hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap

advertisement
Hubungan
diabetes
melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
Damianus
Journal
of Medicine;
Vol.10 No.3 Oktober 2011: hlm. 125–132.
ARTIKEL PENELITIAN
HUBUNGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PREVALENSI DEMENSIA
PADA LANSIA DI KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
Linawati Hananta*, Deon Kristian**, Chriscelia Valery So**
ABSTRACT
*
Departemen Farmakologi Farmasi, Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No.
2, Jakarta Utara 14440.
**
Peserta Program Studi Sarjana
Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No.
2, Jakarta Utara 14440.
Introduction: In the world, especially in Indonesia dementia is a degenerative
disease which is commonly found especially in elderly community. Dementia
has many risk factors, which one of them is type 2 diabetes mellitus (DM 2).
There are a lot of literature that suggested a link between DM 2 and dementia.
The aim of this study is to look related between DM 2 with dementia patients in
elderly people.
Methods: The study design used is unpaired categorical analytic with cross
sectional study. Target population was all the elderly in the district of Tangerang,
Banten. Samples taken by random sampling. Inclusion criteria were everyone
over 60 years and willing to be interviewed. Exclusion criteria were refusal to
participate, can not communicate, severe pain, mild alcohol consumed (23shots). Collecting data using 2 questionnaires. Questionnaire I is containing
about history by asking the typical symptoms of DM 2. Questionnaire II conducted interviewed after the patient was diagnosed DM 2 with blood glucose test.
Results: Total of 95 respondents, there were 54 (56.84%) who suffer from dementia with 15 of them also suffer from DM 2 and 39 did not suffer from dementia
but DM 2. In addition 41 (43.16%) of respondents were not dementia, including
6 respondents suffer from DM 2 and 35 respondents did not suffer from DM
2.Result obtained by Pearson Chi Square p value = 0,143 (>0.05).
Conclusions: This study no significant relation between DM 2 with prevalence of
dementia in the elderly.
Key words: type 2 diabetes mellitus, dementia, elderly
ABSTRAK
Latar belakang: Di dunia khususnya di Indonesia, demensia adalah penyakit
degeneratif yang banyak ditemukan terutama pada masyarakat lanjut usia.
Demensia memiliki banyak faktor risiko, salah satunya adalah diabetes mellitus tipe 2 (DM 2). Ada banyak literatur yang menyatakan adanya hubungan
antara DM 2 dan demensia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
keterkaitan antara DM 2 dengan pasien demensia pada orang lanjut usia.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah analitik kategorik
berpasangan dengan studi cross sectional. Target populasi adalah semua orang lanjut usia di Kabupaten Tangerang, Banten. Sampel diambil secara random sampling. Kriteria inklusi adalah semua orang lebih dari 60 tahun dan
bersedia untuk diwawancarai. Kriteria eksklusi adalah menolak untuk
berpartisipasi, tidak bisa berkomunikasi, sakit parah, mengkonsumsi alkohol
ringan (2-3sloki). Pengumpulan data menggunakan 2 kuesioner. Kuesioner I
berisi tentang riwayat penyakit dengan menanyakan gejala khas DM 2.
Kuesioner II dilakukan diwawancarai setelah pasien didiagnosis DM 2 dengan
menggunakan tes strip glukosa darah.
Hasil: Total 95 responden, terdapat 54 (56.84%) yang menderita demensia
dengan 15 dari mereka juga menderita DM 2 dan 39 tidak menderita demensia,
tetapi 2 menderita DM 2. Selain itu 41 (43,16%) dari responden tidak demensia,
termasuk 6 responden menderita DM 2 dan 35 responden tidak menderita DM
2. Hasil statistik diperoleh bahwa nilai Pearson Chi Square dengan p = 0,143 (>
0,05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara
DM 2 dengan prevalensi demensia padaorang lanjut usia.
Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, demensia, lanjut usia
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
125
DAMIANUS Journal of Medicine
PENDAHULUAN
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1998, penduduk lanjut usia (lansia) adalah
mereka yang berumur 60 tahun ke atas.1 Pada lansia
terdapat perubahan pada fisik maupun mental serta
terjadi kemunduran-kemunduran terhadap fungsi tubuh
mereka. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2005
adalah 17,6 juta jiwa dan pada 2009 adalah sekitar
16,5 juta jiwa dari seluruh jumlah penduduk yang
mencapai lebih dari 220 juta jiwa. Pada tahun 2010,
diperkirakan jumlah lansia mencapai 23 juta jiwa, dan
tahun 2020 menjadi 28 juta orang lebih.2 Semakin tua
umur seseorang, maka orang tersebut akan menjadi
lebih rentan terkena penyakit degeneratif, diantaranya
ialah demensia.
Demensia merupakan penyakit degeneratif yang banyak
ditemukan dalam masyarakat sekarang ini khususnya
pada lansia. Gangguan ingatan merupakan gejala
demensia yang paling sering terjadi tanpa disertai
penurunan kesadaran. Demensia terbagi atas beberapa
tipe diantaranya yang paling banyak dijumpai ialah
Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskular.3
Lebih dari 50% kasus demensia merupakan demensia
tipe Alzheimer. Berdasarkan studi epidemiologi,
diperkirakan terdapat 24,3 juta orang yang terkena
demensia pada tahun 2005, dengan 4,6 juta kasus
demensia yang baru setiap tahunnya (1 kasus baru
demensia setiap 7 detik) dengan 48% penderita demensia terdapat pada wilayah benua Asia. Angka peningkatan tersebut tidak sama pada setiap negara. Pada
negara berkembang diperkirakan terdapat peningkatan
sebesar 100%, dan pada Asia Selatan diperkirakan
terdapat peningkatan sebesar 300% setiap tahunnya.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia
yang berumur diatas 60 tahun dan pada tahun 2005
terdapat 606.100 penduduk Indonesia. Melalui sebuah
penelitian didapatkan prevalensi demensia di Jakarta
sebesar 62,5%.4,5,6,7
Penyakit demensia merupakan salah satu penyakit
yang memiliki berbagai faktor risiko. Faktor risiko yang
paling berpengaruh ialah umur yang tua. Selain itu menurut penelitian, Diabetes Melitus (DM) juga merupakan
faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya
demensia.3,6,8 Pada penelitian kohort yang dilaksanakan
pada orang Amerika-Jepang, didapatkan DM2 dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit Alzheimer sebanyak 1,8 kali dan demensia vaskular sebanyak 2,3
kali. Hal ini terjadi akibat adanya resistensi insulin serta
insulinemia pada penderita DM 2.9,10
126
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik
yang dapat terjadi pada semua usia dengan kelainan
pada homeostatis glukosa. DM secara garis besar dibagi menjadi 2 tipe yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2 (DM
2). DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya hormon insulin dalam tubuh yang biasa didapat sejak lahir.
Sedangkan DM 2 ditandai dengan resistensi sel terhadap hormon insulin akibat berbagi faktor seperti obesitas. Secara umum, hampir 80 % prevalensi adalah
DM 2.3,12
Prevalensi penderita DM di seluruh dunia meningkat
secara dramatis selama dua dekade, dari 30 juta kasus
pada tahun 1985 menjadi 171 juta ditahun 2000. Prevalensi penderita DM didunia pada tahun 2000 mencapai
angka 2,8% dan diperkirakan akan mencapai 4,4% dari
jumlah penduduk dunia pada tahun 2030. Indonesia
sendiri menduduki peringkat ke-4 di dunia dengan penderita DM tertinggi di tahun 2000 sebanyak 8,4 juta
orang.13
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007 prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan
gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan
5,7%. Namun hanya 1,5% (kira-kira 26% dari total DM)
yang telah mengetahui dirinya menderita DM sebelum
diperiksa Riskesdas. 13 Menurut hasil pengukuran
disabilitas dan prediksi kualitas hidup pada masyarakat
lanjut usia di DKI Jakarta yang dilaksanakan oleh
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, didapatkan prevalensi penderita DM pada penduduk
lansia di DKI Jakarta adalah sebesar 10,7%.14
Dengan adanya hubungan DM 2 dengan demensia serta semakin banyaknya jumlah penderita DM dan demensia serta lansia di Indonesia, khususnya di Jakarta,
maka kami tertarik untuk melihat seberapa besar
pengaruh DM 2 dengan demensia khususnya pada
penduduk lansia.
