perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 13 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kecerdasan Interpersonal
1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Setelah mengembangkan model kecerdasan selama dua puluh tahun,
Howard Gardner seorang psikolog dari Harvard University berpandangan
bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau
produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya atau masyarakat tertentu
(Gardner, 2013). Kecerdasan ini bersifat laten dan ada pada setiap manusia
tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Sehingga, Gardner (2013)
mengemukakan tentang teori kecerdasan ganda atau biasa disebut dengan
multiple intelligence yang terdiri dari tujuh kecerdasan, yaitu:
a.
Kecerdasan linguistik (linguistic intelligence),
b.
Kecerdasan matematis-logis (logical-mathematical intelligence),
c.
Kecerdasan ruang (spatial intelligence),
d.
Kecerdasan kinestetik (kinesthetic intelligence),
e.
Kecerdasan musikal (musical intelligence),
f.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence),
g.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence),
Selain jenis kecerdasan di atas, Gardner (dalam Amstrong, 2013) juga
menambahkan kecerdasan kedelapan (kecerdasan naturalis) dan membahas
kemungkinan kecerdasan kesembilan (kecerdasan eksistensial).
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
14
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu jenis
kecerdasan dari multiple intelligence yaitu kecerdasan interpersonal.
Kecerdasan interpersonal juga dikenal sebagai kecerdasan sosial atau
kecerdasan antarpribadi oleh beberapa ahli yang dipandang berperan penting
dalam kehidupan sosial seseorang. Banyak aktivitas dalam hidup seseorang
terkait dengan orang lain. Namun tidak semua individu dapat menjalin
hubungan baik dengan individu lain. Untuk mendukung terjalinnya hubungan
yang baik tersebut kecerdasan interpersonal menjadi penting dimiliki oleh
setiap individu. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal, individu akan
mampu memahami dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Menurut Azwar (2008) kecerdasan interpersonal digunakan dalam
berkomunikasi, saling memahami dan berinteraksi dengan orang lain.
Individu dengan kecerdasan interpersonal tinggi dapat memperhatikan
perbedaan di antara orang lain dan secara cermat dapat mengamati
temperamen, suasana hati, motif dan niat orang lain. Selaras dengan itu,
Gardner (2013) berpendapat kecerdasan interpersonal dibangun atas
kemampuan inti antara lain untuk mengenali perbedaan; secara khusus,
perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan kehendak.
Dalam bentuk yang lebih maju, kecerdasan tersebut memungkinkan orang
memiliki keterampilan membaca kehendak dan keinginan orang lain, bahkan
ketika keinginan itu disembunyikan.
Gunawan (2003) mendefinisikan kecerdasan interpersonal sebagai
kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi, dan perasaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15
digilib.uns.ac.id
orang lain. Kecerdasan ini juga melibatkan kepekaan pada ekspresi wajah,
suara dan gerakan tubuh dari orang lain dan mampu memberikan respon
secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan interpersonal adalah suatu
kemampuan untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain,
pandangan, sikap, kepribadian, dan karakter orang lain. Dengan kecerdasan
tersebut, individu akan mampu mengamati perubahan kecil yang terjadi pada
suasana hati, perilaku, motivasi, dan perhatian orang lain.
Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Amstrong (2002)
bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan
bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal terutama menuntut
kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai,
niat, dan hasrat orang lain. Lebih lanjut, Yaumi (2012) berpendapat bahwa
kecerdasan interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan mempersepsi dan
membedakan suasana hati, maksud, motivasi dan keinginan orang lain, serta
kemampuan memberikan respon secara tepat terhadap suasana hati,
temperamen, motivasi dan keinginan orang lain. Dengan memiliki kecerdasan
interpersonal seorang anak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain,
menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak sesuatu, serta mampu
memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman.
Goleman (2007) menyebutkan bahwa kecerdasan interpersonal
sebagai kecerdasan sosial yang berarti kemampuan untuk mengerti orang lain
dan bagaimana bereaksi terhadap berbagai situasi sosial yang berbeda.
Sementara itu, Safaria (2005) menyatakan kecerdasan interpersonal sebagai
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan, membangun
serta mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada
dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan. Kecerdasan
interpersonal menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan dengan
orang lain. Anak yang inteligensi interpersonalnya tinggi akan mampu
menjalin komunikasi efektif dengan orang lain, mampu berempati secara
baik, serta mampu mengembangkan hubungan harmonis dengan orang lain.
Campbell, dkk (2006) mendeskripsikan kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain
secara efektif. Kecerdasan interpersonal memungkinkan individu untuk bisa
memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, melihat perbedaan mood,
temperamen, motivasi, dan kemampuan. Termasuk kemampuan untuk
membentuk dan menjaga hubungan, serta mengetahui berbagai peranan yang
terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun pemimpin.
Menurut Widayati dan Widijati (2008) kecerdasan interpersonal
terkait dengan cara manusia memahami perasaan, suasana hati, keinginan,
serta temperamen orang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan
interpersonal mampu membangun relasi dan memungkinkan untuk memiliki
ikatan dan interaksi dengan individu lain, bahkan mampu menjaga hubungan
sosial. Kecerdasan interpersonal berguna untuk memotivasi orang lain
sebagai bagian dari dirinya, mempengaruhi orang lain, berempati terhadap
orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja
sama dengan orang lain yang melibatkan kepekaan pada ekspresi wajah, suara
dan gerakan tubuh orang lain serta mampu memberikan respon secara efektif
dalam berkomunikasi. Sehingga individu tidak hanya dapat membangun
relasi tetapi juga mempertahankan relasi sosial yang telah dibangunnya.
2. Aspek Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan melalui proses belajar
dari pengalaman sosial individu sehari-hari. Anderson (dalam Safaria, 2005)
mengemukakan kecerdasan interpersonal mempunyai tiga aspek utama yang
merupakan satu kesatuan utuh dan saling mengisi satu sama lain, yaitu:
a.
Sensitivitas sosial (social sensitivity).
Sensitivitas sosial adalah kemampuan merasakan dan mengamati
reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkan baik verbal
maupun nonverbal. Anak yang memiliki sensitivitas tinggi akan mudah
memahami dan menyadari adanya reaksi-reaksi tertentu dari orang lain,
baik reaksi positif ataupun negatif. Indikator sensitivitas sosial adalah:
1) Sikap empati
Empati adalah pemahaman individu tentang orang lain berdasarkan
sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, pengalamanpengalaman orang tersebut. Oleh sebab itu, sikap empati sangat
dibutuhkan di dalam proses bersosialisasi agar tercipta suatu
commit to user
hubungan yang saling menguntungkan dan bermakna.
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Sikap prososial
Prososial adalah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural
seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerja
sama dengan orang lain dan mengungkapkan simpati. Perilaku
tersebut menuntut kontrol diri individu untuk menahan diri dari
egoismenya dan rela menolong atau berbagi dengan orang lain.
b.
Pemahaman sosial (social insight)
Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk memahami dan
mencari pemecahan masalah yang efektif dalam interaksi sosial, sehingga
masalah tersebut tidak menghambat atau menghancurkan relasi sosial
yang telah dibangun. Di dalamnya juga terdapat kemampuan memahami
situasi dan etika sosial sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan
situasi tersebut. Fondasi dasar social insight adalah berkembangnya
kesadaran diri anak secara baik. Sehingga anak mampu memahami
keadaan dirinya baik internal maupun eksternal seperti menyadari emosi
yang muncul, atau menyadari penampilan, cara berpakaian, cara bicara
dan intonasi suara. Indikator sosial insight adalah:
1) Kesadaran diri
Kesadaran diri yaitu mampu menyadari dan menghayati totalitas
keberadaannya di dunia seperti menyadari keinginan, harapan, citacita, dan tujuan di masa depan. Kesadaran diri penting dimiliki anak
karena memiliki fungsi monitoring dan fungsi kontrol dalam diri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19
digilib.uns.ac.id
2) Pemahaman situasi sosial dan etika sosial
Seseorang bertingkah laku tentu harus memperhatikan situasi dan
etika sosial. Pemahaman tersebut mengatur perilaku yang harus
dilakukan dan perilaku yang dilarang untuk dilakukan. Aturan-aturan
ini mencakup banyak hal seperti etika dalam bertamu, berteman,
makan, bermain, meminjam, serta meminta pertolongan orang lain.
3) Keterampilan pemecahan masalah
Keterampilan pemecahan masalah dibutuhkan untuk menghadapi
konflik interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi
kemampuan anak dalam memecahkan masalah, semakin positif hasil
yang akan didapat dari penyelesaian konflik antarpribadi tersebut.
c.
Komunikasi sosial (social communication)
Keterampilan komunikasi sosial merupakan kemampuan individu
untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun
hubungan interpersonal yang sehat. Sarana yang digunakan seseorang
dalam proses menciptakan, membangun dan mempertahankan relasi
sosial adalah melalui proses komunikasi, baik komunikasi verbal,
nonverbal, maupun melalui penampilan fisik. Keterampilan komunikasi
yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif, berbicara
efektif, public speaking dan keterampilan menulis efektif.
1) Komunikasi efektif
Komunikasi merupakan sarana penting dalam kehidupan manusia.
Ada empat keterampilan komunikasi dasar yang perlu dikuasai, yaitu
commit to user
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan umpan balik, mendukung dan menanggapi orang lain,
mengungkapkan perasaan serta menerima diri dan orang lain.
Keterampilan ini penting dalam setiap interaksi sosial. Jika anak
mampu menguasai keempatnya, anak akan berhasil mengembangkan
kecerdasan interpersonal yang matang dan mampu membangun serta
mempertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain.
2) Mendengarkan efektif.
