22 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengembangan Kurikulum Berbasis

advertisement
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi
1. Pengertian Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi
Kata pengembangan memiliki banyak arti, diantaranya “ perubahan,
pembaharuan, perluasan dan sebagainya.” Dalam arti yang lazim; “Pengembangan
berarti menunjuk pada suatu kegiatan yang menghasilkan cara baru setelah diadakan
penilaian serta penyempurnaan seperlunya.”15 Jadi yang dimaksud dengan
pengembangan adalah penyusunan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan.
Sedangkan istilah kurikulum sendiri memiliki banyak definisi yang hampir sama.
Oemar Hamalik, mengemukakan pandangan tradisional tentang kurikulum adalah;
“Sejumlah mata pelajar yang harus ditempuh murid untuk memeperoleh ijazah.”16
Sedangkan dalam pengertian yang lain dikemukakan bahwa kurikulum adalah :
“
Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.”17
Kedua istilah inilah yang kemudian digabungkan dan terkenal dengan
pengembangan kurikulum. Sukmadinata dalam Wina Sanjaya mengemukakan
bahwa pengembangan kurikulum memiliki makna yang sangat luas yaitu :
“Menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum,
struktur dan sebaran mata pelajaran, GBPP, sampai dengan pedoman-pedoman
pelaksanaan. Pada sisi lain berkenaan juga dengan penjabaran GBPP yang telah
disusun menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus yang
dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyususnan rencana tahunan,
caturwulan, satuan pelajaran, dan lain-lain.”18
15
16
17
18
Winarno Surakhmad, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1997), hlm. 15
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum ,(Bandung : Remaja Rosda Karya,
Cet.3, 2009), hlm. 3
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hlm.18
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta : Prenada Media Group, Cet. 2, 2009),
hlm. 77
23
Menurut
Hamalik,
yang
dimaksud
pengembangan
adalah:“Perencanaan kesempatan-kesempatan belajar
kurikulum
untuk membawa siswa ke
arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahanperubahan itu telah terjadi pada diri siswa.”19 Sedangkan yang dimaksud
pengembangan kurikulum PAI menurut Muhaimin, itu bisa meliputi berbagai
kegiatan diantaranya; “ (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, (2) proses yang
mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum
PAI yang lebih baik, dan/atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan,
penilaian, dan penyempurnaan kurikulum PAI.”20
Dari beberapa definisi di atas, maka yang terkait dengan tujuan penelitian ini
adalah pengembangan kurikulum PAI dengan melakukan perencanaan guna
memberikan kesempatan belajar kepada para siswa, agar sesuai dengan arah
perubahan
yang
diinginkan.
Perubahan
tersebut
adalah
berupa
proses
menghubungkan kompetensi yang memiliki keterkaitan antara mata pelajaran PAI
dan kejuruan, sehingga mampu memberikan kesempatan belajar kepada para siswa
agar menguasai nilai-nilai ajaran agama yang relevan dengan kompetensi kejuruan
yang dipelajarinya. Materi-materi yang terkait tersebut didesain dalam bentuk
kurikulum interelasi yang dijabarkan dalam silabus dan bahan ajar yang berbasis
interelasi. Melalui bahan ajar inilah yang kemudian dilaksanakan dalam kegiatan
proses belajar mengajar sebagai upaya dalam membantu mengembangkan potensi
peserta didik untuk mencapai visi, misi, tujuan dan hasil yang diinginkan oleh satuan
pendidikan sepertihalnya pada SMK.
19
20
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, ( Jakarta : Remaja Rosda Karya, Cet.
3, 2008) , hlm. 97
Muhaimin, Pengembangan, 2009, hlm.10
24
Pengembangan kurikulum berbasis interelasi yang dimaksud
dalam
penelitian ini adalah, upaya peneliti/pengembang untuk mendesain materi PAI dan
mata pelajaran kejuruan yang memiliki keterkaitan dalam kurikulum berbasis
interelasi. Materi-materi tersebut dilandaskan pada standar isi dan standar kelulusan
pada masing-masing mata pelajaran, yang selanjutnya dirumuskan dalam silabus
serta bahan ajar yang bersifat interelasi. Kurikulum berbasis interelasi ini diharapkan
menjadi panduan bagi guru PAI maupun kejuruan dalam penyajian materi pelajaran,
kegiatan praktek maupun pembinaan keagamaan baik di kelas maupun di luar kelas.
2. Tujuan Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi
Pengembangan kurikulum berbasis interelasi ini dilakukan sejalan dengan
tujuan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyusun kurikulum operasional sesuai
dengan karakter satuan pendidikan tersebut.
Kurikulum yang dikembangkan
haruslah juga berpedoman pada standar isi (SI), standar kompetensi kelulusan (SKL)
dan standar kompetensi penilaian (SKP) yang telah ada dan dikeluarkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Semuanya berlandaskan pada prinsip-prinsip
yang berpusat pada potensi, pertumbuhan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya. Disamping itu juga beragam dan terpadu, tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbagai aspek secara
menyeluruh dan berkesinambungan.
Perumusan tujuan adalah menjadi langkah pertama dalam pengembangan
kurikulum, karena aspek tujuan dapat berfungsi untuk menentukan arah seluruh
upaya serta kegiatan pengembangan yang dilakukan. Menurut Hamalik: “ Istilah
yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalah goals
25
dan objectives. Tujuan goals dinyatakan dalam rumusan yang bersifat abstrak dan
umum, serta pencapainnya relatif dalam jangka panjang. Sedangkan tujuan
objectives lebih bersifat khusus, operasioanal, dan pencapainnya dalam jangka
pendek.21 Pengembangan kurikulum interelasi ini memiliki tujuan jangka panjang
berupa, dapat tumbuhnya nilai-nilai Islam yang nantinya diamalkan, manakala para
siswa telah terjun dalam dunia pekerjaan dan dunia usaha ataupun sebagai warga
masyarakat secara luas. Sedangkan untuk tujuan jangka pendeknya adalah
terciptanya kerjasama antara guru PAI dan kejuruan dalam pembinaan pengetahuan
dan akhlak siswa. Disamping itu menjadi tanggung jawab bersama dalam penciptaan
lingkungan dan budaya sekolah yang religius sesuai tujuan SMK serta visi dan misi
suatu lembaga pendidikan.
3. Komponen Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi
Beberapa
ahli
pendidikan
mengemukakan
bahwa
dalam
rangka
pengembangan kurikulum maka perlu diperhatikan beberapa komponen yang
menurut Nasution, diantaranya adalah : “1) tujuan, 2) bahan pelajaran, 3) proses
belajar mengajar, dan 4) penilaian.”22 Sedangkan Hamalik mengemukakan bahwa
pengembangan kurikulum yang dilakukan hendaklah mencakup : “1) tujuan
kurikulum, 2) materi kurikulum, 3) metode kurikulum, 4) organisasi kurikulum dan
5) evaluasi kurikulum.”23
Dari berbagai pendapat diatas dapat diketahui bahwa pengembangan
kurikulum dapat dilakukan berdasarkan komponen-komponen tersebut. Ada yang
dikembangkan dari sisi tujuan dan materinya, tapi juga ada yang hanya dari segi
metodenya saja, atau organisasi dan evaluasinya saja. Namun bagi kepentingan
21
22
23
Oemar Hamalik, Manajemen, hlm. 187
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, ( Jakarta : Bumi Aksara, Cet. VII, 2006), hlm. 18
Oemar Hamalik, Kurikulum, hlm. 24
26
suatu bangsa atau lebih luas kadang pengembangannya meliputi semua komponen.
Bila pengembangan yang dilakukan itu meliputi semua komponen, maka boleh jadi
akan melahirkan suatu kurikulum baru atau kurikulum yang lebih sempurna dan
baik. Akan tetapi manakala pengembangan itu hanya pada satu dua komponen saja,
maka hanyalah bersifat penyempurnaan atau untuk melengkapi kekurangan yang
ditemukan dalam pelaksanaan. Pengembangan semacam ini dapat dilakukan pada
satuan pendidikan atau juga pada beberapa guru mata pelajaran.
Pengembangan kurikulum berbasis interelasi adalah merupakan bentuk
pengembangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan atau oleh guru mata
pelajaran. Komponen yang dikembangkan adalah juga sebatas pada materi yang
telah ada kemudian dicarikan keterkaitan antara materi-materi pelajaran tersebut.
Hasil pengembangan ini selanjutnya dirumuskan pula tujuan pembelajaran, materi
pelajaran, proses belajar mengajar serta penilaiannya. Semua komponen ini akan
termuat dalam kurikulum berbasis interelasi dari hasil pengembangan, yang juga
meliputi silabus, dan bahan ajar berbasis interelasi.
Walaupun pengembangan kurikulum berbasis interelasi ini dikembangkan
dari sisi materi, namun prosedur pengembangannya tetap mengacu pada rancang
bangun komponen pengembangan
sebuah kurikulum. Rancang bangun tersebut
telah dikemukakan para ahli sebagaimana di atas yang meliputi beberapa komponen
baik tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar serta pelaksanaan evaluasi atau
penilian. Bila rancangan komponen tersebut disajikan dalam gambar, maka dapatlah
dilihat sebagaimana di bawah ini :
27
Tujuan
Organisasi/PBM
Isi/Bahan
Evaluasi
Gambar : 2.1 Rancang bangun kurikulum (komponen pengembangan
kurikulum)24
Pada gambar ini dapat diketahui bahwa setiap komponen kurikulum saling
berhubungan timbal balik antara satu sama lain. Rancang bangun ini menempatkan
tujuan pada posisi di atas, yang berarti bahwa perumusan tujuan merupakan kegiatan
pertama dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum. Garis vertikal yang
merentang dari tujuan ke bawah menghubungkan dengan evaluasi, menunjukkan
bahwa setelah merumuskan tujuan sepatutnya dirumuskan pula alat untuk menilai
pencapaian tujuan yang sesuai. Garis vertikal tersebut mempunyai arah timbal balik,
maka berarti bahwa disamping tujuan berhubungan dengan evaluasi, tapi juga
evaluasi yang dilakukan harus sesuai pula dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selain garis vertikal juga terdapat garis yang merentang bersifat horisontal,
dari samping menuju kepada komponen isi/bahan. Garis ini juga bergerak kedua
arah, yang menunjukkan bahwa tujuan juga berhubungan dengan isi, dan bahan atau
isi pelajaran harus sesuai dengan tujuan. Garis horisontal yang menghubungkan isi
dengan organisasi juga menunjukkan dua arah yang berarti bahwa, bahan yang telah
24
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, Cet.
