intimacy

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Intimacy
2.1.1. Definisi Intimacy
Kata intimacy berasal dari bahasa latin, yaitu intimus, yang memiliki arti
“innermost deepest” yang artinya paling dalam (Caroll, 2005). Intimacy dapat
diartikan sebagai sebuah proses berbagi di antara dua orang yang sudah saling
memahami sebebas mungkin dalam pemikiran, perasaan dan tindakan
(Masters,1992).
Intimacy dapat terjadi melalui penerimaan, komitmen, kelembutan dan
kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah intimacy
dengan orang lain tergantung bagaimana seseorang memahami diri sendiri yang
didasarkan pada pengetahuan tentang diri yang sebenarnya dan berdasarkan
tingkat penerimaan terhadap diri sendiri (Masters, 1992). Penerimaan terhadap
diri sendiri adalah dasar yang utama terhadap kemampuan membentuk intimacy
dalam hubungan dengan orang lain, karena seseorang yang menerima diri sendiri
akan mampu untuk menjadi dirinya sendiri tanpa harus menutup-nutupi dirinya
atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.
Schafaer dan Olson (1981) mendefinisikan intimacy sebagai suatu proses
dan pengalaman yang merupakan hasil dari pengungkapan topik mengenai
intimacy dan berbagi pengalaman intim. Intimacy juga dikatakan oleh Schafaer
dan Olson (1981) sebagai tipe dan cara yang dilakukan pasangan dalam berbagi
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
kedekatan, yaitu meliputi perasaan yang dekat, keterbukaan, memiliki teman,
menunjukan kasih sayang, berbagi ide, mendiskusikan berbagai hal yang terjadi
setiap hari, dan saling berbagi mengenai hobi ataupun aktivitas mereka masingmasing.
Sternberg (Papalia, 2004) intimacy adalah komponen emosi dari cinta
yang meliputi perasaan dengan orang lain, seperti perasaan hangat, sharing, dan
kedekatan emosi serta mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang
mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang
yang dicintainya.
Menurut Baur and Crooks (2008) Intimacy juga merupakan salah satu
upaya untuk membantu orang lain, keterbukaan dalam sharing, bertukar pikiran,
dan merasakan sedih ataupun senangnya dengan seseorang yang dicintainya.
Bentuk-bentuk intim yaitu dari persaudaraan, persahabatan dan percintaan.
Pertama persaudaraan yaitu hubungan intim yang terhadap saudara didasarkan
adanya hubungan darah. Pada persaudaraan itu di dalamnya terkandung
keakraban.Kehidupan bersama tersebut memungkinkan segala hubungan terjadi,
misalanya keakraban, kedekatan, dan interaksi.
Baumgardner dan Clothers (Hanurawan, 2010) Keintiman adalah suatu
konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau perasaan keterhubungan di
antara dua orang. Perasan-perasaan itu seperti pada fenomena seseorang
memikirkan kesejahteraan orang lain, pemahaman timbal balik dengan orang lain,
dan kemampuan berbagi (sharring) dengan orang lain. Dalam keintiman, orang
yang melakukan interaksi sosial pada suatu hubungan cinta menjadi saling
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
memahami di antara kedua belah pihak dan terdapat fenomena kehangatan afeksi
di antara kedua belah pihak.
Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa intimacy mengacu kepada perasaan dekat tidak hanya secara
fisik dan bermakna serta dapat saling menerima diri dan orang lain dalam sebuah
hubungan dan diekspresikan secara verbal ataupun non-verbal yang dapat
membuat dua orang menjadi lebih mengenal satu sama lain. Ekspresi tersebut
kemudian menghasilkan pengungkapan topik mengenai intimacy meliputi
perasaan yang dekat, keterbukaan, memiliki teman, menunjukan kasih sayang,
berbagi ide, mendiskusikan berbagai hal yang terjadi setiap hari, dan saling
berbagi mengenai hobi ataupun aktivitas mereka masing-masing.
