INHIBISI EKSTRAK PULAI (Alstonia scholaris)

advertisement
INHIBISI EKSTRAK PULAI (Alstonia scholaris) TERHADAP
AKTIVITAS SIKLOOKSIGENASE-2
SECARA IN VITRO
CINDY SWASTIRATU
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inhibisi Ekstrak Pulai
(Alstonia scholaris) Terhadap Aktivitas Siklooksigenase-2 Secara In Vitro adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Penelitian ini
merupakan bagian dari Penelitian Desentralisasi IPB tahun 2014 atas nama drh
Sulistiyani MSc, PhD dkk dengan judul ‘Pengembangan Produk Antikolesterol
dari Tumbuhan Hutan Berbasis Mekanisme Penghambatan Enzim HMG-COA
Reduktase’. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor, Agustus 2015
Cindy Swastiratu
NIM G84110052
ABSTRAK
CINDY SWASTIRATU. Inhibisi Ekstrak Pulai (Alstonia scholaris) Terhadap
Aktivitas Siklooksigenase-2 Secara In Vitro. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan
EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.
Pulai adalah tanaman yang memiliki beberapa aktivitas farmakologis,
seperti antidiabetik, antiinflamasi, antioksidan, dan antikanker. Tujuan dari
penelitian ini adalah menguji potensi antiinflamasi ekstrak kasar dan ekstrak
flavonoid daun pulai, serta ekstrak kasar kulit batang pulai secara in vitro melalui
penghambatan enzim siklooksigenase-2. Telah dilakukan uji fitokimia terhadap
ekstrak kasar daun dan kulit batang pulai. Selain itu, dilakukan uji sitotoksisitas
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), serta uji antiinflamasi
dianalisis menggunakan prinsip ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
dan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 412 nm. Uji fitokimia
menunjukkan kedua ekstrak kasar mengandung alkaloid, tanin, fenolik, saponin,
dan steroid, sedangkan flavonoid dan terpenoid hanya terdapat dalam ekstrak
kasar daun pulai. Uji BSLT menunjukkan hanya ekstrak flavonoid daun pulai
yang memiliki efek sitotoksik dengan LC50 456 µg/mL. Hasil penelitian
menunjukkan ekstrak flavonoid daun pulai pada konsentrasi terendah (1/5 LC50)
memiliki daya inhibisi terhadap aktivitas siklooksigenase-2 (48.70%) yang hampir
sama dengan diklofenak (52.79%).
Kata kunci: inflamasi, pulai, siklooksigenase-2
ABSTRACT
CINDY SWASTIRATU. In Vitro Inhibition of Cyclooxygenase-2 Activity by
Pulai (Alstonia scholaris) Extracts. Under the direction of SULISTIYANI and
EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.
Pulai is a plant that has some pharmacological activities, such as
antidiabetic, antiinflammtory, antioxidant, and anticancer. The objective of this
research is to test the potency of crude extract of bark and leaves of Pulai, and the
flavonoid extract of leaves as anti-inflammatory agent through in vitro inhibition
of cyclooxygenase-2 enzyme activity. Phytochemical assay has been done on
crude extract of leaves and bark pulai. In addition, cytotoxicity test has been done
with Brine Shrimp Lethality Test. Anti-inflammatory effect was analyzed with
ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) and spectrophotometry method at
wavelenghth 412 nm. Phytochemical assay showed that both crude extract from
leaves and the bark contains alkaloid, tannin, phenolic, saponin, and steroid.
Flavonoid and terpenoid were contained only in leaves crude extract. BSLT test
showed that only flavonoid extract of pulai’s leaves has a cytotoxicity effect with
LC50 of 456 µg/mL. The result showed that flavonoid extract of pulai’s leaves
inhibited cyclooxygenase-2 (48.70%) at lowest concentration (1/5 LC50) which was
similar to diclofenac (52.79%).
Keywords: cyclooxygenase-2, inflammation, pulai
INHIBISI EKSTRAK PULAI (Alstonia scholaris) TERHADAP
AKTIVITAS SIKLOOKSIGENASE-2
SECARA IN VITRO
CINDY SWASTIRATU
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini dengan baik. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari
2015 ini adalah Inhibisi Ekstrak Pulai (Alstonia scholaris) Terhadap Aktivitas
Siklooksigenase-2 Secara In Vitro. Penelitian ini dilakukan di Pusat Studi
Biofarmaka, Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada drh Sulistiyani, MSc PhD
selaku pembimbing utama dan Drs Edy Djauhari P, MSi selaku pembimbing
kedua yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingan. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Ibu Nunuk, Mas Nio, Mas Endi, Mbak Wiwi yang
telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak, Mama, Chelsea, Ana, Yusuf, dan Kak Uti atas doa,
semangat, dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Cindy Swastiratu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Metode
3
HASIL
6
Rendemen Daun dan Kulit Batang Pulai
6
Komponen Fitokimia Ekstrak Daun dan Kulit Batang Pulai
6
Sitotoksisitas Ekstrak menggunakan Metode BSLT
7
Daya Hambat Ekstrak terhadap Aktivitas COX-2
7
PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
9
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL
1 Desain percobaan pada Micro plate inhibisi COX-2
2 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar daun dan kulit batang pulai
3 Hasil uji sitotoksisitas
5
6
7
DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman pulai (Alstonia scholaris)
2 Konsentrasi prostaglandin (ng/mL)
3 Daya hambat ekstrak terhadap COX-2
2
8
9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran umum penelitian
2 Ekstraksi simplisia serbuk kulit batang pulai
3 Sampel yang akan digunakan untuk uji daya hambat terhadap aktivitas
COX-2
4 Rendemen hasil ekstraksi kulit batang pulai
5 Tahapan uji sitotoksisitas
6 Hasil uji sitotoksisitas
7 Hasil analisis probit LC50 selang kepercayaan 95% pada program SPSS
v16
8 Perhitungan dosis ekstrak daun pulai
9 Preparasi larutan uji daya hambat terhadap aktivitas COX-2
10 Konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan
11 Kurva standar prostaglandin
12 Daya hambat ekstrak pulai
13 Analisis varian (ANOVA) pada α=0.05
18
19
20
20
20
21
22
24
25
26
27
28
28
PENDAHULUAN
Inflamasi atau peradangan adalah respon yang ditimbulkan tubuh saat
terjadi kerusakan jaringan dan masuknya benda asing ke dalam tubuh. Hal ini
mengawali proses perbaikan struktur dan fungsi jaringan. Inflamasi ditandai
dengan adanya panas, rasa nyeri atau sakit, merah, bengkak, dan kehilangan
fungsi jaringan (Lumbanraja 2009). Inflamasi yang berkelanjutan dapat
menyebabkan berbagai patogenesis penyakit. Respon inflamasi yang berlebihan
dapat menyebabkan kehilangan jaringan atau fungsi organ seperti penyakit
emfisema, asma, bronkitis kronis, glomerulonefritis (Lawrence et al. 2002). Rasa
sakit yang berlebihan dapat dikurangi dengan menekan produksi prostaglandin.
Produksi prostaglandin dapat dikurangi dengan menghambat enzim
siklooksigenase (Bill 1997). Enzim ini mengkatalis reaksi pembentukan
prostaglandin, prostaksiklin, dan tromboksan dari metabolisme asam arakidonat.
Siklooksigenase-2 (EC 1.14.99.1) merupakan enzim yang tidak ditemukan di
jaringan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh berbagai rangsangan seperti
endotoksin, mitogen, sitokin yang berhubungan dengan produksi prostaglandin
saat proses inflamasi (Zhang et al. 2004).
Sediaan obat antiinflamasi non-steroid (AINS) atau inhibitor COX-2
dalam menghambat produksi prostaglandin sudah lama digunakan. Saat ini
diketahui bahwa hambatan isoform COX-1 berakibat timbulnya efek samping
AINS dan hambatan COX-2 berkaitan dengan efek terapi yang diinginkan (Lelo et
al. 2004). Beberapa efek samping yang dapat terjadi akibat penggunaan AINS
dalam jangka panjang adalah hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal, dan
gangguan pada saluran pencernaan (Mycek et al. 2001). Oleh karena itu,
diperlukan suatu alternatif yang tidak memiliki efek samping untuk mengatasi
gejala inflamasi. Alternatif yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan zat
ekstraktif berbagai bagian pohon sebagai bahan baku obat. Salah satu bahan alami
yang dapat digunakan ialah daun dan kulit batang pulai (Alstonia scholaris).
Tumbuhan pulai secara luas digunakan sebagai obat berbagai penyakit
(Gambar 1). Adapun daun pulai digunakan untuk mengatasi bengkak, bisul, dan
borok (Heyne 1997; Wiart 2002). Daun pulai juga dapat digunakan untuk
mengobati penyakit diabetes, asma, dan rematik (Pratyush et al. 2011). Kulit
batang pulai digunakan untuk mengatasi demam, malaria, dipepsia, dan batuk
berdahak. Ekstrak etanol kulit batang pulai mengandung metabolit sekunder
alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid, dan steroid (Marliana dan Ismail 2011).
Senyawa alkaloid pada kulit batang pulai antara lain ditamin, ecitamin, dan
ecitanin (Cai et al. 2010).
Daun pulai sudah terbukti sebagai analgesik dan antiinflamasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arulmozhi et al. (2007) dosis ekstrak
etanol daun pulai 200 dan 400 mg/kg BB menunjukkan daya hambat tertinggi
terhadap aktivitas siklooksigenase-2 secara in vivo pada mencit, yaitu 73.90% dan
79.56%. Dosis ini berturut-turut setara dengan 45.45 dan 90.91 µg/mL.
Perbandingan daya hambat antara ekstrak kasar daun pulai terhadap ekstrak kasar
kulit batang dan flavonoid daun pulai dengan variasi konsentrasi belum diketahui.
