Templat tugas akhir S1

advertisement
STRATEGI PENYEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI JOK
SERAT SABUT KELAPA
FRANSISCA PANGESTU ADI ARTI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Strategi Penyediaan
Bahan Baku Industri Jok Serat Sabut Kelapa” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Fransisca Pangestu Adi Arti
NIM F34100098
ABSTRAK
FRANSISCA PANGESTU ADI ARTI. Strategi Penyediaan Bahan Baku Industri
Jok Serat Sabut Kelapa. Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN dan ONO
SUPARNO.
Serat sabut kelapa adalah limbah yang belum dimanfaatkan secara efisien.
Pemanfaatan serat sabut kelapa di Indonesia biasanya masih digunakan sebagai
alat pembersih, dan arang. Serat sabut kelapa dari Indonesia umumnya masih
dijual di pasar ekspor dalam bentuk mentah. Serat sabut kelapa memiliki potensi
untuk dikembangkan menjadi produk-produk yang bernilai, contohnya adalah jok
mobil. Permintaan akan jok dari serat sabut kelapa tinggi karena jok ini memiliki
mutu dan karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan busa. Industri jok
serat sabut kelapa dapat dikembangkan dan berpeluang untuk menutupi
permintaan yang ada di pasar dalam dan luar negeri. Ketersediaan serat sabut
kelapa yang berkesinambungan sebagai bahan baku pembuatan jok sangat penting
dan vital. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan strategi
penyediaan bahan baku serat sabut kelapa untuk industri jok agar produksi dapat
berkelanjutan dan optimal. Strategi penyediaan bahan baku industri jok serat sabut
kelapa diformulasikan dengan penentuan kriteria dan sub kriteria penyediaan
bahan baku dihitung dengan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP).
Industri jok serat sabut kelapa layak untuk dijalankan dengan nilai NPV bernilai
positif, dan IRR sebesar 34%. Dengan menerapkan metode FAHP diperoleh bobot
tertinggi untuk alternatif strategi penyediaan bahan baku yaitu alternatif C5
(Memberikan bantuan modal untuk pembelian mesin kepada petani atau industri
pengurai serat sabut kelapa) dengan nilai 0.3104.
Kata kunci: Strategi, bahan baku, serat sabut kelapa, jok, fuzzy ahp
ABSTRACT
FRANSISCA PANGESTU ADI ARTI. Supply of Raw Materials Strategy Seat
Coconut Coir Industry. Supervised by YANDRA ARKEMAN and ONO
SUPARNO.
Coconut coir is a waste that has not been used efficiently. The coconut coir
utilization in Indonesia was still for a cleaning tools and charcoal. Coconut coir
from Indonesia was generally exported as raw material/feedstock. Coconut coir
has the potential to be developed into more valuable products, such as a material
for car seats. The demand for coconut coir seat is high because it has better
quality and characteristics than conventional foam seat. Coconut coir industry
can be developed significantly and get a chance to comply the existing demand of
both domestic and foreign markets. The availability of coconut coir as raw
material for the seat manufacturing is very important and vital. Therefore, this
research aimed to obtain the raw material supply strategy for coconut coir seat
industry to have a sustainable and optimal production. The supply of raw material
strategy for coconut coir seat industry formulation used criteria determination
and sub criteria raw material supply calculated using a Fuzzy Analytical
Hierarchy Process (FAHP) method. Coconut coir seat industry is feasible to be
executed as the NPV was positive and the IRR was 34%. From the FAHP data,
the highest weight for supply of raw materials strategy alternative was C5
(providing capital assistance to purchase the machine for farmers or industries)
with the value is 0.3104.
Keywords: Strategy, raw materials, coconut coir, seat, fuzzy ahp
STRATEGI PENYEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI JOK
SERAT SABUT KELAPA
FRANSISCA PANGESTU ADI ARTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Strategi Penyediaan Bahan Baku Industri Jok Serat Sabut Kelapa
Nama
: Fransisca Pangestu Adi Arti
NIM
: F34100098
Disetujui oleh
Dr Ir Yandra Arkeman, M Eng
Pembimbing I
Prof Dr Ono Suparno, STP, MT
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah serat sabut
kelapa, dengan judul “Strategi Penyediaan Bahan Baku Industri Jok Serat Sabut
Kelapa”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman,
M.Eng. dan Bapak Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T. selaku pembimbing, Ibu
Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen penguji, Bapak H. Azir dan Bapak Syarif
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Fitri dari Badan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia
dan Bapak Mawardin dari Asian and Pacific Coconut Community, yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Fransisca Pangestu Adi Arti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Metode
3
Prosedur Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permintaan Jok
9
9
Proses Pembuatan Jok
10
Aspek Finansial
12
Analisis Ketersediaan Bahan Baku
18
Strategi Penyediaan Bahan Baku dengan Fuzzy AHP
20
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Permintaan jok di pasar dalam dan luar negeri
Rincian modal investasi
Harga dan penerimaan
Struktur pembiayaan
Angsuran modal investasi tetap
Angsuran modal investasi kerja
Proyeksi laba rugi
Kriteria investasi proyek
Matriks perbandingan berpasangan fuzzy hasil penilaian para pakar
pada kriteria
Matriks perbandingan berpasangan α-cut fuzzy hasil penilaian para
pakar pada kriteria
Nilai crips matriks perbandingan berpasangan, x, λmax, CI dan CR pada
kriteria
Total bobot tujuan strategi penyediaan bahan baku dengan
mempertimbangkan bobot kriteria utama
Total bobot alternatif strategi penyediaan bahan baku dengan
mempertimbangkan obot tujuan
9
13
15
16
16
16
17
18
20
21
21
22
22
DAFTAR GAMBAR
1 Prinsip dasar penelitian strategi penyediaan bahan baku industri jok
serat sabut kelapa
2 Diagram alir penentuan strategi penyediaan bahan baku industri jok
serat sabut kelapa
3 Diagram alir pembuatan jok serat sabut kelapa
3
4
11
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Alat dan mesin industri jok serat sabut kelapa
Produksi kelapa di Indonesia tahun 2013
Definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy
Ilustrasi jok
Rincian biaya investasi
Rincian nilai penyusutan dan nilai sisa
Rincian gaji tenaga kerja langsung & tenaga kerja tidak langsung
Rincian biaya bahan baku dan bahan penolong produksi jok serat sabut
kelapa
Rincian biaya operasional
Rincian biaya pemeliharaan
Rincian biaya asuransi
Rincian laba rugi industri
Rincian break even point
28
31
32
32
33
35
36
37
37
41
41
42
44
14 Arus kas
15 Hierarki penentuan strategi penyediaan bahan baku industri jok serat
kelapa
16 Kuisioner penentuan strategi penyediaan bahan baku
17 Daftar nama pakar
18 Hasil matriks perbandingan berpasangan fuzzy AHP
19 Hasil matriks α-cut fuzzy
20 Hasil nilai crips matriks perbandingan berpasangan x, λmax, CI dan CR
21 Ketersediaan butir kelapa tahun 2013
45
47
48
55
56
60
64
69
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada
tahun 2013, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3.79 juta Ha, dengan
total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar
(95%) merupakan perkebunan rakyat (APCC 2013). Kelapa mempunyai nilai dan
peran yang penting baik, ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.
Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu
35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri atas serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang
berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari
sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut) (APCC 2013)
Rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,9 juta ton, maka
terdapat sekitar 2.0 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan (APCC 2013). Serat
sabut kelapa yang dimanfaatkan di Indonesia sekitar 10% dari total produksi saat
ini, pemanfaatannya yaitu diolah menjadi produk seperti jok, keset kaki, matras,
tali, sapu dan coco mesh. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar
belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat
meningkatkan nilai tambahnya.
Serat sabut kelapa memiliki nilai ekonomis yang baik. Sabut kelapa jika
diurai akan menghasilkan serat sabut (cocofiber) dan serbuk sabut (cocopeat).
Sabut biasanya hanya dibiarkan sebagai limbah dan hanya ditumpuk di bawah
tegakan tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk atau kering. Pemanfaatannya
hanyalah untuk kayu bakar. Secara tradisional, masyarakat telah mengolah sabut
untuk dijadikan tali dan dianyam menjadi keset. Namun, pengembangan dari
produk cocofiber dan cocopeat akan menghasilan aneka macam derivasi produk
yang bermanfaat.
Serat sabut kelapa tidak hanya diolah secara tradisional; salah satu
pengolahan serat sabut kelapa secara modern adalah menjadi bahan pengisi untuk
jok. Pengolahan serat sabut kelapa menjadi jok akan meningkatkan nilai ekonomi
yang cukup tinggi komoditi tersebut. Pengembangan industri jok sabut kelapa
akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan peningkatan
pendapatan petani. Permintaan akan jok serat sabut kelapa di pasar dalam negeri
terus meningkat dari tahun ke tahun sekitar 10-20% di tahun 2009 sampai 2013,
diprediksi akan terus meningkat hingga 30% pada tahun 2018. Adanya industri
jok serat sabut kelapa akan menghasilkan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan pasar nasional dan internasional.
Pasokan bahan baku bagi industri sangat penting, agar bahan baku dapat
tercukupi secara tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat mutu serta kontinuitasnya
terjamin, maka industri perlu berpikir secara jangka panjang dan menetapkan
strategi yang sesuai. Strategi penyediaan bahan baku yang efektif sangat
diperlukan untuk meminimumkan resiko dan ketidakpastian dalam pengadaan
bahan baku agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada
gangguan.
2
Perumusan Masalah
Beberapa masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kelayakan industri jok serat sabut kelapa dari aspek finansial, aspek teknologi
dan aspek kapasitas?
2. Bagaimana strategi penyediaan bahan baku serat sabut kelapa agar industri
dapat terus produksi dan memenuhi kebutuhan pasar?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besarnya pasar jok yang
ada di pasar dalam negeri maupun luar negeri, menentukan kelayakan industri jok
berdasarkan kapasitas terpasang, dan memformulasikan strategi penyediaan bahan
baku industri jok serat sabut kelapa agar bahan baku dapat tercukupi secara tepat
jumlah, tepat waktu, dan tepat mutu serta kontinuitasnya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan
pemikiran yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang
terlibat dalam pengembangan industri serat sabut kelapa sehingga serat sabut
kelapa dapat diolah menjadi barang yang memiliki nilai tinggi dan bisnis
pengembangan serat alami menjadi lebih maju, serta berpeluang untuk memenuhi
permintaan pasar baik pasar nasional maupun pasar ekspor. Manfaat lainnya
adalah menambah informasi bagi industri dalam menyusun strategi dan kebijakan
untuk pengadaan bahan baku. Selain itu, dapat memberikan manfaat berupa nilai
tambah pada produk pertanian, yaitu serat sabut kelapa dan dapat meningkatkan
pendapatan petani dan masyarakat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini difokuskan pada analisis faktor-faktor
teknologi, perhitungan finansial, dan kapasitas yang berpengaruh dalam industri
jok serat sabut kelapa dan formulasi strategi penyediaan bahan baku berdasarkan
masalah yang dihadapi dan analisis kriteria dan sub kriteria dari penyediaan bahan
baku di industri jok serat sabut kelapa yang prospektif.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kampus Dramaga IPB Bogor dan
pengambilan data diperoleh dari Asian and Pacific Coconut Community, Asosiasi
Industri Sabut Kelapa Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor
3
Indonesia dan CV Serat Kelapa yang berada di Depok, Jawa Barat. Waktu
penelitian dilakukan mulai periode Maret 2014 hingga Mei 2014.
Metode
Proses perumusan strategi penyediaan bahan baku industri jok serat sabut
kelapa diawali dengan tahap pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara pengumpulan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh
dengan melakukan observasi langsung di lapangan, wawancara dengan pakar dan
penyebaran kuesioner kepada pakar. Data sekunder didapat dari penelusuran
berupa dokumen dari instansi yang terkait yaitu Asian and Pacific Coconut
Community, Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia, Gabungan Industri
Kendaraan Bermotor Indonesia dan industri jok serta informasi-informasi lainnya
yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media
massa, maupun media elektronik (internet).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa pakar ahli, kemudian
dapat dianalisis kendala-kendala yang ada dalam hal penyediaan bahan baku serat
sabut kelapa dalam produksi jok. Berdasarkan kendala tersebut, dapat ditentukan
beberapa strategi untuk menyediakan serat sabut kelapa. Penentuan strategi ini
dilakukan dengan menggunakan informasi pakar yang kemudian diolah dengan
metode fuzzy AHP. Prinsip dasar penelitian terdapat pada Gambar 1 dan diagram
alir penentuan strategi penyediaan bahan baku industri jok serat sabut kelapa
disajikan pada Gambar 2.
Permintaan jok dari pasar domestik dan luar negeri
Industri (analisis kelayakan industri berdasarkan aspek
finansial, aspek kapasitas dan aspek teknologi)
Bahan baku yang dibutuhkan berdasarkan kapasitas
industri
Strategi penyediaan bahan baku industri jok serat sabut
kelapa
Gambar 1 Prinsip penelitian strategi penyediaan bahan baku industri jok serat
sabut kelapa
4
Mulai
• Studi pustaka
• Referensi
internet
Penentuan permintaan jok
Kelayakan industri jok
dengan :
• Analisis aspek
finansial
• Analisis aspek
teknologi
• Analisis aspek
kapasitas produksi
Layak?
tidak
ya
• Studi pustaka
• Diskusi pakar
• Analisis data
sekunder
• Studi pustaka
• Diskusi pakar
• Kuisioner
• Referensi internet
Analisis ketersediaan bahan ya
baku dengan menghitung
ketersediaan lahan kelapa dan produksinya
Penentuan strategi penyediaan bahan baku industri jok
serat sabut kelapa dengan metode Fuzzy Analytical Hierarchy
Process (FAHP).
Strategi terbaik untuk penyediaan
bahan baku industri jok serat sabut
Selesai
Gambar 2 Diagram alir penentuan strategi penyediaan bahan baku industri
jok serat sabut kelapa
5
Prosedur Analisis Data
Permintaan Jok
Jok merupakan salah satu komponen penyusun dari mobil yang sangat
dibutuhkan untuk memproduksi satu unit mobil. Permintaan jok yang berada di
pasar dalam dan luar negeri dapat dihitung dari banyaknya produksi mobil di
dalam dan luar negeri. Setiap memproduksi satu unit mobil membutuhkan
komponen penyusun lainnya; salah satunya adalah jok yang dibutuhkan sebanyak
4-6 unit jok per mobilnya. Data sekunder produksi mobil selama 5 tahun dari
tahun 2009 hingga tahun 2013 diperoleh dari Gabungan Industri Kendaraan
Indonesia (GAIKINDO). Rumus sederhana untuk menentukan banyaknya jok
yang dibutuhkan setiap harinya berdasarkan banyaknya mobil yang diproduksi
adalah sebagai berikut :
Permintaan Jok = produksi mobil perhari × jumlah jok mobil
Aspek Finansial, Teknologi, Kapasitas dan Ketersediaan Bahan Baku
Analisis kelayakan usaha diidentifikasi melalui aspek finansial. Aspek
finansial yang akan dihitung meliputi nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Analisis
ini dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan-perubahan harga baik yang
terjadi pada sektor penerimaan maupun pengeluaran.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) dari suatu produk adalah nilai sekarang (present
value) dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu.
