GAMBARAN KONSEP DIRI PADA KLIEN DEWASA MUDA

advertisement
GAMBARAN KONSEP DIRI PADA KLIEN DEWASA MUDA
DENGAN KOLOSTOMI PERMANEN DI YAYASAN KANKER
INDONESIA JAKARTA PUSAT
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
Yuniska Pratiwi
108104000007
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
RIWAYAT HIDUP
Nama
: YUNISKA PRATIWI
Tempat, Tanggal Lahir
: Tangerang, Oktober 1990
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Arafah Raya Blok E2 No.52 RT/RW 04/10
Kelurahan Panunggangan Barat kecamatan
Cibodas, Kota Tangerang, Banten
Anak ke
: 9 dari 10 bersaudata
Telepon
: 085781190436
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. SD Negeri Cimone 6
tahun 1996-2002
2. SMP Negeri 6 Tangerang
tahun 2002-2005
3. MA Negeri 1 Tangerang
tahun 2005-2008
4. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2008-2013
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, April 2013
Yuniska Pratiwi, NIM : 108014000007
Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dewasa Muda Dengan Kolostomi
Permanen di Yayasan Kanker Indonesia Jakarta Pusat
xiv + 72 Halaman + 2 Tabel + 1 Bagan+ 5 Lampiran
ABSTRAK
Kolostomi ialah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam
kolon iliaka (asendens), tempat mengeluarkan feses.Kolostomi
dibuat agar klien dapat bertahan hidup lebih lama dan untuk membantu
mereka kembali kehidup yang lebih sehat dan produktif serta
meningkatkan kualitas hidupnya. Klien dengan kolostomi menghadapi
beberapa masalah, baik fisik dan psikologis, misalnya kebocoran yang
disebabkan oleh kegagalan menempelnya perekat kantung dan kesulitan
dalam menjaga kantung. Masalah tersebut sangat berpontensi untuk
mempengaruhi
konsep
diri
klien
terhadap
kondisi
yang
dialaminya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep
diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen di Yayasan
Kanker Indonesia Jakarta Pusat.Penelitian ini menggunakan studi kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi.Sampel dalam penelitian dipilih dengan
menggunakan teknik jenis Purposive Sampling dengan pendekatan
sampling Homogen.Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
mendalam. Penelitian ini menghasilkan sembilan belas tema yaitu :
stresor, adaptasi transisi sehat sakit, perubahan fungsi eliminasi tubuh,
keterbatasan aktivitas, penilaian kepuasan terhadap bentuk tubuh, alasan
penilaian bentuk tubuh., faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri,
pencapaian ideal, indikator keberhasilan, respon emosional, respon
kehilangan, sumber pembentukan harga diri, peran dikeluarga, tugas
perkembangan, stresor, sikap terhadap penerimaan, pengakuan jenis
kelamin, penilaian diri terhadap tujuan hidup, penilaian koping.Peneliti
menyarankan agar klien dapat berbagi pengalaman dengan sesama
penderita untuk meningkatkan penerimaan dan pembentukan konsep diri
yang positif.
Kata kunci : dewasa muda, kolostomi, konsep diri
Daftar bacaan : 32 (1998-2011)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF NURSING
Undergraduate Thesis, April 2013
Yuniska Pratiwi, ID Number : 108104000007
Picture of Self-Concept In Young Adults Client With A Permanent
Colostomy at Indonesia Cancer Foundation Central Jakarta
xiv + 72 Halaman + 2 Tabel + 1 Bagan+ 5 Lampiran
ABSTRACT
Colostomy is a hole made through the abdominal wall into the iliac colon ,
the place to secrete feces. Colostomy made so that the client may survive
longer and to help them return a more healthy life and a productive and
improve the quality of life. Clients with a colostomy faced some problems,
both physical and psychological, such leaks caused by the failure of the
adhesive attachment of the bag and the difficulty in keeping the bag. The
problem is so equally harmful to influence self-concept clients against it
condition. This research aims to see the picture of self-concept in young
adultsclient with a permanent colostomy at Indonesia Cancer Foundation
Central Jakarta. This research uses a qualitative study with
phenomenological approach. The samples in this study were selected using
purposive sampling technique type Homogeneous sampling approach.
Data collection was done by in-depth interviews. This research resulted
nineteen themes, namely: stressor, adaptations healthy and diseased
transitions, changes in the body's elimination functions, activity
limitations, assessment of satisfaction with body shape, body shape
valuation grounds., Factors that affect ideal self, ideal achievement,
success indicators, emotional response, loss of response, the source of the
formation of self-esteem, role in the family, the task of development,
stressor, attitudes toward acceptance, recognition of gender, selfassessment toward the purpose of life, coping appraisal. Researcher
suggested that clients can share their experiences with fellow sufferers to
increase acceptance and establishment a positive self-concept.
Keywords: Young Adult, Colostomy, Self Concept
Reference :32 (1998-2011)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT,
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat beserta pengikutnya hingga akhir
zaman.
Atas kekuasaan dan izin ALLAH SWT Skripsi dengan judul “ Gambaran
Konsep Diri Pada Klien Dewasa Muda Dengan Kolostomi Permanen DI Yayasan
Kanker Indonesia Jakarta Pusat ” telah selesai. Dalam penulisan skripsi ini tidak
luput dari kekurangan dan kelemahan.Namun, dengan bantuan berbagai pihak
skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bpk Prof. Dr. (Hc.) dr. M. K. Tadjudin Sp. And. Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djauhari, Selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.kes, Selaku Pembantu Dekan Bidang
Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Farida Hamid, Mpd, Selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ix
5. Bpk Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM. Selaku Kepala Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Ernawati, S.Kp. M.Kep, Sp.KMB. Selaku Dosen Pembimbing pertama
yang senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya selama penyusunan
skripsi ini.
7. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini,S.Kep.M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing kedua
yang senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya selama penyusunan
skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta
staff akademik atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses
belajar di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Yayasan Kanker Indonesia di Jakarta Pusat yang telah memberikan waktu dan
tempat untuk pelaksanaan penelitian dan pengambilan data.
10. Orang tua tercinta (Ibu Suhartini dan Bapak(Alm) Achmad Kazuini) terima
kasih atas segala pengorbanan yang telah kau berikan untukku, yang selalu
menyayangiku, mengasihiku, terima kasih atas doa untukku dan dukungan
kalian sampai aku selesai menyusun skripsi dengan baik.
11. Kakak-kakak dan adik tersayang ( Deni, Wawan, Nenden, Agus, Dewi, Zuli,
Ardi, Desi, Budi, Puji, Dandi, Fajar, Revi, dan Ibnu) yang selalu memberikan
semangat dan motivasi tiada hentinya kepada penulis.
12. Keponakanku tersayang (Nurul, Ghozi, Amanda, Puput, Ghifar, Hafizh, Bilal,
Azka) yang selalu memberikan keceriaan dan semangat kepada penulis.
x
13. Teman sepermainan yang selalu bersama baik dalam suka maupun duka ( Ifat
Qq, Opi, Wensil, Pia, Ose, Sri, Ningsih dan Mii) yang telah memberikan
dukungan dan pembelajaran kepada penulis.
14. Seluruh teman-temanku di Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2008
yang telah menjadi penyemangat kuliahku terima kasih atas partisipasi kalian.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk kritik, saran, dan masukan
yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Jakarta, 9 April 2013
Yuniska Pratiwi
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
C. Pertanyaan Peneliian .............................................................................................. 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
A. Tujuan .............................................................................................................. 7
1. Tujuan Umum .................................................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ................................................................................................. 7
B. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8
xii
1. Bagi klien .......................................................................................................... 8
2. Bagi Institusi Yayasan Kanker Indonesia ....................................................... 8
3. Bagi Profesi Keperawatan ................................................................................ 8
4. Bagi Peneliti ..................................................................................................... 9
5. Bagi Penelii yang Akan Datang ....................................................................... 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10
A. Kolostomi ............................................................................................................. 10
1. Definisi Kolostomi ........................................................................................... 10
2. Lokasi dan Tipe Kolostomi ............................................................................... 10
3. Indikasi Kolostomi ........................................................................................... 12
4. Komplikasi kolostomi ...................................................................................... 15
B. Konsep Diri .......................................................................................................... 15
1. Definisi Konsep Diri ...................................................................................... 15
2. Teori Perkembangan Konsep Diri .................................................................. 16
3. Factor yang Mempengaruhi Konsep Diri ....................................................... 18
4. Komponen Konsep Diri ................................................................................. 19
a. Citra Tubuh ............................................................................................. 19
b. Ideal Diri .................................................................................................. 23
c. Harga Diri................................................................................................. 24
d. Peran ........................................................................................................ 26
e. Identitas Diri............................................................................................. 26
5. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Keperibadian Sehat .................................. 28
6. Pengaruh Perawat Pada Konsep Diri Klien ................................................... 28
xiii
C. Dewasa Muda ...................................................................................................... 30
1. Perkembangan Dewasa Muda ........................................................................ 30
2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Muda ................................................. 30
3. Perkembangan Konsep Diri Dewasa Muda ................................................... 32
D. Kerangka Teori..................................................................................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................................. 35
A. Kerangka Konsep ................................................................................................ 35
B. Befinisi Istilah ...................................................................................................... 36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 39
A. Desain Penelitian .................................................................................................. 39
B. Populasi ............................................................................................................... 40
C. Sampel ................................................................................................................. 40
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 41
E. Instrument Penelitian ........................................................................................... 42
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 42
G. Validasi Data ....................................................................................................... 45
H. Teknik Anlisa Data ............................................................................................. 46
I. Etika Penelitan .................................................................................................... 48
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 50
A. Gambaran wilayah penelitian................................................................................ 50
B. Hasil penelitian...................................................................................................... 51
1. Karakteristik partisipan ................................................................................... 51
2. Analisa tematik................................................................................................ 53
xiv
a. Gambaran Citra Tubuh.............................................................................. 53
Tema I. Stressor ....................................................................................... 54
Tema II. Adaptasi Transisi Sehat Sakit. .................................................... 54
Tema III.Perubahan Fungsi Eliminasi Tubuh ........................................... 56
Tema IV. Keterbatasan Aktivitas ............................................................. 56
Tema V. Penilaian Kepuasan Terhadap Bentuk Tubuh ........................... 57
Tema VI.Alasan Penilaian Benuk Tubuh.................................................. 57
b. Gambaran Ideal Diri .................................................................................. 58
Tema VII.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ideal Diri ......................... 58
Tema VIII.Pencapaian Ideal Diri .............................................................. 59
c. Gambaran Harga Diri ................................................................................ 59
Tema IX.Indikator Keberhasilan ............................................................... 59
Tema X.Respon Emosional ....................................................................... 60
Tema XI.Respon Kehilangan .................................................................... 60
Tema XII.Sumber Pembantukan Harga Diri ............................................. 61
d. Gambaran Peran ........................................................................................ 62
Tema XIII.Peran Dikelurga ....................................................................... 62
Tema XIV.Tugas Perkembangan .............................................................. 62
Tema XV. Stresor ..................................................................................... 63
e. Gambaran Identitas Diri ............................................................................ 63
Tema XVI.Sikap Terhadap Penerimaan ................................................... 64
Tema XVII.Pengakuan Jenis Kelamin ...................................................... 64
Tema XIIII.Penilaian Diri Terhadap Tujuan Hidup .................................. 65
Tema XIX. Penilaian Koping ................................................................... 65
xv
BAB VI PEMBAHASAN................................................................................................ 67
A. Interpretasi hasil penelitian dan diskusi ................................................................ 67
1. Citra Tubuh pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen ............... 68
Tema I. Stressor ....................................................................................... 68
Tema II. Adaptasi Transisi Sehat Sakit. .................................................... 69
Tema III.Perubahan Fungsi Eliminasi Tubuh ........................................... 71
Tema IV. Keterbatasan Aktivitas ............................................................. 72
Tema V. Penilaian Kepuasan Terhadap Bentuk Tubuh ........................... 73
Tema VI. Alasan Penilaian Benuk Tubuh ............................................... 74
2. Ideal Diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen ................... 75
Tema VII. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ideal Diri ....................... 75
Tema VIII. Pencapaian Ideal Diri ............................................................ 76
3. Gambaran Harga Diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen ......................................................................................................... 77
Tema IX. Indikator Keberhasilan ............................................................. 77
Tema X. Respon Emosional ...................................................................... 78
Tema XI. Respon Kehilangan .................................................................. 79
Tema XII. Sumber Pembantukan Harga Diri ........................................... 81
4. Gambaran Peran pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen ....... 82
Tema XIII. Peran Dikelurga ..................................................................... 82
Tema XIV. Tugas Perkembangan ............................................................ 82
Tema XV. Stresor ..................................................................................... 83
5. Gambaran Identitas Diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen ......................................................................................................... 84
xvi
Tema XVI. Sikap Terhadap Penerimaan ................................................. 84
Tema XVII. Pengakuan Jenis Kelamin .................................................... 86
Tema XIIII. Penilaian Diri Terhadap Tujuan Hidup ................................ 86
Tema XIX. Penilaian Koping ................................................................... 87
Hasil Catatan Lapangan ........................................................................... 88
B. Keterbatasan penelitian ........................................................................................ 90
BAB VII PENUTUP........................................................................................................ 92
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 92
B. Saran ...................................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. xviii
LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Stoma usus merupakan
lubang buatan
pada dinding perut yang
langsung berhubungan dengan usus kecil atau usus besar ( Ayaz, 2008). Stoma
usus bisa dibuat dari ileum (ileostomi) atau kolon (kolostomi), stoma merupakan
anus baru (neoanus), yang dibuat bila anus itu sendiri telah diangkat atau pada
saat diinginkan pengalihan aliran feses dari usus sebelah distal, seperti pada
keadaan bedah darurat kolon sisi kiri untuk „mengistirahatkan‟ usus bagian distal
atau melindungi suatu anastomosis (Britto dan Dalrymple, 2005). Kolostomi
ialah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka
(asendens), tempat mengeluarkan feses ( Pearce, 2009). Kolostomi dapat dibuat
sementara ataupun permanen.
Kolostomi
dibuat agar
klien dapat bertahan hidup lebih lama dan
untuk membantu mereka kembali kehidup yang lebih sehat dan produktif serta
meningkatkan kualitas hidupnya. Namun, klien dengan kolostomi menghadapi
beberapa masalah, baik fisik dan psikologis, misalnya kebocoran yang
disebabkan oleh kegagalan menempelnya perekat kantung dan kesulitan dalam
menjaga kantung . Kecemasan dan merasa malu memiliki kolostomi dapat
menyebabkan perubahan pada gaya hidup, termasuk kemampuan untuk mencari
pekerjaan, keinginan untuk melakukan perjalanan, dan penilaian terhadap citra
dirinya. Cara klien dalam memandang perubahan dalam tubuh mereka dapat
1
2
mempengaruhi perilaku mereka terhadap keluarga dan teman-teman, dan
berpengaruh terhadap masalah hubungan seks (Nugent et al, 1999). Masalah
tersebut sangat berpontensi untuk mempengaruhi konsep diri klien terhadap
kondisi yang dialaminya.
Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang
sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya didukung oleh konsep diri yang
baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran,
kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang
dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina
hubungan interpersonal (Salbiah, 2003). Meskipun konsep diri tidak langsung
ada, begitu individu dilahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan individu konsep diri akan terbentuk karena
pengaruh lingkungannya. Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh
individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai
stresor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu
terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan
situasi tertentu. Gambar penilaian tentang konsep diri dapat diketahui melalui
rentang respon dari adaptif sampai dengan maladaptif. Konsep diri terdiri dari
beberapa bagian, yaitu: citra tubuh (body image), ideal diri, harga diri, peran dan
identitas (Salbiah, 2003).
3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mihalopoulos et al.(1994)
dalam Potter & Perry, (2005), menyatakan bahwa klien dengan kolostomi sering
mempersepsikan kolostomi sebagai suatu bentuk pemotongan/perusakan.
Walaupun pakaian menutupi ostomi, klien merasa berbeda. Faktor penting
dalam reaksi klien adalah karakter sekresi feses dan kemampuan untuk
mengontrolnya. Bau busuk, tumpahan atau kebocoran feses yang encer, dan
ketidakmampuan mengatur defekasi membuat klien kehilangan harga dirinya.
Sebuah kolostomi dapat menimbulkan perubahan citra tubuh yang serius,
terutama jika kolostomi tersebut bersifat permanen. Sebuah penelitian yang
dilaporkan oleh Walsh et al. (1995) dalam potter& perry, (2005) mengukur
persepsi citra tubuh klien yang menjalani kolostomi. Klien yang memiliki
riwayat penyakit usus kronik dalam jangka waktu lama, seperti penyakit Crohn
atau colitis ulseratif telah meningkatkan kualitas hidupnya, tetapi memiliki citra
tubuh yang lebih rendah. Sebaliknya, klien yang membutuhkan kolostomi akibat
kanker memiliki citra tubuh yang lebih tinggi, tetapi kualitas hidupnya
berkurang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Yayasan Kanker Indonesia di
dapatkan informasi bahwa jumlah klien yang menggunakan kolostomi sebanyak
413 orang dengan berbagai indikasi pembuatan kolostomi diantaranya kanker
kolon, atresia ani, divertikulum, obstruksi usus, hirschsprung dan kanker rektal.
