position paper tata kelola migas nasional merah putih sesuai uud

advertisement
POSITION PAPER
TATA KELOLA MIGAS NASIONAL
MERAH PUTIH SESUAI UUD 1945
Mantan Pertamina (Kelompok Poverep)
April 2013
Sekapur Sirih:
Tata Kelola Migas Nasional ini dipersiapkan oleh Para Mantan Karyawan
Pertamina yang umumnya mempunyai pengalaman lebih dari 30 tahun
sebagai pelaku, pengelola maupun pembina kegiatan usaha migas nasional
baik kegiatan usaha di dalam negeri maupun internasional dan tergabung
dalam Kelompok Poverep, dalam rangka untuk menyumbangkan pemikiran
bagi kemandirian dan ketahanan energi bangsa Indonesia
Contact Person:
Zanial Achmad ([email protected])
Suharyanto ([email protected])
KELOMPOK POVEREP
PERMASALAHAN
UU MIGAS No.22 Tahun 2001
(Berlaku dari 2001 s/d saat ini)
KELOMPOK POVEREP
UU MIGAS NO 22 TAHUN 2001 TIDAK SESUAI DENGAN
KETENTUAN PASAL 33 UUD 1945
 Cabang-cabang produksi penting dan yang mempengaruhi hajat
hidup orang banyak tidak dikelola oleh Perusahaan Negara. Badan
Pelaksana (BPMIGAS/SKKMIGAS) mempunyai kewenangan terbatas,
tidak melakukan kegiatan usaha, dan tugas pokok dan fungsinya
hanya sebagai pengawas dan pengendali kegiatan usaha hulu.
 UU Migas No 22 Tahun 2001 mereduksi kedaulatan nasional dalam
kontrak-kontrak dan cenderung menempatkan negara dan
kontraktor migas dalam kedudukan yang setara. Pemberian WK
kepada KKKS secara inheren memberikan wewenang Kuasa
Pertambangan (KP) kepada KKKS untuk melaksanakan kegiatan
pengusahaan migas. Penyerahan Kuasa Pertambangan berarti
menghilangkan kedaulatan Negara atas SDA migas.
KELOMPOK POVEREP
UU MIGAS NO 22 TAHUN 2001 TIDAK SESUAI DENGAN
KETENTUAN PASAL 33 UUD 1945
 Kegiatan Hulu dan Hilir di “unbundling” padahal kegiatan
usaha migas harus melingkupi seluruh spektrum pengusahaan
migas dari Hulu ke Hilir. “Unbundling” berarti memecah Kuasa
Pertambangan (KP) dan membuka profit centers pada pihak
ketiga yang mengurangi pendapatan negara dan menambah
beban biaya rakyat banyak.
 UU Migas No 22 Tahun 2001 telah menciptakan suatu
kebijakan energi yang cenderung sektoral dan hanya
berorientasi pada aspek pendapatan, bukan ketahanan
nasional bidang energi.
KELOMPOK POVEREP
TATA KELOLA PENGUSAHAAN MIGAS SAAT INI
BERTENTANGAN DENGAN PRINSIP PENGUASAAN OLEH
NEGARA SESUAI PASAL 33 UUD 1945
Dalam UU Migas no 22 Tahun 2001, yang berlaku saat
ini :
• Pemegang Kebijakan dan Pengaturan : Pemerintah
dan DPR.
• Pengawasan dan Pengendalian : Badan Pemerintah
(SKKMigas pengganti BPMigas, BPHMigas).
• Pelaksanaan/pengelolaan Usaha : BU (termasuk
BUMN/ Pertamina) dan BUT.
KELOMPOK POVEREP
PEMBENTUKAN SKK MIGAS SEBAGAI PENGGANTI BP MIGAS
TETAP TIDAK SEJALAN DENGAN AMANAT PASAL 33 UUD 1945
 Kewenangan SKKMIGAS pengganti BPMIGAS tetap sangat terbatas, Kuasa
Pertambangan (KP) masih dipegang Pemerintah (Pasal-4 (3))
 Tugas dan tanggung jawab SKKMIGAS sebagaimana halnya BPMIGAS hanya
menyelenggarakan (mengurus) dan mengendalikan (mengontrol) kegiatan
usaha hulu migas, tidak melaksanakan pengusahaan migas (Pasal 11 (1)).
 Pengendalian manajemen operasi oleh SKKMIGAS seperti halnya BPMIGAS
tidak efektif tanpa Kuasa Pertambangan (KP).
 Syarat-syarat kerjasama antara SKKMIGAS sebagai pengganti BPMIGAS
dengan BU dan BUT ( Pasal -1, butir 22, Pasal -8 dan Pasal -26 UU Migas No
22/ 2001) tidak memuat persyaratan PSC sebagai kontrak jasa, sehingga
membolehkan bentuk konsesi yang bertentangan dengan Konstitusi.
KELOMPOK POVEREP
PEMBENTUKAN SKK MIGAS SEBAGAI PENGGANTI BP MIGAS
TETAP TIDAK SEJALAN DENGAN AMANAT PASAL 33 UUD 1945
 Kewenangan SKKMIGAS pengganti BPMIGAS tetap sangat terbatas, Kuasa
Pertambangan (KP) masih dipegang Pemerintah (Pasal-4 (3))
 Tugas dan tanggung jawab SKKMIGAS sebagaimana halnya BPMIGAS hanya
menyelenggarakan (mengurus) dan mengendalikan (mengontrol) kegiatan
usaha hulu migas, tidak melaksanakan pengusahaan migas (Pasal 11 (1)).
 Pengendalian manajemen operasi oleh SKKMIGAS seperti halnya BPMIGAS
tidak efektif tanpa Kuasa Pertambangan (KP).
 Syarat-syarat kerjasama antara SKKMIGAS sebagai pengganti BPMIGAS
dengan BU dan BUT ( Pasal -1, butir 22, Pasal -8 dan Pasal -26 UU Migas No
22/ 2001) tidak memuat persyaratan PSC sebagai kontrak jasa, sehingga
membolehkan bentuk konsesi yang bertentangan dengan Konstitusi.
KELOMPOK POVEREP
PENGELOLAAN MIGAS BERDASARKAN UU MIGAS NO 22 TAHUN
2001 TIDAK MAMPU MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN
KETAHANAN ENERGI (1)
 Produksi dan cadangan Migas Nasional menurun. Tidak ada penemuan
cadangan baru yang dapat mempertahankannya.
 Penurunan kegiatan eksplorasi terutama pemboran untuk mencari
tambahan cadangan baru.
 Iklim investasi migas tidak kondusif.
 WK baru yang ditawarkan tidak banyak mendapatkan response positif dari
investor.
 Kewenangan badan dan institusi negara dalam pengelolaan kegiatan migas
tidak terkoordinir baik dan sering tumpang tindih. Proses birokrasi dalam
pengurusan perizinan kegiatan migas terlalu panjang.
KELOMPOK POVEREP
PENGELOLAAN MIGAS BERDASARKAN UU MIGAS NO 22 TAHUN
2001 TIDAK MAMPU MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN
KETAHANAN ENERGI (2)
 Ketergantungan pada BBM import bertambah dan tidak
adanya pembangunan kilang baru.
 Konflik kepentingan akibat liberalisasi menyebabkan
kelangkaan gas didalam negeri.
 Kelangkaan BBM makin sering terjadi terutama didaerahdaerah karena tumpang tindih kebijakan.
 Pembangunan
infrastruktur
migas
terutama
pengembangan jaringan gas nasional tidak juga terwujud.
KELOMPOK POVEREP
KONSEP PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL
KELOMPOK POVEREP
KONSEP PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL
SESUAI DENGAN KONSTITUSI
Dasar Acuan :
• Ketentuan Pasal 33 UUD 1945
• Amar Putusan MK Tahun 2004 dan 2012
• Pendapat Mahkamah Konstitusi
KELOMPOK POVEREP
KETENTUAN UUD 1945 PASAL 33
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33 :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional *).
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang *).
*) Perubahan 10 Agustus 2002
KELOMPOK POVEREP
PENJELASAN MENGENAI CABANG-CABANG
PRODUKSI YANG HARUS DIKUASAI NEGARA
• Penting bagi negara dan menguasai atau tidak
menguasai hidup orang banyak atau,
• Tidak penting bagi negara tapi menguasai
hajat hidup orang banyak atau,
• Kekayaan alam.
KELOMPOK POVEREP
PENGERTIAN DASAR PASAL 33
• Ayat-ayat dalam pasal 33 merupakan perumusan
dari Pendiri Bangsa yang diambil dari akar budaya
bangsa yang sudah ada sejak lama bahwa ekonomi
Nasional dibangun berdasarkan asas Ekonomi
Kerakyatan.
• Berdasarkan ayat-ayat diatas dan kondisi yang
berkembang saat ini, Migas dipandang penting/
strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak. Pemanfaatannya harus dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
KELOMPOK POVEREP
AMAR PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
KELOMPOK POVEREP
AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TAHUN 2004
ATAS UU No. 22 TAHUN 2001 TENTANG MIGAS
 Keharusan Merevisi :
• Pasal 12 ayat (3) UU Migas No 22/ 2001 : “Menteri menetapkan badan
usaha atau bentuk usaha tetap yang diberi wewenang melakukan usaha
eksplorasi dan eksploitasi pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2)”.
• Pasal 22 ayat (1) : “Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib
menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi
minyak bumi dan/ atau gas bumi utuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri “.
 Membatalkan :
• Pasal 28 ayat (2) : “Harga bahan bakar minyak dan harga gas diserahkan
pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”, dan
• Pasal 28 ayat (3) : “Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial
Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu”.
KELOMPOK POVEREP
AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TAHUN 2012
atas UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas
1. Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45,
Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-undang
No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi : Bertentangan dengan
UUD tahun 1945.
Pasal-pasal diatas : Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
2. Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), Frasa melalui
Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), Frasa berdasarkan pertimbangan
dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), Frasa Badan Pelaksana
dan dalam Pasal 49, Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi : Bertentangan dengan UUD tahun 1945.
