Laporan Acara Berjejaring dan Belajar

advertisement
Laporan
Acara Berjejaring dan Belajar
Mengintegrasikan Gender dalam Rantai
1 Desember 2016
Nilai
Latar Belakang ................................................................................................................. 1
Pengalaman & Pembelajaran .......................................................................................... 3
Gender dalam rantai nilai kakao ................................................................................. 3
Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Rantai Nilai Kopi ........................................ 5
Gender dalam rantai nilai kelapa sawit ....................................................................... 6
Diskusi .............................................................................................................................. 7
Kesimpulan .................................................................................................................... 10
Rekomendasi untuk Memajukan .................................................................................. 11
Resource ........................................................................................................................ 11
Pengumuman Gender in Value Chain Trajectory .......................................................... 11
Lampiran 1 : Daftar Peserta........................................................................................... 12
Latar Belakang
AgriProFocus Indonesia kembali menggelar acara berjejaring dan belajar (network & learning
event) yang kedua di tahun 2016. Kali ini AgriProFocus mengajak organisasi jejaring
AgriProFocus yang berpengalaman mendorong kesetaraan gender dalam rantai nilai untuk
berbagi pembelajaran. Mereka adalah Swisscontact yang berbagi pengalaman di rantai nilai
kakao, Oxfam di Indonesia yang bekerja di rantai nilai sawit, dan Hivos Southeast Asia dengan
pengalaman di sektor kopi.
Mainstreaming gender merupakan hal penting dalam pertanian, karena dia membantu kita
untuk melihat pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam rantai nilai ini. Bagian
dari melihat pembagian peran ini adalah melihat peran perempuan dalam pertanian; mereka
bertanggungjawab terhadap banyak hal sepanjang rantai nilai, yang sayangnya kontribusi
mereka seringkali tak terlihat oleh masyarakat.
Akibat perannya yang tak terlihat, perempuan menjadi kurang terintegrasi dalam rantai nilai
dibanding laki-laki. Mereka kurang mendapat pelatihan teknis, upah lebih rendah, kesulitan
mengakses keuangan untuk usaha pertaniannya, dan lainnya.
Situasi ini sangat penting untuk ditangani. Utamanya ketika banyak kajian menunjukkan
bahwa jika peran perempuan diakui dan didukung maka ketahanan pangan keluarga bisa
meningkat, pendidikan anak jadi lebih baik, dan ekonomi keluarga menguat. Agar dampak
positif semacam ini meluas, banyak NGO mengintegrasikan gender dalam rantai nilai
kemudian diikuti oleh pihak swasta.
Implementasi pendekatan ini di dalam masyarakat yang belum memahami manfaat dari
kesetaraan gender tidaklah gampang. Sesi berbagi pembelajaran terkait pengalaman
mengintegrasikan gender dalam rantai nilai merupakan ruang untuk saling belajar dan
meningkatkan praktik terbaik. Acara berbagi dan belajar ini juga menjadi kesempatan untuk
memperkenalkan program Gender in Value Chains Trajectory yang dilakukan oleh KRKP
dengan dukungan AgriProFocus.
Pada acara ini, AgriProFocus Indonesia juga menekankan fungsinya untuk memfasilitasi saling
hubung antar anggota, memungkinkan kolaborasi, mendorong berbagi informasi dan sumber
daya sebagai satu jaringan. Hal ini sejalan dengan peran AgriProFocus ke depan untuk
memfasilitasi saling hubung, pembelajaran bersama, dan kepemimpinan (linking, learning,
leadership).
