Demensia Oleh : Anglia Febrina Manusia pada dasarnya selalu berkembang. Perkembangan setiap manusia memiliki proses dan tahap-tahap yang harus dihadapinya. Setiap manusia akan melalui tahap bayi, anakanak, remaja, dewasa awal, dewasa akhir hingga berusia lanjut (lansia). Pada tahap usia lanjut manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu perubahan dari segi fisik ketika manusia berusia lanjut seperti rambut yang mulai memutih, kulit keriput, kondisi fisik yang mulai menurun dan menurunnya daya ingat (pikun). Demensia yang oleh orang awam dikenal dengan kepikunan merupakan istilah deskriptif umum bagi kemunduran intelektual hingga ke titik yang fungsi sosial dan perkerjaan. Demensia terjadi secara sangat perlahan, selama bertahun-tahun, kelemahan kognitif dan behavioral yang hampir tidak terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan menunjukkan ketidakmampuan yang tampak jelas. Kesulitan dalam mengingat banyak hal, terutama berbagai peristiwa baru-baru ini, merupakan gejala utama demensia. Perjalanan demensia dapat progresif, statis, atau melambat, tergantung pada penyebabnya. Banyak orang yang mengalami demensia progresif akhirnya menarik diri dan menjadi apatetis. Pada fase akhir penyakit ini, orang yang bersangkutan kehilangan kecemerlangan dan integritasnya. Pada kerabat dan teman mengatakan bahwa orang yang bersangkutan bukan dirinya lagi. Keterlibatan sosial dengan orang-orang semakin berkurang. Akhirnya, orang tersebut kehilangan kesadaran terhadap sekelilingnya. Pravalensi demensia meningkat seiring bertambahnya usia. Sebuah studi menemukan prevalensi sebesar 1 persen pada orang-orang yang berumur 65 hingga 74,4 persen pada mereka yang berusia 75 hingga 84 tahun, dan 10 persen pada mereka yang berusia lebih dari 84 tahun. Penyebab Demensia Demensia pada umumnya diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu : 1. 2. 3. 4. Penyakit Alzheimer Demensia Frontal Demensia Frontal Subkortikal Demensia Vaskular 1. Penyakit Alzheimer Dalam penyakit Alzheimer, yang ditemukan oleh seorang neurology asal Jerman Alois Alzheimer pada tahun 1906, jaringan otak mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, dan kematian biasanya terjadi 10 atau 12 tahun setelah onset simtom-simtom. Sekitar 100.000 orang Amerika meninggal setiap tahunnya karena penyakit ini. Penderita pada awalnya hanya mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan dalam mengingat materi yang baru dipelajari, dan dapat terlihat seolah pikirannya kosong dan mudah tersinggung, kekurangan yang mungkin diabaikan selama beberapa tahun, namun pada akhirnya mengganggu kehidupan sehari-hari. Riwayat cedera kepala merupakan salah satu faktor risiko menderita penyakit Alzheimer (Gallo & Lebowitz, 1999; Rasmassen dkk., 1995). Berbagai studi longitudinal juga menunjukkan bahwa depresi meningkatkan risiko menderita penyakit Alzheimer, namun tampaknya hanya pada orang-orang yang menunjukkan ketidakmampuan kognitif ringan pada saat studi tersebut dimulai (Bassuk dkk., 1998; Gallo & Lebowitz, 1999). Beberapa faktor lingkungan tampaknya memberikan perlindungan terhadap perkembangan penyakit Alzheimer. Obat-obatan nonsteroid antiperadangan seperti ibuprofen tampaknya mengurangi resiko penyakit Alzheimer (Bassuk dkk., 1998; Gallo & Lebowitz, 1999; Stewart dkk., 1997), seperti halnya nikotin (Whitehouse, 1997). Kelompok obat-obatan yang disebut sebagai statin dan digunakan untuk mengendalikan kolesterol tampaknya juga bersifat protektif (Rockwood dkk., 2002). Sayangnya, faktor-faktor protektif tersebut dapat memiliki efek yang tidak diinginkan, efek merokok yang sangat terkenal pada sistem kardiovaskular dan masalah gastrointestinal serta hati yang disebabkan oleh obat-obatan antiperadangan dan statin. 