hubungan peran petugas kesehatan dan media

advertisement
HUBUNGAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN MEDIA
INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA
IBU PASCA NIFAS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PEUKAN BADA
KABUPATEN ACEH BESAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi
Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Oleh :
NUR ASRI
NIM : 121010210049
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PRODI
DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH
TAHUN 2013
ABSTRAK
HUBUNGAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN MEDIA
INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA
IBU PASCA NIFAS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PEUKAN BADA
KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2013
Nur Asri¹, Cut Yuniwati²
xii + 47 halaman : 6 tabel, 1 gambar, 11 lampiran
Latar Belakang : Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa enam minggu
adalah waktu rata-rata bagi para perempuan pasca persalinan untuk mulai melakukan
hubungan seks (Aprilia, 2011). Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan seksual
pasca persalinan adalah kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan (Ayurai,
2009). Studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar, 7 dari 10 orang ibu pasca nifas tidak melakukan hubungan
seksual seksual setelah melahirkan.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media
Informasi dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat analitik
restrospektif dengan pendekatan cross sectional, dengan populasi seluruh ibu pasca nifas
(40 hari atau 6 minggu sampai 2 bulan setelah melahirkan) yang ada di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar pada bulan Januari sampai dengan Mei
Tahun 2013 yang berjumlah 60 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah total sampling. Cara pengumpulan data dengan cara membagikan kuesioner.
Analisis data menggunakan uji statistik chi-square.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu pasca nifas tidak
melakukan hubungan seksual pasca nifas (61,7%), terdapat hubungan antara peran
petugas kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas (P=0,013), dan terdapat
hubungan antara media informasi dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas
(P=0,004).
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara peran petugas kesehatan dan media informasi
dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas.
Saran : Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk memberikan informasi kepada ibu
yang baru melahirkan mengenai hubungan seksual pasca nifas.
Kata Kunci
Sumber
: Media, Peran Petugas Kesehatan, Perilaku Seksual Pasca nifas
: 27 buku (1990-2012), 8 situs internet (2009-2011)
¹Mahasiswi Prodi D IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
²Dosen Pembimbing Prodi D IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
ABSTRACK
THE ROLE OF HEALTH PERSONNEL RELATIONS AND MEDIA
INFORMATION WITH SEXUAL BEHAVIOR IN WOMEN
AFTER CHILDBIRTH ON WORKING AREA
HEALTH CENTER PEUKAN BADA
ACEH BESAR DISTRICT
IN 2013
Nur Asri¹, Cut Yuniwati²
xii + 47 pages : 6 tables, 1 figure, 11 attachments
Background : A study in Australia found that six weeks is the average time for
postpartum women to start having sex (Aprilia, 2011). One of the factors that affect
sexual intercourse postpartum is the lack of information about sex after childbirth
(Ayurai, 2009). Preliminary studies conducted in the Work Area Health Center Peukan
Bada Aceh Besar district, 7 of the 10 mothers after childbirth sexual abstinence after
childbirth.
Objective : To know the role of Health Personnel Relations and Media Information with
Sexual Behavior In women after childbirth On Working Area Health Center Peukan Bada
Aceh Besar district in 2013.
Methods : This study is a retrospective analytic survey with a cross-sectional approach,
the entire population of mothers after childbirth (40 days or 6 weeks to 2 months after
birth) in the Work Area Health Center Peukan Bada Aceh Besar district in January to to
May in 2013, amounting to 60 people. Sampling technique in this study is the total
sampling. The data collected by distributing questionnaires. Statistical data analisys using
chi-square test.
Results: The results showed that the majority of post- post-partum mothers did not have
sexual relations after childbirth (61.7 %), there is a relationship between the role of health
workers with sexual behavior in women after childbirth (P=0.013), and there is a
relationship between the media with information sexual behavior in women after
childbirth (P=0.004).
Conclusion : There is a relationship between the role of health professionals and the
media with information on the sexual behavior of mothers after childbirth.
Suggestion : It is expected that health workers to provide information to new mothers
about sexual intercourse after childbirth.
Keywords : Media, The Role of Health Personnel, Sexual Behavior Post-childbirth
Sources : 27 books (1990-2012),8 Internet site (2009-2011)
Prodi student¹ D IV Midwifery STIKes U'Budiyah Banda Aceh
Prodi D² Supervisor IV Midwifery STIKes U'Budiyah Banda Aceh
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan
karunia-Nya peneliti telah dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul :
“Hubungan Peran Pertugas Kesehatan dan Media Informasi dengan
Perilaku Seksual pada Ibu Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar”.
Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengangkat
derajat kaum wanita dan yang telah mengantarkan manusia dari alam kebodohan
ke alam yang berilmu pengetahuan. Serta kepada keluarga, sahabat dan orangorang yang senantiasa mengikuti ajaran Beliau.
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan Diploma IV Kebidanan Yayasan U'Budiyah
Banda Aceh.
Dalam menyusun Skripsi ini, peneliti banyak menemukan hambatan dan
kesulitan, tetapi berkat adanya bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua
pihak, maka penelitian Skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu peneliti ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada : Ibu Cut Yuniwati, SKM, M. Kes selaku pembimbing yang telah memberi
arahan dan saran serta bimbingan selama penyusunan Skripsi ini. Serta ucapan
terima kasih peneliti kepada :
1. Bapak Dedi Zefrizal, ST, selaku Ketua Yayasan U'Budiyah Banda Aceh.
2. Ibu Marniati, M. Kes, selaku Ketua STIKes U'Budiyah Banda Aceh.
3. Ibu Cut Rosmawar, S.ST, selaku Ketua Program Studi D-IV Kebidanan
STIKes U'Budiyah Banda Aceh.
4. Ibu Fithriany, S.SiT, M.Kes dan Ibu Eva Purwita, S.ST, M.Keb, selaku Penguji
I dan II yang telah memberikan banyak arahan dalam perbaikan Skripsi ini.
5. Bapak Kepala Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar yang telah
memberi izin dan bantuan dalam melekukan penelitian Skripsi ini.
6. Para Dosen dan seluruh Staf pendidikan STIKes U'Budiyah Banda Aceh.
7. Suami dan putra tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan material
dan terima kasih peneliti ucapkan kepada seluruh keluarga yang telah
memberikan semangat pada peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan
D-IV Kebidanan.
8. Kepada teman-teman rekan kerja dan teman seperjuangan yang telah banyak
memberi bantuan dan dorongan pada peneliti selama penelitian Skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritikan dan saran untuk
perbaikan Skripsi ini.
Akhir kata peneliti memanjatkan doa semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmatNya kepada kita semua. Amien yaa rabbal'alamin.
Banda Aceh, 29 Agustus 2013
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
ABSTRACT ....................................................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN................................................................
iv
PENGESAHAN PENGUJI ...........................................................................
v
KATA PENGANTAR....................................................................................
vi
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan Penelitian.....................................................................
D. Manfaat Penelitian...................................................................
1
1
7
7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
A. Perilaku....................................................................................
B. Peran Petugas Kesehatan.........................................................
C. Media Informasi ......................................................................
D. Seksualitas...............................................................................
E. Masa Nifas danSeksualitas......................................................
F. Kerangka Konsep ....................................................................
G. Hipotesa ...................................................................................
9
9
11
14
18
20
25
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ................................................
A. Jenis Penelitian........................................................................
B. Populasi dan Sampel ...............................................................
C. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................
D. Definisi Operasional................................................................
E. Tehnik Pengumpulan Data ......................................................
F. Instrumen Penelitian................................................................
G. Pengolahan dan Analisa Data..................................................
27
27
27
28
28
29
29
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................
A. Gambaran Lokasi penelitian...................................................
B. Hasil Penelitian.......................................................................
C. Pembahasan ............................................................................
34
34
35
39
BAB V
PENUTUP ....................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................
B. Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
44
44
44
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional .....................................................................
28
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas Di
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013....................................................................................
35
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 .....
35
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Media Informasi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013........................ 36
Tabel 4.4 Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Perilaku Seksual Pada
Ibu Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.............................................. 36
Tabel 4.5 Hubungan Media Informasi Dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca
Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2013.......................................................................... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep .........................................................................
