I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi (Oryza sativa, L.) adalah tanaman pangan penting di dunia. Padi merupakan tanaman pangan biji-bijian yang diperlukan lebih dari 50 % penduduk dunia. Biji padi memberikan sumbangan lebih dari 80 % kebutuhan kalori konsumen setiap hari (Gallagher, 1984 cit. Sepaskhah dan Barzegar, 2010). Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor beras di dunia. Impor beras Indonesia pada setiap tahunnya mencapai ratusan ribu ton. Sebagai gambaran, pada tahun 2006 impor beras Indonesia mencapai 300.000 ton/tahun. Impor beras pada setiap bulannya memerlukan devisa cukup besar. Misalnya pada bulan Januari 2006 impor beras Indonesia mencapai 21.604 ton, senilai 6.383.574 US $; bulan Februari 2006 impor beras tersebut meningkat tajam menjadi 70.808 ton, senilai 19.964.780 US $ (Departemen Pertanian, 2006). Impor beras diharapkan dapat ditekan melaui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi lahan untuk budidaya tanaman padi sawah atau padi gogo. Padi sawah telah banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, sedang padi gogo kurang mendapatkan perhatian oleh petani. Produksi padi gogo di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 2.833.339 ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2005, dengan produktivitas pada tahun 2006 mencapai 2,6 ton GKG/ha (Departemen Pertanian, 2007). Penggunaan varietas padi gogo unggul, ternyata mempunyai produktivitas lebih tinggi. Varietas Batu tegi, mempunyai produktivitas 4,965 ton GKG/ha, varietas Limboto dengan produktivitas 6,522 ton GKG/ha, varietas Situ Patunggang dengan produktivitas 6,007 ton GKG/ha, dan varietas Cirata dengan produktivitas 4,688 ton GKG/ha (Balai Besar Penelitian Padi, 2004). 1 Peningkatan produktivitas tanaman padi gogo yang diikuti dengan perbaikan mutu beras akan sangat menarik perhatian petani. Mutu beras suatu varietas padi sangat mempengaruhi pendapatan petani. Beras dengan mutu kimia yang baik, yaitu tektur nasi pulen dan aromatik sangat disukai oleh konsumen dan mempunyai harga yang tinggi (Allidawati dan Bambang, 1993; Damardjati, 1997). Harga jual beras bermutu tinggi, yaitu aromatik dan tekstur nasi pulen, mencapai 2 – 2,5 kali harga jual beras biasa. Oleh karena itu, selain produktivitas tinggi, meningkatkan mutu beras pada varietas unggul baru merupakan salah satu tujuan utama para pemulia tanaman (Krisnan dan Puepke, 1983; Krishnan,1999). Pada umumnya padi aromatik juga mempunyai rasa nasi yang pulen. Penentu utama mutu beras adalah kandungan amilosa dan kandungan senyawa aromatik (2-acetyl1-pyrrolin). Beras dengan kandungan amilosa tinggi (> 22 %) mengakibatkan tekstur nasi pera. Kandungan senyawa aromatik tinggi (>0,06 ppm) menyebabkan nasi beraroma wangi (Wenfu, et.al. 2001). Penanaman varietas unggul padi berdaya hasil tinggi dan bermutu hasil tinggi akan meningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan sifat aromatik, terdapat perbedaan menyolok kandungan senyawa 2-acetyl-1-pyrroline (senyawa aromatik) pada beras aromatik dan tidak aromatik. Kandungan senyawa 2-acetyl-1-pyrroline dalam padi aromatik jauh lebih tinggi dibanding dalam padi tidak aromatik. Hasil penelitian Buttery et al. (1983) menunjukkan bahwa beras aromatik mengandung senyawa 2-acetyl-1-pyrroline sebesar 0,04 – 0,09 ppm, jauh lebih tinggi (10 kali) dibandingkan