analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NASABAH DALAM
MEMINJAM KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)
STUDI KASUS DI KOTA MALANG
JURNAL KULIAH
Disusun oleh
TRI RAHMAT HABIBY
0710210030
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih
Derajat Sarjana Ekonomi
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NASABAH DALAM
MEMINJAM KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)
STUDI KASUS DI KOTA MALANG
ABSTRAK
Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Dalam
perkembangannya di lapangan perumahan di Kota Malang berkembang menjadi suatu
akat investasi yang sangat bagus sejalan dengan perkembagan Kota Malang itu sendiri.
Di perumahan yang besekala menengah kebawah yaitu perumahan dengan tipe di bawah
70, memiliki permintaan yang relatif tetap bahkan cecderung mengalami kenaikan. Hal
ini dipermudah dengan adanya fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang
disediakan oleh bank Nasional maupun yang disediakan oleh bank swasta Nasional.
Fasilitas KPR mmberikan kemudahan para nasabahnya untuk memiliki hunian yang
layak dan juga dapat dikatakan sebagai alat bantu investasi jangka panjang yang aman.
Perkembangan bisnis perumahan di Kota Malang menunjukkan adanya peningkatan
yang signifikan, di Kota Malang sendiri terdapat 27 pengembang dengan pembiayaan
KPR mencapai Rp. 1,8 Triliun untuk semester pertama tahun 2013, kondisi tersebut
dapat mencerminkan adanya peningkatan sebesar 17% apabila dibandingkan semester
tahun sebelumnya. Kenyataan tersebut menjadi peluang bagi bank-bank yang
menawarkan KPR bagi masyarakat. Pertumbuhan propeti ini juga menggambarkan
bahwa masyarakat Malang suda memiliki suatu pola pikir untuk melakukan investasi
jangka panjang yang memiliki resiko yang kecil dan dapat diminimalkan lagi dengan
cara pemilihan lokasi investasi properti yang tepat.
Penelitian ini dilakukan pada konsumen perumahan yang terdapat di Kota Malang.
Adapun pertimbangan yang digunakan yaitu konsumen perumahan di Kota Malang
merupakan konsumen yang memiliki potensi dalam pengembangan sektor perumahan di
Jawa Timur, dimana kondisi tersebut ditunjukkan dengan tingginya peningkatan minat
perumahan di Kota Malang.
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penilitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang menggunakan
data berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran dan uraian kata-kata
yang diperoleh dari lokasi penelitian. (Singarimbun dan Effendi, 1995:8)
Penelitian dengan metode kuantitatif digunakan untuk mengestimasi data-data yang
berbentuk angka-angka dari sumber-sumber dokumen yang telah disediakan dan
dilakukan analisis mendalam terhadap angka-angka yang mucul pada saat estimasi yang
dilakukan telah selsai. Dan peneliti juga harus mampu menginterpretasikan hasil dari
perhitungan dengan benar dan tepat.
Aanalisis data mengenai pengaruh tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan
lokasi perumahan terhadap pinjaman kredit KPR. Berdasarkan data dari hasil penelitian
tersebut maka secara lengkap hasil analisa regresi linier berganda
Keyword : Perkembangan Perumahan, Kredit kepemilikan Rumah (KPR), Regresi Linier
Berganda
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dewasa ini sangat pesat di dalam era
perdagangan bebas yang kompetitif menjadikan sektor usaha menjadi pendukung
upaya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kondisi perekomian di
Indonesia secara langsung memberikan dampak terhadap usaha untuk memberkan
jaminan tingkat kesejahteraan kepada seluruh masyarakat. Pembangunan di semua
sektor dipacu dengan adanya kemampuan dari sektor-sektor usaha yang ada yaitu
usaha milik negara, swasta dan koperasi sebagai pelaku usaha yang secara langsung
menentukan tingkat keberhasilan pencapaian perekonomian di Indonesia. Badan
Usaha Milik Negara merupakan badan usaha yang pengelolaannya menjadi
tanggungjawab penuh dari negara terkait dengan proses pengelolaan dan
pengembangan usaha yang dilakukan. Badan usaha ini lebih fokus pada usaha-usaha
dalam penyelenggaraan fasilitas umum masyarakat. Adapun badan usaha swasta lebih
memberikan dukungan sektor-sektor yang secara langsung terkait dengan
peningkatan pelayanan masyarakat (Sukirno, Sadono, 2005)
Salah satu sektor usaha yang mempengaruhi perkembangan perekonomian di
Indonesia yaitu sektor perbankan, dimana sektor ini memberikan dampak dalam
upaya peningkatkan kondisi perekonomian baik secara makro maupun mikro.
Kondisi tersebut dikarenakan perbankan melakukan transaksi mencakup kondisi
secara makro di bidang ekonomi. Dalam perkembangannya industri perbankan
dipandang sangat penting sebagai penunjang dalam pembangunan ekonomi suatu
negara, terutama negara berkembang. Sejak krisis global melanda perekonomian
dunia, persendian perekonomian negara terancam tidak sehat khususnya Indonesia.
Proses globalisasi yang semakin kuat sangat berpengaruh dalam pertumbuhan
ekonomi, tidak terkecuali dunia perbankan. Dengan demikian menuntut persaingan
yang ketat demi memberikan produk yang dapat memberikan kepuasan dan
kenyamanan terhadap nasabahnya. (Mulyono, Teguh Pudjo, 2001)
Lembaga keuangan mempunyai peranan ganda yaitu sebagai lembaga
intermediasi yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali dalam bentuk kredit guna membiayai pembangunan sektor-sektor
perekonomian. Sehubungan dengan hal tersebut, bank sebagai lembaga keuangan
tentunya memiliki kebijaksanaannya sendiri dalam usaha menarik minat masyarakat
atau nasabah untuk menyimpan dananya pada bank. Salah satunya adalah dengan
cara memberikan suku bunga yang tinggi atas simpanan atau menurunkan suku bunga
pinjaman atas pinjaman.
Seiring pertumbuhan dunia industri yang pesat tentunya membutuhkan
dukungan finansial dari lembaga keuangan sebagai modal usaha dalam rangka
pengembangan usaha dan kesejahteraan hidupnya. Begitu pentingnya peran lembaga
keuangan sebagai mitra bisnis bagi para pengusaha dan pegawai negeri dalam
meningkatkan usaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Adapun berbagai macam pilihan kredit yang ditawarkan pihak bank guna
memenuhi kebutuhan nasabah, salah satunya yaitu mengenai kredit kepemilikan
rumah. Selain memberikan kemudahan bagi nasabah dalam menjalankan suatu usaha
atau memenuhi kebutuhan sehari-hari, pihak bank juga memberikan kemudahan
dalam memberikan pinjaman dana yang akan digunakan nasabah dalam bentuk
investasi yaitu melalui kredit pembelian perumahan. Namun dengan segala bentuk
kemudahan yang diberikan oleh pihak bank, maka bank juga berharap agar nasabah
memenuhi semua persyaratan yang diajukan pihak bank sebagai bentuk kerjasama
yang baik kepada bank. Loyalitas nasabah kepada bank dijadikan sebagai acuan oleh
pihak bank dalam memberikan kepuasan dan kenyamanan kepada nasabah dalam
berinvestasi dalam bentuk perumahan atau untuk pemenuhan kebutuhan tempat
tinggal. (Thomas Suyatno, 1997).
Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) merupakan slaah satu fasilitas kredit yang
diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal
yang layak dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Pada dasarnya KPR
merupakan sistem perkreditan seperti pada umumnya namun demikian sistem ini
menggunakan jaminan atas sertifikat rumah yang telah dibeli secara kredit tersebut.
Apabila ditinjau dari segi waktu maka sistem KPR ini memiliki jangka waktu yang
paling lama dibandingkan dengan bentuk-bentuk kredit yang lain, dimana masa kredit
dapat mencapai 25 tahun. Bagi masyarakat KPR sangat dibutuhkan karena semakin
naiknya harga perumahan namun demikian kemampuan daya beli masyarakat yang
terbatas maka KPR menjadi salah satu solusi dalam proses pembelian rumah yang
akan dilakukan. Dengan adanya jangka waktu kredit yang lama, maka kemungkinan
adanya investasi di sektor properti akan semakin berkembang.
