nilai pendidikan humanisme dalam surat al-hujurat

advertisement
NILAI PENDIDIKAN HUMANISME DALAM SURAT
AL-HUJURAT AYAT 13 TELAAH TAFSIR
AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH:
KHAMIDAH
NIM: 11111130
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2016
i
NILAI PENDIDIKAN HUMANISME DALAM SURAT
AL-HUJURAT AYAT 13 TELAAH TAFSIR
AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH:
KHAMIDAH
NIM: 11111130
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
Apa yang kamu lihat, kamu dengar, dan kamu rasakan adalah pendidikan
(KH. Iman Zarkasyi)
Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan, apakah sebuah krisis akan
memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia
atau direndahkan
( Haim Ginott)
Bangunlah suatu dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam damai dan
persaudaraan
(Soekarno)
vi
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini ku persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku yang telah menjadi semangatku
2. Seluruh keluargaku, yang tak henti-hentinya dalam mendoakan, mendukung,
memotivasi, dan memberikan doa-doanya kepada penulis dalam menuntut ilmu
3. Sahabat serta teman-temanku yang banyak memberikan motivasi dan dukungan
4. Dan orang-orang disekitarku yang telah banyak memberikan pengalaman
hidup yang sangat berarti.
vii
KATA PENGANTAR
ٍُ‫بغُ هللا اٌشحّٓ اٌشح‬
Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkat taufiq,
hidayah dan kebesaran-Nya yang selalu ditunjukkan-Nya, maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Nilai Pendidikan
Humanisme dalam al-Qur’an surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir alMisbah Karya M. Quraish Shihab” ini, disusun untuk memenuhi salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menghadapi suatu kendala
namun itu tidak terlalu berarti karena adanya dorongan dan bantuan dari banyak
pihak, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
lancar. Ucapan terimakasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, S.Pd. M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
3. Ibu Miftachur Rif‟ah, M.Ag. dan Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan saran, arahan, dan bimbingan serta
keikhlasan dan kebijaksanaan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
viii
4. Ibu Eva Palupi, S.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberi dukungan dan pengarahan selama masa perkuliahan di IAIN
Salatiga.
5. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, bimbingan dan pengalaman
berharga selama perkuliahan di jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Salatiga.
6. Teman-temanku seperjuangan IAIN SALATIGA angkatan 2011 khususnya
PAI yang selama ini telah berjuang bersama.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya sehingga
penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka
mendapat balasan yang lebih baik dari serta mendapatkan kesuksesan baik di
dunia maupun di akhirat
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih
sangat jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya, serta penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri dan bagi pembacanya.
Wassalamu‟alaikum wr. wb.
Salatiga, September 2016
Penulis
Khamidah
NIM: 11111130
ix
ABSTRAK
Khamidah. 11111130. 2016. Skripsi. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat
al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-misbah Karya M. Quraish Shihab.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh.
Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci : Nilai Pendidikan Humanisme Surat al-Hujurat ayat 13
Manusia adalah makhluk yang dapat mendidik dan dididik, sedang
makhluk lain tidak. Pada dimensi ini manusia memiliki potensi yang dapat
menjadi objek dan subjek pengembangan diri. Pendidikan pun harus
berpijak pada potensi yang dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak
akan bisa berkembang tanpa adanya rangsangan dari luar berupa
pendidikanBagaimana penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir AlMisbah karya M. Quraish Shihab?. Bagaimana nilai pendidikan
humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya
M. Quraish Shihab?
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa disebut
dengan studi pustaka (library research) ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan pustaka, membaca, dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian. Setelah melalui penelitian dapat
disimpulkan Semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah,
tidak ada perbedaan antara satu suku dan suku yang lain. Tidak ada juga
perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena
semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Tidak wajar
seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari pada yang lain,
bukan saja antara satu bangs, suku, atau warna kulit dan lainnya, tetapi
antara jenis kelamin mereka. Perkenalan dibutuhkan untuk saling menarik
pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan
kepada Allah swt.yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan
kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. Manusia tidak
dapat menarik pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik
manfaat, bahkan tidak dapat bekerja sama tanpa saling mengenal.
Humanisme religius adalah sebuah konsep keagamaan yang
memanusiakan manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap
memperhatikan tanggung jawab hablum minallah dan hablum minannas.
Konsep ini jika diimplementasikan dalam praktek dunia pendidikan Islam
akan berfokus pada akal sehat (common sense), menuju kemandirian
(individualisme), tanggung jawab (responsibility), pengetahuan yang
tinggi (thirs for knowledge), menghargai masyarakat (pluralisme),
kontektualisme, yang lebih mementingkan fungsi daripada simbol, dan
keseimbangan antara reward dan punisment.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL................... ...................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO... .............................................................................. ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ .. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN.................... ..................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... vi
MOTTO................... ........................................................................................ vii
PERSEMBAHAN.......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR
ix
ABSTRAK .................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I P ENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian
......................................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 10
E. Metode Penelitian ............................................................................ 10
F. Penegasan Istilah ............................................................................. . 11
G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................ . 14
xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan .......................................………….................................. 16
B. Konsep Humanis..... ........................................................................... 19
C. Pendidikan Humanis............................... .....……..………….. ........ 30
BAB III BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
A. Sejarah Hidup M. Quraish Shihab................................................... 36
B. Karya-karya M. Quraish Shihab ........................................................ 39
C. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab................................................ 43
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Tafsir Surat al-Hujurat Ayat 13 …………………………….…........... 46
B. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13…….... 54
C. Relevansi Surat al-Hujurat Ayat 13........................... .......................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... . 64
B. Saran ................................................................................................ ..65
C. Penutup ............................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang dapat mendidik dan dididik, sedang makhluk
lain tidak. Pada dimensi ini manusia memiliki potensi yang dapat menjadi objek
dan subjek pengembangan diri. Pendidikan pun harus berpijak pada potensi yang
dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak akan bisa berkembang tanpa
adanya rangsangan dari luar berupa pendidikan (Assegaf, 2011:164). Manusia
merupakan makhluk yang multidimensi bukan saja karena manusia sebagai
subyek yang secara teologis memiliki potensi untuk mengembangkan pola
kehidupan, tetapi juga sekaligus menjadi obyek dalam keseluruhan macam dan
bentuk aktivitas dan kreativitasnya. Firman Allah dalam surat al-jatsiyah ayat 13:
َُْٚ‫ْ ٍَ ٌَتَفَ َّىش‬َٛ‫ت ٌِم‬
ٍ ‫ض َج ٍِّعًا ِِ ُْٕٗ إِ َّْ فًِ َرٌِ َىآلٌَا‬
ِ ‫ا‬ٚ‫ا‬
َ َّ ‫ َع َّخ َش ٌَ ُى ُْ َِا فًِ اٌ َّغ‬َٚ
ِ ْ‫ َِا فًِ األس‬َٚ ‫ت‬
Artinya:“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. AlJatsiyah, 45: 13)
Dengan demikian, bentuk dan sistem aspek-aspek kehidupan senantiasa
harus dikonstruksi di atas konsepsi manusia itu sendiri, sehingga diskursus
mengenai manusia menjadi menarik tidak saja karena keunikan makhluk, akan
tetapi juga karena kompleksitas daya yang memilikinya sangat luar biasa.
Pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan dua hal yang harus
dikuasai oleh setiap manusia agar mampu menghadapi berbagai tantangan di era
1
globalisasi. Dalam penyelenggaraan pendidikan hendaknya mampu melaksanakan
proses pembelajaran yang mampu memberikan kesadaran kepada peserta didik
untuk mau dan mampu belajar (learning know or learning to learn). Materi
pembelajaran hendaknya dapat memberikan suatu pelajaran alternatif kepada
peserta didiknya (learning to do) dan mampu memberikan motifasi untuk hidup
dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be).
Pembelajaran tidak cukup hanya diberi dalam bentuk keterampilan untuk dirinya
sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, tidak
ada perbedaan diantaranya (learning to live together).
Keempat pilar pembelajaran di atas harus dikembangkan baik dalam proses
pendidikan umum maupun pendidikan agama. Jika hambatan dalam proses
peningkatan mutu dan kualitas pendidikan dapat dipecahkan atau terselesaikan
dengan baik, maka pendidikan akan mampu mewujudkan tujuannya yaitu
terciptanya sumber manusia yang berkualitas yang menguasai IPTEK dan
IMTAQ. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua
kurikulum pada semua jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA dan
Perguruan Tinggi. Pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran wajib
diikuti oleh peserta didik seperti halnya pendidikan kewarganegaraan dan yang
lainnya.
Dalam perkembangan pendidikan agama Islam seringkali berhadapan
dengan berbagai problematika, diketahui bahwa sebagai sebuah sistem,
pendidikan agama Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan
yang lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi : landasan,
2
tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru dan
murid, metodologi pembelajaran, sarana prasarana, evaluasi, pembiayaan dan lain
sebagainya. Berbagai komponen yang terdapat dalam sistem pendidikan
seringkali berjalan apa adanya secara konvensional, tanpa adanya inovasi menuju
hal yang lebih baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Akibat permasalahan tersebut mutu dan kualitas Pendidikan Agama Islam
semakin rendah, tujuan dan visi misi Pendidikan Agama Islam tidak berhasil
dicapai dengan baik. Tujuan Pendidikan Agama Islam seringkali diarahkan untuk
menghasilkan manusia-manusia yang hanya menguasai ilmu tentang Islam saja.
Namun sebenarnya tujuan Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan metodologi
pembelajaran merupakan hal yang paling penting bagi seorang guru, karena
metodologi yang baik akan mampu mewujudkan tujuan pembelajaran. Sanjaya
(2006:80) menyatakan bahwa:
“Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar
menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Namun pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bertujuan mengarahkan peserta didik agar
memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Oleh sebab itu dalam
pembelajaran, seorang guru hendaknya tidak hanya membangun aspek
kognitif peserta didik namun aspek efektif dan psikomotor peserta didik
harus dikembangkan”.
Menurut Zakiyah Drajat dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan
Islam” (1996: 30-31) bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari beberapa tujuan
yang meliputi : tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan
operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini
3
meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan,
kebiasaan, dan pandangan. Apabila penyelenggaraan pendidikan Islam mampu
mencapai tujuan umum ini, maka terwujudlah bentuk insan kamil dengan pola
taqwa. Tujuan akhir dari pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman Allah
dalam surat Ali Imron ayat 102:
َّ ‫ا‬ُٛ‫ا اتَّم‬َُِٕٛ ‫َا اٌَّ ِزٌَٓ آ‬ٌَُّٙ‫ٌَا أ‬
َّ ‫هللاَ َح‬
َُّْٛ ٍِ‫أَ ْٔتُ ُْ ُِ ْغ‬َٚ ‫تُ َّٓ إِال‬ُّٛ َ‫ال ت‬َٚ ِٗ ِ‫ك تُمَات‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benartakwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
matimelainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali Imran,
3: 102).
Adapun tujuan sementara dari pendidikan Islam adalah tujuan yang akan
dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Sedangkan tujuan operasional dari
pendidikan Islam adalah tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional
khusus (TIU dan TIK), yang pada saat ini disebut standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Secara ideal betapa beratnya beban yang harus diemban dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam harus mampu mencapai tujuan tersebut di atas,
yang intinya pendidikan Islam harus mampu memberikan bekal kepada peserta
didik untuk melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai kholifah dalam rangka
beribadah kepada Allah.
Jadi dalam proses pembelajaran seorang pendidik selain memberikan
pengetahuan dan penguasaan ilmu yang setinggi-tingginya yaitu secara kognitif,
seorang pendidik juga memberikan pengetahuan secara afektif dan psikomotor
kepada peserta didik, sehingga dapat membentuk kepribadian, serta peradaban
bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
4
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta
bertanggung jawab. Untuk itu, harus diadakan rekonstruksi konsep pendidikan
Islam yang berangkat dan berorientasi pada potensi dasar manusia secara lebih
sistematik dan realistik sebab bagaimanapun sederhananya suatu proses
pendidikan, ultimate goal-nya haruslah diarahkan pada tujuan yang mulia, yakni
membuat manusia benar-benar menjadi manusia dengan melaksanakan proses
pendidikan
yang memanusiakan manusia.
Untuk mengoptimalkan serta
mengaktualkan potensi dasar kemanusiaan itu menjadi inti kegiatan Tarbiyah
Islamiyah. Untuk mencari serta menemukan paradigma baru, pendidikan Islam
yang humanistik, pekerjaan paling awalnya adalah menelaah manusia itu sendiri
baru kemudian menelaah konstelasi pendidikan Islam agar bisa menemukan
hubungan keduanya. Menurut Mas‟ud (2002:193), menyatakan bahwa:
“Konsep humanisme merupakan sebuah konsep keagamaan yang
menempatkan manusia sebagai manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu
dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hablum minallahdan hablum
minannas. Yang jika konsep ini diimplementasikan dalam praktek dunia
pendidik Islam akan berfokus pada akal sehat (commonsense),
individualisme (menuju kemandirian), tanggung jawab (responsible),
pengetahuan yang tinggi (first for knowledge), menghargai orang lain
(pluralisme), kontektualisme (hubungan kalimat), lebih mementingkan
fungsi dari simbol, serta keseimbangan antara reward dan punishment”.
