Tejo Ismoyo

advertisement
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AGAMA BUDDHA
Tejo Ismoyo
STIAB Jinarakkhita Lampung
[email protected]
ABSTRAK
Krisis karakter bangsa Indonesia semakin terpuruk sehingga menimbulkan
keprihatinan. Merosotnya nilai karakter bangsa telah berakibat berbagai kemunduran
yang meluas sampai merambah ranah pendidikan, ekonomi, sosial budaya,
kemanusiaan dan keagamaan. Agama Buddha menepatkan pendidikan karakter
sebagai landasan penting untuk membentuk prilaku yang baik. Prilaku yang
baik dalam kehidupan bermasyarakat akan menimbulkan dampak yang
menghargai budaya bangsa dan terjaganya nilai pendidikan karakter . Nilai
pendidikan karakter dalam agama buddha dikenal sebagai Jalan Utama Beruas
Delapan. Jalan Utama Beruas Delapan terdiri dari 3 kelompok yaitu, 1)
Kebijaksanaan, 2) Kemoralan, dan 3) Konsentrasi.
Jalan Utama Beruas Delapan berisikan butir-butir yang apabila dipraktikan
akan membentuk karakter yang baik. Dicontohkan pada butir yang kedua yaitu
kemoralan, berhubungan dengan perbuatan benar apabila diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, tentunya tidak akan ada korupsi. Nilai-nilai karakter yang termuat pada
butir kemoralan, menjadi sangat penting mengingat nilai-nilai luhur karakter bangsa
Indonesia mengalami kemerosotan. Hal ini ditandai dengan pelanggaran nilai-nilai
karakter seperti korupsi. Kemoralan dalam budaya Indonesia jelas akan membawa
kepribadian bangsa yang menjunjung tinggi nilai agama, sosial, hukum, budaya, dan
ekonomi. Pada kenyataanya nilai-nilai tersebut mengalami pergeseran yang
berdampak luas. Buddha Gotama dalam berbagai kesempatan selalu menerapkan Jalan
Utama Beruas Delapan, sehingga terwujudnya kedamaian, ketentraman,
keharmonisan, dan keseimbangan di lingkungan masyarakat.
Kata kunci: Nilai-nilai Karakter, Agama Buddha
A. PENDAHULUAN
Pendidikan karakter menepati posisi penting dalam dunia pendidikan
sehingga, mampu menghasilkan karakter bangsa yang sesuai dengan tujuan
pendidikan Nasional. Menerapkan pendidikan karakter bangsa pada peserta didik di
butuhkan usaha yang berkelanjutan. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa
yang secara akademis, manusia yang kritis, pendidikan karakter juga unik karena
yang dibahas adalah manusia. Menurut KBBI manusia adalah makhluk yang berakal
budi. Manusia memiliki pikiran, manusia juga didefinisikan sebagai makhluk hidup
yang dilengkapi dengan pikiran, yang bisa menggunakan dan memberdayakan
pikiran. Karena sistem kepercayaan, nilai, aturan atau sifat yang ada pada diri
manusia, yang terbentuk berdasarkan pengalaman dan kebiasaan. Setiap manusia telah
memiliki pengalaman dan kebiasaan yang bermacam-macam, sehingga membentuk
karakter yang beragam.
Pembangunan karakter bangsa dicanangkan oleh pemerintah dengan diawali
deklarasi pendidikan budaya dan karakter bangsa, sebagai gerakan nasional pada
tahun 2010. Hal ini ditegaskan ulang dalam pidato presiden pada peringatan Hari
Pendidikan Nasional, 2 Mei 2010. Munculnya deklarasi tersebut akibat kondisi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
Indonesia yang menunjukkan perilaku antibudaya dan antikarakter. Perilaku
antibudaya tercermin dari memudarnya sikap kebinekaan dan kegotong-royongan
bangsa Indonesia, di samping kuatnya pengaruh budaya asing yang semakin
berkembang. Adapun perilaku antikarakter di antaranya ditunjukkan oleh hilangnya
nilai-nilai luhur yang melekat pada bangsa Indonesia, seperti kejujuran, kesantunan,
dan kebersamaan, serta ditandai dengan munculnya berbagai kasus kriminal.
Krisis karakter bangsa Indonesia semakin terpuruk sehingga menimbulkan
keprihatinan terhadap kondisi karakter generasi penerus bangsa yang semakin
merosot. Merosotnya nilai-nilai karakter bangsa telah berakibat berbagai, kemunduran
yang meluas sampai merambah tantanan dan ranah pendidikan, sosial budaya,
kemanusiaan dan keagamaan, tidak terhindarkan juga merusak sendi-sendi kehidupan
bangsa Indonsia. Permasalahan yang terjadi saat ini yang mengkhawatirkan adalah
menurunya nilai-nilai karakter peserta didik. Hal ini disebabkan oleh ketidak efektifan
penanaman nilai karakter, yang lebih memprihatinkan meniadakan mata pelajaran
tentang nilai karakter di lingkungan sekolah secara formal maupun non formal.
Perilaku yang tidak menjunjung moralitas dapat berdampak buruk dalam
bentuk kerusuhan, ketidaknyamanan, tawuran pelajar, dosen dibunuh mahasiswa dan,
prilaku penyimpangan lainnya yang dapat menyebabkan gejolak di lingkungan
masyarakat luas. Indonesia pada saat ini mengalami krisis kepercayaan dan budaya
korupsi yang semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut nilai karakter penting
disampaikan pada peserta didik, agar nilai-nilai karakter bangsa Indonesia dijunjung
kembali. Terwujudnya bangsa Indonesia yang bermoral, berkarakter, dan berbudi
pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang kemudian
diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan Nasional. Menurut undang undang
Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi : "Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab."
Pendidikan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki,
meningkatkan dan membentuk watak dan perilaku yang mencakup adat istiadat, nilainilai, potensi, kemampuan, bakat, dan pikiran suatu bangsa bagi bangsa Indonesia.
