The Habitat Agenda: Chapter IV

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam UN Documents : The Habitat Agenda: Chapter IV: C. Sustainable human
settlements development in an urbanizing world (1996) menjelaskan mengenai
Improving Urban Economic atau meningkatkan ekonomi perkotaan, dikenal dengan
istilah urban economy adalah integrasi antara proses transformasi ekonomi dengan
pembangunan. Pembangunan ekonomi dan penyediaan layanan dapat ditingkatkan
melalui perbaikan kegiatan pemukiman manusia, seperti revitalisasi perkotaan,
konstruksi, peningkatan dan pemeliharaan fasilitas infrastruktur, dan bangunan dan
pekerjaan sipil. Di dalam tindakan yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi
perkotaan dikatakan dalam UN Document ke-162 No. 2 bahwa peningkatan ekonomi
perkotaan dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari langkah-langkah untuk
transisi struktural dan ekonomi seperti mempromosikan fungsi terintegrasi dari pasar
perumahan dengan perumahan. Oleh sebab itu bangunan yang dipilih oleh penulis
dalam tugas akhir ini adalah pasar yang dihubungkan dengan fungsi hunian, dalam
hal ini pasar tradisional dan rumah susun.
Bila berbicara mengenai pasar tradisional maka peremajaan pasar tradisional
menjawab salah satu tindakan perbaikan ekonomi kota untuk aspek peningkatan dan
pemeliharaan fasilitas karena pasar tradisional merupakan fasilitas penunjang
kegiatan ekonomi dalam hal ini perdagangan mikro. Lebih luas lagi, pasar tradisional
merupakan sebuah ruang publik yang difungsikan sebagai pusat perdagangan yang
berarti terjadi proses interaksi sosial antara pedagang dengan pembeli yaitu tawar
menawar harga. Sebagai penggerak perekonomian kota pasar tradisional merupakan
wadah Unit Usaha Mikro dan Mengengah (UMKM) yang umlah unit usahanya
berkontribusi mencapai 99,99 persen menurut Ferry Mursyidan Baldan, juru bicara
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebagai penggerak ekonomi perkotaan peremajaan
menjadi hukum wajib untuk menyelamatkan pasar tradisional tutur Wakil Ketua
Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang UMKM, Sandiaga
Uno. Peremajaan dilakukan agar rancangan bangunan pasar tradisional dapat
menopang kegiatan di dalamnya. Dewasa ini, keberadaan pasar tradisional mulai
tersaingi dengan keberadaan pasar modern dilihat dari tingkat penjualannya. Menurut
1
2
survei dari AC Nielsen hal ini disebabkan oleh citra negatif dari pasar tradisional
terutama pada citra fisik sehingga konsumen beralih kepada retail atau pasar modern.
Gambar 1. Perbandingan Daya Jual Pasar Modern, Retail, dan Pasar Tradisional
Sumber: varia.id, diakses pada 10 September 2015
Berdasarkan catatan PD Pasar Jaya, dari total 152 pasar, 139 unit pasar kecil dan
13 unit pasar besar atau pasar regional. Secara rinci di Jakarta Pusat terdapat 34 unit
pasar kecil, Jakarta Barat 25 unit pasar kecil, Jakarta Utara terdapat 27 pasar kecil,
Jakarta Timur terdapat 29 unit pasar kecil, dan Jakarta Selatan terdapat 24 unit pasar
kecil. Bedasarkan sumber yang sama hanya 27 pasar yang aspek fisik bangunannya
masih baik. Sisanya, 111 pasar dalam kondisi fisik bangunan rusak sedang atau berat
dan hanya 13 pasar mengalami rusak ringan padahal bila ditelusuri secara lebih
mendalam pasar tradisional masih menjadi pusat penyedia kebutuhan pangan
perkotaan (Sumber : Website Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati,
2013, diakses pada 2 Oktober 2015). Sebagai ruang publik yang difungsikan untuk
perdagangan maka peranan dari pengelola maupun konsumen sangat penting.
Suasana pasar yang nyaman dan bersih menjadi daya tarik bagi konsumen yang
dapat diupayahkan oleh pihak pengelola itu yang masih jarang terlihat pada pasar
tradisional di Jakarta.
