1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karies adalah proses demineralisasi jaringan keras gigi akibat aktivitas
metabolisme bakteri. Terjadinya karies melibatkan pejamu yang rentan, bakteri
penyebab karies, dan substrat untuk bakteri. Bakteri penyebab karies di antaranya
adalah Streptococci, Lactobacilli, dan Actinomycetes (Quivey, 2006). Meskipun
Streptococcus mutans sekarang dianggap sebagai bakteri yang dominan untuk
inisiasi karies, beberapa bakteri dalam biofilm plak juga berpartisipasi dalam
perkembangan lesi
karies,
yaitu
Streptococci
(Streptococcus
salivarius,
Streptococcus sanguis, Streptococcus sobrinus), Lactobacilli (Lactobacillus
acidophilus, Lactobacillus casei), dan Actinomycetes (Actinomyces viscosus, dan
Actinomyces naeslundii) (Ryan dan Ray, 2010). Organisme-organisme tersebut
menghasilkan
asam-asam
organik,
terutama
asam
laktat,
dengan
cara
memfermentasikan karbohidrat di permukaan gigi. Penurunan pH hingga di
bawah 5,5 mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi kemudian terjadi
pembentukan lubang kecil yang disebut karies gigi (Sharma dkk., 2011). Karakter
dasar dari lesi karies adalah berkembang dari permukaan gigi, baik enamel atau
sementum kemudian berlanjut ke dentin dan akhirnya pulpa (Ryan dan Ray,
2010).
Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri (Wilson dan
Kornman, 2003). Plak gigi merupakan deposit gigi yang terbentuk pada
permukaan gigi yang hampir seluruhnya terdiri dari bakteri yang berasal dari flora
1
2
normal mulut (Ryan dan Ray, 2010). Secara klinis plak merupakan substansi
terstruktur, lunak dan berwarna kuning keabuan yang melekat erat pada
permukaan keras di dalam rongga mulut termasuk pada restorasi lepasan atau
cekat (Newman dkk., 2006).
Lactobacillus sangat berperan dalam pembentukan plak gigi yang
merupakan faktor utama penyebab karies gigi (Badet dan Thebaud, 2008). Spesies
Lactobacillus merupakan bakteri gram positif yang tidak berspora dengan selnya
berbentuk bacillus (batang) dan bersifat fakultatif anaerob yang ditemukan di
mulut, lambung, usus, dan tractus genitourinary (Murray dkk., 2005).
Lactobacilli sering menjadi agen terjadinya lesi karies sekunder yang dapat
mempercepat demineralisasi permukaan gigi (Quivey, 2006). Lactobacillus
acidophilus menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir fermentasi
karbohidrat. Bakteri tersebut berperan dalam metabolisme glukosa di mulut yaitu
dengan menghasilkan asam organik yang menurunkan pH di mulut hingga kurang
dari 5. Rendahnya pH ini akan menyebabkan terjadinya dekalsifikasi dan
dimulainya pembusukan gigi (Sharma dkk., 2011).
Peningkatan insidensi karies dapat dicegah dengan prinsip-prinsip
pencegahan karies secara efektif (Evans dkk., 2008). Menurut Sriyono (2007)
dalam mengatasi masalah kesehatan gigi, usaha kuratif yang dapat dilakukan
dengan mengadakan perawatan gigi serta usaha preventif dengan mencegah
terjadinya karies pada gigi yang masih sehat. Tindakan pencegahan primer adalah
strategi untuk mencegah permulaan terjadinya penyakit, untuk membalikkan
3
proses perkembangan penyakit atau untuk menghentikan proses penyakit sebelum
pencegahan sekunder dilakukan.
Akumulasi plak dapat dicegah dengan pelaksanaan kontrol plak. Salah satu
metode kontrol plak secara kimawi adalah dengan menggunakan obat kumur
(Newman dkk., 2006). Obat kumur yang mengandung antibakteri dapat mencegah
pembentukan plak (Sumono dan Wulan, 2009), karena antibakteri merupakan
suatu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri
(Marsh dan Martin, 2009). Aktivitas antikaries yang optimal dapat dicapai dengan
menggunakan obat kumur yang tepat sebagai langkah untuk mencegah
terbentuknya dan perkembangan karies gigi (Oluremi dkk., 2010). Salah satu obat
kumur yang umum digunakan adalah chlorhexidine (Brooks dan Carroll, 2010).
Chlorhexidine efektif sebagai bahan antiplak dan dapat mencegah perkembangan
gingivitis
(Eley
dan
Manson,
2004).