2
Gambar 1 Tumbuhan pulai (Alstonia scholaris)
Menurut Sirait (2007) flavonoid pada sejumlah tumbuhan obat memiliki
sifat antiinflamasi, antimutagenik, antialergi, antibakteri, dan antiviral. Flavonoid
berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi
pembuluh darah kapiler. Peradangan menyebabkan terjadinya kerusakan
pembuluh darah kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga darah
akan keluar dari kapiler jaringan yang diikuti dengan terjadinya respon inflamasi
(Fitriyani et al. 2011). Salah satu aktivitas antiinflamasi flavonoid yaitu
menghambat akumulasi leukosit di daerah inflamasi (Hidayati et al. 2005).
Penelitian mengenai perbandingan efek antiinflamasi antara ekstrak kasar
daun pulai dengan flavonoid daun pulai dan ekstrak kasar kulit batang (A
scholaris) belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan menguji dan membandingkan
potensi ekstrak kasar dan ekstrak flavonoid daun pulai serta ekstrak kasar kulit
batang pulai sebagai antiinflamasi melalui penghambatan enzim siklooksigenase-2
secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat ekstrak kasar daun dan kulit
batang pulai, serta ekstrak flavonoid daun pulai sebagai antiinflamasi, sehingga
dapat dijadikan pengganti obat antiinflamasi non steroid sintetik.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah simplisia serbuk
kulit batang pulai (Balitro, Bogor), ekstrak kasar dan ekstrak flavonoid daun pulai
berasal dari penelitian Sulistyani et al (2015), serta enzim siklooksigenase-2
(Cayman Chemical Catalog No. 560131). Bahan-bahan lain yang digunakan
adalah etanol 96%, H2SO4 pekat, HCl 1%, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer,
pereaksi Wagner, FeCl3 1%, eter, akuades, akua bidestilata, air laut, kista Artemia
3
salina. Bahan yang digunakan sebagai kontrol untuk uji daya hambat enzim
siklooksigenase-2 adalah natrium diklofenak (Kimia Farma).
Alat-alat yang digunakan adalah plat uji BSLT, aerator, kaca pembesar,
shaker, refluks, evaporator, saringan, neraca digital Sartoriuz TE214S, ELISA
reader Epoch, dan alat-alat gelas.
Metode
Persiapan Sampel
Daun pulai sebanyak 2 kg dicuci hingga bersih. Setelah itu ditiriskan dan
dikeringkan selama 12 jam. Kemudian dioven pada suhu 50 oC selama tiga hari.
Sementara itu kulit batang pulai yang digunakan sudah berupa simplisia yang
diperoleh dari Balittro. Selanjutnya daun dan kulit batang pulai yang sudah kering
tersebut digiling dan diayak dengan ukuran 100 mesh.
Ekstraksi
Ekstrak Kasar Daun Pulai (BPOM 2005). Ekstraksi daun pulai dengan
etanol 96% dilakukan melalui metode maserasi. Maserasi sampel dilakukan
dengan merendam simplisia di dalam etanol 96% dengan perbandingan 1:10 (b/v)
selama 24 jam pada suhu ruang dan diaduk dengan batang pengaduk plastik.
Maserat yang dihasilkan kemudian disaring dan dipekatkan dengan vakum
rotavapor pada suhu 50 oC. Selanjutnya ekstrak etanol yang diperoleh ditimbang
untuk dihitung rendemennya.
Ekstrak Flavonoid Daun Pulai (Modifikasi Markham 1988). Simplisia
daun pulai dibungkus menggunakan kertas saring dan ukurannya disesuaikan
dengan kapasitas ekstraktor. Simplisia yang sudah dibungkus diekstraksi dengan
alat sokhlet menggunakan etanol 96% selama 5-7 jam. Residu yang dihasilkan
dibiarkan terendam dalam etanol selama 12 jam, sehingga diperoleh ekstrak
flavonoid daun pulai.
Ekstrak Kasar Serbuk Kulit Batang Pulai (Marliana dan Ismail 2011).
Sebanyak 100 g simplisia serbuk kulit batang pohon pulai ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik, kemudian dimasukkan ke dalam dua
Erlenmeyer dengan ukuran 1000 mL. Masing-masing Erlenmeyer dimasukkan
serbuk kulit batang pulai sebanyak 50 g. Lalu dimasukkan etanol 500 mL pada
masing-masing Erlenmeyer. Simplisia dimaserasi dengan etanol 96% selama 5
hari dengan shaker 10 menit setiap hari, diulang tiga siklus, ekstrak dipekatkan
dengan vakum rotavapor, lalu dimasukkan ke desikator agar kering, dan disimpan
dalam kulkas 4 oC sebelum digunakan untuk pengujian lebih lanjut.
Uji Senyawa Fitokimia (Harborne 2007)
Flavonoid dan Fenolik. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah 5 mL metanol
lalu dipanaskan pada suhu 50 oC. Filtratnya dibagi dua, yang pertama
ditambahkan NaOH 10% dan yang kedua ditambahakan H2SO4 pekat.
Terbentuknya warna merah karena panambahan NaOH 10 % menunjukkan
4
adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk
akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya senyawa flavonoid.
Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan 5 mL kloroform dan 5 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan
lalu ditambahkan dengan H2SO4 2M sebanyak 1.5 mL. Setelah itu fraksi H2SO4
diambil kemudian dibagi menjadi tiga. Tabung pertama ditambahkan dengan
perekasi Dragendrof, tabung kedua dengan pereaksi Mayer, sedangkan tabung
ketiga dengan pereaksi Wagner. Terdapatnya alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer, endapan merah pada pereaksi
Dragendrof, dan endapan cokelat pada pereaksi Wagner.
Tanin. Sebanyak 0.05 gram ekstrak ditambah dengan air 2.5 mL kemudian
dididihkan pada suhu 100 oC selama 5 menit. Setelah itu, larutan ditambahkan 1
tetes FeCl3. Terdapatnya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau
hijau kehintaman.
Saponin. Sebanyak 0.05 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 2.5 mL akuades. Setelah itu dididihkan pada 100oC selama 5 menit
lalu dikocok hingga berbusa. Terdapatnya
saponin ditunjukkan dengan
terbentuknya busa yang stabil selama 15 menit.
Steroid dan Terpenoid. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan 5 mL etanol
30% kemudian dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu ditambahkan
dengan dietileter hingga larut. Fraksi dietileter diambil kemudian ditambahkan
pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4
pekat). Adanya steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau,
sedangkan terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau ungu.
Uji Sitotoksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al 1982)
Penetasan telur Artemia salina. Telur Artemia salina ditimbang sebanyak
50 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi air laut, setelah
diaerasi telur dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas
sempurna. Telur yang sudah menetas menjadi larva diambil untuk digunakan
dalam uji sitotoksisitas.
Uji Sitotoksisitas terhadap Artemia salina. Sebanyak 10 ekor larva
Artemia salina dimasukkan kedalam vial yang berisi air laut lalu ditambahkan
larutan ekstrak sehingga konsentrasi akhirnya menjadi 10, 50, 100, 500, 1000
µg/mL sedangkan untuk kontrol tidak ditambahkan larutan ekstrak (0 µg/mL).
Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kasar daun dan kulit batang pulai, ekstrak
flavonoid daun pulai. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung
jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan ke dalam vial.
Pengolahan data persen mortalitas kumulatif digunakan analisis probit LC 50
dengan selang kepercayaan 95% pada program SPSS v16.
Uji Aktivitas Siklooksigenase-2 (COX-2) (Cayman Chemical Catalog No.
560131)
Uji aktivitas siklooksigenase-2 dilakukan dengan menggunakan kit dari
perusahaan Cayman Chemical dengan nomor katalog 560131. Penentuan aktivitas
siklooksigenase-2 (COX-2) dilakukan dalam dua tahap, yaitu reaksi
siklooksigenase dan reaksi Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
(Cayman Chem Comp 2011).
5
Sampel normal dibandingkan dengan sampel perlakuan. Sampel normal
merupakan sampel tanpa ekstrak. Sampel ini berisi enzim dan substrat tanpa
inhibitor, lalu diberikan perlakuan dengan penambahan ekstrak kasar daun dan
kulit batang pulai, ekstrak flavonoid daun pulai dengan masing-masing ekstrak
dilakukan triplo dan dibuat 3 konsentrasi yaitu 1/5 LC50, 2 LC50, dan 4 LC50.
Natrium diklofenak 2 μg/mL yang diperoleh dari Kimia Farma digunakan sebagai
kontrol uji daya hambat enzim siklooksigenase-2. Preparasi larutan dapat dilihat
pada Lampiran 9.
Uji aktivitas COX-2 dimulai dari tahap pembuatan prostaglandin. Tahap
pembuatan prostaglandin diawali dengan memasukkan sampel sebanyak 10 µL
sebagai inhibitor dari enzim siklooksigenase-2, 160 µL bufer reaksi, 10 µL larutan
Heme, dan 10 µL enzim siklooksigenase-2 ke dalam tabung effendorf. Tabung ini
kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37ºC, lalu ditambahkan sebanyak
10 µL asam arakidonat yang berperan sebagai substrat. Tabung kemudian
divorteks dan diinkubasi kembali pada suhu 37ºC selama tepat dua menit
ditambahkan 50 µL HCl 1 M dan 100 µL SnCl2. Prostaglandin yang dihasilkan
dari reaksi ini dikuantifikasi menggunakan ELISA reader.
Uji ini menggunakan microplate dengan jumlah sumur sebanyak 96.
