ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN DAN PEMAKSIMALAN RESAPAN AIR HUJAN DI DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SUNGAI BESAR KOTA BANJARBARU UNTUK PENCEGAHAN BANJIR Sri Rohyanti1, Ichsan Ridwan1, Nurlina1 ABSTRAK. Perkembangan pembangunan yang begitu pesat cenderung menyebabkan semakin banyaknya alih fungsi lahan yang berganti menjadi bangunan gedung-gedung dan permukiman baru yang berakibat pada semakin berkurangnya area resapan air. Air hujan yang tidak dapat meresap secara langsung ke dalam tanah akan menjadi limpasan. Limpasan yang tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat, terutama adalah banjir.Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan banjir terutama untuk daerah pemukiman padat atau yang mempunyai lahan resapan air hujan yang minim dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi biopori. Penelitian ini menganalisis limpasan dan pemaksimalan resapan air hujan di daerah tangkapan air sungai besar Kota Banjarbaru yang bertujuan menganalisa jumlah limpasan permukaan dan menetukan jumlah lubang resapan biopori yang diperlukan untuk mencegah banjir. Metode yang digunakan adalah metode analisis yang meliputi pegolahan data sekunder dari instansi dan data primer dari interprestasi citra dan pengukuran lapangan. Analisis spasial menggunkan overlay pada sistem informasi geografis. Hasil penelitian ini menunjukan debit limpasan di DTA Sungai Besar adalah 21,88 m3/detik atau m3/jam dengan potensi banjir sebesar 47.963,01 m3. Diperlukan 48.454 Lubang Biopori untuk luas DTA Sungai Besar 1399,44 ha atau 33 sampai 36 Lubang Biopori per hektar. Kata Kunci: SIG, DTA Sungai Besar, Limpasan Permukaan, Biopori menjadi limpasan (runoff) atau yang PENDAHULUAN Perkembangan yang begitu pembangunan pesat sering disebut dengan air permukaan. cenderung Limpasan menimbulkan masalah baru di suatu tertangani wilayah bila dalam perencanaannya menimbulkan berbagai masalah bagi tidak keadaan masyarakat, terutama adalah banjir. cuaca. Kondisi demikan juga terjadi di Dampak negatif dengan berubah atau Banjarbaru. Hal ini disebabkan oleh hilangnya daerah resapan adalah tidak semakin banyaknya jumlah gedung dan dapat menahan laju aliran air akibat permukiman-permukiman curah hujan sehingga menyebabkan memperhitungkan sehingga akan Bahaya banjir Sebagian besar air hujan yang turun ke perumahan bumi secara perubahan tata guna lahan dari area langsung ke dalam tanah dan akhirnya resapan menjadi area kedap air. Solusi meresap sering Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat 128 atau baik tidak berkurangnya area resapan air hujan. dapat semakin dengan yang air tidak pada hujan genangan 1 berakibat baru, air bahkan pada terjadi banjir. kawasan akibat Rohyanti, S.,dkk. Analisis Limpasan Permukaan.....129 yang dapat digunakan untuk mengatasi Provinsi permasalahan banjir terutama untuk Banjarbaru sesuai dengan Undang- daerah pemukiman padat atau yang Undang No. 9 Tahun 1999 memiliki mempunyai lahan resapan air hujan wilayah seluas ±371,38 km2 atau hanya yang minim dapat dilakukan dengan 0,88% menggunakan teknologi biopori. Kalimantan Teknologi luas wilayah Selatan. Kota Provinsi Banjarbaru ditunjang oleh dua buah Daerah Aliran mengurangi limpasan air hujan dengan Sungai (DAS) sebagai catchment area, meresapkan lebih banyak volume air yaitu DAS Barito/Riam Kanan dan DAS hujan Maluka. dalam ini dari Selatan. dapat ke biopori Kalimantan tanah sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya banjir. Penelitian menjadi diharapkan dapat dalam upaya