Penggunaan
chlorhexidine
yang
berkepanjangan dapat menyebabkan pewarnaan gigi dan mengiritasi mukosa
(Marsh dan Martin, 2009).
Di Indonesia, dikenal lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat. Namun, baru
1.000 jenis tanaman telah terdata dan baru sekitar 300 jenis yang sudah
dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Hariana, 2009). Salah satu contoh
tanaman obat tradisional adalah daun sirih merah (Piper crocatum) yang berguna
sebagai obat sariawan, obat sakit gigi, obat keputihan, dan untuk menghilangkan
bau badan (Sudewo, 2005), namun bukti klinis dari efektivitas daun tersebut
masih sangat minim. Hal ini kemungkinan disebabkan sirih merah (Piper
crocatum) belum lama dikenal oleh masyarakat luas, sehingga informasi masih
4
sangat sedikit, demikian juga dengan jurnal ilmiah baik di dalam maupun luar
negeri (Juliantina dkk., 2009).
Beberapa penelitian telah melaporkan aktivitas daun sirih merah sebagai
antibakteri dan antifungi. Berdasarkan hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan
tanaman ini memiliki kandungan kimia seperti alkaloid, minyak atsiri, flavonoid
dan tannin yang merupakan turunan fenol (Sudewo, 2005; Supomo dan Moerfiah,
2011). Fenol merupakan antibakteri yang dapat mendenaturasi protein sel dan
merusak sel bakteri. Persenyawaan fenolat dapat bersifat bakterisidal atau
bakteriostatik tergantung pada konsentrasi yang digunakan (Pelczar dan Chan,
2009). Ekstrak etanol sirih merah dilaporkan memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan dan membunuh bakteri Streptococcus aureus (Gram positif) pada
konsentrasi 25% dan Escherichia coli (Gram negatif) pada konsentrasi 6,25%
(Juliantina dkk., 2009). Perbedaan teknik pengolahan daun sirih berpengaruh
terhadap pertumbuhan Streptococcus alpha yang diisolasi dari plak gigi secara in
vitro. Daun sirih yang diolah dengan cara direbus pada konsentrasi 25%
menyebabkan Streptococcus alpha tidak tumbuh (Santosa, 1985). Menurut
penelitian Dhika dkk. (2007) Kadar Hambat Minimum (KHM) air seduhan daun
sirih terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi 25% dan Kadar Bunuh
Minimum (KBM) air seduhan daun sirih terhadap Streptococcus mutans pada
konsentrasi 100%. Menurut penelitian Nurtriani (2010) pada konsentrasi yang
sama yaitu 6,25%, daya antibakteri larutan kumur ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) lebih besar daripada ekstrak daun sirih hijau (Piper betle).
5
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut tidak menutup kemungkinan
bahwa kandungan senyawa flavonoid dan tannin yang merupakan turunan fenol
dalam daun sirih merah (Piper crocatum) dapat menghambat pertumbuhan
Lactobacillus acidophilus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
latar
belakang
tersebut
dapat
dirumuskan
permasalahan yaitu apakah terdapat pengaruh cara pengolahan dan jumlah daun
sirih merah (Piper crocatum) terhadap pertumbuhan Lactobacillus acidophilus?
C. Keaslian Penelitian
Juliantina dkk. (2009) telah meneliti tentang pengaruh sirih merah sebagai
agen anti bakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan metode
uji dilusi berupa pengenceran serial, namun belum pernah dilakukan penelitian
mengenai pengaruh air rebusan dan air seduhan daun sirih merah (Piper
crocatum) terhadap pertumbuhan Lactobacillus acidophilus. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Juliantina dkk. (2009) adalah bahwa ekstrak etanol sirih merah
(Piper crocatum) mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri gram positif
(Staphylococcus aureus ATCC 25923) dan terhadap gram negatif (Escherichia
coli ATCC 35218). Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM) Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25% sementara untuk
Escherichia coli Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM) pada konsentrasi 6,25%.
6
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pengolahan dan
jumlah daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap pertumbuhan Lactobacillus
acidophilus.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Sumber informasi tentang air rebusan dan air seduhan daun sirih merah (Piper
crocatum) dalam menghambat pertumbuhan Lactobacillus acidophilus.
2. Memberikan informasi bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa dalam
bidang kedokteran gigi pada khususnya mengenai khasiat daun sirih merah
sebagai upaya pencegahan karies.
3. Penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut dalam usaha
mengembangkan sirih merah (Piper crocatum) sebagai obat kumur dalam
upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
Download