Desain microplate yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Sumur S1 sampai
S8 disediakan untuk standar, sedangkan sumur H diisi sampel ekstrak. Sebanyak
100 µL bufer EIA ditambahkan pada sumur Non specific binding dan 50 µL bufer
EIA ditambahkan pada sumur B0. Standar prostaglandin ditambahkan pada
masing-masing sumur, yaitu sumur S1-S8. Sebanyak 50 µL larutan background
(BC) ditambahkan ke dalam sumur BC. Sebanyak 50 µL larutan %A ditambahkan
ke dalam sumur IA. Larutan sampel dimasukkan ke dalam sumur H sebanyak
masing-masing 50 µL. Setelah itu ditambahkan PG Tracer sebanyak 50 µL ke
dalam semua sumur, kecuali sumur total activity (TA) dan blanko (Blk).
Larutan PG antiserum juga ditambahkan sebanyak 50 µL ke semua sumur,
kecuali NSB, TA, dan Blk. Plat ditutup dengan plastik film dan diinkubasi pada
orbital shaker selama 18 jam pada suhu 37ºC. Setelah itu plat dicuci dengan
menggunakan bufer pencuci sebanyak lima kali. Kemudian reagen Ellman
ditambahkan sebanyak 200 µL pada masing-masing sumur. Larutan PG Tracer
sebanyak 5 µL juga ditambahkan ke dalam sumur TA. Plat kemudian ditutup
dengan plastik film dan diinkubasi kembali menggunakan orbital shaker pada
suhu 37ºC selama 90 menit. Setelah itu, absorbansinya diukur pada panjang
gelombang 412 nm.
Tabel 1 Desain percobaan pada Micro plate inhibisi COX-2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
A
Blk
B0
S1
S1
%
H
H
H
H
H
H
H
B
Blk
B0
S2
S2
%
H
H
H
H
H
H
H
C
Blk
B0
S3
S3
%
H
H
H
H
H
H
H
D
Nsb
H
S4
S4
%
H
H
H
H
H
H
H
E
Nsb
H
S5
S5
%
H
H
H
H
H
H
H
F
Nsb
H
S6
S6
%
H
H
H
H
H
H
H
G
TA
BC
S7
S7
%
H
H
H
H
H
H
H
BC
S8
S8
%
H
H
H
H
H
H
Keterangan: Blk= blanko; BC= background COX-2; NSB= non specific binding; H= COX
inhibitor samples; B0= maksimum binding; TA= Aktivitas total; S1-S8= standar ; %= 100% initial
activity
6
Penentuan Persentase Inhibisi
Nilai % inhibisi adalah persentase enzim yang mampu dihambat oleh
sampel dengan konsentrasi 100 ppm. Nilai % inhibisi diperoleh dari besarnya
konsentrasi prostaglandin yang mampu dihambat oleh ekstrak. Nilai konsentrasi
prostaglandin ditentukan dengan mencari nilai x pada persamaan garis fungsi
logaritma dari kurva standar prostaglandin.
Keterangan: Y
= a + b ln (x) (fungsi ln)
a dan b = konstanta
X
= [prostaglandin] ng/mL
Y
= %b/b
Analisis Statistika
Analisis data konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan dilakukan dengan
menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) pada
tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Data dianalisis dengan menggunakan
perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS).
HASIL
Rendemen Daun dan Kulit Batang Pulai
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan kulit batang
pulai. Sampel diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
96%. Daun pulai menghasilkan rendemen sebesar 25.73%, sedangkan kulit batang
pulai sebesar 4.33%. Dari 200.02 gram simplisia kulit batang pulai yang
digunakan untuk ekstraksi, diperoleh 8.66 gram ekstrak. Nilai rendemen ekstrak
kasar daun pulai lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kasar kulit batang pulai.
Nilai rendemen ekstrak kasar kulit batang pulai belum memenuhi standar yang
ditetapkan oleh BPOM (2005), yaitu kurang dari 6.6%. Namun nilai rendemen
ekstrak kasar daun pulai sudah memenuhi standar.
Komponen Fitokimia Ekstrak Daun dan Kulit Batang Pulai
Pengujian fitokimia dilakukan pada ekstrak kasar daun dan kulit batang
pulai. Hasil analisis uji fitokimia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak kasar
daun dan kulit batang pulai mengandung senyawa alkaloid, tanin, fenolik, saponin,
dan steroid. Senyawa flavonoid dan terpenoid tidak ditemukan pada ekstrak kasar
kulit batang pulai.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar daun dan kulit batang pulai
Uji
Ekstrak kasar daun pulai Ekstrak kasar kulit batang pulai
Kontrol positif
Flavonoid
++
+++ (sirih merah)
Alkaloid
+++
+++
+++ (tapak dara)
Tanin
+++
+
+++ (serbuk teh)
Fenolik
+++
++
+++ (asam galat)
Saponin
++
++
+++ (buah klerak)
Steroid
++
+
+++ (katuk)
Terpenoid
+
+++ (som jawa)
Keterangan: (+)= tingkat intensitas warna, (-)=senyawa metabolit sekunder tidak terdapat pada
ekstrak
7
Sitotoksisitas Ekstrak menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT)
Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah suatu sampel bersifat bioaktif.
Hasil nilai LC50 menggunakan metode BSLT ditunjukkan pada Tabel 3. Ekstrak
kasar daun dan kulit batang pulai tidak memiliki efek sitotoksik. Hal ini
dikarenakan kematian larva udang hampir 100% pada konsentrasi 500 µg/mL.
Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki potensi bioaktivitas jika LC50 lebih kecil
dari 1000 µg/mL (Meyer et al. 1982). Dari ketiga ekstrak, hanya nilai LC50
ekstrak flavonoid daun pulai yang lebih kecil dari 1000 µg/mL, sehingga ekstrak
ini memiliki efek sitotoksik dan bioaktivitas.
Tabel 3 Hasil uji sitotoksisitas
Sampel
Kontrol
Ekstrak kasar
daun pulai
Ekstrak
flavonoid daun
pulai
Ekstrak kasar
kulit batang
pulai
Konsentrasi
perlakuan
(µg/mL)
0
10
Larva
udang
total
10
10
Akumulasi mati
Ulangan 1
0
1
Ulangan 2
1
1
Ulangan 3
0
0
1332.192
50
100
500
1000
10
10
10
10
10
10
1
1
3
4
1
1
2
3
1
1
1
2
3
4
2
456.434
50
100
500
1000
10
10
10
10
10
10
3
3
4
9
3
3
3
5
7
1
2
3
5
8
1
1761.957
50
100
500
1000
10
10
10
10
1
2
3
3
2
2
3
4
2
2
3
2
LC50
(µg/mL)
Daya Hambat Ekstrak terhadap Aktivitas Siklooksigenase-2 (COX-2)
Konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan dari penghambatan
siklooksigenase-2 oleh setiap sampel ditunjukkan pada Gambar 2. Konsentrasi
prostaglandin yang dihasilkan sampel normal sebesar 100650 ng/mL. Adanya
diklofenak menyebabkan konsentrasi prostaglandin menurun menjadi 47521.7
ng/mL. Hal ini menunjukkan bahwa diklofenak mampu menghambat aktivitas
COX-2 dengan menurunkan konsentrasi prostaglandin. Adapun ekstrak kasar
daun pulai pada semua konsentrasi yang diujikan dapat menurunkan konsentrasi
prostaglandin yang lebih rendah dibanding normal, yaitu 34427, 35013, dan
40488 ng/mL. Berbeda dengan ekstrak flavonoid daun pulai hanya konsentrasi 1/5
LC50 (FA) dan 4 LC50 (FC) dapat menghambat aktivitas COX-2 dengan
menurunkan prostaglandin sebesar 51632.7 dan 34427.2 ng/mL. Ekstrak kasar
kulit batang pulai 2 LC50 (KB) dan 4 LC50 (KC) berpotensi sebagai inhibitor
aktivitas siklooksigenase-2 karena dapat menghambat aktivitas COX-2 dengan
konsentrasi prostaglandin berturut-turut 67336 dan 33084 ng/mL.
8
140000
Prostaglandin terkoreksi (ng/mL)
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
Sampel
Gambar 2 Konsentrasi prostaglandin (ngmL-1). NaD= Natrium diklofenak;
D= Ekstrak kasar daun pulai; F= Ekstrak flavonoid daun pulai;
K= Ekstrak kasar kulit batang pulai; A= 1/5 LC50; B= 2 LC50; C=
4 LC50
Gambar 3 memuat persentase daya hambat na-diklofenak, ekstrak kasar
daun pulai, ekstrak flavonoid daun pulai, dan ekstrak kasar kulit batang pulai.
Daya hambat yang dihasilkan na-diklofenak sebesar 52.79%. Jika dibandingkan
natrium diklofenak, ekstrak kasar daun pulai 1/5 LC50 (DA) dan 2 LC50 (DB),
ekstrak flavonoid daun pulai 4 LC50 (FC), serta ekstrak kasar kulit batang pulai 4
LC50 (KC) mampu menginhibisi aktivitas COX-2 lebih besar. Hal ini ditunjukkan
dengan lebih rendahnya konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan dengan daya
hambat berturut-turut sebesar 65.21%, 59.77%, 65.80%, dan 67.13%. Ekstrakekstrak ini memiliki potensi sebagai obat alami antiinflamasi. Namun, ekstrak
flavonoid daun pulai konsentrasi 2 LC50 (FB) dan ekstrak kasar kulit batang pulai
konsentrasi 1/5 LC50 (KA) tidak menunjukkan daya inhibisi dengan nilai negatif
masing-masing -24% dan -3%.
Analisis statistika dilakukan terhadap konsentrasi prostaglandin yang
dihasilkan pada masing-masing sampel. Konsentrasi beragam pada ekstrak kasar
daun pulai, ekstrak flavonoid daun pulai, dan ekstrak kasar kulit batang pulai
memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi prostaglandin yang
dihasilkan.