beras non aromatik yang hanya 0,004 – 0,006 ppm. Menurut Sood dan Siddiq (1980), beras aromatik juga memiliki kandungan amilosa yang rendah (rata-rata 20 – 23 %), sehingga tekstur nasinya pulen. Senyawa aromatik selain terkandung dalam beras, ditemukan pada bagian tanaman padi yang lain seperti daun. 2 Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan oleh Totok et al., (2004) dalam kurun waktu tahun 2000 sampai 2004 diperoleh hasil akhir bahwa : (1) seleksi pedigree telah dilakukan terhadap keturunan persilangan Mentik Wangi X Poso, diperoleh 50 genotipe F5 yang telah diuji lapang pada tahun 2004 dan disimpulkan bahwa 19 genotipe termasuk berdaya hasil tinggi, aromatik, dan rasa nasi pulen (Totok, 2004); (2) uji daya hasil telah dilakukan terhadap 19 genotipe terseleksi dan diperoleh 9 galur potensial yang berdaya hasil tinggi dan aromatik (Totok dan Utari, 2005); dan (3) uji daya adaptasi dan stabilitas telah dilakukan terhadap 9 galur padi aromatik pada 12 lokasi tanam tahun 2005 (Totok dan Suwarto, 2006). Dalam penelitian ini digunakan 2 galur padi gogo aromatik yang termasuk dalam kelompok paling baik, yang telah diuji daya adaptasinya pada 12 lokasi. Padi gogo aromatik mempunyai peluang yang cukup tinggi dikembangkan sebagai salah satu komoditas agribisnis dan untuk mengurangi impor beras nasional. Strategi swasembada pangan nasional dapat ditempuh melalui intensifikasi, dan ekstensifikasi lahan pertanian. Intensifikasi lahan merupakan suatu upaya memberikan masukan (input) ke lahan, agar dapat diperoleh hasil pertanian secara optimal. Ekstensifikasi lahan merupakan perluasan lahan pertanian, yang terutama diarahkan ke luar Pulau Jawa. Lahan tersebut sebagian besar dirajai oleh tanah-tanah masam, seperti Ultisol, Aluvial Hidromorf berpirit (tanah sulfat masam) dan Histosol. Ketiga jenis tanah tersebut mempunyai penyebaran di Indonesia berturut-turut 27,5; 7,7 dan 20,0 juta ha (WidjajaAdhi, 1985). Tanah tersebut mempunyai tingkat kesuburan kimia rendah sampai sangat rendah, tetapi mempunyai prospek cukup potensial untuk pengembangan lahan pertanian karena mencakup wilayah yang sangat luas. Diperkirakan sekitar 5,6 % (730 juta hektar) total tanah di dunia adalah Ultisol (Soil Geography Unit, 1972 cit. Van Ranst, 1991). Ultisol bereaksi masam, bahan induk 3 berasal dari batuan kristalin bersilika atau bahan sedimen yang relatif miskin kandungan basanya. Ultisol umumnya terbentuk di daerah beriklim tropik basah yang dicirikan dengan kondisi curah hujan sekitar 2.000 mm/tahun, tanpa bulan kering (Soepraptohardjo, 1975). Curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan pelindian berlangsung intensif pada beberapa bulan setiap tahun, mengakibatkan mineral primer mudah mengalami pelapukan menjadi mineral sekunder berupa klei dan oksida-oksida. Mineral klei yang dihasilkan didominasi oleh kaolinit, berasosiasi dengan gibsit dan klorit-vermikulit (Buol et al., 1980). Horison penciri Ultisol adalah horison kandik atau argilik (Soil Survey Staff, 1998), yang merupakan horison B tempat terjadinya akumulasi (pelonggokan) klei. Tanah Inceptic Hapludult termasuk pada ordo Ultisol yang dicirikan adanya horison argilik yang menunjukkan bahan induk tanah telah mengalami pelapukan lanjut. Tanah tropika yang memiliki horison B argilik pada umumnya didominasi oleh koloid muatan terubahkan (variable