V, 2008), hlm. 51
28
dirumuskan sesuai dengan tujuan diorganisasi sedemikian rupa, dan organisasi
tersebut sesuai dengan sifat dari isi atau bahan pelajaran. Garis-garis dua arah dari
dan ke masing-masing komponen menunjukkan, bahwa setiap komponen
berhubungan satu sama lain, sehingga upaya pencapaian tujuan terlaksana secara
efektif.
Pengembangan kurikulum berbasis interelasi ini lebih menitik beratkan pada
komponen isi, bahan atau materi. Semua pengalaman belajar yang akan diperoleh
siswa dari sekolah adalah menjadi isi kurikulum. Pengalaman-pengalaman tersebut
dirancang dan diorganisasi sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh siswa
sesuai dengan tujuan. Adakalanya tujuan dijadikan acuan dalam merancang isi
kurikulum, namun sebaliknya isi bisa menjadi acuan bagi tujuan. Hal ini bergantung
pada konsep, rancang bangun dan acuan folosofi yang digunakan.
Terkait dengan pengembangan kurikulum berbasis interelasi yang bertujuan
menghubungkan materi-materi terkait antara PAI dan mata pelajaran kejuruan, maka
materi tersebut haruslah sesuai dengan tujuan dilakukan pengembangan ini. Adapun
tujuan pengembangan ini adalah sebagaimana di atas yakni untuk menjadikan para
siswa memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang terkait antara nilai-nilai
ajaran Islam dengan kompetensi keahlian yang dimiliki. Untuk itu isi atau bahan
kurikulum interelasi ini adalah materi atau bahan ajaran agama Islam (PAI) yang
berhubungan dengan dasar kompetensi dan kompetensi
keahlian pada setiap
program studi yang perlu dimiliki oleh para siswa SMK. Materi-materi tersebut
adalah yang ada pada program studi yang dikembangkan pada SMK, yang memiliki
program studi bisnis dan manajemen sebagaimana pada SMK Muhammadiyah 2
Kota Malang.
29
4. Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi
Prinsip-prinsip dasar yang dipakai sebagai landasan dalam pengembangan
kurikulum adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya
menurut Abdullah Idi25 adalah sebagai berikut :
a) Prinsip Relevansi; yaitu kesesuaian antara lulusan suatu sekolah dengan tuntutan
kehidupan yang ada pada masyarakat. Masalah relevansi ini setidaknya dapat
dilihat dari empat segi yaitu; (1) relevansi pendidikan dengan lingkungan siswa
atau masyarakat,
(2) relevansi dengan tuntutan pekerjaan, (3) relevansi
dengan perkembangan kehidupan sekarang dan akan datang,
(4) relevansi
pendidikan dengan ilmu pengetahuan.
Prinsip
inilah
yang
mendasari
upaya
peneliti
dalam
melakukan
pengembangan kurikulum berbasis interelasi PAI dan mata pelajaran kejuruan.
Pengembangan ini dilakukan karena relevansi dengan lingkungan siswa SMK
serta tuntutan lapangan kerja. Disamping itu juga perkembangan kehidupan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b) Prinsip Efektifitas; yaitu sejauh mana perencanaan kurikulum yang dicapai
sesuai dengan keinginan yang ditentukan. Efektifitas dapat dilihat dari dua sisi
yaitu, efektiftas mengajar pendidik dan efektifitas belajar anak didik.
c) Prinsip Efisiensi; yaitu segala usaha, biaya, waktu dan tenaga yang digunakan
untuk menyelesaikan program pengajaran tersebut sangat optimal dan hasilnya
bisa seoptimal mungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
d) Prinsip Kontinuitas (Kesinambungan); yaitu adanya saling terkait antara tingkat
pendidikan, jenis program pendidikan/studi dan bidang studi.
25
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2007),
hlm. 179-183
30
e) Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan); artinya tidak kaku, dan ada semacam ruang
gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Kebebasan peserta didik
dalam memilih program yang disenangi. Sedangkan bagi guru adalah kebebasan
untuk
mengembangkan
program-program
pengajaran
sendiri
dengan
berpedoman pada ketentuan yang digariskan oleh kurikulum.
f) Prinsip berorientasi tujuan; bahwa sebelum bahan ditentukan, langkah yang
perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan terdahulu.
g) Prinsip dan model pengembangan kurikulum; maksudnya adalah, bahwa harus
ada pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus, yakni dengan
cara memperbaiki, menetapkan dan mengembangkan lebih lanjut kurikulum
yang sudah berjalan setelah ada pelaksanaan dan sudah diketahui hasilnya.
Selain ketujuh prinsip juga ada lagi tambahan beberapa prinsip yang dijelaskan
oleh Hamalik, 26 diantaranya adalah :
a) Prinsip keseimbangan; keseimbangan secara proporsional dan fungsional, antara
berbagai program dan sub-program, antara semua mata ajaran, dan antara aspekaspek prilaku yang ingin dikembangkan.
b) Prinsip keterpaduan; dengan melibatkan semua pihak, baik di tingkat sekolah
maupun intersektoral. Keterpaduan juga dalam proses pembelajaran, baik dalam
interaksi antara siswa dan guru maupun antara teori dan praktek.
c) Prinsip mutu; berorientasi pada pendidikan mutu dan mutu pendidikan.
Pendidikan mutu berarti pelaksanaan pembelajaran yang bermutu, sedangkan
mutu pendidikan berorientasi pada hasil pendidikan yang berkualitas.
26
Oemar Hamalik, Kurikulum, hlm. 32
31
Prinsip-prinsip inilah yang mendasari peneliti melakukan upaya pengembangan
kurikulum berbasis interelasi. Selain itu juga terdapat prinsip-prinsip khusus, yang
berkenaan dengan:27 (1) pemilihan penyusunan tujuan pendidikan baik itu tujuan
jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. (2) pemilihan isi pendidikan
yang harus sesuai dengan tujuan pendidikan serta mencakup ranah pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Setiap unit kurikulum harus disusun berdasarkan urutan
yang logis dan sistimatis. (3)
pemilihan proses belajar mengajar dengan
menggunakan metode yang sesuai. (4) pemilihan dan penentuan media dan alat
pengajaran yang baik dan tepat, serta (5) pemilihan kegiatan penilaian ataupun tes
yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi kurikulum tersebut.
5. Landasan Pengembangan Kurikulumn Berbasis Interelasi
Dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan pengembangan
kurikulum yang tepat dan dapat dijadikan dasar. Landasan yang dimaksud adalah
sebagai pijakan agar pengembangan yang dilakukan tidak menyimpang dari nilainilai dasar yang perlu dipertahankan dan dikembangkan serta aturan yang berlaku.
Menurut Sanjaya ada tiga landasan
pengembangan kurikulum yakni filosofis,
psikologis dan sosilogis-teknologis.28”
a) Landasan Filosofis, adalah hakekat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai
kebaikan, keindahan, dan hakekat pikiran yang ada dalam masyarakat. Fungsi
dari landasan ini adalah untuk menentukan arah dan tujuan pendidikan,
menentukan isi atau materi yang harus diberikan, strategi atau cara yang
digunakan dalam mencapai tujuan serta bagaimana menentukan tolak ukur
keberhasilan proses pendidikan.
27
28
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, ( Bandung : Remaja
Rosda Karya, Cet. V, 2002), hlm. 152-154
Wina Sanjaya, Kurikulum, hlm. 42
32
b) Landasan Psikologis, landasan ini didasarkan bahwa setiap anak didik memiliki
keunikan dan perbedaan karakter psiko-fisiknya.
Kondisi psikologis setiap
individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang
sosial budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
Siswa SMK yang berada pada usia 15 tahun keatas, dengan berbagai gejala
psikogisnya serta memiliki pola pikir yang sistematik, rasional, abstrak dan
sebagainya hendaklah juga menjadi pertimbangan.
c) Landasan Sosilogis-Teknologis, landasan ini mengakui bahwa para siswa selain
sebagai seorang individu, juga sebagai, makhluk sosial. Oleh karena itu sekolah
tidak hanya mewariskan budaya dan nilai-nilai suatu masyarakat tapi juga perlu
disiapkan agar siswa tersebut dapat hidup dalam komunitas masyarakat. Selain
itu juga perlu dipertimbangkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang kemudian sering membawa perubahan dalam pola hidup dan
juga perubahan dalam kehidupan sosial politik suatu bangsa.
Hamalik juga mengemukakan beberapa landasan pengembangan yaitu :
a) Tujuan filsafat dan pendidikan nasional, tujuan ini dijadikan sebagai dasar untuk
merumuskan tujuan institusional dan tujuan kurikulum pada suatu satuan
pendidikan.
b) Landasan Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat, lebih pada
masyarakat dimana lembaga berada.
c) Perkembangan peserta didik, secara fisik dan psikologi
d) Keadaan lingkungan yang meliputi, lingkungan manusiawi, kebudayaan, iptek,
dan lingkungan hidup serta lingkungan alam.
e) Kebutuhan pembangunan, yang mencakup semua aspek pembangunan.
33
f) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistim nilai
dan kemanusiawian serta budaya bangsa.29
Setiap upaya pengembangan dilakukan maka perlu dipertimbangkan semua
aspek baik aspek filosofis, psikologis maupun sosiologis-teknologis. Disamping itu
juga perlu dirumuskan beberapa ketentuan yang terkait misalnya; untuk apa
dikembangkan, dalam masalah atau aspek apa saja pengembangan dilakukan,
kepada siapa saja hasil pengembangan tersebut ditujukan, bagaimana dampak dari
pengembangan tersebut dilakukan dan apa yang akan didapatkan dari hasil
pengembangan tersebut dilakukan, dan beberapa hal lainnya.
Landasan pengembangan ini lebih ditekankan pada sosiologis-teknologis, karena
sesuai dengan tujun SMK yaitu untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
bekerja dalam bidang keahlian tertentu. Para siswa selain diberikan pengetahuan dan
keterampilan, juga ditanamkan nilai-nilai religus dan budaya agar dapat hidup,
bekerja dan menjadi manusia yang bermutu serta dapat membangun masyarakat.
Nilai religus dan budayalah yang menjadi landasan bagi pengembangan. Inilah
beberapa landasan dan yang menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan upaya
pengembangan kurikulum berbasis interelasi.
6. Jenis dan Model Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi
Kurikulum yang berlaku selama ini biasanya bersifat baku yang berasal dari
pemerintah dan siap untuk digunakan oleh pendidik atau guru. Kini telah dikenalkan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan ruang bagi
upaya pengembangan oleh sebuah satuan pendidikan. Banyak ragam dan jenis
kurikulum yang selama ini telah dikembangkan. Dari sekian jenis kurikulum yang
telah diberlakukan selama ini terdapat beberapa tipe atau jenis kurikulum.