Ukuran ini bertujuan untuk mengurutkan alternatif yang dipilih karena adanya
kendala biaya modal, dimana proyek memberikan biaya yang sama atau NPV
penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Rumus untuk mencari nilai
NPV adalah :
n
NPV = ๏ฟฝ
t=0
Keterangan
NPV : Nilai bersih sekarang
Bt
: Total pendapatan pada tahun ke-t
Ct
: Total biaya pada tahun ke-t
i
: Tingkat diskonto
n
: Umur ekonomis proyek
๐ต๐ต๐‘ก๐‘ก − ๐ถ๐ถ๐ถ๐ถ
(1 + i)t
2. Internal Rate Return (IRR)
Internal rate return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan
bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satu persen.
Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh
proyek untuk sumber daya yang digunakan. Perhitungan IRR digunakan untuk
mengetahui persentase dari keuntungan proyek tiap tahunnya dan menunjukkan
kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.
6
Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar atau sama dengan tingkat
diskonto, sedangkan jika lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut
tidak layak dilaksanakan. Penerapan metode lebih sulit dilakukan dibandingkan
dengan penerapan NPV sama dengan nol. Namun hal tersebut sangat jarang
terjadi. Kriteria IRR mempunyai beberapa keuntungan, yaitu tidak tergantung
pada tingkat discount rate social yang berlaku. Sebaliknya jika IRR lebih kecil
dari tingkat bunga yang berlaku maka investasi dikatakan tidak layak. Rumus
untuk mencari nilai IRR adalah :
IRR = L% + ๏ฟฝ
NPVL − (H − L)
๏ฟฝ%
NPVL − NPVH
Keterangan :
L
: Tingkat diskonto rendah
H
: Tingkat diskonto tinggi
NPVL : Hasil NPV untuk tingkat diskonto rendah
NPVH : Hasil NPV untuk tingkat diskonto tinggi
3. Net Benefit Cost Ratio(Net B/C)
Net benefit cost ratio merupakan angka perbandingan antara jumlah present value
yang bernilai positif dengan present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini
digunakan untuk melihat berapa kali lipat penerimaan yang akan diperoleh dari
biaya yang dikeluarkan. Proyek dikatakan layak jika net B/C lebih besar dari satu
sedangkan jika net B/C lebih kecil dari satu maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.
4. Payback Period
Payback period merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat jagka
waktu dalam pelaksanaan proyek yang dapat menutupi nilai negatif pada awal
proyek tersebut. Payback period atau tingkat pengembalian investasi adalah umur
dengan pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan bersih kumulatif sama dengan
nol dan menunjukkan pada umur proyek berapa investasi dapat dikembalikan.
Perhitungan tingkat pengembalian investasi dilakukan dengan metode discounted
payback period, dimana nilai manfaat bersih yang terdapat pada cash flow
didiskontokan dan dikumulatifkan.
Jumlah Investasi
Payback Period =
x 1 tahun
NPV setiap tahun
5. Break Even Point (BEP)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai batas mana usaha yang
dilakukan bisa memberikan keuntungan atau pada tingkat tidak rugi dan tidak
untung.
Biaya tetap (tahun)
Break Even Point =
(Harga jual − biaya variabel per satuan unit)
Analisis berikutnya adalah aspek teknologi, analisis ini berdasarkan alat
dan mesin yang digunakan pada saat proses produksi jok dari serat sabut kelapa.
Alat dan mesin yang digunakan dan kapasitasnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
7
Analisis kapasitas produksi dihitung berdasarkan kapasitas mesin pengurai
sabut kelapa menjadi serat panjang. Kapasitas mesin pengurai yang digunakan
adalah 1 ton/jam. Mesin pengurai yang akan digunakan pada industri ini adalah
sebanyak 2 unit mesin. Waktu kerja mesin adalah 7 jam. Berat jok yang dihasilkan
dari mesin cetakan adalah 2 kg (1 kg tempat duduk dan 1 kg sandaran).
Perhitungan kapasitas produksi adalah sebagai berikut :
Kapasitas produksi =
kapasitas mesin × jam kerja mesin × jumlah mesin
berat per satuan jok
Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan kapasitas produksi sebesar 7 000 unit
jok/hari. Bahan baku yang digunakan untuk kapasitas 7 000 unit jok/hari adalah
sebanyak 14 ton/hari. Ketersediaan bahan baku serat sabut kelapa dianalisis
dengan data sekunder ketersediaan lahan yang ada di Indonesia dan produksinya.
Data ketersediaan kelapa terdapat pada Lampiran 2. Rumus perhitungan bahan
baku adalah :
Bahan baku = kapasitas mesin × jam kerja mesin × jumlah mesin
Fuzzy AHP
Metode fuzzy AHP adalah suatu metode yang dikembangkan dari metode
AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam hal
penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Keuntungan fuzzy AHP adalah pada
saat melakukan penilaian, dimana para pengambil keputusan tidak dipaksa untuk
melakukan penilaian diskrit (angka) tetapi hanya menggunakan intuitif mereka
melalui bilangan linguistik. Prosedur penyelesaian fuzzy AHP menurut Ayag
(2005) adalah sebagai berikut :
1. Perbandingan skor. Definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy terdapat
pada Lampiran 3.
2. Pembuatan matriks perbandingan fuzzy
Dengan menggunakan bilangan fuzzy melalui perbandingan berpasangan,
matiks penilaian fuzzy Ã(aij) dibuat dengan persamaan berikut:
1
๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ12
โ‹ฏ
โŽก๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ
1
โ‹ฏ
โŽข 21
โ‹ฎ
โ‹ฏ
Ã=โŽข โ‹ฎ
โ‹ฎ
โ‹ฏ
โŽข โ‹ฎ
โŽฃ ๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ๐‘›๐‘›1 ๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ๐‘›๐‘›2 โ‹ฏ
โ‹ฏ
โ‹ฏ
โ‹ฏ
โ‹ฏ
โ‹ฏ
๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ1๐‘›๐‘›
๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ2๐‘›๐‘›
โ‹ฎ
โ‹ฎ
1
โŽค
โŽฅ
โŽฅ
โŽฅ
โŽฆ
๐‘Ž๐‘Ž
๐‘Ž๐‘Ž
−1 , 3๏ฟฝ
−1 , 5๏ฟฝ
−1 , 7๏ฟฝ
−1 , 9๏ฟฝ
−1
๏ฟฝ , 3๏ฟฝ , 5๏ฟฝ , 7๏ฟฝ , 9๏ฟฝ atau 1๏ฟฝ
dengan ๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
= 1 jika i=j, dan ๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
=1
jika i≠ ๐‘—๐‘—
3. Penyelesaian nilai eigen fuzzy
Nilai eigen fuzzy merupakan sebuah bilangan fuzzy untuk menyelesaikan
persamaan :
๐ด๐ดฬƒ ๐‘ฅ๐‘ฅ๏ฟฝ = ๐œ†๐œ†๏ฟฝ ๐‘ฅ๐‘ฅ๏ฟฝ
8
à merupakan (n x n) matriks fuzzy yang berisi bilangan fuzzy ๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
๐‘ฅ๐‘ฅ๏ฟฝ merupakan (n x 1) vektor fuzzy yang berisi bilangan fuzzy ๐‘ฅ๐‘ฅ๏ฟฝ ๐‘–๐‘–
Penentuan bobot prioritas dapat disederhanakan dengan persamaan berikut :
๐‘ฅ๐‘ฅ๐‘–๐‘– =
๐‘Ž๐‘Ž๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
๏ฟฝ
๐‘—๐‘—=1 ๐‘Ž๐‘Ž๐‘Ž๐‘Ž๐‘Ž๐‘Ž
∑๐‘›๐‘›
๐‘–๐‘–=1๏ฟฝ∑๐‘›๐‘›
๐‘›๐‘›
α − cut merupakan tingkat kepercayaan pakar atau pengambil keputusan pada
penilaiannya. Derajat kepuasan penilaian matriks ๐ด๐ดฬƒ diestimasikan oleh indeks
optimisme ω. Semakin tingi nilai indeks ω menunjukkan tingkat optimisme
yang lebih tinggi. Indeks optimisme merupakan kombinasi konveks linier
yang didefinisikan dengan persamaan berikut :
๐‘Ž๐‘Ž
๐‘Ž๐‘Ž
๐‘Ž๐‘Ž
๐‘Ž๐‘Ž๏ฟฝ๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
= ๐œ”๐œ” ๐‘Ž๐‘Ž๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
+ (1 − ๐œ”๐œ”)๐‘Ž๐‘Ž๐‘–๐‘–๐‘–๐‘–
, ∀๐œ”๐œ” ∈ [0,1]
Vektor eigen dihitung dengan memperbaiki nilai ω dan melakukan identifikasi
α – cut maksimum yang akan menghasilkan sekumpulan nilai dari bilangan
fuzzy. Normalisasi pada perbandingan berpasangan dan penghitungan bobot
prioritas dilakukan dalam penghitungan rasio konsistensi untuk setiap matriks
dan seluruh hierarki. Pengukuran indeks konsistensi dilakukan dengan
menggunaan persamaan berikut ini :
CI =
λmax − n
n−1
CI
: Indeks konsistensi
: Vektor Konsistensi
λmax
n
: Jumlah alternatif
Rasio konsistensi digunakan untuk mengestimasikan perbandingan
berpasangan secara langsung. Selang konsistensi adalah 0 sampai dengan 0.1.
Jika nilai melebihi 0.1 maka dianggap tidak konsisten Rasio konsistensi
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
CR =
CI
RI
CR
: Rasio konsistensi
RI
: Indeks rata-rata bobot yang dibangkitkan secara acak
4. Bobot prioritas pada setiap alternatif dapat diperoleh dengan cara mengalikan
matriks penilaian dengan vektor bobot atribut dan menjumlahkan seluruh
atribut dengan persamaan berikut :
๐‘ก๐‘ก
๏ฟฝ๐‘˜๐‘˜ = ๏ฟฝ(bobot atribut × penilaianik )๏ฟฝ
Untuk i : 1,2,3,….., t
i : atribut
t : total jumlah atribut
k : alternatif
๐‘–๐‘–=1
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permintaan Jok
Indonesia merupakan negara yang memiliki perkembangan dalam industri
otomotif yang relatif baik. Hal ini selain dikarenakan besarnya jumlah penduduk
Indonesia juga disebabkan faktor konsumsi masyarakat serta mobilitas yang relatif
tinggi, sehingga pasar otomotif domestik terutama sektor industri mobil dan
komponennya terus menerus mengalami peningkatan dalam jumlah penjualannya.
Permintaan kendaraan di Indonesia tumbuh sebesar 6% atau mencapai
1.239 juta unit pada tahun 2013. Penjualan segmen mobil penumpang menjadi
faktor pendorong utama pertumbuhan pasar otomotif Indonesia. Proyeksi
pertumbuhan total volume industri tersebut dipicu oleh adanya perbaikan ekonomi
secara bertahap, serta meningkatnya permintaan terhadap mobil yang terjangkau
dan ramah lingkungan atau yang dikenal dengan Low Cost Green Car (LCGC)
(Gaikindo 2013)
Meningkatnya permintaan industri otomotif di pasar Indonesia juga
meningkatkan pasar komponen-komponen penyusunnya. Salah satunya adalah jok.
Jok dengan bahan pengisi yang berasal dari serat sabut kelapa semakin lama
semakin dilirik pasar dalam negeri. Permintaan jok di pasar luar negeri berasal
dari industri otomotif terkemuka di dunia, yaitu Mercedes Benz, Volkswagen
Porche, dan Opel di Eropa dan beberapa merk mobil di Cina sudah menggunakan
serat sabut kelapa untuk mengisi jok mobilnya. Data permintaan jok di pasar
dalam dan luar negeri terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Permintaan jok di pasar dalam dan luar negeri
Tahun
Permintaan Jok Dalam Negeri
(unit/hari)
Permintaan Luar Negeri
(unit/hari)
2009
2010
2011
2012
2013
3 940
4 214
5 036
5 926
6 542
206 429
265 244
269 911
262 203
288 177
Sumber : Gaikindo 2013
Permintaan jok di pasar dalam negeri sebanyak 6 542 berasal dari PT
Astra Daihatsu Motor Indonesia yang memproduksi berbagai tipe mobil setiap
harinya. PT Astra Daihatsu Motor Indonesia sudah menggunakan jok yang berasal
dari serat sabut kelapa untuk beberapa tipe mobil yang di produksinya, contohnya
adalah mobil Avanza, Xenia, dan Rush. Di Indonesia, jok yang berasal dari serat
sabut kelapa biasanya dipasang pada mobil MPV (multi purpose vehicle) atau
mobil serbaguna yang memiliki tempat duduk untuk 7 orang serta bagasi.
Produksi mobil MPV di PT Astra Daihatsu Motor Indonesia adalah 550
unit mobil tiap harinya berupa tipe mobil Avanza, Xenia, dan Rush yang bekerja
sama dengan Toyota Indonesia. Produksi mobil sebanyak 550 unit akan
10
membutuhkan 3 850 sampai 4 000 unit jok setiap harinya. Produksi jok yang
berasal dari serat sabut kelapa juga dapat diserap oleh PT Meiwa yang merupakan
eksportir jok dan kursi ke negara Jepang. PT Meiwa Indonesia dapat menyerap
20 000 sampai 35 000 jok dan berbagai jenis kursi setiap bulannya. Ini merupakan
peluang pasar yang besar.
Isu yang beredar saat ini adalah para produsen serat sabut kelapa yang ada
di Indonesia sebagian besar mengekspor serat kelapa mentah (raw material) ke
luar negeri dan nantinya dari raw material tersebut diolah menjadi jok, sehingga
harga jual dan profitnya menjadi lebih tinggi. Indonesia hanya mendapatkan
untung yang sedikit karena hanya menjual raw material. Para produsen serat sabut
kelapa lebih tertarik ke pasar ekspor karena harga jualnya yang tinggi.
Permintaan yang ada dari pasar jok serat sabut kelapa dalam negeri belum
dapat dipenuhi seluruhnya oleh industri yang ada. Hal ini dikarenakan industri
pembuat jok serat sabut kelapa masih jarang dan masih dikerjakan dalam skala
kecil.
Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang
dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam
pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa
adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar, serta mutu serat yang
masih belum memenuhi persyaratan sehingga produksinya belum memenuhi
permintaan pasar yang ada.
Proses Pembuatan Jok
Proses pengolahan serat sabut kelapa menjadi produk jok adalah sebagai
berikut (CV Serat Kelapa 2014) :
1. Pemisahan sabut kelapa yang telah masak dari tempurung kelapa.
2. Perendaman dalam bak berisi air selama 1-3 hari, diusahakan di dalam air yang
mengalir supaya terjadi penggantian air yang baik dan kontinyu. Maksud
perendaman adalah untuk melunakan sabut kelapa agar mudah terjadi
pemisahan serat-serat dari gabus dalam sabut kelapa.
3. Pemisahan serat menggunakan mesin pengurai serat sabut kelapa. Di dalam
mesin ini terdapat rol yang berputar dengan sejumlah besar paku sepanjang 4-5
cm. Rol pemecah (breaker roll) akan berputar dan pakunya merobek sabut
kelapa tanpa merusak serat. Mesin ini menghasilkan serat yang berukuran besar,
panjang dan kasar yang disebut bristle fiber.
4. Proses selanjutnya adalah serat panjang yang telah didapat masuk ke dalam
mesin pengayak sabut kelapa. Proses ini bertujuan untuk memisahkan serat
satu sama lain dan menjadi lebih lembut.
5. Serat sabut kelapa dan lem polyurethane kemudian dimasukkan ke dalam mesin
pengaduk.
6. Proses terjadi pengadukan di dalam mesin, serat sabut kelapa yang telah
mengandung lem dimasukkan ke dalam cetakan jok. Serat sabut kelapa yang
ada dalam cetakan di-press selama 2-3 menit. Cetakan jok juga dialiri
steam/uap panas.
7. Produk cetakan yang telah jadi masuk ke dalam bagian pengawasan mutu untuk
dilakukan pengecekan mutunya. Produk yang gagal akan di reject.
11
8. Produk yang sudah jadi akan digabungkan dengan busa dan sarung jok sesuai
dengan bentuk jok tersebut. Ilustrasi gambar jok terdapat pada Lampiran 4.
Sabut kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa dengan ukuran serat
panjang berkisar 15-30cm. Selain itu kadar air dari serat sabut kelapa yang
digunakan untuk pembuatan jok adalah <15%.
Kelebihan sabut kelapa sebagai pengisi jok mobil adalah mempunyai daya
lentur yang sangat baik, tahan lama, tidak berbau dan mempunyai tingkat
pencemaran yang sangat rendah (biodegradability). Diagram alir pembuatan jok
dari serat sabut kelapa dapat dilihat pada Gambar 3.
Buah kelapa
Pemisahan sabut kelapa dari buah
yang telah masak
Perendaman dalam air 1-3 hari
Penguraian sabut kelapa menjadi
serat. Kadar air <15%
Pemisahan serat sabut kelapa (coconut fibre) dengan
cocopeat, serat pendek dan kontaminan lainnya. Ukuran
serat yang digunakan adalah 15-30cm
Pencampuran serat sabut kelapa dengan lem
polyurethane. Perbandingan 2:1
Pencetakan jok ke dalam cetakan sesuai
ukuran dan di-press dengan suhu 110oC
Pengawasan mutu dengan pemotongan jok
yang tidak sesuai dengan ukuran.
tidak
sesuai
sesuai
Pengabungan dengan busa dan bahan
penolong lainnya
Sesuai
Jok
Gambar 3 Diagram alir pembuatan jok serat sabut kelapa
12
Aspek Finansial
Aspek finansial mengkaji mengenai perkiraan modal investasi, biaya
operasional, struktur pembiayaan, rencana penerimaan, kriteria investasi, dan
analisis sensitivitas. Analisis ini bertujuan untuk melihat kelayakan pada proyek
yang dijalani. Aspek-aspek ini memperlihatkan kelayakan proyek dari sisi
keuangan untuk dapat dikembangkan menjadi industri. Aspek finansial pada
proyek ini dilihat dari aspek modal/investasi terhadap teknologi/mesin yang
digunakan dan kriteria investasi. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan
pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri jok serat sabut
kelapa. Perhitungan aspek keuangan berdasarkan kelengkapan alat, teknologi dan
proses yang digunakan, yang berimplikasi kepada total kebutuhan dana, kapasitas,
mutu dan harga produk. Untuk penyusunan dan proyek kelayakan usaha
diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun
biaya. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha industri jok serat
sabut kelapa serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan pustaka.
Asumsinya adalah sebagai berikut :
1. Analisis finansial dilakukan selama 10 tahun dengan
mempertimbangkan umur ekonomis mesin dan peralatan sekitar 10 tahun
2. Jumlah hari kerja 288 hari dalam setahun
Direncanakan dalam satu minggu terdiri dari 6 hari produksi
3. Kapasitas terpasang 7 000 jok/hari
4. Produksi pada tahun ke-1 adalah 80%, tahun ke-2 adalah 90% dari kapasitas
terpasang, tahun ke-3 hingga ke- 10 adalah 100% dari kapasitas terpasang.
5. Harga yang ditetapkan oleh PT PLN :
- Harga listrik : Rp1 352/Kw
6. Harga bahan utama
- Serat Sabut Kelapa : Rp3 000/kg
7. Harga bahan penolong antara lain
- Busa : Rp50 000/meter
- Kain jok: Rp30 000/buah
- Lem : Rp15 000/liter
- Rangka : Rp200 000/buah
8. Biaya pemasaran dan distribusi 2% dari biaya tetap
9. Berdasarkan perkiran biaya menurut Peters et al (2004), maka penetapan biaya
adalah sebagai berikut:
- Kontingensi 10% dari harga pembelian mesin dan peralatan produksi
- Biaya pemeliharaan ditetapkan 5% dari harga pembelian mesin dan peralatan
produksi
- Biaya asuransi 0.75% dari nilai awal pembelian barang yang diasuransikan.
10. Penyusutan menggunakan straight line method
- Nilai sisa mesin dan peralatan, instalasi listrik, perlengkapan, dan kendaraan
ditetapkan sebesar 10% dari harga awal pembelian
- Nilai sisa bangunan sebesar 50% dari harga pembangunan
- Umur ekonomis mesin dan peralatan, kendaraan, dan perlengkapan adalah
10 tahun
11. Besarnya pajak ditetapkan sebagai berikut:
- Pajak bumi dan bangunan sebesar 0.2% dari total investasi bangunan
13
- Pajak kendaraan sebesar 0.5% dari harga pembelian (UU no 22 tahun 1999)
- Pajak penghasilan untuk perusahaan sebesar 28% (Pajak 2014)
12. Skema pembiayaan investasi adalah 65% dari pembiayaan bank dan 35% dari
pembiayaan sendiri, skema pembiyaan ini mengacu pada skema pembiayaan
maksimum yang ditawarkan oleh Bank Mandiri. Bunga 13.5% berdasarkan
bunga pada Bank Mandiri untuk industri turunan kelapa.
13. Pembayaran kredit menggunakan metode sliding rate.
14. Jangka waktu pembayaran kredit modal investasi tetap adalah selama 5 tahun
dan kredit modal kerja selama 5 tahun.
Aspek Modal/Investasi
Sebelum industri jok serat kelapa ini dapat berjalan, terdapat modal yang
cukup besar yang harus dikeluarkan pada awal pendirian. Modal ini dinamakan
modal investasi yang terdiri atas modal investasi tetap dan modal kerja. Modal
investasi tetap berhubungan dengan kebutuhan manufacturing dan fasilitas pabrik.
Modal investasi tetap terdiri atas biaya untuk pembelian peralatan dan mesin,
bangunan, lahan, perlengkapan, dan pembelian kendaraan. Modal kerja
merupakan modal yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan operasional
industri. Modal investasi yang diperlukan untuk mendirikan industri ini
ditunjukan pada Tabel 2 dan rincian selengkapnya terdapat pada Lampiran 5.
Tabel 2 Rincian Modal Investasi (dalam ribuan rupiah)
No.
Komponen
A
1
2
3
4
5
6
7
8
Modal Investasi Tetap
Biaya pra investasi
Lahan dan bangunan
Biaya instalasi fasilitas
Biaya alat dan mesin
Biaya perlengkapan
Biaya kendaraan
Biaya kontingensi
Bunga selama pembangunan
Subtotal
B
Modal Kerja
Subtotal
Total Investasi
Nilai (Rp)
5 600
159 712
28 000
2 394 000
13 000
400 000
321 483
214 522
3 536 317
603 216 000
606 752 317
Aspek Penyusutan
Penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus (straight line
method). Ditetapkan nilai sisa mesin dan peralatan, instalasi fasilitas,
perlengkapan, dan kendaraan ditetapkan sebesar 10% dari harga awal pembelian.
14
Nilai sisa bangunan sebesar 50% dari harga pembangunan. Selanjutnya, umur
ekonomis mesin dan peralatan, instalasi fasilitas, perlengkapan dan kendaraan
adalah 10 tahun. Rincian nilai penyusutan dan nilai sisa ditunjukkan pada
Lampiran 6.
Aspek Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada industri jok serat sabut kelapa
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak
dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan sedangkan biaya
variabel dipengaruhi oleh naik turunnya produksi. Biaya tetap industri jok serat
sabut kelapa antara lain biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya administrasi
kantor, biaya utilitas kantor, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya pemasaran,
biaya laboratorium, pajak, dan penyusutan. Biaya variabel industri jok serat sabut
kelapa antara lain biaya pembelian bahan baku, biaya bahan penolong, biaya dan
utilitas produksi.
1. Biaya tenaga kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam industri jok serat sabut kelapa
sebanyak 68 orang yang terdiri atas tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak
langsung. Tenaga kerja langsung terdiri dari 60 orang operator yang tersebar di
setiap unit kerja sedangkan tenaga kerja tidak langsung terdiri dari 2 orang
manager, 2 orang staff, 1 orang tenaga pemasaran, 2 orang pengemudi, dan 1
orang keamanan. Gaji tenaga kerja terdiri dari gaji pokok. Rincian gaji tenaga
kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung terdapat pada Lampiran 7.
2. Biaya bahan baku dan bahan penolong
Biaya bahan baku terdiri dari biaya bahan baku utama yaitu serat sabut
kelapa. Biaya bahan penolong terdiri dari pembelian busa, lem, sarung jok, dan
rangka jok. Rincian biaya bahan baku dan bahan penolong produksi jok serat
sabut kelapa terdapat pada Lampiran 8 dan rincian biaya operasional lengkap
terdapat pada Lampiran 9.
3. Biaya pemeliharaan
Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya pemeliharaaan bangunan, instalasi,
mesin dan peralatan, dan kendaraan. Biaya ini diasumsikan 2-5% dari harga
pembelian. Rincian biaya pemeliharaan terdapat pada Lampiran 10.
4. Biaya asuransi
Biaya asuransi terdiri dari biaya dari objek yang diasuransikan. Objek yang
diasuransikan antara lain bangunan, mesin dan peralatan, dan kendaraan. Asumsi
biaya asuransi sebesar 0.75% dari nilai beli objek. Rincian biaya asuransi terdapat
pada Lampiran 11.
Harga Penjualan dan Perkiraan Penerimaan
Biaya per unit produk jok ditentukan menggunakan metode full costing
dengan rumus sebagai berikut :
15
Biaya per unit produk =
biaya tetap + biaya variabel
jumlah produk yang dihasilkan
Biaya untuk memproduksi jok per unitnya pada tahun pertama sebesar
Rp339 032 sedangkan pada tahun kedua Rp327 894, tahun ketiga Rp318 984,
tahun keempat Rp312 942, tahun kelima Rp306 900, tahun keenam hingga tahun
kesepuluh Rp306 857. Harga jual jok per unitnya ditetapkan sebesar
Rp1 033 000. Perkiraan penerimaan, seluruhnya berasal dari penjualan jok.
Asumsi yang digunakan seluruh produksi habis terjual. Produksi jok pada tahun
pertama adalah 80% dan tahun kedua mencapai 90% dari kapasitas terpasang. Hal
ini mempertimbangkan daur hidup produk yang pada awal tahun pendirian berada
dalam fase pertumbuhan sedangkan pada tahun ketiga hingga kesepuluh berada
dalam fase stabil yaitu produksi mencapai 100% kapasitas terpasang. Rincian
harga dan penerimaan industri terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Harga dan penerimaan (dalam ribuan rupiah)
Tahun
Total Biaya
(Rp)
1
546 790 581
2
Kapasitas
produksi
jok (unit)
Biaya
Produksi
/unit(Rp)
Harga
(Rp/unit)
Penerimaan
(Rp)
1 612
339
1 033
1 119 231 818
594 931 161
1 814
327
1 033
1 279 344 038
3
643 071 743
2 016
318
1 033
1 439 456 256
4
643 071 743
2 016
312
1 033
1 439 456 256
5
643 071 743
2 016
306
1 033
1 439 456 256
6
643 071 743
2 016
300
1 033
1 439 456 256
7
643 071 743
2 016
300
1 033
1 439 456 256
8
643 071 743
2 016
300
1 033
1 439 456 256
9
643 071 743
2 016
300
1 033
1 439 456 256
10
643 071 743
2 016
300
1 033
1 439 456 256
Pembiayaan
Pendirian industri jok serat kelapa ini dibiayai dengan modal sendiri dan
modal pinjaman dari bank dengan perbandingan 65:35. Hal ini mengacu pada
kebijakan salah satu bank yaitu Bank Mandiri bahwa maksimal porsi pembiayaan
bank baik untuk modal investasi ataupun modal kerja maksimal hanya 65%. Tabel
4 menunjukkan struktur pembiayaan.
16
Tabel 4 Struktur pembiayaan (dalam ribuan rupiah)
Jenis Kredit
Modal Investasi Tetap
Modal Investasi Kerja
Jumlah
Kebutuhan
Investasi (Rp)
3 536 317
606 216 000
606 752 317
Modal Sendiri
(35%)
1 237 711
211 125 600
212 363 311
Pinjaman
(65%)
2 298 606
392 090 400
394 389 006
Lama masa peminjaman kredit modal investasi tetap adalah 5 tahun dan
untuk kredit modal kerja 5 tahun. Bunga ditetapkan 13.5% untuk kredit bunga
modal investasi tetap maupun modal kerja. Hal Ini mengacu pada bunga yang
diberlakukan di Bank Mandiri untuk pembiayaan industri turunan kelapa sawit.
Pembayaran bunga ditetapkan dengan menggunakan metode slidding rate.