Setelah dilakukan wawancara secara singkat kepada beberapa klien dengan
kolostomi sebagian dari mereka menyataka bahwa mereka mengalami berbagai
perubahan dalam menjalani hidupnya sejak adanya kolostomi pada dirinya,
4
mereka menyatakan bahwa saat awal adanya kolostomi pada tubuh mereka,
mereka merasa tidak percaya dan tidak menerima adanya lubang kolostomi pada
dirinya, mereka merasa malu dan tidak terbiasa dengan adanya kolostomi pada
dirinya. Pernyataan diatas senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
(Ayaz, 2008) yang menyatakan bahwa, adanya stoma dapat menyebabkan
banyak perubahan dalam emosi dan gaya hidup. Di antara perubahannya yaitu,
perubahan psikologis seperti perubahan dalam
tubuh, kecemasan
(takut
diketahui), penurunan harga diri, dan tidak menyukai diri sendiri terhadap yang
terjadi padanya.
Klien dengan kolostomi sering mengalami perubahan citra tubuh dan
konsep diri. Dukungan psikologis dan penyuluhan adalah aspek penting dalam
mengatasi masalah ini ( Jhonson et al, 2005). Citra tubuh menunjukan gambaran
diri sendiri yang dimiliki setiap orang. Penyakit dan cedera serius dapat merusak
konsep diri tersebut. Mengadaptasi terhadap perubahan yang diakibatkan oleh
penyakit dapat mempengaruhi perasaan seseorang mengenai identitasnya.
Kecacatan mayor bisa dianggap sebagai keterbatasan yang harus dihadapi.
Namun sebaliknya bisa juga menyebabkan perasaan “tidak berdaya” (Salbiah,
2003)
Ancaman terhadap citra tubuh dan juga harga diri, sering desertai
perasaan malu, ketidakadekuatan dan rasa bersalah. Dalam lingkungan
perawatan kesehatan, orang kadang harus menyesuaikan dengan berbagai situasi
yang mengancam harga diri mereka. Pelanggaran kesopanan dan invasi terhadap
privasi menyebabkan ansietas dan rasa malu. Ancaman yang hebat terhadap citra
5
tubuh dapat diakibatkan mulai dari perubahan drastis seperti kolostomi atau
ileostomi, amputasi, masektomi atau prosedur bedah semacamnya (Brunner dan
Suddarth, 2002)
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal
penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan
jangka waktu yang
singkat dan tidak mengancam
kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien
dan keluarga. Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya
dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti
ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri.
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya. Saat mengalami
penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan. Perubahan
tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara
drastis dan berlangsung lama. Individu atau keluarga lebih mudah beradaptasi
dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat. Penyakit kronis
dapat mempengaruhi kemampuan untuk memberikan dukungan finansial, oleh
karenanya juga mempengaruhi nilai diri dan peran di dalam keluarga. Perubahan
ini dapat menggangggu konsep diri.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota
keluarganya yang lain dan lingkungannya. Klien yang mengalami perubahan
konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan
keluarganya dan lingkungannya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan
6
konflik. Akibatnya anggota keluarga dan lingkungannya akan merubah interaksi
mereka dengan klien.
Berdasarkan
paparan yang telah diuraikan diatas maka peneliti
menyimpulkan bahwa dengan adanya kolostomi pada seseorang dapat
mempengaruhi persepsi tentang konsep dirinya, dari beberapa penelitian yang
telah dipaparkan menunjukan bahwa klien dengan
kolostomi mengalami
beberapa perubahan konsep diri diantaranya yaitu perubahan citra tubuh dan
harga diri, dalam hal ini peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut
tentang gambaran konsep diri yang terdiri dari lima komponen. Dalam penelitian
ini peneliti ingei mengetahui mengenai gambaran konsep diri pada klien dengan
kolostomi di yayasan kanker indonesia.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya
didapatkan gambaran tentang citra diri dan harga diri dari klien dengan
kolostomi, sedangkan komponen konsep diri mencakup dari lima komponen
yang saling berhubungan dan menjadi satu kesatuan yang terdiri dari dari citra
diri, harga diri, peran diri , ideal diri dan identitas diri. Maka dari itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian secara menyeluruh tentang lima komponen
dari konsep diri.
7
C.
Pertanyaan penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah maka pertanyaan penelitianya adalah
bagaimana gambaran konsep diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen.
D.
Tujuan dan manfaat penelitian
A. Tujuan
1.
Tujuan Umum:
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran konsep
diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen di Yayasan
Kanker Indonesia Jakarta Pusat.
2.
Tujuan Khusus:
a)
Mengidentifikasi gambaran karakteristik citra diri (Body Image) klien
dewasa muda dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia
Jakarta Pusat.
b)
Mengidentifikasi gambaran karakteristik ideal diri pada klien dewasa
muda dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia Jakarta
Pusat.
c)
Mengidentifikasi gambaran karakteristik harga diri pada klien dewasa
muda dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia Jakarta
Pusat.
8
d)
Mengidentifikasi gambaran karakteristik peran pada klien dewasa muda
dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia Jakarta Pusat.
e)
Mengidentifikasi gambaran karakteristik identitas personal pada klien
dewasa muda dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia
Jakarta Pusat.
B. Manfaat Penelitian
1.
Bagi klien :
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai
konsep diri yang dimiliki oleh klien dengan kolostomi di Yayasan
Kanker Indonesia untuk membentuk konsep diri individu yang baik.
2.
Bagi institusi Yayasan Kanker Indonesia :
Hasil penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan gambaran
konsep diri pada klien dengan kolostomi dimana institusi berada,
sehingga dapat menjadi fasilitator untuk membantu klien membentuk
konsep diri yang baik.
3.
Bagi Profesi Keperawatan :
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu
pengetahuan tentang gambaran konsep diri, dimana ini dapat dijadikan
sebagai referensi dalam melakukan asuhan keperawatan yang tepat yang
berhubungan dengan konsep diri
9
4.
Bagi peneliti :
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang
bagaimana gambaran konsep diri yang ada pada klien dengan kolostomi,
dan sebagai tambahan untuk penelitian selanjutnya.
5.
Bagi penelitian akan datang :
Hasil penilitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti
selanjutnya, dan dapat memperluas wawasan peneliti selanjutnya.
E.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep
diri pada klien dengan kolostomi di Yayasan Kanker Indonesia. Penelitian ini
dilakukan
dengan
menggunakan
studi
kualitatif
dengan
pendekatan
fenomenologi yaitu penelitian yang bertujuan mengetahui pengalaman
seseoarang yang menjadi informan melalui wawancara mendalam. Informan
dalam penelitian ini adalah klien dengan kolostomi di yayasan kanker Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kolostomi
1.
Definisi Kolostomi
Kolostomi ialah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen
kedalam kolon iliaka (asendens), tempat mengeluarkan feses.
Kolostomi dapat sementara jika kemudian ditutup lagi, atau permanen
dan bekerja sebagai anus tiruan sesudah eksisi rectum ( Pearce, 2009)
2. Lokasi dan Tipe Kolostomi
a. Lokasi pembuatan kolostomi
Kolostomi asendens mengosongkan usus dari kolon asendens.
Kolostomi transversal mengosongkan usus dari kolon transversal.
Kolostomi desendens mengosongkan usus dari kolon desendens.
Lokasi ostomi mempengaruhi karakter dan penatalaksanaan drainase
feses.
1. Ileostomi menghasilkan drainase feses yang cair dan tidak dapat
diatur. Klien ileostomi harus melaksanakan beberapa tindakan
kewaspadaan khusus guna mencegah kerusakan kulit karena
drainase ileostomi mengandung enzim-enzim pencernaan, yang
dapat merusak kulit. Bau minimal karena feses hanya mengandung
sedikit bakteri.
2. Kolostomi asendens serupa dengan ileostomi yauitu drainase feses
cair dan tidak dapat diatur, dan terdapat enzim-enzim pencernaan.
10
11
Akan
tetapi,
bau
merupakan
masalah
yang
memerlukan
pengontrolan (misal., deodoran di dalam kantung ostomi).
3. Kolostomi transversal menghasilkan bau yang tajam, dengan
drainase agak kental karena beberapa cairan telah diapsorbsi
kembali. Biasanya tidak terdapat kontrol.
4. Kolostomi desendens menghasilkan drainase feses yang lebih
padat. Feses memiliki konsistensi normal atau konsistensinya telah
terbentuk, dan frekuensi rabas dapat diatur. Bau biasanya dapat
dikontrol.
( Kozier & Erb, 2009)
b. Tipe stoma
Terdapat 4 tipe utama konstruksi stoma: tunggal (single), lengkung
(loop), tabung ganda (double-barreled) dan kolostomi pemisah
(devided colostomy).
1. Kolostomi (ujung) tunggal hanya memiliki sebuah stoma yang
muncul dari ujung bagian proksimal usus.
2. Kolostomi lengkung, sebuah lengkung usus dibawa keluar dari
abdomen, disangga dengan batang plastic apabila dibuat dua
lubang,
lubang
proksimal
(atau
ujung
yang
berfungsi)
mengeluarkan materi feses dan lubang distal atau ujung yang tidak
berfungsi hanya mengeluarkan mucus.
3. Kolostomi tabung ganda, dibentuk dua stoma yang terpisah, satu
stoma berada di proksimal dan berfungsi sedangkan stoma yang
lain berada di distal dan tidak berfungsi.
12
4. Kolostomi pemisahan memiliki dua stoma, dipisahkan diatas
dinding abdomen.
( Kozier & Erb, 2009)
3. Indikasi Kolostomi
a. Divertikulum
Penyakit divertikulum adalah suatu kondisi penonjolan dan
pelebran dari dinding saluran gastrointestinal. Divertikulosis adalah
terbentuknya kantung atau pelebaran keluar dari dinding usus besar
terutama pada bagian kolon sigmoid. Penyakit divertikulum dapat
terjadi pada sepanjang saluran gastrointestinal, bisa didapat atau bisa
bersifat
congenital,
seperti
Meckel’s
Divertikulum.
Penyakit
divertikulum merupakan herniasi dari mukosa dan submukosa atau
seluruh dinding (Rabinowitz, 2008 dalam Muttaqin dan Sari, 2011)
Menurut Sjamsuhidayat (2005) reseksi bagian kolon yang
mengalami divertikulum dapat dikerjakan secara selektif. Reseksi
kolon sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartmann dengan
kolostomi sementara untuk menghindari resiko tinggi gangguan
penyembuhan luka anastomosis yang dibua primer pada lingkungan
radang.
b. Hirschsprung
Penyakit hirschsprung adalah suatu gangguan perkembangan dari
system saraf enteric dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion
(tidak adanya pleksus mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon
tidak dapat mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan
13
struktur dari kolon (Lee, 2008 dalam Muttaqin dan Sari, 2011) pada
kondisi klinik penyakit hirschsprung lebih dikenal dengan megakolon
congenital.
Penatalaksanaan medis pembedahan operasi bervariasi tergantung
pada usia pasien, status mental, kemampuan untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari, panjang segmen aganglionik, derajat dilatasi kolon
dan kehadiran enterokolitis. Pilihan bedah kolostomi termasuk pada
tingkat usus normal, irigasi rectal diikuti oleh reseksi usus dan
prosedur kolostomi (Dasgupta, 2004 dalam Muttaqin dan Sari 2011)
c. Obstruksi usus besar
Obstruksi usus besar adalah suatu kondisi penyumbatan patologis
akbat adanya kelainan mekanik atau non mekanik pada usus besar.
Ostruksi usus besar mekanik dapat disebabkan oleh neoplasma atau
kelainan anatomi, seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau
obtipasi. Kelainan non mekanik biasanya dihubungkan dengan kondisi
pseudo-obstruksi (McCowan, 2009 dalam Muttaqin dan Sari, 2011).
Intervesi bedah dengan reseksi kolon dan kolostomi untuk kecepatan
pemulihan, serta mengurangi morbiditas.
d. Kanker kolon
Kanker kolon adalah suatu keganasan yang terjadi di usus besar.
Secara genetic, kanker kolon merupakan penyakit yang kompleks.
Perubahan genetic sering dikaitkan dengan perkembangan dari lesi
premalignant(adenoma) untuk adenokarsinoma invasive. Rangkaian
14
peristiwa molekuler dan genetic yang menyebabkan transformasi dari
keganasan polip adenomatosa.
Pembedahan adalah satu-satunya modalitas kuratif untuk kanker
kolon (tahap I-III) dan berpotensi memberikan satu-satunya pilihan
bagi pasien dengan metastasis di hati dan atau paru-paru (penyakit
stadium IV). Untuk lesi di sekum dan kolon kanan, diindikasikan
untuk hemikolektomi kanan; untuk lesi di proksimal kolon transverses
atau tengah, dilakukan hemikolektomi kanan; untuk lesi di lienalis
fleksura dan kolon sebelah kiri, dilakukan hemikolektomi kiri. Pada
setiap lesi pada kolon sigmoid, maka akan dilakukan intervensi
sigmoid kolektomi yang sesuai dengan kondisi klinis.
e. Atresia ani
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Wong,2003 dalam Maryunani dan
Nurhayati, 2009) sedangkan menurut (Purwanto,2001) Atresia ani atau
anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang
memisahkan bagian endoderm mengakibatkan pembentukan lubang
anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung
kedalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum.
Jadi dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah kelainan
congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi pada waktu kehamilan. Penatalaksanaan pembedahan pada bayi
15
lahir bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan kelainan.tindakan
kolostomi neonatus dimana tindakan ini harus dilakukan.
4. Komplikasi Kolostomi
Beberapa komplikasi umum adalah prolaps stoma (biasanya akibat
obesitas), perforasi (akibat ketidaktepatan irigasi stoma), retraksi
stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit. Kebocoran dari sisi anastomotik
dapat terjadi bila sisa segmen usus mengalami sakit atau lemah.
Kebocoran dari anastomosis usus menyebabkan distensi abdomen dan
kekakuan, peningkatan suhu, serta tanda syok (Brunner & Suddart,
2002)
B. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart, 2007).
Sedangkan menurut (Suliswati dkk, 2002) konsep diri adalah semua
ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara
bertahap dimulai dari bayi dapat mengenalidan membedakan orang lain.
Proses
yang
berkesinambungan
dari
perkembangan
konsep
diri
dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan
perasaan positif, memahami kompetensi pada area yang bernilai bagi
16
individu dan dipelajari melalui akumulasi kontak-kontak sosial dan
pengalaman dengan orang lain.
2. Teori Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri merupakan hasil dari aktivitas pengeksplorasian dan
pengalamannya dengan tubuhnya sendiri. Konsep diri dipelajari melalui
pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain dan
interaksi dengan dunia di luar dirinya. Konsep diri berkembang terus
mulai dari bayi hingga usia tua. Pengalaman dalam keluarga merupakan
dasar pembentukan konsep diri karena keluarga dapat memberikan
perasaan mampu dan tidak mampu, perasaan diterima atau ditolak dan
dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi
dan meniru perilaku orang lain yang diinginkannya serta merupakan
dorongan yang kuat agar individu mencapai tujuan yang sesuai atau
pengharapan yang pantas.
Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat mengeksplorasi
dunianya secara terbuka dan jujur karena latar belakang penerimaan
sukses, konsep diri yang positif berasal dari pengalaman yang positif yang
mengarah pada kemampuan pemahaman.
Karakter individu dengan konsep diri yang positif:
1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan gampang
bersahabat.
2. Mampu berfikir dan membuat keputusan.
3. Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan.
17
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang maladaptif.Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas
dari berbagai stresor, dengan adanya stresor akan menyebabkan
ketidakseimbangan
dalam
diri
sendiri.
Dalam
usaha
mengatasi
ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping yang bersifat
membangun (konstruktif) ataupun koping yang bersifat merusak
(destruktif). Koping yang konstruktif akan menghasilkan respon yang
adaptif yaitu aktualisasi diri dan konsep diri yang positif.
Aktualisasi diri merupakan respon adaptif yang tertinggi karena
individu dapat mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya. Konsep
diri yang positif adalah individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan
kelemahannya sevara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu
berfikir secara positif dan realistik. Apabila individu menggunakan koping
destruktif ia akan mengalami kecemasan, sehingga menimbulkan rasa
yang bermusuhan yang dilanjutkan dengan individu menilai dirinya
rendah, tidak berguna, tidak berdaya, tidak berarti, takut dan
mengakibatkan perasaan bersalah. Rasa bersalah ini akan mengakibatkan
kecemasan yang meningkat, proses ini berlangsung terus yang dapat
menimbulkan respon yang maladaptif berupa kekacauan identitas, harga
diri yang rendah dan depersonalisasi (Suliswati dkk, 2002).