charge) dan klei aktivitas rendah (low activity clay). Tanah yang mengandung klei aktivitas rendah adalah memiliki KPK (penjenuhan NH4OAc pada pH 7) ≤ 16 cmol(+)kg-1 atau KPK efektif ≤ 12 cmol(+)kg-1 (Buol, 1985; Van Ranst, 1991). Sifat kimia tanah lainnya adalah bereaksi masam, kejenuhan basa sangat rendah, kahat unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, Mg dan S, kahat unsur hara mikro seperti Mo, B, Zn dan Cu serta memiliki kelarutan ion Al, Fe dan Mn yang tinggi (Notohadiprawiro, 1983; Radjagukguk, 1983). Penurunan pH tanah akan meningkatkan aktivitas Al3+ (De Wit et al., 1999), sehingga pada pH tanah sangat masam, Al3+ dapat bersifat racun bagi tanaman. Gejala toksisitas akibat kelebihan Al3+ biasanya dapat diketahui dengan adanya akar tanaman yang memendek, mengecil, berwarna coklat dengan jumlah percabangan menurun (Russel, 1988). Selain itu dilaporkan akar membengkak, pertumbuhannya 4 terhambat dan bahkan dapat mengalami kerusakan yang serius. Akibat selanjutnya akan menghambat penyerapan air dan unsur hara secara efisien oleh tanaman. Dalam jaringan tanaman konsentrasi Al3+ yang tinggi akan mempengaruhi metabolisme fosfat dengan membentuk senyawa kompleks Al-fosfat yang relatif stabil (Matsumoto dan Morimura, 1980 cit. Uexkull, 1986) dan mempengaruhi aktivitas enzim Phosphokinase dan ATPase (Mengel and Kirkby, 1987). Menurut Radjagukguk (1983) setiap tanaman mempunyai nilai kritis terhadap kejenuhan Al, namun sampai sekarang nilai kritis tanaman terhadap kejenuhan Al masih sangat terbatas. Marschner (1983) mengelompokan toleransi tanaman berdasarkan pengamatan di laboratorium. Tanaman dengan tingkat toleransi tinggi misalnya kacang tunggak (cowpea), kacang tanah, ketela pohon, teh, kedelai, sedang tanaman yang mempunyai toleransi rendah terhadap Al adalah kedelai, jagung, gandum, ketela rambat dan ubi. Kejenuhan Al yang masih toleran untuk tanaman padi gogo adalah ≤ 70 % (Noor, 1996). Pemanfaatan Ultisol akan dihadapkan pada berbagai kendala kekahatan unsur hara makro dan mikro, bereaksi masam, KPK dan kejenuhan basa rendah, kelarutan Al3+ yang tinggi, sehingga tingkat kesuburan kimia tanah termasuk rendah. Upaya perbaikan kesuburan tanah tersebut dapat ditempuh dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan pemberian pupuk N-Zeolit-P yang mempunyai sifat spesifik sehingga diharapkan mempunyai pengaruh optimal pada budidaya pertanian di tanah mineral masam. Pupuk NZeolit-P yang dibuat dari bahan urea, amonium sulfat (ZA), zeolit alam, Batuan Fosfat Alam (BFA), asam-asam humat, dan bahan perekat Vertisol. Pupuk urea atau ZA sebagai sumber unsur hara, mudah mengalami kehilangan N melalui pelindian NO3-, aliran permukaan NH4+, dan emisi gas NH3+ dan N2O (Zaman et 5 al., 2009). Pelindian NO3- akan menurunkan kualitas air tanah karena tercemari oleh NO3(Li et al., 2006; Xiong et al., 2010); sedang gas NH3+ dan N2O yang merupakan gas rumah kaca akan memberikan kontrobusi pada pemanasan global (Cao et al., 2006). Pemberian bahan suplemen zeolit alam diharapkan dapat menurunkan tingkat kehilangan nitrogen. Batuan fosfat alam sebagai sumber unsur hara P, dalam penggunaannya mengalami kendala yaitu tingkat kelarutannya sangat rendah. Kelarutan BFA dapat ditingkatkan melalui asidulasi dengan asam humat. Asam humat diekstrak dari bahan organik, serta diperoleh dari limbah cair