LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG PENGAWASAN BAHAN PANGAN DI LABORATORIUM PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BALAI BESAR PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) di SAMARINDA Oleh : Fiqih Laelasari NIM. 100500135 PROGRAM STUDITEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013 HALAMAN PENGESAHAN JudulLaporan PKL : LaporanHasilPraktikKerjaLapang di Balai Besar Pengolahan Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda, Kalimantan Timur. Nama : Fiqih Laelasari NIM : 100 500 132 Program Studi : TeknologiPengolahanHasil Perkebunan Jurusan : TeknologiPertanian Pembimbing, Penguji, Andi Lisnawati, SP., M.Si NIP. 19750210 200312 2 002 Ahmad Zamroni S.Hut.,MP NIP. 19830824 200912 106 Menyetujui/Mengesahkan, Ketua Program StudiTeknologiPengolahanHasil Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Mujibu Rahman S.TP.,M.Si NIP. 19711027 2002121 002 Lulus ujianpadatanggal: KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas-tugas selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan hingga selesainya penyusunan Laporan ini. Pada dasarnya Praktik Kerja Lapangan ini merupakan salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Laporan Praktik Kerja Lapangan ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktik Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Samarinda. Selama penyusunan Laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu, terima kasih yang takterhingga atas semua doa, dukungan, bantuan dan restunya. 2. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda 3. Bapak Mujibu Rahman, STP MP selaku ketua Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan 4. Ibu Andi Lisnawati, S.P. M.Si Selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja Lapangan 5. Semua dosen Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. 6. Ibu Dra. Wirda Zein, Apt sebagai Kepala Balai Besar POM di Samarinda, 7. Bapak Abd. Haris Rauf selaku Manager Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi di BPOM Samarinda 8. Ibu Siti Chalimahtus Sakdiyah selaku Kepala Seksi Bidang Pangan dan Bahan Berbahaya, 9. Lisda Sari Selaku pembimbing lapangan di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Samarinda, 10. Semua Karyawan Staff dan Laboran di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Samarinda 11. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam pelaksanaan PKL sampai selesainya laporan ini. Menyadari isi dari kata sempurna yang disebabkan oleh keterbatasan yang kami miliki, olehn yaitu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya. Samarinda, 18 Juni 2013 Penulis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rendahnya kualitas dari produk yang dihasilkan serta maraknya penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) perlu terus diawasi. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, telah memaksa para podusen makanan untuk memproduksi olahan makanan maupun minuman yang lebih awet, menarik, dan lebih praktis dibandingkan produk segarnya. Selain itu karena jangkauannya yang luas, produsen dituntut untuk menghasilkan produk yang mudah dalam pengangkutan dan pendistribusian. Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan, bukan merupakan bahan utama. Penambahan BTP secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) di dalam produksi pangan antara lain ditujukanuntuk: 1) Mengawetkan makanan; 2) Membentuk makanan menjadi lebihbaik, renyah dan lebih enak di mulut; 3) Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik, sehingga menambah selera; 4) Meningkatkan kualitas pangan; 5) Menghemat biaya. 2 Kualitas dari produk turunan dari hasil pertanian ditentukan oleh kandungan Protein, Kadar Air, Kadar Abu dari bahan tersebut. Pada umumnya bila suatu produk hasil olahan pertanian akan berkurang kandungannya bila telah melalui proses pengolahan. Oleh sebab itu untuk mengetahui kualitas dari produk turunan tersebut, perlu adanya uji untuk mengatahui kadar tersebut. Selain kandungan suatu produk, dewasa ini Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau food additives semakin marak sebagai salah satu bahan dalam pengolahan produk. Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan. Jenis Bahan Tambahan Pangan(BTP) yang umum dan marak digunakan adalah Besosa (Benzoat, Sorbat, Sakarin), formaldehida, boraks sebagai bahan pengawet, siklamat sebagai pemanis, dan berbagai jenis pewarna untuk membuat tampilan produk lebih menarik. Pada laporan Praktik Kerja Lapangan ini akan dibahas Uji Kualitas dari sampel seperti Kadar Air, Kadar Abu dan Protein, dan konsentrasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang ada pada produk pangan yang beredar di masyarakat. B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapang (PKL) ini adalah : 1. Untuk mengenal, mengaplikasikan dan membandingkan teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Samarinda. 3 2. Untuk mengetahui proses analisis kimia yang dilakukan pada olahan hasil makanan, maupun minuman di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar Pengawasan obat dan Makanan. C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKL) 1. Mendapatkan pengalaman dalam dunia kerja seperti bersosialisasi dengan pimpinan beserta staf kantor dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan. 2. Menambah ilmu yang didapatkan dari cara kerja yang dilakukansebuah Balai Pengawas Obat dan Makanan di Samarinda.. 3. Memahami sistem kerja dari Balai Pengawas Obat dan Makanan di Samarinda terutama dalam skala laboratorium dan lapangan. D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Tempat PKL :Bertempat di Laboratorium Pengujian Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Samarinda, Jl. Letjen Soeprapto No. 3 Telp. 0541-741630, Samarinda Kalimantan Timur. Waktu Pelaksanaan : Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan dari tanggal 4 Maret 2013 sampai 3 Mei 2013. 4 II. KONDISI UMUM INSTANSI A. Tinjauan Umum Balai Besar Pengawasan Obatdan Makanan Permasalahan pengawasan Obat dan Makanan semakin kompleks seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek termasuk dalam bidang obat dan makanan yang sangat berpengaruh pada gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Sementara itu kemajuan dalam informasi dan transportasi pada saatini menyebabkan semakin mudahnya masyarakat memperoleh berbagai pilihan produk dan pada sisi yang lain semakin meningkatnya resiko mendapatkan produk yang tidak aman untuk dikonsumsi. Untuk menjawab tantangan pengawasan obat dan makanan yang semakin tidak terprediksi di masa yang akan datang, menuntut Badan POM untuk melakukan perkuatan sumber daya yang meliputi SDM, infrastruktur dan sumber dana. Pembangunan dan pengembangan SDM menjadi fokus utama dengan perencanaan dan implementasi yang baik dan konsisten.Pengembangan SDM harus berdimensi profesional, dan juga mencakup nilai etos kerja, etika dan kejujuran. Perkuatan infrastruktur laboratorium juga merupakan hal yang perlu terus dikembangkan agar ke depan Badan POM dapat mengawal semua kebijakan dalam rangka pengawasan obat dan makanan. Untuk mewujudkan sistem pengawasan obat dan makanan yang kuat, terarah dan berkesinambungan, sehingga mampu menjamin mutu, keamanan dan khasiat produk yang beredar dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan. 5 Pengawasan di bidang obat dan makanan yang meliputi produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya, dilakukan oleh 3 (tiga) komponen yaitu pemerintah, produsen dan konsumen (masyarakat). Dalam hal ini pengawasan dan komponen pemerintah dilakukan oleh Badan POM. Badan POM merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 166 tahun 2000 tentang kedudukan, tugas fungsi, kewenangan, kewenangan, susunan organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang kemudian diperbaharui dengan Keppres No. 103 tahun 2001 dan Keppres No. 106 tahun 2002. Rangkaian kegiatan dalam proses pengawasan, membutuhkan dukungan pengujian Laboratorium. Laboratorium pengujian yang handal pada dasarnya adalah tulang punggung yang tidak terpisahkan dan seluruh upaya pengawasan obat dan makanan.Untuk mewujudkan hal tersebut Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Samarinda diperkuat oleh Laboratorium Pengujian yang sudah terakreditasi oleh lembaga yang berwenang KAN-BSN yang mengacu pada Sistem Manajemen Laboratorium 1SO/IEC 17025:2005. Pada tingkat daerah tugas - tugas Badan POM dilaksanakan oleh Balai Besar/ Balai POM selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT).Sebagai ujung tombak pelaksana tugas di daerah.Balai Besar/Balai POM diposisikan sebagal Unit Layanan Publik Strategis (ULPS).Dalam melaksanakan pengawasan Badan POM melaksanakan prinsip yang dikenal dengan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang menganut konsep Iingkup wilayah (catchment area). Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI nomor HK.00.05.21.4232 tahun 2004 tentang Perubahan atas keputusan Kepala Badan 6 POM nomor 05018/SKBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan TataKerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM lingkup wilayah pengawasan Balai Besar POM di Samarinda meliputi seluruh Provinsi Katimantan Timur. ? Visi dan Misi Perusahaan Sebagai arah dalam melaksanakan kegiatannya Balai Besar POM di Samarinda mempunyai Visi dan Misi sesuai dengan keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 03 November 2010 tentang Pernyataan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai berikut: a. Visi Visi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Samarinda adalah sebagai berikut :Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional untuk Melindungi Masyarakat b. Misi Misi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Samarinda adalah sebagai berikut : 1. Melakukan Pengawasan Pre-Market dan Post-Market Berstandar Internasional. 2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten. 3. Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku kepentingan di berbagai lini. 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yng beresiko terhadap kesehatan. 5. Membangun Organisasi Pembelajar (Learning Organization). 7 ? Tugas dan Fungsi Sesuai SK Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, tugas pokok dan fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan adalah: Tugas : Melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. Fungsi: 1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat danmakanan 2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi. 4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi. 5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum. 6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan. 8 7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen. 8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan 9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan. 10. Pelaksaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya ? Kapasitas Balai Besar POM Balai Besar POM di Samarinda terletak di Jl. Letjen Soeprapto No. 3 Samarinda Balai Besar POM di Samarinda berdiri di atas tanah milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan luas tanah 1.975 m2 dan total luas bangunan 2.075,29 m 2. Sementara Gedung Balai Besar POM di Samarinda terbagi atas tujuh gedung, luas keseluruhan 2.075,29 m2 dan belum memiliki rumah dinas jabatan. Kapasitas Laboratorium Balai Besar POM Samarinda adalah sebagai berikut : 1. Laboratorium Mikrobiologi 2. Laboratorium Obat dan NAPZA 3. Laboratorium Instrumen; 4. Laboratorium Obat Tradisional 5. Laboratorium Kosmetik 6. Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Sarana komunikasi : 1. No.Telepon : 0541-741630, 747743, 747742, 739079 2. Nomor Faksimili : 0541-741630, 739079 3. Alamat e-mail : [email protected] [email protected] 9 B. Pangan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan dibedakan atas : 1. Pangan Segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar. 2. Pangan Olahan Makanan/ pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. 3. Pangan Siap Saji Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Unsur kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI no.7 Tahun 1996 Tentang Perlindungan Pangan). 10 III. HASIL PRAKTIK KERJA LAPANG A. Analisis Kadar Air secara Gravimetri a. Tujuan Adapun tujuan dari penetapan Kadar Air dengan Metode ini untuk menganalisa Kadar Air secara Gravimetri pada sebuah sampel yang berupa bahan makanan. b. Dasar Teori Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan, meskipun keberadaannya sering diabaikan. Walaupun air bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, akan tetapi sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam bentuk air bebas, air yang terikat secara lemah, dan air dalam keadaan terikat kuat. Air bebas, terdapat dalam ruangruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang terdapat dalam bahan.Sedangkan air yang terikat secara lemah karena terserap (terabsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapatdikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat.Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada 00F (Dewiyani,A 2011). Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Oleh karena itu, kadar 11 air bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapatberguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim (Dewiyani, 2011). Tujuan dari analisa kuantitatif adalah untuk menentukan harga relatif dari satu atau semua unsur penyusun dari sebuah campuran. Reaksi kimia pada analisis kuantitatif kurang lebih sama dengan analisis kualitatif. Perbedaannya adalah pada analisa kuantitatif perlu untuk mengukur dengan akurat kuantitas atau kadar dari sampel dan kuantitas reagen yang digunakan serta kuantitas produk hasil reaksi (Dewiyani, 2011). Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang.Lalu bobot unsur atau radikal itu dengan mudah dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus senyawanya serta bobot atom unsur-unsur penyusunnya (Dewiyani, 2011). c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Penetapan Kadar Air secara Gravimetri ini antara lain : wadah timbang, spatula, timbangan digital, desikator, oven, dan tang penjepit. Adapun bahan yang digunakan dalam Penetapan Kadar Air secara Gravimetri ini antara lain : Garam Beriodium. d. Prosedur Kerja 1. Wadah timbang yang akan digunakan terlebih dahulu dioven selama 1 jam, setelah dioven wadah timbang dimasukkan dalam desikator, 12 2. Wadah ditimbang untuk dapat mengetahui bobotnya, 3. Sampel yang telah disediakan dibuka bungkusnya saat sampel akan ditimbang, 4. Timbang dengan seksama 2 gram sampel pada sebuah wadah timbang yang telah diketahui bobotnya, 5. Wadah timbang yang telah dimasukkan sampel dimasukkan ke dalam desikator sebelum dioven, 6. Oven dihidupkan dan diatur pada suhu 1050C, sebelum sampel dimasukkan oven harus dpastikan berada pada suhu 1050C, 7. Sampel dimasukkan dalam oven dengan tang penjepit, dan ditutup, 8. Sampel dioven selama 3 jam. Saat sampel berada di oven, oven tidak boleh dibuka, karena akan mempengaruhi kestabilan suhu pada oven, 9. Setelah dioven, sampel didinginkan dalam desikator selama 1 jam sebelum ditimbang, 10. Sampel ditimbang dan dicatat hasilnya, 11. Ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap. e. Hasil yang Dicapai Tabel.1 Catatan Hasil Pengujian Kadar Air secara Gravimetri pada sampel Garam beriodium NO Berat Sampel Sebelum dioven (gram) Berat Sampel Setelah dioven (gram) 1 2,0162 1,8742 2 2,0002 1,8599 Sumber : Data Primer, 2013 13 Rumus Penetapan Kadar Air Secara Gravimetri ?? ? ? ? ? ? ???? W : Bobot contoh sebelum dikeringkan (gram) W 1 : Kehilangan bobot contoh setelah dikeringkan (gram) ? ? ?? ? ? ? ???• ? ? ?? ? ? ? ???• ? ??? ? ? ?? ? ? ? ???• = 7,04% ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ??? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? = 7,01% ??? ? Kadar air rata-rata : 7.03% Ruang Lingkup : Metode ini digunakan untuk menganalisa Kadar Air secara Gravimetri. Prinsip : Kehilangan bobot pada pemanasan 1050C dianggap sebagai kadar air yang terdapat dalam sampel. Pustaka : SNI 01-3556-2000 Pada penetapan kadar air secara gravimetri kali ini yang berupa pengujian terhadap sampel garamdengan menggunakan prinsip kehilangan bobot pada pemanasan 1050C, diketahui bahwa garam yang diuji mengandung rata-rata air dengan kadar 7,03%. Garam beriodium yang diuji telah memenuhi syarat (MS), karena menurut SNI 01-3556-2000 tentang kadar air yang diperbolehkan untuk garam beriodium adalah 7%. 