Keterampilan mendengarkan merupakan keterampilan komunikasi
yang harus dimiliki dan akan menunjang proses komunikasi dengan
orang lain. Sebuah komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik
jika salah satu pihak mengabaikan apa yang diungkapkan lawan
bicaranya. Mendengarkan membutuhkan perhatian dan sikap empati
sehingga orang lain merasa dimengerti dan dihargai.
Selain
itu,
Goleman
(2007)
menyatakan
bahwa
kecerdasan
interpersonal atau kecerdasan sosial terdiri dari dua bagian, yaitu:
a.
Kesadaran sosial
Kesadaran sosial ialah kemampuan untuk merasakan, mengerti,
dan bereaksi terhadap emosi orang lain dan pada saat yang sama
memahami jaringan sosial. Hal ini meliputi beberapa unsur antara lain:
1) Empati dasar
Secara sederhana empati berarti mampu memahami perasaan orang
lain. Individu yang memiliki kecerdasan sosial mampu merasakan
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perasaan orang lain. Di samping itu, juga mampu merasakan isyaratisyarat emosi nonverbal seperti bersedih, kecewa, marah, dan kesal.
2) Penyelarasan
Penyelarasan adalah kemampuan untuk mendengarkan dengan
terbuka dan memahami apa yang disampaikan. Oleh sebab itu,
individu dengan kecerdasan sosial mempunyai kemampuan untuk
mendengarkan dengan efektif. Dengan hal tersebut diharapkan
mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang lain.
3) Ketepatan empatik
Unsur ini lebih dalam dari penyelarasan dan lebih menekankan
kepada kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang
lain sehingga dapat mengerti maksud dari orang lain.
4) Pengertian sosial/pemahaman sosial
Unsur terakhir dari kesadaran sosial yaitu individu harus memahami
mengenai dunia sosial. Individu harus memiliki pengetahuan tentang
dunia sosial, bagaimana seluk beluknya serta bagaimana dunia sosial
tersebut
bekerja.
Dengan
mengetahui
hal
tersebut,
akan
memudahkan individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
b.
Fasilitas sosial
Fasilitas sosial merujuk bagaimana seseorang berinteraksi dengan
mulus dan efektif. Fasilitas sosial bertumpu pada kesadaran sosial yang
memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Unsur kecerdasan sosial
dalam kategori ini yaitu:
commit to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Sinkronisasi
Sinkronisasi adalah cara individu dapat berinteraksi secara mulus
menggunakan bahasa nonverbal. Bahasa nonverbal merupakan
bahasa yang tidak menggunakan kata-kata, tetapi dengan isyarat
bahasa tubuh seperti ekspresi wajah, pandangan mata, dan gerak
tubuh. Individu yang memiliki kecerdasan sosial mampu memahami
bahasa tubuh dari orang yang berinteraksi dengannya. Dari ekspresi
wajah lawan bicaranya, individu tersebut bisa mengetahui apakah
lawan bicaranya sedang marah, emosi, kesal, atau kecewa.
2) Presentasi diri
Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana individu menampilkan diri
dengan efektif ketika berinteraksi dengan orang sekitar.
3) Pengaruh
Individu dengan kecerdasan sosial mampu memberikan pengaruh
kepada orang-orang yang berinteraksi dengannya. Individu tersebut
mempunyai kemampuan dalam mempengaruhi orang lain untuk
berbuat
sesuatu.
Hal
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
kemampuan bicara yang hati-hati serta mampu mengendalikan diri.
4) Kepedulian
Unsur ini menekankan bagaimana individu peduli terhadap
kebutuhan orang lain. Kepedulian ditunjukkan dengan melakukan
tindakan yang sesuai dengan kebutuhan hal tersebut. Semakin tinggi
sikap simpati
individu terhadap seseorang yang kesusahan
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan
merasa peduli, semakin besar dorongan individu untuk
menolong.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek dari
Anderson (dalam Safaria, 2005) yang terdiri dari tiga aspek utama, yaitu
sensitivitas sosial, pemahaman sosial, dan komunikasi sosial. Hal ini
disebabkan aspek-aspek tersebut lebih komprehensif dan sudah mencakup
aspek-aspek yang diungkapkan oleh Goleman.
3. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal
Secara umum, kecerdasan interpersonal dapat diamati melalui
kesukaan yang terwujud dalam perilaku seseorang. Individu yang memiliki
kecerdasan interpersonal tinggi sangat senang berinteraksi dengan orang lain
dan memiliki banyak teman. Berikut adalah beberapa karakteristik individu
yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi menurut Safaria (2005), yaitu:
a.
Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial secara efektif.
b.
Berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total.
c.
Mampu menyadari komunikasi verbal maupun nonverbal yang
dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitif terhadap
perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya. Sehingga individu
mampu menyesuaikan dirinya secara efektif dalam segala macam situasi.
d.
Memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan
mendengarkan efektif, berbicara efektif, dan menulis secara efektif.
Termasuk pula di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik yang
commit to user
sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya.
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e.
Mampu mempertahankan relasi sosial secara efektif agar tidak musnah
dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin penuh makna.
f.
Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan
pendekatan win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah
munculnya masalah dalam relasi sosialnya.
Selain itu, menurut Campbell, dkk (2006) ciri-ciri orang yang
memiliki kecerdasan interpersonal yang bagus antara lain:
a.
Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain.
b.
Membentuk dan menjaga hubungan sosial.
c.
Mengetahui dan menggunakan cara yang beragam dalam berhubungan
dengan orang lain.
d.
Memahami perasaan, pikiran, motivasi, dan tingkah laku orang lain.
e.
Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran
yang perlu dilaksanakan bawahan sampai pimpinan dalam usaha bersama
f.
Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain.
g.
Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik verbal dan nonverbal.
h.
Menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan grup yang berbeda dan juga
umpan balik (feedback) dari orang lain.
i.
Mempelajari
keterampilan
yang
berhubungan
dengan
mediator,
berhubungan dengan mengorganisasikan orang untuk bekerja sama atau
bekerja sama dengan orang dari berbagai macam usia dan latar belakang.
j.
Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal, seperti mengajar,
pekerjaan sosial, konseling, manajemen, atau politik.
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Cara Mengasah Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan yang ada pada setiap individu merupakan suatu hal yang
dapat berkembang dan meningkat apabila diasah. Ada beberapa metode untuk
mengembangkan kecerdasan interpersonal. Safaria (2005) mengemukakan
ada tujuh kiat-kiat untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal yaitu:
a.
Mengembangkan kesadaran diri
Anak yang memiliki kesadaran diri tinggi akan lebih mampu mengenali
perubahan emosinya. Anak lebih mampu mengendalikan emosi dengan
terlebih dahulu mampu menyadarinya.
b.
Mengajarkan pemahaman situasi sosial dan etika sosial
Pemahaman norma-norma sosial merupakan kunci sukses dalam
membina dan mempertahankan sebuah hubungan dengan orang lain.
Pemahaman situasi sosial mencakup aturan-aturan yang menyangkut
etika kehidupan sehari-hari. Sehingga nantinya anak akan mengerti
bagaimana harus menyesuaikan perilakunya dalam setiap situasi sosial.
c.
Mengajarkan pemecahan masalah efektif
Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi akan memiliki
keterampilan
memecahkan
konflik
antarpribadi
yang
efektif,
dibandingkan dengan anak yang kecerdasan interpersonalnya rendah.
d.
Mengembangkan sikap empati
Sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses pertemanan agar tercipta
hubungan bermakna dan saling menguntungkan. Sikap empati dan hangat
menentukan kelanjutan dari proses hubungan interpersonal yang baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
26
digilib.uns.ac.id
Mengembangkan sikap prososial
Perilaku prososial sangat berperan bagi kesuksesan anak dalam menjalin
hubungan dengan teman sebayanya. Anak-anak yang disukai oleh teman
sebayanya kebanyakan menunjukkan perilaku prososial yang tinggi.
f.
Mengajarkan berkomunikasi secara santun
Komunikasi merupakan sarana yang penting dalam kehidupan dan
merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang
yang menginginkan kesuksesan di dalam hidupnya.
g.
Mengajarkan cara mendengar efektif
Keterampilan mendengarkan akan menunjang komunikasi dengan orang
lain. Orang akan merasa dihargai dan diperhatikan ketika didengarkan.
5. Manfaat Kecerdasan Interpersonal
Memiliki kecerdasan interpersonal sangat membantu individu dalam
beriteraksi sosial dengan orang lain. Gunawan (2003) mengemukakan
pentingnya mengembangkan kecerdasan interpersonal adalah:
a.
Melatih kemampuan berkomunikasi efektif secara verbal dan nonverbal.
b.
Mengerti dan peka terhadap mood, motivasi, dan perasaan orang lain.
c.
Bekerja sama serta belajar dalam suatu kelompok (belajar berkolaborasi).
d.
Menjadi mediator dalam penyelesaian suatu konflik.
e.
Mengerti maksud tersembunyi dari sikap, perilaku dan cara pandang orang.
f.
Belajar melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
g.
Menentukan dan membagi tugas dan tanggung jawab.
commit to user
Mengikuti permainan yang melibatkan upaya menyelesaikan konflik.
h.
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Permainan Tradisional Gobag Sodor
1. Pengertian Permainan
Seiring berkembangnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan
anak dan meningkatnya minat terhadap perkembangan anak, masyarakat
semakin menyadari pentingnya bermain. Kata “permainan” berasal dari kata
“main” yang artinya melakukan permainan yang menyenangkan hati atau
melakukan perbuatan bersenang-senang baik menggunakan alat tertentu
ataupun tanpa alat. Permainan merupakan kegiatan yang jika dilakukan
dengan baik akan membuat rasa senang si pelaku (Depdikbud, 1998).