29
Oemar Hamalik, Kurikulum, hlm. 19
34
Pengelompokan jenis kurikulum biasanya didasarkan pada bentuk penyajian
bahan pelajaran atau organisasi kurikulumnya. Beberapa jenis kurikulum yang
dikenal selama ini antara lain : “ Separated Subject Curriculum (kurikulum dengan
mata
pelajaran
terpisah),
Correlated
Curriculum
(kurikulum
dengan
menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya,
Broad Fields Curriculum (Mengkombinasikan atau menyatukan beberapa mata
pelajaran dalam satu mata pelajaran atau bidang studi) dan Integrated Curriculum
(Keterpaduan bahan pelajaran pada suatu masalah dengan solusi dari berbagai
materi disiplin mata pelajaran lain)”.30
Jenis kurikulum yang terkait dengan penelitian ini adalah Correlated
Curriculum, karena menghubungkan kompetensi antara mata pelajaran yang satu
dengan mata pelajaran yang lain, atau antara PAI dan mata pelajaran kejuruan.
Dalam melakukan korelasi kurikulum antar mata pelajaran, terdapat tiga tipe yang
yang biasa dilaksanakan yaitu; korelasi akkasional/incidental yang dilakukan secara
tiba-tiba, korelasi etis yang bertujuan mendidik budi pekerti dan korelasi sistematis
yang biasa direncanakan oleh guru. Korelasi sistematis inilah yang akan menjadi
acuan dalam pengembangan kurikulum berbasis interelasi. Antara guru-guru PAI
dan kejuruan membangun kerjasama untuk merumuskan secara sistematis hubungan
antara materi PAI dan kejuruan.
Ciri-ciri dari dari kurikulum dengan mata pelajaran yang berkorelasi adalah : a)
Antara mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain.
Dalam hal ini PAI dikorelasikan dengan mata pelajaran kejuruan. b) Adanya usaha
untuk merelevansikan pelajaran dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. c)
Diupayakan penyesuaian pelajaran dengan minat dan kemampuan para siswa.
30
Abdullah Idi, Pengembangan, hal. 141-147
35
Dalam hal ini disesuaikan dengan program keahlian yang dipilih siswa. d) Cara
penyampaian dengan menggunakan metode korelasi. e) Dikembangkannya aktifitas
siswa disamping peran aktif para guru.31
Jenis pengembangan kurikulum yang dilakukan dalam kurikulum berbasis
interelasi ini adalah Correlated Curriculum, karena itu mata pelajaran yang
dihubungkan adalah mata pelajaran PAI dengan mata pelajaran kejuruan. Pada SMK
Muhammadiyah 2 Malang terdapat tiga program keahlian atau jurusan sehingga
mata pelajaran kejuruannya juga meliputi, mata pelajaran kejuruan akuntansi,
sekretaris dan penjualan. Pada mata pelajaran kejuruan inilah yang akan dicarikan
keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar yang memiliki
hubungan materi. Bila disajikan dalam gambar adalah sebagai berikut :
Kompetensi Dasar
dan Kejuruan
Adm. Perkantoran
Pendidikan
Agama
Islam
Kompetensi Dasar
dan Kejuruan
Akuntansi
Gambar : 2.2 Correlated Currikulum
31
Oemar Hamalik, Dasar-dasar, hlm. 157
Kompetensi Dasar
dan Kejuruan
Pemasaran
36
Correlated Curriculum yang dilakukan dalam korelasi bidang studi dapat terjadi
melalui, korelasi antar pokok bahasan dalam bidang studi yang sejenis dan korelasi
antar pokok bahasan di luar bidang studi yang tidak sejenis.32 Terkait dengan
pengembangan kurikulum berbasis interelasi maka, Muhaimin menawarkan satu
model yaitu “Interconnected model
lainnya.”
33
yaitu model terhubung antara satu dengan
Model ini adalah pengembangan bahan ajar yang secara sengaja
diusahakan untuk menghubungkan satu kompetensi dasar atau satu topik pelajaran
dengan satu kompetensi atau topik yang berdekatan dari mata pelajaran yang
berbeda. Model connected menurut Hadisubroto dalam Trianto; adalah pembelajaran
yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan
berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu
keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan
hari ini dengan hari yang lain dalam suatu mata pelajaran. 34 Melalui model ini para
guru agama dan guru kejuruan membangun kerjasama dengan berusaha untuk
menghubungkan satu topik atau kompetensi PAI dan kompetensi kejuruan yang
berdekatan
atau
memiliki
keterkaitan.
Bentuk
kerjasama
tersebut
dapat
menghasilkan produk dalam bentuk silabus dan bahan ajar berbasis interelasi.
Kurikulum tipe connected yang akan melahirkan pembelajaran terpadu tipe
connected,
oleh para ahli dikemukakan beberapa keunggulan dan kelemahan.
Menurut Frogarty dan Hadisubroto dalam Trianto,
35
keunggulan tipe connected
antara lain : (a) siswa akan memperoleh gambaran yang lebih luas dari suatu aspek
yang dipelajari, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus
32
33
34
35
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hlm. 41
Muhaimin, Rekonstruksi, 2009, hlm. 142
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007),
hlm. 43
Ibid, hlm. 44
37
menerus sehingga terjadi proses internalisasi, (c) memungkinkan siswa mengkaji,
mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan
masalah, (d) tidak mengganggu kurikulum yang sedang berlaku.
Kelemahan tipe connected antara lain : (a) masih kelihatan terpisahnya inter
mata pelajaran, (b) tidak mendorong guru bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran
tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar mata pelajaran,
(c) dalam memadukan ide-ide dalam suatu mata pelajaran, maka usaha untuk
mengembangkan keterhubungan antar mata pelajaran menjadi terabaikan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari model kurikulum ini, maka perlu
adanya sebuah kebijakan yang memihak dari sekolah. Kepala sekolah dapat
mengambil suatu keputusan untuk mengembangkan serta memberlakukan tipe
kurikulum connected. Semua mata pelajaran dan guru yang memiliki keterkaitan
hendaklah dianjurkan untuk melakukan interelasi, sehingga diharapkan konsepkonsep serta ide-ide antar mata pelajaran dapat dikembangkan dan terjadi proses
internalisasi dalam pengetahuan, sikap dan prilaku siswa. Hal ini pulalah yang
diharapkan dari pengembangan kurikulum berbasis interelasi antara PAI dan mata
pelajaran kejuruan di SMK Muhammadiyah 2 Malang.
Selain jenis atau organisasi kurikulum diatas, maka dalam kegiatan
pengembangan kurikulum, para pengembang tidak hanya berpijak pada jenis
kurikulum yang ada, melainkan ditentukan pula model apa yang akan digunakan
dalam proses pengembangan kurikulum tersebut. Model pengembangan tersebut
didasarkan pada sumber darimana proses pengembangan itu dilakukan. Ada banyak
ragam model pengembangan kurikulum yang ada, diantaranya adalah : “ the
administrative model, the grass roots model, beauchamp’s system, the
38
demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model,
the systematic action-research model, dan emerging technical models.”36
Dari berbagai model pengembangan kurikulum tersebut, model yang dianut
dalam penelitian pengembangan kurikulum initerelasi ini adalah the grass roots
model. Upaya pengembangan model ini adalah yang berasal dari bawah, yaitu guruguru atau sekolah. Model ini dapat dikembangkan oleh seorang guru atau
sekelompok guru dalam suatu sekolah. Pengembangan atau penyempurnaan ini tidak
harus meliputi semua komponen, tapi dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum misalnya hanya pada isi atau materi kurikulum saja. Hal ini dapat
dilakukan karena seorang guru tidak hanya sebatas pelaksana kegiatan mengajar,
tapi juga dapat merencanakan dan menyempurnakan materi pengajaran di kelas
ataupun di luar kelas.
Pada pengembangan kurikulum berbasis interelasi, maka peran guru mata
pelajaran teramat penting. Antara guru PAI dan kejuruan melakukan kerjasama
dalam merumuskan materi dan silabus kurikulum berbasis interelasi. Hasil
pengembangan ini kemudian digunakan untuk proses kegiatan belajar mengajar di
kelas maupun di luar kelas. Produk pengembangan tersebut bisa jadi dilakukan oleh
suatu sekolah kemudian dapat diterapkan atau dikembangkan pula pada sekolah lain.
Atau juga dapat dilakuakan pada satuan pendidikan yang memiliki kesamaan
jurusan atau program studi atau tujuan suatuan pendidikan.
Mengingat model pengembangan ini adalah berasal dari para guru, maka perlu
diperhatikan pula prinsip-prinsip yang digunakan. Ada empat prinsip yang
digunakan dalam model ini yaitu; a) kurikulum akan bertambah baik kalau
kompetensi profesi guru bertambah baik, b) kompetensi guru bertambah baik kalau
36
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan, hlm. 161-170
39
guru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam perbaikan kurikulum, c) jika
para guru bersama-sama menanggung bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang
dicapai, dalam memilih dan memecahkan masalah yang dihadapi serta dalam
memutuskan dan menilai hasil, keterlibatan mereka akan lebih terjamin, dan,
d) sebagai orang yang bertemu dalam kelompok tatap muka, mereka akan mengerti
satu sama lain dan membantu adanya konsensus dalam prinsip-prinsip dasar, tujuan
dan perencanaan.37
B. Interelasi Pendidikan Agama Islam dan Mata Pelajaran Kejuruan
1. Pengertian Interelasi
Kata interelasi berasal dari akar kata inter dan relasi. Kata inter yang berarti
“bentuk terikat yang berarti, antara, dengan atau terhadap satu sama lain, bersamasama”38 Adapun kata relasi berarti; hubungan pertalian, atau hubungan dengan
orang lain.”39 Dari kedua arti kata tersebut maka yang dimaksud interelasi adalah
bentuk hubungan terkait antara satu sama lain.
Secara istilah menurut Muhaimin, interelasi tidaklah bermaksud memfusikan
atau menyatukan PAI dengan mata pelajaran non agama sebagaimana model
integrasi, tetapi sekedar saling menghubungkan antar kompetensi-kompetensi dasar
atau topik-topik atau materi yang relevan antara mata pelajaran yang satu dengan
mata pelajaran lainnya. Tiap mata pelajaran tersebut tetap berdiri sendiri-sendiri
sesuai dengan karakter dan bidang kajiannya, namun demikian perlu digali dan
dicari adalah nilai-nilai kesesuaian yang dapat diinterelasikan atau dihubungkan.40
37
38
39
40
Ibid, hlm. 163
Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Modern English
Press, 1991), hlm. 575
Ibid, , hlm. 1255
Muhaimin, Rekonstruksi, hlm. 142
40
Jadi yang dimaksud interelasi disini adalah hubungan antara nilai-nilai atau
materi pelajaran yang terdapat pada satu pelajaran dengan pelajaran lainnya, atau
antara PAI dengan mata pelajaran kejuruan.