Sesungguhnya
esensi
dari
pendidikan
agama
Islam
terletak
pada
kemampuannya untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa dan dapat tampil sebagai kholifatullah fil ardh,dan esensi
ini menjadi acuan terhadap metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
maksimal.
5
Dalam
proses
pembelajaran
seorang
pendidik
selain
memberikan
pengetahuan dan penguasaan ilmu yang setinggi-tingginya yaitu secara kognitif,
seorang pendidik juga memberikan pengetahuan secara afektif dan psikomotor
kepada peserta didik, sehingga dapat membantuk kepribadian, serta peradaban
bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi
serta bertanggung jawab. Akan tetapi dalam proses pembentukan watak
kepribadian serta menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang MahaEsa, berakhlak mulia dan berpengetahuan yang tinggi, serta mampu
mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal ini posisi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan hanya
sebagai obyek pembelajaran yang pasif, yang hanya menunggu pemberian dari
seorang guru. Akan tetapi dalam proses pembelajaran ini, peserta didik dituntut
untuk lebihaktif, kreatif dan lebih bertanggung jawab sesuai firman Allah di sana
telahdijelaskan dalam Q.S. Al-Ruum, 30: 30.
ۡ َ ‫َ ۚا َال ت َۡب ِذ‬ٍٙۡ ٍَ‫اط َع‬
َّ َ‫ٌِّٓ َحٍِٕفٗ ۚا فِ ۡط َشت‬
ۚ َّ ‫ك‬
َ‫ٱَّللِ َٰ َرٌِه‬
َ ٌَّٕ‫ٱَّللِ ٱٌَّتًِ فَطَ َش ٱ‬
ِ ‫َهَ ٌٍِذ‬ٙ‫ ۡج‬َٚ ُِۡ‫فَأَل‬
ِ ٍ َ‫ًٌ ٌِخ‬
َٰ
ۡ ُ ‫ٱٌذ‬
َُّْٛ ٍَ‫اط َال ٌَ ۡع‬
ِ ٌَّٕ‫ٌَ ِى َّٓ أَ ۡوثَ َش ٱ‬َٚ ُُ ٍَِّ‫ٌِّٓ ٱٌم‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurutfitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yanglurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(Q.S. Al-Ruum,30: 30).
6
Potensi dasar (fitrah) manusia yang terkandung dalam ayat tesebut
merupakan salah satu predikat utama manusia sebagai makhluk pedagogik, yang
dimana makhluk pedagogik merupakan makhluk Allah SWT yang sejak lahir
sudah membawa potensi. Mereka dapat dididik sekaligus mendidik dan manusia
dikaruniai oleh Allah SWT dengan potensi dasar yang dapat dikembangkan.
Menurut Saleh Al-Jufri yang tertulis di buku Moh. Makin (2007: 10),
bahwasannya potensi dasar (fitrah) manusia merupakan tabiat yang asli, yang
perlu dikembangkan agar manusia menjadi baikserta tetap menduduki kedudukan
sebagai makhluk Allah yang mulia, dan dalam mengembangkan potensi dasar ini,
harus melalui proses pendidikan. Yang dimana dalam proses pendidikan tersebut
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selama ini metodologi pembelajaran agama Islam yang diterapkan masih
mempertahankan cara-cara lama (tradisional) seperti ceramah, menghafal, yang masih
tampak kering dengan daya kritis siswa. Cara-cara seperti itu diakui telah membuat
siswa menjadi bosan, jenuh, dan kurang bersemangat dalam belajar agama.
Indikasinya adalah timbul rasa`tidak simpati siswa terhadap guru agama, dan lama
kelamaan akan timbul sikap acuh tak acuh terhadap agamanya sendiri. Kalau
kondisinya sudah demikian, sangat sulit mengharapkan siswa sadar dan mau
mengamalkan ajaran agama.
Oleh karena itu, kita harus mulai melaksanakan strategi pendidikan agama
Islam dengan menggunakan metode penyampaian yang menyenangkan dan tidak
mengekang serta tidak melupakan “belajar berfikir” pada peserta didik, agar materi
yang disampaikan pun dapat mengenai sasaran. Selain itu, materi-materi yang
7
disampaikan kepada peserta didik juga tidak boleh keluar dari koridor nilai-nilai
agama Islam yang menjadi tujuan dari agama itu sendiri (Ismail, 2008:4)
Menurut Ma‟arif
(2006: 129), maka dari itu sudah saatnya kita harus
membongkar model pendidikan agama Islam yang masih mengikuti “gaya lama”
yang hanya menuntut peserta didik untuk “selalu patuh” dan tidak memberikan
kebebasan untuk bersikap kritis dan rasional menuju kepada pendidikan agama Islam
yang mencerdaskan, memerdekakan, dan memanusiakan, sehingga pendidikan agama
Islam yang humanis akan terwujud.
Dengan demikian pendidikan humanistik religius bermaksud membentuk
insan manusia yang memiliki komitment humaniter sejati yaitu insan manusia
memiliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab sebagai insan manusia yang
individual. Namun tidak terangkat dari kebenaran-kebenaran faktualnya bahwa
dirinya hidup di tengah masyarakat, dengan demikian ia memiliki tanggung jawab
moral kepada lingkungannya berupa keterpanggilannya untuk mengabdikan
dirinya demi kemaslahatan masyarakat. Quraish Shihab (1994:269) dalam
bukunya menyatakan bahwa, salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok
dalam ajaran islam adalah persamaan antara manusia, baika antara lelaki dan
perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digaris
bawahi yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai
pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul Nilai
Pendidikan Humanisme dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat Ayat 13 Telaah
Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab.
8
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah
karya M. Quraish Shihab?
2. Bagaimana nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13
telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?
3. Bagaimana relevansi surat al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya
M. Quraish Shihab terhadap dunia pendidikan saat ini?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah
karya M. Quraish Shihab.
2. Mengetahui nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13
telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
3. Mengetahui relevansi surat al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah
karya M. Quraish Shihab terhadap dunia pendidikan saat ini.
9
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam
dunia islam.
2. Manfaat praktik
a. Memberikan pemahaman dan pengetahuan tenang nilai pendidikan
humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir AlMisbah.
b. Sebagai bahan referensi sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan.
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa
disebut dengan studi pustaka (library research) ialah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan pustaka,
membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mustika
Zed, 2004: 3).
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
antara lain:
10
a. Sumber data primer
Yaitu sumber data yang berkaitan dengan objek riset (Dhahara,
1980: 60). Diantaranya yaitu al-Qur‟an dan Tafsir al-Misbah.
b. Sumber data sekunder
Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data
sekunder
yaitu
sejarah
dan
pengantar
ilmu
Al-Qur‟an,
Membumikan Al-Qur‟an, politik Pendidikan, Ilmu Pendidikan
Islam, dan lain-lain.
Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini
berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang
menjadi pokok bahasan penelitian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer yaitu kitab Tafsir Al-Misbah dan sekunder
yaitu Membumikan Al-Qur‟an, dan buku yang relevan lainnya. Setelah
data terkumpul maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data
atau informasi untuk bahan penelitian.
11
F. PENEGASAN ISTILAH
1. Nilai humanisme
Fraenkel sebagaimana dikutip Kartawisastra (1981: 1) membuat
definisi nilai adalah Standar tingkah laku keindahan, keadilan, kebenaran,
dan efisiensi yang mengikat manusia yang sepatutnya dijalankan dan
dipertahankan. Pendapat lain menyatakan bahwa nilai a dalah sesuatu yang
berharga, baik menurut standar logika (benar-salah), estetika (baik-buruk),
etika (adil-tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak
sah) serta menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun
kehidupan (Djahiri dkk, 1996: 22-23).
Sedang humanis berasal dari kata human (Inggris) yang berarti
manusiawi. Menurut Budiono (2005: 228) dalam Kamus Ilmiah Populer
Internasional, menyebutkan bahwa human berarti mengenai manusia, cara
manusia. Sedangkan humanis berarti seseorang yang human, penganut
ajaran humanisme. Humanisme adalah suatu doktrin yang menekan
kepentingan kemanusiaan.
Humanisme adalah keyakinan bahwa manusia mempunyai martabat
yang sama, yang beradab dan adil, dan sebagai kesediaan untuk solider,
senasib, sepenanggungan tanpa perbedaan (Shofan, 2004: 142). Kaitannya
dengan hal tersebut, penulis ingin mempergunakan nilai-nilai humanisme
dalam pembelajaran agama Islam yang selama ini masih terkesan jarang
digunakan dalam dunia pendidikan kita. Dalam pendidikan kita lebih
banyak melihat bagaimana manusia hanya dijadikan sebagai seseorang
12
yang tidak tahuapa-apa, sedangkan dalam Islam sendiri diajarkan
bagaimana manusia harus menghormati hak orang lain termasuk dalam
pendidikan.
2. Pendidikan
Menurut Purwadaminta (2006: 291), Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti memelihara,
materi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sehingga
pendidikan berarti proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang atau
kelompok orang, dengan usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan proses; cara; perbuatan; mendidik. Yang
dimaksud Ahmadi (1992: 28) dengan pendidikan di sini adalah tindakan
yang
dilakukan
secara
sadar
dengan
tujuan
memelihara
dan
mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya insani) menuju
terbentuknya manusia seutuhnya. Dengan demikian, dapat penulis
simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis,
terarah
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan
kepribadian
dan
kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak
didik, baik diselenggarakan secara formal maupun nonformal.
3. Surat Al-Hujurat
Al-Hujurat yaitu surat ke 49 dalam Alquran yang terdapat dalam juz
26. Surat Al-Hujurat artinya adalah kamar-kamar yang terdiri dari 18 ayat,
termasuk surat madaniyah yang diturunkan sesudah surat Al Mujadilah
(Busyra, 2010: 73).
13
4. Tasfir Al-Misbah
Masfuk (1997: 198) menyatakan, tafsir adalah penjelasan terhadap
kalam
Allah
atau
menjelaskan
lafadz-lafadz
Alquran
dan
pemahamannya.Ilmu tafsir sudah dikenal sejak zaman rasulullah dan
berkembang sampai
sekarang..
Tafsir
al-Misbah,
Pesan,
Kesan,
Keserasian al-Qur‟an adalah karya M. Quraish Shihab. Sebuah karya
tafsir yang terdiri dari 15 Volume dengan mengulas tuntas semua ayat-ayat
al-Qur‟an
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman dalam memahami dan
membaca skripsi ini, maka disusunlah sistem penulisan skripsi secara garis
besarnya, yaitu sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Penegasan istilah
G. Sistematika penulisan Skripsi
14
BAB II: M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH
A. Sejarah hidup M. Quraish Shihab
B. Karya-karya M. Quraish Shihab
C. Corak pemikiran M. Quraish Shihab
1. Bidang teologi
2. Bidang syari‟at Islam
3. Bidang tasawuf
4. Bidang tafsir
BAB III: KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan
B. Konsep tentang humanisme
1. Latar belakang humanisme
2. Pengertian Humanisme
3. Dasar dan Tujuan Humanisme
C. Pendidkan Humanis
BAB IV : ANALISIS TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 13
A. Tafsir surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M.
Quraish Shihab
B. Nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dalam
tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab
C. Relevansi Surat al-Hujurat Ayat 13 dalam Tafsir al-Mibah Karya M.
Quraish Shihab terhadap dunia Pendidikan saat ini.
15
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Penutup
Daftar pustaka
Lampiran
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan
Pendidikan adalah tindakan yang
dilakukan secara sadar dengan
tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi (sumber daya
insani) menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Ahmadi, 2005: 28). Dewey
mendefinisikan pendidikan sebagai berikut: “education is thus as fostering, a
nurturing, a cultivating, process”. (Pendidikan adalah memelihara, menjaga,
memperbaiki melalui sebuah proses). Menurut Mc. Donald dalam Education
Psychology, pendidikan diartikan sebagai “process or activity, which is
directed at producing desirable changes in the behavior of human being
(Pendidikan adalah proses atau aktifitas yang berlangsung untuk menghasilkan
perubahan yang diperlukan pada tingkah laku manusia).
Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu
upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang bermaksud manusia
menjadi sosok potensial secara intelektual (intelected oriented) melalui proses
tranfer of knowledge yang kental. Tetapi proses tersebut juga bermuara pada
upaya pembentukan masyarakat bermasyarakat yang berwatak, beretika dan
berestetika melalui transfer of values yang terkandung di dalamnya. Muatan
upaya yang dibawa dalam proses pendewasaan manusia (pendidikan) seperti
yang dimaksud di atas, merupakan proses yang terpadu dan komprehensif
(Usa &Widjan, 1999: 9).
17
Melalui pendidikan ini, warisan budaya ilmu pengetahuan dan nilai
atau norma suatu kelompok sosial tertentu bisa dipertahankan dan
keberlangsungan hidup mereka bisa dijamin, singkatnya pendidikan
memberikan arti bagi keberadaan suatu kebudayaan dan membantunya
mempertahankan pandangan dunia (worldview) yang dimilikinya.
Berdasarkan di atas, proses pendidikan memiliki potensi yang kuat
dalam mengakselerasikan kebebasan, maka pendidikan harus mampu
merangsang manusia (peserta didik) untuk berfikir mandiri dalam rangka
menciptakan gagasan otentik, orisinil, sehingga tidak gampang terpengaruhi
oleh berbagai tekanan dari pihak manapun. Proses pendidikan yang
dipaksakan tergantung kepada keputusan pihak lain berarti telah menempatkan
manusia pada posisi yang terserabut dari akar kemanusiaannya dan tidak
mengembangkan kesadaran kritisnya.