Tujuan
1. Berbagi pengalaman dan pembelajaran terkait pengarusutamaan gender dalam
rantai nilai pertanian: pendekatan yang digunakan, kisah sukses, tantangan dan cara
mengatasi
2. Memperkenalkan program Gender in Value Chain Trajectory
Hasil
1. Berbagi pengalaman dan diskusi tentang bagaimana mengintegrasikan gender dalam
rantai nilai
2. Anggota jaringan mempresentasikan organisasinya dan mengetahui yang dikerjakan
organisasi lain tentang gender dalam rantai nilai
3. Distribusi poster dan leaflet Gender in Value Chain Trajectory
4. Organisasi berbagi informasi tentang agenda mereka tentang pertanian secara umum
5. Masukan untuk kegiatan AgriProFocus di tahun 2017
Waktu & Tempat
Day / Date
Time
Venue
: Thursday, 1 Dec 2016
: 09.00 – 13.00
: Sahati Boutique Hotel
Jl. Taman Margasatwa No. 45 Ragunan, Jakarta – Selatan 12550 - Indonesia
Agenda
Waktu
09.00 – 09.30
09.30 – 09.45
Aktivitas
Registrasi
Pembukaan
2
09.45 – 11.00
11.00 – 12.00
12.00 – 13.00
Berbagi pengalaman dan pembelajaran bersama:
Mengintegrasikan Gender ke dalam Rantai Nilai
Diskusi
Pitching dan Announcement Session:
Jika ingin memperkenalkan organisasi, mengumumkan kegiatan di tahun
depan
Pengumuman Gender in Value Chain Trajectory
Makan siang
Pengalaman & Pembelajaran
Mengintegrasikan Gender ke dalam Rantai Nilai
Intan Darmawati, fasilitator Gender in Value Chains Trajectory AgriProFocus, memoderatori
tiga pembicara yang berbagi pengalaman. Mereka adalah Caecilia Putri Mumpuni (Swiss
Contact), Dini Widiastuti (Oxfam di Indonesia), dan Mashadi Mulyo (Hivos). Pemaparan
pertama disampaikan oleh Caecilia Putri Mumpuni berdasarkan pengalaman Swisscontact
yang bekerja di ranati nilai kakao.
Gender dalam rantai nilai kakao
Swisscontact bekerja di 33 negara dengan lebih dari 100 program. Salah satunya adalah
Sustainable Cocoa Production Program (SCPP) yang berjalan di 12 provinsi di Indonesia.
Progam ini bekerjasama dengan tujuh perusahaan swasta yang memproduksi cokelat.
Program ini berlangsung sejak tahun 2012 sampai 2020. Tahun 2016 program SCPP ingin
lebih berkontribusi pada pencapaian SDGs, dan salah satunya gender equity.
Rantai nilai kakao dimulai dari input, financial, modal, bahan-bahan yang digunakan petani,
training, penjualan ke perusahaan-perusahaan, sampai mengelola kakao menjadi cokelat.
Dalam rantai nilai di atas, Swisscontact menggunakan traceability untuk mengidentifikasi dari
awal apakah terdapat pengguanaan pestisida, berapa banyak kakao yang dihasilkan per
tahun, dan lain-lain.
Gambar 1. Rantai nilai kakao
Swisscontact melakukan assessment masalah sosial dan gender di area implementasi
program dan melakukan intervensi. Hasilnya seperti terlihat dalam tabel 1 di bawah ini:
Hasil Assessment Masalah Sosial dan
Gender
Perempuan tidak dianggap sebagai petani
dan anggota kelompok tani
Perempuan tidak memliki informasi
Kegiatan dalam Proyek
Perempuan dilibatkan dalam pelatihan
teknologi pertanian dan bisnis dalam rantai
kakao
Perempuan dilibatkan dalam pelatihan
3
mengenai pestisida, terpapar bahan kimia
karena petani membawa ke rumah – tanpa
pengelolaan yang baik
Partisipasi perempuan di kegiatan
masyarakat rendah
Beban ganda perempuan – anak muda
mencari pekerjaan di luar desanya dan
pembagian peran di dalam rumah atau lakilaki tidak terlibat dalam gizi keluarga
Perempuan mengatur keuangan keluarga
dengan keterampilan keuangan yang
dibutuhkan dan control yang rendah
Anak bekerja di perkebunan kakao, anak
laki-laki > perempuan dan bila perempuan
dia akan mengalmi beban ganda
teknologi pertanian dan pengelolaan
lingkungan
Perempuan dilibatkan dalam pelatihan
perilaku sosial yang baik dan workshop
berhubungan dengan kesetaraan gender
Perempuan dilibatkan dalam pelatihan
perilaku sosial yang baik, laki-laki dilibatkan
dalam pelatihan gizi keluarga
Perempuan dilibatkan dalam pelatihan
pengelolaan keuangan
Perempuan dilibatkan dalam pelatihan
perilaku sosial yang baik
Swisscontact menghadapi tantangan untuk langkah berikutnya, yaitu menentukan kuota
partisipasi perempuan. Berdasarkan data yang dimiliki, di hampir semua kategori usia, jumlah
perempuan petani selalu lebih sedikit dibanding petani laki-laki. Jumlah perempuan petani
yang paling besar adalah di kategori usia 15 – 24 tahun. Di atas usia ini, perempuan lebih
memilih menjadi ibu rumah tangga.