Hubungan tersebut digali dari
kompetensi dan kompetensi dasar atau materi yang relevan antara kedua mata
pelajaran tersebut. Mata pelajaran kejuruan yang dinterelasi adalah pada jurusan
administrasi perkantoran, sekretaris dan penjualan yang terdapat pada SMK
Muhammadiyah 2 Malang. Dari materi-materi yang relevan tersebut, kemudian
didesain dalam kurikulum interelasi dan bahan ajar yang kemudian akan diajarkan
melalui kegiatan belajar mengajar di kelas atau di luar kelas, baik oleh guru PAI
maupun guru mata pelajaran kejuruan.
2. Landasan Pengembangan Interelasi PAI dan Mata Pelajaran Kejuruan
Pengembangan interelasi PAI dengan mata pelajaran umum seperti mata
pelajaran kejuruan memiliki landasan yang kuat. Menurut Muhaimin41 ada beberapa
landasan yang menjadi dasar pengembangan interelasi yaitu ;
a) Pancasila sebagai falsafah negara atau bangsa Indonesia. Bahwa inti Pancasila
adalah keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan sasaran utama
pendidikan agama sekaligus menjadi inti atau core kurikulum di sekolah.
b) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 1 ayat 1 dan 2 yang
menekankan pengembangan potensi diri anak untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan. Selanjutnya bahwa pelaksanaan pendidikan berakar pada
penanaman nilai-nilai keagamaan.
c) UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai tenaga professional
yang melaksanakan sistem pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
41
Ibid, hlm. 135-136
41
nasional. Profesi guru juga berlandaskan pada prinsip-prinsip; a) memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa dan idealisme,
dan b)
memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
d) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang standar Isi,
dinyatakan bahwa pendidikan agama Islam pada tingkat SMA/SMK bertujuan 1)
menumbuhkembangkan
akidah
melalui
pemberian,
pemupukan,
dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
SWT; 2) mewujudkan manusia Indonesia berakhlak mulia yaitu manusia yang
produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), serta menjaga
harmoni secara personal dan sosial.
3. Paradigma Interelasi PAI dan Mata Pelajaran Kejuruan
Untuk mendukung kajian dalam penelitian ini, maka perlu dilandasi dengan
berbagai teori, konsep maupun pendapat yang terkait. Teori ataupun konsep tersebut
kemudian bisa dilaksanakan, atau diperbaharui bahkan diharapkan bisa melahirkan
teori atau konsep yang baru. Terkait dengan paradigma interelasi ini dibangun
dengan menelusuri perjalanan panjang hubungan antara ilmu pengetahuan (sains)
dan agama. Dalam hal ini John F. Haught, mencatat ada empat fase menuju ke arah
perjumpaan atau hubungan antara sains dan agama yaitu :
a) Paradigma konflik yang beranggapan bahwa, pada dasarnya sains dan agam
tidak dapat dirujuk, karena sains modern memiliki relasi negatif dengan agama.
b) Paradigma kontras berpandangan bahwa dua hal ini (sains dan agama memiliki
otonominya sendiri-sendiri. Ada wilayah agama dan ada wilayah sains.
42
Tidak ada pertentangan yang sungguh-sungguh karena agama dan sains
memberi tanggapan terhadap masalah yang sangat berbeda dan tidak akan
bertemu.
c) Paradigma kontak, suatu pendekatan yang mengupayakan dialogh, interaksi
antara keduanya, dan kemungkinan adanya penyesuaian antara sains dan
agama, ada ranah tertentu yang bisa bertemu.
d) Paradigma konfirmasi menyatakan bahwa antara ilmu dan agama bisa saling
mengisi. Ada riset yang dibangun di atas keyakinan agama dan sebaliknya
keyakinan agama juga bisa dikembangkan karena produk sains.42
Dengan
dasar
konsep-konsep
inilah
yang
dapat
digunakan
dalam
mengembangkan berbagai kajian tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan
agama. Dalam kaitan dengan paradigma interelasi maka dapatlah merujuk pada
paradigma
kontak dan konfirmasi. Kedua paradigma ini mengakui adanya
kesesuaian dan hubungan serta dapat saling mengisi antara agama dan sains. Dari
kedua paradigma tersebut yang lebih berdekatan adalah paradigma konfirmasi.
Melalaui paradigma ini diharapkan antara sains dan agama, lebih khusus antara PAI
dengan pelajaran umum atau kejuruan bisa saling mengisi dan membutuhkan serta
membangun relasi.
Selain paradigma kontak maupun konfirmasi, maka yang dapat dijadikan
rujukan pula adalah konsep “menara kembar”.43 Konsep ini menempatkan ilmu
agama dan ilmu umum pada kewibawaan yang sama. Ilmu Islam berada pada
menara yang satu dan ilmu umum pada menara yang lain. Masing-masing bisa
saling menyapa dan bisa bertemu dalam suatu puncak pembahasan suatu subyek
42
43
John F. Haught, Perjumpaan Sain dan Agama, Dari Konflik ke Dialog, (Jakarta : Mizan dan
ICAS, 2004), hlm. xx
Nur Syamsi, Membangun, 3 April 2009
43
materi atau persoalan. Antara PAI dan mata pelajaran kejuruan perlu diakui
memiliki kekhasan dan kewibawaan masing-masing, namun keduanya bisa saling
berhubungan, apalagi dimaksudkan untuk mencapati tujuan suatu pendidikan.
Dalam konteks interelasi antara PAI dengan mata pelajaran non agama seperti
pelajaran kejuruan pada SMK, maka selain berpijak pada paradigma konfirmasi
ataupun konsep menara kembar, juga
paradigma yang dikemukakan oleh
Muhaimin44 antara lain ;1) paradigma integralistik, bahwa ajaran agama dan
pengetahuan umum tidak dapat dipisahkan karena saling keterkaitan dimana agama
juga mengajarkan tentang kehidupan dunia begitu juga pengetahuan umum tidak
steril dari nilai-nilai ilahiyah, seperti kejuuran kebenaran dan sebagainya. 2)
paradigma simbiotik, bahwa hubungan agama dan pengetahuan umum dipahami
saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. 3) paradigma sekularistik ada
pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum karena keduanya mempunyai bidang
garapan yang berbeda-beda.
Dari ketiga paradigma yang dikemukakan, maka paradigm simbiotik adalah yang
sesuai dengan pengembangan kurikulum berbasis interelasi. Dengan menggunakan
paradigma ini berarti antara PAI dan mata pelajaran kejuruan saling membutuhkan.
PAI
membutuhkan
mata
pelajaran
kejuruan
dalam
melestarikan
dan
mengembangkan nilai-nilai Islam, dan bisa memenuhi kebutuhan siswa sebagai
seorang calon tenaga kerja muda yang perlu dilandasi dengan nilai-nilai kegamaan
sesuai dengan profesi pekerjaannya. Begitupula sebaliknya bagi mata pelajaran
kejuruan tentu membutuhkan nilai-nilai ajaran agama agar materi-materi kompetensi
keahlian kejuruan dapat selaras dengan spirit keagamaan .
44
Muhaimin, Rekonstruksi, hlm. 139
44
Dari berbagai paradigma ataupun konsep yang telah dikemukakan di atas,
memberikan gambaran bahwa, hubungan antara ilmu pengetahuan umum dan agama
lebih khusus antara PAI dan mata pelajaran umum ataupun kejuruan bisa
membangun kerjasama dan saling mengisi. Masing-masing mata pelajaran memiliki
karakter dan kewibawaan sendiri, namun ada nilai-nilai yang memiliki keterkaitan
dan bisa saling berhubungan. Nilai-nilai tersebut dapat diajarkan kepada peserta
didik melalui upaya pengembangan kurikulum berbasis interelasi antar mata
pelajaran. Melalui interelasi ini diharapkan produk pendidikan yakni para siswa
SMK, dapat memiliki kecakapan dan keterampilan professional serta unggul dan
ahli dalam bidang sains maupun pengetahuan umum yang berwawasan ke-Islaman.
Dengan dasar inilah peneliti berasumsi bahwa, pengembangan kurikulum berbasis
interelasi antara PAI dan mata pelajaran kejuruan dapat dilakukan.
4. Model Interelasi PAI dan Mata Pelajaran Kejuruan
Pengembangan kurikulum berbasis interelasi adalah merupakan salah satu
model pengembangan kurikulum yang bersifat The grass roots model. Upaya
pengembangan model ini berasal
dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah.
Pengembangan ini dilakukan terkait dengan adanya pemberian otonomi kepada
sekolah untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik satuan
pendidikannya. Proses pengembangannya tetap berpedoman pada standar isi dan
standar kelulusan yang berlandaskan pada potensi, kebutuhan dan pertumbuhan
peserta didik serta aspek-aspek terkait secara menyeluruh.
Dari model atau pendekatan di atas kemudian dikembangkan oleh Muhaimin
dengan menawarkan satu model yang terkait dengan interelasi yaitu Interconnected
45
model, 45 yaitu model terhubung antara satu dengan lainnya. Melalui model ini akan
dikembangkan bahan ajar yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan
satu kompetensi dasar atau satu topik pelajaran dengan satu kompetensi atau topik
yang berdekatan. Topik atau kompetensi tersebut adalah yang terdapat dalam mata
pelajaran yang diinterelasikan, sebagaimana pada mata pelajaran PAI dan kejuruan.
Pada mata pelajaran PAI, materi atau topik yang diinterelasikan dalam kajian ini
adalah kompetensi yang mencakup aspek-aspek Al-Qur’an, Aqidah, Ibadah, Akhlak
dan Tarikh. Sedangkan untuk mata pelajaran kejuruan, adalah yang berhubungan
dengan kewirausahaan ataupun kompetensi dan kompetensi dasar kejuruan. Ada tiga
jurusan yang akan dijadikan sebagai obyek pengambilan data interelasi yakni,
akuntansi, sekretaris dan manajemen bisnis.