Menurut Ali Ashraf, model pendidikan dengan model pendidikan
dengan tekanan pada transfer ilmu dan keahlian daripada pembangunan
moralitas akan memunculkan sikap individualis dan enggan menerima hal-hal
non observasional dan sikap menjauhi nilai-nilai ilahiyah yang bernuansa
kemanusiaan. Akibat model pendidikan ini akan menghasilkan manusia
mekanis yang mengabaikan penghargaan kemanusiaan. Kenyataan ini akan
menyebabkan kearifan, kecerdasan, spiritual, dan kesadaran manusia terhadap
lingkungan sosial dan alamnya menjadi gagal. Untuk itu pendidikan harus
mampu mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kelengkapan nilai
18
kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya sebagai suatusi sistem
pemanusiaan manusia yang unik, mandiri, dan kreatif
Dalam hal ini Mas‟ud (2002: 134) memaparkan, tujuan akhir
pendidikan adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar
sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan adanya kebebasan
gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk
mengembangkan diri dari potensi yang dimilikinya secara maksimal
(Bahridjamarah, 2005: 155). Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis, terarah, yang bertujuan
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju perubahan
tingkah laku dan kedewasaan anak didik, baik diselenggarakan secara formal
maupun non formal.
Dari uraian di atas bahwasannya watak manusia itu berkembang.
Yang membedakan adalah konsep fitrah itu sendiri. Fitrah adalah pembawaan
manusia yang tetap. Semua orang yang dilahirkan dengan pembawaan asal
berupa fitrah tersebut, seumur hidupnya manusia memilikinya tidak ada
perubahan dalam fitrah Allah yang dikaruniakan kepada hambanya.
Oleh karena itu usaha-usaha pendidikan (tarbiyah) bagi manusia
menjadi suatu kebutuhan pokok guna menunjang pelaksanaan amanat yang
dilimpahkan Allah kepadanya. Ini merupakan kebutuhan manusia terhadap
pendidikan yang bersifat individual. Kalau diamati keadaan bayi pada saat
dilahirkan, dapat disaksikan bahwa mereka dalam keadaan yang sangat lemah,
19
tidak berdaya. Hampir semua hidupnya tergantung pada orang tuanya. Mereka
sangat memerlukan pertolongan dan bantuan orang tuanya dalam segala hal.
Demikian pula, jika dia tidak diberi bimbingan atau pengetahuan,
baik jasmaniah maupun ruhaniah berupa pendidikan intelek, susila, sosial
agama, dan sebagainya. Maka anak tersebut tidak akan dapat berbuat sesuatu
secara maksimal. Dari sini jelaslah bahwa manusia dalam rangka
melaksanakan tugas kehidupannya sangat membutuhkan apa yang disebut
pendidikan, dengan demikian pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi
manusia. Jadi manusia memerlukan pendidikan.
B. Konsep Humanisme
1. Latar Belakang Humanisme
Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan
terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas
kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (1), penganut
paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting (2), penganut
paham humanisme (3) (KBBI, 1994: 361). Arti istilah “humanisme” lebih
mudah dipahami kalau ditinjau dari sisi historis dan sisi aliran-aliran di
dalam filsafat. Dari sisi pertama, humanisme berarti suatu gerakan
intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh
kedua abad ke-14 Masehi. Pada gerakan ini bisa dikatakan sebagai motor
penggerak kebudayaan modern.
Humanisme sebagai suatu gerakan intelektual dan kesusastraan,
pada prinsipnya merupakan aspek dasar dari gerakan renaisans abad ke-14
20
sampai ke-16 M. Gerakan yang berawal di Italia ini kemudian menyebar
ke segenap penjuru Eropa, dimaksudkan untuk membangunkan umat
manusia dari tidur panjang abad pertengahan, yaitu dikuasai oleh dogmadogma agamis gerejani. Abad pertengahan adalah abad dimana otonomi
kreativitas, kemerdekaan berpikir manusia dibelenggu oleh kekuasaan
gereja. Abad ini sering disebut “abad kegelapan” karena cahaya akal budi
manusia tertutup kabut dogma-dogma gereja. Kuasa manusia dipatahkan
oleh pandangan gereja yang menganggap bahwa hidup manusia telah
digariskan oleh kekuatan-kekuatan Ilahi, dan akal budi manusia tidak akan
pernah sampai pada misteri dari kekuatan-kekuatan itu. Pikiran-pikiran
manusia yang menyimpang dari dogma-dogma tersebut adalah pikiranpikiran sesat dan karenanya harus dicegah dan dikendalikan.
Dalam zaman seperti itulah, gerakan humanisme muncul. Gerakan
kaum humanis ini bertujuan untuk melepaskan diri dari belenggu dari
kekuasaan gereja dan membebaskan akal budi dari kungkungannya yang
mengikat, melalui pendidikan liberal, mereka mengajarkan bahwa manusia
pada prinsipnya adalah makhluk bebas dan berkuasa penuh atas
eksistensinya sendiri dan masa depannya. Istilah “humanisme” sendiri
berasal dari kata Latin “humanitas” (pendidikan manusia) dan dalam
bahasa Yunani disebut paideia, yaitu pendidikan yang didukung oleh
manusia-manusia yang hendak menempatkan seni liberal sebagai materi
atau sarana utamanya. Karena alasan seni liberal inilah yang menjadi
sarana terpenting dalam dunia pendidikan pada waktu itu (retorika,
21
sejarah, etika dan politik) adalah kenyataan bahwa hanya dengan seni
liberal, manusia akan tergugah untuk menjadi manusia, menjadi makhluk
bebas yang tidak terkungkung oleh kekuatan-kekuatan dari luar dirinya
(Abidin, 2006: 41).
Seperti apa yang diungkapkan oleh Paulo Friere (1991: 26),
seorang pakar pendidikan dari Brazil, telah berhasil melihat fenomena
pendidikan dalam karyanya yang terkenal “Pendidikan Kaum Tertindas”.
Menurut
Friere
bahwasannya
pendidikan
yang
dimulai
dengan
kepentingan egoistis kaum penindas dan menjadikan kaum tertindas
sebagai objek humanitarianisme, mereka justru memprahaturkan dan
menjelmakan penindas itu sendiri.
Friere (1991: 50) mengatakan dalam bukunya Pendidikan Kaum
Tertindas, para murid menjadi celengan dan guru menjadi penabungnya.
Dan yang terjadi bukanlah proses komunikasi, akan tetapi guru
menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisi tabungan yang
diterima dan dituangkan dengan patuh oleh para muridnya. Aktivitas
pendidikan hanya sekedar sebuah mekanisme otomatik dan lebih bersifat
formalistik belaka. Pada pola pendidikan semacam ini nilai kreativitas dan
progresivitas individu menjadi sangat terpasung.
Dalam konsep pendidikan gaya bank demikian, pengetahuan
adalah sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap
dirinya lebih berpengetahuan, kepada mereka yang diangap tidak memiliki
pengetahuan. “Education is transfer a certain knowledge from teachers
22
totheir students” dalam kata lain bahwasannya pendidikan hanyalah
memindahkan ilmu dari otak (yang satu) ke otak yang lain. Untuk itu
dengan adanya konsep humanisme, kebebasan berfikir merupakan tema
terpenting dari pendidikan humanis. Akan tetapi kebebasan yang
dimaksudkan bukan kebebasan yang absolut, atau kebebasan sebagaian
antitesis dari deferminisme abad pertengahan. Kebebasan yang mereka
perjuangkan adalah kebebasan yang berkarakter manusiawi, kebebasan
manusia dalam batas-batas alam, sejarah dan masyarakat.
Dengan demikian, bahwa humanisme yang telah dijelaskan di atas
merupakan salah satu paham di dalam aliran-aliran filsafat yang hendak
menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia serta menjadikan manusia
sebagai ukuran dari segenap penilaian, kejadian dan gejala di atas muka
bumi ini. Dengan kata lain, manusia merupakan pusat kontrol dari realitas.
Realitas manusia adalah hak milik manusia sehingga setiap kejadian,
gejala dan penilaian apapun harus dikaitkan dengan keberadaan,
kepentingan atau kebutuhan manusia.
Abidin (2001: 42) memaparkan, manusia adalah pusat realitas,
sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalam realitas harus
dikembalikan lagi pada manusia. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan
adanya penilaian atau interpretasi tentang kejadian atau gejala manusiawi
yang menempatkan manusia sebagai entitas-entitas marjinal atau
pinggiran.
23
2. Pengertian Humanisme
Humanis berasal dari kata Human (Echols, 1998: 326) (Inggris) yang
berarti manusiawi. Menurut Budiono, dalam Kamus Ilmiah Populer
Internasional, menyebutkan bahwa Human berarti mengenai manusia,
cara manusia, sedangkan humanis sendiri berarti seorang yang human,
penganut
ajaran
huminisme.
Sedangkan
Budiono
(2005:
228)
memaparkan, humanisme sendiri adalah suatu doktrin yang menekankan
kepentingan kemanusiaan dan ideal (humanisme di zaman Renaissan
didasarkan atas peradaban Yunani purba. Sedangkan humanisme modern
menempatkan manusia secara eksklusif). Sedangkan dalam kamus besar
Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa human: bersifat manusiawi, (seperti
manusia
yang
dibedakan
dengan
binatang,
jin,
dan
malaikat)
berperikemanusiaan, baik budi, budi luhur dan sebagainya.
Dalam kamus Echols, (1998: 362) humanis berasal dari kata
Human (Inggris) yang berarti manusiawi. Menurut Budiono, dalam Kamus
Ilmiah Populer Internasional, menyebutkan bahwa Human berarti
mengenai manusia, cara manusia, sedangkan humanis sendiri berarti
seorang yang human, penganut ajaran huminisme. Sedangkan humanisme
sendiri dalam pernyataan Budiono, (2005: 228) adalah suatu doktrin yang
menekankan kepentingan kemanusiaan dan ideal (humanisme di zaman
Renaissan
didasarkan
atas
peradaban
Yunani
purba.
humanisme modern menempatkan manusia secara eksklusif).
24
Sedangkan
Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa
human: bersifat manusiawi, (seperti manusia yang dibedakan dengan
binatang, jin, dan malaikat) berperi kemanusiaan, baik budi, budi luhur
dsb. Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan
terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas
kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (1), penganut
paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting (2), penganut
paham humanisme (3).
Dengan demikian manusia merupakan pemegang kebebasannya
dalam melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya saat ini, dan juga bagi
masa depannya yang akan datang. Sehingga bisa dikatakan bahwa
kedudukan manusia dalam dunia ini sangatlah tinggi, karena dibekali
dengan potensi-potensi kebebasan dalam melakukan hal terbaik bagi
dirinya.
Manusia merupakan makhluk yang multidimensi bukan saja karena
manusia sebagai subyek yang secara teologis memiliki potensi untuk
mengembangkan pola kehidupan, Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah
ayat 13:
ٍ ‫َجيعا ِمنْه إِ َّن ِِف ذَلِ َكآلي‬
ِ َّ ‫وس َّخر لَ ُكم ما ِِف‬
ِ ِ ‫ات وما ِِف األر‬
‫ات لَِق ْوٍم يَتَ َف َّكُرو َن‬
ُ ً َ ‫ض‬
ْ
َ
َ َ ‫الس َم َاو‬
َ ْ َ ََ
Artinya:“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Q.S.
Al-Jatsiyah, 45: 13)
25
Bagi sebagian orang, pendidikan seringkali dicerna sebagai suatu
kegiatan pengisian otak dengan pengetahuan-pengetahuan tertentu tersebut
diyakini akan menghasilkan keterampilan-keterampilan tertentu pula
seseorang akan dikatakan berpendidikan apabila dia memiliki potensi
kognitif yang dikontrol oleh institusi-institusi yang menyelenggarakannya.
Seorang guru profesional memiliki kemampuan kognisi dari lembaga
dimana dia melakukan proses belajar (pendidikan). Seorang dokter,
tentara, bankir, bahkan seorang pelukis memperoleh kemampuan dari
institusi pendidikannya masing-masing. Itulah kesan yang sering muncul
dari kebanyakan kaum awam saat mereka berbicara mengenai pendidikan.
Proses pemikiran yang demikian dapat mempengaruhi minat dan
motivasi, baik secara internal maupun eksternal, untuk memiliki kesadaran
berpendidikan. Bagi mereka yang terlalu berpegang pada doktrin ini
apabila tidak memiliki kemampuan untuk memasuki lembaga-lembaga
pendidikan tertentu maka pintu pendidikan sudah tertutup selamanya bagi
mereka padahal pendidikan bukan hanya sekedar proses transformasi
pengetahuan saja.
Pendidikan adalah suatu proses penyampaian nilai dengan lingkup
yang sangat luas. Pendidikan adalah bagaimana manusia dapat
melaksanakan hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, sejalan dengan ini,
Prof. Lodge pernah mengatakan bahwa hidup adalah pendidikan dan
pendidikan adalah hidup itu sendiri (Tim Dosen IKIP Malang, 1988: 5).
Manusia sebagai makhluk multidimensional yang memiliki potensi dasar
26
yang bisa dikembangkan, sehingga manusia dinamakan makhluk
pedagogik. Makhluk pedagogik adalah makhluk yang dapat dididik
sekaligus makhluk yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan
aktivitas pendidikan.