Petani Berdasarkan Usia
100
80
60
40
20
0
15-24 tahun
25-34 tahun
% Petani Laki-laki
35-54 tahun
55 tahun keatas
% Petani Perempuan
Gambar 2. Petani berdasarkan usia
Pada empat jenis pelatihan yang dilakukan Swisscontact sejak 2012, partisipasi perempuan
rata-rata lebih rendah dari laki-laki. Partisipasi perempuan dalam pelatihan lebih besar dari
laki-laki terdapat pada pelatihan pengelolaan keuangan, di mana tema ini selalu identik
dengan perempuan.
4
Peserta Pelatihan
100
80
60
40
20
0
Dasar Praktik Budidaya
Tanaman Kakao
Gizi Keluarga
% Peserta Laki-laki
Pengelolaan Keuangan Pengelolaan Lingkungan
% Peserta Perempuan
Gambar 3. Peserta pelatihan
Swisscontact menghasilkan salah satu modul pelatihan yaitu perilaku sosial masyarakat
petani kakao (GSP) yang bertujuan:
 Masyarakat kelompok tani memiliki pengetahuan berhubungan dengan masalah
pekerja anak, gender, dan kaum muda.
 Masyarakat kelompok tani menyadari berbagai masalah pekerja anak, gender, dan
kaum muda di pertanian kakao.
 Masyarakat kelompok tani berperan lebih dalam meningkatkan kondisi sosialekonomi.
 Petani dan kelompok tani dapat lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di desanya.
Kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan pembelajaran program ini adalah:
 Partisipasi perempuan di value chain kakao masih rendah, tapi memiliki peluang
untuk ditingkatkan melalui semacam pelatihan.
 Perlu ada peningkatan kapasitas bagi staf lembaga/organisasi/industri yang bergerak
di bidang kakao mengenai gender.
 Kegiatan khusus gender seperti pemberdayaan perempuan perlu dilakukan.
 Kegiatan pengarusutamaan gender dalam program perlu dilakukan.
 Kegiatan berhubungan dengan gender dalam mata rantai kakao harus dilakukan
dengan keterlibatan perempuan dan laki-laki.
 Perlu adanya evaluasi dan penelitian hasil program (untuk menunjukkan dampak
mainstreaming gender) dan untuk membuat strategi gender dalam mata rantai
kakao.
Selama ini Swisscontact bekerja sama dengan Wahana Visi untuk membantu kegiatan
pelatihan di wilayah Indonesia Timur dan Sulawesi.
Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Rantai Nilai Kopi
Pengalaman Mashadi Mulyo, Project Officer for Coffee & Commodities dari Hivos Regional
Office Southeast Asia, menunjukkan bahwa walaupun pelatihan Good Agricultural Practice
(GAP) telah dilakukan perusahaan, mulai dari pembibitan, perencanaan penanaman,
membuat demonstration plot, sampai pasca panen, tapi perilaku bertani tak berubah
signifikan. Ini disebabkan karena pelatihan hanya diberikan kepada petani laki-laki, padahal
perempuan menguasai 60% rantai nilai kopi. Atas dasar inilah Hivos melakukan intervensi
melalui proyek kopi di Lampung Barat & Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan.
5
Perempuan memiliki peran yang sama, bahkan lebih besar laki-laki di sektor kopi. Mulai dari
memilih input seperti benih dan pupuk, melakukan pembibitan, bagaimana mengelola lahan,
menanam dan merawat tanaman, sampai pengolahan hasil panen dan perdagangan.
Perempuan terlibat di setiap tahap rantai nilai produksi kopi, mulai dari persiapan tanam,
penanaman, perawatan, panen, pasca panen, hingga penjualan. Namun peran ini tak dilihat
oleh pendekatan GAP.