26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
: Lembaran Permohonan Menjadi Responden
Lampiran
2
: Lembaran Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran
3
: Kuesioner Penelitian
Lampiran
4
: Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran
5
: Surat Selesai Pengambilan Data Awal
Lampiran
6
: Surat Izin Penelitian
Lampiran
7
: Surat Selesai Penelitian
Lampiran
8
: Master Tabel
Lampiran
9
: Uji Statistik
Lampiran
10
: Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran
11
: Biodata Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibu postpartum juga disebut ibu yang masih berada dalam masa nifas,
yaitu masa setelah persalinan, yang dikenal dengan peurperium. Masa inilah yang
dipakai sebagai waktu pemulihan dan biasanya dianggap berlangsung 6-9 minggu
karena uterus (rahim) memerlukan waktu sekian lama untuk dapat kembali hampir
pada ukuran, bentuk dan posisi pra hamilnya di panggul. Pemeriksaan pasca
bersalin dijadwalkan pada akhir masa nifas dan sampai pada beberapa waktu
berselang, pasangan suami istri dinasehatkan untuk tidak melakukan hubungan
suami istri selama masa nifas (Einsenberg, 1996).
Hubungan seks pasca melahirkan dapat dengan aman dilakukan setelah
cairan masa nifas yang dikeluarkan dari vagina (lokhea) sudah berhenti. Lokhea
yaitu adanya pengeluaran darah dan jaringan decidua yang nekrotic dari dalam
uterus selama nifas. Jumlah dan warna lokhea akan berkurang secara progresif. Ini
biasanya terjadi sekitar tiga minggu setelah bayi lahir. Selain faktor psikis dalam
hal yang sangat penting lainnya adalah faktor fisik. Bila seorang ibu dalam
melahirkan mengalami episiotomi mungkin akan timbul rasa nyeri yang tidak
nyaman selama beberapa minggu selama persalinan (Einsenberg, 1996).
Banyak wanita setelah melahirkan, merasa cemas atau takut untuk
berhubungan seksual lagi dengan pasangannya. Banyak perempuan yang merasa
tidak berhasrat untuk melakukan senggama pasca persalinan, karena takut
terhadap rasa nyeri yang mungkin ditimbulkannya. Waktu yang dibutuhkan oleh
seorang perempuan untuk mengembalikan gairahnya seperti semula, sangat
bergantung kepada pengalaman persalinannya (apakah persalinan normal atau
dengan cara caesar). Pada banyak pasangan, perubahan karena kehamilan dapat
menganggu keseimbangan dalam hubungan mereka, terutama dalam hubungan
seksual. Begitu juga setelah persalinan. Sehingga muncul banyak pertanyaan,
kapan seks yang aman setelah melahirkan sehingga tidak mengganggu
keharmonisan rumah tangga (Thamrin, 2007).
Alasan utama menghindari senggama pasca persalinan (sebelum nifas
selesai) adalah untuk memberi peluang bagi jaringan genital wanita agar segera
sembuh, terutama jika mengalami episiotomi atau guntingan untuk mempelebar
jalan lahir sehingga membantu memperlancar bayi keluar. Mencegah timbulnya
infeksi merupakan alasan selanjutnya. Perlu diketahui pula bahwa masa setelah
melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari, menurut hitungan awam, merupakan
masa nifas yang penting untuk terus dipantau (Aprilia, 2011).
Nifas merupakan masa pembersihan rahim, sama halnya seperti masa haid.
Darah nifas mengandung trombosit, sel-sel degeneratif, sel-sel mati, dan sel-sel
endometrium sisa. Oleh sebab itu, pemeriksaan ulang pasca persalinan biasanya
dilakukan setelah enam minggu adalah waktu dimana rahim telah kembali pada
ukuran sebelum hamil. Pengecilan rahim adalah perubahan fisik utama pasca
persalinan yang terakhir (Aprilia, 2011).
Waktu untuk memulai kembali hubungan didalam pemulihan vagina yang
normal dengan kelahiran melalui episiotomi adalah 40 hari dan dalam operasi
sesar adalah 10 hari postpartum. Permasalahan yang paling umum di dalam
kelompok episiotomi telah berkurangnya libido (80 %), ketidakpuasan seksual (65
%), dan bentuk vaginal yang berubah (55 %) (Einsenberg, 1996).
Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa enam minggu adalah
waktu rata-rata bagi para perempuan pasca persalinan untuk mulai melakukan
hubungan seks. Tetapi penelitian tersebut juga menemukan bahwa sekitar
setengah dari mereka yang memiliki masalah sejak awal, terus mengalaminya
selama tahun pertama pasca persalinan (Aprilia, 2011).
Penelitian lain menemukan, 20 % perempuan yang baru pertama kali
melahirkan membutuhkan waktu 6 bulan untuk merasa nyaman secara fisik saat
bersenggama, dengan waktu rata-rata sekitar 3 bulan. Beberapa minggu dan bulan
pasca persalinan, hasrat seorang perempuan untuk bersenggama mungkin
berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini sangatlah wajar, karena
mereka mungkin mendapati bahwa penyembuhan luka yang mereka alami belum
cukup baik, sehingga sulit untuk mendapatkan kenikmatan dari bercinta (Aprilia,
2011).
Sebuah riset di Indonesia yang melibatkan wanita yang baru melahirkan
menunjukkan bahwa 20 % dari wanita tersebut hanya punya sedikit atau sama
sekali tidak bergairah untuk melakukan hubungan seks hingga tiga bulan pasca
melahirkan. Sedangkan 21 % lainnya mengaku tidak memiliki keinginan untuk
bercinta (Admin, 2011).
Dr. Hettherington dalam Soulmateyuni (2008) menjelaskan bahwa wanita
merasa sakit melakukan hubungan seksual saat setelah enam bulan. Bahkan ada
pula hasil penelitian yang menunjukkan setelah setahun melahirkan dan menjalani
episiotomi 16 % wanita masih sakit sehingga merasakan tidak nyaman dalam
berhubungan.
Sering kali kata seks dan seksualitas digunakan dalam pengertian yang
tidak benar, karena pengertian yang salah akibat informasi yang tidak benar, maka
persepsi banyak orang tentang seks tentu menjadi salah. Kesalahan persepsi itu
kemudian diperburuk oleh mitos tentang seks yang beredar di masyarakat.
Akhirnya pengertian diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual yang buruk,
yang menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi hubungan seksual pasca persalinan adalah kurangnya informasi
tentang seks setelah melahirkan (Ayurai, 2009).
Kebutuhan informasi dan konseling tentang kehidupan seksual dan
kontrasepsi merupakan salah satu pertanyaan yang banyak diajukan pada pasca
persalinan. Ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar ibu menghindari
hubungan seksual selama hamil sampai dengan sesudah persalinan. Kelelahan dan
gangguan tidur adalah keluhan yang sering menyebabkan terjadinya penurunan
libido. Kembalinya perilaku seksual pada umumnya akan berjalan lambat
(Adithya, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Yulaikah (2010) pada ibu pasca nifas di
Puskesmas Pakel Kabupaten Tulungangung, dari jumlah sampel sebanyak 100
orang responden, didapatkan hasil bahwa ada pengaruh konseling terhadap
perilaku hubungan seksual setelah nifas.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tamrin (2011) pada ibu pasca
nifas (6 minggu sampai 3 bulan setelah melahirkan) di BPS Hj. Sri Harti Suroso
Surabaya, dari 30 responden didapatkan hasil bahwa minat melakukan hubungan
seksual pasca nifas adalah cukup. Berbagai faktor yang mempengaruhi seperti
semakin banyaknya media informasi yang tersedia, hanya saja responden belum
aktif untuk mencari informasi sehingga membuat minat ibu pasca nifas cukup
untuk dapat menentukan minat apakah berminat atau menolak terhadap hubungan
seksual pasca nifas.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2005) dalam Adithya (2011),
hubungan seksual pasca nifas lebih banyak terjadi di pedesaan, terutama golongan
menengah kebawah, karena kurangnya sumber informasi yang didapat.