14 B. Analisis Kadar Abu secara Gravimetri a. Tujuan Adapun tujuan dari penetapan kadar abu ini adalah untuk mengetahui berapa kadar mineral yang terdapat dalam suatu sampel yang akan diuji. b. Dasar Teori Kadar abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik dari bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menujukan kadar mineral, kemurnian, dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Manfaat abu dan mineral dalam suatu bahan yakni sebagai komponen dari bahan pangan, dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil, dan sebagai zat pembangun dan pengatur (Nurcholis, 2013). Pengujian kadar abu perlu dilakukan karena kadar abu sangat menentukan kualitas gizi (indikator mutu) bahan pangan, menentukan tingkat kemurnian suatu bahan yang biasanya berupa tepung atau gula. Selain itu, penetapan kadar abu dilakukan dengan tujuan apakah terdapat pemalsuan dalam suatu bahan, kontaminasi mineral yang bersifat toksik dan tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan (Nurcholis, 2013). c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Penetapan Kadar Abu secara Gravimetri antara lain : krus porselen, spatula, timbangan digital,desikator, tanur, tang penjepit, dan kompor listrik, . Adapun bahan yang digunakan dalam Penetapan Kadar Abu secara Gravimetri ini antara lain : Madu. 15 d. Prosedur Kerja 1. Krus porselen yang akan digunakan terlebih dahulu dioven selama 1 jam, setelah dioven krus dimasukkan dalam desikator, 2. Krus porselen yang akan digunakan terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui bobotnya dan dimasukkan dalam desikator, 3. Krus yang telah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot setelah dioven, 4. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang didalam krus porselen yang telah diketahui bobotnya, 5. Krus yang telah berisi sampel dimasukkan kedalam desikator sebelum dimasukkan kedalam tanur, 6. Sebelum ditanurkan sampel terlebih dahulu diarangkan diatas nyala api, 7. Sampel kemudian ditanurkan dalam tanur listrik dengan suhu 5500C hingga pengabuan sempurna, 8. Jika pengabuan telah sempurna sampel yang telah ditanurkan dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan, 9. Setelah didapatkan berat yang konstan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus yang telah ada. e. Hasil yang Dicapai Tabel 2.Catatan Hasil Pengujian Kadar Abu secara Gravimetri pada Madu NO Berat Sampel Sebelum dioven (gram) Berat Sampel Setelah dioven (gram) 1 2,0153 0,0689 2 2,0327 0,0690 Sumber: Data Primer, 2013 16 Rumus Perhitungan: ????? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ??? ? W : Bobobt contoh sebelum diabukan (gram) W 1 : Bobot contoh + cawan setelah diabukan (gram) W 2 : Bobot cawan kosong (gram) Hasil Perhitungan: ???? ??? ? ???? ?? ? ? ? G? ? ? ? ???• ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? G? ? ? ? ???• ? G? ? ? ? ???• ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? G? ? ? ? ???• ? ? ? ? ? ? ? ? ???? ? ???? ? ? ?? ? ? Ruang Lingkup : Metode ini digunakan untuk menganalisa Kadar Abu total. Prinsip : Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2 tetapi bahan anorganiknya tidak. Pustaka : SNI 01-289-1992 Pada penetapan kadar abu kali ini yang berupa pengujian terhadap sampel madu, diketahui bahwa madu yang diuji mengandung rata-rata abu dengan kadar 3,41%. Sampel yang diuji telah memenuhi syarat (MS), karena menurut SNI 01-2891-1992 tentang kadar abu maksimal yang diperbolehkan untuk maduadalah 6%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel madu yang masih murni tanpa kontaminasi dari luar. Selain itu sampe tersebut tidak mengalami kontaminasi dari luar yang bersifat toksik. 17 C. Identifikasi Boraks dalam Makanan a. Tujuan Adapun tujuan dari penetapan Identifikasi Boraks dalam makanan adalah untuk mengetahui apakah sampel makanan yang diuji tersebut mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks. b. Dasar Teori Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Boraks merupakan kristal lunakyang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dan memiliki pH : 9,5 (Lestari, 2011). Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 1000C, akan diubah menjadi asam metaborat. Pada 1400C dihasilkan asam piroborat.Kebanyakan garam ini diturunkan dari asam metaborat dan piroborat.Hal ini disebabkan oleh lemahnya asam borat, garam-garam yang larut terhidrolisis dalam larutan, dan karenanya bereaksi basa (Lestari, 2011). Kelarutan Borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air.Borat dari logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium klorida.Ada beberapa metode yang dipakai untuk pengujian identifikasi boraks, 18 diantaranya adalah asam sulfat pekat dan alkohol, uji kertas kunyit, asam sulfat pekat, larutan perak nitrat, dan larutan barium klorida.(Lestari, 2011) Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung berakibat buruk terhadap kesehatan, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis,sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian. (Anonim, 2011) c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Identifikasi Boraks dalam makanan ini antara lain : timbangan digital, spatula, gelas ukur, krus porselen, tang penjepit, tanur, desikator, kompor listrik, dan kertas kurkumin. Adapun bahan yang digunakan dalam Identifikasi Boraks dalam makanan ini adalah Kerupuk, Natrium Karbonat (NaCO3), Asam Klorida (HCl). d. Prosedur Kerja Tes Kit (uji cepat) 1. Sebanyak 20 gram sampel dimasukkan kedalam gelas beaker dan ditambahkan aquadest hingga sampel terendam, 2. Sampel didiamkan selama 30 menit, 3. Air hasil rendaman sampel dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, 19 4. Sebanyak 5 tetes pereaksi boraks I ditambahkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak sampel, 5. Sampel dan pereaksi dihomogenkan dengan cara dikocok-kocok beberapa kali, 6. Identifikasi sampel dengan mencelupkan kertas kurkumin kedalam sampel yang telah ditambahkan dengan pereaksi boraks I, 7. Kertas kurkumin yang telah dicelupkan kedalam sampel lalu dikering anginkan, jika kertas tersebut berubah warna menjadi warna merah maka sampel tersebut positif mengandung boraks. Pembuatan Pereaksi ? Natrium Karbonat (NaCO3)10 % dalam 1 lt 1. Sejumlah 100 gram senyawa Natrium Karbonat ditimbang 2. Senyawa tersebut dilarutkan dalam 1 liter aquadest ? Asam Klorida (HCl 1:1) 1 lt 1. Sejumlah 500 ml air dimasukkan ke dalam gelas ukur 2. Sejumlah 500 ml asam klorida (HCl) ditambahkan kedalam gelas ukur secara perlahan dan dihomogenkan dengan air NB : pada saat pembutan HCl, sebelum HCl diencerkan, terlebih dahulu wadah diisi dengan air. Karena apabila air dimasukkan terlebih dahulu ke dalam asam klorida maka akan terjadi percikan asam, bahkan dapat menimbulkan letupan yang kuat dan dapat memecahkan wadah. Persiapan Sampel 1. Sejumlah lebih kurang 10 gram sampel jika perlu digerus, dimasukkan ke dalam krus porselen, 20 2. Ditambahkan 10 ml larutan Natrium Karbonat (NaCO310%) dan diaduk rata, 3. Diuapkan diatas tangas air sampai kering sambil sekali-kali diaduk, kemudian diarangkan diatas nyala api kecil, 4. Setelah mengarang sempurna, krus dipindahkan ke dalam tanur dan dipijarkan pada suhu 5500C sampai pengabuan sempurna, 5. Setelah pengabuan sempurna sampel dikeringkan dalam desikator NB : ? Sampel dijaga agar tidak terjadi nyala api pada saat proses pengarangan, hal ini dikarenakan bila sampel terbakar di dalam lemari asam, akan menyambar pada larutan disekitarnya, ? Pada saat sampel berada di dalam tanur, sesekali tanur dibuka agar oksigen dapat masuk ke dalam tanur. Identifikasi Boraks 1. Sampel yang telah dingin ditambahkan dengan HCl (1:1) diaduk sambil dipanaskan diatas tangas air, 2. Kertas kurkumin dicelupkan ke dalam sampel yang telah diberi HCl, 3. Bila sampel mengandung boraks maka kertas kurkumin akan berubah warna menjadi merah. e. Hasil yang Dicapai Tabel 3.Catatan Hasil Pengujian Identifikasi Boraks dalam Makanan Nama Zat Baku Pembanding Boraks Zat Uji (Sampel) Pereaksi NaCO3 10 % dan HCl (1:1) Sumber: Data Primer,2013 Pengamatan Hasil Nyala Merah Boraks (+) Positif Nyala Merah Boraks (+) Positif 21 Penggunaan identifikasi pendahuluan berupa tes kit berguna untuk menentukan apakah terdapat kandungan boraks dalam sampel yang diuji. Bila sampel yang diuji mengandung boraks maka perlu adanya uji lanjutan dengan metode reaksi warna antara Senyawa Boron dan destruksi. Dari hasil Identifikasi senyawa Boraks didalam sampel Kerupuk dengan Reaksi Warna, diketahui bahwa sampel kerupuk yang diuji mengandung zat pengawet berbahaya yakni boraks. Perubahan warna pada sampel dimana saat kertas kurkumin ditaruh dalam abu tersebut berubah menjadi nyala merah. Hal ini membuktikan bahwa sampel tersebut mengandung boraks. Dalam hal ini, bila terdapat sampel yang positif mengandung bahan tambahan berbahaya, maka pihak BPOM akan langsung mengambil tindakan berupa peringatan terhadap produsen. D. Identifikasi Formaldehida dalam Makanan a. Tujuan Adapun tujuan dari penetapan Identifikasi Formaldehida dalam makanan adalah untuk mengetahui apakah sampel yang diuji tersebut mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu formaldehida. b. Dasar Teori Formalin adalah nama untuk larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30%-40%. Formalin dipasaran dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40%, 30%,20% dan 10% serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing 5 gram (Sinaga, 2010). 