Seiring dengan pertumbuhan di sektor properti, ada dua hal yang menjadi
landasan para konsumen properti untuk melakukan KPR. Yang pertama adalah
properti masih dianggap investasi yang paling aman dan terjamin, dan yang kedua
karena properti selalu berkembang dan memiliki beragam variasi dalam bentuk
fisiknya. Ada banyak alasan untuk melakukan investasi di sektor properti,
diantaranya adalah para nasabah tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk
membeli properti karena bank memberi fasilitas KPR, harga properti hampir selalu
naik perlahan-lahan seiring dengan pertumbuhan wilayah dimana properti tersebut
berada, dan tidak perlu menjual properti tersebut untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan adanya KPR yang memberikan fasilitas pendanaan sebesar 60% - 90%
dari harga sebuah properti, dan suku bunga krditnya tidak lebih dari 15% per tahun,
menjadikan sektor properti berkembang pesat dan menjanjikan keuntungan jangka
panjang yang memiliki resiko minimal. Hal ini membuat para pelaku investasi di
sektor properti ini semakin giat untuk berinvestasi di dalamnya.
Di kota Malang, properti tumbuh dengan pesat seiring dengan adanya para
investor yang memiliki kelebihan dana, dan dana tersebut di alokasikan dalam
bentuk investasi properti. Ini disebabkan harga properti di kota malang masih di
bawah standar harga properti nasional. Dan pada umumnya para investor lebih
memilih melakukan KPR dalam membeli properti, alasannya adalah hanya butuh
dana sebesar minimal 10% dari harga properti, investor tersebut sudah mendapatkan
properti. Disinilah perkembangan harga akan terjadi karena adanya motif spekulasi
dari para investor.
Perkembangan bisnis perumahan di Kota Malang menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan, di Kota Malang sendiri terdapat 27 pengembang dengan
pembiayaan KPR mencapai Rp. 1,8 Triliun untuk semester pertama tahun 2013,
kondisi tersebut dapat mencerminkan adanya peningkatan sebesar 17% apabila
dibandingkan semester tahun sebelumnya. Kenyataan tersebut menjadi peluang bagi
bank-bank yang menawarkan KPR bagi masyarakat. Pertumbuhan propeti ini juga
menggambarkan bahwa masyarakat Malang suda memiliki suatu pola pikir untuk
melakukan investasi jangka panjang yang memiliki resiko yang kecil dan dapat
diminimalkan lagi dengan cara pemilihan lokasi investasi properti yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini penulis mencoba
membahas tentang “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NASABAH DALAM MELAKUKAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH”
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan
pada penelitian ini yaitu:
a. Apakah faktor-faktor yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan, usia,
pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit
KPR ?
b. Faktor apakah yang mempuyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit
KPR ?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi
perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR.
b. Untuk mengetahui faktor yang mempuyai pengaruh dominan terhadap pinjaman
kredit KPR.
4. Kegunaan Penelitian
a. Bagi Bank
1) Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi pihak bank untuk meningkatkan
penyaluran kredit kepelikan rumah pada setiap nasabahnya.
2) Sebagai bahan pertimbangan untuk menyelesaikan setiap kendala yang
dihadapi oleh pihak bank.
b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan sebagai bahan kajian referensi sehingga
penelitian ini dapat lebih berkembang.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Bank, Tujuan Bank, Jenis Bank
Berdasarkan beberapa pengertian yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa
bank merupakan suatu bentuk badan usaha atau lembaga keuangan yang menawarkan
jasa-jasa perbankan dalam urusan peredaran uang masyarakat. Bentuk-bentuk jasa
yang ditawarkan tersebut yaitu berupa pinjaman kredit dan bentuk simpanan
(tabungan) dengan menawarkan tingkat bunga tertentu kepada para nasabahnya.
Menurut Sinungan (2003:4) “Usaha perbankan Indonesia bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat
banyak”.
Dalam melaksanakan demokrasi ekonomi, industri perbankan Indonesia harus
menghindarkan diri dari ciri-ciri negatif yaitu:
a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain.
b. Sistem etatisme dimana Negara beserta aparatur Negara bersifat dominan serta
mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi swasta.
c. Pemusatan kekuatan industri perbankan pada suatu kelompok yang dapat
merugikan masyarakat.
Menurut Suyatno (1997: 15) jenis dan macam bank di bagi menjadi tiga yaitu :
a. Dilihat dari segi fungsinya
1) Bank Sentral, ialah bank yang merupakan badan hukum milik negara yang
tugas pokoknya membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga,
memelihara kestabilan nilai rupiah. Dengan demikian bank ini merupakan
stabilisator atas nilai tukar rupiah.
2) Bank Umum ialah bank yang sumber dananya berasal dari simpanan
masyarakat serta pemberian kredit jangka pendek dalam menyalurkan
dananya.
3) Bank Tabungan, ialah usaha pokok perbankan, yaitu menerima simpanan
dalam bentuk tabungan.
4) Bank Pembangunan, ialah bank dalam pengumpulan dananya terutama
berasal dari penerimaan simpanan dalam bentuk deposito dan memberikan
kredit jangka menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan.
5) Bank Desa, ialah bank yang menerima simpanan dana memberikan kredit
jangka pendek disektor pertanian dan pedesaan.
b. Dilihat dari segi kepemilikannya
1) Bank Milik Negara
a) Bank Sentral atau Bank Indonesia
b) BUMN : BNI 1946, BRI dan Bank Mandiri.
c) Bank Tabungan milik Negara.
2) Bank milik pemerintah daerah, adalah bank–bank pembangunan daerah yang
terdapat pada setiap daerah tingkat I.
3) Bank milik swasta
a) Bank umum swasta.
b) Bank tabungan swasta.
c) Bank pembangunan swasta.
4) Bank Koperasi
a) Bank umum koperasi.
b) Bank tabungan koperasi
c) Bank pembangunan koperasi.
Bank dilihat dari kepemilikannya meliputi bank pemerintah dan bank
swasta, kegiatanya yaitu memudahkan masyarakat dalam hal penyimpanan dan
peminjaman uang.
c. Dilihat dari segi penciptaan uang giral.
a) Bank Primer adalah bank yang dapat menciptakan uang giral, yaitu bank
sentral.
b) Bank Sekunder yaitu bank yang bertugas sebagai perantara dalam
menyalurkan kredit.
Bank merupakan salah satu badan usaha yang menawarkan jasa-jasa keuangan
seperti pemberian pinjaman, jasa penyimpanan, jasa kredit dan sebagainya yang
berhubungan dengan peredaran uang.
2. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan.
Oleh karena itu dasar arti kredit adalah percaya atau kepercayaan, kredit akan
diberikan kepada seseorang apabila kepercayaan sudah disepakati.
Menurut UU perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian dari kredit adalah:
“Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Pengertian lain menurut Simorangkir (1991:100), memberikan arti kredit
adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra
prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Karena kehidupan ekonomi yang
semakin modern, prestasi yang sering digunakan adalah prestasi uang, maka transaksi
kredit sering kali menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit dalam arti sebenarnya,
didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di
masa mendatang.
Sementara menurut Tjoekam (2000:3): Kredit adalah sebagai penundaan
pembayaran, yang dimaksud adalah pengambilan atas penerimaan uang dan atau
suatu barang tidak dilakukan bersama pada saat menerima akan tetapi
pengembalianya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.
Sejalan dengan pengertian-pengertian diatas, menurut Siamat (2001:107),
dapat dikemukakan bahwa kredit memberikan konsekuensi bagi bank dan peminjam
mengenai hal-hal berikut :
a. Penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan dengan itu.
b. Kewajiban pengembalian kredit
c. Jangka waktu pengembalian
d. Pembayaran bunga, imbalan, atau bagi hasil
e. Perjanjian kredit.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hakekat dari kredit
adalah adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit
(debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya.
Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak termasuk
jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian juga dengan masalah
sanksi apabila debitur lalai atau ingkar janji terhadap perjanjian yang telah disepakati
bersama.
