ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NASABAH DALAM MEMINJAM KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) STUDI KASUS DI KOTA MALANG JURNAL KULIAH Disusun oleh TRI RAHMAT HABIBY 0710210030 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NASABAH DALAM MEMINJAM KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) STUDI KASUS DI KOTA MALANG ABSTRAK Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Dalam perkembangannya di lapangan perumahan di Kota Malang berkembang menjadi suatu akat investasi yang sangat bagus sejalan dengan perkembagan Kota Malang itu sendiri. Di perumahan yang besekala menengah kebawah yaitu perumahan dengan tipe di bawah 70, memiliki permintaan yang relatif tetap bahkan cecderung mengalami kenaikan. Hal ini dipermudah dengan adanya fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang disediakan oleh bank Nasional maupun yang disediakan oleh bank swasta Nasional. Fasilitas KPR mmberikan kemudahan para nasabahnya untuk memiliki hunian yang layak dan juga dapat dikatakan sebagai alat bantu investasi jangka panjang yang aman. Perkembangan bisnis perumahan di Kota Malang menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, di Kota Malang sendiri terdapat 27 pengembang dengan pembiayaan KPR mencapai Rp. 1,8 Triliun untuk semester pertama tahun 2013, kondisi tersebut dapat mencerminkan adanya peningkatan sebesar 17% apabila dibandingkan semester tahun sebelumnya. Kenyataan tersebut menjadi peluang bagi bank-bank yang menawarkan KPR bagi masyarakat. Pertumbuhan propeti ini juga menggambarkan bahwa masyarakat Malang suda memiliki suatu pola pikir untuk melakukan investasi jangka panjang yang memiliki resiko yang kecil dan dapat diminimalkan lagi dengan cara pemilihan lokasi investasi properti yang tepat. Penelitian ini dilakukan pada konsumen perumahan yang terdapat di Kota Malang. Adapun pertimbangan yang digunakan yaitu konsumen perumahan di Kota Malang merupakan konsumen yang memiliki potensi dalam pengembangan sektor perumahan di Jawa Timur, dimana kondisi tersebut ditunjukkan dengan tingginya peningkatan minat perumahan di Kota Malang. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penilitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang menggunakan data berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran dan uraian kata-kata yang diperoleh dari lokasi penelitian. (Singarimbun dan Effendi, 1995:8) Penelitian dengan metode kuantitatif digunakan untuk mengestimasi data-data yang berbentuk angka-angka dari sumber-sumber dokumen yang telah disediakan dan dilakukan analisis mendalam terhadap angka-angka yang mucul pada saat estimasi yang dilakukan telah selsai. Dan peneliti juga harus mampu menginterpretasikan hasil dari perhitungan dengan benar dan tepat. Aanalisis data mengenai pengaruh tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan terhadap pinjaman kredit KPR. Berdasarkan data dari hasil penelitian tersebut maka secara lengkap hasil analisa regresi linier berganda Keyword : Perkembangan Perumahan, Kredit kepemilikan Rumah (KPR), Regresi Linier Berganda A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dewasa ini sangat pesat di dalam era perdagangan bebas yang kompetitif menjadikan sektor usaha menjadi pendukung upaya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kondisi perekomian di Indonesia secara langsung memberikan dampak terhadap usaha untuk memberkan jaminan tingkat kesejahteraan kepada seluruh masyarakat. Pembangunan di semua sektor dipacu dengan adanya kemampuan dari sektor-sektor usaha yang ada yaitu usaha milik negara, swasta dan koperasi sebagai pelaku usaha yang secara langsung menentukan tingkat keberhasilan pencapaian perekonomian di Indonesia. Badan Usaha Milik Negara merupakan badan usaha yang pengelolaannya menjadi tanggungjawab penuh dari negara terkait dengan proses pengelolaan dan pengembangan usaha yang dilakukan. Badan usaha ini lebih fokus pada usaha-usaha dalam penyelenggaraan fasilitas umum masyarakat. Adapun badan usaha swasta lebih memberikan dukungan sektor-sektor yang secara langsung terkait dengan peningkatan pelayanan masyarakat (Sukirno, Sadono, 2005) Salah satu sektor usaha yang mempengaruhi perkembangan perekonomian di Indonesia yaitu sektor perbankan, dimana sektor ini memberikan dampak dalam upaya peningkatkan kondisi perekonomian baik secara makro maupun mikro. Kondisi tersebut dikarenakan perbankan melakukan transaksi mencakup kondisi secara makro di bidang ekonomi. Dalam perkembangannya industri perbankan dipandang sangat penting sebagai penunjang dalam pembangunan ekonomi suatu negara, terutama negara berkembang. Sejak krisis global melanda perekonomian dunia, persendian perekonomian negara terancam tidak sehat khususnya Indonesia. Proses globalisasi yang semakin kuat sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi, tidak terkecuali dunia perbankan. Dengan demikian menuntut persaingan yang ketat demi memberikan produk yang dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan terhadap nasabahnya. (Mulyono, Teguh Pudjo, 2001) Lembaga keuangan mempunyai peranan ganda yaitu sebagai lembaga intermediasi yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit guna membiayai pembangunan sektor-sektor perekonomian. Sehubungan dengan hal tersebut, bank sebagai lembaga keuangan tentunya memiliki kebijaksanaannya sendiri dalam usaha menarik minat masyarakat atau nasabah untuk menyimpan dananya pada bank. Salah satunya adalah dengan cara memberikan suku bunga yang tinggi atas simpanan atau menurunkan suku bunga pinjaman atas pinjaman. Seiring pertumbuhan dunia industri yang pesat tentunya membutuhkan dukungan finansial dari lembaga keuangan sebagai modal usaha dalam rangka pengembangan usaha dan kesejahteraan hidupnya. Begitu pentingnya peran lembaga keuangan sebagai mitra bisnis bagi para pengusaha dan pegawai negeri dalam meningkatkan usaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun berbagai macam pilihan kredit yang ditawarkan pihak bank guna memenuhi kebutuhan nasabah, salah satunya yaitu mengenai kredit kepemilikan rumah. Selain memberikan kemudahan bagi nasabah dalam menjalankan suatu usaha atau memenuhi kebutuhan sehari-hari, pihak bank juga memberikan kemudahan dalam memberikan pinjaman dana yang akan digunakan nasabah dalam bentuk investasi yaitu melalui kredit pembelian perumahan. Namun dengan segala bentuk kemudahan yang diberikan oleh pihak bank, maka bank juga berharap agar nasabah memenuhi semua persyaratan yang diajukan pihak bank sebagai bentuk kerjasama yang baik kepada bank. Loyalitas nasabah kepada bank dijadikan sebagai acuan oleh pihak bank dalam memberikan kepuasan dan kenyamanan kepada nasabah dalam berinvestasi dalam bentuk perumahan atau untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal. (Thomas Suyatno, 1997). Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) merupakan slaah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Pada dasarnya KPR merupakan sistem perkreditan seperti pada umumnya namun demikian sistem ini menggunakan jaminan atas sertifikat rumah yang telah dibeli secara kredit tersebut. Apabila ditinjau dari segi waktu maka sistem KPR ini memiliki jangka waktu yang paling lama dibandingkan dengan bentuk-bentuk kredit yang lain, dimana masa kredit dapat mencapai 25 tahun. Bagi masyarakat KPR sangat dibutuhkan karena semakin naiknya harga perumahan namun demikian kemampuan daya beli masyarakat yang terbatas maka KPR menjadi salah satu solusi dalam proses pembelian rumah yang akan dilakukan. Dengan adanya jangka waktu kredit yang lama, maka kemungkinan adanya investasi di sektor properti akan semakin berkembang. Seiring dengan pertumbuhan di sektor properti, ada dua hal yang menjadi landasan para konsumen properti untuk melakukan KPR. Yang pertama adalah properti masih dianggap investasi yang paling aman dan terjamin, dan yang kedua karena properti selalu berkembang dan memiliki beragam variasi dalam bentuk fisiknya. Ada banyak alasan untuk melakukan investasi di sektor properti, diantaranya adalah para nasabah tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk membeli properti karena bank memberi fasilitas KPR, harga properti hampir selalu naik perlahan-lahan seiring dengan pertumbuhan wilayah dimana properti tersebut berada, dan tidak perlu menjual properti tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Dengan adanya KPR yang memberikan fasilitas pendanaan sebesar 60% - 90% dari harga sebuah properti, dan suku bunga krditnya tidak lebih dari 15% per tahun, menjadikan sektor properti berkembang pesat dan menjanjikan keuntungan jangka panjang yang memiliki resiko minimal. Hal ini membuat para pelaku investasi di sektor properti ini semakin giat untuk berinvestasi di dalamnya. Di kota Malang, properti tumbuh dengan pesat seiring dengan adanya para investor yang memiliki kelebihan dana, dan dana tersebut di alokasikan dalam bentuk investasi properti. Ini disebabkan harga properti di kota malang masih di bawah standar harga properti nasional. Dan pada umumnya para investor lebih memilih melakukan KPR dalam membeli properti, alasannya adalah hanya butuh dana sebesar minimal 10% dari harga properti, investor tersebut sudah mendapatkan properti. Disinilah perkembangan harga akan terjadi karena adanya motif spekulasi dari para investor. Perkembangan bisnis perumahan di Kota Malang menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, di Kota Malang sendiri terdapat 27 pengembang dengan pembiayaan KPR mencapai Rp. 1,8 Triliun untuk semester pertama tahun 2013, kondisi tersebut dapat mencerminkan adanya peningkatan sebesar 17% apabila dibandingkan semester tahun sebelumnya. Kenyataan tersebut menjadi peluang bagi bank-bank yang menawarkan KPR bagi masyarakat. Pertumbuhan propeti ini juga menggambarkan bahwa masyarakat Malang suda memiliki suatu pola pikir untuk melakukan investasi jangka panjang yang memiliki resiko yang kecil dan dapat diminimalkan lagi dengan cara pemilihan lokasi investasi properti yang tepat. Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini penulis mencoba membahas tentang “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NASABAH DALAM MELAKUKAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH” 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan pada penelitian ini yaitu: a. Apakah faktor-faktor yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR ? b. Faktor apakah yang mempuyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR ? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR. b. Untuk mengetahui faktor yang mempuyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR. 4. Kegunaan Penelitian a. Bagi Bank 1) Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi pihak bank untuk meningkatkan penyaluran kredit kepelikan rumah pada setiap nasabahnya. 2) Sebagai bahan pertimbangan untuk menyelesaikan setiap kendala yang dihadapi oleh pihak bank. b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan sebagai bahan kajian referensi sehingga penelitian ini dapat lebih berkembang. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Bank, Tujuan Bank, Jenis Bank Berdasarkan beberapa pengertian yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu bentuk badan usaha atau lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa perbankan dalam urusan peredaran uang masyarakat. Bentuk-bentuk jasa yang ditawarkan tersebut yaitu berupa pinjaman kredit dan bentuk simpanan (tabungan) dengan menawarkan tingkat bunga tertentu kepada para nasabahnya. Menurut Sinungan (2003:4) “Usaha perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak”. Dalam melaksanakan demokrasi ekonomi, industri perbankan Indonesia harus menghindarkan diri dari ciri-ciri negatif yaitu: a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain. b. Sistem etatisme dimana Negara beserta aparatur Negara bersifat dominan serta mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi swasta. c. Pemusatan kekuatan industri perbankan pada suatu kelompok yang dapat merugikan masyarakat. Menurut Suyatno (1997: 15) jenis dan macam bank di bagi menjadi tiga yaitu : a. Dilihat dari segi fungsinya 1) Bank Sentral, ialah bank yang merupakan badan hukum milik negara yang tugas pokoknya membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga, memelihara kestabilan nilai rupiah. Dengan demikian bank ini merupakan stabilisator atas nilai tukar rupiah. 2) Bank Umum ialah bank yang sumber dananya berasal dari simpanan masyarakat serta pemberian kredit jangka pendek dalam menyalurkan dananya. 3) Bank Tabungan, ialah usaha pokok perbankan, yaitu menerima simpanan dalam bentuk tabungan. 4) Bank Pembangunan, ialah bank dalam pengumpulan dananya terutama berasal dari penerimaan simpanan dalam bentuk deposito dan memberikan kredit jangka menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan. 5) Bank Desa, ialah bank yang menerima simpanan dana memberikan kredit jangka pendek disektor pertanian dan pedesaan. b. Dilihat dari segi kepemilikannya 1) Bank Milik Negara a) Bank Sentral atau Bank Indonesia b) BUMN : BNI 1946, BRI dan Bank Mandiri. c) Bank Tabungan milik Negara. 2) Bank milik pemerintah daerah, adalah bank–bank pembangunan daerah yang terdapat pada setiap daerah tingkat I. 3) Bank milik swasta a) Bank umum swasta. b) Bank tabungan swasta. c) Bank pembangunan swasta. 4) Bank Koperasi a) Bank umum koperasi. b) Bank tabungan koperasi c) Bank pembangunan koperasi. Bank dilihat dari kepemilikannya meliputi bank pemerintah dan bank swasta, kegiatanya yaitu memudahkan masyarakat dalam hal penyimpanan dan peminjaman uang. c. Dilihat dari segi penciptaan uang giral. a) Bank Primer adalah bank yang dapat menciptakan uang giral, yaitu bank sentral. b) Bank Sekunder yaitu bank yang bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Bank merupakan salah satu badan usaha yang menawarkan jasa-jasa keuangan seperti pemberian pinjaman, jasa penyimpanan, jasa kredit dan sebagainya yang berhubungan dengan peredaran uang. 2. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan. Oleh karena itu dasar arti kredit adalah percaya atau kepercayaan, kredit akan diberikan kepada seseorang apabila kepercayaan sudah disepakati. Menurut UU perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian dari kredit adalah: “Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Pengertian lain menurut Simorangkir (1991:100), memberikan arti kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Karena kehidupan ekonomi yang semakin modern, prestasi yang sering digunakan adalah prestasi uang, maka transaksi kredit sering kali menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit dalam arti sebenarnya, didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di masa mendatang. Sementara menurut Tjoekam (2000:3): Kredit adalah sebagai penundaan pembayaran, yang dimaksud adalah pengambilan atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak dilakukan bersama pada saat menerima akan tetapi pengembalianya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang. Sejalan dengan pengertian-pengertian diatas, menurut Siamat (2001:107), dapat dikemukakan bahwa kredit memberikan konsekuensi bagi bank dan peminjam mengenai hal-hal berikut : a. Penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan dengan itu. b. Kewajiban pengembalian kredit c. Jangka waktu pengembalian d. Pembayaran bunga, imbalan, atau bagi hasil e. Perjanjian kredit. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hakekat dari kredit adalah adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian juga dengan masalah sanksi apabila debitur lalai atau ingkar janji terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama. 3. Unsur- Unsur Kredit Berdasarkan pengertian dari kredit, kredit diberikan oleh suatu lembaga keuangan (kreditur) dengan dasar kepercayaan begitu juga dengan pihak peminjam (debitur) melakukan pinjaman kredit atas dasar kepercayaan. Menurut Simorangkir (1991:101), kredit memiliki empat unsur: a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari kreditur bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. d. