BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfekta (DI), maupun gangguan pendengaran. Kelainan ini ditemukan pada anak dengan insidensi 1 dari 20.000 kelahiran dan saat ini terdapat 3.000 pengidap OI dari 80 juta anak di Indonesia. Kejadian OI sama antara laki-laki dan perempuan serta dapat terjadi di semua kelompok ras dan etnis. Penanganan OI seringkali tidak maksimal, dikarenakan pengetahuan mengenai penyakit ini yang masih kurang serta biaya pengobatan yang termasuk tinggi. Banyak keluarga yang pasrah karena merasa anaknya tidak bisa disembuhkan dan banyak kejadian salah diagnosis yang menyebabkan anak justru dibawa ke pengobatan alternatif. Osteogenesis imperfekta memiliki spektrum klinis yang bervariasi, mulai dari bentuk yang letal saat perinatal hingga bentuk yang ringan. Fraktur dan deformitas tulang dapat terjadi walau dengan trauma ringan. Gejala klinisnya sangat bervariasi antar penderita walaupun dalam tipe yang sama. Diagnosis OI ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang sama pada keluarga dan atau manifestasi klinis yang berbeda-beda tiap penderita, dari tipe ringan sampai berat sehinga OI memerlukan penanganan multidisiplin. Manifestasi klinis yang bisa ditemukan antara lain fraktur berulang, perawakan pendek, sklera mata berwarna biru, masalah gigi (dentinogenesis imperfekta), dan gangguan pendengaran yang semakin progresif setelah masa pubertas. Analisis mutasi DNA dan biopsi kolagen kulit dapat mengidentifikasi mutasi pada gen pengkode prokolagen tipe I pada 90% kasus. Tata laksana OI memerlukan kerjasama multidisiplin dan ditujukan untuk menurunkan frekuensi fraktur, meminimalkan nyeri kronis, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis, meningkatkan densitas tulang, memaksimalkan mobilitas dan kemandirian, serta mengatasi masalah lain yaitu penanganan fraktur Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 berulang dan gangguan pendengaran. Modalitas terapi yang lain termasuk operasi, serta non-operasi termasuk fisioterapi. Gangguan tumbuh kembang dan masalah psikososial dapat terjadi pada anak dengan penyakit kronik seperti halnya OI, yaitu rendahnya kemandirian pasien, kurangnya rasa percaya diri, gangguan prestasi belajar serta masalah psikososial lain yang perlu mendapat perhatian tersendiri, sehingga pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit serta kepatuhan berobat penting untuk tata laksana yang optimal. Penulis mengajukan sebuah kasus longitudinal dengan diagnosis OI dan gizi kurang pada pasien perempuan usia 2 tahun 8 bulan. Dipilihnya kasus ini sebagai pengamatan kasus longitudinal memiliki beberapa alasan. Pasien dengan OI memerlukan pemantauan jangka panjang berkaitan dengan pengobatan yang diterima, evaluasi pengobatan, trauma yang dialami serta penanganan komplikasi yang muncul akibat penyakit maupun efek samping obat. Pengobatan OI yang jangka panjang berisiko terjadinya putus obat atau pengobatan yang tidak adekuat menjadi lebih besar. Domisili pasien bisa dijangkau, orangtua pasien kooperatif dan mampu membawa pasien kontrol di RSUP Dr. Sardjito. Dengan penanganan yang menyeluruh dan berkesinambungan diharapkan dapat mencegah perburukan penyakit dan tercapainya kesembuhan serta kualitas hidup yang lebih baik dari pasien. B. Deskripsi Kasus Singkat 1. Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin : An. GEB : Laki-laki Nama Ayah :Tn. S Usia :29 tahun Tanggal lahir : 8 September 2012 Pekerjaan : Penjual kambing Alamat : Ngijon, Sendangarum, Pendidikan : SMU Godean, DIY. Nama ibu : Ny. N Anak ke- : 2 (2 bersaudara) Usia : 27 tahun Pemeriksaan I : 3 Desember 2014 Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga No RM : 01 59 99 XX Pendidikan : SMU Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 2 2. Laporan Kasus Singkat Seorang anak laki-laki berusia 0 hari, dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito dengan perkiraan ada tulang yang patah dan sklera mata berwarna biru, dilakukan pemeriksaan radiologi didapatkan hasil fraktur di extremitas atas, extremitas bawah, dan tulang rusuk, dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito. Dilakukan perawatan di NICU, dikonsulkan ke Departemen Ortopedi dari Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak (IKA) RSUP Dr. Sardjito, dilakukan pemasangan gips selama 1 bulan. Dengan keluhan utama fraktur patologis tertutup dengan tersangka Osteogenesis imperfekta. Pasien datang ke RSUP Dr. Sardjito dengan keluhan menangis terus sejak dilahirkan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan sklera mata berwarna biru dan closed pathologic fracture of middle third of the right humerus, closed pathologic fracture of middle third of the left clavicula, closed pathologic fracture of middle third of the left femur, old fracture of the left 1-9 costa, due to Osteogenesis imperfekta dan menjalani long arm splint and long leg splint. Kondisi pasien, bila dicocokkan dengan kriteria yang disusun oleh Sillence, pasien ini memenuhi kriteria untuk OI tipe I secara klinis, yaitu warna sklera biru dan bentuk fraktur ringan. Klinis pasien selama perawatan baik, dan pasien mendapatkan terapi bifosfonat, suplementasi kalsium serta vitamin D. Orangtua pasien telah diedukasi mengenai penyakit pasien dan rencana terapi bifosfonat jangka panjang, pasien disarankan agar kontrol teratur ke Poliklinik Endokrin IKA RSUP Dr. Sardjito. Saat mulai diamati, anak sedang di awal proses belajar berjalan, berdiri satu kaki selama 2 detik, berbicara lancar, dan coret-coret. Aktivitas anak normal, buang air besar lancar setiap hari, makan dan minum baik. Ukuran antropometri: berat badan 8,5 kg dengan tinggi badan 80 cm. Anak secara antropometris dan klinis, status gizi pasien merupakan gizi kurang dan stunted (Length for Age z=-3 SD, Weight for Age z<-3 SD , Weight for Length -3SD<Z<-2SD). Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan Puskesmas. Ibu mengkonsumsi tablet zat besi dan kalsium serta tidak ada masalah khusus yang Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 3 dikeluhkan ibu selama kehamilan. Saat umur kehamilan tujuh bulan, dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil kondisi anak baik dan posisi bayi saat itu adalah sungsang. Ibu melahirkan spontan pervaginam di RSM ditolong oleh bidan. Bayi lahir langsung menangis, cukup bulan usia kehamilan 38 minggu dengan berat badan lahir 2950 gram, panjang lahir 48 cm serta mendapatkan suntikan vitamin K dan imunisasi hepatitis B. Riwayat imunisasi anak lengkap sesuai dengan PPI. Imunisasi dasar yang telah diberikan adalah Hepatitis B usia 0 hari, BCG dan polio saat usia 2 bulan. Pemberian DPT, hepatitis B, Polio IPV usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Campak (DPT, Hepatitis B dan HiB). Pasien sudah dapat duduk sejak usia 6 bulan dan sedang belajar rambatan mulai usia 9 bulan. Saat ini usia 2 tahun 4 bulan, pasien terlihat aktif, sudah bisa minum sendiri dengan cangkir, menirukan gerakan, bertepuk tangan, bicara namun belum merangkai kalimat. Pasien masih belum bisa lancar berjalan, anak tampak takut saat kaki menyentuh lantai. Perkembangan bahasa, adaptif-motorik halus dan personal sosial kesan terdapat hambatan dalam perkembangan motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Asupan makanan pasien kesan kualitas dan kuantitas cukup. Riwayat sakit dalam keluarga yang memiliki kelainan serupa dengan pasien disangkal. Konsanguinitas pada orang tua disangkal. Silsilah keluarga anak dapat dilihat pada Gambar 1. 