PEMERIKSAAN PROTEIN URIN PADA WANITA HAMILTRIMESTER III DENGAN HIPERTENSI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan pada Program Studi D3 Analis Kesehatan Oleh : ISNAENI NURJANAH NIM. 13DA277022 PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 PEMERIKSAAN PROTEIN URIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN HIPERTENSI1 Isnaeni Nurjanah2 Atun Farihatun3 Minceu Sumirah4 INTISARI Proteinuria terbentuk dari pembentukan urin dalam glomerulus, apabila filtrasi glomerulus mengalami kebocoran yang hebat, molekul protein besar akan terbuang dalam urin sehingga menyebabkan proteinuria. Proteinuria pada kehamilan normalnya tidak terjadi, tetapi terdapat kenaikan hemodinamika ginjal dan diikuti dengan tekanan vena renalis. Kenaikan tekanan vena renalis ini akan menyebabkan proteinuria terutama pada posisi ortostatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil pemeriksaan protein urin pada wanita hamil trimester III dengan hipertensi. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 30 orang ibu hamil trimester III dengan hipertensi yang melakukan pemeriksaan di Laboratorium UPTD Puskesmas Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian ini diperoleh protein urin negatif sebanyak 8 orang (27%), positif satu sebanyak 10 orang (33%), dan positif dua sebanyak 12 orang (40%). Nilai normal protein urin yaitu dinyatakan negatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diperoleh protein urin negatif sebanyak 8 orang (27%), positif satu sebanyak 10 orang (33%), dan positif dua sebanyak 12 orang (40%). Kata Kunci : Protein Urin, Ibu Hamil, Hipertensi Kepustakaan : 16, 2004 – 2012 Keterangan : 1 judul, 2 nama mahasiswa, 3 nama pembimbing 1, 4 nama pembimbing 2 iv EXAMINATION OF URINE PROTEIN IN THE III TRIMESTER OF PREGNANT WOMEN WITH HYPERTENSION1 Isnaeni Nurjanah2 Atun Farihatun3 Minceu Sumirah4 ABSTRACT Proteinuria is formed from the formation of urine in the glomerulus, the glomerulus filtration when leak is superb, large protein molecules will be wasted in the urine causing the proteinuria. Proteinuria in pregnancy is normally not the case, but there is an increase in hemodinamika renal venous pressure and followed by the left. This left venous pressure increase will cause proteinuria primarily at the position of ortostatik. This research aims to know the results of examination of urinary protein in the III trimester pregnant women with hypertension. The research design used was descriptive. The sample of this research as many as 30 people III trimester of pregnant women with hypertension who conducted the inspection in the laboratory UNIT for Clinics Ciamis. The results of this research obtained a negative urine protein as many as 8 people (27%), positive one as many as 10 people (33%), and positive two-as many as 12 people (40%). Normal value of urine protein that is expressed negative. The conclusions of this research are negative urine proteins obtained as many as 8 people (27%), positive one as many as 10 people (33%), and positive two-as many as 12 people (40%). Keywords Library Description : Urine Protein, Expectant Mothers, Hypertension : 16, 2004 – 2012 : 1 the title of the, 2 name of student, 3 name of supervisor 1, 4 name of supervisor 2 v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus agar berlangsung dengan baik, karena kehamilan mengandung kehidupan ibu maupun janin. Kehamilan normal berlangsung sekitar 40 minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode menstruasi terakhir sampai melahirkan. Resiko kehamilan bersifat dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat menjadi beresiko tinggi (Siwi, 2015). Wanita hamil akan mengalami perubahan yaitu fisiologis yang timbul selama masa kehamilan. Perubahan fisiologis, dimana terdiri dari perubahan pada ovarium, vagina, vulva, uterus, serta payudara. Perubahan yang terjadi pada sistem tubuh secara umum yaitu meliputi perubahan sistem kerdiovaskular, perubahan sistem skeletal, perubahan sistem endokrin, perubahan sistem respiratori, perubahan sistem gastrointestinal, serta perubahan sistem urinaria (Sulistyawati, 2010). Seperti yang telah dijelaskan dalam ayat Al Quran surat Lukman : 14 yang berbunyi : Artinya :“Dan Kami perintahkan kepada manusia(agar berbuat baik)kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu”. (Q.S. Lukman : 14). 