POSITION PAPER TATA KELOLA MIGAS NASIONAL MERAH PUTIH SESUAI UUD 1945 Mantan Pertamina (Kelompok Poverep) April 2013 Sekapur Sirih: Tata Kelola Migas Nasional ini dipersiapkan oleh Para Mantan Karyawan Pertamina yang umumnya mempunyai pengalaman lebih dari 30 tahun sebagai pelaku, pengelola maupun pembina kegiatan usaha migas nasional baik kegiatan usaha di dalam negeri maupun internasional dan tergabung dalam Kelompok Poverep, dalam rangka untuk menyumbangkan pemikiran bagi kemandirian dan ketahanan energi bangsa Indonesia Contact Person: Zanial Achmad ([email protected]) Suharyanto ([email protected]) KELOMPOK POVEREP PERMASALAHAN UU MIGAS No.22 Tahun 2001 (Berlaku dari 2001 s/d saat ini) KELOMPOK POVEREP UU MIGAS NO 22 TAHUN 2001 TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 33 UUD 1945 Cabang-cabang produksi penting dan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak tidak dikelola oleh Perusahaan Negara. Badan Pelaksana (BPMIGAS/SKKMIGAS) mempunyai kewenangan terbatas, tidak melakukan kegiatan usaha, dan tugas pokok dan fungsinya hanya sebagai pengawas dan pengendali kegiatan usaha hulu. UU Migas No 22 Tahun 2001 mereduksi kedaulatan nasional dalam kontrak-kontrak dan cenderung menempatkan negara dan kontraktor migas dalam kedudukan yang setara. Pemberian WK kepada KKKS secara inheren memberikan wewenang Kuasa Pertambangan (KP) kepada KKKS untuk melaksanakan kegiatan pengusahaan migas. Penyerahan Kuasa Pertambangan berarti menghilangkan kedaulatan Negara atas SDA migas. KELOMPOK POVEREP UU MIGAS NO 22 TAHUN 2001 TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 33 UUD 1945 Kegiatan Hulu dan Hilir di “unbundling” padahal kegiatan usaha migas harus melingkupi seluruh spektrum pengusahaan migas dari Hulu ke Hilir. “Unbundling” berarti memecah Kuasa Pertambangan (KP) dan membuka profit centers pada pihak ketiga yang mengurangi pendapatan negara dan menambah beban biaya rakyat banyak. UU Migas No 22 Tahun 2001 telah menciptakan suatu kebijakan energi yang cenderung sektoral dan hanya berorientasi pada aspek pendapatan, bukan ketahanan nasional bidang energi. KELOMPOK POVEREP TATA KELOLA PENGUSAHAAN MIGAS SAAT INI BERTENTANGAN DENGAN PRINSIP PENGUASAAN OLEH NEGARA SESUAI PASAL 33 UUD 1945 Dalam UU Migas no 22 Tahun 2001, yang berlaku saat ini : • Pemegang Kebijakan dan Pengaturan : Pemerintah dan DPR. • Pengawasan dan Pengendalian : Badan Pemerintah (SKKMigas pengganti BPMigas, BPHMigas). • Pelaksanaan/pengelolaan Usaha : BU (termasuk BUMN/ Pertamina) dan BUT. KELOMPOK POVEREP PEMBENTUKAN SKK MIGAS SEBAGAI PENGGANTI BP MIGAS TETAP TIDAK SEJALAN DENGAN AMANAT PASAL 33 UUD 1945 Kewenangan SKKMIGAS pengganti BPMIGAS tetap sangat terbatas, Kuasa Pertambangan (KP) masih dipegang Pemerintah (Pasal-4 (3)) Tugas dan tanggung jawab SKKMIGAS sebagaimana halnya BPMIGAS hanya menyelenggarakan (mengurus) dan mengendalikan (mengontrol) kegiatan usaha hulu migas, tidak melaksanakan pengusahaan migas (Pasal 11 (1)). Pengendalian manajemen operasi oleh SKKMIGAS seperti halnya BPMIGAS tidak efektif tanpa Kuasa Pertambangan (KP). Syarat-syarat kerjasama antara SKKMIGAS sebagai pengganti BPMIGAS dengan BU dan BUT ( Pasal -1, butir 22, Pasal -8 dan Pasal -26 UU Migas No 22/ 2001) tidak memuat persyaratan PSC sebagai kontrak jasa, sehingga membolehkan bentuk konsesi yang bertentangan dengan Konstitusi. KELOMPOK POVEREP PEMBENTUKAN SKK MIGAS SEBAGAI PENGGANTI BP MIGAS TETAP TIDAK SEJALAN DENGAN AMANAT PASAL 33 UUD 1945 Kewenangan SKKMIGAS pengganti BPMIGAS tetap sangat terbatas, Kuasa Pertambangan (KP) masih dipegang Pemerintah (Pasal-4 (3)) Tugas dan tanggung jawab SKKMIGAS sebagaimana halnya BPMIGAS hanya menyelenggarakan (mengurus) dan mengendalikan (mengontrol) kegiatan usaha hulu migas, tidak melaksanakan pengusahaan migas (Pasal 11 (1)). Pengendalian manajemen operasi oleh SKKMIGAS seperti halnya BPMIGAS tidak efektif tanpa Kuasa Pertambangan (KP). Syarat-syarat kerjasama antara SKKMIGAS sebagai pengganti BPMIGAS dengan BU dan BUT ( Pasal -1, butir 22, Pasal -8 dan Pasal -26 UU Migas No 22/ 2001) tidak memuat persyaratan PSC sebagai kontrak jasa, sehingga membolehkan bentuk konsesi yang bertentangan dengan Konstitusi. KELOMPOK POVEREP PENGELOLAAN MIGAS BERDASARKAN UU MIGAS NO 22 TAHUN 2001 TIDAK MAMPU MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN KETAHANAN ENERGI (1) Produksi dan cadangan Migas Nasional menurun. Tidak ada penemuan cadangan baru yang dapat mempertahankannya. Penurunan kegiatan eksplorasi terutama pemboran untuk mencari tambahan cadangan baru. Iklim investasi migas tidak kondusif. WK baru yang ditawarkan tidak banyak mendapatkan response positif dari investor. Kewenangan badan dan institusi negara dalam pengelolaan kegiatan migas tidak terkoordinir baik dan sering tumpang tindih. Proses birokrasi dalam pengurusan perizinan kegiatan migas terlalu panjang. KELOMPOK POVEREP PENGELOLAAN MIGAS BERDASARKAN UU MIGAS NO 22 TAHUN 2001 TIDAK MAMPU MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN KETAHANAN ENERGI (2) Ketergantungan pada BBM import bertambah dan tidak adanya pembangunan kilang baru. Konflik kepentingan akibat liberalisasi menyebabkan kelangkaan gas didalam negeri. Kelangkaan BBM makin sering terjadi terutama didaerahdaerah karena tumpang tindih kebijakan. Pembangunan infrastruktur migas terutama pengembangan jaringan gas nasional tidak juga terwujud. KELOMPOK POVEREP KONSEP PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL KELOMPOK POVEREP KONSEP PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL SESUAI DENGAN KONSTITUSI Dasar Acuan : • Ketentuan Pasal 33 UUD 1945 • Amar Putusan MK Tahun 2004 dan 2012 • Pendapat Mahkamah Konstitusi KELOMPOK POVEREP KETENTUAN UUD 1945 PASAL 33 PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 33 : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional *). 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang *). *) Perubahan 10 Agustus 2002 KELOMPOK POVEREP PENJELASAN MENGENAI CABANG-CABANG PRODUKSI YANG HARUS DIKUASAI NEGARA • Penting bagi negara dan menguasai atau tidak menguasai hidup orang banyak atau, • Tidak penting bagi negara tapi menguasai hajat hidup orang banyak atau, • Kekayaan alam. KELOMPOK POVEREP PENGERTIAN DASAR PASAL 33 • Ayat-ayat dalam pasal 33 merupakan perumusan dari Pendiri Bangsa yang diambil dari akar budaya bangsa yang sudah ada sejak lama bahwa ekonomi Nasional dibangun berdasarkan asas Ekonomi Kerakyatan. • Berdasarkan ayat-ayat diatas dan kondisi yang berkembang saat ini, Migas dipandang penting/ strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pemanfaatannya harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. KELOMPOK POVEREP AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA KELOMPOK POVEREP AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TAHUN 2004 ATAS UU No. 22 TAHUN 2001 TENTANG MIGAS Keharusan Merevisi : • Pasal 12 ayat (3) UU Migas No 22/ 2001 : “Menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang diberi wewenang melakukan usaha eksplorasi dan eksploitasi pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)”. • Pasal 22 ayat (1) : “Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi minyak bumi dan/ atau gas bumi utuk memenuhi kebutuhan dalam negeri “. Membatalkan : • Pasal 28 ayat (2) : “Harga bahan bakar minyak dan harga gas diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”, dan • Pasal 28 ayat (3) : “Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu”. KELOMPOK POVEREP AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TAHUN 2012 atas UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas 1. Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi : Bertentangan dengan UUD tahun 1945. Pasal-pasal diatas : Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2. Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), Frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), Frasa berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), Frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49, Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi : Bertentangan dengan UUD tahun 1945. Frasa diatas : Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 3. Seluruh hasil yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi : Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUASAAN OLEH NEGARA (1) • Pengertian “dikuasai oleh negara” : haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam pengertian luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya” termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. • Rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. • Mandat kepada Negara untuk melaksanakan Kekuasaan berdasarkan UUD 1945 yang terdiri dari 5 Elemen tersebut diatas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUASAAN OLEH NEGARA (2) Fungsi Pengaturan oleh negara (regelensdaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi Pengelolaan oleh negara (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan atau keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumenn kelembagaan yang melaluinya Negara cq Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi Pengawasan (toezichthoudens-daad) oleh negara dilakukan oleh Negara cq Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar benar dilakukan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi Pengurusan oleh negara (bestuursdaad) dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie) dan konsesi (consesie). KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUASAAN OLEH NEGARA (3) Konsep kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badanbadan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/ atau menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat dikotomi atau dialternatifkan dengan konsepsi pengaturan oleh negara. Keduanya bersifat kumulatif dan tercakup dalam pengertian penguasaan oleh negara. Negara tidak berwenang mengatur atau menentukan aturan yang melarang dirinya sendiri memiliki saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut cabang-abang produksi yang penting untuk negara dan/ atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumbersumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERANAN NEGARA/PEMERINTAH DALAM PENGERTIAN PENGUASAAN NEGARA Bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, dalam hal ini Migas, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan, dan fungsi negara peringkat ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan. Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola sumber daya alam maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan langsung atas sumber daya alam. Pengelolaan langsung yang dimaksud disini, baik dalam pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG BADAN PELAKSANA (BPMIGAS) Badan Pelaksana (BPMigas) hanya melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam Migas maka negara dalam hal ini Pemerintah tidak dapat melakukan pengelolaan secara langsung atas SDA migas pada kegiatan Hulu. Model hubungan antara Badan Pelaksana (BPMIGAS) sebagai representasi negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam Migas yang bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Dengan konstruksi penguasaan Migas melalui BPMIGAS, negara kehilangan kewenangannya untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam Migas, padahal fungsi pengelolaan adalah bentuk penguasaan pada peringkat pertama dan paling utama untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. KELOMPOK POVEREP PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG KONTRAK KERJA SAMA (KKS) Dalam KKS, BPMIGAS bertindak mewakili Pemerintah sebagai pihak dalam KKS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mengelola Migas. Dalam posisi yang demikian hubungan antara BPMIGAS (negara) dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap adalah hubungan yang bersifat keperdataan yaitu menempatkan posisi negara dan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mengelola Migas dalam posisi sederajat. Hubungan keperdataan antara negara dan dengan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilakukan dengan hubungan keperdataan, akan tetapi harus merupakan hubungan yang bersifat publik yaitu berupa pemberian konsesi atau perizinan yang sepenuhnya dibawah kontrol dan kekuasaan negara. Untuk menghindari hubungan yang tersebut diatas, negara dapat membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk mengelola Migas di wilayah hukum pertambangan Indonesia atau di wilayah kerja, sehingga BUMN tersebut yang melakukan KKS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. KELOMPOK POVEREP KEPUTUSAN DAN PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI Keputusan dan pendapat Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran konstitusional atas Pasal 33 UUD 1945 dan harus menjadi dasar acuan dalam pembuatan UU Migas baru. KELOMPOK POVEREP SUBSTANSI UNTUK PENYIAPAN REVISI UU MIGAS/ UU MIGAS BARU KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI UNTUK PENYIAPAN REVISI UU MIGAS/ UU MIGAS BARU • • • • • • UMUM, KUASA PERTAMBANGAN MIGAS, PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL (PMN), PEMBINAAN DAN PENGAWASAN, KETENTUAN PIDANA, dan KETENTUAN PERALIHAN. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : UMUM Bahwa penyelenggaraan usaha Pertambangan Migas harus berazaskan prinsip Kedaulatan Rakyat yang dianut UUD 1945, yang berfaham bahwa Rakyat-lah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, termasuk pengertian kepemilikan publik oleh Rakyat secara kolektif atas seluruh kekayaan alam Indonesia. Segala bahan galian Migas yang ada di Wilayah Hukum Pertambangan Migas Indonesia merupakan Kekayaan Nasional yang dikuasai Negara. Karenanya : • Pertambangan bahan galian Migas hanya diusahakan oleh Negara; • Usaha Pertambangan Migas dilaksanakan oleh PMN semata-mata. • Pembinaan, pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan pengusahaan. • Pertambangan Migas, serta pengawasan hasil produksinya yang terkait kepentingan umum dipusatkan pada Kementerian yang lapangan tugasnya meliputi usaha Migas yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. • Harga Jual bahan bakar Migas di dalam negeri diatur oleh Pemerintah. • Usaha Pertambangan Migas meliputi Eksplorasi; Eksploitasi; Pengolahan; Pengangkutan; Penimbunan; dan Niaga. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : KUASA PERTAMBANGAN MIGAS Kepada PMN disediakan seluruh Wilayah Hukum Pertambangan Migas Indonesia. Kuasa Pertambangan (KP) Migas adalah wewenang yang diberikan eksklusif kepada PMN untuk melaksanakan Usaha Pertambangan Migas di dalam batas-batas setiap Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) atau Wilayah Kerja (WK) Pertambangan Migas yang hanya diberikan kepada pemegang KP semata-mata dan ditentukan serta ditetapkan oleh Pemerintah. WKP atau WK tidak boleh dipindah tangankan. Penunjukan batas-batas WKP atau WK Pertambangan Migas dan syarat-syaratnya ditetapkan Pemerintah. Setiap PSC meliputi satu Wilayah Kontract (Contract Area) yang lahannya meliputi WKP Migas milik PMN. KP Migas tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi dan matra laut diatasnya. Pekerjaan KP Migas tidak boleh dilakukan di wilayah yang ditutup untuk kepentingan umum. Lapangan pekerjaan KP Migas tidak meliputi lahan-lahan yang menyangkut dan berdampak kepentingan umum. Mereka yang berhak atas tanah, wajib memperkenankan kegiatan kegiatan KP Migas. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PMN Pendirian PMN adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang didirikan dengan kekayaan yang dimiliki Negara. Perusahaan berbentuk badan hukum yang berkedudukan serta berkantor di Jakarta, dan berhak melakukan usaha-usahanya sesuai dan berdasarkan undang-undang. Kepemilikan atas PMN tidak dapat dipindah-tangankan, modal PMN tidak terbagi-bagi ke dalam saham. Ketentuan-ketentuan lainnya menyangkut pendirian, permodalan, dan Direksi PMN serta pembinaan dan pengawasannya oleh sebuah Dewan Komisaris diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan. Terhadap PMN berlaku hukum Indonesia. PMN wajib membayar pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan Indonesia yang berlaku bagi semua Badan Usaha. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PMN Tujuan dan Tugas Membangun dan melaksanakan pengusahaan Migas dalam arti seluas-luasnya secara efektif dan efisien, untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat dan Negara serta menciptakan Ketahanan Nasional. Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar Migas untuk memenuhi kebutuhan Dalam Negeri yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Melakukan fungsi Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan, Pengangkutan, Penimbunan dan Niaga Migas. Melakukan upaya nyata dalam diversifikasi energi terhadap ketergantungan pemakaian minyak bumi dengan meningkatkan penggunaan gas bumi, panas bumi dan energi lain agar Ketahanan Energi Nasional dapat segera tercapai. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PMN Kepengusahaan (1) PMN bergerak di bidang pengusahaan Pertambangan Migas. PMN dapat mendirikan anak perusahaan berbentuk Badan Usaha yang kepemilikannya tetap sepenuhnya pada BUMN Migas dan tidak dapat dialihtangankan bagi Badan Usaha yang bersifat strategis. Anak Perusahaan PMN dapat melakukan usaha bergabung dan/ atau bekerja sama dengan Badan Usaha dan atau Bentuk Usaha Lain, dalam suatu kesatuan yang berbentuk penyertaan (participation) atau patungan (joint venture) yang bobot pengelolaannya sesuai dengan rasio penyertaanya. Untuk mempertahankan dan mengembangkan Basis Cadangan Migas Nasional yang menuntut kontinuitas usaha eksplorasi yang tinggi resiko, padat modal dan teknologi, PMN dapat mengadakan kerja sama dengan perusahaanperusahaan (Badan Usaha dan/ atau Badan Usaha Tetap) dalam bentuk Production Sharing Contract atau “PSC” yang bersIfat Kontrak Jasa untuk bagi hasil dan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tertentu. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PMN Kepengusahaan (2) Bagian yang diperoleh PMN dari Bagi Hasil produksi PSC, merupakan pendapatan Negara. Dari penerimaan Negara dari hasil produksi PSC, termasuk pajak dan pungutanpungutan yang terkait PSC, PMN dapat menarik uang jasa (retention fee) sebesar 3% sebagai imbalan pengeluaran serta fee menangani pengurusan dan pengelolaan PSC. Serupa dengan bentuk PSC untuk usaha Eksplorasi dan Produksi, PMN dapat pula mengadakan kerja sama dengan perusahaan lain untuk jenis usaha lainnya dalam bentuk PSC bersifat Kontrak Jasa dengan memuat ketentuan-ketentuan pokok yang disesuaikan dengan jenis usaha bersangkutan. Sebagai tambahan pada kegiatan diatas, PMN dapat pula mengadakan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi (Geothermal), Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane) dan Gas Batuan Serpih (Shale Gas) karena kesamaan teknologinya dengan kegiatan usaha Migas, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan persetujuan Presiden dapat dilakukan perluasan bidang-bidang usaha, sepanjang masih ada hubungan dengan pengusahaan Migas. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PMN Kontrak Kerja Sama (1) Kerja sama dalam bentuk Production Sharing Contract (PSC) yang bersifat Kontrak Jasa dan harus memenuhi serta memuat ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut : Setiap PSC diadakan dengan Badan Usaha (BU)/ Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang masing-masing merupakan badan hukum tersendiri yang terikat pada satu PSC. Pihak BU/ BUT dalam PSC berkedudukan sebagai “Kontraktor” yang membantu PMN dalam usaha Pertambangan Migas, wajib menyediakan/ memberikan semua bantuan finansial dan teknis yang dibutuhkan operasi, dan karenanya berhak atas sebagian dari hasil produksi Migas atau Bagi Hasil setelah pengembalian biaya sesuai ketentuan-ketentuan dalam PSC. Risiko Eksplorasi ditanggung kontraktor, maka pengenaan bea masuk dan pungutan-pungutan impor lainnya atas peralatan dan suplai yang terkait ditunda hingga ada hasil produksi, tapi tidak terhutang bila Eksplorasinya gagal berproduksi. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PMN Kontrak Kerja Sama (2) Paling tidak 25 % dari Bagi Hasil bagian Kontraktor, harus diserahkannya untuk keperluan Bahan Bakar Minyak dan Gas domestik dengan harga yang disetujui dalam PSC. Peralatan yang diadakan Kontraktor untuk operasi menjadi milk PMN. PMN dan Pemerintah memegang hak audit atas Buku dan Akun Kontraktor. Arbitrase dan eksekusinya bertempat di Indonesia Atas PSC berlaku Undang-undang RI. Apapun ketentuan PSC termasuk ketundukan kepada Arbitrase, tak akan dapat mencegah atau membatasi Pemerintah untuk menerapkan hak daulatnya. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN. Pembinaan dan pengawasan kegiatan atas kegiatan dan pelaksanaan usaha Pertambangan Migas dipusatkan pada Kementerian yang bidang tugasnya meliputi pengusahaan bahan galian Migas dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pembinaan meliputi : Penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang kegiatan usaha Migas, pertambangan Penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha Pertambangan Migas yang berdasarkan cadangan, kemampuan produksi, kebutuhan dan suplai bahan bakar Migas dalam negeri, penguasaan teknologi, penggunaan tenaga ahli nasional serta produk barang dan jasa domestik, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional dan kebijakan pembangunan. Pengawasan meliputi : Ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengawasan kegiatan usaha pertambangan Migas. Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan dalam aspek-aspek tersebut diatas dan juga kegiatan yang terkait kepentingan umum. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : KETENTUAN PIDANA Barang siapa melakukan usaha Migas : Tanpa mempunyai KP Migas, dihukum dengan hukuman penjara dan/ atau denda, Sebelum memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap yang berhak atas tanah sesuai dengan yang diatur dalam undangundang ini, dihukum dengan hukuman kurungan dan/ atau denda. Pemegang KP Migas dihukum dengan kurungan dan/ atau denda bila : Tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur undang-undang ini, maupun Surat Keputusan Menteri. Tidak melaksanakan perintah-perintah dan/ atau petunjukpetunjuk yang berwajib berdasarkan undang-undang ini. KELOMPOK POVEREP MATERI SUBSTANSI : KETENTUAN PERALIHAN Ketentuan-ketentuan Peralihan adalah untuk mengatur antara lain : • Agar semua wewenang yang telah diberikan oleh Menteri kepada para Kontraktor untuk melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi dalam bentuk Kontrak Kerja Sama berdasarkan UU Migas No 22, Tahun 2001, dialihkan kepada bentuk PSC dengan PMN sesuai ketentuan perubahan undang-undang Migas, dalam batas suatu tenggang waktu yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. • Pembubaran PT Pertamina (Persero) apabila ditunjuk sebagai PMN, serta pengalihannya kepada PMN yang diatur undangundang, berikut segala hak dan kewajiban serta akibat-akibat yang timbul dari suatu perjanjian kontraknya dengan pihak lain. KELOMPOK POVEREP VISI, MISI DAN STRATEGI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL BARU KELOMPOK POVEREP PRINSIP PENGELOLAAN MIGAS Minyak dan gas bumi merupakan SDA Strategis, tidak terbarukan yang dikuasai negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan pengelolaannya untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian maka minyak dan gas bumi diletakkan perannya sebagai “Barang Kesejahteraan“ dan bukan Barang Komoditas Ekonomi semata. Salah satu Tugas Utama Negara adalah menyediakan energi khususnya minyak dan gas bumi, mengingat bahwa minyak dan gas bumi merupakan Barang Kesejahteraan, maka Kebijakan negara melalui Pemerintah sudah sewajarnya dengan pertimbangan bahwa: • Minyak dan gas bumi sumber utama kebutuhan energi rakyat dan pendukung pertumbuhan ekonomi nasional • Basis Cadangan minyak dan gas bumi perlu dipelihara dan ditingkatkan untuk menopang Ketahanan Energi Nasional. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dari Hulu sampai Hilir harus berwawasan kebangsaan yang mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional Kondisi cadangan minyak dan gas bumi nasional yang terbatas, pertumbuhan peningkatan cadangan minyak dan gas bumi yang berjalan lambat, produksi minyak terus menurun tajam dan kenyataan bahwa negara telah menjadi net oil importer, kebutuhan minyak dan gas bumi di dalam negeri yang terus meningkat, maka diperlukan suatu Tata Kelola Migas Nasional yang dapat mengakomodasi kondisi diatas sesuai dengan Ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang dijalankan secara konsisten dan konsekwen. KELOMPOK POVEREP VISI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL Pengelolaan sumberdaya migas harus dikuasai negara dan dipergunakan sebesar besar untuk kemakmuran rakyat. KELOMPOK POVEREP MISI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL • Membangun Perusahaan Migas Nasional sebagai vehicle dalam pemenuhan pertumbuhan kebutuhan serta menjaga ketersediaan hasil migas dan pertumbuhan peningkatan cadangan migas nasional. • Perusahaan Migas Nasional mampu merespon dinamika pertumbuhan ekonomi dan sosial , dinamika pasar migas dan peluang investasi migas. KELOMPOK POVEREP STRATEGI PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL • Sektor Hilir, minyak dan gas bumi merupakan soko guru kebutuhan energi rakyat dan pertumbuhan ekonomi Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat. • Sektor Hulu, memperkuat Basis Cadangan Migas sebagai soko guru Ketahanan Energi Nasional. KELOMPOK POVEREP TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN MIGAS NASIONAL • Pemerintah bersama DPR : membuat kebijakan dalam mendukung Visi dan strategi Tata Kelola Migas Nasional, menetapkan prioritas Penggunaan dan Energi Nasional (termasuk Migas), penetapan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan akan energi migas nasional dan pendapatan negara dalam APBN, penetapan kebijakan dalam penentuan harga BBM dan Gas Dalam Negeri, membuat aturan tata kelola migas agar cita-cita Pasal 33 UUD 1945 dan Kebijakan Pemerintah dan DPR dapat berjalan. • Perusahaan Migas Nasional : sebagai pemegang Kuasa Pertambangan mengelola migas secara langsung, yang terdiri dari : Holding : membuat kebijakan internal yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan kebijakan bisnis , mengelola perencanaan dan portofolio kegiatan sektor Hulu dan Hilir, mengelola bisnis Hilir bersubsidi, mengelola kontrak PSC dan mengelola penunjang kegiatan (keuangan, SDM, aset dsb). (Pelaksanaan bisnis dilakukan melalui Perusahaan yang sahamnya dimiliki seluruhnya atau majority oleh Holding). Perusahaan : Perusahaan - Perusahaan sesuai dengan line bisnis masing-masing dan sahamnya dimiliki sepenuhnya atau majority oleh Holding sesuai dengan line bisnisnya apakah sebagai strategis atau penunjang. KELOMPOK POVEREP PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL KELOMPOK POVEREP KONSEP DASAR PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL (PMN) Perusahaan Migas Nasional (PMN) adalah usaha Negara, yang sahamnya 100 % dimiliki oleh Negara. Bentuknya adalah Badan Hukum Publik. PMN pemegang tunggal dan pelaksana Kuasa Pertambangan (KP) yaitu wewenang yang diberikan oleh Negara kepada PMN untuk melaksanakan usaha pertambangan migas. Kegiatan PMN harus meliputi seluruh spektrum usaha migas, dari Hulu sampai Hilir tidak boleh dipecah-pecah (unbundling) guna menjamin terwujudnya tujuan Pasal33 UUD 1945 dan pemulihan kedaulatan RI di sektor migas Tugas pokok PMN adalah – di Hilir sebagai penyedia dan penyalur BBM yang dibutuhkan rakyat sedangkan - di Hulu mengembangkan basis cadangan migas nasional -> agar terjamin dalam melaksanakan tugas pokoknya di Hilir. PMN dapat mengadakan kerjasama dalam bentuk Production Sharing Contract (PSC) yang bersifat KONTRAK JASA dengan investor Fondasi pembentukan PMN adalah Pasal 33, UUD 1945 sehingga PMN wajib mengemban misi sosial yaitu bertanggung jawab atas ketersediaan migas, ketersediaan cadangan migas nasional untuk suplai domestik dan wajib menjamin kelancaran distribusi BBM nasional KELOMPOK POVEREP PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL Perusahaan Milik Negara, sebagai Holding tidak terpecah dalam saham dan nantinya tidak dijual ke umum ataupun asing. Pelaksana Bisnis Holding berbentuk Perusahaan, untuk line bisnis strategis saham dimiliki seluruhnya oleh Holding dan tidak dijual ke umum atau asing. Sedangkan line bisnis penunjang, saham majority dan dapat dialihkan ke pihak lain sesuai strategi perusahaan. Pengelolaan Kontrak Jasa PSC, hasil bagian negara masuk kedalam buku Holding dan ditarik oleh Pemerintah melalui penetapan Pajak Khusus. Prasyarat Pembentukan Perusahaan Migas Nasional: Mempunyai aset infrastruktur yang kuat dari Indonesia Barat sampai Indonesia Timur, kemampuan dan pengalaman yang teruji dalam mengelola migas dari Hulu sampai Hilir. (Saat ini kemampuan seperti diatas, hanya dimiliki oleh Pertamina). Apabila bukan Pertamina yang ditunjuk sebagai PMN, maka Negara harus segera memperkuat aset infrastruktur dan kemampuan PMN yang ditunjuk, agar dapat tercapai cita-cita Pasal 33 UUD 1945. KELOMPOK POVEREP HIRARKI PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL PRESIDEN DEWAN PENGAWAS PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL Bisnis Hulu : Pemegang Kuasa Pertambangan Bisnis Hilir : Pemegang kuasa atas pengelolaan usaha hilir PERUSAHAAN NASIONAL (SAHAMNYA DIMILIKI 100% OLEH NEGARA) Sebagai Operator KELOMPOK POVEREP MODEL KORPORASI PERUSAHAAN MIGAS