18
3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
a. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotip peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3. Faktor
yang
mempengaruhi
identitas
pribadi
meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur social.
b. Stresor Pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal,
yaitu :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis
transisi peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
19
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan normanorma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh:
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh
3) Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal
4) Prosedur medis dan keperawatan
(Stuart, 2007).
4. Komponen Konsep Diri
Konsep diri terdiri dari citra tubuh (body image), ideal diri (self
ideal), harga diri (self esteem), peran (self role), dan identitas diri (self
identity).
a. Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari
atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh
sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi
dan pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus harus realistis
karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan
20
lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu yang menerima
tubuhnya apa adanya biasanya memiliki harga diri tinggi dari pada
individu yang tidak menyukai tubuhnya.
Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting
pada aspek psikologisnya. Individu yang stabil, realistis dan konsisten
terhadap citra tubuhnya akan memperlihatkan kemampuan mantap
terhadap realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupan
(suliswati dkk, 2005)
Banyak Faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang,
seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran
diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa :
1. Operasi.
Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya
mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti
operasi plastik, protesa dan lain –lain.
2. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi
yaitu tidak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering
berkaitan dengan fungsi saraf.
3. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa , klien
mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda
dengan kenyataan.
4. Tergantung pada mesin.
21
Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik
engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
5. Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan
merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya
usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif
dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati
perubahan tubuh yang tidak ideal.
6. Umpan balik interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan,
makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
7. Standard sosial budaya.
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap
pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari
budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri
individu, seperti adanya perasaan minder.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat
menunjukan tanda dan gejala, seperti :
a) Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap
dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.
Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas.
Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh
22
membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.
b) Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari
kenyataan , tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau
menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung ,
tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam
perawatannya.
c) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah
klien sadar akan kenyataan maka respon
kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai
melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas
adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda
berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif
sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
1)
Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang
berubah.
2)
Tidak dapat menerima perubahan
struktur dan fungsi
tubuh.
3)
Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
4)
Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
23
5)
Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang
hilang.
6)
Mengungkapkan keputusasaan.
7)
Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8)
Depersonalisasi.
9)
Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
(Salbiah, 2003)
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan
dengan tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau sejumlah aspirasi,
tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita atau
pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat
individu tersebut melahirkan penyesuaian diri.
Pembentukan
ideal
diri
dimulai
pada
masa
kanak-kanak
dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan
harapan atau tuntutan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu
menginternalisasikan harapan tersebut dan dan akan membentuk dasar dari
ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua akan
dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik
dan perubahan peran dan tanggung jawab.
Individu cenderung menetapkan tujuan yang sesuai dengan
kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa cemas.
24
Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek terhadap diri,
tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samar-samar atau kabur. Ideal
diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu
mempertahankan kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang
membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan
dan keseimbangan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri
1. Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan
2. Faktor kultur dibandingkan dengan standar orang lain
3. Hasrat melebihi orang lain
4. Hasrat untuk berhasil
5. Hasrat untuk memenuhi kebutuhan realistikhasrat menghindari
kegagalan
6. Adanya perasaan cemas dan rendah diri
(suliswati dkk, 2005)
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai,
dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila
sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga
dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak
diterima lingkungan.
25
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan
perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia.
Untuk meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk sukses, beri
penguatan atau pujian bila anak sukses, tanamkan “ideal” atau harapan
jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan
untuk aspirasi atau cita-cita dan bantu membentuk pertahanan diri untuk
hal-hal yang menggangu persepsinya.
Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada
saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang
harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. Remaja dituntut untuk
menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia mampu
meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi
atau diterima di berbagai macam aktivitas sosial.
Pada usia dewasa harga diri menjadi stabil dan memberikan
gambaran yang jelas tentang dirinya dan cenderung lebih mampu
menerima keberadaan dirinya. Hal ini didapatkan dari pengalaman
menghadapi kekurangan diri dan meningkatkan kemampuan secara
maksimal kelebihan dirinya. Pada masa dewasa akhir timbul masalah arga
diri karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pensiun,
ketidakmampuan fisik, berpisah dari anak, kehilangan pasangan. (
suliswati dkk, 2005)
26
d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam
kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam
kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang disibukan oleh
beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu
sepanjang daur kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari
peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.( suliswati
dkk, 2005)
Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap peran:
1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.
2. Tanggapan yang konsisten dari orang-orang yang berarti terhadap
perannya.
3. Kecocokan dan keseimbangan antar peran yang diembannya.
4. Keselarasan norma budaya dan harapan individu terhadap perilaku.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan penampilan peran yang
tidak sesuai.
e. Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya,
menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Identitas
diri merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu
27
kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut atau
jabatan dan peran. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang
kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada
duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respek pada diri
sendiri), kemampuan dan penguasaan diri.
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu
mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri,
mengatur diri dan menerima diri.
Ciri individu dengan identitas diri yang positif:
1.
Mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari
orang lain
2.
Mengakui jenis kelamin sendiri
3.
Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu
keselarasan
4.
Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat
5.
Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan
datang
6.
Mempunyai
tujuan
dicapai/direalisasikan.
(Suliswati dkk, 2005)
yang
bernilai
yang
dapat
28
5. Ciri-ciri individu yang memiliki keperibadian sehat
a. Citra diri positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian
yang sesuai akan kesehatan diri termasuk persepsi saat ini dan yang
lalu akan diri sendiri dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan
dan potensi tubuh
b. Ideal diri realistis
Individu yang memiliki idial diri realistis akan mempunyai tujuan
hidup yang dapat dicapai.
c. Harga diri tinggi
Individu yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang
dirinya sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat.
d. Penampilan peran memuaskan
Individu dengan penampilan peran memuaskan akan dapat
berhubungan dengan orang lain secara intim dan memdapat kepuasan.
Ia dapat memercayai dan terbuka pada orang lain dan membina
hubungan interdependen.
e. Identitas jelas
Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah
kehidupan dalam mencapai tujuan.
6. Pengaruh perawat pada konsep diri klien
Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri
membantu menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang
penampilan fisiknya telah mengalami perubahan dan yang harus
29
beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir pasti baik klien
maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan mengamati
respon dan reaksi mereka terhadap situasi yang baru. Perawat
mempunyai mempunyai dampak yang sangat signifikan dalam hal ini.
Rencana keperawatan yang dirumuskan untuk membantu klien dengan
perubahan konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh nilai
dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya bagi perawat untuk
mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut mengenai diri mereka:
a. Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit.
b. Bagaimana perawat bereaksi terhadap stress
c. Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan
bagaimana hal tersebut ditunjukan
d. Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukan dan mempengaruhi
klien
e. Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi
klien.
Perawat harus mengkaji diri mereka sendiri secara jujur sebelum
mereka dapat mulai memahami bagaimana mereka mempengaruhi
klien mereka baik dengan kata-kata atau tindakan. Perawat juga
mempunyai dampak signifikan pada citra tubuh. Klien yang harus
berpartisipasi terhadap perubahan citra tubuh yang disebabkan oleh
penyakit atau pembedahan memerlukan dukungan, demikian juga
halnya keluarga klien. Misalnya, jika perawat merasa bahwa ostomi
sangat mengakibatkan buruknya penampilan, maka mereka tidak boleh
30
mengekspresikan pendapat tersebut pada klien baik secara verbal
maupun nonverbal.
C. Dewasa Muda
1. Perkembangan Dewasa Muda
Papalia,olds
dan
Feldman
(2001)
mengungkapkan
bahwa
kelompok dewasa muda (young adulthood) berkisar antara usia 20-40
tahun. Kelompok ini merupakan kelompok yang biasanya telah
mencapai kematangan secara fisik sehingga terkesan sangat berbeda
dengan tahap remaja sebelumnya (Dariyo Agoes, 2004)
2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Muda
Tugas-tugas perkembangan pada dewasa muda dipusatkan pada
harapan-harapan masyarakat dan mencakup mendapatkan suatu
pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama
dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga, membesarkan
anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung
jawab sebagai warga Negara dan bergabung dalam suatu kelompok
social yang cocok (Hurlock, 1993 dalam mesra melisa, 2007). Hurlock
(1993) menambahkan bahwa tingkat penguasaan tugas-tugas ini pada
awal masa dewasa akan mempengaruhi tingkat keberhasilan ketika
mencapai puncak keberhasilan pada usia setengah baya, baik itu dalam
bidang pekerjaan, pengakuan social ataupun kehidupan keluarga.
Penguasaan ini juga dapat menentukan kebahagian yang akan
didapatkan sampai dengan tahun-tahun akhir kehidupan seseorang.
31
Keberhasilan dalam menguasai tugas-tugas tersebut sangat dipengaruhi
oleh beberapa factor. Faktor-faktor tersebut yaitu:
a. Kemampuan fisik
Puncak
kemampuan
fisik
biasanya
dicapai
pada
usia
pertengahan dua puluhan dan terjadi penurunan pada awal empat
puluhan. Karena itu pada periode ini, seseorang secara fisik dapat
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang sulit.
b. Kemampuan motorik
Dikarenakan puncak kemampuan fisik yang terjadi pada usia
dewasa muda, maka seseorang yang berada pada usia ini, dapat
mempelajari keterampilan-keterampilan motorik yang baru dan
juga seseorang yang berada pada usia ini dapat mengandalkan
kemampuan motorik mereka pada situasi tertentu.
c. Kemampuan Mental
Kemampuan mental pada masa dewasa muda diperlukan untuk
mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi-situasi baru,
seperti misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari,
penalaran analogis dan berpikir kreatif
d. Motivasi
Seseorang yang telah mencapai usia dewasa muda akan
memiliki keinginan yang kuat untuk dianggap mandiri oleh
kelompok social meraka. Hal ini dapat menjadi motivasi bagi
seseorang yang berada pada tahapan ini untuk menguasai tugas-
32
tugas perkembangan yang diperlukan agar dapat dianggap sebagai
orang yang mandiri.
e. Role model
Pada usia dewasa muda, seseorang mendapatkan motivasi
untuk dapat berprilaku sesuai yang dianut oleh masyarakat. Oleh
sebab itu, seseorang yang berada pada usia ini, mencontoh perilaku
yang dilakukan oleh orang dewasa, dimana mereka berperilaku
sesuai yang dianut oleh masyarakat
3. Perkembangan konsep diri dewasa muda
Meski pertumbuhan fisik telah berhenti, perubahan kognitif,
social, dan prilaku terus terjadi sepanjang hidup. Dewasa muda
adalah periode untuk memilih ; adalah periode untuk
menetapkan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam
pekerjaan, dan mulai melakukan hubungan erat. Konsep diri
dan citra tubuh menjadi relative stabil dalam masa ini.
Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi social, dan
penghargaan dan penerimaan diberikan untuk penampilan
normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar social.
Konsep diri secara konstan terus berkembang dan dapat
diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.
(Potter & Perry, 2005)
33
D. Kerangka Teori
2.1 Kerangka Teori
FACTOR PREDISPOSISI
Mempengaruhi harga diri
mempengaruhi performa peran
mempengaruhi identitas diri
STRESSOR PENCETUS
( Kolostomi)
Trauma
biologis
ketegangan peran
1. Transisi peran situasi
2. Transisi peran perkembangan:
Tugas perkembangan dewasa muda:
1)
Mendapatkan suatu pekerjaan
2)
Memilih seorang teman hidup
3)
belajar hidup bersama dengan
suami
atau
istri
membentuk
suatu
keluarga
4)
Membesarkan anak-anak
5)
Mengelola sebuah rumah tangga
6)
Menerima
tanggung
jawab
dalam
suatu
sebagai warga Negara
7)
Bergabung
kelompok social yang cocok
3. Transisi peran sehat sakit:
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan,
atau fungsi tubuh
3. Perubahan
fisik
yang
berhubungan
dengan tumbuh kembang normal
4. Prosedur medis dan keperawatan
34
PENILAIAN TERHADAP STRESSOR
SUMBER KOPING
Kekuatan Ego
MEKANISME KOPING
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Konstruktif
Orientasi Ego
Destruktif
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Konsep diri:
1.
2.
3.
4.
5.
Citra diri
Harga diri
Peran
Ideal diri
Identitas diri
2.1 Stuart stress adaptation model as related to self-concept respons
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.
Kerangka konsep
Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat di ketahui
melalui rentang respon dari adaptif sampai dengan maladaptif.
Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu : citra
diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas (Stuart, 2007).
Bagan 3.1 kerangka konsep
Konsep diri pada klien dewasa muda
dengan kolostomi :
-
Citra diri
-
Harga diri
-
Peran
-
Ideal diri
-
Identitas diri
35
36
B. Bagan 3.2 Definisi
Istilah
No
Nama Variabel
Definisi Istilah
Metode
Alat Ukur
Sumber
Hasil ukur
Validasi
Partisipan
1.
Citra Tubuh
Persepsi
klien
dengan
-
kolostomi tentang keadaan
Wawancara
mendalam
- Pedoman
wawancara
- Partisipan
utama
fisiknya baik bantuk tubuh,
fungsi
penampilan
2.
Ideal Diri
tubuh
dan
-
Observasi
sehari-hari
- Catatan
lapangan
- Partisipan
pendukung
- Persepsi
klien
sumber
tentang
Triangulasi
keadaan
teknik
tubuhnya
serta gambaran tubuh yang
setelah
disukai dan tidak disukai
adanya
setelah memiliki kolostomi
kolostomi
Persepsi
memiliki
klien
yang
kolostomi
terhadap diri sendiri secara
-
Wawancara
mendalam
- Pedoman
wawancar
- Partisipan
utama
Triangulasi
- Harapan
Triangulasi
klien
sumber
terhadap
Triangulasi
37
keseluruhan
yang
-
Observasi
berhubungan dengan cita-
- Catatan
lapangan
- Partisipan
pendukung
dirinya
setelah
cita, tujuan hidup, nilai-
adanya
nilai
kolostomi
sesuai
harapan
teknik
hidupnya di masyarakat.
3.
Harga Diri
Tanggapan dan penilaian
klien
yang
memiliki
kolostomi
terhadap
perilaku
dirinya
apakah
sudah
sesuai
dengan
apa
yang
yaitu
diharapkan oleh diri sendiri
dan orang lain.
-
Wawancara
mendalam
-
- Pedoman
wawancar
- Partisipan
utama
Observasi
- Catatan
lapangan
- Partisipan
pendukung
- Penilaian
Triangulasi
klien
sumber
terhadap
Triangulasi
keberha-
teknik
silan
hidupnya
38
4.
Peran
Persepsi
klien
memiliki
yang
-
kolostomi
Wawancara
mendalam
- Pedoman
wawancar
- Partisipan
utama
tentang posisi dan peran
dikeluarga
dan
-
Observasi
dimasyarakat.
- Catatan
lapangan
- Partisipan
pendukung
-Persepsi
Triangulasi
klien tentang
sumber
posisi dan
Triangulasi
tugasnya d
teknik
keluarga dan
masyarakat
5.
Identitas Diri
Kesadaran
klien
yang
-
memiliki kolostomi akan
Wawancara
mendalam
- Pedoman
wawancar
- Partisipan
utama
sifat dan keunikan dirinya
sendiri
yang
dengan orang lain.
berbeda
-
Observasi
- Catatan
lapangan
- Partisipan
pendukung
-Penilaian
Triangulasi
klien
sumber
terhadap
Triangulasi
keberhasilan
teknik
yang
diharapkan
dengan yang
didapatnya
39
BAB IV
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi yaitu penelitian yang dapat bersifat deskriptif yang mempelajari
fenomena tentang respons keberadaan manusia bertujuan untuk menjelaskan
pengalaman seseorang dalam kehidupannya termasuk didalamnya interaksi
sosial yang dilakukannya. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari
deskripsi yang luas dan kokoh dan membuat penjelasan tentang proses-proses
yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat memahami
alur peristiwa secara kronologis,menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran
orang setempat, memperoleh penjelasan yang kaya dan bermanfaat karena
penelitian kualitatif isinya adalah narasi kata-kata.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam,
suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya,
data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Oleh
karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekannkan generalisasi, tetapi
lebih menekannkan pada makna (Sugiyono, 2010). Melalui pendekatan ini
diharapkan dapat menggali informasi secara mendalam tentang hal-hal yang
berkaitan dengan konsep diri.
39
40
B. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti ( Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua klien dewasa muda dengan kolostomi yang berada di
Yayasan Kanker Indonesia Jakarta Pusat yang berjumlah 29 orang.
C. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau
sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2007).
Sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang dipilih dengan
menggunakan teknik jenis Purposive Sampling yaitu sampel yang dipilih
melalui penetapan kriteria tertentu oleh peneliti (Tashakkari and Teddlie,
2002 dalam Swarjana, 2012) penelitian ini menggunakan pendekatan
sampling Homogen, teknik ini dilakukan dengan cara peneliti memilih
orang atau klien karena memiliki sifat atau karakteristik yang serupa.
Dalam pengambilan sampel homogen peneliti sengaja mengambil sampel
individu atau situs berdasarkan keanggotaan dalam sebuah sub-kelompok
yang memiliki karakteristik tertentu. Pemilihan sempel dalam penelitian
ini diambil berdasarkan atas prinsip kesesuaian (appropriateness) dan
kecukupan (adequacy). Penentuan unit partisipan dianggap telah memadai
apabila telah sampai kepada redundancy (data telah jenuh jika ditambah
partisipan lagi tidak memberikan informasi yang baru ) artinya bahwa
dengan menggunakan partisipan selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi
diperoleh tambahan informasi baru yang berarti (Nasution, (1988) dalam
41
Sugiyono, 2010). Mengacu pada perinsip tersebut, maka sumber partisipan
atau partisipan dalam penelitian ini adalah:
1. Partisipan kunci
Partisipan kunci ini terdiri dari klien dengan kolostomi yang
berada di Yayasan kanker Indonesia, klien berjumlah dua orang
dengan criteria:
a. Klien dengan kolostomi yang berada di Yayasan Kanker
Indonesia.
b. Klien dewasa muda berusia 20-40 tahun.
c. Klien yang telah memiliki kolostomi lebih dari enam bulan
d. Klien dengan kolostomi permanen
e. Klien yang data-datanya lengkap berada di yayasan
f. Dapat berkomunikasi dengan baik
g. Klien berada di daerah yang memungkinkan ditempuh oleh
peneliti
2. Partisipan pendukung
Informan ini terdiri dari dua orang yang diambil satu orang dari
tiap-tiap partisipan kunci. Partisipan merupakan anggota
keluarga atau orang terdekat dari klien yang mengetahui
perkembangan klien sebelum dan sesudah memiliki kolostomi.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Kanker Indonesia yang
memiliki perkumpulan klien dengan kolostomi, klien dengan kolostomi di
42
yayasan ini berjumlah 413 orang dengan klien dewasa muda berjumlah 29
orang, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012.
E. Instrument Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri,
bagaimana cara mendapatkan hasil yang baik tergantung peneliti dalam
mengelola atau memperdalam suatu data.
Instrumen tambahan dari
penelitian ini adalah pedoman wawancara mendalam (indepth interview)
dengan menggunakan alat untuk mencatat dan alat perekam (tape
recorder/handphone)
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu alat perekam.
Cara pengumpulan data yang dilakukan adalah open-ended interview.
Cara ini dipilih karena open ended interview memberikan kesempatan
pada partisipan untuk menjelaskan sepenuhnya pengalaman mereka
tentang fenomena yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan secara
tidak terstruktur dan dengan tatap muka.
2. Tahap pengumpulan data
a.
Tahap persiapan pengumpulan data
Setelah memperoleh izin dari Yayasan Kanker Indonesia(YKI)
untuk melakukan penelitian disana, peneliti mulai melakukan
kegiatan persiapan pengumpulan data. Peneliti mendapatkan
43
informasi dari YKI berupa catatan berbentuk buku yang berisikan
tentang data-data anggota yang memiliki kolostomi, lalu peneliti
memulai untuk memilih dan menentukan partisipan yang
memungkin untuk dijadikan sampel. Selanjutnya, peneliti
menghubungi partisipan melalui telepon untuk melakukan
pendekatan dan informed consent secara lisan pada partisipan
untuk dapat berpatisipasi dan bersedia menjadi partisipan dalam
penelitian ini. Setelah partisipan memberikan persetujuannya
secara lisan, kemudian peneliti dengan partisipan menentukan
waktu dan tempat yang disepakati untuk melakukan wawancara.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti melakukan ujicoba
pedoman wawancara pada partisipan yang berbeda dengan calon
partisipan pada penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk memastikan
apakah pedoman wawancara yang telah dibuat sesuai atau tidak
dengan kemampuan menjawab dari partisipan yang berhubungan
dengan tujuan informasi yang ingin digali oleh peneliti. Pada uji
coba peneliti membiasakan diri untuk menulis catatan lapangan
dan mengajukan pertanyaan yang telah disusun dalam pedoman
wawancara.
b.
Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Pertama peneliti mempersiapkan tempat akan dilakukan
wawancara
sesuai
dengan
kontrak
sebelumnya
dengan
partisipan/keluarga informan, semua proses wawancara dilakukan
di rumah partisipan dengan waktu yang telah disepakati.
44
Selanjutnya mempersiapkan alat perekam dengan cara meletakkan
diantara peneliti dan informan. Selain itu peneliti mempersiapkan
buku catatan lapangan dengan terlebih dahulu meminta ijin
kepada partisipan.
Proses wawancara berlangsung selama 30-45 menit dimulai
dengan mengajukan pertanyaan ringan seputar partisipan dan
kehidupan sehari-harinya untuk membangun rasa saling percaya
dan menyediakan waktu untuk informan dan peneliti untuk
bersikap santai dan tidak tegang selama proses wawancara
berlangsung. Pada tahap ini tombol perekam dinyalakan. Setelah
itu pertanyan dikembangkan ke pedoman wawancara yang telah
disiapakan. Urutan pertanyaan diajukan sesuai dengan jawaban
partisipan dan masih berkaitan dengan tujuan penelitian. Setiap
ada informasi yang kurang jelas pada saat proses wawancara
berlangsung, peneliti melakukan klarifikasi. Selama proses
wawancara berlangsung, peneliti membuat catatan lapangan yang
berupa hal-hal penting atau kata-kata kunci dan gambaran
ekspresi non-verbal partisipan serta hal-hal lain yang dianggap
penting untuk memperkaya data penelitian.
3. Tahap penutupan
Diakhir proses wawancara, peneliti membuat kesepakatan
dengan partisipan untuk datang kembali jika ada data yang belum
didapat atau mngulang data jika ada yang hilang. Selain itu,
peneliti melakukan terminasi dengan mengucapkan terima kasih
45
kepada partisipan atas partisipasi dan kesediaannya. Peneliti juga
menjelaskan jika informan ingin mengetahui hasil penelitian, maka
peneliti akan datang kembali dan menginformasikan hasil akhir
penelitian.
G. Validasi Data
Untuk menjaga validasi data, maka peneliti menggunakan metode
validitas internal dengan melakukan triangulasi. Triangulasi dalam
pengujian kredibilitas ini dapat diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi
meliputi (Sugiyono, 2011):
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data
dari sumber yang berupa informan berbeda-beda. Data yang telah
dianalisis akan menghasilkan suatu kesimpulan yang akurat.
2. Triagulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kreadibilitas
data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang
diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,
dokumentasi atau kuesioner. Bila dengan menggunakan teknik
tersebut mendapatkan hasil yang berbeda-beda, maka peneliti akan
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data untuk
46
memastikan data mana yang dianggap benar, atau mungkin semua
benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat
nara sumber masih segar, sehingga informan belum mempunyai
banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga
lebih kreadibel. Pengujian kreadibilitas data dlakukan dengan cara
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik
lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara berulangulang hingga mendapatkan kepastian data.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan validasi data berupa
triangulasi sumber dan teknik.
H. Teknik Analisa Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri
pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen. Analisa data
yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data berdasarkan
Colaizzi (1978) dalam saryono dan mekar 2010, meliputi:
1.
Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran
menyeluruh tentang fenomena yang telah dikumpulkan.
47
2.
Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan
mengenai data yang dianggap penting kemudian dilakukan
pengkodean data.
3.
Membaca semua gambaran semua partisipan secara berulangulang.
4.
Mengulang catatan asli dan kutipan pertanyaan penting dengan
mengelompokkan kata kunci.
5.
Mengatur kumpulan membentuk pegertian dari kelompok tema
dengan membuat kategori-kategori.
6.
Peneliti kemudian menulis gambaran tempat dan merumuskan
tema.
7.
Selanjutnya mengintegrasi hasil analisis ke dalam bentuk
deskriptif
8.
Peneliti mengulang validasi data ke partisipan atas gambaran
yang diberikan untuk mengklarifikasi data hasil penelitian
9.
Jika data baru ditanyakan selama validasi, gabungkan sehingga
menjadi gambaran yang lengkap.
48
Memiliki gambaran yang jelas
tentang fenomena yang diteliti
Menggabungkan data yang baru
diperoleh saat dilakukan validasi
Mencatat data yang diperoleh
(hasil wawancara)
Kembali ke responden untuk
klarifikasi data hasil penelitian
Membaca transkrip secara
berulang-ulang
Mengintegrasikan hasil analisis ke
dalam bentuk deskriptif
Mengelompokkan kata kunci
Membuat kategori-kategori
Merumuskan tema
Tabel 4.1
Teknik analisa data
Sumber: Colaizzi ,1978 dalam Saryono & Mekar, 2010
I. Etika penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan
(Hidayat, 2007). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
49
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, serta mengetahui dampaknya. Subjek penelitian harus
menandatangani lembar persetujuan ketika bersedia menjadi responden.
Peneliti harus menghormatinya, jika responden menolak.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang membserikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh
peneliti, hanya kelompok data tersusun yang akan dilaporkan pada hasil
riset (Hidayat, 2007).
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 2
partisipan melalui proses analisis data dari hasil wawancara mendalam,
ditemukan tema yang selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk naratif dengan
penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) adalah organisasi nirlaba yang
bersifat sosial dan kemanusiaan di bidang kesehatan, khususnya dalam upaya
penanggulangan kanker. Tujuan YKI adalah mengupayakan penanggulangan
kanker dengan menyelenggarakan kegiatan di bidang promotif, preventif dan
suportif. YKI memiliki cabang di seluruh Indonesia., penelitian ini dilakukan
di cabang Jakarta pusat. YKI menjalankan berbagai program penanggulangan
kanker dengan memprioritaskan pelaksanaan program pada 10 kanker utama
berikut:

Kanker Leher Rahim

Kanker Payudara

Kanker Hati

Kanker Paru

Kanker Kulit

Kanker Nasofaring

Kanker Kolorektal
50
51

Leukemia

Trofoblas Ganas

Limfoma Malignum.
Salah satu pelayanan suportif yang berada di YKI adalah Indonesian
Ostomy Association (InOA) adalah suatu wadah bagi para penyandang stoma
(ostomate). Kegiatan InOA antara lain mendistribusikan kantong stoma
bantuan dari luar negeri dan memberi pelayanan luka dan stoma. Penelitian
dilakukan kepada anggota InOA yang memenuhi karakteristik yang
diinginkan peneliti.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Dalam penelitian ini partisipan dibagi menjadi dua yaitu partisipan
kunci dan partisipan pendukung. Partisipan utama adalah klien dewasa
muda dengan kolostomi permanen yang terdaftar sebagai anggota InOA di
YKI cabang Jakarta Pusat. Karakteristik dari partisipan utama yang
diperoleh antara lain klien berusia 20-40 tahun dan memiliki kolostomi
permanen. sedangkan partisipan pendukung adalah salah satu anggota
keluarga dari partisipan kunci.
a. Partisipan kunci
Partisipan kunci dalam penelitian ini adalah anggota InOA yang
berusia antara 20-40 tahun dan memiliki kolostomi permanen yang
berada YKI Jakarta Pusat.
52
Tabel 5.1
Karakteristik Partisipan Utama
No
Variabel
Partisipan
1
2
Tn. S
Tn. E
39
34
Laki-laki
Laki-laki
1.
Nama
2.
Umur (thn)
3.
Jenis kelamin
4.
Agama
Islam
Islam
5.
Status perkawinan
Kawin
Belum kawin
6.
Pendidikan terakhir
S1
D3
7.
Pekerjaan
Karyawan
Karyawan
8.
Pendapatan
Rp 4.000.000
Rp 2.000.000
9.
Status dalam keluarga
Kepala rumah
Anak
tangga
10.
Jumlah anggota keluarga
11.
Tahun pembuatan kolostomi
7 orang
4 orang
2004
2005
b. Partisipan pendukung
Partisipan pendukung adalah salah satu anggota keluarga dari
partisipan kunci yang mengetahui perkembangan keadaan klien sejak
sebelum adanya kolostomi hingga setelah ada kolostomi.
53
Tabel 5.2
Partisipan Pendukung
No
Variabel
1.
Nama
2.
Umur (thn)
3.
Jenis kelamin
4.
Agama
5.
Pekerjaan
6.
Hubungan dengan informan
Partisipan
1
2
Ny. I
Ny. M
34
59
Perempuan
Perempuan
Islam
Islam
IRT
IRT
Istri Tn. S
Ibu Tn. E
2. Analisa Tema
Berdasarkan hasil analisa tema yang telah dilakukan dalam
penelitian teridentikfikasi Sembilan belas tema. Proses pemunculan tematema tersebut dapat dilihat pada lampiran. Tema-tema tersebut akan
diuraikan berdasarkan tujuan penelitian.
a. Gambaran Citra tubuh (Body Image)
Gambaran citra tubuh pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen tergambar dalam enam tema, yaitu stresor, adaptasi transisi
sehat-sakit, perubahan fungsi eliminasi tubuh, keterbatasan aktivitas,
penilaian kepuasan terhadap bentuk tubuh dan alasan penilaian bentuk
tubuh. Masing-masing tema tersebut akan diuraikan di bawah ini.
54
Tema I: Stresor
Stresor yang dialami oleh partisipan dalam penelitian ini
berupa adanya perubahan bentuk tubuh dan penggunaan alat bantu.
Partisipan merasakan adanya perubahan bentuk tubuh yang
menonjol dibagian perut, merasa tidak normal dan tidak sebagus
dahulu seperti ungkapan berikut :
“…jadi ya saya harus pakai kolostomi sekarang ada
kantongnya agak nonjol dibagian perut..” (P1)
“Bentuk tubuh saya ya gak normal lagi… yang tadinya
bagus sekarang ada tonjolan diperut, otomatis tubuh kita
berubahlah gak sebagus tubuh kita yang normal…” (P2)
Penggunaan alat bantu berupa kantong juga merukakan
stresor yang dirasakan oleh partisipan seperti ungkapan berikut :
“…ada kantong supaya gak bocor jadi harus hati-hati…”
(P1)
“…ya pakai kantong kemana-mana harus pakai kantong
kalo gak ada kantong gak bisa…” (P2)
Tema II : Adaptasi Transisi Sehat-Sakit
Adaptasi transisi sehat-sakit yang dialami oleh partisipan
berupa reaksi syok psikologis, kecemasan, ketidaknyamanan dan
penerimaan secara bertahap. Seperti ungkapan partisipan yang
menyatakan bahwa adnya perasaan syok psikologis saat awal
pertama memiliki kolostomi.
“…mau gak mau saat pertama kali pasang kolostomi saja
merasa terbebani….Pada saat kita pakai kolostomi nih
awal-awalnya pertama sekali saya risih” (P1)
55
Kecemasan juga dirasakan oleh partisipan karena partisipan
merasa resah dan takut terjadi sesuatu pada kantong kolostominya.