METODE
Desain penelitian yang dipakai adalah penelitian analitik kategorik tidak berpasangan dengan jenis penelitian
cross sectional. Populasi target adalah semua lansia
di Kabupaten Tangerang, Banten. Dan sampel diambil
secara random sampling. Kriteria inklusi yaitu semua
orang berumur di atas 60 tahun dan bersedia untuk diwawancara. Sedangkan kriteria eksklusi adalah menolak untuk berpartisipasi, tidak dapat berkomunikasi,
sakit berat seperti stroke, koma, dan lain-lain, dan
mengkonsumsi alkohol ringan (2-3 sloki). Variabel bebas pada penelitian ini adalah DM 2 sedangkan variabel
terikat pada penelitian ini adalah demensia.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
Pengumpulan data dengan menggunakan dua kuesioner. Kuesioner 1 merupakan kuesioner yang berisi
perta-nyaan mengenai riwayat DM 2 yang diderita
responden serta gejala-gejala khas DM 2 yang mungkin
diderita oleh responden. Kuesioner 1 digunakan dengan
me-wawancarai responden untuk mengetahui apakah
res-ponden memiliki riwayat DM 2 atau memperkirakan
apakah responden yang tidak memiliki riwayat DM 2
menderita DM 2 dengan menanyakan gejala-gejala
khas DM2 pada responden. Dan kuesioner 2 juga akan
dilakukan dengan mewawancarai responden yang
digunakan setelah pasien didiagnosis menderita DM 2
dari tes glukosa darah sewaktu. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah responden melakukan pengobatan
DM 2 secara teratur atau tidak serta mengetahui apakah responden mempunyai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi penyakit demensia.
Tes glukosa darah sewaktu dilakukan setelah kuesioner
1 dan jika responden tidak memiliki riwayat DM 2 tetapi
memiliki gejala-gejala khas DM 2. Tes ini dilakukan
oleh peneliti dengan menusukan jarum pada jari responden untuk mendapatkan darah dari responden sebanyak 3-5 ml untuk selanjutnya dilakukan pengecekan
kadar glukosa darah sewaktu. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan kapan saja tanpa persiapan khusus. Hasilnya
akan didapatkan apakah responden menderita DM 2
atau tidak. Responden dikatakan menderita DM 2 apabila memiliki beberapa gejala khas DM2 dan memiliki
kadar glukosa darah sewaktu  200 mg/dL seperti acuan diagnosis menurut Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM 2 Di Indonesia tahun 2006.
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah suatu
tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit demensia. Pada penelitian ini, MMSE akan dilakukan
saat responden sudah didiagnosis menderita DM 2
pada pengecekan kadar gula darah sewaktu. MMSE
dilakukan saat peneliti mengajukan pertanyaanpertanyaan serta beberapa arahan untuk dapat dilakukan oleh responden dengan setiap pertanyaan dan arahan memiliki nilai tersendiri. Responden akan didiagnosis menderita demensia apabila nilai dari MMSE
orang tersebut lebih kecil dari 24.
Pengumpulan data dimulai dengan mencari lansia
(penduduk dengan umur di atas 60 tahun) di Kabupaten
Tangerang, Banten. Setelah mendapatkan lansia yang
bersedia dijadikan responden, maka kami akan menggunakan MMSE untuk mengukur apakah responden
menderita demensia atau tidak. Responden akan didiagnosis demensia jika reponden memiliki hasil MMSE di
bawah 24. Responden selanjutnya akan diwawancarai
menggunakan kuesioner 1 untuk mengetahui riwayat
DM 2. Responden yang mempunyai riwayat DM 2 akan
dilakukan pengecekan GDS serta diwawancarai menggunakan kuesioner 2 untuk mengecek apakah DM 2
pada responden terkontrol atau tidak. Responden yang
mengalami demensia namun tidak mempunyai riwayat
DM 2 akan diwawancarai dengan kuesioner 2. Pasien
yang tidak menderita demensia dan tidak mempunyai
riwayat DM 2 tidak akan diberi tindakan lanjutan.
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan program SPSS 15.0, Pengolahan data
direncanakan menggunakan metode nonparametrik
yaitu Chi Kuadrat Indepedensi Test.
Gambar 1. Alur pengumpulan data.