Hivos menggunakan pendekatan Gender Action Learning System (Gals) berdasarkan fakta
bahwa perempuan memiliki peran yang lebih banyak dalam usaha pertanian kopi seperti
pembibitan, perawatan, prunning, panen, dan penjualan, namun mereka tak dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, dan tidak diberi kesempatan mengikuti pelatihan atau penguatan
kapasitas pertanian. Kurangnya akses pembiayaan dan kepemilikan tanah juga masih banyak
dihadapi perempuan. Tak hanya itu, dalam berorganisasi pun perempuan tidak bisa terlibat
aktif dan bermakna (meaningful involment) misalnya dalam kelompok tani dan koperasi.
Hivos mengintegrasikan pendekatan gender dengan cara memadukan GALS dalam kurikulum
Good Agricultural Practices (GALSGAP). Materi GALSGAP disebarkan melalui jejaring
kelompok seperti pengajian dan kelompok lain yang ada di desa. Model training of triner
menjadi inti dalam pendekatan GALSGAP.
Training pertama dilakukan oleh trainer profesional kepada perempuan dalam kelompok
informal di pedesaan. Tujuannya untuk mengembangkan jaringan pendidik sebaya. Tahap ini
cukup krusial, trainer harus bisa membangkitkan antusiasme calon-calon pendidik ini.
“Membangkitkan sebuah visi dan mendorong para perempuan untuk mewujudkan visi
tersebut bisa jadi pemantik bagi mereka untuk menjadi champion atau pendidik untuk
sebayanya,” ujar Mashadi. Pendekatan GALS yang sering digunakan di Afrika ini baru pertama
dilakukan di Indonesia. Pelatihan dilakukan dengan merangsang otak kanan melalui
menggambar, menyanyi, dan mengurangi menulis.
Apa dampak penerapan GALS di area penghasil kopi ini? Selama delapan bulan proyek
berjalan, sudah terlihat bapak-bapak telah mengurangi kebiasaan merokok. Dalam vision
journey yang sudah pernah dibuat, uang rokok dialihkan untuk membayar biaya pendidikan
anak-anak. Pengeluaran untuk membeli pulsa juga ditekan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga lain. Tak hanya itu, setiap rumah tangga akhirnya sadar bahwa anak-anak
mereka mengalami obesitas karena uang jajan berlebih. Mereka pun mgusulkan agar setiap
rumah tangga menyediakan pangan sehat dengan gizi seimbang dan mengurangi jajanan.
Gender dalam rantai nilai kelapa sawit
Gender merupakan bagian dari program akses atas tanah dan sumber daya Oxfam di
Indonesia. Topik gender menjadi fokus Oxfam di Indonesia, khususnya dalam proyek kelapa
sawit dan aquaculture di Lampung dan Kalimantan Utara, namun topik gender ini tidak
berdiri sendiri. Temuan lapangan tentang kondisi gender di areal perkebunan sawit hampir
sama dengan sektor di kopi dan kakao. Detailnya sebagai berikut:
 Tanah biasanya / sebagian besar adalah dalam nama laki-laki / suami
 Persepsi bahwa pria dan wanita bersama-sama memiliki tanah
 Wanita tidak selalu menyadari bagaimana lahan tersebut digunakan / dikelola untuk
produksi (pengambilan keputusan didominasi oleh laki-laki)
 Konsekuensi bagi wanita dalam kasus kerusakan pernikahan atau kematian biasanya
kehilangan hak atas tanah karena atas nama suami
 Perempuan sebagai pekerja 'bayangan'. Dalam proyek palm oil, dari 27 tasks yang
ada, perempuan melakukan 24 tasks. Namun mereka tidak mengakui kalau mereka
adalah seorang petani dan tidak dibayar.
6











Peran perempuan: bekerja di pembibitan, pemupukan, penanaman pasca produksi
Perempuan dianggap sebagai pembantu / asisten
Persepsi wanita yang merendahkan dirinya sendiri
Ketidaksetaraan upah yang diperoleh oleh perempuan dan laki-laki
Risiko kesehatan akibat pemupukan
Pelecehan seksual dan kekerasan. Petani perempuan diberikan seragam untuk
bekerja, namun mandor menyuruh mereka untuk tidak usah menggunakan kaos
dalam dengan alasan suhu panas.
Perempuan bekerja lebih panjang daripada laki-laki, selain di kebun juga bekerja di
rumah.