Proyeksi pembayaran angsuran bersama bunganya pada tiap tahun ditunjukan
pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5 Angsuran modal investasi tetap (dalam ribuan rupiah)
Tahun
0
1
2
3
4
Jumlah
Kredit (Rp)
2 298 606
2 298 606
1 838 885
1 379 164
919 442
5
459 721
Angsuran
Bunga (Rp)
Pokok (Rp)
459 721
310 312
459 721
310 312
459 721
248 249
459 721
186 187
459 721
124 125
459 721
62 062
Jumlah
Angsuran (Rp)
770 033
770 033
707 971
645 908
583 846
521 784
Tabel 6 Angsuran modal investasi kerja (dalam ribuan rupiah)
Tahun
0
1
2
3
4
5
Jumlah
Kredit (Rp)
606 752 317
606 752 317
485 401 854
364 051 390
242 700 927
121 350 463
Angsuran
Pokok (Rp)
121 350 463
121 350 463
121 350 463
121 350 463
121 350 463
121 350 463
Bunga
(Rp)
81 911 563
81 911 563
65 529 250
49 146 938
32 764 625
16 382 313
Jumlah
Angsuran (Rp)
203 262 026
203 262 026
186 879 714
170 497 401
154 115 089
137 732 776
Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi menggambarkan besarnya keuntungan dan kerugian
pada industri ini. Proyeksi ini memuat mengenai pengeluaran dan penerimaan
secara keseluruhan. Selisih antara penerimaan dengan pengeluaran produksi
dinamakan laba operasi. Laba operasi setelah pengurangan pajak merupakan laba
bersih. Pajak penghasilan ditetapkan sebesar 28%. Ini berdasarkan pajak
penghasilan yang berlaku di Indonesia untuk badan perusahaan. Rincian laba rugi
17
industri ditunjukan pada Lampiran 12. Perhitungan laba rugi menunjukan bahwa
laba dari tahun-ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan biaya
pembayaran bunga yang semakin menurun tiap tahunnya dan pada akhir tahun
kelima bunga modal investasi tetap telah habis terbayar. Tabel 7 menunjukkan
proyeksi laba ruginya.
Tabel 7 Proyeksi laba rugi (dalam ribuan rupiah)
Tahun
1
Penerimaan
(Rp)
1 666 022 400
Pengeluaran
(Rp)
546 790 581
Laba Operasi
(Rp)
1 119 231 818
Pajak (Rp)
313 384 909
Laba Bersih
(Rp)
805 846 909
2
1 874 275 200
594 931 161
1 279 344 038
358 216 330
921 127 707
3
2 082 528 000
643 071 743
1 439 456 256
403 047 751
1 036 408 504
4
2 082 528 000
639 890 725
1 451 637 274
406 458 436
1 045 178 837
5
2 082 528 000
618 709 706
1 463 818 293
409 869 122
1 053 949 171
6
2 082 528 000
606 528 688
1 475 993 311
413 279 807
1 062 719 504
7
2 082 528 000
606 528 688
1 475 993 311
413 279 807
1 062 719 504
8
2 082 528 000
606 528 688
1 475 993 311
413 279 807
1 062 719 504
9
2 082 528 000
606 528 688
1 475 993 311
413 279 807
1 062 719 504
10
2 082 528 000
606 528 688
1 475 993 311
413 279 807
1 062 719 504
Break Even Point (BEP)
Break even point merupakan titik dimana total biaya produksi sama
dengan total biaya penerimaan. Analisis BEP menunjukan pada tahun pertama
industri ini harus menjual minimal sebesar 90 566 unit, pada tahun kedua sebesar
71 860 unit kemudian pada tahun ketiga menurun menjadi 53 903 kg dan terus
menurun hingga pada tahun kesepuluh titik impas berada pada 2 656 unit. Titik
impas dari tahun pertama hingga kesepuluh menurun karena mulai tahun keenam
bunga bank telah lunas dan tidak diperhitungkan lagi sehingga biaya tetap
menurun. Rincian lengkap analisis break even point terdapat pada Lampiran 13.
Kriteria Investasi
Hasil perhitungan kelayakan usaha berdasarkan analisis finansial dihitung
meliputi nilai NPV, IRR, net B/C dan PBP adalah sebagai berikut; Proyek
dikatakan layak atau bermanfaat jika NPV bernilai positif, lebih besar atau sama
dengan satu. NPV industri jok serat sabut kelapa sebesar Rp14 349 477 250
dengan discount rate sebesar 13.5% (sesuai dengan bunga pinjaman). Analisis
NPV yang dilakukan untuk proyek perancangan industri jok serat sabut kelapa
18
didapatkan bahwa NPV melebihi satu yang menunjukkan bahwa proyek ini layak
untuk dilaksanakan. Rincian arus kas terdapat pada Lampiran 14.
Analisis IRR terhadap proyek pembangunan industri jok serat sabut kelapa
didapatkan bahwa IRR 34%, lebih tinggi dari suku bunga. Hal ini menunjukkan
akan proyek layak untuk dilaksanakan. Selain itu, IRR menunjukkan bahwa akan
adanya pengembalian dari biaya/investasi yang dikeluarkan.
Analisis net B/C proyek industri jok serat sabut kelapa menunjukkan
perbandingan pendapatan dan biaya proyek sebesar 1.04 hal ini menunjukkan
adanya kelayakan usaha yang dapat mengembalikan tingkat suku modal yang
dikeluarkan. Nilai ini menunjukan juga bahwa satu rupiah yang diinvestasikan
pada industri ini akan menghasilkan manfaat sebesar 1.04 rupiah.
Hasil perhitungan payback period untuk industri jok serat sabut kelapa
adalah selama 24.07 bulan/2.07 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jangka waktu
yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal adalah selama 2.07 tahun.
Manfaat perhitungan payback period adalah bahwa untuk investasi yang besar
yang resikonya sulit untuk diperkirakan, maka tes dengan metode ini dapat
mengetahui jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi.
Analisis payback period menunjukkan bahwa pada tahun pertama modal awal
yang dikeluarkan dapat dikembalikan. Payback period juga menunjukkan bahwa
proyek ini layak untuk dijalankan hingga 10 tahun yang akan datang.
Pengembalian modal usaha yang cepat dapat dilakukan dengan adanya harga jual
yang sesuai dan perhitungan biaya pengeluaran tiap tahunnya. Berdasarkan
perhitungan kriteria investasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kriteria Investasi Proyek
Kriteria
NPV
IRR
PBP
Net B/C
Nilai
14 349 477 250
34%
2.07
1.04
Satuan
Rp
%
Tahun
Analisis Sensitivitas
Analisis ini dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan-perubahan harga
pada sektor pengeluaran. Variabel yang diubah pada analisis ini adalah harga
bahan baku atau harga serat serabut kelapa.
Bila terjadi peningkatan harga bahan baku serat sabut kelapa sebesar 5%,
industri ini masih tetap layak untuk didirikan karena nilai NPV positif Rp6 404
066 855, IRR 17%, net B/C sebesar 1.00 dan PBP selama 3.78 tahun.
Bila terjadi peningkatan harga bahan baku serat sabut kelapa sebesar 10%,
industri ini masih tetap layak untuk didirikan karena nilai NPV positif Rp728 283
559, IRR 14%, net B/C sebesar 0.88 dan PBP selama 4.25tahun.
Analisis Ketersediaan Bahan Baku
Rincian kebutuhan bahan baku industri jok adalah sebagai berikut :
19
Permintaan jok mobil
Dunia
: 288 177
Indonesia
: 6 542
Total
: 294 719
Pohon
kelapa
Kelapa
93 333 butir/hari
1 butir kelapa dapat
menghasilkan 0.15 kg
serat.
Serat sabut
kelapa
Industri jok
Kapasitas 7000 unit/hari
14 000 kg/hari
Pembatas : Kapasitas mesin
Berat jok: 2 kg
(1 kg tempat
duduk dan 1 kg
sandaran)
Kapasitas mesin: 1 ton/jam.
Jumlah Mesin: 2 unit mesin.
Waktu kerja: 7 jam/hari.
3 111 pohon/hari
1 pohon kelapa
menghasilkan 30
butir kelapa
Untuk memenuhi kebutuhan dunia
maka diperlukan :
294 719
7 000
Perhitungan daerah penghasil kelapa terluas di Indonesia :
a. Riau (Luas perkebunan : 526 574 Ha)
๏ฟฝ pohon kelapa = 526 574 Ha/tahun × 140 pohon/Ha
= 73 720 360 pohon/tahun
Karena musim panen kelapa setiap 3 bulan sekali maka ;
73 720 360 pohon/tahun
=
3 bulan/tahun
= 24 573 453 pohon/bulan
Kebutuhan kelapa per hari adalah (1 bulan = 30 hari)
24 573 453 pohon/bulan
=
30 hari
= 819 115 pohon/hari
Produksi pohon kelapa : 819 115 pohon/hari
Kebutuhan
: 3 111 pohon/hari
Pabrik jok yang dapat didirikan :
=
819 115
3 111
= 260 industri jok
= 42 pabrik jok
20
Untuk memenuhi kebutuhan dunia dan Indonesia diperlukan 42 industri jok serat
sabut kelapa. Ketersediaan bahan baku kelapa masih melimpah di Indonesia, dari
satu wilayah yang memiliki jumlah lahan kelapa paling luas dapat dibangun 260
industri jok dengan kapasitas 7000 unit jok/hari. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa Indonesia dapat memenuhi pasar nasional dan internasional serta dapat
membuka peluang pasar yang lebih luas bagi jok serat sabut kelapa. Perkebunan
kelapa masih banyak tersebar di seluruh Indonesia, data produksi kelapa per butir
terdapat pada Lampiran 21.
Strategi Penyediaan Bahan Baku dengan Fuzzy AHP
Strategi ini diperoleh berdasarkan analisis yang diperoleh dari kondisi
lapangan dan pustaka. Keadaan lapangan diperoleh berdasarkan analisis masalah
yang terdapat pada CV Serat Kelapa yang berada di Depok, Jawa Barat.
Sedangkan untuk pustaka diperoleh dari buku mengenai kelapa. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dan hasil pustaka maka terdapat beberapa masalah yang
terjadi, yaitu :
1. Produsen serat sabut kelapa (petani dan industri pengurai) lebih tertarik
pada pasar ekspor.
2. Sulit untuk menemukan supplier bahan baku serat sabut kelapa di
pulau Jawa.
3. Proses pemasaran masih dikuasai oleh para pengumpul untuk dijual di
pasar ekspor.
4. Produsen serat sabut kelapa (petani dan industri pengurai) yang tidak
berproduksi secara konsisten.
5. Keterbatasan mesin pengurai yang dimiliki oleh petani/industri
pengurai serat sabut kelapa sehingga kapasitas produksinya kecil.
Berdasarkan masalah-masalah yang ada diatas maka akan menghambat
pemanfaatan serat sabut kelapa dan berkembangnya industri dalam negeri. Oleh
karena itu, beberapa alternatif yang diberikan untuk memperbaiki masalah yang
ada adalah sebagai berikut :
1. Membeli bahan baku dengan harga lebih tingi (C1).
2. Membangun pabrik yang lokasinya dekat dengan bahan baku C2).
3. Bekerja sama dengan petani kelapa dalam hal pembibitan dan bantuan
modal (C3).
4. Terikat kontrak dengan pemasok bahan baku serat sabut kelapa.
Pengiriman bahan baku dilakukan seminggu sekali sesuai dengan
kapasitas pabrik (C4).
5. Memberikan bantuan modal untuk pembelian mesin kepada
petani/industri pengurai serat sabut kelapa (C5).
alternatif yang diberikan berasal dari diskusi dengan para pakar yang ahli di
bidang serat sabut kelapa dan studi pustaka. Alternatif yang diberikan akan
dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan hierarki AHP yang terdapat pada
Lampiran 15, daftar nama pakar ahli pada Lampiran 16 dan kuisioner pada
Lampiran 17.
Pendekatan fuzzy AHP digunakan untuk memperbaiki ketidakjelasan dan
ketidakpastian dalam memutuskan tingkat kepentingan indikator kinerja oleh
pengambil keputusan/pakar dalam mengambil keputusan. Indikator kinerja dalam
21
penelitian ini yaitu dalam hal penentuan strategi/alternatif penyediaan bahan baku.
Alternatif kunci diidentifikasi melalui tiga tingkat yaitu kriteria penyediaan bahan
baku, tujuan penyediaan bahan baku dan alternatif penyediaan bahan baku.
Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasi dari hasil pengamatan,
maka kriteria utama yang mempengaruhi penyediaan bahan baku adalah
kontinuitas produksi (A1), jaminan mutu (A2), dan kesejahteraan petani (A3).
Sedangkan tujuan penyediaan bahan baku adalah kelancaran produksi (B1),
meminimalkan biaya (B2), dan menjamin pasokan bahan baku agar kuantitas yang
tepat pada harga dan mutu yang tepat (B3). Tingkat paling akhir dari hierarki
adalah alternatif/strategi yang telah dijabarkan diatas. Strategi yang terpilih
merupakan strategi yang terbaik untuk menyediakan bahan baku serat sabut
kelapa.
Hasil penyelesaian fuzzy AHP menurut Ayag (2005) adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan matriks perbandingan fuzzy
Hasil pembuatan matriks perbandingan fuzzy hasil penilaian para pakar pada
kriteria terdapat pada Tabel 9. Hasil matriks perbandingan berpasangan fuzzy
secara lengkap terdapat di Lampiran 18.
Tabel 9 Matriks perbandingan berpasangan fuzzy hasil penilaian para pakar
pada kriteria
ELEMEN FAKTOR B
ELEMEN
FAKTOR A
Kontinuitas
Produksi
Jaminan
Mutu
Kesejahteraan
Petani
Kontinuitas
Produksi
1
~
3
~
3
Jaminan Mutu
~
3-1
1
~
3
Kesejahteraan
Petani
~
3-1
~
3-1
1
2. Menentukan batas atas dan batas bawah kemudian tetapkan nilai α-cut dengan
menggunakan persamaan :
1๏ฟฝ a = [1, 3-2α]
1
3๏ฟฝ a = [1+2α, 5-2α], 3๏ฟฝ −1
a =๏ฟฝ
5−2α
7๏ฟฝ a = [5+2α, 9-2α], 7๏ฟฝ −1
a =๏ฟฝ
9−2α
5๏ฟฝ a = [3+2α, 7-2α], 5๏ฟฝ −1
a =๏ฟฝ
1
7−2α
9๏ฟฝ a = [7+2α, 11-2α], 9๏ฟฝ −1
a =๏ฟฝ
1
๏ฟฝ,๏ฟฝ
๏ฟฝ,๏ฟฝ
๏ฟฝ,๏ฟฝ
1
11−2α
1
๏ฟฝ
1+2α
1
๏ฟฝ
3+2α
1
๏ฟฝ
5+2α
๏ฟฝ,๏ฟฝ
1
7+2α
๏ฟฝ
22
Nilai α-cut fuzzy adalah 0.5. Pemilihan nilai α-cut fuzzy karena para pakar
memiliki tingkat kepercayaan rata-rata pada saat penilaian. Hasil matriks
perbandingan berpasangan α-cut fuzzy hasil penilaian para pakar pada kriteria
setelah perhitungan terdapat pada Tabel 10. Matriks perbandingan
berpasangan α-cut fuzzy untuk matriks lainnya terdapat pada Lampiran 19.