Dalam terminologi yang praktis, hal itu dinamakan pendidikan
dalam makna yang luas. Firman Allah SWT surat an-Nahl ayat 78:
َّ َٚ ‫ َج َع ًَ ٌَ ُى ُُ ٱٌغَّّۡ َع‬َٚ ‫ٔٗا‬
ًۡ ‫َْ َش‬ُّٛ ٍَ‫َتِ ُىُۡ َال ت َۡع‬َٰٙ َِّ ُ‫ْ أ‬ٛ
ِ ُ‫ٱَّللُ أَ ۡخ َش َج ُىُ ِِّ ۢٓ بُط‬
ۡ َ‫ ۡٱأل‬َٚ ‫ص َش‬
‫ف‬
َ َٰ ‫ ۡٱألَ ۡب‬َٚ َُْٚ‫ٔ ِٔ َدةَ ٌَ َعٍَّ ُىُۡ ت َۡش ُىش‬
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan dari memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”
(Q.S. An-Nahl, 16: 78).
Dalam pernyataan Al-Qur‟an di atas, dapat dibingkai sebuah
pengertian bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi yang bisa
dikembangkan (fitrah) seperti dalam hadist yang telah dijelaskan di atas
yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah di muka “dan manusia
dilahirkan dengan tidak membawa pengetahuan apapun”. Namun
demikian, manusia dibekali alat untuk mencapai pengetahuan seperti indra
pendengaran, penglihatan, dan hati (Makin, 2007:105-107).
Menurut filsafat humanisme Syari‟ati (1992:59) bahwasannya,
beliau mengartikan humanisme sebagai aliran filsafat yang menyatakan
bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan
kesempurnaan manusia. Humanisme memandang manusia sebagai
27
makhluk yang mulia, dan prinsip-prinsip yang didasarkannya didasarkan
atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bisa membentuk
species manusia.
Pendidikan yang di dalamnya mengandung unsur manusia, baik
sebagai pelaku atau objek, dengan demikian tidak terpisahkan dari
orientasi humanistik. Sejauhmana humanisme itu berperan dalam
pendidikan, adalah tergantung dari persepsi para pendidik itu sendiri
tentang manusia (human). Ada sebagian para ahli mengatakan
bahwasannya
watak
manusia
itu
“berkembang”
sesuai
dengan
perkembangan pribadi dan lingkungan yang melingkupinya. Hal itulah
yang mengindikasikan bahwa sifat dan pembawaan, termasuk di
didalamnya watak dan insting pada anak-anak itu berbeda-beda. Karena
itu dapat dikatakan bahwa kewajiban seorang pendidik bila hendak
memilihkan bidang pekerjaan buat seorang anak, meneliti terlebih dahulu
sifat-sifatnya dan menguji kepintarannya kemudian dipilihkan jurusan
pekerjaan yang sesuai. Perbedaan sifat pembawaan, watak dan insting
manusia tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungannya. Dengan
pengaruh itu seluruh kondisi batin di atas dapat berkembang, bisa menjadi
baik, bisa pula sebaliknya, menjadi buruk. Sabda Rasulullah :“Lingkungan
mempengaruhi hidup manusia mempunyai dampak atau pengaruh
didalam kehidupan dan perjalanannya dan berpengaruh di dalam
akhlaknya maka jika ada kebaikan yang dapat memotifasi maka
dampaknya akan baik, dan jika ada kejelekan atau kesesatan tidak akan
28
ditemukan perbuatan yang dapat memotivasi dan dampaknya akan
buruk”.
Dengan demikian, lingkungan dimana manusia itu berada
berpengaruh besar bagi hidup dan perkembangan kehidupannya, mampu
membentuk watak, kebiasaan, dan kecenderungan-kecenderungannya. Jika
lingkungannya baik, dapat memotivasi untuk mendatangkan pengaruh
yang baik, sebaliknya, jika lingkungannya buruk, tak seorang (ulama‟) pun
mampu membendung atau membantu akses buruknya. Sebenarnya
manusia itu lahir dalam keadaan fitrah yaitu pembawaan asal untuk siap
menerima agama Islam. Kemudian lingkungannya mempengaruhinya
untuk menjadi baik atau buruk. Untuk mengendalikan dan mengarahkan
pengaruh tersebut, pendidikan berperan aktif.
3. Dasar dan Tujuan Humanisme
Syariati
(1996:47-49),
mendiskripsikan
tujuh
asas
dalam
humanisme.
a. Manusia adalah makhluk asli, artinya manusia memiliki substansi yang
mandiri dan berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya dengan
substansi fisik sekaligus ruh yang dimiliki. Substansi fisik membedakan
manusia
dengan
malaikat
yang
ghaib,
dan
substansi
ruh
membedakannya dengan binatang dan tumbuhan.
b. Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas. Ini adalah
kekuatan yang paling besar dalam diri manusia karena kehhendak bebas
adalah sifat manusia yang mencerminkan ilahiyah. Kebebasan
29
berkehendak memberi kesempatan pada manusia untuk menentukan
sendiri arah hidupnya dengan kemudian harus dipertanggungjawabkan
pada Yang Maha Kuasa.
c. Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir). Dengan kesadaran yang
dimiliki memungkinkan manusia memahami realitas. Potensi berpikir
menjadi modal paling penting bagi manusia untuk mempertahankan
eksistensinya karena dengan berpikir, manusia selalu mampu mencari
jalan untuk bertahan hidup dan berkembang menuju kehidupan yang
lebih baik. Ketika sebuah ancaman hadir, maka secara otomatis
manusia memikirkan bagaimana menanganinya.
d. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri. Ini
memungkinkan manusia mempelajari dirinya sendiri sebagai subyek
yang berbeda dengan hal-hal selain dirinya. Dengan begitu manusia
memahami kebutuhannya, apa yang semestinya dilakukan, dan ke arah
mana dia berjalan. Kepentingannya adalah tentu saja manusia harus
memastikan bahwa dirinya berjalan ke arah yang lebih baik.
e. Manusia adalah makhluk kreatif. Kreativitas manusia menyatu dalam
perbuatannya sendiri sebagai penegasan atas kesempurnaannya di
antara makhluk lainnya dan di hadapan Tuhan. Dengan kreativitas,
manusia
dapat
menutup
kekurangannya
denga
cara
yang
diusahakannya. Misalnya keterbatasan fisik untuk melakukan pekerjaan
berat, maka manusia akan mengerahkan daya kreatifnya untuk
membuat peralatan yang bisa membantu memudahkannya bekerja.
30
f. Manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan
sesuatu yang ideal. Visi tentang sebuah masa depan membuatnya tidak
akan puas dengan keadaan kekinian dan membawa manusia selalu
bergerak dinamis menuju perubahan positif. Bahkan ini dapat
menegaskan bahwa perubahan itu ditentukan oleh manusia itu sendiri.
g. Manusia adalah makhluk moral yang memiliki nilai-nilai. Nilai-nilai
diartikan sebagai ungkapan tentang hubungan manusia dengan
fenomena, cara atau kondisi yang di dalamnya terdapat motif yang lebih
luhur dari pada keuntungan.
Potensi dasar yang paling dominan dalam diri manusia adalah potensi
akal yang memungkinkan dia sadar dan berpikir. Ali Syari‟ati mengurutkan
orientasi pemikiran manusia, bahwa berpikir yang benar adalah jalan menuju
pengetahuan yang benar, dan pengetahuan yang benar adalah pengantar
menuju keyakinan. Keyakinan akan ketuhanan menjadi tujuan utama
sekaligus modal bagi kehidupan manusia. Karena pemikiran manusia yang
tanda disadari kesadaran ketuhanan akan melahirkan kesimpulan yang dangkal
dan membentuk kebudayaan yang timpang karena manusia tidak mampu
mengenal dirinya sendiri dengan benar.
C. Pendidikan Humanis
1. Pendidikan Humanis
pendidikan humanis adalah proses pendidikan penganut aliran
humanisme, yang berarti proses pendidikan yang menempatkan
seseorang sebagai salah satu objek terpenting dalam pendidikan.
31
Namun, kata obyek di sini bukan berarti sebagai penderita, melainkan
menempatkan manusia sebagai salah satu subyek (pelaku) yang
sebenarnya dalam pendidikan itu sendiri. Hal itu seperti yang
dicitacitakan oleh Freire bahwa manusia adalah pelaku dalam
pendidikan.
Pendidikan humanis berarti pendidikan yang didalamnya selalu
mengutamakan
kepentingan
manusia
sebagai
seseorang
yang
senantiasa harus mendapatkan segala haknya sebagai manusia yang
merdeka. Hak yang dimaksud adalah hak untuk dihargai sebagai
manusia yang mempunyai potensi, hak untuk dihormati, hak untuk
diperlakukan sebagai manusia yang merdeka.
Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan humanis adalah proses pendidikan penganut aliran
humanisme, yang berarti proses pendidikan yang menempatkan
seseorang sebagai salah satu objek terpenting dalam pendidikan.
Namun, kata obyek di sini bukan berarti sebagai penderita, melainkan
menempatkan manusia sebagai salah satu subyek (pelaku) yang
sebenarnya dalam pendidikan itu sendiri. Hal itu seperti yang dicitacitakan oleh Freire bahwa manusia adalah pelaku dalam pendidikan.
Pendidikan humanis berarti pendidikan yang didalamnya selalu
mengutamakan
kepentingan
manusia
sebagai
seseorang
yang
senantiasa harus mendapatkan segala haknya sebagai manusia yang
merdeka. Hak yang dimaksud adalah hak untuk dihargai sebagai
32
manusia yang mempunyai potensi, hak untuk dihormati, hak untuk
diperlakukan sebagai manusia yang merdeka.
Dari uraian di atas jelas bahwa sesungguhnya manusia
memegang peranan penting dalam kehidupannya. Dalam hal itu,
manusia merupakan pemegang kebebasannya dalam melakukan
sesuatu yang terbaik bagi dirinya saat ini, dan juga bagi masa
depannya yang akan datang. Sehingga bisa dikatakan bahwa
kedudukan manusia dalam dunia ini sangatlah tinggi, karena dibekali
dengan potensi-potensi kebebasan dalam melakukan hal terbaik bagi
dirinya.
Dalam hal ini jelas sekali bahwa yang melandasi dan
mendasari adanya pendidikan humanis adalah adanya kesamaan
kedudukan manusia. Ini berarti bahwa manusia satu dengan yang lain
adalah sama, tidak ada yang sempurna, semua individu memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lebih-lebih dalam Islam di
ajarkan bahwa kedudukan manusia adalah sama yang membedakan
hanyalah derajat ketaqwaannya saja. Sebagaimana tersebut dalam alQur'an surat al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:
‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُش ُعوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِِْن ََ اللَّ ِه‬
ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ِ ِ‫أَتْ َقا ُكم إِ َّن اللَّهَ َِل‬
ٌ‫يم َخبي‬
ٌ
ْ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan dan telah menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
33
antara kamu sekalian disisi Allah adalah yang paling
bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah maha
mengetahui lagi maha melihat”. (QS. Al- Hujuraat: 13).
Dengan melihat gambaran ayat di atas semakin jelas bahwa,
manusia diciptakan di dunia ini untuk saling mengenal. Mengenal di
sini bukan hanya sebatas tahu nama, tetapi lebih dari itu, harus saling
mengerti hak, dan kewajiban serta tanggung jawab masing-masing
untuk hidup di dunia ini. Di samping itu, manusia juga dituntut untuk
saling menghargai, menghormati dan saling tolong-menolong antar
sesamanya. Untuk itulah dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk
saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Karena bagaimana
pun juga manusia itu tidak ada yang sempurna, hanya dengan saling
melengkapilah manusia itu dapat menjadikan suatu kekurangan yang
dimiliki satu orang dapat ditutupi dengan kelebihan saudaranya, dan
sebaliknya juga begitu. Karena itulah diperintahkan kepada manusia
agar satu dengan yang lain saling mengisi dan saling memahami serta
saling melengkapi. Dan yang tak kalah pentingnya dalam kehidupan
ini harus saling membantu satu dengan yang lainnya. Dari sinilah
tampak jelas bahwa nilai-nilai humanisme dalam kehidupan ini sangat
ditekankan untuk selalu dimiliki oleh setiap orang.
Sedangkan perintah yang bermuatan untuk saling menghargai dan
menghormati antar sesama, hal itu juga tercermin dalam QS. AlHujarat ayat 10:
34
ِ ‫إََّّنَا الْمؤِمنو َن إِخوةٌ فَأ‬
‫َخ َويْ ُك ْم َواتَّ ُقوا اللَّهَ لَ َعلَّ ُك ْم تُْر ََحُو َن‬
َ ْ َ‫َصل ُحوا ب‬
ْ َْ ُ ُْ
َ ‫ْي أ‬
Artinya:“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara maka
pergaulilah dengan baik di antara saudaramu, dan bertaqwalah
kepada Allah supaya kamu termasuk orangorang yang
mendapatkan kasih sayang” (QS. Al-Hujarat: 10).
jika ditarik dalam dunia pendidikan, maka ayat-ayat di atas
mengandung satu proses pendidikan humanis yang sangat mulia sekali.
Di sana dijelaskan bukan hanya umat Islam saja yang dituntut untuk
saling mengenal, menghormati, menghargai, saling membantu serta
saling tolong-menolong, tetapi lebih dari itu seluruh umat manusia
dianjurkan untuk melakukan ajaran tersebut.