Penerapan pendidikan karakter berarti melakukan kerja secara, sitematik dan terus
menerus, agar dapat membangkitkan dan menguatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya memperbaiki nilai-nilai karakter yang telah dilangar. Dengan pemahaman
lain, masa depan yang lebih baik diwujudkan melalui kejujuran, disiplin diri,
mengembangkan rasa tanggung jawab, memupuk persatuan di tengah-tengah
kebinekaan. Inilah tantangan bangsa Indonesia, diperlukan upaya untuk menjadikan
nilai-nilai luhur yang telah dikenal, kembali menjadi budaya dan karakter bangsa.
Salah satu upaya adalah memperbaiki sistem pendidikan nasional dengan
menitikberatkan pada pendidikan karakter. Berdasarkan Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa, disebutkan bahwa kegiatan pada program pendidikan
karakter bangsa konteks mikro, dapat dibagi menjadi empat, yakni: kegiatan belajarmengajar; kegiatan kehidupan keseharian di satuan pendidikan; kegiatan ekstrakurikuler; kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.
Agama Buddha menepatkan pendidikan karakter sebagai landasan
penting untuk membentuk perilaku yang baik. Perilaku yang baik dalam
kehidupan bermasyarakat akan menimbulkan dampak yang menghargai
budaya bangsa. Implementasi nilai-nila pendidikan karakter dalam agama
buddha dikenal sebagai Jalan Utama Berunsur Delapan. Jalan Utama Berunsur
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
Delapan terdiri dari 3 kelompok yaitu, 1) Kebijaksanaan (pengertian benar dan pikiran
benar), 2) Kemoralan (ucapan benar, perbuatan benar dan pencaharian benar), dan 3)
Konsentrasi (daya-upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar).
Jalan Utama Berunsur Delapan berisikan butir-butir yang apabila dipraktikan
akan membentuk karakter yang baik. Misalnya pada butir yang kedua yaitu
kemoralan, yang berhubungan dengan perbuatan benar apabila diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya tidak akan ada budaya korupsi. Karakter yang termuat
pada butir Jalan Utama Berunsur Delapan kususnya yang kemoralan menjadi sangat
penting, mengingat nilai-nilainya luhur bangsa Indonesia semakin hari mengalami
kemerosotan ditandai dengan pelanggaran-pelanggaran nilai-nilai karakter bangsa
Indonesia. Kemoralan dalam budaya Indonesia sangtlah jelas akan membawa
kepribadian bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sosial, hukum, budaya,
dan lain sebagainya. Pada kenyataanya nilai-nilai tersebut mengalami pergeseran yang
berdampak luas. Buddha dalam berbagai kesempatan selalu menerapkan Jalan Utama
Berunsur Delapan, sehingga terwujudnya kedamaian, ketentraman, keharmonisan, dan
keseimbangan di lingkungan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa mempraktikan
nilai-nilai karakter menjadi sangat penting.
Tulisan ini memuat nilai-nilai pendidikan karakter, diambil dari literatur
agama Buddha di selaraskan dengan nilai-nilai karakter bangsa Indonesia.
Pembahasan meliputi karakter, Nilai-nilai karakter, dan Karakter dalam Agama
Buddha.
B. KARAKTER
Karakter berasal dari bahasa latin ’’yaitu kharakter’’, “kharassein,” dan
“kharak” yang bermakna” “tools for marking,”, “to engrave” dan “pointed stake”.
Kata karakter mulai digunakan dalam bahasa prancis sebagai “caractere” pada abad
ke-14. Diserap dalam bahasa inggris menjadi “character”. Berbeda dengan pengunaan
dalam bahasa Indonesia menjadi karakter. Menurut American Dictionary of the
English Language, karakter merupakan istilah yang merujuk kepada aplikasi nilainilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter menurut Michael
Novak merupakan campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang di identifikasi
oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat
yang ada dalam sejarah (Lickona, 2013:81).
Karakter adalah tabiat, watak sifat-sifat kejiwaan ahlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lainya (Wibowo, 2013:34). Menurut Ditjen
Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional, Karakter adalah cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik
dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
akibat dari keputusan yang di buat.
Manusia memiliki karakter yang berbeda-beda, sebagaimana memiliki roman
muka yang berbeda-beda. Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku,
motivasi, dan keterampilan. Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk
melakukan hal yang terbaik. Kapasitas intlektual seperti berpikir kritis dan alasan
moral, perilaku jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral
dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang
memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai situasi, dan
komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik
adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu.
Karakter diartikan sebagai gambaran tentang tingkah laku yang menonjolkan
nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit (Alwisol, 2008:8).
karakter berwujud dari tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Karakter
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
berkenaan dengan kepribadian, seseorang bisa disebut orang berkarakter apabila
perilakunya sesuai dengan kaidah moral. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak,
atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
yang digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak (Iswahyuningtyas, 2011:6). Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Karakter terbentuk karena adanya kebiasaan seseorang dalam berpikir, bersikap
maupun berucap sehingga akan menjadi watak yang merupakan ciri khas karakteristik
seseorang.
Karakteristik mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilainilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku mejadi konsisten dan
mudah diperhatikan. Karakter seseorang adalah hasil dari perkembangan fisik maupun
psikis baik secara bawaan atau bentukan. Berdasarkan psikologi perkembangan
dijelaskan bahwa perkembangan moral atau karakter seseorang dibagi menjadi tiga,
yaitu id, ego dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek
biologis yang irasioanl dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang
terdiri dari aspek psikologis yaitu subsistem rasional dan disadari, namun tidak
memiliki moralitas. Sedangkan superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas
aspek sosial yang berisikan sistem nilai dan moral (Desmita, 2006: 149).
Adanya sifak keunikan setiap manusia, maka akan ada pembawaan perbedaan
pula pada kemampuan, kecerdasan, kecenderungan dan minatnya (Wijaya, 2006: 309).
Mampu mengembangkan karakter positif adalah salah satu wujud kecerdasan.
Diamana seseorang mampu mengarahakan dirinya menjadi insan yang berkepribadian.