3. Unsur- Unsur Kredit
Berdasarkan pengertian dari kredit, kredit diberikan oleh suatu lembaga
keuangan (kreditur) dengan dasar kepercayaan begitu juga dengan pihak peminjam
(debitur) melakukan pinjaman kredit atas dasar kepercayaan.
Menurut Simorangkir (1991:101), kredit memiliki empat unsur:
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari kreditur bahwa prestasi yang diberikan baik
dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali
dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
b. Waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi
yang akan diterima dikemudian hari.
d. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan pemberian dalam bentuk uang,
tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan ekonomi
yang semakin modern transaksi kredit sering kali hanya berupa uang.
4.
Prinsip-Prinsip Perkreditan
Prinsip perkreditan disebut juga pertimbangan kredit, merupakan tindakan
analisis dan evaluasi dalam kegiatan perkreditan. Prinsip tersebut untuk menilai dan
menganalisis pemohon kredit. Bank melakukan pencarian informasi selengkaplengkapnya mengenai pemohon yang akan dipergunakan dalam analisis dan evaluasi.
Analisis dan evaluasi tersebut menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:250)
sering disebut dengan prinsip “5-C”, prinsip perkreditan tersebut adalah:
a. Character (analisis watak)
Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran akan kemauan membayar dari
pemohon, mencakup perilaku pemohon sebelum dan selama permohonan kredit.
b. Capacity (analisis kemampuan)
Bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan mengembalikan kredit dari usaha
yang dibiayai (the first way out), mencakup aspek manajemen (kemampuan
mengelola perusahaan), aspek produksi (kemampuan berproduksi secara
berkesinambungan), aspek pemasaran (kemampuan memasarkan hasil produksi),
aspek personalia (kemampuan tenaga kerja dalam mendukung aktifitas
perusahaan), aspek finansial (kemampuan menghasilakan laba)
c. Capital (analisis modal)
Bertujuan untuk mengukur kemampuan pemohon dalam menyediakan modal
sendiri (own share), yang mencakup: besar dan komposisi modal, perkembangan
laba usaha selama tiga periode sebelumnya, angka rasio perbandingan antara
hutang dan modal sendiri (Debt Equity Ratio).
d. Condition (analisis kondisi/prospek usaha)
Dengan tujuan untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha yang akan
dibiayai, yang meliputi siklus bisnis mulai dari bahan baku (pemasok),
pengolahan, dan pemasaran (pembeli).
e. Collateral (analisis agunan atau jaminan)
Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya nilai agunan yang dapat
dipergunakan sebagai alat pengaman lapis kedua (the second way out) bagi bank
dalam saetiap pemberian kredit.
Selain prinsip 5C, menurut Manurung dan Prathama (2004:194), konsep 7P
juga dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan pemberian kredit. Konsep 7P
tersebut antara lain:
a. Personality (kepribadian)
Tercakup dalam penilaian kepribadian calon debitur adalah tingkah laku, sejarah
hidupnya yang mencakup sikap, emosi, dan tindakan dalam menghadapi masalah.
b. Purpose (tujuan)
Menilai tujuan calon debitur dalam mengajukan permohonan kredit dan berapa
besar kredit yang diajukan.
c. Prospect (prospek)
Menilai prospek usaha yang direncanakan debitur, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
d. Payment (pembayaran)
Menilai bagaimana cara calon debitur melunasi kredit, dari mana saja sumber
dana tersebut, dan bagaimana tingkat kepastiannya.
e. Profitability (tingkat keuntungan)
Menilai berapa tingkat keuntungan yang di perkirakan akan diraih calon debitur;
bagaimana polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya.
f. Protection (perlindungan)
Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan
perlindungan usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang atau asuransi.
g. Party (tingkatan)
Bertujuan mengklasifikasi calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan
karakternya. Klasifikasi ini berguna untuk penentuan perlakuan bank dalam hal
pemberian fasilitas.
Penilaian atau analisis calon debitur selain dengan menggunakan konsepkonsep di atas, juga dapat dilakukan dengan konsep 3R, menurut Manurung dan
Prathama (2004:195), yaitu:
a. Return (tingkat pengembalian usaha)
Penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah
memperoleh kredit.
b. Repayment (kemampuan membayar kembali)
Memperhitungkan kemampuan jadwal dan jangka waktu pembayaran kredit oleh
calon debitur.
c. Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung resiko)
Memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk
menghadapi resiko, perusahaan calon debitur memiliki resiko yang besar atau
kecil.
5. Tujuan dan Fungsi Kredit
Kredit diberikan kepada masyarakat tidak semata-mata untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya, melainkan disesuaikan dengan tujuan Negara
yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Menurut
Simorangkir (1991:102) bank memberikan kredit adalah untuk mengemban tugas
sebagai agent of development khususnya bank milik pemerintah, adalah untuk:
a. Turut menyukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.
b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat
memperluas usahanya.
Dari tujuan yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya
kepentingan yang seimbang antara kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat,
dan kepentingan pemilik modal.
Sedangkan fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan
perdagangan menurut Simorangkir (1991:103) adalah sebagai berikut :
a. Kredit pada hakikatnya untuk meningkatkan daya guna uang.
b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang
c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang
d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi
e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha
f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan
g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
6. Kebijakan Kredit Bank
Sebagian besar bank merasa perlu memiliki kebijakan kredit yang jelas dan
komprehensif. Kebijakan kredit yang dituangkan dalam satu manual dipergunakan
sebagai bahan untuk menilai, seberapa jauh pelaksanaan penyaluran kredit telah
sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Kebijakan kredit sangatlah penting dalam usaha perkreditan bank sebagai
pedoman dalam melakukan usaha perkreditan. Sesuai dengan SK Direksi Bank
Indonesia No.27/162/KEP/DIR tentang kewajiban setiap bank untuk membuat
kebijakan pemberian kredit secara tertulis atau Pedoman Penyusunan Kebijakan
Perkreditan Bank. Berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia tersebut, menurut
Suhardjono (2003:100), kebijakan perkreditan bank haruslah memuat hal-hal pokok
sebagai berikut :
a. Prinsip Kehati-hatian dalam Perkreditan
Dalam membuat pedoman kebijakan perkreditan, bank harus menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam pembarian kredit yang harus tercermin dalam setiap
tahapan proses pemberian kredit. Dalam proses pemberian kredit, mencakup
antara lain kebijakan pemberian kredit, tata cara penilaian kualitas kredit,
profesionalisme dan intregitas pejabat perkreditan. Sedangkan dalam kebijakan
pemberian kredit, sekurang-kurangnya harus ditetapkan tata cara pemberian
kredit yang sehat, serta jenis-jenis usaha yang dilarang dan dihindari untuk
dibiayai dengan kredit bank.
b. Organisasi dan Manajemen Perkreditan
Untuk mendukung pemberian kredit yang sehat dan penerapan unsur
pengendalian internal (internal control) mulai dari tahap awal proses kegiatan
pemberian kredit sampai dengan kredit yang bersangkutan lunas, maka bank
harus menetapkan struktur organisasi serta tugas dan tanggung jawab masingmasing pejabat bank yang terkait dalam proses pemberian kredit.
c. Kebijakan Persetujuan Pemberian Kredit
Dalam membuat pedoman kebijakan persetujuan pemberian kredit
sekurang-kurangnya mencakup antara lain konsep hubungan total pemohon
kredit dengan bank, penetapan batas wewenang putusan kredit dari setiap pejabat,
pedoman proses persetujuan kredit, pedoman perjanjian dan persetujuan
pencairan kredit.
d. Dokumentasi dan Administrasi Kredit
Dokumentasi kredit menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari paket
kredit dan merupakan salah satu aspek penting yang dapat menjamin
pengembalian kredit. Hal penting yang harus diketahui dari proses dokumentasi
kredit adalah jenis-jenis dokumen yang dibutuhkan oleh bank dan cara-cara
memperolehnya. Dokumen kredit diperoleh selama proses kredit berlangsung
mulai proses permohonan kredit sampai dengan pelunasan kredit. Dokumen
kredit merekam semua tahapan proses pemberian kredit dan dokumen yang
dipersyaratkan oleh pejabat pemutus untuk keamanan dalam pemberian kredit.