1 2 Hubungan ayat diatas dengan penelitian ini bahwa seorang anak harus berbakti pada orang tua terutama pada ibunya, karena pada saat ibu mengandung banyak komplikasi kehamilan yang terjadi, salah satunya tekanan darah tinggi yang menyebabkan pereklamsia bahkan eklampsia. Adanya perubahan-perubahan tersebut wanita hamil harus selalu waspada dan berhati-hati dengan cara selalu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, seperti pemeriksaan protein urin, khususnya adalah mengontrol tekanan darah, karena kasus yang masih sering terjadi pada wanita hamil yaitu naiknya tekanan darah atau hipertensi, terutama pada kehamilan pertama (Saifuddin, 2008). Hipertensi menjadi penyebab angka mortalitas dan mordibitas bayi yang cukup tinggi. Kejadian hipertensi pada kehamilan sekitar 515% dan merupakan satu di antara 3 penyebab mortalitas dan mordibitas ibu bersalin disamping infeksi dan perdarahan. Hipertensi pada kehamilan ini di tandai dengan naiknya tekanan darah yaitu tekanan sistolik ≥140 mmHg dan tekanan diastolic ≥90 mmHg (Ronald, 2011), akibat yang bisa ditimbulkan adalah jika hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah halus dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Hasilnya adalah peningkatan progresifitas proteinuria (adanya protein dalamurin) (Hutahaean Serri, 2013). Urin normal sangat sedikit mengandung protein yaitu ≤ 15 mg/dl untuk urin sewaktu, sedangkan untuk urin 24 jam normalnya yaitu 25150 mg/24 jam. Adanya protein urin yang melebihi kadar yang sudah ditentukan dapat dikatakan tidak normal atau bisa juga disebut proteinuria (Tapan, 2004), hal ini merupakan tanda adanya gangguan pada ginjalnya, pertumbuhan dan fungsi pembuluh darah akan terganggu karena kandungan protein tersebut, dan dapat mengidikasikan terjadinya pre eklampsia, ini sangat berbahaya baik 3 bagi wanita hamil maupun janin yang di kandungnya dan bisa menyebabkan kematian. Pre eklampsia atau sering disebut toksemia, hal ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, jaringan membengkak, dan kebocoran protein dari ginjal di dalam air seni sehingga terjadi proteinuria (Mochtar, 2012). Pemeriksaan yang sangat dianjurkan untuk diagnosa penunjang dari kelainan fungsi ginjal yaitu pemeriksaan protein urin, karena jika di dalam urin ditemukan adanya protein albumin, maka itu adalah tanda adannya proses kerusakan awal di ginjal (Hutahaean Serri, 2013). Berdasarkan alasan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji pemeriksaan protein urin pada wanita hamil yang menderita hipertensi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di rumuskan masalah yaitu “Bagaimana Hasil Pemeriksaan Protein Urin pada Wanita Hamil trimester III yang menderita Hipertensi?” C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini diantaranya : 1. Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil pemeriksaan protein urin. 2. Tujuan khusus Mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan protein urin pada wanita hamil yang menderita hipertensi. 4 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya : 1. Manfaat bagi akademik Memberi tambahan referensi penelitian di bidang klinik terutama mengenai protein urin. 2. Manfaat bagi peneliti Menambah keterampilan dan pengetahuan dalam pemeriksaan protein urin dan tekanan darah. 3. Manfaat bagi wanita hamil Memberikan manfaat kepada wanita hamil akan pentingnya pemeriksaan rutin kehamilan khususnya protein urin dan tekanan darah, sehingga dapat diketahui sedini mungkin penyakit yang terjadi dan menghindari terjadinya preeklampsia yang membahayakan bagi wanita hamil. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini berbeda dengan penelitian Ade Aip Solihuddin (2012) di RSUD Prof. Dr.Margono Soekarjo Purwokerto, tentang “Gambaran hasil urinalisis pada pasien gagal ginjal”. Dalam penelitian ini akan dikaji hasil pemeriksaan protein urin pada ibu hamil. Persamaan dalam penelitian ini menggunakan sampel urin. Perbedaanya subjek yang diteliti untuk mengetahui hasil pemeriksaan protein adalah wanita hamil trimester III dengan hipertensi. Sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan subjek penyakit gagal ginjal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Pengertian Kehamilan Kehamilan dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Mu’minun ayat 12-14 yang berbunyi : Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Q.S. Al-Mu’minum ayat 12-14). Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm. Masa kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal yaitu 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Guyton, 2007). 5 6 2. Tanda-tanda kehamilan Menurut Siwi Elisabeth (2015), tanda-tanda kehamilan adalah : a. Amenorea (tidak dapat haid), gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi. b. Mual dan muntah, umumnya terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan. c. Mammae membesar, tegang dan sedikit nyeri. d. Mengidam (Pica), sering terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi menghilang dengan makin tuanya usia kehamilan. e. Anoreksia (tidak ada nafsu makan), terjadi pada bulan-bulan pertama, tetapi setelah itu nafsu makan timbul lagi, hendaknya pola makan dijaga jangan sampai tidak sesuai dengan tuanya usia kehamilan. 