22 Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 3050% formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung metanol 10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulkan pedih pada mata (Sinaga, 2010). Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH2O (Sinaga, 2010). Formalin adalah nama komersil dari senyawa formalin yang mengandung 35 - 40 % dalam air. Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet mayat tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet makanan.Formaldehida mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat.Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyengat (Sinaga, 2010). c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Identifikasi Formaldehida dalam makanan ini antara lain : blender, gelas beaker, spatula, tabung reaksi, tes kit formalin, gelas ukur, labu 50 ml, labu destilat, destilator. Adapun bahan yang digunakan dalam Identifikasi Boraks dalam makanan ini adalah Kerupuk, Asam Fosfat 10 %, Kromatopat 0,5%, Asam Sulfat. 23 d. Prosedur Kerja Persiapan Sampel 1. Sampel yang diuji dikecilkan ukurannya dengan dipotong maupun diblender, 2. Sejumlah 15 gram sampel yang telah dikecilkan dimasukkan dalam gelas beaker 250 ml dan ditambahkan aquadest hingga sampel terendam, 3. Sampel direndam selama ± 30 menit. Tes Kit 1. Sebanyak 5 ml air rendaman sampel dimasukkan dalam gelas ukur, 2. Ditambahkan larutan Formalin I sebanyak 5 tetes, 3. Ditambahkan serbuk Formalin II sebanyak 1 sendok (sesuai sendok yang telah disediakan), 4. Sampel yang mengandung formalin akan berubah menajdi ungu. Persiapan Larutan ? Asam Fosfat 10 % Sebanyak 100 ml asam fosfat pekat dimasukkan dalam gelas ukur 100 ml, diencerkan dengan 900 ml aquadest dan dimasukkan dalam wadah. ? Larutan Kromatopat 0,5% 1. Sejumlah 0,2 gram kromatopat ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu 50 ml, 2. Tambahkan asam sulfat 60 % setengah bagian labu, kemudian disonic untuk menghomogenkan senyawa hingga larut, 3. Terakhir, kromatopat yang telah larut di tambahkan aquadest hingga tanda tera. 24 Destilasi 1. Air rendaman sampel yang telah direndam selama ± 30 menit dimasukkan ke dalam labu destilasi sebanyak 150 ml, 2. Sampel diasamkan dengan 5 ml asam fosfat 10%, 3. Sampel didestilasi perlahan-lahan hingga diperoleh 90 ml destilat yang ditampung dalam labu 100 ml yang telah berisi 10 ml aquadest (ujung pendingin harus tercelup), 4. Sampel dihomogenkan dengan cara dibolak balik, agar menyatu dengan air tampungan. Reaksi Warna 1. Sejumlah 2 ml destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, 2. Sampel ditambahkan dengan 5 ml larutan kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60% yang dibuat segar, 3. Sampel dimasukkan dalam tangas air yang mendidih selama 15 menit, 4. Larutan akan berubah menjadi ungu jika mengandung formaldehida. e. Hasil yang Dicapai Tabel 4.Catatan Hasil Pengujian Identifikasi Formaldehida pada Nasi Nama Zat Baku Pembanding Formalin Zat Uji (Sampel) Pereaksi Pengamatan Hasil Asam Kromatopat 0,5% dalam asam sulfat 60% Ungu Formalin (+) Positif Kuning Formalin (-) Negatif Sumber: Data Primer, 2013 25 Ruang Lingkup : Metode ini digunakan untuk identifikasi dalam makanan bentuk padar dan cair. Prinsip : Identifikasi formaldehida secara reaksi warna didestilasi uap dari cuplikan. Pustaka : MA PPOMN No. 30/MA/00 Penggunaan identifikasi pendahuluan berupa tes kit berguna untuk menentukan apakah terdapat kandungan formalin dalam sampel yang diuji. Bila sampel yang diuji mengandung formalin maka perlu adanya uji lanjutan dengan metode Reaksi Warna Didestilasi Uap dari Cuplikan. Dari hasil Identifikasi senyawa Formalin didalam sampel Kerupuk dengan Reaksi Warna Didestilasi Uap dari Cuplikan, diketahui bahwa sampel kerupuk yang diuji tidak mengandung zat pengawet berbahaya yakni formalin. Cara yang digunakan dalam identifikasi kali ini adalah dengan menggunakan reaksi dengan asam kromatoprat sehingga sampel yang positif mengandung formalin membentuk warna ungu. Perubahan warna pada sampel dimana pada saat proses pemanasan destilat diatas pengangas, baku pembanding berubah warna menjadi ungu sedangkan Zat uji sampel berubah menjadi kuning. Hal ini membuktikan bahwa sampel yang kami identifikasi tidak mengandung formalin. E. Analisis Kadar Benzoat dan Sakarin dalam Makanan a. Tujuan Mengetahui kadar asam benzoatdan sakarin yang terdapat di dalam sampel sesuai dengan kadar pengawet dan pemanis buatan yang diizinkan 26 berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 dan 208/Men.Kes/Per/IV/1985. b. Dasar Teori Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme (PerMenKes No.772, 1988). Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2008). 1. Natrium Benzoat Rumus Struktur : Nama Kimia : Natrium Benzoat Rumus Molekul : NaC 6 H5CO2 Berat Molekul : 144,11 g/mol Kelarutan : mudah larut dalam air dan sukar dalam etanol. Asam benzoat (NaC 6 H5CO2) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya pada makanan dan minuman. Garam nitrit dari asam benzoat lebih sering digunakan karena bersifat lebih larut 27 air dari pada bentuk asamnya. Bahan ini dapat mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri (Sibarani, 2011). Sifat-sifat dari Natrium Benzoat yaitu : a. Berupa granula atau serbuk halus bewarna putih b. Tidak berbau dan stabil di udara c. Mudah larut dalam air d. Sukar larut di dalam etanol dan lebih larut dalam etanol 90% e. Kelarutan dalam air pada suhu 250C sebesar 600 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawer sebesar 84,7% pada range pH 4,8 2. Sakarin Rumus Struktur : Nama Kimia : Sakarin Rumus Molekul : C7H8 HNaO3S2 Berat Molekul : 183,18 g/mol -1 Kelarutan : Sukar larut dalam etanol. Agak sukar larut dalam air, eter, dan kloroform. Larut dalam air mendidih. Mudah larut dalam larutan ammonia encer, alkali hidroksida, dan alkali karbonat. Sakarin jauh lebih manis dibanding dengan sukrosa, dengan perbandingan rasa manis kira-kira 250 sampai 700 kali lipat sukrosa. Pada tahun 1900 sakarin menjadi umum digunakan sebagai pemanis 28 pada makanan dan minuman. Sakarin biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium yang sangat larut dalam air yaitu 0,67 gram per mililiter air pada suhu kamar. Natrium sakarin dibuat secara sintetis pertama kali oleh Ir Remsen dan Constantine Fahlberg dari Universitas John Hopkins pada tahun 1897. Natrium sakarin merupakan hasil sintetis dari toluen (Sibarani, 2011). c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Penetapan Kadar Benzoat Sorbat, Sakarin dalam sampel makanan kali ini antara lain : gelas beaker, pipet tetes, labu 50 ml, spatula, timbangan digital, batang pengaduk, kertas saring whatman 40 µm, membran penyaring 0,45 µm, corong, HPLC, vortex. Adapun bahan yang digunakan dalam Penetapan Kadar Benzoat, Sorbat, Sakarin dalam sampel makanan kali ini antara lain : jajanan sekolah, Hidrogen Fosfat (K2HPO4), Kalium Hidrogen Fosfat (K2HPO4), Metanol Pa, Kalium Besi II Sianida, Zn Asetat, Steril Water. d. Prosedur Kerja Persiapan Sampel 1. Bila sampel berupa padatan terlebih dahulu diblender hingga hancur, sementara untuk sampel cair terlebih dahulu dituangkan ke dalam gelas beaker untuk memudahkan penimbangan, 2. Labu 50 ml yang sudah bersih dan kering ditimbang dan mengetahui bobotnya, 3. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam labu 50 ml yang telah diketahui bobotnya, 29 Pembuatan Larutan ? Dapar Fosfat pH 6,8 1. Sebanyak 0,8639 gram dikalium hidrogen fosfat (KH2PO4) an 0,6812 gram kalium hidrogen fosfat (K2 HPO4) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu 1000 ml, 2. Dilarutkan dengan steril water dan diukur pH nya, 3. Dihomogenkan dengan vortex hingga seluruh senyawa larut, 4. Disaring dengan cellulosa nitrit membran filter 0,45 µm, kemudian dihampaudarakan selama 30 menit. ? Metanol 60 % Sebanyak 600 ml larutan Metanol Pa diencerkan dengan 400 ml steril water dan dihomogenkan. ? Metanol Pa 1 : 9 Sebanyak 100 ml larutan Metanol Pa diencerkan dengan 900 ml steril water, ? Kalium Besi II Sianida Sebanyak 10 gram senyawa Kalium Besi II Sianida dilarutkan dalam 100 ml aquadest. ? Zn Asetat Sebanyak 22 gram Zn asetat dan 3 ml asam asetat glasial (murni) dilarutkan dengan aquadest hingga tanda tera 100 ml NB : Manfaat penambahan Kalium Besii II Sianida dan Zn Asetat dalam persiapan sampel adalah sebagai mempercepat pengendapan sampel. Larutan Ajaib yang dapat 30 Pelarutan Sampel Uji 1. Sampel yang telah ditimbang dalam labu 50 ml dilarutkan dengan metanol 1:9 sampai setengah bagian 2. Dihomogenkan dengan vortex hingga seluruh sampel larut 3. Ditambahkan dengan 3 tetes Zn asetat dan 3 tetes Kalium Besi II Sianida, dan dihomogenkan dengan vortex, 