industri pertanian. Bahan organik mengandung asam-asam organik, yaitu antara lain asam humat, fulvat dan sitrat yang mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk melarutkan mineral, termasuk untuk meningkatkan kelarutan BFA. Cara lain untuk meningkatkan kelarutan BFA adalah dengan pemanasan dan menghaluskannya sampai berukuran 100 mesh (Rif’an et al., 1999; 2000; 2001). Peranan zeolit alam di dalam pupuk N-Zeolit-P adalah untuk mengendalikan proses jerapan dan ketersediaan unsur hara N dan P di dalam tanah. Zeolit mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap N dalam bentuk NH4+, sehingga akan mengurangi laju volatilisasi NH3. Kehilangan N melalui volatilisasi NH3 sangat signifikan terutama apabila pupuk N diberikan dengan cara disebar, yaitu dapat mencapai 50 %. Kehilangan pupuk N di Indonesia diperkirakan antara 52 – 71 % (Ismunadji dan Roechan, 1988). Zeolit alam dapat menurunkan laju volatilisasi NH3 dari pupuk urea, karena mineral ini mempunyai ruang pori yang besar untuk menjerap dan menukarkan kation (Van Straaten, 2002). Penggunaan zeolit alam dalam pertanian adalah sebagai penangkap nitrogen, menjerap dan melepaskannya secara perlahan. Nitrogen dalam bentuk NH4+ yang berasal dari pupuk kandang, kompos dan dari pupuk buatan (pabrik) dapat dijerap oleh zeolit alam, 6 sehingga dapat mengurangi kehilangan N. Amonium pada komples jerapan zeolit alam telah dicoba dapat meningkatkan kelarutan mineral fosfat (Lai dan Eberl, 1986; Chesworth, et al., 1986 cit. Van Straaten, 2002). Reaksi kimia BFA dalam tanah dapat melepaskan ion-ion kalsium dan fosfat, serta menurunkan kejenuhan Al dalam tanah (Hardjowigeno, 1989 dan Toma et al., 1999). Kejenuhan Al yang tinggi dapat diturunkan oleh BFA. Batuan Fosfat Alam melepaskan P ke dalam larutan tanah, akibatnya konsentrasi Al akan menurun karena berikatan dengan P, membentuk ikatan Al-P. Pemberian BFA dapat juga memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu dapat meningkatkan konduktivitas elektrik, sehingga terjadi flokulasi klei yang berpengaruh pada peningkatan kecepatan penetrasi air (Ramirez et al., 1999). Konsekuensinya air mudah dilepaskan dari tanah, sehingga ketersediaan udara dalam tanah cukup untuk pertumbuhan akar tanaman. Peranan mineral klei adalah sebagai filler dan bahan perekat komponen pupuk NZeolit-P. Klei yang digunakan adalah yang mempunyai kemampuan sementasi tinggi, yaitu klei tipe 2:1 dari Vertisol. Kegunaan utama klei adalah sebagai perekat atau penyemen diantara komponen pupuk, sehingga pelepasan unsur hara, terutama N dapat dilakukan secara perlahan-lahan (slow release). Akibatnya kehilangan unsur hara melaui volatilisasi, pelindian dan aliran permukaan dapat diperkecil. Pemberian pupuk N-Zeolit-P diharapkan dapat meningkatkan KPK, ketersediaan unsur hara N dan P, kejenuhan basa, pH tanah, serta dapat menurunkan kelarutan Al, sehingga tidak bersifat toksik bagi tanaman. Beberapa tanaman memerlukan penurunan kejenuhan Aluminium sampai di bawah 20 %, (Widjaja-Adhi, 1985). Keracunan Al merupakan hambatan yang penting untuk diatasi, karena keracunan Al dapat menyebabkan 7 akar tanaman menjadi rusak sehingga penyerapan unsur hara dan air tidak efisien (Somaatmadja, 1987 cit. Sunarto, 1996). Perakitan pupuk N-Zeolit-P diharapkan dapat memperbaiki kesuburan Inceptic Hapludult dan meningkatkan hasil padi