9
80,00
60,00
Daya hambat (%)
40,00
20,00
0,00
NaD
DA
DB
DC
FA
FB
FC
KA
KB
KC
-20,00
-40,00
Gambar 3
Sampel
Daya hambat ekstrak terhadap COX-2. NaD= Natrium
diklofenak; D= Ekstrak kasar daun pulai; F= Ekstrak
flavonoid daun pulai; K= Ekstrak kasar kulit batang pulai;
A= 1/5 LC50; B= 2 LC50; C= 4 LC50
PEMBAHASAN
Rendemen Daun dan Kulit Batang Pulai
Dalam penelitian ini, nilai rendemen ekstrak kasar daun pulai lebih besar
dibandingkan dengan kulit batang pulai. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
ekstraksi, yaitu ukuran partikel padatan, pelarut, temperatur, pH, pengadukan,
perendaman, waktu ekstraksi, dan rasio zat padat terhadap pelarut (Skoog 2002).
Etanol merupakan pelarut yang memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya,
yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar.
Keberadaan dua gugus ini diharapkan agar senyawa polar maupun nonpolar
terekstrak ke dalam etanol. Menurut Darusman et al. (2001) etanol adalah pelarut
yang umum digunakan dalam pembuatan jamu dan obat-obatan fitofarmaka.
Rendemen ekstrak etanol kulit batang pulai adalah 4.33%. Nilai rendemen
yang didapatkan dari hasil ekstraksi pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan
dengan nilai rendemen yang didapatkan oleh Zuraida et al. (2010), yaitu sebesar
10
12.23%. Perbedaan rendemen hasil ekstraksi ini disebabkan oleh perbedaan
komposisi kandungan penyusun sampel kulit batang pulai yang diperoleh dari
tempat yang berbeda. Penelitian Zuraida et al. (2010) menggunakan kulit batang
pulai dari Cifor, sedangkan kulit batang pulai dalam penelitian ini diperoleh dari
Balittro. Perbedaan tempat tumbuh tersebut dapat mempengaruhi kandungan
senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, waktu
panen, dan lingkungan tempat tumbuh (Agoes 2007).
Komponen Fitokimia Ekstrak Daun dan Kulit Batang Pulai
Hasil analisis fitokimia penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pankti
et al. (2012) yang menyatakan daun pulai mengandung alkaloid, flavonoid,
fenolik, steroid, terpenoid, saponin, dan tanin. Meskipun demikian, penelitian
Singh et al. (2013) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun pulai tidak
mengandung steroid. Hal ini dikarenakan lingkungan tempat tumbuh yang
berbeda. Penelitian Singh et al. (2013) menggunakan pulai dari daerah Dehradun,
India, sedangkan pulai yang dipakai pada penelitian ini dari daerah Bogor,
Indonesia. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi metabolit sekunder
dapat berasal dari faktor biotik maupun abiotik. Produksi metabolit sekunder
tersebut berkaitan dengan mekanisme pertahanan tanaman sebagai respon adanya
tekanan abiotik, seperti sinar UV dan salinitas, maupun tekanan biotik, seperti
serangan patogen tanaman dan gulma (Crozier et al. 2008).
Berbeda halnya dengan ekstrak etanol daun pulai, ekstrak etanol kulit
batang pulai tidak mengandung flavonoid dan terpenoid. Hal ini sesuai hasil
penelitian Masitha (2011) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit batang
pulai tidak mengandung flavonoid dan terpenoid. Menurut Zuraida et al (2010)
kulit batang pulai yang berasal dari Bogor mengandung flavonoid, tanin, dan
terpenoid. Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan perbedaan konsentrasi pelarut
yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pelarut etanol 96%, sedangkan
penelitian Zuraida et al. (2010) memakai pelarut etanol 70%. Flavonoid adalah
senyawa fenol yang banyak terdapat pada tumbuhan yang dapat larut dalam air.
Etanol 70% memiliki polaritas lebih tinggi dibandingkan etanol 96%, sehingga
flavonoid lebih terekstraksi di larutan yang lebih polar, dalam hal ini etanol 70%
(Harborne 2007).
Kedua ekstrak menujukkan hasil positif untuk uji alkaloid terhadap ketiga
pereaksi (Mayer, Dragendorf, dan Wagner). Alkaloid merupakan golongan
terbesar dari senyawaan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan. Alkaloid dapat
ditemukan di seluruh bagian tanaman seperti batang, bunga, dan akar (Pratap et al.
2013). Kulit batang pulai mengandung alkaloid ditamin, ecitamin, ecitenin, dan
ecitamidin. Salah satu senyawa yang diduga berperan penting dalam ekstrak
sebagai antiinflamasi yaitu alkaloid. Kandungan alkaloid utama pada daun seperti
pikrinin, vallesamin, dan skolarisin secara in vitro dapat menghambat beberapa
mediator inflamasi (COX-1, COX-2, dan 5-LOX) (Shang et al. 2010). Beberapa
mekanisme alkaloid dalam perannya sebagai antiinflamasi yakni sebagai
analgesik, anti kolinesterase, anti radikal bebas, dan modulasi enzim yang
berperan dalam metabolisme asam arakhidonat (Jaspreet et al. 2011).
11
Sitotoksisitas Ekstrak menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT)
Uji sitotoksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas
farmakologi suatu senyawa. Data kematian pada Tabel 3 digunakan untuk
menghitung LC50. Penentuan LC50 menggunakan analisis probit dengan selang
kepercayaan 95% pada program SPSS v16. Lethal concentration 50% (LC50)
adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam
suatu populasi. Tabel 3 menunjukkan bahwa hanya ekstrak flavonoid daun pulai
yang memiliki efek sitotoksik dan bioaktif. Senyawa bioaktif adalah senyawa
kimia yang dapat memberikan efek atas jaringan biologis (Meyer et al. 1982).
Ekstrak flavonoid daun pulai memiliki potensi bioaktivitas dengan nilai LC50
sebesar 456.434 µg/mL. Senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin pada kadar tertentu
memiliki potensi sitotoksisitas serta dapat menyebabkan kematian larva (Muaja et
al. 2013). Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa fenolik,
flavonoid, dan tanin yang dapat menghambat daya makan larva. Menurut Cahyadi
(2009) cara kerja senyawa tersebut bertindak sebagai racun perut, sehingga bila
senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva akan mengganggu alat pencernaannya.
Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa dalam mulut larva. Hal ini
mengakibatkan terganggunya stimulus rasa sehingga larva tidak mampu
mengenali makanan dan akhirnya mati.
Ekstrak kasar daun dan kulit batang pulai tidak memiliki efek sitotoksik
karena nilai LC50 lebih besar dari 1000 ppm. Penelitian Khanum (2014)
menunjukkan bahwa ekstrak kloroform daun dan kulit batang pulai memiliki efek
sitotoksik dan bioaktif dengan nilai LC50 berturut-turut 9.12 dan 10.21 µg/mL. Hal
ini mungkin dikarenakan perbedaan jenis pelarut yang digunakan. Ekstrak dengan
bioaktivitas tertinggi belum tentu memiliki nilai daya hambat tertinggi dalam uji
daya hambat siklooksigenase-2 karena belum diketahui secara pasti mengenai
hubungan nilai LC50 terhadap penghambatannya. Metode BSLT sering digunakan
untuk penapisan awal terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak
tanaman karena sederhana, waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis,
jumlah sampel sedikit, dan tidak memerlukan teknik perawatan khusus (Meyer et
al. 1982).
Analisis statistika dilakukan terhadap konsentrasi ekstrak terhadap
kematian udang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi beragam
ekstrak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kematian udang.
Daya Hambat Ekstrak terhadap Aktivitas Siklooksigenase-2 (COX-2)
Uji daya hambat dilakukan untuk mengukur aktivitas siklooksigenase-2.
Enzim siklooksigenase-2 memiliki dua sisi katalitik, yaitu siklooksigenase dan
peroksidase (Suleyman et al. 2007). Penghambatan COX-2 oleh ekstrak dapat
terjadi pada reaksi siklooksigenase maupun peroksidase. Uji ini dilakukan
terhadap ekstrak flavonoid daun pulai, ekstrak kasar daun pulai, dan ekstrak kasar
kulit batang pulai. Selain itu digunakan juga kontrol positif natrium diklofenak 2
µgmL-1. Menurut pendekatan farmakokinetik konsentrasi efektif natrium
diklofenak dalam darah adalah 2 µg/mL (Katzung 2002). Enzim siklooksigenase2 memiliki dua sisi katalitik, yaitu siklooksigenase dan peroksidase (Suleyman et
al. 2007).
12
Konsentrasi ekstrak yang digunakan, yaitu 1/5 LC50, 2 LC50, 4 LC50.
Konsentrasi ini berdasarkan pada penelitian Arulmozhi et al. (2011) yang
menunjukkan ekstrak etanol daun pulai menghasilkan daya hambat tertinggi
secara in vivo pada dosis 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB berturut-turut 73.90%
dan 79.56%. Dosis ini setara dengan 45 dan 90 µg/mL. Masyarakat pada
umumnya meminum air hasil rebusan 16 lembar daun pulai untuk mengobati
penyakit beri-beri, disentri, sakit usus, sifilis, diabetes, dan malaria (Kinho et al
2011). Berdasarkan perhitungan 16 lembar daun pulai setara dengan 18 µg/mL
(Lampiran 8). Konsentrasi ini merupakan 1/5 dari konsentrasi terkecil.
Sampel tanpa ekstrak merupakan sampel normal. Konsentrasi
prostaglandin yang dihasilkan pada sampel ini menunjukkan konsentrasi
prostaglandin yang dapat dihasilkan ketika tidak ada inhibitor. Konsentrasi
prostaglandin yang lebih rendah dari sampel tanpa ekstrak menunjukkan ekstrak
dapat menekan pembentukan prostaglandin. Sebaliknya, konsentrasi prostaglandin
yang lebih tinggi dari normal menunjukkan ekstrak tidak dapat menekan
pembentukan prostaglandin.