Frasa diatas : Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3. Seluruh hasil yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU
No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi : Bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG
PENGUASAAN OLEH NEGARA (1)
• Pengertian “dikuasai oleh negara” : haruslah diartikan mencakup makna
penguasaan oleh negara dalam pengertian luas yang bersumber dan
diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber
kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”
termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas
rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
• Rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat
kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan
pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan
(beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
• Mandat kepada Negara untuk melaksanakan Kekuasaan berdasarkan UUD
1945 yang terdiri dari 5 Elemen tersebut diatas merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG
PENGUASAAN OLEH NEGARA (2)
 Fungsi Pengaturan oleh negara (regelensdaad) dilakukan melalui kewenangan
legislasi oleh DPR bersama Pemerintah dan regulasi oleh Pemerintah.
 Fungsi Pengelolaan oleh negara (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme
pemilikan saham (share-holding) dan atau keterlibatan langsung dalam
manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara
sebagai instrumenn kelembagaan yang melaluinya Negara cq Pemerintah
mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk
digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 Fungsi Pengawasan (toezichthoudens-daad) oleh negara dilakukan oleh Negara
cq Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan
penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar benar
dilakukan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
 Fungsi Pengurusan oleh negara (bestuursdaad) dilakukan oleh Pemerintah
dengan kewenangannya untuk mengluarkan dan mencabut fasilitas perijinan
(vergunning), lisensi (licentie) dan konsesi (consesie).
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG
PENGUASAAN OLEH NEGARA (3)
 Konsep kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badanbadan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan/ atau menguasai hajat hidup orang banyak
tidak dapat dikotomi atau dialternatifkan dengan konsepsi
pengaturan oleh negara. Keduanya bersifat kumulatif dan tercakup
dalam pengertian penguasaan oleh negara.
 Negara tidak berwenang mengatur atau menentukan aturan yang
melarang dirinya sendiri memiliki saham dalam suatu badan usaha
yang menyangkut cabang-abang produksi yang penting untuk negara
dan/ atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen
atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumbersumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERANAN
NEGARA/PEMERINTAH DALAM PENGERTIAN PENGUASAAN
NEGARA
 Bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan paling penting adalah
negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam,
dalam hal ini Migas, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang
lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam.
 Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat
kebijakan dan pengurusan, dan fungsi negara peringkat ketiga adalah
fungsi pengaturan dan pengawasan.
 Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan
manajemen dalam mengelola sumber daya alam maka negara harus
memilih untuk melakukan pengelolaan langsung atas sumber daya alam.
 Pengelolaan langsung yang dimaksud disini, baik dalam pengelolaan
langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG BADAN
PELAKSANA (BPMIGAS)
 Badan Pelaksana (BPMigas) hanya melakukan fungsi pengendalian dan
pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam Migas maka negara
dalam hal ini Pemerintah tidak dapat melakukan pengelolaan secara
langsung atas SDA migas pada kegiatan Hulu.
 Model hubungan antara Badan Pelaksana (BPMIGAS) sebagai representasi
negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan
migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam
Migas yang bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.
 Dengan konstruksi penguasaan Migas melalui BPMIGAS, negara kehilangan
kewenangannya untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam Migas,
padahal fungsi pengelolaan adalah bentuk penguasaan pada peringkat
pertama dan paling utama untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
KELOMPOK POVEREP
PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG
KONTRAK KERJA SAMA (KKS)
 Dalam KKS, BPMIGAS bertindak mewakili Pemerintah sebagai pihak dalam
KKS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mengelola Migas.
Dalam posisi yang demikian hubungan antara BPMIGAS (negara) dengan
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap adalah hubungan yang bersifat
keperdataan yaitu menempatkan posisi negara dan Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap yang mengelola Migas dalam posisi sederajat.
 Hubungan keperdataan antara negara dan dengan swasta dalam
pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilakukan dengan hubungan
keperdataan, akan tetapi harus merupakan hubungan yang bersifat publik
yaitu berupa pemberian konsesi atau perizinan yang sepenuhnya dibawah
kontrol dan kekuasaan negara.
 Untuk menghindari hubungan yang tersebut diatas, negara dapat
membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk
mengelola Migas di wilayah hukum pertambangan Indonesia atau di
wilayah kerja, sehingga BUMN tersebut yang melakukan KKS dengan Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
KELOMPOK POVEREP
KEPUTUSAN DAN PENDAPAT MAHKAMAH
KONSTITUSI
Keputusan dan pendapat Mahkamah Konstitusi
memberikan penafsiran konstitusional atas Pasal 33
UUD 1945 dan harus menjadi dasar acuan dalam
pembuatan UU Migas baru.
KELOMPOK POVEREP
SUBSTANSI UNTUK PENYIAPAN REVISI UU
MIGAS/ UU MIGAS BARU
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI UNTUK PENYIAPAN REVISI
UU MIGAS/ UU MIGAS BARU
•
•
•
•
•
•
UMUM,
KUASA PERTAMBANGAN MIGAS,
PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL (PMN),
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN,
KETENTUAN PIDANA, dan
KETENTUAN PERALIHAN.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : UMUM
 Bahwa penyelenggaraan usaha Pertambangan Migas harus berazaskan prinsip
Kedaulatan Rakyat yang dianut UUD 1945, yang berfaham bahwa Rakyat-lah
yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan
tertinggi dalam kehidupan bernegara, termasuk pengertian kepemilikan publik
oleh Rakyat secara kolektif atas seluruh kekayaan alam Indonesia.
 Segala bahan galian Migas yang ada di Wilayah Hukum Pertambangan Migas
Indonesia merupakan Kekayaan Nasional yang dikuasai Negara.
 Karenanya :
• Pertambangan bahan galian Migas hanya diusahakan oleh Negara;
• Usaha Pertambangan Migas dilaksanakan oleh PMN semata-mata.
• Pembinaan, pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan pengusahaan.
• Pertambangan Migas, serta pengawasan hasil produksinya yang terkait
kepentingan umum dipusatkan pada Kementerian yang lapangan tugasnya
meliputi usaha Migas yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Harga Jual bahan bakar Migas di dalam negeri diatur oleh Pemerintah.
• Usaha Pertambangan Migas meliputi Eksplorasi; Eksploitasi; Pengolahan;
Pengangkutan; Penimbunan; dan Niaga.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : KUASA PERTAMBANGAN
MIGAS
 Kepada PMN disediakan seluruh Wilayah Hukum Pertambangan Migas Indonesia.
 Kuasa Pertambangan (KP) Migas adalah wewenang yang diberikan eksklusif kepada
PMN untuk melaksanakan Usaha Pertambangan Migas di dalam batas-batas setiap
Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) atau Wilayah Kerja (WK) Pertambangan Migas
yang hanya diberikan kepada pemegang KP semata-mata dan ditentukan serta
ditetapkan oleh Pemerintah. WKP atau WK tidak boleh dipindah tangankan.
 Penunjukan batas-batas WKP atau WK Pertambangan Migas dan syarat-syaratnya
ditetapkan Pemerintah.
 Setiap PSC meliputi satu Wilayah Kontract (Contract Area) yang lahannya meliputi
WKP Migas milik PMN.
 KP Migas tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi dan matra laut diatasnya.
 Pekerjaan KP Migas tidak boleh dilakukan di wilayah yang ditutup untuk kepentingan
umum.
 Lapangan pekerjaan KP Migas tidak meliputi lahan-lahan yang menyangkut dan
berdampak kepentingan umum.
 Mereka yang berhak atas tanah, wajib memperkenankan kegiatan kegiatan KP Migas.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PMN
Pendirian
 PMN adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang
didirikan dengan kekayaan yang dimiliki Negara.
 Perusahaan berbentuk badan hukum yang berkedudukan serta berkantor
di Jakarta, dan berhak melakukan usaha-usahanya sesuai dan berdasarkan
undang-undang.
 Kepemilikan atas PMN tidak dapat dipindah-tangankan, modal PMN tidak
terbagi-bagi ke dalam saham.
 Ketentuan-ketentuan lainnya menyangkut pendirian, permodalan, dan
Direksi PMN serta pembinaan dan pengawasannya oleh sebuah Dewan
Komisaris diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.
 Terhadap PMN berlaku hukum Indonesia.
 PMN wajib membayar pajak sesuai ketentuan perundang-undangan
perpajakan Indonesia yang berlaku bagi semua Badan Usaha.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PMN
Tujuan dan Tugas
 Membangun dan melaksanakan pengusahaan Migas dalam arti
seluas-luasnya secara efektif dan efisien, untuk sebesar-besarnya
kemakmuran Rakyat dan Negara serta menciptakan Ketahanan
Nasional.
 Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar Migas untuk
memenuhi kebutuhan Dalam Negeri yang pelaksanaannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
 Melakukan fungsi Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan,
Pengangkutan, Penimbunan dan Niaga Migas.
 Melakukan upaya nyata dalam diversifikasi energi terhadap
ketergantungan pemakaian minyak bumi dengan meningkatkan
penggunaan gas bumi, panas bumi dan energi lain agar
Ketahanan Energi Nasional dapat segera tercapai.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PMN
Kepengusahaan (1)
 PMN bergerak di bidang pengusahaan Pertambangan Migas.
 PMN dapat mendirikan anak perusahaan berbentuk Badan Usaha yang
kepemilikannya tetap sepenuhnya pada BUMN Migas dan tidak dapat dialihtangankan bagi Badan Usaha yang bersifat strategis.
 Anak Perusahaan PMN dapat melakukan usaha bergabung dan/ atau bekerja
sama dengan Badan Usaha dan atau Bentuk Usaha Lain, dalam suatu kesatuan
yang berbentuk penyertaan (participation) atau patungan (joint venture) yang
bobot pengelolaannya sesuai dengan rasio penyertaanya.