Karakter positif dalam diri merupakan potensi yang perlu dikembangkan dan dilatih
agar dapat menjadi watak. Segala faktor internal maupun eksternal akan membantu
pembentukan karakter, seperti halnya lingkungan yang terdiri dari kesempatan, sarana
dan prasarana, dukungan orang lain, tepat tinggal, status sosial-ekonomi dan
pendidikan. Setiap orang umumnya berpendapat bahwa karakter dibentuk karena
mengikuti pendidikan formal, pendidikan yang membuat seseorang memiliki karakter.
Dalam pembentukan karakter yang dinamakan pendidiakn bukan hanya melalui
pendidikan formal saja melainkan pembelajaran dari pengalaman seseorang setiap
harinya adalah sarana pendidikan yang lebih kuat. Kekuatan dari pengalaman akan
membuat seseorang menjadi mengerti secara lebih dewasa. Dengan demikian akan
terjadi pembentukan kepribadian yang natural.
Pembentukan moral dan karakter seseorang tidak hanya hasil dari sekolah
(Larry dan Darcia, 2014:7). Pengalaman pembelajaran informal melalui media, dan
model belajar lainnya diluar kelas dapat mempengaruhi perkembangan moral dan
karakter. Dalam pengalan manusia di zaman perkembangan seperti saat ini, banyak
yang belajar dari pengalaman yang ditelitinya sendiri. Sebagai contoh dengan
kecanggihan teknologi memanfaatkan untuk mencari informasi secara sendiri tanpa
mengikuti jalur pendidikan formal. Banyak generasi muda yang menghabiskan waktu
dengan televisi, komputer, ponsel atau perangkat elektronik lainnya.
Pendidikan sangat memegang peran penting dalam pembentukan karakter
seseorang, baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal sebenarnya
berperan sebagai komponen yang membantu melihat dan menemukan karakter yang
ada dalam diri seseorang sehingga akan ada pembentukan karakter yang sudah ada
didalam diri seseorang yang dilakukan secara bertahap. Melalui pendidikan formal,
potensi-potensi karakter akan dikembangkan sehingga seseorang akan menjadi insan
yang cerdas dan berkarakter. Berkarakter diartikan sebagai seseorang yang memiliki
karakter, berkepribadian, bertabiat dan memiliki sifat, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lainnya. Walaupun memiliki kesamaan dalam
sifat-sifat umum, setiap manusia memiliki sifat-sifat khas yang berbeda. Tidak ada
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
manusia yang persis di dunia ini, sekalipun memiliki saudara kembar (Wijaya, 2006:
309).
C. NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
Nilai-nilai pendidikan karakter manusia bersumber dari nilai moral universal
yang bersumber dari agama disebut The Golden Rule. Pendidikan karakter memiliki
tujuan yang pasti, apabila berpedoman dari nilai-nilai karakter dasar. Berdasarkan
kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan
menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, antar manusia, dan lingkungan serta
kebangsaan. Berikut adalah daftar nilai-nilai utama
1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhana.
Pikiran, ucapan, dan perbuatan seseorang yang dianut selalu berdasarkan pada
nilai-nilai Ketuhanan dan ajaran agama masing-masing.
2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam ucapan, tindakan, dan pekerjaan,
baik terhadap diri sendiri dan pihak lain. Bertanggung jawab merupakan sikap dan
tingkah laku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana
yang seharusnya di lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Bergaya hidup sehat segala
upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam mewujudkan hidup yang
sehat dan menghindari kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
Disiplin kegiatan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan. Kerja keras merupakan perilaku yang menunjukkan usaha
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan dan masalah untuk
menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
Percaya diri merupakan sikap yakin dan percaya diri, akan kemampuan diri
sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Berjiwa
wirausaha merupakan sikap yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali
produk baru dan peluang yang ada, menentukan cara produksi baru, menyusun
rencana untuk pengadaan produk baru, mempromosikannya, serta mengatur biyaya
pemasaran serta operasinya. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif melakukan
sesuatu secara realistis atau logika untuk menghasilkan ide atau hasil. Mandiri
merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaan. Rasa ingin tahu merupakan sikap dan
tindakan yang selalu berusaha untuk mengetahui lebih mendalam dan terperinci
dari yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Cinta ilmu merupakan cara berpikir,
bersikap, dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
terhadap pengetahuan.
3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, merupakan sikap tahu dan
memahami serta melaksanakan apa yang menjadi hak diri sendiri dan orang lain
serta kewajiban diri sendiri serta orang lain. Patuh pada aturan-aturan sosial,
merupakan sikap patuh dan taat terhadap aturan-aturan berhubungan dengan
masyarakat dan kepentingan umum. Menghargai karya dan prestasi orang lain,
merupakan sikap dan tindakan yang memotivasi diri untuk menciptakan sesuatu
yang bermanfaat bagi masyarakat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan
orang lain. Santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang, tata
ucapan maupun tata perilaku. Demokratis merupakan cara berfikir, bersikap dan
bertindak yang memandang sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
Peduli sosial dan lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu
berusaha mencegah pencemaran lingkungan alam. Mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki pencemaran alam yang sudah terjadi dan selalu memberi
bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
5) Nilai kebangsaan
Nasionalis merupakan cara berfikir, bersikap dan bertindak yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Menghargai keberagaman merupakan
sikap memberikan kepedulian atau penghormatan terhadap berbagai macam
pristiwa yang baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama yang
berlandaskan falsafah Pancasila.
Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek
karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara komprehensif meliputi: 1)
bangsa yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) bangsa yang menjunjung
kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) bangsa yang mengedepankan persatuan
dan kesatuan, 4) bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum dan hak
asasi manusia, dan 5) bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan.