Praktek diskriminasi oleh lembaga pemberi pinjaman swasta dan publik yang
membatasi kemampuan perempuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas
bisnis
Kurangnya akses ke layanan pelatihan dan penyuluhan karena perempuan tidak
dianggap sebagai petani. Adanya asumsi bahwa salah satu anggota rumah tangga
dilatih (laki-laki / suami) akan melatih anggota rumah tangga pasangannya (istri),
pelatihan hanya diberikan kepada pemilik tanah, dan pendidikan perempuan lebih
rendah.
Ide-ide sosial dan tradisional yang kuat dari laki-laki menjadi kepala rumah tangga
dan mewakili kepentingan kolektif rumah tangga.
Cara bertani kelapa sawit dijalankan memperkuat dinamika gender yang mendukung
pria sebagai wajah publik sedangkan perempuan berwajah domestik.
Temuan di lapangan di atas tentu menjadi tantangan. Kesadaran gender harus dibangun
mulai dari tingkat tingkat individu, masyarakat, perusahaan dan industri (diawali dari yang
tergabung dalam RSPO). Langkah-langkah praktis yang ditempuh oleh Oxfam di Indonesia
antara lain memastikan hak-hak perempuan atas tanah, mendorong RSPO membuat
pedoman tentang gender yang lebih spesifik, dan merekrut auditor yang sensitif gender. Di
level lapangan, Oxfam di Indonesia bekerja sama dengan mitra lokal untuk melakukan
pemberdayaan, pengembangan kapasitas, dan pendampingan selama 2 tahap agar intervensi
lebih peka gender.
Setelah intervensi berlangsung terlihat perubahan pada perusahaan kelapa sawit yang
menjadi mitra. Misalnya, pekerja perusahaan sawit sudah lebih sensitif gender dan memliki
staf perempuan di bagian program, bukan hanya di bagian keuangan. Hal yang sama juga
terjadi pada proyek aquaculture. Industri kelapa sawit sudah lebih tertarik dengan isu gender
dan belajar menerapkan terutama perusahaan yang tergabung dalam RSPO.
Berdasarkan pengalaman Oxfam di Indonesia mengintervensi industri dan perusahaan besar,
bisa memperbesar dampak. Intervensi tidak harus langsung ke petani, melainkan lewat mitra
lokal, RSPO, dan perusahaan besar.
Diskusi
1. Rina Namira Ardilla D. (GO-JEK Indonesia)
a. Di rantai nilai kakao, perempuan berperan mengatur keuangan dan yang aktif
menjadi petani paling banyak berada pada usia 17-24 tahun. Lalu apakah ada data
keterkaitan antara tingkat pendidikan dan peran yang dilakukan?
Tidak ada.
7
b. Dari paparan rantai nilai kakao, masalahnya adalah acara pandang. Apakah
memungkinkan bila dalam training dipaparkan peran perempuan dan laki-laki
seperti apa?
Dari keseluruhan petani merupakan lulusan SD, tetapi rata-rata dari mereka lulusan
SMA juga. Terima kasih untuk masukan trainingnya. Kegiatan Swisscontact yang
sedang berjalan saat ini untuk mensesitifkan masalah gender.
2. Yenny Widjaja (Oxfam di Indonesia)
a. Pada komoditas dan kakao mungkin sudah banyak dilihat aspek Gender-Based
Violence (GBV), tetapi masih invisible. Kalau pendekatan ke komunitas sendiri
bagaimana? Dalam diskusi perempuan sendiri tidak mempunyai ruang domestik, lalu
bagaimana cara mengantisipasi hal tersebut berdasarkan pengalaman Swisscontact
dan Hivos?
Putri:
Belum sampai ke GBV. Tapi sempat dilakukan pelatihan di lapangan dan didapatkan
data dimana tidak hanya perempuan saja yang mendapatkan kekerasan, tetapi lakilaki juga. Namun hal itu belum direspon, karena belum ada kegiatan di lapangan.
Untuk kegiatan good social practices, akan dibagi ke menjadi empat aspek sesuai
dengan BAPPENAS, yaitu aspek kesehatan, pendidikan, perlindungan, dan ekonomi
yang dilatih. Di sesi akhir, mereka akan membuat aksi.
Mashadi:
Untuk GBV beruntungnya belum terlihat menjadi masalah yang dominan di sana.