3. Fisiologi Kehamilan Menurut Pujiningsih (2010), proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang terdiri dari : a. Ovulasi yaitu proses penempelan ovum yang dipengaruhi oleh sistem hormon yang kompleks. b. Terjadi migrasi spermatozoa dan ovum dengan gerak aktif tuba yang memiliki fibriae, maka ovum ditangkap dan menuju uterus, sedangkan spermatozoa masuk ke dalam alat genetalia menuju tuba fallopi. c. Konsepsi dan pertumbuhan zigot yaitu pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa. d. Nidasi (implantasi) adalah proses penempelan hasil konsepsi di dalam endometrium. e. Pembentukan plasenta. f. Tumbuh kembang konsepsi hingga aterm. 7 4. Usia kehamilan Menurut Siwi Elisabeth (2015), kehamilan berlangsung selama 9 bulan atau 40 minggu. Kehamilan dibagi menjadi tiga periode atau trimester : a. Kehamilan trimester I : 0-3 bulan / 0-12 minggu Dalam masa kehamilan trimester pertama terjadi pertumbuhan dan perkembangan pada sel telur yang telah dibuahi dan terbagi dalam 3 fase yaitu fase ovum, fase embrio dan fase janin. Fase ovum sejak proses pembuahan sampai proses implantasi pada dinding uterus, fase ini ditandai dengan proses pembelahan sel yang kemudian disebut dengan zigot. Fase ovum memerlukan waktu 10-14 hari setelah proses pembuahan. Fase embrio ditandai dengan proses pembentukan organ–organ utama, fase ini berlangsung 2-8 minggu. Fase janin berlangsung dari 8 minggu sampai tibanya waktu melahirkan. Pada fase ini tidak ada lagi proses pembentukan melainkan proses pertumbuhan dan perkembangan. b. Kehamilan trimester II: 4 – 6 bulan /13-28 minggu Masa kehamilan trimester II merupakan suatu periode pertumbuhan yang cepat. Pada periode ini bunyi jantung janin sudah dapat didengar, gerakan janin jelas, panjang janin kurang lebih 30 cm dan beratnya kurang lebih 600 gr. Pada periode ini dokter atau bidan biasanya mengadakan pemeriksaan terhadap berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan urin, detak jantung baik ibu maupun janin serta kaki dan tangan untuk melihat adanya pembengkakan (oedeme) dan gejala-gejala yang umum terjadi. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui kemungkinan timbulnya penyakit yang membahayakan proses pertumbuhan dan perkembangan janin sampai pada akhir masa kehamilan. 8 c. Kehamilan trimester III: 7 – 9 bulan /29-40 minggu Trimester III kehamilan adalah periode penyempurnaan bentuk dan organ–organ tubuh janin untuk siap dilahirkan. Berat janin pada usia kehamilan trimester ini mencapai 2,5 kg. semua fungsi organ–organ tubuh yang mengatur kehidupan sudah berjalan dengan sempurna. Saat memasuki usia kehamilan trimester III wanita hamil akan sering berkemih karena pembengkakan vaskuler yang menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus dan penurunan fungsi kandung kemih. Oleh karena adanya perubahan tersebut, pemeriksaan rutin lebih sering dilakukan biasanya 2 kali seminggu. Hal ini dimaksudkan untuk memantau lebih teliti setiap pertumbuhan dan perkembangan janin, kondisi fisik maupun psikis calon ibu, kemungkinan yang akan terjadi pada calon ibu maupun janin selama sisa proses kehamilan serta dalam menghadapi proses persalinan 5. Komplikasi kehamilan Komplikasi yang mungkin terjadi pada wanita hamil : a. Perdarahan Menurut Pujiningsih (2010), perdarahan dalam kehamilan dibagi menjadi 2 : 1) Perdarahan abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin bisa hidup diluar kandungan terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu 2) Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, biasanya perdarahan antepartum lebih banyak dan berbahaya b. Hipertensi Hipertensi dalam kehamilan ini ditandai dengan naiknya tekanan darah yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Ronald, 2011). 9 c. Pre Eklamsia Kumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, protein urin dan oedema. d. Eklamsia Kumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil bersalin dan dalam ibu nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, protein urin, dan oedema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma (Siwi Elisabeth, 2015). 6. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi dalam kehamilan ini di tandai dengan naiknya tekanan darah yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.Tekanan darah tinggi atau hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri-arteri. Tekanan darah tinggi bukan berarti tegangan emosi yang berlebihan, meskipun tegangan emosi dan stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Tekanan darah normal adalah di bawah 129/85 dan suatu tekanan darah dari 140/90 dan diatasnya dianggap tinggi (Ronald, 2011). b. Klasifikasi hipertensi Tabel 2.1. Klasifikasitekanan darah Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal Prehipertensi Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2 <120 120-139 140-159 ≥160 <80 80-89 90-99 ≥100 Sumber : Kowalsky, Robert E. Terapi Hipertensi. Bandung: Qanita. 2010. 10 c. Faktor-faktor penyebab hipertensi 1) Usia Seiring bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit hipertensi juga semakin meningkat. Meskipun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun ke atas. Diantara orang Amerika baik yang berkulit hitam maupun berkulit putih yang berusia 65 tahun keatas, setengahnya menderita penyakit hipertensi.Peningkatan tekanan darah sesuai dengan pertambahan usia dan hal ini merupakan fisiologis tubuh. Peningkatan tekanan darah ini disebabkan oleh perubahan fisiologis pada jantung, pembuluh darah, dan hormon (Sheps, 2005). 