PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SIFAT-SIFAT BANGUN RUANG MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA SEKOLAH DASAR Firmansyah1), Siti Istiyati2), Karsono3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta e-mail: 1) [email protected] 2) [email protected] 3) [email protected] Abstract: Purpose of this research is to improve concept understanding of geomatrical characteristic by using Make a Match model. This research is classroom action research (CAR) consisting of two cycles, each cycle consist of four phases, there are planning, action, observation, and reflecting. The data was collected by interview, observation, test, and documentation. The data validity use was triangulation source of data and technique. The data analyzed technique use was the interactive model. The result of this research showed that by using Make a Match model be able to improve the students concept understanding of geomatrical characteristic. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang melalui penerapan model Make a Match. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berlangsung dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi. Uji validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui penggunaan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang. Kata Kunci: Pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang, model kooperatif, tipe Make a Match. Matematika merupakan ilmu universal yang memiliki peranan penting dalam berbagai ilmu serta berperan dalam mengembangkan daya pikir manusia. Sebagai salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran, Matematika mempunyai peranan pen- ting dalam pendidikan. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sundayana, 2015: 2). Besarnya peran Matematika dalam kehidupan menjadikan Matematika sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan diseluruh jenjang pendidikan. Beberapa alasan pentingnya belajar Matematika menurut pernyataan Cornelius (Abdurrahman, 2012: 204) Matematika merupakan salah satu ilmu yang digunakan sebagai sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta sarana untuk mengembangkan kreativitas. Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika tidaklah mudah. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sebagai sumber belajar 1) 2, 3) Mahasiswa Prodi PGSD FKIP UNS Dosen Prodi PGSD FKIP UNS yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses pembelajaran cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar. Sikap siswa yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja, tetapi hampir pada semua mata pelajaran termasuk Matematika. Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran Matematika dapat diukur dari hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Hasil belajar siswa menjadi indikator berhasilnya proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Semakin tinggi hasil belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Pemahaman konsep sangat penting, karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari Matematika. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar Didaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786 yang lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah. Bangun ruang merupakan salah satu kompetensi dasar Matematika yang harus dipelajari oleh siswa di sekolah dasar dan erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu tujuan pembelajaran Matematika materi bangun ruang yaitu mengembangkan pengetahuan dasar Matematika mengenai bangun ruang sebagai bekal belajar lebih lanjut di SMP Pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang yaitu proses mental dalam satuan arti yang berkaitan dengan mengenal dan memahami sifat-sifat bangun ruang, menyamakan sifat-sifat berdasarkan bentuk bangun ruang, dan menentukan identitas dari setiap bangun ruang. Siswa dikatakan paham terhadap konsep sifat-sifat bangun ruang apabila mampu: 1) menjelaskan pengertian bangun ruang; 2) mengklasifikasikan bentuk-bentuk dari bangun ruang; 3) mengidentifikasi volume dan luas permukaan bangun ruang melalui rumus-rumus; 4) mendeskripsikan unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang; 5) menyebutkan unsur-unsur bangun ruang; 6) memahami berbagai jaring-jaring bangun; 7) menyelesaikan berbagai masalah mengenai bangun ruang. Pada kenyataannya di kelas V SD partisipan sebagian siswanya belum memahami konsep sifat-sifat bangun ruang. Hasil pretes pratindakan materi bangun ruang menunjukkan dari 30 siswa kelas V hanya 11 siswa atau 36,67% yang berhasil mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu sebesar 77. Hasil observasi dapat diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan, diantaranya: 1) motivasi belajar Matematika siswa masih kurang karena ketidak tahuan mereka akan tujuan mempelajari materi sifat-sifat bangun ruang, 2) guru yang masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran, 3) siswa tidak berani bertanya ataupun mengemukakan pendapat pada guru, 4) tidak adanya stimulus yang dapat menggugah motivasi siswa, seperti halnya game (permainana), 5) kemandirian siswa dalam mengerjakan soal masih kurang baik, serta banyak siswa yang malas untuk mengerjakan soal secara serius. Diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah akan menuntut siswa untuk berperan aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu pada setiap pelajaran diharapkan seorang guru mampu membuat siswanya berperan aktif, kreatif, inovatif, termotivasi, semangat dan merasa senang. Dengan demikian dapat diharapkan setiap materi pelajaran dapat tertanam dalam benak siswa. Sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan di atas perlu adanya pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Matematika khususnya pada materi sifat-sifat bangun ruang. Model pembelajaran yang berbasis game (permainan) dapat digunakan untuk memotivasi siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan tersebut diterapkanlah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yang juga merupakan model pembelajaran berbasis game (permainan). Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pertama kali dikembangkan pada 1994 oleh Lorna Curran. Salah satu keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match menurut Rusman (2014: 223) adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau teori, meningkatkan kualitas ke dalam suasana yang menyenangkan. Menurut Huda (2013: 253) salah satu keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dengan permainan mencari pasangan kartu, siswa dapat secara langsung menemukan fakta dan lebih termotivasi untuk memahami konsep yang sesuai dengan materi, khususnya pada materi sifat-sifat bangun ruang dalam suasana yang menyenangkan. Tujuan yang diharapkan pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang Didaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786 pada pembelajaran Matematika siswa kelas V SD partisipan di daerah Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. METODE Penelitian ini dilaksanakan di kelas V Sekolah Dasar (partisipan) di daerah Surakarta pada Tahun Ajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; 4) refleksi. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas V SD partisipan di daerah Surakarta pada Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah 30 siswa. Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh dari siswa SD partisipan dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen, foto, dan vi- deo. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi. Uji validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Teknik analisis data menggunakan mo- del analisis interaktif yang dilakukan dengan empat cara, yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL Sebelum melaksanakan tindakan terlebih dahulu diadakan observasi, wawancara, dan tes. Dari hasil tes pratindakan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang menunjukan bahwa sebagian besar siswa belum mencapai KKM yaitu sebesar 77. Data frekuensi nilai pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang siswa pada pratindakan dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Data Frekuensi Nilai Pemahaman Konsep Pratindakan Interval Nilai (fi) (xi) Fi.xi Persentase 45-53 2 49 98 6,67% 54-62 4 58 232 13,33% 63-71 11 67 737 36,67% 72-80 7 76 532 23,33% 81-89 2 85 170 6,67% 90-98 4 94 376 13,33% Jumlah 30 2145 100% Nilai rata-rata = 2145 : 30 = 72 Ketuntasan klasikal = 11 : 30 X 100% = 36,67% KKM = 77 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah yaitu 77. Siswa yang mendapat nilai di atas KKM hanya 36,67% sedangkan 63,33% belum mencapai KKM. Dari hasil analisis tersebut, maka diperlukan tindakan lanjutan untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang. Salah satu solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Sebelum diadakan tindakan siklus I terlebih dahulu guru kelas dan peneliti merencanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Setelah diadakan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diperoleh nilai pemahaman konsep siswa meningkat dari sebelum tindakan menjadi sebesar 86,67% atau 26 dari 30 siswa mendapat nilai di atas KKM (≥77), sedangkan 13,33% atau 4 siswa belum mencapai KKM. Data nilai pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang siklus I dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Data Frekuensi Nilai Pemahaman Konsep Siklus I Interval Nilai (fi) (xi) Fi.xi Persentase 45-53 1 49 49 3,33% 54-62 1 58 58 3,33% 63-71 2 67 134 6,67% 72-80 9 76 684 30% 81-89 15 85 1275 50% 90-98 2 94 188 6,67% Jumlah 30 2388 100% Nilai rata-rata = 2388 : 30 = 80,41 Ketuntasan klasikal = 26 : 30 X 100% = 86,67% KKM = 77 Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui terjadi peningkatan ketuntasan klasikal dan nilai rata-rata kelas dari pratindakan. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai di atas KKM yang ditentukan oleh sekolah ada 26 siswa (86,67%), dan di bawah KKM ada 4 siswa (13,33%). Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti mendapatkan temuan bahwa : 1) dalam proses pembelajaran guru belum sepenuhnya mengacu pada RPP yang telah dibuat sehingga masih terdapat poin-poin kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai Didaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786 perencanaan; 2) siswa terlihat antusias dan sangat bersemangat dalam belajar artinya terjadi pening- katan kualitas proses pembelajaran, namun dalam kondisi tersebut masih ada beberapa siswa yang tidak mengerti makna pembelajaran yang sedang berlangsung. Beberapa diantara mereka yang hanya bermain dan tidak mengerjakan tugas; 3) guru belum melaksanakan alokasi waktu KBM dengan baik; 4) proses pembelajaran lebih interaktif dibandingkan sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Guru dan siswa mulai aktif berkomunikasi multi arah mengemukakan pendapat dan pertanyaan mengenai materi pelajaran. Berdasarkan refleksi pada kegiatan siklus I masih banyak kekurangan yang terjadi saat pembelajaran berlangsung, maka peneliti mencari solusi dengan memberikan arahan kembali kepada siswa tentang pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe Make a Match. Selain itu, guru akan memberikan arahan yang lebih intensif sehingga pembelajaran menjadi efektif, serta mengelola waktu lebih baik sehingga sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan pada siklus II dengan berpedoman pada hasil refleksi siklus I. Berdasarkan kekurangan yang ditemukan pada siklus I maka guru kelas dan peneliti melanjutkan pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran pada si- klus II. Setelah dilaksanakan pelaksanaan tindakan siklus II diperoleh data nilai pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang meningkat dari siklus I yaitu siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (77) hanya 2 siswa atau 6,67%. Sedangkan siswa yang mem peroleh nilai ≥77 ada 28 siswa atau 93,33%. Nilai pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang pada siklus II dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Data Frekuensi Nilai Pemahaman Konsep Siklus II Interval Nilai 45-53 54-62 (fi) 0 0 (xi) 49 58 Fi.xi 0 0 Persentase 0% 0% 63-71 1 67 67 3,33% 72-80 2 76 152 6,67% 81-89 19 85 1615 63,33% 90-98 8 94 752 26,67% Jumlah 30 2586 100% Nilai rata-rata = 2586 : 30 = 86,58 Ketuntasan klasikal = 28 : 30 X 100% = 93,33% KKM = 77 Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui terjadi peningkatan ketuntasan klasikal dan nilai rata-rata kelas dari siklus I. Pada siklus II siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 28 siswa (93,33%), dan di bawah KKM ada 2 siswa (6,67%). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil data yang disajikan dalam deskripsi pratindakan, deskripsi hasil tindakan siklus I dan siklus II, dan perbandingan hasil tindakan antar siklus maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berhasil meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas V SD partisipan di daerah Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Peningkatan pemahaman konsep sifatsifat bangun ruang ditunjukan dengan penilaian rata-rata pemahaman konsep siswa dari pratindakan sampai siklus II. Sebelum guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, nilai rata-rata pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang sebesar 72 dengan persentase ketuntasan 36,67% atau 11 siswa yang mampu mendapat nilai ≥77. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pada siklus I, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 80,41 dengan persentase ketuntasan 86,67% atau sebanyak 26 siswa yang mampu mencapai nilai KKM ≥77. Berdasarkan observasi dan diskusi dengan guru kelas, pada kegiatan siklus I masih banyak kekurangan serta kelemahan yang terjadi saat pembelajaran berlangsung, maka peneliti mencari solusi dengan memberikan arahan kembali kepada siswa tentang pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Selain itu, guru akan memberikan arahan yang lebih intensif sehingga pemDidaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786 belajaran menjadi efektif, serta mengelola waktu lebih baik sehingga sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan pada siklus II dengan berpedoman pada hasil refleksi siklus I. Berdasarkan obsevasi dan diskusi bersama guru kelas, hal tersebut dikarenakan masih ada kekurangan pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, kekurangan tersebut diantaranya adalah, guru belum sepenuhnya mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat sehingga masih terdapat poin-poin kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai perencanaan. Proses pembelajaran pada siklus I lebih interaktif dibandingkan sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Guru dan siswa mulai aktif berkomunikasi multi arah mengemukakan pendapat dan pertanyaan mengenai materi pelajaran. Kinerja guru dan aktivitas siswa sudah dalam kategori baik. Dari hasil observasi tersebut, peneliti dengan guru kelas sepakat melan- jutkan tindakan ke siklus II dengan memper- baiki kekurangan yang terdapat pada siklus I. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II, diketahui bahwa nilai rata-rata pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang siswa kelas V mengalami peningkatan dari sebesar 80,41 pada siklus I meningkat menjadi 86,58 pada siklus II, dengan persentase ketuntasan 93,33% atau sebanyak 28 siswa dari 30 siswa yang telah mendapatkan nilai ≥77. Dari 30 siswa, masih ada 2 siswa yang belum tuntas nilai ≤77. Hal ini disebabkan karena kedua siswa tersebut memiliki daya pikir yang lemah, hal ini perlu tindakan dengan memberi bimbingan khusus kepada siswa tersebut. Hasil pratindakan, siklus I dan siklus II masih ada siswa yang memerlukan bimbingan khusus, namun secara keseluruhan indikator kinerja yang ditetapkan dalam penelitian ini telah tercapai, dan telah menunjukkan peningkatan pemahaman konsep siswa terhadap materi bangun ruang dalam mata pelajaran Matematika. hasil pencapaian telah melampaui target indikator yang telah peneliti tetapkan, ketuntasan siswa yang telah dicapai sebesar 93,33% menunjukkan bahwa pencapaian yang diperoleh dalam siklus II sudah diatas target indikator yaitu sebesar 80%. Peningkatan yang terjadi merupakan dampak dari perubahan aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa menjadi antusias dan lebih tertarik dikarenakan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match siswa lebih termotivasi, senang serta lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusman (2012: 223), model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan sejalan dengan pendapat Huda (2013: 253) yang menyatakan bahwa salah satu keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan sebanyak dua siklus pada materi sifat-sifat bangun ruang pada mata pelajaran matematika, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang siswa kelas V SD partisipan di daerah Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Peningkatan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang diketahui dengan hasil tes evaluasi pada siklus I dan siklus II menunjukkan peningkartan rata-rata dan persentase ketuntasan secara klasikal. Ratarata nilai pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang pada pratindakan 72 dengan ketuntasan klasikal sebesar 36,67% atau 11 siswa dari 30 siswa yang mencapai nilai KKM ≥77. Siklus I sebesar 80,41 dengan ketuntasan klasikal 86,67% atau 26 siswa yang mencapai nilai KKM ≥77. Siklus II sebesar 86,58 dengan ketuntasan klasikal Didaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786 93,33% atau 28 siswa yang mencapai nilai KKM ≥77. Didaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. (2012). Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnosis, dan Remediasinya). Jakarta: Rieneka Cipta. Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Sundayana, R. (2015). Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Alfabeta. Didaktika Dwija Indria ISSN: 2337-8786