Sejalan dengan itu, Hurlock (2010) menyebutkan arti paling tepat dari
bermain ialah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Santrock (2007) menyatakan bermain
yaitu kegiatan menyenangkan yang dilakukan untuk kepentingan kegiatan itu
sendiri. Bermain dilakukan suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari luar.
Menurut Hughes (dalam Ismail, 2009) kegiatan bermain harus ada
lima unsur di dalamnya, yaitu:
a. Mempunyai tujuan, yaitu permainan itu sendiri untuk mendapat kepuasan.
b. Menyenangkan dan dapat dinikmati.
c. Memilih dengan bebas atas kehendak sendiri, tidak ada yang memaksa.
d. Mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas.
e. Melakukan secara aktif dan sadar.
Menurut Russ (2004), beberapa proses utama yang terjadi serta dapat
diamati dalam kegiatan bermain dan penting bagi perkembangan anak, yaitu:
commit to user
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Proses kognitif yaitu organisasi, berpikir divergen, simbolisme dan fantasi.
b. Proses afektif, antara lain ekspresi emosi, kenyamanan dan kesenangan
bermain, regulasi emosi, serta integrasi kognitif afek.
c. Proses interpersonal yaitu empati, skema interpersonal dan komunikasi.
d. Proses pemecahan masalah, terdiri dari pendekatan atas masalah serta
kemampuan pemecahan masalah atau resolusi konflik.
Piaget (dalam Salkind, 2002) berpendapat bahwa bermain pura-pura
mencerminkan pengalaman anak-anak dan interaksi dengan lingkungannya.
Dalam studi tentang anak-anak dan perkembangan, Piaget menggambarkan
bermain sebagai sebuah “pekerjaan anak”. Sejalan dengan itu, Wardle (dalam
Salkind, 2002) menyatakan bermain sebagai pembelajaran berpusat pada
anak. Bermain adalah proses alami, yang merupakan cara mengarahkan anak
untuk belajar konsep baru dan mengembangkan keterampilan baru yang
memberikan dasar untuk sukses dalam pengaturan masa depan.
Menurut Tedjasaputra (2001) bermain adalah aktivitas menyenangkan
dan merupakan kebutuhan yang sudah melekat (inherent) dalam diri setiap
anak. Melalui bermain, anak dapat memperoleh berbagai manfaat bagi
perkembangan fisik-motorik, kecerdasan, dan sosioemosional. Ketiga aspek
tersebut saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini
didukung oleh Freeman dan Munandar (2001) yang mendefinisikan bermain
sebagai suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang
utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
commit to user
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa permainan ialah
aktivitas yang dilakukan dengan rasa senang tanpa paksaan dari orang lain
dan menimbulkan perasaan senang bagi pelaku. Permainan mempengaruhi
perkembangan fisik-motorik, kognisi, bahasa, sosial dan emosi.
2. Jenis-jenis Permainan
Ada berbagai jenis permainan yang biasa dimainkan oleh anak. Oleh
karena itu, Hurlock (2010) membagi kegiatan bermain dalam dua kategori
utama, yaitu bermain aktif dan bermain pasif.
a. Bermain aktif
Merupakan bermain yang kegembiraannya timbul melalui apa yang
dilakukan oleh anak itu sendiri. Macam-macam bermain aktif antara lain:
1) Bermain bebas dan spontan
Bermain bebas dan spontan merupakan permainan yang tidak
menggunakan kaidah dan peraturan. Anak akan terus bermain selama
kegiatan itu menimbulkan kegembiraan dan kemudian berhenti ketika
perhatian dan kegembiraan dari permainan itu berkurang.
2) Permainan drama
Permainan drama atau “permainan pura-pura” ialah permainan aktif
melalui pemberian atribut pada benda, kemudian anak memerankan
tokoh yang dipilih. Awalnya permainan ini dilakukan sendirian dan
bersifat pengulangan mengenai apa yang dilihat atau dialami anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30
digilib.uns.ac.id
Seiring bertambah usia, anak mulai bermain dengan teman dan lebih
bersifat produktif karena anak mampu mengkreasikan ide-ide original.
3) Melamun
Melamun merupakan bentuk bermain aktif, walaupun lebih banyak
melibatkan aktivitas mental daripada aktivitas tubuh. Sebagian orang
beranggapan melamun adalah kegiatan pasif dan membuang waktu.
Pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena pada sebagian anak
melamun memberi dorongan untuk melakukan ide-ide positif,
sehingga mendorong anak menjadi kreatif. Tetapi lamunan akan
berdampak negatif bila sebagian besar waktu anak digunakan hanya
untuk melamun dan lamunannya tidak realistik, tidak mungkin
dilakukan yang akhirnya membuat anak rendah diri dan merasa gagal.
4) Bermain konstruktif
Bermain konstruktif adalah bermain menggunakan bahan yang ada
untuk menciptakan suatu karya. Awalnya anak mereproduksi objek
yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya anak memakai
bahan yang berguna dan sesuai untuk membuat sesuatu berdasarkan
rencana yang dipertimbangkan sebelumnya. Anak mulai menunjukkan
orisinilitas dalam konstruksi sehingga menjadi bermain produktif.
5) Musik
Aktivitas musik digolongkan ke dalam bermain aktif bila anak
melakukan kegiatan musik, misalnya bernyanyi, bermain alat musik
dan melakukan gerakan atau tarian yang diiringi musik.
commit to user
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Mengumpulkan benda-benda (Collecting)
Permainan mengumpulkan adalah kegiatan yang umum di kalangan
anak-anak dari semua latar belakang ras, agama, dan sosioekonomi.
Awalnya anak mengumpulkan segala sesuatu yang menarik perhatian
tanpa mempersoalkan kegunaannya. Saat anak memasuki sekolah
hingga mencapai puber, mengumpulkan benda yang menarik
perhatian atau serupa dengan yang dikumpulkan teman merupakan
salah satu bentuk bermain populer bagi anak laki-laki dan perempuan.
Permainan ini mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak.
7) Mengeksplorasi
Saat bayi anak melakukan penjelajahan yang dikenal dengan bermain
bebas dan spontan. Pada usia lebih besar, eksplorasi lebih terencana
dan ada peraturannya karena biasanya melibatkan sekelompok teman.
Misalnya berkemah, pramuka, dan karya wisata ke tempat yang akan
memberikan pengalaman baru bagi anak. Manfaat aktivitas ini sebagai
alat bantu untuk bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan teman.
8) Permainan dan Olahraga
Permainan dan olahraga adalah perlombaan dengan serangkaian
peraturan, yang dilakukan sebagai hiburan atau taruhan. Permainan ini
merupakan penunjang bagi anak untuk bersosialisasi. Anak akan
belajar bergaul dengan anak lain, bekerja sama dalam berbagai
kegiatan, memainkan peran pemimpin dan sebagai yang dipimpin.
commit to user
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Bermain pasif
Menurut Hurlock (2010) bermain pasif ialah bermain yang
perasaan senangnya diperoleh dari kegiatan orang lain, contohnya hiburan.
Anak merasa senang dan terhibur melalui permainan orang lain. Contoh
hiburan lain menonton televisi atau film, dibacakan cerita, membaca
komik,
mendengarkan
radio
atau
musik.
Bermain
pasif
tidak
membutuhkan banyak tenaga karena sedikit melibatkan aktivitas fisik.
Selain itu, Fudyartanta (2012) membagi permainan anak-anak menjadi
beberapa jenis, antara lain:
a.
Permainan gerak atau permainan fungsi, yaitu permainan yang
menggunakan gerakan-gerakan untuk melatih fungsi alat-alat tubuh.
b.
Permainan bentuk, yaitu permainan yang dilakukan dengan membuat
bentuk atau bangun-bangun yang dikehendaki dengan bahan yang ada.
c.
Permainan fantasi dan peranan, yaitu anak-anak berfantasi atau
mengekspresikan fantasi kepada permainannya, dan memberi peran
kepada benda-benda, orang-orang dan teman-teman bermain serta dirinya
sendiri. Misalnya, menggunakan daun sebagai uang.
d.
Permainan reseptif, yaitu bersifat menerima. Misalnya, anak-anak
mendengarkan cerita, melihat gambar-gambar dan film anak-anak.
e.
Permainan sukses, yaitu permainan yang memperoleh sukses, prestasi
atau hasil. Pada umumnya permainan sukses permainan bersama,
permainan berkelompok, jadi sangat berguna untuk melatih kerja sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33
digilib.uns.ac.id
3. Tahapan Perkembangan Bermain
Bermain memiliki tahapan-tahapan sesuai periode perkembangan
anak. Menurut Piaget (dalam Tedjasaputra, 2001) tahapan perkembangan
bermain sejalan dengan perkembangan kognitif anak sebagai berikut:
a.
Sensory motor play (usia 3 bulan-24 bulan)
Pada periode perkembangan sensori motor, kegiatan anak belum
dapat dikategorikan sebagai bermain. Kegiatan bayi bersifat pengulangan
hal-hal yang dilakukan sebelumnya karena kenikmatan yang diperoleh
(reproductive assimilation). Usia 3-4 bulan kegiatan terkoordinasi dan
belajar dari pengalaman. Misalnya anak menarik mainan yang tergantung
di atas tempat tidur lalu mainan bergerak dan menimbulkan bunyi.
b.