Seperti ungkapan berikut:
“… misalnya lagi diperjalanan nh perjalanan jauh udah
gak
tahan nah disitu kita udah gak tahan kita resah
banget takut
bocor, takut tumpah karena pada saat itu
lagi sama temen-
temen nah itu udah kacau pikiran
sampe sekarang kalo itu,
saat kita berpergian aja yang
buat saya khawatir banget…”
(P1)
“jadi takut kantongnya penuh mungkin karena banyak
gerak jadi takut bocor.” (P2)
Ketidaknyamanan juga dirasakan partisipan karena merasa
terganggu karena adanya kolostomi, seperti ungkapan berikut:
“ … terus gimana ya kayaknya ganggu deh orang buat
gerak saki ... Cuma agak risih aja kalo udah penuh merasa
terganggu…” (P1)
Penerimaan yang dirasakan oleh partisipan terjadi secara
bertahap, partisipan menerina adanya perubahan terhadap dirinya,
seperti ungkapan berikut :
“…sampe kurang lebih 3 bulan baru merasa rileks , udah
merasa gak ada deh kolostomi dibadan udah terbiasa…”
(P1)
“…Tapi saya terima aja kalo memang harus berubah kayak
begini” (P2)
56
Tema III : Perubahan Fungsi Eliminasi Tubuh
Perubahan fungsi eliminasi tubuh pada partisipan terdiri
dari perubahan fisiologis dan perubahan anatomis. Perubahan
fisiologis yang dirasakan adanya hilang control reflek buang air
besar dan buang air kecil seperti ungkapan berikut :
“…Cuma buang air besarnya aja jadi berubah, biasanya
bisa ditahan kalo ini kan gak bisa ya udah langsung keluar
aja ke kantong kolostomi…” (P1)
“…Hhmm,, ada, biasanya kalo kita ingin buang air kecil
gak bisa ditahan lama gak tau kenapa, harus cepet-cepet
ketoilet. Biasanya kalo pingin buang air besar sekarang
gak perlu ngeden-ngeden karena langsung masuk ke
kantong kolostomi..” (P2)
Perubahan bentuk anatomis tubuh juga dirasakan oleh
partisipan seperti ungkapan berikut :
“…menurut saya biasanya normal masih punya anus
sedangkan sekarang anusnya dipindahkan ke samping jadi
kita pakai kolostomi…”(P2)
Tema IV : Keterbatasan Aktivitas
Keterbatasan aktivitas yang dirasakan partisipan berupa
adanya perubahan dalam melakukan kebiasaan sehari-hari seperti
merasa terbebani ketika melakukan perjalanan jauh dan tidak bisa
menjalnakan hobi seperti naik gunung dan bermain futsal, seperti
ungkapan berikut:
57
“…saya merasa teganggu jika saat perjalanan yang sangat
jauh apa lagi kalo waktu pemberhentian untuk ke kamar
mandi jarang ada…” (P1)
“…tapi ada aja kendalanya, kalo dulu tuh ya suka naik
gunung , kadang kalo mu naik gunung tuh ya agak ribet
jugakarena di gunungkan tidak ada air jadi udah jarang
naik gunung lagi. Saya juga suka main futsal, jadi takut
kantongnya penuh mungkin karena banyak gerak jadi takut
bocor” (P2)
Tema V : Penilaian Kepuasan Terhadap Bentuk Tubuh
Penilaian kepuasan terhadap bentuk tubuh meliputi bagian
tubuh yang disukai, bagian tubuh yang tidak disukai, Seperti
ungkapan partisipan berikut :
“Ya saya suka semua sih,…. ya kurang suka dibagian perut
, kalo bagian yang lumayan saya suka mungkin hidung
saya…”
(P1)
“Semua suka…. tapi kalo ada kurangnya sh ada misalnya
kurang mancung atau apa…” (P2)
Tema VI : Alasan Penilaian Bentuk Tubuh
Alasan penilaian bentuk tubuh meliputi penilaian positif
dan negative terhadap bagian tubuh, seperti ungkapan partisipan
berikut :
“…tapi sekarang kan saya pakai kantong di perut saya
…..hidung saya ya lumayan mancung” (P1)
58
“Semua suka, karena tuhan sudah memberikan seperti itu
ya kita sukuri aja, tapi kalo ada kurangnya sh ada misalnya
kurang mancung atau apa , tapi disukuri aja” (P2)
b. Gambaran Ideal Diri
Gambaran ideal diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen tergambar dalam dua tema, yaitu factor-faktor yang
mempengaruhi ideal diri dan factor-faktor yang mempengaruhi
pencapaian ideal diri.
Tema VII : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ideal Diri
faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri meliputi adanya
harapan positif yang dijadikan sebagai tujuan dalam hidupnya.
Seperti
keinginan
keluarganya
untuk
memberikan
yang
terbaik
bagi
dan membuat keluarga merasa senang, seperti
ungkapan partisipan berikut :
“…. Saya sebagai seorang bapak berharap saya bisa
memberikan yang terbaik untuk mereka, saya ingin menjadi
orang tua yang bisa membuat anak-anak saya bangga
dengan saya, sebagai seorang suami saya berharap istri
sya tetap menerima keadaan saya seperti ini… ” (P1)
“…Saya juga ingin jadi anak yang berbakti kepada kedua
orang tua saya, maunya buat mereka senang insyaallah ya.
Saya berharap bisa seperti anak-2nak yang lainnya bisa
membahagiakan orang tua bukan membebani mereka
dengan keadaan saya yang sekarang” (P2)
59
Tema VIII : Pencapaian Ideal Diri
Pencapaian ideal diri pada
partisipan
meliputi
adanya
motivasi. Hasrat untuk berhasil( material) dan adanya pencapaian
tugas perkembangan, hal ini
seperti ungkapan partisipan berikut :
“Kedepannya saya ingi sembuh, saya ingin memiliki
kecukupan yang lebih, punya usaha sendiri mungkin …”
(P1)
“Saya maunya sembuh/sehat …Selain itu ya harapan saya
sh ingin menjadi orang yang sukses, jadi pengusahalah
kedepannya......Harapan saya yang lainnya juga mudahmudahan ditemukan jodohnya yang mau terima saya apa
adanya, saya juga lagi bertahap mengumpulkan modal
untuk usaha sendiri karena gak mungkin dengan kondisi
saya seperti ini terus bekerja berat” (P2)
c. Gambaran Harga Diri
Gambaran harga diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen tergambar dalam empat tema, yaitu indicator keberhasilan,
respon emosional, respon kehilangan dan sumber pembentukan harga
diri.
Tema IX : Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan yang tergambar pada partisipan
meliputi adanya pencapaian tugas perkembangan partisipan merasa
keberhasilan
yang
didapatkan
sekarang
sebagai
indicator
pencapaian keberhasilannya. Seperti ungkapan partisipan berikut :
“Belum merasa berhasil, karena dengan kondisi saya yang
seperti ini saya harus bekerja dan orang lain pun tidak ada
60
yang tahu dengan kondisi saya sekarang.....maunya saya
punya
usaha
sendiri
biar
enak
gak
ada
yang
mempermasalahkan kondisi saya.....saya punya anak 5,
…tetap harus saya nafkahi, saya punya semangat ya buat
mereka..” (P1)
“Kalo keberhasilan menurut saya belom, karena ada
beberapa yang belum tercapai. Saya orangnya bosenan
kerja, jadi saya ingin menjadi wira usaha ya itu belum
tercapai, lagi kumpulin modalnya dulu, untuk urusan
keluarga saya masih single, lagi cari-cari pasangan hidup,
insyaallah tercapai ketemu jodohnya” (P2)
Tema X : Respon Emosional
Respon emosional yang tergambar pada partisipan meliputi
adanya rasa percaya diri dan rasa harga diri rendah, pada P1
tergambar adanya rasa percaya diri sedangkan pada P2 tergambar
adanya rasa harga diri rendah, seperti ungkapan partisipan berikut:
“ya saya sih biasa aja toh banyak orang yang gak tau
kondisi sayakan, kan kantongnya ada didalam jadi gak
kelihatan” (P1)
“Ya rasa-rasa malu pasti ada juga sih, ya kita takutnya
kantong kita bocor atau gak kuat perekatnya, saat interaksi
dengan orang ya agak risih juga karena kalau penuh agak
menonjol” (P2)
Tema XI : Respon Kehilangan
Respon kehilangan yang tergambar pada partisipan meliputi
adanya reaksi syok psikologi dan penerimaan secara bertahap. Syok
61
psikologi terjadi saat partisipan pertama kali memiliki kolostomi,
setelah itu timbul rasa penerimaan secara bertahap, seperti
ungkapan partisipan berikut :
“Pada saat kita pakai kolostomi nih awal-awalnya pertama
sekali saya risih terus gimana ya kayaknya ganggu deh
orang buat gerak saki sampe kurang lebih 3 bulan baru
merasa rileks , udah merasa gak ada deh kolostomi
dibadan udah terbiasa”(P1)
“Dari awal sampai sekarang proses menerima adanya
kolostomi ya awal-awal saya masih belum menerima
karena bentuknyakan berubah yang tadinya tidak pake
kolostomi
sekarang
pake
kolostomi
ya
lama-lama
sejalannya waktu kira-kira 2-3 bulanlah ya jadi terbiasa
juga…”(P2)
Tama XII : Sumber Pembentukan Harga Diri
Sumber pembentukan harga diri yang tergambar pada
partisipan meliputi adnya respon klien terhadap penilaian orang lain
dan adanya dukungan dari keluarga, seperti ungkapan partisipan
berikut :
“Kalo saya sih gak perduli sama omongan orang lain
selama saya gak minta makan dan minta kerjaan sama dy
sih saya biarin aja kecuali saya merepotkan dia… Kalo
keluarga
...mereka
juga
ngerti
dan
gak
pernah
mempermasalahkan hal itu, mereka baik-baik saja ya gak
suka dibeda-bedain”(P1)
“Ada beberapa teman sama tetangga yang tahu saya
memiliki kolostomi, tapi mereka tidak pernah memberikan
penilaian yang berbeda ke saya, ya bersikap biasa saja…..
keluarga, orang tua yang tahu ya selalu kasih semangat
buat saya ya saya senang karena keluarga saya masih
62
memperhatikan saya apalagi dengan kondisi saya yang
seperti ini, mereka juga menghargai saya ko saya gak
pernah dilakukan beda.”(P2)
d. Gambaran Peran
Gambaran peran pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen tergambar dalam tiga tema, yaitu peran di keluarga, tugas
perkembangan dan stresor.
Tema XIII : Peran Dikeluarga
Peran partisipan dalam keluarga tergambar dalam posisi
partisipan dalam keluarga sebagai ayah pada P1 dan sebagai anak
pada P2, seperti ungkapan berikut :
“Saya bapak dari 5 orang anak…”(P1)
“Perannya biasa saja, saya sebagai anak…”(P2)
Tema XIV : Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan yang tergambar pada partisipan
meliputi adanya pelaksanaan tugas peran dalam keluarga seperti
mencari nafkah pada P1 dan membantu orang tua pada P2, seperti
ungkapan partisipan sebagai berikut :
“ya saya sebagai kepala rumah tangga, saya jalankan
seperti biasanya
mencari
nafkah
dan
membiayai
mereka…”(P1)
“ya kalau bisa saya bantu orang tua, kalau saya ada rezeki
ya saya suka bantu dan sisanya saya tabung untuk
kedepannya.”(P2)
63
Tema XV : Stresor
Stresor yang tergambar pada partisipan meliputi adanya
keterbatasan pencapaian materi dan stresor tugas perkembangan.
Adanya keterbatasan materi seperti ungkapan partisipan berikut:
“Hambatan sih ada, saat saya sedang mencari nafkah saya
berfikiran ingin melangkah mencari nafkah lebih, namun
karena kebutuhan kantong semakin langka saya sulit, saya
terhambat dengan jumlah kantong… ya itu dia hambatanya
susah cari kantong, kantong harganya mahal”(P1)
“…saya juga sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang
mungkin lebih baik ya penghasilannya, saya kalo mu cari
lagi takutnya disana ada cek up nanti kalo saya ketahuan
punya kangtong dipersulitnantinya…”(P2)
Salah satu stresor lain yang terdapat pada P2 adanya
stressor dalam tugas perkembangan, seperti ungkapan berikut :
“Ada tapi gak terlalu yak arena saya pakai kolostomi
mungkin
saya
sulit
untuk
mendapatkan
pasangan
hidup,yang mau terima saya apa adanya kayak gini, kan
gak smua orng mau kali ya…”
e. Gambaran Identitas Diri
Gambaran identitas diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen tergambar dalam empat
tema, yaitu sikap terhadap
penerimaan, pengakuan jenis kelamin, penilaian diri terhadap tujuan
hidup dan penilaian koping.
64
Tema XVI : Sikap Terhadap Penerimaan
Sikap
terhadap
penerimaan
tergambar
dari
adanya
penerimaan adaptif dan penerimaan maladaptive. Penerimaan adaptif
meliputi adanya perasaan sama dengan yang lain dan merasaa sama
dengan orang kebanyakan dan mensyukuri apa yang terjadi pada diri
dan menerima adanya perubahan fisik saat ini. Seperti ungkapan
partisipan berikut :
“Apa ya,, ya stiap orang memang berbeda tapi ya
kayaknya saya biasa aja sama seperti yang lainnya ya,
mungkin saya beda fisiknya dengan yang lain karena saya
punya kolostomi tapi ya bagi saya sih syukuri aja” (P1)
“ …ya sama seperti orang Indonesia kebanyakan, ya saya
sih bedanya karena punya kantong saja, tapi ya udah
terima aja”(P2)
Tema XVII : Pengakuan Jenis Kelamin
Pengakuan jenis kelamin pada partisipan tergambar dengan
adanya penerimaan jenis kelamin yang ada pada dirinya, seperti
ungkapan berikut :
“Dilahirkan sebagai laki-laki gitu? Ya saya terimalah
buktinya saya sekarang sudah punya keluarga…”(P1)
“Kalo dilahirkan sebagai laki-laki ya terima kan takdir
kita jadi laki-laki…”(P2)
65
Tema XVIII : Penilaian Diri Terhadap Tujuan Hidup
Penilaian diri terhadap tujuan hidup pada partisipan
tergambar dalam pencapaian tugas perkembangan, partisipan merasa
sebagai seseorang yang dewasa belum tercapai keinginannya untuk
menikah dan membina keluarga yang bahagia. Seperti ungkapan
partisipan berikut :
“…karena saya masih memiliki beberapa keinginan saya
yang belum tercapai. Saya ingin sukses, menikah dan
memiliki keluarga yang bahagia.”(P2)
Tema XIX : Penilaian Koping
Penilaian koping pada partisipan tergambar dalam respon
negative terhadap kepuasan dan pengontrolan diri secara spiritual,
dalam respon terhadap kepuasan semua partisipan merasa kurang
puas dengan adanya kolostomi. Namun semua partisipan memiliki
kemampuan secara spiritual untuk mengontrol respon negatifnya.
Partisipan satu mengatakan mensyukuri apa yang ada pada dirinya
sekarang, sedangkan partisipan lain mengatakan menerimannya
sebagai takdir. Seperti ungkapan partisipan berikut :
“…dengan memakai kolostomi saya tidak puas tapi kalo
udah seperti ini ya saya berusaha menerima saja….. Kalo
ditanya puas ya dengan kondisi saya seperti ini, tapi ya
syukuri saja.” (P1)
66
“ya sebagai seorang laki-laki dewasa sih saya belum merasa
puas, karena saya masih memiliki beberapa keinginan saya
yang belum tercapai. Saya ingin sukses, menikah dan
memiliki keluarga yang bahagia. Ya semua dalam proseslah
kalo takdir saya memang begini ya dijalanin saja.”(P2)
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Peneliti telah mengidentifikasi sembilan belas tema yang
merupakan hasil dari penelitian ini. Beberapa diantaranya memiliki subtema dengan kategori-kategori makna tertentu. Tema-tema tersebut
teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Gambaran citra tubuh pada
klien dewasa muda dengan kolostomi permanen dapat diidentifikasikan
dalam enam tema, yaitu : 1) stresor 2) adaptasi transisi sehat sakit 3)
perubahan fungsi eliminasi tubuh 4) keterbatasan aktivitas 5) penilaian
kepuasan terhadap bentuk tubuh 6) alasan penilaian bentuk tubuh.
Gambaran ideal diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen
dapat diidentifikasikan pada tema ke-tujuh, yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi ideal diri; dan pada tema ke-delapan pencapaian ideal diri.
Sedangkan gambaran harga diri pada klien dewasa muda dengan
kolostomi permanen teridentifikasi pada tema ke-sembilan, yaitu indikator
keberhasilan; tema ke-sepuluh, yaitu respon emosional; tema ke-sebelas
respon kehilangan; dan pada tema ke-dua belas, yaitu sumber
pembentukan harga diri .
67
68
Tema ke-tiga belas, yaitu peran dikeluarga; tema ke-empat belas,
yaitu tugas perkembangan; dan tema ke-lima belas, yaitu stresor
menggambarkan gambaran peran klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen. Penelitian ini juga telah mengidentifikasi gambaran identitas
diri klien dewasa muda dengan kolostomi permanen melalui tema ke-enam
belas, yaitu sikap terhadap penerimaan; tema ke-tujuh belas, yaitu
pengakuan jenis kelamin; tema ke-delapan belas, yaitu penilaian diri
terhadap tujuan hidup; dan tema ke-sembilan belas, yaitu penilaian koping.
Selanjutnya
peneliti
akan
membahas
masing-masing
tema
yang
teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian.