Oleh Kemendiknas, telah diidentifikasi 18 nilai karakter yang perlu
ditanamkan kepada peserta didik yang bersumber dari Agama, Pancasila, Budaya,
dan Tujuan Pendidikan Nasional. Kedelapan belas nilai tersebut adalah: 1)
religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8)
demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air,
12) menghargai prestasi, 13) bersahabat, 14) cinta damai, 15) gemar membaca,
16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggungjawab. Meskipun telah
dirumuskan ada 18 nilai pembentuk karakter bangsa, disetiap satuan pendidikan
dapat menentukan prioritas pengembangannya. Pemilihan nilai-nilai tersebut
berpijak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Hal ini
dilakukan melalui analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan
terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan. Implementasi nilai-nilai
karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial,
sederhana, dan mudah dilaksanakan.
Adapun nilai-nilai 9 pilar karakter dinyatakan Megawangi (2009: 3) adalah
sebagai berikut: 1) cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab,
kedisiplinan, dan kemandirian, 3) kejujuran, 4) hormat dan santun, 5) kasih kayang,
kepedulian, dan kerjasama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah,
7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, dan 9) toleransi, cinta damai,
dan persatuan
Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya dapat diartikan bahwa seseorang
memiliki karakter sebagai makhluk yang berketuhanan, religius dan menjalankan
ajaran agama atau kepercayaan yang dianut. Mencintai alam semesta beserta isinya
dimaksudkan bahwa, manusia senantiasa menjaga alam dan isinya layaknya menjaga
diri sendiri. Menjalankan ajaran agama dan kepercayaan akan membentuk karakter
seseorang, dengan memahami esensi ajaran tersebut maka akan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini akan berdampak pada gaya hidup dan kehidupan yang
dijalankan.
Pilar karakter selanjutnya adalah memiliki tanggung jawab, kedisiplinan dan
kemandirian. Tanggungjawab merupakan sikap berani menanggung segala sesuatu
dari tindakan yang dilakukan. Hal tersebut dapat diartikan sebagai karakter yang
berani menghadapi konsekuensi dari tindakan yang telah dijalankan atau dari suatu
keputusan atas pilihan. Kedisiplinan adalah karakter seseorang tampak terlihat dari
ketaatan pada suatu sistem nilai yang terkait dengan hak dan kewajiban (Wijaya,
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
2006:325). Untuk memelihara hak dan kewajiban dituntut adanya displin moral
Walshe, (1987). Sebenarnya disiplin merupakan kebutuhan seseorang untuk menjaga
dirinya, karena disiplin menolong seseorang untuk mengembangkan diri secara
maksimal baik dalam pengendalian diri, intlektual maupun pembentukan kepribadian.
“Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, orang bijaksana
membuat pulau bagi dirinya sendiri yang tak dapat ditenggelamkan oleh banjir” (Kitab
Suci Dhamapada. 25). Selanjutnya adalah kemandirian, merupakan suatu keadaan
dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Dalam hal ini bukan berarti
tidak membutuhkan orang lain, melainkan tidak selalu bergantung kepada orang lain.
Kemandirian merupakan karakter yang mampu membawa pendewasaan diri untuk
menghadapi masalah kehidupan.
Pilar karakter selanjutnya adalah kejujuran merupakaan kunci keberhasilan
baik dalam akademik maupun dunia spiritual. Kejujuran dapat diartikan sebagai sikap
yang mengutamakan kebenaran atau mengungkapkan fakta. Dalam konteksnya,
kejujuran tidak hanya dilakukan kepada orang lain, melaikan jujur terhadap diri
sendiri adalah kunci utama seseorang untuk maju. Mampu jujur dan membawa diri
menuju kekebenaran adalah karakter yang perlu dikembangkan, karena ilmu akan
dikatakan sia-sia jika diperoleh dan digunakan untuk hal-hal yang bukan merupakan
kebenaran.
Pilar karakter selanjutnya hormat dan santun, merupakan karakter yang
berfungsi ketika menjalankan kehidupan sosial. Hormat dan santun adalah dua hal
yang dalam penerapannya dilakukan secara bersamaan. Hormat dalam hal ini adalah
menghormati yang patut dihormati. Dalam Kitab Suci Mangala Sutta dijelaskan
bahwa menghormati yang patut dihormati adalah berkah utama. Santun adalah sikap
dapat menempatkan diri dan bagaimana membawa diri berkomunikasi baik melalui
ucapan ataupun bahasa tubuh kepada orang lain. Hormat dan santun juga perlu
diterapkan pada diri sendiri yaitu dengan menjaga diri dengan baik adalah wujud
menghargai dan menghormati diri dan hidup.
Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama adalah pilar nilai-nilai karakter
selanjutnya yang merupakan suatu kombinasi. Kasih sayang merupakan sikap
menyayangi makhluk lain dengan ketulusan. Kepedulian adalah sikap yang
merupakan wujud simpati dan belas kasih. Sebagai makhluk sosial seseorang pasti
akan melakukan kerjasama baik secara individual maupun kelompok. Dalam
menjalankan kerjasama membutuhan kepedulian dan kasih sayang, karena dengan
menaruh kepedulain yang didasari dengan cinta kasih akan terjalin kerjasama
Selanjutnya adalah memiliki karakter percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah. Percaya diri merupakan sikap dan prinsip bahwa dirinya sendiri
mampu menghadapi segala sesuatu tanpa adanya keragu-raguan. Kreatif adalah
memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru,
mengebangkan kecerdasan. Kerjakeras artinya selalu memperjuangkan segala sesuatu
dengan semangat, selalu menyelesaikan tiap pekerjaan. Pantang menyerah artinya
bahwa dalam membentuk sikap percaya diri, kreatif dan kerja keras tidak mudah putus
asa dan menyerah ketika terdapat halangan atau rintangan yang menghampiri.
Senantiasa percaya dan yakin bahwa diri sendiri mampu memperjuangkan hal
tersebut.