Uhbiyati (1998: 29) memaparkan humanisme adalah kumpulan
nilai-nilai Ilahi dalam diri manusia yang merupakan warisan budaya
dan moral keagamaan. Bentuk moral yang terlibat dalam keagamaan
menunjukkan
penekanan
tentang
keadilan
masyarakat.
Islam
menampakkan diri sebagai satu kesatuan sosial yang seimbang, yang
di dalamnya seorang individu tidak hanya merupakan tujuan, akan
tetapi juga merupakan satu bagian dari masyarakat yang membentuk
kesatuan yang koheren (Amaldo, 2001: 231). Manusia adalah wakil
Allah di dunia ini juga orang-orang kepercayaan- Nya. Ini berarti
bahwa manusia bertanggung jawab tidak hanya atas nasib hidupnya
sendiri, akan tetapi juga mempunyai tugas perutusan. Untuk memenuhi
tujuan Ilahi bagi dunia sebagai wakil dan orang-orang kepercayaan
35
Allah, semua orang tidak hanya sama derajat (secara formal), bahkan
mereka bersaudara mempunyai kodrat yang sama.
Islam memandang dengan bersungguh-sungguh baik kodrat
jasmani maupun kodrat rohani pribadi manusia. Karena kodratnya
yang rangkap itu, pribadi adalah pengada yang dialektik dan dinamis.
Islam adalah agama realistis dan mencintai alam, kekuatan, keindahan,
kekayaan, kemajuan dan kepenuhan segala kebutuhan manusia.
Pendidikan sebagai proses yang didasarkan pada nilai-nilai Islam
secara benar dan proporsional seharusnya meletakkan kebebasan
manusia sebagai dasar pijakan operasionalnya sekaligus sebagai tujuan
dari pendidikan itu sendiri (Khan, 2002: 1).
Sedangkan tujuan dari pendidikan humanis adalah terciptanya
satu proses dan pola pendidikan yang senantiasa menempatkan
manusia sebagai manusia. Yaitu manusia yang memiliki segala potensi
yang dimilikinya, baik potensi yang berupa fisik, psikis, maupun
spiritual, yang perlu untuk mendapatkan bimbingan. Kemudian yang
perlu menjadi catatan adalah bahwa masing-masing potensi yang
dimiliki oleh manusia itu berbeda satu dengan yang lainnya. Dan
semuanya itu perlu sikap arif dalam memahami, dan saling
menghormati serta selalu menempatkan manusia yang bersangkutan
sesuai dengan tempatnya masing-masing adalah cara paling tepat
untuk mewujudkan pendidikan humanis (Arifin, 2000: 133).
36
BAB III
BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
A. Sejarah Hidup M. Quraish Shihab
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, beliau dilahirkan
di Rapang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944. Ayahnya adalah Prof. KH.
Abdurrahman Shihab keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Abdurrahman
Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dan
dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik
di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah di Malang, sambil “nyantri”
di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah. Pada 1958 setelah selesai
menempuh pendidikan menengah, dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan
diterima di kelas II Tsanawiyah al-azhar. Pada tahun 1967, beliau meraih
gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas
al-azhar. Kemudian beliau meneruskan studinya pada fakultas yang sama.
Pada 1969 beliau meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir AlQur‟an dengan tesis yang berjudul al-I‟jaz al-Tashri‟iy li al-Qur‟an al-Karim
(kemukjizatan al-Qur‟an al-Karim dari Segi Hukum).
Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercaya untuk
menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada Institute
Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin, Ujung Pandang. Selain itu beliau juga
37
diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di
luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam
bidang pembinaa mental.selama di Ujung Pandang ini, beliau juga sempat
melakukan penelitian antara lain, penelitian dengan tema “Penerapan
Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah
Wakaf Sulawesi Selatan” (1978).
Pada tahun 1980 M. Quraish Shihab menuntut ilmu kembali ke
almamamternya dulu di al-azhar, dengan spesialisasi studi tafsir al-Qur‟an.
Untuk meraih doctor dalam bidang ini, hanya ditempuh dalam waktu dua
tahun yang telah selesai pada tahun 1982. Dengan disertasi yang berjudul
“Nazm al-Durar li al-Biqa‟I Tahqiq wa Dirasah (suatu kajian terhadap Kitab
Nazm al-Durar karya al-Baihaqi” berhasil dipertahankannya dengan predikat
Summa Cum Laude serta penghargaan Mumtaz ma‟ani Martabah al-saraf alUla (sarjana teladan dengan prestasi istimewa) (Shihab, 1998:6).
Pendidikan tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, alAzhar, Kairo sampai mendapatkan gelar M.A dan Ph.D-nya. Atas
prestasinya, beliau tercatat sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang
meraih gelar tersebut (Shihab, 2000:).
Perjalanan karir M. Quraish Shihab sekembalinya dari Mesir, sejak
1984, beliau pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin
di IAIN Jakarta. Di sini ia aktus mengajar bidang Tafsir dan Ulum al-Qur‟an
di Program S1,S2, dan S3 sampai tahun 1998. Selain itu beliau juga
38
menduduki berbagai jabatan, antara lain: Ketua Majlis Ulama Indonesia Pusat
(MUI) sejak tahun 1984, Anggota Lajnah Pentashih al-Qur‟an Departemen
Agama sejak tahun 1989, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
sejak tahun 1989, dan Ketua Lembaga Pengembangan. beliau juga
berkecimpung dibeberapa organisasi professional, antara lain: Pengurus
Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Rektor IAIN Jakarta selama dua
periode (1992-1996) dan (1997-1998). Setelah itu beliau dipercaya
menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan
diawal tahun 1998, kemudian beliau diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Negara Republik Arab Mesir
merangkap Negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.
Di sela-sela kesibukannya itu, beliau juga terlibat dalam berbagai
kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. M. Quraish Shihab juga aktif
dalam kegiatan tulis menulis di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu
beliau menulis dalam rubrik “Pelita Hati”. Dia juga mengasuh rubrik “Tafsir
Al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah.
Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah
Ulumul Qur‟an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta. Selain
kontribusinya untuk berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, hingga
kini sudah banyak buku yang diterbitkan, yaitu Tafsir Al-Manar,Tafsir Al-
39
Misbah, Keistimewaan dan Kelemahannya Filsafat Hukum Islam dan
Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat Al-Fatihah) (Shihab, 1998:6-7).
B. Karya-karya M. Quraish Shihab
Diantara karya-karya M. Quraish Shihab adalah sebagai berikut:
1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang,
IAIN Alauddin, 1984);
2. Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur'an
(Jakarta: Lentera Hati, 1998);
3. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998);
4. Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
5. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999);
6. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999);
7. Panduan Puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika,
Nopember 2000);
8. Panduan Shalat bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika,
September 2003);
9. Anda
Bertanya,Quraish
Shihab
Menjawab
Berbagai
Masalah
Keislaman (Mizan Pustaka)
10. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah (Bandung:
Mizan, 1999);
11. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Al Qur'an dan Hadits
(Bandung: Mizan, 1999);
40
12. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah dan Muamalah
(Bandung: Mizan, 1999);
13. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Wawasan Agama (Bandung:
Mizan, 1999);
14. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al Quran (Bandung:
Mizan, 1999);
15. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987);
16. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987);
17. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco,
1990);
18. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departemen Agama);
19. Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994);
20. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994);
21. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);
22. Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996);
23. Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);
24. Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama Al-Qur'an (Bandung; Mizan,
1999)
25. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati, 1999);
26. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati, 2000);
41
27. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15
Volume, Jakarta: Lentera Hati, 2003);
28. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT. (Jakarta:
Lentera Hati, 2003)
29. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan
Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
30. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik Setiap Fenomena (Jakarta:
Lentera Hati, 2004);
31. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
32. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam
(Jakarta: Lentera Hati, 2005);
33. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta:
Lentera Hati, 2006);
34. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat
(Jakarta: Lentera Hati, 2006);
35. Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati,
2006);
36. Asmâ' al-Husnâ; Dalam Perspektif al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks)
(Jakarta: Lentera Hati);
37. Sunnah - Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?; Kajian atas
Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007);
38. Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fâtihah dan Juz 'Amma
(Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2008);
42
39. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati);
40. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat
(Jakarta: Lentera Hati);
41. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda
Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008);
42. Doa Harian bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus
2009);
43. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera
Hati);
44. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam al-Qur'an (Jakarta:
Lentera Hati);
45. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-Qur'an (Jakarta:
Lentera Hati);
46. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda
Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2010);
47. Al-Qur'ân dan Maknanya; Terjemahan Makna disusun oleh M. Quraish
Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2010);
48. Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam
Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011);
49. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Quran dan
Hadits Shahih (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011);
50. Do'a al-Asmâ' al-Husnâ (Doa yang Disukai Allah SWT.) (Jakarta:
Lentera Hati, Juli 2011);
43
51. Tafîr Al-Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah AlQur'ân (Boxset terdiri dari 4 buku) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2012)
C. Corak pemikiran M. Quraish Shihab
1. Bidang teologi
M. Quraish Shihab adalah termasuk salah satu generasi pengkaji
Islam yang menempuh pendidikannya sampai bergelar Doktor, beliau
dikenal sebagai sosok yang moderat atau yang menyelaraskan antara akal
dan wahyu. Dalam hal ini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul
Membumikan Al-Qur‟an, di dalam buku ini dikatakan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah dengan potensi-potensi tertentu yang meliputi:
a. kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi, dan kegunaan
segala macam benda.
b. akal dan pikiran serta panca indra, dan kekuatan positif untuk
mengubah corak kehidupan dunia ini.
c. potensi untuk terjerrumus dalam godaan hawa nafsu dan setan.
d. ditundukannya bumi, langit, dan segala isinya oleh Allah kepada
makhluk.
Di samping itu manusia juga memiliki banyak masalah yang tidak
dapat djangkau oleh pikirannya, khususnya menyangkut diri, masa depan,
serta banyak hal menyangkut hakikat manusia, seperti: fenomena
kehidupan akhirat, pengetahuan tentang di daerah mana dia akan mati, dan
kemungkinan manusia menyukai sesuatu padahal hal tersebut jelek
44
baginya (Shihab, 1996: 233). Dari keterangan diatas dapat diambil dua
kesimpulan yaitu :
a. Didalam kehidupan manusia terdapat suatu hal yang tidak dibutuhkan
campur tangan pemikiran manusia untuk pengaturannya dan tidak
dapat mengalami perubahan dalam kondisi dan situasi apapun, dan
semuanya itu hanya dapat dijangkau dengan wahyu.
b. Suatu hal yang di dalamnya manusia diberi wewenang untuk
memikirkannya.
2. Bidang Syariat Islam
Dalam hal Syariat M. Quraish Shihab sependapat dengan para
Ulama yang mengatakan: “bahwa ulama yang hanya mengajukan satu
pendapat saja bisa menimbulkan kesan hanya pendapat itu saja yang
benar”. Dan beliau kalau ditanya orang, beliau paling suka menjawab
bahwa si-A berkata itu, si-B berkata ini, dan si-C berkata begini. Oleh
karena itu dia sering dinilai orang sebagai orang yang bukan pengikut
faham Muhammadiyah dan bukan pula NU.
3. Bidang tasawuf
Dalam bidang tasawuf, M. Quraish Shihab lebih cenderung kepada
Al-Qur‟an da Hadis. Dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa konsepnya
tentang tasawuf, misalnya konsep tawakal, menurut Quraish Shihab
tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah
mendatangkan hukum sebab akibat. Konsep ini beliau ambil dari AlQur‟an yang menurutnya bahwa kata tawakal dalam Al-Quran diulang
45
kurang lebih 11 kali yang semuanya didahului oleh perintah melakukan
sesuatu baru kemudian disusul dengan perintah tawakal.
4. Bidang tafsir
Dalam bidang tafsir, M. Quraish Shihab lebih cenderung
menggunakan metode tahlili (analitis). Hal ini dapat dilihat dari
penafsirannya yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat,
sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam mushaf. Namun disisi lain
M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahlili memiliki
berbagai kelemahan, maka dari itu beliau juga menggunakan metode
maudhu‟i (tematik), yang menurutnya metode ini memiliki beberapa
keistimewaan, diantaranya metode ini dinilai dapat menghidangkan
pandangan dan pesan Al-Quran secara mendalam dan menyeluruh
menyangkut tema-tema yang dibicarakannya (Shihab, 2002:ii).
46
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13 dalam Tafsir al-Misbah Karya M.
Quraish Shihab
Pemahaman pengertian tafsir secara umum adalah menjelaskan
makna lafadz dalam al-Qur‟an yang belum jelas atau yang sulit dijelaskan
agar menjadi jelas. Seperti yang diungkapkan Al Jurjany dalam buku
Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an atau Tafsir karya M. Hasbi Ash
Shiddieqy (1990:179) tafsir pada dasarnya adalah membuka dan
melahirkan. Secara istilah syara‟ yaitu menjelaskan makna ayat,
urusannya, kisahnya, dan sebab diturunkannya ayat, dengan lafadz yang
menunjuk kepadanya secara terang. Untuk itu ayat-ayat al-Qur‟an perlu
untuk ditafsirkan agar dalam memahaminya bisa jelas tanpa ada keraguan.