 Untuk mempertahankan dan mengembangkan Basis Cadangan Migas Nasional
yang menuntut kontinuitas usaha eksplorasi yang tinggi resiko, padat modal
dan teknologi, PMN dapat mengadakan kerja sama dengan perusahaanperusahaan (Badan Usaha dan/ atau Badan Usaha Tetap) dalam bentuk
Production Sharing Contract atau “PSC” yang bersIfat Kontrak Jasa untuk bagi
hasil dan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tertentu.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PMN
Kepengusahaan (2)
 Bagian yang diperoleh PMN dari Bagi Hasil produksi PSC, merupakan pendapatan
Negara.
 Dari penerimaan Negara dari hasil produksi PSC, termasuk pajak dan pungutanpungutan yang terkait PSC, PMN dapat menarik uang jasa (retention fee) sebesar
3% sebagai imbalan pengeluaran serta fee menangani pengurusan dan pengelolaan
PSC.
 Serupa dengan bentuk PSC untuk usaha Eksplorasi dan Produksi, PMN dapat pula
mengadakan kerja sama dengan perusahaan lain untuk jenis usaha lainnya dalam
bentuk PSC bersifat Kontrak Jasa dengan memuat ketentuan-ketentuan pokok yang
disesuaikan dengan jenis usaha bersangkutan.
 Sebagai tambahan pada kegiatan diatas, PMN dapat pula mengadakan usaha
Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi (Geothermal), Gas Metana Batubara (Coal
Bed Methane) dan Gas Batuan Serpih (Shale Gas) karena kesamaan teknologinya
dengan kegiatan usaha Migas, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Dengan persetujuan Presiden dapat dilakukan perluasan bidang-bidang usaha,
sepanjang masih ada hubungan dengan pengusahaan Migas.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PMN
Kontrak Kerja Sama (1)
Kerja sama dalam bentuk Production Sharing Contract (PSC) yang bersifat Kontrak
Jasa dan harus memenuhi serta memuat ketentuan-ketentuan pokok sebagai
berikut :
 Setiap PSC diadakan dengan Badan Usaha (BU)/ Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang masing-masing merupakan badan hukum tersendiri yang terikat pada
satu PSC.
 Pihak BU/ BUT dalam PSC berkedudukan sebagai “Kontraktor” yang membantu
PMN dalam usaha Pertambangan Migas, wajib menyediakan/ memberikan
semua bantuan finansial dan teknis yang dibutuhkan operasi, dan karenanya
berhak atas sebagian dari hasil produksi Migas atau Bagi Hasil setelah
pengembalian biaya sesuai ketentuan-ketentuan dalam PSC.
 Risiko Eksplorasi ditanggung kontraktor, maka pengenaan bea masuk dan
pungutan-pungutan impor lainnya atas peralatan dan suplai yang terkait
ditunda hingga ada hasil produksi, tapi tidak terhutang bila Eksplorasinya gagal
berproduksi.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PMN
Kontrak Kerja Sama (2)
 Paling tidak 25 % dari Bagi Hasil bagian Kontraktor, harus diserahkannya
untuk keperluan Bahan Bakar Minyak dan Gas domestik dengan harga yang
disetujui dalam PSC.
 Peralatan yang diadakan Kontraktor untuk operasi menjadi milk PMN.
 PMN dan Pemerintah memegang hak audit atas Buku dan Akun Kontraktor.
 Arbitrase dan eksekusinya bertempat di Indonesia
 Atas PSC berlaku Undang-undang RI.
 Apapun ketentuan PSC termasuk ketundukan kepada Arbitrase, tak akan
dapat mencegah atau membatasi Pemerintah untuk menerapkan hak
daulatnya.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN.
Pembinaan dan pengawasan kegiatan atas kegiatan dan pelaksanaan usaha
Pertambangan Migas dipusatkan pada Kementerian yang bidang tugasnya meliputi
pengusahaan bahan galian Migas dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pembinaan meliputi :
 Penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang kegiatan usaha
Migas,
pertambangan
 Penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha Pertambangan Migas yang
berdasarkan cadangan, kemampuan produksi, kebutuhan dan suplai bahan bakar
Migas dalam negeri, penguasaan teknologi, penggunaan tenaga ahli nasional serta
produk barang dan jasa domestik, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan
hidup, kemampuan nasional dan kebijakan pembangunan.
Pengawasan meliputi :
 Ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengawasan kegiatan
usaha pertambangan Migas.
 Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan dalam aspek-aspek tersebut diatas
dan juga kegiatan yang terkait kepentingan umum.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : KETENTUAN PIDANA
Barang siapa melakukan usaha Migas :
 Tanpa mempunyai KP Migas, dihukum dengan hukuman penjara
dan/ atau denda,
 Sebelum memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap yang
berhak atas tanah sesuai dengan yang diatur dalam undangundang ini, dihukum dengan hukuman kurungan dan/ atau
denda.
Pemegang KP Migas dihukum dengan kurungan dan/ atau denda
bila :
 Tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur undang-undang ini,
maupun Surat Keputusan Menteri.
 Tidak melaksanakan perintah-perintah dan/ atau petunjukpetunjuk yang berwajib berdasarkan undang-undang ini.
KELOMPOK POVEREP
MATERI SUBSTANSI : KETENTUAN PERALIHAN
Ketentuan-ketentuan Peralihan adalah untuk mengatur antara lain :
• Agar semua wewenang yang telah diberikan oleh Menteri kepada
para Kontraktor untuk melakukan kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi dalam bentuk Kontrak Kerja Sama berdasarkan UU
Migas No 22, Tahun 2001, dialihkan kepada bentuk PSC dengan
PMN sesuai ketentuan perubahan undang-undang Migas, dalam
batas suatu tenggang waktu yang ditentukan dengan Peraturan
Pemerintah.
• Pembubaran PT Pertamina (Persero) apabila ditunjuk sebagai
PMN, serta pengalihannya kepada PMN yang diatur undangundang, berikut segala hak dan kewajiban serta akibat-akibat
yang timbul dari suatu perjanjian kontraknya dengan pihak lain.
KELOMPOK POVEREP
VISI, MISI DAN STRATEGI
PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL BARU
KELOMPOK POVEREP
PRINSIP PENGELOLAAN MIGAS
 Minyak dan gas bumi merupakan SDA Strategis, tidak terbarukan yang dikuasai negara serta
merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan pengelolaannya
untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian maka minyak
dan gas bumi diletakkan perannya sebagai “Barang Kesejahteraan“ dan bukan Barang
Komoditas Ekonomi semata.
 Salah satu Tugas Utama Negara adalah menyediakan energi khususnya minyak dan gas bumi,
mengingat bahwa minyak dan gas bumi merupakan Barang Kesejahteraan, maka Kebijakan
negara melalui Pemerintah sudah sewajarnya dengan pertimbangan bahwa:
•
Minyak dan gas bumi sumber utama kebutuhan energi rakyat dan pendukung pertumbuhan ekonomi
nasional
•
Basis Cadangan minyak dan gas bumi perlu dipelihara dan ditingkatkan untuk menopang Ketahanan
Energi Nasional.
 Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dari Hulu sampai Hilir harus berwawasan kebangsaan
yang mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional
 Kondisi cadangan minyak dan gas bumi nasional yang terbatas, pertumbuhan peningkatan
cadangan minyak dan gas bumi yang berjalan lambat, produksi minyak terus menurun tajam
dan kenyataan bahwa negara telah menjadi net oil importer, kebutuhan minyak dan gas bumi
di dalam negeri yang terus meningkat, maka diperlukan suatu Tata Kelola Migas Nasional yang
dapat mengakomodasi kondisi diatas sesuai dengan Ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang
dijalankan secara konsisten dan konsekwen.
KELOMPOK POVEREP
VISI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL
Pengelolaan sumberdaya migas harus dikuasai
negara dan dipergunakan sebesar besar untuk
kemakmuran rakyat.
KELOMPOK POVEREP
MISI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL
• Membangun Perusahaan Migas Nasional
sebagai
vehicle
dalam
pemenuhan
pertumbuhan kebutuhan serta menjaga
ketersediaan hasil migas dan pertumbuhan
peningkatan cadangan migas nasional.
• Perusahaan Migas Nasional mampu merespon
dinamika pertumbuhan ekonomi dan sosial ,
dinamika pasar migas dan peluang investasi
migas.
KELOMPOK POVEREP
STRATEGI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL
• Sektor Hilir, minyak dan gas bumi merupakan
soko guru kebutuhan energi rakyat dan
pertumbuhan ekonomi Nasional untuk
Kesejahteraan Rakyat.
• Sektor Hulu, memperkuat Basis Cadangan
Migas sebagai soko guru Ketahanan Energi
Nasional.
KELOMPOK POVEREP
TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL
• Pemerintah bersama DPR : membuat kebijakan dalam mendukung Visi dan strategi
Tata Kelola Migas Nasional, menetapkan prioritas Penggunaan dan Energi Nasional
(termasuk Migas), penetapan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan akan energi
migas nasional dan pendapatan negara dalam APBN, penetapan kebijakan dalam
penentuan harga BBM dan Gas Dalam Negeri, membuat aturan tata kelola migas
agar cita-cita Pasal 33 UUD 1945 dan Kebijakan Pemerintah dan DPR dapat
berjalan.
• Perusahaan Migas Nasional : sebagai pemegang Kuasa Pertambangan
mengelola migas secara langsung, yang terdiri dari :
 Holding : membuat kebijakan internal yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah
dan kebijakan bisnis , mengelola perencanaan dan portofolio kegiatan sektor
Hulu dan Hilir, mengelola bisnis Hilir bersubsidi, mengelola kontrak PSC dan
mengelola penunjang kegiatan (keuangan, SDM, aset dsb).
(Pelaksanaan bisnis dilakukan melalui Perusahaan yang sahamnya dimiliki
seluruhnya atau majority oleh Holding).
 Perusahaan : Perusahaan - Perusahaan sesuai dengan line bisnis masing-masing
dan sahamnya dimiliki sepenuhnya atau majority oleh Holding sesuai dengan
line bisnisnya apakah sebagai strategis atau penunjang.