e. Pengawasan Kredit
Setelah kredit dicairkan, tugas bank adalah membina nasabah agar kredit
dipergunakan sesuai dengan permohonan, bunga dibayarkan sesuai kesepakatan
serta pengembalian kredit dilakukan tepat waktu. Fungsi pengawasan dan
pembinaan dalam bidang kredit sangatlah penting karena berperan untuk dapat
mengantisipasi atas timbulnya risiko kerugian yang besar dalam usaha kredit
yang dilakukan.
f. Pengelolaan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah
Pengelolaan secara efektif terhadap kredit bermasalah sangat penting
untuk menjaga kualitas kredit, meminimalkan kerugian dan memaksimalkan
pengembalian asset beresiko. Dengan demikian dalam pengelolaan kredit
bermasalah bank harus mempunyai pedoman yang baku mengenai faktor-faktor
yang dapat menyebabkan kredit menjadi bermasalah, mempunyai alat yang dapat
dipergunakan untuk mendeteksi secara dini timbulnya masalah dalam usaha
debitur serta melakukan evaluasi secara berkesinambungan.
7. Teori Permintaan
Menurut Sukirno (2005) permintaan adalah keinginan konsumen membeli
suatu barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu tertentu.
Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai :
Dx = f ( Y, Py, T, u )
Dimana : Dx = Jumlah barang yang diminta
Y = Pendapatan Konsumen
Py = Harga Barang Lain
T = Selera
U = Faktor-faktor Lainnya
Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta dipengaruhi oleh
harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan faktor-faktor
lainnya. Dimana DX adalah jumlah barang X yang diminta konsumen, Y adalah
pendapatan konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera konsumen
dan U adalah Faktor-faktor lainnya. Dalam kenyataannya permintaan menggantikan
barang yang mengalami kenaikan harga. Dalam jangka waktu lebih lama konsumen
akan mencari barang alternatif untuk akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh
harga barang itu sendiri namun juga oleh faktor-faktor lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, jumlah properti itu sendiri di pengaruhi oleh
harga, pendapatan konsumen, dan harga subtitusinya. Dan disinilah properti dapat
menjadi investasi yang menarik karena permintaan akan rumah sebagai sarana tempat
tinggal jarang mengakami penurunan seiring dengan pertumbuhan penduduk.
8. Permintaan Pasar
Permintaan pasar merupakan jumlah total suatu barang yang ingin dibeli oleh
setiap konsumen pada setiap tingkat harga, atau dengan kata lain merupakan
penjumlahan permintaan individual. Permintaan individual adalah jumlah suatu
barang yang dibeli oleh konsumen pada setiap tingkat harga.
Permintaan Pasar = f ( Px,Ii )
= f ( Px, Ia)+Fb ( Px,Ib )
= a fi ( Px,Ii )
Dimana Px adalah harga barang x, Ia adalah pendapatan konsumen A, Ib adalah
pendapatan konsumen B.
Dengan adanya persamaan diatas, maka kita dapat melihat bahwa harga
properti akan cenderung mengalami kenaikan dikarenakan pendapatan
masyarakatsemakin berkembang dan juga kebutuhan akan tempat tinggal juga akan
bertambah. Hal inilah yang dapat membentuk harga suatu properti dikarenakan
semakin banyak permintaan pasar, maka permintaan-permintaan ini akan
membentuk suatu tingkat harga tertentu sesuai dengan permintaan pasarnya.
9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Menurut Sukirno (2005), ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa
suatu permintaan konsumen terhadap suatu barang berubah :
a. Harga barang itu berubah sedang faktor yang lain tetap, perubahan ini hanya
menyebabkan pergerakan di sepanjang kurva permintaan.
b. Salah satu atau lebih faktor-faktor lain berubah (tidak ada lagi ceteris paribus).
Perubahan ini menyebabkan terjadi pergeseran seluruh kurva permintaan.
Kenaikan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergerak naik ke
kanan. Sebaliknya jika permintaan turun makan kurva permintaan akan bergesr
turun ke kiri. Adapun faktor-faktor pembentuk keadaan ceteris paribus adalah :
1) Pendapatan
Bila pendapatan konsumen naik maka permintaan akan naik dan sebaliknya,
Namun untuk kasus barang inferior peningkatan pendapatan justru akan
mengurangi permintaan suatu barang.
2) Jumlah konsumen di pasar
Peningkatan konsumen akan meningkatkan permintaan suatu barang di
pasar.
3) Selera atau preferensi konsumen
Bila selera konsumen terhadap suatu barang naik, maka kurva permintaan
akan bergeser ke kanan, yang berarti di setiap tingkat harga konsumen akan
menambah konsumsinya.
10. Elastisitas Permintaan
Elastisitas merupakan suatu hubungan kuantitatif antar variabel-variabel,
misal antara jumlah yang diminta dengan harga barang tersebut. Sesuai dengan
hukum permintaan komoditi tersebut. Besar perubahan permintaan akibat perubahan
harga tersebut akan berbeda dari satu keadaan ke keadaan lain. Secara teori ekonomi
dikenal istilah elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) sebagai suatu
konsep yang menghubungkan perubahan kuantitas pembelian/ permintaan optimal
atas suatu komoditi dengan perubahan harga relatifnya
Menurut Sukirno (2005:102) pengukuran elastisitas permintaan sangat
bermanfaat bagi pihak swasta dan pemerintah. Bagi pihak swasta pengukuran
elastisitas permintaan dapat digunakan sebagai landasan untuk menyusun kebijakan
perekonomian yang akan dilaksanakannya seperti misalnya kebjakan impor komoditi
yang akan mempengaruhi harga yang ditanggung rakyatnya. Pengukuran elastisitas
permintaan kerap dinyatakan dalam ukuran koefisien elastisitas permintaan. Koefisien
permintaan merupakan ukuran perbandingan persentase perubahan harga atas barang
tersebut (Sukirno, 2005:104). Koefisien elastisitas permintaan dapat di rumuskan
sebagai berikut.:
a. Elastis
Barang dikatakan elastis sempurna bila kurva permintaan mempunyai koefisien
elastisitas lebih besar daripada satu. Hal ini terjadi bila jumlah barang yang
diminta lebih besar daripada persentase perubahan harga barang tersebut.
b. Elastisitas Uniter
Barang dikatakan elastis uniter bila kurva permintaan mempunyai koefisien
elastisitas sebesar satu. Persentase perubahan harga direspon proporsional
terhadap persentase jumlah barang yang diminta.
c. Tidak elastis
Barang dikatakan tidak elastis bila persentase perubahan jumlah yang diminta
lebih kecil daripada persentase perubahan harga sehingga koefisien elastisitas
permintaannya antara nol dan satu.
Menurut Sukirno (2003: 111) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
elastisitas permintaan suatu barang, yaitu:
a. Tingkat kemampuan barang – barang lain untuk menggantikan barang yang
bersangkutan. Apabila suatu barang mempunyai banyak barang pengganti
(barang substitusi), permintaan atas barang tersebut cenderung akan bersifat
elastis. Perubahan harga yang kecil akan beralih ke barang lain sebagai
penggantiannya. Untuk barang yang tidak memiliki barang pengganti,
permintaan atas barang tersebut barang yang tidak memiliki barang pengganti,
permintaan atas barang tersebut bersifat tidak elastis. Karena konsumen sukar
memperoleh barang pengganti apabila harga barang tersebut naik permintaan
tidak banyak berkurang.
b. Persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang tersebut.
Besar bagian pendapatan yang digunakan untuk membeli suatu barang dapat
mempengaruhi elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar
bagian pendapatan yang diperlukan elastisitas permintaan terhadap barang
tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu
barang, maka permintaan barang tersebut akan semakin elastis.
c. Jangka waktu pengamatan atas permintaan
Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, permintaan atas barang
tersebut semakin elastis. Jangka waktu yang singkat permintaan tidak bersifat
elastis karena perubahan pasar belum diketahui oleh konsumen.
11. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Rahma (2010) dengan judul penelitian Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan Tipe Cluster ( Studi Kasus Perumahan
Taman Sari di Kota Semarang). Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier
berganda. Responden penelitian ini adalah penghuni perumahan Tamansari
Majapahit Semarang. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga, fasilitas, lokasi,
lingkungan, pendapatan dan harga substitusi berpengaruh terhadap keputusan
pembelian rumah. Dari pengujian koefisien determinasi diketahui bahwa 68,6 % dari
variasi yang terjadi di dalam variabel keputusan pembelian secara bersama-sama di
pengaruhi oleh variabel persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan
harga substitusi. Sedangkan sisanya sebesar 31,4 % dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa faktor fasilitas sangat berpengaruh
dalam pembelian rumah. Dilihat dari besarnya koefisien yang mempengaruhi
keputusan pembelian fasilitas sebesar 0,486; pendapatan sebesar 0,443; lokasi
sebesar 0,340; lingkungan sebesar 0,296; harga substitusi sebesar 0,283; dan harga
sebesar 0,268.
Hasil penelitian Wibowo (2008), dengan judul penelitian yaitu Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah Dan Apartemen
(KPRA) Serta Pengaruhnya Terhadap Business Cycle Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa total kredit perbankan (TKR), konsumsi rumah tangga (KRT),
produk domestik bruto (PDB) riil, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan kredit
macet atau non performing loan (NPL) berkorelasi sebagai leading indicator bagi
volume KPRA. Sedangkan quasy money (M2) dan suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) berkorelasi sebagai lagging indicator. Adapun yang berkorelasi
sebagai coincident indicator bagi volume KPRA hanyalah variabel inflasi.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang digunakan maka dapat diketahui
beberapa perbedaan dimana perbedaan tersebut yaitu terkait dengan obyek serta
variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian.
12. Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi
pinjaman kredit KPR sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah tingkat
bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan yang merupakan variabel
bebas (independent variable). Adapun kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada
gambar 1 berikut:
Gambar 2.1 Karangka Pikir Penelitian
Rumah
Cash
Cash lunak
Pemenuhan
kebutuhan primer
Kebutuhan tempat tinggal
KPR
Suku bunga
Spekulasi
Investasi
Pendapatan
Usia
Pendidikan
Lokasi perumahan
13. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
a. Terdapat pengaruh antara tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan
lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR.
b. Variabel tingkat suku bunga mempunyai pengaruh dominan terhadap pinjaman
kredit KPR
C. METODE PENELITIAN
1. Lokasi, Jenis Penelitian dan Jenis Data
Penelitian ini dilakukan pada konsumen perumahan yang terdapat di Kota
Malang. Adapun pertimbangan yang digunakan yaitu konsumen perumahan di Kota
Malang merupakan konsumen yang memiliki potensi dalam pengembangan sektor
perumahan di Jawa Timur, dimana kondisi tersebut ditunjukkan dengan tingginya
peningkatan minat perumahan di Kota Malang.
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penilitian ini
adalah penelitian kuantitatif. Adapun penjelasannya penelitian kuantitatif yaitu suatu
penelitian yang menggunakan data berbentuk angka-angka hasil perhitungan atau
pengukuran dan uraian kata-kata yang diperoleh dari lokasi penelitian. (Singarimbun
dan Effendi, 1995:8)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya dengan
melakukan survey pada obyek penelitian yaitu para konsumen perumahan yang
terdapat di Kota Malang. Data sekunder yang diperoleh dari suatu lembaga keuangan
dalam bentuk dokumentasi atau data yang sudah ditetapkan oleh lembaga itu sendiri.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari arsip-arsip atau dokumen-dokumen dari
obyek penelitian yang terkait dengan permasalahan penelitian.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai
berikut:
a. Kuesioner (angket), adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dilaksanakan untuk memperoleh informasi
dari responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pinjaman kredit
kepemilikan rumah.
b. Dokumentasi
Proses pengumpulan data dengan cara menggunakan dokumentasi arsip-arsip
yang diperlukan dari bank, dan mengumpulkan data-data yang sesuai dengan
permasalahan yang ada.
3. Populasi Dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah konsumen perumahan yang terdapat di
Kota Malang. Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel dengan
menggunakan porposive sampling yaitu metode pengumpulan sampel data yang
diperoleh berdasarkan banyaknya nasabah kredit.
4. Definisi Operasi Variabel
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu :
a. Variabel Bebas
Dalam variabel bebas ini terdapat beberapa variabel yang menjadi penentu, yaitu
variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan.
Definisi beberapa variabel tersebut yaitu antara lain:
1) Variabel tingkat suku bunga (X1)
Merupakan besarnya bunga yang ditetapkan oleh pihak bank untuk pinjaman
kredit kepada para nasabah. Bunga dalam kredit kepemilikan rumah
disesuaikan dengan lamanya jangka waktu kredit yang telah disepakati oleh
pihak bank. Penetapan suku bungan disesuaikan dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai otorisasi tertinggi dalam
perbankan di Indonesia, dengan ukuran persen/ tahun
2) Variabel pendapatan (X2)
Merupakan jumlah penghasilan yang diperoleh seseorang setiap bulannya
atas pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan. Jumlah pendapatan tersebut
terkait dengan pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan dan menghasilkan
pendapatan secara rutin setiap bulan. Jumlah pendapatan yang diterima oleh
nasabah terkait secara langsung dengan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh
seorang nasabah, dimana pekerjaan nasabah dalam hal ini yaitu sebagai
pegawai negeri dan karyawan swasta. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pendapatan merupakan besarnya penerimaan secara rutin yang
diterima oleh seseorang dari pekerjaan utama yang dilakukan oleh nasabah,
dengan ukuran Rupiah.
3) Variabel Usia (X3)
Usia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu usia produktif dan non produktif.
Usia produktif adalah usia dimana masih dikatakan aktif dalam menjalankan
setiap aktivitas kesehariannya, biasanya usia produktif (25-45 tahun)
berawal dari mulai remaja sampai setengah abad lamanya. Sedangkan usia
non produktif adalah usia lanjut dimana pada usia hampir setengah abad
dikatakan tidak aktif dalam menjalankan aktivitas kesehariannya atau biasa
disebut dengan pensiun. Tingkat usia tersebut menjadi pertimbangan bagi
bank dalam memberikan kredit kepemilikan rumah, hal tersebut ditetapkan
sebagai upaya dari pihak bank untuk menghindari terjadinya kredit macet
yang dapat terjadi. Variabel usia diukur dengan menggunakan dummy,
dimana:
a. Produktif = 1
b. Non produktif = 0
4) Variabel Pendidikan (X4)
Lamanya waktu yang yang digunakan oleh seeorang untuk menyelesaikan
pendidikan formal yang dilakukan. Tingkat pendidikan seseorang berkaitan
secara langsung dengan kemampuan untuk melakukan analisis terhadap
keputusan kredit diperbankan yang akan dilakukan dengan ukuran tahun.
5) Variabel lokasi perumahan (X5)
Merupakan letak atau jarak dengan pusat keramaian atau pusat kota dimana
perumahan berada, sehingga nasabah tertarik untuk melakukan pembelian.
Lokasi perumahan secara langsung mempengaruhi atas akses yang akan
dilakukan oleh seorang nasabah dalam melakukan kredit kepemilikan
rumah. Pertimbangan lain yang menjadi pertimbangan nasabah yaitu lokasi
dekat dengan pusat kota, tempat pekerjaan, fasilitas umum (rumah sakit,
pasar) dan lain-lain.
b. Variabel Terikat
Dalam variabel ini yang menjadi variabel terikat adalah jumlah kredit
kepemilikan rumah (Y).