Selain itu seiring dengan berkembangnya pembangunan di Jakarta, semakin
banyak investor yang mengembangkan bisnis di kota ini. Hal tersebut menimbulkan
lapangan-lapangan kerja baru yang diikuti dengan banyaknya tenaga kerja yang
masuk ke Jakarta. Akibatnya jumlah penduduk mengalami peningkatan yang
signifikan dari tahun ke tahun. Menurut data statistik jumlah penduduk kota Jakarta
pada bulan November 2011 mencapai 10.187.595 jiwa dan terus mengalami
peningkatan (Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
3
Administratif, 2011). Peningkatan jumlah penduduk yang signifikan tentunya
menyebabkan kebutuhan tempat tinggal juga mengalami peningkatan yang cukup
tinggi. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jakarta, prediksi jumlah
kebutuhan tempat tinggal di kota Semarang pada tahun 2020 adalah 486.316 unit.
Kebutuhan tempat tinggal ini terbagi atas 10% hunian tipe besar, 30% hunian tipe
sedang, dan 60% hunian tipe kecil. Dengan munculnya gaya hidup modern di kota
Jakarta, saat ini masyarakat Jakarta ingin tinggal di daerah yang dekat dengan pusat
kota. Minat masyarakat untuk tinggal di daerah pinggiran kota semakin menurun,
dengan alasan jauh dari pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, sekolah, dan fasilitas
umum lainnya. Sementara ketersediaan lahan di daerah pusat kota saat ini semakin
menipis dan harganya pun semakin menjulang. Perkembangan perumahan secara
horizontal dirasa sudah tidak relevan lagi. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan mengembangkan area hunian secara vertikal, yaitu rumah
susun.
Berangkat dari kurangnya lahan untuk hunian terutama bagi warga Jakarta
kategori menengah atau menengah kebawah menjadi latar belakang Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengusulkan adanya penggabungan fungsi antara
pasar dengan rumah susun dengan pemikiran bahwa adanya hubungan antara hunian
dan pasar tersebut dapat menciptakan peningkatan ekonomi di sektor mikro,
memajukan usaha kecil milik penghuni atau pedagang. Selain itu, penggabungan
fungsi tersebut dapat menghemat penggunaan lahan di Jakarta. MetroTV News
(2015) mengabarkan bahwa kawasan perdagangan Pasar Rumput akan dijadikan
pasar terintegrasi hunian yang memiliki ketinggian 26 lantai. Lantai pertama sampai
lantai dua akan difungsikan sebagai area pasar sedangkan lantai diatasnya akan
difungsikan sebagai hunian. Hunian akan terdiri dari 2 tower yang berisikan kurang
lebih 1.220 unit hunian sewa yang diperuntukan bagi pedagang Pasar Rumput dan
masyarakat mengengah kebawah yang mendapat dampak penggusuran di Jakarta.
Peruntukan rumah susun tersebut untuk masyarakat kelas menengah bawah yang
belum memiliki rumah tetap dengan sistem sewa.
Pasar yang berlokasi di Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Kelurahan Pasar
Manggis ini dipilih atas dasar karena pasar tersebut mengakomodasi tidak hanya
masyarakat dari Jakarta Selatan namun Jakarta Pusat, Tangerang Selatan, dan telah
4
beroperasi sejak 1964. Salah satu dari 111 pasar tradisional yang memiliki keadaan
fisik yang rusak parah adalah Pasar Rumput di Jakarta Selatan. Pasar Rumput
merupakan salah satu pasar yang memenuhi kriteria pasar Tipe A menurut Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48 karena memiliki luas lebih dari
3.000 m2 dan merupakan pusat ekonomi yang terdapat di Jakarta Selatan. Pasar
dengan 1.780 kios tersebut memiliki akses kendaraan umum yang memadahi
menjadikan Pasar Rumput menjadi pilihan warga Jakarta Selatan untuk memenuhi
kebutuhan pokok akan tetapi citra Pasar Rumput mulai surut karena kondisi fisik
pasar yang memprihatinkan apalagi setelah kebakaran yang menghancurkan sebagian
besar bangunan pada tahun 1999 dan 2014.