2.1.2 Aspek – Aspek Intimacy
Olson (dalam Schaefer & Olson, 1981) menyebutkan bahwa terdapat tujuh tipe
intimacy, yaitu:
1. Emotional Intimacy: adalah ketika dimana dua individu merasa nyaman
untuk berbagi perasaan mereka satu sama lain atau ketika mereka
berempati terhadap perasaan individu lainnya, benar – benar berusaha
untuk peka terhadap perasaan pasangannya.
pengalaman dari kedekatan perasaan
2. Social Intimacy: pengalaman memiliki teman-teman yang sama dan
kesamaan dalam jaringan sosial. Ditemukan bahwa wanita memiliki level
sosial intimacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria pada rekan
sebaya yang memiliki gender yang sama dengan mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
3. Intellectual Intimacy: pasangan dimana ketika bertukar pikiran, berbagi ide,
serta menikmati kesamaan dan juga perbedaan dalam pendapat mereka.
Ketika pasangan mampu melakukan ini dengan cara yang terbuka dan juga
nyaman mereka bisa menjadi intim dalam area intelektual.
4. Sexual Intimacy: definisi intimacy yang lebih dimengerti sama banyak
orang. Dalam sexual intimacy terdapat banyak aktivitas sensual, dan bukan
hanya sekedar berhubungan sexual. Ini adalah bentuk dari ekpsresi sensual
terhadap pasangan. pengalaman dalam berbagi kasih sayang dan aktivitas
sexual.
5. Recreational Intimacy: melakukan aktivitas bersama, menemukan hal-hal
yang disukai bersama dan melakukannya bersama pasangan. Intinya adalah
menghabiskan waktu secara bersama-sama dengan pasangan. salah satunya
dengan berbagi pengalaman dalam hal minat, hobi/kegemaran, partisipasi
mutual dalam peristiwa-peristiwa olahraga.
6. Spiritual Intimacy: pengalaman dalam hal mengenai keprihatinan, arti
hidup dan kepercayaan agama.berbagi keyakinan religi dan melakukan
praktek-praktek religi bersama. Hal ini sesederhana seperti berdo’a
bersama, kerumah ibadah bersama atau membahas permasalahan spiritual
sebagai pasangan.
7. Aesthetic Intimacy: ketika pasangan bisa menikmati hal-hal berkaitan
dengan keindahan atau disebut estetika, misalnya selera musik, selera film,
selera makan, menikmati mendekorasi rumah secara bersama dari berbagi
pengalaman keindahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Dalam perkembangan ke tujuh aspek-aspek intimacy tersebut aspek
spiritual intimacy dan aesthetic intimacy dianggap belum memiliki konsep
yang jelas dan empiris sehingga kedua aspek tersebut dianggap tidak layak
untuk menjadi dimensi dari intimacy. Kemudian Schaefer dan Olson (1981)
hanya menggunakan lima aspek intimacy untuk digunakan sebagai
konstruk alat ukur Personal Assesment of Intimacy in Relationship (PAIR).
Schaefer dan Olson (1981) mengatakan bahwa kelima aspek tersebut
merupakan aspek-aspek yang digunakan untuk melihat pengalaman
intimacy.
2.1.3
Komponen Intimacy
Menurut Masters (1992), untuk memahami proses terbentuknya intimacy dalam
sebuah hubungan, intimacy itu sendiri memiliki beberapa komponen, yaitu :
1. Memahami (Caring) dan Berbagi (Sharing)
Memahami (caring) adalah bentuk sikap atau perasaan yang dimiliki terhadap
orang lain, yang secara umum dihubungkan dengan kuatnya perasaan positif
terhadap orang tersebut. Berbagi (sharing) pemikiran, perasaan dan pengalaman
mengiringi pertumbuhan intimacy dalam hubungan yang muncul melalui
kebersamaan untuk saling mempelajari satu sama lain tanpa ada batasan, misalnya
menutupi rahasia pribadi. Salah satu kunci dalam mengembangkan sebuah
intimacy adalah adanya self-disclosure, keinginan untuk memberitahu pasangan
mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakan. Berbagi perasaan khawatir,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
ketidakpastian dan masalah pribadi yang lain juga akan mempengaruhi
berkembangnya intimacy dalam sebuah hubungan.