Dengan demikian nantinya akan dilakukan interelasi dengan menghubungkan
komptensi dari aspek-aspek mata pelajaran PAI dengan kompetensi dasar atau
topik-topik dari mata pelajaran kejuruan pada jurusan akuntansi, sekretaris dan
manajemen bisnis. Kompetensi ataupun topik yang dihubungkan adalah yang
memiliki keterkaitan pembahasannya. Untuk lebih jelasnya dapatlah dilihat model
interelasi secara garis besar, melalui gambar sebagaimana di bawah ini :
Kompetensi Dasar atau Topik
Pendidikan Agama Islam :
- Aspek Al-Qur’an Hadits
- Aspek Keimanan/Aqidah
- Aspek Akhlak
- Aspek Fikh/Ibadah
- Aspek Tarikh
Kompetensi Dasar
Dan atau
Topik-Topik
Mata Pelajaran
Kejuruan
Gambar : 2.3 Model Interelasi antara PAI dan Mata Pelajaran Kejuruan
Dari berbagai aspek dan kompetensi PAI yang ada akan dipilih beberapa
kompetensi dan kompetensi dasar yang memiliki nilai-nilai keserasian
45
Ibid, hlm. 142
dengan
46
kompetensi dasar atau topik pada mata pelajaran kejuruan. Sebagai gambaran maka
dapat dipilih misalnya aspek Akhlak dengan standar kompetensi membiasakan
prilaku terpuji. Pada kompetensi ini terdapat tiga kompetensi dasar yaitu;
menjelaskan pengertian, menampilkan contoh, dan mempraktekkan adab dalam
berpakaian, berhias, bertamu, menerima tamu dan bepergian dalam kehidupan
sehari-hari.
Setelah menentukan kompetensi pada mata pelajaran PAI, kemudian
dicarikan kompetensi pada mata pelajaran kejuruan. Bila diperhatikan kompetensi
kejuruan maka ada beberapa kompetensi pada masing-masing kejuruan yang
memiliki keterkaitan. Pada program keahlian administrasi perkantoran terdapat dasar
kompetensi mengaplikasikan keterampilan dasar komunikasi, menerapkan prinsipprinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan dan memproses perjalanan bisnis.
Untuk program keahlian akuntansi terdapat pula kompetensi yang membahas
tentang melaksanakan komunikasi bisnis. Sedangkan pada program keahlian
pemasaran, terdapat kompetensi yang membahas selain komunikasi bisnis, juga
melaksanakan pelayanan prima, melaksanakan negosiasi dan melaksanakan
konfirmasi keputusan rapat.
Dari sekilas uraian contoh kompetensi yang akan diinterelasikan antara PAI
dan mata pelajaran kejuruan pada tiga program keahlian di SMK Muhammadiyah 2
Malang,
maka rancangan awal yang dapat diilustrasikan adalah sebagaimana
gambar di bawah ini :
47
Pendidikan Agama Islam
Aspek Akhlak :
Kompetensi :
Membiasakan Perilaku
Terpuji
Kompetensi Dasar :
menjelaskan pengertian,
menampilkan contoh, dan
mempraktekkan adab dalam
berpakaian, berhias, bertamu,
menerima tamu dan
bepergian dalam kehidupan
sehari-hari.
Mata Pelaran Kejuruan
Prog. Adm. Perknt. :
- mengaplikasikan keterampilan
dasar komunikasi
- prinsip-prinsip kerjasama dengan
kolega dan pelanggan
- Memproses perjalanan bisnis
Prog. Akuntansi :
- melaksanakan komunikasi bisnis
Prog. Pemasaran :
- melaksanakan negosiasi dan
- melaksanakan konfirmasi
Gambar : 2.4. Ilustrasi Model Interelasi antar Kompetensi
Standar kompetensi yang sengaja dipilih pada mata pelajaran PAI adalah
membiasakan perilaku terpuji pada aspek akhlak. Dengan SK ini kemudian
dicarikan SK
pada mata pelajaran Dasar Kompetensi (DK) dan Kompetensi
Kejuruan (KK) yang ada pada tiga program keahlian, administrasi perkantoran,
akuntansi dan pemasaran yang memiliki keterkaitan.
Selain melakukan interelasi secara formal melalui topik
atau materi
pelajaran, para guru agama dan guru kejuruan juga dituntut untuk melakukan
berbagai improvisasi dalam memilih pendekatan maupun melalui kegiatan-kegiatan
ekstra kurikuler. Cara-cara yang dilakukan antara lain melalui penyebaran informasi,
dialog antar guru mata pelajaran, penciptaan iklim keberagamaan, kegiatan
pendidikan dan pelatihan dan pendekatan-pendekatan lainnya. Disamping itu juga
ditunjang dengan kegiatan-kegiatan pembinaan melalui, kajian keagamaan,
pesantren kilat serta kegiatan ibadah dan muamalah lainnya.
48
C. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Pada awal pembahasan ini perlu dijelaskan bahwa
pelajaran Pendidikan Agama Islam
yang dimaksud mata
(PAI) disini, diarahkan pada masalah
penyelenggaraan pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah formal di
Indonesia. Adapun pada pembahasan ini, peneliti hanya menguraikan sedikit tentang
dasar pelaksanaan PAI, fungsi PAI, tujuan PAI dan ruang lingkup PAI.
1. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Menurut Zuhairini,46 dkk, bahwa dasar pelaksanaan PAI di sekolah dapat
ditinjau dari berbagai segi antara lain :
a.
Dasar Yuridisch atau Hukum yang meliputi; Dasar Ideal berupa pancasila, dasar
struktural atau konstitusional berupa UUD 1945, serta dasar operasional berupa
Tap MPR serta UU dan Peraturan Pemerintah lainnya.
b.
Dasar Religius; yang bersumber dari ajaran Islam, baik Al-Qur’an maupun AlHadits. Diantaranya adalah Q.S. At-Taubah : 122
×πxÍ←!$sÛ öΝåκ÷]ÏiΒ 7πs%öÏù Èe≅ä. ÏΒ txtΡ Ÿωöθn=sù 4 Zπ©ù!$Ÿ2 (#ρãÏΨuŠÏ9 tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# šχ%x. $tΒuρ
šχρâ‘x‹øts† óΟßγ¯=yès9 öΝÍκös9Î) (#þθãèy_u‘ #sŒÎ) óΟßγtΒöθs% (#ρâ‘É‹ΨãŠÏ9uρ ÇƒÏe$!$# ’Îû (#θßγ¤)xtGuŠÏj9
“ Dan tidak sepatutnya orang-orang mukminin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga
dirinya.”47
46
47
Zuhairini, Abdul Ghofir, Slamet As. Yusuf. Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya :
Usaha Nasional, 1983), hlm. 21
Al-Qur’anul Karim Terjemah Per-kata Type Hijaz, (Jakarta, Departemen Agama Republik
Indonesia, Syamil Internasional, 2007) , hlm. 206
49
Ayat ini oleh al-Maraghi yang dikutip Abuddin Nata48 menjelaskan bahwa,
ayat tersebut memberikan isyarat tentang kewajiban menuntut ilmu agama (wujub
al-tafaqquh fi al-din) serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
mempelajarinya di dalam suatu negeri yang berdaulat. Negara berkewajiban
menyelenggarakan pengajaran ilmu agama kepada masyarakatnya berdasarkan kadar
yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Negara
tidak boleh membiarkan warganya tidak mengetahui hukum-hukum agama yang
pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang beriman.
c.
Dasar dari Segi Social-Psichologis
Dasar sosial adalah terkait dengan kondisi lingkungan sosial dan budaya
dimana siswa itu berada. Lingkungan sosial serta budaya inilah yang sering ikut
berpengaruh terhadap pengamalan dan sikap keberagamaan siswa. Nilai-nilai PAI
yang diberikan harus bisa menjadi pedoman dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
dimana siswa itu berada. Dasar psikologi adalah yang berhubungan dengan aspek
kejiwaan. Perkembangan kejiwaan peserta didik usia remaja SMK yang sering
mengalami berbagai persoalan kenakalan remaja adalah menjadi dasar pertimbangan
dalam pelaksanaan PAI.
2. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Fungsi PAI sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Majid adalah :
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik
kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
48
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat At-Tarbawiy), (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2008), hlm. 159
50
b. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat.
c. Penyesuaian mental, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
d. Perbaikan, terhadap kesalahan dan kekurangan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengamlan ajaran agama.
e. Pencegahan, menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau budaya yang
membahayakan dirinya.
f. Pengajaran, ilmu pengetahuan agama secara umum.
g. Penyaluran, menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang
agama.49
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Rumusan tujuan PAI selalu mengikuti perubahan undang-undang sistim
pendidikan nasional ataupun adanya perubahan kurikulum. Pada pertauran
pemerintah No. 20 tahun 2006, terdapat 2 point tujuan PAI pada SMK/MAK yaitu :
a. Menumbuhkembangkan akidah melalui
pengembangan pengetahuan, penghayatan,
pengalaman peserta didik tentang Agama
muslim yang terus berkembang keimanan
SWT;
pemberian, pemupukan, dan
pengamalan, pembiasaan, serta
Islam sehingga menjadi manusia
dan ketakwaannya kepada Allah
b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu
manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan
sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. 50
49
50
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 134-135
Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006, Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta, Depdiknas,
2006)
51
Berdasarkan rumusan tujuan ini, maka tanggungjawab guru PAI tidak hanya
menumbuhkembangkan akidah yang dimulai dari pemberian pengetahuan sampai
pembiasaan pengalaman peserta didik, melainkan juga berusaha mewujudkan siswa
yang berakhlak mulia. Harapan idealnya adalah para siswa disamping taat dan patuh
menjalankan syariat agama, berakhlak mulia juga memiliki kecerdasan dan
profesional dalam bidang keahlian serta mampu menjaga keharmonisan baik secara
pribadi maupun sosial.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek Al Qur’an
dan Hadits, Aqidah, Akhlak. Fiqih, Tarikh dan peradaban Islam. Selain kelima aspek
tersebut, materi PAI lebih menekankan pada keseimbangan, keselarasan, dan
keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan
sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia
dengan alam sekitarnya. Melalui aspek-aspek tersebut dirumuskan berbagai standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi melalui penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran sampai
pada penilaian, maka faktor yang perlu diperhatikan adalah standar proses dan
standar penilaian.
52
D. Mata Pelajaran Kejuruan
1. Struktur Kurikulum Kejuruan
Struktur kurikulum pendidikan kejuruan dalam hal ini Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan kejuruan yaitu :
untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan
efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki
stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu
berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaamannya, serta memiliki kemampuan
mengembangkan diri.
Kurikulum SMK berisi mata pelajaran wajib, mata pelajaran Kejuruan, Muatan
Lokal, dan Pengembangan Diri. Mata pelajaran wajib terdiri atas Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan
Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, dan Keterampilan/Kejuruan. Mata
pelajaran ini bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam
spektrum manusia kerja. Mata pelajaran Kejuruan terdiri atas beberapa mata
pelajaran yang bertujuan untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan
pengembangan kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Adapun
muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan
daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke
53
dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan sesuai dengan program keahlian yang diselenggarakan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat,
dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan
pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan
dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pembentukan karier
peserta didik. Pengembangan diri bagi peserta didik SMK terutama ditujukan untuk
pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Struktur kurikulum SMK meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama tiga tahun atau dapat diperpanjang hingga empat
tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII atau kelas XIII. Struktur kurikulum
SMK disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata
pelajaran. Adapun struktur kurikulum SMK disajikan pada Tabel di bawah ini :
54
Tabel : 2.1. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan
Komponen
A.