Symbolic atau make believe play (usia 2-7 tahun)
Periode praoperasional ditandai dengan bermain khayal dan
bermain pura-pura. Anak banyak bertanya dan menjawab pertanyaan,
mencoba berbagai kegiatan berkaitan dengan konsep angka, ruang, dan
kuantitas. Seringkali anak menanyakan sesuatu hanya sekedar bertanya,
tidak terlalu mempedulikan jawaban yang diperoleh. Anak mulai
menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau representasi benda
lain, misalnya menganggap sobekan kertas sebagai uang.
c.
Social play games with rules (usia 8 tahun-11 tahun)
Dalam bermain pada tahap tertinggi, penggunaan simbol diwarnai
nalar dan logika yang bersifat objektif. Pada masa ini kegiatan anak
banyak dikendalikan oleh aturan permainan, misalnya main ular tangga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
34
digilib.uns.ac.id
Games with rules and sports (usia 11 tahun ke atas)
Kegiatan ini menyenangkan dan dinikmati anak, meskipun aturan
lebih ketat dan berlaku secara kaku dibandingkan dengan jenis permainan
yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan
berulang-ulang dan terpacu untuk mencapai prestasi sebaik mungkin.
Dengan demikian, bermain pada awalnya dilakukan hanya sekedar
demi kesenangan tetapi lambat laun mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa
senang saja yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu yang
ingin dicapai, seperti ingin menang dan memperoleh hasil kerja yang baik.
Hurlock (2010) mengemukakan bahwa perkembangan bermain terjadi
melalui 4 tahapan sebagai berikut:
a.
Tahap penjelajahan (Exploratory stage)
Ciri khas tahap ini ialah kegiatan mengenai objek atau orang lain,
mencoba meraih benda di sekelilingnya lalu mengamatinya. Hingga usia
3 bulan, permainan anak terutama terdiri atas melihat orang dan benda
serta berusaha menggapai benda yang diacungkan di hadapannya. Misal,
saat anak merangkak semua benda yang dilewati cenderung ingin diraih.
b.
Tahap mainan (Toy stage)
Bermain benda mainan dimulai tahun pertama dan mencapai
puncak pada usia 5-6 tahun. Awalnya anak hanya mengeksplorasi
mainannya. Pada tahap ini anak berpikir benda mainannya hidup, dapat
berbicara, makan, dan merasa sakit. Misal bermain boneka, biasanya
anak mengajaknya bercakap atau bermain layaknya teman bermainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
35
digilib.uns.ac.id
Tahap bermain (Play stage)
Saat anak masuk sekolah dasar, anak bermain dengan mainan
yang beragam. Semula anak meneruskan bermain dengan mainan,
terutama bila sendirian tapi lama kelamaan berkembang menjadi games,
olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang dewasa.
d.
Tahap melamun (Daydream stage)
Saat mendekati pubertas, anak mulai kehilangan minat dalam
permainan yang sebelumnya disenangi. Tahap ini banyak menghabiskan
waktu untuk melamun atau berkhayal. Khayalan tahap ini biasanya
mengenai perlakuan kurang adil atau merasa kurang dipahami orang lain.
Parten (dalam Tedjasaputra, 2001) menyoroti bermain sebagai sarana
sosialisasi. Sehingga, ada enam bentuk interaksi antaranak yang terjadi ketika
bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial, yaitu:
a.
Unocccupied play
Anak tidak terlibat dalam kegiatan bermain. Anak hanya melihat
permainan orang lain tanpa melakukan apapun.
b.
Solitary play
Anak bermain sendiri tanpa interaksi dengan orang lain. Anak
asyik dengan aktivitasnya dan tidak mempedulikan hal lain yang terjadi.
c.
Onlooker play
Anak memperhatikan anak-anak lain yang sedang bermain.
Kadang ia berbicara dan bertanya dengan orang lain, tetapi tidak ikut
bermain. Anak hanya terlibat mengobservasi aktivitas yang spesifik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
36
digilib.uns.ac.id
Parallel play
Anak bermain secara terpisah dari anak yang lain, tetapi dalam
dengan permainan yang sama dengan cara meniru permainan anak lain.
e.
Associative play
Anak bermain dan berinteraksi dengan anak yang lain, akan tetapi
dalam aktivitas yang berbeda. Misalnya permainan dokter-dokteran, ada
yang menjadi dokter, dan ada yang menjadi pasiennya.
f.
Cooperative play
Anak bermain dalam suatu grup atau tim yang dalam permainan
tersebut mempunyai aturan dan tujuan yang sama.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bermain merupakan
kegiatan sederhana yang semakin lama semakin kompleks. Sesuai
perkembangan kognitif anak, bermain pada awalnya dilakukan hanya demi
kesenangan tetapi lambat laun ada suatu hasil tertentu yang ingin dicapai.
Selain itu bermain juga merupakan sarana sosialisasi yang memiliki bentukbentuk interaksi anak sesuai tingkat perkembangan sosial anak.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permainan Anak
Anak identik dengan kegiatan bermain, tetapi tidak semua anak
bermain dengan cara yang sama. Variasi kegiatan bermain yang dilakukan
anak menurut Hurlock (2010) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a.
Kesehatan
Semakin sehat anak, semakin banyak energi untuk bermain aktif,
commit to user
seperti permainan dan olahraga. Banyaknya energi yang dimiliki anak
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuatnya lebih aktif dan ingin menyalurkan energinya. Sementara
anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai permainan pasif.
b.
Perkembangan motorik
Permainan anak pada setiap usia melibatkan kordinasi motorik.
Kegiatan yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada
perkembangan
motorik anak. Pengendalian
motorik yang baik
memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c.
Inteligensi
Anak yang pandai lebih aktif daripada yang kurang pandai dan
permainannya pun juga menunjukkan kecerdikan. Seiring bertambahnya
usia, anak menunjukkan perhatian lebih dalam permainan kecerdasan,
dramatik, konstruksi, dan membaca. Anak yang pandai menunjukkan
keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk upaya
menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.
d.
Jenis kelamin
Anak laki-laki bermain lebih kasar dari pada anak perempuan dan
lebih menyukai permainan dan olahraga dari pada jenis permainan lain.
Pada awal masa anak-anak, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada
berbagai jenis permainan yang lebih banyak dari pada anak perempuan
tetapi sebaliknya terjadi pada akhir masa anak-anak.
e.
Lingkungan
Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain dari pada anak
lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan ruang.
commit to user
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f.
Status sosioekonomi
Anak dari kelompok sosioekonomi tinggi menyukai kegiatan
mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda, sedangkan anak dari
kalangan bawah terlibat dalam kegiatan yang tidak mahal seperti bermain
bola dan berenang. Kelas sosial juga mempengaruhi buku yang dibaca,
film yang ditonton anak, dan jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya.
g.
Jumlah waktu bebas
Jumlah waktu bermain bergantung pada status ekonomi keluarga.
Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang,
anak lelah untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan tenaga besar.
h.
Peralatan bermain
Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainan.
Misal dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan purapura; balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan konstruktif.
5. Manfaat Permainan
Permainan
memiliki
banyak
manfaat
untuk
berbagai
aspek
perkembangan anak. Menurut Tedjasaputra (2001) manfaat bermain yaitu:
a.
Untuk perkembangan aspek fisik
Bila anak sering melakukan kegiatan yang melibatkan gerakangerakan tubuh maka tubuh anak akan menjadi kuat. Otot-otot anak akan
tumbuh dan menjadi kuat. Selain itu, anak juga dapat menyalurkan energi
yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
39
digilib.uns.ac.id
Untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus
Bayi usia 3 bulan yang belajar meraih mainan juga belajar
mengkoordinasikan gerakan mata dan tangan untuk meraih bahkan
hingga menggenggamnya. Selain itu, anak yang mulanya hanya membuat
coretan-coretan dengan pensil seiring bertambah usia dapat menggambar
bentuk-bentuk bermakna. Demikian juga aspek motorik kasar terlihat
pada anak yang awalnya tidak mampu berlari, dengan bermain kejarkejaran anak menjadi tertarik untuk melakukannya dan menjadi terampil.
c.
Untuk perkembangan aspek sosial
Anak belajar berbagi hak milik, bergiliran menggunakan mainan,
melakukan kegiatan bersama dalam bermain. Anak mencari pemecahan
masalah yang dihadapi dengan teman dan mempertahankan hubungan
yang sudah terbina. Bermain juga berperan sebagai media pembelajaran
budaya setempat, peran sosial dan peran jenis kelamin dalam masyarakat.
d.
Untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Seseorang dapat melepaskan ketegangan melalui bermain karena
banyaknya larangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu, anak dapat memenuhi kebutuhan atau dorongan-dorongan dalam diri
yang tidak mungkin terpuaskan dalam kehidupan nyata. Hal tersebut
akan membuat anak lega dan rileks. Bermain dengan sekelompok teman
membuat anak mempunyai penilaian tentang dirinya dan kelebihan yang
dimiliki, sehingga membantu pembentukan konsep diri positif, percaya
diri dan harga diri karena anak merasa mempunyai kompetensi tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
40
digilib.uns.ac.id
Untuk perkembangan aspek kognisi
Aspek kognisi yang dimaksud adalah pengetahuan luas, daya
nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, dan daya ingat. Pengenalan
konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah dan besaran sebagai dasar
belajar ilmu pengetahuan lain dapat dipelajari melalui bermain. Sehingga
anak merasa senang dan tanpa sadar sudah banyak belajar. Kreativitas
anak berkembang melalui percobaan dan pengalaman selama bermain.
Anak berkomunikasi dan menambah perbendaharaan kata, belajar
mengungkapkan keinginan, pendapat, dan perasaan melalui bermain.
f.
Untuk mengasah ketajaman penginderaan
Anak dapat mengasah kepekaan penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan perabaan melalui kegiatan bermain. Misalnya, bayi dapat
bermain kerincingan atau music box yang dapat berbunyi.
g.