2. Demensia Frontal-Temporal Tipe demensia ini mencakup 10 persen dari seluruh kasus. Penyakit ini biasanya timbul pada akhir usia 50-an. Selain ketidakmampuan kognitif yang umum terjadi pada demensia, demensia frontal temporal ditandai oleh perubahan perilaku dan kepribadian yang ekstrem. Kadang pasien menjadi sangat apatetik dan tidak responsive terhadap lingkungan mereka; pada waktu lain mereka menunjukkan pola yang berlawanan seperti euphoria, aktivitas yang berlebihan, dan impulsivitas (Levy dkk., 1996). Tidak seperti penyakit Alzheimer, demensia frontal temporal tidak berkaitan erat dengan hilangnya neuron kolinergik; neuron serotonin adalah yang paling berpengaruh. Terjadi pengurangan neuron yang menyebar luas pada frontal dan lobus temporalis. Penyakit Pick adalah salah satu penyebab demensia frontal temporal. Seperti halnya penyakit Alzheimer, penyakit Pick adalah gangguan degenerative di mana neuron-neuron dalam otak yang hilang. Penyakit ini juga ditandai oleh adanya kumpulan Pick, yaitu sisipan berbentuk bulat di dalam neuron. Demensia frontal temporal memiliki komponen genetik yang kuat meskipun spesifikasi genetic tidak diketahui sebaik dalam penyakit Alzheimer (Usman, 1997). 3. Demensia Frontal Subkortikal Demensia tipe ini memengaruhi sirkuit dalam otak yang menjulur dari subkortikal ke korteks. Karena daerah otak subkortikal berperan dalam pengendalian gerakan motorik, kognisi dan aktivitas motorik terpengaruh. 4. Demensia Vaskular Demensia tipe ini merupakan tipe paling umum kedua setelah penyakit Alzheimer. Tipe ini didiagnosis bila seorang pasien yang menderita demensia menunjukkan gejala-gejala neurologis seperti kelemahan pada satu lengan atau refleks-refleks abnormal atau bila pemindaian otak membuktikan adanya penyakit serebrovaskular. Yang paling sering terjadi, pasien mengalami serangkaian stroke di mana terjadi suatu penebalan, yang melemahkan sirkulasi dan menyebabkan kematian sel. Penanganan Demensia Jika penyebab demensia dapat dicegah, penanganan medis yang tepat (seperti mengembalikan keseimbangan hormonal) dapat memberikan manfaat. Terlepas dari banyaknya penelitian, belum ditemukan penanganan yang secara klinis signifikan untuk menghambat atau menyembuhkan penyakit Alzheimer meskipun beberapa jenis obat-obatan. 1. Penanganan Biologis untuk Penyakit Alzheimer Karena penyakit Alzheimer terkait dengan kematian sel-sel otak yang menghasilkan asetilkolin, berbagai studi berupaya untuk meningkatkan kadar neurotransmitter tersebut. Penelitian menggunakan kolin (suatu bentuk awal enzim tersebut yang mengatalisasi reaksi yang menghasilkan asetilkolin) dan fisostigmin (obat yang mencegah tidak berkerjanya asetilkolin) memberikan hasil yang mengecewakan. Tetrahidroaminoakridin (takrin, nama dagang Cognex), yang menghambat enzim yang menghentikan kerja asetilkolin, menghasilkan sedikit perbaikan atau memperlambat laju penurunan kognitif (Qizilbash dkk., 1998). Meskipun demikian, takrin tidak dapat diberikan dalam dosis tinggi karena memiliki efek samping serius; contohnya, dapat meracuni hati. Donepezil (Aricept) memiliki cara kerja dan efek yang sama dengan takrin, namun memiliki efek samping yang lebih sedikit (Rogers dkk., 1998). Hidergin adalah obat lainnya yang disetujui untuk penyakit Alzheimer oleh Food and Drag Administration; namun tampaknya hanya memberikan efek yang sangat kecil (Schneider…Olin, 1994). 2. Penanganan Psikososial Penyakit Alzheimer bagi Pasien dan Keluarganya Meskipun penanganan medis yang efektif untuk Alzheimer belum tersedia, pasien dan keluarganya dibantu untuk menghadapi berbagai efek tersebut. Pendekatan psikologis yang diberikan secara umum bersifat suportif, dengan tujuan utamanya untuk meminimalkan gangguan yang ditimbulkan oleh perubahan behavioral pasien. Tujuan ini dicapai dengan memberikan pasien dan keluarganya untuk membahas penyakit tersebut dan berbagai konsekuensinya, menyediakan informasi yang akurat tentang penyakit itu, membantu keluarga merawat pasien tersebut dirumah, dan mendorong dikembangkannya sikap realistic dan bukan katastrofik dalam menghadapi berbagai isu dan tantangan spesifik yang ditimbulkan oleh penyakit otak ini (Knight, 1996; Zarit, 1980). Pertambahan usia adalah hal yang pasti terjadi pada manusia, oleh sebab itu kita sebaiknya menjaga kesehatan fisik dan mental kita di usia muda sehingga pada saat usia kita menua kita dapat meminimalisir pertumbuhan penyakit pada tubuh kita. Referensi Davidson G.C., Neale J.M., Kring A.M. (2010) Psikologi Abnormal Edisi 9. RajaGrafindo Persada: Jakarta.