2. Kepercayaan
Proses self-disclosure tidak terjadi dalam sebuah ruangan yang hampa,tetapi
tergantung pada tingkatan sejauh mana kepercayaan pada orang yang dipilih
untuk melakukan self-disclosure. Kepercayaan merupakan bagian dari intimacy,
dan sama seperti komponen memahami dan berbagi,
kepercayaan juga
berkembang seiring dengan waktu. Saat orang-orang berusaha membentuk
hubungan yang intim, usaha tersebut akan dimulai dengan menaruh kepercayaan
kepada orang lain. Pada saat kepercayaan tumbuh semakin kuat, dua orang yang
saling percaya tersebut dapat lebih berbagi dalam hal informasi, perasaan,
pemikiran tanpa ada rasa takut bahwa keterbukaan yang mereka lakukan akan
digunakan untuk menyerang mereka.
3. Komitmen
Komponen intimacy yang lainnya adalah komitmen sebagai lanjutan dari adanya
saling memahami, berbagi dan percaya terhadap pasangan yangdimulai di awal
hubungan. Komitmen melibatkan ke dua pribadi yang menjadi pasangan untuk
berkeinginan mempertahankan intimacy yang sudah terbentuk dalam hal apapun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
4. Kejujuran
Kejujuran adalah hal yang penting dalam intimacy, meskipun untuk sepenuhnya
jujur tidak terlalu baik dalam sebuah hubungan. Terlalu jujur dapat
menghancurkan hubungan jika tidak memahami bagaimana isi pesan yang
disampaikan. Terdapat perbedaan dalam memutuskan menjaga suatuhal yang
bersifat sangat pribadi dengan kebohongan. Kebohongan yang muncul dalam
sebuah hubungan merupakan suatu peringatan bahwa ada manipulasi yang
dilakukan salah satu pasangan dalam hubungan tersebut.
5. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan pengalaman yangdialami oleh
pasangan, mengenali dan mengalami emosi pasangan, pikirandan sikap pasangan
tanpa harus membicarakannya.
6. Kelembutan
Salah satu hal yang paling sering ditolak dalam sebuah intimacy adalah
kelembutan hati, yang hanya bisa dicapai melalui pembicaraan atau dengan
bahasa tubuh, contohnya memeluk, menggenggam tangan. Komponen intimacy
sering menjadi hal yang sulit bagi seorang pria, karena pria yang dipandang sosial
sebagai seorang yang berpikiran rasional, berorientasi pada tindakan, sehingga
pria akan merasa tidak menjadi seorang pria saat melakukan komponen ini.
Beberapa pria akan mampu memberikan kelembutan secara fisik, tetapi merasa
kurang nyaman dalam menyampaikan kalimat-kalimat yang lembut terhadap
pasangannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2.1.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intimacy
Atwater (1983) mengatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
intimacy, yaitu :
a.
Saling terbuka
Saling berbagi pikiran dan perasaan yang dalam, serta rasa saling percaya
diperlukan untuk membina dan mempertahankan keintiman.
b.
Kecocokan pribadi
Adanya kesamaan atau kemiripan latar belakang, kebudayaan, pendidikan dan
persamaan lain yang membuat pasangan memiliki kecocokan. Meskipun begitu,
beberapa perbedaan pasti akan muncul di dalam suatu hubungan, maka yang
terpenting adalah bagaimana mengatasinya. Dengan demikian, bukan tidak
mungkin dengan adanya perbedaan individu tidak dapat melengkapi satu sama
lain.
c.
Penyesuaian diri dengan pasangan
Berusaha mengerti pandangan pasangan, memahami sikap dan perasaan pasangan.