1. Citra tubuh pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen
Tema I : Stresor
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang,
seperti, munculnya stresor yang dapat mengganggu integrasi gambaran
diri (salbiah, 2003). Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik
dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada
situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial dan lingkungan luar
lainnya (Patel,1996 dalam Nasir & Muhith,2011). Dalam penelitian
ini partisipan memiliki stresor berupa perubahan bentuk tubuh dan
penggunaan alat bantu. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat
menjadi stresor yang mempengaruhi konsep diri. perubahan fisik
dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, di mana identitas
dan harga diri juga dapat dipengaruhi. Semua partisipan merasakan
adanya
perubahan
bentuk
yang
menonjol
dibagian
perutnya
69
dikarenakan adanya kolostomi dan adanya penggunaan alat bantu
berupa kantong kolostomi yang harus selalu mereka gunakan, hal ini
merupakan stresor yang dapat mempengaruhi penilaian terhadap
bentuk tubuh setelah adanya kolostomi. Salah satu partisipan
mengatakan bahwa dengan adanya kolostomi membuat tubuhnya tidak
sebagus dahulu dan merasa tidak normal karena saat ini memiliki
kolostomi. Banyak faktor dapat yang mempengaruhi citra tubuh
seseorang, seperti operasi (misalnya mastektomi, amputasi, ileostomi),
Kegagalan fungsi tubuh (seperti hemiplegi, buta, tuli), seseorang yang
tergantung pada mesin, perubahan tubuh seiring dengan bertambahnya
usia, umpan balik interpersonal yang negatif, Umpan balik ini berupa
tanggapan yang tidak baik misalnya celaan atau makian sehingga dapat
membuat seseorang menarik diri, dan lain-lain (Perry & Potter, 2005)
Tema II : Adaptasi transisi sehat sakit
Tema ini terdiri dari syok psikologis, kecemasan, ketidaknyamanan
dan penerimaan secara bertahap. Syok Psikologis merupakan reaksi
emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat
pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap
ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan
tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari,
menolak
dan
proyeksi
untuk
mempertahankan
keseimbangan diri.( salbiah, 2003) Dalam penelitian ini partisipan
merasakan adanya rasa terbebani saat pertama kali memiliki kolostomi,
rasa risih dan tidak terbiasa dengan keadaan barunya merupakan
70
respon awal terhadap proses penerimaan terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya.
Kecemasan timbul saat partisipan merasakan adanya rasa
khawatiran saat berpergian, rasa resah timbul karena adanya ketakutan
akan kondisi kantong kolostomi, partisipan takut jika kantongnya akan
tumpah dan bocor jika penuh. Kecemasan dan merasa malu memiliki
kolostomi dapat menyebabkan perubahan pada gaya hidup, termasuk
kemampuan untuk mencari pekerjaan, keinginan untuk melakukan
perjalanan, dan penilaian terhadap citra dirinya (Nugent et al, 1999)
Hal seperti ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada partisipan
karena merasa terganggu saat kantong penuh, partisipan juga
mengungkapkan awal memiliki kolostomi tidak merasa nyaman
dikarenakan adanya rasa sakit setelah pembuatan stoma sehingga
mengganggu saat bergerak. Setelah tiga bulan memiliki kolostomi
partisipan sudah mulai merasa rileks dan merasa terbiasa dengan
kondisi barunya. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap akan
timbul setelah klien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan
atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan
reintegrasi dengan gambaran diri yang baru (salbiah, 2003), dalam
penelitian ini semua partisipan mengatakan bahwa adanya proses
penerimaan kolostomi terjadi setelah tiga bulan memilikinya,
partisipan merasa sudah terbiasa dengan adanya kolostomi partisipan
mengatakan sudah bisa menerima perubahan yang terjadi pada bentuk
tubuhnya. Jacob, Knick & sally (2003) dalam rahayu (2008)
71
menyatakan bahwa fase acceptance/menerima dicapai oleh masingmasing individu dalam rentang waktu yang bervariasi tergantung dari
kemampuan individu untuk membentuk koping dalam menjalani
proses berduka. Ada individu yang mampu adaptif dalam waktu 1-3
bulan setelah peristiwa kehilangan, namun beberapa individu lain
mencapainya dalam 6 bulan hingga 1 tahun.
Tema III : Perubahan fungsi eliminasi tubuh
Eliminasi normal sisa tubuh melalui saluran gastrointestinal adalah
fungsi dasar dari kebanyakan manusia. Bila system ini berubah dan
eliminasi normal tidak dapat terjadi, system tubuh lain berisiko
mengalami perubahan juga. Selain itu, perubahan eliminasi dapat
berdampak emosional dan sosial (nurachmah dan sudarsono, 2000).
Pada penelitian ini partisipan mengalami perubahan fungsi eliminasi
tubuh yang mencakup adanya perubahan fisiologis dan anatomis. Pada
klien yang memiliki kolostomi otomatis akan terjadi perubahan fungsi
fisiologis berupa hilangnya kontrol pengeluaran feses melalui anus hal
ini menyebabkan sisa pembuangan feses keluar melalui kolostomi
yang berada di bagian perut. Semua partisipan mengatakan adanya
perubahan fungsi tubuh sejak adanya kolostomi mereka tidak bisa
menahan buang air besar dan tidak perlu mengedan ketika buang air
besar karena kotoran akan langsung keluar melalui kolostomi.
Perubahan anatomis letak pembuangan feses berubah dari pengeluaran
yang biasanya dikeluarkan oleh anus sekarang melalui kantong
kolostomi yang ada dibagian perut. Adanya perubahan eliminasi pada
72
seseorang beresiko terhadap penilaina konsep diri, klien yang
mengalami perubahan eliminasi, konsep dirinya dapat terancam
misalnya inkontinesia yang sering, feses yang berbau busuk, dan
peralatan ostomi yang merupakan beberapa factor yang dapat
menyebabkan klien merasa bahwa ada suatu perubahan pada citra
tubuhnya. Akibatnya, klien mungkin menghindari sosialisasi dengan
orang lain atau tidak berkeinginan untuk melaksanakan tanggung
jawab dalam merawat dirinya ( Perry & Potter, 2005)
Tema IV : Keterbatasan aktifitas
Fungsi fisik yang terganggu sangat beragam antara lain menurunya
kemandirian untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan,
mandi, membersihkan diri, berdandan, toileting, perubahan dalam
berkemih, kerusakan integritas kulit, gangguan buang air besar.
Keterbatasan
fisik
yang
dialami
memungkinkan
penderita
menggunakan berbagai macam alat bantu (suryadinata, 2008). Dalam
penelitian ini semua partisipan merasakan adanya perubahan aktivitas
yang biasa dilakukan saat sebelum memiliki kolostomi dengan
sesudahnya, partisipan satu mengatakan sejak adanya kolostomi
merasa khawatir jika harus berpergian dalam jarak yang jauh dan
waktu yang lama hal ini dikarenakan partisipan sering merasa tidak
enak jika kantung penuh dan sulit untuk menemukan kamar mandi
selama dalam perjalanan, partisipan juga mengatakan sulit untuk
berpergian kemana-mana jika persediaan kantong tidak ada. Namun
untuk mengatasinya partisipan sebisa mungkin mengatur jadwal
73
berpergian dengan ketersediaan kantong. Sedangkan partisipan lainnya
merasakan adanya perubahan aktivitas dalam menjalankan hobinya
yaitu naik gunung dan bermain futsal, ia mengatakan jika naik gunung
disana sulit untuk menemukan air dan akan menjadi kesulitan jika
harus membersihkan kantong kolostomi, dan ia juga merasa terganggu
jika harus bermain futsal karena ditakutkan kantongnya akan bocor
jika terlalu banyak gerak dan berkeringat.
Tema V : Penilaian Kepuasan terhadap bagian tubuh
Menurut Cash, 2000 dalam sari, (2008) mengemukakan salah satu
komponen citra tubuh yaitu body areas satisfaction (kepuasan terhadap
bagian tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara
spesifik, seperti wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah
(pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan
keseluruhan tubuh. Pada penelitian ini partisipan mengemukakan
bagian tubuh yang disukai dan bagian tubuh yang tidak disukai,
partisipan satu mengungkapkan bagian yang disukai yaitu hidung
sedangkan partisipan yang lain mengatakan semua bagian tubuh suka.
Pada bagian tubuh yang tidak disukai partisipan satu mengatakan
bagian tubuh yang tidak disukai yaitu perut, sedangkan partisipan yang
lain mengatakan hidung. Dalam penelitian ini partisipan mampu
menilai sendiri terhadap kepuasan bagian tubuh yang ada pada dirinya
melalui cara pandang terhadap dirinya sendiri. Cara individu
memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologisnya. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap
74
citra tubuhnya akan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap
realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupan (suliswati dkk,
2005)
Tema VI : Alasan penilaian bentuk tubuh
Papilla, Olds, dan Feldman (2004) dalam rizkiana dan retnaningsih
(2009) menyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri
berpikir lebih realistic tentang penampilan dan bagaimana dirinya
terlihat dalam pandangan orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut
mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu
tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai
dirinya
yang
sebenarnya.
Dalam
penelitian
ini
partisipan
mengungkapkan penilaian positif dan negatif mengenai bentuk tubuh
yang disukai dan tidak disukai. Pada penilain positif terhadap bentuk
tubuh partisipan satu mengatakan menyukai hidungnya karena
mancung sedangkan partisipan lainnya mengatakan menyukai semua
bagian tubuhnya karena semua yang ada pada dirinya merupakan
pemberian tuhan yang harus disyukuri. Pada penilaian negative
terhadap bentuk tubuh, partisipan satu mengatakan bagian tubuh yang
tidak disukai yaitu perut karena selalu ada kantong yang menempel di
perutnya. Dalam hal ini pertisipan dapat mengungkapkan kesukaan dan
ketidaksukaan beserta alasan terhadap bagian bentuk tubuhnya,
penilaina ini baik untuk klien dalam mengungkapkan apa yang ada
pada dirinya. . Citra tubuh harus harus realistis karena semakin dapat
menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan
75
merasa aman dari kecemasan. Individu yang menerima tubuhnya apa
adanya biasanya memiliki harga diri tinggi dari pada individu yang
tidak menyukai tubuhnya (suliswati dkk, 2005)
2. Ideal diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen
Tema VII : Faktor- faktor yang mempengaruhi ideal diri
Individu cenderung menetapkan tujuan yang sesuai dengan
kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa
cemas. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek
terhadap diri, tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samar-samar
atau kabur. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu
menetapkan ideal diri sebatas kemampuan, faktor kultur dibandingkan
dengan standar orang lain, hasrat melebihi orang lain, hasrat untuk
berhasil,
hasrat
untuk
memenuhi
kebutuhan
realistic,
hasrat
menghindari kegagalan, adanya perasaan cemas dan rendah diri
(suliswati dkk, 2005). Dalam penelitian ini semua partisipan
menetapkan harapa-harapan positif yang ingin dicapainya seperti
partisipan satu mengatakan ingin memberikan yang terbaik untuk
keluarganya, membuat bangga keluarga, dan berharap istri dan
keluarganya dapat menerima keadaannya yang sekarang sedangkan
partisipan lainnya mengatakan ingin menjadi anak yang berbakti dan
membahagiakan kedua orang tuanya serta tidak menjadi beban bagi
orang tuannya dengan kondisi saat ini.
76
Tema VIII : Pencapaina Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia
seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar
dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau
disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih.
Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau pengharapan diri
berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat individu
tersebut melahirkan penyesuaian diri (suliswati dkk, 2005). Dalam
peneliian ini semua partisipan memiliki penilaian positif terhadap
kondisinya saat ini, partisipan berharap walaupun sekarang
memiliki kolostomi bukan menjadi hambatan bagi kehidupan masa
depannya. Keinginan untuk memperoleh keberhasilan dimasa
depan juga masih menjadi harapan yang terus diusahakan sampai
saat ini dengan bekerja dan berusaha mendapatkan penghasilan dan
pekerjaan yang lebih baik dilakukan semua partispan karena semua
partisipan berkeinginan untuk memiliki usaha sendiri kedepannya.
Semua partisipan mengungkapkan keinginannya untuk sembuh dan
sehat dari penyakit yang pernah ada pada diri mereka agar apa
yang menjadi pengharapan partisipan dapat berjalan dengan baik
apabila memiliki tubuh yang sehat. Salah satu partisipan berharap
agar mendapatkan pasangan hidup hal ini merupakan salah satu
tugas perkembangan yang apabila telah dicapai oleh dewasa muda
akan mempengaruhi tingkat keberhasilan ketika mencapai puncak
keberhasilan pada usia setengah baya (Hurlock, 1993 dalam mesra
77
melisa, 2007), Seseorang yang telah mencapai usia dewasa muda
akan memiliki keinginan yang kuat untuk dianggap mandiri oleh
kelompok social meraka. Hal ini dapat menjadi motivasi bagi
seseorang yang berada pada tahapan ini untuk menguasai tugastugas perkembangan yang diperlukan agar dapat dianggap sebagai
orang yang mandiri( mesra melisa, 2007).
3. Harga diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen
Tema IX : indikator keberhasilan
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan
ideal dirinya. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering
mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga
dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau
tidak diterima lingkungan. Dalam penelitian ini semua partisipan
merasa belum puas terhadap keberhasilan yang diperolehnya saat ini,
partisipan satu mengatakan meskipun sekarang ia sudah memiliki
pekerjaan namun penghasilan yang diperolehnya masih kurang jika
harus digunakan untuk keperluan keluarga hanya sekedar cukup dan
belum bisa memiliki pendapatan yang lebih, karena ia merasa ruang
lingkupnya merasa berkurang dengan kondisi adanyanya kolostomi,
sehingga klien mengingikan memiliki usaha sendiri dan dapat dengan
bebas mengelolanya tanpa harus mempermasalahkan kondisi saat ini.
Partisipan yang lain juga mengungkapkan keinginannya untuk
78
memiliki usaha sendiri dikarenakan dengan kondisi yang seperti ini ia
merasa lebih sulit untuk memdapatkan pekerjaan yang lumayan baik.
Menurut Coopersmith (1967) dalam Oktario (2008) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri, antara lain yaitu kelas
sosial dan kesuksesan. Kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari
pekerjaan,
pendapatan
dan
tempat
tinggal.
Individu
yang
memiliki pekarjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi
dan tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan
dipandang lebih sukses dimata masyarakat dan menerima keuntungan
material dan budaya. Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas
sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari
orang lain. Dalam penelitian ini semua partisipan menganggap dirinya
belum mencapai keberhasilan di bidang pekerjaan mereka berpendapat
bahwa mereka belum bisa memiliki usaha sendiri karena dengan
memiliki usaha sendiri mereka merasa bisa memiliki penghasilan yang
lebih dan tidak ada orang lain yang akan mempermasalahkan
kondisinya saat bekerja.
Tema X : respon emosional
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dirinya. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negative terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma)
atau kronis (negative self evaluasi yang telah berlangsung lama)
79
menurut beberapa ahli salah satu factor yang mempengaruhi gangguan
harga diri adalah adanya gangguan fisik dan mental, gangguan ini
dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri (salbiah,
2003). Dalam penelitian ini semua parisipan memiliki perubahan
bentuk tubuh karena adanya kolostomi semua partisipan juga
menggunakan alat bantu berupa kantong kolostomi, hal ini merupakan
salah satu stressor bagi partisipan sehingga adanya stressor dapat
mempengaruhi respon emosi. Pada partisipan satu mengatakan bahwa
adanya
kolostomi tidak menjadikannya merasa malu tetika
berinteraksi dengan orang lain karena menurutnya orang lain tidak
akan mengetahui kondisinya karena kolostomi tertutup berada didalam
dan tertutup baju, sedangkan pertisipan lainnya mengatakan bahwa
dalam hati merasa malu dan risih ketika berinteraksi denga orang lain
yang karena apabila penuh kantongnya akan tampak ada sesuatu yang
menonjol dari bagian perutnya. Namun, hal ini terjadi saat kantong
terasa penuh dan ada rasa kekhwatiran bocor dan tumpah. Menurut
Taylor (1991 dalam Nasir & Muhith,2011) adanya stressor dapat
menimbulkan Respon stress salah satunya dapat terlihat dalam respon
emosi, Respon emosi akan dapat muncul sangat luas, menyangkut
emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu,
marah, dan sebagainya.
Tema XI : respon kehilangan
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup
80
anggota gerak, mata rambut, gigi atau payudara. Kehilangan fungsi
fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus,
mobilitas, kekuatan atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis
termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri,
respek, atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat
penyakit,
cidera
atau
perubahan
perkembangan
atau
situasi.
Kehilangan seperti ini dapat menurunkan kesejahterahan individu.
Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan
tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh
dan konsep diri (Perry & Potter, 2005). Dalam penelitian ini semua
partisipan mengalami kehilangan aspek diri mencakup bagian tubuh
adanya kolostomi di bagian perut, fungsi fisiologis hilangnya kontrol
terhadap pembuangan melalui anus. Semua partisipan mengatakan
sulit menerima saat pertama merasakan adanya kehilangan aspek diri
pada dirinya, namun sejalan dengan waktu semua partisipan secara
bertahap melakukan proses penerimaan terhadap apa yang terjadi pada
dirinya karena mereka meyakini semua yang terjadi pada mereka
merupakan takdir yang harus mereka terima. Dalam hal ini semua
partisipan berusahan untuk menerima dan menyesuaikan dengan
keadaannya yang sekarang, mereka meyakinkan apa yang terjadi pada
kondisi dirinya saat ini tidak menjadi penghalang untuk mencapai
harapan dan tujuan hidup yang lebih baik kedepannya. Pada penelitian
ini, semua partisipan dewasa muda terlihat lebih realistis dalam
menerima kondisinya saat ini. Usia memainkan peran dalam
81
pengenalan
dan
reaksi
terhadap
kehilangan
Dewasa
muda
menghubungkan kehilangan dengan signifikansinya terhadap status,
peran, dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan atau kesejahterahan
ekonomi, perceraian atau kerusakan fisik menyebabkan duka cita lebih
mendalam dan mengancam keberhasilan ( Perry & Potter, 2005)
Tema XII : sumber pembentukan harga diri
Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain.
Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan.
Dalam
penelitian ini sumber harga diri pada klien diidentifikasi terhadap
respon klien terhadap penilaian orang lain pada dirinya dan adaya
dukungan keluarga. Dalam hal ini semua partisipan menganggap
bahwa penilaian orang lain yang tidak bermanfaat tidak perlu untuk
difikirkan dan menganggap biasa saja. Semua partisipan tidak
memperdulikan penilaian negative orang lain terhadap dirinya selama
mereka tidak merugikan orang tersebut mereka akan bersikap biasa
saja dalam menanggapi penilaian dari luar. Berbeda dengan dukungan
yang selalu diberikan oleh keluarga kepada partisipan, semua
partisipan merasakan kasih sayang yang diberikan oleh keluarganya
dan merasa bahwa mereka masih memiliki keluarga yang dapat
menerima mereka apa adanya keluarga bisa mengerti keadaan
partisipan dan tidak memperlakukan beda terhadap dirinya, hal ini
dukungan yang besar dan berarti dari keluarga dapat berdampak baik
terhadap pembentukan harga diri seseorang.. Harga diri mencakup
penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas.
82
Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang
lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang
merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain
biasanya mempunyai harga diri yang rendah ( Perry & Potter, 2005)
4. Peran pada klien dewasa muda dengan kolostomi permanen
Tema XIII : peran di keluarga
Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh
keluarga, komunitas, dan kultur. Peran membentuk pola perilaku yang
diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu
dalam berbagai kelompok sosial.( Stuart & sundeen, 1991 dalam Perry
& Potter, 2005). Dalam penelitian ini partisipan satu memiliki posisi
peran dalam keluarganya sebagai seorang ayah dari lima orang anak
dan seorang suami dari istrinya, sedangkan partisipan yang lain
berperan sebagai seorang anak.
Tema XIV : tugas perkembanngan
Tugas-tugas perkembangan pada dewasa muda dipusatkan pada
harapan-harapan masyarakat dan mencakup mendapatkan suatu
pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama
dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga, membesarkan
anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung
jawab sebagai warga Negara dan bergabung dalam suatu kelompok
social yang cocok (Hurlock, 1993 dalam mesra melisa, 2007). Dalam
penelitian ini partisipan satu telah menjalankan tugas perkembangan
sebagai seorang laki-laki dewasa muda pada umumnya, sedangkan
83
partisipan yang lain belum sepenuhnya mengalami harapannya sesuai
tugas perkembangan seperti belum menemukan pasangan hidup dan
membina keluarga sendiri, namun berusaha menjalankan perannya
sebagai seorang anak yang membantu orang tua. Pencapaian tugas
perkembangan seseorang dapat meningkatkan penilaian terhadap diri
individu, semakin banyak kesesuaian yang dialami pada tugas
perkembangan semakin tinggi pula rasa keberhasilan yang ada pada
dirinya. Hurlock, 1993 dalam mesra melisa, 2007 menambahkan
bahwa tingkat penguasaan tugas-tugas ini pada awal masa dewasa akan
mempengaruhi
tingkat
keberhasilan
ketika
mencapai
puncak
keberhasilan pada usia setengah baya, baik itu dalam bidang pekerjaan,
pengakuan social ataupun kehidupan keluarga. Penguasaan ini juga
dapat menentukan kebahagian yang akan didapatkan sampai dengan
tahun-tahun akhir kehidupan seseorang.
Tema XV : Stresor
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh
dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran
diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di
cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang
penting adalah persepsi klien terhadap ancaman.(Salbiah, 2003).
Dalam penelitian ini partisipan merasakana adanya hambatan yang
dialaminya sejak adanya kolostomi dalam menjalankan perannya
sehari-hari. Partisipan satu mengatakan sejak adanya kolostomi pada
84
dirinya ia merasakan kesulitan untuk mencari nafkah lebih untuk
keluarganya, ia merasa sulit mendapatkan pekerjaan dan penghasilan
lebih dengan kondisinya saat ini, ia merasa ruang lingkup untuk
mencari tambahan materi berkurang dengan kondisi saat ini, hal ini
dikarenakan juga karena keterbatasan kantong sehingga ia sulit untuk
berpergian jauh tanpa persediaan kantong yang cukup, sedangkan
harga kantong mahal dan sekarang sulit mendapatkan bantuan kantong
dari YKI, partisipan yang lain juga mengatakan kesulitan untuk
mendapatkan penghasilan materi yang lebih dikarenakan sulitnya
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan kondisi seperti ini, ia
juga mengatakan merasa kesulitan untuk mendapatkan pasangan hidup
yang dapat menerima keadaannya dengan kolostomi. Harga diri yang
tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri. posisi dimasyarakat dapat merupakan stresor
terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran,
tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (keliat, 1992
dalam salbiah 2003 )
5. Identitas diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi
permanen
Tema XVI : sikap terhadap penerimaan
Coleridge (1997) dalam satyaningtias dan sri 2010 mengatakan
penerimaan diri bukanlah sikap pasrah, tetapi menerima identitas diri
secara positif, pandangan tentang diri sendiri dan harga diri tidak
menurun sama sekali, bahkan dapat meningkat. Hurlock (2006) dalam
85
satyaningtias dan sri 2010 mengemukakan bahwa penerimaan diri
merupakan kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri
sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga
apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka individu
tersebut akan mampu berpikir logis tentang baik buruknya masalah
yang terjadi tanpa menimbulkan perasaan, permusuhan, perasaan
rendah diri, malu, dan rasa tidak aman. Dalam penelitian ini semua
partisipan mengatakan merasa memiliki kesama dengan yang lain
dalam hal keunikan yang ada pada dirinya, partisipan memnggangap
bahwa apa yang ada pada dirinya sama saja dengan orang lain miliki,
namun semua partisipan mengatakan hal yang mungkin membedakan
mereka dengan yang lainnya yaitu adanya perbedaan fisik, partisipan
merasa berbeda karena adanya kolostomi pada dirinya, meskipun
adanya kesamaan atau perbedaan yang ada pada dirinya dengan orang
lain semua partisipan dapat menerima dan mensyukuri apa yang ada
pada dirinya saat ini. Penerimaan diri berkaitan dengan konsep diri
yang positif. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat
memahami dan menerima fakta-fakta yang begitu berbeda dengan
dirinya, orang dapat menyesuaikan diri dengan seluruh pengalaman
mentalnya sehingga evaluasi tentang dirinya juga positif ( handayani,
ratnawati dan helmi, 1998), Sari (2002) dalam satyaningtias dan sri
2010 menyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri akan
mengetahui segala kelebihan dan kekurangannya, dan mampu
mengelolanya.
86
Tema XVII : pengakuan jenis kelamin
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu
mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai
diri, mengatur diri dan menerima diri. Dalam penelitian ini semua
partisipan mengakui dan menerima jenis kelamin yang telah ada pada
dirinya, mereka mengakui dirinya sebagai laki-laki. Ciri individu
dengan identitas diri yang positif yaitu ; Mengenal diri sebagai
organisme yang utuh terpisah dari orang lain, Mengakui jenis kelamin
sendiri, memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu
keselarasan, menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat,
menyadari hubungan masa lalu sekarang dan yang akan datang,
mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat dicapai/direalisasikan
(Suliswati dkk, 2005)
Tema XVIII : Penilaian Diri Terhadap Tujuan Hidup
Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dnegan
masalah. Hanya saja masalah yang dihadapi individu satu akan
mempunyai bentuk dan tingkat kesulitan yang berbeda dengan yang
lainnya. Masalah-masalah yang dihadapi individu begitu kompleks
sehingga membutuhkan keterampilan pemecahan masalah yang
strategis, yang dilandasi oleh tujuan hidup seseorang. Tanpa tujuan
hidup yang jelas, individu akan mengalami kesulitan dalam
mengarungi hidup ini. salah satu cara untuk mencapai tujuan hidup
adalah dengan cara lebih mengenal diri sendiri, yaitu apakah kekuatan-
87
kekuatan diri dan apakah kelemahan-kelemahan diri.(handayani dkk,
1998). Dalam penelitian ini salah satu partisipan mengatakan bahwa
sebagai seorang laki-laki dewasa ia merasa belum berhasil dalam salah
satu pencapaian tugas perkembangan yaitu memiliki pasangan hidup
dan membina keluarga, hal tersebut merupakan salah satu penilaian
diri terhadap tujuan dalam hidupnya. Pencapaian tujuan dalam hidup
seseorang akan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan. Hurlock,
(1993) dalam mesra melisa 2007 menambahkan bahwa tingkat
penguasaan
tugas-tugas
mempengaruhi
tingkat
ini
pada
keberhasilan
awal
masa
ketika
dewasa
mencapai
akan
puncak
keberhasilan pada usia setengah baya, baik itu dalam bidang pekerjaan,
pengakuan social ataupun kehidupan keluarga.
Tema XIX : penilaian koping
Koping merupakan suatu tindakan yang mengubah kongnitif secara
konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau
eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang
dimiliki individu. Koping yang efektif adalah koping yang membantu
seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak
merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainnya ( Lazarus dan
Folkman,1984 dalam Nasir & Muhith, 2011). Dalam penelitian ini
semua partisipan merasakan kurang puas dengan adanya kolostomi
pada dirinya, namun semua partisipan memiliki pengontrolan diri
secara spiritual terhadap penerimaannya dengan meyakini banwa
semua ini adalah takdir yang harus dialami dan berusaha unuk selalu
88
mensyukurinya. Menurut Lazarus (2000) dalam Rahayu 2008
menjelaskan bahwa koping yang berfokus pada emosi dilakukan untuk
membuat nyaman dengan memperkecil gangguan emosi yang
dirasakan. Jenis koping ini bertujuan untuk meredakan atau mengatur
ekanan emosional atau mengurangi emosi negative dan memahami
kejadian yang penuh dengan stressor. Koping ini lebih bersifat pasif,
perilaku yang terlihat berupa upaya mengatasi emosi yang timbul pada
tingkat kognitif seperti menghindar, menyalahkan diri sendiri,
mengatur atau mengusir emosi yang disebabkan oleh stressor (Scott,
(2000) dalam rahayu 2008).
Hasil Catatan Lapangan
Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan pencatatan
lapangan terhadap informan baik sikap, penerimaan dan tingkah laku
serta
keadaan
fisik
dan
lingkungan
sekitar
informan
untuk
mendapatkan hasil yang relevan. Tidak semua hasil observasi dapat
peneliti tulis, berikut sebagian hasil catatan lapangan yang dapat
mendukung penelitian :
Catatan lapangan Tn. S
Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Desember 2012 pukul 13.25
s/d 14.15 WIB. Tn. S mengenakan kaos dan celana panjang, klien
tampak rapih dan bersih. Saat peneliti datang kerumah Tn. S,
sedang menonton TV bersama anak dan istrinya diruang tamu.
Ketika peneliti datang Tn. S
terlihat kooperatif dengan wajah
89
tersenyum, kontak mata baik, jarak peneliti dan informan juga
berdekatan. Wawancara dilakukan di ruang tamu peneliti duduk
berhadapan dengan klien, klien kooperatif selama wawancara ,
klien menjawab seluruh pertanyaan peneliti, apabila ada yang
kurang jelas klien menanyakan kembali dan peneliti menjelaskan
dan mengulang kembali pernyataan klien. Selama proses
wawancara klien tampak rileks dan tenang dalam menceritakan
pengalaman yang ada pada dirinya yang berhubungan dengan
kolostomi. Klien tidak menunjukan ekspresi yang berlebihan.
Suasana lingkungan sekitar tempat wawancara tidak terlalu ramai
dan rapih sehingga dapat mendukung proses wawancara.
Catatan lapangan Tn. E
Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Desember
2012
pukul 13.00 s/d 13.45 WIB. Klien menggunakan kaos dan celana
panjang, klien tampak rapih dan bersih. Wajah klien tampak
bersahabat
dan
tersenyum
saat
bertemu
dengan
peneliti.
Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah Tn. E suasana
lingkungan tempat wawancara tenang dan sepi, peneliti dan klien
duduk saling berhadapan.
Selama wawancara berlangsung
informan tidak tertutup atau menarik diri. klien tampak kooperatif
selama wawancara. Klien menjawab seluruh pertanyaan yang
diajukan peneliti. Klien tampak rileks dan tenang saat memberikan
jawaban. Tidak ada ekspresi klien yang berlebihan selama proses
wawancara. Selama proses wawancara berlangsung apabila ada
90
pertanyaan yang klien belum mengerti peneliti menjelaskan
kembali dengan bahasa yang lebih di mengerti klien, setelah itu
peneliti mengulang kembali pernyataan klien. Wawancara berjalan
baik.
B. Keterbatasan penelitian
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
1. Dalam penelitian ini, sampel informan yang digunakan hanya informan
yang mau diwawancara sedangkan informan yang tidak terjalin
komunikasi (menolak) tidak digunakan. Sampel yang telah dipilih oleh
peneliti sebanyak 10 0rang, dua informan telah dilakukan wawancara
untuk menguji pedoman wawancara, dan sisanya sebanyak delapan
orang yang bisa dilakukan wawancara namun ada beberapa hal yang
menyebabkan tidak berlangsungnya wawancara yaitu adanya klien
yang meninggal sebanyak dua orang, dua orang tidak bersedia
dilakukan wawancara dan dua orang tidak dapat dikonfirmasi ulang
kesediaannya,
jadi
klien
yang
memungkinkan
dilakukannya
wawancara hanya sebanyak dua orang.
2. Pengumpulan data dilakukan hanya beberapa kali pertemuan. Hal ini
dikarenakan jarak tempuh yang jauh dari tempat peneliti dan informan
punya kegiatan seperti sebagai pencari nafkah keluarga.
3. Daerah penelitian tidak mewakili seluruh keanggotaan Yayasan
Kanker Indonesia, anggota yang dipilih berdasarkan data yang tertera
di YKI jakarta Pusat yang memenuhi keriteria menjadi informan,
91
penelitian dilakukan pada klien yang daerahnya mudah diakses dan
telah diketahui keberadaannya dan mencukupi kebutuhan informan.
4. Dalam penelitian ini kurang tergali bagaimana proses pembentukan
konsep diri informan sejak awal memiliki kolostomi hingga saat ini,
dimana informan dalam penelitian ini telah memiliki kolostomi >7
tahun.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini mendapatkan sembilan belas tema yang
masing-masing tema merupakan hasil identifikasi dari lima komponen
konsep diri pada klien dewasa muda dengan kolostomi di yayasan kanker
Indonesia Jakarta pusat. Berikut ini adalah hasil identifikasi dari masingmasing komponen konsep diri :
1.
Gambaran karakteristik citra diri (Body Image) klien dewasa
muda dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker
Indonesia Jakarta Pusat teridentifikasi dalam enam tema,
yaitu stresor, adaptasi transisi sehat-sakit, perubahan fungsi
eliminasi tubuh, keterbatasan aktivitas, penilaian kepuasan
terhadap bentuk tubuh dan alasan penilaian bentuk tubuh.
2.
Gambaran karakteristik ideal diri pada klien dewasa muda
dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia
Jakarta Pusat teridentifikasi dalam dua tema, yaitu factorfaktor yang mempengaruhi ideal diri dan factor-faktor yang
mempengaruhi pencapaian ideal diri.
3.
Gambaran karakteristik harga diri pada klien dewasa muda
dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia
Jakarta Pusat teridentifikasi dalam empat tema, yaitu
92
93
indikator keberhasilan, respon emosional, respon kehilangan
dan sumber pembentukan harga diri.
4.
Gambaran karakteristik peran pada klien dewasa muda
dengan kolostomi permanen di Yayasan Kanker Indonesia
Jakarta Pusat teridentifikasi dalam tiga tema, yaitu peran di
keluarga, tugas perkembangan dan stresor.
5.
Gambaran karakteristik identitas personal pada klien dewasa
muda dengan kolostomi permanen
di Yayasan Kanker
Indonesia Jakarta Pusat teridentifikasi dalam empat tema,
yaitu sikap terhadap penerimaan, pengakuan jenis kelamin,
penilaian diri terhadap tujuan hidup dan penilaian koping.