Kontrol positif natrium diklofenak pada konsentrasi 2 µg/mL
menghasilkan prostaglandin sebesar 47521.7 ng/mL. Diklofenak hanya memiliki
daya hambat sebesar 52.79%. Daya hambat ini lebih kecil jika dibandingkan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Astiati (2014) yang melaporkan
bahwa konsentrasi diklofenak 2 µg/mL dapat menghambat aktivitas
siklooksigenase-2 sebesar 80.95%. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan dalam
proses pembuatan konsentrasi larutan. Natrium diklofenak merupakan salah satu
obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang dapat menghambat kerja COX-2
secara kompetitif dan reversibel. Menurut Craig dan Stitzel (2001), obat AINS
dapat menghambat COX-2 secara kompetitif, reversibel maupun irreversibel.
Efek Ekstrak Kasar Daun Pulai
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar daun pulai maka semakin rendah
daya hambat yang dihasilkan. Hal ini mungkin dikarenakan adanya senyawa
flavonoid. Ekstrak flavonoid daun pulai konsentrasi 2 LC50 menunjukkan tidak
adanya daya hambat dengan dihasilkan konsentrasi prostaglandin yang lebih
tinggi dibanding normal. Senyawa flavonoid pada konsentrasi tertentu bekerja
secara antagonis terhadap aktivitas COX-2.
Daya hambat ekstrak kasar daun pulai 1/5 LC50 (DA) dan 2 LC50 (DB) lebih
tinggi jika dibandingkan natrium dikofenak. Hal ini mungkin dikarenakan
kandungan tanin yang lebih banyak dibanding kedua ekstrak lainnya. Tanin
diduga juga dapat menghambat aktivitas siklooksigenase-2. Tanin diketahui
mempunyai aktivitas antiinflamasi, astringen, antidiare, diuretik, dan antiseptik
(Khanbabaee dan Ree 2001). Meskipun demikian, daya hambat ini lebih kecil bila
dibandingkan dengan penelitian Arulmozhi (2011) yang menunjukkan ekstrak
etanol daun pulai 1/5 LC50 menghasilkan daya hambat sebesar 79.56%. Hasil yang
berbeda ini dapat disebabkan oleh berbedanya sumber tanaman daun pulai yang
digunakan. Perbedaan sumber tanaman dapat menyebabkan perbedaan kandungan
zat aktif yang berperan sebagai antiinflamasi.
13
Penelitian mengenai ekstrak etanol daun pulai sebagai antiinflamasi telah
dilakukan oleh Shang et al. (2010) secara in vitro. Menurut Shang et al. (2010)
fraksi alkaloid daun pulai, seperti pikrinin, valesamin, dan skolarisin telah terbukti
dapat menghambat beberapa mediator inflamasi seperti COX-1, COX-2, dan 5LOX.
Efek Ekstrak Flavonoid Daun Pulai
Ekstrak flavonoid daun pulai menghasilkan prostaglandin masing-masing
51632.7 ng/mL, 125277 ng/mL, dan 34427.2 ng/mL. Konsentrasi 1/5 LC50 (FA)
dapat menghambat COX-2 dengan daya hambat (48.70%) yang hampir sama
dengan diklofenak (52.79%), konsentrasi 4 LC50 (FC) memiliki daya hambat
sebesar 65.80%, sedangkan ekstrak flavonoid daun pulai konsentrasi 2 LC 50 (FB)
menghasilkan prostaglandin yang lebih tinggi dibanding normal, yaitu 125277
ng/mL dengan daya hambat -24.47%. Nilai negatif menunjukkan ekstrak tidak
memiliki daya hambat terhadap COX-2 dan bersifat sebagai aktivator.
Flavonoid telah terbukti dapat menghambat beberapa enzim yang terlibat
di dalam proses inflamasi seperti COX, lipoksigenase, dan fosfolipase A2 (Kim et
al. 2004). Beberapa senyawa golongan seperti flavon dan apigenin merupakan
inhibitor dari COX, sedangkan rutin dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas dari
COX. Flavonoid dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species (ROS) dengan
bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal sehingga radikal menjadi inaktif.
Adanya radikal bebas dapat menarik beberapa mediator inflamasi (Nijveldt et al.
2001).
Flavonoid bekerja menghambat fase penting dalam biosintesis
prostaglandin, yaitu pada lintasan siklooksigenase. Flavonoid juga menghambat
fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamin oksidase, protein kinase, DNA
polimerase, dan lipooksigenase (Kurniawati 2005). Beberapa golongan flavonoid
telah dibuktikan memiliki efek antiradang khususnya golongan flavonoid dalam
bentuk glikosida dengan menghambat siklooksigenase-2 (Gonzalez et al. 2007).
Efek Ekstrak Kasar Kulit Batang Pulai
Daya hambat 67.13% konsentrasi 4 LC50 (KC) merupakan daya hambat
tertinggi dari seluruh sampel yang diujikan pada penelitian ini. Namun,
konsentrasi 4 LC50 sangat tinggi jika dibandingkan nilai LC50, yaitu 1762 µg/mL,
sehingga konsentrasi dikatakan toksik bagi larva udang dan tidak efektif untuk
digunakan sebagai obat alami antiinflamasi. Aktivitas inhibisi dikarenakan
kandungan senyawa aktif alkaloid yang hanya terdapat pada kulit batang pulai,
antara lain ecitamin, ditamin, dan ecitenin (Cai et al. 2010). Senyawa tersebut
dapat menghambat beberapa mediator inflamasi. Saponin juga diketahui
mempunyai khasiat anti radang (antiinflamasi), bahkan steroidal saponin
mempunyai hubungan dengan komponen, antara lain seperti kortison (Trease dan
Evans 2009). Kortison termasuk glukokortikoid yang mempunyai efek antiradang
(Katzung 2002).
14
Ekstrak kasar kulit batang pulai konsentrasi 1/5 LC50 (KA) menghasilkan
prostaglandin sebesar 103954 ng/mL dengan daya hambat -3.28%. Tidak adanya
daya hambat dapat disebabkan oleh pelepasan zat aktif yang kurang maksimal.
Ekstrak kasar kulit batang pulai 2 LC50 (KB) dapat menurunkan prostaglandin
sebesar 67335.5 ng/mL dengan daya hambat 33.10%. Berdasarkan Gambar 3,
diketahui pula bahwa hubungan antara konsentrasi ekstrak kasar kulit batang pulai
dengan daya hambatnya terhadap aktivitas siklooksigenase-2 linear. Kenaikan
konsentrasi ekstrak diiringi dengan kenaikan daya hambatnya. Hal ini mungkin
disebabkan tidak adanya senyawa flavonoid sehingga tidak ada senyawa yang
bekerja secara antagonis terhadap aktivitas COX-2.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak kasar dan ekstrak flavonoid daun pulai serta ekstrak kasar kulit
batang pulai yang diujikan memiliki daya hambat terhadap COX-2 dalam proses
inflamasi secara in vitro. Ekstrak kasar daun pulai dapat menghambat aktivitas
COX-2 pada semua konsentrasi dengan daya hambat hingga 65.21%. Adapun
ekstrak flavonoid daun pulai hanya pada konsentrasi 1/5 LC50 dan 4 LC50 dengan
daya hambat sebesar 48.70 dan 65.80%. Ekstrak kasar kulit batang pulai
konsentrasi 2 LC50 dan 4 LC50 dengan daya hambat 33.10 dan 67.13%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis ekstrak
pulai yang dapat menghambat COX-2 dan hubungan antara dosis tradisional 16
lembar daun pulai yang setara dengan 1/5 dari konsentrasi terkecil ekstrak
flavonoid daun pulai.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung (ID): ITB Pr.
Arulmozhi S, Mazumder PM, Sathiyanarayanan L, Thakurdesai PA. 2012.
Analgesic, anti-inflammatory and antiulcerogenic activities of fractions from
Alstonia scholaris. J Pharm 3(5):132-137.
Astiati UT. 2014. Penghambatan enzim siklooksigenase-2 oleh campuran
nanopartikel ekstrak suruhan (Peperomia pellucida) dan jahe merah (Zingiber
officinale) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bill R. 1997. Pharmacology for Veterinary Technicians. Missouri (US): Mosby.
[BPOM RI] Balai Penelitian Obat dan Makanan, Republik Indonesia. 2004.
Fitofarmaka dan Obat Herbal Terstandar. Jakarta: BPOM RI.
15
Cahyadi R. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (Momordica
charantia L.) terhadap larva Artemia salina L. dengan metode BSLT. J Biosci
5:18.
Cai XH, Shang JH, Feng T, Luoa XD. 2010. Novel alkaloids from Alstonia
scholaris Z. Naturforsch B Chem Sci 65:1164-1168.
Cayman Chemical Company. 2011. COX Inhibitor Screening Assay Kit catalog
No.560131. USA (US): Cayman Chemical Company.
Dannhardt, S Laufer. 2000. Structural approaches to explain the selectivity of
COX-2 inhibitors: is there a common pharmacophore?. Current Med Chem 7:
1101-1112.
Darusman LK, Rohaeti E, Sulistyani. 2001. Kajian senyawa golongan flavonoid
asal tanaman bangle sebagai senyawa peluruh lemak melalui aktivitas lipase.
Bogor: Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian IPB.
Fadhli H, Teruna HY, Jose C. 2012. Uji toksisitas ekstrak kulit batang pulai
basung (Alstonia spatulata Bl) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. J
Ind Che Acta. 3(1): 10-12.
Fajriani. 2008. Pemberian obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) pada anak.
Jurnal Kedokteran Gigi. 15(3): 200-204.
Fitriyani A, Winarti L, M. Siti, Nuri. 2011. Uji antinflamasi ekstrak flavonoid
daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada tikus putih. Majalah
Obat Tradisional. 16(1): 34-32.