NASIONAL PMN Perusahaan Migas Nasional BISNIS HULU HOLDING BISNIS HILIR Pengelola Bisnis Perusahaan Bisnis ‘A’ Saham 100% PMN Perusahaan Bisnis ‘B’ Saham Majority PMN KELOMPOK POVEREP Perusahaan Bisnis ‘C’ Bisnis Luar Negeri dan Pemegang Saham Minority POLA PENGUSAHAAN HULU MIGAS NASIONAL PEMERINTAH Perusahaan Migas Nasional (PMN) sebagai Holding Saham 100% Negara Kontrak Jasa Sistem PSC Kontrak Jasa Sistem PSC Kontrak Jasa Sistem PSC Perusahaan Bisnis ‘A’ Saham 100% PMN Perusahaan Bisnis ‘B’ Saham Majority PMN BU, BUT, BUMN, BUMD, Koperasi KELOMPOK POVEREP MODEL PENGELOLAAN MIGAS DUNIA YANG DIANGGAP SUKSES KELOMPOK POVEREP MODEL TATA KELOLA MIGAS DUNIA Norwegia, negara Parlementer : Tata Kelola Migas oleh Badan Bentukan Pemerintah yang dikontrol oleh 3 Kementerian Terkait. Perusahaan Migas Milik Negara mendapat penunjukan mengelola sendiri Wilayah Kerja Migas atau memiliki saham majority apabila berpartner di Wilayah Kerja Migas dalam negeri. Dikenal sebagai sistem 3 Pilar. Qatar, negara Kerajaan : Tata Kelola Migas oleh Perusahaan Migas Milik Negara, Kebijakan dan Regulasi oleh Pemerintah, Pelaksana Usaha oleh Perusahaan Migas Milik Negara, Sistem kontrak model PSC. Dikenal sebagai sistem 2 Pilar. Malaysia, negara Federasi / Kerajaan : Tata Kelola Migas oleh Perusahaan Migas Milik Negara, Kebijakan dan Regulasi oleh Pemerintah, Pelaksana Usaha dan Kuasa Pertambangan oleh Perusahaan Migas Milik Negara, Bisnis Usaha melalui Anak Perusahaan. Sistem kontrak model PSC. Dikenal sebagai sistem 2 Pilar. KELOMPOK POVEREP NORWEGIA, MODEL 3 PILAR TERBAIK PEMERINTAH/PARLEMEN BADAN PEMERINTAH DIBAWAH 3 KEMENTERIAN NOC KELOMPOK POVEREP MALAYSIA, MODEL 2 PILAR TERBAIK PEMERINTAH/NEGARA PETRONAS/PMU KELOMPOK POVEREP KUNCI SUKSES TATA KELOLA MIGAS NORWEGIA dengan SISTEM 3 PILAR MALAYSIA dengan SISTEM 2 PILAR ADALAH DUKUNGAN KUAT DARI PEMERINTAH TERHADAP PERUSAHAAN NASIONAL KELOMPOK POVEREP LAMPIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG MIGAS “BARU” KELOMPOK POVEREP RANCANGAN UNDANG-UNDANG MIGAS “BARU” MERAH PUTIH SESUAI UUD 1945 Mantan Pertamina (Kelompok Poverep) April 2013 RUU MIGAS “BARU” MENIMBANG: Huruf a bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan pengelolaannya untuk sebesar besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; Huruf b bahwa tata kelola kegiatan usaha minyak dan gas bumi saat ini cenderung mengarah kepada sistem pasar bebas dan belum berwawasan kebangsaan serta belum mampu mendorong percepatan pemenuhan kebutuhan energy rakyat dan pertumbuhan ekonomi nasional; Huruf c bahwa kondisi cadangan minyak dan gas bumi telah menyusut cepat setiap tahunnya dan penurunan produksi minyak telah menurun tajam dan pemanfaatan produksi gas bumi yang belum maksimal; Huruf d bahwa Minyak saat ini masih sebagai energi utama Nasional, kemandirian dan ketahanan energi tidak terlepas dari adanya upaya Diversifikasi Energi seperti penggunaan Gas Bumi, Geothermal, Batubara, Hydro energy, Solar energy dll yang implementasinya harus didorong dan diatur secara nyata oleh suatu peraturan perundangan; Huruf e bahwa pengelolaan minyak dan gas bumi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi belum memenuhi amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33; Huruf f bahwa Mahkamah Konstitusi telah membatalkan beberapa ketentuan dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” MENIMBANG: Huruf g bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi yang sesuai dengan ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dan harus dijalankan secara konsisten dan konsekwen; Huruf h bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2004 dan 2012 memberikan penafsiran Konstitusional yang harus menjadi dasar acuan dalam membentuk Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi pengganti Undang-undang Migas no 22 tahun 2001; Huruf i bahwa untuk melaksanakan Kekuasaan sesuai UUD 1945 atas sumberdaya alam migas, maka Negara harus melaksanakan 5 Elemen yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan yaitu kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelensdaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudens-daad) untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat; Huruf j bahwa didalam pengelolaan sumber daya alam migas oleh Negara, harus dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham dan atau keterlibatan langsung dalam manajemen BUMN sebagai instrument kelembagaan yang melaluinya Negara cq Pemerintah mendayagunakan penggunaannya atas sumberdaya kekayaan itu untuk kemakmuran rakyat; Huruf k bahwa dalam upaya Negara terlibat langsung dalam pengelolaan, pemenuhan kebutuhan serta menjaga ketersediaan hasil migas dan pertumbuhan peningkatan cadangan migas nasional maka dipandang perlu membangun Perusahaan Migas Nasional; KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” MENIMBANG: Huruf l bahwa dalam membangun Perusahaan Migas Nasional maka visi pengelolaan sumberdaya perlu ditetapkan, yaitu migas harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; Huruf m bahwa dalam membangun Perusahaan Migas Nasional diberikan misi yaitu pemenuhan pertumbuhan kebutuhan dan menjaga ketersediaan hasil migas serta pertumbuhan peningkatan cadangan migas nasional. Disamping itu Perusahaan Migas Nasional harus mampu merespon dinamika pertumbuhan ekonomi dan sosial , dinamika pasar migas dan peluang investasi migas baik di dalam maupun di luar negeri; Huruf n bahwa dalam menjalankan Perusahaan Migas Nasional ditetapkan strategi yaitu di sektor hilir, migas merupakan soko guru kebutuhan energi rakyat dan pertumbuhan ekonomi Nasional untuk kesejahteraan rakyat, dan di sektor hulu, memperkuat Basis Cadangan Migas sebagai soko guru Ketahanan Energi Nasional. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB I. KETENTUAN UMUM Dalam ketentuan yang dimaksud : Pasal 1, butir 1 Minyak bumi adalah hasil dari proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, kondensat dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau cadangan endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 1, butir 2 Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi termasuk gas metana batubara. Pasal 1, butir 3 Minyak dan gas bumi adalah minyak bumi dan gas bumi. Pasal 1, butir 4 Bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi. Pasal 1, butir 5 Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari gas bumi. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB I. KETENTUAN UMUM Dalam ketentuan yang dimaksud : Pasal 1, butir 6 Kuasa Pertambangan minyak dan gas bumi adalah wewenang yang diberikan kepada Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional untuk melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 1, butir 7 Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional yang selanjutnya disebut PMN adalah suatu badan hukum publik milik negara 100% yang dibentuk khusus untuk melakukan usaha di bidang minyak dan gas bumi. Pasal 1, butir 8 Survei umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi diluar wilayah kerja. Pasal 1, butir 9 Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Pasal 1, butir 10 Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB I. KETENTUAN UMUM Dalam ketentuan yang dimaksud : Pasal 1, butir 11 Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Pasal 1, butir 12 Kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/ atau niaga. Pasal 1, butir 13 Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan. Pasal 1, butir 14 Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB I. KETENTUAN UMUM Dalam ketentuan yang dimaksud : Pasal 1, butir 15 Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi. Pasal 1, butir 16 Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor minyak bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa. Pasal 1, butir 17 Wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, landas kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Pasal 1, butir 18 Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi. Pasal 1, butir 19 Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang undangan serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 1, butir 20 Bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar milayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB I. KETENTUAN UMUM Dalam ketentuan yang dimaksud : Pasal 1, butir 21 Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha di bidang minyak dan gas bumi yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 1, butir 22 Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dengan meningkatkan produktifitas dan efisiensi berkeadilan dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 1, butir 23 Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Pasal 1, butir 24 Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB I. KETENTUAN UMUM Dalam ketentuan yang dimaksud : Pasal 1, butir 25 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1, butir 26 Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Pasal 1, butir 27 Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 1, butir 28 Setiap orang adalah orang perorangan dan/atau korporasi. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB II. AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang diatur oleh Undang-Undang ini berasaskan kedaulatan energi minyak dan gas bumi nasional, ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan. Pasal 3, huruf a Meningkatkan dan mengembangkan cadangan untuk diproduksikan dan memberi nilai atas sumberdaya minyak dan gas bumi nasional. Pasal 3, huruf b menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi yang dikuasai dan dimiliki oleh negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme terbuka dan transparant. Pasal 3, huruf c Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme usaha yang wajar, sehat, dan transparant. Pasal 3, huruf d menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak dan gas bumi baik secara sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri. Pasal 3, huruf e mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB II. AZAS DAN TUJUAN Pasal 3, huruf f meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia. Pasal 3, huruf g menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pasal 3, huruf h menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan produk bahan bakar minyak dan bahan bakar gas; dan Pasal 3, huruf i menjamin perlindungan bagi rakyat terhadap mutu bahan bakar minyak dan bahan bakar gas. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 4, ayat (1) Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai dan dimiliki oleh negara. Pasal 4, ayat (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan oleh pemerintah. Pasal 4, ayat (3) Pemerintah membentuk Perusahaan Minyak dan Gas Nasional untuk melaksanakan dan mengendalikan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Pasal 5 Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagai obyek vital nasional berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 Pemerintah mengatur dan mengawasi kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 7, ayat (1) huruf a Kegiatan usaha hulu mencakup : 1. eksplorasi; dan 2. eksploitasi KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 7, ayat (1) huruf b Kegiatan usaha hilir yang mencakup: 1. pengolahan; 2. pengangkutan; 3. penyimpanan; dan/atau 4. niaga Pasal 7, ayat (2) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dapat dilakukan tidak hanya terbatas di dalam negeri, selama kondisinya tetap menguntungkan negara. Pasal 8, ayat (1) Kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf a dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama. Pasal 8, ayat (2) Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan: a. Kepemilikan sumberdaya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. Pengendalian manajemen operasi berada pada PMN; dan c. modal dan resiko seluruhnya ditanggung badan usaha dan bentuk usaha tetap. Pasal 9, ayat (1) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan izin usaha. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 9, ayat (2) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf b diselenggarakan melalui mekanisme usaha yang wajar, sehat dan transparant yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak dan kesejahteraan masyarakat. Pasal 10, ayat (1) Pemerintah dan PMN : a. bertanggung-jawab atas ketersediaan & memberikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan DN dan; b. bertugas menyediakan cadangan strategis minyak guna mendukung penyediaan BBM DN. Pasal 10, ayat (2) Pemerintah dan PMN wajib menjamin kelancaran pendistribusian bahan bakar minyak dan bahan bakar gas yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 10, ayat (3) Pemerintah mengatur kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, agar pemanfaatnnya terbuka bagi semua pemakai. Pasal 10, ayat (4) Pemerintah bertanggungjawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 10, ayat (5) Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai: a. Kebijakan umum tentang pemanfaatn minyak dan gas bumi; b. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak c. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional d. pengolahan minyak bumi dan gas bumi; e. pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak f. tarif angkutan Gas Bumi melalui pipa; g. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan h. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi. Pasal 10, ayat (6) Ketentuan mengenai tanggung jawab ketersediaan dan pemberian prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi dan tugas penyediaan cadangan strategis minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 11, ayat (1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh PMN dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang pengusahaannya dapat bekerja sama dengan: a. Badan usaha; atau b. Bentuk usaha tetap KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB III. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 11, ayat (2) Bentuk usaha tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha hulu. Pasal 11, ayat (3) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh PMN dan dapat bekerja sama dengan badan usaha yang berbentuk : a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Koperasi; atau d. Badan Usaha Swasta. Pasal 11, ayat (4) Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila akan melakukan kegiatan usaha hulu, harus membentuk badan hukum yang terpisah dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Pasal 11, ayat (5) Pelaksanaan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus didasarkan pada kemampuan keuangan, teknis, dan sumber daya manusia. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB IV. BADAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI Struktur dan Kedudukan Pasal 12, ayat (1) PMN dibentuk berdasarkan UU ini dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 12, ayat (2) Struktur PMN terdiri dari Dewan Direksi dan Dewan Pengawas. Pasal 12, ayat (3) PMN dipimpin oleh Direktur Utama. Pasal 12, ayat (4) Direktur Utama, PMN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR . Pasal 12, ayat (5) Anggota Dewan Direksi yang lain diangkat dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan usul Direktur Utama. Pasal 12, ayat (6) Masa jabatan Dewan Direksi ditetapkan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 13, ayat (1) Pengawasan terhadap Dewan Direksi dilakukan oleh Dewan Pengawas. Pasal 13, ayat (2) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB IV. BADAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI Struktur dan Kedudukan Pasal 13, ayat (3) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 4 orang wakil pemerintah dan 3 orang wakil independen. Pasal 14 Ketua Dewan Pengawas adalah Menteri Keuangan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Fungsi dan Tugas PMN Pasal 15, ayat (1) PMN berfungsi melaksanakan pengusahaan dan pengendalian kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi. Pasal 15, ayat (2) Melakukan upaya nyata dalam diversifikasi energi terhadap ketergantungan pemakaian minyak bumi dengan meningkatkan penggunaan gas bumi, panas bumi dan energi lain agar Ketahanan Energi Nasional dapat segera tercapai. Pasal 15, ayat (3) Dewan Direksi bertugas: (a) melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi; (b) mengusulkan kepada Menteri dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama; (c) menentukan syarat dan ketentuan kontrak kerja sama; (d) menandatangani kontrak kerja sama; (e) memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama; (f) memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran badan usaha dan badan usaha tetap yang sudah menandatangani kontrak kerjasama; KELOMPOK POVEREP pengembangan lapangan setelah RUU MIGAS “BARU” Fungsi dan Tugas PMN (g) melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Presiden mengenai pelaksanaan kontrak kerjasama; (h) menjual minyak dan /atau gas bumi bagian negara; dan (i) membeli dan/ mengimport minyak dan gas bumi untuk menjaga cadangan minyak dan gas bumi dalam negeri. Pasal 15, ayat (4) PMN dapat membentuk anak perusahaan dalam bentuk BUMN untuk melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Tugas Dewan Pengawas Pasal 16 Tugas Dewan Pengawas adalah: (a) menetapkan kebijakan umum PMN; (b) menyetujui pokok-pokok ketentuan dalam kontrak kerja sama; (c) menyetujui Rencana Kerja dan anggaran PMN; (d) mengawasi pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran PMN; (e) menyetujui usul Dewan Pimpinan atas persetujuan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi; (f) mengawasi pengurusan PMN oleh Dewan Direksi; (g) melaporkan kepada Presiden pelaksanaan pengwasan tugas dan fungsi PMN minimal 1 (satu) tahun sekali; dan (h) mengevaluasi kinerja Dewan Direksi. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Tugas Dewan Pengawas Modal dan Anggaran Pasal 17, ayat (1) Modal Awal PMN merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional yang jumlahnya tercatat dalam neraca pembukuan yang disahkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 17, ayat (2) Penambahan modal sebagaimna dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17, ayat (3) Modal PMN tidak terbagi dalam saham-saham. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 18 Aset Badan Pengusahaan terdiri dari: butir (a) aset yang diperoleh langsung oleh PMN yang berasal dalam rencana kerja dan anggaran yang tertuang dalam pembukuan atau neraca PMN; dan butir (b) aset yang diperoleh dari pelaksanaan Kontrak Kerja sama yang tertuang dalam pembukuan tersendiri. Pasal 19, ayat (1) Aset yang diperoleh dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dimiliki oleh negara. Pasal 19, ayat (2) Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercatat atas nama PMN dan berada dibawah pengelolaan, pembinaan dan pencatatan PMN. Pasal 20, ayat (1) PMN mempunyai cadangan umum yang dipergunakan untuk menutupi kerugian yang mungkin timbul atas modal PMN. Pasal 20, ayat (2) PMN membentuk cadangan tujuan. Pasal 20, ayat (3) Cadangan-cadangan yang diadakan oleh PMN dinyatakan dengan jelas dalam pembukuan PMN. Pasal 20, ayat (4) PMN dilarang mengadakan cadangan diam dan cadangan rahasia. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 21, ayat (2) Jumlah penerimaan Negara yang berasal dari bagian Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional setiap tahun anggaran. Pasal 21, ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pengelolaan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan, tata kerja, permodalan dan pengawasan PMN diatur dengan Peraturan Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB V: KEGIATAN USAHA HULU Pasal 23, ayat (1) Kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh PMN dan dapat bekerja sama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap berdasarkan kontrak jasa dalam bentuk kontrak kerja sama. Pasal 23, ayat (2) Setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR. Pasal 23, ayat (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 hari kerja sejak kontrak kerjasama di tandatangi Pasal 23, ayat (4) Kontrak Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat paling sedikit: butir (a) wilayah kerja dan pengembaliannya, butir (b) jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak, butir (c) berakhirnya kontrak, butir (d) kewajiban pengeluaran dana, butir (e) kewajiban pemasakan minyak buni dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri; butir (f) penerimaan negara, KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB V: KEGIATAN USAHA HULU butir (g) pembukuan aset, butir (h) perpindahan kepemilikan hasil p[roduksi atas minyak dan gas bumi, butir (i) rencana pengembangan lapangan butir (j) Penyelesaian perselisihan butir (k) Kewajiban pasca operasi minyak dan gas bumi, butir (l) keselamatan dan kesehatan kerja, butir (m) pengelolaan lingkungan hidup, butir (n) pengalihan hak dan kewajiban, butir (o) pelaporan yang diperlukan, butir (p) pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, butir (q) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak masyarakat adat; dan butir (r) pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 24, ayat (1) PMN menyiapkan dan mengusulkan wilayah kerja melalui Menteri yang berkonsultasi dengan pemerintah daerah dan ditetapkan oleh Presiden atas usulan Menteri . Pasal 24, ayat (2) PMN dapat menawarkan kerja sama kepada badan usaha dan bentuk usaha tetap atas suatu wilayah kerja dengan persyaratan yang ditetapkan dengan persetujuan Menteri. Pasal 24, ayat (3) Penawaran kerja sama wilayah kerja dilakukan oleh Pemerintah secara terbuka . Pasal 24, ayat (4) Menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk melakukan kerja sama dalam melaksanakan kegiatan usaha hulu pada wilayah kerja sesuai dengan ketentuan mengenai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada pasal 8. Pasal 25, ayat (1) Setiap badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya diberikan 1 (satu) wilayah kerja. Pasal 25, ayat (2) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja. Pasal 26, ayat (1) Jangka waktu kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 tahun. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 26, ayat (2) Dalam jangka waktu kontrak kerja sama berakhir, wilayah kerja dikembalikan kepada Pemerintah melalui PMN. Pasal 26, ayat (3) Badan usaha dan Bentuk Usaha Tetap dapat memperpanjang kontrak atas usulan PMN dan mendapat persetujuan Menteri. Pasal 26, ayat (4) Badan usaha dan bentuk usaha tetap dapat memperpanjang kontraknya hanya apabila mempunyai komitmen meningkatkan produksi dan melaksanakan kegiatan eksplorasi baru. Pasal 26, ayat (5) Dalam hal berakhirnya suatu kontrak kerja sama, PMN dapat mengusulkan kepada Menteri pengakhiran kontrak kerja sama, atau pengambil alihan oleh PMN, atau perpanjangan kontrak kerja sama, atau perubahan kontrak kerja sama. Pasal 26, ayat (6) Dalam hal PMN berencana mengoperasikan sendiri/ mengambil alih wilayah kerja yang akan berakhir masa kontraknya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) maka dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum berakhirnya kontrak kerja sama, badan usaha atau bentuk usaha tetap harus membuka kerja sama dengan PMN dengan persetujuan Menteri. Pasal 26, ayat (7) Dalam hal PMN mengusahakan secara penuh wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6), PMN dapat menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 26, ayat (8) Sejak Menteri menetapkan badan usaha dan bentuk usaha tetap untuk melakukan pengusahaan lebih lanjut atas perpanjangan kontrak kerja sama, badan usaha dan bentuk usaha tetap menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah. Pasal 26, ayat (9) Sejak Menteri menetapkan badan usaha dan bentuk usaha tetap untuk melakukan pengusahaan lebih lanjut atas perpanjangan kontrak kerja sama, badan usaha dan bentuk usaha tetap menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 26, ayat (11) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang berada pada 1 (satu) kabupaten/kota, badan usaha milik daerah di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan yang mendapatkan participating interest 10% (sepuluh persen). Pasal 26, ayat (12) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang berada pada 2 (dua) kabupaten/kota, badan usaha milik daerah yang mendapatkan prioritas participating interest 10% (sepuluh persen) adalah badan usaha milik provinsi. Pasal 26, ayat (13) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berada pada 2 (dua) provinsi yang berbatasan langsung, maka yang mendapatkan prioritas participating interest 10% (sepuluh persen) adalah badan usaha milik daerah dari kedua daerah provinsi yang memenuhi syarat dan kompetensi. Pasal 27, ayat (1) Kontrak Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi. Pasal 27, ayat (2) Jangka waktu eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) tahun. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 27, ayat (3) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap dalam jangka waktu eksplorasi selama 10 (sepuluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menemukan cadangan minyak bumi dan/ atau gas bumi yang dapat diproduksikan, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya melalui PMN kepada Menteri dan kontrak kerja sama dinyatakan berakhir. Pasal 28 Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang tidak melaksanakan kegiatan eksplorasi dan/ atau eksploitasi paling lama 6 tahun atas WK sejak ditandatangani KKS wajib mengembalikan wilayah kerja tersebut kepada Menteri melalui PMN. Pasal 29 Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu wilayah kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya kepada Menteri melalui PMN. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai kontrak kerjasama, penetapan dan penawaran wilayah kerja, perubahan kontrak kerjasama, serta pengembalian wilayah kerja sebagaimana dimaskud dalam pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 31, ayat (1) Untuk menunjang penyiapan wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1), dilakukan survey umum yang dilaksanakan oleh PMN dengan persetujuan Menteri. Pasal 31, ayat (2) Dalam pelaksanaan survey umum, PMN dapat melakukannya dengan bekerja sama pihak lain ( badan usaha atau bentuk usaha tetap, badan penelitian atau perguruan tinggi swasta/ asing, atau badan penelitian atau perguruan tinggi milik negara). Pasal 31, ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan kerja sama pelaksanaan survei umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh PMN secara terbuka dan bertanggung jawab. Pasal 32, ayat (1) Data yang diperoleh dari survei umum dan hasil kegiatan eksplorasi/ eksploitasi adalah milik Negara yang dikelola oleh PMN. Pasal 32, ayat (2) Data yang diperoleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah kerjanya dikelola oleh PMN dan dapat digunakan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap selama jangka waktu kontrak kerja sama. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 32, ayat (3) Apabila kontrak kerja sama berakhir, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama kontrak kerja sama kepada Negara melalui PMN. Pasal 32, ayat (4) Kerahasiaan data yang diperoleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah berlaku selama jangka waktu yang ditentukan. Pasal 32, ayat (5) Pemerintah memberikan wewenang dan otorisasi kepada PMN untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan data sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) untuk meningkatkan sumber daya migas dan penyiapan pembukaan wilayah kerja. Pasal 32, ayat (6) Ketentuan lebih lanjut, mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan, kerahasiaan, pengelolaan dan pemanfaatan data sebagaimana dimaskud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 33, ayat (1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kontrak kerja sama diusulkan oleh PMN dan wajib mendapatkan persetujuan Menteri setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 33, ayat (2) Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali diproduksikan dari suatu wilayah kerja, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menawarkan participating interest 10 % kepada badan usaha milik negara melalui PMN dengan berdasar kepada biaya nyata yang telah dikeluarkan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah kerja dimaksud. Pasal 33 ayat (3) Dalam hal badan usaha milik daerah menerima penawaran Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan usaha milik daerah tidak dapat mengalihkan sebagian atau seluruh kepada pihak lain. Pasal 33, ayat (4) Dalam hal Badan Usaha milik daerah mengalihkan haknya kepada pihak lain, participating interest yang dimiliki badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicabut dan diserahkan kpd PMN. PMN akan menetapkan kepemilikan partipating interest tersebut apabila perlu dialihkan kepada pihak lain dengan mengutamakan kepemilikan oleh badan usaha milik nasional. Pasal 33, ayat (5) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan minyak dan gas bumi, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib melakukan optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 33, ayat (6) ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan lapangan, pemroduksian cadangan minyak dan gas bumi, penawaran Perticipating Interest, dan ketentuan mengenai kaidah keteknikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 34, ayat (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan serta menerapkan kaidah keteknikan yang baik. Pasal 34, ayat (2) Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 34, ayat (3) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 34, ayat (4) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 wajib mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, jasa serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing (sesuai dengan kemampuan yang tersedia). Pasal 34, ayat (5) Badan usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 harus melaksanakan alih ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia dengan pengawasan PMN. Pasal 34, ayat (6) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 wajib mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Pasal 34, ayat (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 35, ayat (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 35, ayat (2) Penyerahan minyak dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara fisik. Pasal 35, ayat (3) Dalam hal Badan usaha atau bentuk usaha tetap tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat meminta PMN untuk merevisi dan/atau mengakhiri Kontrak Kerja Sama. Pasal 35, ayat (4) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 36, ayat (1) Badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan kontrak kerja sama setelah wilayah kerja yang dikelola oleh badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap menghasilkan produksi komersial. Pasal 36, ayat (2) Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. Biaya eksplorasi; b. Biaya eksploitasi; c. Biaya untuk memindahkan gas dari titik produksi ke titik penyerahan ; dan d. biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 36, ayat (3) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang dikeluarkan, sepenuhnya menjadi resiko dan beban badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap dan tidak ditanggung Negara. Pasal 36, ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata-cara pengembalian biaya operasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB VI. KEGIATAN USAHA HILIR Pasal 37, ayat (1) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ayat (1) huruf b, dilaksanakan oleh PMN, dan hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha setelah mendapat izin usaha dari Pemerintah. Pasal 37, ayat (2) Izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi dan/atau kegiatan usaha gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Izin usaha pengolahan b. Izin usaha pengangkutan; c. Izin usaha penyimpanan; dan d. Izin usaha niaga. Pasal 37, ayat (3) Setiap badan usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38, ayat (1) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 paling sedikit memuat: a. nama badan usaha; b. jenis usaha yang diberikan; c. kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan; dan d. syarat-syarat teknis.dan e. jaminan memberikan dukungan pada PMN dalam rangka penyediaan stok nasional dan pasokan BBM. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB VI: KEGIATAN USAHA HILIR Pasal 38, ayat (2) Setiap izin usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Pasal 39,ayat (1) Setiap badan usaha yang melakukan : a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam Izin Usaha; b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan izin usaha; c. tidak memenuhi persayaratan yang ditetapkan berdasarkan UndangUndang ini; dikenai sanksi administratif. Pasal 39, ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran tertulis; b. penangguhan kegiatan; c. pembekuan kegiatan; atau d. pencabutan izin usaha. Pasal 39, ayat (3) Sebelum melaksanakan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada badan usaha untuk meniadakan pelanggaran yang telah dilakukan atau pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 40, ayat (1) Terhadap kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan badan usaha atau bentuk usaha tetap di dalam satu wilayah kerja, tidak diperlukan izin usaha tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. Pasal 40, ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila fasilitas yang dimiliki oleh badan usaha, atau bentuk usaha tetap dipergunakan bersama dengan pihak lain dengan memungut biaya atau sewa sehingga memperoleh keuntungan dan/atau laba. Pasal 41, ayat (1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional. Pasal 41, ayat (2) Terhadap badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa hanya dapat diberikan ruas pengangkutan tertentu. Pasal 41, ayat (3) PMN diberikan kesempatan pertama untuk membangun jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional dengan biaya yang kompetitif. Pasal 41, ayat (4) Terhadap badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan wilayah niaga tertentu. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 42 Bahan bakar minyak yang dipasarkan di dalam negeri diutamakan pada bahan bakar minyak yang diproses/ diolah oleh kilang di dalam negeri. Pasal 43 Bahan bakar minyak dan gas bumi serta hasil olahannya yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 44 Harga dan kuantitas bahan bakar minyak dan gas bumi yang dipasarkan didalam negeri atas dasar subsidi dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. Pasal 45, ayat (1) Dalam hal terjadi kelangkaan bahan bakar dan pada daerah-daerah terpencil, PMN dapat mengkoordinasikan penggunaan dan pemanfaatan fasilitas pengangkutan, penyimpanan termasuk fasilitas penunjang yang dipunyai badan usaha. Pasal 45, ayat (2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh PMN dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan aspek ekonomis. Pasal 46 Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 45, diatur dalam Peraturan Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB VII. PENERIMAAN NEGARA Pasal 47, ayat (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang sudah menghasilkan produksi minyak bumi dan/atau gas bumi wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Pasal 47, ayat (2) Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 47, ayat (3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bagian negara; b. Pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran produksi dan/atau; c. Bonus-bonus. Pasal 47, ayat (4) Penerimaan bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipungut oleh Menteri melalui Badan Pengusahaan dari badan usaha atau bentuk usaha tetap yang selanjutnya disetorkan kepada negara. Pasal 47, ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 48 Badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha hilir sebagaiman dimaksud dalam pasal 40 wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan restribusi daerah, serta kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB VII: PENERIMAAN NEGARA Pasal 49, ayat (1) Daerah penghasil berhak mendapatkan jumlah persentasi tertentu dari bagian produksi minyak dan gas bumi kotor (bruto) yang diterima oleh Pemerintah sebelum produksi (lifting) minyak dan gas bumi di bagihasilkan. Pasal 49, ayat (2) Selain berhak mendapatkan bagian produksi minyak dan gas bumi kotor (bruto) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), daerah penghasil mendapatkan jumlah persentase tertentu dari bonus tanda tangan yang diterima Pemerintah. Pasal 49, ayat (3) Pemerintah Daerah penghasil minyak dan gas bumi berkewajiban mendukung kelancaran dan kelangsungan kegiatan hulu minyak dan gas bumi di daerahnya. Pasal 49, ayat (4) Pemerintah Daerah penghasil minyak dan gas bumi berkewajiban mengalokasikan atau menggunakan bagian produksi minyak dan gas bumi miliknya untuk kepentingan pembangunan infrastruktur daerah, pengelolaan lingkungan hidup, penanggulangan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan. Pasal 49, ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan bagian daerah dan persentase dari hasil produksi minyak dan gas bumi dan pemanfaatannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB VIII. PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI Pasal 50, ayat (1) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Pasal 50, ayat (2) Hak atas wilayah kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Pasal 50, ayat (3) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mendapat prioritas dalam penggunaan tanah permukaan bumi apabila: a. Terdapat potensi minyak dan gas bumi yang terkandung didalam tanah; b. Terjadi tumpang tindih penggunaan tanah dengan industri atau sektor lain. Pasal 50, ayat (4) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50, ayat (5) Badan usaha atau bentuk usaha tetap dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah mendapat izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50, ayat (6) Badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi pada tanah milik masyarakat adat atau tanah ulayat, setelah mendapat persetujuan dari masyarakat adat yang bersangkutan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB VIII: PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI Pasal 50, ayat (7) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi pada tanah masyarakat, hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Pasal 51, ayat (1) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap akan menggunakan bidangbidang tanag hak atau tanah negara di dalam wilayah kerjanya, badan usaha atau bentuk usaha tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 51, ayat (2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan cara jual beli, tukar menukar, penggantian yang layak dan wajar, serta pengakuan atau bentuk penggantian lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara. Pasal 52, ayat (1) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap telah diberikan wilayah kerja, serta telah menandatangani Kontrak Kerja Sama terhadap bidangbidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan areal pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan wajib memelihara serta menjaga bidang tanah tersebut. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 52, ayat (2) Dalam hal pemberian wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi areal yang luas di atas tanah negara, bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi, dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agraria atau pertanahan dengan mengutamakan masyarakat setempat setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. Pasal 53 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian penggunaan tanah hak atau tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB IX: DANA MINYAK DAN GAS BUMI Pasal 54, ayat (1) Menteri, Menteri Keuangan, dan PMN wajib mengusahakan dan mengelola dana minyak dan gas bumi secara bersama sama dalam sebuah rekening bersama secara transparan dan akutansi. Pasal 54, ayat (2) Dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan penggantian cadangan minyak dan gas bumi, pengembangan energi terbarukan dan untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pasal 54, ayat (3) Dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari persentase tertentu: a. Hasil penerimaan kotor minyak dan gas bumi bagian Negara, b. Bonus-bonus yang menjadi hak Pemerintah berdasarkan kontrak kerjasama dan Undang-Undang ini; c. Pungutan dan iuran yang menjadi hak Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 55 Pengelolaan dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 wajib diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia dan Akuntan Publik. Pasal 56 Ketentuan lebih lanjut mengenani dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB X. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan : Pasal 57 Pembinaan terhadap kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilakukan oleh pemerintah. Pasal 58, ayat (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 meliputi: a. Penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi b. Penetapan kebijakan umum mengenai kegiatan usaha minyak dan gas bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional, dam kebijakan pembangunan. Pasal 58, ayat (2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara cermat, transparan, dan adil terhadap pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sesuai dengan kebijakan di bidang energi nasional. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB X. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kedua Pengawasan : Pasal 59 Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 60 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi: a. Konservasi sumber daya dan cadangan minyak dan gas bumi, b. Pengelolaan data minyak dan gas bumi, c. Penerapan kaidah keteknikan yang baik, d. Jenis dan mutu hasil olahan minyak dan gas bumi, e. Alokasi dan distribusi bahan bakar minyak dan bahan baku minyak dan gas bumi, f. Keselamatan dan kesehatan kerja, g. Pengelolaan lingkungan hidup, h. Pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri, i. Penggunaan tenaga kerja asing, j. Pengembangan tenaga kerja indonesia, k. Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat, l. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi minyak dan gas bumi, dan KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 60 h. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi sepanjang menyangkut kepentingan umum. Pasal 61 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57, pasal 58, pasal 59, dan pasal 60 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB XI. LARANGAN Pasal 62 Setiap orang dilarang melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi tanpa mempunyai kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1). Pasal 63 Setiap orang dilarang tanpa hak melakukan survei umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1). Pasal 64 Setiap orang dilarang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan dan /atau membuka data rahasia survei umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (10, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dalam bentuk apapun. Pasal 65 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan usaha hilir tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 37. Pasal 66 Setiap orang dilarang mengurangi standard dan mutu minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 43. Pasal 67 Setiap orang dilarang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak bumi dan gas bumi yang disubsidi pemerintah. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB XII: PENYIDIKAN Pasal 68, ayat (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Indonesia, penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 68, ayat (2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi, b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalamkegiatan usaha minyak dan gas bumi, c. Menggeledah tempat dan/atau sarana yg diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi, d. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan minyak dan gas bumi dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana, KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB XII: PENYIDIKAN e. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi, f. Menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi. Pasal 68, ayat (3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 68, ayat (4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana. Pasal 68, ayat (5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB XIII. KETENTUAN PIDANA Pasal 69, ayat (1) Setiap orang yang tanpa hak melakukan survei umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah. Pasal 69, ayat (2) Setiap orang yang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan dan/atau membuka rahasia data survei umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Pasal 70 Setiap orang yg melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi tanpa mempunyai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling tinggi Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah. Pasal 71 Setiap orang yg melakukan kegiatan usaha hilir tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah). KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB XIII: KETENTUAN PIDANA Pasal 72 Setiap orang yg mengurangi standar dan mutu minyak bumi dan gas bumi yg ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah). Pasal 73 Setiap orang yg menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yg disubsidi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah). Pasal 74, ayat (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan usaha atau bentuk usaha tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap badan usaha atau bentuk usaha tetap dan/atau pengurusnya. Pasal 74, ayat (2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap, pidana yg dijatuhkan kepada badan usaha atau bentuk usaha tetap tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 75 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh pejabat yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi, maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari maksimum pidana yg diancamkan masing-masing dalam Bab ini. Pasal 76, ayat (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 adalah pelanggaran. Pasal 76, ayat (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 70, 71, 72, 73, 74, dan 75 adalah kejahatan. Pasal 77 Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan dikenai pencabutan hak atas perampasan barang yg digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” BAB XIV. KETENTUAN PERALIHAN Pasal 78 Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun Badan Pelaksana yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) beralih bentuknya menjadi PMN. Pasal 79 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: huruf (a) Saat beralihnya Badan Pelaksana yg dibentuk berdasarkan Undang-Undang N0. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4152) menjadi PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, tugas dan fungsi, aset, kekayaan, hak dan kewajiban, personalia, wewenang, dan tanggung jawab Badan Pelaksana, dialihkan ke PMN. huruf (b) Selama proses beralihnya Badan Pelaksana menjadi PMN sebagaimana dimaksud pada huruf a, Badan Pelaksana tetap melaksanakan: 1. Tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan badan usaha dan bentuk usaha tetap termasuk kontraktor kontrak kerja sama sampai terbentuknya PMN; dan 2. Pengaturan dan pengelolaan kekayaan, personalia serta hal penting lainnya yg diperlukan. KELOMPOK POVEREP RUU MIGAS “BARU” Pasal 80, ayat (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Badan Pengatur yg dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 22 Thn 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4152), dinyatakan bubar. Pasal 80, ayat (2) Dengan dibubarkannya Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) tahun, tugas dan fungsi, personalia, wewenang, serta tanggung jawab, dialihkan kepada Kementrian yg tugas dan tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi. Pasal 81 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Dengan terbentuknya PMN semua hak, kewajiban, dan akibat yg timbul dari kontrak kerja sama antara Badan Pelaksana dan pihak lain beralih kepada PMN; b. Dengan terbentuknya PMN, kontrak lain yg berkaitan dengan kontrak sebagaimana tersebut pada huruf a beralih kepada PMN, c. Semua kontrak sebagimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yg bersangkutan, dan d. Hak, kewajiban, dan akibat yg timbul dari kontrak, perjanjian atau perikatan selain sebagimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tetap dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sampai dengan beralih menjadi PMN KELOMPOK POVEREP “MUDAH-MUDAHAN ALLAH SWT MEMBUKA HATI DAN PIKIRAN BAGI PARA PIHAK YANG BERWENANG DALAM MEMBUAT UNDANGUNDANG MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK LEBIH BERPIHAK KEPADA RAKYAT, BANGSA DAN NEGARA” MANTAN PERTAMINA (Kelompok Poverep)