solusi pencegahan banjir dan juga menjadi satu upaya mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Tujuan Penelitian menganalisa jumlah permukaan dan ini menetukan adalah limpasan jumlah lubang resapan biopori yang diperlukan untuk mencegah banjir akibat curah Gambar 1. Peta Daerah Tangkapan Air Sungai Besar Limpasan Permukaan hujan di daerah tangkapan air yang Limpasan permukaan merupakan selanjutnya disebut DTA di Sungai air hujan yang tidak dapat ditahan oleh Besar Banjarbaru. tanah, vegetasi atau cekungan dan akhirnya mengalir langsung ke sungai TINJAUAN PUSTAKA atau laut. Kondisi Wilayah Penelitian permukaan Besarnya sangat nilai aliran menentukan Secara geografis Kota Banjarbaru besarnya tingkat kerusakan akibat erosi terletak antara 3º 25’ 40”-3º 28’ 37’’ maupun banjir. Besarnya nilai aliran Lintang Selatan dan 114º 41’ 22’’-114º permukaan 54’ 25’’ Bujur Timur. Posisi geografis hujan, Kota Banjarbaru adalah 35 km pada adanya bangunan penyimpan air dan arah 296°30' sebelah tenggara Kota faktor lainnya. Banjarmasin yang merupakan ibu kota dipengaruhi vegetasi oleh (penutup curah lahan), Limpasan permukaan atau aliran 130 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No.2, Agustus 2015 (128 – 139) permukaan juga merupakan bagian dan biasanya durasi hujan melebihi dari curah hujan yang mengalir di atas waktu konsentrasi. Metode Rasional permukaan tanah dan mengangkut dapat partikel-partikel antara debit limpasan dengan besar tanah. Limpasan terjadi karena intensitas hujan yang jatuh di suatu kapasitas daerah curah hujan. Data untuk penentuan debit banjir pada penelitian ini adalah data curah infiltrasi terpenuhi air akan mengisi hujan, dimana curah hujan merupakan cekungan-cekungan pada permukaan salah satu dari beberapa data yang tanah. cekungan-cekungan dapat digunakan untuk memperkirakan tersebut penuh, selanjutnya air akan besarnya debit banjir rencana dengan mengalir (melimpas) persamaan rasional, seperti berikut permukaan tanah Setelah aliran permukaan air setelah hubungan laju Jika infiltrasi, melebihi menggambarkan di atas (surface terjadi tanah runoff). di (Suripin,2004): bawah disebut juga Q = C.I.A (1) Keterangan: sebagai aliran di bawah permukaan Q = laju aliran (debit) puncak (m3/detik) dan jika yang terjadi adalah aliran C = koefisien aliran permukaan (0≤C≤1) yang berada di lapisan aquifer (air I = intensitas curah hujan (m/detik) tanah), maka disebut aliran air tanah. A = luas DAS (m2) Air limpasan permukaan dibedakan menjadi sheet dan rill surface runoff akan tetapi jika aliran air tersebut Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi (tc) adalah sudah masuk ke sistem saluran air waktu atau mengalirkan air hujan dari titik terjauh kali, maka disebut sebagai stream flow runoff (Asdak, 2010). yang diperlukan untuk daerah tangkapan hujan ke saluran keluar (outlet) atau waktu yang di Metode Rasional Metode butuhkan oleh air dari awal curah hujan Rasional banyak sampai terkumpul serempak mengalir digunakan untuk memperkirakan debit kesaluran keluar (outlet). Waktu puncak yang ditimbulkan oleh hujan konsentrasi (tc = t0 – td) terdiri dari: deras pada daerah tangkapan (DAS) a. Inlet time (to) adalah waktu yang kecil. Suatu DAS disebut DAS kecil diperlukan oleh air untuk mengalir apabila distribusi hujan dapat dianggap dimuka seragam dalam suatu ruang dan waktu, drainase. tanah menuju saluran Rohyanti, S.,dkk. Analisis Limpasan Permukaan.....131 b. Conduct time (td) adalah waktu dan gaya kapiler tanah. Laju infiltrasi yang diperlukan oleh air untuk yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi mengalir dibatasi oleh besarnya diameter pori- disepanjang saluran. (Hasmar, 2002) Salah pori tanah (Asdak, 2002). satu metode yang Diantara arti penting dari infiltrasi digunakan untuk memperkirakan waktu adalah konsentrasi dimana daya infiltrasi adalah rumus yang menentukan banyaknya air hujan yang oleh Kirpich (1940) dapat diserap kedalam tanah. Makin dikembangkan sebagaimana berikut: 0,87 L2 t c 1000 S besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi 0, 385 (2) menjadi makin Keterangan : limpasan permukaan tc = waktu konsentrasi dalam jam sehingga debit puncaknya juga akan L = Panjang sungai dalam km lebih kecil. Perpindahan air dari atas ke S = Kemiringan sungai dalam permukaan tanah baik secara vertikal Infiltrasi kecil. maupun Akibatnya makin secara kecil, horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang Infiltrasi adalah aliran masuknya terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut air kedalam tanah sebagai akibat gaya laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f) kapiler (gerakan air kearah vertikal). dinyatakan Setelah mm/hari. tanah lapisan atas jenuh, dalam mm/jam atau kelebihan air tersebut mengalir ke tempat yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi sebagai bumi proses yang perkolasi. dikenal Laju Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang maksimal gerakan air masuk kedalam komputer tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. menyimpan Ketika air hujan jatuh pada permukaan informasi–informasi geografi. tanah, tergantung pada kondisi biofisik dirancang mengumpulkan, permukaan, sebagian atau seluruh air menyimpan, dan menganalisis objek hujan tersebut akan masuk ke dalam dan fenomena dimana daerah geografi tanah permukaan merupakan karakteristik yang penting tanah. Proses mengalirnya air hujan ke atau kritis untuk dianalisis. Dengan dalam tanah disebabkan gaya gravitasi demikian, melalui pori-pori yang berbasiskan digunakan dan untuk SIG untuk memanipulasi merupakan SIG sistem 132 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No.2, Agustus 2015 (128 – 139) komputer yang memiliki empat Manfaat dari satuan pemetaan ini yang kemampuan dalam menangani data pertama yang yaitu mengaitkan parameter lahan yang tidak data memiliki bereferensi masukan, geografi, manajemen adalah acuan digunakan keruangan untuk secara (penyimpanan dan pemanggilan data), langsung, sehingga parameter tersebut analisis bisa dipetakan, sedangkan yang kedua dan manipulasi data, dan keluaran (Aronoff, 1989). Sedangkan adalah menurut Gistut (1994), SIG adalah proses skoring karena skor parameter sistem ini akan dilakukan ke dalam tiap satuan yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan untuk memudahkan dalam pemetaan. deskripsi- deskripsi lokasi dengan karakteristik- Teknologi Biopori karakteristik fenomena yang ditemukan Biopori menurut Griya (2008) di lokasi tersebut. SIG yang lengkap adalah lubang-lubang kecil pada tanah mencakup metodologi dan teknologi yang yang diperlukan, yaitu data spasial organisme dalam tanah seperti cacing perangkat keras, perangkat lunak dan atau struktur organisasi. tanah. Lubang tersebut akan berisi Salah adalah satu keunggulan kemampuannya menghasilkan sebuah peta terbentuk pergerakan dalam udara dan menjadi jalur mengalirnya untuk air. Jadi air hujan tidak langsung masuk tematik ke saluran pembuangan air, tetapi meresap yang lubang tersebut. selain akar-akar aktivitas GIS sebagai hasil analisisnya. Peta tematik dihasilkan akibat dapat ke dalam