Sedangkan masyarakat di perkotaan, hubungan seksual pasca nifas terjadi lebih
sedikit karena sudah banyaknya sumber informasi, dari hasil folling realitas
kehidupan ibu-ibu nifas di Kabupaten Bandung 3% dari 15 orang ibu nifas yang
pernah melakukan hubungan seksual pasca nifas dan tidak mengetahui apa
resikonya.
Menurut
Notoatmodjo
(2008),
semakin
banyak
informasi
dapat
mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan
menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
Menurut Djuarno (2011), perkembangan media informasi juga sebanding
dengan pengaruhnya yang semakin kuat terhadap dunia globalisasi saat ini.
Pengaruh media sekarang bahkan turut dalam membentuk karakter, perilaku,
hingga gaya hidup seseorang.
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan
ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan faktor kesehatan demografi seperti status
sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, paritas), faktor pendukung (tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan, keadaan lingkungan), faktor
pendukung (sikap dan perilaku daripada petugas kesehatan).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurfadillah (2008), didapatkan hasil bahwa
ibu yang tidak melakukan hubungan seksual pasca nifas lebih besar dijumpai pada
ibu yang berpengetahuan kurang (71 %), ibu yang berusia 20-35 tahun (68 %),
dan pada ibu yang melahirkan anak 2-5 kali (87 %).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, jumlah ibu pasca nifas pada
Bulan Januari sampai dengan Mei Tahun 2013 adalah 60 orang. Dari hasil
wawancara yang telah peneliti lakukan, 7 dari 10 orang ibu pasca nifas tidak
melakukan hubungan seksual setelah melahirkan karena merasa takut. Ketakutanketakutan tersebut datang dari berbagai sebab seperti diantaranya takut nyeri,
khawatir hamil lagi, dan lain-lain.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah karena kurangnya
informasi tentang seks setelah melahirkan. Padahal secara fisik, ibu pasca nifas
aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri atau
setelah 40 hari (6 minggu) setelah melahirkan, serta hubungan seksual aman
setelah penggunaan kontrasepsi segera sebelum melakukan hubungan seksual.
Oleh karena itu, peran petugas kesehatan sangat diharapkan untuk memberikan
konseling atau penyuluhan kepada ibu tentang hubungan seksual pasca nifas.
Selain itu, media informasi juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan ibu
tentang hubungan seksual pasca nifas.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi dengan
Perilaku Seksual pada Ibu Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yaitu “ Adakah Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi dengan
Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013?”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan
Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi dengan Perilaku Seksual Pada
Ibu Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan peran petugas kesehatan dengan perilaku
seksual pada ibu pasca nifas
b. Untuk mengetahui hubungan media informasi dengan perilaku seksual pada
ibu pasca nifas
D. Manfaat
1. Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan ilmu yang di dapat pada saat kuliah,
dilapangan dan dapat membuat suatu perbandingan antara teori-teori dengan
praktek khususnya mengenai Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media
Informasi dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswi
selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di STIkes U’Budiyah Banda Aceh
khususnya Program Studi Kebidanan, sekaligus sebagai bahan bacaan di
perpustakaan.
3. Bagi Lokasi Penelitian
Sebagai
sumber
informasi
untuk
menambah
pengetahuan ibu pasca nifas tentang hubungan seksual.
wawasan
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berperilaku
dalam segala aktivitas, banyak hal yang mengharuskan berperilaku. Jadi,
perilaku timbul karena dorongan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
(Purwanto, 1999).
Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi
dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku
baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi,
yakni yang disebut rangsangan (Notoatmodjo, 2003).
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, Notoatmodjo (2007)
membedakan perilaku menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (Convert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut Covert Behavior,
misalnya : seorang ibu yang tahu pentingnya menjaga kebersihan untuk
kesehatan.
b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut Overt Behavior, misalnya :
seorang ibu yang membersihkan rumahnya setiap hari.
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), kesehatan
dipengaruhi oleh faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor non perilaku (non behavior causes). Sedangkan perilaku kesehatan
ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (faktor internal), faktor
pendukung, dan faktor pendorong (faktor eksternal).
a. Faktor
predisposisi
(predisposing
factor),
yang
terwujud
dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan faktor
kesehatan demografi seperti status sosial ekonomi, usia, jenis kelamin,
paritas. Meskipun faktor demografi merupakan faktor predisposisi, namun
faktor tersebut tidak mudah dipengaruhi oleh program pendidikan.
b. Faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalam lingkungan fisik
(tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan, keadaan
lingkungan.
c. Faktor pendukung (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku daripada petugas kesehatan.
B. Peran Petugas Kesehatan
Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi sosial
tertentu agar memenuhi harapan. Peran petugas kesehatan adalah suatu kegiatan
yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
(Setiadi, 2008).
Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun
masyarakat.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan
kesehatan. Sedangkan menurut PP No. 32 Tahun 1996, yang dimaksud petugas
dalam kaitannya dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan keteknisian medis (Medica, 2012).
Mubarak (2011) mengatakan, peran bidan yang dimaksud adalah cara
untuk menyatukan aktifitas bidan dalam praktik dan telah menyelesaikan
pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab kebidanan secara profesional.
Bidan profesional tidak hanya dilihat dari kemampuan menjaga dan
merawat
klien,
tetapi
juga kemampuan
memberikan
pelayanan
secara
menyeluruh, baik dari aspek biologis, psikologis, sosial serta spiritual dengan
penuh semangat yang diiringi dengan senyuman ikhlas dan tulus (Mubarak,
2011).
Adapun peran bidan dalam promosi kesehatan menurut Novita (2012)
adalah sebagai berikut :
1. Peran Sebagai Advokator
Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang/ badan organisasi
yang di duga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau
kelancaran suatu kegiatan. Bentuk kegiatan advokator, antara lain adalah :
a. Seminar
b. Bidan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya
c. Bidan menyampaikan masalah kesehatan menggunakan media dalam
bentuk lisan, artikel, berita, diskusi, penyampaian pendapat untuk
membentuk opini public.
2. Peran Sebagai Edukator
Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan
pelayanan kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan agar mereka
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
3. Peran Sebagai Fasilitator
Bidan
mempunyai
tanggung
jawab
untuk
menciptakan,
mengkondisikan iklim kelompok ang harmonis, serta menfasilitasi terjadinya
proses saling belajar dalam kelompok.
4. Peran Sebagai Motivator
Upaya yang dilakukan bidan sebagai pendamping adalah menyadarkan
dan mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat
mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah itu.
Menurut Ayurai (2009), salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan
seksual pasca persalinan adalah kurangnya informasi tentang seks setelah
melahirkan.
Kebutuhan informasi dan konseling tentang kehidupan seksual dan
kontrasepsi merupakan salah satu pertanyaan yang banyak diajukan pada pasca
persalinan. Ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar ibu menghindari
hubungan seksual selama hamil sampai dengan sesudah persalinan (Adithya,
2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Yulaikah (2010) pada ibu pasca nifas di
Puskesmas Pakel Kabupaten Tulungangung, dari jumlah sampel sebanyak 100
orang responden, didapatkan hasil bahwa ada pengaruh konseling terhadap
perilaku hubungan seksual setelah nifas.
Tenaga kesehatan seperti perawat, bidan dan dokter merupakan sumber
informasi yang tampak dan kompeten bagi klien yang ingin meningkatkan kondisi
fisik dan psikologisnya. Tenaga kesehatan memberikan informasi dan
keterampilan dan dapat mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat. Hal
ini dapat dilakukan di sekolah, rumah, klinik atau tempat kerja. Sebagai contoh
bidan mengajarkan perubahan fisik dan psikologis wanita dan perkembangan
janin bagi calon orang tua (Potter dan Perry, 2009).
Promosi kesehatan bukan hanya kegiatan penyadaran masyarakat atau
pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tetapi juga
merupakan upaya-upaya dalam memfasilitasi perubahan perilaku kesehatan yang
diinginkan. Informasi yang diberikan bukan hanya melakukan perubahan perilaku
saja melainkan juga upaya perubahan lingkungan, sosial budaya, politik dan
ekonomi (Setiawati, 2008).
