BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel imun kurang memadai, paparan mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama terkait dengan penyakit infeksi. Oleh karena itu, upaya mempertahankan sistem imun tetap maksimal menjadi sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti mikroorganisme patogen. Salah satu cara mempertahankan sistem imun adalah dengan pemberian imunomodulator, terutama zat yang meningkatkan sistem imun (Kusmardi, 2007). Imunomodulator adalah substansi atau obat yang dapat memodulasi fungsi dan aktivitas sistem imun. Imunomodulator dibagi menjadi 2 kelompok yaitu imunostimulator yang berfungsi untuk meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun dan imunosupresor yang dapat menghambat atau menekan aktivitas sistem imun. Kebanyakan tanaman obat yang telah diteliti membuktikan adanya kerja imunostimulator, sedangkan imunosupresor masih jarang dijumpai. Pemakaian tanaman obat sebagai imunostimulator dengan maksud menekan atau mengurangi infeksi virus dan bakteri intraseluler, untuk mengatasi imunodefisiensi atau perangsang pertumbuhan sel-sel pertahanan tubuh dalam sistem imunitas (Wiedosari, 2007). Bahan yang menstimulasi sistem imun disebut biological response modifiers (BRM), dibagi menjadi dua kelompok yaitu bahan biologis 1 Universitas Sumatera Utara dan sintetik. Bahan biologis yang termasuk diantaranya adalah sitokin (interferon), hormon timus dan antibodi monoklonal, sedangkan bahan sintetik antara lain adalah senayawa muramil dipeptida (MDP) dan levamisol (Wiedosari, 2007). Penggunaan imunostimulator dalam terapi kadang kala mengalami hambatan. Hal ini disebabkan oleh mahalnya imunostimulator yang tersedia di pasar obat paten. Dalam keadaan demikian, sangatlah perlu dipertimbangkan untuk memperoleh imunostimulator dari bahan alam sehingga faktor harga dapat ditekan (Kusmardi, 2007). Usaha pencarian tanaman yang berkhasiat sebagai imunomodulator dapat diawali dari penggunaan tanaman tersebut secara empiris. Tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl), suku Thymelaeaceae, merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang akhir-akhir ini populer sebagai tanaman yang secara empiris mampu menyembuhkan banyak penyakit, seperti hepatitis, kanker, tumor, reumatik, alergi, asma, dan penyakit kulit (Harmanto, 2001). Mahkota dewa adalah salah satu tanaman obat asli Indonesia yang berasal dari Papua. Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah beriklim tropis pada tanah gambut dengan kandungan bahan organik yang tinggi (Mariani, dkk, 2010). Mahkota dewa dapat dijadikan sebagai obat-obatan karena mahkota dewa mengandung senyawa fitokimia, seperti alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, tanin, sterol, dan terpenoid (Harmanto, 2001). Flavonoid memiliki bermacammacam efek, antara lain sebagai imunostimulan, antiinflamasi, antioksidan, dan mencegah pertumbuhan kanker. Senyawa alkaloid berfungsi sebagai detoksifikasi, menetralisir racun-racun di dalam tubuh, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, 2 Universitas Sumatera Utara meningkatkan daya tahan, mengurangi kadar gula darah dan mengurangi penggumpalan darah. Flavonoid berindikasi anti peradangan dan mencegah pertumbuhan kanker serta polifenol berfungsi sebagai antihistamin (Agoes, 2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wagner (1985) yang secara umum menyebutkan bahwa golongan terpenoid, alkaloid dan polifenol mempunyai sifat imunostimulator. Menurut Gufron (2008), ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat mempengaruhi aktivitas fagositosis dan sekresi ROI (Reactive Oxygen Intermediate) makrofag, juga berpengaruh pada sel NK (Natural Killer) terhadap aktivitas sitotoksiknya. Pada penelitian Rahayu, dkk., (2013), daun mahkota dewa juga mempunyai efek imunostimulan yang diuji efeknya terhadap respon imun humoral menggunakan metode ELISA berdasarkan parameter titer IgM dan IgG. Lumbantobing (2016) melaporkan bahwa ekstrak n-heksan daun mahkota dewa bersifat imunostimulan dengan meningkatkan aktivitas fagositosis. Pada penelitian Istiarah (2016) ekstrak etil asetat daun mahkota dewa juga bersifat imunostimulan dengan meningkatkan aktifitas fagositosis. Wahyuningsih, dkk., (2005a), telah berhasil mengisolasi senyawa dari daun P.macrocarpa menghasilkan isolat 4,5-dihidroksi,4’-metoksibensofenon-3O-β-D-glukosida yang kemudian diberi nama phalerin. Phalerin mempunyai efek sitotoksik terhadap sel EVSA-T (kanker payudara) (Wahyuningsih, dkk., 2005b), mempunyai aktivitas sebagai imunostimulan, ditunjukkan dengan aktivitasnya meningkatkan fagositosis makrofag (Wijanarko, dkk., 2005), serta mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat (Susilawati, dkk., 2011). 3 Universitas Sumatera Utara Uji aktivitas sistem imun dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu dengan uji titer antibodi, respon hipersensitivitas tipe lambat, dan uji aktivitas fagositosis menggunakan metode carbon clearance. Uji respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi merupakan gambaran sistem imun spesifik. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan uji efek imunomodulator ekstrak etanol daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. apakah ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat mempengaruhi respon hipersensitivitas mencit jantan? b. apakah ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat mempengaruhi titer antibodi sel imun mencit jantan? 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: a. ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat mempengaruhi respon hipersensitivitas mencit jantan. b. ekstrak etanol daun mahkota dewa dapat mempengaruhi titer antibodi sel imun mencit jantan. 4 Universitas Sumatera Utara 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. efek imunomodulator ekstrak etanol daun mahkota dewa dengan dewa dengan mempengaruhi respon hipersensitivitas mencit jantan. b. efek imunomodulator ekstrak etanol daun mahkota mempengaruhi titer antibodi sel imun mencit jantan. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. pengembangan daun mahkota dewa menjadi suatu sediaan herbal terstandar dengan efek imunomodulator. b. menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai imunomodulator. 1.6 Kerangka Pikir Adapun kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Bebas Suspensi EEDMD 50, 100, 200 mg/kg BB Variabel Terikat Parameter Respon Hipersensitivitas Bengkak CMC Na 1% Suspensi levamisole 25 mg/kg BB Hemaglutinasi Titer Antibodi sel imun mencit Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian 5 Universitas Sumatera Utara