Dalam hal ini ditekankan pentingnya berkomunikasi secara efektif, yaitu
kemampuan untuk mendengarkan secara efektif dan memberikan respon dengan
cara tidak mengadili. Hal ini akan menciptakan rasa saling percaya dan
penerimaan pada pasangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
2.1.5
Gaya Interaksi yang Intim
Setiap individu menunjukkan gaya interaksi intim yang berbeda-beda.
Orlofsky (Santrock, 2004) membuat klasifikasi yang terdiri atas lima gaya
hubungan yang intim :
a.
Gaya yang intim (intimate style)
Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang
mendalam dan lama.
b.
Gaya pra-intim (preintimate style)
Individu menunjukkan emosi yang tercampur aduk mengenai komitmen, suatu
ambivalensi yang tercermin dalam strategi menawarkan cinta tanpa kewajiban
atau ikatan yang tahan lama.
c.
Gaya yang stereotip (stereotyped style)
Individu memiliki hubungan artificial yang cenderung didominasi oleh ikatan
persahabatan dengan orang yang berjenis kelamin sama daripada yang berjenis
kelamin yang berlawanan.
d.
Gaya intim yang semu (pseudointimate style)
Individu memelihara attachment seksual dalam waktu yang lama dengan kadar
kedekatan yang sedikit atau tidak dalam.
e.
Gaya yang mandiri (isolated style)
Individu menarik diri dari perjumpaan sosial dan memiliki attachment yang
sedikit atau tidak sama sekali dengan individu yang berjenis kelamin sama atau
yang berlawanan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2.2.
Penyesuaian Diri
2.2.1. Definisi Penyesuaian Diri
Schneiders (1999) menyatakan penyesuaian diri adalah usaha yang
mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras
agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan
dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan dengan diri atau
lingkungannya. Konflik dan frustrasi muncul karena individu tidak dapat
menyesuaikan diri dengan masalah yang timbul pada dirinya.
Chaplin (2002) berpendapat penyesuaian diri adalah variasi dalam
kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhankebutuhan serta menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik
dan sosial. Misalnya kebutuhan untuk diterima orang lain maka individu berusaha
menjalin relasi sesuai dengan norma masyarakat, mengurangi perilaku seperti
mudah marah, agresif. Bila individu dapat menyelaraskan kebutuhannya dengan
tuntutan lingkungan yaitu orang lain maka akan tercipta penyesuaian diri yang
baik.
Spanier (1976) menjelaskan bahwa penyesuaian diri berarti pasangan
suami istri berusaha untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi
pada diri sendiri, pasangan, dan lingkungannya dalam kehidupan pernikahan,
dengan berupaya menjaga komunikasi agar tetap berjalan baik dan sehat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2.2.2. Aspek-Aspek penyesuaian diri terhadap pasangan
Menurut Spanier (1976) penyesuaian diri yang baik dapat diukur dari
sejauh mana pasangan suami istri bisa melaksanakan aspek-aspek yang
terkandung di dalam penyesuaian diri secara optimal, yaitu kesepakatan antar
pasangan, kepuasan antar pasangan, kelekatan antar pasangan, dan ungkapan
perasaan.
a. Dyadic Concensus atau Kesepakatan antar pasangan
Masa awal pernikahan merupakan fase transisi yang sulit karena pasangan
harus meninggalkan keluarga asalnya, melepas kemandirian mengatur hidup, dan
mulai berfungsi sebagai pasangan (Olson & Defrain, 2003). Arnold dan Parker
(Donna, 2009) menyatakan bahwa dalam hubungan pernikahan, pasangan akan
menemukan berbagai permasalahan-permasalahan yang harus disepakati, seperti
mengatur anggaran belanja dan bagaimana membagi tugas-tugas rumah tangga,
dan pasangan akan menyadari bahwa mereka mempunyai perbedaan perspektif
terhadap berbagai hal.