Keadilan dan Kepemimpinan merupakan sikap seseorang mampu membawa
diri kepada hal yang adil atau tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Mampu
membedakan sesuatu yang bermanfaat dan tidak membawa dampak negatif. Dan
kepemimpinan merupakan karakter yang berbobot dalam hal ini, karena dengan
memiliki karakter kepemimpian akan mampu memimpin diri sendiri dalam
mengarahkan tujuan hidup dan terlebih secara luas akan mampu memimpin orang lain
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
menuju arah yang lebih baik. Dengan memiliki kedua karakter tersebut seseorang akan
hidup harmonis dalam suatu lingkungan sosial.
Baik dan rendah hati merupakan sikap yang wajib dimiliki setiap orang.
Walaupun dalam praktiknya sulit, akan tetapi membawa hasil yang lebih baik.
Memiliki karakter baik dan rendah hati sama artinya membawa diri pada kehidupan
yang sederhana dan menghargai apa yang telah dimiliki yaitu tidak menyombongkan
diri ataupun kepunyaan diri.
Karakter yang terakhir adalah memiliki toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Karakter-karakter ini merupakan sikap untuk menolak pertikaian, permusuhan, dan
perselisihan. Memiliki rasa toleransi atau menghargai adanya perbedaan adalah kunci
untuk menciptakan perdamaian dan persatuan. Karena sikap tersebut mencerminkan
ketidakegoisan diri, ketamakan dan kecurigaan terhadap orang lain. Dengan memiliki
karakter-katrakter tersebutlah akan terbentuk insan yang berkarakter sehingga dalam
menjalankan kehidupan yang semakin maju, moral manusia akan tetap tercapai
sehingga perdamaian dan persatuan akan terus ditegakkan dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat.
D. KARAKTER DALAM AGAMA BUDDHA
Karakter dalam agama Buddha dipahami dalam khotbah pertama yang
disampaikan Buddha Gotama dalam Kitab Suci Dhammacakkappavattana Sutta
disebut hasta ariya maga (jalan tengah beruas delapan) yang terdiri dari: (1)
Kebijaksanaan (pandangan benar dan pikiran benar), (2) Moralitas (ucapan benar,
perbuatan benar dan penghidupan benar), dan (3) Meditasi (daya-upaya benar,
perhatian benar dan konsentrasi benar).
Gambar. Hasta Ariya Maga
Hasta ariya maga (jalan tengah beruas delapan) dikelompokan menjadi tiga
bagian. Dalam Kitab Suci Culavedalla Sutta dijelaskan “Bhante, apakah tiga
kelompok dimasukkan oleh jalan tengah beruas delapan, atau jalan tengah beruas
delapan dimasukkan oleh tiga kelompok? Saudara Visakha, tiga kelompok tidak
dimasukkan jalan tengah beruas delapan, tetapi jalan tengah beruas delapan
dimasukkan oleh tiga kelompok, setiap ucapan benar, setiap perbuatan benar dan
setiap mata penghidupan benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam
kelompok moral (sila), setiap daya upaya benar, setiap perhatian benar, konsentrasi
benar; dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok meditasi (samadhi),
setiap pandangan benar dan setiap pikiran benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke
dalam kelompok kebijaksanaan (panna)”
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
Pelaksanaan jalan tengah beruas delapan ini bertujuan mengembangkan dan
menyempurnakan moral, meditasi, dan kebijaksanaan. Karakter pokok dalam dalam
agama Buddha disebut jalan tengah beruas delapan (hasta ariya maga) sebagai
berikut:
1. Pandangan benar, yakni merealisasikan empat kesunyataan mulia (the four noble
truth) yang meliputi derita, sumber derita, terhentinya derita, dan jalan menuju
terhentinya derita.
2. Pikiran benar yaitu komitmen untuk menjalankan jalan tengah.
3. Ucapan benar meliputi berbicara tanpa menyakiti, tepat waktu, dilandasi cinta
kasih, dan bermanfaat.
4. Perbuatan benar, meliputi seluruh perilaku yang tidak menyakiti orang lain.
5. Penghidupan benar, yaitu memiliki pekerjaan yang tidak menyakiti diri sendiri atau
orang lain, secara langsung maupun tidak langsung.
6. Daya upaya benar adalah selalu mencoba kearah perbaikan prilaku.
7. Perhatian benar, yaitu melihat segala sesuatu dengan benar dan dengan kesadaran.
8. Konsentrasi benar, berusaha mencapai pencerahan.
Semua unsur pembentuk jalan tengah beruas delapan, dilaksanakan, tidak bisa
dilakukan satu unsur atau beberapa unsur. Jalan tengah beruas delapan bukan hanya
untuk pedoman berperilaku, namun dapat mengarahkan manusia untuk hidup saling
menghormati. Dunia ini penuh dengan kebencian, kebodohan, dan keserakahan yang
merupakan salah satu penyebab ketidak harmonisan dalam lingkungan masyarakat.
Demi tercapainya lingkungan masyarakat yang harmonis manusia seyokyanya
mempraktikan jalan tengah beruas delapan. Dan Hendaknya selalu berdaya upaya
untuk melaksanakan jalan tengah beruas delapan.
Agama Buddha mengajarkan umat manusia membangkitkan keyakinan untuk
selalu memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan karakter. Menjunjung
dan praktik kebajikan, dapatlah dilakukan, apabila tidak dapat dilakukan Buddha
Gotama tidak akan menganjurkan untuk melakukan, tetapi karena dapat dilakukan,
Buddha Gotama berkata kembangkan kebajikan (Kitab Suci Anguttara Nikaya I:58).
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa menghindari kejahatan berarti mawas diri dan
mengembangkan kebajikan adalah karakter yang harus dikembangkan.