Promosi kesehatan juga merupakan suatu proses yang mempunyai
masukan (input) dan keluaran (output). Suatu proses pemberian informasi
kesehatan yang bertujuan tercapainya tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku
yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut disamping faktor
masukannya sendiri juga faktor metode, faktor materi atau pesannya, petugas
yang melakukannya, alat-alat bantu/alat peraga pendidikan yang dipakai
(Notoatmodjo, 2007).
C. Media Informasi
Menurut Moeliono (1990), informasi adalah penerangan, keterangan,
pemberitahuan, kabar atau berita (tentang). Selanjutnya informasi sebagai
keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau
kesimpulan.
Menurut
Notoatmodjo
(2003),
seseorang
atau
masyarakat
dapat
memperoleh pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam media informasi.
Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda di dalam
membantu permasalahan seseorang. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur
informasi, media ini dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan informasi kesehatan
sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
a.
Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
b.
Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat
maupun gambar, atau kombinasi.
c.
Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet, tetapi tidak berlipat.
d.
Flip chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasiinformasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk
buku di mana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan lembaran
baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan
dengan gambar tersebut.
e.
Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas
suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f.
Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat
umum dan sebagainya.
g.
Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan
2. Media eletronik
Media eletronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi-informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya antara lain:
a. Televisi
Penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media televisi dapat
dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau Tanya jawab masalah
kesehatan, ceramah, TV sport, kuis atau cerdas cermat dan sebagainya.
b. Radio
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio juga dapat
bermacam-macam bentuknya, antara lain obrolan (Tanya jawab), sandiwara
radio, ceramah, radio spot dan sebagainya.
c. Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui video.
d. Slide
Slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasiinformasi kesehatan.
e. Internet
3. Media papan
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi
dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan di sini
juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran yang ditempel pada
kendaraan-kendaraan umum.
Sedangkan Cangara (2000) menyatakan media massa adalah alat yang
digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima)
dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanik seperti televisi, radio, film
dan surat kabar/ majalah. Karakteristik media informasi adalah :
Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak
orang.
a. Bersifat satu arah, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena
memiliki kecepatan.
b. Memiliki peralatan teknis atau mekanis, seperti televisi, radio, dll.
c. Bersifat terbuka, artinya pesan dapat diterima oleh siapa saja.
Penelitian yang dilakukan oleh Tamrin (2011) pada ibu pasca nifas (6
minggu sampai 3 bulan setelah melahirkan) di BPS Hj. Sri Harti Suroso Surabaya,
dari 30 responden didapatkan hasil bahwa minat melakukan hubungan seksual
pasca nifas adalah cukup. Berbagai faktor yang mempengaruhi seperti semakin
banyaknya media informasi yang tersedia, hanya saja responden belum aktif
untuk mencari informasi sehingga membuat minat ibu pasca nifas cukup untuk
dapat menentukan minat apakah berminat atau menolak terhadap hubungan
seksual pasca nifas.
Sedangkan menurut Profil Kesehatan Indonesia (2005) dalam Adithya
(2011), hubungan seksual pasca nifas lebih banyak terjadi di pedesaan, terutama
golongan menengah kebawah, karena kurangnya sumber informasi yang didapat.
Sedangkan masyarakat di perkotaan hubungan seksual pasca nifas terjadi lebih
sedikit karena sudah banyaknya sumber informasi, dari hasil folling realitas
kehidupan ibu-ibu nifas di Kabupaten Bandung 3% dari 15 orang ibu nifas yang
pernah melakukan hubungan seksual pasca nifas dan tidak mengetahui apa
resikonya.
Dengan demikian media massa dapat dikatakan sebagai media
pembelajaran untuk memperoleh informasi dan menambah wawasan pengetahuan
karena mengandung pesan yang sederhana sampai pesan yang kompleks
(Cangara, 2000).
D. Seksualitas
1. Pengertian Seks dan Seksualitas
Freud (menjelang akhir abad ke-19) menyatakan seks adalah naluri
asasi manusia, dan harus dapat dinikmati kedua belah pihak. Para peneliti ilmu
jiwa lainnya memperkuat pendapat Freud dengan menambah, seks haruslah
tidak sekedar tindakan bersenggama secara fisik, tetapi melibatkan pula emosi
kedua pasangan. Dengan kata lain, kedua belah pihak perlu memahami dan
sepenuhnya melibatkan diri dalam tindakan seksual, demi mengembangkan
hubungan mereka sendiri (Llewellyn and Jones, 2005).
Seringkali kata “seks” dan “seksualitas” digunakan dalam pengertian
yang tidak benar, kata “seks” lebih sering digunakan dari pada “seksualitas”
padahal kedua kata tersebut berbeda sama sekali walaupun ada hubungan yang
erat satu sama lain (Martaadisoebrata, 2005).
Informasi yang salah menyebabkan pengertian dan persepsi masyarakat
tentang seks menjadi salah pula. Seks sebenarnya mengandung pengertian
kelamin secara biologis, yaitu organ kelamin pria dan wanita. Sementara itu,
seksualitas mengandung pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan
seks. Termasuk didalamnya nilai, orientasi, dan perilaku seksual, dan sematamata organ kelamin secara biologis (Martaadisoebrata, 2005).
2. Hubungan Seksual
Dalam bahasa latin, hubungan seksual disebut coitus : co, bersama dan
ire, pergi, sehingga artinya pergi bersama (Llewellyn and Jones, 2005).
Sedangkan menurut Wiknjosastro (1999), istilah seks dan seksualitas, yang
belum ada sinonimnya dalam bahasa Indonesia, mempunyai arti kata yang
sempit (bersatunya tubuh antara wanita dan pria). Seksualitas, reaksi dan
tingkah laku seksual didasari dan dikuasai oleh nilai-nilai kehidupan manusia
yang lebih tinggi. Pada manusia, seksualitas dapat dipandang sebagai pencetus
dari hubungan antar individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah
menjadi dasar kehidupan bersama antara dua insan. Dengan demikian dalam
hubungan seksual tidak hanya alat kelamin dan daerah erogen yang pegang
peranan, melainkan juga psikis dan emosi.
E. Masa Nifas dan Seksualitas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang
artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan
(Saleha, 2009).
Menurut Sulistyawati (2009) masa nifas (puerperium) adalah masa
yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu.
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2009), masa nifas dibagi menjadi 3 (tiga) tahap,
yaitu sebagai berikut :
a. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial
Peurperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia, yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
3. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Uterus
Perubahan-perubahan pada alat genetalia (dalam dan luar) secara
keseluruhannya disebut involusi. Disamping involusi terjadi juga
hemokonsentrasi dan laktasi. Laktasi terjadi karena pengaruh Lactogenic
Hormone (LH) dari kelenjar hipofise. Setelah janin lahir, besar rahim kirakira setinggi pusat ibu, segera setelah plasenta lahir, tinggi rahim lebih
kurang 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke 5 pasca melahirkan rahim
setinggi 7 cm diatas tulang kemaluan atau setengah jarak tulang kemaluan
sampai pusat, sesudah 12 jari rahim tidak dapat diraba lagi diatas tulang
kemaluan (Suparyanto, 2011).
b. Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lochea berbau amis atau anyir dengan volume yang
berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap
menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan warna dan
volume karena adanya proses involusi (Sulistyawati, 2009).
c. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,
sementara labia menjadi lebih menonjol (Sulistyawati, 2009).
d. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post
natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya,
sekalipun
tetap
lebih
kendur
daripada
keadaan
sebelum
hamil
(Sulistyawati, 2009).
4. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang
juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ibu mengalami
stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan
asimilasi terhadap bayinya, berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap
pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan
perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar biasa sekarang
untuk menjadi seorang ibu (Sulistyawati, 2009).
Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku
dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran (Sulistyawati, 2009).
5. Seksualitas Masa Nifas
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam
vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk
melakukan hubungan seksual sampai batas waktu tertentu, misalnya setelah 40
hari atau 6 minggu setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan
yang bersangkutan (Sulistyawati, 2009).