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan pemberian dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan ekonomi yang semakin modern transaksi kredit sering kali hanya berupa uang. 4. Prinsip-Prinsip Perkreditan Prinsip perkreditan disebut juga pertimbangan kredit, merupakan tindakan analisis dan evaluasi dalam kegiatan perkreditan. Prinsip tersebut untuk menilai dan menganalisis pemohon kredit. Bank melakukan pencarian informasi selengkaplengkapnya mengenai pemohon yang akan dipergunakan dalam analisis dan evaluasi. Analisis dan evaluasi tersebut menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:250) sering disebut dengan prinsip “5-C”, prinsip perkreditan tersebut adalah: a. Character (analisis watak) Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran akan kemauan membayar dari pemohon, mencakup perilaku pemohon sebelum dan selama permohonan kredit. b. Capacity (analisis kemampuan) Bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan mengembalikan kredit dari usaha yang dibiayai (the first way out), mencakup aspek manajemen (kemampuan mengelola perusahaan), aspek produksi (kemampuan berproduksi secara berkesinambungan), aspek pemasaran (kemampuan memasarkan hasil produksi), aspek personalia (kemampuan tenaga kerja dalam mendukung aktifitas perusahaan), aspek finansial (kemampuan menghasilakan laba) c. Capital (analisis modal) Bertujuan untuk mengukur kemampuan pemohon dalam menyediakan modal sendiri (own share), yang mencakup: besar dan komposisi modal, perkembangan laba usaha selama tiga periode sebelumnya, angka rasio perbandingan antara hutang dan modal sendiri (Debt Equity Ratio). d. Condition (analisis kondisi/prospek usaha) Dengan tujuan untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha yang akan dibiayai, yang meliputi siklus bisnis mulai dari bahan baku (pemasok), pengolahan, dan pemasaran (pembeli). e. Collateral (analisis agunan atau jaminan) Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya nilai agunan yang dapat dipergunakan sebagai alat pengaman lapis kedua (the second way out) bagi bank dalam saetiap pemberian kredit. Selain prinsip 5C, menurut Manurung dan Prathama (2004:194), konsep 7P juga dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan pemberian kredit. Konsep 7P tersebut antara lain: a. Personality (kepribadian) Tercakup dalam penilaian kepribadian calon debitur adalah tingkah laku, sejarah hidupnya yang mencakup sikap, emosi, dan tindakan dalam menghadapi masalah. b. Purpose (tujuan) Menilai tujuan calon debitur dalam mengajukan permohonan kredit dan berapa besar kredit yang diajukan. c. Prospect (prospek) Menilai prospek usaha yang direncanakan debitur, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. d. Payment (pembayaran) Menilai bagaimana cara calon debitur melunasi kredit, dari mana saja sumber dana tersebut, dan bagaimana tingkat kepastiannya. e. Profitability (tingkat keuntungan) Menilai berapa tingkat keuntungan yang di perkirakan akan diraih calon debitur; bagaimana polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya. f. Protection (perlindungan) Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang atau asuransi. g. Party (tingkatan) Bertujuan mengklasifikasi calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan karakternya. Klasifikasi ini berguna untuk penentuan perlakuan bank dalam hal pemberian fasilitas. Penilaian atau analisis calon debitur selain dengan menggunakan konsepkonsep di atas, juga dapat dilakukan dengan konsep 3R, menurut Manurung dan Prathama (2004:195), yaitu: a. Return (tingkat pengembalian usaha) Penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. b. Repayment (kemampuan membayar kembali) Memperhitungkan kemampuan jadwal dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur. c. Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung resiko) Memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi resiko, perusahaan calon debitur memiliki resiko yang besar atau kecil. 5. Tujuan dan Fungsi Kredit Kredit diberikan kepada masyarakat tidak semata-mata untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, melainkan disesuaikan dengan tujuan Negara yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Menurut Simorangkir (1991:102) bank memberikan kredit adalah untuk mengemban tugas sebagai agent of development khususnya bank milik pemerintah, adalah untuk: a. Turut menyukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan. b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Dari tujuan yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya kepentingan yang seimbang antara kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat, dan kepentingan pemilik modal. Sedangkan fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan menurut Simorangkir (1991:103) adalah sebagai berikut : a. Kredit pada hakikatnya untuk meningkatkan daya guna uang. b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional. 6. Kebijakan Kredit Bank Sebagian besar bank merasa perlu memiliki kebijakan kredit yang jelas dan komprehensif. Kebijakan kredit yang dituangkan dalam satu manual dipergunakan sebagai bahan untuk menilai, seberapa jauh pelaksanaan penyaluran kredit telah sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Kebijakan kredit sangatlah penting dalam usaha perkreditan bank sebagai pedoman dalam melakukan usaha perkreditan. Sesuai dengan SK Direksi Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tentang kewajiban setiap bank untuk membuat kebijakan pemberian kredit secara tertulis atau Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank. Berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia tersebut, menurut Suhardjono (2003:100), kebijakan perkreditan bank haruslah memuat hal-hal pokok sebagai berikut : a. Prinsip Kehati-hatian dalam Perkreditan Dalam membuat pedoman kebijakan perkreditan, bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pembarian kredit yang harus tercermin dalam setiap tahapan proses pemberian kredit. Dalam proses pemberian kredit, mencakup antara lain kebijakan pemberian kredit, tata cara penilaian kualitas kredit, profesionalisme dan intregitas pejabat perkreditan. Sedangkan dalam kebijakan pemberian kredit, sekurang-kurangnya harus ditetapkan tata cara pemberian kredit yang sehat, serta jenis-jenis usaha yang dilarang dan dihindari untuk dibiayai dengan kredit bank. b. Organisasi dan Manajemen Perkreditan Untuk mendukung pemberian kredit yang sehat dan penerapan unsur pengendalian internal (internal control) mulai dari tahap awal proses kegiatan pemberian kredit sampai dengan kredit yang bersangkutan lunas, maka bank harus menetapkan struktur organisasi serta tugas dan tanggung jawab masingmasing pejabat bank yang terkait dalam proses pemberian kredit. c. Kebijakan Persetujuan Pemberian Kredit Dalam membuat pedoman kebijakan persetujuan pemberian kredit sekurang-kurangnya mencakup antara lain konsep hubungan total pemohon kredit dengan bank, penetapan batas wewenang putusan kredit dari setiap pejabat, pedoman proses persetujuan kredit, pedoman perjanjian dan persetujuan pencairan kredit. d. Dokumentasi dan Administrasi Kredit Dokumentasi kredit menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari paket kredit dan merupakan salah satu aspek penting yang dapat menjamin pengembalian kredit. Hal penting yang harus diketahui dari proses dokumentasi kredit adalah jenis-jenis dokumen yang dibutuhkan oleh bank dan cara-cara memperolehnya. Dokumen kredit diperoleh selama proses kredit berlangsung mulai proses permohonan kredit sampai dengan pelunasan kredit. Dokumen kredit merekam semua tahapan proses pemberian kredit dan dokumen yang dipersyaratkan oleh pejabat pemutus untuk keamanan dalam pemberian kredit. e. Pengawasan Kredit Setelah kredit dicairkan, tugas bank adalah membina nasabah agar kredit dipergunakan sesuai dengan permohonan, bunga dibayarkan sesuai kesepakatan serta pengembalian kredit dilakukan tepat waktu. Fungsi pengawasan dan pembinaan dalam bidang kredit sangatlah penting karena berperan untuk dapat mengantisipasi atas timbulnya risiko kerugian yang besar dalam usaha kredit yang dilakukan. f. Pengelolaan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah Pengelolaan secara efektif terhadap kredit bermasalah sangat penting untuk menjaga kualitas kredit, meminimalkan kerugian dan memaksimalkan pengembalian asset beresiko. Dengan demikian dalam pengelolaan kredit bermasalah bank harus mempunyai pedoman yang baku mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan kredit menjadi bermasalah, mempunyai alat yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi secara dini timbulnya masalah dalam usaha debitur serta melakukan evaluasi secara berkesinambungan. 