equality : 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke tiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Kansil C. S. T. dan Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal , Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997. Koetin E. A., Pasar Modal Indonesia Retropeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ, Jakarta: Sinar Harapan, 1997. Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Nasaruddin M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2003. Nasution Bismar, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana, 2001. Nawawi Arief, Barda, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2005. , Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2003. , Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2001. Poernomo Bambang, Azas-Azas Hukum Pidana, Jogjakarta : Ghalia Indonesia, 1978. Prasetyo Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005. Seokanto Soerjono, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 1983. , Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984. Sholehuddin. M. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : Politea, 1988. Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990. Suparni Niniek, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan¸ Jakarta : Sinar Grafika, 1993. Tjager, I Nyoman, Pokok-Pokok UUPM dan Pasar modal Indonesia, Jakarta: Jakarta Institut Finansial, 1997. Waluyo Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2004. Winarto Jasso, Pasar Modal Indonesia (Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997. M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 Yulfasni, Hukum Pasar Modal, Jakarta: IBLAM, 2005. Yunara Edi, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005. Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Pasar Modal. UU No. 8, LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608. Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal PP No. 46, LN No. 87 Tahun 1995. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal PP No. 45, LN No.86 Tahun 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Situs Internet : Bapepam, Masterplan Pasar Modal 2005-2009, www.bapepam.go.id/old/arsip/master_plan.pdf. dikunjungi tanggal 11 April 2007. Hukum Online, www.iaionline.com, dikunjungi pada tanggal 03 April 2007. www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 15 Mei 2007. M.S. Tumanggor, Kajian Hukum Atas Insider Ttrading Di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia, www.bapepamlk.go.id, dikunjungi pada tanggal 15 Mei 2007. Media Elektronik : METRO TV : Padamu Negeri “Optimalisasi Penegakan Hukum Dibidang Tekhnologi Informasi”. (Jakarta : 09 Agustus 2007. Pukul 20.00 Wib) M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009 M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009