5. Metode Analisa Data
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variable bebas dengan
variable terikat maka harus dilakukan analisa data dengan menggunakan regresi
berganda :
Dalam penelitian ini digunakan hubungan fungsional sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2, X3, X4 dan X5 )
Bentuk dari hubungan fungsional yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 4 X4 5 X5 + e
dimana :
Y = Pinjaman kredit
X1 = tingkat suku bunga
X2 = pendapatan
X3 = usia
X4 = pendidikan
X5 = lokasi perumahan
= konstanta
,
1
2, 3, 4, 4 = koefisien regresi
e
= error
Dan untuk mengetahui variabel bebas manakah yang memberikan pengaruh
paling besar terhadap variabel terikat digunakan koefisien regresi masing-masing
variabel. Semakin besar nilai koefisien regresi ( i) semakin besar pula pengaruh yang
ditimbulkan variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat.
a. Uji F
Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap terikat secara bersama
digunakan rumus uji F.
F0 =
R2
(1 − R )
K
n − K −1
Dimana :
R² = koefisien determinasi
K = jumlah variabel independen (pengaruh)
n = jumlah sampel
F0 = F hitung yang selanjutnya dibandingkan dengan F tabel
Dengan kriteria pengujian :
H0 :
1=
H0 :
1
2= 3= 4= 5
≠
2
≠
3
≠
4
≠
5
Jika F0 > F tabel, maka H0 ditolak, yang berarti kelima variabel independent
tersebut secara simultan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap pinjaman
kredit KPR dan sebaliknya.
b. Uji t
Untuk menguji koefisien regresi secara parsial digunakan rumus uji t.
F0 =
β
Sβ
Dimana :
β
= koefisien regresi
S β = standar error koefisien regresi
Dengan kriteria pengujian :
H0 : β i = 0
Ha : β i ≠ 0
H0 diterima jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel dan sebaliknya.
6. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang
sempurna. Hal tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Santoso (2002:203)
bahwa tujuan uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Pedoman suatu
model regresi yang bebas multikolinearitas menurut Santoso (2002:206) adalah:
1. Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1
2. Mempunyai angka tolerance mendekati 1
b. Uji Autokorelasi
Menurut Widayat dan Amirullah (2002:108) jika terjadi autokorelasi
maka kosekuensinya adalah estimator masih tidak efisien, oleh karena itu interval
kenyakinan menjadi lebar. Konsekuensi lain jika permasalahan autokorelasi
dibiarkan maka varian kesalahan pengganggu menjadi underestimate, yang pada
akhirnya penggunaan uji t dan uji F tidak lagi bisa digunakan. Untuk mendeteksi
adanya autokorelasi adalah dari besaran Durbin Watson. Secara umum nilai
Durbin Watson yang bisa diambil patokan menurut Santoso (2002:219) adalah:
1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
3. Angka D-W di atas +2 berarti autokorelasi negatif.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas. Jika varian berbeda,
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas (Santoso, 2002:208). Untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dalam model regresi bisa dilihat dari pola yang terbentuk pada
titik-titik yang terdapat pada grafik scaterplot.
Lebih lanjut menurut Santoso (2002:210) dasar pengambilan keputusan
adalah sebagai berikut:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk
suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian
menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Gambaran Umum Obyek Penelitian
Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km² dengan demikian rata-rata laju
pertumbuhan penduduk setiap km² adalah 7.020 jiwa. Kepadatan penduduk terjadi di
kecamatan Klojen (11.994 jiwa per km²) dan terendah di kecamatan Kedungkandang
(4.374 jiwa per km²). Jumlah penduduk tahun 2010 hasil Sensus Penduduk 2010
(SP2010) mencapai 894.342 jiwa. Adapun presentase luas daerah dan kepadatan
penduduk per km² di Kota Malang sampai akhir tahun 2011 disajikan pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.1 Presentase Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Menurut
Kecamatan di Kota Malang akhir tahun 2011
No
kecamatan
Luas
kecamatan
(km²)
1 Kedungkandang
39,89
2 Sukun
20,97
3 Klojen
8,83
17,77
4 Blimbing
5 Lowokwaru
22,60
Sumber: BPS Kota Malang, 2013
Presentase
thd luas
kota
36,24
19,05
8,02
16,15
20,53
Penduduk
201.922
203.315
119.656
198.648
170.765
Kepadatan
penduduk
(km²)
4.374
8.658
11.994
9.698
8.231
a. Keadaan Penduduk
Kota Malang sampai pada data akhir tahun 2011 mempunyai penduduk
894.342 orang. Keadaaan penduduk Kota Malang dapat dibedakan menurut jenis
kelamin dan tingkat pendidikan, kondisi perekonomian.
1) Berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2 Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
Kedungkandang
86.849
87.628
2
Sukun
90.217
91.296
3
Klojen
50.451
55.456
4
Blimbing
85.420
86.913
5
Lowokwaru
91.616
94.397
Jumlah
404.553
415.690
820.243
174.477
181.513
105.907
172.333
186.013
Sumber: BPS Kota Malang, 2013
Dari karakteristik penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui
bahwa komposisi penduduk Kota Malang yaitu 820.243 sebagian besar
mempunyai jenis kelamin perempuan dengan jumlah 415.690. Sedangkan
penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 404.553.
2) Berdasarkan pendidikan
Komposisi penduduk wilayah Kota Malang menurut tingkat
pendidikan dikelompokkan menjadi kelompok tidak punya ijazah, tamat SD,
tamat SMP, tamat SMA, tamat D1/D2, tamat D3, tamat S1, tamat S2/S3.
Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Karakteristik persentase penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan tertinggi yang dimiliki tahun 2011
No
Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1 Tidak punya ijazah
11,60
17,29
14,55
2 SD
21,23
24,48
22,91
3 SMP
18,53
18,53
18,53
4 SMA
24,67
20,85
22,69
5 SMK
10,87
7,44
9,09
6 Perguruan Tinggi
13,08
11,41
12,22
Sumber: BPS Kota Malang, 2013
Dari karakteristik peduduk berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi
yang dimiliki diketahui bahwa sebagian besar penduduk mempunyai tingkat
pendidikan SD yaitu 22,91%. tingkat pendidikan SMU 22,69%, tingkat
pendidikan SMP 18,53%.
3) Berdasarkan Kondisi Perekonomian
Pendapatan perkapita penduduk Kota Malang dapat diketahui dari
persentase lapangan usaha yang diusahakan, seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Karakteristik penduduk berdasarkan lapangan usaha utama
Tahun 2011
no
Lapangan usaha
Jumlah TK
Persentase
1 Pertanian
4.791
1,18
2 Industri pengolahan
82.302
20,32
3 Konstruksi
23.851
5,89
4 Perdagangan
148.984
36,79
5 Angkutan,Pergudangan, Komunikasi
28.421
7,02
6 Keuangan dan Jasa-jasa
114.330
28,23
7 Pertambangan, Listrik, Gas dan air
2.313
0.57
Jumlah
404.992
100.00
Sumber: BPS Kota Malang, 2013
Berdasarkan tabel karakteristik penduduk tersebut maka diketahui
sebagian besar mata pencaharian penduduk Kota Malang yaitu berdagang
dengan nilai persentase sebesar 36,79%. Baru kemudian disusul dengan yang
bergerak di bidang jasa sebesar 28,23%, industri 20,32%, dan seterusnya.
2. Analisis Data
a. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Pada bagian ini akan dilakukan analisis data mengenai pengaruh tingkat
suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan terhadap
pinjaman kredit KPR. Berdasarkan data dari hasil penelitian tersebut maka secara
lengkap hasil analisa regresi linier berganda yang telah dilakukan dapat dilihat
pada tabel 4.5 di bawah:
Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Tingkat suku bunga
Pendapatan
Usia
Pendidikan
Lokasi perumahan
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-310.465
196.999
234.616
78.709
72.455
21.494
18.717
7.759
89.144
41.475
2.228
.729
Standardized
Coefficients
Beta
.249
.286
.200
.183
.200
t
-1.576
2.981
3.371
2.412
2.149
3.054
Sig.