Lansia
(umur di atas 60 tahun)
Demensia
DM2
Tidak DM2
Tidak demensia
DM2
Tidak DM2
Kuesioner 2
DM2
Terkontrol
DM2 Tidak
terkontrol
HASIL
Dari total 138 lansia yang didapat dari Panti Werdha
Bina Bhakti, Panti Werdha Melania, dan Panti Werdha
Kasih Ayah Bunda yang terdapat di wilayah Tangerang,
Banten telah dilakukan pengambilan data pada 95
lansia yang terdapat pada panti-panti tersebut dengan
43 sisanya termasuk dalam kriteria eksklusi. Setelah
melakukan pengambilan data yang dibutuhkan bagi
penelitian ini, maka berikut ini dijabarkan hasil data
yang telah diperoleh.
Dari hasil penelitian terdapat 95 sampel lansia yang
didapat dari Panti Werdha Bina Bhakti, Panti Werdha
Melania, dan Panti Werdha Kasih Ayah Bunda yang di
wilayah Tangerang, Banten dengan jumlah responden
pria sebanyak 26 orang dan responden wanita
sebanyak 69 orang. Tetapi hanya 86 responden yang
memiliki data berupa umur dengan responden
terbanyak pada rentang umur 66-70 tahun dengan total 21 orang (24,4%) (tabel 1).
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
127
DAMIANUS Journal of Medicine
Dari 15 responden yang menderita DM 2 dan demensia, 10 diantara 15 responden (66.6%) menderita DM
2 dengan GDS yang terkontrol dan terdapat 5 responden (33,3%) dengan DM 2 dan GDS yang tidak
terkontrol seperti yang terlihat pada tabel 2.
Dari hasil yang kami dapat dari 95 responden, terdapat
54 responden yang menderita demensia dengan 15
diantaranya juga menderita DM 2 dan 39 responden
demensia namun tidak menderita DM 2. Selain itu
41(43,16%) responden adalah yang tidak demensia,
6 responden diantaranya menderita DM 2 dan 35 responden tidak menderita DM 2 seperti yang terlihat pada tabel 3.
Pada tabel 4 dapat dilihat kejadian demensia banyak
terdapat pada responden yang tidak memiliki faktor
risiko seperti rokok, alkohol, dan vitamin B dengan total 21 orang (38,8%). Dari tabel juga terlihat 14 pasien
(25,9%) yang mengkonsumsi vitamin B secara teratur
tetap terkena demensia. Selain itu faktor lain seperti
rokok dan alkohol tidak terlalu banyak dimiliki oleh
responden.
DISKUSI
Kami memilih 3 panti di atas dengan asumsi ketiga
panti tersebut memiliki karakteristik yang mirip yaitu
dihuni oleh lansia kalangan menengah ke bawah dengan tingkat aktivitas dan makanan utama sehari-hari
yang dikonsumsi tidak jauh berbeda. Makanan utama
pada ketiga panti tersebut ialah tahu dan tempe, dengan konsumsi protein hewani yang cukup jarang.
Ketiga panti tersebut juga diharapkan dapat menggambarkan dan mewakili seluruh lansia yang terdapat di
Tangerang, Banten karena letak ketiga panti tersebut
tidak berdekatan dan memiliki karakteristik yang tidak
jauh berbeda dengan para lansia yang terdapat di
wilayah Tangerang, Banten.
Dalam proses pengambilan data untuk penyakit demensia, kami melakukan tes MMSE pada sejumlah
responden pada ketiga panti tersebut. Setelah didapatkan hasil demensia maka dilanjutkan dengan pertanyaan menggunakan kuesioner untuk mengetahui beberapa berpengaruh lain yang dapat menyebabkan
demensia seperti rokok, alkohol, dan vitamin B. Meskipun penyakit demensia mempunyai beragam faktor
risiko, tetapi pada penelitian ini faktor-faktor risiko tersebut akan kami abaikan dan pencarian data faktor yang
berpengaruh seperti di atas hanya untuk digunakan
sebagai data tambahan sekaligus pelengkap yang dapat digunakan untuk membandingkan faktor berpengaruh yang paling banyak didapat pada responden.