Menurut Close (2008) banyak wanita tidak bergairah untuk melakukan
hubungan seks pada minggu-minggu pertama dan bulan-bulan awal setelah
melahirkan. Hal ini bahkan mungkin dialami oleh wanita yang sebelumnya
mempunyai dorongan seksual yang kuat, tidak ada satu penyebab khusus tetapi
banyak faktor yang mempengaruhi yaitu :
a. Ada pasangan suami istri yang berpendapat bahwa hal itu tidak dapat
diterima dari segi kebersihan.
b. Kelahiran bayi untuk sementara bisa menjadi pengalaman yang
menimbulkan stess dan bahkan traumatik.
c. Wanita yang mengalami persalinan yang sulit atau rumit dan yang
memerlukan pertolongan obstetri untuk dapat kembali normal secara
menyeluruh.
Menurut Bahiyatun (2009) hal-hal yang mempengaruhi seksual pada
masa nifas, yaitu :
a. Intensitas respons seksual berkurang karena perubahan faal tubuh. Tubuh
menjadi tidak atau belum sensitif seperti semula.
b. Rasa lelah akibat mengurus bayi mengalahkan minat untuk bermesraan.
c. Bounding dengan bayi menguras semua cinta kasih, sehingga waktu tidak
tersisa untuk pasangan.
d. Kehadiran bayi di kamar yang sama membuat ibu secara psikologis tidak
nyaman berhubungan intim.
e. Pada minggu pertama setelah persalinan, hormon estrogen menurun yang
mempengaruhi sel-sel penyekresi cairan pelumas vagina alamiah yang
berkurang. Hal ini menimbulkan rasa sakit bila berhubungan seksual.
Untuk itu, diperlukan pelumas atau rubrikan.
f. Ibu mengalami let down ASI, sehingga respons terhadap orgasme yang
dirasakan sebagai rangsangan seksual saat menyusui. Respons fisiologis ini
dapat menekan ibu, kecuali mereka memahami bahwa hal tersebut adalah
normal.
Adapun solusi untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Bahiyatun
(2009) antara lain adalah sebagai berikut :
a. Bidan biasanya memberi batasan rutin 6 minggu pasca persalinan. Akan
tetapi, jika pasangan ingin lebih cepat, konsultasikan hal ini untuk
mengetahui dengan pasti jenis persalinan, kondisi perineum, luka
episiotomi, dan kecepatan pemulihan sesungguhnya. Jika permintaan
ditolak dokter atau bidan, pasangan hendaknya menaati dan menunggu
hingga 6 minggu pasca persalinan agar tidak menyakitkan ibu secara fisik.
b. Ungkupkan cinta dengan cara lain, seperti dengan duduk berpelukan di
depan TV, menggosok punggung pasangan, dan berdansa berdua. Jika tidak
lelah, dapat membantu melakukan pasangan dengan masturbasi.
c. Program kontrasepsi harus segera dilakukan sebelum hubungan seksual
karena ada kemungkinan hamil kembali dalam kurun waktu kurang dan 6
minggu (kontrasepsi untuk mencegah kehamilan).
F. Kerangka Konsep
Ayurai (2009) mengatakan, salah satu faktor yang mempengaruhi
hubungan seksual pasca persalinan adalah kurangnya informasi tentang seks
setelah melahirkan.
Berdasarkan teori menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003),
perilaku kesehatan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi
(pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan faktor kesehatan
demografi seperti status sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, paritas), faktor
pendukung (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan,
keadaan lingkungan), faktor pendukung (sikap dan perilaku daripada petugas
kesehatan).
Disini peneliti hanya meneliti variabel peran petugas kesehatan dan
media informasi. Untuk lebih jelas, kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Variabel Independent
Variabel Dependent
Peran Petugas
Kesehatan
Perilaku Seksual
Pada Ibu Pasca Nifas
Media
Informasi
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
G. Hipotesa
1. Ada hubungan peran petugas kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu
pasca nifas
2. Ada hubungan media informasi dengan perilaku seksual pada ibu pasca
nifas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat analitik
restrospektif dengan pendekatan cross sectional yaitu setiap subjek penelitian
hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran terhadap variabel dilakukan pada
saat yang sama untuk mengetahui hubungan peran petugas kesehatan dan media
informasi dengan perilaku hubungan seksual pada ibu pasca nifas di Wilayah
Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu pasca nifas (40 hari
atau 6 minggu sampai 2 bulan setelah melahirkan) yang ada di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar pada bulan Januari sampai
dengan Mei Tahun 2013 yang berjumlah 60 orang.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling
yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dengan jumlah 60 orang ibu pasca
nifas (40 hari atau 6 minggu sampai 2 bulan setelah melahirkan) yang ada pada
Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 31 Januari sampai dengan 26 Agustus 2013.
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Operasional
Variabel Dependent
1
Perilaku Seksual Tindakan ibu
Pada Ibu Pasca pasca nifas
Nifas
untuk
melakukan
hubungan
seksual setelah
40 hari atau 6
minggu sampai
3 bulan setelah
melahirkan
Variabel Dependent
1
Peran
Petugas Konseling yang
Kesehatan
diberikan oleh
bidan kepada
ibu pasca nifas
tentang
hubungan
seksual
pasca nifas
Cara Ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Ukur
Menyebarkan
Kuesioner - Melakukan
kuesioner
dengan
- Tidak
kriteria :
melakukan
- Melakukan : bila
ibu melakukan
hubungan
seksual setelah
40 hari atau 6
minggu sampai 2
bulan
setelah
melahirkan
- Tidak melakukan
: bila ibu tidak
melakukan
hubungan
seksual setelah
40 hari atau 6
minggu sampai 2
bulan
setelah
melahirkan
Ordinal
Menyebarkan
Kuesioner
kuesioner
dengan
kriteria :
Ordinal
- Ada : bila petugas
ada melaksanakan
perannya.
- Tidak ada : bila
petugas
tidak
melaksanakan
perannya
- Ada
- Tidak ada
2
Media Informasi
Akses informasi
yang diperoleh
ibu pasca nifas
untuk
mengetahui
tentang
hubungan
seksual pasca
nifas
Menyebarkan
Kuesioner
kuesioner
dengan
kriteria :
- Ada
:
bila
mendapatkan
informasi
dari
media
- Tidak ada : bila
tidak mendapatkan
informasi
dari
media
- Ada
- Tidak ada
E. Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
yaitu dengan
menggunakan kuesioner yang dibagikan dan diisi oleh responden. Disini peneliti
di bantu oleh 5 orang Enumerator. Sebagai Enumerator dalam penelitian ini,
peneliti di bantu oleh Bidan Desa yang bertugas di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisi 10 pertanyaan, terdiri dari 1 pertanyaan tentang perilaku seksual pada ibu
pasca nifas, 8 pertanyaan tentang peran petugas kesehatan, dan 1 pertanyaan
tentang media informasi.
Ordinal
G. Pengolahan dan Analisa data
1. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah menurut
Budiarto (2002), sebagai berikut:
a. Editing
Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang telah terkumpul, bila
terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan
diperbaiki dengan pemeriksaan dan pendataan ulang.
b. Coding
Data yang diperoleh di klasifikasikan kemudian diberi kode tertentu untuk
memudahkan pengolahan data.
c. Transfering
Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan sesuai dengan
klasifikasi data.
d. Tabulating
Data yang telah lengkap dihitung sesuai variabel yang dibutuhkan lalu
dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan komputer menggunakan program
komputer, analisi data dilakukan secara statistik deskriptif dan analitik. Analisa
data dilakukan meliputi :
a. Analisa Univariat
Data yang telah dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi
dilakukan presentasi perolehan (P) untuk tiap-tiap kategori dengan
menggunakan rumus oleh Budiarto (2002) sebagai berikut :
P=
Keterangan :
f
X 100%
n
P = Presentasi
f = Frekuensi
n = Jumlah responden
Penilaian hasil ukur menggunakan kriteria penilaian yang terdiri dari
sebagai berikut :
1) Perilaku Seksual Pasca Nifas
a) Nilai 1 : Jika responden melakukan hubungan seksual setelah 40
hari atau 6 minggu sampai 2 bulan setelah melahirkan
b) Nilai 0 : Jika responden tidak melakukan hubungan seksual setelah
40 hari atau 6 minggu sampai 2 bulan setelah melahirkan
2) Peran Petugas Kesehatan
a) Nilai 1
: Jika responden menjawab ya
b) Nilai 0
: Jika responden menjawab tidak
c) Ada
: Jika responden menjawab Ya ≥ 4
d) Tidak Ada
: Jika responden menjawab Ya < 4
3) Media Informasi
a) Ada
: Jika responden mendapat informasi dari media
b) Tidak ada
: Jika responden tidak mendapat informasi dari
media
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel
independent terhadap variabel dependent dengan menggunakan uji statistik
chi square, dengan batas kemaknaan (α=0,05) atau Confiden Level (CL) =
95%. Diolah dengan komputer menggunakan program SPSS. Data masingmasing variabel dimasukkan ke dalam tabel contingency, kemudian tabel
contingency tersebut dianalisa untuk membandingkan antara nilai p-value
dengan nilai α (0,05). Penilaian dilakukan sebagai berikut :
1) Ditolak (Ho) : jika p-value ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan variabel independent dengan variabel dependent.