Sejalan dengan penjabaran di atas, kesepahaman pasangan pada dimensi ini
terkait permasalahan yang ada pada pernikahan. Kesepahaman ini mencakup
masalah finansial, rekreasi, kepercayaan (agama), kesepahaman mengenai
hubungan dengan teman, kesepahaman terkait hubungan seksual, kesepahaman
mengenai hubungan dengan mertua, kesepahaman tujuan hidup, kesepahaman
pengambilan keputusan, kesepahaman pembagian tugas-tugas rumah tangga,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
kesepahaman dalam menghabiskan waktu luang, dan karir pasangan (Spanier,
1976).
b. Dyadic Satisfaction atau Kepuasan antar pasangan
Dyadic Satisfaction mengacu pada derajat kepuasan pasangan dalam
hubungan yang mencakup rendahnya tingkat pemikiran yang mengarah pada
perpisahan atau perceraian dan penyesalan, penyelesaian konflik dengan baik dan
harapan mengenai masa depan hubungan yang dijalani (Spanier, 1976). Kepuasan
pernikahan merujuk pada perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam
pernikahan yang maknanya lebih luas daripada kenikmatan, kesenangan dan
kesukaan (Lestari, 2012).
c. Dyadic Cohesion atau Kelekatan antar pasangan
Cohesion merupakan perasaan akan kedekatan emosional dengan orang lain
(Olson & Defrain, 2003). Kedekatan pasangan menggambarkan tingkat kedekatan
emosi yang dirasakan pasangan dan kemampuan menyeimbangkan antara
keterpisahan dan kebersamaan. Hal ini mencakup kesediaan untuk saling
membantu, memanfaatkan waktu luang bersama dan pengungkapan perasaan
dekat secara emosi (Gunarsa, 2012).
Dyadic cohesion merupakan dimensi untuk melihat kedekatan hubungan serta
melihat seberapa banyak pasangan menghabiskan waktu bersama danmenikmati
kebersamaan. Kedekatan ini mencakup kebersamaan mengerjakan suatu
tugas/pekerjaan, terlibat dalam diskusi bersama dan bertukar ide (pemikiran), dan
tertawa bersama (Spanier, 1976).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
d. Affectional Expression atau Ungkapan perasaan
Kesepakatan dalam menyatakan perasaan dan hubungan seksual serta
masalah-masalah yang terkait hal tersebut. Kesepakatan ekspresi perasaan dan
hubungan seksual disini mencakup bagaimana cara pasangan menyatakan
perasaan, penilaian pasangan mengenai relasi seksual (Spanier, 1976).
Komunikasi seksualitas akan membantu pasangan untuk saling memahami
perspektif masing-masing terhadap kebutuhan dan ketertarikan seksual. Dalam
komunikasi seksual, komunikasi non verbal dapat membantu menunjukkan afeksi
terhadap pasangan (Lestari, 2012).
Dalam ke empat aspek-aspek penyesuaian diri tersebut aspek Affectional
Expression atau ungkapan perasaan tidak terpakai karena subskala nya dianggap
tidak baik, sehingga aspek tersebut dianggap tidak layak untuk menjadi dimensi
dari penyesuaian diri. Busby, dkk (1995) hanya menggunakan tiga aspek intimacy
untuk digunakan sebagai konstruk alat ukur Revision Dyadic Adjustment Scale
(RDAS).
2.2.3. Dimensi Penyesuaian Diri
Haber dan Runyon (Siregar, 2010) membagi penyesuaian diri menjadi lima
dimensi, yaitu :
a. Persepsi akurat terhadap realita
persepsi terkait dengan keinginan dan motivasi pribadi, sehingga
terkadang persepsi tersebut tidak murni sama dengan realita dan lebih
merupakan keinginan individu. Penyesuaian diri individu dianggap baik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
apabila ia mampu untuk mempersepsikan dirinya sesuai dengan realita.
Selain itu, ia juga mempunyai tujuan yang realistis, mampu memodifikasi
tujuan tersebut apabila situasi dan kondisi lingkungan menuntutnya untuk
itu, serta menyadari konsekuensi tindakan yang diambil dan mengarahkan
tingkah laku sesuai dengan konsekuensi tersebut.
b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Halangan yang dialami individu disetiap proses pemenuhan kebutuhan
atau pencapaian tujuan, dapat menimbulkan kegelisahan dan stres.