Gambar 2. Kondisi Fisik Pasar Rumput
Sumber: www.google.com, diakses pada 1 September 2015
Kerusakan yang dapat ditemukan di pasar tersebut cukup beragam mulai dari
kerusakkan kecil seperti keramik pecah, sedang, sampai parah seperti area
perdagangan yang terbakar akibat sering terjadinya arus pendek listrik menambah
kondisi yang memprihatinkan dari pasar ini. Pada pertengahan tahun 2013, Gubernur
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, telah merelokasi PKL yang menghambat arus lalu
lintas di Jalan Sultan Agung namun mobilisasi kendaraan masih terhambat di
wilayah Pasar Rumput. Kenyataan yang harus dihadapi saat ini sirkulasi kawasan
Pasar Rumput terlihat tidak tertata dengan baik, pemukiman yang berada di sekitar
lokasi pasar menjadikan lantai 1 bagian rumah mereka menjadi kios atau lapak
sehingga memakan badan jalan dan menghambat sirkulasi yang terjadi di sekitar
kawasan ini. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan ruang untuk berdagang yang lebih
besar sekaligus kebutuhan untuk bermukim. Selain tidak adanya penyelarasan barang
yang diperdagangkan membuat pedagang cenderung asal dalam memilih lapak untuk
berdagang.
5
Gambar 3. Kios Berfungsi Ganda
Sumber: www.google.com, diakses pada 1 September 2015
Banyak bagian bangunan yang sudah tidak kokoh lagi, ditambah dengan
terbatasnya ruang gerak yang diakibatkan perkembangan jumlah barang dagangan
tidak diiringi dengan penambahan area atau lapak untuk berdagang. Kondisi ini yang
menjadikan Pasar Rumput terlihat sangat kumuh. Bergerak dari keadaan ini perlu
diadakan upaya menanggulangin permasalahan pada Pasar Rumput agar tetap dapat
merangkul penduduk golongan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Jika dilihat dari permasalahan yang ada terlihat jelas bahwa Pasar Rumput
mengalami penurunan kualitas lingkungan. Kondisi ini mengakibatkan potensi
perekonomian di daerah tersebut tidak berjalan maksimal. Peningkatan dan
perbaikan fungsi sangatlah perlu dilakukan pada pasar tersebut mengingat pasar
tersebut sudah menjadi pusat perdagangan di Jakarta Selatan. Melihat dari
kebutuhannya maka solusi yang akan dilakukan bergerak seputar peremajaan atau
perbaikan daya hidup, peremajaan kawasan Pasar Rumput menjawab kebutuhan
Kota Jakarta mengenai bangunan atau kawasan fungsi ganda, pasar tradisional dan
rumah susun, baik secara fisik maupun non-fisik yang responsif terhadap kehidupan
sosial (Martokusumo, 2008). Dengan menggabungkan kedua fungsi tersebut secara
tidak langsung akan mengkondisi ulang pasar menjadi pasar yang bersih, nyaman,
aman dan sehat serta meningkatakan tingkat ekonomi penghuni rumah susun karena
jarak ke pasar menjadi lebih dekat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah atau isu pokok disimpulkan bahwa masalah yang ada pada
lokasi tapak tersebut adalah : Bagaimana cara menggabungkan fungsi pasar dengan
hunian pada Pasar Rumput Jakarta Selatan?
6
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian pada kawasan Pasar Rumput adalah
sebagai berikut : Peremajaan kawasan Pasar Rumput menjadi kawasan pasar yang
digabungkan dengan hunian
1.4. Ruang Lingkup
1.4.1. Ruang Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan dan permasalahan pada penelitian ini mengenai
pengembangan bersifat peremajaan Pasar Rumput sebagai pasar tradisional yang
digabungkan dengan fungsi hunian.