gogo aromatik. Pupuk N-Zeolit-P mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan ketersediaan unsur hara N dan P di dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan serapannya oleh tanaman padi gogo. Unsur hara N mempunyai peranan penting di dalam pembentukan struktur protein dan apoenzim. Unsur hara yang diserap oleh tanaman padi dalam bentuk ion-ion nitrat dan ammonium dengan bantuan enzim-enzim nitrat reduktase dan glutamin sintase akan dirubah menjadi asamasam amino selama sintesis protein (Cai et al., 2008 cit. Chandel et al., 2010). Protein merupakan polipeptida yang terbentuk lebih dari 100 asam amino, dan mengandung informasi genetik di dalam molekul-molekul Deoxyri-bonucleic Acid (DNA). Protein mempunyai pengaruh terhadap aroma, terutama ditentukan oleh tipe struktur protein (aldehid, alkohol, keton, dan ester) pada ikatan kimia (Heng et al., 2004 cit. Tromelin, et al., 2006). Unsur hara P mempunyai peranan penting dalam pembentukan ikatan pirofosfat yang banyak mengandung energi (ATP). Fosfor di dalam tanaman dapat disimpan dalam bentuk P an organik atau bentuk ester, misalnya ester fosfat sederhana (gula fosfat). 1.2. Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah cara melakukan aktivasi zeolit alam sehingga dapat meningkatkan daya jerapnya terhadap kation, apakah ada pengaruh dan interaksi zeolit alam dengan N-urea dan N-ZA pada penjerapan N serta sifat kimia Inceptic Hapludult. 8 2) Sejauh mana efektivitas asidulasi BFA menggunakan asam humat dan tingkat kelarutan BFA terasidulasi di dalam tanah, apakah terdapat interaksi antara asam humat dengan BFA terhadap ketersediaan P dan sifat kimia Inceptic Hapludult. 3) Bagaimanakah kombinasi bahan pupuk N-Zeolit-P yang mempunyai persentase residu N tertinggi pada medium air dan tanah. 4) Bagaimanakah menentukan komposisi bahan pupuk N-Zeolit-P yang mempunyai efisiensi N tertinggi dari kombinasi N-urea dan N-ZA dengan zeolit alam terbaik pada medium tanah yang dilindi. 5) Bagaimanakah menentukan formula pupuk N-Zeolit-P dengan grade N-P yang efektif dan efisien dalam penyediaan unsur hara N dan P. 6) Apakah terdapat pengaruh dan interaksi komposisi, takaran pupuk N-Zeolit-P, serta galur padi gogo pada penyediaan unsur hara N dan P, sifat-sifat kimia tanah, pertumbuhan tanaman, agihan serapan unsur hara N dan P oleh tanaman, serta hasil padi gogo aromatik pada Inceptic Hapludult. 7) Berapakah takaran pupuk N-Zeolit-P yang paling optimal untuk meningkatan hasil padi gogo aromatik pada Inceptic Hapludult. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk: 1) Mengakaji cara aktivasi zeolit alam untuk meningkatkan daya jerapnya terhadap kation, pengaruh dan interaksi zeolit alam dengan N-urea dan N-ZA pada penjerapan N serta sifat kimia Inceptic Hapludult. 9 2) Mengkaji efektivitas asidulasi BFA dengan asam humat dan tingkat kelarutan BFA terasidulasi di tanah, serta interaksi antara asam humat dengan BFA terhadap ketersediaan P dan sifat kimia Inceptic Hapludult. 3) Menentukan kombinasi bahan pupuk N-Zeolit-P yang mempunyai persentase residu N tertinggi pada medium air dan tanah. 4) Menentukan komposisi bahan pupuk N-Zeolit-P yang mempunyai efisiensi N tertinggi dari kombinasi N-urea dan N-ZA dengan zeolit alam terbaik pada medium tanah yang dilindi. 