.118
.004
.001
.018
.034
.003
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
.960
.958
.960
.957
.975
1.068
1.072
1.065
1.074
1.025
a. Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Berdasarkan hasil analisa regresi di atas, maka dapat dirumuskan suatu
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = -310,465 + 0,249 X1+ 0,286 X2 + 0,200 X3 + 0,183 X4 + 0,200 X5 + e
Dari persamaan regresi linier berganda di atas, maka dapat diartikan
sebagai berikut:
Y = Variabel terikat yang nilainya akan diprediksi oleh variabel bebas. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah pinjaman kredit KPR
yang nilainya diprediksi oleh tingkat suku bunga, pendapatan, usia,
pendidikan dan lokasi perumahan.
a = -310,465 merupakan nilai konstanta, yaitu estimasi dari pinjaman kredit
KPR, jika variabel bebas yang terdiri dari variabel tingkat suku bunga,
pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai nilai sama
dengan nol, maka pinjaman kredit KPR mengalami penurunan sebesar
Rp. 310,465.
b1 = 0,249 merupakan besarnya kontribusi variabel tingkat suku bunga yang
mempengaruhi pinjaman kredit KPR Koefisien regresi (b1) sebesar 0,249
dengan tanda positif. Jika variabel tingkat suku bunga berubah atau
mengalami kenaikan 1% maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar
0,249.
b2 = 0,286 merupakan besarnya kontribusi variabel pendapatan yang
mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b2) sebesar 0,286
dengan tanda positif. Jika variabel pendapatan berubah atau mengalami
kenaikan Rp, 1,00 maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,286.
b3 = 0,200 merupakan besarnya kontribusi variabel usia yang mempengaruhi
pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b3) sebesar 0,200 dengan tanda
positif. Jika variabel usia berubah atau mengalami kenaikan 1 tahun maka
pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,200.
b4 = 0,183 merupakan besarnya kontribusi variabel pendidikan yang
mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b3) sebesar 0,183
dengan tanda positif. Jika variabel pendidikan berubah atau mengalami
kenaikan 1 tahun maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,183.
b5 = 0,200 merupakan besarnya kontribusi variabel lokasi perumahan yang
mempengaruhi pinjaman kredit KPR. Koefisien regresi (b3) sebesar 0,200
dengan tanda positif. Jika variabel lokasi perumahan berubah atau
mengalami kenaikan maka pinjaman kredit KPR akan naik sebesar 0,200.
e = merupakan nilai residu atau kemungkinan kesalahan dari model
persamaan regresi, yang disebabkan karena adanya kemungkinan variabel
lainnya yang dapat mempengaruhi variabel pinjaman kredit KPR tetapi
tidak dimasukkan kedalam model persamaan.
b. Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil perhitungan analisis regresi linier berganda yang telah
dilakukan menunjukkan pengaruh variabel independent terhadap variabel
dependent adalah cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien
determinasi (R2) yaitu sebesar 0,608 yang sudah mendekati 1. Adapun hasil nilai
koefisien determinasi (R2) secara lengkap dapat disajikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model
1
R
.780a
R Square
.608
Adjusted
R Square
.587
Std. Error of
the Estimate
1078.170
DurbinWatson
1.775
a. Predictors: (Constant), Lokasi perumahan, Pendidikan, Usia, Tingkat
suku bunga, Pendapatan
b. Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pinjaman kredit KPR,
dapat dijelaskan sekitar 60,8% oleh variabel tingkat suku bunga, pendapatan,
usia, pendidikan dan lokasi perumahan sedangkan sisanya sekitar 39,2%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian
ini.
Koefisien korelasi berganda R (multiple corelation) menggambarkan
kuatnya hubungan antara variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia,
pendidikan dan lokasi perumahan secara bersama-sama terhadap variabel
pinjaman kredit KPR yaitu sebesar 0,780. Hal ini berarti hubungan antara
keseluruhan variabel independent dengan variabel dependent sangatlah erat
karena nilai R tersebut mendekati 1.
c. Hasil Uji F
Untuk mengetahui apakah variabel independent secara simultan
(bersama-sama) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependent atau tidak
berpengaruh maka digunakan uji F (F-test) yaitu dengan cara membandingkan F
hitung dengan Ftabel. Kriteria pengujiannya adalah jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak
dan Ha diterima, sedangkan apabila Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan Ha
ditolak. Dari hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan Df1 = 5 dan
Df2 = 94 diperoleh F tabel sebesar 2,950. Sedangkan F hitungnya diperoleh sebesar
29,163 sehingga dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian menunjukkan bahwa variabel independent yaitu
variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pinjaman kredit KPR
d. Hasil Uji t
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent, yaitu
variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pinjaman kredit KPR maka
digunakan uji t (t – test) dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel.
Dengan confident interval sebesar 95% (α = 5%) diperoleh ttabel sebesar 2,042.
Kriteria Pengujian :
1) Jika -t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti
tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel
terikat.
2) Jika t hitung > t tabel atau t hitung <- t tabel ,maka Ho ditolak dan Ha
diterima, yang berarti ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel
terikat.
Pada tabel 4.7 di bawah akan disajikan hasil perbandingan antara nilai
thitung dengan ttabel.
Tabel 4.7 Perbandingan Antara Nilai thitung Dengan ttabel
Variabel
thitung
ttabel
2,981
2,042
X1
3,371
2,042
X2
2,412
2,042
X3
2,149
2,042
X4
X5
3,054
2,042
Keterangan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Dari uraian hasil thitung dan ttabel di atas menunjukkan bahwa keseluruhan
variabel bebas yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan
dan lokasi perumahan pada penelitian ini mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pinjaman kredit KPR. Secara statistik analisis regresi secara parsial
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Variabel tingkat suku bunga
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel
tingkat suku bunga (X1) sebesar 2,981 sedangkan t tabel sebesar 2,042,
sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan variabel tingkat suku bunga terhadap pinjaman kredit KPR,
dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan.
2) Variabel pendapatan
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel
pendapatan (X2) sebesar 3,371 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga
berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan variabel pendapatan terhadap pinjaman kredit KPR dengan asumsi
yang digunakan yaitu variabel lain konstan.
3) Variabel usia
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel usia
(X3) sebesar 2,412 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel usia
terhadap pinjaman kredit KPR, dengan asumsi yang digunakan yaitu variabel
lain konstan.
4) Variabel pendidikan
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel
pendidikan (X4) sebesar 2,149 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga
berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan variabel pendidikan terhadap pinjaman kredit KPR dengan asumsi
yang digunakan yaitu variabel lain konstan.
5) Variabel lokasi perumahan
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t hitung pada variabel
lokasi perumahan (X5) sebesar 3,054 sedangkan t tabel sebesar 2,042, sehingga
berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan variabel lokasi perumahan terhadap pinjaman kredit KPR, dengan
asumsi yang digunakan yaitu variabel lain konstan.
Berdasarkan hasil koefisien regresi (standardized coefficients) masingmasing variabel dapat diuraikan bahwa variabel tingkat suku bunga sebesar
0,249, variabel pendapatan sebesar 0,286, variabel usia yaitu sebesar 0,200,
variabel pendidikan yaitu sebesar 0,183 dan untuk variabel lokasi perumahan
yaitu sebesar 0,200. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel
pendapatan mempunyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR.
e. Hasil Uji Asumsi Klasik
Untuk membuktikan apakah model regresi linier berganda yang
dipergunakan dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi klasik atau belum,
maka selanjutnya akan dilakukan evaluasi ekonometrika. Evaluasi ekonometrika
terdiri dari uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
1) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Untuk mendeteksi
adanya multikolinearitas adalah dari besarnya VIF (Variance Inflating
Factor) dan tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas
multikolinearitas menurut Santoso (2002:206) adalah:
a) Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1
b) Mempunyai angka tolerance mendekati 1
Berikut ini akan disajikan hasil pengujian multikolinearitas yang
dilakukan dengan bantuan SPSS for windows, secara lengkap hasil tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Tingkat suku bunga
Pendapatan
Usia
Pendidikan
Lokasi perumahan
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-310.465
196.999
234.616
78.709
72.455
21.494
18.717
7.759
89.144
41.475
2.228
.729
Standardized
Coefficients
Beta
.249
.286
.200
.183
.200
t
-1.576
2.981
3.371
2.412
2.149
3.054
Sig.