Mawas diri merupakan suatu keharusan. “menyadari bahwa diri sendirilah yang
di cintai, hendaknya menjaga diri dengan baik, orang bijak patut mawas diri....”( Kitab
Suci Dhammapada, Atta Vagga 157). Selanjutnya Buddha Gotama juga
mengugkapkan: “barang siapa yang sebelumnya lengah tetapi kemudian mawas diri,
niscaya menerangi dunia ini bagaikan bulan terbebas dari awan” (Kitab Suci
Dhammapada, Loka Vagga 172). Saat menerima ajaran Buddha Gotama sebagai
pedoman hidup, harus menjalani suatu bentuk latihan, yaitu moralitas. Melaksanakan
moral berdasarkan pengertian untuk mengurangi tiga bentuk kejahatan, yakni
keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Dengan melatih menghindari, diantaranya
pencurian, perzinahan, kebohongan, mabuk-mabukan, dan berdasar praktik
kemurahan hati, cinta kasih, dan pengertian benar. Moral berguna yaitu membuat
manusia bermoral, yang mampu melepaskan diri dari perbuatan yang tidak sesuai
dengan norma-norma di lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat,
moral mengendalikan nafsu indera sekaligus mengendalikan hubungan antarmanusia.
Moral dalam pengertian sempit terbatas pada perbuatan jasmaniah dan ucapan.
Berdasarkan pengertian yang luas, selain perbuatan jasmaniah dan ucapan, moral juga
mencakup pikiran atau kehendak (Wijaya, 2006:201). Moral dalam pengertian luas
adalah menghilangkan pembawaan yang tidak baik seperti keserakahan, itikat buruk,
dan iri hati, serta mengembangkan perbuatan baik seperti berdana, dan itikad baik
(Rashid, 1997:23). Moral dapat meningkatkan kehidupan yaitu membentuk: kekuatan
mental, keterbukaan, kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, setia kawan, rasa
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
aman, kesejahteraan dan ketenteraman. Dalam Kitab Suci Dhammapada 168, 56
Buddha Gotama berpesan: “Bangun ! Jangan Lengah ! Tempuhlah kehidupan benar,
barang siapa yang menempuh kehidupan benar, maka ia akan hidup bahagia. Moral
dalam agama Buddha juga disebut sebagai peraturan yang harus di laksanakan.
Memiliki moral merupakan langkah awal agar meditasi berhasil. Menurut
Matius Ali, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan meditasi adalah mengenai
seluruh pengendalian pikiran, yang dalam bahasa Pali disebut bhavana. Secara
etimologis, meditasi berarti penempatan yang kuat, dijelaskan sebagai: suatu keadaan
pikiran ditujukan pada satu objek (pemusatan pikiran). Apabila ditinjau arti yang lebih
luas, meditasi diartikan tingkat tertentu dari pemusatan pikiran, yang bersatu dan tidak
terpisah dari unsur-unsur kesadaran. Meditasi merupakan tehnik untuk menenangkan
pikiran, gangguan emosi, dan pengalihan mental dengan melekatkan kuat pada objek
tunggal. Meditasi menjaga sampai pikiran benar-benar menyerap dalam pre okupasi
tunggal menyingkirkan hal lain, dan seluruhnya menyatu dalam keadaan kesadaran.
Keadaan tenang, hening, dan konsentrasi disebut meditasi.
Keadaan batin manusia yang tenang, hening, dan konsentrasi akan
menimbulkan kebijaksanaan sehingga memugkinkan untuk memiliki pandangan
benar. Pandangan benar adalah memahami kehidupan sebagaimana yang sebenarnya
yaitu mengalami perubahan. Hal ini sangatlah penting, karena menuntun ke tujuh
unsur yang lain dalam jalan tengah beruas delapan. Pandangan benar memastikan
kebenaran pikiran dan keselarasan gagasan. Ketika pikiran dan gagasan menjadi jelas
dan bermanfaat, ucapan dan perbuatan akan mengikuti norma. Pandangan benar juga
menyebabkan seseorang menghentikan usaha yang tanpa hasil dan mengusahakan
upaya untuk membantu mengembangkan perhatian benar. Jika diawali dengan
pandangan salah, maka pikiran, ucapan, dan perbuatan pun akan menjadi salah.
Pandangan benar akan mengkondisikan asumsi-asumsi pikiran negatif menjadi
suatu pemikiran yang memiliki pemahaman secara bijaksana tentang beberapa hal
yang terjadi di kehidupan. Ketika kehidupan ini sering mengalami penderitaan,
menurut orang yang memiliki pandangan benar, memang hal yang wajar karena
kehidupan didunia tidak ada yang lepas dari penderitaan. Dan apabila pandangan
benar dijadikan sebagai pedoman hidup maka akan membawa manfaat, dalam bentuk
kesabaran. Hal ini merupakan nilai karakter yang sangat dibutuhkan dalam ligkungan
masyarakat. Manusia seyokyanya memiliki pandangan benar, sehingga keselarasan
dengan pola pikir dapat memberikan manfaat di lingkungan masyarakat.
Pikiran benar merupakan bagian kedua dari kebijaksanaan. Pikiran benar adalah
pikiran yang terbebas dari pikiran jahat. Pikiran benar harus dikembangkan terhadap
manusia tanpa membedakan ras, kasta, suku, jenis kelamin ataupun agama.
Mengembangkan pikiran benar sangat penting karena, akan menekan pikiran-pikiran
buruk yang belum muncul, sehingga korupsi dan sejenisnya tidak akan terjadi. Pikiran
benar berkenaan dengan prilaku yang berusaha mengembangkan cinta kasih, pikiran
yang dipenuhi cinta kasih dan pikiran yang bebas dari kekerasan. Pikiran adalah
pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pembentuk, dan pikiran adalah pemimpin
(Kitab Suci Dhamapada 1). Melihat dari segala bentuk, perilaku manusia dipengaruhi
oleh pikiran, maka dari itu berpikiran baik, agar selalu dijaga sehingga dapat
mengahasilkan bentuk-bentuk pemikiran yang terkendali. Pikiran diibaratkan seperti
monyet yang dapat melompat dari pohon yang satu ke pohon yang lain, maka dari itu
monyet atau pikiran harus dikurung dengan kerangkeng yang kuat, dan kerangkeng
bisa dikatakan ajaran Buddha Gotama yaitu dengan tekun bermeditasi. Pikiran benar
yang terlatih secara terus menerus akan mengkondisikan ucapan yang benarpula.