2) Riwayat keluarga Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua menderita penyakit hipertensi maka sepanjang hidup anaknya akan mempunyai 25% kemungkinan menderita hipertensi. Jika kedua orang tua menderita penyakit hipertensi maka kemungkinan anaknya menderita penyakit hipertensi menjadi 60%. Penelitian terhadap penderita hipertensi pada orang yang kembar dan anggota keluarga yang sama menunjukkan bahwa kasus-kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005). 3) Jenis kelamin Hipertensi banyak diderita pada jenis kelamin lakilaki baik pada dewasa awal maupun dewasa tengah. Namun, setelah usia 55 tahun ketika wanita mengalami menopause, hipertensi menjadi lebih lazim dijumpai pada wanita. Diantara penduduk Amerika yang berusia 18 tahun keatas, 34% pria dan 31% wanita berkulit hitam 11 menderita penyakit hipertensi. Pada pria berkulit putih 25% dan pada wanita berkulit putih 21% menderita penyakithipertensi. Sedangkan pada keturunan Asia dan suku-suku di Kepulauan Pasifik ditemukan hanya 10% pria dan 8% wanita menderita penyakit hipertensi (Sheps, 2005). 4) Konsumsi garam yang tinggi Dari data statistik ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah; dan pengeluaran garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut (Sheps, 2005). 5) Kegemukan atau makan berlebihan Hasil penelitian kesehatan yang banyak dilaksanakan, terbukti bahwa ada hubungan antara kegemukan (obesitas) mekanisme bagaimana dan hipertensi. kegemukan Meskipun menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi sudah terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah (Sheps, 2005). 6) Kurangnya kontrol kesehatan secara rutin Kurangnya kontrol kesehatan secara rutin, akibat yang dapat ditimbulkan yaitu, jika pada wanita hamil menderita hipertensi yang tidak terkontrol akan terjadi kerusakan pembuluh darah halus dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Hasilnya adalah peningkatkan progresifitas proteinuria (adanya protein dalam urin) (Hudson, 2008). 12 hal ini merupakan tanda dari gangguan pada ginjalnya, pertumbuhan dan fungsi dari pembuluh darah akan terganggu karena kandungan protein tersebut, dan dapat mengindikasikan terjadinya pre eklamsia, ini sangat berbahaya baik bagi wanita hamil maupun janin yang dikandungnya dan bisa menyebabkan kematian. Pre eklampsia atau sering juga disebut toksemia ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, jaringan membengkak, dan kebocoran protein dari ginjal di dalam air seni sehingga terjadi proteinuria (Mochtar, 2012). d. Bahaya hipertensi dalam kehamilan 1) Penurunan fungsi ginjal Ginjal sehat akan bekerja membersihkan darah dengan cara mengeluarkan cairan, mineral, dan zat-zat sisa yang berlebihan dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi menghasilkan hormon-hormon untuk menjaga kekuatan tulang dan tekanan darah. Jika ginjal sudah tidak mampu berfungsi, maka zat-zat sisa yang berbahaya bagi kesehatan akan menumpuk dalam tubuh, tekanan darah dapat meningkat, tubuh akan kekurangan sel-sel darah merah, dan tubuh akan kelebihan cairan yang seharusnya dikeluarkan. Bila hal ini terjadi, maka diperlukan terapi tertentu untuk menggantikan kerja ginjal yang sudah gagal, yakni dengan transplantasi atau hemodialisa (cuci darah).Hipertensi mempunyai peran penting terhadap gangguan ginjal, dimana terlihat gejala proteinuria, menurunkan Glomerulus Filtrat Rate (GFR) hingga menyebabkan penyakit penyakit hipertensi gagal dapat ginjal. Dicurigai mengakibatkan juga kelahiran prematur dan kematian yang berhubungan dengan hipertensi arterosklerosis. Hipertensi berdampak negatif 13 pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian (Dalimarta, 2008). 2) Keracunan kehamilan (Pre Eklamsia) Pre Eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan protein urin akibat kehamilan, terutama pada komplikasi primigravida terjadi setelah usia gestasi 20 sampai 40 minggu (Siwi Elisabeth, 2015). 