Meskipun pendidikan rendah, namun tingkat ekonominya sudah bagus. Kasus-kasus
kekerasan bahkan kekerasan domestik pun sudah rendah, terutama di OKU Selatan,
dimana perempuan sudah memiliki hak waris. Belum sempat terlihat juga pada
kelompok petani musiman di wilayah Lampung Barat.
Peningkatan dan penyetaraan perempuan merupakan salah satu hal yang ingin
dicapai. Akan kita analisa yaitu chance leadership. Dalam GALSGAP, kita tidak hanya
memberikan ruang kepada perempuan untuk bersuara, tapi kita memberikan ruang
kepada laki-laki untuk belajar bersama, dan kita memberikan ruang bersama-sama
untuk diskusi tentang masalah ini, yang dimana beban pertanian kopi biasanya
ditanggung oleh laki-laki. Pada proyek “Happy Coffee Happy Family in Semendo” juga
menggunakan metode GALSGAP yang menanamkan nilai bahwa membuat keluarga
bahagia, akan menghasilkan kopi yang bahagia.
b. Untuk GALSGAP, sejauh mana efektivitas pendekatan tersebut dan durasi
waktunya (short term atau long term)? Bagaimana dengan keberlanjutannya?
Mashadi:
Efektif, karena kita bisa memastikan triple down effect. Tahap internalisasi nilai-nilai
sangat penting dalam proses ini. Dalam GALSGAP banyak isu bisa digunakan, tak
hanya gender, tapi penerapan dalam kerja atau tugas sehari-hari. Yang menjadi salah
satu tantangan adalah bagaimana kita bisa memastikan kontrol partisipasi dan
kualitas materi yang sama dari ‘champion’ ke ‘champion’ berikutnya, memilih dan
memastikan pelatih tahap pertama yang akan menjadi pendidik sebaya atau ToT yang
memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi dengan materi ini. Kalau mereka tidak
memiliki ketertarikan, pelatihan tidak akan bergulir. Staf perusahaan juga dilibatkan
dalam GALSGAP untuk dijadikan rujukan bagi para champion ini.
Kalau untuk jangka pendek satu tahun itu tidak efektif, karena tidak bisa mengukur di
pelatihan kedua dan ketiga oleh pendidik sebaya. Kalau satu tahun baru bisa terukur
8
pada pelatihan kedua. Pelatihan ketiga bisa diukur dalam waktu tiga tahun. Yang
penting adalah pastikan kualitas materi di masing-masing pelatihan terjaga.
Dini:
Oxfam juga memiliki kampanye yang bernama “Behind the Brands”, yang mengukur
berbagai kategori, salah satunya sensitivitas gender, dari berbagai merk terkenal. Ini
memicu kesadaran public tentang apa yang ada di balik produk tersebut. Kampanye
ini bisa dilihat di http://www.behindthebrands.org
Intan:
Kekuatan GALSGAP adalah bagaimana menjalin relasi dalam keluarga. Kita sebagai
fasilitator, seharusnya membantu mereka berpikir lebih dalam tentang hal itu. Dari
segi efektifitas, pendekatan ini bisa menjadi efektif karena petani itu sendiri yang
akan menjadi pemimpinnya. Dengan metode ini, seseorang harus berbagi, minimal ke
anggota keluarga.
3. Juanita Mandagi (Solidaridad)
Ketiga isu menarik. Karena Solidaridad bekerja di kelapa sawit, dan lebih fokus ke petani
individu. Sedikit berbeda antara pekerja di perkebunan karena mereka bekerja
berdasarkan upah. Tetapi kalau di petani individu, petani perempuan sangat terbatas.
Solidaridad memiliki sekolah lapang untuk GAP di sektor kelapa sawit dan keterlibatan
perempuan lumayan hampir 50%, karena mereka ingin tahu rasanya bekerja di kelapa
sawit. Yang Solidaridad kembangkan adalah apa yang petani perempuan bisa lakukan di
rumah tangga, untuk menyisisihkan keperluan rumah tangga dan keperluan di luar rumah
tangga. Dari pengalaman saya, hal yang paling mendasar yaitu sensitivitas gender. Karena
persepsi tentang gender itu tidak merata. Perempuan dan laki-laku memiliki persepsi
yang berbeda.