55 thn 10 thn 15 thn 58 thn 50 thn 20 thn 25 thn 29 thn 34 thn 7thn 7 bln 29 thn : meninggal karena kecelakaan 27 thn 6 thn 6 bln 2 thn 8 bln : meninggal di RS, dikatakan karena jantung : osteogenesis imperfekta Gambar 1. Skema silsilah keluarga pasien Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 4 Pada saat pengamatan dimulai, yaitu bulan Februari 2015, pasien mendapatkan terapi bifosfonat (Alendronat) dengan dosis 0,5 mg/kg/hari, suplementasi vitamin D dan kalsium alendronate per oral (po). Pemberian bifosfonat intravena (iv) pertama kali diberikan Desember 2014. Bifosfonat iv yang digunakan adalah Zolendronic acid. Pemberiannya direncanakan berkelanjutan setiap 6 bulan. Dilakukan rawat inap untuk memantau efek samping yang mungkin terjadi, seperti demam dan reaksi alergi. Audiogram Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) telah dilakukan dengan hasil normal. C. Tujuan Pemantauan jangka panjang pasien OI ini bertujuan untuk: (1) memantau perjalanan penyakit, efektivitas terapi dan efek samping, (2) memantau tumbuh kembang serta kualitas hidup pasien, (3) mengidentifikasi masalah medis dan nonmedis yang dihadapi pasien dan keluarganya yang dapat mengganggu penanganan medis pasien, serta mengupayakan pemecahan masalah tersebut. Pasien dengan osteogenesis imperfekta memerlukan terapi jangka panjang sehingga memerlukan pemantauan kepatuhan minum obat setiap hari, pemantauan kemungkinan efek samping pengobatan seperti demam, mulas, nyeri sendi/tulang. Selain itu, sangat penting pula dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhan, status gizi, dan perkembangan pasien, fungsi pendengaran, dan penilaian kualitas hidup. Peran aktif kedua orangtua sangat penting dalam mendukung pelaksanaan program pemantauan dan memastikan anak meminum obat setiap hari. Pendampingan orang tua untuk meminimalkan trauma pada pasien serta perhatian akan masalah higiene dan sanitasi lingkungan yang turut mendukung kesehatan anak. Oleh karena itu, sangat penting bagi orangtua untuk diberikan edukasi mengenai pemahaman tentang penyakit anak yang bersifat kronis, membutuhkan pemantauan dan pengobatan seumur hidup, serta upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk meminimalkan trauma, pentingnya peran kedua orangtua dalam memberikan pola asah, asih, dan asuh yang tepat demi tumbuh kembang dan kualitas hidup anak yang optimal. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 5 D. Manfaat 1. Pasien Pemantauan menyeluruh dan berkesinambungan bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, meningkatkan kepatuhan minum obat, dan tercapai kualitas hidup pasien yang lebih baik. 2. Keluarga dan lingkungan sekitar Keluarga dan lingkungan sekitar memahami mengenai penyakit yang diderita pasien sehingga dapat berperan aktif dalam penanganan jangka panjang. Memahami mengenai pentingnya terapi dalam jangka panjang, risiko apabila terjadi fraktur berulang, pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih dan perlunya dukungan psikologis. 3. PPDS I Penatalaksanaan outcome klinis untuk mengoptimalkan tumbuh kembang dan meningkatkan kualitas hidup anak sesuai dengan potensi dan keterbatasan yang dimiliki. 4. Rumah Sakit Penatalaksanaan osteogenesis imperfekta yang menyeluruh dan berkesinambungan serta melibatkan beberapa bagian terkait akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit. E. Informed Consent Sebelum pemantauan jangka panjang dilakukan terhadap pasien, peneliti memberikan penjelasan dan meminta persetujuan tertulis dari orang tua pasien pada bulan Februari 2015 (terlampir pada halaman lampiran). Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 6