Al-hujurat artinya kamar-kamar yang terdiri dari 18 ayat, tergolong
surat Madaniyah, dan diturunkan sesudah surat Al-Mujadilah (Busyra,
2010:73). Dalam kitab terjemah al-Qur‟an secara lafziyah, surat AlHujurat yaitu surat ke 49, yang ditulis sebelum surat Qaf dan sesudah surat
Fath. Surat ini terletak dalam juz 26 (Al Hikmah, 1993:261). Setelah
mengetahui pengertian tafsir dan surat Al-hujurat, maka perlu dilakukan
penafsiran. Berikut penjelasan ayat, arti, dan kosa katanya. Firman Allah
surat al-hujurat ayat 13:
47
ُْ ‫ا إِ َّْ أَ ْو َش َِ ُى‬ُٛ‫اسف‬
َ ‫لَبَائِ ًَ ٌِتَ َع‬َٚ ‫بًا‬ُٛ‫ َج َع ٍَْٕا ُو ُْ ُشع‬َٚ ‫أُ ْٔثَى‬َٚ ‫َا إٌَّاطُ إَِّٔا خَ ٍَ ْمَٕا ُو ُْ ِِ ْٓ َر َو ٍش‬ٌَُّٙ‫ٌَا أ‬
َّ َّْ ِ‫هللاِ أَ ْتمَا ُو ُْ إ‬
َّ ‫ِع ْٕ َذ‬
‫هللاَ َعٍٍِ ٌُ خَ بٍِ ٌش‬
Artinya:”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu slain kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS.
Al-Hujurat:13)
Yaa‟ayyuha
Wahai
An-nasu
Manusia
In naa
Sesungguhnya
Kholaqnaakum
Kami menciptakan kamu
Min zakarin
Dari seorang laki-laki
Wa untsa
Dan seorang perempuan
Waja‟alnaakum
Dan kami jadikan kamu
Syu‟uuban
Berbangsa-bangsa
Waqabaa‟ila
Dan bersuku-suku
Lita‟aarafuu
Supaya kamu saling mengenal
Akhramakum
Paling mulia diantara kamu
„indallahi
Disisi Allah
Atqaakum
Paling bertaqwa diantara kamu
Aliimun
Maha mengetahui
Khobiirun
Maha melihat
48
Penggalan pertama ayat di atas sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan adalah pengantar untuk
menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi
Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan suku yang lain. Tidak ada
juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan
karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Pengantar
tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir
ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah yang paling bertakwa”. Karena itu berusahalah untuk
meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah.
Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun berkenaan
dengan Abu Hind yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi
meminta kepada Bani Bayadhah agar menikahkan salah seorang putri
mereka dengan Abu Hind, tetapi mereka enggan dengan alasan tidak wajar
mereka menikahkan putri mereka dengannya yang merupakan salah
seorang bekas budak mereka. Sikap keliru ini dikecam oleh al-Qur‟an
dengan menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah bukan karena
keturunan atau garis kebangsawanan tetapi karena ketakwaan. Ada juga
riwayat yang menyatakan bahwa Usaid Ibn Abi al-Ish berkomentar ketika
mendengar
Bilal
mengumandangkan
azan
di
Ka‟bah
bahwa:”Alhamdulillah, ayahku wafat sebelum melihat kejadian ini.” Ada
49
lagi yang berkomentar: “Apakah Muhammad tidak menemukan selain
burung gagak ini untuk berazan?”.
Apa pun sabab nuzul-nya, yang jelas ayat di atas menegaskan
kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat
kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri
lebih tinggi dari pada yang lain, bukan saja antara satu bangsa, suku, atau
warna kulit dan lainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Karena
kalaulah seandainya ada yang berkata bahwa Hawwa, yang perempuan itu,
bersumber daripada tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah laki-laki,
dan sumber sesuatu lebuh tinggi derajatnya dari cabangnya, sekali lagi
seandainya ada yang berkata demikian itu hanya khusus terhadap Adam
dan Hawwa, tidak terhadap semua manusia karena manusia selain mereka
berdua kecuali Isa as. Lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan.
Dalam konteks ini, sewaktu haji wada‟ (perpisahan), Nabi
saw.berpesan antara lain: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan
kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang Arab, tidak juga non
Arab atas orang Arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit)
merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya kecuali dengan takwa,
sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yangpaling
takwa.” (HR. al-Baihaqi melalui Jabir Ibn „Abdillah)
Kata syu‟ub adalah bentuk jamak dari kata sya‟b. kata ini
digunakan untuk menunjuk kumpulan darin sekian qabilah yang biasa
50
diterjemahkan suku yang merujuk kepada satu kakek. Qabilah/suku pun
terdiri dari sekian banyak kelompok keluarga yang dinamai imarah, dan
yang ini terdiri lagi dari sekian banyak kelompok yang dianmai bathn. Di
bawah bath nada sekian fakhdz hingga akhirnya sampai pada himpunan
keluarga yang terkecil. Terlihat dari penggunaan kata sya‟b bahwa ia
bukan menunjuk kepada pengertian bangsa sebagaimana dipahami dewasa
ini. Memang, paham kebangsaan sebagaimana dikenal dewasa ini pertama
kali muncul dan berkembang di Eropa pada abad XVIII itu. Namun, ini
bukan berarti bahwa paham kebangsaan dalam pengertian modern tidak
disetujui oleh al-Qur‟an. Bukan di sini tempatnya menguraikan hal itu.
Rujuklah antara lain buku penulis Wawasan al-Qur‟an untuk memahami
persoalain ini.
Kata ta‟arafu terambil dari kata „arafa yang berarti mengenal.
Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik.
Dengan demikian, ia berarti saling mengenal.
Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin
terbuka peluang untuk saling bermanfaat karena itu, ayat di atas
menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk
saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan
ketakwaan kepada Allah swt.yang dampaknya tercermin pada kedamaian
dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. Anda tidak
dapat menarik pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik
manfaat, bahkan tidak dapat bekerja sama tanpa saling mengenal. Saling
51
mengenal yang digaris bawahi oleh ayat di atas adalah” pancing” nya
bukan “ikannya”. Yang ditekankan adalah caranya bukan manfaatnya
karena, seperti kata orang, memberi “pancing” jauh lebih baik daripada
memberi “ikan”.
Demikian juga halnya dengan pengenalan terhadap alam raya.
Semakin banyak pengenalan terhadapnya, semakin banyak pula rahasiarahasianya yang terungkap, dan ini pada gilirannya melahirkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta menciptakan kesejahteraan lahir dan
batin, dunia dan akhirat. Dari sini pula sejak dini al-Qur‟an
menggarisbawahi dalam firman Allah surat al-Alaq ayat 6-7:
ٓ َٰ‫ٱعت َۡغَٕى‬
ۡ ُٖ‫ٱۡلٔ َٰ َغَٓ ٌٍََ ۡط َغ َٰىٓأَْ َّس َءا‬
ٓ َّ ‫َو‬
ِ ۡ َّْ ِ‫َّل إ‬
“Sekali-kali tidak! Sungguh manusia, itu benar-benar melampaui
batas, apabila melihat dirinya serba cukup!” (QS.Al-“Alaq(96): 67).
Salah satu dampak ketidakbutuhan itu adalah keengganan menjalin
hubungan, keengganan saling mengenal dan ini pada gilirannya
melahirkan bencana dan perusakan di dunia.
Kata akramakum terambil dari kata karuma yang pada dasarnya
berarti yang baik dan istimewa sesuai objeknya. Manusia yang baik dan
istimewa adalah yang memiliki akhlak yang baik terhadap Allah dan
terhadap sesama makhluk.
52
Manusia memiliki kecenderungan untuk mencari bahkan bersaing
dan berlomba menjadi yang terbaik. Banyak sekali manusia yang menduga
bahwa kepemilikan materi, kecantikan, serta kedudukan sosial karena
kekuasaan atau garis keturunan merupakan kemuliaan yang harus dimiliki
dan karena itu banyak yang berusaha memilikinya. Tetapi, bila diamati,
apa yang dianggap keistimewaan dan sumber kemuliaan itu sifatnya sangat
sementara bahkan tidak jarang mengantar pemiliknya kepada kebinasaan.
Jika demikian, hal-hal tersebut bukanlah sumber kemuliaan. Kemuliaan
adalah sesuatu yang langgeng sekaligus membahagiakan secara terusmenerus. Kemuliaan abadi dan langgeng itu di sisi Allah swt.dan untuk
mencapainya adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya, menjauhi
larangan-Nya, melaksanakan perintah-Nya, serta meneladani sifat-sifatNya sesuai kemampuan manusia. Itulah takwa dan, dengan demikian, yang
paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Untuk meraih hal
tersebut, manusia tidak perlu merasa khawatir kekurangan karena ia
melimpah, melebihi kebutuhan bahkan keinginan manusia sehingga tidak
pernah habis. Allah berfirman surat an-nahl ayat 96, yang artinya:
َّ ‫ َِا ِعٕ َذ‬َٚ ‫َِا ِعٕ َذ ُوُۡ ٌَٕفَ ُذ‬
‫ ْا أَ ۡج َشُُ٘ بِأ َ ۡح َغ ِٓ َِا‬ُٚٓ ‫صبَش‬
َ ٌَٓ‫ٌَٕ َۡج ِضٌَ َّٓ ٱٌَّ ِز‬َٚ ٔٗ‫ٱَّللِ بَاق‬
ْ ُٔ‫َوا‬
ٍََُّْٛ ‫ا ٌَ ۡع‬ٛ
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah
adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl 16:96).
53
Sifat
„alim
dan
Khabir
keduanya
mengandung
makna
kemahatahuan Allah swt. Sementara ulama membedakan keduanya dengan
menyatakan bahwa „Alim menggambarkan pengetahuan-Nya yang
menjangkau sesuatu. Di sini, di sisi penekanannya bukan pada dzat-Nya
Yang Maha Mengetahui tetapi pada sesuatu yang diketahui itu.
Penutup ayat di atas inna Allah „Alim(un) Khabirl sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha mengenal, yakni menggabung dua sifat Allah
yang bermakna mirip itu, hanya ditemukan tiga kali dalam al-Qur‟an.
Konteks ketiganya adalah pada hal-hal yang mustahil atau amat sangat
sulit diketahui manusia.
Pertama tempat kematian seseorang, yakni firman-Nya dalam QS.
Luqman 31:34 yang berbunyi:
ۢ ‫ َِا ت َۡذسي ٔ َۡف‬َٚ
َّ َّْ ِ‫ت إ‬ٛ
ُ ۚ ُّ َ‫ظُ بِأَيِّ أَ ۡسضٗ ت‬
‫ٱَّللَ َعٍٍِ ٌُ َخبٍِ ۢ ُش‬
ِ
“Dan tidak seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia akan
mati, sesunggunya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Kedua, adalah rahasia yang sangat dipendam. Dalam hal ini, kasus
pembicaraan rahasia antara istri-istri Nabi saw., „Aisyah dan Hafshah,
menyangkut sikap mereka kepada Rasul yang lahir akibat kecemburuan
terhadap istri Nabi yang lain, Zainab ra. Dalam QS. At-Tahrim 66:3, Allah
berfirman bahwa:
54
ۡ
َّ ُٖ‫َ َش‬ٙ‫أَ ۡظ‬َٚ ٗ‫ ِجِۦٗ َح ِذٌثٗا فٍََ َّّا َٔبَّأ َ ۡت بِِۦ‬َٚ َٰ ‫ط أَ ۡص‬
ِٗ ٍۡ ٍَ‫ٱَّللُ َع‬
ِ ‫إِر أَ َع َّش ٱٌَّٕبِ ًُّ إٌَِ َٰى بَ ۡع‬َٚ
ًَ َِٔ‫اي َٔبَّأ‬
َ َ‫ض ع َۢٓ بَ ۡعطٗٔ فٍََ َّّا َٔبَّأََ٘ا بِِۦٗ لَاٌَ ۡت َِ ۡٓ أَ ۢٔبَأَنَ ََٰ٘ َزا ل‬
َ ‫أَ ۡع َش‬َٚ ُٗ‫ض ۥ‬
َ ‫َعشَّفَ بَ ۡع‬
‫ۡٱٌ َعٍٍِ ُُ ۡٱٌخَ بٍِ ُش‬
“Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada
salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka,
tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu, (kepada „Aisyah) dan
Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara hafshah
dan
„Aisyah)
kepada
Muhammad,
lalu
Muhammad
memberitahukan kepada sebagian (yang diberitakan Allah
kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada
hafshah). Maka, tatkala (Muhammad) memberitahukan
pembicaraan (antara Hafshah dan „Aisyah) lalu Hafshah bertanya:
„siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?‟ Nabi
menjawabtelah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ketiga, adalah kualitas ketakwaan dan kemuliaan seseorang di sisi
Allah SWT. Ini berarti bahwa adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan
mustahil, seorang manusia dapat menilai kadar dan kualitas keimanan serta
ketakwaan seseorang. Dan yang menegtahui hanyalah Allah SWT. Di sisi
lain, apa yang ditetapkan Allah menyangkut esensi kemuliaan adalah yang
paling tepat, bukan apa yang diperebutkan oleh banyak manusia, karena
Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Dengan demikian, manusia
hendaknya memerhatikan apa yang dipesankan oleh sang Pencipta
manusia Yang Maha Mengetahui dan mengenal mereka juga kemaslahatan
mereka (Shihab, 2002:618-620).