4. Nelia Latief (Ethical Tea Partnership)
ETP merupakan organisasi pembeli teh internasional. Sedikit sharing dan masukan,
permasalahan tiga isu ini sama, yaitu kurangnya partispasi pekerja perempuan. Dari sisi
konsumen, bagaimana membuat pembeli sensitif tentang gender?
Dini
Oxfam melihat ke seluruh pembeli, baik individual maupun korporasi. Pembeli individual
telah diintervensi lewat kampanye Oxfam. Yang agak sulit adalah pada pembeli besar
atau korporasi, maka caranya adalah dengan desakan kampanye dari pembeli individu. Di
Indonesia masih jarang hal tersebut terjadi, padahal di luar negeri sudah banyak.
5. Rizki Estrada (Perkumpulan Inisiatif)
a. Palm oil – FPIC: Belum bisa membedakan apa perlakuan perusahaan terhadap buruh
dan dengan rumah tangga?
b. Kopi dan kakao: Apakah petani pemilik atau petani buruh yang diintervensi?
Pembedanya bagaimana dalam skala coorperation dan seharusnya pendekatan
berbeda. Dari Swisscontact pada bagian input sampai manufacturing, peran
perempuan tidak terlihat peningkatannya (dari skala rumah tangga sampai
coorperation).
Dini:
Kalau di perusahaan besar digunakan pendekatan yang berbeda. Yang bisa
dipengaruhi dari pekerja perempuan adalah harus melakukan perlindungan. Selain
mendekati industri, ada hal lain untuk menaikan business in human rights. Promoting
9
gender dan Free Prior Informed Consent (FPIC) dilakukan sebelum perusahaan
beroperasi. Setelah perusahaan beroperasi, bagaimana dia melaksanakannya juga
dipantau. Setelah itu peran air dan hubungannya terhadap perempuan juga
diperhatikan. Pendekatan dilakukan pada petani kecil, yang dimulai dari pendekatan
individu ke komunitas.
Putri:
Bekerja sama dengan petani kecil minimal luas satu hektar dan nada juga dibawah
satu hektar. Ada 77.000 petani di bawah kami dan target 130.000 petani di tahun
2030. Pendekatan dalam gender dilakukan terhadap komunitas desa.
Mashadi:
Hivos bekerja dengan petani kecil. Banyak pendekatan melalui kelompok tani,
Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN), dan lain-lain. Dalam training kita mendorong
petani-petani untuk membawa buku sendiri. Dari situ kita bisa melihat militansi para
petani itu seperti apa.
6. Dede Herland (SREGIP)
Tanggapan:
a. Mungkin harus dilihat dan dibedakan petani sebagai small holders dan buruh
perusahaan.
b. Gender mainstreaming tergantung dari komoditas dan wilayah. Contohnya proyek
saya pada komoditas karet, untuk menggarap karet harus subuh hari dan dikerjakan
oleh 80-90% laki-laki. Perbandingan pekerja laki-laki dan perempuan adalah 70:30,
dimana perempuan menyadap karet di siang harinya. Sedangkan untuk komoditas
lada panen dilakukan tiap setahun sekali. Peran perempuan pun juga sangat kental
pada proses harvesting, khususnya pada lada putih.
8. Urwatil Wutsqo (Winrock International)
Sharing tentang proyek coconut di Manado, dimana para bapak fokus pada komoditas
kelapa dan ibu pada komoditas jagung. Ketika melakukan training, yang menjadi
pertanyaan adalah “Mbak, apakah ada duitnya?” Setelah dua tahun proyek berlangsung,
mereka sudah tidak tergantung duit duduk. Mungkin bisa sharing pengalamannya
tentang ‘uang duduk’ tersebut?
a. Dini:
Tidak ada ‘uang duduk’, karena kita bekerja sama dengan kelompok tani dan
kelompok buruh.
b. Putri: Tidak ada ‘uang duduk’, kecuali kita membawa mereka ke luar wilayah.
Kesimpulan
Gender tidak hanya berbicara tentang perempuan. Ketika berbicara tentang gender in value
chain, kita membahas: bagaimana preferensi laki-lakii dan perempuan terkait pereean
masing-masing, bagaimana andil mereka, dan sistem pendukungnya. Bagaimana sistem yang
ada bisa mengadaptasi gender mainstreaming, kita tidak semata-mata membicarakan jumlah
laki-laki dan perempuan, tetapi sistem yang juga melihat gender dalam menjalankan
sistemnya, seperti pemberian kredit kepada petani apakah sistem yang dibentuk sudah
ramah gender atau belum.