1.4.2. Ruang Lingkup Kawasan
Tabel 1. Tabel Ruang Lingkup Kawasan
K2 - Kawasan Perdagangan Pasar Rumput
Jalan Sultan Agung
Pasar Manggis
Setiabudi
Jakarta Selatan
Batas Tapak
Jalan Sultan Agung
Utara
Jalan Menteng Wadas Timur, Perumahan
Timur
Kantor Polisi Jaya/Jayakarta
Barat
Jalan Lingkar Pasar Rumput/Jalan Ujung, Perumahan
Selatan
Regulasi
Sumber : http://sosialisasirdtrdkijakarta.com diakses pada 1 September 2015
Alamat
Kecamatan
Kelurahan
Kota Adm.
1.5. State of The Art
Pada state of the art ini penulis mengambil beberapa contoh penelitian terdahulu
sebagai panduan, contoh yang diambil berupa jurnal-jurnal dan prosiding pendidikan
mengenai topik terkait perkembangan ekonomi kota, itu mengenai pasar tradisional,
atau proyek peremajaan pasar.
7
Tabel 2. Tabel State of The Art
Judul
Penulis
Tahun
1
2
3
4
5
Isu, Tujuan, dan
Kriteria
Perancangan
Pasar
Tradisional
Eksistensi Pasar
Tradisional
Ditinjau Dari
Konsep Geografi,
Interaksi Sosial
Dan Perilaku
Produsen
Konsumen
Rumah Susun
Sebagai Bentuk
Budaya
Bermukim
Masyarakat
Modern
Vertical Cities
as A Solution
For Land
Scarcity: The
Tallest Public
Housing
Development in
Singapore
An Empirical
Study of The
Efficacy of
Mixed-Use
Development:
The Seattle
Experience
Woro
Kristiningtyas
Samsul Bahrir
K M Grace
Wong
James R.
DeLisle, Terry
V. Grissom
Agus S.
Ekomadyo dan
Sutan
Hidayatsyah
2012
Tujuan
Penelitian
Menemukan
solusi isu yang
beredar di
tengah
keterpurukan
pasar tradisional
Lokasi
Jakarta
Masalah
Tuntutan
terhadap kondisi
fisik maupun
non-fisik pasar
tradisional
Metode
Penelitian
Literatur
Simpulan
Aspek
Perancangan
Pasar : arsitektur
kota, standar
fungsional
pasar, dan
penciptaan
karakter lokal
2012
Mengkaji
eksistensi pasar
tradisional ditinjau
dari konsep
geografi, interaksi
sosial dan perilaku
pedagang-pembeli
Semarang
Isu mengenai pasar
tradisional yang
mulai tertinggal
jauh peningkatan
penjualannya
dibandingkan
dengan pasar
modern
2005
2005
Meneliti
mengenai
hunian vertikal
dan dampaknya
kepada
penggunaan
lahan
Singapura
Meneliti dampak
pemahaman mixuse pada
revitalisasi
perkotaan
Rumah susun
merupakan
proyek
modernisme yang
merugikan atau
menguntungkan
Pro kontra
mengenai
hunian vertikal
yang diterapkan
di Singapura
Konsep mix-use
diterapkan
hampir di
seluruh
bangunan di
Kota Seatlle
Kualitatif
Literatur
Observasi
Kuantitatif
Pasar tradisional
masih terbilang
dapat bertahan
dalam kurun waktu
10 tahun ini namun
adanya dukungan
dari pihak negeri
maupun swasta
akan membantu
menjaga eksistensi
keberadaan pasar
tradisional
Rumah susun
terkadang
dibangun hanya
berdasarkan
aspek arsitektural
tanpa
mementingkan
aspek sosial dan
keamanan yang
sebenarnya justru
menentukan
kenyamanan
penghuni
Di Singapura
banyak hunian
vertikal
digabungkan
dengan fungsi
lain seperti retail
dan komersil
yang dikelola
oleh penghuni
memberikan
dampak bagi
lingkungan
sekitar dalam
hal sosial
ekonomi
Konsep tersebut
menjawab
kebutuhan kota
yang
berkelanjutan
dan dalam aspek
mikro
mempengaruhi
tingkat ekonomi
suatu wilayah
Meneliti
keterkaitan fungsi
rumah susun
dengna kebutuhan
masyarakat
dewasa ini
Sumatera Utara
2011
Seattle
8
Download