128
Pada Panti Werdha Bina Bhakti pemeriksaan GDS
dilakukan oleh pihak panti secara teratur setiap hari
rabu. Pada laporan pengukuran yang terakhir didapat
hasil bahwa GDS seluruh penderita DM 2 pada panti
tersebut berada dalam batas normal dan masingmasing penderita DM 2 mendapat obat untuk DM 2
yang mereka derita seperti insulin dan metformin.
Sedangkan pada Panti Werdha Melania dan Panti
Werdha Kasih Ayah Bunda pengecekan GDS tidak dilakukan secara teratur setiap minggu sehingga mahasiswa peneliti perlu mengadakan pengecekan GDS
pada responden panti tersebut. Pengobatan yang
dilakukan pada Panti Werdha Kasih Ayah Bunda hanya
menggunakan satu macam obat yaitu metformin
sedangkan pada Panti Werdha Melania pengobatan
dilakukan dengan memberikan obat seperti metformin,
sulfonylrea, dan suntik insulin.
Pada penelitian ini didapatkan distribusi yang tidak normal sehingga akan digunakan metode statistik nonparametrik yaitu Pearson Chi Square. Pada pengukuran menggukan SPSS dengan metode Pearson Chi
Square. Pada pembacaan tabel, nilai statistik Pearson
Chi Square dengan Asymp. Sig. (2-sided) = 0,126
(>0,05) yang mengindikasikan penerimaan terhadap
H0. Hipotesis nol pada penelitian ini adalah tidak adanya hubungan/korelasi antara DM 2 dengan demensia.
Secara teori seharusnya DM 2 mempengaruhi kejadian
demensia (terutama demensia vaskular) dengan jumlah
penderita demensia yang menderita DM 2 tidak terkontrol lebih banyak dari pada penderita demensia dengan
DM 2 yang terkontrol seperti yang terlihat dari penelitian
yang dilakukan oleh Weili Xu dan juga Chris MacKnight.
Tetapi secara statistik kami mendapatkan bahwa DM
2 tidak mempunyai hubungan dalam meningkatkan penyakit demensia pada lansia. Hasil yang berbeda pada
penelitian ini mungkin karena dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti cukup teraturnya dalam melakukan pemeriksaan GDS, pengobatan secara teratur serta penelitian yang dilakukan pada panti sosial yang memiliki
tingkat kesadaran akan penyakit DM 2 yang cukup
tinggi, maka hasil yang kami dapat dalam penelitian
yang dilaksanakan pada ketiga panti tersebut tidak sesuai dengan teori. Hal ini juga berkebalikan seperti hasil
penelitian yang dilaksanakan oleh Weili Xu. et al yang
mendapatkan OR 1,63, yang artinya penderita DM 2
berisiko 1,63 kali lebih besar mengalami demensia.
Penelitian yang dilaksanakan Weili Xu dilakukan dengan metode case control dengan 13.693 responden.
Hasil yang didapatkan ialah DM 2 meningkatkan risiko
demensia terutama demensia vaskular. 35 Pada
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
Tabel 1. Demografi responden (N=86)
Range umur
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
Persentase
61-65
0 orang
8 orang
8 orang
9,3%
66-70
8 orang
13 orang
21 orang
24,4%
71-75
9 orang
9 orang
18 orang
20,9%
76-80
4 orang
14 orang
18 orang
20,9%
81-85
3 orang
10 orang
13 orang
15,4%
86-90
1 orang
3 orang
4 orang
4,6%
91-95
1 orang
3 orang
4 orang
4,6%
26 orang
60 orang
86 orang
100%
Total
Total
Tabel 2. Persentase diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol terhadap jenis
kelamin
Diabetes
Melitus Tipe
Laki-laki
n
%
Perempuan
n
%
Total
n
%
Terkontrol
Tidak terkontrol
3 orang
2 orang
7 orang
3 orang
10 orang
5 orang
47,6%
23,8%
Total
5 orang 83,3%
15 orang
71,4%
50%
33,3%
46,6%
20%
10 orang 66,6%
Tabel 3. Hubungan penyakit demensia terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2
DM
Tidak DM
Total
Demensia
Tidak demensia
15 orang
6 orang
39 orang
35 orang
54 orang
41 orang
Total
21 orang
74 orang
95 orang
Tabel 4. Faktor yang berpengaruh berupa rokok, alkohol, dan vitamin B terhadap penyakit demensia
Faktor berpengaruh
Laki-laki
Demensia
Perempuan
Total
Persentase