7. Pre Eklamsia a. Pengertian Pre Eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan protein urin akibat kehamilan, terutama pada komplikasi primigravida terjadi setelah usia gestasi 20 sampai 40 minggu (Siwi Elisabeth, 2015). Bila terjadi pre eklampsia, gejala yang paling umum adalah sakit kepala, gangguan penglihatan (sering dalam bentuk kilatan cahaya), muntah, nyeri epigastrium, dan edema (bengkak).Terkadang pre eklampsia bisa berkembang menjadi kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia. Eklampsia adalah suatu hipertensi emergensi dan menyebabkan beberapa komplikasi berat, seperti hilangnya penglihatan, pembengkakan otak, kejang tonik-klonik atau konvulsi, gagal ginjal, edema paru, dan koagulasi intravaskular diseminata (gangguan pembekuan darah) (Siwi Elisabeth, 2015). b. Patofisologi Pre Eklamsia Pada Pre Eklamsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasenta fata unit (Mochtar, 2012). Vasopasma merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklamsia, kontriksi, vaskuler yang menyebabkan resistesi 14 aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasma dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating presors. Pre Eklamsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya intra uterin Growth Retardation (Mochtar, 2012). c. Tingkatan Pre Eklamsia 1) Pre Eklamsia ringan Pre Eklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi 140/90 mmHg atau lebih disertai protein urin dan oedema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Pujiningsih, 2010). 2) Pre Eklamsia berat Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai protein urin dan oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Pujiningsih, 2010). d. Pencegahan 1) Diet makan Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak dan tidak perlu diet rendah garam. 2) Cukup istirahat Istarahat yang cukup pada hamil tua sangat penting, lebih banyak duduk atau berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan. 3) Pengawasan Antenatal (hamil) Bila terjadi perubahan pada pergerakan janin segera datang ke tempat pemeriksaan (Pujiningsih, 2010). 15 8. Urin Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urin terdiri dari sebagian air (96%) dan sebagian kecil zat terlarut (4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran kemih bagian bawah. Zat terlarut terdiri dari bahan organik urea, asam urat, kreatinin, dan bahan organic seperti NaCl, ammonia, sulfat, fosfat. Mempunyai ekskresi dalam 24 jam kurang lebih 1500 cc. ini tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lain. Mempunyai warna kuning bening dan bila dibiarkan akan menjadi keruh, warna kuning tergantung kepekatan, diet, obatobatan (widman, edisi 9). Sedangkan bau urin adalah khas dan bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. Mempunyai berat jenis 1,015 – 1,025 untuk urin pagi dan 1,003 – 1,030 untuk urin sewaktu (Gandasoebrata, 2010). 9. Protein urin a. Pengertian Protein urin adalah adanya protein dalam urin.Urin normal sangat sedikit mengandung protein yaitu ≤ 15 mg/dl untuk urin sewaktu. Sedangkan untuk urin 24 jam normalnya adalah 25-150 mg/24 jam. Adanya protein urin melebihi kadar yang sudah ditentukan dapat dikatakan tidak normal atau disebut dengan proteinuria. Proteinuria adalah keadaan dimana dalam urin terkandung protein dalam jumlah yang melebihi normal (Tapan, 2004). Proteinuria terbentuk dari pembentukan urin dalam glomerulus, apabila filtrasi glomerulus mengalami kebocoran yang hebat, molekul protein besar akan terbuang dalam urin sehingga menyebabkan proteinuria. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan proteinuria adalah : penyakit ginjal 16 (glomerulonefritis, nefropati karena diabetes, pielonefritis, nefrosis lipoid), demam, hipertensi, multiple myeloma, keracunan kehamilan (pre-eklampsia, eklampsia), infeksi saluran kemih (urinary tract infection). Proteinuria juga dapat dijumpai pada orang sehat setelah kerja jasmani, urin yang pekat atau stres karena emosi. Pada pasien yang menderita parenkim ginjal, faktor kehamilan ini mungkin akan memperberat kebocoran protein melalui urin. Penyebab proteinuria sangat bervariasi berdasarkan asal protein dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu Prarenal, renal, dan postrenal (Idrus, 2009). 1) Prarenal Disebabkan oleh penyakit umum yang mempengaruhi ginjal, dan merupakan indikasi kerusakan ginjal (karena peningkatan permeabilitas glomerulus) seperti pada keadaan-keadaan hipertensi esensial dan eklamsia. Proteinuria pada anemia berat disebabkan oleh anoreksia ginjal, dan begitu pula payah jantung disebabkan oleh anoreksia dan bendungan.Proteinuria sementara sering terdapat pada demam, dan penyakit serebrovaskuler bisa berasal dari kerusakan glomerulus toksik sekunder. Proteinuria benigna yang kadang– kadang timbul dalam kehamilan, dan albuminuria ortostatik diduga karena tekanan mekanis pada vena-vena ginjal yang menyebabkan bendungan vaskuler ginjal, tetapi dapat juga oleh sebab–sebab lain yang mengubah peredaran darah ginjal. Jarang terjadi proteinuria pra renal sejati tanpa kerusakan ginjal, dan proteinuria yang berkepanjangan dengan sendirinya akan menyebabkan kerusakan ginjal. 17 2) Renal Proteinuria ini berhubungan dengan penyakit ginjal yang disebabkan kerusakan glomerulus atau tubulus. Disebut proteinuria glomerular bila proteinuria disebabkan oleh kerusakan membran glomerulus. Kerusakan membran glomerulus disebabkan oleh berbagai zat misalnya bahan amiloid, zat toksik, dan kompleks imun (ditemukan pada lupus eritematosus dan streptococcus glomerulonefritis) yang merupakan penyebab utama proteinuria akibat kerusakan glomerulus. Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan peningkatan albumin untuk memasuki filtrate. Kondisi ini bisa bersifat reversibel, seperti terjadi selama latihan berat dan dehidrasi atau berhubungan dengan hipertensi. Proteinuria yang terjadi selama bulan–bulan terakhir kehamilan mungkin menunjukkan prarenal eklamsia harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan gejala klinis lain seperti hipertensi. 3) Postrenal Protein yang ada di dalam urin saat melewati saluran kemih bagian bawah (ureter, kandung kemih, uretra, prostat, dan vagina).Infeksi bakteri, jamur, dan radang menghasilkan exudat yang mengandung protein dari cairan interstisial. Adanya darah akibat cedera atau kontaminasi darah menstruasi juga meningkatkan kadar protein, demikian pula karena adanya spermatozoa dalam jumlah besar. b. Metabolisme protein Sejumlah besar asam amino dibentuk sebagai hasil pencernaan protein dan semua ini membentuk tempat penyimpanan, tempat sel tubuh mengambil protein yang 18 diperlukannya. Bila makanan berisi kelebihan protein maka kelebihan asam amino dipecah di dalam hati untuk mengeluarkan nitrogennya dan yang ditinggalkan hanya karbon, hydrogen dan oksigen yang dapat digunakan untuk produksi panas dan energy. Sebaliknya bila protein yang masuk tidak mencukupi seperti pada kelaparan, maka bukan saja simpanan karbohidrat dan lemak dipakai habis, tetapi juga ada kehilangan protein tubuh yang tampak pada mengurusnya otot. 1) Sistem pencernaan Proses dalam lambung Enzim yang berperan : a) Pepsin (dengan HCL) mengubah protein menjadi pepton. b) Renin menghasilkan kasein dari kaseinogen. c) Pepsin (dengan HCL) mengubah kasein menjadi pepton. 2) Proses dalam usus : a) Tripsin memecahkan protein dan pepton menjadi polipeptida b) Erepsin kemudian memecah polipeptida menjadi asam amino. 3) Proses Absorbsi Di dalam darah asam amino membawa nitrogen dan zat belerang ke setiap sel di dalam tubuh.Sel tubuh memisahkan asam amino yang khusus diperlukan setiap sel untuk perbaikan dan pertumbuhan. Hati memecahkan asam amino dan dari proses ini terbentuk urea , senyawa karbonnya dibebaskan untuk oksidasi. 4) Produk buangan Sebagai hasil metabolisme protein di dalam jaringan terdapat : urea, asam urat, dan kreatinin. Bahan – 19 bahan ini diekskresikan di dalam urin. Protein tidak di timbun di dalam tubuh, tetapi kelebihan diekskresikan terutama di dalam urin (Pearce, 2008). c. Fisiologi protein urin dalam kehamilan Wanita hamil juga akan mengalami akumulasi natrium 500-900 mEq dan 6-8 L air. Terjadi pula peningkatan pada volume cairan serta aliran plasma ginjal (RPF) menjadi meningkat sekitar 60-80 % pada pertengahan trimester kedua dan akan menetap pada trimester ketiga, selanjutnya 50 % selama kehamilan. Kecepatan filtrasi glomerulus (GFR) biasanya akan mulai meningkat pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai Kehamilan puncak trimester pada akhir pertama ginjal trimester akan pertama. mengalami peningkatan ukuran dan berat (Hutahaean serri, 2013). Memasuki usia kehamilan trimester kedua perubahan sistem urinaria yang terjadi adalah ukuran dan pembuluh kandung kemih meningkat, oedema fisiologis terjadi pada jaringan kandung kemih. Menurunnya frekuensi kencing serta meningkatnya ukuran ginjal dan ureter, terutama pada sisi kanan ginjal membesar. Laju filtrasi glomelurus meningkat sekitar 50% untuk memproses limbah dari ibu dan janin. Trimester ketiga perubahan sistem urinaria yang terjadi seperti beberapa pelebaran calyces ginjal, panggul, dan ureter terjadi, terutama sisi bagian kanan Frekuensi kencing lebih sering terjadi akibat adanya tekanan janin kearah panggul, terjadi pula hipervolemia fisiologis. Keseimbangan cairan dan elektrolit terus dipengaruhi oleh interaksi hormon yang kompleks (Sulistyawati, 2011). Proteinuria pada kehamilan normalnya tidak terjadi, tetapi pada kehamilan normal terdapat kenaikan hemodinamika ginjal dan diikuti dengan tekanan vena renalis. 20 Kenaikan tekanan vena renalis ini akan menyebabkan proteinuria terutama pada posisi ortostatik. Efek kelemahan ginjal, tergantung luasnya kerusakan apakah kelemahan pada fungsi glomerulus atau pada fungsi tubulus. Kerusakan fungsi glomerulus mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Gangguan–gangguan prarenal, seperti hemokonsentrasi atau penurunan tekanan darah arteri parifer, atau bendungan vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Kerusakan patologis terutama pada membran basalis glomerulus yang menyebabkan bocornya plasma dan eritrosit melalui glomerulus yang terkena sehingga ada proteinuria ringan, proteinuria yang lebih berat terjadi pada lesi membranosa. Pembengkakan endotel kapitel glomerulus yang disertai penyempitan lumen kapiler menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan penurunan filtrasi glomerulus sehingga terjadi proteinuria (Sherwen, 1999 dalam Uliyah, 2010). 