Durasi
Waktu (Jam)
Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
192
2. Pendidikan Kewarganegaraan
192
3.Bahasa Indonesia
192
440 a)
4.Bahasa Inggris
5.Matematika
5. 1 Matematika Kelompok Seni, Pariwisata,
Teknologi Kerumahtanggaan
5. 2 Matematika Kelompok Sosial, Administrasi
Perkantoran dan Akuntansi
5. 3 Matematika Kelompok Teknologi,
Kesehatan, dan Pertanian
dan
6. Ilmu Pengetahuan Alam
6. 1 IPA
6. 2 Fisika
6. 2. 1 Fisika Kelompok Pertanian
6. 2. 2 Fisika Kelompok Teknologi
6. 3 Kimia
6. 3. 1 Kimia Kelompok Pertanian
6. 3. 2 Kimia Kelompok Teknologi dan
Kesehatan
6. 4 Biologi
6. 4. 1 Biologi Kelompok Pertanian
6. 4. 2 Biologi Kelompok Kesehatan
C.
403 a)
516 a)
192 a)
192 a)
276 a)
192 a)
192 a)
192 a)
192 a)
7.Ilmu Pengetahuan Sosial
128 a)
8.Seni Budaya
128 a)
9.Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
B.
330 a)
192
10.
Kejuruan
10. 1
Keterampilan Komputer dan Pengelolaan
Informasi
202
10. 2
Kewirausahaan
192
10. 3
Dasar Kompetensi Kejuruan b)
140
10. 4
Kompetensi Kejuruan b)
Muatan Lokal
Pengembangan Diri
1044 c)
192
d)
(192)
*Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (2006)
55
Keterangan notasi
a)
Durasi waktu adalah jumlah jam minimal yang digunakan oleh setiap program
keahlian. Program keahlian yang memerlukan waktu lebih jam tambahannya
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sama, di luar jumlah jam yang
dicantumkan.
b)
Terdiri dari berbagai mata pelajaran yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan
setiap program keahlian.
c)
Jumlah jam Kompetensi Kejuruan pada dasarnya sesuai dengan kebutuhan standard
kompetensi kerja yang berlaku di dunia kerja tetapi tidak boleh kurang dari 1044
jam.
d)
Ekuivalen 2 jam pembelajaran.51
2. Implikasi Struktur Kurikulum Kejuruan
Implikasi dari struktur kurikulum di atas dijelaskan sebagai berikut.
a. Di dalam penyusunan kurikulum SMK mata pelajaran dibagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Kelompok normatif
adalah mata pelajaran yang dialokasikan secara tetap yang meliputi Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Penjaskes, dan Seni
Budaya. Kelompok adaptif terdiri atas mata pelajaran Bahasa Inggris,
Matematika, IPA, IPS, Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi, dan
Kewirausahaan. Kelompok produktif terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang
dikelompokkan dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan.
Kelompok adaptif dan produktif adalah mata pelajaran yang alokasi waktunya
disesuaikan dengan kebutuhan program keahlian, dan dapat diselenggarakan
dalam blok waktu atau alternatif lain.
b. Materi pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan
disesuaikan dengan kebutuhan program keahlian untuk memenuhi standar
kompetensi kerja di dunia kerja.
51
Ibid
56
c. Evaluasi pembelajaran dilakukan setiap akhir penyelesaian satu standar
kompetensi atau beberapa penyelesaian KD dari setiap mata pelajaran.
d. Pendidikan SMK diselenggarakan dalam bentuk Pendidikan Sistim Ganda
(PSG)/Praktek Kerja Industri (Prakerin)
e. Alokasi waktu satu jam pelajaran tatap muka adalah 45 menit.
f. Beban belajar SMK meliputi kegiatan pembelajaran tatap muka, praktik di
sekolah dan kegiatan kerja praktik di dunia usaha/industri ekuivalen dengan 36
jam pelajaran per minggu.
g. Minggu efektif penyelenggaraan pendidikan SMK adalah 38 minggu dalam satu
tahun pelajaran.
h. Lama penyelenggaraan pendidikan SMK tiga tahun, maksimum empat tahun
sesuai dengan tuntutan program keahlian.52
E. Karakteristik Kurikulum Berbasis Interelasi Yang Dikembangkan
1. Model Kurikulum Berbasis Interelasi
Model Kurikulum Berbasis Interelasi (KBI) adalah sebuah model yang
dikembangkan dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Sama halnya dengan kurikulum pada umumnya, ada empat komponen yang
terdapat dalam KBI yaitu: tujuan, isi atau bahan pelajaran, kegiatan proses belajar
mengajar dan penilaian. Pada KTSP menurut Muslich, terdapat empat komponen
yaitu: (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan
KTSP, (3) kalender pendidikan, dan (4) Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pengajaran (RPP).53
52
53
Ibid.
Masnur Muslich, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Pengembangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 12
Dasar
Pemahaman
dan
57
Lebih lanjut dicontohkan struktur KTSP itu meliputi : Bab I Pendahuluan,
yang terdiri dari: latar belakang (dasar pemikiran penyusunan KTSP), tujuan
pengembangan KTSP dan prinsip pengembangan KTSP. Bab II berisi Tujuan
Pendidikan yang meliputi: tujuan pendidikan pada satuan pendidikan, visi sekolah,
misi dan tujuan sekolah. Bab III yang berisi Struktur dan Muatan Kurikulum, yang
meliputi subkomponen: mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri,
pengaturan beban belajar, ketuntasan belajar, kenaikan kelas dan kelulusan,
penjurusan, pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan berbasis keunggulan lokal
dan global. Diakhir bab IV memuat kalender pendidikan.
Selain contoh diatas, Mulyasa juga mencontohkan Model KTSP yang terdiri
dari tujuh bab yaitu: Bab I pendahuluan, yang mencakup: rasional, landasan dan
tujuan. Bab II yang berisi, visi, misi dan strategi. Bab III yang berisi; standar
kompetensi lulusan satuan pendidikan dan standar kompetensi kelompok mata
pelajaran. Bab IV berisi, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Bab V berisi
struktur kurikulum yang mencakup mata pelajaran, muatan lokal, pengembangan
diri, beban belajar, ketuntasan belajar, kenaikan kelas, penjurusan, kelulusan dan
mutasi serta pendidikan kecakapan hidup. Bab VI berisi kalender pendidikan dan
Bab VII berisi silabus mata pelajaran.54
Dari
kedua
contoh
yang
dikemukakan
diatas
menjadi
landasan
pengembangan model kurikulum berbasis interelasi yang meliputi : Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari, rasional, pengertian, fungsi dan tujuan pengembangan
KBI, dan prinsip pengembangan KBI. Bab II berisi Visi , misi dan tujuan SMK
Muhammadiyah 2 Malang dan kompetensi keahlian. Bab III yang berisi; standar
54
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kemandirian Guru dan
Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm. 221-266
58
kompetensi lulusan dan standar kompetensi kelompok mata pelajaran berbasis
interelasi. Bab IV berisi struktur kurikulum yang mencakup mata pelajaran, muatan
lokal, pengembangan diri, beban belajar, ketuntasan belajar, kenaikan kelas,
penjurusan, kelulusan dan mutasi serta pendidikan kecakapan hidup. Bab V berisi
kalender pendidikan dan Bab VI berisi silabus mata pelajaran PAI berbasis
interelasi.
2. Silabus Berbasis Interelasi
Silabus dapat didefinisikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau
pokok-pokok isi atau materi pelajaran.55 Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.56 Jadi silabus
memuat garis besar materi pelajaran dengan segala kompetensi dan indikatornya
yang menjadi tolak ukur dalam penialainnya.
Pengembangan
silabus
juga
berlandaskan
pada
prinsip-prinsip
pengembangan sebagaimana prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain: (a) Ilmiah, maksudnya; keseluruhan materi silabus harus benar
dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan. (b) Relevan, maksudnya;
cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi, sesuai dengan
tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional dan spiritual peserta didik.
(c) Sistematis, artinya, komponen-komponen silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi. (d) Konsisten, maksudnya adanya
hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian. (e) Memadai, cakupan
55
56
Masnur Muslich, Kurikulum, hlm. 23
Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007) hlm. 151
59
indikator, materi, pengalaman belajar, sumber belajar dan sisitem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. (f) Aktual dan kontekstual, artinya
memperhatikan perkembangan ilmu, tekhnologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan
nyata dan peristiwa yang terjadi. (g) Fleksibel, mengakomodasi keragaman peserta
didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat. (h) Menyeluruh, komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
(kognitif, afektif dan psikomotor)57
Dalam penyusunan dan pengembangan silabus maka ditempuh beberapa
langkah-langkah pengembangan, yang menurut Susilo 58 antara lain :
a. Penentuan Format dan Sistematika Silabus
Silabus sebagai sub-sitem pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang
saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Komponen silabus tersebut
perlu disusun dalam bentuk format dan sistematika yang jelas. Format berisikan
bentuk penyajian isi silabus, sedangkan sistematika menggambarkan urutan
penyajian bagian-bagian silabus. Format dan sistematika silabus disusun
berdasarkan pada prinsip berorientasi pada pencapaian kompetensi. Oleh karena itu
format penyajian silabus diwujudkan dalam bentuk matrik agar hubungan antar
komponen dapat dilihat secara jelas. Sesuai dengan prinsip yang berorientasi pada
pencapaian kompetensi, setelah jenjang sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester,
maka sisitematika penyajian meliputi standar kompetensi, kemampuan dasar yang
ingin dicapai, standar materi, uraian atau rincian standar materi, pengalaman belajar,
sumber bahan, alokasi waktu yang dibutuhkan, dan acuan atau
rujukan yang
dipakai.
57
58
Ibid
Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
Cet.II 2007), hlm. 114-117
60
b. Penentuan Kemasan Silabus
Kemasan adalah bentuk atau format fisik silabus. Penentuan kemasan
berdasarkan atas prinsip keterbacaan, kepraktisan dalam menggunakan dan
kemudahan dalam membawa dan menyimpan. Sesuai prinsip tersebut maka
kemasan silabus dapat diwujudkan dalam bentuk media cetak atau buku, yang dijilid
pertingkatan kelas atau sekolah. Untuk keperluan aplikasi pemanfaatan dan
penyebarluasan, maka dapat pula disediakan dalam bentuk file-file yang tersimpan
dalam disket atau VCD.