tanah melalui ditampilkan pada monitor komputer Lubang Resapan Biopori menurut pada saat analisis selesai dilakukan, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: dapat juga disimpan dan dipanggil lagi P.70/Menhut-II/2008/Tentang Pedoman saat diperlukan, dan dicetak di atas Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, kertas setelah dilakukan penyesuaian adalah lubang-lubang di dalam tanah terhadapnya. informasi yang terbentuk akibat berbagai aktivitas parameter tumpang tindih kegiatan dan organisme di dalamnya, seperti cacing, lahan ini disajikan dalam bentuk peta, perakaran tanaman, rayap, dan fauna maka pemetaan tanah lainnya. Lubang-lubang yang (mapping unit) yang digunakan sebagai terbentuk akan terisi udara dan akan acuan keruangan (spasial reference). menjadi tempat berlalunya air di dalam diperlukan Karena satuan Rohyanti, S.,dkk. Analisis Limpasan Permukaan.....133 tanah. Lubang resapan biopori adalah rendah dan membiarkannya terserap lubang silindris yang dibuat secara ke dalam tanah melalui lubang resapan vertikal tersebut. ke dalam tanah dengan Salah satu faktor penyebab diameter 10-30 cm dan kedalaman banjir adalah air hujan yang mengguyur sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah wilayah hulu tidak bisa diserap dengan dengan permukaan air tanah dangkal, baik karena berkurangnya pepohonan tidak sampai melebihi kedalaman muka dan banyaknya bangunan, sehingga air tanah Lubang diisi dengan sampah wilayah hilir kebanjiran. Dinamakan organik untuk memicu terbentuknya teknologi biopori atau mulsa vertikal biopori. pori-pori karena teknologi ini mengandalkan jasa berbentuk lubang (terowongan kecil) hewan-hewan tanah seperti cacing dan yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah rayap untuk membentuk pori-pori alami atau dalam tanah, dengan bantuan sampah Biopori akar adalah tanaman, penampang dari menunjukkan lubang resapan biopori. organik, sehingga air bisa terserap dan struktur tanah diperbaiki. Di kawasan perumahan yang kedap air, teknologi lubang serapan biopori ini diterapkan dengan membuat lubang di saluran air ataupun di areal yang sudah terlanjur diperkeras dengan semen dengan alat bor. Kemudian ke dalam Gambar. 2 Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori lubang dengan berdiameter kedalaman maksimal satu 80 meter 10 cm cm atau tersebut, dimasukkan sampah organik yang bisa Mekanisme Biopori Teknologi berupa daun atau ranting kering serta bisa sampah rumah tangga. Keberadaan diaplikasikan di kawasan perumahan sampah organik ini berfungsi untuk yang 100 persen kedap air atau sama membantu menghidupkan cacing tanah sekali tidak ada tanah terbuka maupun dan di areal persawahan yang berlokasi di membuat biopori. kawasan biopori perbukitan. Prinsip rayap yang nantinya akan dari Jumlah lubang biopori (LRB) yang teknologi ini adalah menghindari air perlu dibuat dapat dihitung dengan hujan mengalir ke daerah yang lebih menggunakan Persamaan 3. 134 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No.2, Agustus 2015 (128 – 139) LRB IA v (3) runoff. Proses mengunakan dalam software analisis ArcGIS yang dengan I sebagai intensitas hujan meliputi (mm/jam), A sebagai luas bidang kedap editing data, layout dan export map (m2), adalah langkah-langkah yang dilakukan dan v sebagai laju resapan air per menampilkan data, overlay, lubang (liter/jam). untuk mendapatkan peta. METODE PENELITIAN a. Pembuatan Peta Tutupan Lahan Pengumpulan Data Pembuatan peta tutupan lahan Data yang diperlukan adalah data dengan interprestasi dan digitasi pada