3. Mengubah nilai matriks perbandingan berpasangan α-cut fuzzy ke dalam nilai
crips. α − cut merupakan tingkat kepercayaan pakar atau pengambil keputusan
pada penilaiannya. Derajat kepuasan penilaian matriks ๐ด๐ดฬƒ diestimasikan oleh
indeks optimisme ω. Nilai indeks optimisme yang digunakan adalah 0.5. Nilai
ini menunjukkan bahwa penilaian yang diberikan tidak optimis dan tidak
pesimis. Hasil nilai crips matriks perbandingan berpasangan, x, λmax, CI dan
CR terdapat pada Tabel 11. Rincian matriks selengkapnya terdapat pada
Lampiran 20.
Tabel 10 Matriks perbandingan berpasangan α-cut fuzzy hasil penilaian para pakar
pada kriteria
ELEMEN
FAKTOR A
Kontinuitas
Produksi
ELEMEN FAKTOR B
Kontinuitas
Jaminan Mutu
Kesejahteraan
Produksi
Petani
1
[2,4]
[2,4]
Jaminan Mutu
[1/4, 1/2]
1
[2,4]
Kesejahteraan
Petani
[1/4, 1/2]
[1/4, 1/2]
1
Tabel 11 Nilai crips matriks perbandingan berpasangan, x, λmax, CI dan CR pada
kriteria
ELEMEN FAKTOR B
ELEMEN
FAKTOR A
Kontinuitas
Produksi
Kontinuitas
Produksi
Jaminan
Mutu
Kesejahteraan Nilai Crips
Petani
(x)
1.0000
3.0000
3.0000
0.5619
Jaminan Mutu
0.3750
1.0000
3.0000
0.2905
Kesejahteraan
Petani
λmax = 3.0000
0.3750
0.3750
1.0000
CI = 0.0000
CR = 0.0000
0.1476
23
4. Bobot prioritas pada setiap alternatif dapat diperoleh dengan cara mengalikan
matriks penilaian dengan vektor bobot atribut dan menjumlahkan seluruh
atribut. Bobot kriteria penentuan strategi pada dasarnya menunjukkan urutan
prioritas atau pengaruh kriteria dalam penentuan strategi. Semakin besar bobot
suatu kriteria maka semakin tinggi prioritas atau semakin besar pengaruh
kriteria tersebut dalam proses penentuan strategi. Berdasarkan hasil
perhitungan dari penilaian para pakar, kriteria utama yang memiliki bobot
paling tinggi adalah kontinuitas produksi dengan bobot 0.5619. Kontinuitas
produksi merupakan aspek paling penting yang harus diperhatikan dalam
penentuan strategi penyediaan bahan baku. Bobot kriteria dapat dilihat pada
Tabel 12. Tujuan strategi penyediaan bahan baku merupakan sub kriteria pada
hierarki AHP ini. Hasil perhitungan fuzzy AHP menunjukkan bahwa tujuan
strategi penyediaan bahan baku yang paling utama adalah menjamin pasokan
bahan baku agar kuantitas yang tepat pada harga dan mutu yang tepat dengan
bobot sebesar 0.5312. Strategi penyediaan bahan baku yang dipilih memiliki
tujuan utama yaitu untuk menjamin pasokan bahan baku agar kuantitas yang
tepat pada harga dan mutu yang tepat. Bobot tujuan dapat dilihat pada Tabel
12.
Tabel 12 Total bobot tujuan strategi penyediaan bahan baku dengan
mempertimbangkan bobot kriteria utama.
A1
0.5619
A2
0.2905
Bobot Tujuan
B1
ditinjau dari masingmasing kriteria
B2
0.6146
0.4249 0.4228
0.5312
0.1791
0.0821 0.2291
0.1583
B3
0.2063
0.493 0.3481
0.3105
Bobot
Kriteria
A3
0.1476
Total Bobot
Prioritas
Tujuan
Hasil perhitungan fuzzy AHP menunjukkan bahwa strategi pilihan para
pakar dengan nilai bobot tertinggi adalah memberikan bantuan modal untuk
pembelian mesin kepada petani atau industri pengurai serat sabut kelapa, nilai
bobotnya adalah 0.3104. Strategi ini dipilih untuk menjamin pasokan bahan baku
agar kuantitas yang tepat pada harga dan mutu yang tepat sehingga kontinuitas
produksi tetap terjaga. Bobot alternatif strategi penyediaan bahan baku dapat
dilihat pada Tabel 13.
Pemberian bantuan berupa modal kepada petani atau industri pengurai
serat sabut kelapa untuk membeli mesin pengurai akan meningkatkan kapasitas
produksi serat sabut yang dihasilkan sehingga akan dapat memenuhi kapasitas
produksi jok serat sabut kelapa dan proses produksi berjalan lancar. Bantuan
modal yang diberikan kepada petani/industri pengurai serat sabut kelapa juga
akan mengurangi biaya untuk pembelian bahan baku sabut kelapa. Pembelian
serat sabut kelapa yang sudah jadi (siap pakai) lebih ekonomis daripada industri
jok mengolah dari buah kelapanya langsung, hal ini karena proses pembuatan
24
serat dari buah kelapa lebih panjang, sumberdaya dan investasi mesin yang
dibutuhkan akan lebih banyak.
Tabel 13 Total bobot alternatif strategi penyediaan bahan baku dengan
mempertimbangkan bobot tujuan.
Bobot Alternatif
ditinjau dari
masing-masing
Tujuan
Bobot
Tujuan
C1
C2
C3
C4
C5
B1
0.5312
B2
0.1583
B3
0.3105
0.1759
0.1865
0.2182
0.2007
0.2187
0.0529
0.3000
0.1360
0.2714
0.2397
0.1074
0.2525
0.1389
0.2307
0.2705
Total Bobot
Prioritas
Alternatif
0.1351
0.2190
0.1406
0.2049
0.3104
Bahan baku kelapa masih banyak terdapat di seluruh pulau di Indonesia,
pulau dengan jumlah ketersediaan sabut kelapa paling banyak adalah Sumatra
(16%), Jawa (11.37%) dan Sulawesi (11.22%) (APCC 2013). Penggunaan serat
sabut kelapa di pulau Jawa masih berfokus pada penjualan ekspor sehingga
penjualan ke pasar domestik kurang dilirik oleh petani/industri pengurai serat
sabut kelapa. Strategi pemberian modal kepada petani/industri pengurai serat
sabut kelapa akan berjalan lancar jika dijalankan di luar pulau Jawa, yaitu di pulau
Sumatra, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Papua karena para petani yang
masih sederhana dan tradisional, dengan adanya modal pembelian mesin maka
bahan baku yang belum termanfaatkan dapat dimanfaatkan dengan maksimal,
sedangkan strategi yang sesuai untuk pulai Sulawesi adalah dengan membeli
bahan baku dengan harga lebih tinggi karena sabut kelapa biasa digunakan untuk
bahan bakar pembuatan kopra.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Permintaan jok mobil dari pasar domestik dan luar negeri cukup besar.
Proses dan teknologi pembuatan jok dari sabut kelapa cukup sederhana. Industri
jok dari serat sabut kelapa dengan kapasitas produksi sebanyak 7000 unit jok/hari
layak untuk dijalankan dengan NPV bernilai positif dan IRR 34%, payback period
selama 2.07, serta merupakan bisnis yang cukup menguntungkan dilihat dari hasil
perhitungan net B/C. Industri jok serat sabut kelapa dengan bahan baku serat sabut
kelapa lebih murah dan efisien dibandingkan dengan bahan baku yang berasal
dari buah kelapa secara langsung.
Hasil analisis fuzzy AHP menunjukkan bahwa kriteria utama dalam strategi
penyediaan bahan baku adalah kontinuitas produksi dengan nilai bobot 0.5619,
tujuan utama dari strategi penyediaan bahan baku adalah menjamin pasokan
bahan baku agar kuantitas yang tepat pada harga dan mutu yang tepat dengan
25
bobot sebesar 0.5312 dan strategi penyediaan bahan baku industri jok serat sabut
kelapa adalah memberikan bantuan modal untuk pembelian mesin kepada petani
atau industri pengurai serat sabut kelapa, dengan nilai bobotnya 0.3104.
Saran
Saran yang bisa diberikan setelah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Para petani/industri pengurai serat sabut kelapa lebih melirik ke pasar domestik
agar nilai jual serat sabut kelapa memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding
hanya menjual bahan baku mentah.
2. Pendirian industri dilakukan di luar pulau Jawa karena penjualan serat sabut
kelapa sudah didominasi untuk pasar ekspor sehingga industri lokal sulit untuk
mendapatkan bahan baku serat sabut kelapa.
3. Serat sabut kelapa dapat diolah menjadi produk-produk turunan lainnya selain
jok, untuk objek penelitian berikutnya diharapkan dapat mengembangkan
produk potensial lainnya dari serat sabut kelapa baik dengan serat sabut pendek
maupun dengan serbuk sabut kelapa sehingga memiliki nilai jual tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori Y. 2012. Pendekatan Triangular Fuzzy Number Dalam Metode Analytic
Hierarchy Process. J Ilmiah Foristek. 2(1): 126-135.
[APCC] Asian and Pacific Coconut Community (ID). Coconut Statistic Book.
2013. Jakarta (ID) : APCC Pr.
Askin, Guzin. 2007. Comparison of AHP and Fuzzy AHP for the Multi Criteria
Decision Making Process with Linguistic Evaluation. Eur J Operation Resear.
1(5): 65-85.
[DEKINDO] Dewan Kelapa Indonesia. 2001. Komposisi dan Pengembangan
Berbagai Produk Kelapa [internet]. [diacu 2014 Mei 28]. Tersedia dari :
http://www.dekindo.com/content/teknologi/jp184995.html.
[GAIKINDO] Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (ID). 2014.
Statistic Data [internet]. [diacu 2014 Mei 10]. Tersedia dari:
http://gaikindo.or.id/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=0
&Itemid=110
Hartini S, Wijaya AB, Widjojo N, Susilowati M, Petriana G. 2013. Pemanfaatan
Serabut Kelapa Termodifikasi Sebagai Bahan Pengisi Bantal dan Matras. J Tek
Ind. 4(1): 2087-0922.
Hetharia D. 2009. Penerapan Fuzzy Analytical Hierarchy Process dalam Metode
Multi Attribute Failure Mode Analysis untuk Mengidentifikasi Penyebab
Kegagalan Potensial pada Proses Produksi. J TI. 4(2). 106-113.
Indonetwork. 2013. Mesin Pengolahan Sabut Kelapa [internet]. [diacu 15 Mei
2014]. Tersedia dari : http://www.indonetwork.co.id
Intan AH, Sa’id EG, Saptono IT. 2004. Strategi Pengembangan Industri
Pengolahan Sabut Kelapa Nasional. J Man & Agribis. 1(1): 42-54.
26
Junardi. 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret
(SEBUTRET) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas) [disertasi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Kong F, Liu H. 2005. Applying Fuzzy Analytic Hierarchy Process to Evaluate
Success Factors of E-Commerce. J Inform Sys Sci. 1(3): 406-412.
Lumintang RCA, Soenoko R, Wahyudi. 2011. Komposit Hibrid Polyester
Berpenguat Serbuk Batang dan Serat Sabut Kelapa. J Rek Mes. 2(2): 145-153.
Mardhikawarih DA, Jauhari WA, Rosyidi CN. 2012. Pemilihan Pemasok Drum
Pelumas Industri Menggunakan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Studi
Kasus: PT. Petamina Pusat dan Production Unit Gresik). Performa 11(1): 67-74.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID) : IPB Pr.
Marimin, Djatna T, Suharjito, Hidayat S, Utama DN, Astuti R, Martini S. 2013.
Teknik dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy dalam Manajemen Rantai
Pasok. Bogor (ID) : IPB Pr.
Nurhasanah N, Tamam MA. Analisis Pemilihan Suplier Untuk Pemesanan Bahan
Baku yang Optimal Menggunakan Metode AHP dan Fzzy AHP : Studi Kasus
di PT. XYZ. J Tek Ind 234 (1411-6340).
Pranata NA, Basuki A, Ansori N. 2012. Penentuan Supplier yang Efektif dengan
Penerapan Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP di PT. Indospring, TbkGresik. J Tek Ind. 4(2) 113.
Satyanaratana KG, Pillai CKS, Sukumaran K, Rohatgi PK, Kalyanivijayan.
Structure Property Studies Of Fibres From Various Parts Of The Coconut Tree.
J Mat Sci. 17(1982) 2453-2462.
Suciadi Y. 2013. Pemilihan dan Evaluasi Pemasok pada PT. New Hope Jawa
Timur dengan Menggunakan Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process. J
Ilmiah Univ Surabaya. 2(1): 213
Tejano EA. 1985. State of the Art of Coconut Coir Dust and Husk Utilization
(General Overview). Journal Cocon Stud. 1(1985) 1-7.
Tomas U, Ganiron Jr. 2013. Investigation on the use of Coco Coir Polypropylene
as Thermal Insulator. Int J Adv Sci Tech. 59(2013) pp 13-26. doi :
10.14257/ijast.2013.59.02.
Widiawati D, Rais Z, Haryudant A, Amanah ES. 2007. Pemanfaatan Limbah
Sabut Kelapa Sebagau Bahan Baku Alternatif Tekstil. J Scie Design. 2(1). 57.
Yudhistira TL, Diawati. 2000. The Development of Fuzzy AHP using NonAdditive Weight and Fuzzy Score. Jakarta (ID) : INSAHP.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1 Alat dan mesin industri jok serat sabut kelapa
No. Nama dan Gambar Alat/Mesin
1
Mesin Pengurai Sabut Kelapa
Spesifikasi
Kapasitas : 750-1000 kg / jam
Power : 20 Hp - rrt
Material bhn : Mild Steel
วพ cyl : 50 x 180 cm , tebal 4 mm
Jumlah pisau : 68 buah (putar),
30 buah ( duduk )
Panjang pisau : 100 x 10 mm
Tebal cyl : 12 mm
Bearing : ucp - 209
Dimensi total : 250x80x140 cm
Harga (Rp)
30 000 000
2.
Mesin Pengayak Sabut Kelapa
Kapasitas : 500-750 kg
Dimensi: 400cmx150cmx200cm
Pengerak : 8 HP RRC Diesel
12 000 000
3.