Goodman, Gilman. 2006. The Pharmacological Basis of Therapeutics Eleventh
Edition. USA (US): Mc Graw Hill Company.
Gonzales FD, Isidoro GA, Miguel RC, Faustino M, Miguel AP, Cecilia M, Juan
PP, Francisco SM. 2007. Prevention of in vitro neutrophil- endothelial
attachment through shedding of L-selectin by nonsteroidal antiinflammatory
drugs. J Clin Invest. 95: 1756-1765.
Harborne JB. 2007. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniquesof
Plant Analysis. London: Chapman and Hall.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Obat Indonesia. Jakarta (ID): Badan Litbang
Departemen Kehutanan.
Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2008. Kandungan kimia dan uji
antiinflamasi ekstrak etanol Lantana camara L. pada tikus putih (Rattus
novergicus L.) jantan. J Biotechnol 5:10-17.
Ikawati Z. 2010. Cerdas Mengenali Obat. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Jaspreet N, Meena AK, Nitika G, Meena RP, Rao MM. 2011. Review on
ethanobotany, phytochemical and pharmacological profile of Alstonia
sholaris. Journal of Pharmacy 2(1):49-54.
Kam PCA, See AUL. 2000. Cyclo-oxygenase isoenzymes: physiological and
pharmacological role. Anaesthesia 55:442-449.
Kartasasmita RE, Rina H, Nuraini H, Tutus G. 2009. Quercetin derivates docking
based on study of flavonoids interaction to cyclooxygenase-2. Indo J. Chem.
9(2): 297-302.
Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Kee JL, Evelyn R. 1996. Famakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Peter
Anugerah, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan
dari: Pharmacology: A Nursing Process Approach.
16
Khanbabaee K, Teunis R. 2001. Tannins: classification and definition. Nat Prod
Rep. 18: 641-649.
Khanum S. 2014. Pharmacological investigation of the chloroform extracts of
Alstonia scholaris. J Pharm Sci 3(1):14-18.
Kindt T, Richard A, Barbara A. 2007. Kuby Immunology. New York (US): WH
Freeman Company.
Kurniawati A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Metanol Graptophyllum
griff pada Tikus Putih. MAKARA Kesehatan 167-170.
Laurence DR, Benneth. 1995. Clinical Pharmacology. New York (US): Churchill
Livingstone.
Lelo A, Hidayat DS, Ichwan M. 2004. Peran sediaan COX-2 inhibitor dalam
modulasi nyeri. Repository 2:1-5.
Lumbanraja LB. 2009. Skrinning fitokimia dan uji efek antiinflamasi ekstrak
etanol daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap radang pada tikus
[skripsi]. Medan (ID): Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
Mansjoer S. 2003. Mekanisme kerja obat anti radang [internet]. [diunduh 2014
Desember 24]. Tersedia pada: http://library.usu.ac.id/download/fk/farmasisoewarni.pdf.
Marliana E, Ismail S. 2011. Studi kandungan kimia dan bioaktivitas ekstrak etanol
kulit batang Alstonia scholaris [seminar nasional]. Samarinda (ID):
Universitas Mulawarman.
Markham KR. 1988. Techniques Flavonoids Identification.
Masitha M. 2011. Skrining aktivitas penghambatan enzim α glukosidase dan
penapisan fitokimia dari beberapa tanaman obat yang digunakan sebagai
antidiabetes di Indonesia [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp: A convenient general bioassay for active
plant constituents. Plant Medica. 45:31-34.
Mudrikah F. 2006. Potensi Ektrak Jahe Merah dan Campurannya dengan Herba
Suruhan Sebagai Antihiperurisemia pada Tikus [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mukherjee S, Ray S, Thakur RS. 2009. Solid lipid nanoparticles: a modern
formulation approach in drug delivery system. Indian J. Pharm. Sci. 71(4):349358.
Mycek MJ, Haevery RA, Campe PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar
Edisi ke-2. Azwar A, penerjemah. Jakarta (ID): Widya Medika. Terjemahan
dari: Pharmacology.
Nijveldt RJ et al. 2001. Flavonoids: A review of probable mechanism of action
and potential applications. JAMA 74:418-425.
Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri dan bioaktivitas tanaman temulawak
pada agrobiofisik berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pankti K, Payal G, Manodeep C, Jagadish K. 2012. A phytopharmacological of
Alstonia scholaris: A panoramic herbal medicine. IJRAP 3(3):367-370.
Pratap B, Chakrabrothy GS, Mogha N. 2013. Complete aspects of Alstonia
scholaris. Int J of Pharm Tech 5(1):17-26.
Pratyush K, Misra CS, James J, Dev LMS, Veettil AKT, Thankamani V. 2011.
Ethnobotanical and pharmacological study of Alstonia (Apocynaceae). J
Pharm 3(8):1394-1403.
17
Rahmania S. 2012. Daya hambat siklooksigenasie-2 oleh campuran ekstrak
suruhan (Peperomia pellucida[l]) dan jahe merah (Zingiber officinale rosc.)
dalam inflamasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Said A. 2007. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta (ID): Sinar Wadja Lestari.
Shang JH, Cai XH, Feng T, Zhao YL, Wang JK, Zhang LY, Yan M, Luo XD.
2010. Pharmacological evaluation of Alstonia scholaris: antiiinflammatory
and analgesic effects. J. Ethnopharmacol 129(2):174-181.
Singh R, Maurya H, Kazmil I, Afzal M, Kandpal G, Gupta G, Kumar P, Anwar P.
2013. Pharmocological role of Alstonia scholaris leaves for its anticonvulsant
and sedative action. JAMA 1(6):478-490.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung.
Skoog WH. 2002. Fundamental of Analytical Chemistry 8 Edition. New York
(US): Thomas Brooks Cole.
Suleyman H, Berna D, Yalcin K. 2007. Anti-inflammatory and side effect of
cyclooxygenase inhibitors. J Pharm 59: 247-258.
Sulistyani, Sari RK, Wulan TW. 2015. Pengembangan produk antikolesterol dari
tumbuhan hutan berbasis mekanisme penghambatan enzim HMG-COA
reduktase. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumah LHM, Nindatu M, Kakisina P. 2012. Efek pemberian ekstrak flavonoid
kulit batang pohon pulai (Alstonia scholaris) terhadap hasil diferensiasi
leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 5(1): 39-53.
Sutomo, Mukaromah L. 2006. Marga Alstonia (Apocynaceae) dan Potensinya.
Bogor (ID): UPT LIPI.
Teruna HY, Latip J, Kamal R, Fadhli H. 2011. A quartenery alkaloid from
Alstonia spatulata Bl (Apocynaceae) [seminar nasional]. Pekanbaru (ID):
Universitas Riau.
Tjay TH, Rahardja K. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efekefek Sampingnya Edisi 6. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.
Wiart C. 2002. Medicinal Plants of Southeast Asia. Malaysia (ML): Prentice Hall
Pearson.
Zhang F, Nasser KA, Juan RM, Kotha S, Andrew JD. Curcumin inhibits
cyclooxygenase-2 transcription in bile acid and phorbol ester treated human
gastrointestinal ephitelial cells. Carcin. 20(3): 445-451.
Zuraida, Effendi R, Lelana NE. 2010. Prospek pulai (Alstonia scholaris) sebagai
bahan baku industri obat anti kolesterol. Laporan Penelitian. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
18
Lampiran 1 Gambaran umum penelitian
Ekstraksi simplisia
serbuk kulit batang
pulai dari
BALITRO
Uji fitokimia (Ekstrak
kasar dan flavonoid pulai
yang berasal dari
Sulistyani et al. (2015),
serta ekstrak kasar kulit
batang pulai
Uji BSLT @3
konsentrasi (1/5 LC50,
2 LC50, dan 4 LC50)
Uji antiinflamasi
melalui COX inhibitor
screening assay kit
19
Lampiran 2 Ekstraksi simplisia serbuk kulit batang pulai
Simplisia serbuk
kulit batang pulai
Ekstraksi:Maserasi
dengan etanol 96%
Filtrat
Evaporasi
Ekstrak kasar
kulit batang pulai
20
Lampiran 3
Sampel yang akan digunakan untuk uji daya hambat terhadap
siklooksigenase-2
Perlakuan
Ekstrak kasar
daun pulai
1
Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Ekstrak
flavonoid daun
pulai
Ekstrak kasar
kulit batang pulai
/5 LC50
DA1
DA2
DA3
FA1
FA2
FA3
KA1
KA2
KA3
2 LC50
DB1
DB2
DB3
FB1
FB2
FB3
KB1
KB2
KB3
4 LC50
DC1
DC2
DC3
FC1
FC2
FC3
KC1
KC2
KC3
Keterangan :
D
: Ekstrak kasar daun pulai
F
: Ekstrak flavonoid daun pulai
K
: Ekstrak kasar kulit batang pulai
Lampiran 4 Rendemen hasil ekstraksi kulit batang pulai
Sampel
Kulit batang pulai
Bobot simplisia (gram)
200.02
Bobot ekstrak (gram)
8.66
Rendemen (%)
4.33
Contoh perhitungan:
Bobot ekstrak (g)
% rendemen = Bobot simplisia (g)
8.66 g
= 200.02 g x 100%
= 4.33%
Lampiran 5 Tahapan uji sitotoksisitas
50 mg telur A. salina Leach
10 ekor larva A. salina yang menetas
Air laut
Inkubasi 48 jam
Ekstrak kasar daun pulai,
ekstrak flavonoid daun pulai,
ekstrak kasar kulit batang
pulai @1000, 500, 100, 50,
10, 0 ppm.