Untuk mengembangkan keterampilan olahraga dah menari
Anak yang banyak melakukan gerakan, baik berlari, melompat,
menendang, melempar, serta menendang bola, maka akan lebih siap
untuk menekuni bidang yang lebih besar di kemudian hari. Demikian
pula halnya dengan menari. Untuk menari diperlukan gerakan-gerakan
tubuh yang cekatan, lentur, tidak canggung, dan yakin atas apa yang
dilakukan sehingga bisa menari tanpa rasa takut atau was-was.
h.
Pemanfaatan bermain oleh guru
Guru dapat menggunakan kegiatan bermain sebagai alat untuk
melakukan pengamatan dan penilaian atau suatu evaluasi terhadap anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41
digilib.uns.ac.id
Bermain dapat digunakan untuk membina hubungan baik dengan anak,
karena suasana yang bebas pada saat bermain maka anak tidak takut
untuk bermain bersama. Evaluasi tersebut juga dapat digunakan sebagai
alat bantu deteksi dini bila menemukan adanya penyimpangan atau
gangguan maka guru dapat melakukan penanganan atau merujuk anak
pada seorang ahli sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut.
i.
Sebagai media terapi
Bermain dapat digunakan sebagai media psikoterapi atau biasa
dikenal dengan terapi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media
terapi karena selama bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas.
j.
Sebagai media intervensi
Bermain dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan
tertentu dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi atau pemusatan
perhatian pada tugas tertentu, melatih konsep dasar seperti warna,
ukuran, bentuk, arah, keruangan, melatih keterampilan motorik kasar,
serta motorik halus. Selain itu, intervensi dapat diberikan pada penderita
autisme yaitu anak yang mengalami gangguan perkembangan dengan
hambatan dalam aspek bahasa, sosial, komunikasi, menunjukkan perilaku
stereotip, diulang-ulang (menerism), minat yang sempit pada satu objek.
Piaget (dalam Santrock, 2011) melihat permainan sebagai media yang
meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Selain itu, perkembangan
kognitif anak membatasi cara anak bermain. Piaget meyakini struktur kognitif
perlu dilatih, dan permainan memberi setting sempurna bagi latihan ini.
commit to user
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Para ahli psikologi dan sosiologi mengemukakan beberapa pandangan
mengenai bermain (dalam Freeman dan Munandar, 2001), sebagai berikut:
a.
Bermain sebagai penyalur energi berlebih pada anak, melalui bermain
anak terbebas dari berbagai macam tekanan (Schiller dan Spencer).
b.
Anak menyiapkan diri untuk hidupnya kelak melalui kegiatan bermain.
Misalnya, bermain peran secara tidak sadar anak telah menyiapkan diri
untuk peran atau pekerjaannya di masa depan (Karl Groos).
c.
Anak
melewati
tahap-tahap
perkembangan
yang
sama
dari
perkembangan sejarah umat manusia melalui bermain. Kegiatan seperti
berlari, melempar, memanjat, dan melompat, merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi (Stanley Hall).
d.
Anak bermain (berkreasi) untuk membangun kembali energi yang hilang.
Bermain merupakan media untuk menyegarkan badan kembali
(revitalisasi) setelah bekerja selama berjam-jam (Lazarus).
e.
Anak dapat memuaskan keinginan-keinginan yang terpendam atau
tertekan melalui bermain. Anak mencari kompensasi mengenai hal yang
tidak diperoleh dalam kehidupan nyata, untuk keinginan-keinginan yang
tidak mendapat kepuasan (mahzab psikoanalisis).
f.
Kepribadian terus berkembang dan untuk pertumbuhan yang normal,
perlu ada rangsangan (stimulus), dan bermain memberikan stimulus
untuk pertumbuhan (Appleton).
Sedangkan menurut Fudyartanta (2012) permainan memiliki nilai-
nilai pedagogis, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43
digilib.uns.ac.id
a.
Melatih fungsi-fungsi tubuh.
b.
Melatih pergaulan sosial anak.
c.
Melatih mengenal dan melaksanakan moral permainan.
d.
Mengenal kekuatan diri sendiri dan orang lain.
e.
Mengembangkan perasaan, sikap dan fantasi serta pikiran dan perbuatan.
f.
Menghilangkan rasa rendah diri.
g.
Melatih mengenal realitas kehidupan.
h.
Sebagai bahan pendidikan.
6. Pengertian Permainan Tradisional
Istilah tradisional dari kata “tradisi” artinya adat kebiasaan turun
temurun dan masih dijalankan di masyarakat; atau dapat diartikan sebagai
penilaian bahwa cara yang telah ada merupakan cara paling baik. Tradisional
berarti sikap, cara berpikir dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma
dan adat kebiasaan turun temurun. Sehingga permainan tradisional bermakna
permainan yang dilakukan dengan berpegang teguh pada norma dan adat
kebiasaan yang ada secara turun temurun dan dapat memberi senang bagi si
pelaku (Depdikbud, 1998). Menurut Achroni (2012) permainan tradisional
ialah kegiatan yang diatur oleh peraturan permainan dan merupakan warisan
generasi terdahulu yang dilakukan manusia untuk mendapat kegembiaraan.
Purwaningsih (2006) menyebutkan permainan tradisional adalah
segala bentuk permainan yang sudah ada sejak jaman dahulu dan diwariskan
secara turun temurun dari generasi ke generasi. Permainan tradisional
commit to user
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
biasanya menggunakan alat sederhana dan bagian dari warisan budaya
setempat secara turun temurun dari nenek moyang. Permainan tradisional
adalah salah satu aset budaya bangsa yang harus dilestarikan dengan menjaga
agar permainan tradisional tetap ada dan lebih baik jika dikembangkan.
Permainan tradisional atau disebut juga permainan rakyat termasuk
salah satu folklor yang diperoleh melalui warisan lisan. Istilah folklor berarti
sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun
temurun diantara kolektif tersebut, secara tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
bantu mengingat (mnemonic device). Permainan ini disebarkan hampir murni
melalui tradisi lisan dan banyak diantaranya disebarluaskan tanpa bantuan
orang dewasa seperti orang tua atau guru sekolah anak (Danandjaja, 1997).
Ismail (2009) berpendapat permainan tradisional ialah jenis permainan
yang mengandung nilai budaya pada hakikatnya merupakan warisan leluhur
dan harus dilestarikan keberadaannya. Permainan tradisional memiliki bentuk
permainan yang sifatnya bertanding dan ada yang bersifat mengisi waktu
luang sebagai bentuk rekreasi. Senada dengan itu, Jarahnitra (dalam
Siagawati dkk, 2007) menyebut permainan tradisional sebagai hasil budaya
yang besar nilainya bagi anak untuk berfantasi, rekreasi, olahraga, sekaligus
sebagai sarana berlatih hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan, serta
ketangkasan. Dharmamulya (dalam Siagawati dkk, 2007) menyatakan
permainan tradisional adalah sarana untuk mengenalkan anak pada nilai
commit to user
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
budaya dan norma sosial yang diperlukan untuk mengadakan hubungan atau
kontak sosial dan berperan sesuai kedudukan sosial dalam masyarakat.
Lebih lanjut Dharmamulya (2008) menambahkan dengan berbagai
macam kekhasan yang ada pada permainan tradisional, permainan anak-anak
tidak lagi dimaknai sebagai sekedar “permainan”, tetapi juga sebagai salah
satu unsur dari sistem budaya tertentu yang memiliki fungsi “membedakan”
sistem tersebut dengan sistem budaya yang lain. Permainan anak-anak
menjadi salah satu distinctive feature sebuah sistem budaya sehingga menjadi
salah satu pemberi identitas pada sistem budaya tersebut.
Penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan permainan
tradisional adalah permainan yang merupakan warisan turun temurun dari
satu generasi ke generasi selanjutnya dan dilakukan untuk memperoleh
kegembiraan.
Permainan
tradisional
juga
merupakan
sarana
untuk
memperkenalkan nilai budaya dan norma sosial kepada anak yang diperlukan
untuk mengadakan hubungan atau kontak sosial dalam masyarakat.
7. Jenis-jenis Permainan Tradisional
Permainan tradisional memiliki berbagai jenis, baik yang sederhana
maupun kompleks seperti ada gerak, lagu maupun peralatan. Dharmamulya
(dalam Purwaningsih 2006) mengelompokkan menjadi beberapa, yaitu:
a.
Berdasarkan pelaku permainan, hanya untuk perempuan saja atau anak
laki-laki saja, atau gabungan antara laki-laki dan perempuan, atau
dilakukan bersama-sama anak laki-laki dan perempuan. Misalnya
commit to user
dhakon, entheng, adu kecik, engklek, gobag sodor, dam-daman.
perpustakaan.uns.ac.id
b.
46
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan yang pelakunya berpasangan (satu lawan satu, satu orang
lawan satu kelompok atau kelompok satu melawan kelompok lain).
Misalnya dakon, mul-mulan, jamuran, jethungan, gobag sodor, jegjegan, main layangan, gamparan, obrog.
c.
Berdasarkan alat yang digunakan, misalnya benthik alatnya janak
benthong, layangan alatnya layangan.
d.
Berdasarkan cara main dengan nyanyian. Misalnya jamuran, ancak alis.
e.
Berdasarkan hukuman pihak yang kalah dalam permainan. Misalnya
gendiran, tikusan, dekepan, sobyung.
f.
Berdasarkan permainan yang berakhir untung rugi, misalnya sumbar
suru, sumbar arit, cithit.
g.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, biasanya berupa kerusakan atau
hilang. Misalnya layangan, adu jangkrik.
h.