Penyesuaian diri dikatakan baik apabila mampu mengatasi halangan,
masalah, dan konflik yang timbul dengan baik.
c. Citra diri yang positif
Individu harus mempunyai citra diri yang positif dengan tetap
menyadarisisi negatif dari dirinya, di mana individu menyeimbangkan
persepsinya dengan persepsi orang lain.
d. Kemampuan mengekspresikan perasaan
Individu yang sehat secara emosional mampu untuk merasakan dan
mengekspresikan seluruh emosinya. Pengekspresian emosi dilakukan
secara realistis, terkendali dan konstruktif,
serta tetap menjaga
keseimbangan antara kontrol ekspresi yang berlebihan dengan kontrol
ekspresi yang kurang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
e. Mempunyai hubungan interpersonal yang baik
Individu yang penyesuaian dirinya baik, mampu untuk saling berbagi
perasaan dan emosi. Mereka mempunyai kompetensi menjalin hubungan
dengan orang lain, mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak
dalam hubungan sosial, dan menyadari bahwa suatu hubungan tidaklah
selalu mulus.
2.2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
Menurut Schneiders (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
adalah:
a. Keadaan fisik
Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi
terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis
akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan
penyesuaian diri.
b. Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap
perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan
tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena
proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi
mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.
c. Keadaan psikologis
Keadaan mental yang sehat
merupakan syarat bagi tercapainya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi,
kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan
dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu
untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun
tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di
antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.
d. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan
dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggotaanggotanya
merupakan
lingkungan
yang
akan
memperlancar
proses
penyesuaian diri. Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu
dalam melakukan penyesuaian diri.Susunan individu dalam keluarga,
banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu serta pola hubungan orang
tua dan anak dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri.
Keluarga dengan jumlah anggota yang banyak mengharuskan anggota untuk
menyesuaikan perilakunya dengan harapan dan hak anggota keluarga yang
lain. Situasi tersebut dapat mempermudah penyesuaian diri, proses belajar, dan
sosialisasi atau justru memunculkan persaingan, kecemburuan, dan agresi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Setiap individu dalam keluarga memainkan peran sosial sesuai dengan harapan
dan sikap anggota keluarga yang lain.
e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang
dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis
lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti,
tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan
perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1999). Kebudayaan pada
suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah
laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk
individu yang sulit menyesuaikan diri.
2.3.
Definisi Pernikahan Jarak Jauh
Pernikahan jarak jauh (long distance relationship) oleh Jones (1995)
adalah pernikahan antara pasangan suami istri yang tinggalnya terpisah. Torsina
(1991), menyatakan bahwa pernikahan jarak jauh adalah pernikahan yang karena
alasan khusus menyebabkan pasangan suami istri tidak bisa tinggal serumah.
Maines (1993), menjelaskan bahwa pernikahan jarak jauh adalah pernikahan
terpisah antara suami dengan istri yang didasari atas komitmen sebelum
pernikahan karena tuntutan karier atau pekerjaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2.3.1. Aspek-Aspek Dalam Pernikahan Jarak Jauh
Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan pernikahan jarak jauh
pada subyek, mengacu pada teori Robinson dan Blanton (2003) yang
mengemukakan beberapa faktor terpenting dalam sebuah pernikahan yang
memuaskan, antara lain:
a.
Keintiman
Keintiman antara pasangan di dalam pernikahan mencakup aspek fisik,
emosional, dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam keintiman adalah saling
berbagi baik dalam minat, aktivitas, pemikiran, perasaan, nilai serta suka dan
duka. Keintiman akan tercipta melalui keterlibatan pasangan satu sama lain baik
dalam situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan Selain itu, keintiman
dapat
ditingkatkan
melalui
kebersamaan,
saling
ketergantungan
atau
interindependensi, dukungan dan perhatian. Meskipun pasangan memiliki
keintiman yang sangat tinggi, bukan berarti pasangan selalu melakukan berbagai
hal bersama. Suami atau istri juga berhak melakukan aktivitas dan minat yang
berbeda dengan pasangannya.
b.