55
B. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat Al-Hujurat Ayat 13 dalam
Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab
Engineer (1999:32) menyatakan bahwa, keinginan yang nyata dari
al-Qur‟an adalah untuk menyampaikan status yang sama terhadap dua
jenis kelamin. Pertama, tentang perempuan, sebagaimana laki-laki, ia
adalah manusia, dan semua manusia mendapat kehormatan yang sama di
mata Allah. Kedua, al-Qur‟an juga secara terpisah mendeklarasikan
prinsip persamaan jenis kelamin. Firman Allah dalam surat al-hujurat ayat
13:
َّْ ِ‫ا إ‬ُٛ‫اسف‬
َ ‫لَبَائِ ًَ ٌِتَ َع‬َٚ ‫بًا‬ُٛ‫ َج َع ٍَْٕا ُو ُْ ُشع‬َٚ ‫أُ ْٔثَى‬َٚ ‫َا إٌَّاطُ إَِّٔا خَ ٍَ ْمَٕا ُو ُْ ِِ ْٓ َر َو ٍش‬ٌَُّٙ‫ٌَا أ‬
َّ َّْ ِ‫هللاِ أَ ْتمَا ُو ُْ إ‬
َّ ‫أَ ْو َش َِ ُى ُْ ِع ْٕ َذ‬
‫هللاَ َعٍٍِ ٌُ َخبٍِ ٌش‬
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan dan telah menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu
sekalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu,
sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha melihat”. (QS. AlHujuraat: 13).
Humanisme religius adalah sebuah konsep keagamaan yang
memanusiakan manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap
memperhatikan tanggung jawab hablum minallah dan hablum minannas.
Konsep ini jika diimplementasikan dalam praktek dunia pendidikan
Islam akan berfokus pada akal sehat (common sense), menuju
kemandirian
(individualisme),
tanggung
jawab
(responsibility),
pengetahuan yang tinggi (thirs for knowledge), menghargai masyarakat
(pluralisme), kontektualisme, yang lebih mementingkan fungsi daripada
56
simbol, dan keseimbangan antara reward dan punisment (Mas‟ud, 2002:
193).
a. Akal sehat (common sense)
Manusia adalah makhluk yang mulia, makhluk yang berbudaya.
Manusia adalah makhluk pedagogik dan juga sebagai kholifah Allah di
muka bumi. Dalam memanfaatkan akal sehat secara proporsional, dalam
Islam, al-alim lebih utama dari al-‟abid, yang notabene dibedakan dari
akal sehatnya. Dalam firman Allah dalam surat al-mujadilah ayat 11
dijelaskan
bahwasannya
orang-orang
yang
berilmu
ditinggikan
derajatnya oleh Allah dengan beberapa tingkatan.
َّ َٚ ‫ت‬
َّ ‫ٌَشْ فَ ِع‬
‫َٔ َخبٍِ ٌش‬ٍَُّٛ ‫هللاُ بِ َّا تَ ْع‬
ٍ ‫ا ْاٌ ِع ٍْ َُ د ََس َجا‬ُٛ‫ت‬ُٚ‫اٌ َّ ِزٌَٓ أ‬َٚ ُْ ‫ا ِِ ْٕ ُى‬َُِٕٛ ‫هللاُ اٌَّ ِزٌَٓ آ‬
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu
dan
orang-orang
yang
diberi
ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti
apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al- Mujadilah: 11).
Dalam ayat lain dijelaskan betapa pentingnya akal sehat dan
pendengaran.
Oleh
karena
itu
rugilah
mereka
yang
tidak
mengembangkan kemampuan akal sehat dan pendengarannya sehingga
dalam ayat itu dikategorikan sebagai ashab al-sya‟ir (Mas‟ud, 2002:
159). Dengan demikian jelaslah sudah di dalam konsep pendidikan
humanisme
religius
sangat
ditekankan,
karena
dalam
proses
pembelajaran ruang berfikir bagi peserta didik sangatlah luas untuk
menganalisis hal-hal yang ada di sekitarnya (peserta didik/pendidik).
57
Artinya hal-hal yang berhubugan dengan daya fikir sangat diminati baik
oleh guru ataupun oleh peserta didik (murid).
b. Individualisme (kemandirian)
Pengembangan individu menjadi individu yang saleh,
“insan kamil” dengan berbagai keterampilan dan kemampuan serta
mandiri adalah sasaran utama pendidikan Islam. Mas‟ud (2002:
158) menyatakan, individualisme dalam konsep Barat yang
diwakili dalam sebuah syair dalam bahasa Arab yang cukup
populer
yaitu
mengandalkan
:
“Sesungguhnya
diri
sendiri,
seorang
bukanlah
pemuda
adalah
seorang
yang
membanggakan ayahnya”.
Self-reliance atau kemandirian adalah tujuan utama dalam konsep
individualisme.
Dalam Islam, individualisme bukanlah sebuah
larangan. Jika penekanannya pada kemandirian dan tanggung
jawab pribadi, justru menjadi seruan dalam Islam. Dalam surat
Yasin ayat 65 disebutkan bahwasannya Allah berfirman:
ْ ُٔ‫ُُ بِ َّا َوا‬ٍُٙ‫َ ُذ أَ ۡس ُج‬ٙ‫ت َۡش‬َٚ ُِۡٙ ٌ‫تُ َىٍِّ َُّٕآ أَ ٌۡ ِذ‬َٚ ُِۡٙ ِ٘ َٛ َٰ ‫ ََ ٔ َۡختِ ُُ َعٍَ َٰ ٓى أَ ۡف‬ٛۡ ٌٍَ‫ۡٱ‬
َُْٛ‫ا ٌَ ۡى ِغب‬ٛ
“Pada hari itu (kiamat) Allah akan menutup mulut mereka,
dan berbicara tangan mereka, kakinya akan menjadi saksi
terhadap apa yang telah mereka lakukan” (Q.S. 36: 65).
Bahwasannya semua anggota badan manusia akan dimintai
pertanggung jawabannya di depan sang pencipta, tentunya harus
ditafsirkan sebagai tugas pendidikan dalam mengembangkan
58
tanggun jawab, pribadi, sosial dan keagamaan individu (Mas‟ud,
2002: 114).
c. Pengetahuan yang tinggi (thirs for knowledge)
Islam adalah agama yang dengan jelas menempatkan ilmu
pengetahuan dalam posisi khusus. Allah akan mengangkat mereka
yang beriman dan yang beri ilmu diantara manusia pada posisi
mulia. Firman Allah Q.S. Al-Mujadalah : 11.
َّ َٚ ‫ت‬
َّ ‫ٌَشْ فَ ِع‬
‫َْ َخبٍِ ٌش‬ٍَُّٛ ‫هللاُ بِ َّا تَ ْع‬
ٍ ‫ا ْاٌ ِع ٍْ َُ د ََس َجا‬ُٛ‫ت‬ُٚ‫اٌ َّ ِزٌَٓ أ‬َٚ ُْ ‫ا ِِ ْٕ ُى‬َُِٕٛ ‫هللاُ اٌَّ ِزٌَٓ آ‬
Artinya“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Bahwasannya
disana
telah
dijelaskan,
Allah
SWT
menjanjikan kepada orang-orang yang berilmu, derajat yang lebih
tinggi dengan beberapa tingkatan. Berangkat dari konseptual
bahwasannya manusia merupakan makhluk pedagogik, makhluk
yang sejak lahir membawa potensi dapat dididik sekaligus
mendidik.
Oleh karena itu potensi
dasar
manusia perlu
dikembangkan dalam nilai-nilai keterampilan.
Selain itu konsep humanisme religius manusia memang merupakan
makhluk “curious” yang senantiasa ingin tahu. Rasa ingin tahu itu
perlu diolah dan diterapkan dalam kebaikan.
d. Pendidikan pluralisme (menghargai orang lain)
Menurut Mas‟ud (2002: 167), sebagaimana yang telah
dipahami bersama, Islam sangat menghargai dan menghormati
59
keberagaman dan kebhinekaan. Salah satuajaran Islam akan
musnalah jika kalian seragam. Artinya dalam konsep pendidikan
humanisme menghargai dan menghormati adanya perbedaan yang
ada di sekitarnya baik dari segi sosial, ekonomi, budaya dan
keagamaannya dengan tujuan ketika dalam proses pembelajaran
tercipta lingkungan yang kondusif, damai serta mengajarkan
kepada peserta didik untuk selalu menghargai pendapat orang lain.
e. Kontektualisme lebih mementingkan fungsi dari pada simbol
Dalam realitas, sering dijumpai orang yang memiliki
kualitas keilmuan yang bagus. Namun tidak dapat berbuat banyak
dalam
mengatasi
berbagai
problematika
kehidupan
yang
dihadapinya. Disisi lain, juga melihat ada orang yang kualitas
keilmuannya
tidak
begitu
menakjubkan
tetapi
dalam
riil
kehidupannya mereka begitu tangkas menjawab permasalahan
hidupnya. Untuk itu dalam konsep kontektualisme yang dimaksud
dalam konsep humanisme religius ini merupakan konsep belajar
yang membantu seorang guru dalam mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya nyata
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dalam kontek yang demikian, menurut Baharudin & Makin
(2007: 210) peserta didik perlu memahami apa sesungguhnya
60
makna belajar itu bagi peserta didik, serta dalam status apa mereka
dan bagaimana mencapainya. Sehubungan dengan hal ini, peserta
didik perlu memiliki komprehensif mengenai tiga konsep yaitu :
how to know (bagaimana mengetahui, how to do (bagaimana
mengerjakan atau melaksanakan), dan how to be (bagaimana
menjadi dirinya).
Dengan demikian dalam konsep humanisme merupakan sebuah
strategi pembelajaran yang menghendaki keterkaitan antara
pengetahuan dan kehidupan nyata.
f. Keseimbangan antara reward dan punishment
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya
“hadiah”, pemberian hadiah secara psikologis akan berpengaruh
terhadap tingkah laku seseorang yang menerimanya.
Demikian juga dengan hukuman (punishment) yang
diberikan seseorang yang berbuat salah, pada dasarnya juga akan
berpengaruh terhadap tingkah laku orang yang menerima
hukuman. Baik pemberian hadiah maupun pemberian hukuman
merupakan
respon
seseorang
kepada
orang
lain
karena
perbuatannya. Hanya saja dalam pemberian hadiah (reward)
merupakan respon yang positif, sedangkan pada pemberian
hukuman merupakan respon yang negatif.
Namun kedua respon tersebut mempunyai tujuan yang
sama yaitu ingin mengubah tingkah laku seseorang (anak didik).
61
Respon positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik
(bekerja, belajar, berprestasi,dan memberi) itu frekuensinya akan
berulang atau bertambah. Sedangkan respon negatif (punisment)
bertujuan agar tingkah laku yang kurang itu frekuensinya
berkurang atau hilang pemberian respon yang demikian dalam
proses interaksi edukatif disebut “pemberian penguatan”.
Oleh karena itu dalam konsep pendidikan humanisme
keseimbangan antara punishment dan reward harus ditetapkan
dalam proses belajar mengajar. Karena hal tersebut akan
membantu sekali dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan
kata lain, pengubahan tingkah laku siswa (behavior modification)
dapat dilakukan dengan pemberian penguatan.
Sedangkan
tujuan
dari
pendidikan
humanis
adalah
terciptanya satu proses dan pola pendidikan yang senantiasa
menempatkan manusia sebagai manusia. Yaitu manusia yang
memiliki segala potensi yang dimilikinya, baik potensi yang berupa
fisik, psikis, maupun spiritual, yang perlu untuk mendapatkan
bimbingan. Kemudian yang perlu menjadi catatan adalah bahwa
masing-masing potensi yang dimiliki oleh manusia itu berbeda satu
dengan yang lainnya. Dan semuanya itu perlu sikap arif dalam
memahami, dan saling menghormati serta selalu menempatkan
manusia yang bersangkutan sesuai dengan tempatnya masing-masing
62
adalah cara paling tepat untuk mewujudkan pendidikan humanis. (M.
Arifin, 2000: 133)
Dalam hal ini Mas‟ud (2002: 134) memaparkan, tujuan akhir
pendidikan adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia)
agar sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan
adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan
terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dari potensi yang
dimilikinya
secara
maksimal
(Bahridjamarah,
2005:
155).
Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai humanis harus senantiasa
dijalankan dan dikembangkan dalam dunia pendidikan saat ini. Dan
hal itu pula yang sebenarnya tertuang dalam ajaran Islam yaitu
dalam al-Qur‟an dan Hadist. Kedua sumber pendidika n Islam inilah
yang sebenarnya terdapat ajaran untuk senantiasa memiliki dan
melaksanakan nilai-nilai humanisme dalam menjalani hidup dan
kehidupan ini, begitu pula dalam dunia pendidikan.
C. Relevansi Surat al-Hujurat Ayat 13 dalam Tafsir Al-Misbah Karya M.
Quraish Shihab terhadap Dunia Pendidikan saat ini
Pendidikan merupakan aspek kehidupan yang sangat penting, satu hal yang
tak bisa dipisahkan dari masyarakat, terutama pada masing-masing manusia.
Semuanya harus saling merefleksi dan terlibat dalam arus perubahan.
Keterlibatannya tidak hanya terbatas pada kemampuan untuk mengadakan
63
penyesuaian diri terhadap perubahan, tetapi harus lebih pada bagaimana
pendidikan itu mampu menjadi agen perubahan sosial (agent social of change).