4. Ditambahkan hingga tanda tera metanol 1:9 hingga tanda batas, ditutup dan dihomogenkan hingga sampel larut dengan metanol, 5. Sampel didiamkan hingga terpisah antara padatan dan beningan 6. Beningan disaring menggunakan kertas saring 40 µm 7. Filtrat disaring menggunakan membran filter d=0,45 µm Larutan ini disebut “Larutan A” Larutan Baku ? Larutan Baku Induk (1 mg/ml = 100 µg/ml) Sejumlah 5 mg masing-masing asam benzoat, sorbat, dan natrium sakarin dilarutkan bersama-sama dalam labu 50 ml menggunakan larutan campuran metanol : air 60 : 40 hingga ml. ? Larutan Baku Kerja Dari larutan baku induk dibuat seri larutan baku kerja dengan memipet 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 dari Larutan Baku induk dalam labu 25 ml dan diencerkan dengan air hingga tanda tera. kemudian disaring dengan membran filter ukuran 0,45 µm dan dihampaudarakan. Larutan ini disebut “Larutan B” 31 Cara Penetapan Larutan (A & B) masing-masing disuntikkan ke dalam kolom kromatografi dengan kondisi sebagai berikut, 1. Kolom : kolom oktadesisilana 2. Fase gerak : Metanol-dapar fosfat pH 6,8 (4:9,6) (disesuaikan dg kondisi kolom) 3. Laju aliran : 1,0 ml/menit 4. Detektor : UV 225 nm 5. Volume penyuntikan : 20 µl Interpretasi Hasil Kadar Benzoat Sorbat Sakarin dalam cuplikan dihitung dan ditetapkan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan arus lurus Y=bx+a e. Hasil yang Dicapai 1. Benzoat Tabel 5.Hasil Penetapan Kadar Benzoat Nama Zat Bobot Baku 10,03900ga Pembanding d 100 ml FP Vol. Respon suntik Puncak 1 ml ad 50ml 20µl 93516 1 ml ad 25ml 20µl 191087 2 ml ad 25ml 20µl 380107 4 ml ad 25ml 20µl 757328 6ml ad 25ml 20µl 1158860 8ml ad 25ml 20µl 1546381 10 ml ad 25 ml 1932969 Zat Uji 335 (1) 1,0278 g 50 ml 20µl 335 (2) 1,0222 g 50 ml 20µl Sumber : Data Primer, 2013 32 Persamaan Garis Y= 49201 *-6523 Karena pada sampel jajanan sekolah yang diuji tidak terdapat respon puncak untuk baku benzoat, berarti tidak terdapat pengawet benzoat dalam sampel tersebut. Namun masih terdapat kemungkinan adanya pengawet sorbat dalam sampel tersebut. Karena penggunaan pengawet tidak hanya dengan menggunakan benzoat. 2. Sakarin Tabel 6. Hasil Pengujian Penetapan Kadar Sorbat Nama Zat Bobot Baku 10,5060 g Pembanding ad 100 ml FP Vol. Respon suntik Puncak 1 ml ad 50ml 20µl 360073 1 ml ad 25ml 20µl 632036 2 ml ad 25ml 20µl 1256437 4 ml ad 25ml 20µl 3812507 6ml ad 25ml 20µl 5072314 8ml ad 25ml 20µl 6410621 Zat Uji 335 (1) 1,0278 g 50 ml 20µl 1058182 335 (2) 1,0222 g 50 ml 20µl 1105664 Sumber Data Primer 2013 Persamaan Garis Y= 1768778 *x + 3313,1 ?? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ?? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ο ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?????? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ?? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ο ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?????? ? ?? ? ? ? Kadar Sakarin rata-rata = 297,49 ppm Ruang Lingkup : Benzoat Sorbat dan Sakarin ditetapkan kadarnya secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 33 Prinsip : MA PPOM No 01/PPOMM/07 Berdasarkan Penetapan Kadar Sakarin MA.PPOMN 01/PPOMN/2007 yang menetapkan syarat kandugan sakarin dalam sampel. Didapatkan bahwa kandungan sakiran pada sampel Jajanan anak sekolah kandungan sakarin sebesar 297,49 ppm, sedangkan syarat kandungan sakarin < 300 ppm. Berarti sampel jajanan sekolah tersebut Memenuhi Syarat (MS) dan tidak berbahaya. F. Analisis Kadar Siklamat dalam Minuman a. Tujuan Mengetahui kadar siklamat yang terdapat pada minuman manis yang diizinkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 yang membatasi pemakaian sikalamat. b. Dasar Teori Tidak dapat diragukan lagi bahwa bagi sebagian besar masyarakat setuju bahwa manis merupakan rasa yang disenangi. Selanjutnya daya tarik terhadap hal yang manis tersebut akan terus meningkat. Kecenderungan terhadap rasa manis dapat menjadikan anak kecil maupun orang dewasa mengalami kecanduan terhadap rasa manis, artinya keinginan untuk mengkonsmsi sesuatu yang manis akan terus bertambah bila tidak diri kita sendiri yang membatasi(Sinamo, 2004). Sejauh ini, bahan pemanis utama yang digunakan manusia adalah gula (sukrosa), kemudian berkembang bahan-bahan pemanis buatan selain gula. Menurut Permenkes No.722/Menked/Per/IX/88, pemanis buatan 34 adalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (Sinamo, 2004). Pemanis buatan yang sering ditambahkan ke dalam makanan/minuman salah satunya adalah siklamat. Sikalmat pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuan dari University of Illionois pada tahun 1937. Penemuan tersebut sebenarnya merupakan suatu ketidaksengajaan karena ia salah meletakkan rokok pada tumpukan kristal. Setelah rokok dihisapnya kembali, ada sesuatu yang terasa sangat manis pada bibirnya, hal ini ternyata disebabkan oleh derivat (turunan) dari cyclohexyl sulfamic acid yang terasa sangat manis dan lezat (Sinamo, 2004). c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Penetapan Kadar Siklamat dalam miuman manis ini antara lain : erlenmeyer, labu ukur, vortex, pipet gondok, almunium foil, stirer, batang pengaduk, saringan whatman, pengangas, timbangan digital, corong, tanur. Adapun bahan yang digunakan dalam Penetapan Kadar Siklamat dalam minuman manis ini adalah minuman kemasan, aquadest, NaNO2 BaCl2, HC, BaCl2. d. Prosedur Kerja Pembuatan Larutan ? BaCl2 10% dalam 1 liter 1. Sebanyak 100 gram senyawa Barium Klorida ditimbang dalam gelas beaker, 35 2. Sampel dilarutka dengan aquadest sebanyak 500 ml, dihomogenkan dengan stirer hingga senyawa larut, 3. Sampel di ad hingga batas ? NaNO2 10 % 1. Sebanyak 100 gram senyawa Natrium Nitrit ditimbang dalam gelas beaker, 2. Sampel dilarutka dengan aquadest sebanyak 500 ml, dihomogenkan dengan stirer hingga senyawa larut, 3. Sampel di ad hingga batas. Persiapan Sampel 1. Sejumlah 10 gram sampel ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml yang telah diketahui bobotnya, 2. Ditambahkan dengan 100 ml aquadest untuk mengencerkan sampel, 3. Sampel dikocok dengan vortex hingga larut dalam aquadest, 4. Sampel ditambahkan dengan 10 ml asam klorida (HCl) pekat dan 10 ml barium klorida (BaCl 10%) 5. Dihomogenkan hingga semua sampel larut 6. Sampel didiamkan selama 30 menit, jika sampel keruh disaring denga saringan whatman 40 µm, sehingga didapatkan filtrat jernih 7. Sampel ditambahkan dengan Natrium Nitrit (NaNO 2 10%) sebanyak 10 ml, ditutup dengan almunium foil dan ditaruh diatas pengangas air selama 2 jam, sambil sesekali diaduk, 8. Setelah 2 jam sampel didiamkan selama 1 malam setelah perlakuan. 36 Cara Penetapan 1. Jika terjadi endapan, sampel disaring dan kertas saring dicuci dengan air, 2. Keringkan diatas lempeng asbes dengan nyala api selama 10 menit 3. Dipijarkan dalam tanur dan didinginkan didalam desikator dan ditimbang. Perhitungan Kadar Siklamat e. Hasil yang Dicapai ???? ?•??•?? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? Berat Wadah + Sampel : 142,4563 gram Berat Wadah : 127,6137 gram Berat Sampel : 14,8246gram(B1) Berat Krus + Sampel : 29,0923gram(B) Berat Krus : 29,0234gram(B2) Sisa Pembakaran : 0,0689 gram ???? ?•??•??? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ?? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? Berat Wadah + Sampel : 141,5015 gram Berat Wadah : 126,2664 gram Berat Sampel :15,2351 gram(B1) Berat Krus + Sampel : 29,7043 gram(B) Berat Krus : 29,6304 gram(B2) Sisa Pembakaran : 0,0739 gram 37 ???? ?•??•??? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ?? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? Rata-rata kadar Siklamat : 4094,2514 ppm Ruang Lingkup : Instruksi kerja ini digunakan untuk penetapan kadar siklamat yang dihitung sebagai Natrium Siklamat atau Kalsium Siklamat dalam sirup dan minuman ringan. Prinsip : Siklamat dalam suasana HCl didestruksikan dengan nitrit dan kemudian diendapkan dengan Barium Klorida menjadi Barium Sulfat. Sesudah dipijarkan, ditetapkan bobot Barium Sulfat yang terjadi dan kadar Siklamat diperhitungkan dari bobot Barium Sulfat. Pustaka : PPOM 30/DPMM/78 Berdasarkan Penetapan Kadar Siklamat pada sampel minuman. Didapatkan bahwa sampel tersebut positif mengandung siklamat yang dibuktikan dengan terdapat endapan seperti pasir pada sampel yang telah direaksikan dengan HCl, BaCl2, dan NaNO 2. Sampel yang positif mengandung siklamat, diuji lanjutan dengan disaring menggunakan saringan whatman 40 µm. Setelah disaring kertas saring ditanur dan abunya ditimbang. Sehingga didapatkan kandungan siklamat dalam sampel tersebut. Berdasarkan Pustaka BPOM 30/DPMM/78 kadar siklamat dalam sampel adalah <1000. Sampel yang diuji mengandung siklamat dengan 38 kadar rata-rata 4094,2514 ppm, sehingga sampel tersebut tidak memenuhi standar (TMS) batas penggunaan siklamat. G. Identifikasi Pewarna Tambahan dalam Makanan a. Tujuan Adapun tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengidentifikasi pewarna tambahan yang terdapat dalam makanan yang meliputi pewarna tambahan makanan dalam makanan tersebut dan pewarna yang tidak seharusnya digunakan dalam makanan atau dilarang digunakan seperti pewarna tekstil. b. Dasar Teori Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya juga sifat mikrobiologisnya.Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang temasuk dalam golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP), yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2006). Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk membuat makanan lebih menarik.Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis.Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberiwarna yang stabil pada produk 39 pangan.Dengan demikian, produsen bisa menggunakan banyak pilihan warna untuk menarik minat konsumen (Pratiwi, 2011). Menurut Sudarmadji dkk (1996) dalam Pratiwi, pemisahan yang terjadi dalam kromatografi dilaksanakan dengan memanipulasi sedemikian rupa sifat-sifat fisik umum dari suatu senyawa atau molekul, yaitu: a. Kecenderungan suatu molekul untuk larut dalam cairan (kelarutan) b. Kecenderungan suatu molekul untuk bertaut dengan suatu serbuk bahan padat (absorbsi) c. Kecenderungan suatu molekul untuk menguap (volatilitas) Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Pemisahan kromatografi dapat berlangsung menggunakan fase cair tunggal dengan proses yang sama dengan kromatografi adsorbsi dalam kolom. Oleh karena kandungan air pada kertas dari komponen hidrofilik fase cair oleh serat kertasnya, dapat dianggap sebagai fase diam, maka mekanisme partisi berperan penting dalam pemisahan (Pratiwi, 2011). Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada kecepatan aliran pelarut.Sedangkan fungsi dari kertas itu sendiri sangat kompleks.Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil di mana ini kemungkinan sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion (Pratiwi, 2011). Bila akan melakukan pemisahan dengan kromatografi kertas maka hal-hal seperti berikut harus mendapatkan perhatian: 1. Metode (penaikan, penurunan atau mendatar) 40 2. Macam dari kertas 3. Pemilihan dan pembuatan pelarut (fase bergerak) 4. Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih 5. Pembuatan cuplikan 6. Waktu pengembangan 7. Metoda deteksi dan identifikasi c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Identifikasi Pewarna Tambahan pada Makanan dan Minuman antara lain :beaker glass, tabung reaksi, test kit, gelas ukur 100 ml, bejana kromatografi, plastik, timbangan digital, spatula, penangas air, benang wol bebas lemak, kertas kromatografi, penggaris, pensil, kalkulator, pipet kapiler, pengaduk kaca, tissue, hair dryer. Adapun bahan yang digunakan dalam Identifikasi Pewarna Tambahan pada Makanan dan Minuman antara lain pasta, etyl methyl keton, metanol, aceton, isobutanol, etanol, aquadest. d. Prosedur Kerja Tes Kit ? Ident Methanyl Yellow (MY) 1. Sampel padat dikecilkan ukurannya dengan gunting, diblender, atau dipotong acak, selanjutnya sampel direndam aquadest selama 30 menit, 2. Pada sampel cair, sampel dituangkan ke dalam gelas beaker, untuk memudahkan penuangan ke dalam tabung reaksi, 3. Sebanyak ± 5 ml sampel (cair maupun padat) masing-masing dituangkan ke dalam tabung reaksi 41 4. Ditambahkan pereaksi Methanyl Yellow I sebanyak 5 tetes dan pereaksi Methanyl Yellow II sebanyak 7 tetes dan dihomogenkan 5. Jika sampel positif mengandung pewarna MY maka akan berubah warna menadi Orange ? Rhodamin B 1. Sebanyak ± 5 ml sampel dituangkan ke dalam tabung reaksi 2. Ditambahkan pereaksi Rhodamin B I 5 tetes dan Rhodamin B II 7 tetes 3. Jika sampel mengandung Rhodamin B maka akan teradi perubahan warna menjadi Pink. Persiapan Sampel 1. Bila sampel berupa padatan seperti kerupuk, biskuit, maupun jelly, maka sampel dikecilkan terlebih dahulu ukurannya, 2. Pengecilan ukuran dapat menggunakan blender maupun gunting 3. Ditambahkan aquadest secukupnya dan direndam selama 30 menit 4. Sedangkan pada sampel cair maupun semi padatan hanya dihomogenkan dengan mengocok atau membolak-balik kemasan wadah 5. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam gelas beaker Pembuatan Eluen 7:3:3 (Etyl Methyl Keton : Aceton : Air) 1. 3 larutan yang akan digunakan dalam pembuatan eluen ini disiapkan dan dibawa ke lemari asam, 2. Larutan Etyl Methyl Keton sebanyak 53,4 ml dituangkan kedalam gelas ukur kemudian langsung dituangkan kedalam bejana kromatografi, 3. Ditambahkan dengan larutan aceton sebanyak 23,3 ml dan air sebanyak 23,3 ml pula, 42 4. Diguncang-guncangkan agar ketiga larutan tersebut tercampur sempurna, 5. Bejana ditutup dengan menggunakan plastic dan penutup bejana, 6. Eluen yang telah selesai dibuat didiamkan selama 3-6 jam sebelum digunakan. Pembuatan Eluen 3:2:2 (Isobutanol : Etanol : Air) 1. Sebanyak 42,86 ml isobutanol dituangkan kedalam bejana kromatografi, 2. Ditambahkan dengan etanol 28,57 ml dan air 28,57 pula, 3. Campurkan ketiga larutan tersebut dalam bejana kromatografi hingga homogeny dengan diguncang-guncangkan, 4. Larutan yang telah selesai dibuat didiamkan selama 3-6 jam sebelum digunakan. Pembuatan Eluen NaCl 2 % (NaCl, Metanol, Air) 1. Sebanyak 2 gram NaCl ditimbang dengan menggunakan gelas beaker 250 ml 2. Ditambahkan larutan methanol 50 ml dan air 50 ml kedalam gelas beaker yang berisi larutan NaCl tersebut, 3. Diaduk dengan menggunakan stirer hingga larut dan jernih, 4. Jika dirasa telah larut dituangkan kedalam bejana kromatografi dan ditutup rapat, 5. Larutan didiamkan selama 3-6 jam sebelum digunakan. Penarikan Warna Dengan Benang Wol ? Penarikan Warna Pada Minuman Ringan Tak Beralkohol 1. Minuman tak beralkohol dituang kedalam beaker glass secukupnya, 2. Jika reaksinya tidak asam harus ditambahkan dengan asam asetat, 43 3. Benang wol yang telah bebas lemak dimasukkan kedalam sampel tersebut hingga tercelup seluruhnya, 4. Sampel yang telah dimasukkan benang wol dipanaskan diatas penangas air hingga warnany tertarik kedalam benang. ? Penarikan Warna Pada Makanan yang Larut (selai, Pasta) 1. Sampel yang telah ada dituangkan kedalam gelas beaker secukupnya, 2. Sampel dilarutkan dengan aquadest, 3. Ditambahkan dengan asam asetat secukupnya, 4. Dimasukkan benang wol kedalam sampel dan dipanaskan diatas penangas air hingga warna tertarik sempurna. ? Penarikan Warna Pada Terasi Ikan 1. Sampel Terasi ditimbang sebanyak 20 gram, 2. Ditambahkan 6 ml air, 20 ml aseton, dan 1 tetes amonia, 3. Sampel dipusingkan dan diuapkan diatas penangas air, 4. Lemak yang terdapat dalam sampel dapat dihilangkan dengan penambahan petroleum benzene, 5. Dimasukkan benang wol secukupnya kedalam sampel hingga terendam, 6. Dipanaskan diatas penangas air hingga warna tertarik sempurna, 7. Jika warna telah tertarik sempurna, benang wol diambil dan dicuci dengan air bersih, 8. Benang wol yang telah dicuci bersih kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan dengan ammonia encer, 44 9. Dipanaskan diatas penangas air hingga warna yang terdapat dalam benang wol luntur, setelah luntur benang wol diambil, dan larutan yang berwarna tersebut dipekatkan diats penangas air. Penotolan dan Perhitungan RF 1. Pekatan yang telah dihasilkan dari proses penarikan dengan benang wol dilarutkan dengan menggunakan aquadest secukupnya, 2. Pekatan tersebut kemudian ditotolkan dengan pada kertas kromatografi yang telah diberi titik-titik, 3. Selain itu ditotolkan pula warna pembanding yang sesuai dengan sampel (jikalarutan berwarna merah gunakan zat warna merah sebagai pembandingnya), 4. Kertas kromatografi yang telah ditotolkan, dikeringkan dengan menggunakan hair dryer, 5. Dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan uap elusi, larutan eluen yang digunakan adalah 7:3:3 dan 3:2:2 6. Setelah titik yang ditotolkan naik mencapai garis batas, dikeluarkan dan kemudian dikeringkan, 7. RF dari bercak yang ada dihitung dan dibandingkan dengan Rf bercak standar, 8. Jika RF antara bercak sampel dan RF standar hampir sama atau bahkan sama maka sampel dinyatakan positif warna pembanding tersebut. Catatan : 1) Jarak rambat elusi 15 cm, penotolan 2 cm dari tepi bawah kertas, 2) Warna pembanding dapat digunakan lebih dari satu, 45 3) Setiap ganti sampel yang ditotolkan pipet kapiler diganti dengan yang lainnya atau dibilas dengan air bersih, 4) Waktu yang dibutuhkan untuk proses elusi pada eluasi pada eluen 7:3:3 adalah sekitar 1,5 jam sedangkan untuk 3:2:2 relatif