KELOMPOK POVEREP
PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL
KELOMPOK POVEREP
KONSEP DASAR PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL (PMN)
 Perusahaan Migas Nasional (PMN) adalah usaha Negara, yang sahamnya 100 %
dimiliki oleh Negara. Bentuknya adalah Badan Hukum Publik.
 PMN pemegang tunggal dan pelaksana Kuasa Pertambangan (KP) yaitu wewenang
yang diberikan oleh Negara kepada PMN untuk melaksanakan usaha pertambangan
migas.
 Kegiatan PMN harus meliputi seluruh spektrum usaha migas, dari Hulu sampai Hilir
tidak boleh dipecah-pecah (unbundling) guna menjamin terwujudnya tujuan Pasal33 UUD 1945 dan pemulihan kedaulatan RI di sektor migas
 Tugas pokok PMN adalah – di Hilir sebagai penyedia dan penyalur BBM yang
dibutuhkan rakyat sedangkan - di Hulu mengembangkan basis cadangan migas
nasional -> agar terjamin dalam melaksanakan tugas pokoknya di Hilir.
 PMN dapat mengadakan kerjasama dalam bentuk Production Sharing Contract
(PSC) yang bersifat KONTRAK JASA dengan investor
 Fondasi pembentukan PMN adalah Pasal 33, UUD 1945 sehingga PMN wajib
mengemban misi sosial yaitu bertanggung jawab atas ketersediaan migas,
ketersediaan cadangan migas nasional untuk suplai domestik dan wajib menjamin
kelancaran distribusi BBM nasional
KELOMPOK POVEREP
PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL
 Perusahaan Milik Negara, sebagai Holding tidak terpecah dalam saham dan
nantinya tidak dijual ke umum ataupun asing.
 Pelaksana Bisnis Holding berbentuk Perusahaan, untuk line bisnis strategis saham
dimiliki seluruhnya oleh Holding dan tidak dijual ke umum atau asing. Sedangkan
line bisnis penunjang, saham majority dan dapat dialihkan ke pihak lain sesuai
strategi perusahaan.
 Pengelolaan Kontrak Jasa PSC, hasil bagian negara masuk kedalam buku Holding
dan ditarik oleh Pemerintah melalui penetapan Pajak Khusus.
Prasyarat Pembentukan Perusahaan Migas Nasional:
Mempunyai aset infrastruktur yang kuat dari Indonesia Barat sampai Indonesia Timur,
kemampuan dan pengalaman yang teruji dalam mengelola migas dari Hulu sampai
Hilir.
(Saat ini kemampuan seperti diatas, hanya dimiliki oleh Pertamina).
Apabila bukan Pertamina yang ditunjuk sebagai PMN, maka Negara harus segera
memperkuat aset infrastruktur dan kemampuan PMN yang ditunjuk, agar dapat
tercapai cita-cita Pasal 33 UUD 1945.
KELOMPOK POVEREP
HIRARKI PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL
PRESIDEN
DEWAN PENGAWAS
PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL
Bisnis Hulu : Pemegang Kuasa Pertambangan
Bisnis Hilir : Pemegang kuasa atas pengelolaan usaha hilir
PERUSAHAAN NASIONAL (SAHAMNYA DIMILIKI 100% OLEH NEGARA)
Sebagai Operator
KELOMPOK POVEREP
MODEL KORPORASI PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL
PMN
Perusahaan Migas Nasional
BISNIS HULU
HOLDING
BISNIS HILIR
Pengelola Bisnis
Perusahaan Bisnis ‘A’
Saham 100% PMN
Perusahaan Bisnis ‘B’
Saham Majority PMN
KELOMPOK POVEREP
Perusahaan Bisnis ‘C’
Bisnis Luar Negeri dan
Pemegang Saham Minority
POLA PENGUSAHAAN HULU MIGAS NASIONAL
PEMERINTAH
Perusahaan Migas
Nasional (PMN)
sebagai Holding Saham
100% Negara
Kontrak Jasa Sistem
PSC
Kontrak Jasa Sistem
PSC
Kontrak Jasa Sistem
PSC
Perusahaan Bisnis ‘A’
Saham 100% PMN
Perusahaan Bisnis ‘B’
Saham Majority PMN
BU, BUT, BUMN,
BUMD, Koperasi
KELOMPOK POVEREP
MODEL PENGELOLAAN MIGAS DUNIA YANG
DIANGGAP SUKSES
KELOMPOK POVEREP
MODEL TATA KELOLA MIGAS DUNIA
 Norwegia, negara Parlementer : Tata Kelola Migas oleh Badan
Bentukan Pemerintah yang dikontrol oleh 3 Kementerian Terkait.
Perusahaan Migas Milik Negara mendapat penunjukan mengelola
sendiri Wilayah Kerja Migas atau memiliki saham majority apabila
berpartner di Wilayah Kerja Migas dalam negeri. Dikenal sebagai
sistem 3 Pilar.
 Qatar, negara Kerajaan : Tata Kelola Migas oleh Perusahaan Migas
Milik Negara, Kebijakan dan Regulasi oleh Pemerintah, Pelaksana
Usaha oleh Perusahaan Migas Milik Negara, Sistem kontrak model
PSC. Dikenal sebagai sistem 2 Pilar.
 Malaysia, negara Federasi / Kerajaan : Tata Kelola Migas oleh
Perusahaan Migas Milik Negara, Kebijakan dan Regulasi oleh
Pemerintah, Pelaksana Usaha dan Kuasa Pertambangan oleh
Perusahaan Migas Milik Negara, Bisnis Usaha melalui Anak
Perusahaan. Sistem kontrak model PSC. Dikenal sebagai sistem 2
Pilar.
KELOMPOK POVEREP
NORWEGIA, MODEL 3 PILAR TERBAIK
PEMERINTAH/PARLEMEN
BADAN PEMERINTAH
DIBAWAH 3
KEMENTERIAN
NOC
KELOMPOK POVEREP
MALAYSIA, MODEL 2 PILAR TERBAIK
PEMERINTAH/NEGARA
PETRONAS/PMU
KELOMPOK POVEREP
KUNCI SUKSES TATA KELOLA MIGAS
NORWEGIA dengan SISTEM 3 PILAR
MALAYSIA dengan SISTEM 2 PILAR
ADALAH
DUKUNGAN KUAT DARI PEMERINTAH
TERHADAP PERUSAHAAN NASIONAL
KELOMPOK POVEREP
LAMPIRAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG MIGAS “BARU”
KELOMPOK POVEREP
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG MIGAS “BARU”
MERAH PUTIH SESUAI UUD 1945
Mantan Pertamina (Kelompok Poverep)
April 2013
RUU MIGAS “BARU”
MENIMBANG:
Huruf a
bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan
yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup
orang banyak, dan pengelolaannya untuk sebesar besar kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat;
Huruf b
bahwa tata kelola kegiatan usaha minyak dan gas bumi saat ini cenderung mengarah
kepada sistem pasar bebas dan belum berwawasan kebangsaan serta belum mampu
mendorong percepatan pemenuhan kebutuhan energy rakyat dan pertumbuhan
ekonomi nasional;
Huruf c
bahwa kondisi cadangan minyak dan gas bumi telah menyusut cepat setiap tahunnya dan
penurunan produksi minyak telah menurun tajam dan pemanfaatan produksi gas bumi
yang belum maksimal;
Huruf d
bahwa Minyak saat ini masih sebagai energi utama Nasional, kemandirian dan ketahanan
energi tidak terlepas dari adanya upaya Diversifikasi Energi seperti penggunaan Gas
Bumi, Geothermal, Batubara, Hydro energy, Solar energy dll yang implementasinya harus
didorong dan diatur secara nyata oleh suatu peraturan perundangan;
Huruf e
bahwa pengelolaan minyak dan gas bumi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi belum memenuhi amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33;
Huruf f
bahwa Mahkamah Konstitusi telah membatalkan beberapa ketentuan dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
MENIMBANG:
Huruf g
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan
Gas Bumi yang sesuai dengan ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dan harus dijalankan secara
konsisten dan konsekwen;
Huruf h
bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2004 dan 2012 memberikan penafsiran
Konstitusional yang harus menjadi dasar acuan dalam membentuk Undang-undang
tentang Minyak dan Gas Bumi pengganti Undang-undang Migas no 22 tahun 2001;
Huruf i
bahwa untuk melaksanakan Kekuasaan sesuai UUD 1945 atas sumberdaya alam migas,
maka Negara harus melaksanakan 5 Elemen yang merupakan satu kesatuan tak
terpisahkan yaitu kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan
(regelensdaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudens-daad)
untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat;
Huruf j
bahwa didalam pengelolaan sumber daya alam migas oleh Negara, harus dilakukan
melalui mekanisme pemilikan saham dan atau keterlibatan langsung dalam manajemen
BUMN sebagai instrument kelembagaan yang melaluinya Negara cq Pemerintah
mendayagunakan penggunaannya atas sumberdaya kekayaan itu untuk kemakmuran
rakyat;
Huruf k
bahwa dalam upaya Negara terlibat langsung dalam pengelolaan, pemenuhan kebutuhan
serta menjaga ketersediaan hasil migas dan pertumbuhan peningkatan cadangan migas
nasional maka dipandang perlu membangun Perusahaan Migas Nasional;
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
MENIMBANG:
Huruf l
bahwa dalam membangun Perusahaan Migas Nasional maka visi pengelolaan
sumberdaya perlu ditetapkan, yaitu migas harus dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
Huruf m
bahwa dalam membangun Perusahaan Migas Nasional diberikan misi yaitu pemenuhan
pertumbuhan kebutuhan dan menjaga ketersediaan hasil migas serta pertumbuhan
peningkatan cadangan migas nasional. Disamping itu Perusahaan Migas Nasional harus
mampu merespon dinamika pertumbuhan ekonomi dan sosial , dinamika pasar migas
dan peluang investasi migas baik di dalam maupun di luar negeri;
Huruf n
bahwa dalam menjalankan Perusahaan Migas Nasional ditetapkan strategi yaitu di sektor
hilir, migas merupakan soko guru kebutuhan energi rakyat dan pertumbuhan ekonomi
Nasional untuk kesejahteraan rakyat, dan di sektor hulu, memperkuat Basis Cadangan
Migas sebagai soko guru Ketahanan Energi Nasional.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB I. KETENTUAN UMUM
Dalam ketentuan yang dimaksud :
Pasal 1, butir 1
Minyak bumi adalah hasil dari proses alami berupa hidrokarbon yang dalam
kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat,
termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, kondensat dan bitumen yang
diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau
cadangan endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh
dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi.