Ucapan benar merupakan bagian petama dari kelompok moral. Ucapan Benar
adalah berusaha menahan diri dari berbohong, memfitnah, berucap kasar, dan
percakapan yang tidak bermanfaat. Berikut syarat dikategorikan sebagai ucapan benar:
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
ucapan benar, ucapan beralasan, ucapan berfaedah, ucapan tepat pada waktunya
(Kitab Suci Abhayarajakumara Sutta). Ucapan benar meliputi berbicara jujur,
menghindari kebohongan yang menimbulkan pertentangan, dan sebaliknya berbicara
hal yang menghasilkan kerukunan dan kedamaian (Hemadhammo, 2009). Ucapan
benar adalah ucapan yang bebas dari dusta, fitnah, kata-kata kasar, ataupun ucapan
yang tidak bermanfaat (Khemadharo, 2013:15). Kebiasaan mengucapkan kata-kata
tidak bermanfaat yang bisa menimbulkan problema merugikan diri sendiri. Beberapa
hal yang terjadi misalnya seseorang yang memfitnah, berbohong dan berkata kasar,
rata-rata dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya karena tidak ingin diketahui
kejelekannya, iri hati, dan sombong. Beberapa faktor ini yang sering melatar belakangi
ucapan yang tidak benar, sehingga bisa menjadi bumerang bagi orang yang sering
berbohong, memfitnah dan berkata kasar. Oleh karena itu didalam kehidupan ini perlu
kejujuran, karena kejujuran sangat penting, sebab bagian dari pendidikan karakter
yang harus di praktikan.
Perbuatan benar adalah bagian kedua dari kelompok moral. Perbuatan benar
yaitu menghindari diantaranya, pencurian, dan tidak setia dalam perkawinan.
Perbuatan benar adalah perbuatan yang identik dengan menjalankan moral diantaranya
adalah, tidak mencuri dan berzinah. Perbuatan benar adalah perbuatan yang sesuai
dengan hakekat ajaran yang dijalankan Buddha Gotama. Karena dengan melaksanakan
perbuatan benar, dapat membangun karakter yang berkualitas sehingga tidak
merugikan mahluk lain dalam segala aktivitas yang dilakukan.
Bagina selanjutnya dari kelompok moral yaitu penghidupan benar. Penghidupan
benar berarti tidak sepatutnya berhubungan dengan usaha atau pekerjaan yang, secara
langsung atau tidak langsung, melukai manusia lain. Dan apakah, penghidupan benar?
Ada kasus seorang murid Buddha Gotama, meninggalkan penghidupan tidak jujur:
Inilah, yang disebut penghidupan benar (Kitab Suci Magga-vibhanga Sutta).
Penghidupan benar berhubungan dengan menghindari perdagangan yang bertentangan
dengan ajaran Buddha Gotama seperti, perdagangan manusia, perdagangan minuman
keras dan narkoba. Sebagai manusia yang tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan
hidup, perlu menyadari bahwa di dalam memenuhi kebutuhan hidup harus memiliki
penghidupan benar.
Bagian keenam dari jalan tengah beruas delapan adalah daya upaya benar yang
masuk dalam kelompok meditasi. Didalam Kitab Suci Magga-vibhanga Sutta, yang
dimaksud dengan daya upaya benar adalah usaha untuk mencegah timbulnya pikiran
jahat dan tidak benar yang belum timbul, membuang pikiran jahat yang telah timbul,
menghasilkan dan mengembangkan pikiran baik yang belum timbul, serta
meningkatkan dan mempertahankan pikiran baik yang telah ada. Daya upaya benar
dipraktikan untuk membangkitkan niat, berjuang mengarahkan pikiran untuk
mencegah keinginan yang tidak baik, yang belum muncul, melenyapkan keinginan
yang tidak baik yang telah mncul.
Bagin ketujuh dari jalan tengah beruas delapan adalah perhatian benar, yang
masuk dalam kelompok kedua dari meditasi. Perhatian benar adalah penerapan atau
pengembangan kesadaran dalam hal: kegiatan jasmani, perasaan, keadaan pikiran,
fenomena pikiran atau objek-objek mental. Sebagai unsur dari jalan tengah beruas
delapan yang saling bergantungan, perhatian benar membantu usaha benar. Keduanya
bersama-sama bekerja untuk mengawasi timbulnya pikiran-pikiran yang tidak baik
dan mengembangkan pikiran-pikiran baik yang telah ada. Manusia mewaspadai
perbuatannya dalam ucapan, tindakan jasmani dan pikiran, menghindari semua hal
yang mengganggu kemajuan batin. Perhatian benar adalah perenungan untuk
memperhatikan dengan sunggu-sungguh badan jasmani, perasaan, pikiran dan
fenomena alam, dengan rajin, terkendali, penuh kesadaran, menguasai diri
menghadapi gangguan keduniawiaan yang timbul dari hawa nafsu negatif. Didalam
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
kehidupan ini untuk melatih perhatian benar yaitu dengan cara melaksanakan meditasi
yang bertujuan supaya setiap saat pikiran bisa terfokus pada hal-hal yang baik.
Konsentrasi benar merupakan unsur kedelapan dari jalan tengah beruas delapan.
Konsentrasi benar adalah memperkuat keteguhan pikiran. Konsentrasi benar
mempertahankan pikiran dalam keadaan seimbang. Banyak rintangan batin yang
dihadapi oleh pelaku meditasi, tetapi dengan bantuan usaha benar dan perhatian benar,
dapat menyingkirkan rintangan. Pikiran yang terkonsentrasi dengan sempurna tidak
terganggu oleh objek-objek indrawi. Konsentrasi benar adalah menjauhkan diri dari
hawa nafsu, menjauhkan diri dari sesuatu yang tidak baik, sehingga pikiran terkendali.
Di dalam Kitab Suci Mahaparinibbana Sutta, Buddha Gotama mengajar
pendidikan karakter kepada lima petapa, bahwa jika jalan tengah beruas delapan
dipraktikkan dengan sungguh-sungguh, maka dunia ini tidak akan kosong dari orangorang yang merubah perilaku buruk menjadi baik. Walaupun pesan moral yang
disampaikan oleh Buddha Gotama lebih dari 25 abad, jika dipraktikkan dengan
sungguh-sungguh, dapat mencapai kondisi karakter generasi bangsa yang lebih baik.