Permainan dengan kekuatan ghaib, misalnya nini thowok, wedhus prucul.
i.
Untuk menentukan urutan yang bermain terlebih dahulu misalnya dengan
sut, kacen, hompimpah.
j.
Berdasarkan tempat bermain tergantung jenis permainannya.
Selain penggolongan di atas, seorang tokoh Taman Siswa, Hadi
Sukatno (dalam Ariani, dkk, 1997), mengakui bahwa permainan anak dapat
dijadikan sebagai alat pendidikan untuk mendekatkan seorang anak kepada
kebudayaan sendiri. Macam-macam permainan tradisional yang mengandung
nilai pendidikan (edukatif) dapat diklasifikasikan beberapa golongan menurut
maksud yang terkandung di dalamnya, yaitu:
commit to user
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Permainan yang bersifat menirukan suatu perbuatan, misalnya: dhingklik
oglak-aglik, jamuran, usreke, tumbaran, dan wedhus prucul.
b.
Permainan yang mencoba suatu kekuatan atau kecakapan, misal: blarakblarak sempal, dhingklik oglak-aglik, gamparan, dan gobag sodor.
c.
Permainan untuk melatih pancaindera. Jenis permainan ini termasuk
kecakapan meraba dengan tangan, menghitung bilangan, menghitung
jarak,
menajamkan
penglihatan,
menggambar,
dan
menajamkan
pendengaran. Permainan yang termasuk di dalamnya antara lain benthik,
gamparan, gatheng, serta tumbaran.
d.
Permainan dengan latihan bahasa. Permainan ini merupakan permainan
yang dilakukan
dengan
bercakap-cakap. Jenis
permainan
yang
menggunakan kecakapan bahasa ialah jamuran dan ancak-ancak alis.
e.
Permainan dengan lagu dan gerak wirama, misalnya ancak-ancak alis,
blarak-blarak sempal, cublak-cublak suweng, jamuran, tumbaran.
8. Manfaat Permainan Tradisional
Permainan tradisional memberikan alternatif yang kaya nilai budaya
saat ini sudah hampir punah jika tidak dipelihara dan dikembangkan.
Permainan tradisional telah menjadi barang langka. Padahal jika dianalisis
sejumlah permainan tradisional berperan terhadap pengembangan potensi
anak seperti kognitif, motorik kasar dan halus, serta perkembangan sosial.
Menurut Purwaningsih (2006), permainan anak secara langsung akan
diterima dengan senang hati, anak dapat bermain, berekspresi dan bebas tanpa
commit to user
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
paksaan, sehingga anak mempunyai rasa percaya diri. Permainan juga melatih
jasmani dan rohani anak, kecekatan dan ketajaman berpikir, kehalusan rasa
serta kekuatan kemauan, melatih anak untuk bisa menguasai diri, menghargai
atau mengakui kekuatan orang lain, berlatih bersiasat atau bersikap tepat dan
bijaksana, bermanfaat mendidik perasaan diri dan sosial, disiplin.
Menurut Dharmamulya (dalam Ismail, 2009), nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam permainan tradisional diantaranya adalah melatih sikap
mandiri, berani mengambil keputusan, tanggung jawab, jujur, kerja sama,
saling membantu dan menjaga, membela kepentingan kelompok, berjiwa
demokrasi, patuh terhadap peraturan, penuh perhitungan, ketepatan berpikir
dan bertindak, tidak cengeng, berani, bertindak sopan dan luwes.
Suminar (2012) mengungkapkan bahwa permainan tradisional juga
berperan dalam pendidikan karakter karena banyak nilai-nilai positif yang
terkandung dalam permainan tradisional. Selain itu, permainan tradisional
juga dapat merangsang banyak aspek dalam perkembangan anak. Melalui
permainan tradisional anak dapat dilatih untuk meningkatkan komunikasi,
kerja sama, menyelesaikan konflik, dan kemampuan dalam negoisasi.
Menurut Yunus (1980) permainan rakyat bukan hanya sekedar
penghibur hati, penyegar pikiran, atau sarana olahraga, tetapi memiliki
berbagai latar belakang yang bercorak rekreatif, kompetitif, pedagogis, magis
dan religius. Permainan rakyat juga menjadikan orang terampil, ulet, tangkas,
dan cekatan. Danandjaja (1997) mengungkapkan beberapa fungsi permainan
rakyat, antara lain:
commit to user
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Fungsi rekreasi yang menjadi sangat penting bagi petani pedesaan yang
bertempat tinggal di daerah pedalaman yang terpencil dan kurang
mempunyai hiburan lain kecuali permainan dan kegiatan kesenian.
b.
Sebagai media belajar bagi anak.
c.
Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan fisik, terutama
permainan bertanding yang bersifat keterampilan fisik misalnya untuk
mengembangkan kecekatan gerak otot-otot para pemain.
d.
Sebagai sarana untuk mengembangkan daya berpikir, terutama untuk
permainan bertanding yang bersifat siasat.
e.
Fungsi pedagogi mendidik anak dan orang dewasa agar berjiwa sportif.
Bila
ditelusuri
lebih
lanjut,
permainan
tradisional
dapat
mengembangkan aspek-aspek tertentu dalam membentuk aspek kepribadian
anak seperti yang disampaikan oleh Ariani dkk (1997) adalah:
a.
Manfaat untuk aspek jasmani, yang meliputi unsur kekuatan dan daya
tahan tubuh serta kelenturan.
b.
Manfaat untuk aspek psikologis, yang meliputi kemampuan berpikir,
berhitung, kemampuan membuat strategi, mengatasi hambatan, daya
ingat, kreativitas, fantasi, serta perasaan irama.
c.
Manfaat untuk aspek sosial, yang meliputi kerjasama, keteraturan,
hormat menghormati, rasa malu.
Beberapa penjelasan dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat
permainan tradisonal antara lain dapat dilihat dari aspek jasmani, aspek
psikologis, dan aspek sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50
digilib.uns.ac.id
9. Pengertian Permainan Tradisional Gobag Sodor
Permainan gobag sodor merupakan salah satu permainan tradisional
yang menambah kekayaan warisan budaya nasional Indonesia. Menurut
Ariani, dkk (1997) ada beberapa pendapat mengenai asal mula permainan
gobag sodor. Pendapat pertama mengungkapkan kata “gobag sodor” terdiri
dari kata gobag dan sodor. Gobag berarti bergerak bebas dan menjadi
nggobag yang berarti berjalan memutar. Arti “sodor” sama dengan watang
yaitu semacam tombak yang panjangnya dua meter tanpa mata tombak tajam
pada ujungnya. Sedangkan pendapat kedua mengungkapkan bahwa kata
gobag sodor berasal dari istilah bahasa asing, yaitu go back through the door
karena permainan ini dimainkan dengan maju mundur melalui pintu-pintu.
Perubahan idiom tersebut ke dalam bahasa Jawa diakibatkan oleh
penyesuaian lafal untuk memudahkan pengucapan, sehingga dalam lidah jawa
diucapkan “go bag so dor” selanjutnya menjadi kata “gobag sodor”.
Marsono (dalam Siagawati dkk, 2007) mengartikan istilah “gobag”
sebagai jenis permainan anak bertempat di sebidang tanah lapang yang diberi
garis-garis segi empat di petak-petak, yang dimainkan dengan bergerak bebas
berputar, terdiri dari dua regu, satu regu sebagai pemain atau istilah Jawa
mentas dan satu regu sebagai penjaga atau istilah Jawa dadi, masing-masing
beranggotakan sekitar 4-7 orang yang disesuaikan dengan jumlah kotak.
Pendapat yang lain mengatakan awal mula permainan tradisional ini
adalah sodoran, yaitu suatu permainan yang merupakan latihan keprajuritan
yang dilakukan oleh prajurit kraton biasanya dilakukan di alun-alun. Dalam
commit to user
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permainan ini prajurit dibagi dua naik kuda dari arah yang berlawanan berlari
mendekat sambil membawa sodor atau watang. Setelah dekat masing-masing
prajurit berusaha menjatuhkan lawannya dari kuda dengan sodor atau watang
masing-masing. Pemain yang jatuh dari kuda dianggap kalah dan pemain
yang berhasil menjatuhkan lawan dianggap sebagai pemenang (Yunus, 1980).
Ada juga yang menyebut permainan ini “galasin”. Diduga sebutan
tersebut merupakan adaptasi dari bahasa Inggris “go last in”. Permainan ini
merupakan permainan kelompok yang jumlah pemainnya harus genap, antara
6-10 anak dibagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok memilih
salah seorang anggotanya untuk menjadi pemimpin dalam tim (Achroni,
2012). Permainan ini lebih banyak dimainkan oleh anak usia kira-kira 10-16
tahun, karena permainan ini memerlukan kelincahan berlari. Permainan
gobag sodor tidak menggunakan iringan ataupun lagu (Indiyah, 2010).
Lapangan permainan tradisional gobag sodor berbentuk persegi empat
dengan luas yang disesuaikan dengan jumlah pemain. Sebelum bermain,
terlebih dahulu dibuat bentuk persegi panjang yang luas sebagai arena
permainan. Pada persegi panjang ini kemudian dibuat garis horizontal
sebanyak jumlah anak dalam satu kelompok. Misalnya, jika satu kelompok
terdiri atas 5 anak, garis yang dibuat berjumlah 5 buah. Selanjutnya dibuat
garis tengah (garis vertikal) pada kelima garis ini sehingga terbentuk 8 bujur
sangkar. Garis tengah ini disebut dengan garis sodor (Achroni, 2012).