10. Hubungan proteinuria dengan hipertensi Proteinuria adalah adanya protein dalam urin yang normalnya adalah ≤ 15 mg/dl untuk urin sewaktu, sedangkan untuk urin 24 jam normalnya adalah 25-150 mg/24 jam, melebihi kadar tersebut disebut dengan proteinuria (Tapan, 2004). Proteinuria terbentuk dari pembentukan urin dalam glomerulus, apabila filtrasi glomerulus mengalami kebocoran yang hebat, dikarenakan meningkatnya tekanan vena renalis maka molekul protein besar akan terbuang dalam urin sehingga menyebabkan proteinuria terutama pada posisi ortostatik. Hubungan proteinuria dengan hipertensi yaitu adanya hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah halus dalam ginjal sehingga mengurangi 21 kemampuan ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Hasilnya adalah peningkatkan progresivitas proteinuria (adanya protein dalam urin), baik mikro albuminuria maupun makro albuminuria. Adanya proteinuria dalam urin dapat dijadikan indikator terjadinya gangguan fungsi ginjal, karena berarti ginjal tidak mampu menyaring protein agar tidak keluar ke dalam urin. Sebaliknya, kontrol tekanan darah yang baik akan mengurangi ekskresi proteinuria dan memperlambat penurunan fungsi ginjal. kerusakan ginjal dapat diketahui melalui 2 cara, yakni mengukur tekanan darah dan pemeriksaan urin. Jika di dalam urin ditemukan adanya protein albumin, maka itu adalah tanda adanya proses kerusakan awal di ginjal (Hutahaean Serri, 2013). 11. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urin walaupun sederhana, bila dilakukan dengan baik dapat memberikan petunjuk untuk diagnosa penyakit baik di dalam maupun diluar ginjal dan saluran kemih serta juga mempunyai arti yang sangat penting di dalam menunjang kemungkinan kelainan dini penyakit ginjal. Seperti yang dijelaskan dalam Al Quran surat Al-Maidah ayat 32 : َِ ومن أَحياها فَ َكأَمَّنَا أَحيا النماس َج ًيعا َ َْ ْ ََ َ َْ Artinya “Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya”. Jadi ibu hamil yang melakukan pengobatan atau pemeriksaan urine karena semata-mata ingin mempertahankan hidup. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap urin perlu diperhatikan syarat–syarat pemeriksaan dan cara kerja yang tepat 22 dan benar serta faktor–faktor yang mungkin mempengaruhi pemeriksaan urin. a. Jenis sampel urin Persiapan pasien akan menjadi bagian penting dalam menentukan kelayakan sampel (Gandasoebrata, 2010). Sampel yang di gunakan dapat berupa : 1) Urin sewaktu Urin yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin. 2) Urin pagi Urin pagi yaitu urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. 3) Urin postprandial Urin yang diambil 2 jam sehabis makan. Urin ini berguna untuk pemeriksaan glukosuria. 4) Urin 24 jam Urin 24 jam diperlukan apabila penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin. 5) Urin 3 gelas dan urin 2 gelas pada laki-laki Penampungan cara ini dipakai pada pemeriksaan urologik dan dimaksudkan untuk mendapat gambaran tentang letaknya radang atau lesi yang mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam urin (Gandasoebrata, 2010) b. Wadah urin Botol penampung (wadah) urin harus bersih dan kering. Adanya air dan kotoran dalam wadah berarti adanya kumankuman yang kelak berkembang baik di dalam urin dan mengubah susunannya. Wadah urin yang terbaik ialah yang berupa gelas bermulut lebar yang dapat disumbat rapat, urin 23 di tampung langsung ke dalam wadah tersebut. Wadah dengan ukuran volumenya 300 ml, mencukupi untuk urin sewaktu. Untuk memindahkan urin dari satu wadah ke wadah yang lain sebaiknya di kocok terlebih dahulu supaya semua endapan terpindahkan tidak ada yang tersisa. Wadah diberi etiket yang jelas dari nama orang, bangsal, tanggal, jenis urin, pengawet yang dipakai, dsb. Kebersihan menjadi syarat yang terpenting (Gandasoebrata, 2010). c. Pengambilan spesimen Urinalisis yang akurat dimulai dari spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina, perenium dan uretra pada wanita dan kontaminan dapat mengurangi mutu temuan urinalisis. Mucus, protein, sel epitel dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urin dari uretra dan jaringan disekitarnya. Pasien harus di beri tahu untuk membuang beberapa milliliter urin pertama sebelum mulai menampung urinnya. Pada sebagian besar kasus pasien, perempuan harus secara hati-hati membersihkan uretra dengan sabun dan kemudian membilasnya. Kadang-kadang diperlukan keteterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar (Ronald & Richard, 2004). Persiapan pengambilan spesimen urin yang perlu diinformasikan kepada pasien adalah bagaimana cara pengambilan, yaitu kapan diambil, cuci tangan sebelumnya, cara membersihkan genitelia dan sampel harus segera dikirim ke laboratorium dalam waktu 2 jam setelah pengambilan. Pemeriksaan urin telah lama dikerjakan dan sering dilakukan karena bahan pemeriksaan mudah didapat dan teknik pemeriksaan tidak begitu sulit. Pemeriksaaan urin rutin dikerjakan pada setiap penderita dimaksud untuk menunjukkan adanya zat–zat yang dalam keadaan biasa tidak terdapat dalam urin, atau menunjukkan perubahan zat yang dalam keadaan biasa terdapat dalam urin (Rosita, 2011). 