Mesin Pengaduk
Kapasitas : 500 Kg/ jam
Dimensi : P 240 cm, L 120 cm,
T 200 cm
Bahan Body : Mild Steel ( Besi
Plat) 50cm, & 30cm
Bahan Rangka : Besi UNP 10
cm
Penggerak : Mesin Diesel 16
PK RRC
Gear Box : Type 100
17 500 000
4.
Pencetak jok
Kapasitas : 1 kg/cetakan
8 jam : 115 jok
Bahan Rangka : Besi UNP 7cm
8 000 000
30
5.
Pompa
10 000 000
Aurora Split Case Centrifugal
Pump.
Size: 4x5x11A.
Capacity: 625 gpm @ 100 tdh.
Base-mounted. US Motor, 25 hp,
1760 rpm, 230/460 V, 66.0/33.0
amps, 3 phase.
Dimensi keseluruhan: p x l x t =
135 cm x 135 cm x 90 cm.
6.
Genset
Asal: Taiwan
Garansi : 1 Year
Rated Output : 10000 Watts
Voltage : 220V ; 1 phase
Frequency : 50 Hz
Rated Current : 43.5 A
DC Output : 12V/8.3A
Model : TE2V78
Max. Outpu : 19.5 HP
Displacement : 678 cc
Noise Level (at 7m): 78 dB
Starting System : Electric Type :
Forced air-cooled , 4 stroke ,
OHV Ignition
Type : Non contact transistorized
Ignition (TCI) Fuel Tank : 25 L
Fuel
Type : Bensin Fuel Consumption
: 6.5L/hour Oil Capacity : 1.5 L
Dimension (LxWxH) : 91 X 59
X 80 cm Gross Weight : 158 Kg
20 000 000
7.
Boiler
Structure : Water-Fire Tube
Fuel : Coal-fired
Model number : DZL6
Steam Preassure : 16 bar
Weight : 350 kg
Steam Temp : 100-204 0C
Efficiency : 90%
60 000 000
31
8.
Kompresor
Type : 1.5 S24R
Power : 1.5 HP 1 Phase 220 V
Voltage : 50 Hz
RPM : 1450
Free Air Flow : 145 L/min
Max Pressure : 8 bar (116 Psi)
Tank Capacity : 24 liter
Weight : 11 kg
Dimension : 39x39x63 cm
5 000 000
9.
Mesin Potong Busa
Tipe Potongan : Horizontal
Dimensi : 5m x 2.6m x 2.4m
Tipe Proses : Foaming Machine
Brand Name : SQUARE
Voltage : 380 V 3P
Power : 1.74 KW
Model Number : LQ
Warranty : 1 year
Tipe Produk : Busa molding dan
foam net
45 000 000
Sumber foto : Indonetwork 2013
32
Lampiran 2 Produksi Kelapa di Indonesia tahun 2013
Provinsi
Area
Produksi kelapa
Produksi
sabut
MT
Sumatra
-Aceh
-Sumatra Utara
-Sumatra Barat
-Riau
-Kepulauan Riau
-Jambi
-Sumatra Selatan
-Bangka Belitung
-Lampung
-Bengkulu
Ha
1 213 384
109 628
113337
92 523
526 574
37 367
118 641
68 038
9 213
130 953
7 110
% share
31.96
2.89
2.99
2.44
13.87
0.98
3.13
1.79
0.24
3.45
0.19
*MT
971 702
65 735
95 980
85 869
430 986
11 738
114 433
54 001
2 273
102 867
7 820
% Share
31.96
2.16
3.15
2.82
14.13
0.38
3.75
1.77
0.07
3.37
0.26
Jawa
-Jawa Barat
-Banten
-Jawa Tengah
-Jawa Timur
-D.I. Yogyakarta
881 836
186 758
117 472
236 402
297 174
44 030
23.23
4.92
3.09
6.23
7.83
1.16
686 036
140 126
55 515
179 491
255 543
55 361
22.49
4.59
1.82
5.88
8.38
1.81
240 113
49 044
19 430
62 822
89 440
19 376
71 170
1.87
66 329
2.17
23 215
273 016
107 437
1.79
2.83
183 949
73 757
6.03
2.42
64 382
-Kalimantan Selatan
-Kalimantan Tengah
-Kalimantan Timur
49 514
82 204
33 861
1.30
2.17
0.89
29 296
70 081
10 815
0.96
2.30
0.35
25 815
10 254
24 528
3 785
Sulawesi
-Sulawesi Utara
-Gorontalo
-Sulawesi Tengah
-Sulawesi Selatan
-Sulawesi Tenggara
-Sulawesi Barat
748 291
275 165
70 827
178 519
110 571
57 286
55 923
19.71
7.25
1.87
4.70
2.91
1.51
1.47
676 880
264 416
58 816
200 675
72 805
38 225
41 943
22.19
8.67
1.93
6.58
2.39
1.25
1.38
236 908
92 546
20 586
70 236
25 482
13 379
14 680
Nusa Tenggara
-Nusa Tenggara Barat
231 426
72 046
6.10
1.90
118 927
56 984
3.90
1.87
41 624
19 944
Bali
Kalimantan
-Kalimantan Barat
340 096
23 007
33 593
30 054
150 845
4 108
40 052
18 900
796
36 003
2 737
33
-Nusa Tenggara Timur
159 380
4.20
61 943
2.03
21 680
Maluku dan Papua
377 021
-Maluku
95 174
-Maluku Utara
226 262
-Papua
31 640
-Papua Barat
23 945
TOTAL
3 796 144
* MT : Metrik ton (satuan volume)
9.93
2.51
5.96
0.83
0.63
100
346 430
76 123
242 070
9 870
18 367
3 050 253
11.36
2.50
7.94
0.32
0.60
100
121 251
26 643
84 725
3 455
6 428
2 111 962
Lampiran 3 Definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy
Tingkat
Kepentingan
Bilangan fuzzy
Definisi
Fungsi Keanggotaan
1
3
5
7
9
1๏ฟฝ
3๏ฟฝ
5๏ฟฝ
7๏ฟฝ
9๏ฟฝ
Sama penting
Sedikit lebih penting
Lebih penting
Sangat lebih penting
Mutlak lebih penting
(1,1,2)
(2,3,4)
(4,5,6)
(6,7,8)
(8,9,10)
Lampiran 4 Ilustrasi jok
Serat sabut kelapa
Rangka jok
Busa mold
Jok
Sumber : AISKI 2013
34
Lampiran 5 Rincian biaya investasi
No Komponen
1
Biaya Pra Investasi
a. Perijinan
IUI (Izin Usaha Industri)
UUG (Undang-Undang Gangguan)
AMDAL (Analisis Mutu&Dampak Lingkungan)
b. Biaya Riset
c. Studi kelayakan
TOTAL 1
2
Tanah bangunan
a. Tanah
b. Bangunan
TOTAL 2
3
Fasilitas Penunjang
a. Instalasi listrik
b. Instalasi air
c. Instalasi generator
TOTAL 3
4
Mesin dan Peralatan
a. Mesin pengurai sabut kelapa
b. Mesin pengayak sabut kelapa
c. Mesin Pengaduk
d. Pencetak jok
e. Pisau Potong
Jumlah
Satuan
1
1
1
1
1
paket
paket
paket
paket
paket
2 000
800
m2
m2
Harga satuan (Rp)
Nilai total (Rp)
20 000
25 000
100 000
3 000 000
2 500 000
20 000
25 000
100 000
3 000 000
2 500 000
5 600 000
10 416
173 600
20 832 000
138 880 000
159 712 000
1
1
1
paket
paket
paket
20 000 000
5 000 000
3 000 000
20 000 000
5 000 000
3 000 000
28 000 000
2
2
4
121
10
unit
unit
unit
unit
unit
30 000 000
12 000 000
70 000 000
15 000 000
5 000 000
60 000 000
24 000 000
280 000 000
1 815 000 000
50 000 000
35
Lampiran 5 Rincian biaya investasi … (lanjutan)
5
6
g. Mesin Pemotong Busa
h. Pompa
i. Genset
j. Boiler
k. Kompresor
TOTAL 4
Alat kantor
a. Komputer
b. Meja dan kursi kantor
c. Peralatan kantor
TOTAL 5
Sarana distribusi
a. Kendaraan truk
TOTAL 6
Bunga Selama Pembangunan
Kontingensi 10%
Total investasi
1
1
1
1
1
unit
unit
unit
unit
unit
45 000 000
10 000 000
20 000 000
85 000 000
5 000 000
45 000 000
10 000 000
20 000 000
85 000 000
5 000 000
2 394 000 000
3
5
2
unit
unit
unit
3 000 000
600 000
500 000
9 000 000
3 000 000
1 000 000
13 000 000
2
unit
200 000 000
400 000 000
400 000 000
214 522 308
321 483 431
3 536 317 739
36
Lampiran 6 Rincian nilai penyusutan dan nilai sisa
Nilai penyusutan
No
1
2
3
4
5
6
7
Komponen
Biaya pra investasi
Tanah
Bangunan
Fasilitas penunjang
Mesin dan peralatan
Alat kantor
Sarana distribusi
Total penyusutan
Niali residu (%) Umur
0
0
50
5
10
5
5
Nilai total
5
0
10
5
10
5
5
biaya penyusutan
5 600 000
20 832 000 138 880 000
28 000 000
2 394 000 000
13 000 000
400 000 000
1 120 000
13 888 000
5 600 000
239 400 000
2 600 000
80 000 000
342 608 000
Nilai sisa
No
1
2
3
4
5
6
Komponen
Tanah
Bangunan
Mesin dan peralatan
Fasilitas penunjang
Alat kantor
Sarana distribusi
Total Nilai Sisa
Niali residu (%) Umur
Nilai total (Rp)
Nilai sisa (Rp)
100
0
20 832 000
20 832 000
50
10
138 880 000
69 440 000
10
10
2 394 000 000
239 400 000
5
5
28 000 000
1 400 000
5
5
13 000 000
650 000
5
5
400 000 000
20 000 000
351 722 000
37
Lampiran 7 Rincian gaji tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung
No
Komponen
1 Tenaga Kerja Langsung
Pengurai
Pengayak
Pengaduk
Pencetak
Pemotong Jok
Pemotong Busa
Total tenaga kerja langsung
2
Tenaga Kerja Tidak Langsung
Manajer Produksi
Manajer Keuangan
Pemasaran
Staff Administrasi Produksi
Staff Keuangan
Pengemudi/kurir
Keamanan
Total tenaga kerja tidak
langsung
Jumlah
personil
Gaji Pokok/bulan
Total (Rp/bulan)
Total (Rp/tahun)
4
4
8
36
5
3
60
1 900 000
1 900 000
1 900 000
1 900 000
1 900 000
1 900 000
7 600 000
7 600 000
15 200 000
68 400 000
9 500 000
5 700 000
91 200 000
91 200 000
182 400 000
820 800 000
114 000 000
68 400 000
1 368 000 000
1
1
1
1
1
2
1
8
3 200 000
3 200 000
2 700 000
2 200 000
2 200 000
1 600 000
1 600 000
3 200 000
3 200 000
2 700 000
2 200 000
2 200 000
3 200 000
1 600 000
38 400 000
38 400 000
2 700 000
26 400 000
26 400 000
38 400 000
19 200 000
189 900 000
38
Lampiran 8 Rincian biaya bahan baku dan bahan penolong produksi jok serat sabut kelapa
No
Biaya
1
2
3
4
5
Serat kelapa
Busa
Lem
Sarung jok
Rangka
Satuan
Jumlah
(bulan)
kg
m
L
unit
unit
336 000
120 000
252 000
168 000
168 000
Harga (Rp)
Total (Rp/Bln)
3 000
50 000
15 000
35 000
200 000
1 008 000 000
6 000 000 000
3 780 000 000
5 880 000 000
33 600 000 000
Total
(Rp/tahun)
12 096 000 000
72 000 000 000
45 360 000 000
70 560 000 000
403 200 000 000
Lampiran 9 Rincian biaya operasional
Kapasitas Produksi (%)
Kapasitas Produksi (unit)
Tahun 1
Tahun 2
80%
90%
1 612 800
1 814 400
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
100%
100%
100%
2 016 000
2 016 000
2 016 000
Biaya variabel (Rp)
Serat Sabut Kelapa
9 676 800 000
10 886 400 000
12 096 000 000
12 096 000 000
12 096 000 000
Busa
57 600 000 000
64 800 000 000
72 000 000 000
72 000 000 000
72 000 000 000
Lem
36 288 000 000
40 824 000 000
45 360 000 000
45 360 000 000
45 360 000 000
Sarung Jok
56 448 000 000
63 504 000 000
70 560 000 000
70 560 000 000
70 560 000 000
39
Lampiran 9 Rincian biaya operasional… (lanjutan tahun 1-5)
Rangka
322 560 000 000
362 880 000 000
403 200 000 000
403 200 000 000
403 200 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
483 940 800 000
544 262 400 000
604 584 000 000
604 584 000 000
604 584 000 000
Tenaga Kerja Tidak
Langsung
189 900 000
189 900 000
189 900 000
189 900 000
189 900 000
Biaya Pemeliharaan
144 527 600
144 527 600
144 527 600
144 527 600
144 527 600
22 304 100
22 304 100
22 304 100
22 304 100
22 304 100
Penyusutan
342 608 000
342 608 000
342 608 000
342 608 000
342 608 000
Bunga investasi tetap
229 861 000
183 888 000
137 916 000
91 944 000
45 972 000
60 675 232 000
48 540 185 000
36 405 139 000
24 270 093 000
12 135 046 000
1 232 348 654
1 232 348 654
1 232 348 654
1 232 348 654
1 232 348 654
13 000 000
13 000 000
13 000 000
13 000 000
13 000 000
62 849 781 354
50 668 761 354
38 487 743 354
26 306 725 354
14 125 706 354
546 790 581 354
593 931 161 354
643 071 743 354
630 890 725 354
618 709 706 354
Tenaga Kerja Langsung
Total biaya variabel (Rp)
Biaya Tetap (Rp)
Premi asuransi
Bunga modal kerja
Distribusi & Pemasaran
Utilitas Kantor
Total Biaya Tetap (Rp)
Biaya Total (Rp)
40
Lampiran 9 Rincian biaya operasional… (lanjutan tahun 1-5)
HPP (Rp/kg)
339 032
327 894
318 984
312 942
306 900
BEP unit (kg)
90 566
71 860
53 903
36 534
19 850
Lampiran 9 Rincian biaya operasional… (lanjutan tahun 6-10)
Tahun 6
100%
Tahun 7
100%
Tahun 8
100%
Tahun 9
100%
Tahun 10
100%
2 016 000
2 016 000
2 016 000
2 016 000
2 016 000
Serat Sabut Kelapa
12 096 000 000
12 096 000 000
12 096 000 000
12 096 000 000
12 096 000 000
Busa
72 000 000 000
72 000 000 000
72 000 000 000
72 000 000 000
72 000 000 000
Lem
45 360 000 000
45 360 000 000
45 360 000 000
45 360 000 000
45 360 000 000
Sarung Jok
70 560 000 000
70 560 000 000
70 560 000 000
70 560 000 000
70 560 000 000
403 200 000 000
403 200 000 000
403 200 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
604 584 000 000
604 584 000 000
604 584 000 000
Kapasitas Produksi (%)
Kapasitas Produksi (unit)
Biaya variabel (Rp)
Rangka
Tenaga Kerja Langsung
Total biaya variabel (Rp)
Biaya Tetap (Rp)
403 200 000 000 403 200 000 000
1 368 000 000
1 368 000 000
604 584 000 000 604 584 000 000
41
Lampiran 9 Rincian biaya operasional… (lanjutan tahun 6-10)
Tenaga Kerja Tidak
Langsung
189 900 000
189 900 000
189 900 000
189 900 000
189 900 000
Biaya Pemeliharaan
144 527 600
144 527 600
144 527 600
144 527 600
144 527 600
22 304 100
22 304 100
22 304 100
22 304 100
22 304 100
342 608 000
342 608 000
342 608 000
342 608 000
342 608 000
-
-
-
-
-
1 232 348 654
1 232 348 654
1 232 348 654
1 232 348 654
1 232 348 654
13 000 000
13 000 000
13 000 000
13 000 000
13 000 000
1 944688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
608 528 688 354
608 528 688 354
608 528 688 354
300 857
300 857
300 857
300 857