sekunder yang diperoleh dari lembaga citra ikonos sebagai data dasar untuk pemerintahan memperoleh dan mengunduh dari peta tutupan lahan. internet . Dalam kaitan mengenai judul Interpretasi penelitian dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi mengumpulkan data-data seperti citra untuk mendapatkan kelas tutupan lahan. ikonos Masing-masing tutupan lahan dideliniasi Kota ini dimulai Banjarbaru perekeman dilakukan dengan 2015, peta land system, peta RTRWK, membentuk citra satelit TRMM, data aster GDEM V2 digitasi, setelah selesai digitasi masing- dan data pengukuranluas penampang masing kelas tutupan lahan diberikan sungai. nama sesuai unsurnya. Pengolahan Data b. Peta Kemiringan Lereng Analisis data terdiri atas polygon dengan proses Peta kemiringan lahan diperoleh pengolahan data spasial dan data atribut, dari data spasial dan merupakan data sekunder dari Bappeda. data atribut yang Peta kemiringan lereng yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari citra ikonos Kota Banjarbaru perekeman c. Peta Jenis Tanah 2015, peta land system, peta RTRWK, Peta Jenis Tanah diperoleh dari citra satelit TRMM, data aster GDEM V2 Peta dan data pengukuranluas penampang sekunder dari Bappeda. land system merupakan data sungai. Data-data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data, akan diolah untuk mendapatkan permodelanpermodelan dalam mengidentifikasi d. Intensitas Curah Hujan Nilai intensitas hujan pada penelitian ini diperoleh dari data Rohyanti, S.,dkk. Analisis Limpasan Permukaan.....135 satelit TRMM yang diperoleh dengan mengunduh sebagaimana langkah f. Koefisien limpasan Dengan berikut: 1. Menentukan (AOI) area berupa yakni berupa of interest bounding kotak teknik overlay untuk peta tutupan lahan, peta kemiringan box, lereng dan peta jenis tanah akan imaginer diperoleh nilai koefisien limpasan atau yang meliputi area wilayah yang koefisien ingin (penggabungan) nilai pada masing- diketahui data curah hujannya. 2. Membuka aliran. Penjumlahan masing bobot pada atribut yang tersaji link TRMM (untuk pada peta tutupan lahan, peta mengunduh data satu kawasan, kemiringan lereng dan jenis tanah kunjungi online Visualization and yang kemudian akan menghasilkan Analysis System (TOVAS) di nilai koefisien limpasan. http://disc2.nascom.nasa.gov/Gi ovanni/tovas/TRMM_V7.3B42.2. shtml g. Debit Limpasan Perhitungan 3. Pilih tipe data, Terdapat banyak dilakukan debit limpasan menggunakan setelah nilai metode tipe data hasil derivasi dari rasional koefisien satelit TRMM. Untuk keperluan limpasan, intensitas hujan dan luas pada penelitian ini pilih data area diketahui dengan menggunakan curah hujan per 3 jam. Pilih 3 - persamaaan 1. hourly TRMM and otherrainfall estimate (3B42 V7) 4. Masukan h. Analisis Jumlah Biopori koordinat bounding Analisis jumlah biopori box yang sudah disiapkan pada merupakan penggabungan dari Langkah 1 keseluruhan prosedur-prosedur dalam penelitian ini. Setelah semua data- e. Daerah Tangkapan Air Data Aster GDEM data yang dibutuhkan terlengkapi dan di unduh selanjutnya dengan melalui global mapper. Dengan menu (tumpang terrain analysis dan memilih generate merupakan whatershedkita akan dapatkan pola data yang tersedia. Dalam analisis aliran, jumlah biopori ini data pengukuran batas tangkapan air. dan luas daerah lapangan susun) meng-overlay data peta penggabungan seperti luas yang file-file penampang 136 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No.2, Agustus 2015 (128 – 139) sungai, panjang sungai, dan daya lubang biopori) hingga tampung sungai menjadi parameter