2) Diterima (Ha) : jika p-value < 0,05 maka dapat disimpulkan ada
hubungan variabel independent dengan variabel dependent.
Menurut Hastono (2010), untuk menentukan p-value Chi-Square Tes
(X2) tabel, memiliki ketentuan sebagai berikut :
1. Bila Chi-Square Tes (X2) tabel terdiri dari tabel 2x2 dijumpai nilai
ekspansi (E) <5, maka p-value yang digunakan adalah nilai yang
terdapat pada nilai Fisher Exact Test.
2.
Bila Chi-Square Tes (X2) tabel terdiri dari tabel 2x2 tidak dijumpai nilai
ekspansi (E) <5, maka p-value yang digunakan nilai yang terdapat pada
nilai Continuity Correction.
3. Bila Chi-Square Tes (X2) tabel terdiri lebih dari tabel 2x2, contohnya
tabel 3x2, 3x3, 3x4, dijumpai nilai ekspansitas (E) <5, maka harus
marger (digabungkan).
4. Bila Chi-Square Tes (X2) tabel terdiri lebih dari tabel 2x2, contohnya
tabel 3x2, 3x3, 3x4, tidak dijumpai nilai ekspansitas (E) <5, maka pvalue yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Pearson ChiSquare.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Puskesmas Peukan Bada adalah sebuah Puskesmas yang berada di wilayah
Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar yang mempunyai luas wilayah
2.473 m³, terletak pada garis 5,2-5,8° Lintang Utara dan 85,0°-95,8° Bujur Timur
dengan jumlah penduduk 4.238 jiwa, laki-laki berjumlah 2594 jiwa dan
perempuan 1614 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 1.922 KK. Jarak
Puskesmas Peukan Bada ke Ibu Kota Kecamatan ± 0,5 Km dan jarak ke Ibu Kota
Provinsi ± 7 Km. Puskesmas Peukan Bada mencakup delapan belas wilayah kerja,
yang meliputi : Desa Lamteh, Lam Lumpu, Kampung Baru, Lamanyang, Lam
Awe, Meunasah Tuha, Lam Ujui, Lam Teungoh, Lam Guron, Lam Badeuk, Lam
Baro Nijid, Lam Pageu, Lam Isek, Gurah, Lam Kumoh, Lam Rukam, Lam Geu
Ue, dan Pulau Bunta. Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Ajuen
2. Sebelah Utara Berbatasan dengan Selat Malaka
3. Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Lam Guron
4. Sebelah Barat Berbatasan dengan Desa Rima Kenerum
B. Hasil Penelitian
Hasil pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 22 Agustus sampai
dengan 26 Agustus 2013 di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada dengan 60
orang responden, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Analisa Univariat
a. Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas Di Wilayah
Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013
Perilaku Seksual Pada Ibu
Frekuensi
Pasca Nifas
1
Melakukan
23
2
Tidak Melakukan
37
Total
60
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
No
Persentase
38,3
61,7
100
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ibu pasca nifas (6 minggu atau
40 hari sampai 2 bulan setelah melahirkan) mayoritas tidak melakukan
hubungan seksual pasca nifas yaitu sebanyak 37 responden (61,7 %).
b. Peran Petugas kesehatan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013
No
1
2
Peran Petugas Kesehatan
Frekuensi
Ada
21
Tidak Ada
39
Total
60
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Persentase
35,0
65,0
100
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu pasca nifas
(6 minggu atau 40 hari sampai 2 bulan setelah melahirkan) tidak ada
mendapatkan
advokasi, edukasi, fasilitasi dan motivasi dari petugas
kesehatan yaitu sebanyak 39 responden (65,0 %).
c. Media Informasi
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Media Informasi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013
No
1
2
Media Informasi
Frekuensi
Ada
15
Tidak Ada
45
Total
60
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Persentase
25,0
75,0
100
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu pasca nifas
(6 minggu atau 40 hari sampai 2 bulan setelah melahirkan) tidak ada
mendapatkan informasi dari media informasi yaitu sebanyak 45 responden
(75,0 %).
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Perilaku Seksual Pada Ibu
Pasca Nifas
Tabel 4.4
Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Perilaku Seksual Pada Ibu
Pasca Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
Perilaku Seksual Pada
Ibu Pasca Nifas
Peran Petugas
No
Tidak
Kesehatan
Melakukan
Melakukan
f
%
f
%
1
Ada
13
61,9
8
38,1
2
Tidak Ada
10
25,6
29
74,4
Sumber : Data Primer (di olah tahun 2013)
Total
f
21
39
%
100
100
P
0,013
Dari tabel 4.4 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara peran
petugas kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas diperoleh
bahwa dari 39 responden yang tidak ada mendapatkan advokasi, edukasi,
fasilitasi dan motivasi dari petugas kesehatan, ada 29 responden (74,4 %)
tidak melakukan hubungan seksual pasca nifas. Hasil uji statistik diperoleh
nilai P=0,013 (P<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara peran petugas kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca
nifas.
b. Hubungan Media Informasi dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas
Tabel 4.5
Hubungan Media Informasi Dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas
Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
Perilaku Seksual Pada
Ibu Pasca Nifas
Media
No
Tidak
Informasi
Melakukan
Melakukan
f
%
f
%
1
Ada
11
73,3
4
26,7
2
Tidak Ada
12
26,7
33
73,3
Sumber : Data Primer (di olah tahun 2013)
Total
f
15
45
%
100
100
P
0,004
Dari tabel 4.5 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara media
informasi dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas diperoleh bahwa
dari 45 responden
yang
tidak ada mendapatkan informasi dari media
informasi, ada 33 responden (73,3 %) tidak melakukan hubungan seksual
pasca nifas. Hasil uji statistik diperoleh nilai P=0,004 (P<0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara media informasi dengan
perilaku seksual pada ibu pasca nifas.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisa tentang hubungan
peran petugas kesehatan dengan media informasi dengan perilaku seksual pada
ibu pasca nifas di Wilayah kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
maka didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca
Nifas
Berdasarkan hasil penelitian, analisis hubungan antara peran petugas
kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas diperoleh bahwa dari
39 responden yang tidak ada mendapatkan advokasi, edukasi, fasilitasi dan
motivasi dari petugas kesehatan, ada 29 responden (74,4 %) tidak melakukan
hubungan seksual pasca nifas. Hasil uji statistik diperoleh nilai P=0,013
(P<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara peran
petugas kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulaikah
(2010) pada ibu pasca nifas di Puskesmas Pakel Kabupaten Tulungangung, dari
jumlah sampel sebanyak 100 orang responden, didapatkan hasil bahwa ada
pengaruh konseling terhadap perilaku hubungan seksual setelah nifas.
Menurut Ayurai (2009), salah satu faktor yang mempengaruhi
hubungan seksual pasca persalinan adalah kurangnya informasi tentang seks
setelah melahirkan. Sedangkan menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo
(2003), perilaku kesehatan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi
(pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan faktor kesehatan
demografi seperti status sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, paritas), faktor
pendukung (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan, keadaan
lingkungan), faktor pendukung (sikap dan perilaku daripada petugas
kesehatan).
Kebutuhan informasi dan konseling tentang kehidupan seksual dan
kontrasepsi merupakan salah satu pertanyaan yang banyak diajukan pada pasca
persalinan. Ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar ibu menghindari
hubungan seksual selama hamil sampai dengan sesudah persalinan (Adithya,
2011).