lebih lama yakni 3,5 jam sampai 4 jam, 5) Untuk warna merah yang sukar dibebaskan dari benang wol dengan larutan ammonia digunakan larutan alcohol 50% sebagai pengganti ammonia. Jika ditotolkan pada eluen NaCl 2% dalam alcohol 50% dan hasil RF =1 maka zat warna tersebut adalah positif mengandung Rhodamin B. e. Hasil yang Dicapai Ruang Lingkup : Metode ini digunakan untuk identifikasi Pewarna Sintetis meliputi pewarna tambahan dalam makanan dan pewarna yang dilarang. Prinsip : Penyerapan warna dengan benang wol dalam asam dan pamanasan pelarut benang wol yang berwarna. Pustaka : MA PPOMN No. 30/MA/00 Pemilihan metode kromatografi kertas pada identifikasi ini karena dari sekian banyak metode pengujian kalitatif untuk zat pewarna sintetis, metode kromatografi kertas yang paling sederhana dan memberikan hasil yang baik. Selain itu, pengujian dilakukan dengan metode kromatografi kertas karena acuan di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Samarinda adalah SNI 01-2895-1992. Pada pengujian identifikasi bahan pewarna sintetis dalam minuman ringan secara kromatografi kertas, diketahui bahwa minuman 46 ringan yang diuji mengandung bahan pewarna Rhodamin B. Karena, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 bahan pewarna sintetis tersebut merupakan bahan pewarna yang dilarang untuk digunakan dalam makanan atau minuman. Dalam analisa ini digunakan fase gerak Isobutanol-Etanol-Air dengan perbandingan 3:2:2, selain itu juga digunakan Etyl Methyl keton – Aceton – air dengan perbandingan 7:3:3 dan juga fase gerak NaCl 2%. Digunakannya fase gerak ini karena fase diam yang berupa serat selulosa bersifat polar, maka digunakan fase gerak juga yang bersifat polar. Untuk mengetahui bahan pewarna sintetis apa saja yang terdapat dalam minuman ringan, maka diperlukan beberapa larutan baku zat warna makanan. Setelah dielusi dengan fase gerak, maka terjadilah pemisahan zat warna dari sampel sehingga diperoleh tiga zat dengan warna yang berbeda pada kromatogramnya. Untuk memastikan apakah bahan pewarna sintetis yang terdapat dalam minuman ringan sama dengan larutan baku zat warna, maka digunakan perhitungan harga Rf. Setelah menghitung harga Rf dari masing-masing baku, ternyata hanya satu zat pewarna baku yang harga Rf-nya sama dengan satu zat pewarna dari sampel, yaitu Rhodhamin B. H. Analisa Kadar Protein dalam Makanan a. Tujuan Adapun tujuan dari penetapan Kadar Protein dalam Makanan dengan menggunakan metode Kjedhal Mikro ini adalah untuk mengetahui kadar Protein dalam makanan. 47 b. Dasar Teori Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Didalam tubuh manusia terjadi suatu siklus protein, artinya protein dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam-asam amino atau peptida (Tiommanisyah, 2010). Dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain. Misalnya antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula reduksi akan membentuk senyawa rasa dan aroma makanan. Protein murni dalam keadaan tidak dipanaskan hanya memiliki rasa dan aroma yang tidak berarti (Tiommanisyah, 2010). Prinsip penetapan kandungan protein yakni. Senyawa nitrogen diubah menjadi amonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan baku asam. Analisis portein cara kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi (Tiommanisyah, 2010). 48 c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam penetapan kadar protein adalah destruksi unit, tabung reaksi, timbangan analitik, rak, pipet ukur, tabung destilasi, biuret 25 ml, statif, stirrer. Adapun bahan yang digunakan dalam penetapan kadar protein dalam makanan adalah kecap manis, NaOH, indikator pp, H3BO3, H2SO4. d. Prosedur Kerja Pembuatan Pereaksi ? NaOH 30 % dalam 1 lt Sebanyak 300 gram senyawa Natrium Hidroksida (NaOH) ditimbang dan dilarutkan dengan 1 lt aquadest, ? Pembuatan Indikator pp 1. Sebanyak 200 mg pp dilarutkan dalam 60 ml etanol 90% 2. Ditambahkan dengan aquadest hingga batas 100 ml ? H3BO3 2 % dalam 1 lt Sebanyak 20 gramsenyawa Asam Borat (H3BO3) ditimbang dan dilarutkan dengan 1 lt aquadest. Persiapan Sampel 1. Sampel disiapkan berdasarkan spp yang diberikan 2. Sampel dituangkan ke dalam gelas beaker untuk memudahkan penimbangan, 3. Sebanyak 0,51 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung destruksi, 4. Sampel ditambahakan dengan katalys/ Kjeldahl tablet sebanyak 2 butir atau ± 5 gram, tambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 5 ml, 5. Tabung destuksi disimpan dan disusun pada rak destruksi. 49 SOP Destruksi Sampel 1. Alat digestion dan scrubber dinyalakan dengan menekan tombol power, 2. Putar dial pemanas pada alat ke skala 10 dan biarkan alat melakukan pemanasan selama 5 menit, 3. Pasang penutup tabung destruksi dan rak disimpan disamping alat, 4. Saluran penghisap dari scrubber dipasang, 5. Rak tabung pada pemanas dimasukkan, 6. Dial skala pemanas dibiarkan pada angka 10 selama 5 menit, dan diturunkan ke skala dial 8, 7. Sampel didestruksi selama ± 3 jam (hingga sampel berubah menjadi jernih), 8. Setelah ± 3 jam sampel diangkat dan dial skala pada alat dimatikan hingga posisis off, 9. Alat scrubber didiamkan tetap menyala hingga asap habis, 10. Alat dimatikan dan saluran penghisap dilepas, 11. Sampel siap didestilasi. Cara Destilasi Sampel 1. Sampel yang telah didesetruksi diisi air secukupnya, 2. Dimasukkan ke dalam labu 100 ml, dibiarkan hingga dingin, 3. Setelah dingin sampel ditambahkan dengan aquadest hingga tanda tera, 4. Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 5 ml NaOH 30 % dan beberapa tetes indikator pp, 5. Didestilasi selama 5 menit, dan ditampung dalam erlenmeyer 300 ml yang telah ditambahkan asam borat (H3BO) 2 % sebanyaak 10 ml dan 3 tetes indikator campur, 50 6. Destilat ditampung hingga 10 ml. Titrasi Sampel HCl 0,01 N 1. Sampel yang didestilasi, ditampung dalam erlenmeyer 300 ml, 2. Dititrasi dengan larutn HCl 0,01 N yang telah dimasuskkan ke dalam biuret titrasi, 3. Titrasi dilakukan secara perlahan-lahan hingga terjadi perubahan warna sampel menjadi merah muda pucat, 4. Sebelum sampel dititrasi terlebih dahulu blanko dititrasi. e. Hasil yang Dicapai Tabel 7. Hasil Pengujian Penetapan Kadar Protein Nama Zat Berat Sampel (gr) Faktor Pengenceran Titran (ml) Sampel I 0,5624 100/5 (20) 2,70 Sampel II 0,5281 100/5 (20) 2,65 Blanko 0,90 Sumber Data Primer 2013 Keterangan : V1 : V HCl 0,01 N yang digunakan dalam peniteran sampel V2 : V HCl yang digunakan dalam peniteran blanko W : Bobot sampel N : Normalitas HCl FK : Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25 susu, hasil olahannya 6,38, dan mentega kacang 5,46. FP : Faktor pengenceran 97,35 : Prosesrecovery (jumlah N dalam Sampel) 51 Hasil Perhitungan : ? ? ? ? ? ??????? ? ?? ?? ? ? ? ? ? ?? ? ? ??? ? ?? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ??? ? ?? ? ??? ? ? ?? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ??????? ? ? ?? ?? ? ? ? ? ? ?? ? ? ??? ? ?? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ??? ? ?? ? ??? ? ? ?? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ?? ? ? Kadar Protein Rata-rata : 5.45% Prinsip : Senyawa nitrogen diubah menjadi amonium suuldat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan NaOH3, amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam boraat dan kemudian dititer dengan larutan baku asam. Pustaka : SNI No. 01-2891-1992 I. a. Penetapan Kadar Kalium Iodat (KIO3) Tujuan Adapun tujuan dari penetapan kadar KIO 3 ini adalah Untuk mengetahui kadar iodium pada beberapa garam konsumsi dan kesesuaiannya terhadap persyaratan kadar iodium berdasarkan SNI 012899-2000. b. Dasar Teori Garam beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah difortifikasi(ditambah) dengan yodium. Di Indonesia, 52 yodium ditambahkan dalam garam sebagai zat aditifatau suplemen dalam bentuk kalium yodat (KIO 3) (Armia, 2011). Berdasarkan SNI No. 01-3556 tahun 1994 dan Keputusan Menteri Perindustrian danPerdagangan No. 77/1995 tentang proses, pengepakan dan pelabelan garam beryodium, yodiumyang ditambahkan dalam garam adalah sebanyak 30-80 mg KIO 3/ kg garam (30-80 ppm) (Armia, 2011). Hasil Survei Nasional Garam Beryodium yang dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistikterintegrasi dengan SUSENAS (1) menunjukkan bahwa secara nasional persentase rumahtangga yang mengkonsumsi garam beryodium dengan kandungan cukup sejak tahun 1997-2002hanya berkisar antara 62-68%. Jika dilihat dari sisi produksi dan distribusi, hasil survei tersebutmenunjukkan bahwa garam yang beredar di masyarakat masih banyak yang tidak/kurangmemenuhi syarat kandungan yodium. Hal ini diduga disebabkan karena: a. Banyak produsen garam yang menggunakan yodium kurang dari jumlah yang dipersyaratkan (30-80 ppm yodium sebagai KIO 3), atau b. Kandungan yodium hilang / berkurang selama masa penyimpanan atau transportasi. c. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam Penetapan KIO 3 dalam Garam beriodium ini antara lain : timbangan digital, erlenmeyer, spatula, erlenmeyer, statif, biuret, stirer, batang pengaduk. Adapun bahan yang digunakan dalam Penetapan KIO 3dalam Garam beriodium ini antara lain : garam beriodium, KIO 3, Na2S2O3, KI, asam fosfat, kanji. 53 d. Prosedur Kerja Pembuatan Pereaksi ? Larutan Baku KIO3 0,005 N Kristal KIO 3 ditimbang seksama 89,1667 mg yang telah dihaluskan dan telah dikeringkan dalam oven suhu 1050C selama 2 jam, dimasukkan kedalam labu 500 ml dilarutkan dan diencerkan menggunakan air hingga tanda batas ? Larutan Baku Na2S2O3 0,005 N Krisltal Natrium Tiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3) ditimbang sebanyak 1,25 gram, dimasukkan ke dalam labu 1000 ml, dilarutkan dan diencerkan menggunakan air hingga tanda batas ? Kanji 1 % Pati ditimbang sebanyak 1 gram, diaduk dengan 5 ml air, kemudian dimasukkan ke alam 100 ml air mendidih sambil diaduk, dididihkan selama 3 menit dan didinginkan ? Asam Fosfat 85 % (siap digunakan) ? Kalium Iodida Serbuk Kalium Iodida (KI) ditimbang sebanyak 15 gram, dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml, diaduk dengan air secukupnya, setelah larut ditambahkan air hingga tanda batas. Disonic selama 30 menit, dan KI ditutup dengan almunium foil. Penetapan Kadar KIO 3 ? Pembakuan Larutan Natrium Tiosulfat 1. Larutan KIO 3 0,005 N dipipet 10 ml dan dimasukkan dalam erlenmeyer 300 ml, 54 2. Ditambahkan 100 ml air, 2 ml asam fosfat 85 % dan 2 ml KI 15%, larutan segera dititrasi dengan larutan baku, 3. Natrium tiosulfat 0,005 N hingga warna kuning pucat, 4. Ditambahkan 2 ml kanji 1 % dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru kehitaman tepat hilang. ? Penetapan Kadar KIO 3 dalam sampel garam 1. Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml yang telah diketahui bobotnya dan ditambahkan 125 ml aquadest, 2. Sampel dilarutkan dengan stirer, 3. Ditambahkan 2 ml asam fosfat 85% dan 2 ml KI 15%, 4. Larutan segera dititrasi menggunakan larutan Natrium Tiosulfat 0,005 N hingga warna kuning pucat, 5. Ditambahkan 2 ml kanji 1 % dan titrasi dilanutkan hingga warna biru kehitaman tepat hilang. e. Hasil yang Dicapai Tabel 8. Hasil Pengujian Penetapan Kadar KIO 3 Pada Garam Beriodium Nama Zat Sampel Garam I Bobot Titran Wadah+zat (gram) Wadah+sisa (gram) (ml) 135,9755 110,9049 7,40 = 25,0706 Sampel Garam II 137,3027 112,2529 7,35 =25,0498 Blanko 0,50 Kadar Air 1,15 Sumber Data Primer 2013 Rumus Penetapan KIO 3 ????????? ? ? ? ? ? ?? ? ? ??? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ???? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? a : Volume larutan Natrium Tiosulfat untuk titrasi sampel (ml) 55 b : Volume larutan Natrium Tiosulfat untuk titrasi blanko (ml) B : Bobot sampel yang ditimbang (gram) N : Normalitas Natrium Tiosulfat yang digunakan untuk titrasi Ka : Kadar air dalam sampel (100%) ?•?????• ? ? ?•?????• ? ? ? ?? ? • ?? ? ?? ? • ? ? ?? ? ? ? ??? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ???? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ? ? • ? ?? ? • ?? ? ?? ? • ? ? ?? ? ? ? ??? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ???? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ?? ? ? ? • Kadar Rata-rata = 69,94 ppm Ruang Lingkup : Metode ini digunakan untuk penetapan Kalium Iodat (KIO 3) dalam garam beriodium kecuali garam gurih beriodium. Prinsip : Kadar Kalium Iodat ditetapkan dengan cara Iodometri yaitu dengan penambahan asam fosfat dan kalium iodida kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat denan indikator kanji. Pustaka : SNI 01-5665-2000 butir 6.4 Berdasarkan pustaka SNI 01-5665-00 butir 6.4 tentang kadar minimal KIO3 dalam garam yakni sebesar 30 ppm. Hasil pengujian penetepan kadar KIO3 pada salah satu garam beriodium adalah sebesar 69,94 ppm, hal tersebut berarti garam tersebut lebih besar dari batas kandungan iodium minimum. Oleh karena itu sampel garam yang kami uji Memenuhi Syarat (MS) kandungan minimuman. 56 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilaksanakan di Balai Pengawasan Obat dan Makanan Samarinda, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam makanan dewasa ini semakin marak, karena dalam proses pegolahananya sebuah industri menggunakan BTP sebagai peningkatan mutu dari bahan yang dijual ke pasaran, 2. Persentase rata-rata kadar air yang diuji pada sampel garam adalah sebesar 7,03%. Garam beriodium yang diuji telah memenuhi syarat (SNI) berdasarkan SNI 01-3556-2000, sedangkan kadar abu pada sampel madu 3. Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti boraks dan formalin untuk meningkatkan kualitas dan daya simpan suatu produk pangan semakin marak di kalangan produsen, hal ini dapat dilihat dengan adanya hasil positif terhadap sampel boraks. Oleh karena itu, konsumen harus berhati-hati dalam memilih produk makanan. 4. Penetapan Kadar Benzoat Sorbat dan Sakarin pada sampel jajanan sekolah dengan menggunakan metode Kromatografi berdasarkan puncak respon. Hasil Uji : Kadar Benzoat : 0 ppm Kadar Sorbat : -0,341 ppm Kadar Sakarin : 297,49 ppm Cair Kinerja Tinggi, 57 5. Penambahan siklamat (pemanis buatan) dalam bahan makanan tidak dilarang, namun tidak boleh lebih dari kadar minimal yang telah ditetapkan oleh BPOM nasional. Kadar siklamat yang dikandung dalam sampel yang diuji adalah sebesar 409,2514 ppm berarti sampel tidak memenuhi syarat minimal yakni <1000 ppm. 6. Salah satu bahan pewarna yang dilarang untuk digunakan pada makanan adalah Rhodamin B, namun dewasa ini para produsen makanan tidak memperhatikan larangan tersebut demi meningkatkan keuntungan. Seperti menggunakan bahan pewarna Rhodamin B untuk bahan yang dijualnya. B. Saran Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah sebaiknya untuk tahun-tahun berikutnya mahasiswa Politeknik Pertanian Negri Samarinda dapat meneruskan Praktik Kerja Lapangan di BPOM Samarinda, sehingga banyak kegiatan-kegiatan di Laboratrium BPOM yang dapat dikembangkan di kampus Politeknik Pertanian Negri Samarinda. 58 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Metode Analisa. Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya BBPOM.Samarinda. Armia, Sri. 2011. Tugas Akhir Penetapan kadar Iodium pada Garam Konsumsi dengan Metode iodometri berdasarkan Standar Nasional Indonesia. Cahyadi, W. (2006).Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 1-6, 67-73 Dewiyani, Ayu. 2011. Laporan Pentetapan Kadar Air dalam Makanan Ringan. Universitas Sumatra Utara. Ditjen POM. (1993). Metode Analisa Pusat Obat dan Makanan Nasional No.43/MA/1993 tentang penetapan kadar benzoat, sorbat, dan sakarin. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Lestari, Suci. 2011. Tugas Akhir Identifikasi Boraks dalam Bakso dengan Reaksi Warna. Univeersitas Sumatra Utara Nurcholis. 2013. Blog :http://mnurcholis.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/AZGAbu.pdf Diakses pada tanggal 09 Mei 2013 di Samarinda. PP RI No. 28 Tahun 2004, Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Sekretaris Negara RI, Jakarta. Pratiwi, Dwinanda. 2011. Tugas Akhir Identifikasi Bahan Pewarna Sintetis dalam Minuman RIngan Secara Kromatografi Kertas.Universitas Sumatra Utara. Sibarani, Mastin. 2011. Optiasi Fase Gerak Metanol-Dapar Fosfat Laju Alir pada Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat dalam Sirup dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Universitas Sumatra Utara. Sinaga, Endang. 2010. Analisis Kandungan Formalin pada Ikan Kembung di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan. Universitas Sumatra Utara Sinamo, Enia. 2004. Analisa Kadar Berenergi.Universitas Sumatra Utara. Siklamat pada Minuman Sudarmadji, Slamet.,Haryono, Bambang., Suhardi. 1996. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Tiommanisyah. 2010. Analisa Kadar Protein Kasar dalam Kacang Kedelai, Kacang Tanah, dan Kacang Hijau menggunakan Metode Mikro Kjeldhal sebagai Bahan Makanan Campuran. Universitas Sumatra Utar 59 LAMPIRAN GAMBAR Gambar 1. Persiapan Sampel Berdasarkan Surat Perintah Pengujian Gambar 2. Penyaringan Siklamat 60 Gambar 3. Vortex Gambar 4. Destilator 61 Gambar 5. Tanur Gambar 6. Lemari Asam 62 Gambar 7. Bejana Kromatografi Gambar 8. Penyaringan Siklamat 63 Gambar 9. Pembakaran Boraks Gambar 10. Besi II Sianida dan Zn Asetat 64 Gambar 11. Pengujian Sampel Boraks, Formalin, MY, dan Rhodamin B Gambar 12. Sampel Pewarna sebelum proses Penotolan 65 Gambar 13. Branson Sonic Gambar 14. Timbangan dan Desikator 66 Gambar 15. Titrasi KIO3