300 857
2 656
2 656
2 656
2 656
2 656
Premi asuransi
Penyusutan
Bunga investasi tetap
Bunga modal kerja
Distribusi dan Pemasaran
Utilitas Kantor
Total Biaya Tetap (Rp)
Biaya Total (Rp)
HPP (Rp/kg)
BEP unit (kg)
608 528 688 354 608 528 688 354
42
Lampiran 10 Rincian biaya pemeliharaan
No
1
2
3
4
5
6
Komponen
Tanah
Bangunan
Mesin dan peralatan
Fasilitas penunjang
Alat kantor
Sarana distribusi
Total biaya pemeliharaan
Nilai residu (%)
0
2
5
5
5
5
Nilai total (Rp)
20 832 000
138 880 000
2 394 000 000
28 000 000
13 000 000
400 000 000
Nilai sisa (Rp)
2 777 600
119 700 000
1 400 000
650 000
20 000 000
144 527 600
Lampiran 11 Rincian biaya asuransi
No
1
2
3
4
5
6
Komponen
Tanah
Bangunan
Mesin dan peralatan
Fasilitas penunjang
Alat kantor
Sarana distribusi
Total biaya premi
Nilai residu (%)
0
0.75
0.75
0.75
0.75
0.75
Nilai total
20 832 000
138 880 000
2 394 000 000
28 000 000
13 000 000
400 000 000
Nilai sisa
1 041 600
17 955 000
210 000
97 500
3 000 000
22 304 100
43
Lampiran 12 Rincian laba rugi industri
tahun 1
80% (Rp)
tahun 2
90% (Rp)
tahun 3
100% (Rp)
tahun 4
100% (Rp)
tahun 5
100% (Rp)
Penjualan
Produksi per kg
1 612 800
1 814 400
2 016 000
2 016 000
2 016 000
Total penjualan
1 666 022 400 000
1 874 275 200 000
2 082 528 000 000
2 082 528 000 000
2 082 528 000 000
483 940 800 000
544 262 400 000
604 584 000 000
604 584 000 000
604 584 000 000
62 849 781 354
50 668 761 354
38 487 743 354
26 306 725 354
14 125 706 354
546 790 581 354
594 931 161 354
643 071 743 354
630 890 725 354
618 709 706 354
1 119 231 818 646
1 279 344 038 646
1 439 456 256 646
1 451 637 274 646
1 463 818 293 646
Pajak penghasilan
(28%)
313 384 909 221
358 216 330 821
403 047 751 861
406 458 436 901
409 869 122 221
Laba bersih
805 846 909 425
921 127 707 825
1 036 408 504 785
1 045 178 837 745
1 053 949 171 425
Pengeluaran
-Biaya variabel
-Biaya tetap
Total Pengeluaran
Laba sebelum
pajak
44
Lampiran 12 Rincian Laba Rugi Industri… (lanjutan)
Penjualan
Produksi per kg
Total penjualan
Pengeluaran
Biaya variabel
-Biaya tetap
-Total Pengeluaran
Laba sebelum pajak
Pajak penghasilan
(28%)
Laba bersih
tahun 6
100% (Rp)
tahun 7
100% (Rp)
tahun 8
100% (Rp)
tahun 9
100% (Rp)
tahun 10
100% (Rp)
2 016 000
2 016 000
2 016 000
2 082 528 000 000
2 082 528 000 000
2 082 528 000 000
2 016 000
2 082 528
000 000
2 016 000
2 082
528 000 000
604 584 000 000
604 584 000 000
604 584 000 000
604,584 000 000
604 584 000 000
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
606 528 688 354
606 528 688 354
606 528 688 354
606 528 688 354
606 528 688 354
1 475 999 311 646
1 475 999 311 646
1 475 999 311 646
1 475 999 311 646
1 475 999 311 646
413 279 807 261
413 279 807 261
413 279 807 261
413 279 807 261
413 279 807 261
1 062 719 504 385
1 062 719 504 385
1 062 719 504 385
1 062 719 504 385
1 062 719 504 385
45
Lampiran 13 Analisis break even point (BEP)
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Biaya Tetap (Rp)
62 849 781 354
50 668 761 354
38 487 743 354
26 306 725 354
14 125 706 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
1 944 688 354
Harga Jual
(Rp)
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
1 033 000
Biaya Variabel/
unit (Rp)
339 032
327 894
318 984
312 942
306 900
300 857
300 857
300 857
300 857
300 857
BEP (unit)
90 566
71 860
53 903
36 534
19 454
2 656
2 656
2 656
2 656
2 656
46
Lampiran 14 Rincian arus kas
Komponen
tahun
0
Penerimaan Bersih
Laba bersih
-
Depresiasi
Nilai Sisa
Subtotal
-
Pengeluaran Bersih
Investasi + bunga sebelum
pembangunan
Modal Kerja
Angsuran Modal Investasi
Tetap
Angsuran Modal Kerja
Subtotal
Arus Kas Bersih
Discount Factor
Present Value
Present Value Kumulatif
1
2
3
4
5
805 846 909 425
342 608 000
-
921 127 707 825 1 036 408 504 785 1 045 178 837 745
342 608 000
342 608 000
342 608 000
-
1 053 949 171 425
342 608 000
-
806 189 517 425
921 470 315 825 1 036 751 112 785 1 045 521 445 745
1 054 291 779 425
3 536 317 739
-
603 216 000 000
459 721 000
459 721 000
459 721 000
459 721 000
459 721 000
3 536 317 739
121 350 463 000
725 026 184 000
121 350 463 000
121 810 184 000
121 350 463 000
121 810 184 000
121 350 463 000
121 810 184 000
121 350 463 000
121 810 184 000
3 536 317 739 (54 328 581 150)
(32 019 784 350)
(9 710 990 430)
7 829 675 490
25 348 292 850
1.00
0.88
3 536 317 739 (47 866 591 321)
3 536 317 739 (51 402 909 060)
0.78
(24 855 738 982)
(76 258 648 042)
0.68
(6 641 649 327)
(82 900 297 369)
0.60
4 718 025 855
(78 182 271 514)
0.53
13 457 655 549
(64 724 615 966)
47
Lampiran 14 Arus Kas … (lanjutan)
Komponen
tahun
6
7
8
9
10
1 062 719 504 385
1 062 719 504 385
1 062 719 504 385
1 062 719 504385
1 062 719 504 385
-
342 608 000
1 063 062 112 385
342 608 000
342 608 000
1 063 062 112 385 1 063 062 112 385
342 608 000
1 063 062 112 385
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
42 911 008 770
0.47
20 072 134 343
42 911 008 770
0.41
17 684 699 862
42 911 008 770
0.36
15 581 233 358
42 911 008 770
0.32
13 727 958 906
42 911 008 770
0.28
12 008 066 746
(44 652 481 622)
(26 967 781 761)
(11 386 548 402)
2 341 410 504
14 349 477 250
Penerimaan Bersih
Laba bersih
Depresiasi
Nilai Sisa
Subtotal
Pengeluaran Bersih
Investasi + bunga sebelum
pembangunan
Modal Kerja
Angsuran Modal Investasi
Tetap
Angsuran Modal Kerja
Subtotal
Arus Kas Bersih
Discount Factor
Present Value
Present Value Kumulatif
48
Lampiran 15 Hierarki Penentuan Strategi Penyediaan Bahan Baku Industri Jok Serat Kelapa
Strategi Penyediaan Bahan Baku Industri Jok
Goal
Kontinuitas Produksi
Kriteria
Tujuan
Menjamin Pasokan Bahan Baku
agar Kuantitas yang Tepat pada
Harga dan Kualitas yang Tepat
Jaminan Mutu
Kesejahteraan Petani
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
Alternatif
Membeli bahan baku
dengan harga lebih tinggi
(Fitri 2014)
Membangun pabrik yang
lokasinya dekat dengan
bahan baku
(Azir 2014)
Bekerja sama dengan
petani kelapa dalam
hal pembibitan dan
bantuan modal
Terikat kontrak dengan
pemasok bahan baku
serat kelapa. Pengiriman
bahan baku dilakukan
seminggu sekali sesuai
dengan kapasitas pabrik
(Fitri 2014)
Memberikan bantuan modal
untuk pembelian mesin
kepada petani/industri
pengurai serat kelapa
49
Lampiran 16 Kuisioner penentuan strategi penyediaan bahan baku
KUESIONER PENENTUAN BOBOT FORMULASI STRATEGI PENYEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI JOK
SERAT KELAPA
Nama : Fransisca Pangestu Adi Arti
NRP : F34100098
Email : [email protected]
Kuesioner ini akan digunakan untuk memperoleh informasi sebagai bahan untuk penelitian saya tentang “Strategi Penyediaan
Bahan Baku Industi Jok Serat Kelapa”. Penelitian ini digunakan untuk penyusunan tugas akhir berupa Skripsi di Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama
:
Jabatan
:
Bersamaan dengan tanda tangan ini saya selaku responden bersedia mengisi Kuesioner Penelitian ini dengan sebaik-baiknya agar
didapatkan data yang representative untuk menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
Tanda Tangan
50
Petunjuk Pengisian
1. Mohon bapak/ibu memberikan hanya satu skor penilaian numerik untuk masing-masing
perbandingan kriteria dan alternatif.
2. Penilaian yang diberikan dinyatakan dalam skor atau nilai dengan ketentuan sebagai berikut:
Identitas Kepentingan
1
3
5
7
9
2,4,6,8
1/3
1/5
1/7
1/9
1/2, 1/4, 1/6, 1/8
Definisi Nilai
A sama penting dengan B
A sedikit lebih penting dari B
A jelas lebih penting dari B
A sangat jelas lebih penting dari B
A mutlak lebih penting dari B
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan (A dibandingkan
dengan B)
B sedikit lebih penting dari A
B jelas lebih penting dari A
B sangat jelas lebih penting dari A
B mutlak lebih penting dari A
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan (B dibandingkan
dengan A)
PENILAIAN BOBOT KRITERIA
ELEMEN FAKTOR
A
Kontinuitas Produksi
Jaminan Mutu
Kesejahteraan Petani
ELEMEN FAKTOR B
Kontinuitas
Produksi
Jaminan
Mutu
Kesejahteraan
Petani
51
PENILAIAN BOBOT TUJUAN STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
Berikan hasil perbandingan pada tabel berikut untuk menentukan alternatif berdasarkan masing-masing kriteria.
1. Kriteria Kontinuitas Produksi
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kelancaran Proses
Produksi
Meminimalkan
Biaya
Menjamin Pasokan Bahan Baku agar
Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
Kelancaran Proses Produksi
Meminimalkan Biaya
Menjamin Pasokan Bahan Baku agar
Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
2. Kriteria Jaminan Mutu
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kelancaran Proses
Produksi
Kelancaran Proses Produksi
Meminimalkan Biaya
Menjamin Pasokan Bahan Baku agar
Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
Meminimalkan
Biaya
Menjamin Pasokan Bahan Baku agar
Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
52
3. Kriteria Kesejahteraan Petani
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kelancaran Proses
Produksi
Kelancaran Proses Produksi
Meminimalkan Biaya
Menjamin Pasokan Bahan Baku
agar Kuantitas yang Tepat pada
Harga dan Kualitas yang Tepat
Meminimalkan
Biaya
Menjamin Pasokan Bahan Baku agar
Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
53
PENILAIAN BOBOT ALTERNATIF STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
Berikan hasil perbandingan pada tabel berikut untuk menentukan alternatif berdasarkan masing-masing kriteria.
1. Tujuan Kelancaran Proses Produksi
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Membeli bahan
baku
dengan
harga
lebih
tinggi
Membeli bahan baku
dengan harga lebih tinggi
Membangun pabrik yang
lokasinya dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama dengan
petani kelapa dalam hal
pembibitan
Memberikan bantuan
modal kepada industri
pengurai serat kelapa
Terikat kontrak dengan
pemasok bahan baku serat
kelapa
Membangun pabrik Bekerja sama dengan Memberikan
yang
lokasinya petani kelapa dalam bantuan
modal
dekat dengan bahan hal pembibitan
kepada
industri
baku
pengurai
serat
kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku serat
kelapa
54
2. Meminimalkan Biaya
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan harga
lebih tinggi
Membeli bahan baku
dengan harga lebih
tinggi
Membangun pabrik
yang lokasinya dekat
dengan bahan baku
Bekerja sama dengan
petani kelapa dalam hal
pembibitan
Memberikan bantuan
modal kepada industri
pengurai serat kelapa
Terikat kontrak dengan
pemasok bahan baku
serat kelapa
Membangun
pabrik
yang
lokasinya dekat
dengan
bahan
baku
Bekerja
sama
dengan petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan
modal
kepada industri
pengurai
serat
kelapa
Terikat kontrak
dengan pemasok
bahan baku serat
kelapa
55
3. Menjamin Pasokan Bahan Baku agar Kuantitas yang Tepat pada Harga dan Kualitas yang Tepat
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan harga
lebih tinggi
Membeli bahan baku
dengan harga lebih
tinggi
Membangun pabrik
yang lokasinya dekat
dengan bahan baku
Bekerja sama dengan
petani kelapa dalam hal
pembibitan
Memberikan bantuan
modal kepada industri
pengurai serat kelapa
Terikat kontrak dengan
pemasok bahan baku
serat kelapa
Membangun
pabrik
yang
lokasinya dekat
dengan
bahan
baku
Bekerja
sama
dengan petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan
modal
kepada industri
pengurai
serat
kelapa
Terikat kontrak
dengan pemasok
bahan baku serat
kelapa
56
Lampiran 17 Daftar nama pakar
•
•
•
•
•
Mawardin M. Simpala, STP, MSc.