Analisis probit dengan SPSS v.16 untuk menentukan nilai LC50
24 jam
Hitung kematian udang
21
Lampiran 6 Hasil uji sitotoksisitas
Sampel
Kontrol
Ekstrak kasar
daun pulai
Ekstrak
flavonoid daun
pulai
Ekstrak kasar
kulit
batang
pulai
Konsentrasi
perlakuan
(µg/mL)
0
10
Larva
udang
total
10
10
Akumulasi mati
Ulangan 1
0
1
Ulangan 2
1
1
Ulangan 3
0
0
LC50
(µg/mL)
1332.192
50
100
500
1000
10
10
10
10
10
10
1
1
3
4
1
1
2
3
1
1
1
2
3
4
2
456.434
50
100
500
1000
10
10
10
10
10
10
3
3
4
9
3
3
3
5
7
1
2
3
5
8
1
1761.957
50
100
500
1000
10
10
10
10
1
2
3
3
2
2
3
4
2
2
3
2
22
Lampiran 7 Hasil analisis probit LC50 dengan selang kepercayaan 95% pada
program SPSS v16.
Nilai LC ekstrak kasar daun pulai
Konsentrasi
LC
Taksiran
Batas Bawah
Batas Atas
0.01
-1247.503
-5877.983
-531.503
0.02
-945.217
-4721.129
-351.227
0.03
-753.426
-3988.926
-235.064
0.04
-609.150
-3439.600
-146.197
0.05
-491.792
-2994.169
-72.507
0.06
-391.902
-2616.465
-8.357
0.07
-304.318
-2286.817
49.413
0.08
-225.897
-1993.339
102.822
0.09
-154.576
-1728.348
153.312
0.1
-88.925
-1486.655
202.019
0.15
182.888
-536.669
454.367
0.2
398.915
41.014
832.260
0.25
584.248
317.867
1375.207
0.3
750.682
475.163
1954.116
0.35
904.909
592.890
2518.593
0.4
1051.255
693.753
3065.075
0.45
1192.846
786.084
3599.058
0.5
1332.192
873.969
4127.557
0.55
1471.538
959.960
4657.950
0.6
1613.129
1046.021
5198.202
0.65
1759.475
1133.993
5757.576
0.7
1913.701
1225.923
6347.849
0.75
2080.136
1324.474
6985.504
0.8
2265.469
1433.623
7696.155
0.85
2481.496
1560.269
8525.085
0.9
2753.309
1718.980
9568.708
0.91
2818.960
1757.231
9820.857
0.92
2890.280
1798.754
10094.814
0.93
2968.701
1844.377
10396.078
0.94
3056.286
1895.293
10732.581
0.95
3156.176
1953.318
11116.409
0.96
3273.534
2021.436
11567.412
0.97
3417.810
2105.107
12121.934
0.98
3609.601
2216.228
12859.179
0.99
3911.887
2391.171
14021.367
23
Lampiran 7 (Lanjutan)
Nilai LC ekstrak flavonoid daun pulai
Konsentrasi
LC
Taksiran
Batas Bawah
Batas Atas
0.01
-805.860
-1445.998
-495.413
0.02
-657.946
-1217.454
-384.100
0.03
-564.099
-1072.867
-313.059
0.04
-493.502
-964.387
-259.331
0.05
-436.076
-876.377
-215.397
0.06
-387.198
-801.663
-177.805
0.07
-344.342
-736.332
-144.667
0.08
-305.969
-678.002
-114.830
0.09
-271.070
-625.110
-87.536
0.1
-238.946
-576.576
-62.260
0.15
-105.943
-377.720
44.480
0.2
-.236
-223.328
132.966
0.25
90.451
-95.197
213.202
0.3
171.890
14.624
290.501
0.35
247.356
110.227
368.293
0.4
318.966
194.271
448.784
0.45
388.249
269.127
533.117
0.5
456.434
337.207
621.702
0.55
524.618
400.829
714.746
0.6
593.902
462.063
812.701
0.65
665.511
522.754
916.544
0.7
740.977
584.697
1027.997
0.75
822.417
649.918
1149.896
0.8
913.104
721.165
1287.017
0.85
1018.810
802.952
1448.107
0.9
1151.813
904.571
1652.084
0.91
1183.937
928.957
1701.508
0.92
1218.836
955.394
1755.256
0.93
1257.209
984.402
1814.416
0.94
1300.065
1016.733
1880.555
0.95
1348.943
1053.530
1956.063
0.96
1406.369
1096.670
2044.867
0.97
1476.966
1149.590
2154.156
0.98
1570.813
1219.771
2299.603
0.99
1718.727
1330.082
2529.148
24
Lampiran 7 (Lanjutan)
Nilai LC ekstrak kasar kulit batang pulai
Konsentrasi
LC
Taksiran
Batas Bawah
Batas Atas
0.01
-2708.612
.
.
0.02
-2184.755
.
.
0.03
-1852.385
.
.
0.04
-1602.356
.
.
0.05
-1398.977
.
.
0.06
-1225.869
.
.
0.07
-1074.087
.
.
0.08
-938.185
.
.
0.09
-814.587
.
.
0.1
-700.815
.
.
0.15
-229.769
.
.
0.2
144.604
.
.
0.25
465.782
.
.
0.3
754.211
.
.
0.35
1021.482
.
.
0.4
1275.097
.
.
0.45
1520.472
.
.
0.5
1761.957
.
.
0.55
2003.442
.
.
0.6
2248.817
.
.
0.65
2502.432
.
.
0.7
2769.703
.
.
0.75
3058.131
.
.
0.8
3379.310
.
.
0.85
3753.682
.
.
0.9
4224.729
.
.
0.91
4338.501
.
.
0.92
4462.099
.
.
0.93
4598.001
.
.
0.94
4749.783
.
.
0.95
4922.890
.
.
0.96
5126.270
.
.
0.97
5376.299
.
.
0.98
5708.669
.
.
0.99
6232.526
.
.
Lampiran 8 Perhitungan dosis ekstrak daun pulai
Dosis ekstrak daun pulai secara in vivo pada mencit adalah 200 mgkg-1 BB dan 400 mgkg-1 BB.
Volume cairan tubuh mencit sebesar 44% × bobot tubuhnya.
Bobot mencit 20 g (̴ mL)
Dosis yang diberikan 200 mgkg-1 BB, karena bobot mencit 20 g, dosis yang diberikan sebanyak
1
/50 × 200 mgkg-1 BB
= 4 mg/20 g
Volume cairan tubuh mencit di dalam 20 g
= 0.44 × 20 g
= 8.8 mL
Sehingga dosis 4 mg/8.8 mL = 4000 µg/8.8 mL = 45.454 µg/mL
25
Dosis yang diberikan 400 mgkg-1 BB, karena bobot mencit 20 g, dosis yang diberikan sebanyak
1
/50 × 400 mgkg-1 BB
= 8 mg/20 g
Volume cairan tubuh mencit di dalam 20 g
= 0.44 × 20 g
= 8.8 mL
Sehingga dosis 8 mg/8.8 mL = 8000 µg/8.8 mL = 90.909 µg/mL
Berdasarkan resep tradisional, daun pulai digunakan sebagai obat dengan merebus 16 lembar daun
pulai dengan air kemudian diminum satu kali sehari setiap pagi.
Bobot kering 16 lembar daun pulai
Kadar air simplisia
Rendemen kering daun pulai
Dosis manusia/hari
= 2.43 g
= 6.62%
= 30.75%
= 2.43 × 1
= 2.43 g
1000 mg
= 2.43 g × 30.75% ×
Dosis menggunakan ekstrak
1g
= 747.225 mg
Volume total tubuh manusia sekitar 2/3 atau 65% dari bobot tubuhnya. Asumsi bobot tubuh 60 kg,
sehingga volume tubuhnya 40 L.
747.225 mg
Dosis per kg BB
=
= 18.6806 mg/L
40 L
Lampiran 9 Preparasi larutan uji daya hambat siklooksigenase-2
Prosedur untuk Reaksi Siklooksigenase
Pembuatan Larutan Untuk Reaksi Siklooksigenase. Larutan bufer reaksi dibuat
dengan mencampurkan 5 mL bufer reaksi dilarutkan dengan 45 mL akua bidestilata kemudian
disimpan pada suhu 37oC. Larutan stok siklooksigenase-2 disimpan pada suhu 80ºC. Larutan
Heme dibuat dengan mencampurkan 100 μL larutan stok dengan 400 μL larutan bufer reaksi dan
disimpan pada suhu 37ºC. Larutan HCl 0.1 M dibuat dengan melarutkan 500 μL larutan stok
dengan 4.5 mL akua bidestilata dan disimpan pada suhu 37ºC. Larutan SnCl 2 dibuat dengan
melarutkan stok SnCl2 dengan 5 mL HCl 0.1 M lalu divorteks dan disimpan pada suhu 37ºC.
Larutan asam arakhidonat dibuat dengan mencampurkan 50 SnCl 2 stok asam arakhidonat dengan
50 μL KOH 0.1 M kemudian divorteks dan ditambahkan 400 μL akua bidestilata.
Reaksi Siklooksigenase. Tabung larutan background (BC), tabung larutan 100% Initial
Activity (IA) siklooksigenase-2, dan tabung larutan sampel disiapkan. Tabung BC diisi dengan
mencampurkan 970 μL bufer reaksi, 10 μL larutan Heme, 10 μL siklooksigenase-2 yang sudah
diinaktifkan (di penangas air 100ºC selama 3 menit). Larutan IA diisi dengan mencampurkan 950
μL dapar reaksi, 10 μL heme, 10 μL siklooksigenase-2, dan 20 μL ekstrak sampel (3 konsentrasi
tiap sampel). Lalu ketiga tabung diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37ºC. Setelah itu, ketiga
tabung ditambahkan 10 μL asam arakhidonat lalu divorteks dan diinkubasi selama 2 menit pada
suhu 37ºC. Sebanyak 50 μL HCl ditambahkan pada ketiga tabung. Selanjutnya, ketiga tabung
ditambahkan sebanyak 100 μL SnCl2 lalu divorteks dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 5 menit.