Pasal 1, butir 2
Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi
tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses
penambangan minyak dan gas bumi termasuk gas metana batubara.
Pasal 1, butir 3
Minyak dan gas bumi adalah minyak bumi dan gas bumi.
Pasal 1, butir 4
Bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari
minyak bumi.
Pasal 1, butir 5
Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari gas
bumi.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB I. KETENTUAN UMUM
Dalam ketentuan yang dimaksud :
Pasal 1, butir 6
Kuasa Pertambangan minyak dan gas bumi adalah wewenang yang diberikan
kepada Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional untuk melaksanakan
kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 1, butir 7
Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional yang selanjutnya disebut PMN
adalah suatu badan hukum publik milik negara 100% yang dibentuk khusus
untuk melakukan usaha di bidang minyak dan gas bumi.
Pasal 1, butir 8
Survei umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis,
dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi
untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi
diluar wilayah kerja.
Pasal 1, butir 9
Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu
pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.
Pasal 1, butir 10
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai
kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan
minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB I. KETENTUAN UMUM
Dalam ketentuan yang dimaksud :
Pasal 1, butir 11
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan
minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas
pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan,
penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan
gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
Pasal 1, butir 12
Kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu
pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/ atau
niaga.
Pasal 1, butir 13
Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian,
mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau
gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.
Pasal 1, butir 14
Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau
hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan
pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan
distribusi.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB I. KETENTUAN UMUM
Dalam ketentuan yang dimaksud :
Pasal 1, butir 15
Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan,
dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi.
Pasal 1, butir 16
Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor minyak bumi
dan/atau hasil olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa.
Pasal 1, butir 17
Wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan,
perairan, landas kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.
Pasal 1, butir 18
Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi.
Pasal 1, butir 19
Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan
jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan
peraturan perundang undangan serta bekerja dan berkedudukan dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 1, butir 20
Bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum
di luar milayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB I. KETENTUAN UMUM
Dalam ketentuan yang dimaksud :
Pasal 1, butir 21
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha di bidang minyak dan gas
bumi yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Pasal 1, butir 22
Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama
lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan
negara dengan meningkatkan produktifitas dan efisiensi berkeadilan dan
hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 1, butir 23
Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk
melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga
dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.
Pasal 1, butir 24
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan
Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB I. KETENTUAN UMUM
Dalam ketentuan yang dimaksud :
Pasal 1, butir 25
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 1, butir 26
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
Pasal 1, butir 27
Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 1, butir 28
Setiap orang adalah orang perorangan dan/atau korporasi.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB II. AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang diatur oleh
Undang-Undang ini berasaskan kedaulatan energi minyak dan gas bumi
nasional, ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan,
pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat, keamanan,
keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.
Pasal 3, huruf a
Meningkatkan dan mengembangkan cadangan untuk diproduksikan dan
memberi nilai atas sumberdaya minyak dan gas bumi nasional.
Pasal 3, huruf b
menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksplorasi
dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi
dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi yang dikuasai dan dimiliki oleh
negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme terbuka dan
transparant.
Pasal 3, huruf c
Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan
melalui mekanisme usaha yang wajar, sehat, dan transparant.
Pasal 3, huruf d
menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak dan gas bumi baik secara
sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri.
Pasal 3, huruf e
mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional untuk lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB II. AZAS DAN TUJUAN
Pasal 3, huruf f
meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang
sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta
memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia.
Pasal 3, huruf g
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat yang adil dan merata serta tetap menjaga kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 3, huruf h
menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan produk bahan bakar minyak
dan bahan bakar gas; dan
Pasal 3, huruf i
menjamin perlindungan bagi rakyat terhadap mutu bahan bakar minyak dan
bahan bakar gas.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 4, ayat (1)
Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tidak terbarukan
yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia
merupakan kekayaan nasional yang dikuasai dan dimiliki oleh negara.
Pasal 4, ayat (2)
Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan
oleh pemerintah.
Pasal 4, ayat (3)
Pemerintah membentuk Perusahaan Minyak dan Gas Nasional untuk
melaksanakan dan mengendalikan kegiatan usaha hulu minyak dan gas
bumi.
Pasal 5
Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagai obyek vital nasional
berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 6
Pemerintah mengatur dan mengawasi kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 7, ayat (1)
huruf a
Kegiatan usaha hulu mencakup :
1. eksplorasi; dan
2. eksploitasi
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 7, ayat (1)
huruf b
Kegiatan usaha hilir yang mencakup:
1. pengolahan;
2. pengangkutan;
3. penyimpanan; dan/atau
4. niaga
Pasal 7, ayat (2)
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dapat dilakukan tidak hanya terbatas di
dalam negeri, selama kondisinya tetap menguntungkan negara.
Pasal 8, ayat (1)
Kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf a
dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama.
Pasal 8, ayat (2)
Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat persyaratan:
a. Kepemilikan sumberdaya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada
titik penyerahan;
b. Pengendalian manajemen operasi berada pada PMN; dan
c. modal dan resiko seluruhnya ditanggung badan usaha dan bentuk usaha
tetap.
Pasal 9, ayat (1)
Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, ayat (1) huruf b
dilaksanakan dengan izin usaha.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 9, ayat (2)
Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf b
diselenggarakan melalui mekanisme usaha yang wajar, sehat dan transparant
yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak dan kesejahteraan
masyarakat.
Pasal 10, ayat (1)
Pemerintah dan PMN :
a. bertanggung-jawab atas ketersediaan & memberikan prioritas terhadap
pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan DN dan;
b. bertugas menyediakan cadangan strategis minyak guna mendukung
penyediaan BBM DN.
Pasal 10, ayat (2)
Pemerintah dan PMN wajib menjamin kelancaran pendistribusian bahan
bakar minyak dan bahan bakar gas yang merupakan komoditas vital dan
menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pasal 10, ayat (3)
Pemerintah mengatur kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa
yang menyangkut kepentingan umum, agar pemanfaatnnya terbuka bagi
semua pemakai.
Pasal 10, ayat (4)
Pemerintah bertanggungjawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan
usaha sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 10, ayat (5)
Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi
pengaturan dan penetapan mengenai:
a. Kebijakan umum tentang pemanfaatn minyak dan gas bumi;
b. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak
c. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional
d. pengolahan minyak bumi dan gas bumi;
e. pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar
Minyak
f. tarif angkutan Gas Bumi melalui pipa;
g. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan
h. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
Pasal 10, ayat (6)
Ketentuan mengenai tanggung jawab ketersediaan dan pemberian prioritas
terhadap pemanfaatan gas bumi dan tugas penyediaan cadangan strategis
minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 11, ayat (1)
Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf a
dilaksanakan oleh PMN dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang
pengusahaannya dapat bekerja sama dengan:
a. Badan usaha; atau
b. Bentuk usaha tetap
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 11, ayat (2)
Bentuk usaha tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha hulu.
Pasal 11, ayat (3)
Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf b
dilaksanakan oleh PMN dan dapat bekerja sama dengan badan usaha yang
berbentuk :
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Koperasi; atau
d. Badan Usaha Swasta.
Pasal 11, ayat (4)
Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila akan melakukan kegiatan usaha hulu, harus
membentuk badan hukum yang terpisah dan memenuhi ketentuan yang
berlaku.
Pasal 11, ayat (5)
Pelaksanaan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus didasarkan pada kemampuan
keuangan, teknis, dan sumber daya manusia.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB IV. BADAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI
Struktur dan Kedudukan
Pasal 12, ayat (1)
PMN dibentuk berdasarkan UU ini dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 12, ayat (2)
Struktur PMN terdiri dari Dewan Direksi dan Dewan Pengawas.
Pasal 12, ayat (3)
PMN dipimpin oleh Direktur Utama.
Pasal 12, ayat (4)
Direktur Utama, PMN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah
dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR .
Pasal 12, ayat (5)
Anggota Dewan Direksi yang lain diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
berdasarkan usul Direktur Utama.
Pasal 12, ayat (6)
Masa jabatan Dewan Direksi ditetapkan paling lama 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 13, ayat (1)
Pengawasan terhadap Dewan Direksi dilakukan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 13, ayat (2)
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB IV. BADAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI
Struktur dan Kedudukan
Pasal 13, ayat (3)
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 4 orang
wakil pemerintah dan 3 orang wakil independen.
Pasal 14
Ketua Dewan Pengawas adalah Menteri Keuangan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Fungsi dan Tugas PMN
Pasal 15, ayat (1)
PMN berfungsi melaksanakan pengusahaan dan pengendalian kegiatan
usaha di bidang minyak dan gas bumi.
Pasal 15, ayat (2)
Melakukan upaya nyata dalam diversifikasi energi terhadap ketergantungan
pemakaian minyak bumi dengan meningkatkan penggunaan gas bumi, panas
bumi dan energi lain agar Ketahanan Energi Nasional dapat segera tercapai.
Pasal 15, ayat (3)
Dewan Direksi bertugas:
(a)
melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi;
(b)
mengusulkan kepada Menteri dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah
kerja serta kontrak kerja sama;
(c)
menentukan syarat dan ketentuan kontrak kerja sama;
(d)
menandatangani kontrak kerja sama;
(e)
memberikan persetujuan rencana
pengembangan lapangan pertama;
(f)
memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran badan usaha dan badan
usaha tetap yang sudah menandatangani kontrak kerjasama;
KELOMPOK POVEREP
pengembangan
lapangan
setelah
RUU MIGAS “BARU”
Fungsi dan Tugas PMN
(g)
melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Presiden mengenai
pelaksanaan kontrak kerjasama;
(h)
menjual minyak dan /atau gas bumi bagian negara; dan
(i)
membeli dan/ mengimport minyak dan gas bumi untuk menjaga cadangan
minyak dan gas bumi dalam negeri.