24 d. Syarat – syarat urin yang akan diperiksa Urin baru dan segar, sebaiknya diperiksa kurang dari 3 jam, paling lama 6 jam, karena warna belum berubah, pH juga belum berubah, bakteri belum berkembang biak dan zat–zat tertentu belum berubah. Bila di diamkan lama urin akan menjadi basa, unsur–unsur mikroskopis akan rusak. Bila pemeriksaan ditunda harus disimpan dalam almari es 40c yang merupakan pengawet umum, atau bila perlu dapat dipakai pengawet kimia (Gandasoebrata, 2010). e. Pengawet urin 1) Toluena Untuk pemeriksaan rutin dan aseton, dibutuhkan 2 ml toluene untuk 100 ml urin. Pengawet ini tidak efektif terhadap perkembangbiakan bakteri yang telah ada. 2) Timol Dipakai satu kristal kecil. Kejelekannya yaitu menimbulkan reaksi positif palsu terhadap hasil pemeriksaan protein dengan metode asam. Berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. 3) Larutan formalin Dibutuhkan satu tetes untuk 30 ml urin. Kejelekannya dalam jumlah banyak akan mengendapkan protein, menimbulkan reduksi dan mempengaruhi pemeriksaan bilirubin, urobilin, dan indikasi. 4) Asam sulfat pekat Untuk pemeriksaan kalsium, nitrogen, dan zat organik lainnya. 5) Asam klorida pekat Untuk pemeriksaan ammonia, urea, dan nitrogen. Pengawet asam sulfat pekat dan asam chloride pekat bertujuan untuk mempertahankan urin tetap asam. 25 6) Natrium karbonat Untuk pemeriksaan urobilinogen dengan menjaga urin dalam keadaan alkalis. 7) Kloroform Menghambat pertumbuhan bakteri dalam urin dengan membuat jenuh. Kejelekannya akan mempengaruhi bentuk–bentuk sel sedimen urin. 8) Natrium fluorida dan asam benzoate Untuk pemeriksaan glukosa dengan glikolisis (Gandasoebrata, 2010). 12. Metode Pemeriksaan Protein urin Pemeriksaan terhadap protein dapat dilakukan, secara: a. Semi kuantitatif 1) Pemanasan dengan asam asetat 6 % Protein ada dalam suasana asam lemah, bila dipanaskan akan mengalami denaturasi dan pengendapan. Percobaan ini cukup peka untuk klinik yaitu sebanyak 0,004% protein dapat dinyatakan dengan tes ini (Gandasoebrata, 2010). 2) Asam sulfosalisilat 20 % Test ini tidak spesifik, meskipun sangat peka. Prosedur lebih lama, disamping itu memerlukan urin banyak dan reagennya tidak stabil. Adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat dinyatakan. Kalau tes ini negatif tidak perlu lagi memikirkan kemungkinan adanya protein (Gandasoebrata, 2010). 3) Carik celup Pemeriksaan yang memakai carik celup biasanya sangat cepat, mudah dan spesifik. Carik celup berupa secarik plastik kaku yang pada sebelah sisinya dilekati dengan satu sampai Sembilan kertas isap atau bahan 26 penyerap lain yang masing-masing mengandung reagenreagen spesifik terhadap salah satu zat yang mungkin ada didalam urin. Pembacaannya berdasarkan derajat perubahan warna dari kuning berubah warna menjadi hijau sampai hijau biru sesuai dengan banyaknya protein yang ada dalam urin (Gandasoebrata, 2010). b. Kuantitatif Pemeriksaan urin secara kuantitatif dilakukan bila hasil dari pemeriksaan semi kuantitatif menunjukkan +3 atau +4. Metode yang digunakan bisa dengan cara esbach, tetapi metode ini ketepatannya dan ketelitiannya sangat rendah, sehingga hasilnya hanya merupakan sekedar pendekatan belaka (Gandasoebrata, 2010). B. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Pre eklampsia Hipertensi Positif Protein Urine Negatif Gambar 2.2 Kerangka Konsep DAFTAR PUSTAKA AL Hikmah. (2010). Al Quran dan Terjemahannya. Bandung : CV Penerbit Dipenogoro. Dalimartha, (2008) S. Care yourself, hipertensi. Jakarta : Penebar Plus. Gandasoebrata, (2010) R. penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat. Hutahaean, Serri. (2013) Perawatan Antenatal. Jakarta : Salemba Medika. Idrus, dkk. (2009) Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna Publishing. Kowalsky, Robert E. (2010) Terapi Hipertensi. Bandung: Qanita. Mochtar,R. (2012) Sinopsis Obstetri Jilid II. Jakarta : EGC. Pearce, Evelyn. (2008) Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta : Gramedia. Pujiningsih,sri. (2010) Permasalahan Kehamilan yang Sering Terjadi. Jakarta : PT. Suka Buku. Ronald H.S. (2011) Pedoman & Perawatan Kehamilan Sehat & Menyenangkan. Bandung : CV. Nuansa aulia. Rosita, Linda. (2011). Pengaruh penundaan waktu terhadap pemeriksaan urinalisis. Departemen Patologi Klinik FKUI Islam : Yogyakarta. Diunduh tanggal 2 Desember 2011. Saifuddin, A. (2008) Ilmu kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka. Sheps, S. G. (2005) Mayo clinic Hipertensi; Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Intisari Mediatama. Siwi, walyani Elisabeth. (2015) Perawatan kehamilan dan Menyusui Anak Pertama.Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Sulistyawati,Ari. (2011) Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika. Tapan E. (2004) Kesehatan Keluarga Penyakit Ginjal dan Hipertensi. Jakarta : Alex Media. 37