.118
.004
.001
.018
.034
.003
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
.960
.958
.960
.957
.975
1.068
1.072
1.065
1.074
1.025
a. Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas dapat diketahui bahwa
nilai VIF masing-masing variabel bebas di sekitar angka satu dan nilai
tolerance mendekati angka 1. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi yang digunakan bebas multikolinearitas. Nilai VIF
(Variance Inflating Factor) pada variabel tingkat suku bunga (X1) yaitu
sebesar 1,068 hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai VIF disekitar angka 1
sedangkan nilai tolerance mendekati angka 1 yaitu sebesar 0,960. Dengan
demikian menunjukkan bahwa pada variabel tingkat suku bunga (X1) tidak
terjadi multikolinearitas. Pada variabel pendapatan (X2) menunjukkan bahwa
nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,072 yang berarti disekitar
angka 1 dan nilai tolerance sebesar 0,958 yang berarti mendekati 1, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada variabel pendapatan tidak terjadi
multikolinearitas. Pada variabel usia (X3) menunjukkan bahwa nilai VIF
(Variance Inflating Factor) sebesar 1,065 yang berarti disekitar angka 1 dan
nilai tolerance sebesar 0,960 yang berarti mendekati 1, berdasarkan hasil
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada variabel pendapatan tidak
terjadi multikolinearitas.
Pada variabel pendidikan (X4) menunjukkan bahwa nilai VIF
(Variance Inflating Factor) sebesar 1,074 yang berarti disekitar angka 1 dan
nilai tolerance sebesar 0,957 yang berarti mendekati 1, berdasarkan hasil
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada variabel pendidikan tidak
terjadi multikolinearitas. Adapun untuk variabel lokasi perumahan (X5)
menunjukkan bahwa nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,025
yang berarti disekitar angka 1 dan nilai tolerance sebesar 0,975 yang berarti
mendekati 1, berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada
variabel lokasi perumahan tidak terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas menunjukkan bahwa secara
keseluruhan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yang
meliputi tingkat suku bunga, pendapatan dan usia tidak terjadi
multikolinearitas.
2) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas. Jika
varian berbeda, disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2002:208). Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi bisa dilihat dari pola yang
terbentuk pada titik-titik yang terdapat pada grafik scaterplot.
Lebih lanjut menurut Santoso (2002:210) dasar pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut:
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Adapun hasil uji heteroskedastisitas secara lengkap dapat disajikan
pada gambar 4.1 berikut:
Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot
Dependent Variable: Pinjaman kredit KPR
10000
Pinjaman kredit KPR
8000
6000
4000
2000
0
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas diketahui bahwa titiktitik yang terbentuk pada grafik scaterplot tidak membentuk pola yang jelas
serta tersebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa model regresi yang digunakan bebas
heteroskedastisitas. Hasil tersebut membuktikan bahwa pengaruh variabel
independent yaitu variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan
dan lokasi perumahan mempunyai varian yang sama. Dengan demikian
membuktikan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini
efisien dan kesimpulan yang dihasilkan tepat.
3. Analisis Ekonomi
Dengan semakin bertumbuhnya sektor properti, dalam hal ini adalah
perumahan, maka semakin banyak pula masyarakat yang melakukan transaksi
pembelian rumah dengan menggunakan fasilitas KPR untuk dijadikan sebagai alat
investasi yang menurut banyak orang sebagai investasi yang aman. Yang perlu di
perhatikan secara makro ekonomi adalah, jika investasi di sektor properti ini dilandasi
dengan motif spekulasi, maka di sektor inilah akan terjadi bubble economic. Faktor
ancaman bubble economic ini terjadi seiring dengan pertumbuhan properti yang
menggunakan fasilitas KPR yang sedang berkembang di perumahan mengngah
kebawah, yaitu bertipe 70 ke bawah.
Di Kota Malang saat ini banyak di jumpai perumahan-perumahan dengan tipe di
bawah 70, hal ini seiring dari dukungan pemerintah untuk medukung masyaraktanya
unruk mendapatkan kebutuhan tempat tinggalnya dengan berbagai cara, seperti
subsidi KPR bagi PNS, penyediaan komplek perumhan murah, dan lain sebagainya.
Hal ini menyebabkan perkembangan sektor properti kusunya perumahan tipe
menengah ke bawah semakin bergeliat, dan bank sebagai penyedia jasa KPR, telah
melakukan banyak trobosan untuk mendukung hal tersebut.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor yang meliputi tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan
lokasi perumahan mempunyai pengaruh terhadap pinjaman kredit KPR.
b. Berdasarkan hasil koefisien regresi (standardized coefficients) masing-masing
variabel dapat diuraikan bahwa variabel tingkat suku bunga sebesar 0,249,
variabel pendapatan sebesar 0,286, variabel usia yaitu sebesar 0,200, variabel
pendidikan yaitu sebesar 0,183 dan untuk variabel lokasi perumahan yaitu
sebesar 0,200. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan
mempunyai pengaruh dominan terhadap pinjaman kredit KPR.
c. Sektor properti kususnya perumhan menengah ke bawah telah berkembang pesat
di kota Malang. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari pemerintah dalam
menyediakan perumahan murah dan subsidi KPR untuk PNS.
2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dari hasil penelitian, maka diajukan beberapa
saran yaitu sebagai berikut:
a)
b)
Diharapkan pihak bank selalu memperhatikan kemampuan dari masyarakat yang
melakukan peminjaman kredit KPR dengan harapan kredit tersebut dapat
dikembalikan sesuai dengan waktu dan ketentuan kredit yang telah ditetapkan.
Diharapkan pihak bank selalu berupaya untuk memberikan kemudahan dalam
proses KPR sehingga masyarakat dapat terbantu atas fasilitas kredit yang
ditawarkan oleh pihak bank. Pemberian kemudahan ini dapat dilakukan di dalam
program pemasaran produk KPR dengan cara member fasilitas estimasi
perhitungan KPR di bank tersbeut tanpa melalui costumer service.
Pihak bank diharapkan selalu berupaya untuk memberikan dukungan kepada
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan yaitu dengan menetapkan bunga
yang terjangkau sehingga dapat memberikan dukungan kepada masyarakat yang
berupaya memiliki rumah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menetpakan
sukubunga minimal sesuai aturan Bank Indonesia.
F. DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan. Yogyakarta: BPFE.
Manurung, Mandala dan Prathama, Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi
Moneter. Jakarta: Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S.
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. 2008. Manajemen Perkereditan Bank Umum.
Bandung : CV Alfabeta.
Rahma. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan
Tipe Cluster ( Studi Kasus Perumahan Taman Sari di Kota Semarang)
Ross, De Dolf. 2005. Real Estate Riches. Jakarta : PT Gramedia Utama Pustaka Utama.
Suharto, Ign Girisuta. 2004. Perekayasaan Metodologi Penelitian. Yogyakarta : CV
Andi Offset
Siamat, Dahlan.
Indonesia
2001.
Manajemen Lembaga Keuangan.
Jakarta : Universitas
Singgih, Santoso & Tjiptono Fandy, 2002, Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi
dengan SPSS. Jakarta: PT. Gramedia.
Sinungan, Muchdarsyah, 2003, Manajemen Dana Bank. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Suharsimi, Arikunto,1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi Keempat. Jakarta: Penerbit Cipta.
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. ALFABETA.
Suhardjono, 2003, Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Penerbit Lembaga
Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sutojo, Subagyo. 1997. Manajemen Terapan Bank. Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo.
Sukirno, Sadono. 2005, Pengantar Mikro Ekonomi, Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Suliyanto. 2006. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Simorangkir, 1991, Perkreditan & Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan Kita.
Yogyakarta. BPFE.
Mulyono, Teguh Pudjo. 2001, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Penerbit
BPFE- UGM, Yogyakarta.
Thomas Suyatno, 1997, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Tjoekam, 2000, Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wibowo. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan
Rumah Dan Apartemen (KPRA) Serta Pengaruhnya Terhadap Business
Cycle Indonesia
Widayat dan Amirullah, 2002, Riset Bisnis, Edisi 1, Malang: CV. Cahaya Press.
Download