Pasal 15, ayat (4)
PMN dapat membentuk anak perusahaan dalam bentuk BUMN untuk
melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Tugas Dewan Pengawas
Pasal 16
Tugas Dewan Pengawas adalah:
(a)
menetapkan kebijakan umum PMN;
(b)
menyetujui pokok-pokok ketentuan dalam kontrak kerja sama;
(c)
menyetujui Rencana Kerja dan anggaran PMN;
(d)
mengawasi pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran PMN;
(e)
menyetujui usul Dewan Pimpinan atas persetujuan rencana pengembangan
lapangan yang pertama kali akan diproduksi;
(f)
mengawasi pengurusan PMN oleh Dewan Direksi;
(g)
melaporkan kepada Presiden pelaksanaan pengwasan tugas dan fungsi PMN
minimal 1 (satu) tahun sekali; dan
(h)
mengevaluasi kinerja Dewan Direksi.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Tugas Dewan Pengawas
Modal dan Anggaran
Pasal 17, ayat (1)
Modal Awal PMN merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional yang jumlahnya tercatat dalam
neraca pembukuan yang disahkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 17, ayat (2)
Penambahan modal sebagaimna dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17, ayat (3)
Modal PMN tidak terbagi dalam saham-saham.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 18
Aset Badan Pengusahaan terdiri dari:
butir (a)
aset yang diperoleh langsung oleh PMN yang berasal dalam rencana kerja
dan anggaran yang tertuang dalam pembukuan atau neraca PMN; dan
butir (b)
aset yang diperoleh dari pelaksanaan Kontrak Kerja sama yang tertuang
dalam pembukuan tersendiri.
Pasal 19, ayat (1)
Aset yang diperoleh dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dimiliki
oleh negara.
Pasal 19, ayat (2)
Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercatat atas nama PMN dan
berada dibawah pengelolaan, pembinaan dan pencatatan PMN.
Pasal 20, ayat (1)
PMN mempunyai cadangan umum yang dipergunakan untuk menutupi
kerugian yang mungkin timbul atas modal PMN.
Pasal 20, ayat (2)
PMN membentuk cadangan tujuan.
Pasal 20, ayat (3)
Cadangan-cadangan yang diadakan oleh PMN dinyatakan dengan jelas
dalam pembukuan PMN.
Pasal 20, ayat (4)
PMN dilarang mengadakan cadangan diam dan cadangan rahasia.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 21, ayat (2)
Jumlah penerimaan Negara yang berasal dari bagian Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Nasional setiap tahun anggaran.
Pasal 21, ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pengelolaan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan, tata kerja, permodalan dan
pengawasan PMN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB V: KEGIATAN USAHA HULU
Pasal 23, ayat (1)
Kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh PMN dan dapat bekerja sama
dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap berdasarkan kontrak jasa
dalam bentuk kontrak kerja sama.
Pasal 23, ayat (2)
Setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan
secara tertulis kepada DPR.
Pasal 23, ayat (3)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling
lambat 30 hari kerja sejak kontrak kerjasama di tandatangi
Pasal 23, ayat (4)
Kontrak Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
paling sedikit:
butir (a)
wilayah kerja dan pengembaliannya,
butir (b)
jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak,
butir (c)
berakhirnya kontrak,
butir (d)
kewajiban pengeluaran dana,
butir (e)
kewajiban pemasakan minyak buni dan/atau gas bumi untuk kebutuhan
dalam negeri;
butir (f)
penerimaan negara,
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB V: KEGIATAN USAHA HULU
butir (g)
pembukuan aset,
butir (h)
perpindahan kepemilikan hasil p[roduksi atas minyak dan gas bumi,
butir (i)
rencana pengembangan lapangan
butir (j)
Penyelesaian perselisihan
butir (k)
Kewajiban pasca operasi minyak dan gas bumi,
butir (l)
keselamatan dan kesehatan kerja,
butir (m)
pengelolaan lingkungan hidup,
butir (n)
pengalihan hak dan kewajiban,
butir (o)
pelaporan yang diperlukan,
butir (p)
pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri,
butir (q)
pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak masyarakat adat;
dan
butir (r)
pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 24, ayat (1)
PMN menyiapkan dan mengusulkan wilayah kerja melalui Menteri yang
berkonsultasi dengan pemerintah daerah dan ditetapkan oleh Presiden
atas usulan Menteri .
Pasal 24, ayat (2)
PMN dapat menawarkan kerja sama kepada badan usaha dan bentuk
usaha tetap atas suatu wilayah kerja dengan persyaratan yang ditetapkan
dengan persetujuan Menteri.
Pasal 24, ayat (3)
Penawaran kerja sama wilayah kerja dilakukan oleh Pemerintah secara
terbuka .
Pasal 24, ayat (4)
Menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk
melakukan kerja sama dalam melaksanakan kegiatan usaha hulu pada
wilayah kerja sesuai dengan ketentuan mengenai kontrak kerja sama
sebagaimana dimaksud pada pasal 8.
Pasal 25, ayat (1)
Setiap badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya diberikan 1 (satu)
wilayah kerja.
Pasal 25, ayat (2)
Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap mengusahakan beberapa
wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap
wilayah kerja.
Pasal 26, ayat (1)
Jangka waktu kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 tahun.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 26, ayat (2)
Dalam jangka waktu kontrak kerja sama berakhir, wilayah kerja dikembalikan
kepada Pemerintah melalui PMN.
Pasal 26, ayat (3)
Badan usaha dan Bentuk Usaha Tetap dapat memperpanjang kontrak atas
usulan PMN dan mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 26, ayat (4)
Badan usaha dan bentuk usaha tetap dapat memperpanjang kontraknya
hanya apabila mempunyai komitmen meningkatkan produksi dan
melaksanakan kegiatan eksplorasi baru.
Pasal 26, ayat (5)
Dalam hal berakhirnya suatu kontrak kerja sama, PMN dapat mengusulkan
kepada Menteri pengakhiran kontrak kerja sama, atau pengambil alihan
oleh PMN, atau perpanjangan kontrak kerja sama, atau perubahan kontrak
kerja sama.
Pasal 26, ayat (6)
Dalam hal PMN berencana mengoperasikan sendiri/ mengambil alih
wilayah kerja yang akan berakhir masa kontraknya sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) maka dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum
berakhirnya kontrak kerja sama, badan usaha atau bentuk usaha tetap
harus membuka kerja sama dengan PMN dengan persetujuan Menteri.
Pasal 26, ayat (7)
Dalam hal PMN mengusahakan secara penuh wilayah kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), PMN dapat menawarkan participating interest 10%
(sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 26, ayat (8)
Sejak Menteri menetapkan badan usaha dan bentuk usaha tetap untuk
melakukan pengusahaan lebih lanjut atas perpanjangan kontrak kerja sama,
badan usaha dan bentuk usaha tetap menawarkan participating interest 10%
(sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah.
Pasal 26, ayat (9)
Sejak Menteri menetapkan badan usaha dan bentuk usaha tetap untuk
melakukan pengusahaan lebih lanjut atas perpanjangan kontrak kerja sama,
badan usaha dan bentuk usaha tetap menawarkan participating interest 10%
(sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 26, ayat (11)
Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota, badan usaha milik daerah di daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan yang mendapatkan participating
interest 10% (sepuluh persen).
Pasal 26, ayat (12)
Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang berada
pada 2 (dua) kabupaten/kota, badan usaha milik daerah yang mendapatkan
prioritas participating interest 10% (sepuluh persen) adalah badan usaha
milik provinsi.
Pasal 26, ayat (13)
Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berada pada
2 (dua) provinsi yang berbatasan langsung, maka yang mendapatkan
prioritas participating interest 10% (sepuluh persen) adalah badan usaha
milik daerah dari kedua daerah provinsi yang memenuhi syarat dan
kompetensi.
Pasal 27, ayat (1)
Kontrak Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) terdiri
atas jangka waktu eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi.
Pasal 27, ayat (2)
Jangka waktu eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
paling lama 10 (sepuluh) tahun.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 27, ayat (3)
Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap dalam jangka waktu
eksplorasi selama 10 (sepuluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menemukan cadangan minyak bumi dan/ atau gas bumi yang dapat
diproduksikan, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib mengembalikan
seluruh wilayah kerjanya melalui PMN kepada Menteri dan kontrak kerja
sama dinyatakan berakhir.
Pasal 28
Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang tidak melaksanakan kegiatan
eksplorasi dan/ atau eksploitasi paling lama 6 tahun atas WK sejak
ditandatangani KKS wajib mengembalikan wilayah kerja tersebut kepada
Menteri melalui PMN.
Pasal 29
Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang telah mendapatkan persetujuan
pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu wilayah kerja tidak
melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun
sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi wajib mengembalikan seluruh
wilayah kerjanya kepada Menteri melalui PMN.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, tata cara, dan syarat-syarat
mengenai kontrak kerjasama, penetapan dan penawaran wilayah kerja,
perubahan kontrak kerjasama, serta pengembalian wilayah kerja
sebagaimana dimaskud dalam pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal
27, Pasal 28 dan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 31, ayat (1)
Untuk menunjang penyiapan wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam
pasal 24 ayat (1), dilakukan survey umum yang dilaksanakan oleh PMN
dengan persetujuan Menteri.
Pasal 31, ayat (2)
Dalam pelaksanaan survey umum, PMN dapat melakukannya dengan
bekerja sama pihak lain ( badan usaha atau bentuk usaha tetap, badan
penelitian atau perguruan tinggi swasta/ asing, atau badan penelitian
atau perguruan tinggi milik negara).