Tanpa rokok, alkohol
Vitamin B
Merokok saja
Alkohol saja
Vitamin B saja
Merokok + Alkohol
Alkohol + Vitamin B
Vitamin B + Merokok
Merokok + Vitamin B
+ Alkohol
5 orang
16 orang
21 orang
38,8%
4 orang
0 orang
1 orang
3 orang
0 orang
3 orang
2 orang
1 orang
1 orang
13 orang
0 orang
4 orang
1 orang
0 orang
5 orang
1 orang
14 orang
3 orang
4 orang
3 orang
2 orang
9,2%
1,8%
25,9%
5,5%
7,5%
5,5%
3,7%
Total
18 orang
36 orang
54 orang
100%
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
129
DAMIANUS Journal of Medicine
penelitian Weili Xu didapatkan jumlah responden yang
sangat banyak dengan sebagian besar responden yang
terkena demensia memiliki riwayat stroke dan serangan
jantung. Sedangkan pada penelitian ini kami mengambil
95 responden dengan sedikitnya jumlah responden
yang memiliki riwayat penyakit serebro-vaskular.
Pada sebuah jurnal meta analisis yang dibuat oleh F
Pasquier. et al terdapat beberapa penelitian mengenai
DM 2 dengan demensia. Hasilnya terdapat sebuah penelitian yang mengatakan DM 2 hanya memberikan
sedikit pengaruh terhadap angka kejadian demensia
pada lansia. Dalam jurnal meta analisis tersebut juga
terdapat beberapa penelitian lain mengatakan DM 2
merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap
demensia. Pada jurnal tersebut penelitian-penelitian
yang dilakukan dilaksanakan di luar negeri dan mendapatkan kesimpulan berupa adanya pengaruh DM 2
terhadap peningkatan risiko penyakit demensia pada
lansia terutama demensia vaskular.
Pada sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Chris
MacKnight yang dilakukan dengan metode kohort
prospektif selama 5 tahun, didapatkan hasil bahwa DM
2 meningkatkan angka kejadian penyakit demensia
terutama demensia vaskular.36 Metode prospektif seperti ini memang tampaknya dapat memberikan gambaran yang lebih baik dari pada metode retrospektif
yang hanya melihat riwayat responden sebelumnya
seperti yang kami pakai pada penelitian ini.
Dari hasil penelitian yang kami lakukan, didapatkan
DM 2 bukan merupakan suatu faktor risiko bagi demensia yang cukup berpengaruh. Hal ini terlihat dari
data yang menunjukan hanya 15 responden dari total
54 responden (hanya berkisar 27,7%) yang menderita
demensia dan memiliki faktor risiko berupa DM 2. Hasil
penelitian ini berbeda dari hasil beberapa penelitianpenelitian lain seperti yang di atas. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan cara pengambilan sampel melihat
beberapa penelitian menggunakan metode prospektif
dengan melakukan pengamatan selama beberapa
tahun ke depan. Selain itu hampir seluruh penelitian
lain mengambil populasi berskala besar dengan jumlah
sampel yang jauh lebih besar dan merata sehingga
memungkinkan angka DM 2 yang tidak terkontrol cukup
banyak. Lalu mungkin terdapat perbedaan genetik dan
gaya hidup pada responden penelitian lain yang dilaksanakan di negara lain. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dalam penelitian ini, tidak banyak
kejadian demensia yang disertai faktor risiko DM 2 dan
mungkin terdapat faktor luar lainnya yang lebih berpengaruh terhadap kejadian demensia. Faktor risiko
130
utama seperti umur yang tua (responden penelitian ini
yang berumur 60 tahun ke atas), kurangnya nutrisi pada
asupan makanan sehari-hari (kurang protein hewani),
kurangnya aktivitas fisik pada responden yang sebagian
besar tidak melakukan olah raga, membaca, ataupun
kegiatan-kegiatan yang mengasah otak, mempunyai
riwayat stroke, banyak responden yang mengalami
stres karena efek psikologis yang merasa terbebani
untuk tinggal di panti, dan kurangnya pendidikan dengan
rata-rata responden memiliki tingkat pendidikan yang
rendah mungkin lebih berpengaruh terhadap angka
kejadian demensia pada ketiga panti tersebut.