5) Mendapatkan formula pupuk N-Zeolit-P dengan grade N-P yang efektif dan efisien dalam penyediaan unsur hara N dan P. 6) Mengkaji pengaruh dan interaksi komposisi, takaran pupuk N-Zeolit-P, serta galur padi gogo pada penyediaan unsur hara N dan P, sifat-sifat kimia tanah, pertumbuhan tanaman, agihan serapan unsur hara N dan P oleh tanaman, serta hasil padi gogo pada Inceptic Hapludult. 7) Mendapatkan takaran pupuk N-Zeolit-P yang paling optimal untuk meningkatan hasil padi gogo pada Inceptic Hapludult. 1.3.2. Manfaat Penelitian 1) Mendapatkan formulasi Pupuk N-Zeolit-P yang merupakan prototipe pupuk NP slow release yang dapat diproduksi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk NP pada tanah mineral masam, khususnya pada Inceptic Hapludult. 2) Terwujudnya hasil penelitian yang dapat memanfaatkan sumberdaya alam (lokal) dan meningkatkan nilai ekonomisnya dari deposit zeolit alam, batuan fosfat alam, bahan organik, limbah cair industri pertanian, dan klei sebagai bahan komponen pupuk NZeolit-P. 10 1.4. Kebaruan penelitian Beberapa hasil penelitian yang bersifat parsial disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang bersifat parsial Tahun dan No. Daerah Penelitian 1 1996 India 2 2003 China 3 2004 China 4 2004 s/d 2005 Iran Judul Metode Asam Organik dan Kelarutan Fosfor di dalam Kompos Jerami yang Diberi Batuan Fosfat Alam Percobaan laboratorium Penguapan Amonia dan Efisiensi Penggunaan Nitrogen pada Pemberian Urea di Tanah Sawah Wilayah Danau Taihu, China Percobaan lapangan Pengaruh Zeolit Termodifikasi terhadap Reaksi Alkali Silika Percobaan laboratorium Zeolit dan Pemupukan Nitrogen Responnya terhadap Hasil, Penggunaan Air dan N oleh Tanaman Padi di Lingkungan SemiArid Percobaan lapangan Hasil Penelitian Keberadaan asam-asam organik yang sangat tinggi, menghasilkan kelarutan yang lebih tinggi pada P tidak larut selama 30 hari, setelah itu menurun secara drastis selama 120 hari proses pengkomposan jerami. Pemberian N meningkatkan hasil asam organik. Pemberian nitrogen + molase juga dapat meningkatkan asam organik tersebut, kecuali asam oksaloasetat pada 30 hari dan asam glikolat pada 30 dan 60 hari pengkomposan. Kehilangan amonia melalui penguapan selama fase pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 9,0 – 16,7 % dari N yang diberikan. Peningkatan takaran yang diberikan umumnya menurunkan nisbah N di dalam biji terhadap N di dalam tanaman. Efisiensi penggunaan pupuk N berkisar dari 30,9 % - 45,9 %. Modifikasi zeolit alam dengan pemberian larutan 2 N NH4Cl diduga efektif menurunkan konsentrasi alkali terlarut di dalam pori, ion-ion alkali dapat diganti dengan NH4 membentuk ikatan NH3d H2O dengan zeolit, selanjutnya terjadi reaksi alkali-silika. Penurunan takaran N, yang diikuti dengan peningkatan takaran zeolit diperlukan untuk meningkatkan hasil gabah. Hasil gabah tertinggi diperoleh pada pemberian N dengan takaran 80 kg N/ha dan pemberian zeolit pada takaran 4 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa retensi N yang tinggi di dalam tanah pada pemberian zeolit alam, perbaikan kualitas hasil gabah dan efisiensi pengguna-an nitrogen diperoleh pada pemberian zeolit dengan takaran 8 ton/ha dan pemberian N pada takaran ≥ 80 kg N/ha. Pemberian N dan zeolit menghasilkan kandungan protein di dalam gabah lebih 11 tinggi. Pemberian zeolit mempunyai pengaruh pada peningkatan retensi N di dalam tanah yang juga masih efektif pada tahun