Prosedur untuk Reaksi Enzyme Immunoassay (EIA)
Pembuatan Larutan Bufer EIA. Larutan bufer EIA disiapkan dengan mencampurkan
larutan stok dengan 90 mL akua bidestilata. Larutan bufer pencuci disiapkan dengan
mencampurkan larutan stok dengan 2 L akua bidestilata dan 1 mL polisorbat 20.
Pembuatan Larutan Standar Prostaglandin. Standar yang akan digunakan sebanyak 8
konsentrasi pada 8 tabung berbeda diberi nomor S1 hingga S8. Stok prostaglandin dilarutkan
dengan 1 mL dapar EIA sehingga akan didapat larutan stok prostaglandin dengan konsentrasi 10
ng/mL. Larutan tersebut diambil 200 μL ke dalam S1 lalu dilarutkan dengan 800 μL dapar EIA
sehingga konsentrasinya 2000 pg/mL. Sebanyak 500 μL larutan S1 dimasukkan ke S2 lalu
ditambahkan 500 μL dapar EIA sehingga konsentrasinya 1000 pg/mL. Perlakuan sama halnya
pada tabung S3 hingga S8 sehingga konsentrasi pada S3, S4, S5, S6, S7, dan S8 berturut-turut
sebesar 500, 250, 125, 62.5, 31.3, dan 15.6 pg/mL. Reagen Ellman dibuat dengan menncampurkan
stok dengan 20 mL air bebas ion kemudian simpan di tempat gelap.
Pembuatan Larutan PG Tracer. PG Tracer merupakan prostaglandin yang telah terikat
dengan enzim asetilkolinesterase. Stok PG Tracer ditambahkan 6 mL dapar EIA dan disimpan
pada suhu 4ºC.
Pembuatan Antiserum PG. Stok antiserum PG ditambahkan 6 mL dapar EIA dan
disimpan pada suhu 4ºC.
26
Pengenceran Larutan dari Reaksi Siklooksigenase. Larutan BC diencerkan dengan
mencampurkan 990 μL dapar EIA dengan 10 μL larutan stok BC. Larutan IA dibuat 3x
pengenceran, tabung IA1, IA2, dan IA3. Tabung IA1 diisi dengan 990 μL dapar EIA dan 10 μL
larutan stok IA. Tabung IA2 diisi dengan 950 μL dapar EIA dan 50 μL larutan stok IA1. Tabung
IA3 diisi dengan 950 μL dapar EIA dan 50 μL larutan stok IA2. Tabung IA3 yang selanjutnya
digunakan untuk EIA. Larutan sampel dibuat 3x pengenceran, tabung C1, C2, dan C3. Tabung C1
diisi dengan 990 μL dapar EIA dan 10 μL larutan stok sampel. Tabung C2 diisi dengan 950 μL
dapar EIA dan 50 μL larutan stok C1. Tabung C3 diisi dengan 950 μL dapar EIA dan 50 μL
larutan stok C2. Tabung C3 yang selanjutnya digunakan untuk EIA.
Lampiran 10 Konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan (pg/mL)
Sumur
Abs
(412
nm)
rata2
BLK
0.082
NSB
0.083
0.001
TA
1.520
1.438
1.355
B0
0.352
0.270
0.187
S1
0.156
0.074
S2
0.184
S3
%B/B0
rata2
[PG]
(pgmL-1)
rata2
[PG]×FP
(pgmL-1)
rata2
[PG] koreksi
rata2
-0.009
-2.557
2000
0.102
0.019
5.398
1000
0.220
0.138
0.055
15.625
500
S4
0.241
0.159
0.076
21.591
250
S5
0.285
0.203
0.120
34.091
125
S6
0.380
0.298
0.215
61.080
62.5
S7
0.335
0.253
0.170
48.295
31.3
S8
0.371
0.289
0.206
58.523
15.6
BC1
0.473
0.391
0.308
2.614
261.424
745.366
BC2
0.339
0.317
0.234
12.293
1229.309
%IA
0.332
0.250
0.167
50.698
101395
100650
100649.85
NaD
0.443
0.361
0.278
24.133
48267
47522
47521.72
DA
0.403
0.321
0.238
11.976
23951
23206
35013.323
DB
0.387
0.305
0.222
16.566
33132
32386
40487.453
DC
0.366
0.284
0.201
25.969
51938
51193
74480.746
FA
0.380
0.298
0.215
18.336
36671
35926
51632.733
FB
0.333
0.251
0.168
49.348
98696
97951
125277.3
FC
0.380
0.298
0.215
18.808
37617
36872
34427.234
KA
0.340
0.258
0.175
42.306
84611
83866
103953.73
KB
0.379
0.297
0.214
19.409
38818
38073
67335.505
0.393
0.311
0.228
13.939
27878
27133
33083.726
KC
Abs
blanko
rata2
Abs
koreksi
rata2
Rata2 [PG]
(ngmL-1)
27
Lampiran 11 Kurva standar prostaglandin
Kurva standar siklooksigenase-2
70,000
60,000
50,000
y = -13,58ln(x) + 100,55
R² = 0,9142
40,000
30,000
20,000
10,000
0,000
-10,000 0
500
1000
-20,000
Contoh perhitungan
DA
Absorbansi blanko DA
Lampiran 8 (Lanjutan)
Absorbansi terkoreksi
%B/B0 DA
1500
[PG] (pg/nL)
:
= Absorbansi DA – Absorbansi blanko
= 0.383 – 0.082
= 0.301
= Absorbansi blanko DA – Absorbansi NSB
= 0.301 – 0.083
= 0.218
Abs terkoreksi
=
× 100%
Abs terkoreksi B0
0.218
=
× 100%
0.352
= 61.932
[PG] (pg/mL)
Y = %B/B0
X = [PG] (pg/mL)
Pers. Garis: y
61.392
X
[PG]
= -13.5ln(x) + 100.5
= -13.5ln(x) + 100.5
= 17.180
= 17.180 pg/mL
FP = BC = 100 x
%IA = 2000 x
Sampel = 2000 x
(%IA)
[PG] terkoreksi DA
[PG] DA (ng/mL)
2000
= ([PG]) DA × FP) – ([PG]BC × FP)
= (17.180 × 2000) – (7.45366 × 100)
= 33614.918
1 pg
= [PG] terkoreksi DA (pg/mL) ×
1000 ng
= 33614.918 pg/mL ×
= 33.615 ng/mL
1 pg
1000 ng
2500
28
Lampiran 12 Daya hambat ekstrak pulai terhadap COX-2
[Prostaglandin] (ngmL-1)
47521.7
35013.3
40487.5
74480.8
51632.7
125277
34427.2
103954
67335.5
33083.7
Sampel
Na-diklofenak
DA
DB
DC
FA
FB
FC
KA
KB
KC
Contoh perhitungan :
Daya hambat (%)
52.78
65.21
59.77
26.00
48.70
-24.47
65.80
-3.28
33.10
67.12
FA
%Daya hambat
=
[PG]terkoreksi %IA−[PG]terkoreksi FA
[PG]terkoreksi %IA
100649.8545−51632.7
=
100649.8545
= 48.70%
× 100%
× 100%
Lampiran 13 Analisis varian (ANOVA) pada α=0.05
Variabel tergantung: Konsentrasi Prostaglandin
Source
Model
Error
Corrected
Total
R-Square
0.753945
DF
8
18
26
Squares
13842932661
4517736341
18360669002
Mean Square
1730366583
250985352
Coeff Var
30.59765
F Value
6.89
Root MSE
15842.52
Pr > F
0.0003
[PG] Mean
51776.91
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Sampel
2
1911093414
955546707
3.81
0.0418
Konsentrasi
2
2513642759
1256821380
5.01
0.0187
Sampel*Konsentrasi
4
9418196488
2354549122
9.38
0.0003
F < 0.05 maka hasilnya berbeda nyata, konsentrasi satu dengan yang lainnya memberikan respon
yang berbeda.
The GLM Procedure (Uji lanjut Duncan)
Duncan's Multiple Range Test for Konsentrasi_Prostaglandin
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
18
Error Mean Square
2.5099E8
Number of Means
2
3
Critical Range
15690 16462
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
A
A
B A
B
N
62964
9
2
49691
9
3
X1
29
B
42676
9
1
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for Konsentrasi_Prostaglandin
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
18
Error Mean Square
2.5099E8
Number of Means
2
Critical Range
15690
3
16462
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
A
A
A
Sampel
Ekstrak kasar
daun pulai
Ekstrak
flavonoid daun
pulai
Ekstrak kasar
kulit batang pulai
B
Konsentrasi
0.2
2
4
0.2
2
4
0.2
2
4
Mean
N
X2
60795
9
0.2
56137
9
2
38399
Ulangan
3
3
3
3
3
3
3
3
3
9
4
Mean
44447.8138
32386.1801
51193.0869
54070.9643
97950.5119
36871.6182
83865.9073
38073.1297
27132.9511
St Dev
11923.2490
12045.3165
21269.0981
28854.9705
16793.2696
10271.5333
13243.3171
11107.9679
583.1770
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1993 di Jakarta dari ayah Ari Hadi
Windarto dan ibu Retno Titisari. Penulis terlahir sebagai anak tunggal. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 67 Jakarta pada
tahun 2011 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Himpunan Profesi
Biokimia 2013. Penulis pernah mengikuti kepanitiaan BCL 2014. Selain itu
penulis pernah menjadi asisten praktikum Mikrobiologi Dasar di Departemen
Biologi pada tahun 2013-2014 dan 2014-2015, serta asisten praktikum Biokimia
Umum di Departemen Biokimia pada tahun 2013-2014. Penulis melakukan
praktik lapang di Laboratorium Mikrobiologi Terapan, Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI, Cibinong pada tahun 2014 dengan judul ‘Penapisan
Antibakteri dan Antifungi dari Bakteri Asam Laktat’.
Download