Komitmen
Salah satu karakteristik pernikahan yang memuskan adalah komitmen
yang tidak hanya ditujukan terhadap pernikahan sebagai sebuah intuisi, tetapi juga
terhadap pasangannya. Beberapa pasangan berkomitmen terhadap perkembangan
hubungan pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri
dengan pasangan, perkembangan pasangan, serta terhadap pengalaman dan situasi
baru yang dialami pasangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
c.
Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi yang baik mencakup berbagi pikiran dan
perasaan, mendiskusikan masalah bersama-sama, dan mendengarkan sudut
pandang satu sama lain. Pasangan yang mampu berkomunikasi secara konstruktif,
mereka
dapat
mengantisipasi
kemungkinan
terjadi
konflik
dan
dapat
menyesuaikan kesulitan yang dialaminya.
d.
Kesesuaian
Untuk dapat mencapai pernikahan yang memuaskan, pasangan harus
memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam mempersepsi kekuatan dan
kelemahan dari hubungan pernikahannya. Pasangan yang mempersepsikan
hubungan pernikahannya kuat, cenderung merasa lebih nyaman dengan
pernikahannya.
e.
Keyakinan Beragama
Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan beragama merupakan
komponen penting dalam pernikahan, pasangan yang dapat berbagi dalam nilainilai agama yang dianutnya dan beribadah secara bersama-sama dapat
menciptakan ikatan kuat dan nyaman diantara mereka serta berpengaruh positif
bagi kepuasan pernikahan pasangan memperoleh dukungan sosial, emosional, dan
spiritual melalui agama yang dianutnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengemukakan beberapa faktor
terpenting dalam sebuah pernikahan yang memuaskan, yaitu: keintiman,
komitmen, komunikasi, kongruensi, dan keyakinan beragama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2.4.

Hasil dari penelitian sebelumnya :
Hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Patrick, 2002)
menemukan bahwa intimacy merupakan faktor yang paling signifikan
dalam memprediksi kepuasan hubungan pernikahan. Dengan demikian,
intimacy merupakan hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan
untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan.

Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa seseorang akan menjadi
lebih intim, selama ada keterbukaan, saling responsif pada kebutuhan satu
sama lain, serta adanya penerimaan dan penghargaan yang saling
menguntungkan (Papalia, Old & Feldman, 2008).

Dalam perkembangan psikososial intimacy
dapat
terjalin karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu gaya kelekatan dengan
orang tua (attachment style with parents), keterbukaan diri (selfdisclosure), kecocokan pribadi, dan penyesuaian diri antara individu
dengan pasangannya (Duffy & Atwater, 2005).

(Hurlock,
1993)
mengatakan bahwa keberhasilan
sebuah proses
penyesuaian diri pada pernikahan dapat dilihat dari kualitas hubungan
interpersonal dan perilaku yang tampak. Keberhasilan ini dapat dilihat dari
tercapainya kebahagiaan antara pasangan suami-istri yang berdasarkan
atas kepuasan peran dan hubungan seksual, tercapainya hubungan yang
baik antara orang tua dan anak, terselesaikannya perbedaan pendapat,
kebersamaan dengan pasangan, penyesuaian yang baik pada keuangan dan
penyesuaian yang baik pada keluarga pasangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30

Subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik, untuk faktor yang
mempengaruhi dalam penyesuaian diri pada pasangan suami istri adalah
kesehatan fisik, kesehatan mental, kemampuan stabilitas emosi, stabilitas
ekonomi, mengenal pasangan, penyesuaian menghadapi kenyataan,
kemampuan untuk saling memahami dan memperhatikan pasangan, juga
penyesuaian terhadap keluarga besar (Trimingga, 2008).
2.5.