jumlah biopori keseluruhan perhitungan. Mulai dari mengetahui jumlah biopori per hektar. Analisis ini besar elevasi hulu dan hilir sungai, dapat dilakukan perhitungan manual kemudian beda tinggi sungai, panjang dengan sungai, mengacu kemiringan sungai, waktu menggunakan diperoleh excel pada dan yang persamaan- konsentrasi, volume debit limpasan persamaan yang diperlukan dalam per hari, volume debit limpasan per penelitian ini. waktu konsentrasi, pontensi banjir, Secara laju infiltarsi per waktu konsentrasi, penelitian volume per waktu konsentrasi (per Gambar 3. umum prosedur diperlihatkan Citra Ikonos Peta RTRWK Peta Land System Citra Satelit TRMM Aster GDEM Peta Tutupan Lahan Peta Kemiringan Lahan Peta Jenis Tanah Data Curah Hujan DTA Intensitas Curah Hujan (I) Luas Area (A) Koefisien Limpasan (C) oleh Q = C. I. A (Debit Limpasan) Analisis Jumlah Biopori Jumlah Biopori Gambar 3. Diagram Alir Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui proses digitasi 1.397,18 dan penggunaan ha dengan lahan tanpa kalsifikasi tanaman interprestasi diperoleh hasil klasifikasi seluas 1.133,47 ha, lahan Pertanian dan luas DTA Sungai Besar adalah 13,68 ha, Padang Rumput 138,30 dan Rohyanti, S.,dkk. Analisis Limpasan Permukaan.....137 hutan 111,74 Berdasarkan mengalir sampai di satu titik di saluran klasifikasi kemiringan yang dilakukan drainase terdekat. Hasil perhitungan melalui pengolahan Peta Land System waktu Kota Banjarbaru untuk kawasan DTA menggunakan Sungai Besar yang menjadi objek diperoleh waktu konsentrasi adalah penelitian merupakan kawasan yang 2,5921 datar dan begelombang dengan nilai limpasan 21,88 m3/detik atau 78.768 koefisien aliran (C) sebesar 0,08. Jenis m3/jam dapat diketahui pula jumlah tanah yang masuk klasifikasi lempung volume air perhari sebanyak 1.890.432 berpasir yang terdapat di DTA Sungai m3 sedangkan jumlah volume per waktu Besar ini sendiri merupakan jenis tanah konsentrasi keseluruhan diketahui dari yang memiliki nilai koefisien aliran waktu sebesar 0,08 dan memiliki laju resapan limpasan per jam adalah sebanyak 147,32 liter/jam. Nilai yang diperolah 204.176,60 m3. Daya tampung sungai dari data satelit TRMM dalam penelitian yang diketahui sebesar 156.213,58 m 3 ini merupakan harian dikurang volume per waktu konsentrasi maksimum tahun 2005- 2014, yakni akan menjadi nilai potensi banjir. Dari sebesar 38,28 mm/jam. Nilai debit pengurangan keduanya diperoleh nilai limpasan potensi banjir sebesar 47.963,01 m3. yang ha. curah hujan diperoleh pada penelitian ini adalah sebanyak 21,88 m3/det atau 78.768 m3/jam. konsentrasi jam. (tc) di Persamaan Dengan konsentrasi hitung (2), nilai dengan dan debit debit Jenis tanah ordo entisol yang terdapat pada DTA Sungai Besar Diketahui data elevasi hulu sungai memiliki laju resapan 147,32 ltr/jam. adalah 44 m dan elevasi hilir sungai Dari nilai laju resapan biopori dan adalah 10 m angka ini diperoleh melalui waktu pengukuran data lapangan. Dari kedua infiltrasi yang merupakan banyaknya air nilai elevasi ini akan diperoleh beda yang terinfiltrasi dalam satuan waktu tinggi elevasi Sungai sebesar 34 m. sebesar 0,3818 m3/jam. Selanjutnya Dengan panjang sungai 7.753,02 m volume per waktu konsentrasi dapat maka diperoleh angka kemiringan rata- diperoleh dengan menghitung perkalian rata 0,0044 m. Berdasarkan data ini antara waktu konsentrasi dengan laju pula akan infiltrasi sebesar 0,9898 m3. Sehingga diperoleh. Waktu konsentrasi adalah secara keseluruhan banyaknya biopori waktu yang diperlukan oleh air hujan yang diperlukan di DTA Sungai Besar