Pada beberapa penelitian dikatakan DM 2 banyak didapatkan dan lebih berpengaruh terhadap angka kejadian demensia vaskular. Pada penelitian ini tidak banyak responden yang sebelumnya pernah menderita
penyakit vaskular seperti stroke dan penyakit jantung
yang mungkin juga dapat mempengaruhi hasil
penelitian ini. Selain itu sebagian besar responden yang
memiliki riwayat stroke dan penyakit vaskular tidak
dapat melakukan komunikasi sehingga termasuk
dalam kriteria eksklusi.
Pada tabel 5.4 dapat terlihat beberapa faktor yang berpengaruh seperti alkohol dan rokok yang dapat
meningkatkan risiko terkena demensia serta vitamin
B yang bersifat mengurangi risiko terkena demensia.
Dari hasil penelitian, Vitamin B yang diberikan setiap
hari kepada anggota panti dapat menurunkan angka
kejadian demensia pada panti tersebut. Untuk faktor
rokok dan alkohol, umumnya jarang didapatkan pada
responden pada penelitian ini sehingga pengaruhnya
terhadap demensia tidak terlihat.
Penelitian ini mempunyai kelemahan, banyaknya faktor
luar yang dapat menyebabkan demensia sehingga sebagian besar kejadian demensia bukan dipengaruhi oleh
DM 2 melainkan akibat dari faktor-faktor luar tersebut.
Selain itu penelitian ini juga hanya melihat sekelompok
lansia yang tinggal pada panti-panti yang melakukan
pengecekan untuk penyakit DM 2 dengan cukup rutin
dan mempunyai tingkat kesadaran yang cukup tinggi
dalam menjaga kesehatan para responden. Kelemahan
yang lain ialah kami tidak melakukan pengecekan GDS
pada seluruh responden karena kami menggunakan
hasil pengecekan GDS yang dilaksanakan secara rutin oleh pihak panti. Jumlah sampel yang diambil pada
penelitian ini juga tidak cukup besar dan tidak cukup
variatif untuk mendapatkan gambaran yang lebih
menyeluruh karena dilakukan pada panti menengah
ke bawah yang memiliki kontrol penyakit DM 2 yang
cukup baik.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi demensia pada lansia di Kabupaten Tangerang, Ba nten
KESIMPULAN
13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil
Kesehatan Indonesia, Jakarta: Depkes; 2008.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara DM 2 terhadap terjadinya
prevalensi demensia pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Undang-undang Republik Indonesia (1998). Available from: http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/
UU_1998_13.pdf. [Cited: April 8, 2011].
2.
Jumlah Lansia Di Indonesia 165 juta Orang (2009).
Available from: http://www.depkominfo.go.id/berita/
bipnewsroom/jumlah-lansia-di-indonesia-165-jutaorang/ . [Accessed: April 8, 2011].
3.
Powers AC. Diabetes mellitus. In: Fauci AC,
Harrison's principles of internal medicine. 17th ed.
New York: McGraw-Hill Companies, 2008: 2275-304
4.
Ferri CP, Prince M, Brayne C. Global prevalence of
dementia: a delphi consensus study. Lancet. 2005;
366: 2112-17.
5.
Alzheimer’s Disease International. Dementia in Asia
Pasific region. Canbera: Access Economics; 2006.
6.
Johnson E, Zieger-graham K, Arrighi HM. Alzheimer's
disease to quadruple worldwide by 2050. Available
from: http://www.jhsph.edu/publichealthnews/
press_releases/20 07 /broo kmeyer_alzheimers
_2050.html [Cited: April 1, 2011].
7.
8.
9.
Handajani YF. Indeks pengukuran disabilitas dan
prediksi kualitas hidup pada masyarakat lanjut usia
di DKI Jakarta [suatu upaya memperkirakan
kemandirian lanjut usia], Jakarta: Universitas Indonesia, Depok; 2006.
Umegaki H. Pathophysiology of cognitive dysfunction in older people with type 2 diabetes: vascular
changes or neurodegeneration?". Age and Ageing.