Kerangka Berpikir
Penyesuaian diri seseorang dapat dipengaruhi oleh kondisi
psikologisnya, termasuk kepribadiannya. Pasangan suami-istri yang
memiliki penyesuaian diri yang efektif baik dengan pasangan maupun
dengan lingkungan dapat mempengaruhi terhadap keadaan intimacy nya.
Tingkat intimacy diasumsikan berbeda (tinggi dan rendah).
Suami atau istri yang menjalin intimacy akan lebih mudah untuk
menyesuaikan diri
sepanjang kehidupan pernikahannya,
termasuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan kritis yang terjadi.
Intimacy di awal-awal pernikahan dapat menjadi landasan yang kuat untuk
menjalani kehidupan pernikahan selanjutnya.
Hal tersebut sesuai dengan pandangan Erickson (Papalia, Old &
Feldman, 2008) bahwa intimacy yang dibawa sejak masa awal pernikahan
memberikan kemampuan mendasar untuk dapat menghadapi tantangan
selanjutnya. Jika pasangan berhasil melewati tahap pertama dengan baik,
maka kemungkinan mereka akan melewati tahap berikutnya dengan mulus
pula.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Namun, jika tahap awal tak dapat dilewati dengan baik, maka
tahap selanjutnya akan menimbulkan masalah yang lebih parah. Meskipun
intimacy penting dalam suatu hubungan, namun pada kenyataannya tidak
semua orang dapat menjalin hubungan intimacy yang baik dengan orang
lain atau pasangan romantis mereka.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Setiani (2011) yang
mengungkapkan salah satu hal yang dapat mempengaruhi terbangunnya
sebuah hubungan, yaitu jarak (proximity). Kedekatan atau jarak dapat
mempengaruhi tingkat kedekatan hubungan interpersonal. Meningkatnya
intensitas kedekatan fisik dapat membuat seseorang lebih tertarik dan
semakin dekat pada orang lain. Sedangkan hubungan jarak jauh atau LDR
memiliki kelemahan keterpisahan fisik antara keduanya (DeVito, 2007).
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Yudistriana, dkk (2010) dalam
penelitiannya mengenai intimacy dalam pria dewasa yang memiliki
hubungan jarak jauh, bahwa keterpisahan fisik yang terdapat dalam
hubungan percintaan jarak jauh berpotensi menimbulkan perubahan dalam
komponen cinta yang harus dipenuhi dalam suatu hubungan. Dalam
sebuah hubungan jarak jauh atau LDR individu akan berpotensi
mengalami konflik dalam pemenuhan hubungan akan keintiman.
Keberhasilan sebuah proses penyesuaian diri pada pernikahan
dapat dilihat dari kualitas hubungan interpersonal dan perilaku yang
tampak. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tercapainya kebahagiaan antara
pasangan suami-istri yang berdasarkan atas kepuasan peran dan hubungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
seksual, tercapainya hubungan yang baik antara orang tua dan anak,
terselesaikannya perbedaan pendapat, kebersamaan dengan pasangan,
penyesuaian yang baik pada keuangan dan penyesuaian yang baik pada
keluarga pasangan (Hurlock, 1993).
Seseorang yang merasakan intimacy tinggi terhadap pasangannya
akan di prediksikan memiliki tingkat yang rendah dalam keputusan untuk
berpisah, karena pasangan ini sudah dapat memiliki rasa intim satu sama
lain meskipun mereka berada pada jarak yang berjauhan.
Seseorang yang memiliki intimacy rendah terhadap pasangannya
akan di prediksikan memiliki tingkat keputusan yang lebih tinggi dengan
pasangannya, karena pasangan ini memiliki kelekatan yang kurang
dengan hubungan jarak jauhnya.
Bagan 2.5.1 Kerangka berpikir
Penyesuaian Diri
2.6.
Intimacy
Hipotesis Penelitian
H0: Tidak Terdapat pengaruh positif penyesuaian diri terhadap intimacy pada
pasangan suami-istri yang menjalani pernikahan jarak jauh.
H1/a : Terdapat pengaruh positif penyesuaian diri terhadap intimacy pada
pasangan suami-istri yang menjalani pernikahan jarak jauh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download