Gambar lapangan tersebut adalah seperti berikut:
commit to user
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1. Lapangan Gobag Sodor
Keterangan
Garis ab
: garis pangkalan tim mentas
Garis cd
: garis sodor
Garis ef, gh, ij, kl, mn
: garis melintang
: garis yang boleh diinjak pemain tim jaga
: pemain tim mentas
: pemain tim jaga (dadi)
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa permainan
tradisional gobag sodor merupakan salah satu jenis permainan tradisional
yang dimainkan oleh dua kelompok, satu kelompok sebagai pemain (mentas)
dan satu kelompok penjaga (dadi), masing-masing kelompok beranggotakan
4-7 orang disesuaikan jumlah kotak. Permainan ini dilakukan tanpa iringan
lagu atau bunyi-bunyian tetapi memerlukan lahan cukup luas untuk bermain.
commit to user
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10. Aspek-aspek Permainan Tradisional Gobag Sodor
Permainan tradisional banyak mengandung nilai yang dapat dijadikan
acuan dalam bersikap dan berperilaku. Menurut Siagawati, dkk (2007)
permainan gobag sodor memiliki nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu:
a. Pertama, aspek jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan.
b. Kedua, aspek psikologis meliputi nilai kegembiraan, kejujuran, sportivitas,
perjuangan, spiritualisme, pengaturan strategi, serta kepemimpinan.
c. Ketiga, aspek sosial meliputi nilai sosial, kerja sama dan kekompakan.
Transfer nilai dalam permainan
gobag sodor terjadi melalui
penghayatan langsung dari pengalamannya bermain, pembiasaan aturan
dalam permainan, menirukan orang yang lebih tua, serta penjelasan orang tua
yang dapat dilakukan melalui metode modeling, pola perilaku, dan training.
Selain itu, menurut Fitriyah (2010) aspek-aspek yang dimiliki oleh
permainan tradisional gobag sodor antara lain:
a.
Dilakukan secara berkelompok, sehingga memungkinkan menjadi sarana
terbentuknya dinamika sosial.
b.
Menuntut komunikasi dan kerjasama yang mendukung interaksi sosial.
c.
Adanya reward yang bertujuan untuk mengubah dan mempertahankan
perilaku yang diinginkan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan aspek permainan gobag
sodor terdiri dari aspek jasmani, psikologi, dan sosial. Selain itu, permainan
gobag sodor dilakukan secara berkelompok, menuntut terjalinnya komunikasi
dan kerja sama serta ada reward untuk mengubah perilaku yang diinginkan.
commit to user
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11. Peraturan Permainan Tradisional Gobag Sodor
Gobag sodor dilakukan pemain yang sebaya dan seimbang. Pemain
membuat arena permainan terlebih dahulu dengan panjang 10 meter dan lebar
5 meter. Selanjutnya mengadakan kesepakatan aturan main yang harus
ditepati oleh pemain. Aturan dibutuhkan agar permainan dapat berjalan
dengan lancar. Peraturan tersebut dalam Sujarno, dkk (2013) antara lain:
a.
Penjaga boleh bergerak kesana kemari tetapi tidak boleh melewati garis
jaga masing-masing anggota kelompok.
b.
Kaki penjaga tidak boleh keluar dari garis jaga.
c.
Penjaga hanya boleh menyentuh pemain lawan (mentas) dengan tangan
dan tidak boleh menyakiti.
d.
Pemain yang sudah masuk tidak boleh keluar lagi.
e.
Garis tengah arena (garis sodor) hanya boleh dilewati oleh si sodor.
f.
Pemain yang akan masuk harus melewati garis jaga atau masih dalam
arena permainan. Jika dilanggar maka terjadi pergantian pemain.
g.
Pemain yang tersentuh oleh tim jaga dianggap mati/gugur.
h.
Jika ada pemain yang ingin berganti kotak (alih lintang) dengan pemain
lain diperbolehkan asal memberitahu terlebih dahulu.
i.
Kalau pemain dapat melewati penjaga sampai garis belakang, harus
kembali ke depan arena melewati garis penjagaan.
j.
Jika ada salah satu pemain yang berhasil kembali ke tempat semula,
maka kelompoknya dianggap telah mendapat “sawah” satu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55
digilib.uns.ac.id
12. Cara Bermain Gobag Sodor
Gobag sodor adalah permainan kelompok dengan jumlah pemain
genap karena dibagi menjadi dua kelompok. Sebelum permainan dimulai,
dilakukan undian untuk menentukan kelompok yang menang (mentas) dan
kelompok kalah (dadi) dengan jalan “sut” antara masing-masing pasangan
(Yunus, 1980). Cara bermain gobag sodor menurut Indiyah (2010) adalah:
a.
Pertama-tama, setiap kelompok memiliki seorang anak yang terpilih
untuk menjadi ketua sekaligus anak tersebut menjadi sodor. Misalnya,
kelompok A, B, C, D memilih A dan kelompok E, F, G, H memilih E.
b.
Kelompok yang menang A, B, C, D berada di depan, di luar garis
melintang pertama (pintu masuk). Kelompok yang kalah menempati
posisi, yaitu berdiri di garis-garis melintang sesuai perintah ketua.
c.
Posisi penjagaan, mulai garis melintang pertama (“lawang ngarep”)
sampai garis melintang terakhir (”lawang mburi”) berbentuk zig-zag.
Misalnya bila E sebagai sodor selain dapat bergerak di garis melintang
pertama sebelah kiri juga dapat melalui garis sodor. F menjaga garis
melintang kedua di sebelah kanan, G menjaga garis melintang ketiga di
sebelah kiri dan H menjaga garis melintang terakhir di sebelah kanan.
d.
Kelompok A, B, C, dan D sebagai kelompok mentas, harus melalui
lawang ngarep atau garis melintang pertama hingga dapat keluar, berada
di belakang garis melintang terakhir atau lawang mburi. Selanjutnya,
berusaha lagi melalui petak-petak tersebut hingga dapat keluar melewati
lawang ngarep, mencapai tempat di depan seperti sedia kala.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
56
digilib.uns.ac.id
Kelompok yang kalah, E, F, G, dan H berjaga di garis masing-masing
dan berusaha keras agar lawan tidak dapat menerobos garis jaga. Jika
salah seorang pemain berhasil masuk sampai belakang, keluar dan masuk
lagi melewati lawang mburi, lalu berhasil kembali ke depan hingga posisi
semula tanpa tersentuh tim jaga maka kelompok itu dianggap menang.
f.
Biasanya kelompok yang menang mendapatkan upah dari kelompok
yang kalah, yaitu digendong oleh pasangan masing-masing sejauh jarak
yang telah ditetapkan dalam perjanjian sebelum permainan dilaksanakan.
Setelah itu dapat bermain kembali mulai dari awal.
13. Manfaat Permainan Tradisional Gobag Sodor
Prasetyono (2007) menyatakan melalui permainan tradisional gobag
sodor anak dapat belajar bekerja sama secara tim dan mengikuti aturan-aturan
permainan. Anak yang bermain curang biasanya tidak disukai, karena itu
bermain jujur lebih mendatangkan kesenangan daripada bermain curang
hanya untuk memperoleh kemenangan.
Menurut Achroni (2012) manfaat permainan tradisional gobag sodor
antara lain:
a.
Memberikan kegembiraan pada anak.
b.
Meningkatkan kekuatan dan melatih ketangkasan anak (melatih motorik
kasar anak). Dalam bermain gobag sodor diperlukan tenaga ekstra karena
anak harus lari bolak-balik dan menggendong teman jika timnya kalah.
c.
Melatih bekerja sama dalam sebuah tim.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57
digilib.uns.ac.id
d.
Melatih kepemimpinan anak karena setiap tim harus memiliki pemimpin.
e.
Mengasah kemampuan anak menyusun strategi untuk menang.
f.
Melatih tanggungjawab dan membangun sprotivitas anak karena pada
permainan ini anggota tim yang kalah harus menerima konsekuensi dari
apa yang telah disepakati sebelumnya, misalnya kelompok kalah harus
menggendong kelompok menang dengan jarak yang ditentukan.
g.
Melatih semangat juang anak untuk meraih kemenangan dalam
permainan (semangat pantang menyerah).
Sujarno, dkk (2013) menyebut permainan tradisional gobag sodor
bermanfaat bagi perkembangan anak, baik perkembangan fisik serta jiwanya.
Dengan bermain gobag sodor secara tidak sadar anak melakukan olahraga
sehingga badan sehat. Selain itu juga berfungsi sebagai hiburan bagi anak,
karena membuat anak senang. Dalam permainan tersebut, anak belajar
bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kelompoknya. Anak juga
belajar disiplin dan cermat dalam melakukan tindakan, serta bekerja sama
dengan orang lain. Nilai sportivitas dan kerja sama tercermin pada pemain
dalam kelompok masing-masing bahu-membahu dalam menghadang lawan
yang akan memasuki kotak permainan atau menembus kotak terakhir untuk
memenangkan permainan. Tanpa kerja sama yang baik, lawan dapat dengan
mudah mengalahkan kelompoknya.
Permainan tradisional mempunyai karakteristik yang berdampak
positif pada perkembangan anak. Permainan anak tradisional dominan
melibatkan pemain yang relatif banyak. Selain mendahulukan faktor
commit to user
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesenangan bersama, permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada
pendalaman kemampuan interaksi antarpemain (potensi interpersonal). Hal
ini dapat ditemukan dalam permainan tradisional seperti petak umpet,
congklak, dan gobag sodor (Khasanah dkk, 2009).
C. Efektivitas Permainan Tradisional Gobag Sodor untuk Meningkatkan
Kecerdasan Interpersonal pada Anak
Bermain merupakan alat yang penting bagi sosialisasi (Hurlock, 2010).