ke dua. 5 2004 dan 2006 Kanada Barat 6 2006 Kenya 7 2008 India 8 2011 China Hasil Tanaman dan Konsentrasi N pada Urea Berpelepasan N Terkontrol dan Pemberian N Dibandingkan Urea Tidak Terlapisi yang Diberikan Pada Saat Pembentukan Biji Tanaman Percoba an lapangan Ada pengaruh urea berpelepasan N terkontrol terhadap konsentrasi N di dalam gabah dan akumulasi N di dalam tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian urea yang tidak terlapisi. Perbaikan Ketersediaan P dari Batuan Fosfat Alam Melalui Proses Pencampuran dan Pengkomposan Percoba an laboratorium dan pot Hasil penelitian menunjukkan bahwa P dari BFA dengan pemberian kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan P dan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman kurang menguntungkan pada pemberian BFA tanpa pengomposan, setelah BFA dikomposkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Kelarutan Fosfor dari Batuan Fosfat Alam di Dalam Vermicompost pada Tanah Aqualfs Percoba an pot Kecepatan pelepasan P di dalam tanah pada pemberian BFA lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, tetapi setelah 60 hari inkubasi, kandungan P tersedia di dalam tanah menurun menjadi 14,36 ppm, sedang pada perlakuan vermicompost dengan tanaman rumputan sebesar 13,66 ppm dan faeses sapi 13,43 ppm. Hasil Gabah dan Efisiensi N pada Penebaran Benih Padi Secara Langsung dengan Perbedaan Perlakuan N untuk Mengurangi Volatilisasi Amonia Percoba an pot dan lapangan Pemberian ammonium sulfat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil gabah, serapan N dan efisiensi N pada tanaman padi gogo yang disebar secara langsung dibandingkan dengan pemberian urea pada takaran yang lebih tinggi. Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh asam organik terhadap kelarutan P dari batuan fosfat alam (BFA) umumnya rendah dan tidak stabil, karena asam organik kemampuannya rendah dalam melarutkan P dari BFA. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan perlakuan asidulasi P secara hidrothermal, sehingga kelarutan P dari BFA akan meningkat dan kelarutannya stabil. Hasil penelitian sebelumnya 12 menunjukkan efisiensi penggunaan N masih rendah yaitu berkisar antara 30,9 – 45,9 %. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan efisiensi penggunaan N oleh tanaman mencapai 86,64 %, yaitu pada komposisi pupuk NZFT1 yang diaplikasikan pada takaran setara 60 kg N/ha. Komposisi pupuk NZFT1 yang diberikan pada takaran yang sama, mempunyai efisiensi penggunaan P oleh tanaman yang cukup tinggi yaitu mencapai 75,94 %. Pupuk majemuk N-Zeolit-P dengan komposisi NZFT1 mempunyai grade 8,90 : 11,98 : 0 = 9-12-0 adalah paling berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi serapan N dan P oleh tanaman padi gogo. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian zeolit alam untuk budidaya tanaman umumnya cukup tinggi yaitu berkisar antara 4 – 8 ton/ha yang diberikan bersama dengan pupuk N. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pemberian pupuk NZFT1 pada takaran setara 60 kg N/ha, maka diperlukan zeolit alam sebanyak 552,53 kg zeolit alam/ha, sedang pada komposisi pupuk NZFT2 diperlukan 550,73 kg zeolit alam/ha dan pada NZFT3 sebesar 491,45 kg zeolit alam/ha. Jumlah zeolit alam yang diperlukan berkisar antara 6,65 - 13,28 % dari jumlah zeolit alam yang diperlukan pada penelitian sebelumnya. 13