Dengan itu, maka perubahan yang diinginkan merupakan hal yang tinggal
menunggu waktu saja, baik itu perubahan dalam dunia pendidikan pada
khususnya dan masyarakan pada umumnya (Adzim, 2014:39-40). Dalam berbagai
hal, pendidikan memang merupakan aspek terpenting dalam melakukan
perubahan. Dengan kata lain dengan pendidikan yang cukup serta kualitas
manusia yang memadai maka akan tercipta produk manusia yang bermutu, atau
dalam Islam disebut sebagai ulul albab. Dan hal itu akan mudah terwujut
manakala pendidikan sendiri sebagai sarana proses melakukan hal tersebut belum
mempunyai satu paradigma jelas dalam perkembangannya. Sehingga dibutuhkan
satu paradigma yang mampu untuk menjawab semua itu.
Banyak sekali paradigma pendidikan yang telah dilontarkan kepada
beberapa orang. Namun, paradigma mana yang relevan untuk masa depan
pendidikan terutama bagi masa depan pendidikan Islam dan terkhusus bagi
pendidikan di Indonesia perlu analisis spekulatif berdasarkan keadaan obyektif
masyarakat kita masa depan. Yakni masyarakat madani yang berkedudukan di
masyarakat global. Menurut gibson, masa depan ditandai dengan kriteria khusus
yang ditandai dengan adanya hiperkompetisi, suksesi revolusi terknologi serta
dislokasi dan konflik sosial. Yang akan menghasilkan satu keadaan non linier dan
sangat tidak dapat diperkirakan dari keadaan masa lampau dan masa kini. Masa
depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas meskipun posisi keadaan sekarang
memiiki peranan penting untuk memicu kreativitas kita (Djohar, 2003:85). Dan
64
itu semua dalam pencapaiannya tentu tak bisa dilepaskan dari peran pendidikan.
Sehingga diperlukan satu konsep yang matang dalam merealisasikannya.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini antara lain:
1. Semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada
perbedaan antara satu suku dan suku yang lain. Tidak ada juga perbedaan
pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua
diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Tidak wajar seseorang
berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari pada yang lain, bukan saja
antara satu bangs, suku, atau warna kulit dan lainnya, tetapi antara jenis
kelamin mereka. Perkenalan dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran
dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah
swt.yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup
duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. Manusia tidak dapat menarik pelajaran,
tidak dapat saling melengkapi dan menarik manfaat, bahkan tidak dapat
bekerja sama tanpa saling mengenal.
2. Humanisme religius adalah sebuah konsep keagamaan yang memanusiakan
manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap memperhatikan
tanggung jawab hablum minallah dan hablum minannas. Konsep ini jika
diimplementasikan dalam praktek dunia pendidikan Islam akan berfokus
pada akal sehat (common sense), menuju kemandirian (individualisme),
tanggung jawab (responsibility), pengetahuan yang tinggi (thirs for
66
knowledge), menghargai masyarakat (pluralisme), kontektualisme, yang
lebih mementingkan fungsi daripada simbol, dan keseimbangan antara
reward dan punisment
3. pendidikan memang merupakan aspek terpenting dalam melakukan
perubahan. Dengan kata lain dengan pendidikan yang cukup serta kualitas
manusia yang memadai maka akan tercipta produk manusia yang bermutu,
atau dalam Islam disebut sebagai ulul albab. Dan hal itu akan mudah
terwujud manakala pendidikan sendiri sebagai sarana proses melakukan hal
tersebut belum mempunyai satu paradigma jelas dalam perkembangannya.
B. Saran-saran
1. Hendaknya pendidikan humanis dalam pembelajaran pendidikan harus
benar-benar diupayakan untuk diberikan terhadap para peserta didik.
Karena pendidikan yang dikemas dengan pendekatan yang humanis
merupakan hal yang sangat penting bagi pembinaan peserta didik.
2. Hendaknya pendidik harus mempunyai sikap yang baik, karena
pendamping peserta didik merupakan suri tauladan dan juga sebagai
panutan bagi peserta didik dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari.
Karena keberhasilan peserta didik juga dipengaruhi oleh sikap para
pembimbingnya.
3. Dalam pendidikan hendaknya tidak ada diskriminasi terhadap peserta didik
yang dikarenakan perbedaan ras, agama,budaya dan lainnya karena dapat
menghambat perkembangan pola pikir peserta didik.
67
C. Penutup
Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Karena berkat rahmat,
hidayah, dan taufik-Nya, penulis memiliki kemampuan melaksanakan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses pelaksanaan penulisan skripsi ini dari awal,
hingga akhir. Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
balasan yang dapat membahagiakan dan menjadi amal yang sholeh di sisi
Allah SWT. Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal
mungkin, namun kekurangan dan kesalahan telah menjadi suatu keniscayaan
atas diri manusia.
Untuk itu kritik, saran dan juga masukan senantiasa penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT
yang menjadi tumpuan untuk memohon pertolongan, semoga skripsi ini dapat
memberikan kemanfaatan, bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada
umumnya, Amiin.
68
Daftar Pustaka
Abdul Hay al-Farmawi. 2002. Metode Tafsir Maudhu‟i dan cara Penerapannya,
terj. Rasihan Anwar. Bandung: Pustaka Setia.
Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahmadi. 1992. Islam Sebagai paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Media.
Al-Qur‟an Al-Karim
Arifin, M. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Ash-Shiddiqy, M. Hasbi. 1990. Sejarah dan Ilmu Pengantar Aal-qur‟an. Jakarta:
PT Bulan Bintang.
Baharuddin, dan Moh. Makin. 2007. Pendidikan Humanistik; Konsep, Teori, dan
Aplikasi, Praksis, dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Budiona. Kamus Ilimiah Populer Internasional. Surabaya: Alumni Surabaya.
Busyra, Zainudin. 2010. Buku Pintar Aqidah Akhlaq. Anza Books.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Djohar. 2003. Pendidikan Strategik: Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan.
Yogyakarta: Lesfi.
Echols, Jhons M. dan Hasan Sadily. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Engineer, Ali Asghar. 2003. Pembebasan Perempuan. Yogyakarta:LKiS
Freire, Paulo. 2002. Cet III. Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan, dan
Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Freire, Paulo.1991. Pendidikan Kaum Tertindas, Terj. Tim Redaksi Asosiasi
Pemandu Latihan. Yogyakarta: LS3ES.
Ma‟arif, Syamsul. 2006. “Pendidikan Islam Yang Mencerdaskan” Islam Kiri;
Pendidikan dan Gerakan Sosial dalam Jurnal Edukasi.
Mas‟ud, Abdurrahman. 2002. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik;
Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Gama Media.
Mas‟ud, Abdurrahman. 2003. Menuju Paradigma Islam Humanis. Yogyakarta:
Gama Media.
Nashiruddin Baidan. 2002. Metode Penafsiran al-Qur‟an, Kajian Kritis Terhadap
Ayatayat yang Beredaksi Mirip. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nata, H. Abudin. 2007. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Shihab, M.Quraish. 2007. Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian alQur‟an. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Shihab, M. Quraish. 1994. Membumikan Al-Qur‟an; Fungsi dan Kedudukan
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian alQur'an. Jakarta: Lentera Hati.
Shofan, Moh. 2004. Pendidikan Berparadigma Profetik, Upaya Kontruktif
Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam. Yogyakarta: IRCiSoD.
Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
DAFTAR NILAI SKK
Nama
: Khamidah
Nim
: 111 11 130
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Pembimbing : Eva Palupi S.Psi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama Kegiatan
Opak STAIN Salatiga 2011
“Revitalisasi Gerakan Mahasiswa
Di Era Modern Untuk Kejayaan
Indonesia” oleh DEMA
Achievement Motivation Trining
“Membangun Mahasiswa Cerdas
Emosi, Spiritual & Intelektual”
oleh CEC-ITTAQO
Orientasi Dasar Keislaman (ODK)
“Menemukan Muara sebagai
Mahasiswa Rahmatan lil Alamin”
UPT PERPUSTAKAAN
“User Education (Pendidikan
Pemakai)”
Oleh Perpustakaan STAIN
Salatiga
Seminar Sosialisasi Program
Pendewasaan Usia Perkawinan
(PUP)
Oleh Pusat Informasi Konseling
(PIK) IAIN Salatiga
Piagam Penghargaan
“ Festival Anak Muslim Se Desa
Pabelan”
Oleh Forum Guru TPQ Pabelan
Seminar Entrepreneurship dan
Koperasi oleh KOPMA & KSEI
Seminar Nasional “ Mendetakkan
Janung Bangsa dengan
Jurnalisme”
Pelaksanaan
20-22 Agustus
2011
Status
peserta
Nilai
3
23 Agustus 2011
peserta
2
24 Agustus 2011
peserta
2
19 september 2011
Peserta
2
12 Juni 2015
Peserta
2
11 April 2015
Panitia
3
25 Agustus 2011
peserta
2
7 Oktober 2013
Panitia
8
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Oleh LPM Dinamika
Seminar Regional
Kejurnalistikkan “Reorientasi
Peran Jurnalistik dalam Perspektif
Sosial & Budaya pada Era Post
Modern
Oleh LPM Dinamika
Peserta Pendakian Massal &
Bersih Gunung “Menuju Alam
Tingka Kesadaran”
Oleh Mapala Mitapasa IAIN
Salatiga
Seminar Nasional “ Musik, Islam
& Nusantara”
Oleh SMC IAIN Salatiga
Seminar Harmonisasi Lingkungan
Oleh Mapala Mitapasa STAIN
Salatiga
Legal Drafting SenatMahasiswa
“MewujudkanSistemPerundangundanganMahasiswa yang Baik
Demi
MewujudkanKesejahteraanKamp
us” oleh SEMA
PelatihanPenggunaanMaktabahSy
amilahdanMengetik Arab Cepat
“Bahasa Arab
SebagaiPenunjangPerkuliahanMa
hasiswa” oleh ITTAQO
COMPARISON OF ENGLISH &
ARAB “Aktualisasi Nilai
Pendidikan Bahasa Arab & Ingris
Sebagai Upaya Memahami
Khasanah Keilmuan Mutakhir di
Era Globalisasi” oleh CEC &
ITTAQO
SEMINAR NASIONAL
EKONOMI SYARIAH
“PenerapanNilaiNilaiSyariahdalamPraktikPerekon
omian” oleh KSEI
SEMINAR BAHASA
“ProblemadanSolusiPengajaranBa
hasa” oleh ITTAQO
Public Hearing II
“EvaluasiKinerjaLembagaMenan
6 Oktober 2011
Peserta
4
21-22 Nopember
2015
peserta
2
5 Desember 2015
Peserta
3
27 Desember 2014
Peserta
2
24-25Oktober 2011
Peserta
2
17 Maret 2012
peserta
2
13 April 2012
peserta
2
2 Juni 2012
peserta
8
2Juni2012
peserta
2
20 Juni 2012
peserta
2
ggapi Public Heraing I” oleh
SEMA
19. SEMINAR NASIONAL
“MewaspadaiGerakan Islam
GarisKeras di PerguruanTinggi”
oleh DEMA
20. BEDAH BUKU “24 Cara
Mendongkrak IPK” oleh UPT
Perpustakaan STAIN SALATIGA
21. SEMINAR NASIONAL
“UpayaMembangunPerekonomia
ndanStabilitasKeuanganNasional;
MenimbangPerandanFungsi BI
PascaPembentukan OJK
(OtoritasJasaKeuangan) oleh
DEMA-KSEI
22. SEMINAR NASIONAL “
HIV/AIDS Bukan Kutukan dari
Tuhan” oleh DEMA
23. SSEMINAR NASIONAL
E“AhlusunnahWaljamaahdalamPer
spektif Islam Indonersia” oleh
DEMA
24. PUBLIC HEARING 1
“OptimalisasiKinerjaLembagaMel
aluiKritikdan Saran Mahasiswa”
oleh SEMA
25. SEMINAR NASIONAL “Norma
Hukum Serta
KebijakanPemerintahDalamMeng
endalikanHarga BBM Bersubsidi”
oleh DEMA
26. MUSABAQOH LUGHOH
AROBIYAH (MLA)
“MewujudkandanMengembangka
nIntelektualitasKebahasaanMelalu
i MLA” oleh ITTAQO
27. SEMINAR NASIONAL
“MengawalPengendalian BBM
Bersubsidi, Kebijakan BLSM
yang tepatsasaran Serta
PengendalianinflasidalamNegeriS
ebagaiDampakKenaikanHarga
BBM Bersubsidi” oleh DEMA
23 Juni 2012
peserta
4
5 Desember 2012
peserta
2
15 Desember 2012
panitia
8
13 Maret 2013
Peserta
8
26 Maret 2013
Peserta
8
2 April 2013
Peserta
2
27 Mei 2013
Peserta
8
30 Mei 2013
Peserta
2
8Juni 2013
Peserta
8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data diri
Nama
:
Khamidah
Tempat, Tanggal lahir :
Kab. Semarang, 08 Maret 1992.
Warga Negara
:
Indonesia
Alamat
:
Sruwen 03 RT 14 RW IV, Kecamatan
Tengaran 50775, Kabupaten Semarang.
Status
:
Belum kawin
Nama Ayah
:
Sugino
Nama Ibu
:
Sugeni
B. Nama Orang Tua
C. Riwayat Pendidikan
MI Sruwen 04, tahun lulus pada 2005,
MTs. Tarqiyyatul Himmah Kauman Lor, Pabelan, tahun lulus 2008,
MAN Tengaran dan lulus pada tahun 2011,
IAIN Salatiga Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, tahun lulus 2016.
Download