Belajar menjadi sosial bergantung pada kesempatan berhubungan dengan anggota
kelompok sebaya dan hal tersebut terutama terjadi dalam kegiatan bermain.
Selama bermain, anak-anak diberi kesempatan untuk menjalin interaksi sosial
dengan teman sebaya. Anak-anak belajar pentingnya aturan-aturan sosial dan
bagaimana bergaul dengan orang lain melalui bermain. Selama interaksi sosial ini
terjadi anak belajar untuk mengekspresikan dan mengontrol emosi serta
menyelesaikan konflik dengan orang lain (Salkind, 2002).
Tedjasaputra (2001) menyebutkan salah satu manfaat bermain adalah
mengembangkan aspek sosial anak. Anak belajar berbagi hak milik, bergiliran
menggunakan mainan, melakukan kegiatan bersama dalam bermain. Selain itu,
anak dapat mencari pemecahan masalah yang dihadapi dengan teman mainnya
dan mempertahankan hubungan yang sudah terbina dengan teman sepermainan.
Sejalan dengan hal itu, Yaumi (2012) menjelaskan kemampuan untuk
dapat merasakan perasaan orang lain mengakibatkan anak yang berkembang
dalam kecerdasan interpersonal mudah mendamaikan konflik. Kepekaan ini dapat
commit to user
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghantarkan anak menjadi pemimpin di antara sebayanya. Bahkan anak yang
memiliki kemampuan interpersonal yang baik dapat memahami keadaan jiwa,
keinginan, dan perasaan yang dialami orang lain ketika berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Salah satu aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan dan
mengkonstruksi kecerdasan interpersonal yang dapat diterapkan adalah dengan
membentuk teamwork. Salah satu cara untuk membentuk tim kerja yang efektif
adalah merancang aktivitas yang membutuhkan kerja sama. Bentuk aktivitas
berupa kerja fisik atau kognisi yang mengarah pada kemampuan untuk mengatasi
masalah atau mengintegrasikan problem solving, seperti olahraga, gotong royong,
berbagai jenis permainan kelompok serta aktivitas di luar kelas atau di rumah.
Menurut Suminar (2012), permainan tradisional memiliki beberapa
keunggulan bila dibandingkan dengan permainan modern. Dalam permainan
tradisional banyak anggota tubuh yang digerakkan, sehingga menyehatkan anak.
Selain itu, permainan tradisional dapat mengasah kemampuan komunikasi dan
negoisasi pada anak, meningkatkan kemampuan bekerja sama melalui interaksi
yang terjadi dengan teman sebayanya. Ketika anak berkonflik dengan temannya,
anak juga akan belajar untuk menyelesaikan konflik tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan salah satu aspek dari kecerdasan interpersonal yaitu pemecahan masalah
yang efektif. Hal tersebut juga berlaku untuk permainan tradisional gobag sodor.
Lebih
membuktikan
lanjut,
penelitian
bahwa permainan
yang
dilakukan
oleh
Wahyuni
(2009)
tradisional gobag sodor efektif untuk
meningkatkan penyesuaian sosial anak usia sekolah dasar. Hal ini didukung
dengan hasil t test yang signifikan yaitu t hitung = 3,119 > t tabel = 2,002 dan p
commit to user
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
value < 0,05, yaitu 0,003. Aktivitas bermain mempunyai sumbangan yang positif
terhadap penyesuaian sosial maupun penyesuaian diri anak dan perkembangan
emosi, kepribadian maupun perkembangan kognisinya. Melalui kegiatan bermain
anak mendapat pengalaman dengan temannya. Pengalaman yang diperoleh anak
membantunya dalam melakukan penyesuaian sosial dengan teman sebaya.
Russ (2004) menjelaskan mengenai proses yang terjadi dalam kegiatan
bermain seperti digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Proses dalam Bermain
Proses Kognitif
Organisasi
Berpikir divergen
Simbolisme
Fantasi
Proses Afektif
Ekspresi emosi
Ekspresi tema-tema afek
Kenyamanan/kesenangan bermain
Regulasi emosi/modulasi
Integrasi kognitif afek
Proses Interpersonal
Empati
Skema interpersonal
Komunikasi
Proses Pemecahan masalah
Pendekatan atas masalah
Kemampuan pemecahan masalah/resolusi konflik
Permainan tradisional gobag sodor memiliki nilai-nilai positif yang
terkandung di dalamnya. Selain itu, ketika bermain gobag sodor juga terdapat
beberapa proses yang terjadi. Berkaitan dengan proses dalam bermain, proses
utama yang terjadi dalam permainan gobag sodor adalah sebagai berikut:
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Proses Serta Nilai dalam Permainan Tradisonal Gobag Sodor
Proses
Nilai-nilai
Strategic planning
-
Simbolisme
-
Afektif
Ekspresi emosi
-
Interpersonal
Komunikasi
-
Empati
-
Pengambilan
keputusan
-
Kognitif
Pemecahan
masalah
commit to user
Proses dalam permainan
tradisional gobag sodor
Mengatur giliran anggota
kelompok mulai dari yang
lebih dulu melewati garis
penjagaan
sampai
yang
terakhir melewatinya.
Bentuk area permainan yang
geometris, sehingga anak
belajar
membentuk
pemahaman dimensi ruang
Mengekspresikan ide dan
emosi
selama
proses
permainan,
hal
ini
ditunjukkan dengan rasa
senang bila temannya berhasil
mencapai garis akhir dan
perasaan kecewa ketika tidak
berhasil atau tidak dapat
menyentuh lawan.
Memberi arahan gerak pada
temannya agar tidak tersentuh
oleh lawan
Anak belajar memahami
perasaan teman yang sedang
kesulitan
sehingga
anak
berusaha mencapai garis
terakhir karena jika anak
gagal dapat mengakibatkan
kelompok tersebut juga akan
kalah.
Keberanian untuk
maju
menuju garis akhir melewati
garis
penjagaan
dan
menghindari hadangan lawan
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permainan tradisional memiliki nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Indrawati, dkk (2007) meneliti tentang identifikasi nilai-nilai kearifan lokal (local
wisdom) dalam permainan tradisional etnis Sunda. Penelitian ini dilakukan dengan
metode Focus Group Discussion oleh para rohaniawan lintas agama: Islam,
Katholik, Protestan, Hindu, Budha, ahli budaya Sunda, dan guru PPKN tingkat
sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gobag sodor atau disebut juga
galah asin memiliki nilai-nilai luhur diantaranya sebagai berikut:
1.
Menunjukkan pengorbanan untuk kepentingan individu di atas kepentingan
bersama. Hal ini ditunjukkan dengan sikap lapang dada dan tidak egois yaitu
menerima nasib terhadap peran yang ditentukan berdasarkan aturan main
yang telah disepakati bersama. Nilai tanggung jawab terlihat dari anak
melaksanakan komitmen di dalam menjalankan peran yang telah ditentukan.
2.
Menunjukkan keinginan dalam mengekspresikan kasih sayang terhadap
teman. Di dalam kebersamaan dan kekompakan, anak terlatih mengasah
empati untuk peduli terhadap kesulitan yang dihadapi teman.
3.
Kesediaan untuk menghargai dan mendorong relasi antarpersonal. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai penghargaan yang dilatih pada anak dengan cara
menghargai kawan dan lawan. Bila memenangkan permainan, harus berusaha
mempertahankan
kemenangannya dengan
tidak sombong dan
tetap
menghargai kelompok yang kalah.
Menurut Suminar (2012), bermain merupakan perilaku umum bagi anak
dan merupakan sarana untuk mengeluarkan energi serta sarana untuk belajar.
Karena bermain merupakan dunia anak, maka anak akan menjadi nyaman.
commit to user
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan, anak akan
melakukannya berulang-ulang sehingga hal ini akan menguatkan aspek yang ingin
dikembangkan atau dirangsang.
Sehingga, efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan permainan
tradisional gobag sodor dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal kelompok
eksperimen. Keberhasilan ini ditunjukkan dengan skor rata-rata kecerdasan
interpersonal kelompok eksperimen setelah permainan tradisional gobag sodor
lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
D. Kerangka Pemikiran
Kecerdasan
interpersonal
rendah dan sedang
Permainan
tradisional gobag
sodor
Kecerdasan
interpersonal
meningkat
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir Penelitian
Berdasarkan skema tersebut, dapat dijelaskan mengenai kerangka berpikir
dalam penelitian ini, yaitu kecerdasan interpersonal yang rendah dan sedang pada
siswa kelas IV dan V SD Negeri 01 Tugu Jumantono Karanganyar diharapkan
mampu meningkat dengan diberikan perlakuan permainan tradisional gobag
sodor. Sebelumnya, subjek diberikan
pretest
berupa skala kecerdasan
interpersonal untuk mengetahui tingkat kecerdasan interpersonal anak sebelum
diberikan perlakuan (treatment). Kemudian setelah peserta diberikan permainan
tradisional gobag sodor, peneliti memberikan posttest berupa skala kecerdasan
commit to user
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
interpersonal yang bersifat sejajar dengan pretest sehingga dapat diketahui tingkat
kecerdasan interpersonal subjek sebelum dan setelah diberikan perlakuan.
Keberhasilan pemberian permainan tradisional gobag sodor ditunjukkan dengan
meningkatnya kecerdasan interpersonal pada siswa SD Negeri 01 Tugu
Jumantono Karanganyar.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian mengenai permainan gobag sodor serta pengaruhnya
terhadap kecerdasan interpersonal pada anak, maka diajukan hipotesis dalam
penelitian ini yaitu permainan tradisional gobag sodor efektif untuk meningkatkan
kecerdasan interpersonal pada siswa SD Negeri 01 Tugu Jumantono Karanganyar.
commit to user
Download