Tenaga kesehatan seperti perawat, bidan dan dokter merupakan sumber
informasi yang tampak dan kompeten bagi klien yang ingin meningkatkan
kondisi fisik dan psikologisnya. Tenaga kesehatan memberikan informasi dan
keterampilan dan dapat mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat.
Hal ini dapat dilakukan di sekolah, rumah, klinik atau tempat kerja (Potter dan
Perry, 2009).
Promosi kesehatan bukan hanya kegiatan penyadaran masyarakat atau
pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tetapi
juga merupakan upaya-upaya dalam memfasilitasi perubahan perilaku
kesehatan yang diinginkan. Informasi yang diberikan bukan hanya melakukan
perubahan perilaku saja melainkan juga upaya perubahan lingkungan, sosial
budaya, politik dan ekonomi (Setiawati, 2008).
Adapun peran bidan dalam promosi kesehatan menurut Novita (2012)
adalah antara lain ; peran sebagai advokator, bentuk kegiatan advokator, antara
lain adalah seminar, menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya dan
menyampaikan masalah kesehatan menggunakan media dalam bentuk lisan,
artikel, berita, diskusi, penyampaian pendapat untuk membentuk opini public;
peran sebagai edukator, yaitu memberikan pendidikan kesehatan dan konseling
dalam asuhan dan pelayanan kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan
agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka; peran
sebagai fasilitator, yaitu bidan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan,
mengkondisikan iklim kelompok ang harmonis, serta menfasilitasi terjadinya
proses saling belajar dalam kelompok, dan peran sebagai motivator, yaitu
upaya yang dilakukan bidan sebagai pendamping adalah menyadarkan dan
mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat
mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah itu.
Peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan antara peran petugas
kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas, karena salah satu
faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pasca persalinan adalah
kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan. Banyak wanita setelah
melahirkan merasa tidak berhasrat untuk melakukan senggama pasca
persalinan, salah satu faktor karena takut terhadap rasa nyeri yang mungkin
ditimbulkannya. Waktu yang dibutuhkan oleh seorang perempuan untuk
mengembalikan gairahnya seperti semula,
sangat bergantung kepada
pengalaman persalinannya (apakah persalinan normal atau dengan cara
caesar). Sehingga muncul banyak pertanyaan, kapan seks yang aman setelah
melahirkan sehingga tidak mengganggu keharmonisan rumah tangga.
Disini peran petugas kesehatan, khususnya bidan sangat diharapkan
untuk memberikan informasi atau konseling kepada ibu setelah melahirkan,
biasanya bidan memberi batasan rutin 6 minggu pasca persalinan. Akan tetapi,
jika pasangan ingin lebih cepat, konsultasikan hal ini untuk mengetahui dengan
pasti jenis persalinan, kondisi perineum, luka episiotomi, dan kecepatan
pemulihan sesungguhnya serta program kontrasepsi harus segera dilakukan
sebelum hubungan seksual karena ada kemungkinan hamil kembali dalam
kurun waktu kurang dan 6 minggu (kontrasepsi untuk mencegah kehamilan).
2. Hubungan Media Informasi Dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas
Berdasarkan hasil penelitian, analisis hubungan antara media informasi
dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas diperoleh bahwa dari 45
responden yang tidak ada mendapatkan informasi dari media informasi, ada
33 responden (73,3 %) tidak melakukan hubungan seksual pasca nifas. Hasil
uji statistik diperoleh nilai P=0,004 (P<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara media informasi dengan perilaku seksual pada ibu
pasca nifas.
Penelitian yang dilakukan oleh Tamrin (2011) pada ibu pasca nifas (6
minggu sampai 3 bulan setelah melahirkan) di BPS Hj. Sri Harti Suroso
Surabaya, didapatkan hasil bahwa minat melakukan hubungan seksual pasca
nifas adalah cukup. Berbagai faktor yang mempengaruhi seperti semakin
banyaknya media informasi yang tersedia, hanya saja responden belum aktif
untuk mencari informasi sehingga membuat minat ibu pasca nifas cukup untuk
dapat menentukan minat apakah berminat atau menolak terhadap hubungan
seksual pasca nifas.
Sedangkan menurut Profil Kesehatan Indonesia (2005) dalam Adithya
(2011), hubungan seksual pasca nifas lebih banyak terjadi di pedesaan,
terutama golongan menengah kebawah, karena kurangnya sumber informasi
yang didapat. Sedangkan masyarakat di perkotaan hubungan seksual pasca
nifas terjadi lebih sedikit karena sudah banyaknya sumber informasi, dari hasil
folling realitas kehidupan ibu-ibu nifas di Kabupaten Bandung 3% dari 15
orang ibu nifas yang pernah melakukan hubungan seksual pasca nifas dan
tidak mengetahui apa resikonya.
Menurut Notoatmodjo (2003), seseorang atau masyarakat dapat
memperoleh pengalaman/ pengetahuan melalui berbagai macam media
informasi. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda
di dalam membantu permasalahan seseorang. Sedangkan menurut Cangara
(2000), media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan
dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat
komunikasi mekanik seperti televisi, radio, film dan surat kabar/ majalah.
Peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan media informasi dengan
perilaku seksual pada ibu pasca nifas, karena melalui media informasi seperti
media cetak, media elektronik dan media papan, masyarakat dapat memperoleh
informasi tentang hubungan seksual setelah melahirkan, seperti waktu yang
aman untuk melakukan hubungan seksual, hal-hal yang mempengaruhi seksual
pada masa nifas, solusi untuk mengatasi masalah seksual pada masa nifas, dan
sebagainya.
Perkembangan
media
informasi
juga
sebanding
dengan
pengaruhnya yang semakin kuat terhadap dunia globalisasi saat ini. Berbagai
faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pasca nifas seperti semakin
banyaknya media informasi yang tersedia, hanya saja ibu belum aktif untuk
mencari informasi sehingga membuat ibu menolak terhadap hubungan seksual
pasca nifas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik terhadap hipotesa tentang
hubungan peran petugas kesehatan dan media informasi dengan perilaku seksual
pada ibu pasca nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2013, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat hubungan antara peran petugas kesehatan dengan perilaku seksual
pada ibu pasca nifas dimana nilai P=0,013 (P<0,05)
2. Terdapat hubungan antara media informasi dengan perilaku seksual pada ibu
pasca nifas dimana nilai P=0,004 (P<0,05)
B. Saran
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan, khususnya bidan untuk dapat
memberikan informasi kepada ibu-ibu khususnya ibu yang baru melahirkan
mengenai hubungan seksual pasca nifas seperti waktu yang aman untuk
melakukan hubungan seksual, hal-hal yang mempengaruhi seksual pada masa
nifas, solusi untuk mengatasi masalah seksual pada masa nifas dan
sebagainya.
2. Diharapkan
bagi
Institusi
Pendidikan
Kesehatan
khususnya
STIKes
U’Budiyah Banda Aceh agar dapat lebih meningkatkan pengetahuan peserta
didik mengenai perilaku seksual pada ibu pasca nifas sehingga di masa yang
akan datang dapat memberikan konseling kepada ibu-ibu setelah melahirkan
tentang hubungan seksual pasca nifas.
3. Diharapkan bagi peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menambah variabel lain dan jumlah sampel yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Adithya, D. 2011. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Hubungan Seksual
Pasca Nifas Di Pasar VI Lingkungan XVIII Kelurahan Terjun
Kecamatan Medan Marelan Bulan Mei-Juni. Akademi Kebidanan
Imelda, Medan.
Admin. 2011. Seks Pasca Nifas. Dikutip dari http://www.babyzone.com. (diakses
tanggal 14 Maret 2013)
Aprilia. 2011. Seks Setelah Melahirkan. Dikutip dari http://www.bidankita.com.
(diakses tanggal 14 Maret 2013)
Ayurai. 2009. Informasi Tentang Seksualitas Pasca Melahirkan. Dikutip dari
http://www.blogspot.com. (diakses tanggal 14 Maret 2013)
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. EGC, Jakarta.
Budiarto, E. 2002. Biostatistik Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC,
Jakarta.