Hal ini berarti ajaran Buddha Gotama masih sesuai dengan nilai-nilai pendidikan
karakter. Pendidikan karakter sangat penting untuk membangun suatu bangsa. Agama
Buddha selalu mengajarkan pentingnya pendidian karakter, karena merupakan
landasan pokok untuk menciptakan kondisi yang harmonis di lingkungan masyarakat.
E. PENUTUP
Pendidikan karakter merupakan proses yang berkesinambungan dan tidak
pernah berhenti dalam pembelajaran. Dengan demikian, tercantum dalam Kebijakan
Nasional Pengembangan Karakter, untuk mencapai karakter bangsa yang diharapkan,
diperlukan individu yang berkarakter secara terus-menurus perlu dikembangkan.
Pengembangan pendidikan karakter dilakukan secara terus menurus, memiliki tujuan
membuat karakter yang ada di dalam setiap individu menjadi lebih paten. Jika
karakter yang ada pada individu telah paten, hal ini akan menjadi dasar yang kuat
dalam pembentukan karakter bangsa yang berpalsafah pancasila.
Membangun karakter bangsa memerlukan usaha yang serius. Hal ini dilakukan
agar mendorong setiap individu untuk mengembangkan perilaku, yang akan
mengarahkan kepada pembangunan karakter bangsa. Pengembangan yang berasal dari
dalam diri merupakan hal yang penting, karena setiap yang dilakukan berlandaskan
pada motivasi di dalam diri akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan daripada
sesuatu yang dilakukan berdasarkan motivasi dari luar diri. Pengembangan karakter
bangsa harus dimulai dari kesadaran setiap individu untuk melaksanakan dari dalam
diri masing-masing. Pengembangan karakter yang dimulai di dalam diri akan
memberikan nilai tambah kepada diri individu, yaitu dapat memberikan contoh nyata
kepada individu yang lain.
Pengembangan karakter bangsa yang dimulai dari karakter setiap individu
memberikan makna pada setiap individu. Dimana secara psikologis karakter individu
dimaknai sebagai hasil keterpaduan olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan
karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan. Keyakinan yang
dimaksud adalah keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan palsafah
bangsa yang pertama dari lima pancasila. Keyakinan dikatakan sebagai pembentuk
karakter dari individu, dikarenakan dari keyakinan yang dimiliki, akan
menjalankan nilai-nilai agama yang berlandaskan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari nilai-nilai agama yang dijalankan terus menerus, maka menghasilkan suatu
karakter.
Olah pikir berkenaan dengan proses nalar, untuk mencari dan menggunakan
pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Dengan menggunakan pengetahuan
secara kritis, individu tidak akan mudah percaya terhadap sesuatu yang baru, sebelum
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
menemukan kebenara, dimana di dalam agama Buddha dikenal dengan ehipassiko
(lihat, datang, dan buktikan jika membawa kebaikan dilaksanakan). Olah raga
berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan
aktivitas baru disertai sportivitas. Dimana individu akan belajar dari apa yang dilihat,
didengar, dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, yang kemudian akan diaplikasikan
dalam bentuk tindakan. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan
kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Olah rasa dan karsa berkenan dengan palsafah bangsa yaitu pancasila kedua sampai
pancasila kelima, yang memuat tentang kepedulian terhadap hak asasi manusia. Dari
kepedulian terhadap hak asasi manusia, individu akan memiliki kepribadian yang
menghargai orang lain tanpa membedakan agama, ras, suku dan budaya.
Transformasi nilai karakter yang baik terjadi pada individu, yang pada
dasarnya akan menunjang karakter bangsa. Hal ini tidak cukup dilakukan hanya
dengan membaca, mempelajari, mendiskusikan, ataupun berfilsafat tentang nilai-nilai
karakter. Yang lebih penting adalah mengimplementasikan dalam bentuk praktik
nyata pada kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan tugas dan kewajiban sebagai
warga negara, serta berusaha menerapakan jalan tengah beruas delapan pada
khususnya. Dari penerapan jalan tengah beruas delapan, bisa menjadi teladan bagi
orang lain. Kondisi ini mampu menciptakan lingkungan masyarakat yang damai,
harmonis, saling menghargai antar suku, ras, budaya dan agama yang menjadi
multikultur bangsa Indonesia.
F. DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM.
Araben. 2015. Pendidikan Berkakter Bangsa. https://sites.google.com/site/soalundan
videopraktikum/pendidikan-karakter-bangsa. Diakses 7 April 2016.
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Karya.
Hemadhammo. 2009. Kembalilah ke Jalan Benar. http: //www.dhammacakka. zorg/?
channel=ceramah&mode=detailbd&id=296. Diakses tanggal 2 Mei 2016.
Iswahyuningtyas, Farida. 2011. Jurnal Penelitian Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Pada Materi Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Sd Terbitan Tiga Serangkai.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Khemadharo. 2013. Melangkah di Jalan Dhamma. Semarang: Wihara Tanah Putih.
Larry dan Darcia Narvaes. 2014. Handbook Pendidikan Moral dan Karakter.
Bandung: Nusa Media.
Lickona, Thomas. 2013. Educating For Character: How Our School Can Teach
Respet and Responsibility. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Megawangi, R. 2009. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Rashid. 1997. Sila. Jakarta: Buddhis Bodhi.
Undang-undang SISDIKNAS 2003 (UU RI No.20 TH.2003). Jakarta: Sinar Grafika.
Walshe, M. 1987. The Long Discourses of the Buddha A Translation of the Digha
Nikaya. Penerjemah Tim Giri Mangala Publication dan Tim Dhamma Citta
Press.
Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Yokyakarta :
Pustaka Pelajar.
Wijaya, Krisnanda Mukti. 2006. Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan Dharma
Pembangunan.
Download