7. Teori Permintaan Menurut Sukirno (2005) permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu tertentu. Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai : Dx = f ( Y, Py, T, u ) Dimana : Dx = Jumlah barang yang diminta Y = Pendapatan Konsumen Py = Harga Barang Lain T = Selera U = Faktor-faktor Lainnya Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta dipengaruhi oleh harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan faktor-faktor lainnya. Dimana DX adalah jumlah barang X yang diminta konsumen, Y adalah pendapatan konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera konsumen dan U adalah Faktor-faktor lainnya. Dalam kenyataannya permintaan menggantikan barang yang mengalami kenaikan harga. Dalam jangka waktu lebih lama konsumen akan mencari barang alternatif untuk akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun juga oleh faktor-faktor lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa, jumlah properti itu sendiri di pengaruhi oleh harga, pendapatan konsumen, dan harga subtitusinya. Dan disinilah properti dapat menjadi investasi yang menarik karena permintaan akan rumah sebagai sarana tempat tinggal jarang mengakami penurunan seiring dengan pertumbuhan penduduk. 8. Permintaan Pasar Permintaan pasar merupakan jumlah total suatu barang yang ingin dibeli oleh setiap konsumen pada setiap tingkat harga, atau dengan kata lain merupakan penjumlahan permintaan individual. Permintaan individual adalah jumlah suatu barang yang dibeli oleh konsumen pada setiap tingkat harga. Permintaan Pasar = f ( Px,Ii ) = f ( Px, Ia)+Fb ( Px,Ib ) = a fi ( Px,Ii ) Dimana Px adalah harga barang x, Ia adalah pendapatan konsumen A, Ib adalah pendapatan konsumen B. Dengan adanya persamaan diatas, maka kita dapat melihat bahwa harga properti akan cenderung mengalami kenaikan dikarenakan pendapatan masyarakatsemakin berkembang dan juga kebutuhan akan tempat tinggal juga akan bertambah. Hal inilah yang dapat membentuk harga suatu properti dikarenakan semakin banyak permintaan pasar, maka permintaan-permintaan ini akan membentuk suatu tingkat harga tertentu sesuai dengan permintaan pasarnya. 9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Menurut Sukirno (2005), ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa suatu permintaan konsumen terhadap suatu barang berubah : a. Harga barang itu berubah sedang faktor yang lain tetap, perubahan ini hanya menyebabkan pergerakan di sepanjang kurva permintaan. b. Salah satu atau lebih faktor-faktor lain berubah (tidak ada lagi ceteris paribus). Perubahan ini menyebabkan terjadi pergeseran seluruh kurva permintaan. Kenaikan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergerak naik ke kanan. Sebaliknya jika permintaan turun makan kurva permintaan akan bergesr turun ke kiri. Adapun faktor-faktor pembentuk keadaan ceteris paribus adalah : 1) Pendapatan Bila pendapatan konsumen naik maka permintaan akan naik dan sebaliknya, Namun untuk kasus barang inferior peningkatan pendapatan justru akan mengurangi permintaan suatu barang. 2) Jumlah konsumen di pasar Peningkatan konsumen akan meningkatkan permintaan suatu barang di pasar. 3) Selera atau preferensi konsumen Bila selera konsumen terhadap suatu barang naik, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan, yang berarti di setiap tingkat harga konsumen akan menambah konsumsinya. 10. Elastisitas Permintaan Elastisitas merupakan suatu hubungan kuantitatif antar variabel-variabel, misal antara jumlah yang diminta dengan harga barang tersebut. Sesuai dengan hukum permintaan komoditi tersebut. Besar perubahan permintaan akibat perubahan harga tersebut akan berbeda dari satu keadaan ke keadaan lain. Secara teori ekonomi dikenal istilah elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) sebagai suatu konsep yang menghubungkan perubahan kuantitas pembelian/ permintaan optimal atas suatu komoditi dengan perubahan harga relatifnya Menurut Sukirno (2005:102) pengukuran elastisitas permintaan sangat bermanfaat bagi pihak swasta dan pemerintah. Bagi pihak swasta pengukuran elastisitas permintaan dapat digunakan sebagai landasan untuk menyusun kebijakan perekonomian yang akan dilaksanakannya seperti misalnya kebjakan impor komoditi yang akan mempengaruhi harga yang ditanggung rakyatnya. Pengukuran elastisitas permintaan kerap dinyatakan dalam ukuran koefisien elastisitas permintaan. Koefisien permintaan merupakan ukuran perbandingan persentase perubahan harga atas barang tersebut (Sukirno, 2005:104). Koefisien elastisitas permintaan dapat di rumuskan sebagai berikut.: a. Elastis Barang dikatakan elastis sempurna bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas lebih besar daripada satu. Hal ini terjadi bila jumlah barang yang diminta lebih besar daripada persentase perubahan harga barang tersebut. b. Elastisitas Uniter Barang dikatakan elastis uniter bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas sebesar satu. Persentase perubahan harga direspon proporsional terhadap persentase jumlah barang yang diminta. c. Tidak elastis Barang dikatakan tidak elastis bila persentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil daripada persentase perubahan harga sehingga koefisien elastisitas permintaannya antara nol dan satu. Menurut Sukirno (2003: 111) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan suatu barang, yaitu: a. Tingkat kemampuan barang – barang lain untuk menggantikan barang yang bersangkutan. Apabila suatu barang mempunyai banyak barang pengganti (barang substitusi), permintaan atas barang tersebut cenderung akan bersifat elastis. Perubahan harga yang kecil akan beralih ke barang lain sebagai penggantiannya. Untuk barang yang tidak memiliki barang pengganti, permintaan atas barang tersebut barang yang tidak memiliki barang pengganti, permintaan atas barang tersebut bersifat tidak elastis. Karena konsumen sukar memperoleh barang pengganti apabila harga barang tersebut naik permintaan tidak banyak berkurang. b. Persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang tersebut. Besar bagian pendapatan yang digunakan untuk membeli suatu barang dapat mempengaruhi elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu barang, maka permintaan barang tersebut akan semakin elastis. c. Jangka waktu pengamatan atas permintaan Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, permintaan atas barang tersebut semakin elastis. Jangka waktu yang singkat permintaan tidak bersifat elastis karena perubahan pasar belum diketahui oleh konsumen. 11. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Rahma (2010) dengan judul penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan Tipe Cluster ( Studi Kasus Perumahan Taman Sari di Kota Semarang). Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Responden penelitian ini adalah penghuni perumahan Tamansari Majapahit Semarang. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga substitusi berpengaruh terhadap keputusan pembelian rumah. Dari pengujian koefisien determinasi diketahui bahwa 68,6 % dari variasi yang terjadi di dalam variabel keputusan pembelian secara bersama-sama di pengaruhi oleh variabel persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga substitusi. Sedangkan sisanya sebesar 31,4 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa faktor fasilitas sangat berpengaruh dalam pembelian rumah. Dilihat dari besarnya koefisien yang mempengaruhi keputusan pembelian fasilitas sebesar 0,486; pendapatan sebesar 0,443; lokasi sebesar 0,340; lingkungan sebesar 0,296; harga substitusi sebesar 0,283; dan harga sebesar 0,268. Hasil penelitian Wibowo (2008), dengan judul penelitian yaitu Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah Dan Apartemen (KPRA) Serta Pengaruhnya Terhadap Business Cycle Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total kredit perbankan (TKR), konsumsi rumah tangga (KRT), produk domestik bruto (PDB) riil, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan kredit macet atau non performing loan (NPL) berkorelasi sebagai leading indicator bagi volume KPRA. Sedangkan quasy money (M2) dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berkorelasi sebagai lagging indicator. Adapun yang berkorelasi sebagai coincident indicator bagi volume KPRA hanyalah variabel inflasi. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang digunakan maka dapat diketahui beberapa perbedaan dimana perbedaan tersebut yaitu terkait dengan obyek serta variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian. 12. Kerangka Pikir Dalam penelitian ini, variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi pinjaman kredit KPR sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah tingkat bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan yang merupakan variabel bebas (independent variable). Adapun kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar 1 berikut: Gambar 2.1 Karangka Pikir Penelitian Rumah Cash Cash lunak Pemenuhan kebutuhan primer Kebutuhan tempat tinggal KPR Suku bunga Spekulasi Investasi Pendapatan Usia Pendidikan Lokasi perumahan 13. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: a. Terdapat pengaruh antara tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR. b. Variabel tingkat suku bunga mempunyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR C. METODE PENELITIAN 1. Lokasi, Jenis Penelitian dan Jenis Data Penelitian ini dilakukan pada konsumen perumahan yang terdapat di Kota Malang. Adapun pertimbangan yang digunakan yaitu konsumen perumahan di Kota Malang merupakan konsumen yang memiliki potensi dalam pengembangan sektor perumahan di Jawa Timur, dimana kondisi tersebut ditunjukkan dengan tingginya peningkatan minat perumahan di Kota Malang. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penilitian ini adalah penelitian kuantitatif. Adapun penjelasannya penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang menggunakan data berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran dan uraian kata-kata yang diperoleh dari lokasi penelitian. (Singarimbun dan Effendi, 1995:8) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya dengan melakukan survey pada obyek penelitian yaitu para konsumen perumahan yang terdapat di Kota Malang. Data sekunder yang diperoleh dari suatu lembaga keuangan dalam bentuk dokumentasi atau data yang sudah ditetapkan oleh lembaga itu sendiri. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari arsip-arsip atau dokumen-dokumen dari obyek penelitian yang terkait dengan permasalahan penelitian. 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Kuesioner (angket), adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dilaksanakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pinjaman kredit kepemilikan rumah. b. Dokumentasi Proses pengumpulan data dengan cara menggunakan dokumentasi arsip-arsip yang diperlukan dari bank, dan mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan yang ada. 3. Populasi Dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah konsumen perumahan yang terdapat di Kota Malang. Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel dengan menggunakan porposive sampling yaitu metode pengumpulan sampel data yang diperoleh berdasarkan banyaknya nasabah kredit. 4. Definisi Operasi Variabel Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu : a. Variabel Bebas Dalam variabel bebas ini terdapat beberapa variabel yang menjadi penentu, yaitu variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan. Definisi beberapa variabel tersebut yaitu antara lain: 1) Variabel tingkat suku bunga (X1) Merupakan besarnya bunga yang ditetapkan oleh pihak bank untuk pinjaman kredit kepada para nasabah. Bunga dalam kredit kepemilikan rumah disesuaikan dengan lamanya jangka waktu kredit yang telah disepakati oleh pihak bank. Penetapan suku bungan disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai otorisasi tertinggi dalam perbankan di Indonesia, dengan ukuran persen/ tahun 2) Variabel pendapatan (X2) Merupakan jumlah penghasilan yang diperoleh seseorang setiap bulannya atas pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan. Jumlah pendapatan tersebut terkait dengan pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan dan menghasilkan pendapatan secara rutin setiap bulan. Jumlah pendapatan yang diterima oleh nasabah terkait secara langsung dengan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seorang nasabah, dimana pekerjaan nasabah dalam hal ini yaitu sebagai pegawai negeri dan karyawan swasta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendapatan merupakan besarnya penerimaan secara rutin yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan utama yang dilakukan oleh nasabah, dengan ukuran Rupiah. 3) Variabel Usia (X3) Usia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu usia produktif dan non produktif. Usia produktif adalah usia dimana masih dikatakan aktif dalam menjalankan setiap aktivitas kesehariannya, biasanya usia produktif (25-45 tahun) berawal dari mulai remaja sampai setengah abad lamanya. Sedangkan usia non produktif adalah usia lanjut dimana pada usia hampir setengah abad dikatakan tidak aktif dalam menjalankan aktivitas kesehariannya atau biasa disebut dengan pensiun. Tingkat usia tersebut menjadi pertimbangan bagi bank dalam memberikan kredit kepemilikan rumah, hal tersebut ditetapkan sebagai upaya dari pihak bank untuk menghindari terjadinya kredit macet yang dapat terjadi. Variabel usia diukur dengan menggunakan dummy, dimana: a. Produktif = 1 b. Non produktif = 0 4) Variabel Pendidikan (X4) Lamanya waktu yang yang digunakan oleh seeorang untuk menyelesaikan pendidikan formal yang dilakukan. Tingkat pendidikan seseorang berkaitan secara langsung dengan kemampuan untuk melakukan analisis terhadap keputusan kredit diperbankan yang akan dilakukan dengan ukuran tahun. 5) Variabel lokasi perumahan (X5) Merupakan letak atau jarak dengan pusat keramaian atau pusat kota dimana perumahan berada, sehingga nasabah tertarik untuk melakukan pembelian. Lokasi perumahan secara langsung mempengaruhi atas akses yang akan dilakukan oleh seorang nasabah dalam melakukan kredit kepemilikan rumah. Pertimbangan lain yang menjadi pertimbangan nasabah yaitu lokasi dekat dengan pusat kota, tempat pekerjaan, fasilitas umum (rumah sakit, pasar) dan lain-lain. b. Variabel Terikat Dalam variabel ini yang menjadi variabel terikat adalah jumlah kredit kepemilikan rumah (Y). 