Pasal 31, ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan kerja sama
pelaksanaan survei umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
PMN secara terbuka dan bertanggung jawab.
Pasal 32, ayat (1)
Data yang diperoleh dari survei umum dan hasil kegiatan eksplorasi/
eksploitasi adalah milik Negara yang dikelola oleh PMN.
Pasal 32, ayat (2)
Data yang diperoleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah
kerjanya dikelola oleh PMN dan dapat digunakan oleh badan usaha atau
bentuk usaha tetap selama jangka waktu kontrak kerja sama.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 32, ayat (3)
Apabila kontrak kerja sama berakhir, badan usaha atau bentuk usaha tetap
wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama kontrak kerja sama
kepada Negara melalui PMN.
Pasal 32, ayat (4)
Kerahasiaan data yang diperoleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di
wilayah berlaku selama jangka waktu yang ditentukan.
Pasal 32, ayat (5)
Pemerintah memberikan wewenang dan otorisasi kepada PMN untuk
mengatur, mengelola dan memanfaatkan data sebagaimana pada ayat (1)
dan ayat (2) untuk meningkatkan sumber daya migas dan penyiapan
pembukaan wilayah kerja.
Pasal 32, ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut, mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan,
kerahasiaan, pengelolaan dan pemanfaatan data sebagaimana dimaskud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 33, ayat (1)
Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan
dalam suatu wilayah kerja kontrak kerja sama diusulkan oleh PMN dan wajib
mendapatkan persetujuan Menteri setelah berkonsultasi dengan Pemerintah
Daerah Provinsi yang bersangkutan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 33, ayat (2)
Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali
diproduksikan dari suatu wilayah kerja, badan usaha atau bentuk usaha tetap
wajib menawarkan participating interest 10 % kepada badan usaha milik
negara melalui PMN dengan berdasar kepada biaya nyata yang telah
dikeluarkan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah kerja
dimaksud.
Pasal 33 ayat (3)
Dalam hal badan usaha milik daerah menerima penawaran Participating
Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan usaha milik daerah
tidak dapat mengalihkan sebagian atau seluruh kepada pihak lain.
Pasal 33, ayat (4)
Dalam hal Badan Usaha milik daerah mengalihkan haknya kepada pihak lain,
participating interest yang dimiliki badan usaha milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dicabut dan diserahkan kpd PMN. PMN akan
menetapkan kepemilikan partipating interest tersebut apabila perlu
dialihkan kepada pihak lain dengan mengutamakan kepemilikan oleh
badan usaha milik nasional.
Pasal 33, ayat (5)
Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan minyak dan gas bumi,
badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib melakukan optimasi dan
melaksanakannya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 33, ayat (6)
ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan lapangan, pemroduksian
cadangan minyak dan gas bumi, penawaran Perticipating Interest, dan
ketentuan mengenai kaidah keteknikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 34, ayat (1)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menjamin standar dan mutu
yang berlaku sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan serta
menerapkan kaidah keteknikan yang baik.
Pasal 34, ayat (2)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menjamin keselamatan dan
kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan mentaati ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 34, ayat (3)
Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa
kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran
serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk
kewajiban pascaoperasi pertambangan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 34, ayat (4)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 wajib
mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, jasa serta
kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan
dan bersaing (sesuai dengan kemampuan yang tersedia).
Pasal 34, ayat (5)
Badan usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 harus melaksanakan alih ilmu
pengetahuan dan teknologi di Indonesia dengan pengawasan PMN.
Pasal 34, ayat (6)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 wajib
mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
Pasal 34, ayat (7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 35, ayat (1)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 35, ayat (2)
Penyerahan minyak dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara fisik.
Pasal 35, ayat (3)
Dalam hal Badan usaha atau bentuk usaha tetap tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat meminta PMN
untuk merevisi dan/atau mengakhiri Kontrak Kerja Sama.
Pasal 35, ayat (4)
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 36, ayat (1)
Badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap mendapatkan kembali biaya
operasi sesuai dengan kontrak kerja sama setelah wilayah kerja yang dikelola
oleh badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap menghasilkan produksi
komersial.
Pasal 36, ayat (2)
Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. Biaya eksplorasi;
b. Biaya eksploitasi;
c. Biaya untuk memindahkan gas dari titik produksi ke titik penyerahan ;
dan
d. biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 36, ayat (3)
Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang
dikeluarkan, sepenuhnya menjadi resiko dan beban badan usaha dan/atau
bentuk usaha tetap dan tidak ditanggung Negara.
Pasal 36, ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata-cara pengembalian biaya operasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB VI. KEGIATAN USAHA HILIR
Pasal 37, ayat (1)
Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf b,
dilaksanakan oleh PMN, dan hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha
setelah mendapat izin usaha dari Pemerintah.
Pasal 37, ayat (2)
Izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi dan/atau
kegiatan usaha gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Izin usaha pengolahan
b. Izin usaha pengangkutan;
c. Izin usaha penyimpanan; dan
d. Izin usaha niaga.
Pasal 37, ayat (3)
Setiap badan usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin usaha sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38, ayat (1)
Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 paling sedikit memuat:
a. nama badan usaha;
b. jenis usaha yang diberikan;
c. kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan; dan
d. syarat-syarat teknis.dan
e. jaminan memberikan dukungan pada PMN dalam rangka penyediaan
stok nasional dan pasokan BBM.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB VI: KEGIATAN USAHA HILIR
Pasal 38, ayat (2)
Setiap izin usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 39,ayat (1)
Setiap badan usaha yang melakukan :
a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam Izin
Usaha;
b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan izin usaha;
c. tidak memenuhi persayaratan yang ditetapkan berdasarkan UndangUndang ini; dikenai sanksi administratif.
Pasal 39, ayat (2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. teguran tertulis;
b. penangguhan kegiatan;
c. pembekuan kegiatan; atau
d. pencabutan izin usaha.
Pasal 39, ayat (3)
Sebelum melaksanakan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka
waktu tertentu kepada badan usaha untuk meniadakan pelanggaran yang
telah dilakukan atau pemenuhan persyaratan yang ditetapkan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 40, ayat (1)
Terhadap kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan
hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari eksplorasi dan eksploitasi yang
dilakukan badan usaha atau bentuk usaha tetap di dalam satu wilayah kerja,
tidak diperlukan izin usaha tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
Pasal 40, ayat (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila
fasilitas yang dimiliki oleh badan usaha, atau bentuk usaha tetap
dipergunakan bersama dengan pihak lain dengan memungut biaya atau sewa
sehingga memperoleh keuntungan dan/atau laba.
Pasal 41, ayat (1)
Menteri menetapkan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas
bumi nasional.
Pasal 41, ayat (2)
Terhadap badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui
pipa hanya dapat diberikan ruas pengangkutan tertentu.
Pasal 41, ayat (3)
PMN diberikan kesempatan pertama untuk membangun jaringan transmisi
dan distribusi gas bumi nasional dengan biaya yang kompetitif.
Pasal 41, ayat (4)
Terhadap badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi melalui jaringan
pipa hanya dapat diberikan wilayah niaga tertentu.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 42
Bahan bakar minyak yang dipasarkan di dalam negeri diutamakan pada
bahan bakar minyak yang diproses/ diolah oleh kilang di dalam negeri.
Pasal 43
Bahan bakar minyak dan gas bumi serta hasil olahannya yang dipasarkan di
dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi
standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 44
Harga dan kuantitas bahan bakar minyak dan gas bumi yang dipasarkan
didalam negeri atas dasar subsidi dari APBN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan
DPR.
Pasal 45, ayat (1)
Dalam hal terjadi kelangkaan bahan bakar dan pada daerah-daerah
terpencil, PMN dapat mengkoordinasikan penggunaan dan pemanfaatan
fasilitas pengangkutan, penyimpanan termasuk fasilitas penunjang yang
dipunyai badan usaha.
Pasal 45, ayat (2)
Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh PMN dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan aspek
ekonomis.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan, dan niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, pasal 41,
Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 45, diatur dalam Peraturan Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB VII. PENERIMAAN NEGARA
Pasal 47, ayat (1)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang sudah menghasilkan produksi
minyak bumi dan/atau gas bumi wajib membayar penerimaan negara yang
berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 47, ayat (2)
Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47, ayat (3)
Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas: a. Bagian negara; b. Pungutan negara yang berupa iuran tetap
dan iuran produksi dan/atau; c. Bonus-bonus.
Pasal 47, ayat (4)
Penerimaan bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipungut
oleh Menteri melalui Badan Pengusahaan dari badan usaha atau bentuk
usaha tetap yang selanjutnya disetorkan kepada negara.
Pasal 47, ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan negara bukan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 48
Badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha hilir sebagaiman dimaksud
dalam pasal 40 wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas
impor, cukai, pajak daerah dan restribusi daerah, serta kewajiban lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB VII: PENERIMAAN NEGARA
Pasal 49, ayat (1)
Daerah penghasil berhak mendapatkan jumlah persentasi tertentu dari
bagian produksi minyak dan gas bumi kotor (bruto) yang diterima oleh
Pemerintah sebelum produksi (lifting) minyak dan gas bumi di bagihasilkan.
Pasal 49, ayat (2)
Selain berhak mendapatkan bagian produksi minyak dan gas bumi kotor
(bruto) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), daerah penghasil
mendapatkan jumlah persentase tertentu dari bonus tanda tangan yang
diterima Pemerintah.
Pasal 49, ayat (3)
Pemerintah Daerah penghasil minyak dan gas bumi berkewajiban
mendukung kelancaran dan kelangsungan kegiatan hulu minyak dan gas
bumi di daerahnya.
Pasal 49, ayat (4)
Pemerintah Daerah penghasil minyak dan gas bumi berkewajiban
mengalokasikan atau menggunakan bagian produksi minyak dan gas bumi
miliknya untuk kepentingan pembangunan infrastruktur daerah, pengelolaan
lingkungan hidup, penanggulangan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan.
Pasal 49, ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan bagian daerah dan persentase
dari hasil produksi minyak dan gas bumi dan pemanfaatannya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB VIII. PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal 50, ayat (1)
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7
dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia.