Market Development Officer Asian and Pacific Coconut Community
Fitri
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia dan Pengusaha Serat
Kelapa
Ady Indra Pawennari
Ketua Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia
H. Azir
Pemilik Usaha CV. Serat Kelapa
Syarif
Manager Produksi PT Meiwa Indonesia
57
Lampiran 18 Hasil matriks perbandingan berpasangan fuzzy AHP
GABUNGAN 5 PAKAR
MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN FUZZY
PENILAIAN BOBOT KRITERIA
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kontinuitas Produksi
Kontinuitas Produksi
1
Jaminan Mutu
~
3-1
~
3-1
Kesejahteraan Petani
Jaminan Mutu
Kesejahteraan Petani
~
3
1
~
3
~
3
1
~
3-1
PENILAIAN BOBOT TUJUAN STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
1. Kriteria Kontinuitas Produksi
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
1
Kelancaran Proses
Produksi
~
5
1
~
5-1
~
3-1
Kelancaran Proses
Produksi
Meminimalkan
Biaya
~
3
~
1
1
~
1
2. Kriteria Jaminan Mutu
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
1
~
3-1
3
Meminimalkan
Biaya
~
3
1
~
5
Kelancaran Proses
Produksi
~
3-1
~
5-1
1
58
3. Kriteria Kesejahteraan Petani
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
Meminimalkan
Biaya
1
~
3-1
~
1
Kelancaran Proses
Produksi
Kelancaran Proses
Produksi
~
3
~
1
1
~
1
1
~
1
PENILAIAN BOBOT ALTERNATIF STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
1. Tujuan Menjamin Pasokan Bahan Baku agar Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
ELEMEN
FAKTOR A
Membeli bahan
baku dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya dekat
dengan bahan
baku
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
1
~
1
~
1
~
3-1
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
~
1
~
1
1
~
3-1
~
1
~
1
~
3-1
~
1
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal pembibitan
~
1
3
1
~
1
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
~
3
~
1
~
3-1
1
59
pengurai serat
kelapa
Terikat kontrak
dengan
~
1
~
1
~
3
~
3-1
1
2. Meminimalkan Biaya
ELEMEN
FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
1
~
9-1
~
3-1
~
3-1
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
~
3-1
Membangun
pabrik yang
lokasinya dekat
dengan bahan
baku
~
9
1
~
5
~
3-1
~
1
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal pembibitan
~
3
~
5-1
1
~
1
~
3-1
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
~
3
~
3
~
1
1
1
Terikat kontrak
dengan
~
3
~
1
~
3
~
1
1
Membeli bahan
baku dengan
harga lebih
tinggi
Membeli
bahan
baku
dengan
harga lebih
tinggi
60
3. Kelancaran Proses Produksi
ELEMEN
FAKTOR A
Membeli bahan
baku dengan
harga lebih
tinggi
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga lebih
tinggi
1
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
~
5-1
~
3-1
~
3-1
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
~
1
Membangun
pabrik yang
lokasinya dekat
dengan bahan
baku
~
5
1
~
5-1
~
3
~
1
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal pembibitan
~
3-1
~
1
1
~
1
~
3-1
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
~
3
~
1
~
1
1
~
1
Terikat kontrak
dengan
~
1
~
1
~
3
~
3
1
61
Lampiran 19 Hasil matriks α-cut fuzzy
MATRIKS α-CUT FUZZY
PENILAIAN BOBOT KRITERIA
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kontinuitas Produksi
Kontinuitas Produksi
Jaminan Mutu
Kesejahteraan Petani
1
[2,4]
[2,4]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
1
[2,4]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
1
Jaminan Mutu
Kesejahteraan Petani
PENILAIAN BOBOT TUJUAN STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
1. Kriteria Kontinuitas Produksi
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
1
[4,6]
[1,2]
[1/ 6, 1/ 4 )]
1
[1,2]
[1,2]
[1,2]
1
2. Kriteria Jaminan Mutu
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
1
[2,4]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
1
[1/ 6 , 1/ 4 ]
[2,4]
[4,6]
1
62
3. Kriteria Kesejahteraan Petani
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
1
[2,4]
[1,2]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
1
[1,2]
[1,2]
[1,2]
1
PENILAIAN BOBOT ALTERNATIF STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
1. Tujuan Menjamin Pasokan Bahan Baku agar Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
ELEMEN
FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
1
[1,2]
[1,2]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1,2]
[1,2]
1
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1,2]
[1,2]
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal pembibitan
[1,2]
[2,4]
1
[1,2]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
Memberikan
bantuan modal
[2,4]
[1,2]
[1,2]
1
[1,2]
Membeli bahan
baku dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya dekat
dengan bahan
baku
63
kepada industri
pengurai serat
kelapa
Terikat kontrak
dengan
[1,2]
[1,2]
[2,4]
[1,2]
1
2. Meminimalkan Biaya
ELEMEN
FAKTOR A
Membeli bahan
baku dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya dekat
dengan bahan
baku
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
Terikat kontrak
dengan
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
1
[1/ 10 , 1/ 8 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1/ 4 , 1/ 2]
[8,10]
1
[4,6]
[1/ 4 , 1/ 2]
[1,2]
[2,4]
[1/ 6 , 1/ 4 ]
1
[1,2]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[2,4]
[2,4]
[1,2]
1
[1,2]
[2,4]
[1,2]
[2,4]
[1,2]
1
64
3. Kelancaran Proses Produksi
ELEMEN
FAKTOR A
Membeli bahan
baku dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya dekat
dengan bahan
baku
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
Terikat kontrak
dengan
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan modal
kepada industri
pengurai serat
kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
1
[1/ 6 , 1/ 4 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[4,6]
1
[4,6]
[2,4]
[1,2]
[2,4]
[4,6]
1
[1,2]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[2,4]
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[1,2]
1
[1/ 4 , 1/ 2 ]
[2,4]
[1,2]
[2,4]
[2,4]
1
65
Lampiran 20 Hasil nilai crips matriks perbandingan berpasangan x, λ max , CI dan CR
GABUNGAN 5 PAKAR
NILAI CRISP MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN, x, λ max , CI dan CR
PENILAIAN BOBOT KRITERIA
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kontinuitas
Produksi
Jaminan Mutu
Kesejahteraan
Petani
x
Kontinuitas Produksi
Jaminan Mutu
1.0000
0.3750
3.0000
1.0000
3.0000
3.0000
0.5619
0.2905
Kesejahteraan Petani
0.3750
0.3750
1.0000
0.1476
λ max = 3.0000
CI = 0.0000
CR = 0.0000
PENILAIAN BOBOT TUJUAN STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
Berikan hasil perbandingan pada tabel berikut untuk menentukan alternatif berdasarkan masingmasing kriteria.
1. Kriteria Kontinuitas Produksi
ELEMEN
FAKTOR A
Menjamin
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
λ max = 3. 0291
ELEMEN FAKTOR B
Kelancaran Proses
Produksi
X
5.0000
3.0000
0.6146
1.0000
1.5000
0.1791
0.3750
1.5000
CI = 0.0145
1.0000
CR = 0.0279
0.2063
Pasokan Bahan
Baku
1.0000
Meminimalkan
Biaya
0.2080
2. Kriteria Jaminan Mutu
ELEMEN FAKTOR
A
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
X
1.0000
3.0000
3.0000
0.4249
0.3750
1.0000
0.2080
0.0821
66
Kelancaran Proses
Produksi
λ max = 3.0385
3.0000
5.0000
1.0000
CR = 0.0370
CI = 0.0192
0.4930
3. Kriteria Kesejahteraan Petani
ELEMEN FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Menjamin Pasokan
Bahan Baku
Meminimalkan Biaya
Kelancaran Proses
Produksi
λ max = 3.1356
Meminimalkan
Biaya
Kelancaran
Proses Produksi
x
1.0000
3.0000
1.5000
0.4228
0.3750
1.0000
1.5000
0.2291
1.5000
0.0678
1.0000
CR = 0.1303
0.3481
1.5000
CI =
PENILAIAN BOBOT ALTERNATIF STRATEGI PENYEDIAAN
BAHAN BAKU INDUSTRI JOK SABUT KELAPA
1. Tujuan Menjamin Pasokan Bahan Baku agar Kuantitas yang Tepat pada Harga dan
Kualitas yang Tepat
ELEMEN
FAKTOR A
Membeli
bahan baku
dengan harga
lebih tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan
petani kelapa
dalam hal
pembibitan
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga
lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat
dengan
bahan baku
Bekerja
sama
dengan
petani
kelapa
dalam hal
pembibitan
Memberikan
bantuan
modal
kepada
industri
pengurai
serat kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan
baku serat
kelapa
x
1.0000
1.5000
1.5000
0.3750
1.5000
0.1759
1.5000
1.0000
0.3750
1.5000
1.5000
0.1865
1.5000
3.0000
1.0000
1.5000
0.3750
0.2182
67
Memberikan
bantuan
modal
kepada
industri
pengurai
serat kelapa
Terikat
kontrak
dengan
3.0000
1.0000
0.3750
1.0000
1.5000
0.2007
1.5000
1.5000
3.0000
0.3750
1.0000
0.2187
λ max = 5.3309
CI = 0.0827
CR = 0.0738
2. Meminimalkan Biaya
ELEMEN
FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga
lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat
dengan
bahan baku
Bekerja
sama
dengan
petani
kelapa
dalam hal
pembibitan
Memberikan
bantuan
modal
kepada
industri
pengurai
serat kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
x
1.0000
0.1136
0.3750
0.3750
0.3750
0.0529
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
9.0000
1.0000
5.0000
0.3750
1.5000
0.3000
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal
pembibitan
3.0000
0.208
1.0000
0.3750
0.1360
1.5000
0.2714
Membeli
bahan baku
dengan harga
lebih tinggi
Memberikan
bantuan
modal kepada
industri
pengurai
serat kelapa
3.0000
3.0000
1.5000
1.5000
1.0000
68
Terikat
kontrak
dengan
3.0000
λ max = 5.3790
1.5000
CI =
3.0000
0.0947
1.5000
1.0000
0.2397
CR = 0.0853
3. Kelancaran Proses Produksi
ELEMEN
FAKTOR A
Membeli
bahan baku
dengan harga
lebih tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat dengan
bahan baku
Bekerja sama
dengan petani
kelapa dalam
hal
pembibitan
Memberikan
bantuan
modal kepada
industri
pengurai
serat kelapa
Terikat
kontrak
dengan
ELEMEN FAKTOR B
Membeli
bahan
baku
dengan
harga
lebih
tinggi
Membangun
pabrik yang
lokasinya
dekat
dengan
bahan baku
Bekerja
sama
dengan
petani
kelapa
dalam hal
pembibitan
Memberikan
bantuan
modal
kepada
industri
pengurai
serat kelapa
Terikat
kontrak
dengan
pemasok
bahan baku
serat kelapa
x
1.0000
0.2080
0.3750
0.3750
1.5000
0.1074
5.0000
1.0000
0.2080
3.0000
1.5000
0.2525
0.3750
1.5000
1.0000
1.5000
0.3750
0.1389
3.0000
1.5000
1.5000
1.0000
1.5000
0.2307
1.5000
1.5000
3.0000
3.0000
1.0000
0.2705
λ max = 5.4743
CI = 0.108
CR = 0.1058
69
Lampiran 69 Ketersediaan butir kelapa tahun 2013
Provinsi
Sumatra
-Aceh
-Sumatra Utara
-Sumatra Barat
-Riau
-Kepulauan Riau
-Jambi
-Sumatra Selatan
-Bangka Belitung
-Lampung
-Bengkulu
Luas
Lahan (Ha)
1 213 384
109 628
113 337
92 523
526 574
37 367
118 641
68 038
9 213
130 953
7 110
Pohon
kelapa
8 667
783
810
661
3 761
267
847
486
66
935
51
Butir
Kelapa
260 011
23492
24 287
19 826
112 837
8 007
25 423
14 580
1 974
28 061
1 524
Jawa
-Jawa Barat
-Banten
-Jawa Tengah
-Jawa Timur
-D.I. Yogyakarta
881 836
186 758
117 472
236 402
297 174
44 030
6 299
1 334
839
1 689
2 123
315
188 965
40 020
25 173
50 658
63 680
9 435
71 170
508
15 251
Kalimantan
-Kalimantan Barat
-Kalimantan Selatan
-Kalimantan Tengah
-Kalimantan Timur
273 016
107 437
49 514
82 204
33 861
1 950
767
354
587
242
58 503
23 022
10 610
17 615
7 256
Sulawesi
-Sulawesi Utara
-Gorontalo
-Sulawesi Tengah
-Sulawesi Selatan
-Sulawesi Tenggara
-Sulawesi Barat
748 291
275 165
70 827
178 519
110 571
57 286
55 923
5 345
1 965
506
1 275
790
409
399
160 348
58 964
15 177
38 254
23 694
12 276
11 984
Bali
70
Nusa Tenggara
-Nusa Tenggara Barat
-Nusa Tenggara Timur
Maluku dan Papua
-Maluku
-Maluku Utara
-Papua
-Papua Barat
TOTAL
231 426
72 046
159 380
1 653
515
1 138
49 591
15 438
34 153
377 021
95 174
226 262
31 640
23 945
3 796 144
2 693
680
1 616
226
171
27 115
80 790
20 394
48 485
6 780
5 131
813 459
27
RIWAYAT HIDUP
Fransisca Pangestu Adi Arti lahir di Jakarta, 3 Desember 1991 dari
pasangan Drs. Constantinus Soenarto dan Agustina Warianingsih, sebagai anak
pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada Tahun 2010 di
SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan dan pada tahun yang sama diterima di IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti
perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten
praktikum Teknik Penyimpanan dan Penggudangan, dan Teknik Optimasi.
Penulis aktif di beberapa anggota organisasi yaitu KEMAKI, MAX dan Koran
Kampus pada tahun 2010.
Penulis melaksanakan Praktik Lapang pada tahun 2013 dengan judul
“Mempelajari Aspek Produksi, dan Pengawasan Mutu di Pabrik Tapioka Cikeruh”.
Lokasi praktik lapang berada di Tasikmalaya-Jawa Barat. Pada tahun 2014 ini
penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Strategi Penyediaan Bahan Baku
Industri Jok Serat Sabut Kelapa”.
Download