Cangara, H. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Close, S. 2008. Kehidupan Seks Selama Kehamilan dan Setelah Melahirkan.
ARCAN, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
http://www.depkes.go.id. (diakses tanggal 14 Maret 2013)
Dikutip
Djuarno,
A.
2011.
Peran
Media
Informasi.
Dikutip
http://www.wordpress.com. (diakses tanggal 10 April 2013)
dari
dari
Einsenberg, A. 1996. Kehamilan : Apa Yang Anda Hadapi Bulan Perbulan.
Arcan, Jakarta.
Llewellyn and Jones. 2005. Setiap Wanita Paduan Terlengkap Tentang
Kesehatan, Kebidanan dan Kandungan. Delapratasa Publishing KDT,
Jakarta.
Martaadisoebrata, D. 2005. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial.
YBPSP, Jakarta.
Medica,
S.
2012.
Defenisi
Petugas
Kesehatan.
Dikutip
http://www.Wordpres.com. (diakses tanggal 10 Agustus 2013)
dari
Moeliono, A. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Mubarak, I. 2011. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Salemba Medika,
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta.
.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip - Prinsip
Dasar. Rineka Cipta, Jakarta.
.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta.
.2007. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Rineka
Cipta, Jakarta.
.2008. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta,
Jakarta.
Novita, N. 2012. Promosi Kesehatan Pelayanan Asuhan Kebidanan. Salemba,
Yogyakarta.
Nurfadillah. 2008. Gambaran Minat Melakukan Hubungan Seksual Suami
Istri Pada Ibu Pasca Nifas Ditinjau dari Pengetahuan, Umur dan
Paritas Di Desa Lamreung Kecamatan Darul Imarah Kabupaten
Aceh Besar. STIKes U’Budiyah, Banda Aceh.
Potter dan Perry. 2009. Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 7. EGC, Jakarta.
Purwanto, H. 1999. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. EGC,
Jakarta.
Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Salemba Medika,
Jakarta.
Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. EGC, Jakarta.
Setiawati. 2008. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. TIM,
Jakarta.
Soulmateyuni.
2008.
Pasca
Kelahiran
Bayi.
Dikutip
dari
http://www.Soulmate.multiply.com. (diakses tanggal 15 Maret 2013)
Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. ANDI,
Yogyakarta.
Suparyanto,
2011.
Konsep
Dasar
Masa
Nifas.
Dikutip
http://www.blogspot.com (diakses tanggal 15 Maret 2013)
dari
Thamrin, R. 2007. Hubungan Seksual Pasca Persalinan. EGC, Jakarta.
Tamrin, F. 2011. Menganalisa hubungan antara pengetahuan ibu pasca nifas
tentang hubungan seksual pasca nifas dengan minatnya berhubungan
seksual pasca nifas di BPS Hj. Sri Harti Suroso di Kedung Cowek no
224 Surabaya. Akademi Kebidanan Griya Husada, Surabaya.
Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kandungan. YBPSP, Jakarta.
Yulaikah. S. 2010. Pengaruh Pengetahuan Seksual Dan Konseling Terhadap
Perilaku Seksual Ibu Setelah Nifas Di Puskesmas Pakel Kabupaten
Tulungagung. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN MEDIA
INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA
IBU PASCA NIFAS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PEUKAN BADA
KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2013
A. Identitas Responden
No. Responden
:............................(Diisi oleh Peneliti)
Nama Responden
:............................
Umur responden
:............................
B. Pertanyaan Penelitian
1. Soal tentang Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda cheklist (√) pada pilihan jawaban yang tersedia yang
menurut anda paling tepat.
1. Apakah ibu melakukan hubungan seksual setelah 40 hari atau 6
minggu sampai 2 bulan setelah melahirkan?
Ya
Tidak
2. Soal tentang Peran Petugas Kesehatan
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda cheklist (√) pada pilihan jawaban yang tersedia yang
menurut anda paling tepat.
No
Jawaban
Pertanyaan
Ya
Apakah Bidan atau petugas kesehatan lainnya
1
menjelaskan kepada ibu tentang hubungan
seksual pada masa setelah masa nifas?
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
2
memberitahu ibu waktu yang aman untuk
melakukan hubungan
seksual pada masa
setelah masa nifas?
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
3
memberitahu ibu hal-hal yang mempengaruhi
hubungan seksual pada masa setelah masa
nifas?
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
4
memberitahu ibu untuk konsultasi tentang jenis
persalinan
sebelum
melakukan
hubungan
seksual setelah masa nifas?
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
5
memberitahu ibu untuk konsultasi tentang
kondisi
perineum
sebelum
melakukan
hubungan seksual setelah masa nifas?
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
memberitahu ibu untuk konsultasi tentang luka
6
episiotomi atau luka jalan lahir sebelum
melakukan hubungan seksual setelah masa
nifas?
Tidak
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
7
memberitahu ibu untuk konsultasi tentang
pemulihan alat reproduksi sebelum melakukan
hubungan seksual setelah masa nifas?
Apakah Bidan atau Petugas Kesehatan lainnya
memberitahu ibu tentang kontrasepsi yang
8
harus segara dilakukan sebelum melakukan
hubungan seksual setelah masa nifas untuk
mencegah kehamilan?
3. Soal tentang Media Informasi
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda cheklist (√) pada pilihan jawaban yang tersedia yang
menurut anda paling tepat.
1. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi dari media informasi
tentang hubungan seksual setelah masa nifas?
Ada
Jika ada, sebutkan dari media informasi apakah ibu mendapatkan
informasi tersebut?
Tidak ada
Lampiran 1
LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian
DiTempat
Dengan Hormat,
Sebagai persyaratan Tugas Akhir Skripsi mahasiswa Program Studi D-IV
Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh, saya akan melakukan penelitian
tentang “Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi dengan
Perilaku Seksual pada Ibu Pasca Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar”.
Untuk maksud tersebut saya memerlukan data dan informasi yang nyata
dan akurat dari saudari melalui pengisian kuesioner yang akan saya lampirkan
pada surat ini. Saudari berhak untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini,
namun penelitian ini sangat berdampak terhadap kemajuan dalam bidang
pendidikan bila semua pihak ikut berpartisipasi. Bila saudari setuju terlibat dalam
bidang pendidikan ini, mohon menandatangani Lembar Persetujuan Menjadi
Respondenyang telah disediakan dan menjawab pertanyaan dalam kuesioner
dengan sejujurnya.
Kesediaan dan perhatian saudari dalam penelitian ini sangat saya
harapkan, dan atas partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Nur Asri
Lampiran 2
LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama
: …………………………
Alamat
: …………………………
Setelah memikirkan dan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, maka
dengan ini saya menyatakan setuju untuk menjadi responden dalam penelitian
yang dilakukan oleh :
Nama
: Nur Asri
Nim
: 121010210049
Judul Penelitian
: Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi
dengan Perilaku Seksual pada Ibu Pasca Nifas di Wilayah
Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.
Demikian pernyataan ini saya buat, atas kesadaran sendiri tanpa paksaan dari
pihak manapun untuk dipergunakan seperlunya.
Banda Aceh, Agustus 2013
Responden
(____________________)
BIODATA PENULIS
Nama
: Nur Asri
Tempat/ Tanggal Lahir
: Blang Pidie, 30 April 1985
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Jl. Meusara II No. 10 B Punge Blang Cut,
Banda Aceh
No. Hp
: 085277730098
Nama Orang Tua
a. Ayah
: Mustafa
b. Ibu
: Almh. Rahmi
Pekerjaan Orang Tua
a. Ayah
:Wiraswasta
b. Ibu
:-
Alamat Orang Tua
: Blang Pidie, ABDYA
No. Hp Orang Tua
:-
Status
: Menikah
Nama Suami
: Ali Akbar, ST
Pendidikan yang ditempuh/ Tahun Lulus
1. SD Negeri Kuta Tuha, ABDYA
: Tahun Lulus 1997
2. SLTP N. 2 Blang Pidie, ABDYA
: Tahun Lulus 2000
3. SMU Unggul Pemda Aceh Selatan
: Tahun Lulus 2003
4. Jurusan Kebidanan Poltekkes NAD
: Tahun Lulus 2006
Tertanda,
( Nur Asri)
Download