yang jatuh pada permukaan tanah dan dengan luas 1.399,44 ha sebanyak waktu konsentrasi (tc) konsentrasi diperoleh laju 138 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No.2, Agustus 2015 (128 – 139) 48.454 lubang. Jumlah ini diperolah dari biopori. Maka dapat pula dihitung jumlah pembagian jumlah potensi banjir dengan biopori dalam tiap hektar berkisar antara volume per konsentrasi waktu lubang 33 sampai 36 lubang. Tabel 1. Analisis Perhitungan Jumlah Biopori No 1 2 3 4 5 Sub DTA DTA 1 DTA 2 DTA 3 DTA 4 DTA 5 Luas (ha) 473,97 181,29 340,10 127,61 276,46 Qc % Qc 7,51 2,87 5,39 2,02 4,09 34,32 13,12 24,63 9,23 18,69 Jumlah Biopori 16.631 6.356 11.936 4473 9.057 Jumlah Biopori/ ha 36 36 36 36 33 KASIMPULAN DAFTAR PUSTAKA 1. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada Universty Press, Yogyakarta Limpasan permukaan merupakan air hujan yang tidak dapat ditahan oleh tanah, vegetasi atau cekungan dan akhirnya mengalir langsung ke sungai atau laut. Besarnya nilai aliran permukaan menentukan sangat besarnya tingkat kerusakan akibat erosi maupun banjir. Besarnya limpasan permukaan di DTA sungai besar 21,88 m3/detik atau 78.768 m3/jam dan memiliki potensi banjir 47.963,01 m3. 2. Secara keseluruhan jumlah biopori yang diperlukan di DTA Sungai Besar dengan Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. potensi banjir sebesar 47.963,01 m3 dan volume per waktu konsentrasi 0,9898 m3 Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A.Managemnet Perspektive. WDL Publication. Ottawa,Canada. Brata R K. 2009. Lubang Resapan Biopori untuk Mitigasi Banjir, Kekeringan dan Perbaikan. Prosiding Seminar LubangBiopori (LBR) dapat MengurangiBahaya banjir di Gedung BPPT2009. Jakarta. Feidas, H. 2010. Validation of satellite rainfall products over Greece. Theoretical and Applied Climatology, 99. 193–216. adalah sebanyak 48.454 lubang. Dengan luas DTA sebesar 1399,44 ha maka di peroleh jumlah biopori/ ha sebanyak 33 sampai 36 lubang. Ginting, R., 2010. Laju Resapn Air Pada Berbagai Jenis Tanah Dan Berat Jerami Dengan Menerapkan Teknologi Biopori Di Kacematan Rohyanti, S.,dkk. Analisis Limpasan Permukaan.....139 Medan Amplas. Universitas Sumatera Utara. Medan. Girsang, F. 2008. Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Griya. 2008. Mengenal dan Memanfaatkan Lubang Biopori. http://kumpulan.info/rumah/tipsrumah/52-mengenal-danmemanfaatkan-lubang-biopori. html. Diakses pada tanggal 8 September 2015 Haan, C.T., Johnson, and D.L. Brakensiek. 1982. Hydrologic Modeling of Small Watershed. An ASAE Monograph. Michigan. Haryani, N. S., J. N. Pasaribu., dan D. O. Ambarwati. 2012. Model Simulasi Banjir Menggunakan Data Pengindraan Jauh Studi Kasus Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Gridded Surface Subsurface Hydrologic Analysis. Jurnal Pengindraan Jauh. 9 (2): 90-101. Hassing,J. M. 1995. Hydrology In Highway And Traffic Engineering Developing Countries. Thegesen. London. Hilwatullisan. 2009. Lubang Resapan Biopori (LRB) Pengertian Dan Cara Membuatnya Di Lingkungan Kita. Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Kesuma, R. W. 2011. Studi Pemaksimalan resapan Air Hujan Menggunakan Lubang Resapan Biopori Untuk Mengatasi Banjir. Fakultas ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB. Kirpich, Z.P. 1940. Time of Concentration of Small Agricultural Watersheds. Civil Engineering 10 (6). 362. The Original Source for the Kirpich Equation. Kooman, E., J. Stillwell, A. Bakema, and H.J. Scholten. 2007. Modelling Land-Use Change Progress and Application. Springer. The Netherlands.