5. Metode Analisa Data Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variable bebas dengan variable terikat maka harus dilakukan analisa data dengan menggunakan regresi berganda : Dalam penelitian ini digunakan hubungan fungsional sebagai berikut : Y = f ( X1, X2, X3, X4 dan X5 ) Bentuk dari hubungan fungsional yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 4 X4 5 X5 + e dimana : Y = Pinjaman kredit X1 = tingkat suku bunga X2 = pendapatan X3 = usia X4 = pendidikan X5 = lokasi perumahan = konstanta , 1 2, 3, 4, 4 = koefisien regresi e = error Dan untuk mengetahui variabel bebas manakah yang memberikan pengaruh paling besar terhadap variabel terikat digunakan koefisien regresi masing-masing variabel. Semakin besar nilai koefisien regresi ( i) semakin besar pula pengaruh yang ditimbulkan variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat. a. Uji F Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap terikat secara bersama digunakan rumus uji F. F0 = R2 (1 − R ) K n − K −1 Dimana : R² = koefisien determinasi K = jumlah variabel independen (pengaruh) n = jumlah sampel F0 = F hitung yang selanjutnya dibandingkan dengan F tabel Dengan kriteria pengujian : H0 : 1= H0 : 1 2= 3= 4= 5 ≠ 2 ≠ 3 ≠ 4 ≠ 5 Jika F0 > F tabel, maka H0 ditolak, yang berarti kelima variabel independent tersebut secara simultan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap pinjaman kredit KPR dan sebaliknya. b. Uji t Untuk menguji koefisien regresi secara parsial digunakan rumus uji t. F0 = β Sβ Dimana : β = koefisien regresi S β = standar error koefisien regresi Dengan kriteria pengujian : H0 : β i = 0 Ha : β i ≠ 0 H0 diterima jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel dan sebaliknya. 6. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Hal tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Santoso (2002:203) bahwa tujuan uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas menurut Santoso (2002:206) adalah: 1. Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 2. Mempunyai angka tolerance mendekati 1 b. Uji Autokorelasi Menurut Widayat dan Amirullah (2002:108) jika terjadi autokorelasi maka kosekuensinya adalah estimator masih tidak efisien, oleh karena itu interval kenyakinan menjadi lebar. Konsekuensi lain jika permasalahan autokorelasi dibiarkan maka varian kesalahan pengganggu menjadi underestimate, yang pada akhirnya penggunaan uji t dan uji F tidak lagi bisa digunakan. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dari besaran Durbin Watson. Secara umum nilai Durbin Watson yang bisa diambil patokan menurut Santoso (2002:219) adalah: 1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D-W di atas +2 berarti autokorelasi negatif. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas. Jika varian berbeda, disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2002:208). Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi bisa dilihat dari pola yang terbentuk pada titik-titik yang terdapat pada grafik scaterplot. Lebih lanjut menurut Santoso (2002:210) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas. 2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km² dengan demikian rata-rata laju pertumbuhan penduduk setiap km² adalah 7.020 jiwa. Kepadatan penduduk terjadi di kecamatan Klojen (11.994 jiwa per km²) dan terendah di kecamatan Kedungkandang (4.374 jiwa per km²). Jumlah penduduk tahun 2010 hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) mencapai 894.342 jiwa. Adapun presentase luas daerah dan kepadatan penduduk per km² di Kota Malang sampai akhir tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Presentase Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Malang akhir tahun 2011 No kecamatan Luas kecamatan (km²) 1 Kedungkandang 39,89 2 Sukun 20,97 3 Klojen 8,83 17,77 4 Blimbing 5 Lowokwaru 22,60 Sumber: BPS Kota Malang, 2013 Presentase thd luas kota 36,24 19,05 8,02 16,15 20,53 Penduduk 201.922 203.315 119.656 198.648 170.765 Kepadatan penduduk (km²) 4.374 8.658 11.994 9.698 8.231 a. Keadaan Penduduk Kota Malang sampai pada data akhir tahun 2011 mempunyai penduduk 894.342 orang. Keadaaan penduduk Kota Malang dapat dibedakan menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan, kondisi perekonomian. 1) Berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.2 Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Kedungkandang 86.849 87.628 2 Sukun 90.217 91.296 3 Klojen 50.451 55.456 4 Blimbing 85.420 86.913 5 Lowokwaru 91.616 94.397 Jumlah 404.553 415.690 820.243 174.477 181.513 105.907 172.333 186.013 Sumber: BPS Kota Malang, 2013 Dari karakteristik penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui bahwa komposisi penduduk Kota Malang yaitu 820.243 sebagian besar mempunyai jenis kelamin perempuan dengan jumlah 415.690. Sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 404.553. 2) Berdasarkan pendidikan Komposisi penduduk wilayah Kota Malang menurut tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi kelompok tidak punya ijazah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat D1/D2, tamat D3, tamat S1, tamat S2/S3. Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Karakteristik persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki tahun 2011 No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Tidak punya ijazah 11,60 17,29 14,55 2 SD 21,23 24,48 22,91 3 SMP 18,53 18,53 18,53 4 SMA 24,67 20,85 22,69 5 SMK 10,87 7,44 9,09 6 Perguruan Tinggi 13,08 11,41 12,22 Sumber: BPS Kota Malang, 2013 Dari karakteristik peduduk berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki diketahui bahwa sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan SD yaitu 22,91%. tingkat pendidikan SMU 22,69%, tingkat pendidikan SMP 18,53%. 3) Berdasarkan Kondisi Perekonomian Pendapatan perkapita penduduk Kota Malang dapat diketahui dari persentase lapangan usaha yang diusahakan, seperti dalam tabel berikut ini: Tabel 4.4 Karakteristik penduduk berdasarkan lapangan usaha utama Tahun 2011 no Lapangan usaha Jumlah TK Persentase 1 Pertanian 4.791 1,18 2 Industri pengolahan 82.302 20,32 3 Konstruksi 23.851 5,89 4 Perdagangan 148.984 36,79 5 Angkutan,Pergudangan, Komunikasi 28.421 7,02 6 Keuangan dan Jasa-jasa 114.330 28,23 7 Pertambangan, Listrik, Gas dan air 2.313 0.57 Jumlah 404.992 100.00 Sumber: BPS Kota Malang, 2013 Berdasarkan tabel karakteristik penduduk tersebut maka diketahui sebagian besar mata pencaharian penduduk Kota Malang yaitu berdagang dengan nilai persentase sebesar 36,79%. Baru kemudian disusul dengan yang bergerak di bidang jasa sebesar 28,23%, industri 20,32%, dan seterusnya. 2. Analisis Data a. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Pada bagian ini akan dilakukan analisis data mengenai pengaruh tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan terhadap pinjaman kredit KPR. Berdasarkan data dari hasil penelitian tersebut maka secara lengkap hasil analisa regresi linier berganda yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah: Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Coefficientsa Model 1 (Constant) Tingkat suku bunga Pendapatan Usia Pendidikan Lokasi perumahan Unstandardized Coefficients B Std. Error -310.465 196.999 234.616 78.709 72.455 21.494 18.717 7.759 89.144 41.475 2.228 .729 Standardized Coefficients Beta .249 .286 .200 .183 .200 t -1.576 2.981 3.371 2.412 2.149 3.054 Sig. .118 .004 .001 .018 .034 .003 Collinearity Statistics Tolerance VIF .960 .958 .960 .957 .975 1.068 1.072 1.065 1.074 1.025 a. Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Berdasarkan hasil analisa regresi di atas, maka dapat dirumuskan suatu persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = -310,465 + 0,249 X1+ 0,286 X2 + 0,200 X3 + 0,183 X4 + 0,200 X5 + e Dari persamaan regresi linier berganda di atas, maka dapat diartikan sebagai berikut: Y = Variabel terikat yang nilainya akan diprediksi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah pinjaman kredit KPR yang nilainya diprediksi oleh tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan. a = -310,465 merupakan nilai konstanta, yaitu estimasi dari pinjaman kredit KPR, jika variabel bebas yang terdiri dari variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai nilai sama dengan nol, maka pinjaman kredit KPR mengalami penurunan sebesar Rp. 310,465. b1 = 0,249 merupakan besarnya kontribusi variabel tingkat suku bunga yang mempengaruhi pinjaman kredit KPR Koefisien regresi (b1) sebesar 0,249 dengan tanda positif. Jika variabel tingkat suku bunga berubah atau mengalami kenaikan 1% maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,249. b2 = 0,286 merupakan besarnya kontribusi variabel pendapatan yang mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b2) sebesar 0,286 dengan tanda positif. Jika variabel pendapatan berubah atau mengalami kenaikan Rp, 1,00 maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,286. b3 = 0,200 merupakan besarnya kontribusi variabel usia yang mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b3) sebesar 0,200 dengan tanda positif. Jika variabel usia berubah atau mengalami kenaikan 1 tahun maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,200. b4 = 0,183 merupakan besarnya kontribusi variabel pendidikan yang mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b3) sebesar 0,183 dengan tanda positif. Jika variabel pendidikan berubah atau mengalami kenaikan 1 tahun maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,183. b5 = 0,200 merupakan besarnya kontribusi variabel lokasi perumahan yang mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b3) sebesar 0,200 dengan tanda positif. Jika variabel lokasi perumahan berubah atau mengalami kenaikan maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,200. e = merupakan nilai residu atau kemungkinan kesalahan dari model persamaan regresi, yang disebabkan karena adanya kemungkinan variabel lainnya yang dapat mempengaruhi variabel pinjaman kredit KPR tetapi tidak dimasukkan kedalam model persamaan. b. Hasil Koefisien Determinasi (R2) Dari hasil perhitungan analisis regresi linier berganda yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent adalah cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,608 yang sudah mendekati 1. Adapun hasil nilai koefisien determinasi (R2) secara lengkap dapat disajikan pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model 1 R .780a R Square .608 Adjusted R Square .587 Std. Error of the Estimate 1078.170 DurbinWatson 1.775 a. Predictors: (Constant), Lokasi perumahan, Pendidikan, Usia, Tingkat suku bunga, Pendapatan b. Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pinjaman kredit KPR, dapat dijelaskan sekitar 60,8% oleh variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan sedangkan sisanya sekitar 39,2% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Koefisien korelasi berganda R (multiple corelation) menggambarkan kuatnya hubungan antara variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan secara bersama-sama terhadap variabel pinjaman kredit KPR yaitu sebesar 0,780. Hal ini berarti hubungan antara keseluruhan variabel independent dengan variabel dependent sangatlah erat karena nilai R tersebut mendekati 1. c. Hasil Uji F Untuk mengetahui apakah variabel independent secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependent atau tidak berpengaruh maka digunakan uji F (F-test) yaitu dengan cara membandingkan F hitung dengan Ftabel. Kriteria pengujiannya adalah jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan apabila Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dari hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan Df1 = 5 dan Df2 = 94 diperoleh F tabel sebesar 2,950. Sedangkan F hitungnya diperoleh sebesar 29,163 sehingga dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian menunjukkan bahwa variabel independent yaitu variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pinjaman kredit KPR d. Hasil Uji t Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent, yaitu variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pinjaman kredit KPR maka digunakan uji t (t – test) dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Dengan confident interval sebesar 95% (α = 5%) diperoleh ttabel sebesar 2,042. Kriteria Pengujian : 1) Jika -t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. 2) Jika t hitung > t tabel atau t hitung <- t tabel ,maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada tabel 4.7 di bawah akan disajikan hasil perbandingan antara nilai thitung dengan ttabel. Tabel 4.7 Perbandingan Antara Nilai thitung Dengan ttabel Variabel thitung ttabel 2,981 2,042 X1 3,371 2,042 X2 2,412 2,042 X3 2,149 2,042 X4 X5 3,054 2,042 Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Dari uraian hasil thitung dan ttabel di atas menunjukkan bahwa keseluruhan variabel bebas yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan pada penelitian ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pinjaman kredit KPR. Secara statistik analisis regresi secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Variabel tingkat suku bunga Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel tingkat suku bunga (X1) sebesar 2,981 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel tingkat suku bunga terhadap pinjaman kredit KPR, dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan. 2) Variabel pendapatan Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel pendapatan (X2) sebesar 3,371 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel pendapatan terhadap pinjaman kredit KPR dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan. 3) Variabel usia Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel usia (X3) sebesar 2,412 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel usia terhadap pinjaman kredit KPR, dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan. 4) Variabel pendidikan Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel pendidikan (X4) sebesar 2,149 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel pendidikan terhadap pinjaman kredit KPR dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan. 5) Variabel lokasi perumahan Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel lokasi perumahan (X5) sebesar 3,054 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel lokasi perumahan terhadap pinjaman kredit KPR, dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan. Berdasarkan hasil koefisien regresi (standardized coefficients) masingmasing variabel dapat diuraikan bahwa variabel tingkat suku bunga sebesar 0,249, variabel pendapatan sebesar 0,286, variabel usia yaitu sebesar 0,200, variabel pendidikan yaitu sebesar 0,183 dan untuk variabel lokasi perumahan yaitu sebesar 0,200. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan mempunyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR. e. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk membuktikan apakah model regresi linier berganda yang dipergunakan dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi klasik atau belum, maka selanjutnya akan dilakukan evaluasi ekonometrika. Evaluasi ekonometrika terdiri dari uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. 1) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dari besarnya VIF (Variance Inflating Factor) dan tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas menurut Santoso (2002:206) adalah: a) Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 b) Mempunyai angka tolerance mendekati 1 Berikut ini akan disajikan hasil pengujian multikolinearitas yang dilakukan dengan bantuan SPSS for windows, secara lengkap hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil Pengujian Multikolinearitas Coefficientsa Model 1 (Constant) Tingkat suku bunga Pendapatan Usia Pendidikan Lokasi perumahan Unstandardized Coefficients B Std. Error -310.465 196.999 234.616 78.709 72.455 21.494 18.717 7.759 89.144 41.475 2.228 .729 Standardized Coefficients Beta .249 .286 .200 .183 .200 t -1.576 2.981 3.371 2.412 2.149 3.054 Sig. .118 .004 .001 .018 .034 .003 Collinearity Statistics Tolerance VIF .960 .958 .960 .957 .975 1.068 1.072 1.065 1.074 1.025 a. Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas dapat diketahui bahwa nilai VIF masing-masing variabel bebas di sekitar angka satu dan nilai tolerance mendekati angka 1. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan bebas multikolinearitas. Nilai VIF (Variance Inflating Factor) pada variabel tingkat suku bunga (X1) yaitu sebesar 1,068 hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai VIF disekitar angka 1 sedangkan nilai tolerance mendekati angka 1 yaitu sebesar 0,960. Dengan demikian menunjukkan bahwa pada variabel tingkat suku bunga (X1) tidak terjadi multikolinearitas. Pada variabel pendapatan (X2) menunjukkan bahwa nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,072 yang berarti disekitar angka 1 dan nilai tolerance sebesar 0,958 yang berarti mendekati 1, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada variabel pendapatan tidak terjadi multikolinearitas. Pada variabel usia (X3) menunjukkan bahwa nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,065 yang berarti disekitar angka 1 dan nilai tolerance sebesar 0,960 yang berarti mendekati 1, berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada variabel pendapatan tidak terjadi multikolinearitas. Pada variabel pendidikan (X4) menunjukkan bahwa nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,074 yang berarti disekitar angka 1 dan nilai tolerance sebesar 0,957 yang berarti mendekati 1, berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada variabel pendidikan tidak terjadi multikolinearitas. Adapun untuk variabel lokasi perumahan (X5) menunjukkan bahwa nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,025 yang berarti disekitar angka 1 dan nilai tolerance sebesar 0,975 yang berarti mendekati 1, berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada variabel lokasi perumahan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan dan usia tidak terjadi multikolinearitas. 2) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas. Jika varian berbeda, disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2002:208). Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi bisa dilihat dari pola yang terbentuk pada titik-titik yang terdapat pada grafik scaterplot. Lebih lanjut menurut Santoso (2002:210) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Adapun hasil uji heteroskedastisitas secara lengkap dapat disajikan pada gambar 4.1 berikut: Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR 10000 Pinjaman kredit KPR 8000 6000 4000 2000 0 -2 -1 0 1 2 3 Regression Standardized Predicted Value Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas diketahui bahwa titiktitik yang terbentuk pada grafik scaterplot tidak membentuk pola yang jelas serta tersebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi yang digunakan bebas heteroskedastisitas. Hasil tersebut membuktikan bahwa pengaruh variabel independent yaitu variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai varian yang sama. Dengan demikian membuktikan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini efisien dan kesimpulan yang dihasilkan tepat. 3. Analisis Ekonomi Dengan semakin bertumbuhnya sektor properti, dalam hal ini adalah perumahan, maka semakin banyak pula masyarakat yang melakukan transaksi pembelian rumah dengan menggunakan fasilitas KPR untuk dijadikan sebagai alat investasi yang menurut banyak orang sebagai investasi yang aman. Yang perlu di perhatikan secara makro ekonomi adalah, jika investasi di sektor properti ini dilandasi dengan motif spekulasi, maka di sektor inilah akan terjadi bubble economic. Faktor ancaman bubble economic ini terjadi seiring dengan pertumbuhan properti yang menggunakan fasilitas KPR yang sedang berkembang di perumahan mengngah kebawah, yaitu bertipe 70 ke bawah. Di Kota Malang saat ini banyak di jumpai perumahan-perumahan dengan tipe di bawah 70, hal ini seiring dari dukungan pemerintah untuk medukung masyaraktanya unruk mendapatkan kebutuhan tempat tinggalnya dengan berbagai cara, seperti subsidi KPR bagi PNS, penyediaan komplek perumhan murah, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan perkembangan sektor properti kusunya perumahan tipe menengah ke bawah semakin bergeliat, dan bank sebagai penyedia jasa KPR, telah melakukan banyak trobosan untuk mendukung hal tersebut. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Faktor-faktor yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR. b. Berdasarkan hasil koefisien regresi (standardized coefficients) masing-masing variabel dapat diuraikan bahwa variabel tingkat suku bunga sebesar 0,249, variabel pendapatan sebesar 0,286, variabel usia yaitu sebesar 0,200, variabel pendidikan yaitu sebesar 0,183 dan untuk variabel lokasi perumahan yaitu sebesar 0,200. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan mempunyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR. c. Sektor properti kususnya perumhan menengah ke bawah telah berkembang pesat di kota Malang. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari pemerintah dalam menyediakan perumahan murah dan subsidi KPR untuk PNS. 2. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan dari hasil penelitian, maka diajukan beberapa saran yaitu sebagai berikut: a) b) Diharapkan pihak bank selalu memperhatikan kemampuan dari masyarakat yang melakukan peminjaman kredit KPR dengan harapan kredit tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan waktu dan ketentuan kredit yang telah ditetapkan. Diharapkan pihak bank selalu berupaya untuk memberikan kemudahan dalam proses KPR sehingga masyarakat dapat terbantu atas fasilitas kredit yang ditawarkan oleh pihak bank. Pemberian kemudahan ini dapat dilakukan di dalam program pemasaran produk KPR dengan cara member fasilitas estimasi perhitungan KPR di bank tersbeut tanpa melalui costumer service. Pihak bank diharapkan selalu berupaya untuk memberikan dukungan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan yaitu dengan menetapkan bunga yang terjangkau sehingga dapat memberikan dukungan kepada masyarakat yang berupaya memiliki rumah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menetpakan sukubunga minimal sesuai aturan Bank Indonesia. F. DAFTAR PUSTAKA Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan. Yogyakarta: BPFE. Manurung, Mandala dan Prathama, Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Jakarta: Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S. Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. 2008. Manajemen Perkereditan Bank Umum. Bandung : CV Alfabeta. Rahma. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan Tipe Cluster ( Studi Kasus Perumahan Taman Sari di Kota Semarang) Ross, De Dolf. 2005. Real Estate Riches. Jakarta : PT Gramedia Utama Pustaka Utama. Suharto, Ign Girisuta. 2004. Perekayasaan Metodologi Penelitian. Yogyakarta : CV Andi Offset Siamat, Dahlan. Indonesia 2001. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Universitas Singgih, Santoso & Tjiptono Fandy, 2002, Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Gramedia. Sinungan, Muchdarsyah, 2003, Manajemen Dana Bank. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Suharsimi, Arikunto,1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi Keempat. Jakarta: Penerbit Cipta. Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. ALFABETA. Suhardjono, 2003, Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sutojo, Subagyo. 1997. Manajemen Terapan Bank. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Sukirno, Sadono. 2005, Pengantar Mikro Ekonomi, Jakarta: PT. Grafindo Persada. Suliyanto. 2006. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta : CV Andi Offset. Simorangkir, 1991, Perkreditan & Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan Kita. Yogyakarta. BPFE. Mulyono, Teguh Pudjo. 2001, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Penerbit BPFE- UGM, Yogyakarta. Thomas Suyatno, 1997, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Tjoekam, 2000, Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wibowo. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah Dan Apartemen (KPRA) Serta Pengaruhnya Terhadap Business Cycle Indonesia Widayat dan Amirullah, 2002, Riset Bisnis, Edisi 1, Malang: CV. Cahaya Press.