Dalam penentuan kemasan silabus maka ditentukan pula format Standar
Operasioanl Prosedur (SOP) pengembangan silabus. SOP berperan sebagai bantuan
kerja yang berguna untuk menunjukkan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan serta
menyajikan langkah-langkah secara procedural dan berurutan. Secara khusus SOP
berisikan tata kerja, kewenangan dan peran serta pedoman umum dan pedoman
khusus pengembangan yang membahas tata cara dan contoh-contoh pengembangan.
c. Penentuan Kemampuan Dasar
Kemampuan dasar merupakan perincian lebih lanjut dari standar kompetensi.
Kemampuan dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang minimal harus
dikuasai oleh siswa. Cara mengurutkan kemampuan dasar adalah sama dengan cara
mengurutkan standar kompetensi. Yaitu menggunakan pendekatan prosedural,
pendekatan hirarkis, dari mudah ke sukar, dari konkret ke abstrak, pendekatan spiral,
pendekatan tematis, pendekatan terpadu dan lain sebagainya.
d. Penentuan Materi Pembelajaran dan Uraiannya
Penentuan materi pembelajaran dan uraianya dimulai dari identifikasi jenisjenis materi pelajaran dan penentuan urutan materi pelajaran. Materi pelajaran
61
dirinci dan diuraikan kemudian diurutkan untuk mempermudah kegiatan
pembelajaran. Ada dua jenis klasifikasi materi pembelajaran. Pertama, klasifikasi
materi pelajaran menjadi pengetahuan deklaratif (yang berisi informasi, konsep,
fakta dan sebagainya) dan pengetahuan prosedural (yang berisi keterampilan
proses). Kedua, klasifikasi materi pelajaran menjadi , fakta, konsep, prinsip dan
prosedur.
Langkah berikut setelah identifikasi materi adalah penentuan urutan
materi pelajaran. Langkah inipun melalui dua tahap yakni, penentuan uraian materi
pembelajaran dan mengurutkan materi pelajaran.
e. Penentuan Pengalaman Belajar Siswa
Pengalaman belajar siswa adalah aktifitas belajar yang perlu dilakukan oleh
siswa dalam rangka mencapai penguasaan kemampuan dasar dan materi pelajaran.
Dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai maka pengalaman belajar meliputi,
menghafal, menggunakan/ mengaplikasikan, dan menemukan. Sedangkan dari
dimensi materi yang perlu dihafal dan diaplikasikan adalah fakta, konsep, prinsip
dan prosedur. Pengalaman belajar dapat dilakukan oleh siswa di dalam kelas
ataupun di luar kelas.
f. Penentuan Alokasi Waktu
Waktu disini adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang
telah ditentukan. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penentuan waktu adalah,
tingkat kesukaran materi, luas, ruang lingkup atau cakupan materi, frekwensi
penggunaan materi, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari. Dalam
mengalokasikan waktu maka diperhatikan pula waktu secara keseluruhan untuk
setiap semester. Dengan melihat banyaknya kemampuan dasar dalam satu semester,
62
akan dapat dialokasikan waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap kemampuan
dasar yang ditargetkan.
g. Penentuan Sumber Acuan
Sumber acuan adalah rujukan, referensi atau literatur yang digunakan baik
untu menyusun silabus maupun buku yang digunakan gunakan guru dalam
mengajar. Sumber utama penyusunan silabus adalah buku teks dan buku kurikulum.
Sumber-sumber lainnya seperti jurnal, hasil penelitan, penerbitan berkala, dokumen
Negara dan lain-lain.
h. Pengembangan Satuan Pelajaran (SP) atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran di kelas, perlu dibuatkan
SP/RPP. RPP tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah
ditentukan dalam tahapan penentuan pengalaman belajar siswa sebelumnya.
Komponen RPP meliputi: (1) Identitas mata pelajaran, yang berisi nama mata
pelajaran, kelas, semester, dan waktu atau lamanya jam pelajaran. (2) Kemampuan
dasar (tujuan pembelajaran) yang ingin dicapai, (3) Materi pembelajaran serta
uraiannya yang dipelajari siswa untuk mencapai kemampuan dasar, (4) Strategi atau
kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi
pelajaran dan sumber belajar, (5) Media yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran, (6) Penilaian atau assesmen dan tindak lanjut berupa instrument dan
prosedur yang digunakan dalam menilai pencapai belajar siswa serta tindak lanjut
berupa remedial atau perbaikan, dan (7) Sumber bahan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
63
3. Materi/Bahan Ajar Berbasis Interelasi
Meteri pelajaran atau bahan ajar adalah merupakan salah satu sumber belajar
yang berisi pesan dalam bentuk konsep, prinsip, definisi, gugus, isi atau konteks,
data maupun fakta, proses, nilai, kemampuan dan keterampilan.59 Menurut Hamalik,
bahan pengajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri.60 Bahan ajar juga
merupakan segala bentuk materi yang digunakan untuk membantun guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan ajar hendaklah disusun
secara sistimatis secara tertulis maupun tidak, sehingga tercipta lingkungan atau
suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bentuk bahan ajar dapat meliputi
bahan cetak seperti: buku, modul, lembar kerja siswa, dan audio visual dan multi
media. Dalam kaitan pengembangan kurikulum berbasis interelasi ini produk
pengembangan kurikulum dar bahan ajar adalah berupa buku/modul pelajaran.
a. Karakteristik Bahan Ajar
Menurut Dick & Carey dalam Suliha
61
, bahan ajar memiliki karakteristik,
antara lain: (1) menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh pebelajar,
(2) berisi informasi dan petunjuk bagi pebelajar mengenai cara memanfaatkan bahan
ajar, (3) menyediakan latihan untuk mengukur keberhasilan pebelajar, (4) dalam
menyusun bahan ajar harus menggunakan pendekatan sistem.
Selain karakteristik tersebut di atas, bahan ajar juga memiliki ciri sebagai
berikut : (1) Menumbuhkan minat baca, (2) Ditulis dan dirancang untuk pebelajar,
(3) Menjelaskan tujuan instruksional, (4) Disusun berdasarkan pola belajar yang
59
60
61
Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2007), hlm. 114
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara, Cet. VI, 2006), hlm. 132
Siti Sulihah, Pengembangan Paket Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa STAI Al-Hamidiyah Bangkalan, (Malang: UNMMalang, 2008) hlm. 22
64
fleksibel, (5) Struktur berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan
dicapai, (6) Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih, (7) Menjelaskan cara
mempelajari bahan ajar, (8) Memberikan rangkuman, (9) Gaya penulisan
komunikatif dan semi formal,
(10) Kepadatan berdasar kebutuhan pebelajar,
(11) Mengakomodasi kesulitan pebelajar ( 12) Dikemas untuk proses instruksional,
(13) Mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari pebelajar.
b. Komponen-komponen Bahan Ajar
Komponen bahan ajar menurut Degeng
62
terdiri dari dua bahagian yaitu
bagian pendahuluan dan bagian isi. Bagian pendahuluan terdiri dari : (1) kerangka
isi, yang diperlihatkan di setiap awal bab, berfungsi untuk memperlihatkan kaitan
antar bab, (2) tujuan, mengungkapkan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa
setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, (3) deskripsi singkat tentang isi bab,
agar siswa mempeoleh gambaran umum tentang keseluruhan isi bab yang akan
dibahas,
(4) relevansi isi bab, mengungkapkan kaitan antar bab yang sedang
dipelajari dengan bab yang telah dipelajari, (5) kata-kata kunci, untuk membantu
pembaca memahami isi bahan ajar.
Bagian isi terdiri dari: (1) judul, (2) uraian secara terperinci tentang isi bab,
(3) rangkuman dari konsep atau prinsip yang telah dipelajari, (4) soal latihan, berisi
kegiatan yang harus dilakukan siswa setelah mempelajari sebuah bab, (5) balikan
atau kunci jawaban, berisi poin-poin penting dari paparan sebelumnya yang
merupakan jawaban dan soal-soal latihan dan mengarahkan siswa untuk mencapai
tujuan, (6) daftar rujukan, berisi daftar buku atau sumber bacaan yang memudahkan
siswa untuk menelusuri bahasan lebih lanjut.
62
I.Nyoman Sudana. Degeng, Pedoman Penyusunan Bahan Ajar , (Malang: LP3 Universitas
Negeri Malang, 2001),
65
Secara umum, penjelasan dari beberapa komponen yang terdapat dalam
bahan ajar antara lain :
1) Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar
Manfaat dari petunjuk penggunaan bahan ajar adalah untuk memberikan arah
dan tujuan bagi penggunaan bahan ajar, baik untuk guru maupun untuk siswa. Isi
petunjuk bahan ajar merupakan penjelasan tahap demi tahap bagaimana melakukan
kegiatan pembelajaran bagi siswa maupu guru. Petunjuk atau panduan tersebut dapat
dibuat secara terpisah antara guru dan siswa, bila adanya hal-hal yang tidak perlu
diketahui oleh siswa dalam upaya perbaikan proses pembelajaran. Akan tetapi
panduan guru dan siswa dapat pula dibuat dalam satu bagian. Dalam pengembangan
bahan ajar berbasis interelasi ini, petunjuk ataupun panduan dibuat secara terpisah
antara guru dan siswa.
2) Epitome/Kerangka Isi
Epitome memuat aspek-aspek penting dan terkait denga struktur pendukung.
Epitome dapat berupa struktur konseptual, prosedural atau teoritik. Dengan adanya
epitome diharapkan dapat mengorganisasikan informasi yng masuk dari materi
tersebut. Disamping memberikan informasi tentang hubungan antara satu pokok
bahasan/topik dengan pokok bahasan/topik yang lain. Epitome juga merupakan
gambaran keluasan satu topik bahasan dari keseluruhan materi pada bahan ajar.
3) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran termuat dalam indikator yang mengungkapkan
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa setelah selesai mengikuti kegiatan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran inilah yang berfungsi memberikan arahan bagi
66
pembelajar dan pebelajar (guru dan siswa) dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
4) Uraian Isi dan Konsep Kunci
Uraian isi pembelajaran merupakan jabaran dari tujuan pembelajaran atau
indikator yang telah dirumuskan. Seluruh perubahan tingkah laku yang diharapkan
dalam tujuan pembelajaran diupayakan dapat dicapai melalui pesan dan informasi
yang disajikan dalam uraian pembelajaran. Uraian isi pembelajaran menurut Winkle,
hendaknya meliputi : (a) terdapat relevansi materi dengan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, (b) terdapat kesesuaian dalam taraf kesulitan materi dan dengan
kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah materi, (c) mampu menunjang
motivasi siswa, (d) membantu siswa untuk melibatkan diri secara aktf, (e) sesuai
dengan prosedur pembelajaran yang diikuti, (6) bahan pembelajaran disesuaikan
dengan media pembelajaran yang tersedia.63
Berkaitan dengan pengembangan bahan ajar ini, isi pelajaran diorganisasikan
secara logis dan sistematis berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran khusus yang
telah ditetapkan melalui analisis tujuan pembelajaran. Pengorganisasian diurutkan
secara logis dan sistematis untuk mempermudah siswa menguasai materi.