B. Saran
1. Bagi institusi Yayasan Kanker Indonesia
Dapat
mengembangkan
program-program
yang
dapat
meningkatkan kesejahteraan penderita kanker khususnya dalam
peningkatan hubungan konseling tentang pembentukan konsep diri.
dapat memjadi fasilitaror bagi sesama penderita kanker untuk bertukar
pikiran untuk meningkatkan rasa penerimaan dan pembentukan konsep
diri yang positif.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Dapat
meningkatkan
dan
mengembangkan
suatu
program
keperawatan tentang pembentukan konsep diri adaptif khususnya
program konselor bagi klien dengan kolostomi.
3. Bagi penelitian akan datang
94
Bagi peneliti yang tertarik terhadap penelitian tentang konsep diri
pada klien dengan kolostomi dapat melakukan penelitian lanjutan
mencakup karakteristik usia yang berbeda, atau gambaran konsep diri
pada klien yang baru memiliki kolostomi.
DAFTAR PUSTAKA
(http://ilmubedah.info/colostomy-kolostomi-definisi-teknik-operasi20110209.html) diakses pada 23 maret 2012 jam 11:14
Ayaz, sultan. Body Image And Self-Esteem In Patients With Stoma. Turkiye. 2008
( Diakses pada 13 maret 2012 pulul 15:36 WIB) tersedia di
http://www.turkiyeklinikleri.com/abstract.php?id=5037
Britto, J.A dan Dalrymple, M.J.R. Kisi-Kisi Menembus Masalah Bedah. Jakarta :
EGC. 2005
Brunner & suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8. Jakarta: EGC.
2002
Dariyo, Agoes. Jurnal Provitae volume 1. Fakultas Psikologi Universitas
Tarumanagara Jakarta. 2004
Handayani et al. Efektivitas Peletihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan
Penerimaan Diri dan Harga Diri. Universitas Gajah Mada: 1998
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2007
Johnson et al. Prosedur Perawatan Dirumah: Pedoman Untuk Perawat.
Jakarta:EGC. 2005
Kozier dan Erb. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Ed. 5. Jakarta: EGC.2009
Maryunani dan Murhayati. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada
Neonatus. Penerbit TIM: Jakarta.2009
xviii
Mesra, Melisa. Disonansi Kognitif. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
2007
Muttaqin & Sari. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi dan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.2011
Nasir dan Munhith. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar Teori: Salemba
medika. 2011
Nugent et al. Quality of life in stoma patients. From the university surgical unit
and stoma care department, southamptom general hospital, united
kingdom. 1999
Nurachmah dan sudarsono. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC. 2000
Oktario. HARGA DIRI REMAJA YATIM PIATU : Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara. 2009
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk
Gramedia pustaka utama. 2009
Paramedis. Jakarta: PT
Potter & Parry. Buku AjarFundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik
Ed 4. Jakarta: EGC. 2005
Rahayu, Esti. RESPON DAN KOPING IBU DENGAN KEMATIAN JANIN:
STUDI GROUNDED THEORY : Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. 2008
Retnaningsih dan Rizkiana. PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA
LEUKIMIA: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2009
Salbiah. Konsep Diri. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Medan : Tidak diterbitkan. 2003
xix
Sari tasya. PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PENYESUAIAN DIRI
REMAJA PUTERI : Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2008
Saryono dan Mekar, Dwi anggraeni. Metodologi Peneliian Kualitatif Dalam
Bidang Kesehatan.yogyakarta: Nuha Medika. 2010
Simanjuntak, Panusur dan Nurhidayah, Rika Endah. KEMAMPUAN SELF CARE
DAN GAMBARAN DIRI PASIEN KOLOSTOMI DI RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN. Universitas sumatera utara 2007.
Sri dan Satyaningtyas. PENERIMAAN DIRI DAN KEBERMAKNAAN HIDUP
PENYANDANG CACAT FISIK : Fakultas Psikologi Universitas
Mercu Buana Yogyakarta. 2010
Stuart, Gail W . Buku Saku Keperawatan Jiwa Ed. 5. EGC: Jakarta. 2007
Sugiyono. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Mixed Method). Bandung : Alfabeta. 2011
Suliswati , et al . Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit EGC:
Jakarta. 2005
Sunaryo. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 2004
Suryadinata, Neneng. ASPEK PSIKOLOGIS PENDERITA PENYAKIT KRONIS :
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. 2008
Swarjana, I Ketut. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : CV ANDI
offset. 2012
xx
Wim de Jong dan R. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC. 2005
xxi
Pedoman wawancara mendalam (Indepth Interview)
Partisipan klien dengan kolostomi
I.
Petunjuk umum
a. Tahap persiapan
b. Tahap perkenalan
c. Jelaskan tujuan dan manfaat wawancara mendalam
d. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesedian dan waktu yang
telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara.
II.
Petunjuk wawancara mendalam
a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
b. Informan bebas menyampaikan pengalaman dan perasaan yang
dirasakannya.
c. Semua pengalaman dan perasaan yang disampaikan oleh informan
akan dijamin kerahasiaanya
d. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu
dalam penulisan.
III.
Pelaksanaan wawancara
A. Identitas pewawancara
1. Nama pewawancara
:
2. Tanggal pewawancara
:
3. Waktu wawancara
:
4. Tempat wawancara
:
B. Identitas klien
1. Nama
:
2. Umur
:
3. Jenis kelamin
:
4. Pendidikan
:
5. Pekerjaan
:
6. Status perkawinan
:
7. Status dalam keluarga
:
8. Jumlah anggota keluarga
:
9. Pendapatan
:
C. Citra diri
1. Bagaimanakah penilaian bapak/ibu tentanng bentuk tubuh bapak/ibu
setelah adanya kolostomi?
2. Apakah ada perubahan dari fungsi tubuh bapak/ibu setelah adanya
kolostomi?
3. Apakah selama ini bapak/ibu merasa ada keterbatasan aktivitas?
(probing: terganggu dengan adanya kantung.takut kantong bocor, takut
tercium bau)
4. menurut bapak/ibu, bagian tubuh mana yang paling bapak/ibu
sukai
dan tidak disukai ?apa alasannya?
D. Harga diri
1. Bagaimana bapak/ibu menilai keberhasilan yang di dapat saat ini
dengan harapan yang di inginkan ?
2. Bagaimanakah perasaan bapak/ibu setelah memiliki kolostomi, apakah
merasa malu dengan adanya kolostomi pada bapak/ibu ketika
berinteraksi dengan orang lain?
3.
Apakah penilaian orang lain mempengaruhi harga diri bapak/ibu?
E. Ideal Diri
1. Dengan kondisi saat ini, bagaimana harapan bapak/ibu terhadap peran
baik dikeluarga maupun dimasyarakat?
2. Apa harapan bapak/ibu terhadap kondisi saat ini?
F. Peran
1.
Apakah peran bapak/ibu dalam keluarga?
2. Apakah ada hambatan dalam menjalani peran tersebut setelah adanya
kolostomi pada bapak/ibu? Coba jelaskan?
G. Identitas Diri
1. Bisakah bapak/ibu ceritakan keunikan yang ada pada diri bapak/ibu
yang membuat anda berbeda dengan orang lain?
2. Apakah bapak/ibu merasa puas terhadap status bapak/ibu sebagai
seorang laki-laki atau perempuan?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
Partisipan Pendukung (Anggota Keluarga)
 Persepsi konsep diri
a. Gambaran diri
1. Bagaimana reaksi anggota keluarga yang sakit ketika mengetahui salah satu
anggota keluarganya harus dilakukan kolostomi?
2. Bagaimana orang lain (keluarga, masyarakat) memandang salah satu anggota
keluarga yang menderita sakit ini?
3. Apakah selama ini bapak/ibu melihat ada keterbatasan aktivitas? (probing:
terganggu karena adanya kantung, takut kantung bocor, takut tercium bau)
b. Harga diri
1. Bagaimana bapak/ibu melihat perasaan salah satu anggota keluarga ketika pertama
kali melihat bagian tubuhnya terdapat kolostomi? (probing: malu, cemas, takut,
depresi/stress, atau yang lainnya), apa yang bapak/ibu lakukan untuk mengatasinya?
2. Serta apa yang dilakukan salah satu anggota keluarga ketika mengetahui menderita
penyakit ini ? (probing : menjauh dari keluarga, mengurung diri, mengasingkan diri)
c. Peran
1. Bagaimana perlakuan keluarga terhadap salah satu anggota keluarga yang sakit?
(probing: diasingkan, tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah)
2. Bagaimana perlakuan teman/tetangga atau mayarakat terhadap salah satu anggota
keluarga yang sakit sehari-hari? (probing: kegiatan sosial, keagamaan)
d. Ideal diri
1. Pekerjaan apa yang dilakukan salah satu anggota keluarga yang sakit sehari-hari
dan pekerjaan yang diharapkan? (probe : jenis pekerjaan (ringan/sedang/berat)
2. Bagaimana menurut keluarga harapan informan terhadap sakitnya?
e. Identitas diri
1. Bagaimana salah satu anggota keluarga yang sakit mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari?
2. Sebagai pemimpin/ibu rumah tangga dalam keluarga, bagaiman peran salah satu
anggota keluarga yang sakit dalam keluarga dan dimasyarakat? (probing: apakah
masih dilibatkan atau tidak dilibatkan dan diganti anggota keluarga yang lain)
ANALISA TEMATIK
A. Citra diri
1. Bagaimana penilaian bapak/ibu tentang bentuk tubuh bapak/ibu setelah
adanya kolostomi?
Katagori
Terdapat
P1
benjolan
V
P2
V
diperut
Subtema
Perubahan
Tema
bentuk Stressor
tubuh
Agak nonjol
V
Tidak normal
V
Tidak
V
sebagus
dahulu
Pakai kantong
V
V
Penggunaan
alat
bantu
Pertama
ada
V
kolostomi terbebani
Syok psikologis
Pertama kali risih
V
Adaptasi
Resah takut bocor
V
sehat sakit
Takut tumpah
V
Takut
kantong
Kecemasan
V
penuh
Takut bocor
Khawatir
berpergian
V
saat
V
transisi
Terganggu
saat
V
saat
V
merasa
V
Ketidaknyamanan
kantong penuh
mengganggu
bergerak sakit
3
bulan
Penerimaan
rileks
secara
bertahap
Sudah
terbiasa
merasa
gak
V
ada
dibadan
Terima
perubahan
V
bentuk tubuh
2. Apakah ada perubahan dari fungsi tubuh bapak/ibu setelah adanya
kolostomi?
Katagori
P1
Tidak bisa menahan
V
P2
Subtema
Perubahan fisiologis
BAB
Perubahan
fungsi
eliminasi tubuh
Tidak perlu ngejan
V
saat BAB
BAK
Tema
tidak
bisa
V
dipindah
V
tahan lama
Anus
kesamping
Perubahan anatomis
3. Apakah selama ini bapak/ibu merasa ada keterbatasan aktivitas? (probing:
terganggu dengan adanya kantung.takut kantong bocor, takut tercium bau)
Katagori
P1
Terbebani
saat
diperjalanan
jauh
P2
V
Subtema
Perubahan dalam
Keterbatasan
melakukan
aktivitas
ada
kamar
kebiasaan sehari-
mandi(saat
penuh
hari
tidak
takut bocor)
Tidak
bisa
naik
V
gunung
lagi(digunung tidak
ada
air
untuk
membersikhan)
Terganggu
saat
main futsal( takut
bocor
karena
banyak gerak)
V
Tema
4. Menurut bapak/ibu, bagian tubuh mana yang paling bapak/ibu sukai dan
tidak disukai ?apa alasannya?
Katagori
P1
Hidung
V
Semua suka
perut
V
V
pemberian
disukai
kurang mancung
kepuasan
terhadap bagian tubuh
tidak disukai
Penilaian positif
V
Penilaian negatif
V
Alasan
bentuk tubuh
V
tuhan
karena ada kantong
Tema
Bagian tubuh yang
V
karena mancung
Subtema
Bagian tubuh yang Penilaian
V
hidung
karena
P2
penilaian
Analisa tematik
C. Ideal Diri
1. Dengan kondisi saat ini, bagaimana harapan bapak/ibu terhadap peran baik
dikeluarga ?
Katagori
P1
Memberikan yang
V
P2
Sub tema
Tema
Factor-faktor
terbaik untuk keluarga
yang
mempengaruhi
Menjadi anak yang
Harapan positif
berbakti
Membuat bangga
ideal diri
V
V
keluarga
Membuat keluarga
V
senang
Bisa membahagiakan
V
orang tua
Istri dapat menerima
V
Penerimaan dari
keadaan sekarang
Tidak membebani
orang tua
keluarga
V
Adanya perasaan
cemas
2. Apa harapan bapak/ibu terhadap kondisi saat ini?
Katagori
P1
P2
Subtema
Tema
adanya kolostomi
V
V
Penilaian positif
Pencapaian
bukan suatu hambatan
ideal diri
melakukan aktivitas
Ingin sembuh/sehat
V
Ingin memiliki
V
V
Hasrat untuk
penghasilan lebih
berhasil(material)
Ingin menjadi sukses
V
Memiliki usaha
V
Mendapatkan
pasangan hidup
Motivasi
V
V
Pencapaian tugas
perkembangan
Analisa tematik
B. Harga diri
1. Bagaimana bapak/ibu menilai keberhasilan yang di dapat saat ini dengan
harapan yang di inginkan ?
Katagori
P1
Belum memiliki usaha
V
P2
Sub tema
Pencapaian
sendiri
kemampuan
Belum memiliki
V
material
Indicator
wirausaha
Memiliki pekerjaan
V
keberhasilan
V
lebih baik
Belum mendapatkan
V
jodoh
Menjadi kepala rumah
Pencapaian
Tugas
V
tangga
Memiliki anak
Tema
V
perkembangan
2. Bagaimanakah perasaan bapak/ibu setelah memiliki kolostomi, apakah merasa
malu dengan adanya kolostomi pada bapak/ibu ketika berinteraksi dengan
orang lain?
Katagori
P1
P2
Subtema
Tema
Dalam hati malu
V
Harga diri rendah
Respon
Risih saat interaksi
V
(HDR)
emosional
dengan orng lain
Tidak malu
V
Biasa saja karena
V
Percaya diri
tidak terlihat
Awal adanya
V
V
Syok psikologis
kolostomi sulit
kehilangan
menerima
Sejalannya waktu 2-3
V
bulan menerima
V
takdir
3 bulan
Penerimaan
secara bertahap
Menerina karena
Merasa rileks setelah
Respon
V
3. Apakah penilaian orang lain mempengaruhi harga diri bapak/ibu?
Katagori
P1
Tidak memperdulikan,
V
P2
Keluarga tidak
V
V
V
memperlakukan beda
Keluarga mengerti
terhadap
Sumber
Penilaian orang
pembentukan
lain
harga diri
Dukungan
keluarga
V
Tema
Respon klien
Cuek
Biasa saja
Subtema
V
Analisa tematik
D. Peran
1. Apakah peran bapak/ibu dalam keluarga?
Katagori
P1
Kepala rumah tangga
Bapak
Sub tema
Tema
V
Posisi dalam
Peran di
V
keluarga
keluarga
Tugas dalam
Tugas
keluarga
perkembangan
Anak
Mencari nafkah
P2
V
V
Membantu orang tua
V
2. Apakah ada hambatan dalam menjalani peran tersebut setelah adanya kolostomi
pada bapak/ibu? Coba jelaskan?
Katagori
P1
Sulit mencari nafkah
V
P2
Subtema
tema
Keterbatasan
Stressor
lebih karena keterbatasan
pencapaian
kantong
materi
Harga kantong mahal
Sulit mendapat pekerjaan
V
V
karena cek kesehatan
Sulit mencari pasangan
hidup yang menerima
keadaan dengan
kolostomi
V
Stressor tugas
perkembangan
Analisa tematik
E. Identitas Diri
1. Bisakah bapak/ibu ceritakan keunikan yang ada pada diri bapak/ibu yang
membuat anda berbeda dengan orang lain?
Katagori
P1
Merasa biasa saja
V
P2
sama dengan yang
Subtema
Tema
Penerimaan
Sikap terhadap
adaptif
penerimaan
lain
Merasa sama dengan
V
orang kebanyakan
Mensyukuri apa
V
yang ada sekarang
Menerima adanya
V
perubaha fisik
Merasa fisik beda
karena memiliki
kolostomi
V
V
Penerimaan
maladaptif
2. Apakah bapak/ibu merasa puas terhadap status bapak/ibu sebagai seorang lakilaki atau perempuan?
Katagori
P1
P2
Subtema
tema
Menerima dilahirkan
V
V
Penerimaan jenis
Pengakuan jenis
kelamin
kelamin
Pencapaian tugas
Penilaian diri
perkembangan
terhadap tujuan
sebagai laki-laki
Sebagai laki-laki
V
dewasa belum menikah
hidup
Tidak puas
V
Puas tidak puas dengan
Respon negative
Penilaian
V
terhadap kepuasan
koping
V
Pengontrolan diri
kondisi saat ini
Semua dalam proses
menerima takdir
Syukuri saja
secara spiritual
V
Download