10
Rekomendasi untuk Memajukan
Berikut poin-poin yang muncul dari diskusi, sebagai hal yang dibutuhkan untuk memajukan
Mainstreaming Gender






Ada peningkatan kapasitas bagi staf lembaga/organisasi/perusahaan terkait
pemahaman gender, karena bahkan di dalam lembaga/organisasi/perusahaan yang
mendorong mainstreaming gender masih ada yang tidak memahami tentang gender
Ada Evaluasi dan penelitian hasil program (untuk menunjukkan dampak
mainstreaming gender) dan untuk membuat strategi gender dalam mata rantai
pertanian.
Waktu project yang cukup panjang, sehingga bisa mengukur hasil pelatihan serta
melihat transfer pengetahuan dan wacana antar aktor
Strategi untuk mengintegrasikan aspek Gender-Based Violence (GBV) dalam
pelatihan Gender in Value Thain
Strategi untuk mempengaruhi konsumen, dan pembeli besar atau korporasi agar
sensitif gender
Tips dan Trik untuk memilih ‘champion’ yang memiliki rasa ingin tahu dan ingin
menerapkan konsep gender
Resource
Happy Family Happy Coffee Toolkit (Hivos)
https://www.sustainabilityxchange.info/en/documents/happy-family-happy-coffee-toolkit
Behind the Brand (Oxfam)
www.behindthebrands.org
Gender in Value Chain Toolkit (AgriProFocus)
http://agriprofocus.com/downloads-genderinvc
Pengumuman Gender in Value Chain Trajectory
Ketimpangan gender di rantai nilai pertanian cukup mengkhawatirkan. Persoalan ini hanya
bisa ditangani dengan keterlibatan pihak-pihak dalam rantai nilai. Oleh karena itu pendekatan
yang sensitif gender perlu dilakukan di sepanjang rantai nilai.
Tahun 2017 AgriProFocus Indonesia menyelenggarakan Gender in the Value Chains Trajectory
untuk mempersiapkan pelaku rantai nilai mengembangkan pendekatan yang sensitif gender.
Informasi lengkap tentang pelatihan ini bisa dilihat di www.agriprofocus.com/genderindonesia
11
Lampiran 1 : Daftar Peserta
No
1
2
3
4
Nama Lengkap
Ana Saleh
Dede Herland
Devi R. Ayu
Gabriella Augusta Hutagalung
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Juanita Mandagi
Kussastri
Leo Mualim
M. Nursholiqin
Mariska Sukmajaya
Mia Mochtar
Muslikha
Nadira Irdiana
Nelia Latief
Neveauty Goentoro
Nurmaya Arofah
Rahmi Purnomowati
Rendra Kusuma Wijaya
Richard Barus
Rizki Estrada
Rully Hardiansyah
Theresia Iswarini
Triyanto Purnama Adi
Urwatil Wutsqo
Yeni Fitriyanti
Zikrullah
Intan Darmawati
Mashadi
Rini Hanifa
Diyan H.
Nining
Riefza
Ulfa W.
Ari Pujiastuti
Andi Cipta A.
Yenny Widjaja
Lily Batara
Rina Namira Ardilla D.
Indra Nugraha
Dini Widiastuti
Lembaga
The Netherlands Embassy
SREGIP
Hivos SEA
WAMTI- Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan
Indonesia
Solidaridad
Kebun Pancoran
Rabobank
Individual
Rabobank Indonesia
Hivos
WAMTI
Plan International Indonesia
Ethical Tea Partnership
Coop Indonesia Foundation
Pusat Studi Gender & Anak UIN Syahid Jakarta
Pusat Studi Gender & Anak UIN Syahid Jakarta
FIELD Indonesia
Rabobank
Perkumpulan Inisiatif
Pribadi
Hivos
FIELD Indonesia
Hi-Farm
Solidaridad Network Indonesia
WAMTI
Hivos
Independent
Swantara
SPK
Trubus
SNV
Oxfam
Oxfam
KRKP
GO-JEK Indonesia
Mongabay
Oxfam
[]
12
Download