2009; 39: 8-10.
Peters R, Poulter R, Warner J, Beckett N, Burch L,
Bulpitt C. Smoking, dementia and cognitive decline
in the elderly, a systematic review. BMC Geriatrics.
2008; 8(36). doi:10.1186/1471-2318-8-36.
10. Pasquier F, Boulogne A, Leys D, Fontaine P. Diabetes mellitus and dementia. Diabetes Metab. 2006
Nov;32(5 Pt 1): 403-14.
11. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta
Orang. Available from: http://www.depkes.go.id/
index.php/berita/press-release/414-tahun-2030p r evale n s i-d ia b et es -m e litu s -d i-in d o n e siamencapai-213-juta-orang.html [cited: April 1, 2011].
12. Wild S, Roglic G, Green A. Global prevalence of diabetes. Estimates for the year 2000 and projections
for 2030. WHO Diabetes Care. 2004; 27(5) 1047-53.
14. Bird TD, Miller BL. Dementia. In: Fauci AC. Harrison's
principles of internal medicine, 17th ed. New York:
McGraw-Hill Companies; 2008: 2536-58.
15. Kahn CR, Jacobson AM, Moses AC. Joslin's diabetes mellitus, 14th ed. Philadelphia: J.B Lippincott
Company; 2005.
16. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology,
11st ed. Oxford: Elsevier; 2006.
17. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and cotran
pathologic basis of disease, 8th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2010.
18. Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams
textbook of endocrinology, 11st ed, Philadelphia: W.B.
Saunders; 2008.
19. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus
pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia 2006. Jakarta: PB. PERKENI; 2006.
20. Kumar P, Clark M. Diabetes mellitus and other disorders of metabolism. In: Kumar and Clark Clinical
Medicine, 6th ed, London: Elsevier Saunders; 2005.
21. Misbach J, Lumempouw SF, Kumalawati. Demensia
dan penyakit alzheimer. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2002.
22. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victor's principles of neurology, 9th ed, New York: McGraw-Hill
Medical; 2009.
23. Saddock BJ, Saddock VA, Ruiz P. Kaplan and
Sadock's comprehensive textbook of psychiatry, 9th
ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
24. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam, 4th ed,
Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
25. Looi JC, Sachdev PS. Differentiation of vascular dementia from AD on neuropsychological tests. Neurology. 1999;53(4): 670-8.
26. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakara: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.
27. Indiyarti R. Diagnosis dan pengobatan terkini
demensia vaskular. 2004; 23(1): 28-33.
28. Alagiakrishnan K. Vascular Dementia. 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/
292105-overview#showall [Cited: July 5, 2011].
29. Querfurth HW, Laferla FM. Alzheimer's disease. The
England Journal of Medicine. 2010; 362: 329-44.
30. Juan D, Zhou DH, Li J. A 2-year follow up study of
cigarette smoking and risk of dementia. European
Journal of Neurology.2004; 11(4): 277-82. doi:
10.1046/j.1468-1331.2003.00779.x.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
131
DAMIANUS Journal of Medicine
31. Ruitenberg A, Van Swieten JC, Witteman JC. Alcohol
consumption and risk of dementia: the Rotterdam
Study. The Lancet. 2002; 359(9303): 281-286.
35. Xu W, Qiu C, Gatz M. Mid and late-life diabetes in
relation to the risk of dementia. Diabetes. 2009 Jan.;
58(1): 71-7.
32. Huang TL, Zandi PP, Tucker KL. Benefits of fatty fish
on dementia risk are stronger for those without APOE
epsilon 4. Neurology. 2005;65(9): 1409-14.
36. MacKnight C, Rockwood K, Awalt E, McDowell I. Diabetes mellitus and the risk of dementia,alzheimer's
disease and vascular cognitive impairment in the
Canadian study of health and aging. Dement Geriatr
Disord. 2002;14(2):77-83.
33. Malouf R, Evans JG, Sastre AA. Folic acid with or without vitamin B12 for cognition and dementia. New
Jersey: Wiley Online; 2008.
34. Pasquier F, Boulogne A, Leys D, Fontaine P. Diabetes mellitus and dementia. 2006 Nov.;32(5 Pt 1): 40314.
132
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Download