Pasal 50, ayat (2)
Hak atas wilayah kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
Pasal 50, ayat (3)
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mendapat prioritas dalam penggunaan
tanah permukaan bumi apabila: a. Terdapat potensi minyak dan gas bumi
yang terkandung didalam tanah; b. Terjadi tumpang tindih penggunaan tanah
dengan industri atau sektor lain.
Pasal 50, ayat (4)
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada tempat
yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50, ayat (5)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap dapat melaksanakan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah mendapat izin dari instansi
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50, ayat (6)
Badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi pada tanah milik masyarakat adat atau tanah ulayat,
setelah mendapat persetujuan dari masyarakat adat yang bersangkutan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB VIII: PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal 50, ayat (7)
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan melakukan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi pada tanah masyarakat, hanya dapat melaksanakan
kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Pasal 51, ayat (1)
Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap akan menggunakan bidangbidang tanag hak atau tanah negara di dalam wilayah kerjanya, badan usaha
atau bentuk usaha tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu
mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atau pemakai tanah di atas
tanah negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 51, ayat (2)
Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
musyawarah dan mufakat dengan cara jual beli, tukar menukar, penggantian
yang layak dan wajar, serta pengakuan atau bentuk penggantian lain kepada
pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara.
Pasal 52, ayat (1)
Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap telah diberikan wilayah
kerja, serta telah menandatangani Kontrak Kerja Sama terhadap bidangbidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha minyak dan
gas bumi dan areal pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan dan wajib memelihara serta menjaga bidang
tanah tersebut.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 52, ayat (2)
Dalam hal pemberian wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi areal yang luas di atas tanah negara, bagian-bagian tanah yang tidak
digunakan untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi, dapat diberikan
kepada pihak lain oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang agraria atau pertanahan dengan mengutamakan masyarakat setempat
setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian penggunaan tanah
hak atau tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB IX: DANA MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal 54, ayat (1)
Menteri, Menteri Keuangan, dan PMN wajib mengusahakan dan mengelola
dana minyak dan gas bumi secara bersama sama dalam sebuah rekening
bersama secara transparan dan akutansi.
Pasal 54, ayat (2)
Dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk kegiatan yang berkaitan dengan penggantian cadangan minyak dan gas
bumi, pengembangan energi terbarukan dan untuk kepentingan generasi
yang akan datang.
Pasal 54, ayat (3)
Dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber
dari persentase tertentu:
a. Hasil penerimaan kotor minyak dan gas bumi bagian Negara,
b. Bonus-bonus yang menjadi hak Pemerintah berdasarkan kontrak
kerjasama dan Undang-Undang ini;
c. Pungutan dan iuran yang menjadi hak Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 55
Pengelolaan dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54 wajib diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia dan Akuntan
Publik.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenani dana minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB X. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu Pembinaan :
Pasal 57
Pembinaan terhadap kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilakukan oleh
pemerintah.
Pasal 58, ayat (1)
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 meliputi:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang kegiatan usaha minyak
dan gas bumi
b. Penetapan kebijakan umum mengenai kegiatan usaha minyak dan gas
bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya minyak dan gas
bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan bahan bakar minyak
dan gas bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan
pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional, dam kebijakan
pembangunan.
Pasal 58, ayat (2)
Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara
cermat, transparan, dan adil terhadap pelaksanaan kegiatan usaha minyak
dan gas bumi sesuai dengan kebijakan di bidang energi nasional.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB X. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kedua Pengawasan :
Pasal 59
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi.
Pasal 60
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi:
a. Konservasi sumber daya dan cadangan minyak dan gas bumi,
b. Pengelolaan data minyak dan gas bumi,
c. Penerapan kaidah keteknikan yang baik,
d. Jenis dan mutu hasil olahan minyak dan gas bumi,
e. Alokasi dan distribusi bahan bakar minyak dan bahan baku minyak dan gas
bumi,
f. Keselamatan dan kesehatan kerja,
g. Pengelolaan lingkungan hidup,
h. Pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi, serta kemampuan rekayasa dan
rancang bangun dalam negeri,
i. Penggunaan tenaga kerja asing,
j. Pengembangan tenaga kerja indonesia,
k. Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat,
l. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi minyak dan gas
bumi, dan
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 60
h. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi
sepanjang menyangkut kepentingan umum.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 57, pasal 58, pasal 59, dan pasal 60 diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB XI. LARANGAN
Pasal 62
Setiap orang dilarang melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi tanpa
mempunyai kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1).
Pasal 63
Setiap orang dilarang tanpa hak melakukan survei umum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 ayat (1).
Pasal 64
Setiap orang dilarang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan dan
/atau membuka data rahasia survei umum sebagaimana dimaksud dalam
pasal 32 ayat (10, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dalam bentuk
apapun.
Pasal 65
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan usaha hilir tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam pasal 37.
Pasal 66
Setiap orang dilarang mengurangi standard dan mutu minyak bumi dan gas
bumi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal
43.
Pasal 67
Setiap orang dilarang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan
bakar minyak bumi dan gas bumi yang disubsidi pemerintah.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB XII: PENYIDIKAN
Pasal 68, ayat (1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Indonesia, penyidik pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 68, ayat (2)
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berwenang:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang
diterima berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak
dan gas bumi,
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga
melakukan tindak pidana dalamkegiatan usaha minyak dan gas bumi,
c. Menggeledah tempat dan/atau sarana yg diduga melakukan tindak pidana
dalam kegiatan minyak dan gas bumi,
d. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan minyak dan gas
bumi dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana,
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB XII: PENYIDIKAN
e. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi,
f. Menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan minyak
dan gas bumi.
Pasal 68, ayat (3)
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 68, ayat (4)
Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya
dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak
terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.
Pasal 68, ayat (5)
Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB XIII. KETENTUAN PIDANA
Pasal 69, ayat (1)
Setiap orang yang tanpa hak melakukan survei umum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 63 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah.
Pasal 69, ayat (2)
Setiap orang yang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan
dan/atau membuka rahasia data survei umum sebagaimana dimaksud dalam
pasal 61 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Pasal 70
Setiap orang yg melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi tanpa mempunyai
kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling tinggi Rp
300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah.
Pasal 71
Setiap orang yg melakukan kegiatan usaha hilir tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam pasal 65 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus
milyar rupiah).
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB XIII: KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
Setiap orang yg mengurangi standar dan mutu minyak bumi dan gas bumi yg
ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak
Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah).
Pasal 73
Setiap orang yg menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan
bakar minyak yg disubsidi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal
67 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda
paling banyak Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah).
Pasal 74, ayat (1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan
oleh atau atas nama badan usaha atau bentuk usaha tetap, tuntutan dan
pidana dikenakan terhadap badan usaha atau bentuk usaha tetap dan/atau
pengurusnya.
Pasal 74, ayat (2)
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh badan usaha atau bentuk usaha
tetap, pidana yg dijatuhkan kepada badan usaha atau bentuk usaha tetap
tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda
ditambah sepertiganya.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 75
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh
pejabat yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi,
maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari maksimum pidana yg
diancamkan masing-masing dalam Bab ini.
Pasal 76, ayat (1)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 adalah pelanggaran.
Pasal 76, ayat (2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 70, 71, 72, 73, 74, dan 75
adalah kejahatan.
Pasal 77
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, sebagai
pidana tambahan dikenai pencabutan hak atas perampasan barang yg
digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan
usaha minyak dan gas bumi.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
BAB XIV. KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dalam jangka waktu paling lama
1 (satu) tahun Badan Pelaksana yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152) beralih bentuknya menjadi PMN.
Pasal 79
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
huruf (a)
Saat beralihnya Badan Pelaksana yg dibentuk berdasarkan Undang-Undang
N0. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 No. 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 4152) menjadi PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72,
tugas dan fungsi, aset, kekayaan, hak dan kewajiban, personalia, wewenang,
dan tanggung jawab Badan Pelaksana, dialihkan ke PMN.
huruf (b)
Selama proses beralihnya Badan Pelaksana menjadi PMN sebagaimana
dimaksud pada huruf a, Badan Pelaksana tetap melaksanakan:
1. Tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan badan usaha
dan bentuk usaha tetap termasuk kontraktor kontrak kerja sama sampai
terbentuknya PMN; dan
2. Pengaturan dan pengelolaan kekayaan, personalia serta hal penting
lainnya yg diperlukan.
KELOMPOK POVEREP
RUU MIGAS “BARU”
Pasal 80, ayat (1)
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Badan Pengatur yg dibentuk
berdasarkan Undang-Undang No. 22 Thn 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4152), dinyatakan bubar.
Pasal 80, ayat (2)
Dengan dibubarkannya Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 1 (satu) tahun, tugas dan fungsi, personalia, wewenang, serta
tanggung jawab, dialihkan kepada Kementrian yg tugas dan tanggung
jawabnya di bidang minyak dan gas bumi.
Pasal 81
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Dengan terbentuknya PMN semua hak, kewajiban, dan akibat yg timbul
dari kontrak kerja sama antara Badan Pelaksana dan pihak lain beralih
kepada PMN;
b. Dengan terbentuknya PMN, kontrak lain yg berkaitan dengan kontrak
sebagaimana tersebut pada huruf a beralih kepada PMN,
c. Semua kontrak sebagimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yg
bersangkutan, dan
d. Hak, kewajiban, dan akibat yg timbul dari kontrak, perjanjian atau
perikatan selain sebagimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tetap
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sampai dengan beralih menjadi PMN
KELOMPOK POVEREP
“MUDAH-MUDAHAN ALLAH SWT MEMBUKA
HATI DAN PIKIRAN BAGI PARA PIHAK YANG
BERWENANG DALAM MEMBUAT UNDANGUNDANG MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK
LEBIH BERPIHAK KEPADA RAKYAT, BANGSA
DAN NEGARA”
MANTAN PERTAMINA (Kelompok Poverep)
Download