5) Rangkuman
Rangkuman adalah merupakan isi pokok pembelajaran yang disajikan secara
garis besar dan ringkas. Pemberian rangkuman dalam bahan ajar dapat membantu
siswa untuk memahami pokok-pokok isi pembelajaran.
63
W. S. Winkle, Psikologi Pengajaran, (Jakarta, Grasindo, 1991), hlm.
67
Fungsi rangkuman menurut Degeng, adalah untuk memberikan pernyataan
singkat tentang isi bidang studi yang dipelajari dan contoh-contoh setiap konsep,
prinsip atau prosedur yang diajarkan.64
Rangkuman dalam pengembangan bahan ajar ini akan disajikan pada bagian
akhir dari semua topik bahasan. Rangkuman tersebut berfungsi memberikan
pernyataan singkat tentang isi materi dan contoh-contoh yang mudah dimengerti.
6) Soal Latihan/Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan khusus atau indikator
pembelajaran yang telah ditetapkan dalam setiap topik atau satuan pembelajaran
maka diperlukan alat pengukuran atau tes yang berupa tugas atau latihan. Tugas atau
latihan berfungsi memberikan umpan balik bagi pembelajar dalam rangkan
membimbing siswa untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Penyusunan soal-soal latihan dikembangkan dari perumusan butir tes yang
telah dirumuskan indikatornya. Bentuk soal tersebut bisa berupa pilihan agnda
ataupun isian atau pemberian tugas akhir. Soal-soal latihan sekaligus bertujuan
untuk mengukur prestasi belajar siwa, sejauh mana ia mampu mencapai tujuan
pembelajaran khusus yang telah ditetapkan. Lebih jauh untuk mengetahui sejauh
mana penguasaan terhadap isi pokok bahasan dari materi atau topik yang dipelajari.
Tugas-tugas dalam bahan ajar disusun berdasarkan rumusan tujuan khusus pada
setiap materi topik bahasan. Tugas-tugas tersebut sifatnya mandiri dan kelompok
serta dapat dikerjakan di dalam kelas maupun di luar jam pelajaran.
64
I. Nyoman Sudana Degeng., Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel, (Jakarta Depdikbud, 1989),
hlm.
68
7) Kunci Jawaban
Soal atau latihan yang diberikan kepada siswa diperlukan jawaban atau umpan
balik melalui kunci jawaban. Setelah siswa diberikan latihan maka perlu diberikan
kunci jawaban untuk mengetahui apakah jawaban mereka benar atau salah. Kunci
jawaban yang dicantumkan setelah latihan, berisi jawaban yang benar atas butirbutir soal latihan. Dengan melihat kunci jawaban, siswa dapat mengukur sendiri
tingkat ketercapaiannya dalam mempelajari bahan ajar sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
8) Tindak Lanjut
Tindak lanjut berisi tentang skor yang diraih oleh siswa setelah menyelesaikan
soal-soal evaluasi dan saran-saran bagi siswa sesuai dengan skor yang dicapai.
Tindak lanjut juga berfungsi sebagai panduan bagi siswa untuk mengukur kecepatan
dan hasil belajar yang dimiliki setelah mengerjakan soal-soal latihan atau evaluasi.
9) Daftar Rujukan
Bagian terakhir dari komponen bahan ajar ialah daftar rujukan atau sumber
bacaan yang dipakai dalam penyusunan bahan ajar. Daftar rujukan berfungsi untuk
memudahka siswa mencari dan menelusuri informasi, guna memperdalam dan
mengembangkan materi yang terdapat dalam bahan ajar. Penyertaan daftar rujukan
merupakan salah satu upaya untuk mengetahui dan menelusuri sumber atau bahan
yang kurang lengkap dalam pengembangan pembelajaran.
c. Prinsip Penyusunan Bahan Ajar
Dalam menyusun bahan ajar, terdapat beberapa prinsip atau kaidah yang
perlu diperhatikan, antara lain :65 (1) Relevansi artinya keterkaitan. antara materi
dalam bahan ajar hendaknya ada kaitan atau hubungan dengan pencapaian standar
65
Tim Pustaka Yustisia, KTSP, hlm. 195
69
kompetensi dan kompetensi dasar. (2) Konsisten artinya keajegan. Antara isi bahan
ajar harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, bila kompetensi dasarnya tiga
maka bahan ajarnya juga memuat tiga materi bahasan, (3) Kecukupan, artinya
bahan ajar yang dirancang dan diajarkan hendaknya membantu siswa menguasai
kompetensi dasar yang diajarkan.
Selain prinsip diatas juga terdapat beberapa prinsip lainnya yaitu : (1) self
instruction, artinya bahan ajar harus mampu membelajarkan diri sendiri, tidak
tergantung pada pihak lain, (2) self contained, artinya seluruh materi pembelajaran
dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi terdapat dalam satu bahan ajar secara
utuh, (3) stand alone, bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada atau
tidak harus digunakan dengan media lain, (4) adaptif, bahan ajar hendaklah memiliki
daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan tekhnologi, (5) user
friendly, bahan ajar hendaknya memenuhi kaidah bersahabat atau akrab dengan
pemakainya, (6) daya tarik, dengan mengkombinasikan warna, bentuk huruf,
gambar, ilustrasi dan lay out yang serasi dan dapat merangsang motivasi pebelajar.66
Lebih lanjut menurut Degeng67 dalam prinsip bahan ajar, hendaknya ditulis
dengan menggunakan strategi pembelajaran yang sama seperti yang digunakan
dalam kelas. Menulis bahan ajar berarti mengajarkan isi suatu mata pelajaran
melalui tulisan. Oleh karena itu bahasa yang digunakan dalam bahan ajar hendaklah
bahasa setengah formal dan setengah lisan. Ketika menyusun bahan ajar hendaklah
sesuai urutan kegiatan pembelajaran di kelas, dan seolah-olah bertatap muka dan
berkomunikasi dengan para siswa.
66
67
Departemen Pendidikan Nasional, Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta,
Depdikbud, 2006)
I.Nyoman Sudana Degeng, Pedoman,
70
d. Kriteria dan Tahap Penentuan Bahan Ajar
Ada sejumlah kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan bahan
ajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasution68, antara lain :
1) Bahan ajar dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Setiap penyusunan
kurikulum dimulai dengan merumuskan tujuan umum dan khusus. Setelah itu
ditentukan, mana bahan ajar yang dianggap serasi guna mencapai tujuan-tujuan
tersebut.
2) Bahan ajar dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan generasi yang
lampau. Segala
informasi, peristiwa masa lampau, nilai-nilai dan norma
kehidupan, keterampilan dan pengetahuan lainnya diberikan untuk memberikan
pemahaman dan pengembangan kebudayaan dan jati diri bangsa bagi anak didik.
Dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
membawa berbagai perubahan dalam segala aspek kehidupan, maka segala
pengetahuan, norma-norma dan keterampilan masa lalu harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi terkini.
3) Bahan ajar dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin. Penguasaan
disiplin diperlukan sebagai persyaratan untuk melanjutkan sampai perguruan
tinggi.
4) Bahan ajar dipilih karena dianggap berharga bagi manusia dalam hidupnya.
Bahan ajar tersebut harus berharga bagi manusia, sehingga output dari lembaga
pendidikan dapat berguna bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
5) Bahan ajar dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Bahan ajar
hendaknya disusun sesuai dengan bakat, minat, kemampuan awal, tingkat
68
S. Nasution, Asas-asas hlm. 200-202
71
perkembangan, serta kebutuhan masyarakat. dan ditentukan sesuai dengan
kebudayaan yang ada.
Selain kriteria di atas, Gintings69 juga mengemukakan bahwa bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Sesuai dengan topik atau pokok bahasan yang dibahas.
2) Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang
dibahas.
3) Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana,
sistematis, sehingga mudah difahami.
4) Jika perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih
mempermudah memahami isinya.
5) Sebaiknya diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran
sehingga dapat dipelajari terlebih dahulu oleh siswa.
6) Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu.
Setelah menentukan kriteria pemilihan bahan ajar, maka selanjutnya dalam
pelaksanaan pemilihan bahan ajar harus mengikuti tahap-tahap tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tahap-tahap proses pemilihan bahan ajar sebagaimana
yang dikemukakan oleh Gall dalam Nurgiyantoro
70
adalah: (1) identifikasi
kebutuhan, (2) merumuskan misi kurikulum (spesialisasi media), (3) menentukan
anggaran pembiayaan, (4) membentuk tim penyeleksi, (5) mendapatkan susunan
bahan, (6) menganalisis bahan, (7) menilai bahan, (8) membuat keputusan adopsi
dan (9) menyebarkan, mempergunakan dan memonitor penggunaan bahan.
69
70
Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, (Bandung, Humaniora, Cet. II,
2008), hlm. 154
Burhan Nugriyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Sebuah Pengantar Teori
dan Pelaksanaan) ( Yogyakarta, BPFE, 1998) hlm. 88
72
4. Panduan Guru dan Siswa
Menurut Dick & Carey dalam Siti Suliha71 mengemukakan bahwa; dalam
mengembangkan paket pembelajaran, perlu diberikan deskripsi berupa panduan
secara umum mengenai paket pembelajaran yang dikembangkan. Panduan tersebut
meliputi panduan untuk pembina atau guru serta obyek pengguna paket dalam hal
ini siswa. Masing-masing dirancang secara terpisah untuk instruktur atau guru dan
yang lainnya untuk siswa.
Deskripsi secara umum untuk guru yang biasanya disebut panduan
instruktur (instructor’s manual). Panduan ini berisi gambaran umum dari paket
pembelajaran, apa saja yang terdapat dalam paket tersebut serta bagaimana cara
penggunaannya. Panduan tersebut juga berisi tentang cara memberikan penilaian
atau tes serta informasi lainnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Disamping panduan bagi instruktur atau guru juga terdapat panduan untuk
siswa (student’s guide). Fungsi dari panduan siswa adalah untuk memberikan
petunjuk bagi siswa dalam mn menggunakan dan memanfaatkan bahan ajar yang
telah dikembangkan oleh desainer pembelajaran.
71
Siti Sulihah, Pengembangan, hlm. 31
Download